• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Teknologi dan Mutu serta Keamanan Pangan Daging Sapi Asap (Sei) di Kecamatan Kupang Barat Nusa Tenggara Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Teknologi dan Mutu serta Keamanan Pangan Daging Sapi Asap (Sei) di Kecamatan Kupang Barat Nusa Tenggara Timur"

Copied!
314
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)
(142)
(143)
(144)
(145)
(146)
(147)
(148)
(149)
(150)
(151)
(152)
(153)
(154)
(155)
(156)
(157)
(158)
(159)
(160)
(161)
(162)
(163)

STUD1 TEKNOLOGI DAN MUTU SERTA KEAMANAN PANGAN

DAGING SAP1 ASAP (SEI) Dl KECAMATAN KUPANG BARAT

NUSA TENGGARA TlMUR

Oleh

BACHTARUDDIN BADEWI

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(164)

ABSTFZAK

BAGHTARUDDIN BADEWI. Studi Teknologi dan Mutu serta Keamanan Pangan Daging Sapi Asap (sei) di Kecamatan Kupeng Barat Nusa Tenggara Timur. Dibawah bimbingan Prof. Dr. R. Eddie Gnrnadi, Dr. Ir. Joko Hermanianto dan Dr. Ir. Asep Saefuddin.

Daging sei adalah produk olahan daging sapi khas Kupang Nusa Tenggara Timur

yang diolah secara tradisional dengan cara dikuring dilanjutkan dengan

pengasapan menggunakan bahan bakar kayu kusambi (Scheiechera oleosa, Merr).

Penggunaan bahan kuring pada setiap industri rumah tangga pembuat

daging sapi asap di Kupang Barat belum mempunyai standar yang pasti sehingga

akan mempengaruhi residu nitrat dan nitrit pada produk; sanitasi dan higiene

selama proses pengolahan belum mendapt perhatian yang serius sehingga produk

dapat terkontaminasi oleh mikroba; lama pengasapan bervariasi antara 1-2 jam

yang menyebabkan produk yang dihasilkan disamping bentuk tidak menarik, juga

masih mempunyai kadar air yang cukup tinggi sehingga tidak dapat bertahan lama

untuk disimpan; dan belum adanya pengungkapan secara ilmiah tentang

permasalahn daging sapi asap tradisional sei serta usaha pen~ecahannya, sehingga

dilakukan penelitian mengenai teknologi dan nlutu serta keamanan pangan produk

. tersebut.

Tujuan penelitian secara umum adalah memperbaiki teknologi pengolahan

daging sapi asap tradisional sei di tingkat industri rumah tangga, memperkenalkan

produk daging sapi asap tradisional Kupang Nusa Tenggara Timur sebagai salah

satu alternatif variasi olahan daging. Tujuan khusus adalah mempelajari pengaruh

lama kuring, jellis bahan bakar, dan lama pengasapan terhadap mutu fisik,

(165)

Faktor perlakuail yang diuji meliputi 1) Lama kuring 6 jam, 12 jam, dan

18 jam. 2) Jenis bahan bakar yaitu tempurung kelapa dan kayu kusambi. 3) Lama

pengasapan yaitu 1 jam dan 2 jam.

Hasil penelitian nlenunjukkan bahwa kombinasi perlakuan laina kuriilg

12 jam, jenis bahan bakar kayu kusambi dan lama pengasapail 2 jam

menghasilkan pI3 terendah 6,21 dan 6,27 pada penyimpanan 1 dan 2 mingg~i.

Kadar air terendah 47,52% dan 47,59% pada 0 dan 1 minggu. Warna merah (a)

terlinggi pada penyimpanail 0, 1 dan 2 minggu masing-masing adalah 9,92; 9,08

dan 12,68'. Kombinasi lama kuriilg 18 jam, jellis bahan bakar tempurung kelapa

dan lama pengasapan 2 jail1 illenghasilkan A , terendah yaitu 0,84 pada

peilyimpa~la~lO minggu.

Kombinasi perlakuail lama kuring 12 jam, jellis bahan bakar kayu kusainbi

dan lama pengasapan 2 jam memberikan nilai organoleptik tertinggi terhadap bau,

tekstur, rasa dan penalnpakan daging sapi asap pada penyimpanan 0 minggu

masing-masing yaitu 4,O; 4,2; 4,3 dan 4 3 , serta pada penyimpanan 1 minggu

masing-masing 3,7; 3,3; 3,4, dan 3,9.

Segi keanlalla~l pangan menunjukkan bahwa total kolo~ii bakteri pada

penyimpanan 0 minggu inasih rendah yaitu lo4, bakteri Escherichia coli

diteinukan pada penyimpailan 2 ininggu. Hasil uji kualitatif tidak terdapat bakteri

patogen Saltnonella. Residu nitrat tertinggi 12,72 pmm dan residu nitrit tertiilggi

4,75 ppm masih berada di bawah batas yang ditetapkan yaitu untuk nitrat 500 ppm

dan nitrit 200 ppm.

Daging sapi asap yang diteliti tidak mengandung bakteri patogen dail

(166)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakzn bahwa tesis yang berjudul :

"STUD1 TEKNCLOGI DAN MUTU SERTA KEAkZANAN

PANGAN DAGING SAP1 ASAP (SEX) DI KECAMATAN

KUPANG BARAT NUSA TENGGARA TIMUR"

adalali bennr hasil karya sajra sendiri. Semua sumber data dan informasi

yang digunakan ielah dinyatzkan secara jelas dan dapa: dipcriksls

kebenlsrannya.

(167)

STUD1 TEKNOLOGI DAN MUTU SERTA KEAMANAN PANGAN

DAGING SAP1 ASAP (SEI) DI KECAMATAN KUPANG BARAT

NUSA TEMGGARA TlMUR

BACHTARUDDIN BADEWI

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Pasca Panen

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(168)

Judul Tesis : Studi Teknologi dan Mutu serta Keamanan Pangan Daging Sapi Asap (Sei) di Kecamatan Kupang Barat Nusa Tenggara Timur.

Nama Mahasiswa : Bachtaruddin Badewi

NRP : 98359.

Program Studi : Teknologi Pasca Panen (TPP).

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing,

~ C b f ~ r . R. Eddie Gurnadi. Ketua

Dr. Ir. Joko Hermanianto Anggota

. .

Mengetahui,

Dr. Ir. Asep Saefuddin Anggota

2. Ketua Progtam Studi 3. Direktir Program Pasca Sarjana

Teknologi Pasca Panen

Prof. Dr. Ir. Hadi K. Puwadaria, Ipm Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc

(169)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 April 1959 sebagai anak

pertanla dari tiga bersaudara antara pasangan Badewi dan S. Rasyidah Said.

Jenjang pendidikan yang ditempuh setelah tamat dari Sekolah Menengall

Atas Negeri I Ujung Pandang, melanjutkan ke Fakultas Peternakan Universitas

Padjadjaran Bandung, lulus tahun 1984. Pada tahun 1986-1998 mengikuti

pendidikan pada Polytechnic Education Development Centre for Agriculture

(PEDCA) di Universitas Padjadjaran.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Politeknik Pertanian Negeri

Kupang Nusa Tenggara Timur sejak tahun 1989. Pada lahurr 1998 n~ernpewleh

kesempatan untuk tnelanjutkan studi di Program Pasca Sarjana jenjang S2 Institut

Pertanian Bogor pada program studi Teknologi Pasca Panen dengan beasiswa dari

(170)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan

Karunia-Nya, sehingga dapat n~enyelesaikan penelitian daii penulisan tesis ini

dengall baik.

