HUBUNGAN SOSIODEMOGRAFI DAN LINGKUNGAN DENGAN
KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
DI KECAMATAN BUKIT RAYA KOTA PEKANBARU
TAHUN 2008
TESIS
Oleh
AWIDA ROOSE
067023002/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN SOSIODEMOGRAFI DAN LINGKUNGAN DENGAN
KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
DI KECAMATAN BUKIT RAYA KOTA PEKANBARU
TAHUN 2008
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan/Epidemiologi
Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
AWIDA ROOSE
067023002/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
HUBUNGAN SOSIODEMOGRAFI DAN LINGKUNGAN DENGAN
KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
DI KECAMATAN BUKIT RAYA KOTA PEKANBARU
TAHUN 2008
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperolah gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Agustus 2008
Judul Tesis : HUBUNGAN SOSIODEMOGRAFI DAN LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN BUKIT RAYA KOTA PEKANBARU TAHUN 2008
Nama Mahasiswa : AwidaRoose Nomor Pokok : 067023002
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan/Epidemiologi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Erna Mutiara, M. Kes) (drh.Rasmaliah, M.Kes)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Dr.Drs.Surya Utama, MS) (Prof. Dr.Ir. T. Chairun Nisa B. M.Sc)
Telah diuji
Pada tanggal : 10 September 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M. Kes Anggota : 1. drh.Rasmaliah, M.Kes
ABSTRAK
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, sebanyak 7 dari 12 Kecamatan yang ada di Kota Pekanbaru merupakan daerah endemis DBD, dari 7 kecamatan tersebut Kecamatan Bukit Raya merupakan Kecamatan dengan case fatality rate dari tahun 2005, 2006 dan 2007 berturut-turut 1,44%, 0,0% dan 3,5% melebihi indikator nasional (1,0%).
Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan sosiodemografi (jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan mobilisasi dan lingkungan (jarak rumah, tata rumah, kelembaban, tempat penampungan air (TPA), TPA bukan untuk keperluan sehari-hari, TPA alami, keberadaan jentik dan tanaman hias/pekarangan) dengan kejadian DBD.
Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan studi kasus kontrol berpadanan. Sampel terdiri dari 85 kasus dan 85 kontrol dipadankan menurut jenis kelamin, umur dan kondisi tempat tinggal. Metode analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dengan Mc Nemar dan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik ganda kondisional.
Hasil analisis bivariat menunjukkan variabel yang berhubungan dengan kejadian DBD yaitu variabel pendidikan, pekerjaan, jarak rumah, TPA bukan untuk keperluan sehari-hari, TPA alami dan tanaman hias/pekarangan. Hasil analisis menunjukkan variabel yang tidak ada hubungan dengan kejadian DBD yaitu, tata rumah dan keberadaan jentik. Hasil analisis multivariat diketahui bahwa variabel yang paling dominan berhubungan dengan kejadian DBD adalah variabel mobilisasi.
Disarankan meningkatkan sosialisasi agar mengupayakan diri terhindar dari gigitan nyamuk dengan menggunakan reppelent bila akan bepergian keluar Kecamatan Bukit Raya untuk bekerja, sekolah, dan lain-lain. Peningkatan program promosi tentang upaya pencegahan dan penanggulangan DBD kepada masyarakat secara intensif, meningkatkan gerakan masyarakat untuk melakukan kegiatan kerja bakti seminggu sekali dan meningkatkan kegiatan survei jentik.
ABSTRACT
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is one of the public health problems in the city of Pekanbaru. Seven of the existing 12 sub-districts in Pekanbaru are DHF endemic areas and Bukit Raya is one of the 7 sub-district which has the highest number of DHF cases with respectively case fatality rates of 1.44%, 0.0%, and 3.5% from the years of 2005, until 2007. These percentages exeed the national indicator which is only 1,0%.
The purpose of this study is to examine the relationship between sosiodemografi (sex, education, occupation, mobilization), environment (home distance, home arrangement, humidity, water tank, water tank (not for the daily-used water), natural water tank, existance of mosquito larvae, and ornamental plant) with the incidents of DHF. This study is observational research with matchec case control design. The samples consist of 85 for case group and 85 for control group mached in sex, age and living place condition. Data analysis includes univariat, bivariat using Mc Nemar test and multivariate using conditional multiple logistic regression.
The result of bivarate analysis shows that variables have a significant relationship with the incident of DHF namely education, occupation, home distance, water tank not for the daily – used water, natural water tank, and ornamental plants. Home arrangement and the existence of mosquito larvae do not have a relationship with the incident of DHF. The result of multivarite analysis shows that the variable which is very dominant related to the incident of DHF is mobilization.
It is suggested to implement a proper socialization to avoid mosquito bite by using reppelent if going out of Bukit Raya Subdistrict Kota Pekanbaru to work, school etc. Intensively improve the promotion of DHF control and prevention program to the community, increase community participation in doing voluntary collective work once a week, and increase mosquito larvae survey activity.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyusunan tesis ini dimaksudkan
untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan Pendidikan S2 pada Sekolah
Pascasarjana USU, Medan.
Penulis menyadari begitu banyak dukungan, bimbingan, bantuan dan
kemudahan yang diberikan oleh berbagai pihak, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
Dengan penuh ketulusan hati, penulis menyampaikan ucapan terimakasih,
semoga sukses dan bahagia selalu dalam lindungan Allah SWT kepada Ibu Dr.Ir.
Erna Mutiara, M.Kes dan Ibu drh.Rasmaliah, M.Kes selaku pembimbing yang
memberi perhatian, dukungan dan pengarahan hingga selesai tesis ini.
Terimakasih tiada terkira juga kami sampaikan dengan tulus kepada Ibu Ir.
Indra Chahaya, M.Si dan Ibu Ir. Evinaria, M.Kes selaku tim penguji yang telah
memberi masukan sehingga dapat meningkatkan kesempurnaan tesis ini.
Di samping itu penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof.dr. Chairuddin P.Lubis,DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara Medan.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
3. Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah
4. Bapak Saiful Bahri Rab, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru yang
telah memberi izin dan dukungan
5. Bapak dr. Zainal Abidin MPH selaku Sekretaris Program UKM, DHS I ADB
Propinsi Riau dan seluruh staf yang telah memberikan bantuan dana pendidikan.
6. Rekan-rekan di peminatan Administrasi Kebijakan Kesehatan angkatan tahun
2006.
7. Sahabat handaitaulan yang memberikan dukungan moral dan spritual yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Ucapan terimakasih kepada kedua orangtua, Abang, Abang Ipar, Kakak,
Kakak Ipar, Adik, Adik Ipar, Keponakan dan kedua Ananda tercinta yang telah
memberikan dukungan bantuan selama penulis mengikuti pendidikan, Semoga
ALLAH SWT membalas kebaikan yang telah dilakukan dan melimpahkan ridho dan
hidayahNya.
Akhirnya penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi kesehatan masyarakat
Indonesia, khususnya Kota Pekanbaru.
Pekanbaru, Agustus 2008
RIWAYAT HIDUP
Nama : Awida Roose
Tempat/Tanggal Lahir : Pekanbaru, 19 Agustus 1962
Agama : Islam
Alamat : Jln. Singgalang No. 7 Pekanbaru,
Telp (0761)24833
Telp/HP : 085271547332
RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun 1969 – 1975 : SDN II Pekanbaru
Tahun 1975 – 1979 : SMP Santa Maria Pekanbaru
Tahun 1979 – 1982 : SMU N I Pekanbaru
Tahun 1982- 1985 : APK – TS Padang
Tahun 2002– 2004 : STIKES Hang Tuah Pekanbaru
Tahun 2006 – 2008 : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Medan, Program Studi Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan Konsentrasi Epidemiologi.
