VIABILITAS
altivelis TERHA
SETELA
D FAKUL
S JUVENIL IKAN KERAPU BEBEK
TERHADAP INFEKSI BAKTERI Vibrio
SETELAH DIBERI PAKAN KADAR Fe BER
FATWA DWI ADI PUTRA
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN ULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAU
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2011
BEBEK Cromileptes
io alginolyticus
BERBEDA
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul :
VIABILITAS JUVENIL IKAN KERAPU BEBEK Cromileptes altivelis
TERHADAP INFEKSI BAKTERI Vibrio alginolyticus SETELAH DIBERI
PAKAN Fe BERBEDA
merupakan bagian dari penelitian “Peningkatan Daya Tahan Ikan Kerapu Bebek
Cromileptes altivelis Yang Diberi Pakan Bersuplemen Fe” atas nama Dr. Mia Setiawati, Departemen BDP-FPIK-IPB. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2011
VIABILITAS
altivelis TERHA
SETELA
sebagai salah satu s Program Studi
DE FAKULT
S JUVENIL IKAN KERAPU BEBEK
TERHADAP INFEKSI BAKTERI Vibrio
SETELAH DIBERI PAKAN KADAR Fe BER
FATWA DWI ADI PUTRA
SKRIPSI
atu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peri Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Bud
Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
EPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN LTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUT
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
BEBEK Cromileptes
io alginolyticus
BERBEDA
erikanan pada udidaya
Judul Skripsi :Viabilitas Juvenil Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis
Terhadap Infeksi Bakteri Vibrio alginolyticus Setelah Diberi Pakan Fe Berbeda
Nama Mahasiswa : Fatwa Dwi Adi Putra Nomor Pokok : C14050662
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Mia Setiawati, M.Si Dr. M. Agus Suprayudi, M.Sc NIP 19641026199203 2 001 NIP 19650418199103 1 003
Diketahui,
Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr. Odang Carman, M. Sc NIP 19591222198601 1 001
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Rabb yang memiliki kemuliaan, kekuatan, kesempurnaan, dan ketelitian sehingga skripsi dengan judul ” Viabilitas Juvenil Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis
Terhadap Infeksi Bakteri Vibrio alginolyticus Setelah Diberi Pakan Fe Berbeda” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga September 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan, Laboratorium Kesehatan Ikan BDP-FPIK-IPB dan Stasiun Lapang Pusat Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (PSIK IPB) - Ancol, Jakarta Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Mia Setiawati, M.Si sebagai Pembimbing I dan Dr. M. Agus Suprayudi, M.Sc sebagai Pembimbing II atas arahan dan bimbingan selama penelitian dan penyusunan skripsi
2. Dr. Munti Yuhana sebagai Pembimbing Akademik dan Dosen Penguji yang telah banyak memotivasi serta mendidik selama menjadi mahasiswa.
3. Ayah, Ibu, Kakak, Nenek dan Tante atas dorongan semangat dan do’a yang tak pernah lelah terucap untuk penulis.
4. Staf Laboratorium Nutrisi Ikan (Bapak Wasjan, Bang Yossi dan Mbak Retno) atas bimbingan dan arahannya selama di laboratorium.
5. Rekan-rekan yang membantu dan menyemangati : Bayu dan semua BDP42. 6. Rekan-rekan perjuangan: Anhar, Adnan, Daniyal, Jamal, Wika, Firman, Aria,
Fuadi, Sandre, Singgih, Jamil, Fahrul, Widi, dan Rustamaji. Terima kasih atas kebersamaan, semangat, dan teladan selama ini.
7. Keluarga besar Forum Keluarga Muslim FPIK.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Juni 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Januari 1988 dari pasangan Bapak Wahyudin dan Ibu Fatum (Alm).
Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1992 di TK Trijaya III. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SDN Sudimara 3 Ciledug pada 1993, SLTP Yadika 3 Ciledug pada tahun 1999 dan SMA Negeri 90 Jakarta pada tahun 2002. Penulis diterima menjadi mahasiswa IPB melalui jalur USMI pada tahun 2005, dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada tahun 2006.
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan. Penulis pernah berpartisipasi dalam Program Kreativitas Kemahasiswaan bidang penelitian yang didanai DIKTI pada tahun 2009. Penulis juga pernah aktif menjadi asisten beberapa mata kuliah, antara lain asisten Pendidikan Agama Islam pada tahun 2007, asisten praktikum Nutrisi Ikan pada tahun 2009. Pada bulan Juli-Agustus 2008, penulis melaksanakan praktek lapang dengan judul “Pembenihan Dan Pembesaran Ikan Koi (Cyprinus carpio) di Kelompok Petani Sumber Harapan, Blitar-Jawa Timur”. Selain aktif di bidang ilmiah dan akademik, penulis juga aktif di berbagai lembaga kemahasiswaan, diantaranya sebagai Kadiv PSDM Ikatan Keluarga Muslim TPB 2006, Kadiv HRD Forum Keluarga Muslim FPIK 2007, Ketua Forum Keluarga Muslim FPIK 2008. Penulis menyelesaikan pendidikan S1 BDP FPIK IPB dengan skripsi berjudul ” Viabilitas Juvenil Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis Terhadap Infeksi Bakteri Vibrio alginolyticus Setelah Diberi Pakan Fe
ABSTRAK
FATWA DWI ADI PUTRA. C14050662. Viabilitas juvenil ikan kerapu bebek
Cromileptes altivelis terhadap infeksi bakteri Vibrio alginolyticus setelah diberi pakan Fe berbeda. Dibimbing Oleh MIA SETIAWATI dan M. AGUS SUPRAYUDI.
Budidaya ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) berpotensi menghadapi masalah hama dan penyakit. Bakteri vibrio penyebab vibriosis merupakan masalah utama bagi industri budidaya ikan kerapu yang menyebabkan kematian. Penggunaan Fe sebagai mineral yang bekerja dalam sel darah diduga dapat berpengaruh pada viabilitas ikan kerapu bebek dalam menghadapi penyakit. Ikan dipelihara dalam akuarium berukuran 60x40x50 cm selama 40 hari, masing-masing berisi 10 ekor ikan dengan bobot awal rata-rata ikan seberat 9,44±0,36 gram/ekor. Pakan uji yang digunakan memiliki kadar zat besi berbeda, yaitu 0 ppm, 100 ppm dan 500 ppm. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali sehari secara at satiation. Setelah 40 hari pemeliharaan, ikan diberi stressor perendaman air tawar selama 10 menit dan dilakukan uji tantang dengan menyuntikan 108 CFU/ml bakteri Vibrio alginolyticus. Pemberian pakan suplementasi zat besi (Fe) 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm tidak berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan harian dan tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu bebek sebelum di infeksi bakteri. Namun setelah diinfeksi bakteri, perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm memiliki viabilitas yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pakan lainnya.
Kata kunci : viabilitas, pakan, zat besi, infeksi bakteri, ikan kerapu bebek.