Ucapan terima kasih yaig sebesar-besarnya penulis sanlpaikan kepada

Prof. Dr. R. Eddie Guriladi, Dr. Ir. Joko Hermanianto dan Dr. Ir. Asep Saefuddin,

atas segala bimbingan, arahan dan saran yang diberikan sehingga penulis dapat

ilienyelesaikan studi. Penulis tak lupa menyampaikan terima kasih kepada :

1. Direktur Politeknik Pertanian Negeri Kupang yang telah ~nemberikan

kepercayaa~l untuk inengikuti program pendidikan pasca sarjana Institut

Pertanian Bogor.

2. Direktur Program Pasca Sarjaiia dan pengelola program studi Teknologi Pasca

Panen Institut Pertanian Bogor atas k e s e n ~ ~ a t a n yang telah diberikan untuk

mengikuti program peildidikan pasca sarjana.

3. Reka~l-rekan staf pengajar Politeknik Pertanian Negeri Kupang,

Ir. Mohammad Hasail, Ir. Alimuddin Timulu, Ir. Bambang Hadisutanto MP,

Ir. I Ketut Jaya. MP, Ir.Devi Yuliananda, M.Si, Ir. Yoseph P. Ticoalu,

Ir. Max Arthur Supit, S.Pt, Ir. Yandres Nelson Hege, dan Ir. Thomas

Lapeilangga yang telah memberikan dorongan moril dan bantuan dalam

(171)

4. Para teknisi Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium Kinlia Politeknik

Pertanian Negeri Kupang, terutama Kasmawati, Astuti Arsyad, Ludia, dan

Salmiah.

5. Kepala Laboratoriurn Mikrobiologi Balai Penelitian Veteriner Bogor, Kepala

Laboratorium Kimia Balai Penelitian Teknologi Tauaman Pangan Bogor,

Teknisi Laboratorium Rekayasa Pangan dan Laboratorium Gizi PAU IPB,

serta Laboratorium Pusat Pengembangan Teknologi Pangan IPB.

6. Rekan Arista Rahmadianto, SP. M.Si; Dr. Ir. Sukendi, MS; Ir. Muhammad

Assagaf, Ir. Kuad Soewarno dan Andarini Diharmi, S.Pi, M.Si serta semua

pihak yang telah ~nelnberikan bantuan moril baik secara langsung maupull

tidak langsung.

Se~noga bimbingan, dorongan dan bantuan yang diberikan nlendapat

balasan dari Allah SWT.

Bogor, Januari 2002.

(172)

DAFTAR IS1

I-lalan~an

DAFTAR TABEL

...

xi

. .

.

DAFTAR GAMBAR

...

xlli DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN

...

1

A. Latar Belaltang 1

.

.

B. Tujuan Penelltlan

...

,

...

,

...

3

11. TINJAUAN PUSTAICA

...

5

A. Dagiilg Sei

...

5

B. Pengaruh Kuring terlladap Daging yang Diasap

...

6

C. Pe~lggu~laan Nitrat dan Nitrit dala~u Makana11

...

9

. .

D. Komposls~ Asap Kayu

..

...

1 1 E. Pengaruh Pengasapan terhadap Dagiug yang Diasap

...

14 ~~-

F. Pellyimpanan Daging Asap .. ... 17 .~:

i

111. METODOLOGI PENELITIAN

...

20

A. Tempat dan Waktu Penelitian

...

20

. .

B. Bahan dan Alat Penelltian

...

20

. .

C. Metode Pellelltlall

...

2 1

D. Ratlca~lgall Percobaall

...

30

1V. HASH- DAN PEMBAHASAN

...

33
(173)

B

.

Mutu Fisik Daging Sapi Asap

...

36

. .

1

.

Nllai pH ... 36 2

.

Aktivitas Air (Aw)

...

40 3

.

I<adar Air

...

42 4 . Kekerasan

...

45

5

.

Wari~a

...

49

. .

C

.

Karalcter~stik Organoleptilc ... 52 1

.

Penainpakan Wariia

...

52 2

.

Bau

...

56

...

.

3 Tekstur 59

4

.

Rasa ... 63

5

.

Penaillpalcan

... 66

D

. Kea~llailail

Pailgall

...

70

1

.

Total Mikroba (TPC) ... 70

2 . Escl?ericl?in coli 74

3

.

Uji Kualitatif SnL~zonelln ... 76 4

.

Residu Nitrat

...

.

.

...

78

.

.

...

.

5 Residu Nitrlt SO

V . KESIMPULAN DAN SARAN

...

83

A

.

Kesilllpulan

...

83
(174)

DAFTAR TABEL

Halaman Populasi dan Jumlah Pernotongan Sapi di Nusa Tenggara Tinlur

Tahun 1996 - 2000..

...

1

Konlposisi Kimia Kayu dan Te~npurung Kelapa..

...

12 Ballan Pembuatan Daging Sei..

...

34 Konlposisi Kimia, Mikrobiologi, Residu Nitrat dan Residu Nitrit

...

Daging Sei Pada Penyimpanan 0 Minggu 34

Rata-rata Interaksi Perlakuan Lama Kuring (A), Jenis Bahan Bakar (B) dan Lama Pengasapan (C) terhadap pH Daging Sei

Selan~a Penyimpanan.. ... 38

Rata-rata Interaksi Perlakuan Lama Kuring (A), Jenis Bahan Bakar (B) dan Lama Pengasapan (C) terhadap A, Daging Sei

Selama Penyimpanan.. ... 41

Rata-rata Interaksi Perlakuan Lama Kuring (A), Jenis Ballan Bakar (B) dan Lama Pengasapan (C) terhadap Kadar Air (%)

Daging Sei Selanla Penyimpanan.. ... 44

Rata-rata Interaksi Perlakuan Lama Kuring (A), Jenis Ballan Bakar (B) dan Lama Pengasapan (C) terhadap Tingkat

...

Kekerasan (kglmnl) Daging Sei Selama Penyin~panan.. 46

Rata-rata Interaksi Perlakuan Lama Kuring (A), Jenis Bahan Bakar (B) dan Lama Pengasapatl (C) terhadap Warna Merah (a)

pH Daging Sei Selama Penyimpanan.. ... SO

Rata-rata Interaksi Perlakuan Lama Kuring (A), Jenis Bahan Bakar (B) dan Lama Pengasapan (C) terhadap Organoleptik

Warna Daging Sei Selama Penyimpanan.

...

53 Rata-rata Interaksi Perlakuan Lama Kuring (A), Jenis Bahan

Bakar (B) dan Lama Pengasapan (C) terhadap Organoleptik Bau

Daging Sei Selama Penyimpanan

...

57

Rata-rata Interaksi Perlakuan Lama Kuring (A), Jenis Bahan Bakar (B) dan Lama Pengasapan .(C) terhadap Organoleptik

...

(175)

13. Rata-rata Interaksi Perlakuan Lama Kuring (A), Jenis Bahan Bakar (B) dan Lama Pengasapan (C) terhadap Organoleptik

Rasa Daging Sei Selanla Penyimpanan

...

64 14. Rata-rata Interaksi Perlakuan Lama Kuring (A), Jenis Bahan

Bakar (B) dan Laina Pengasapan (C) terhadap Organoleptik

Pellampakan Dagii~g Sei Selaina Penyimpanan..

...