RIWAYAT PEKERJAAN
1986 – 1987 : Staf Dinkes TK I Propinsi Riau
1987 – 1989 : Pjs Kasubsi Kebling DKK Pekanbaru
1989 – 2002 : Pj. Kasubsi Kebling DKK Pekanbaru
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
RIWAYAT HIDUP ... x
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Hipotesis ... 8
1.5 Manfaat Penelitian ... 8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Demam Berdarah Dengue ... 9
2.1.1 Epidemiologi Penyakit DBD ... 9
2.1.2 Etiologi ... 12
2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi ... 13
2.1.4 Tanda dan Gejala Klinik ... 14
2.1.5 Mekanisme Penularan ... 16
2.1.6 Tempat Potensial bagi Penularan Nyamuk DBD ... 17
2.2 Nyamuk Penular DBD ... 18
2.2.1 Ekologi ... 20
2.2.2 Bionomik Vektor ... 23
2.2.3 Pengamatan Kepadatan Vektor ... 26
2.3 Landasan Teori ... 28
2.4 Kerangka Konsep ... 31
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 33
3.1 Jenis Penelitian ... 33
3.3 Populasi dan Sampel ... 34
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 37
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 37
3.6 Metode Pengukuran ... 39
3.7 Metode Analisis Data ... 43
1. Analisis Univariat ... 43
2. Analisis Bivariat ... 43
3. Analisis Multivariat ... 43
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 44
4.1. Gambaran Umum Kecamatan Bukit Raya ... 44
4.2. Gambaran Karakteristik Responden ... 48
4.3. Analisa Bivariat ... 56
4.4. Analisis Multivariat ... 60
BAB 5. PEMBAHASAN ... 63
5.1. Sosiodemografi ... 63
5.2. Lingkungan Fisik dan Biologi ... 66
5.3. Faktor Paling Dominan yang Berhubungan dengan Kejadian DBD 74 5.4.Keterbatasan Penelitian ... 75
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77
6.1. Kesimpulan ... 77
6.2. Saran ... 78
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1. Variabel dari Beberapa Penelitian Terdahulu ... 36
3.2. Defenisi Operasional Variabel, Cara Ukur, Alat Ukur,
Skala Ukur dan Hasil Ukur ... 40
4.1. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di
Kecamatan Bukit Raya Tahun 2007 ... 45
4.2. Penduduk > 5 tahun Menurut Jenis Pendidikan yang Dijalani dan Ditamatkan Pada Tiap Kelurahan di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2007 ... 45
4.3. Jumlah Penduduk yang Datang dan pindah Menurut Kelurahan di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2007 ... 46
4.4. Kondisi Bangunan Tempat Tinggal Menurut tipe dinding berdasarkan Kelurahan di Kecamatan Bukit Raya tahun 2007 ... 47
4.5. Jumlah Bangunan Tempat Tinggal Menurut Tipe Atap Berdasarkan Kelurahan di Kecamatan Bukit Raya Tahun 2007 ... 47
4.6. Distribusi Kasus dan Kontrol Menurut Sosiodemografi (umur,
Jenis kelamin, Pendidikan, Pekerjaan dan Mobilisasi ... 48
4.7. Distribusi kasus dan kontrol menurut lingkungan
fisik dan biologi ... 49
4.8. Jenis dan jumlah kontainer yang terdapat pada
Rumah responden... 53
4.9. Jumlah dan Jenis kontainer yang ditemukan jentik ... 54
4.10. Tabulasi silang sosiodemografi dengan kejadian DBD
4.11. Tabulasi silang Lingkungan Fisik dan Biologi responden
dengan kejadian DBD ... 58
4.12. Hasil analisis regresi logistik ganda kondisional hubungan mobilisasi, tata rumah, TPA bukan untuk keperluan sehari-hari, tempat penampungan air alami, keberadaan jentik dan tanaman hias
dengan kejadian DBD ... 61
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Siklus Hidup Nyamuk Ae.aegypti... 24
2.2. Model Klasik Kausasi Segitiga Epidemiologi ... 29
2.3. Modifikasi Hubungan Sosiodemografi dan
Lingkungan dengan Kejadian DBD ... 31
2.4. Kerangka Konsep Penelitian ... 32
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 83
2. Master Data Penelitian ... 87
3. Tabel 4a.Distribusi Kasus Kontrol Berdasarkan TPA yang dimiliki ... 117
4. Tabel 4b. Distribusi Kasus Kontrol Berdasarkan TPA bukan untuk keperluan sehari-hari ... 118
5. Tabel 4.c. Distribusi Kasus Kontrol Berdasarkan TPA Alami ... 119
6. Tabel 4.d. Distribusi Kasus Kontrol Berdasarkan Keberadaan Jentik pada TPA ... 120
7. Tabel 4.e. Distribusi Kasus Kontrol Berdasarkan Keberadaan Jentik pada TPA bukan untuk keperluan sehari-hari ... 121
8. Tabel 4.f. Distribusi Kasus Kontrol Berdasarkan Keberadaan Jentik pada TPA Alami ... 122
9. Surat Izin Penelitian ... 123
10. Surat Keterangan Penelitian ... 124
11. Surat Izin Survei dan Pengambilan Data dari BMG ... 125
12. Data Klimatologi ... 126
13. Hasil Pengolahan dan Penelitian ... 128
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejak era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma
pembangunan kesehatan berarti pembangunan kesehatan harus lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Dengan demikian pemberantasan penyakit menular merupakan program yang sangat
penting dalam pembangunan kesehatan guna mencapai visi dan misi pembangunan
kesehatan, yaitu “Indonesia Sehat 2010”. Untuk mencapai tujuan pembangunan
kesehatan diperlukan dukungan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang tangguh,
subsistem pertama SKN adalah upaya kesehatan yang mencakup antara lain
pemberantasan penyakit menular (Depkes RI, 2004b).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular
yang disebabkan oleh virus dengue ditularkan dari seorang kepada orang lain melalui
gigitan nyamuk Ae. aegypti. DBD telah muncul sebagai masalah kesehatan
masyarakat internasional pada abad 21, menurut WHO (2000) antara tahun
1975-1995 terdeteksi di 102 negara dari lima wilayah WHO, yaitu 20 negara di Afrika, 42
negara di Amerika, 7 negara di Asia Tenggara, 4 negara di Timur Tengah dan 29
negara di Pasifik Barat (Depkes RI, 2003)
Negara-negara di kawasan Asia Tenggara antara tahun 1985-1996 telah
yang tajam dalam jumlah kematian dan kesakitan pada tiga sampai lima tahun
terakhir. Munculnya kembali Kejadian Luar Biasa (KLB)/wabah DBD diperkirakan
bahwa terdapat sekurang-kurangnya seratus juta kasus DBD per tahun dan 500.000
kasus yang memerlukan rawat inap di rumah sakit, dimana 90% penderita adalah
anak-anak di bawah usia 15 tahun. Angka kematian yang disebabkan oleh DBD
rata-rata 5%, dengan catatan kematian sekitar 25.000 terjadi tiap tahun. Walaupun semula
DBD menjadi permasalahan di daerah perkotaan namun saat ini juga mengancam
daerah pinggiran (Depkes RI, 2003).
Di Indonesia penyakit DBD pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 berupa
KLB di Jakarta dan di Surabaya dimana tercatat 54 kasus dengan 24 kematian Case
Fatality Rate 41,5%), Pada tahun berikutnya kasus DBD menyebar ke lain kota yang
berada di wilayah Indonesia dan dilaporkan meningkat setiap tahunnya. Kejadian luar
biasa penyakit DBD terjadi di sebagian besar daerah perkotaan dan beberapa daerah
pedesaan (Soegijanto, 2003).
Penyakit DBD sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia dengan jumlah pasien yang cenderung meningkat serta
daerah menyebaran yang semakin meluas. DBD terutama menyerang anak-anak
namun dalam beberapa tahun terakhir cenderung semakin banyak dilaporkan kasus
DBD pada orang dewasa (Depkes RI, 2004a).