ppm did not significantly affect specific grow rate and survival rate of humpback grouper before the bacterial infection. After the bacterial infection, the fish fed by diet containing 100 ppm Fe had better viability.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... i
DAFTAR GAMBAR... ii
DAFTAR LAMPIRAN... iii
I. PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Tujuan... 2
II. METODOLOGI... 3
2.1 Pakan Uji... 3
2.2 Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data... 3
2.3 Parameter Uji... 5
2.3.1 Laju Pertumbuhan Harian... 5
2.3.2 Tingkat Konsumsi Pakan... 5
2.3.3Tingkat Kelangsungan Hidup... 6
2.3.4 Efisiensi Pakan... 6
2.3.5 Gambaran Darah... 6
2.3.6 Analisis Kimia... 6
2.3.7 Analisis Statistik... 6
III. HASIL DAN PEMBAHASAN... 8
3.1 Hasil... 8
3.2 Pembahasan... 15
IV. KESIMPULAN... 22
4.1 Kesimpulan... 22
4.2 Saran... 22
DAFTAR PUSTAKA... 23
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Hasil proksimat pakan uji dan pakan komersil... 3 2. Data konsumsi pakan (KP), laju pertumbuhan harian (LPH), efisiensi
pakan (EP), dan tingkat kelangsungan hidup(KH)... 8 3. Nilai rataan total leukosit, total eritrosit, kadar hematokrit, dan kadar
hemoglobin pada 40 hari pemeliharaan dengan pakan uji... 9 4. Perbandingan perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm dengan perlakuan
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Susunan acak akuarium perlakuan... 4 2. Pertumbuhan ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis selama 40 hari
perlakuan pakan uji suplementasi Fe 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm... 9 3. Nilai rataan total leukosit, total eritrosit, kadar hemoglobin dan kadar
hematokrit hari ke-0 dan hari ke-6 pascainfeksi Vibrio alginolyticus pada perlakuan suplementasi Fe 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm... 10 4. Pertumbuhan mutlak ikan perlakuan pakan suplementasi Fe 0 ppm, 100
ppm dan 500 ppm pascainfeksi bakteri Vibrio alginolyticus... 12 5. Tingkat kelangsungan hidup (KH) ikan pascainfeksi bakteri Vibrio
alginolyticus... 13 6a. Nilai rataan total leukosit (x105 sel/mm3) dan total eritrosit (x105 sel/mm3)
hari ke-0 dan hari ke-6 pascainfeksi Vibrio alginolyticus pada perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm dan pakan komersil... 14 6b. Kadar hemoglobin (%) dan kadar hematokrit (gram %) hari ke-0 dan hari
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Prosedur analisis proksimat... 27 2. Komposisi bahan pakan (100 gram berat kering)... 29 3. Parameter kualitas air selama 40 hari pemeliharaan sebelum infeksi
bakteri Vibrio alginolyticus...... 30 4. Pengukuran parameter haematologi... 30 5. Hasil analisis statistik... 32 6. Perubahan nilai total leukosit, total eritrosit, kadar hemoglobin dan kadar
hematokrit perlakuan suplementasi Fe 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm pascainfeksi bakteri Vibrio alginolyticus... 36 7.
8.
Data bobot ikan pascainfeksi bakteri... Perhitungan harga pakan...
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan budidaya ikan kerapu telah diambil oleh pemerintah dalam pemanfaatan dan peningkatan produksi sumber daya ikan kerapu secara lestari dan berkelanjutan (Anonimous, 2009). Permintaan ikan kerapu semakin tinggi, dibuktikan dengan meningkatnya ekspor ikan kerapu. Selain itu harga ikan ini tergolong cukup tinggi, untuk ikan kerapu bebek hidup berkisar antara Rp 400.000 hingga Rp 450.000/kg. Mengacu pada fakta yang ada, pengembangan budidaya ikan kerapu menjadi sangat strategis bagi Indonesia untuk mempertahankan kemampuan produksi dan perdagangan ikan kerapu berkelanjutan (Anonimous, 2009).
Pemeliharaan ikan kerapu bertujuan untuk mencapai produksi maksimal secara berkesinambungan, baik dalam jumlah, mutu maupun ukuran. Kegiatan budidaya ikan kerapu dihadapkan pada kendala terbatasnya ketersediaan benih yang berkualitas. Sebagai salah satu spesies ikan yang dibudidayakan di perairan laut, kerapu bebek juga berpotensi menghadapi masalah hama dan penyakit. Berdasarkan kondisi tersebut perlu diperhatikan beberapa hal yaitu pakan dan pengendalian hama penyakit (Oktarina, 2009). Dalam beberapa tahun terakhir, pembenihan ikan kerapu telah berhasil dilakukan di Indonesia, tetapi dalam perkembangannya masih banyak keluhan terhadap rendahnya kualitas benih seperti rendahnya daya tahan terhadap penyakit (Anonimous, 2009).
Transportasi, penanganan, aklimatisasi dan kondisi lingkungan yang buruk berpengaruh pada kondisi tubuh ikan kerapu bebek dan dapat menyebabkan stres. Stres pada ikan berakibat pada lemahnya pertahanan tubuh membuat patogen di perairan masuk dan menginkubasi. Ikan yang telah terjangkit berbagai penyakit menjadi lemah kemudian mati (Ikbal, 2006).
2
Penggunaan Fe sebagai mineral yang bekerja dalam sel darah, bagian dari heme, berperan dalam transpor oksigen ke dalam jaringan tubuh (hemoglobin), penyimpanan oksigen dalam jaringan otot (mioglobin), dan transpor elektron melalui respirasi sel-sel (cytocromes) (Groof et al., 2000). Hal ini diduga dapat berpengaruh pada ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis dalam menghadapi stres dan penyakit.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji peran suplementasi zat besi (Fe) yang ditambahkan pada pakan terhadap viabilitas ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis yang diinfeksi bakteri Vibrio alginolyticus.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi Fe dalam pakan terhadap viabilitas melalui status kesehatan ikan (gambaran darah), pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis
3
II. METODOLOGI
2.1 Pakan Uji
Sebelum dilakukan pembuatan pakan, bahan baku penyusun pakan yang digunakan sebagai pakan uji dianalisis proksimat terlebih dahulu dengan metode AOAC (1984) dalam Takeuchi (1988) untuk mengetahui kadar air, kadar abu, serat kasar, kadar protein, dan kadar lemak. Prosedur analisis proksimat tersaji dalam Lampiran 1.
Pakan uji yang digunakan adalah pakan buatan dalam bentuk pelet kering. Pakan diformulasikan dengan kadar protein dan kalori yang sama, namun dengan kadar zat besi yang berbeda. Komposisi bahan pakan tersaji pada Lampiran 2. Sumber zat besi yang digunakan dalam pakan berasal dari bahan Fe anorganik (FeSO4.7H2O). Pemberian zat besi yang digunakan pada setiap perlakuan adalah
sebagai berikut :
1. Tanpa pemberian FeSO4.7H2O.
2. Pemberian Fe 100 ppm yaitu FeSO4.7H2O sebesar 0,5 g/kg pakan.
3. Pemberian Fe 500 ppm yaitu FeSO4.7H2O sebesar 2,5 g/kg pakan.
Selain itu dibandingkan juga dengan pakan komersil yang memiliki kandungan protein yang sama dengan pakan uji. Hasil analisis proksimat pakan uji dan pakan komersil dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Hasil proksimat pakan uji dan pakan komersil
Pakan Kadar
Air
Berat Kering (%)
Abu Serat Kasar Protein Lemak
Fe (ppm)
0 ppm 7,23 13,60 2,36 50,04 20,17 226,44 100 ppm 7,34 13,51 2,86 50,22 20,67 307,50 500 ppm 8,56 13,25 2,83 49,41 20,93 729,16 Komersil 8,11 12,40 1,06 51,01 15,41 772,14
2.2 Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data
4 setiap 2 hari sekali.
Pemeliharaan ikan selama perlakuan dilakukan dalam akuarium berukuran 60x40x50 cm sebanyak 12 buah, 1 buah tandon filter, dan 1 buah tandon penampungan air yang disusun membentuk sistem resirkulasi. Masing-masing tandon berdiameter 2 meter dan bervolume 1000 liter. Akuarium disusun secara acak dengan urutan sebagai berikut.
Gambar 1. Susunan acak akuarium perlakuan Keterangan Gambar 1 :
K = pakan pembanding (komersil)
S = Pakan perlakuan suplementasi Fe 500 ppm I = Pakan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm O = Pakan perlakuan suplementasi Fe 0 ppm 1, 2 dan 3 = ulangan
Setiap akuarium diisi air laut setinggi 40 cm dilengkapi oleh aerasi terus-menerus, resirkulasi air dengan debit 1 liter/menit, dan penutup akuarium berupa plastik transparan untuk mencegah ikan keluar dari dalam akuarium serta menjaga suhu akuarium tetap stabil. Sebelum perlakuan dimulai, ikan dipuasakan selama 24 jam untuk menghilangkan sisa pakan dalam saluran pencernaan ikan, kemudian ikan ditimbang dalam bobot basah tubuhnya. Setiap akuarium diisi 10 ekor ikan. Bobot rata-rata ikan yang digunakan dalam perlakuan adalah 9,44±0,36 gram/ekor.
Selama perlakuan sebelum infeksi bakteri, ikan diberi pakan sebanyak 3 kali sehari yaitu pada pukul 07.00, 12.30, dan 17.00 WIB secara at satiation
selama 40 hari. Kualitas air tetap dijaga dengan cara penyiponan setiap hari. Kualitas air diamati secara berkala. Pengamatan kualitas air menunjukan suhu rata-rata pada saat perlakuan berkisar antara 28–32 oC, salinitas air berkisar antara 29–30 g/L, pH berkisar antara 7,2–8,0, DO (Dissolved oksigen) berkisar antara 6,6–7,0 mg/L, dan NO2- sebanyak 0 mg/L (Lampiran 3). Ikan yang mengalami
kematian dan pakan sisa ditimbang selama perlakuan.