67 15. Rata-rata Interaksi Perlakuan Lalna Kuring (A), Jenis Bahan

Bakar (B) dan Lama Pengasapan (C) terhadap Total Mikroba

(CFUIgram) Daging Sei Selama Penyimpanan. ... 71

16. I-Iasil Uji Kuantitatif Escherichia coli (CFUIgram) Pada Daging

Sei dari Berbagai Perlak~~an Selama Penyimpanan.. ... 75

17. Hasil Uji Kualitatif Snlrnonella Pada Daging Sei dari Berbagai

Perlakuan Selama Penyimpanan.. ... 77

18. Rata-rata Interaksi Perlakuan Lama Kuring (A), Jenis Bahan Bakar (B) dan Lama Pengasapan (C) terhadap Residu Nitrat

@pm) Daging Sei Selarna Penyimpanan..

...

78 19. Rata-rata Interaksi Perlakuan Lama Kuring (A), Jenis Bahan

Bakar (B) dan Lama Pengasapan (C) terhadap Residu Nitrit

(176)

DAFTAR GAMBAR

1. Skema Pembuatan Daging Sei..

...

22 2. Pengaruh Lanla Kuring (A), Jenis Bahan Bakar (B) dan Lama

Pengasapan (C) Terhadap Perubahan pH Selama Penyimpanan 39

3. Pengaruh Lama Kuring (A), Jenis Bahan Bakar (B) dan Lama

Pengasapan (C) Terhadap Perubahan A , Selama Penyimpana~l 42

4. Pengaruh Lama Kuring (A), Jenis Bahan Bakar (B) dan Lama Pengasapan (C) Terhadap Perubahan Kadar Air (%) Selama

...

Penyinlpanan 45

5. Pengaruh Lama Kuring (A), Jellis Ballan Bakar (B) dan Lama Pengasapan (C) Terl~adap Perubahan Tingkat Kekerasan (kgln~m) Selatlla Penyimnpanan..

...

48 6. Pengaruh Lama Kuring (A), Jenis Bahan Bakar (B) dan Lama

Pengasapan (C) Terhadap Perubahan Warna Merah (a) Selama Pellyimpana~~..

...

5 1

7. Pengaruh Lama Kuring (A), Jenis Bahan Bakar (B) dan Lama Pengasapan (C) Terhadap Perubahan Organoleptik Warns

Selama 55

...

Penyimpana~~.

8. Pengaruh Lama Kuring (A), Jenis Bahan Bakar (B) dan Lama Pengasapan (C) Terhadap Perubahan Organoleptik Bau Selanla

Penyimpa~la~l..

...

59 9. Pengaruh Lama Kuri~lg (A), Jenis Bahan Bakar (B) dan Lama

Pengasapatl (C) Terhadap Perubahan Organoleptik Tekstur

...

Selarna Penyimpanan.. 62

10. Pengaruh Lama Kuring (A), Jenis Bahan Bakar (B) dan Lama Pengasapan (C) Terhadap Perubahan Organoleptik Rasa

Selama Penyimpanan..

...

66

11. Pengaruh Lama Kuring (A), Jellis Bahan Bakar (B) dan Lama Pengasapan (C) Terhadap . Perubal~an Organoleptik

(177)

12. Pengaruh Lama Kuring (A), Jenis Bahan Bakar (B) dan Lama Pengasapan (C) Terhadap Perubahan Total Bakteri (TPC) (CFUIgram) Selatna Penyimpanan.. ... 73

13. Pengaruh Lama Kuring (A), Jenis Bahan Bakar (B) dan Lama Pengasapan (C) Terl~adap Perubahan Residu Nitrat (ppm)

...

Selama Penyitnpanan.. SO

(178)

DAFTAR EAMPIRAN

Halaman

Nilai pH daging sapi asap pada penyimpanan 0 nlinggu

...

89

Uji analisis sidik ragam nilai pI4 daging sapi asap pada

penyilnpanan 0 minggu

...

89 Nilai p1-I daging sapi asap pada penyimpanan 1 minggu ... 90

Uji analisis sidik ragam nilai pH daging sapi asap pada

penyimpanan I minggu

...

90

Nilai pH daging sapi asap pada petliympanan 2 minggu

...

91 Uji analisis sidik ragam nilai pH daging sapi asap pada

pe~lyinlpa~lan 2 illinggu

...

91 Nilai A.

.

daging sapi asap pada penyimpanan 0 minggu

...

92

Uji analisis sidik ragam nilai A.

.

daging sapi asap pada

penyimpanan 0 minggu

...

92

Nilai aw daging sapi asap pada penyimpanan 1 minggu

...

93 Uji analisis sidik ragam nilai A.. daging sapi asap pada

penyimpanan 1 minggu

...

93 Nilai A.

.

daging sapi asap pada penyirnpauan 2 minggu

...

94

Uji analisis sidik ragam nilai A.. daging sapi asap pada

penyimpanan 2 n~inggu

...

94 Kadar air daging api asap pada penyilnpanan 0 minggui

...

95 Uji analisis sidk ragam kadar air daging sapi asap pada

penyimpanan 0 minggu

...

95

Kadar air daging sapi asap pada penyimpanan 1 minggu

...

96

Uji analisis sidik ragam kadar air daging sapi asap pada

penyimpanan 1 minggu ... 96

(179)

Uji analisis sidik ragam kadar air daging sapi asap pada pe~lyinlpanan 2 minggu

... . .

. . .

.

.

. . . . .. . ... . .

... . . . .

.

.

. . .

.

..

Kekerasan daging sapi asap pada petiyi~npanan 0 minggu.

Uji analisis sidik ragam kekerasan daging sapi asap pada penyimpanan 0 minggu

...

. . . . .. . .

. .

.

.

. . . .. ... . ...

Kekerasan daging sapi asap pada penyimpanan 1 minggu

...

Uji analisis sidik ragam kekerasan daging sapi asap pada penyimpatlan 1 minggu.. . .

...

. . .

.

. . .

..,

Kekerasan daging sapi asap pada pe11yinlpana112 minggu

...

Uji analisis sidik ragam kekerasan daging sapi asap pada penyimpanan 2 minggu.. .

. . .

.

. . . ...,...,..

Nilai warna (a) daging sapi asap pada penyimpanan 0 minggu.

Uji analisis sidik ragam nilai warna (a) daging sapi asap pada penyimpanan 0 minggu..

. . .

.

. . . .

.

.

. . .

....

...

.

.

. . . ..

Nilai warna (a) daging sapi asap pada penyimpanan 1 minggu

...

Uji analisis sdik ragam nilai warna (a) daging sapi asap pada penyimpru~an 1 minggu

...

... ...

.

...

...

Nilai warna (a) daging sapi asap pada penyimpanan 2 minggu

....

Uji analisis sidik ragam nilai warna (a) daging sapi asap pada penyilnpanan 2 minggu

....

. . .

. .

. .. . .

. .

. . .

. .

. . ...

. .

. . .

...

Nilai organoleptik penampakan warna daging sapi asap pada penyi~npanan 0 minggu..

. . . .. . .

.

. .. . . .

. .

. ... . . .

Uji analisis sidik ragam organoleptik penampakan warna daging sapi asap pada penyimpanan 0 minggu.. . . .

.

..

. .

.. .

.

...

(180)

Nilai organoleptik penanlpakan warna daging sapi asap pada penyimpanan 2 minggu

...

Uji analisis sidik ragam organoleptik penampakan warna daging

...

sapi asap pada penyimpanan 2 minggu..