Awal kejadian luar biasa penyakit virus Dengue setiap lima tahun selanjutnya
mengalami perubahan menjadi tiga tahun, dua tahun dan akhirnya setiap tahun diikuti
tertentu. Hal ini terjadi, kemungkinan berhubungan erat dengan a) perubahan iklim
dan kelembaban nisbi; b) terjadinya migrasi penduduk dari daerah yang belum
ditemukan infeksi virus Dengue ke daerah endemis penyakit virus Dengue atau dari
pedesaan ke perkotaan; c) meningkatnya kantong-kantong jentik nyamuk
Ae.aegyptidi perkotaan terutama daerah yang kumuh pada bulan-bulan tertentu
(Soegijanto, 2003).
Pada awal tahun 2004 Indonesia menghadapi KLB DBD dengan jumlah
kasus DBD sejak Januari sampai Mei 2004 mencapai 64.000 (Incidence Rate 29,7 per
100.000 penduduk) dengan kematian sebanyak 724 orang (Case Fatality Rate 1,1%)
(Depkes RI, 2005). Pemerintah melalui Departemen Kesehatan dalam press release
tanggal 16 Februari 2004 menetapkan bahwa telah terjadi KLB DBD dan pada
tanggal 24 Februari 2004, 12 provinsi dikategorikan sebagai provinsi KLB DBD
yaitu seluruh provinsi di pulau Jawa, NAD, Bali, Kalsel, Sulsel, NTB dan NTT,
Beberapa daerah lainnya juga menunjukkan adanya peningkatan kasus yaitu di
Provinsi Riau, Sumsel, Sumbar, Lampung, Kaltim, Kalteng, Kalbar, Sulut dan Papua
(Depkes RI, 2004a). Tahun 2007 jumlah kasus DBD meningkat dengan jumlah kasus
sebanyak 156.697 (Incidence Rate 71,43 per 100. 000 penduduk) dengan kematian
sebanyak 1.568 orang (Case Fatality Rate 1%) (Depkes RI, 2007).
Hasil Rekapitulasi Laporan Program Pemberantasan penyakit DBD Dinas
Kesehatan Propinsi Riau yang berasal dari 11 Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi
Riau menunjukkan selama kurun waktu (2005 sampai dengan pertengahan tahun
DBD. Pada tahun 2006 lebih dari 50% Kabupaten/Kota di Propinsi Riau angka
kematian akibat DBD cukup tinggi dimana angka kematian (Case Fatality Rate)
melebihi dari Indikator Nasional yaitu 1%. Dari seluruh Kabupaten/Kota di Propinsi
Riau, bila dilihat jumlah kasus DBD dan jumlah kematian akibat DBD selama 3
tahun berturut-turut tersebut Kota Pekanbaru termasuk tinggi. Tahun 2006 angka
Incidence Rate (IR) sebesar 50,0 per 100.000 penduduk dengan CFR sebesar 0,9%,
tahun 2007 (data dari Januari sampai dengan Oktober) angka Incidence Rate (IR)
sebesar 41,5 per 100.000 dengan CFR 1,7% (Dinkes Provinsi Riau, 2007).
Kota Pekanbaru merupakan Ibu Kota Provinsi Riau terdiri dari 12 Kecamatan
dan 58 Kelurahan, dimana 7 dari 12 Kecamatan tersebut (Kecamatan Limapuluh,
Sail, Bukit Raya, Tenayan Raya, Marpoyan Damai, Tampan dan Payung Sekaki)
merupakan daerah endemis DBD sedangkan 5 Kecamatan lainnya (Kecamatan
Sukajadi, Senapelan, Rumbai Pesisir, Rumbai dan Pekanbaru Kota) kejadian DBD di
tiap kelurahannya bervariasi yaitu sebagian kelurahannya merupakan daerah
endemis DBD sebagian lagi merupakan daerah sporadis DBD.
Dari 7 kecamatan endemis DBD di Kota Pekanbaru, Kecamatan Bukit Raya
merupakan kecamatan dengan jumlah kasus DBD paling tinggi tahun 2005 jumlah
kasus 138 orang, tahun 2006 jumlah kasus DBD sebanyak 52 orang penderita
sebagian besar berumur > 15 tahun (61%), perbandingan penderita DBD antara
perempuan dan laki-laki hampir sama yaitu 49% dan 51%. Tahun 2007 di Kecamatan
Bukit Raya jumlah kasus DBD 80 orang sebagian besar penderita dari kelompok
laki-laki adalah 49 % dan 51%. Sedangkan Case Fatality Rate di Kecamatan Bukit Raya
tahun 2005 adalah sebesar 1,44% menduduki peringkat ke 2 setelah Kecamatan
Tampan dilihat dari angka CFR. Tahun 2006 tidak terjadi kematian tetapi tahun 2007
Case Fatality Rate meningkat menjadi 3,5% (Puskesmas Harapan Raya, 2007).
Terjadinya kasus DBD baik kasus kesakitan maupun kematian di Kecamatan
Bukit Raya dari tahun 2005, 2006 dan 2007 berfluktuasi sebagaimana diuraikan
diatas, terjadinya keadaan berfluktuasi tersebut di atas tidak dapat diprediksi secara
pasti faktor penyebabnya. Bila dilihat hasil pelaksanaan pemantauan bebas jentik
nyamuk Aedes terhadap rumah/bangunan di Kota Pekanbaru tahun 2006 dan 2007,
untuk semua Kecamatan yang ada di Kota Pekanbaru Angka Bebas Jentik (ABJ)
rata-rata berkisar antara 90%– 95% hal ini menunjukkan bahwa Angka Bebas Jentik
di tiap Kecamatan di Kota Pekanbaru sudah memenuhi Indikator Nasional (95%)
tidak terkecuali Kecamatan Bukit Raya. Namun dengan angka bebas jentik rata-rata
berkisar 90%-95%, Kecamatan Bukit Raya tetap merupakan daerah endemis DBD
dengan jumlah kasus paling tinggi serta Case Fatality Rate melebihi Indikator
Nasional (1%).
Secara teoritis penyebab munculnya KLB/wabah DBD antara lain disebabkan
karena adanya pertumbuhan penduduk yang tidak memiliki pola tertentu, urbanisasi
yang tidak terencana dan terkontrol, mobilitas penduduk yang tinggi, sistem
pengelolaan limbah padat berupa wadah yang dapat menjadi tepat penampungan air
seperti kaleng bekas, ban bekas, kulit buah dan lain-lain yang tidak saniter dan sarana
nyamuk-nyamuk, kurangnya sistem pengamatan nyamuk yang efektif, meningkatnya
pergerakan dan penyebaran virus dengue, perkembangan hiperendemisitas dan
melemahnya infrastruktur kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2003).
Teori penyebab timbulnya KLB terjadi di Kota Pekanbaru karena
pertumbuhan penduduk akibat arus migrasi ke Kota Pekanbaru yang relatif cukup
tinggi sehingga menimbulkan berbagai akibat antara lain meningkatnya jumlah
pengangguran, kemiskinan dan pemukiman kumuh serta rawan sosial sebagaimana
pidato walikota Pekanbaru pada hari jadi Kota Pekanbaru ke-223 (Abdullah, 2007)
Sesuai teori di atas dan pidato walikota Pekanbaru penyebab tingginya angka
kesakitan dan CFR DBD di Kecamatan Bukit Raya diperkirakan antara lain arus
migrasi yang relatif tinggi menimbulkan pemukiman kumuh, penyebab lain yaitu
tingginya mobilitas penduduk karena sebagian penduduk bekerja di luar wilayah kota
Pekanbaru yaitu pada kabupaten lain secara geografis kabupaten tersebut berbatasan
dengan Kecamatan Bukit Raya. Disamping itu Kecamatan Bukit Raya merupakan
kecamatan yang sebagian wilayahnya mengalami pemekaran sejalan dengan itu
perkembangan pembangunan pemukiman cukup pesat yang merupakan sasaran
pemukiman para urban namun pada wilayah lain perkembangan pembangunan belum
tertata baik dan masih banyak lahan yang merupakan tanah kosong sehingga
ditumbuhi semak yang dapat dijadikan tempat beristrahat nyamuk demikian juga
daerah pemukiman baru dimana beberapa rumah belum ada penghuninya yang
kemungkinan besar didalam rumah tersebut terdapat genangan air tempat perindukan
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian tentang Sosiodemografi
dan Lingkungan Masyarakat di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru dengan
kejadian penyakit DBD.