Setelah pemeliharaan selama 40 hari, ikan ditimbang dan dicatat bobot akhirnya, kemudian dilakukan uji tantang dengan menyuntikan bakteri Vibrio
5
alginolyticus. Dosis bakteri yang disuntikkan ke dalam tubuh ikan adalah sebanyak 108 CFU/ml. Sebelum disuntikkan bakteri, semua ikan diberi stresor dengan cara direndam (dipping) di air tawar selama 10 menit. Saat penyuntikan bakteri, ikan dipingsankan terlebih dahulu menggunakan MS-222 dengan dosis 80-100 ppm. Kemudian ikan dipelihara dengan metode sama seperti perlakuan sebelumnya. Setiap hari dilakukan pengamatan terhadap nafsu makan dan kondisi fisik tubuh ikan.
Status kesehatan ikan diketahui melalui analisis gambaran darah, yang dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada hari ke-0 atau sebelum infeksi bakteri
Vibrio alginolyticus dan hari ke-6 pascainfeksi bakteri Vibrio alginolyticus. Gambaran darah yang diamati yaitu, eritrosit, leukosit, hemoglobin, dan hematokrit. Sebelum pengambilan darah, ikan dipingsankan terlebih dahulu menggunakan MS-222.
2.3 Parameter Uji
2.3.1 Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan harian dihitung berdasarkan persamaan:
LPH (%) = − 1 x 100%
Keterangan :
Wt = bobot rata-rata individu pada waktu t (gram) Wo = bobot rata-rata individu pada waktu awal (gram) t = waktu pemeliharaan (hari)
2.3.2 Tingkat Konsumsi Pakan
Tingkat konsumsi pakan dapat diketahui dengan cara menimbang pakan yang dikonsumsi setiap hari selama perlakuan (gram).
6
2.3.3 Tingkat Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup (KH) dihitung dengan cara :
KH (%) = ∑
∑ x 100%
2.3.4 Efisiensi Pakan
Efisiensi pakan (EP) dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
EP = x 100%
Keterangan :
EP = Efisiensi pakan
Bt = Biomassa mutlak ikan pada akhir masa perlakuan (gram) Bd = Biomassa mutlak ikan yang mati selama masa perlakuan (gram) Bo = Biomassa mutlak ikan pada awal masa perlakuan (gram)
F = Jumlah pakan yang dikonsumsi selama masa perlakuan (gram)
2.3.5 Gambaran Darah
Perhitungan gambaran darah meliputi perhitungan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), eritrosit (sdm), dan leukosit (sdp). Prosedur perhitungan jumlah sel darah selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
2.3.6 Analisis Kimia
Analisis kimia yang dilakukan meliputi analisis proksimat bahan pakan dan analisis proksimat pakan. Analisis proksimat tersebut meliputi analisis kadar protein, analisis kadar lemak, analisis serat kasar, analisis kadar air dan analisis kadar abu. Prosedur analisis proksimat bahan dan pakan ini dilakukan dengan metode AOAC (1984) dalam Takeuchi (1988) (Lampiran 1). Pengukuran kualitas air meliputi suhu, kadar oksigen terlarut (DO), salinitas, pH, alkalinitas, dan total ammonia nitrogen (TAN).
2.3.7 Analisis Statistik
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Pemberian pakan suplementasi dengan penambahan Fe berbeda yaitu 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm pada ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis selama 40 hari, diperoleh parameter konsumsi pakan (KP) yang berbeda nyata antara perlakuan suplementasi Fe 0 ppm dengan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm, sedangkan KP perlakuan suplementasi Fe 0 ppm terhadap perlakuan suplementasi Fe 500 ppm dan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm terhadap perlakuan suplementasi Fe 500 ppm tidak berbeda nyata. Parameter laju pertumbuhan harian (LPH) dan tingkat kelangsungan hidup (KH) juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian, didapat nilai laju pertumbuhan harian (LPH) berkisar antara 1,93-2,23% dan tingkat kelangsungan hidup (KH) berkisar antara 85,00-96,67% (Tabel 2). Parameter efisiensi pakan (EP) perlakuan suplementasi Fe 0 ppm berbeda nyata terhadap perlakuan suplementasi Fe 100 ppm dan perlakuan suplementasi Fe 500 ppm (P<0,05). Sedangkan EP perlakuan suplementasi Fe 100 ppm terhadap perlakuan suplementasi Fe 500 ppm tidak berbeda nyata.
Tabel 2. Data konsumsi pakan (KP), laju pertumbuhan harian (LPH), efisiensi pakan (EP), dan tingkat kelangsungan hidup (KH).
Parameter
Perlakuan pemberian Fe (ppm)
0 100 500
KP 192,27±3,08 a 179,00±4,96 b 182,68±4,90 ab LPH 1,93±0,26 a 2,23±0,26 a 1,99±0,13 a
EP 45,37±3,57 a 58,38±4,15 b 58,46±3,43 b KH 86,67±5,77 a 85,00±7,07 a 96,67±5,77 a Keterangan : huruf superskript yang sama pada baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata (P>0,05). Analisis statistik terdapat pada Lampiran 5.
9 Gambar 2. Pertumbuhan ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis selama 40 hari
perlakuan pakan uji suplementasi Fe 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm. Berdasarkan beberapa parameter gambaran darah ikan kerapu bebek yang diambil setelah 40 hari perlakuan, pemberian pakan suplementasi Fe berbeda 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm menunjukkan nilai rataan total leukosit berkisar antara (1,56–1,72)x105sel/mm3, total eritrosit berkisar antara (1,39–1,76)x106 sel/mm3, kadar hematokrit 13,24–24,22%, dan kadar hemoglobin 6,73–8,6 g% . Hal ini dapat dilihat dalam Tabel 3.
Tabel 3. Nilai rataan total leukosit, total eritrosit, kadar hematokrit, dan kadar hemoglobin pada 40 hari pemeliharaan dengan pakan uji.
Gambaran Darah
Perlakuan pemberian Fe (ppm)
0 100 500
Leukosit (105 sel/mm3) 1,61 ± 0,15 1,72 ± 0,14 1,56 ± 0,19 Eritrosit (106 sel/mm3) 1,76 ± 0,20 1,39 ± 0,59 1,50 ± 0,39 Hematokrit (%) 13,24 ± 4,30 15,82 ± 5,47 24,22 ± 6,32 Hemoglobin (gram %) 6,73 ± 1,67 8,6 ± 1,83 7,2 ± 0,2
Kesehatan ikan diamati melalui pengambilan sampel darah pada hari ke-0 sebelum infeksi bakteri dan hari ke-6 pascainfeksi bakteri Vibrio alginolyticus. Parameter gambaran darah yang diamati adalah total leukosit, total eritrosit, kadar hematokrit, dan kadar hemoglobin. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Nilai rataa yaitu mencapai 2,22x (Gambar 3). Nilai per Sedangkan total eritr penurunan dari 1,76
0
taan total leukosit, total eritrosit, kadar hemogl tokrit hari ke-0 dan hari ke-6 pascainfeksi Vibr
perlakuan suplementasi Fe 0 ppm, 100 ppm, dan ukosit antar perlakuan 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm
bakteri Vibrio alginolyticus berkisar antara ngamatan hari ke-6 pascainfeksi bakteri Vibri
-masing perlakuan mengalami peningkatan. P -masing perlakuan suplementasi Fe 0 ppm, 100 ar 0,07x105sel/mm3, 0,17x105sel/mm3 dan 0,66 ng tinggi terlihat pada ikan perlakuan suplement 2,22x105sel/mm3 yang sebelumnya hanya 1,56x
perubahan total leukosit masing-masing perlaku
ritrosit semua ikan perlakuan hari ke-0 berkis . Kemudian pada hari ke-6 pascainfeksi terja
n suplementasi Fe 100 ppm dan suplementas ing naik menjadi 1,79x106sel/mm3 dan 1,91
ritrosit ikan perlakuan suplementasi Fe 0 ppm 1,76x106sel/mm3 menjadi 1,51x106sel/mm3. Pe 500 ppm pada hari
ke-a (1,56–1,72)x105
11 total eritrosit masing-masing perlakuan suplementasi Fe 100 ppm dan 500 ppm adalah sebesar 4,07x106sel/mm3 dan 4,04x106sel/mm3. Sedangkan penurunan yang terjadi pada perlakuan suplementasi Fe 0 ppm adalah sebesar 2,46x106sel/mm3 (Gambar 3). Perubahan nilai total eritrosit masing-masing perlakuan dapat dilihat dalam Lampiran 6.
