PENGARUH PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN
TERHADAP COLD STRESS PADA TENAGA KERJA
COLD STORAGE PT. X DI BELAWAN
TESIS
Oleh
HERLINAWATI
067010005/KK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN
TERHADAP COLD STRESS PADA TENAGA KERJA
COLD STORAGE PT.X DI BELAWAN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Dalam Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Program Studi Kesehatan Kerja Pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
HERLINAWATI
067010005/KK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Proposal :
PENGARUH PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN TERHADAP COLD STRESS PADA PEKERJA COLD STORAGE PT.X DI BELAWAN TAHUN 2008Nama Mahasiswa
:
HERLINAWATI Nomor Induk mahasiswa : 067010005Program studi : ILMU KESEHATAN MASYARAKAT Konsentrasi : KEKHUSUSAN KESEHATAN KERJA
Menyetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Evawany Aritonang, MSi dr. Halinda Sari Lubis, MKKK Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur SPs USU
Telah diuji pada
Tanggal : 11 Agustus 2008
PANITIA PENGUJI TESIS :
Ir. Indra Chahaya, MSi
Ernawati Nasution, SKM, M. Kes
PERNYATAAN
PENGARUH PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN
TERHADAP COLD STRESS PADA TENAGA KERJA
COLD STORAGE PT.X DI BELAWAN
TESIS
Dengan ini menyatakan bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Agustus 2008
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Hipotesis ... 6
1.5. Manfaat Penelitian ... 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 8
2.1. Pengertian cold stress... 8
2.2. Efek Pemaparan Suhu Dingin ... 9
2.3. Temperatur Tubuh ... 12
2.4. Gizi Kerja ... 15
2.4.1. Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi ... 17
2.4.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kebutuhan Gizi ... 18
2.4.3. Usaha Perbaikan Gizi kerja di Perusahaan ... 19
2.5. Makanan Tambahan ... 20
2.6. Landasan Teori ... 24
2.7. Kerangka Konsep ... 26
BAB 3. METODE PENELITIAN... 27
3.1. Jenis Penelitian ... 27
3.2. Lokasi dan Waktu penelitian ... 28
3.3. Populasi dan Sampel ... 28
3.4. Metode Pengumpulan data ... 30
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 32
3.6. Pelaksanaan Penelitian ... 33
3.7. Metode Pengukuran ... 34
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 37
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 37
4.2. Karakeristik Responden ... 40
4.3. Konsumsi Makananan ... 43
4.3.1. Konsumsi Makanan Utama ... 43
4.3.1. Konsumsi Energi dan Protein ... 43
4.3.2. Konsumsi Makanan Tambahan ... 45
4.3.3. Tingkat Konsumsi Makanan ... 45
4.4. Suhu Tubuh ... 49
4.5. Tekanan Darah ... 50
4.5.1. Tekanan Darah Sistolik ... 50
4.5.2. Tekanan Darah Diastolik ... 51
BAB 5. PEMBAHASAN ... 53
5.1. Konsumsi Makanan Utama ... 53
5.1.1. Konsumsi Energi ... 53
5.1.2. Konsumsi Protein ... 55
5.2. Konsumsi Makanan Tambahan ... 56
5.3. Kontribusi Makanan Tambahan terhadap Energi Total ... 57
5.4. Kontribusi Makanan Tambahan terhadap Protein Total ... 57
5.5. Suhu Tubuh ... 57
5.6. Pengaruh Makanan Tambahan terhadap Suhu Tubuh ... 58
5.7. Tekanan Darah ... 59
5.8. Pengaruh Makanan Tambahan terhadap Tekanan Darah ... 60
5.9. Keterbatasan Penelitian ... 61
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 62
6.1. Kesimpulan ... 62
6.2. Saran ... 62
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Angka Kecukupan Gizi (Umur 16-19 tahun, 20-45 tahun)
dan 46-59 tahun) ... 17
3.1. Aspek Pengukuran ... 35
4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Tingkat
Pendidikan dan Masa Kerja ... 41
4.2. Berat Badan Tenaga Kerja pada Kelompok Perlakuan dan
Kontrol sebelum dan setelah Intervensi ... 42
4.3. Zat Gizi Tenaga Kerja pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol
Sebelum dan Setelah Intervensi ... 43
4.4. Suhu Tubuh Tenaga Kerja pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum dan Setelah Intervensi ... 49
4.5. Tekanan Darah Sistolik pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol
Sebelum dan Setelah Intervensi ... 50
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Zona Thermal Pada Manusia ... 14
2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 26
3.1. Cara Penarikan Sampel ... 30
4.1. Proses Penanganan Ikan di PT. X Belawan ... 40
4.2. Grafik Persentase Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi Sebelum Intervensi ... 46
4.3. Grafik Persentase Berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein Setelah Intervensi ... 47
4.4. Grafik Persentase Berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein Sebelum Intervensi ... 48
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan di bidang kesehatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari pembangunan kesejahteraan bangsa secara berkesinambungan, terus
menerus dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai cita-cita luhur yakni
terciptanya masyarakat yang adil dan makmur baik material maupun spiritual
(Darmanto, 1999). Dengan meningkatnya proses pembangunan, akan semakin
meningkat pula keterlibatan tenaga kerja. Searah dengan hal tersebut kebijakan
pembangunan dibidang kesehatan ditujukan untuk mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal bagi seluruh masyarakat termasuk tenaga kerja.
Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting
sebagai pelaku dalam tujuan pembangunan, dimana seiring dengan meningkatnya
ilmu pengetahuan dan teknologi diperlukan adanya sumber daya manusia yang
berkualitas dan memiliki produktivitas yang tinggi sehingga mampu bersaing diera
globalisasi.
Gizi kerja adalah pemberian gizi yang diterapkan kepada masyarakat tenaga
kerja dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan, efisiensi dan
produktivitas kerja yang setinggi-tingginya sedangkan manfaat yang diharapkan dari
pemenuhan gizi kerja adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan ketahanan
Secara khusus gizi kerja adalah zat makanan yang bersumber dari bahan makanan
yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis
pekerjaan dan lingkungan kerjanya (Tarwaka dkk, 2004).
Berbagai hal yang dapat mempengaruhi status kesehatan dan status gizi
tenaga kerja adalah faktor tenaga kerja itu sendiri dan faktor di luar tenaga kerja yang
meliputi proses kerja dan lingkungan kerja. Adapun faktor lingkungan kerja terdiri
atas beberapa komponen yaitu komponen fisik, komponen biologi maupun komponen
kimia. Komponen dari faktor fisik di lingkungan kerja merupakan faktor di tempat
kerja yang bersifat fisika yang terdiri dari iklim kerja, kebisingan, getaran dan
lain-lain (KEP-51/MEN/1999).
Kebutuhan gizi setiap orang berbeda satu sama lainnya dan tergantung dari
berbagai faktor, misalnya : ukuran tubuh, usia, jenis kelamin, kegiatan/aktivitas
pekerjaan yang dilakukan, kondisi tubuh tertentu dan kondisi lingkungan. Pada
tempat-tempat yang dingin kebutuhan gizi lebih tinggi dari pada tempat dengan suhu
panas (Tarwaka, dkk 2004).
Iklim kerja merupakan perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan
gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga
kerja sebagai akibat pekerjaannya (Kep Men Tenaga Kerja No. KEP-51/MEN/1999).
Bagi orang Indonesia suhu udara dirasakan nyaman antara 24oC-26oC, kelembaban
relatif 30%-70%, dan kecepatan udara sekitar 0,05-0,2 meter per detik. Suhu ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cilingir (1985) yang menemukan
kelembaban 60%-70% (Agati, 2003). Menurut Suma’mur (1979) di dalam tulisan
Agati (2003) menyatakan bahwa suhu udara yang optimum untuk tenaga kerja di
Indonesia adalah 190C-230C akan tetapi di beberapa lingkungan kerja mempunyai
suhu udara di atas maupun di bawah suhu udara yang optimum bagi pekerja. Adapun
lingkungan kerja yang mempunyai suhu udara di bawah 190C adalah lingkungan
kerja yang menggunakan refrigerator pada proses produksi misalnya industri
pengepakan ikan segar, pabrik es ataupun tempat penyimpanan daging.
Terpapar suhu dingin merupakan ancaman langsung pada tubuh tenaga kerja.
Cold stress bisa menyebabkan ketegangan tubuh atau mental. Efek utama dari cold
stress adalah jaringan mendingin dan suhu tubuh turun. Berbagai studi tentang efek
dingin pada tenaga kerja juga menunjukkan cold stress merupakan bahaya
keselamatan. Sensitivitas dan kecekatan jari-jari berkurang di lingkungan yang
dingin. Pada temperatur yang lebih rendah, dingin mempengaruhi otot lebih dalam,
yang menyebabkan penurunan kekuatan otot dan kekakuan sendi. Suhu tubuh yang
rendah menimbulkan gejala-gejala seperti : menggigil terus menerus, bibir dan
jari-jari tangan membiru, perilaku yang tidak rasional dan membingungkan, kewaspadaan
mental berkurang, koordinasi buruk terhadap efek keselamatan, pengambilan
keputusan buruk (Killham D, 2007). Hipothermia ringan (temperatur inti tubuh
>320C) bisa menaikkan tekanan darah (Biem, J, et.al, 2003).