1.2. Rumusan Masalah
Kecamatan Bukit Raya merupakan wilayah endemis DBD dengan angka CFR
dari tahun 2005, 2006 dan 2007 berturut-turut 1,44%, 0%, 2,35%, sedangkan Angka
Bebas Jentik (ABJ) rata-rata berkisar antara 90% - 95% yaitu sudah memenuhi
indikator nasional, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Belum diketahuinya hubungan sosiodemografi dengan kejadian penyakit
DBD di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru tahun 2008.
2. Belum diketahuinya hubungan lingkungan fisik dan biologi dengan
kejadian penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru tahun
2008.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui hubungan sosiodemografi dengan kejadian penyakit DBD di
Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru.
2. Mengetahui hubungan lingkungan fisik dan biologi dengan kejadian
3. Mengetahui faktor yang paling dominan hubugannya dengan kejadian
penyakit DBD di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru.
1.4 Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ada hubungan sosiodemografi dengan kejadian penyakit DBD di
Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru.
2. Ada hubungan lingkungan fisik dan biologi dengan kejadian penyakit
DBD di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan kepada Pemerintah Kota Pekanbaru melalui
Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dalam rangka pelaksanaan kegiatan
penanggulangan DBD dan sebagai masukan dalam menentukan kebijakan
operasional dan strategi yang efisien dan komprehensif dalam pelaksanaan
penanggulangan DBD yang terjadi pada masyarakat Kota Pekanbaru
2. Untuk keperluan perencanaan dan dasar penyusunan usulan anggaran
program DBD dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru.
3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut disertai
dengan manifestasi perdarahan bertendensi menimbulkan syok dan dapat
menyebabkan kematian, umumnya menyerang pada anak < 15 tahun, namun tidak
tertutup kemungkinan menyerang orang dewasa. Tanda-tanda penyakit ini adalah
demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah, lesu,
gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda-tanda perdarahan di kulit (petechiae), lebam
(echymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, kesadaran
menurun atau renjatan (shock) (Depkes RI, 2003).
Menurut WHO dikenal penyakit Demam Dengue (DD), yaitu penyakit akut
yang disebabkan oleh virus dengan gejala-gejala seperti sakit kepala, sakit pada sendi,
tulang dan otot. Sedangkan DBD ditunjukkan oleh 4 (empat) manifestasi klinis yang
utama, demam tinggi, fenomena perdarahan, sering dengan hepatomegali, dan
tanda-tanda kegagalan sirkulasi darah (WHO, 1997).
2.1.1 Epidemiologi Penyakit DBD
1. Distribusi Penyakit DBD Menurut Orang
DBD dapat menyerang semua umur, walaupun sampai saat ini DBD
lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade terkahir ini DBD
kelompok umur ini mempunyai mobilitas yang tinggi dan sejalan dengan
perkembangan transportasi yang lancar, sehingga memungkinkan untuk
tertularnya virus dengue lebih besar (WHO, 1998).
Jenis kelamin pernah ditemukan perbedaan nyata di antara anak
laki-laki dan wanita. Beberapa negara melaporkan banyak kelompok wanita
dengan Dengue Shock Syndrome (DSS) menunjukkan angka kematian yang
tinggi daripada laki-laki. Singapura dan Malaysia pernah mencatat adanya
perbedaan angka kejadian infeksi di antara kelompok etnik. Kelompok
penduduk Cina banyak terserang DBD dari pada yang lain. Penemuan ini
dijumpai pada awal epidemi (Soegijanto, 2003)
2. Distribusi Penyakit DBD Menurut Tempat
Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali
tempat-tempat dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat-tempat
yang tinggi dengan suhu yang rendah siklus perkembangan Ae.aegyptitidak
sempurna (Depkes RI, 2007).
Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di
Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah
penyebaran penyakit meningkat pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan
di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan adanya
penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6 - 27 per 100.000
penduduk pada tahun 2004 (Depkes RI, 2005).
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang
terjangkit disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk,
adanya pemukiman baru, dan terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh
pelosok tanah air serta adanya empat tipe virus yang bersirkulasi sepanjang
tahun (Depkes RI, 2003).
3. Distribusi Penyakit DBD Menurut Waktu
Menurut Depkes RI (2003), pola berjangkitnya infeksi virus dengue
dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28 –
320C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes aegyptie akan tetap
bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia karena suhu udara dan
kelembaban tidak sama di setiap tempat maka pola terjadinya penyakit agak
berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue
terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat
pada sekitar bulan April – Mei setiap tahun.
4. Pola Epidemiologi Penyakit DBD
a. Infeksi virus – pejamu
Untuk memahami berbagai situasi yang muncul, penting untuk
mengenali beberapa aspek interaksi virus pejamu. Aspek-aspek
i. Infeksi dengue jarang menimbulkan kasus ringan pada anak
ii. Infeksi dengue pada orang dewasa sering menimbulkan gejala,
akan tetapi beberapa starain virus mengakibatkan kasus yang
sangat ringan baik pada anak maupun orang dewasa yang sering
tidak dikenali sebagai kasus dengue dan menyebar tanpa terlihat di
dalam masyarakat.
iii. Infeksi primer maupun sekunder dengue pada orang dewasa
mungkin menimbulkan perdarahan gastrointestinal dan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
2.1.2 Etiologi
Penyakit demam berdarah dengue pada seseorang disebabkan oleh virus
dengue termasuk famili Flaviviridae dan harus dibedakan dengan demam yang
disebabkan virus Japanese Encephalitis dan Yellow Fever (demam kuning)
(Soegijanto, 2003).
Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue yang temasuk
kelompok B Arthropoda Borne Virus (Arboviroses). Dikenal sebagai genus
Flavivirus, famili Flaviviridae dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN-1, DEN-
2, DEN- 3 dan DEN 4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan anti bodi
terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap
serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang
dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinis yang berat.
Serotipe DEN-3 berasal dari Asia, ditemukan pada populasi dengan tingkat imun
rendah dengan tingkat penyebaran yang tinggi, meski sudah diketahui sejak 300
tahun yang lalu penanggulangannya belum juga tuntas (Depkes RI, 2004).
2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk
Ae.aegyptiatau Aedes albopictus. Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat
hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing
dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan
akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan penjamu, bila
daya tahan baik maka akan terjadi perlawanan dan timbul antibodi, namun bila daya
tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat
menimbulkan kematian (Depkes RI, 2001). Organ sasaran dari virus adalah organ
hepar, nodus limfaticus, sumsum tulang, serta paru-paru. Data dari berbagai
penelitian menunjukan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan
besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tesebut akan difagosit oleh sel
monosit perifer (Soegijanto, 2003).
Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel
tersebut. Infeksi virus Dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk
komponen-komponennya, baik komponen antara maupun komponen struktural virus.
Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses
perkembangan virus DEN terjadi di sitoplasma sel. Infeksi oleh satu serotipe virus
DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut, tetapi tidak
ada ” cross protective” terhadap serotipe virus yang lain (Soegijanto, 2003).
Patogenesis DBD terdapat dua perubahan patofisiologi yang menyolok yaitu :
meningkatnya permeabelitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma ke dalam
rongga pleura dan rongga peritoneal yang terjadi singkat (24 – 48 jam), hipovolemia
dan terjadi syok. Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati,
trombositopenia dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan
(Depkes RI, 2003).
2.1.4 Tanda dan Gejala Klinik
Menurut Soegijanto (2003) gejala klinik utama pada DBD adalah demam dan
manifestasi perdarahan baik yang timbul secara spontan maupun setelah uji torniquet.
Gejala klinik :
1. Demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2-7 hari
2. Manifestasi perdarahan
a. Uji torniquet positif
b. Perdarahan spontan berbentuk peteki, purpura, ekimosis, epistaksis,
3. Hepatomegali
4. Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau
nadi tak teraba, kulit dingin, dan anak gelisah.
