• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaman Spesies Trips dan Musuh Alaminya pada Tanaman Mawar di Taman Bunga Nusantara Kabupaten Cianjur Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keragaman Spesies Trips dan Musuh Alaminya pada Tanaman Mawar di Taman Bunga Nusantara Kabupaten Cianjur Jawa Barat"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAMAN SPESIES TRIPS DAN MUSUH ALAMINYA

PADA TANAMAN MAWAR DI TAMAN BUNGA

NUSANTARA KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT

IRMA UTAMI SIAGIAN

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

IRMA UTAMI SIAGIAN. Keragaman Spesies Trips dan Musuh Alaminya pada Tanaman Mawar di Taman Bunga Nusantara Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Di-bimbing oleh RULY ANWAR dan DEWI SARTIAMI.

(3)

PADA TANAMAN MAWAR DI TAMAN BUNGA

NUSANTARA KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT

IRMA UTAMI SIAGIAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Tanaman Mawar di Taman Bunga Nusantara Kabupaten Cianjur Jawa Barat

Nama mahasiswa : Irma Utami Siagian NRP : A34070057

Disetujui,

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si Dra. Dewi Sartiami, M.Si NIP 19641224 199103 1 003 NIP 19641204 199103 2 001

Tanggal Lulus:

Diketahui, Ketua Departemen

(5)

Penulis dilahirkan di Muara Bangun, tanggal 24 Maret 1989. Anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan bapak Abdul Manap Siagian (Alm) dan ibu Jurriah Pasaribu.

Penulis lulus dari Madrasah Ibtidaiyah Negeri Muara Bangun pada tahun 2001 dan pada tahun 2004, lulus dari SLTP N 2 Rao. Penulis menyelesaikan pen-didikan sekolah lanjutan atas di SMA N 1 Rao (2004-2007). Tahun 2007, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada kurikulum berbasis mayor-minor. Penulis dite-rima sebagai mahasiswa di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian dan selama 1 tahun pertama mengikuti masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB).

(6)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul ”Keragaman Spesies Trips dan Musuh Alaminya pada Tanaman Mawar di Taman Bunga Nusantara Kabupaten Cianjur Jawa Barat”. Penelitian ini dilaksanakan di Taman Bunga Nusantara, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dan Laboratorium Patologi Serangga serta Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Maret 2011 sampai Agustus 2011.

Penulis pada kesempatan ini menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si dan Dra. Dewi Sartiami, M.Si. selaku dosen pem-bimbing skripsi yang dengan sabarnya mempem-bimbing, memberikan ilmu, dan perhatian kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.

2. Kedua orang tua penulis, Alm. Abdul Manap, S.Pd. dan Jurriah Pasaribu serta saudara penulis Arif Andi Siagian, Iyerni Hida Siagian, dan Gusni Amini Siagian atas doa, motivasi, kasih sayang, dan perhatian yang diberi-kan kepada penulis.

3. Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan saran dan arahan kepada penulis.

4. Prof. Dr. Ir. Meity Suradji Sinaga, M.Sc. selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan kritikan dan saran kepada penulis.

5. M. Iqbal Harraz, SE.MM sebagai General Manager, Agus Taryat, SP seba-gai Manager Hortikultura dan Lingkungan, Novinaldi, SP sebaseba-gai Kepala Unit Litbang, Tatep Sopiyullah sebagai Asisten Manager Hortikultura dan Lingkungan, dan keluarga besar Taman Bunga Nusantara atas kerjasama-nya, saran, dan perhatian selama penulis menjalankan penelitian.

6. Kurniatus Ziyadah, SP, Nurul Widyanti, SP, Rita Kurnia Apindiati, SP, Ida Parida, SP, Listika Minarti, SP, Anik Nurhayati, SP, Ahmad Khoerudin La-tif, SP, Ibu Aisyah, dan teman-teman di Laboratorium Patologi Serangga dan Laboratorium Biosistematika serangga, serta keluarga besar di Departe-men Proteksi Tanaman khususnya angkatan 44 yang memberikan semangat dan perhatian kepada penulis.