Menurut Biem, J,et.al(2003) menyatakan bahwa salah satu kondisi yang
(kekurangan gizi) dapat mengurangi bahan bakar yang tersedia untuk memperoleh
panas tubuh.
Bagi tenaga kerja yang bekerja pada lingkungan dingin, maka sebagian
energi tubuh digunakan untuk menjaga tubuh tetap hangat. Tubuh kita akan mulai
mengalihkan aliran darah dari anggota tubuh (tangan, kaki, lengan) dan kulit luar ke
bagian inti (dada, perut). Hal ini membuat kulit terpapar dan anggota tubuh menjadi
dingin serta menambah resiko hipothermia (Princeton University, 2007).
Hasil penelitian Amalia dan Hestyn (2006) pada cold storage di PT.Aneka
Tuna Indonesia Gempol Pasuruan menunjukkan bahwa seluruh responden yang
bekerja di lingkungan dengan suhu <180C mengalami keluhan cold stress. Penelitian
Issekutz, B,et.al (1962), diperoleh suatu perbedaan yang berarti antara
pengurangan/penghabisan protein tubuh dengan pengaturan pola makan, dan terpapar
suhu dingin atau kombinasi keduanya.
Berbagai upaya dapat dilakukan untuk melindungi tenaga kerja dari suhu
yang rendah yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri, pelatihan tentang
kesehatan dan keselamatan kerja, pengaturan jam kerja serta pemberian makanan
tambahan. Pemberian makanan tambahan diantara waktu makan pagi dan siang
dimaksudkan untuk tetap mempertahankan kadar glukosa dalam darah. Sehingga
dapat mempertahankan kondisi tubuh agar tidak menurun dimana tubuh tidak lagi
kekurangan energi untuk melindungi dari suhu dingin.
PT.X Belawan merupakan perusahaan cold storage swasta yang
Vietnam, Singapura, Jepang, Korea, Turki, Mesir dan lain-lain terutama Asia
Tenggara. Perusahaan ini resmi didirikan pada Januari tahun 2005 dengan lokasi di
Gabion Belawan. Pada PT.X tenaga kerja keseluruhan berjumlah 87 orang dan di
bagian processing berjumlah 73 orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Tenaga kerja masuk pukul 9.00 WIB sampai 17.00 WIB, dan istirahat 1 jam (12.00
WIB -13.00 WIB).
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di PT. X Belawan,
tenaga kerja di bagian processing terpapar suhu antara 50 C sampai dengan 100 C,
dimana tenaga kerja menggunakan alat pelindung diri berupa penutup kepala, sarung
tangan, celemek plastik, sepatu bot dan masker. Para tenaga kerja juga mendapat
makanan tambahan berupa susu, kopi, teh manis, goreng pisang, goreng ubi dan
lain-lain tetapi tidak setiap hari. Keluhan seperti menggigil, jaringan mendingin, kebas
pada jari diungkapkan oleh beberapa tenaga kerja.
Tenaga kerja cold storage berada di lingkungan dengan suhu dingin
sehingga memungkinkan ada efek terhadap kesehatan tenaga kerja dan pada
lingkungan suhu dingin kebutuhan gizi lebih tinggi. Untuk mencegah
gangguan-gangguan yang telah diungkapkan sebelumnya pada tenaga kerja di cold storage
maka perlu adanya upaya pemberian makanan tambahan dari konsumsi normal yang
biasa mereka makan sehari-hari. Dengan demikian diharapkan akan dapat
meningkatkan ketahanan tubuh yang pada gilirannya akan meningkatkan
1.2 Permasalahan
Tenaga kerja di bagian processing yang terpapar suhu dingin (50C - 100C) ,
sangat berisiko terhadap cold stress dengan keluhan seperti menggigil, jaringan
mendingin, kebas pada ujung jari. Berbagai usaha untuk mengurangi pengaruh cold
stress di PT.X telah dilakukan seperti pemakaian alat pelindung diri, akan tetapi
keluhan akibat cold stress masih tetap terjadi. Berangkat dari permasalahan di atas,
peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh pemberian makanan tambahan
terhadap cold stress pada tenaga kerja cold storage PT. X di Belawan.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui konsumsi energi dan protein pada tenaga kerja cold storage
PT.X Belawan sebelum dan sesudah intervensi.
2. Untuk mengetahui kontribusi makanan tambahan terhadap konsumsi energi dan
protein pada tenaga kerja cold storage PT.X Belawan.
3. Untuk mengetahui cold stress pada tenaga kerja cold storage PT. X Belawan dari
hasil pengukuran suhu tubuh dan tekanan darah sebelum dan sesudah intervensi.
1.4 Hipotesis
Ada pengaruh pemberian makanan tambahan terhadap cold stress pada
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi konsumsi energi dan protein pada tenaga kerja cold storage
PT. X. Belawan.
2. Sebagai informasi tentang cold stress pada tenaga kerja cold storage PT.X
Belawan.
3.Untuk memberi masukan bagi pihak manajemen tentang pentingnya pemberian
makanan tambahan secara teratur diantara makan utama bagi tenaga kerja cold
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian cold stress
Cold stress adalah suatu gabungan antara kondisi suhu (dingin), kecepatan
angin dan kelembaban yang membahayakan tubuh. Cold stress dapat terjadi pada
suhu <180C. Hipothermia merupakan salah satu efek dari cold stress (Amalia dan
Hestyn, 2006). Cold stress adalah reaksi tubuh pada kondisi dingin di tempat kerja,
terpapar suhu dingin merupakan ancaman langsung pada tubuh tenaga kerja, dan bisa
menyebabkan ketegangan tubuh atau mental (Killham D, 2007).
Hipothermia adalah temperatur yang kacau. Respon dari menurunnya suhu
tubuh adalah menggigil disaat tubuh menghasilkan panas. Menggigil adalah kontraksi
dan ekspansi dari otot jaringan dalam skala besar (Alaska Department of labor and
Workforce Development, 2005). Hipothermia (cold stress) adalah suatu kondisi
abnormal dengan suhu tubuh rendah. Hal ini berkembang ketika panas tubuh hilang
karena lingkungan yang dingin dan terjadi dengan cepat, sering terjadi naik tekanan
darah, hipothermia sering disebut silent killer (Guiton B, 2007). Hipothermia
merupakan gangguan yang berhubungan dengan suhu. Suhu tubuh kurang dari 350C.
Hipothermia dianggap sebagai gangguan bila tubuh tidak mampu mendapatkan panas
yang memadai untuk menjaga fungsi yang ada dengan effisien (SARBC, 2007).
Hipothermia merupakan suatu kondisi di mana suhu tubuh berkurang di bawah
adalah penurunan temperatur tubuh di bawah 35oC (Blair E, 1964). Hipothermia
didefinisikan sebagai suhu tubuh inti kurang dari 35oC, hal ini sulit dideteksi karena
thermometer klinis tidak akurat di bawah 35oC(Biem J, etal, 2003). Hipothermia
didefinisikan bahwa temperatur inti tubuh <95oF (35oC), terjadi pada seseorang yang
terpapar suhu dingin (Halvorsons S, 2007). Hipothermia diartikan sebagai ”panas
rendah” yang merupakan kondisi kesehatan yang serius. Hal ini terjadi ketika
pelepasan panas tubuh ke lingkungan dingin lebih cepat dibandingkan adaptasi tubuh
mengembalikan suhu normal (Anonymous, 2007).
2.2 Efek Pemaparan Suhu Dingin
Cold stress (hipothermia) merupakan penurunan suhu tubuh dari suhu normal. Tubuh dapat beradaptasi terhadap suhu udara dengan membangun sistem
pengatur suhu dengan sensor temperatur di dalam kulit. Respon dari menurunnya
suhu tubuh adalah menggigil, disaat tubuh menghasilkan panas. Menggigil adalah
kontraksi dan ekspansi dari otot jaringan dalam skala besar (Alaska Departement of
labor and Workforce Development Labor Standards and Safety, 2005).
Cold stress bisa terjadi disetiap pekerjaan di ruang terbuka pada musim
dingin, dan tenaga kerja yang bekerja di ruangan tertutup dalam lingkungan dingin
buatan (teknologi refrigerasi). Teknologi refrigerasi lebih dikenal dalam bentuk
produknya yang berupa es, lemari dingin (refrigerator rumah tangga), kamar dingin
(chillroom), gudang atau kamar beku (cold storage), pabrik es dan lain-lain.
jenis dan bentuk pangan yang didinginkan dan dibekukan seperti ikan dan udang
beku dan sebagainya (Ilyas,S 1983).