Menurut Depkes RI (2003), secara klinis ditemukan demam, suhu tubuh pada
umumnya antara 39ûC – 40ûC menetap antara 5 – 7 hari, pada fase awal demam
terdapat ruam yang tampak di muka leher dan dada. Selanjutnya pada fase
penyembuhan suhu turun dan timbul petekia yang menyeluruh pada tangan dan kaki.
Perdarahan pada kulit pada DBD terbanyak dilakukan uji tourniquet positif.
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO tahun 1997
terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan
untuk mengurangi diagnosis yang tidak berhubungan dengan penyakit DBD (over
diagnosis).
1) Kriteria klinis tersebut seperti demam tinggi tanpa sebab yang jelas yang
berlangsung 2 – 7 hari. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai
dengan uji tourniquet positif, petechiae, echymosis, pupura, perdarahan
mukosa, epitaksis, pendarahan gusi, hematemesis dan melena, pembesaran
hati. Adanya syok yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta
penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab
dan penderita tampak gelisah.
2) Kriteria laboratorium seperti trombositopenia 100.000 sel/ml atau kurang
atau lebih. Dua kriteria klinis ditambah peningkatan hematokrit cukup
untuk menegakkan diagnosa klinis DBD.
WHO (1997) membagi derajat DBD dalam 4 (empat) tingkat, yaitu
sebagai berikut:
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan ialah uji tourniquet positif.
Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
pendarahan lain.
Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dam
lembut, tekanan nadi menurun (≤ 20 mm Hg) atau
hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab dan penderita
menjadi gelisah.
Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan
tekanan darah yang tidak dapat diukur.
2.1.5 Mekanisme penularan
Faktor-faktor yang memegang peranan dalam penularan infeksi virus dengue
yaitu manusia, vektor perantara dan lingkungan. Virus dengue ditularkan kepada
manusia melalui gigitan nyamuk Ae. aegypti. Nyamuk Aedes tersebut mengandung
virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia.
Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8 – 10
pada gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada
telurnya (transavaria transmition) namun peranannya tidak penting (Suroso, 2000).
Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuh nyamuk maka
nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infiktif). Dalam
tubuh manusia virus memerlukan waktu tunas 4- 6 hari (intrinsic incubation period)
sebelum menimbulkan penyakit.
Seseorang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber
penularan penyakit DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4 – 7 hari setelah
1 sampai 2 hari baru mulai demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular,
maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk.
Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh
nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya.
Penularan ini dapat terjadi setiap nyamuk menusuk (menggigit), sebelum
menghisap darah, nyamuk akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya
(proboscis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus
dengue dipindahkan kepada orang lain (Depkes RI, 2004c).
2.1.6 Tempat Potensial bagi Penularan Nyamuk DBD
Penularan nyamuk DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk
penularnya. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah :
dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe
virus dengue cukup besar yaitu :
1. Sekolah
Anak sekolah merupakan kelompok umur yang paling rentan untuk terserang
penyakit DBD.
2. Puskesmas/Rumah sakit dan unit pelayanan kesehatan lainnya
Orang datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya adalah
penderita DBD, demam dengue (DD) atau carrier virus dengue.
3. Tempat-tempat umum lainnya :
a. Tempat-tempat perbelanjaan, pasar, restoran, hotel, bioskop dan
tempat-tempat ibadah.
b. Wilayah rawan DBD (endemis)
c. Pemukiman baru di pinggir kota
Pada daerah ini penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah yang
kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang membawa
tipe virus dengue yang berlainan dari masing-masing daerah asal. (Depkes
RI, 2005).
2.2 Nyamuk Penular DBD
Di Indonesia nyamuk penular (Vektor) penyakit DBD yang penting adalah
Aedes aegypti, Aedes albopictus dan Aedes scutelluris, tetapi sampai saat ini yang
Ae.aegyptibetina suka bertelur di permukaan air pada dinding vertikel bagian dalam
tempat-tempat yang berisi sedikit air, harus jernih dan terlindung dari cahaya
matahari langsung. Tempat air yang dipilih adalah tempat air di dalam rumah dan
dekat rumah. Larva Ae.aegyptiumumnya ditemukan di drum, tempayan, tong atau bak
mandi di rumah keluarga yang kurang diperhatikan kebersihannya. Besarnya
kontainer dan lamanya air disimpan didalamnya mengakibatkan banyak nyamuk yang
dapat berasal dari drum itu (Soeroso, 2000).
Tempat air yang tertutup lebih disukai oleh nyamuk betina sebagai tempat
bertelur dibandingkan tempat air yang terbuka. Karena tutupnya jarang dipasang
secara baik dan jarang dibuka, ruang didalamnya relatif lebih gelap dibandingkan
tempat air yang terbuka. Telur Ae.aegyptiberwarna hitam seperti sarang tawon,
diletakkan satu demi satu di permukaan atau sedikit di bawah permukaan air dalam
jarak lebih kurang 2,5 cm dari dinding tempat perindukan. Telur dapat bertahan
sampai berbulan-bulan pada suhu –20C sampai 420C. Namun, bila kelembaban
terlampau rendah, maka telur akan menetas dalam waktu 4 hari. Dalam keadaan
optimal, perkembangan telur sampai menjadi nyamuk dewasa berlangsung selama
sekurang-kurangnya 9-10 hari. Telur yang dihasilkan kurang lebih 10-100 butir setiap
kali bertelur dan biasanya pada interval 4-5 hari. Walaupun nyamuk betina berumur
kira-kira 9-10 hari, waktu itu cukup bagi nyamuk untuk makan, bagi virus cukup
untuk berkembang biak dan selanjutnya menyebarkan virus ke manusia lain. Nyamuk
betina dapat terbang sejauh 2 km, tetapi kemampuan normalnya adalah kira-kira 40
di Indonesia. Dari penyelidikan intensif selama 2 (dua) musim dalam setahun yang
dilakukan di Jakarta, ternyata tidak terdapat pengaruh musim terhadap kepadatan
nyamuk (Soedarmo, 1998).
2.2.1 Ekologi
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara vektor
dengan lingkungannya. Eksistensi nyamuk Ae.aegyptidipengaruhi oleh lingkungan
fisik maupun lingkungan biologik. Lingkungan merupakan tempat interaksi vektor
penular penyakit DBD dengan manusia yang dapat mengakibatkan terjadinya
penyakit DBD. Lingkungan fisik mempengaruhi eksistensi nyamuk antara lain
ketinggian tempat, curah hujan, temperatur dan kecepatan angin. Ketinggian 1000
meter di atas permukaan laut tidak ditemukan nyamuk Ae.aegyptikarena pada
ketinggian tersebut suhu terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan
nyamuk (Depkes RI, 1998).
a. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik ada bermacam-macam misalnya tata rumah, macam kontainer,
ketinggian tempat dan iklim (Depkes RI, 1998).
1. Jarak antara rumah
Jarak rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumah
lain, semakin dekat jarak antara rumah semakin mudah nyamuk menyebar ke
rumah sebelah. Bahan-bahan pembuat rumah, konstruksi rumah, warna
tersebut disenangi atau tidak disenangi oleh nyamuk. Berbagai penelitian
penyakit menular membuktikan bahwa kondisi perumahan yang
berdesak-desakan dan kumuh mempunyai kemungkinan lebih besar terserang penyakit.
2. Macam kontainer
Termasuk macam kontainer disini adalah jenis/bahan kontainer, letak
kontainer, bentuk, warna, kedalaman air, tutup dan asal air mempengaruhi
nyamuk dalam pemilihan tempat bertelur.
3. Ketinggian tempat
Pengaruh variasi ketinggian berpengaruh terhadap syarat-syarat ekologis yang
diperlukan oleh vektor penyakit di Indonesia nyamuk Ae.aegyptidan Aedes
albopictus dapat hidup pada daerah dengan ketinggian 1000 meter di atas
permukaan laut.
d. Iklim
Iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik, yang terdiri dari :
suhu, udara, kelembaban udara, curah hujan dan kecepatan angin.