Pada pengamatan kadar hemoglobin hari ke-0 sebelum infeksi bakteri, didapat nilai yang berkisar antara 6,73-8,60 g%. Pengamatan selanjutnya pada hari ke-6 pascainfeksi terjadi peningkatan pada ikan perlakuan suplementasi Fe 0 ppm dan suplementasi Fe 500 ppm masing-masing menjadi 10,13 dan 7,20 g%. Sedangkan kadar hemoglobin ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm sama seperti pengamatan awal yaitu 8,60 g%. Peningkatan kadar hemoglobin masing-masing perlakuan suplementasi Fe 0 ppm dan 500 ppm adalah sebesar 0,47 g% dan 2,93 g% (Gambar 3). Perubahan nilai kadar hemoglobin masing-masing perlakuan dapat dilihat dalam Lampiran 6.
Kadar hematokrit pada hari ke-0 berkisar antara 13,24 –24,22%. Pada pengamatan hari ke-6 pascainfeksi kadar hematokrit semua perlakuan meningkat. Peningkatan kadar hematokrit masing-masing perlakuan suplementasi Fe 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm adalah sebesar 8,19%, 8,56% dan 8,17% (Gambar 3). Perubahan nilai kadar hematokrit masing-masing perlakuan dapat dilihat dalam Lampiran 6.
Gambar 4. Pertumbuha 100 ppm
Hasil pengam perlakuan pakan supl pakan komersil, ikan pakan yang lebih sedi perlakuan pakan kom pertumbuhan harian 0,01 ppm memiliki laju pe pakan komersil mem kelangsungan hidup ( kecil dibandingkan sebesar 85% dan 100 bakteri ikan perlakuan dengan ikan perlakua dengan pengambilan
buhan mutlak ikan perlakuan pakan suplement 100 ppm dan 500 ppm pascainfeksi bakteri Vibrio al
ngamatan menunjukkan bahwa hasil terbaik di uplementasi Fe 100 ppm. Selanjutnya diban kan perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm
sedikit yaitu sebesar 179,00 gram dibandingk komersil yaitu sebesar 198,74 gram dengan 0,01% (Tabel 4). Ikan perlakuan pakan suple u pertumbuhan harian sebesar 2,23% sedangkan
emiliki laju pertumbuhan harian sebesar 2,31% (KH) ikan perlakuan pakan suplementasi Fe dengan ikan perlakuan pakan komersil, 100%. Namun, tingkat kelangsungan hidup (KH kuan pakan suplementasi Fe 100 ppm lebih besa
Gambar 5. Tingkat ke
alginoly
Nilai efisiensi sebesar 58,38% sedan Harga pakan komesi suplementasi Fe 100 perlakuan pakan supl dapat dilihat dalam Ta
Tabel 4. Perbanding perlakuan p
t kelangsungan hidup (KH) ikan pascainfeksi
yticus.
nsi pakan ikan perlakuan suplementasi Fe 100 dangkan ikan perlakuan pakan komersil adalah s
esil adalah sebesar Rp. 20.000,-/kg, sedangka 100 ppm adalah sebesar Rp.17.196,- /kg. Hasil
uplementasi Fe 100 ppm dengan perlakuan Tabel 4 berikut ini:
ndingan perlakuan pakan suplementasi Fe 100 n pakan komersil. an terdapat dalam Lampiran 8.
onsumsi Pakan
ju Pertumbuhan Harian
ngkat Kelangsungan Hidup (sebelum infeksi bakt siensi Pakan
ngkat Kelangsungan Hidup (sebelum infeksi bakt
Nilai total leukos 0 sebelum infeksi bakt komersil, yaitu masing Kemudian pada har perlakuan mengala 1,67x105sel/mm3. Seda 100 ppm pada hari dengan ikan perlakua sel/mm3 dan 1,77x10 eritrosit masing-masi
eukosit ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm akteri lebih tinggi dibandingkan dengan ikan p sing-masing sebesar 1,72x105sel/mm3 dan 1,63 hari ke-6 pascainfeksi nilai total leukosit
alami peningkatan menjadi 1,89x105 Sedangkan nilai total eritrosit ikan perlakuan
ri ke-0 sebelum infeksi bakteri lebih rendah kuan pakan komersil, yaitu masing-masing se
106 sel/mm3. Kemudian pada hari ke-6 pascain asing perlakuan mengalami peningkatan me 105 sel/mm3. Kadar hemoglobin ikan perlakua hari ke-0 sebelum infeksi bakteri lebih tingg kuan pakan komersil, masing-masing sebesar 8,60
scainfeksi kadar hemoglobin ikan perlakuan s ngalami perubahan sedangkan ikan perlakuan kadar hemoglobin menjadi 7,47%. Nilai kadar ntasi Fe 100 ppm pada hari ke-0 sebelum infeks
n dengan ikan perlakuan pakan komersil, yaitu dan 23,31 g%. Kemudian pada hari ke-6 pas
masing perlakuan mengalami peningkatan me bar 6a dan 6b).
rataan total leukosit (x105 sel/mm3) dan tota
3
) hari ke-0 dan hari ke-6 pascainfeksi Vibr
perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm dan
Gambar 6b. Kadar he hari ke-suplement
3.2 Pembahasan
Hasil peneliti dosis suplementasi F pertumbuhan harian (Cromileptes altivelis
oleh defisiensi zat pertumbuhan ikan. P energinya tercukupi. sebagai ko-enzim y metabolisme yang terj Pada ikan per kelebihan zat besi y pertumbuhan bahkan diduga bahwa pembe diperbolehkan. Hasil adalah sebesar 729,16 1380 ppm dalam bent
hemoglobin (%) dan kadar hematokrit (gram % -6 pascainfeksi Vibrio alginolyticus pada pe entasi Fe 100 ppm dan pakan komersil.
litian menunjukkan bahwa pemeliharaan den i Fe dalam pakan tidak berpengaruh nyata an dan tingkat kelangsungan hidup ikan
lis) (p>0,05). Umumnya pertumbuhan ikan tida at besi karena bukan merupakan sumber n. Pertumbuhan ikan akan berjalan normal ukupi. Zat besi hanya berperan dalam pembentuka
yang terlibat dengan berbagai aktivitas terjadi di dalam tubuh ikan (Halver, 1989).
perlakuan suplementasi Fe 500 ppm tidak di yang menyebabkan keracunan, penurunan an hingga menyebabkan kematian pada ikan
berian suplementasi Fe 500 ppm masih dala sil analisis pakan suplementasi Fe 500 ppm
16 ppm. Pakan ikan rainbow trout dengan dos bentuk ferosulfat bersifat racun (Desjardins et al
konsumsi pakan ikan perlakuan suplementasi Fe n dengan ikan perlakuan suplementasi Fe 0 ppm n karena beberapa ekor ikan perlakuan suplement
16 pada ulangan mengalami kematian bukan karena pakan yang diberikan saat pemeliharaan. Namun demikian laju pertumbuhan harian ikan suplementasi Fe 100 ppm tidak berbeda dibandingkan dengan ikan suplementasi Fe 0 ppm dan 500 ppm (p>0,05). Suplementasi zat besi dapat meningkatkan kinerja pertumbuhan. Lim et al. (2001) menyatakan bahwa defisiensi zat besi bukan masalah bagi ikan, karena biasanya pakan ikan yang bersumber dari tepung ikan atau protein hewani kaya akan kandungan mineral, akan tetapi kekurangan zat besi pada ikan tetap menimbulkan gangguan pada karakteristik darah seperti menurunnya eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit serta mengurangi bobot tubuh ikan. Selain itu, Lim et al. (2001) juga menyatakan bahwa dosis zat besi yang berlebih dapat mengakibatkan keracunan yang ditandai dengan penurunan efisiensi pakan, pertumbuhan bahkan meningkatkan kematian. Jumlah Fe dengan suplementasi Fe 500 ppm diduga akan menyebabkan kelebihan Fe dalam waktu pemberian yang lama, sehingga kinerja pertumbuhan dapat menurun.