Hipothermia dapat diketahui segera saat terjadi, ringan, sedang dan parah,
dengan penjelasan sebagai berikut :
Segera terjadi :Temperatur tubuh berkurang menjadi 96,80F (360C). Individu akan
meningkatkan gerakan untuk mencoba memanaskan tubuh. Kulit menjadi pucat, mati
rasa. Otot menjadi tegang dan mulai menggigil. Kelelahan dan kelemahan mulai
terlihat.
Ringan : Temperatur tubuh menurun menjadi 93,2 0F (340C). Menggigil yang tidak
dapat dikendalikan. Individu tetap siaga dan mampu membantu diri, pergerakan jadi
kurang terkoordinasi dan dinginnyamenyebabkan sakit dan tidak nyaman.
Sedang : Temperatur tubuh telah turun menjadi 87,7 0F (310C). Menggigil lambat
atau berhenti dengan sepenuhnya, kebingungan dan kelesuan terjadi. Suara melambat,
dan kurang jelas. Bernafas menjadi lambat dan dangkal dan menjadi mengantuk.
Parah : Temperatur tubuh di bawah 87, 2 0F (310C). Kulit menjadi kebiru-biruan,
selaput mata membesar, kelihatan mabuk, menyangkal permasalahan dan menolak
bantuan. Ini awal dari hilangnya kesadaran secara perlahan-lahan. Ada sedikit atau
tidak bernafas. Tidak adanya tanggapan verbal atau dari stimulus sakit dan kelihatan
seperti sudah mati (pingsan) (Alaska Departement of Labor and Workforce
Development, 2005).
Dalam artikel Wikipedia, the free encyclopedia (2007) tahapan hipothermia
pada manusia yaitu :
1. Tahap 1 yaitu suhu tubuh turun 1,8-3,6 derajat Fahrenheit (10C-20C), menggigil
ringan mulai terjadi, pembuluh darah bagian luar mulai kehilangan panas,
pernafasan terganggu.
2. Tahap 2 yaitu suhu tubuh berkurang 3,6-7.2 derajat Fahrenheit (20C-40C), menggigil
menjadi lebih jelas, pembuluh darah bagian permukaan berkurang karena tubuh
terfokus untuk menjaga sumber yang ada supaya organ tubuh tetap hangat. Korban
menjadi pucat, bibir, jari dan kaki menjadi biru.
3.Tahap 3 yaitu suhu tubuh turun di bawah 32,20C (900F), proses metabolik celluler
tertutup, organ utama gagal, kematian klinis terjadi.
Gejala-gejala hipothermia adalah menggigil, pernapasan yang cepat, frekuensi
denyut jantung yang berlebihan, tekanan darah naik/tinggi, keadaan tonus otot tegang
( Biem, J, et.al. 2003). Seiring dengan memburuknya kondisi, menggigil berhenti,
tidak mampu berjalan, bingung dan tidak logis, kekakuan otot parah, sangat
mengantuk atau tidak sadar (Princeton university, 2007).
Efek pemaparan dingin menyebabkan mekanisme tubuh terganggu sehingga
dapat menyebabkan berbagai penyakit. Ternyata sebagian besar kasus cold stress
berkembang pada temperatur udara antara -10C (300F) dan 100 C (500 F) (Killham D,
2.3 Temperatur Tubuh
Panas yang dihasilkan oleh proses metabolisme dalam tubuh dapat
dimanifestasikan dalam bentuk suhu atau temperatur tubuh. Temperatur tubuh
manusia yang normal adalah antara 360-370Celsius.
Temperatur tubuh manusia selalu tetap (konstan). Di bagian dalam otak,
jantung, dan di dalam perut, temperaturnya berfluktuasi sekitar 370C yang disebut
sebagai temperatur inti utama (core temperatur). Suatu core temperatur yang konstan
adalah merupakan prasyarat untuk fungsi normal dari fungsi vital yang paling
penting. Sebaliknya lawan dari core temperatur yang terdapat di dalam otot, tangan,
kaki, di seluruh bagian kulit (disebut sebagai : shell temperature) menunjukkan
variasi tertentu. Secara psikologis dikatakan oleh Grandjean (1986) dalam tulisan
(Nurmianto, 2004) bahwa jika temperatur sekeliling sangatlah dingin maka akan ada
perbedaan temperatur yang menyolok (steep temperature gradient) pada bagian kulit
yaitu dari bagian dalam kulit kearah keluar kulit. Sebagai contoh, dalam udara yang
dingin temperatur permukaan kulit akan menurun sampai 350C. Sedangkan dalam
suhu sekeliling yang hangat masih berada sekitar 35-36 derajat Celsius yang hanya
berada sekitar beberapa milimeter di bawah kulit. Kapasitas untuk beradaptasi ini
membuat manusia mudah untuk mentolelir kekurangan panas secara temporer yang
berjumlah ratusan kilokalori pada seluruh tubuh (Nurmianto, 2004).
Pertukaran panas pada tubuh manusia dibagi menjadi 3 zona yaitu : superficial,
intermediate dan deep atau inti. Zona superficial terdiri dari kulit dan jaringan
pengambilan atau tanda peringatan untuk perubahan suhu di lingkungan. Zona ini
juga sebagai lapisan luar untuk perubahan panas antara zona dalam dan bagian luar.
Aktivitas ini tergantung pada banyaknya darah yang mengalir dalam kulit dan lapisan
subcuticular (Blair E, 1964).
Zona intermediate terdiri dari otot skeletal. Berkurangnya panas secara
umum terjadi dari tempat ini selama fase awal induksi hipothermi. Pada kondisi awal,
otot rangka berperan penting dalam produksi panas dan sebagian besar berasal dari
viscera. Namun, jika dingin terjadi suhu berkurang maka otot rangka digerakkan ke
dalam produksi panas. Massa otot besar merupakan bagian yang paling efektif
terhadap system pertukaran panas yang tidak efisien, karena persediaan darah dan
aliran darah dapat menambah tingkat yang dibutuhkan. Darah merupakan mekanisme
penghantar dalam sistem pertukaran panas manusia.
Zona dalam atau inti terdiri dari semua struktur yang terletak antara ruang
tubuh. Suhu normal secara umum adalah 37oC, namun hal ini kurang akurat, variasi
dapat terjadi seperti yang ditentukan sebelumnya dan disebabkan ukuran suhu,
aktivitas metabolik pada organ tertentu. Untuk kesederhanaan dalam pencatatan 37oC
diterima sebagai point acuan. Dalam hal ini ada gradient kecil dan biasanya antara
inti dan zona intermediate dengan jumlah 0,5 – 1.0. Gradient antara inti dan zona
superficial lebih besar berkisar 2-3oC. Inti (core) adalah puncak system thermal
menyeluruh dan pemeliharaan terhadap suhu yang merupakan ciri homeotherm (Blair
Gambar 1. Zona Thermal pada manusia (Sumber : Blair E,1964)
Suhu menetap ini adalah akibat kesetimbangan di antara panas yang
dihasilkan di dalam tubuh dengan lingkungan sekitar. Produksi panas di dalam tubuh
tergantung dari kegiatan fisik tubuh, makanan, pengaruh dari berbagai bahan kimia,
dan gangguan pada sistim pengatur panas, misalnya pada keadaan demam.
Faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas di antara tubuh dengan sekitarnya adalah
konduksi, konveksi, radiasi dan penguapan. Konduksi ialah pertukaran panas diantara
menghilangkan panas dari tubuh, apabila benda-benda sekitar lebih dingin suhunya,
dan dapat menambah panas kepada tubuh, manakala benda-benda sekitar lebih panas
dari badan manusia. Konveksi adalah pertukaran panas dari badan dengan lingkungan
melalui kontak udara dengan tubuh. Udara adalah penghantar panas yang baik, tetapi
dengan kontak ke tubuh dapat terjadi pertukaran panas dengan tubuh. Tergantung dari
suhu udara dan kecepatan angin, konveksi memainkan peranan dalam pertukaran
panas. Konveksi dapat mengurangi atau menambah panas kepada tubuh manusia.
Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memancarkan gelombang panas.
Tergantung dari suhu benda-benda sekitar, tubuh menerima atau kehilangan panas
lewat mekanisme radiasi. Selain itu penting sekali, manusia dapat berkeringat yang
dengan penguapan di permukaan kulit atau melalui paru-paru tubuh kehilangan panas
untuk penguapan (Suma,mur, 1995).