1. Suhu udara
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenya
menurun atau bahkan berhenti bila suhunya turun sampai di bawah suhu
kritis. Pada suhu yang lebih tinggi dari 350C juga mengalami perubahan
dalam arti lebih lambatnya proses-proses fisiologis, rata-rata suhu
nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang 100C atau lebih dari
400C.
2. Kelembaban nisbi
Menurut Gobler dalam Depkes RI, (1998) umur nyamuk dipengaruhi oleh
kelembaban udara. Pada suhu 200C kelembaban nisbi 27% umur nyamuk
betina 101 hari dan umur nyamuk jantan 35 hari, kelembaban nisbi 55%
umur nyamuk betina 88 hari dan nyamuk jantan 50 hari. Pada kelembaban
kurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi pendek, tidak bisa menjadi
vektor, karena tidak cukup waktu untuk perpindahan virus dari lambung
ke kelenjar ludah.
3. Kecepatan angin
Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh pada kelembaban dan
suhu udara, disamping itu angin berpengaruh terhadap arah penerbangan
nyamuk. Bila kecepatan angin 11-10 meter atau 25-31 mil/jam akan
menghambat penerbangan nyamuk.
4. Curah hujan
Hujan berpengaruh terhadap kelembaban nisbi. Kelembaban udara naik
maka tempat perindukan nyamuk juga bertambah banyak. Dari hasil
pengamatan penderita DBD yang selama ini dilaporkan di Indonesia
bahwa musim penularan DBD pada umumnya terjadi pada musim
b. Lingkungan Biologik
Lingkungan biologik yang mempengaruhi penularan DBD terutama adalah
banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang mempengaruhi kelembaban,
pencahayaan di dalam rumah, merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk
hinggap dan beristirahat (Soegijanto, 2003).
2.2.2 Bionomik Vektor
Bionomik vektor adalah tempat perindukan (breeding place), kebiasaan
menggigit (feeding habit), kebiasaan istirahat (resting habit) danjarak terbang (flight
range) (Soedarmo, 1998).
Menurut Soegijanto (2003), tempat perindukan utama adalah tempat-tempat
penampungan air di dalam dan di sekitar rumah. Biasanya tidak melebihi jarak 500
(lima ratus) meter dari rumah. Nyamuk Ae.aegyptitidak berkembang biak pada
genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Jenis-jenis tempat
perkembangbiakan nyamuk Ae.aegyptidapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Tempat Penampungan Air (TPA), untuk keperluan sehari-hari seperti drum,
tangki reservoir, tempayan, bak mandi, WC, ember dan lain-lain.
b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat
minum burung, vas bunga, perangkap semut, barang-barang bekas (ban,
kaleng, botol, plastik dan lain-lain).
c. Tempat penampungan air alamiah seperti lubang pohon, pelepah daun,
Nyamuk Ae. aegypti disebut black-white mosquito karena tubuhnya ditandai dengan
pita atau garis-garis putih keperakan diatas dasar hitam, yamuk ini sering disebut
nyamuk rumah. Masa pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Ae. aegypti
mengalami metamorfosa sempurna melalui 4 tahap yaitu telur, larva, pupa dan
dewasa.
Nyamuk Dewasa
1 - 2 hari
Pupa
(Kepompong) Telur
1 – 2 hari
6 – 7 hari
Jentik
Gambar 2. 1. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Setiap bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir.
Telur berbentuk ellips atau oval memanjang, warna hitam, ukuran 0,5 – 0,8 mm,
permukaan poligonal, tidak memiliki alat pelampung, diletakkan satu per satu pada
benda – benda yang terapung pada dinding bagian dalam tempat penampungan air
yang berbatasan langsung dengan permukaan air.
Jentik kecil berwarna transparan dengan corong pernafasan berwarna hitam
(siphon) yang menetas dari telur dan akan tumbuh menjadi besar yang panjangnya 0,5
– 1 cm. Jentik akan selalu bergerak aktif dalam air dengan gerakan berulang-ulang
kembali ke bawah dan seterusnya. Pada waktu istirahat posisi hampir tegak lurus
dengan permukaan air. Biasanya berada di sekitar dinding tempat penampungan air.
Setelah 6-8 hari jentik akan berubah menjadi kepompong. Kepompong berbentuk
koma, geraknya lamban dan sering berada di permukaan air. Setelah 1-2 hari akan
menjadi nyamuk dewasa.
Nyamuk betina Ae. aegypti lebih menyukai darah manusia dari pada binatang
(antropophilik). Darahnya diperlukan untuk mematangkan telur jika dibuahi oleh
sperma nyamuk jantan sehingga dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur
dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut satu siklus
gonotropik. Nyamuk betina biasanya mencari mangsa pada siang hari dengan 2 (dua)
puncak aktivitas yaitu pukul 09.00 – 10.00 dan pukul 16.00-17.00. Nyamuk
Ae.aegyptimempunyai kebiasaan menghisap berulang kali dalam satu siklus
gonotropik untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk
ini sangat efektif sebagai penular penyakit. Tempat yang disenangi nyamuk untuk
beristirahat selama menunggu waktu bertelur adalah tempat yang gelap, lembab, dan
sedikit angin. Nyamuk biasanya hinggap di dalam rumah pada benda-benda yang
bergantungan seperti pakaian, kelambu dan handuk. Pergerakan nyamuk dari tempat
perindukan ke tempat mencari mangsa dan ke tempat istirahat ditentukan oleh
kemampuan terbang nyamuk betina, yaitu rata-rata 40-100 meter. Namun secara pasif
misalnya karena angin atau terbawa kenderaan, nyamuk ini dapat berpindah lebih
karena aktivitasnya, maka jarak terbang nyamuk terbatas, sehingga penyebarannya
tidak jauh dari tempat perindukan, tempat mencari mangsa dan tempat istirahat,
terutama di daerah yang padat penduduknya (Soeroso, 2000).
Waktu mencari makanan, selain terdorong oleh rasa lapar, nyamuk Ae.
aegypti juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bau yang dipancarkan oleh
inang, temperatur, kelembaban, kadar karbon dioksida (CO2) dan warna. Untuk jarak
yang lebih jauh faktor bau memegang peranan penting bila dibandingkan dengan
faktor lainnya. Kebiasaan istirahat lebih banyak di dalam rumah pada benda-benda
yang tergantung, berwarna gelap dan tempat-tempat lain yang terlindung (Soegijanto,
2003).
2.2.3 Pengamatan Kepadatan Vektor
Untuk mengetahui kepadatan vektor di suatu lokasi dapat dilakukan beberapa
survei yang dipilih secara acak yang meliputi survei nyamuk, survei jentik, dan survei
perangkap telur. Survei jentik dilakukan dengan cara pemeriksaan terhadap semua
tempat air di dalam dan di luar rumah dari 100 (seratus) rumah yang diperiksa di
suatu daerah dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik. Dalam
pelaksanaan survei ada 2 (dua) metode yang meliputi : (Depkes RI, 1998)
1) Metode Single Survei
Survei ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan
air yang ditemukan ada jentiknya untuk dilakukan identifikasi lebih lanjut
2) Metode Visual
Survei ini dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat
genangan air tanpa melakukan pengambilan jentik. Dalam program
pemberantasan penyakit DBD, survei jentik yang biasa digunakan adalah cara
visual dan ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik yaitu :
a. Angka Bebas Jentik (ABJ)
Angka Bebas Jentik adalah persentase pemeriksaan jentik yang dilakukan di
semua desa/kelurahan setiap 3 (tiga) bulan oleh petugas puskesmas pada rumah –
rumah penduduk yang diperiksa secara acak.
Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik
x 100% Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa
b. House Indeks (HI)
House Indeks (HI) adalah persentase jumlah rumah yang ditemukan jentik
yang dilakukan di semua desa/kelurahan oleh petugas puskesmas setiap 3 (tiga) bulan
pada rumah-rumah yang diperiksa secara acak.
Jumlah rumah yang ditemukan jentik
c. Container Indeks (CI)
Container Indeks (CI) adalah persentase pemeriksaan jumlah container yang
diperiksa ditemukan jentik pada container di rumah penduduk yang dipilih secara
acak.