Semakin sedikit jumlah pakan yang diberikan dengan hasil pertumbuhan yang sama, maka efisiensi pakan semakin baik. Salah satu penyebab meningkatnya efisiensi pakan adalah kualitas pakan yang baik. Tabel 2 menunjukkan bahwa efisiensi pakan meningkat seiring dengan meningkatnya suplementasi zat besi dalam pakan. Efisiensi pakan antara perlakuan suplementasi Fe 100 ppm dan 500 ppm tidak berbeda. Efisiensi pakan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm dan 500 ppm lebih tinggi dibandingkan dengan efisiensi pakan pada perlakuan suplementasi Fe 0 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa Fe secara tidak langsung meningkatkan pertumbuhan sehingga efisiensi pakan meningkat.
Kualitas pakan juga mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup ikan. Ikan dapat memenuhi kebutuhan untuk hidup dan tumbuh dengan kualitas pakan yang baik. Tingkat kelangsungan hidup ikan uji pada setiap perlakuan suplementasi Fe tidak berbeda (p>0,05), yaitu antara 86,67-96,67%. Brock dan Mulero (2000)
dalam Webster dan Lim (2002) menyatakan bahwa Fe merupakan nutrien yang berpengaruh terhadap fungsi sistem imunitas dan meningkatkan sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi.
17 mengalami pertumbuhan normal. Hal ini menunjukkan bahwa pakan uji yang diberikan mengandung nutrien yang sesuai dengan kebutuhan ikan kerapu bebek, yaitu dengan kadar protein sebesar 50% dan kadar lemak sebesar 20%. Pertumbuhan antar perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata diduga karena pemeliharaan yang kurang lama. Untuk mengetahui pengaruh interaksi antara kebutuhan zat besi dan vitamin C terhadap pertumbuhan pada ikan
Channel Catfish, membutuhkan waktu 14 minggu (Lim et al., 2000).
Ikan memerlukan nutrien untuk tumbuh, bereproduksi dan menjalankan fungsi fisiologis. Kebutuhan nutrien meliputi protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan energi. Nutrien ini dapat diperoleh dari pakan yang kualitasnya bergantung pada kandungan nutrien dan daya cerna pakan. Jumlah dan kualitas pakan yang tepat sangat berkaitan dengan pertumbuhan ikan. Nilai nutrien pakan umumnya dilihat dari komposisi protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin serta kandungan energinya (Furuichi, 1988). Pada stadia awal dari larva dibutuhkan nutrien pakan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energinya dan untuk mendapatkan nutrien esensial (Suwirya dkk., 2001).
Penggunaan pakan dengan kandungan protein kasar 48%, lemak 18-19%, dan karbohidrat 13% dengan rasio kalori : protein 9,5 kkal GE/gram protein serta penambahan imunostimulan, mampu menghasilkan laju pertumbuhan harian pada kisaran 1,5-1,6% (Indriastuti, 2006). Protein diperlukan untuk membentuk jaringan dan organ tubuh. Kebutuhan protein berarti jumlah minimal yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar asam amino ikan untuk mencapai pertumbuhan maksimal (NRC, 1977).
Ikan kerapu adalah jenis ikan karnivora. Oleh karena itu jenis ikan ini memerlukan pakan dengan kandungan protein yang cukup tinggi. Kebutuhan protein ikan kerapu berkisar antara 47,8% sampai 60,0% (Suwirya dkk., 2001). Sedangkan kebutuhan protein pada juvenil ikan berkisar antara 30-50% dan 40-50% pada estuari grouper (NRC, 1977).
18 Faktor-faktor kimia dan fisik yang dapat menyebabkan ikan menjadi stres adalah kepadatan tinggi, kualitas air yang buruk, penanganan yang buruk, gizi yang kurang memadai, dan sanitasi yang buruk (Rottman et al., 1992). Stres dalam bentuk apapun dapat meningkatkan kebutuhan energi ikan serta mengurangi tingkat pertumbuhan ikan. Pertumbuhan akan terjadi bila kebutuhan energi untuk pemeliharaan tubuh sudah terpenuhi terlebih dahulu (Lovell, 1988
dalam Setiawati, 2006).
Leukosit pada ikan merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh yang bersifat nonspesifik. Kenaikan leukosit yang terjadi pada ikan biasanya terjadi pada ikan yang mengalami gangguan dari luar tubuhnya, termasuk infeksi patogen karena fungsi leukosit sebagai sistem pertahanan tubuh ikan (Moyle dan Cech, 1988). Pada Gambar 3, peningkatan leukosit secara drastis terlihat pada ikan perlakuan Fe 500 ppm di hari ke-6 pascainfeksi bakteri. Ikan meningkatkan kinerja pertahanan tubuhnya dan diduga bahwa ikan menggunakan cadangan zat besi untuk meningkatkan aktivitas leukositnya. Piliang dan Djojosoebagio (2006) menyatakan bahwa, ketersediaan zat besi dapat menyebabkan intensitas aktivitas leukosit menjadi meningkat apabila terjadi infeksi, karena ferritin sebagai cadangan zat besi selain terdapat dalam plasma darah, juga terdapat dalam butir-butir darah merah dan butir-butir-butir-butir darah putih.
Nilai total eritrosit semua ikan masih menunjukkan batas normal. Pada ikan normal, jumlah eritrosit berkisar antara (1,05-3,00)x106sel/mm3 darah (Roberts, 1978). Total eritrosit pada pengamatan hari ke-6 pascainfeksi bakteri pada ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm dan perlakuan suplementasi Fe 500 ppm mengalami peningkatan, sedangkan total eritrosit ikan perlakuan suplementasi Fe 0 ppm mengalami penurunan. Peningkatan ini diduga karena adanya zat besi yang tersimpan dalam tubuh ikan. Zat besi bersama protein merupakan penyusun sel darah merah dan hemoglobin (Lehniger, 1982). Oleh karena itu diperlukan ketersediaan Fe yang cukup dalam tubuh ikan sehingga dapat menggantikan zat besi yang hilang karena dimanfaatkan oleh bakteri sebagai nutrien untuk meningkatkan virulensi patogenisital.
19 suplementasi Fe 500 ppm. Peningkatan hemoglobin diakibatkan oleh peningkatan asupan Fe melalui pakan (Shim dan Ong, 1999).
Pada awal pengamatan kadar hematokrit rata-rata ikan uji masing-masing perlakuan berkisar antara 13,24–24,22%. Nilai hematokrit darah ikan berkisar antara 5-60%. Apabila ikan terserang penyakit atau kehilangan nafsu makan karena sebab-sebab yang tidak jelas, nilai hematokrit menjadi lebih rendah (Snieszko et al., 1960). Hematokrit merupakan perbandingan antara volume sel-sel darah dan volume total darah. Pada Gambar 3 terlihat bahwa kadar hematokrit berkorelasi positif dengan total eritrosit. Fluktuasi nilai eritrosit diikuti oleh fluktuasi yang sama dengan nilai hematokrit.
Pertumbuhan mutlak pascainfeksi bakteri ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm lebih baik dibandingkan ikan perlakuan lainnya. Mazeaud dan Mazeaud (1981) menyatakan bahwa stres dapat menyebabkan pertumbuhan ikan rendah. Hal ini diduga bahwa penggunaan suplementasi Fe 100 ppm dalam pakan tepat karena dapat mengatasi stres dengan baik, sehingga energi yang didapatkan dari pakan dapat dipakai untuk pertumbuhan ikan.
Tingkat kelangsungan hidup ikan pascainfeksi bakteri menunjukkan bahwa ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm dan 500 ppm lebih baik dibandingkan dengan ikan perlakuan suplementasi Fe 0 ppm. Hal ini diduga bahwa penambahan Fe dalam pakan dapat memberikan cadangan Fe dalam tubuh ikan sehingga dapat digunakan saat dibutuhkan. Sedangkan ikan yang kekurangan Fe akan mengalami stres. Stres pada ikan dapat menyebabkan kematian pada ikan tersebut (Mazeaud dan Mazeaud, 1981).
Pakan suplementasi Fe 100 ppm lebih ekonomis dibandingkan pakan suplementasi Fe 500 ppm dengan viabilitas yang sama terhadap ikan uji. Maka untuk selanjutnya pemberian ikan dengan pakan suplementasi Fe100 ppm dibandingkan dengan pemberian pakan komersil.