Nilai organoleptik bau daging sapi asap pada penyimpanan

...

0

minggu..

Uji analisis sidik ragam organoleptik bau daging sapi asap pada penyin~panan 0 minggu.. ...

Nilai organoleptik bau daging sapi asap pada penyirnpanan

...

1 minggu..

Uji analisis sidik raga111 organoleptik bau daging sapi asap pada penyimpa~lan 1 minggu

...

Nilai organoleptik bau daging sapi asap pada penyimpanan 2 minggu

...

Uji analisis sidik ragaln organoleptik bau daging sapi asap pada

...

penyimpanan 2 minggu

Nilai organoleptik tekstur daging sapi asap pada penyimpanan

...

0

minggu..

Uji analisis sidik ragam organoleptik tekstur daging sapi asap pada penyimpanan 0 minggu..

...

Nilai organoleptik tekstur daging sapi asap pada penyimpanan

...

1 minggu..

Uji analisis sidik ragam organoleptik tekstur dagi~lg sapi asap

...

pada penyimpana~l 1 minggu.

Nilai organoleptik tekstur daging sapi asap pada penyimpanan

...

2 minggu..

Uji analisis sidik ragam organoleptik tekstur daging sapi asap

...

pada penyimpanan 2 minggu..

Nilai organoleptik rasa daging sapi asap pada penyimpanan

...

...

(181)

Uji analisis sidik ragam organoleptik rasa daging sapi asap pada penyimpanan 0 minggu

... ... ...

...

...

,

...

Nilai organoleptik rasa daging sapi asap pada penyimpanan 1 minggu.. . .

.

.

.

.

.

. . . ...

. . .

Uji analisis sidik raga~n organoleptik rasa daging sapi asap pada pe~lyimpana~l 1 minggu

...

. . .

.

. . . ..

.

. . . ...

. .

Nilai organoleptik panampakan daging sapi asap pada penyimpanan 0 minggu.. . .

.

.

. .

. . .

.

. . .

..

.... . . . .. . .

.

...

Uji analisis sidik ragam organoleptik penampakan daging sapi asap pada penyimpa~~an 0 minggu.. . .

. . .

. . .

... .

..

Nilai organoleptik penampakan daging sapi asap pada penyimpanan 1 minggu

...

...

... .... .. ... .

...

...

Uji analisis sidik ragam organoleptik penampakan daging sapi asap pada pe~lyitnpa~~an 1 minggu..

. . .

.

. . . ...

. .

.

Nilai organoleptik penampakan daging sapi asap pada petlyitnpanan 2 minggu.. . . .. .

..

. . .

.

. . . .. . . ...

Uji analisis sidik ragam organoleptik penampakan daging sapi asap pada pellyirnpa~lan 2 minggu..

. . .

.

. . . ..

.

. . . . ...

Nilai TPC daging sapi asap pada penyimpanan 0 minggu

...

Uji analisis sidik ragarn nilai TPC daging sapi asap pada penyimpanan 0 n~inggu

... . .

.

. . . .. . .

..

.

. . . .. . .

.

...

Nilai TPC daging sapi asap pada penyimpanan 1 minggu

...

Uji analisis sidik ragaln nilai TPC daging sapi asap pada penyimpanan 1 minggu

... . .. .

..

...

...

. ...

Nilai TPC daging sapi asap pada penyimpanan 2 minggu

...

Uji analisis sidik ragam nilai TPC daging sapi asap pada penyimpanan 2 minggu

... . . .

.

. . .

.

. . .

.

. . . .

. . .

. . .. .

.

. . .

. .

...

.

...

Jumlah bakteri E. coli daging sapi asap pada penyimpanan
(182)

Uji analisis sidik ragam jumlah bakteri E. coli daging sapi asap pada penyimpanan 2 minggu.. ...

Residu nitrat daging sapi asap pada penyimpanan 0 n~inggu.. ....

Uji analisis sidik ragam residu nitrat daging sapi asap pada penyimpanan 0 minggu.. ...

...

Residu nitrat daging sapi asap pada penyimpanan 1 minggu

Uji analisis sidik raganl residu nitrat daging sapi asap pada penyimpanan 1 minggu.

...

Residu nitrat daging sapi asap pada penyimpanan 2 minggu

...

Uji analisis sidik ragam residu nitrat daging sapi asap pada penyimpanan 2 minggu..

...

Residu nitrit dazing sapi asap pada penyimpanan 0 minggu

...

Uji analisis sidik ragam residu nitrit daging sapi asap pada penyi~~lpanan 0 minggu..

...

Residu nitrit daging sapi asap pada penyimpanan 1 minggu

...

Uji analisis sidik ragam residu nitrit daging sapi asap pada

...

penyimpanan 1 minggu

Residu nitrit daging sapi asap pada penyimpanan 2 minggu

...

Uji analisis sidik ragarn residu nitrit daging sapi asap pada

...

penyimpanan 2 minggu..

Nilai rata-rata pH pada perlakuan lama kuring (A), jenis bahan bakar (B) dan lama pengasapan (C) selama

...

penyin~panan

Nilai rata-rata perubahan A,,, pada perlakuan lama kuring (A),

jenis bahai~ bakar (B) dan lama pengasapan (C) selama

...

penyimpanan..

Nilai rata-rata perubahan KA pada perlakuan lama kuring (A),

jenis bahan bakar (B) dan lama pengasapan (C) selama

...

(183)

Nilai rata-rata perubahan kekerasan pada perlakuan lama kuring (A), jenis bahan bakar (B) dan lama pengasapan (C) selama peny~mpanan..

...

Nilai rata-rata perubahan warna kemerahan (a) pada perlakuan lama kuring (A), jenis bahan hakar (B) dan lama pengasapan (C) selama penyimpanau.. ...

Nilai rata-rata perubahan hedonik warna pada perlakuan lama kuring (A), jenis bahan bakar (B) dan lama pengasapan (C)

...

selalna penyimpanan..

Nilai rata-rata perubahan hedonik bau pada perlakuan lama kuring (A), jenis bahan bakar (B) dan lama pengasapan (C)

...

selama penyin~panan..

Nilai rata-rata perubahan hedonik tekstur pada perlakuan lama kuring (A), jenis bahan bakar (B) dan lama pengasapan (C)

...

selama penyimpanan..

Nilai rata-rata perubahan hedonik rasa pada perlakuan lama kuring (A), jenis bahan bakar (B) dan lama pengasapan (C)

...

selama penyimpanan..

Nilai rata-rata perubahan hedonik penampakan pada perlakuan lama kuring (A), jenis bahan bakar (B) dan lama pengasapan (C)

...

selama penyimpanan..

Nilai rata-rata perubahan TPC (kolonilg) pada perlakuan lama kuring (A), jenis bahan bakar (B) dan lama pengasapan (C)

...

selama penyimpanan..

Nilai rata-rata perubaha~l residu nitrat @pm) pada perlakua~l lama kuring (A), jenis bahan hakar (B) dan lama pengasapan (C)

...

selama penyimpanan..
(184)

I. PENDAHULUAN

A. L a t a r Bclakang

Populasi sapi potong di Indonesia nlengalami peningkatan rata-rata 1,50 %

per tahun dalam periode 1998-2000, dengan j u ~ n l a l ~ populasi ternak 12 juta ekor

pada tahun 2000. Konsumsi daging sapi adalall sekitar 215 ribu ton pada tahun

1999. Ketersediaan protein berasal dari daging per kapita pada tahun 2000 sebesar

1,96 granllkapitdhari dari total ketersediaan protein nabati dan hewani sebesar

86,13 gramlkapitdhari (BPS, 2000). Secara slasional salah satu spesies ternak

yang n~e~npuslyai kontribusi utanla kepada produksi daging adalah sapi potong.