Jumlah Container ditemukan jentik
x 100% Jumlah container yang diperiksa
d. Breteau Indeks (BI)
Jumlah container yang terdapat jentik dalam 100 rumah.
Angka Bebas Jentik dan House Index lebih menggambarkan luasnya
penyebaran nyamuk di suatu daerah. Tidak ada teori yang pasti Angka Bebas Jentik
dan House Index yang dipakai sebagai standard, hanya berdasarkan kesepakatan,
disepakati House Index minimal 1% yang berarti persentase rumah yang diperiksa
jentiknya positif tidak boleh melebihi 1% atau 99% rumah yang diperiksa jentiknya
harus negatif. Ukuran tersebut digunakan sebagai indikator keberhasilan
pengendalian nyamuk penularan DBD (Depkes RI, 1998).
2.3 Landasan Teori
Teori segitiga epidemiologi menjelaskan bahwa timbulnya penyakit
disebabkan oleh adanya pengaruh faktor penjamu (host), penyebab (agent) dan
lingkungan (environment) yang digambarkan sebagai segitiga. Perubahan dari sektor
maupun keseluruhan populasi yang mengalami perubahan tersebut. Demikian juga
dengan kejadian penyakit DBD yang berhubungan dengan lingkungan.
Penyakit Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan oleh nyamuk Ae.aegyptinamun dapat juga ditularkan oleh nyamuk Ae.
albopictus tetapi peranannya dalam penyebaran penyakit ini sangat kecil sekali,
karena nyamuk ini biasanya hidup di kebun-kebun (Depkes RI, 2004c). Pada
prinsipnya kejadian penyakit yang digambarkan sebagai segitiga epidemiologi
menggambarkan hubungan tiga komponen penyebab penyakit, yaitu penjamu, agen
dan lingkunan seperti gambar 2.2 berikut :
AGENT
VEKTOR
HOST ENVIRONMENT
Gambar 2.2. Model klasik kausasi segitiga epidemiologi
Sumber : CDC, 2002 Gordis, 2000; Gerstman, 1998 ; Mausner dan Kramer,1985
dalam Murti (2003)
Untuk memprediksi pola penyakit, model ini menekankan perlunya analisis
dan pemahaman masing-masing komponen. Perubahan pada satu komponen akan
mengubah ketiga komponen lainnya, dengan akibat menaikan atau menurunkan
(1). Agent
Agent penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue adalah virus dengue
yang termasuk kelompok B arthropoda Borne Virus (arboviroses). Anggota dari
genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti dan
juga nyamuk Ae.albopictus yang merupakan vektor infeksi DBD.
(2). Host (Penjamu)
Pejamu adalah manusia atau organisme yang rentan oleh pengaruh agent
Dalam penelitian ini yang diteliti dari faktor penjamu adalah faktor
sosiodemografi (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, mobilisasi).
(3). Environment (Lingkungan)
Lingkungan adalah kondisi atau faktor berpengaruh yang bukan bagian dari
agent maupun penjamu, tetapi mampu menginteraksikan agent penjamu. Dalam
penelitian ini yang berperan sebagai faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik
(jarak rumah, tata rumah, kelembaban rumah, TPA, iklim), lingkungan biologi
(tanaman hias/tumbuhan), indeks jentik (house index, container indeks, breateu
indeks).
Berdasarkan konsep penyebab penyakit, bahwa penyakit disebabkan oleh
agent, penjamu (host) dan lingkungan (environment), maka pendekatan yang cocok
untuk mengetahui penyebab penyakit adalah model segitiga Epidemiologi yang
dimodifikasi sedemikian rupa dalam bentuk kerangka teori seperti pada gambar 2.3
Sosiodemografi
- Jenis Kelamin - Pendidikan - Pekerjaan - Mobilitas
FAKTOR VEKTOR
Lingkungan
- Bionomik Agent
- Kelembaban - Musim - Curah hujan - Temperatur
Gambar 2.3. Modifikasi hubungan sosiodemografi dan lingkungan dengan kejadian DBD
2.4. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori maka peneliti merumuskan kerangka konsep
penelitian sebagai berikut :
Sosiodemografi - Pendidikan - Pekerjaan - Mobilisasi
Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan : diteliti
dianalisis secara deskriptif
Ligkungan Fisik dan Biologi
Lingkungan Fisik
- Jarak antar rumah
- Tata Rumah (pengaturan barang dalam rumah) - Kelembaban rumah
- Tempat Penampungan Air (TPA)
- Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari.
- Tempat penampungan air tidak untuk keperluan sehari-hari.
- Tempat penampungan air alami - Keberadaan jentik
- Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari.
- Tempat penampungan air tidak untuk keperluan sehari-hari.
- Tempat penampungan air alami - Iklim
- Suhu - Kelembaban - Curah Hujan - Kecepatan angin
Lingkungan Biologi
- Tanaman hias dan tanaman pekarangan
Kejadian Penyakit DBD
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik observasional dengan
disain studi Matched Case Control untuk ukuran risiko (mOR) dengan memilih
kasus yang menderita DBD dan kontrol yang tidak menderita DBD. Penelitian dilihat
paparan yang dialami subjek pada waktu lalu (retrospektif) melalui wawancara
menggunakan kuesioner dan melakukan observasi pada lingkungan rumah responden.
Alasan penggunaan disain ini karena studi kasus kontrol merupakan studi
observasional yang menilai hubungan paparan – penyakit dengan membandingkan
kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status pajanannya (Murti, 2003).
Skema penelitian sebagai berikut :
Sosiodemografi - Jarak antar rumah
- Tata Rumah (pengaturan barang dalam rumah) - Kelembaban rumah
- Tempat Penampungan Air (TPA)
- Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari. - Tempat penampungan air tidak untuk keperluan
sehari-hari.
- Tempat penampungan air alami - Keberadaan jentik
- Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari. - Tempat penampungan air tidak untuk keperluan
sehari-hari.
- Tempat penampungan air alami - Iklim
- Suhu - Kelembaban - Curah Hujan - Kecepatan angin Lingkungan Biologi
- Tanaman hias dan tanaman pekarangan Gambar 3.1 Skema Penelitian
Kasus
Kontrol
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Pekanbaru Provinsi Riau dengan mengambil
lokasi di Kecamatan Bukit Raya. Dipilihnya Kecamatan Bukit Raya sebagai lokasi
penelitian karena kecamatan tersebut merupakan kecamatan yang paling tinggi kasus
DBD dibandingkan dengan Kecamatan lain.
Penelitian ini dimulai dengan melakukan penelusuran kepustakaan,
penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian dan analisis data serta penyusunan
laporan akhir yang membutuhkan waktu lebih kurang 6 (enam) bulan dari bulan
Januari s/d Juni 2008.
3.3Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah penderita DBD dan bukan DBD di Kecamatan
Bukit Raya Kota Pekanbaru pada tahun 2007 sampai dengan April 2008 sampel
penelitian terdiri dari :
a. Sampel kasus adalah penderita DBD di Kecamatan Bukit Raya yang
dinyatakan dengan surat keterangan oleh tenaga medis dan didukung oleh
hasil pemeriksaan laboratorium dan tercatat di Dinas Kesehatan Kota
Pekanbaru pada tahun 2007 sampai dengan April 2008.
b. Sampel kontrol adalah bukan penderita DBD yang merupakan tetangga
terdekat dalam satu lingkungan dengan pencocokan (matching) sama dengan
kasus dalam hal umur, jenis kelamin dan kondisi tempat tinggal pada tahun
Pengambilan sampel dengan menggunakan kriteria eklusi yaitu apabila
responden yang terpilih pindah/mandah keluar kota atau meninggal dunia maka
responden tersebut digantikan dengan responden terpilih yang lain, bila responden
terpilih tidak berada di tempat atau tidak mau diwawancarai sampai kunjungan ketiga
maka responden tersebut digantikan dengan responden terpilih lainnya.