20 ppm bakteri adalah 70 % sedangkan kelangsungan hidup ikan yang diberi pakan komersil adalah 0%, data mortalitas dapat dilihat dalam Lampiran 9. Hal ini membuktikan pakan dengan suplementasi Fe 100 ppm mampu menjaga imunitas ikan.
Harga per kilogram pakan dengan suplementasi Fe 100 ppm lebih murah dibandingkan dengan pakan komersil, selisih harga per kilogramnya sebesar Rp.2.804,-. Selain itu, tingkat konsumsi pakan ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm lebih rendah dibandingkan dengan ikan perlakuan pakan komersil sehingga menghasilkan keuntungan materi yang lebih besar. Jika pemeliharaan ikan dimulai saat ikan berukuran 8 cm selama 3 bulan dengan asumsi jumlah ikan masing-masing perlakuan 100 ekor dan terinfeksi bakteri maka hasil akhirnya menunjukkan bahwa pemeliharaan ikan dengan suplementasi Fe 100 ppm lebih untung sebesar Rp.3.250.793,078 dibandingkan dengan pemeliharaan ikan dengan menggunakan pakan komersil (Lampiran 10).
Pada Gambar 6a, peningkatan leukosit secara drastis terlihat pada ikan perlakuan Fe 100 ppm dibandingkan ikan perlakuan pakan komersil di hari ke-6 pascainfeksi bakteri. Ikan meningkatkan kinerja pertahanan tubuhnya dan diduga bahwa ikan menggunakan cadangan zat besi untuk meningkatkan aktivitas leukositnya. Sebagian besar leukosit ditransfer ke daerah-daerah infeksi untuk memberikan pertahanan yang cepat dan perlawanan terhadap setiap gen infeksi (Anderson, 1974).
Total eritrosit pada pengamatan hari ke-6 pascainfeksi bakteri pada ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm dan perlakuan pakan komersil mengalami peningkatan. Peningkatan ini diduga karena adanya zat besi yang tersimpan dalam tubuh ikan. Selain itu, Wedemeyer dan Yasutake (1977) menyatakan bahwa eritrosit yang tinggi juga menandakan ikan dalam keadaan stress. Oleh karena itu diperlukan ketersediaan Fe yang cukup dalam pakan sehingga dapat menggantikan zat besi yang hilang karena dimanfaatkan oleh bakteri sebagai nutrien untuk meningkatkan virulensi patogenisital.
Penurunan kadar hemoglobin terlihat pada ikan perlakuan pakan komersil sedangkan kadar hemglobin ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm tetap. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ogbulie dan Okpokwasili (1999),
21 dibandingkan dengan ikan sakit, namun hal sebaliknya dengan leukosit. Hal ini membuktikan bahwa ketersediaan Fe dalam tubuh ikan perlakuan pakan komersil lebih rendah walaupun Fe dalam pakan komersil tinggi, diduga bahwa Fe dalam pakan komersil tidak dapat diserap oleh tubuh ikan.
9
IV. KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Pemberian pakan suplementasi zat besi (Fe) 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm tidak berpengaruh nyata terhadap kinerja pertumbuhan, yaitu laju pertumbuhan harian sebesar 1,93-2,23 % dan tingkat kelangsungan hidup sebesar 85,0-96,7 % ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis sebelum diinfeksi bakteri. Namun setelah diinfeksi bakteri, perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm memiliki viabilitas yang lebih baik dengan kelangsungan hidup sebesar 70 % dan pertumbuhan mutlak sebesar 4,29 gram/hari serta lebih ekonomis dibandingkan dengan perlakuan pakan lainnya dan pakan komersil.
4.2 Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
Amlacher, E., 1970. Textbook of fish disease. Conroy D. A., R. L. Herman (eds.) TFH Publ. Neptune. New York. 302p.
Anderson, D.P., 1974. Fish immunology. TFH Publication.Ltd. Hongkong. 239pp.
Anonimous, 2009. Budidaya kerapu. Available at http://kerapu.web.id/index. php?option=com_content&task=view&id=5&Itemid=6. [1 Desember 2009].
Fahri, M., 2011. Bakteri pathogen pada budidaya perikanan Vibrio alginolyticus. Available at http:// http://elfahrybima.blogspot.com/2009/01/bakteri-pathogen-pada-budidaya.html [2 Juni 2011].
Furuichi, M., 1988. Fish nutrition. P79-229 In : Watanabe, T. (editor). Fish Nutrition and Marineculture. Department of Aquatic Biosciences, Tokyo University of Fisheries. Tokyo.
Groof, J.L., Smith, J.L. and Gropper, S.S., 2000. Advanced nutrition and human metabolism (4th edition). Wadssorth/Thomson Learning.
Halver, J.E., 1989. Fish nutrition. Second edition. Academic Press, Inc. University of Washington. Seattle. Washington.
Ikbal, 2006. Aplikasi imunostimulan pada pakan ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis yang dipelihara di jaring apung. [Skripsi]. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Indriastuti, L., 2006. Pengaruh penambahan bahan-bahan imunostimulan dalam formulasi pakan buatan terhadap respon imunitas dan pertumbuhan ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis. [Skripsi]. Program Studi Teknologi Dan Manajemen Akuakultur. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Lehniger, A.L., 1982. Dasar-dasar biokimia jilid 1. Jakarta. Penerbit Erlangga. 182p.
Lim, C., Phillip, H.K., Li, M.H. and Robinson, E.H., 2001. Interaction between dietary level of iron and vitamin C on growth, hematology, immune responsse and resistance of channel catfish Ictalurus punctatus to
Edwardsiella ictaluri challenge. Aquaculture 185:313-327.
24 Mazeaud, M.M. and Mazeaud, F., 1981. Adrenergic responses to stress in fish. In : Packering, A.D. (editor). Stress and Fish. Academic Press, Inc. London.
Moyle, P.B. and Chech Jr, J.J., 1988. Fhishes : an introduction to ichthyology. Prentice Hall, Inc. USA. 559 p.
National Research Council, 1977. Nutrient requirements of warm water fishes. National Academic Press. Washington D. C. 115 pp.
Oktarina, R.M., 2009. Pengaruh frekuensi perendaman dalam air tawar terhadap kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis. [Skripsi].
Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Ogbulie, J.N. and Okpokwasili, G.C., 1999. Haematologycal and histologycal responses of Clarias gariepinus and Heterobrancus bidorsalis to some bacterial deseases in River State, Nigeria. J. National. Sci. Foundation of Sri Lanka 27(1):1-16.
Piliang, W.G. dan Djojosoebagio, S.A.H., 2006. Fisiologi nutrisi Vol II. IPB Press. Bogor : xvi + 238hlm.
Roberts, R.J., 1978. Fish pathology. Baillierre Tindal. London.
Rottman, R.W., Francis-Floyd, R., and Durborow, R., 1992. The role of stress in fish disease. SRAC Publication No. 474.
Setiawati, M., 2006. Suplementasi Fe optimal sebagai peningkat vitalitas ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) saat kondisi stress hipoksia. [Penelitian Dosen Muda]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Shim, K.F., and Ong, S.I., 1999. Iron requirement of the guppy (Poecilia reticulata, Peters). Journal of Aquaculture and Aquatic Sciences, 6(2). Snieszko, S.F., 1960. Microhematocrit as a tool in fishery research and
management. U. S. Wildl. Serv. Sci. Rep. fish. 341:15.
Suwirya, K., Giri, N.A. dan Marzuqi, M., 2001. Pengaruh n-3 HUFA terhadap pertumbuhan dan efisiensi pakan yuwana ikan kerapu bebek
25 Takeuchi, T., 1988. Laboratory work chemical evaluation of dietary nutrient. p79-229 In Watanabe, T., (editor). Fish Nutrition and Marineculture. Departemen of Aquatic Biosciences, Tokyo University of Fisheries. Tokyo.
Webster, C.D., and Lim, C., 2002. Introduction to fish nutrition, p19-30. In Nutrient Requirement and Feeding of Finfish For Aquaculture. C.D. Webster (eds). British Library. London, UK.
27
Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat.