2.4 Gizi Kerja
Gizi kerja adalah pemberian gizi yang diterapkan kepada masyarakat pekerja
dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan, efisien dan produktivitas kerja
yang setinggi-tingginya. Sedangkan manfaat yang diharapkan dari pemenuhan gizi
kerja adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan ketahanan tubuh serta
menyeimbangkan kebutuhan gizi dan kalori terhadap tuntutan tugas pekerja.
Manusia memerlukan zat gizi yang bersumber dari makanan. Bahan makanan
yang diperlukan tubuh mengandung unsur utama seperti karbohidrat, protein, lemak,
atau kalori ( karbohidrat, lemak dan protein), membangun dan memelihara jaringan
tubuh (protein, air dan mineral) dan mengatur proses tubuh (vitamin dan mineral).
Secara khusus, gizi kerja adalah zat makanan yang bersumber dari bahan makanan
yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis
pekerjaan dan lingkungan kerjanya. Selanjutnya hal-hal yang perlu diketahui dalam
penyusunan menu bagi pekerja adalah :
a. Kebutuhan kalori dan gizi tenaga kerja
b. Kebutuhan bahan dasar menu
c. Pendekatan penyusunan menu bagi pekerja sesuai dengan lingkungan kerja.
Untuk mempertahankan hidup dan dapat melakukan pekerjaan setiap orang
membutuhkan tenaga. Tenaga tersebut diperoleh dari pembakaran zat-zat makanan
yang dikonsumsi dengan oksigen. Bila banyaknya makanan yang dikonsumsi setiap
hari tidak seimbang dengan tenaga yang dikeluarkan maka tubuh akan mengalami
gangguan kesehatan. Masalah yang timbul akibat ketidakseimbangan antara makanan
yang dikonsumsi dengan tenaga yang dikeluarkan sangat beragam. Jika makanan
yang dimakan berlebih dibanding tenaga yang dikeluarkan maka tubuh akan menjadi
gemuk, sebaliknya jika makanan yang dimakan kurang maka tubuh akan menjadi
kurus. Kedua masalah ini akan mempengaruhi derajat kesehatan seseorang dan
akhirnya akan berpengaruh pada efisiensi dan produktivitas kerja. Oleh karena itu
sedapat mungkin diusahakan agar jumlah makanan yang dikonsumsi baik dalam
kualitas maupun kuantitas sesuai dengan kebutuhan khususnya terhadap tenaga yang
2.4.1 Tingkat Kecukupan Zat Gizi
Untuk menilai tingkat konsumsi makanan diperlukan suatu standar kecukupan yang dianjurkan. Untuk Indonesia, Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang
digunakan saat ini secara nasional adalah hasil widya karya Nasional Pangan dan Gizi
VI tahun 1998. Daftar AKG yang dimaksud dapat dilihat pada tabel dibawah ini
(Supariasa I, dkk, 2002).
Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi (umur 16-19 tahun ,20-45 tahun dan 46-59 tahun) Golongan Umur Berat Badan (kg) Tinggi Badan (cm) Energi (kkal) Protein (gram) Laki-laki
16 -19 tahun 56 160 2500 66 20-45 tahun 46-59 tahun 62 62 165 165 2800 2500 55 55 Perempuan
16-19 tahun 50 154 2000 51
20-45 tahun 46-59 tahun 54 54 156 156 2200 2100 48 48
2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi
Menurut Tarwaka dkk (2004), kebutuhan gizi setiap orang berbeda satu sama lainnya dan tergantung pada berbagai faktor yaitu :
a. Ukuran tubuh, semakin besar ukuran tubuh seseorang maka semakin besar pula
kebutuhan kalorinya, meskipun usia, jenis kelamin dan aktivitas yang dilakukan
sama.
b Usia, Anak-anak dan remaja membutuhkan relatif lebih banyak kalori dan zat gizi
lainnya dibanding dengan orang dewasa tua, karena selain diperlukan untuk
tenaga juga untuk pertumbuhan.
c. Jenis kelamin, Laki-laki umumnya membutuhkan lebih banyak kalori
dibandingkan perempuan. Hal ini karena secara fisiologis laki-laki mempunyai
lebih banyak otot dan juga lebih aktif.
d. Kegiatan/aktivitas pekerjaan yang dilakukan. Pekerjaan berat akan membutuhkan
kalori dan protein lebih besar dari pada mereka yang bekerja sedang dan ringan.
Besarnya kebutuhan kalori tergantung banyaknya otot yang dipergunakan untuk
bekerja serta lamanya penggunaan otot-otot tersebut. Disamping itu protein yang
diperlukan juga lebih tinggi dari normal, karena harus mengganti atau membentuk
jaringan baru yang lebih banyak dari pada keadaan biasa untuk mempertahankan
agar tubuh dapat bekerja secara normal.
e. Kondisi tubuh tertentu. Pada orang yang baru sembuh dari sakit akan
membutuhkan lebih banyak kalori dan zat gizi lainnya dari pada sebelum ia sakit.
sel-sel/jaringan tubuh yang rusak selama sakit. Demikian pula bagi wanita hamil dan
menyusui anaknya akan memerlukan kalori dan gizi lainnya yang lebih tinggi dari
pada keadaan biasa.
f. Kondisi lingkungan. Pada musim hujan membutuhkan kalori lebih tinggi/ banyak
dibandingkan pada musim panas. Demikian pula pada tempat-tempat yang dingin
lebih tinggi dari pada tempat dengan suhu panas. Di mana tambahan kalori pada
tempat-tempat dingin diperlukan untuk mempertahankan suhu tubuh.
2.4.3 Usaha Perbaikan Gizi Kerja di Perusahaan
Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan masih terdapat beberapa pengusaha beranggapan bahwa pemberian makan atau makanan tambahan berupa
snack dan istirahat pendek akan meningkatkan pengeluaran biaya dan merugikan
perusahaan. Namun jika dikaji lebih jauh, sebenarnya banyak keuntungan yang
diperoleh dengan pemberian makanan diperusahaan. Menurut Suma,mur (1995)
memberikan beberapa saran kepada perusahaan untuk :
a. Menyediakan kantin diperusahaan dengan tujuan meningkatkan dan memperbaiki
gizi tenaga kerja.
b. Pemberian makanan/snack secara cuma-cuma pada jam tertentu, dimana hal ini
akan memperlambat munculnya kelelahan, meningkatkan kecepatan dan
c. Pemberian makanan tambahan dan adanya kantin diperusahaan dapat mencegah
terjadinya penyakit, sehingga kehilangan waktu kerja karena absensi sakit dapat
ditekan.
d. Mengadakan penyuluhan tentang kesehatan dan gizi secara teratur, sehingga
kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya dapat dicapai dan dipertahankan.
e. Menerapkan hasil penelitian tentang gizi kerja yang telah dilakukan untuk
meningkatkan status gizi tenaga kerja dalam upaya meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja yang setinggi-tingginya.
Dalam upaya meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja yang
setinggi-tingginya pengetahuan dan penerapan gizi seimbang bagi tenaga kerja merupakan
aspek yang mutlak harus dilakukan. Dengan gizi seimbang maka kesehatan tenaga
kerja dapat dipertahankan dan tenaga kerja akan dapat bekerja dengan baik, tidak
mudah lelah dan mengurangi tingkat kesalahan. Hal ini berarti dapat mengurangi
pemborosan terhadap bahan dari perusahaan dan akhirnya akan menambah
keuntungan yang tinggi bagi perusahaan (Tarwaka dkk, 2004).
2.5 Makanan Tambahan
Dari beberapa penelitian mengatakan bahwa ada hubungan langsung antara
kuantitas panas yang dihasilkan oleh suatu aktivitas kerja dengan total konsumsi
makanan. Seorang tenaga kerja tidak dapat bekerja dengan energi yang melebihi
cadangan energi tubuh, namun kebiasaan meminjam ini akan menyebabkan keadaan
yang kurang gizi khususnya energi ( Agustina, 2001 ).
Makanan merupakan sumber energi bagi tubuh. Perubahan energi kimia dari
makanan menjadi panas dengan tenaga mekanik disebut dengan metabolisme, dimana
oksigen mempunyai peran yang sangat penting dalam proses ini. Karbohidrat dan
lemak merupakan sumber utama bagi energi untuk aktivitas tubuh, sedangkan protein
merupakan zat hidrokarbon yang mengandung nitrogen yang berfungsi merawat
jaringan. Sistem pencernaan (lambung dan usus) berperan memecah protein menjadi
asam amino, lemak menjadi asam lemak dan karbohidrat menjadi gula terutama
glukosa. Sebagaian besar dari pecahan tersebut akan disimpan di dalam hati dan otot
sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen. Tetapi tidak semua glukosa diubah
menjadi glikogen, ada sebagian langsung dipergunakan atau disimpan di dalam darah
sebagai gula darah. Asam lemak sebelum dimanfaatkan akan disimpan di dalam
jaringan, bila diperlukan maka sedikit demi sedikit akan ditarik oleh darah memasuki
hati untuk kemudian dipecah menjadi Glikogen (Suma'mur,1995).