Untuk menghitung besar sampel digunakan rumus sebagai berikut
(Schlesselman, 1982) :
)
P0 = proporsi kontrol yang mempunyai faktor positif/terpajan
Besar sampel berdasarkan beberapa variabel dari penelitian terdahulu sesuai tabel
berikut :
Tabel 3.1. Besar sampel berdasarkan beberapa variabel dari penelitian terdahulu.
Variabel Po P1 OR n Referensi
Keberadaan jentik
TPA
Kontainer
0,25
0,29
0,50
0,66
0,66
0,27
5,8
4,6
2,79
29
37
83
Sitorus (2005)
Sitorus (2005)
Hasan (2007)
Berdasarkan hasil perhitungan di atas didapat besar sampel minimum 83.
Namun karena jumlah kasus DBD di Kecamatan Bukit Raya tahun 2007 s/d April
2008 adalah 85 orang, maka semua kasus dapat dijadikan sampel dengan kontrol 85
orang, perbandingan kasus dan kontrol 1 : 1.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden yang
terdiri dari penderita DBD sebagai kasus dan bukan penderita DBD sebagai kontrol
apabila penderita (kasus) atau kontrol berumur < 15 tahun maka digantikan oleh
ibunya sebagai responden. Data sekunder diperoleh dari Laporan dan Profil
Puskesmas Harapan Raya yang merupakan Puskesmas di Wilayah Kecamatan Bukit
Bukit Raya serta data tentang Kecamatan itu sendiri mengenai situasi kependudukan
dan data lainnya yang relevan dengan tujuan dan permasalahan penelitian.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel terikat (dependent variable) adalah kejadian DBD sedangkan
variabel bebas (independent variable) adalah sosiodemografi (umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, mobilisasi) dan lingkungan (jarak antar rumah, tata rumah
(pengaturan barang dalam rumah), kelembaban rumah, TPA, iklim, tanaman
hias/tumbuhan. Indeks jentik (house indeks, container indeks, breateu indeks).
1. Kasus DBD adalah penderita demam berdarah yang dinyatakan dengan surat
keterangan yang dikeluarkan oleh dokter bahwa penderita tersebut telah
didiagnosa dan didukung dengan hasil pemeriksaan laboratorium pada tahun
2007 sampai dengan April 2008.
2. Kontrol adalah bukan penderita DBD dengan pencocokan (maching) dalam hal
jenis kelamin, umur dan lingkungan sama dengan kasus.
3. Jenis kelamin adalah jenis kelamin responden dengan kategori perempuan dan
laki-laki.
4. Pendidikan adalah pendidikan fomal tertinggi yang pernah dijalani oleh
responden dengan mendapat ijazah.
5. Pekerjaan adalah jenis pekerjaan rutin yang dilakukan oleh responden guna
6. Mobilisasi adalah gerak berpindah seseorang dari satu tempat ke tempat lain yang
dilakukan setiap hari
7. Jarak rumah adalah adanya halaman pembatas antara satu rumah dan rumah
lainnya dengan kategori tidak baik ≤ 5 m, baik > 5 m baik.
8. Tata rumah adalah tidak adanya barang berserakan dan kain bergantungan dengan
penilaian 1. ada, 2. tidak ada
9. Kelembaban nisbi udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara
yang biasanya dinyatakan dalam persen, diukur dengan alat hygrometer
10.Tempat penampungan air (TPA) adalah tempat-tempat untuk menampung air
guna keperluan sehari-hari seperti : tempayan, bak mandi, bak WC, drum, bak
penampungan air, ember, dan lain-lain.
11.Bukan tempat penampungan air (Non TPA) adalah tempat-tempat yang bisa
menampung air tetapi bukan untuk keperluan sehari-hari seperti : tempat minum
hewan piaraan, barang-barang bekas, vas bunga, talang air, meteran air.
12.Tempat penampungan air alami adalah tempat tertampungnya air yang dengan
sendirinya secara alami misal : lobang dipohon, lobang batu, pelepah daun,
tempurung kelapa, kulit kerang, potongan bambu.
13.Keberadaan jentik adalah terdapatnya jentik pada tempat penampungan air baik
tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari, bukan untuk keperluan
14.Iklim adalah keadaan suhu udara, kelembaban nisbi udara, curah hujan dan angin
dinilai dengan adanya turun hujan dalam 1 minggu.
15.Tanaman hias/tumbuhan adalah adanya tanaman hias/tumbuh-tumbuhan yang ada
di sekitar rumah.
3.6 Metode Pengukuran
Definisi operasional variabel, cara ukur, skala ukur dan hasil ukur sebagai
Tabel 3.2. Definisi operasional variabel,cara ukur, alat ukur, skala ukur, dan hasil ukur
Variabel Definisi
operasional klinis DBD dan berdsarkan test laboratorium yang telah didiagnosa positif DBD oleh rumah sakit dan dicatat pada status kartu berobat tahun 2007 sampai dengan April 2008
Studi
Kuesioner Ordinal 1. Penderita DBD
Pendidikan Pendidikan fomal
tertinggi yang pernah dijalani oleh responden dengan
Pekerjaan Jenis pekerjaan rutin yang
Wawancara Kuesioner Nominal 1. Bekerja
(PNS,TNI,A
Mobilisasi Gerak berpindah
seseorang dari satu
Wawancara Kuesioner Ordinal 1. Ada
Tabel. 3.2. Lanjutan
Variabel Definisi
operasional
Cara ukur Alat ukur Skala
ukur
Kategori
tempat ke tempat lain yang dilakukan setiap hari satu rumah dengan rumah lainnya.
Observasi Ceklist Ordinal 1. Tidak baik banyaknya uap air yang terkandung dalam udara yang biasanya air guna keperluan sehari-hari seperti : tempayan bak tetapi bukan untuk
Observasi Ceklist Nominal 1. Ada
Tabel 3.2. Lanjutan
Variabel Definisi
operasional hari seperti : tempat minum hewan piaraan, barang-barang bekas, vas bunga, talang air, meteran air dan lain-lain.
Jentik Adalah terdapatnya
jentik pada tempat penampungan air
tumbuhan yang ada di sekitar rumah yang dapat dijadikan tempat beristrahat nyamuk.
3.7 Metode Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang distribusi
frekuensi masing-masing variabel independen yang meliputi sosiodemografi dan
lingkungan serta variabel dependen yaitu kejadian penyakit DBD.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat sejauhmana hubungan variabel
independen sosiodemografi (jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan mobilisasi)
terhadap variabel dependen (kejadian penyakit DBD) dengan menggunakan Mc
Nemar untuk menentukan ukuran risiko menggunakan Mached Odds Ratio (mOR)
3. Analisis Multivariat
Analisi multivariat adalah untuk melihat hubungan antara variabel kejadian
DBD dengan seluruh variabel yang diteliti sehingga diketahui variabel bebas yang
paling dominan hubungannya dengan kejadian demam berdarah dengan
menggunakan regresi logistik ganda kondisional (conditional multiple logistic
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Kecamatan Bukit Raya
a. Keadaan Geografis
Kecamatan Bukit Raya adalah satu dari 12 (dua belas) Kecamatan yang ada di
Kota Pekanbaru dengan luas 23,10 Km2 dan batas - batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sail
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kampar
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tenayan Raya
Sebelah Barat berbatan dengan Kecamatan Marpoyan Damai
Kecamatan Bukit Raya terdiri dari 4 Kelurahan, 56 RukunWaga (RW) dan
228 Rukun Tetangga yaitu :
Kelurahan Tangkerang Utara dengan 17 RW, 79 RT
Kelurahan Tangkerang Selatan dengan 15 RW, 57 RT
Kelurahan Simpang Tiga dengan 12 RW, 45 RT
Kelurahan Tangkerang Labuai dengan 12 RW, 47 RT
b. Kependudukan
Jumlah penduduk Kecamatan Bukit Raya Tahun 2006 adalah 80.401 jiwa
yang terdiri dari 40.705 jiwa laki-laki dan 39.696 jiwa perempuan dengan tingkat
kepadatan penduduk 3.646 jiwa per kilometer persegi. Distribusi jumlah penduduk