Potensi peterslakan sapi potong nasional Indonesia didukung ole11 potensi

peternakan daerah, salah satunya adalah dari Provinsi Nusa Tenggara Timur

dengan perkembangan populasi dan juslllah pelnotongan ternak di Nusa Tenggara

Timur dari tabu11 1996-2000 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pooulasi clan Jumlah Pesllotongan Sapi di Nusa Tenggara Tilnur ~ a h u n 1996-2000.

-

Semakin meslingkatnya produksi daging, maka diperlukan suatu

penanganan pasca panen yang menladai agar nilai kenaikan produksi yang telah

diperoleh tidak sia-sia. Tahun 1996 1997 .. . ~ 1998 1999 2000 Jumlah (Ekor)

(185)

Daging merupakan bahan makanan yang mudall mengalami penurunan

n~utu akibat proses mikrobiologis, kinlia dan i'isik. Sifat daging yang cepat

luengalanli kebusukan, akan mengakibatkan daging tidak dapat dikonsumsi dalanl

keadaan segar di tempat-tempat yang jauh dari pusat produksi. Dengan demikian,

usaha pengolal~an dan pengawetan sangat diperlukan bila akan didistribusikan ke

daerall lain dalarn waktu yang lama. Fenomena inilah yang menjadi dasar bagi

nlasyarakat Ti~nor di Nusa Tenggara Timur untuk mengupayakan suatu bentuk

pengawetan yang masill bersifat tradisional dengan cara pengasapan menjadi

"daging sei". Daging sapi yang diasap sangat disukai terutama karena rasanya

yang h a s . Daging sapi asap (sei) yang belunl populer dikonsumsi ole11

masyarakat daerah lain di Indonesia, perlu diperkenalkan lebih lanjut untuk

menjadi salah satu alternatif variasi olahan daging sapi yang merupakan ballan

pangan bergizi. Namun publikasi mengenai daging sapi asap tradisional sei sangat

sedikit.

Permasalahan yang dihadapi pengolah daging sapi asap adalah mutu

produk yang dihasilltan tidak seragam serta metode pengasapan yang belum dapat

n~enghasilkan mutu yang baik yaitu daging asap dicirikan ole11 warna merah

jambon dan warna kuning keemasan pada permukaan, memiliki penampilan yang

mengkilat, aroma asap dagingnya yang kl~as serta teksturnya yang liat dan kenyal.

Beberapa permasalahan pokok yang ditemui pada pengolah adalah : 1)

masih ada yang menggunakan ruang pengasapan terbuka, mengakibatkan asap

banyak yang hilang dan tidak meresap ke dalam daging sehingga mempengauhi

penampilan warna pada permrtkaan produk, 2) lama pengasapan dan suhu

(186)

dihasilkan disamping bentuk tidak menarik, juga hasil olahannya masih

mempunyai kadar air yang cukup tinggi sehingga tidak dapat bertahan lama untuk

disimpan, 3) penggunaan bahan kuring dan salpeter belum mempunyai standar

yang pasti sehingga akan n~en~perlgaruhi residu nitraunitrit pada produk, 4)

sanitasi dan higiene selania proses pengolahan belum mendapat perflatian yang

serius sehingga produk dapat terkontaminasi oleh mikroba, dan 5) belum adanya

pengungkapan secara ilmiah tentang permasalahan-permasalahan daging sapi asap

serta usaha penlecahannya.

Dari permasalahan-permasalahan tersebut timbul suatu pemikiran untuk

~nelakukan penelitian guna memperbaiki metode proses pengolahan daging asap

yang dillarapkan menjadi suatu paket teknologi tepat guna bagi masyarakat dan

rumah tangga pengolah yang berada di daerah Kabupaten Kupang, sehingga akan

meningkatkan mutu daging asap. Penelitian dilakukan dengan nlengamati proses

pengolahan daging asap yang dilakukan ole11 masyarakat atau rumah tangga di

Kabupaten Kupang dan lnenentukan mutu dan keamanan pangan daging asap

olahannya. Penentuan nlutu tersebut meliputi mutu fidko-kimia, organoleptik,

mikrobiologis dan keamanan pangan serta batas kondisi produk hasil pe~~golahan

yang dianggap baik untuk dikonsumsi. Diharapkan data-data penelitian ini dapat

mengungkapkan lebih banyak informasi mengenai nlutu dan kea~nanan

pangannya.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian secara umum adalah : 1) memperbaiki teknologi

(187)

2) memperkenalkan produk daging sapi asap tradisional Nusa Tenggara Timur

agar dapat diterima secara luas di tingkat nasional.

Tujuan khusus adalah rnempelajari pengaruh lama kuring, kondisi

pengasapan dan lama pengasapan terhadap mutu fisiko-kimia, organoleptik, dan

(188)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Daging Sei

Daging sei adalah suatu produk olahan dagitlg khas di Timor Propinsi

Nusa Tenggara Tinlur yang diolah secara tradisional dengan cara pengasapan.

Dipotong memanjang dengan diameter 2-2,5 cm diolah dengall cara pernberian

garam atau kuring dan dilanjutkan ddengan pengasapan dengan menggu~lakan

bahan bakar kayu keras kayu kosatnbi (Schleichera oleasa, Merr).

Produk daging sapi asap sei adalah makanan tradisional yang merupakan

~nakanan khas dari Nusa Tenggara Timur. Menurut Noor (1994) lnakanan

tradisional urllunl~~ya diolah secara tradisional dengan peralatan sederhana dalam

industri rumah tangga yang li~lgkunga~lnya kurang menunjang. Produknya kurang

dapat memenuhi standar ~ n u t u perdagangan. Kelemahan ini secara umum dapat

diperbaiki atau diatasi dengan menggunakan cara produksi yang baik (Good

Mailufacturing Practices) serta penggunaan bahan tambahan makanan (Food

additives) yang aman.

Prosedur pembuatan daging sei adalah daging sapi dipotong mema~ljang

selanjutnya digarami (dikuring). Bahan kuring yang digunakan adalall cat~lpurall

garam dapur dan sendawa (salpeter) dengan jumlah pemakaian 500 graln garam

dapur dan 150 gram sendawa untuk 20 kg daging sapi. Metode kuring yang

digunakan yaitu dengan menaburkan secara langsung bahau kuri~lg pada

permukaan daging sambil dilakukan peremasan. Daging kuring dibungkus dengan

(189)

perlakuan lama kuring, lalu daging diasap selama

+

90 menit, kemudian diangkat

dan didinginkau (Jaya, 1998).

Untuk dapat mengangkat citra sebagai makanan tradisional guna

menyukseskan penganekaragaman pangan, perlu dikaji faktor pendukung dan

formulasi sebagai makanan seimbang yang aman dan menarik, namuu tidak

kehilangan sifat asalnya (Noor, 1994).