Kadar air
Cawan dipanaskan pada suhu 105-110oC salama 1 jam, kemudian didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang (X1). Bahan yang akan
dianalisis ditimbang sebanyak 2-3 gram (A). Cawan dan bahan tersebut dipanaskan pada suhu 105-110oC selama 4-5 jam, disimpan dalam eksikator dan ditimbang (X2). Persentase kadar air diperoleh dengan menggunakan
diperoleh dengan menggunakan rumus:
Kadar protein
i. Tahap oksidasi
Bahan yang akan dianalisis ditimbang sebanyak 0.5-1 gram (A), dimasukkan ke dalam labu, ditambah 3 gram katalis, 4 butir granul dan 10 ml H2SO4 pekat. Dipanaskan hingga terjadi perubahan warna menjadi
hijau bening, kemudian didinginkan. Setelah dingin diencerkan dengan akuades hingga volume 100 ml.
ii.Tahap destilasi
10 ml H2SO4 ditambah 2-3 tetes MR-MB dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 125 ml, kemudian disiapkan erlenmeyer di bawah alat destilasi. Diambil 5 ml larutan hasil oksidasi, dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal dan ditambahkan 10 ml NaOH 30%. Dipanaskan hingga terjadi kondensasi (selama 10 menit), sejak terjadi tetesan pertama.
iii.Tahap titirasi
Hasil destilasi dititrasi dengan NaOH 0.05N hingga cairan berwarna hijau
28
Lanjutan Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat.
muda, dihitung volume titran yang digunakan (Va), dilakukan prosedur yang sama terhadap blanko (Vb).
Kadar lemak metode Sochlet
Labu dipanaskan pada suhu 105-110oC selama 1 jam, disimpan di dalam eksikator dan ditimbang (X1), dimasukkan petroleum benzen sebanyak
150-200 ml. Bahan yang akan dianalisis ditimbang sebanyak 2-3 gram (A), kemudian masukkan ke dalam selongsong dan Sochlet serta letakkan pemberat di atasnya. Labu yang telah dihubungkan dengan Sochlet dipanaskan diatas water bath 70oC sampai cairan yang merendam bahan dalam Sochlet menjadi bening. Labu dilepaskan dan tetap dipanaskan hingga petroleum benzen menguap semua. Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven ± 15 menit hingga 1 jam, disimpan dalam eksikator dan ditimbang (X2).
Kadar lemak metode Folch
Ikan yang akan dianalisis dicincang, kemudian digiling. Gilingan daging terdebut sebanyak A gram dimasukkan ke dalam wadah, dilarutkan dengan 20 ml chloromethanol, dimasukkan ke dalam homogenizer selama 5 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Hasil homogenisasi disaring dengan menggunakan vacum pump, wadah yang digunakan dibilas dengan menggunakan sisa chloromethanol sebanyak 20 ml.hasil saringan diambil dan dibiarkan selama 24 jam agar lemak mengendap. Setelah 24 jam, lemak diambil, disaring aadan dimasukkan ke dalam labu kemudian dievaporasi kemudian ditimbang (B gram).
Kadar serat kasar
Sebanyak 0.5 gram bahan ditimbang (A) dimasukkan ke dalam erlenmeyer 350 ml dan ditambahkan 50 ml H2SO4 0.3N. Erlenmeyer yang berisi bahan
tersebut dipanaskan kemudian didinginkan dan ditambah lagi 25 ml NaOH 1.5N, dipanaskan selama 30 menit. Kertas saring dipanaskan dan ditimbang
29
Lanjutan Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat.
(X1), dipasang pada corong Buchner dan dihubungkan pada vacuum pump
untuk mempercepat proses penyaringan. Larutan dan bahan yang dipanaskan tersebut dituangkan ke dalam corong Buchner, kemudian bilas berturut-turut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0.3N, 50 ml air panas, dan 25 ml
aceton. Disiapkan cawan porselen yang sudah dipanaskan pada suhu 105-110oC selama 1 jam, kertas saring dimasukan ke dalam cawan, dipanaskan pada suhu 105oC, simpan di eksikator dan ditimbang (X2). Dipanaskan di
atas bunsen dan selanjutnya pada tanur dengan suhu 600oC hingga berwarna putih, kemudian didinginkan dan ditimbang (X3).
Lampiran 2. Komposisi bahan pakan (100 gram berat kering).
Bahan Perlakuan [ Pemberian Fe (ppm)]
0 100 500
Tepung Ikan 51,50 51,50 51,50
Tepung Bungkil Kedelai 10,00 10,00 10,00
Tepung Pollard 2,50 2,50 2,50
Tepung Kepala Udang 14,00 14,00 14,00
Minyak Cumi 6,48 6,48 6,48
Minyak Ikan 6,00 6,00 6,00
Vitamin Mix 0,52 0,52 0,52
Mineral Mix* 2,75 2,75 2,75
Onggok (Perekat) 1,50 1,50 1,50
Feed additive** 2,00 2,00 2,00
Tepung Terigu 2,50 2,50 2,50
Maizena 0,25 0,20 0,00
FeSO4.7H2O 0,00 0,05 0,25
TOTAL 100,00 100,00 100,00
30
Lampiran 3. Parameter kualitas air selama 40 hari pemeliharaan sebelum infeksi bakteri Vibrio alginolyticus
Parameter Perlakuan Uji
0 ppm 100 ppm 500 ppm Komersil
suhu (oC) 28,9- 31,5 28,8–31,5 29- 31,8 29–32 salinitas (g/l) 29–30 29–30 29-30 29–30
pH 7,2–8 7,2–8 7,2-8 7,2–8
DO (mg/l) 6,8–6,9 6,6–7 6,8-7 6,8–6,9
NO2- (mg/l) 0 0 0 0
Lampiran 4. Pengukuran parameter haematologi.
a) Perhitungan total sel darah merah (SDM)
Perhitungan total sel darah merah dihitung dengan menggunakan
haemocytometer. Pertama, darah dihisap dengan pipet sampai skala 0,5. Selanjutnya, ditambahkan larutan hayem sampai skala 101. Pipet digoyangkan membentuk angka 8 selama 3 – 5 menit. Tetesan pertama pada pipet dibuang, lalu tetesan selanjutnya diteteskan dalam haemocytometer. Selanjutnya, dilakukan perhitungan pada 10 kotak kecil dengan perbesaran 400 kali.
Rumus Total SDM:
∑ SDM = ℎ "# #$ℎ% &' × )
* +,-. / 0/ /.12+ × 3 4 $ 5#&'#&6#$ &
=78 79 … 7; 78<
)=
×
)
=,? ×=,? ×=,) --@
× 200
= … "# ⁄ C Keterangan:
Jumlah sel terhitung adalah nilai rata-rata dari perhitungan 10 kotak kecil pada
haemocytometer.
b)Perhitungan total sel darah putih (SDP)
Perhitungan total sel darah putih dihitung dengan menggunakan
31
Lanjutan Lampiran 4. Pengukuran parameter haematologi.
Rumus Total SDP:
∑ SDP = ℎ "# #$ℎ% &' × )
* +,-. / 0/ E.F0G × 3 4 $ 5#&'#&6#$ &
= H8 H9 H@ HI
J
× 50 × 22
= … "# ⁄ C Keterangan:
Nilai Wi diperoleh dari rata-rata L)+ L?+ LC+ LJ pada kotak besar.
c) Pergukuran kadar hematokrit menurut Anderson dan Siwicki (1993)
Pengukuran kadar hematokrit dilakukan dengan cara darah dihisap dengan menggunakan tabung mikrohematokrit sampai volume ¾ bagian. Selanjutnya, darah disentrifuse selama 5 menit dengan kecepatan 8000 rpm. Lalu dilakukan pengukuran volume padatan dan volume total darah dengan menggunakan penggaris.
Rumus Kadar Hematokrit:
Kadar Hematokrit = * +,-. F.+ 0G0N -.G0N
* +,-. 0+ 0G0N
× 100%
d)Pengukuran kadar hemoglobin menurut Wedemeyer dan Yasutake (1977)
32
Lampiran 5. Hasil analisis statistik.