Bila glikogen digunakan untuk melakukan aktivitas tubuh (kerja otot) maka
glikogen akan terpecah menjadi asam laktat dengan menimbulkan energi. Asam
laktat merupakan racun bagi tubuh. Tetapi asam laktat tersebut akan diubah menjadi
glukosa dan senyawa yang berenergi tinggi, sedang sisanya teroksidasi lanjut menjadi
air dan karbondioksida. Jadi oksigen diperlukan untuk membantu proses regenerasi
dapat disimpulkan bahwa glukosa dan oksigen mempunyai peranan yang amat
penting dalam pembentukan energi (Suma’mur, 1995).
Setelah makan, kadar glukosa darah naik hingga kurang lebih 30 menit dan
secara perlahan kembali ke kadar gula puasa (70-100 mg/100ml) setelah 90 – 180
menit. Kadar maksimal gula darah dan kecepatan untuk kembali pada kadar normal
bergantung pada jenis makanan. Dalam waktu 1 – 4 jam setelah selesai makan, pati
nonkarbohidrat atau serat makanan dan sebagian kecil pati yang tidak dicerna masuk
ke dalam usus besar (Almatsier. S, 2004).
Peranan utama karbohidrat di dalam tubuh adalah menyediakan glukosa bagi
sel-sel tubuh, yang kemudian diubah menjadi energi. Glukosa memegang peranan
sentral dalam metabolisme karbohidrat. Jaringan tertentu hanya memperoleh energi
dari karbohidrat seperti sel darah merah serta sebagian besar otak dan sistem syaraf.
Tubuh dapat menyimpan glikogen dalam jumlah terbatas, yaitu untuk keperluan
energi beberapa jam. Agar tubuh selalu memperoleh glukosa untuk keperluan energi,
hendaknya seseorang tiap hari memakan sumber karbohidrat pada selang waktu
tertentu. Protein dapat diubah menjadi glukosa melalui proses glukoneogenesis
(sintesis glukosa dari rantai karbon nonkarbohidrat). Sebagai sumber energi, protein
ekivalen dengan karbohidrat, karena menghasilkan 4 kkal/g protein (Almatsier. S,
2004).
Kadar glukosa di dalam darah tergantung pada kadar glukosa yang terdapat
dalam makanan atau minuman yang kita konsumsi. Produktivitas ini akan menurun
tenaga kerja dapat dipertahankan menghasilkan energi dan panas tubuh dapat
dipertahankan dan akan menurun kembali sampai waktu kerja habis. Hal itu
disebabkan karena setelah tiga atau empat jam bekerja dari waktu makan utama maka
kadar gula darah (glukosa) akan menurun sehingga daya kerja tubuh juga menurun
(Agustina, 2001)).
Pemberian makanan tambahan bagi pekerja maka tubuh pekerja tidak akan
kekurangan kalori sampai waktu makan utama tiba. Kondisi badan pekerja akan tetap
segar, aktif dan tidak lemah. Beberapa studi juga menunjukkan bahwa produktivitas
kerja menunjukkan hasil yang positif dengan pemberian makanan tambahan
(Agustina, 2001).
Pemenuhan makanan, terutama energi bukan hanya dalam jumlah tetapi
penyedian makanan perlu diatur agar pemenuhannya terbagi sesuai dengan waktu
kebutuhan kerja dan kemampuan tubuh dalam metabolismenya. Maka dirancang
formula makanan tambahan sesuai dengan pekerja, selain memenuhi kebutuhan
energi juga mudah dimakan, tidak mengganggu waktu bekerja dan pelaksanaan
pemberiannya sesuai dengan saat yang tepat dalam meningkatkan produktivitas kerja
(Sukati S.dkk 1999).
Produktivitas kerja yang digambarkan dari hasil kerja sehari-hari yang tidak
optimal mungkin ada kaitannya dengan pemenuhan makanan pekerja terutama energi.
Tidak terpenuhinya energi disebabkan karena masukan energi yang tidak cukup atau
tidak sesuainya waktu makan dengan keluaran energinya atau pola makan tidak
Makanan tambahan merupakan makanan selingan yang dihidangkan diantara
dua waktu makan utama yaitu makan pagi dan makan siang, atau makan siang dan
makan malam. Makanan tambahan bagi tenaga kerja dirancang sekitar 300 kalori
sesuai dengan penelitian Sukati S, (1999) dan Agustina (2001)
2.6 Landasan Teori
Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup, terbuka,bergerak
ataupun tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja
untuk keperluan suatu asaha di mana terdapat sumber-sumber bahaya (UU 1/1970
tentang Keselamatan Kerja). Sumber bahaya yang ditemukan di tempat kerja sangat
banyak, salah satunya adalah bahaya kondisi fisik berupa tekanan udara dingin.
Sumber paparan dingin yaitu pada daerah sub tropis pada musim dingin,
teknologi refrigerasi lebih dikenal dalam bentuk produknya yang berupa es, lemari
dingin (refrigerator rumah tangga), kamar dingin (chillroom), gudang atau kamar
beku(cold storage), pabrik es dan lain-lain ( Ilyas S, 1983).
Suhu tubuh yang lebih rendah menimbulkan tanda-tanda dan gejala sebagai
berikut: Menggigil, kurang koordinasi, tangan gemetaran, ucapan kabur,
berkurangnya memori, pucat, kulit dingin dan lain-lain.(Princeton University, 2007).
Menurut penelitian diketahui bahwa ada hubungan antara energi yang
dihasilkan dengan total kalori yang dikonsumsi, seseorang tidak dapat menghasilkan
energi atau panas dengan energi melebihi yang diperoleh dari makanan kecuali
memecahkan energi ini akan menyebabkan kurang gizi dan daya tahan tubuh
menurun. Dengan gizi yang seimbang maka kesehatan tenaga kerja dapat
dipertahankan dan tenaga kerja akan dapat bekerja dengan baik, tidak mudah lelah
dan mengurangi terjadinya tingkat kesalahan.
Pemberian tambahan kalori bagi tenaga kerja dalam bentuk makanan
tambahan akan membantu pekerja dalam mempertahankan stamina dan kemampuan
kerja yang optimal, karena pekerja tidak akan kekurangan kalori sampai waktu makan
berikutnya. Pemberian makanan tambahan diantara waktu pagi dan siang
dimaksudkan untuk tetap mempertahankan kadar glukosa dalam darah, sehingga
dapat mempertahankan kondisi tubuh agar tidak menurun. (Agustina, 2001).
Pemenuhan makanan, terutama energi bukan hanya dalam jumlah tetapi
penyedian makanan perlu diatur agar pemenuhannya terbagi sesuai dengan waktu
kebutuhan kerja dan kemampuan tubuh dalam metabolismenya. Maka dirancang
formula makanan tambahan sesuai dengan pekerja, selain memenuhi kebutuhan
energi juga mudah dimakan, tidak mengganggu waktu bekerja dan pelaksanaan
pemberiannya sesuai dengan saat yang tepat dalam meningkatkan produktivitas kerja
2.7 Kerangka Konsep
COLD STRESS - Suhu tubuh - Tekanan darah
- Umur
- Pendidikan - Masa kerja
Konsumsi Zat gizi - Energi
- Protein Makanan Utama
-Jenis -Jumlah
Makanan Tambahan -Jenis
-Jumlah
Keterangan : = Variabel independen dan Variabel dependen
= Variabel pengganggu
[image:36.612.112.571.170.526.2]
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam bentuk eksperimen kuasi dengan desain eksperimen pre-test and post-test control group design, yang terdiri dari 2 kelompok
yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (Arikunto, 2006). Pada kelompok
perlakuan diberi makanan tambahan 2 kali sehari (selama 1 bulan) berupa bubur
kacang hijau, kue basah atau telur, sedangkan pada kelompok kontrol diberikan 1 kali
sehari (selama 1 bulan) berupa kue basah . Perhitungan tingkat konsumsi, pengukuran
suhu tubuh dan tekanan darah responden dilakukan sebelum dan sesudah intervensi.
Pola jenis penelitian ini adalah :
E O1 X1 O2 K O3 X2 O4 Keterangan :
E adalah kelompok eksperimen
K adalah kelompok kontrol
O1 = Pengukuran yang dilakukan sebelum eksperimen pada kelompok perlakuan
O2 = Pengukuran yang dilakukan setelah eksperimen pada kelompok perlakuan
X1 = Intervensi dengan makanan tambahan 300 kalori (2 x PMT)
X2 = Intervensi dengan makanan tambahan 100 kalori (1x PMT)
O3= Pengukuran yang dilakukan sebelum eksperimen pada kelompok kontrol
3. 2. Lokasi dan waktu Penelitian 3. 2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di bagian processing cold storage PT. X di
Belawan. Alasan penelitian dilakukan di lokasi ini adalah :
1. Pada survei pendahuluan, beberapa tenaga kerja mengalami keluhan seperti
menggigil, kurang koordinasi, pucat, kulit dingin.