B. Pengaruh Kuring Terhadap Daging Asap

Kuring adalah suatu proses yang dapat menghambat pertumbuhan

~nikroorganisme melalui penggunaan garaln NaCI, diikuti penggunaan garam

nitrit yang ditan~bahkan untuk melnpertahankan warna daging dan pengasapan

untuk nlengendalikan pertunlbuhan mikroorganisme dan n~encapai suatu rasa

daging yang diinginkan (Buckel et al, 1987). Menurut Soeparno (1994) kuring

adalah cara prosesing daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam

NaC1, Natrium nitrit dan atau Natriu~n nitrat, dan gula (Dekstrosa atau sukrosa

atau pati hidrolisis) serta bumbu-bumbu.

Zat-zat yang biasa digunakan dalam proses kuring merupakan zat

penggurih dan zat pengawet (Frazier dan Westhoff, 1984). Pemakaian garam

NaCl akan menyebabkan terjadinya dehidrasi dan merubah tekanan osmotik

sehingga mempengaruhi pertu~nbuhan bakteri dan mikroba perusak (Kramlich et

al, 1982).

Maksud kuring antara lain adalah untuk mendapatkan warna yang stabil,

aroma, tekstur dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi pengerutan daging

selama prosesing serta memperpanjang masa simpan produk daging

(190)

Garam dapur bekerja dengan cara dehidrasi dan merubah tekanan osmotic

pada produk sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang

mengakibatkan kerusakan lanjut. Penggunaan garam dapur tunggal pada produk

olahan daging kurang dapat diterinla konsumen, sebab selain warna produk gelap,

juga menyebabkan daging menjadi kering dan kasar. Kombinasi garam dapur dan

nitrit umum digunakan untuk memperbaiki penampakan dan flavor produk

(Pearson dan Tauber

,

1984).

Menurut Kramlich et a1 (1982) ada empat fkngsi nitrit dalam daging

kuring yaitu : 1) untuk illenstabilkan warna daging

,

2) mengl~an~bat pertumbuhan

tnikrobia perusak dan pembentuk racun, 3) menunda perkembangan ketengikan,

dan 4) berperan dalam pembentukan sifat flavor.

Sendawa disebut juga salpeter atau cllilli salpeter. Bahasa kilniauya

dikenal sebagai garan1 kalium nitratlchilli salpeter. atau natrium nitratlBenga1

salpefer (Winarno, 1997). Selanjutnya dikatakan bahwa pada akhir abad ke 19,

para ahli telah berhasil mengungkapkan penemuannya lebih dalam lagi yaitu

bahwa sendawa sendiri (garam nitrat) bukan penyebab merahnya daging, tetapi

penyebab sesuugguhnya adalah garam nitrit (NOz), dan sendawa berfungsi

sebagai sumber nitrit. Oleh bakteri penghasil nitrit, nitrat dapat direduksi menjadi

nitrit. Kemudian secara pasti dapat diketahui bahwa di dalam daging, nitrit

dipecah sehingga menghasilkan NO (nitroso). Senyawa ini mudah bereaksi

dengan pigmen dalam daging (myoglobin) dan pigmen dalam darah (heme)

dengan membentuk warna merah muda stabil yang disebut nitrosamyo chromogen

(191)

Reaksi pembentukan warna daging ole11 nitrit ditunjukkan Pearson dan

Tauber (1984) sebagai berikut :

Nitrit p NO

+

Hz0

Tidak adanya sinar dan udara

NO

+

Mb + N O MMb

NOMMb

+

NOMb

NO Mb

+

panas

+

pengasapan

+

NO - henzochronzagen

(merah lnuda stabil)

Penan~bahan sendawa pada nlakanan ~nempunyai dua tujuan yaitu pertalna

karena mempunyai daya pencegah pertumbuhan clostridiunz botulinunz, sedang

tujuan kedua ialah untuk memberi warna dagiug. Tetapi kini tujuan kedua inilah

yang diberi sendawa akan tahan lebih lama dan berasa lebih lezat (Winarno,

1997).

Sodium nitrit bersifat sebagai antimikroba yang efektif, kllususnya

terlladap bakteri patogen seperti Clostridiunz botulinum, Clostridium perpingens

dan Slaphylococczis azireus (Soeparno, 1994). Mekanisme garam nitrit dalam

menghambat pertumbuhan bakteri patogen, khususnya Staphylococcus aureus

dengan cara mengganggu aktivitas Co A dan mengganggu metabolisme asam

piruvat. Nitrit juga menghanlbat produksi toksin dari Clostridiunl botulinurn

dengan cara menghanlbat pertumbuhan dan perkembangan spora atau dengan cara

melnbentuk senyawa penghambat apabila dipanaskan (Buchanon dan Solberg

(192)

Proses kuring dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan jenis

daging yang diolah, nalnun pada dasarnya merupakan kombinasi dari metode

kuring yaitu kuring basah dan kuring kering. Kuring basah dilakukan dengan

penambahan sejumlah air pada bumbu kering sehingga membentuk larutan garam

yang nle~nba~ltu pengangkutan bumbu ke dalam daging r~lelalui difusi. Kuring

kering merupakan penambahan bumbu kering pada daging tanpa penambahan air,

dalam ha1 ini bunlbu kering menarik banyak air dari dalam daging sehingga

membentuk larutan garam yang dapat terdifusi ke dalam daging (Kramlich et al,

1982).

Waktu yang diperlukan untuk kuring kering biasanya 2-2,5 hari tergantung

suhu dan banyaknya ballan kuring. Suhu kuring adalah 15-22,5'C (Kramlich et

al, 1982). Meningkatnya suhu kuring akan meningkatkan kecepatan penetrasi

bahan kuring kedalam daging, nalnun ha1 ini menuntut kebersihan yang ketat

karena resiko kerusakan yang ditimbulkan mikrobia bertambah (Hendrikson et a],

disitir ole11 Lawrie, 1974).

C. Penggunaan Nitrat dan Nitrit Dalam Makanan

Penggunaan ballan tamballan makanan di Indonesia diatur dalam peraturan

di bidang makanan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan

No. 722lMenkesl PERIIX188.

Di dalam peraturan tersebut tercantum pula batas maksimum penggunaan

sendawa (kalium nitrat dan atau natrium nitrat) untuk daging olahan atau daging

(193)

nitrit, batas maksimum 125 mg per kilo gram daging, dihitung sebagai Natrium

nitrit dan atau Kalium nitrit.

Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat telah

nlengembangkan prosedur pengolahan yang dapat menghilangkan atau

nlenurunkan nitrosamin dalam daging kuring antara lain dengan penetapan batas

penggunaannya. Pada penggunaan kuring atau penggunaan awal dibolehkan

kadar natrium nitrit 156 ppm dan natrium nitrat 1700 ppm dengan residu nitrit

akhir kurang dari 200 pprn dan nitrat tidak melebihi 500 ppm.

Menurut USDA (United States Department of Agriculture), jumlah

nlaksimunl nitrit sebagai garam sodium atau potasium yang bisa ditambahkan

dalam kuring daging adalah 239,7 gram1100 liter larutan garam, 62,8 gran1f100 kg

daging untuk daging kuring kering.

Nitrit bersifat toksik bila dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan. Dosis

nitrit yang lebih dari 15-20 mglkg berat badan bisa menyebabkan kematian

(Forrest et al., 1975 disitir Soeparno, 1994). Menurut Soeparno (1994) produk

daging cured biasanya mengandung nitrit 20-40 kali lebih rendah daripada dosis

letal, sehingga masalah toksisitas nitrit dapat diabaikan bila penambaha~l nitrit ke

dalam produk daging proses disesuaikan dengan jumlah yang diizinkan.