Hasil analisis statistik kinerja pertumbuhan selama 40 hari
Descriptives
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum Lower
Bound
Upper
Bound
KH 3 86.6667 5.77350 3.33333 72.3245 101.0088 80.00 90.00
100 ppm 2 85.0000 7.07107 5.00000 21.4690 148.5310 80.00 90.00
500 ppm 3 96.6667 5.77350 3.33333 82.3245 111.0088 90.00 100.00
Total 8 90.0000 7.55929 2.67261 83.6803 96.3197 80.00 100.00
LPH 0 ppm 3 1.9284 .26256 .15159 1.2762 2.5806 1.72 2.22
100 ppm 2 2.2341 .25998 .18383 -.1017 4.5700 2.05 2.42
500 ppm 3 1.9882 .12717 .07342 1.6723 2.3041 1.84 2.06
Total 8 2.0273 .22592 .07988 1.8384 2.2161 1.72 2.42
EP 0 ppm 3 45.3654 3.56511 2.05832 36.5092 54.2216 41.94 49.05
100 ppm 2 58.3846 4.15107 2.93525 21.0887 95.6805 55.45 61.32
500 ppm 3 58.4580 3.42814 1.97924 49.9420 66.9740 54.71 61.44
Total 8 53.5299 7.42704 2.62585 47.3208 59.7391 41.94 61.44
KP 0 ppm 3 1.9227E2 3.07673 1.77635 184.6240 199.9100 189.99 195.77
100 ppm 2 1.7900E2 4.96106 3.50800 134.4276 223.5744 175.49 182.51
500 ppm 3 1.8268E2 4.89702 2.82729 170.5131 194.8429 178.72 188.15
Total 8 1.8535E2 6.93932 2.45342 179.5532 191.1560 175.49 195.77
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
KH .078 2 5 .926
LPH 1.563 2 5 .297
EP .065 2 5 .937
KP .710 2 5 .535
Keterangan :
33
Lanjutan Lampiran 5. Hasil analisis statistik.
ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
KH Between Groups 216.667 2 108.333 2.955 .142
Within Groups 183.333 5 36.667
Total 400.000 7
LPH Between Groups .119 2 .060 1.256 .361
Within Groups .238 5 .048
Total .357 7
EP Between Groups 319.970 2 159.985 12.092 .012
Within Groups 66.156 5 13.231
Total 386.126 7
KP Between Groups 245.573 2 122.786 6.709 .038
Within Groups 91.506 5 18.301
Total 337.079 7
KH
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1
Tukey HSDa 100 ppm 2 85.0000
0 ppm 3 86.6667
500 ppm 3 96.6667
Sig. .167
Duncana 100 ppm 2 85.0000
0 ppm 3 86.6667
500 ppm 3 96.6667
Sig. .087
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.571.
Keterangan :
34
Lanjutan Lampiran 5. Hasil analisis statistik.
LPH
Perlakuan N
Subset for alpha
= 0.05
1
Tukey HSDa 0 ppm 3 1.9284
500 ppm 3 1.9882
100 ppm 2 2.2341
Sig. .332
Duncana 0 ppm 3 1.9284
500 ppm 3 1.9882
100 ppm 2 2.2341
Sig. .183
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.571.
EP
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2
Tukey HSDa 0 ppm 3 45.3654
100 ppm 2 58.3846
500 ppm 3 58.4580
Sig. 1.000 1.000
Duncana 0 ppm 3 45.3654
100 ppm 2 58.3846
500 ppm 3 58.4580
Sig. 1.000 .983
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.571.
Keterangan :
35
Lanjutan Lampiran 5. Hasil analisis statistik.
KP
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2
Tukey HSDa 100 ppm 2 179.0010
500 ppm 3 182.6780 182.6780
0 ppm 3 192.2670
Sig. .622 .110
Duncana 100 ppm 2 179.0010
500 ppm 3 182.6780 182.6780
0 ppm 3 192.2670
Sig. .375 .052
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.571.
Keterangan :
Lampiran 6. Perubahan nilai total leukosit, total eritrosit, kadar hemoglobin dan kadar hematokrit perlakuan suplementasi Fe 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm pascainfeksi bakteri Vibrio alginolyticus
Perlakuan
H0 H6 Perubahan (∆)
LEUKOSIT ERITROSIT HB HAEMATOKRIT LEUKOSIT ERITROSIT HB HAEMATOKRIT LEUKOSIT ERITROSIT HB HAEMATOKRIT
0 ppm 1,62 17,61 6,73 13,24 1,69 15,15 7,20 21,44 0,07 -2,46 0,47 8,19
100 ppm 1,72 13,90 8,60 15,81 1,89 17,98 8,60 24,37 0,17 4,07 0,00 8,56
500 ppm 1,56 15,02 7,20 24,22 2,22 19,06 10,13 32,39 0,66 4,04 2,93 8,17
Perlakuan
H0 H6 Perubahan (∆)
LEUKOSIT ERITROSIT HB HAEMATOKRIT LEUKOSIT ERITROSIT HB HAEMATOKRIT LEUKOSIT ERITROSIT HB HAEMATOKRIT
100 ppm 1,72 13,90 8,60 15,81 1,89 17,98 8,60 24,37 0,17 4,07 0,00 8,56
KOMERSIL 1,63 17,64 7,73 23,31 1,67 18,89 7,47 27,96 0,04 1,25 -0,27 4,65
37
Lampiran 7. Data bobot ikan pascainfeksi bakteri.
Perlakuan
Bobot Awal (Hari ke-0)
Bobot Akhir
(Hari ke-6) Pertumbuhan Mutlak 0 ppm 44,38733333 58,8946667 2,41788889 100 ppm 43,93233333 69,6583333 4,28766667 500 ppm 47,41766667 63,4893333 2,67861111
Lampiran 8. Perhitungan harga pakan.
Bahan Komposisi Harga pakan / kg Harga Bahan
0 ppm (O)
100 ppm (I)
500 ppm (S)
0 ppm (O)
100 ppm (I)
500 ppm
(S) /kg
Tepung Ikan 51.5 51.5 51.5 7725 7725 7725 15000
Tepung Bungkil Kedelai 10 10 10 390.5 390.5 390.5 3905
Tepung Pollard 2.5 2.5 2.5 95 95 95 3800
Tepung Kepala Udang 14 14 14 1400 1400 1400 10000
Minyak Cumi 6.48 6.48 6.48 3240 3240 3240 50000
Minyak Ikan 6 6 6 3000 3000 3000 50000
Vitamin Mix 0.52 0.52 0.52 260 260 260 50000
Mineral Mix* 2.75 2.75 2.75 275 275 275 10000
Onggok (Perekat) 1.5 1.5 1.5 16.125 16.125 16.125 1075
Feed additive** 2 2 2 600 600 600 30000
tepung terigu 2.5 2.5 2.5 137.5 137.5 137.5 5500
Maizena 0.25 0.2 0 40 32 0 16000
FeSO4.7H2O 0 0.05 0.25 0 25 125 50000
38
Lampiran 9. Data kematian ikan pascainfeksi.
jumlah ikan
H ke- setelah infeksi
Komersil (ekor)
Penambahan Fe 500 ppm (ekor)
Penambahan Fe 100 ppm (ekor)
Tanpa Penambahan
Fe (ekor) Catatan
0 10 10 10 10
1 10 10 10 10
2 10 10 10 10
3 10 10 10 10
4 10 10 10 10
5 10 10 10 10
6 7 7 7 7 ambil darah 3 ekor
7 3 7 7 7
8 0 7 7 7
9 7 7 5
10 7 7 5
11 7 7 5
12 7 7 5
39
Lampiran 10. Biaya pakan dan profit penggunaan pakan.
Perlakuan
Pembelian Benih Biaya pakan
Jumlah Ukuran Harga Harga KP Biaya (ekor) (cm) (Rp2000/cm) (Rp/kg) (gram) (120 hari) Komersil 100 8 480000 20000 596.22 11924.32 0 ppm 100 8 480000 17179.125 576.8 9908.93648 100 ppm 100 8 480000 17196.125 538.55 9260.92153 500 ppm 100 8 480000 17264.125 548.03 9461.32748
Perlakuan
Penjualan Benih Keuntungan
Jumlah Ukuran Harga Pemasukan (Rp) (ekor) (cm) (Rp2000/cm) Setelah Pakan
Komersil 100 24 4800000 4788075.68 4308075.68
0 ppm 86 19 3268000 3258091.064 2778091.064
100 ppm 85 22 3740000 3730739.078 3250739.078 500 ppm 96 20 3840000 3830538.673 3350538.673
Perlakuan
PascaInfeksi Jumlah
Ukuran (cm)
KH (%)
Jumlah
(ekor) Penjualan
Pemasukan Setelah
Pakan
Keuntungan (RP) (ekor)
Komersil 100 24 0 0 0 -11924.32 -491924.32
0 ppm 86 19 70 60.2 2287600 2277691.064 1797691.064 100 ppm 85 22 100 85 3740000 3730739.078 3250739.078 500 ppm 96 20 100 96 3840000 3830538.673 3350538.673