2. Bagian processing cold storage PT.X Belawan merupakan unit kerja yang tenaga
kerja terpapar suhu dingin 50C – 100C yaitu sekitar 7 jam setiap hari dan 6 hari
kerja dalam 1 minggu.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 7 bulan dari bulan Januari 2008 sampai Juli
2008, mulai konsultasi pembimbing, mempersiapkan proposal penelitian, kolokium,
pelaksanaan penelitian sampai dengan penyusunan laporan akhir, sedangkan
penelusuran pustaka dan pengajuan judul bulan Desember 2007.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja perempuan di
3.3.2 Sampel
Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja
perempuan PT.X yang berada di bagian processing dengan jumlah 70 orang (Total
Sampling). Dengan kriteria inklusi tersebut di bawah ini jumlah sampel menjadi 60
orang.
Sampel dibatasi dengan kriteria inklusi meliputi :
1. Sehat saat penelitian.
2. Tidak mempunyai riwayat hipertensi.
3. Tidak hamil dan tidak menyusui.
4. Bersedia menjadi responden selama penelitian.
5. Tidak menggunakan obat tertentu yang dapat mencegah pengaturan suhu tubuh,
seperti antidepressant, obat penenang dan obat cardiovascular.
Cara penarikan sampel seperti skema di bawah :
Pekerja di cold storage ( 87 orang dan )
Kriteria Inklusi
Pekerja perempuan di bagian processing (70 orang)
Pekerja perempuan di bagian processing (60 orang)
Secara Random
30 Orang Tenaga Kerja
Perempuan (Kelompok Kontrol) 30 Orang Tenaga
Kerja Perempuan (Kelompok Perlakuan) Intervensi 1 Bulan
30 Orang Pekerja Perempuan (Kelompok Kontrol) 30 orang Pekerja Perempuan
[image:40.612.106.477.120.506.2](Kelompok Perlakuan)
Gambar 3.1. Cara Penarikan Sampel
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Jenis Data
Data primer yaitu :
a. Pengukuran konsumsi makanan (makanan utama dan makanan tambahan).
b. Pengukuran suhu tubuh.
Data sekunder yaitu gambaran umum perusahaan Cold storage PT.X Belawan.
3.4.2 Cara Pengumpulan Data
Data primer :
a. Untuk memperoleh data konsumsi makanan pada sampel dikumpulkan
melalui wawancara dengan metode recall 2 x 24 jam pada hari Senin dan
Selasa, mencatat jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi pada periode 24
jam yang lalu. Kemudian dihitung dan dibandingkan dengan nilai kalori yang
tercantum dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
b. Suhu tubuh diukur dengan thermometer aksila. Pengukuran suhu tubuh
sampel dengan alat thermometer yang diletakkan pada ketiak (aksila) sampel,
kemudian ditunggu lebih kurang 5 menit, secara otomatis air raksa akan naik
pada angka tertentu sesuai dengan temperatur tubuh. Satuan suhu dinyatakan
dalam 0C (derajat celcius).
c. Data tentang tekanan darah diperoleh dengan mengukur tekanan darah sampel
dengan alat sphygmomanometer, pengukuran dilengkapi dengan alat stetoscope
yang berguna untuk mengetahui bunyi denyut jantung systole dan diastole.
Pengukuran tekanan darah pada posisi berbaring, manset diletakkan di lengan
atas sambil mengunci balon. Stetoscope diletakkan pada kedua telinga dan
ujung stetoscope berada pada arteri branchialis, pompa hingga jarum tensi
bergerak secara perlahan-lahan buka pengunci balon sambil melihat jarum dan
terdengar bunyi detakan “dug” yang pertama hingga bunyi terakhir. Bunyi
dinyatakan dalam mmHg(millimeter air raksa). Pengukuran tekanan darah
peneliti dibantu oleh tenaga perawat.
Data sekunder :
Gambaran umum perusahaan PT. X diperoleh dari bagian administrasi perusahaan,
pihak manajemen dan kepala ruangan processing.
3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel penelitian terdiri dari :
a. Variabel Independen Pemberian Makanan Tambahan
b. Variabel dependen Cold stress
3.5.2 Definisi Operasional
a. Makanan tambahan adalah makanan selingan berupa bubur kacang hijau, kue
basah atau telur rebus yang mengandung sekitar 300 kalori yang diberikan
kepada tenaga kerja.
b. Cold stress adalah suatu keadaan penurunan suhu tubuh dan kenaikan tekanan
darah akibat suhu dingin yang terjadi pada tenaga kerja perempuan.
3.6 Pelaksanaan Penelitian 3.6.1 Pre- intervensi
a. Meminta kesediaan dan kerelaan seluruh populasi untuk dijadikan sampel
penelitian dimana terlebih dahulu diberitahu mengenai manfaat dan tujuan
penelitian yang akan dilaksanakan.
b. Seluruh populasi disesuaikan dengan kriteria inklusi yang telah ditetapkan.
d. Setelah diperoleh sampel, dilakukan wawancara dengan metode recall 2x 24
jam, pada hari Senin dan Selasa.
e. Melakukan pengukuran suhu tubuh pada sampel.
f. Melakukan pengukuran tekanan darah pada sampel.
g. Melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan pada sampel.
3.6.2 Intervensi
a. Pemberian makanan tambahan untuk kelompok perlakuan berupa bubur kacang
hijau pada pagi hari(sekitar jam 10. 00 WIB) dan kue basah atau telur rebus pada
sore hari (sekitar jam 14.00 WIB) yang mengandung kira-kira 300 kalori 1 kali
intervensi. Sedangkan untuk kelompok kontrol berupa kue basah yang
mengandung sekitar 100 kalori dan hanya 1 kali pemberian. Intervensi
dilaksanakan setiap hari kerja selama 1 bulan. Makanan tambahan dipesan dari
kantin di kawasan Cold storage PT. X Belawan.
3.6.3 Post- intervensi
Setelah sampel diberi makanan tambahan selama 1 bulan (26 hari kerja) baru
a. Wawancara dengan metode recall 2 x 24 jam pada hari Jum,at dan Sabtu.
b. Pengukuran suhu tubuh sampel pada pukul 12. 00 WIB dan 15. 00 WIB.
c. Pengukuran tekanan darah sampel pada pukul 12.00 WIB dan 15.00 WIB.
d. Pengukuran berat badan.
3.7 Metode Pengukuran
a. Konsumsi Makanan
Berdasarkan Buku Pedoman Petugas Gizi PusKesMas, DepKes RI (1990),
klasifikasi tingkat konsumsi dibagi menjadi empat dengan cut of points seperti :
Baik : ≥ 100 % AKG
Sedang : 80 - 99 % AKG
Kurang : 70 – 80 % AKG
Defisit : < 70 % AKG
b. Suhu tubuh normal orang dewasa adalah 360C-370C, sedangkan dalam kondisi
cold stress suhu tubuh berada dibawah 360C.
c. Tekanan darah normal orang dewasa yaitu 120/80 mmHg sedangkan dalam
Tabel 3.1. Aspek Pengukuran
Variabel Definisi Operasional Kategori Alat Ukur Skala Ukur
Konsumsi - Energi - Protein
Konsumsi energi dan protein adalah jumlah energi dan protein dalam sehari
≥ 100% AKG = Baik 80-99% AKG = Sedang 70-80% AKG = Kurang
< 70% AKG = Defisit Wawancara dengan Metode recall 2x24 jam Ordinal Cold Stress Suhu Tubuh Tekanan Darah
Cold Stress adalah suatu keadaan penurunan suhu tubuh dan kenaikan tekanan darah akibat suhu dingin yang terjadi pada tenaga kerja perempuan
Suhu tubuh normal
Kondisi Cold stress
Tekanan Darah normal
Kondisi Cold stress
360C – 370C
< 360C
3.8 Metode Analisis Data
Data yang telah diperoleh dianalisa melalui proses pengolahan data yang
mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a. Editing, penyuntingan data yang dilakukan untuk menghindari kesalahan atau
kemungkinan adanya kuesioner yang belum terisi.
b. Coding, pemberian kode dan skoring pada tiap jawaban untuk memudahkan
proses entry data.
c. Entry data, setelah proses coding dilakukan pemasukan data kekomputer.
d. Cleaning, sebelum analisis data dilakukan pengecekan dan perbaikan
terhadap data yang sudah masuk.
e. Analisis data diperoleh dengan menggunakan perhitungan uji statistic
memakai bantuan program komputer.
f. Analisis data univariat, untuk melihat gambaran dan karakteristik setiap
variabel independen (bebas) serta variabel dependen (terikat).
g. Analisis data bivariat, untuk melihat pengaruh antara variabel bebas dan
variabel terikat, yaitu pengaruh pemberian makanan tambahan terhadap cold
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
PT.X merupakan perusahaan cold storage yang bergerak dibidang ekspor
hasil-hasil perikanan. Perusahaan ini didirikan pada Januari 2005 dengan kapasitas
bahan baku sekitar 5 sampai 6 ton per hari. Adapun jenis-jenis ikan yang diekspor
adalah ikan selar kuning, sotong dan gurita dengan negara tujuan ekspor yaitu negara
Vietnam, Singapura, Malaysia, Jepang, Korea, Turki, Mesir dan lain-lain terutama
negara di Asia Tenggara.