Nitrat dan nitrit sebagai garam sodium atau potasium diperguuakan dalam

daging cured dengan tujuan (1) untuk mengembatlgkan warna daging menjadi

merah muda terang (jambon kemerah-merahan) dan stabil; (2) mempercepat

proses kuring, (3) preservatif mikrobial yang mempunyai pengamh bakteriostatik,

dan (4) sebagai agensia yang mampu memperbaiki flavor dan antioksidan (Cast,

(194)

Penggunaan nitrat dan nitrit di dalam campuran bahan kuring daging dapat

dikombinasikan. Namun, nitrat sudah tidak asing atau dilarang penggunaannya di

dalam kuring daging, karena nitrit dapat bereaksi dengan cepat selatna proses

kuring tanpa adanya nitrit (Soeparno, 1994).

D. I<omposisi Asap

Kelompok seilyawa kimia yang terdapat pada asap kayu adalah karbonil

(aldehid dan keton), asam organik, fenol, basa organik, alkohol, hidrokarbon

(termasuk polisiklik aromatik), dan gas seperti karbondioksida, karbonmonoksida,

oksigen, dan nitrogen (Daun, 1989). Menurut Lawrie (1974) senyawa kimia

utama yang terdapat di dalam asap antara lain adalah asam formiat, asetat, butirat,

kaprilat, vanilat, asam siringat, dimetoksife~~ol, metil glioksal, furfural, metanol,

etanol, oktanol, asetaldehid, diasetil, aseston, dan 3,4 benzpiren.

Kayu keras pada unlumnya mengandung 40-60 % sellulosa, 20-30 %

hemisellulosa dan 20-30 % lignin. Disamping menghambat pertumbuhan

mikroorganisme dan memperbaiki flavor, asap juga menghambat oksidasi lemak

(Soeparno, 1994). Asap kayu terdiri dari 2 fase dispersi yaitu fase cairan yang

mengandung partikel asap, dan fase gas dispersi. Partikel asap tidak mempunyai

pengaruh yang berarti terhadap proses pembuatan daging asap (Foster dan

Simpson, 1961 disitir Soeparno, 1994). Fase gas atau uap dapat dikelompokkan

menjadi asam fenol, karbonil, alkohol dan polisiklik hidrokarbon (Hollenbeck dan

Marinelli, 1963 disitir Soeparno, 1994).

Jenis kayu keras, sabut kelapa dan tempurung kelapa menghasilkan asap

yang banyak. Asap dari kayu yang keras.pada bagian sellulosanya akan terurai

(195)

alkohol alifatik, aldehida, keton dan asam organik termasuk furfural,

formaldehida, asam-asam dan fenol yang merupakan bahan pengawet. Bagian

ligninnya pecah menjadi senyawa-senyawa fenol, quinol, dan senyawa

antioksidan dan pirogalol yang merupakan bagian dari 20 jenis senyawa

antioksidan dan antiseptik (Moeljanto, 1982).

Tempurung kelapa mempunyai komponen kin~ia yang hampir serupa

dengan jenis kayu keras. Komposisi kimia kayu dan tempurung kelapa disajikan

pada Tabel 2.

Pada tempurung kelapa terdapat garam-garam mineral 0,61 %, zat mineral Tabel 2. Ko~nposisi Kimia Kayu dan Tenlpurung Kelapa

utama adalah garam kalium yaitu sekitar 45,Ol % dari total abu. Menurut

Woodroof (1979) keunggulan tempurung kelapa dari kelapa yang sudah tua, Ternpurung Kelapa (5) 2)

33,60 36,51 29,27 Komposisi Kimia Sellulosa Lignin

Hen~isellulosa :

Pentosan

Heksosan

Resin

Protein

Abu

Sumber : 1) Zaitsev et al., 1969 2) Woodroof, 1979

Kayu Keras (%) 1)

54,O - 58,O

26,O - 29,O

10,O - 1 1,O

12,O- 14,O

2,O - 3,5

0,7

-

,08
(196)

dibandingkan bahan kayu, terutama adalah memiliki tingkat kadar air

kesetimbangan lebih rendah, yaitu sekitar 6 - 9 %, dibandingkan dengan kayu

yang berkisar 10 - 25 %.

Menurut Daun (1989) berdasarkan pengaruhnya pada nilai gizi produk

yang diasap, ko~nponerl asap dapat dibagi menjadi 4 golongan : 1) zat yang

melindungi penyusutan nilai gizi produk yang diasap dengan mencegah perubahan

kimiawi dan biologi yang yang merugikan (misalnya antioksidan dan bakterisida);

2) ko~nponen yang tidak menu~~jukkan kerja dari segi nilai gizi (partikel asap); 3)

senyawa yang berinteraksi dengan komponen bahan pangan dan menurunkan nilai

gizi produk yang diasap (misalnya karbonil bereaksi dengan gugus amino); dan 4)

kolnponen beracun (senyawa 3,4-benzpiren dan 1,2,5,6-fenantrasen).

Diantara berbagai senyawa organik dan anorganik yang karsinogen,

senyawa hidrokarbon polisiklis rnerupakan senyawa yang paling banyak terdapat

di alam yang dapat mencemari lingkungan (Rhee dan Bratzler, 1968). Senyawa

benzo (a) pyrene potensial sebagai karsinogen, oleh karena itu analisa hidrokarbon

polisiklis dari asap dan produk makanan hasil pengasapan semakin meningkat.

Namun menurut Daun (1979) konsentrasinya sangat rendah dalarn daging asap

dan bahkan dapat dihilangkan dengan penggunaan asap sebagai flavor.

Berbagai faktor dapat berperan dalam pembentukan hidrokarbon polisiklis

aromatis dalam asap dan makanan, diantaranya yang penting adalah komposisi

kayu dan suhu pirolisis (Tilgner, 1976) serta kandungan lemak daging (Doremire,

et. al., 1979).

Benzo (a) pyrene merupakan kelompok senyawa hidrokarbon polisiklis

(197)

kontaminasi HPA dalanl makanan. Kadarnya bervariasi beberapa bagian per

biliun (ppb). Di Jerrnan kadar maksinlum benzo (a) pyrene dalam bahan makanan

yang diijinkan adalah 1 ppb (1 pg/kg) (Tilgner, 1968, Girard, 1992; dalam Jaya,

1997).

E. Pengaruh Pengasaparl terlladap daging yang diasap

Pengasapan daging yang dimaksudkan untuk mernberikan kesempatan

pada gas-gas yang dihasilkan dari pembakaran kayu tertentu masuk ke dalam

bahan makanan dengan tujuan untuk mernperpanjang masa simpannya (Girard,

1992). Lebih lanjut dinyatakan bahwa pengasapan biasanya didahului dengan

kuring yang rnerupakan proses yang biasa dilakukan untuk pengawetan makanan.

Sedangkan menurut Soeparno (1994) maksud pengasapan daging adalah untuk

~neningkatkan flavor dan penanlpakan produk yang menarik

.

Flavor daging asap tergantung pada reaksi antara kornponen asap dan

protein daging, misal fen01 dan polifenol akan bereaksi dengan grup amino

(Krylova et al, 1962 disitir Soeparno, 1994). Menurut Pearson dan Tauber (1984)

karakteristik flavor daging asap ulnumnya berasal dari komponen fenol dari fase

uap. Komponen fen01 yang memegang peranan utama dalam pembentukan flavor

adalah guaicol ; 4- nietil guaikol ; dan 2,6 - dimetoksifenol. Sedangkan komponen

fenol yang berperan dalanl pembentukan aroma adalah syringol.