PT.X terletak di Kecamatan Medan Belawan tepatnya di Jl. Gabion Perikanan
Nusantara no.4 Belawan. PT. X ini didirikan di lokasi yang mempunyai luas lebih
kurang 4500m2 (panjang = 90m dan lebar 50m), khusus areal kerja dengan luas 2250
m2 (panjang = 50m dan lebar 45m). Batas-batas bangunan PT. X adalah sebagai
berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Tuasan Karya Agung
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan cold storage Putri Indah
c. Sebelah Barat berbatasan dengan cold storage CV AHO
d. Sebelah Timur berbatasan dengan cold storage Surya Sumatera
Pada PT.X tenaga kerja keseluruhan berjumlah 87 orang dimana pada bagian
processing berjumlah 73 orang selebihnya yaitu sebanyak 14 orang sebagai tenaga
administrasi, satpam, teknik dan supir. Berdasarkan status tenaga kerja dibagi atas
orang. Tenaga kerja masuk pukul 9.00 WIB sampai 17.00 WIB, dan istirahat 1 jam
(12.00 WIB – 13.00 WIB).
Proses penanganan ikan sampai penyimpanan dalam cold storage melewati
beberapa tahap yang keseluruhannya berhubungan dengan suhu dingin. Adapun
tahapan tersebut adalah :
a. Penyortiran bahan baku (hasil-hasil perikanan)
Bahan baku yang dibeli dari nelayan diadakan penyortiran yaitu melakukan
pemisahan antara yang baik atau utuh secara fisik dengan ikan-ikan yang
sudah mengalami kerusakan fisik atau busuk. Ruangan penyortiran ini
mempunyai suhu 100C. Tenaga kerja di sini menggunakan sepatu boot, topi,
masker, celemek, sarung tangan karet dan baju kerja.
b. Proses penyiangan
Setelah bahan baku disortir maka dilakukan penyiangan ikan. Penyiangan
maksudnya adalah membuang kotoran, sirip dan insang ikan. Hal ini
bertujuan supaya menjaga ikan tidak cepat mengalami pembusukan akibat
bakteri. Sebelum dan sesudah penyiangan ikan tetap direndam dalam air es.
Kemudian bahan baku ditimbang dan disusun dalam kotak aluminium yang
berukuran 30x20 cm. Tenaga kerja berhubungan dengan es atau air es dan
terpapar suhu 100C. Tenaga kerja pada proses penyiangan juga menggunakan
c. Proses pembekuan
Bahan baku yang telah dimasukkan dalam kotak aluminium dan dibungkus
plastik, kemudian dimasukkan ke freezer bersuhu – 50C. Freezer ini berada
pada ruangan dengan suhu 50C. Dengan demikian tenaga kerja yang berada
pada ruangan ini juga terpapar dengan suhu dingin 50C. Perlengkapan tenaga
kerja di ruangan pembekuan sama dengan proses penyiangan.
d. Proses pengepakan
Bahan baku beku yang berada dalam freezers dikeluarkan lalu dimasukkan
ke kotak karton untuk kemudian dimasukkan ke cold room. Proses ini berada
di ruangan bersuhu 50C, kondisi ini mengakibatkan tenaga kerja juga terpapar
suhu dingin 50C.
e. Proses penyimpanan
Bahan baku yang telah dikemas dalam kotak karton sebelum diekspor ke luar
negeri dimasukkan ke dalam cold room dengan suhu – 200C. Tenaga kerja
yang bertugas di cold room berjumlah 5 orang dengan perlengkapan kerja
yang berbeda dengan bagian lain seperti menggunakan jaket tebal, penutup
kepala dan wajah, sarung tangan wool serta sepatu boot. Adapun tugas-tugas
tenaga kerja yang berada pada bagian penyimpanan (cold room) adalah untuk
menyusun dan membongkar kotak-kotak karton yang berisi ikan. Lamanya
tenaga kerja dalam cold room antara 15 menit sampai 30 menit, dan setelah
keluar dari cold room tenaga kerja minum air hangat. Pada saat ikan akan
dimasukkan ke truk dan siap dibawa ke pelabuhan. Untuk lebih jelasnya
tahap-tahap penanganan ikan sebelum diekspor dapat dilihat pada Gambar 4.
[image:50.612.162.458.202.469.2]1 di bawah ini.
Gambar 4.1 Proses Penanganan Ikan di PT.X Belawan
4.2 Karakteristik Responden
Sesuai dengan kriteria inklusi jumlah sampel yang digunakan untuk
penelitian ini adalah sebanyak 60 orang, dari 73 orang yang bekerja di bagian
processing. Sampel yang diambil semua perempuan, adapun alasan pengambilan
sampelnya semua perempuan adalah agar data yang diperoleh lebih homogen dan
respon dari sampel terhadap pengaruh dingin relatif sama. Seluruh sampel yang Penyortiran
Penyiangan
Pengepakan Pembekuan
terpilih secara simple random sampling ditentukan kelompok perlakuan atau kontrol.
Distribusi sampel berdasarkan umur, tingkat pendidikan dan masa kerja tertera pada
[image:51.612.115.521.233.492.2]Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Tingkat Pendidikan, dan Masa kerja
Perlakuan Kontrol Variabel
n % n %
Umur
1. < 20 tahun 2. ≥ 20 tahun
5 25 16,67 83,33 9 21 30,00 70,00 Tingkat Pendidikan 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. D1 3 17 8 2 10,00 56,66 26,67 6,67 2 18 10 0 6,67 60,00 33,33 0,00 Masa Kerja
1. < 2 tahun 2. ≥ 2 tahun
13 17 43,33 56,67 24 6 80,00 20,00
Dari tabel 4.1 menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja berusia di atas 20
tahun untuk kelompok perlakuan 25 orang (83,33%) serta untuk kelompok kontrol
sebanyak 21 orang (70%). Begitu juga tingkat pendidikan tenaga kerja lebih dominan
berpendidikan SMP, untuk kelompok perlakuan pendidikan SMP sebanyak 17 orang
(56,66%) dan kelompok kontrol SMP sebanyak 18 orang (60%). Berdasarkan
kenyataan di lapangan bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap
perlakuan sebanyak 17 orang (56,67%) di atas 2 tahun sedangkan untuk kelompok
kontrol sebanyak 24 orang di bawah 2 tahun (80%). Tenaga kerja dilakukan
pengukuran berat badan sebelum dan setelah intervensi. Dari hasil pengukuran berat
[image:52.612.109.532.265.388.2]badan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2. Berat Badan Tenaga Kerja pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol sebelum dan setelah Intervensi
Variabel Perlakuan Kontrol P. Value
BB sebelum Intervensi(kg) 50,23± 9,33 51,97± 7,74 0,46 BB setelah intervensi (kg) 50,43± 9,35 51.73± 7,57 0.58 Perbedaan BB sebelum dan
setelah Intervensi 0,20 0,24
Dari tabel 4.2 menunjukkan bahwa rata-rata berat badan tenaga kerja sebelum
intervensi untuk kelompok perlakuan adalah 50,23 kg dan sesudah intervensi 50, 43
kg. Terlihat bahwa setelah intervensi 1 bulan terjadi kenaikan berat badan dengan
perbedaan sebesar 0,20 kg pada kelompok perlakuan, sedangkan pada kelompok
kontrol mengalami penurunan berat badan sebesar 0,24 kg. Dari hasil uji t sebelum
intervensi pada kelompok perlakuan dan kontrol tidak menunjukkan ada perbedaan
rata-rata berat badan yang signifikan dengan nilai p = 0,46 atau (p > 0,05) demikian
juga setelah intervensi pada kelompok perlakuan dan kontrol tidak menunjukkan
perbedaan rata –rata berat badan yang signifikan dengan nilai p= 0,58 atau (p > 0,05).
Sedangkan pada kelompok perlakuan antara sebelum dan setelah intervensi ada
4.3 .Konsumsi Makanan
4.3.1. Konsumsi Makanan Utama 4.3.1.1. Konsumsi Energi dan Protein
Sebelum intervensi tenaga kerja cold storage diwawancara recall 2 x24 jam
pada hari Senin dan Selasa. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden
diperoleh hasil konsumsi zat gizi ( energi dan protein) yang dilakukan dengan
mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam
yang lalu pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pemberian makanan
tambahan selama 1 bulan (intervensi), setelah intervensi tenaga kerja diwawancara
recall kembali pada hari Jumat dan Sabtu. Hasil wawancara dengan recall 2x24 jam
dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini.
Tabel4.3 Zat Gizi Tenaga Kerja pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol sebelum dan sesudah Intervensi
Kelompok Perlakuan Kelompok kontrol Zat Gizi
Sebelum intervensi jumlah energi dalam makanan utama pada kelompok perlakuan sebesar 1676,39 kkal dan kelompok kontrol sebesar 1670,53 kkal di mana
perbedaan antara kedua kelompok adalah 5,86 kkal. Sedangkan untuk jumlah protein
dalam makanan utama pada kelompok perlakuan sebesar 38, 30 gr dan kelompok
kontrol sebesar 38,32 gr sedangkan perbedaan antara kedua kelompok sebesar 0,02
gr. Hasil pengukuran jumlah energi dan protein sebelum intervensi antara kelompok
perlakuan dan kontrol menunjukkan jumlah yang hampir sama. Dari hasil uji t
konsumsi energi dan protein sebelum intervensi pada kelompok perlakuan dan
kontrol menunjukkan (p > 0, 05), hal ini berarti konsumsi energi dan protein sebelum
intervensi tidak dijumpai perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan dan
kontrol.
Dari tabel 4.3 menunjukkan setelah intervensi, total energi sebesar 2318,02
kkal dan total protein sebesar 55,69 gr untuk kelompok perlakuan sedangkan untuk
kelompok kontrol, total energi sebesar 1776,49 kkal dan total protein 43,39 gr. Hasil
uji beda rata-rata nilai energi dan protein menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan (p < 0,05) antara sebelum dan setelah intervensi pada kelompok perlakuan.
Demikian juga pada kelompok kontrol setelah intervensi ada perbedaan yang
signifikan (p < 0,05) dimana kelompok kontrol juga diberi kue basah 1 kali sehari
yang mengandung energi sekitar 100 kkal dan protein sekitar 4,3 gr.
4.3.2. Konsumsi Makanan Tambahan
Makanan tambahan diberikan pada kelompok perlakuan selama 1 bulan
berupa bubur kacang hijau, kue basah atau telur rebus yang mengandung sekitar 300
kalori. Makanan tambahan diberikan pada pagi (sekitar pukul 10 WIB) dan sore hari
(sekitar pukul 14.00 WIB).
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sebelum intervensi, jumlah energi dan
protein masih 0 (tidak ada) pada kelompok perlakuan maupun kontrol. Sedangkan
setelah intervensi jumlah energi menjadi sekitar 600 kalori dan protein sebesar 16,70
gr. Pada kelompok kontrol diberikan makanan tambahan juga tetapi hanya kue basah
yang mengandung sekitar 100 kkal dan protein sebesar 4,30 gr.
4.3.3. Tingkat Konsumsi Makanan
Hasil pengukuran konsumsi makanan dapat dipakai untuk menentukan tingkat
kecukupan konsumsi gizi tenaga kerja. Tingkat konsumsi energi sebelum dan setelah
0
10
20
30
40
50
BAIK
SEDANG KURANG DEFISIT
[image:56.612.154.524.161.408.2]Perlakuan
Kontrol
Gambar 4.2 Grafik Persentase Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi Sebelum Intervensi
Grafik di atas menunjukkan bahwa sebelum intervensi tingkat konsumsi
energi tenaga kerja pada kelompok perlakuan dengan angka kecukupan gizi baik
sebanyak 5 orang (16,67%) dan tingkat konsumsi defisit adalah sedang sebanyak 8
0 10 20 30 40 50 60 70 80
BAIK SEDANG KURANG DEFISIT
[image:57.612.169.507.118.286.2]Perlakuan Kontrol
Gambar 4.3 Grafik Persentase Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi Setelah Intervensi
Grafik di atas menunjukkan bahwa setelah intervensi tingkat konsumsi energi tenaga kerja pada kelompok perlakuan dengan angka kecukupan gizi baik menjadi 22
orang (73,33%) dan tingkat konsumsi defisit menjadi tidak ada (0%).
[image:57.612.154.452.399.538.2]
0 10 20 30 40 50 60
BAIK SEDANG KURANG DEFISIT
Perlakuan
[image:58.612.157.474.134.346.2]Kontrol
Gambar 4.4 Grafik Persentase Berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein Sebelum Intervensi
Grafik di atas menunjukkan bahwa sebelum intervensi tingkat konsumsi protein tenaga kerja dengan angka kecukupan gizi baik sebesar 4 orang (13,33%), dan
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
BAIK SEDANG KURANG DEFISIT
[image:59.612.157.466.121.281.2]Perlakuan Kontrol
Gambar 4.5 Grafik persentase Berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein Setelah Intervensi
Grafik di atas menunjukkan bahwa sesudah intervensi tingkat konsumsi
protein menjadi 27 orang (90%) dan tingkat konsumsi protein yang defisit setelah
intervensi menjadi tidak ada (0%).
4.4 Suhu tubuh
Hasil penelitian terhadap pengukuran suhu tubuh tenaga kerja pada cold
[image:59.612.108.535.586.675.2]storage PT.X di Belawan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.4 Suhu Tubuh Tenaga Kerja pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum dan Sesudah Intervensi
Variabel Perlakuan Kontrol P. Value
Suhu Tubuh Sebelum
Intervensi (0C) 34,94 ± 0,64 35,15 ± 0,81 0,24
Suhu Tubuh Setelah
Intervensi (0C) 36,61 ± 0,19 35,02 ± 0,86 0,00
Dari tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa rata-rata suhu tubuh tenaga kerja sebelum intervensi pada kelompok perlakuan adalah 34,940C dan kelompok kontrol
adalah 35,150C setelah intervensi pada kelompok perlakuan 36,610C dan kelompok
kontrol sebesar 35,020C. Hasil pengukuran suhu tubuh memberikan gambaran bahwa
perbedaan rata-rata antara sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok perlakuan
sebesar 1,670C, sementara pada kelompok kontrol 0,130C. Untuk mengetahui
perbedaan rata-rata pengukuran sebelum dan setelah intervensi maka dilakukan uji t.
Dari hasil uji menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan suhu tubuh rata-rata
antara sebelum dan setelah intervensi secara signifikan berbeda (p < 0,05).
4.5 Tekanan Darah
4.5.1 Tekanan Darah Sistolik
Hasil penelitian terhadap pengukuran tekanan darah sistolik tenaga kerja pada
[image:60.612.106.535.566.667.2]cold storage PT.X Belawan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.5 Tekanan darah sistolik pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum dan Sesudah Intervensi
Variabel Perlakuan Kontrol P. Value Tekanan Darah Sistolik
Sebelum Intervensi (mmHg) 123,17 ± 4,64 123, 83 ± 4,09 0.58 Tekanan Darah Sistolik
Setelah Intervensi (mmHg) 112,00 ± 7,72 111, 50 ± 8,92 0,82 Perbedaan Tekanan Darah
Sistolik 11,17 12,33
Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa rata-rata tekanan darah sistolik tenaga
kerja sebelum intervensi pada kelompok perlakuan adalah 123,17 mmHg dan
sesudah intervensi 112,00 mmHg . Tekanan darah sistolik untuk kelompok kontrol
sebelum intervensi adalah 123,83 mmHg dan sesudah intervensi 111,50 mmHg.
Dari hasil uji t kelompok perlakuan dan kontrol sebelum intervensi
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada tekanan darah sistolik dengan
nilai p = 0,58 atau (p > 0,05) demikian juga uji beda kelompok perlakuan dan
kontrol setelah intervensi menunjukkan tidak adanya perbedaan tekanan darah sistolik
dengan nilai p = 0.82 atau (p > 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa intervensi
pemberian makanan tambahan tidak berpengaruh terhadap tekanan darah sistolik.
4.5.2 Tekanan Darah Diastolik
Hasil penelitian terhadap pengukuran tekanan darah diastolik tenaga kerja
[image:61.612.107.536.556.669.2]pada cold storage PT.X di Belawan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.6 Tekanan Darah Diastolik Tenaga Kerja pada kelompok perlakuan dan Kontrol sebelum dan sesudah Intervensi
Variabel Perlakuan Kontrol P.
Value Tekanan Darah Diastolik
sebelum Intervensi (mmHg) 87,67 ± 4,09 88,00 ± 3,85 0,74 Tekanan Darah Diastolik
Setelah Intervensi (mmHg) 79,33 ± 5,83 80,83 ± 6,03 0,13 Perbedaan Tekanan Darah
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa rata-rata tekanan darah diastolik tenaga kerja sebelum interv