Flavor yang diberikan ole11 asap bervariasi tergantung pada beberapa

kondisi yang digunakan untuk menghasilkan asap. Asap yang sama dapat

menghasilkan aroma yang berbeda dengan daging yang berbeda. Oleh karena itu

flavor produk pengasapan sedikit banyaknya tergantung pada reaksi antara

(198)

Dengan demikian fenol-fen01 dan polifenol-polifenol bereaksi dengan grup SH

dan karbonil-karbonil dengan grup atnino (Lawrie, 1974).

For~naldehid dari asap mempunyai pengaruh preservatif yang besar. Fenol

mempunyai aktivitas sebagai antioksidan yang menghambat ransiditas oksidatif.

Semua senyawa yang terkandung di dalam asap ikut lnenentukan karakteristik

flavor daging asap. Selama pengasapan, konlponen asap diserap ole11 pernlukaan

produk dan air interstisial didalam produk daging asap. Aldehid, keton, fenol. dan

asam-asam organic dari asap memiliki daya bakteriostatik dan atau bakterisidal

pada daging asap (Urbain, 1971 disitir Soeparno, 1994). Selanjutnya dikatakan

bahwa daging asap lne~npunyai stabilitas yang lebih besar dan masa simpan yang

lebih lama dari pada daging segar. Pengaruh bakteriostatik akan hilang bila

permukaan daging asap rusak. Disarnping kombinasi panas dan asap, dehidrasi

pennukaan, koagulasi protein dan deposisi resin dari hasil kondesasi forlnal dehid

dan fen01 merupakan penghalang kimiawi dan fisis yang efektif terliadap

pertumbuhan dan penetrasi ~nikroorganisme kedalam daging asap.

Pembentukan wama yang khas pada permukaan daging asap menurut

Ziemba (1969) disitir Sulandra (1992) gugus karbonil yang terdapat pada

komponen asap dengan asam amino pada daging. Reaksi ini terjadi sejenis dengall

reaksi non-enzimatis Mailard. Pearson dan Tauber (1984) menyatakan bahwa

gugus karbonil berasal dari deko~nposisi gula dan karbohidrat lainnya. Grup

karbonil merupakan komponen utama pada kayu asap yang memegang peranan

dalam pembentukan warna, sedangkan grup amino berasal dari dekomposisi

protein atau komponen nitrogen lainnya. Pembentukan warna secara langsung

(199)

permukaan produk, dengan kelembapan 12-15'31 permukaan daging akan

menghasilkan pembentukan warna yang maksimal.

Penetrasi asap ke dalam produk daging sangat dipengaruhi ole11 densitas

asap, kecepatan dan sirkulasi udara dalarn ruang pengasapan, dan RH ruang

pengasapan, serta luas pertnukaan produk yang diasap. Semakin besar densitas

asap, akan senlakin cepat dan luas penetrasi asap kedalam produk. Semakin tinggi

kecepatan aliran udara dalam ruang pengasapan, senlakin banyak asap yang dapat

rnenempel pada pernlukaan produk. Kecepatan aliran udara ini perlu diatur

sehingga tidak terlalu cepat. Kecepatan aliran udara yang terlalu cepat dapat

menurunkan densitas asap. RH ruang pengasapan tidak hanya berpengaruh pada

laju penetrasi, tetapi juga pada sifat endapan asap. RH ruang yang tinggi akan

rnernpermudah endapan asap, sebaliknya pembentukan warna pada permukaan

daging asap menjadi terbatas. Kelen~baban permukaan daging turut

mempengaruhi penetrasi asap. Permukaan yang cukup lembab akan akan

mempermudah penetrasi asap, sebaliknya pernlukaan produk yang terlalu kering

akan mempersulit proses penetrasi asap ke dalam produk yang diasap (Pearson

dan Tauber, 1984).

Pengasapan mengakibatkan pengaliran gas yang akhirnya ~nengeringkan

produk yang diasap. Perubahan besar adalah susutnya air dan meningkatnya

kadar protein dan lemak per unit bobot bahan daging. Susut bobot dapat berkisar

dari 3 - 30 % (Shewan, 1949 disitir Daun, 1989). Menurut Daun (1989) setiap

perubahan nilai gizi yang terjadi akibat dehidrasi biasa, diduga berlangsung

dibawall kondisi pengasapan. Susutnya air menyebabkan ~eningkatan konsentrasi

(200)

pengasapan dan mungkin sekali menghasilkan perubahan tambahan dalam nilai

gizi produk yang diasap.

F. Penyinipanan Daging Asap

Dalam makanan masih terdapat sejun~lah kecil mikroba yang dapat

berkembangbiak dengan cepat bila kondisi penyimpanan meillungkinkan untuk

pertumbuhan dan perke~nbangbiakan lnikroba tersebut. Selanjutnya keadaan

inilah yang dapat menyebabkan kerusakan (kebusukan) makanan sebelum sampai

ke tangan konsumen atau bahkan dapat menyebabkan keracunan makanan jika

ditumbuhi bakteri patogen (Murhadi, 1994).

Tolok ukur yang digunakan untuk n~enentukan masa siinpan lnakanan

sangat ditentukan oleh jellis bahan pangan itu sendiri (Winarno, 1993).

Salah satu penyebab kerusakan bahan pangan adalah adanya kontaminasi

oleh mikroba. Mikroba perusak bahan pangan dapat digolongkan menjadi tiga

kelompok yaitu bakteri, kapang, dan khamir. Jenis kerusakan mikrobiologis pada

makanan ditandai dengan timbulnya kapang, kebusukan, lendir dan terjadinya

perubahan warna (Winarno, 1993).

Kerusakan daging olahan terdiri dari 2 jenis yaitu kerusakan flavor

(aroma) dan kerusakan penampilan (appearance). Kerusakan flavor daging olahan

ditandai dengan timbulnya ketengikan, pembusukan atau adanya bau asanl.

Kerusakan yang berhubungan dengan penampilan produk disebabkan oleh :

1) perubahan wama oleh adanya aktivitas mikrobia, 2) pertumbuhan mikrobia

mikroskopis dan 3) perubahan warna oleh agensia bukan mikrobia (Kramlich,

Referensi

Dokumen terkait

akan menentukan proses pengambilan keputusan dalam

Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan mata pelajaran fisika tingkat SMA yang dapat membantu siswa untuk memudahkan dalam memahami konsep fisika

Persaingan yang ketat sudah terjadi dalam bisnis pasar modern ini dengan mengacu pada rencana ekspansi yang akan dilakukan oleh para pemainnya dan juga keputusan

Dengan mengacu pada indeks adaptasi kegiatan pertambakan terhadap terjadinya Thunderstorm maka kondisi seperti ini sangat tidak diinginkan oleh petani tambak

diagram pareto pada proses mesin giling I dapat terlihat bahwa faktor yang memberikan kontribusi terbesar penyebab rendahnya efektivitas mesin giling I adalah

Udang windu yang diberi pakan dengan penambahan enzim bromelin sebesar 0,4%/kg pakan (C) memiliki nilai EPP tertinggi, hal ini diduga dosis tersebut paling

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan skor motivasi membaca murid yang telah mengikuti intervensi SFBT selama enam sesi, sebesar 106 poin, dengan

D AMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MENJAD I PERMUKIMAN TERHAD AP PERUBAHAN NILAI LAHAN D I KECAMATAN BOGOR UTARA KOTA BOGOR. Universitas Pendidikan Indonesia |