7. Drh. Linda Sayuti, Patmawati, S.Pi, Amelia Susan Anggraeni, S.Si, Siti Ma-waddah, S.Pt, Lusi Triyani, dan keluarga besar Wisma Wahdah Indah yang memberikan dorongan semangat dan perhatian kepada penulis.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat sebesar-besarnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, 27 Januari 2012

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Cendawan Entomophthorales ... 4

Taksonomi Cendawan Entomophthorales ... 4

Struktur Cendawan Entomophthorales ... 4

Siklus Hidup Cendawan Entomophthorales ... 6

Trips (Ordo Thysanoptera) ... 7

Bioekologi ... 7

Karakter yang Digunakan dalam Identifikasi Trips ... 7

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Populasi Trips ... 8

Metode Sampling untuk Trips ... 10

Perangkap Likat ... 10

Tanaman Mawar ... 11

BAHAN DAN METODE ... 14

Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

Metode Penelitian ... 14

Pengujian Perangkap Likat ... 14

Eksplorasi Cendawan Entomopatogen dan Pengamatan Populasi Trips ... 15

Analisis Data ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

Gambaran Umum ... 17

Keragaman Spesies Trips ... 18

Eksplorasi Cendawan Entomopatogen pada Trips ... 27

Populasi Trips pada Bunga Mawar ... 30

Ketertarikan Trips pada Warna Perangkap Likat ... 31

KESIMPULAN ... 36

Kesimpulan ... 36

Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Persentase Thrips parvispinus dan Frankliniella intonsa terinfeksi

cendawan entomopatogen pada delapan kali pengamatan tahun 2011

... 29 2 Populasi trips pada bunga mawar lokal dan mawar impor tahun 2011

... 31 3 Rataan trips (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap likat

yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ... 33 4 Rataan T. parvispinus (individu/perangkap) pada tiga warna

perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ... 34 5 Rataan F. intonsa (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Thrips parvispinus, (A) imago betina, (B) antena segmen III & IV

sense cone berbentuk garpu, (C) kepala memiliki 2 pasang seta oseli, (D) pronotum, (E) metanotum, (F) sayap depan, (G) ctenedia

pada abdomen tergit VIII, dan (H) abdomen sternit VI-VII ... 19 2 Frankliniella intonsa, (A) imago betina, (B) antena (C) kepala

memiliki 3 pasang seta oseli, (D) pronotum memiliki 5 pasang seta utama, (E) metanotum, (F) sayap depan, (G) ctenedia pada abdomen tergit VIII, (H) comb posteromarginal pada abdomen

tergit VIII, dan (I) imago jantan ... 20 3 Thrips palmi, (A) imago betina, (B) pronotum, (C) metanotum

dengan campaniform sensilla, dan (D) abdomen tergit VIII ... 21 4 Scirtothrips dorsalis, (A) imago betina, (B) kepala, (C) pronotum,

(D) sayap depan, dan (E) abdomen tergit VIII ... 22 5 Microcephalothrips abdominalis, (A) imago betina, (B) antena

berjumlah 7 segmen, (C) metanotum, dan (D) abdomen tergit VIII memiliki ctenedia dan comb dengan microtrichia pada dasar

segitiga ... 23 6 Megalurothrips usitatus, (A) imago betina, (B) antena, (C) kepala,

(D) pronotum, (E) metanotum, (F) sayap depan, dan (G) abdomen tergit VIII memiliki kelompok microtrichia dan memiliki comb

dengan microtrichia tapi kosong di bagian tengah . ... 24 7 Spesies A, (A) imago betina, (B) antena berjumlah 7 segmen, (C)

kepala memiliki 2 pasang seta oseli dan barisan seta postokular berjajar ke arah posterior, (D) metanotum, (E) sayap depan, (F) abdomen tergit VII memiliki ctenidia dibagian lateral, dan (G)

abdomen tergit VIII dengan ctenedia di posteromesad spirakel ... 25 8 Spesies B, (A) imago betina, (B) kepala, (C) metanotum, (D) sayap

depan, (E) abdomen tergit VIII memiliki comb dengan microtrichia

yang panjang dan ramping, dan (F) imago jantan ... 26 9 Trips Subordo Tubulifera ... 26 10 Trips terinfeksi cendawan entomopatogen, (A) konidia primer,

konidia sekunder, dan ghost conidia pada abdomen trips dan (B)

konidia sekunder menempel pada antena trips ... 28 11 Persentase stadia cendawan entomopatogen pada trips mawar lokal

tahun 2011 ... 30 12 Persentase stadia cendawan entomopatogen pada trips mawar

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Rataan Thrips palmi (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap

likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ... 41

2 Rataan Scirtothrips dorsalis (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ... 42

3 Rataan Microcephalothrips abdominalis (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ... 43

4 Rataan Megalurothrips usitatus (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ... 44

5 Rataan spesies A (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ... 45

6 Rataan spesies B (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ... 46

7 Rataan Tubulifera (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ... 47

8 Rataan trips tidak diidentifikasi (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ... 48

9 Data curah hujan bulan Januari sampai bulan Mei tahun 2011 ... 49

10 Pestisida yang digunakan untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman mawar ... 49

11 Denah lokasi penelitian ... 50

12 Kondisi petak pengamatan populasi trips ... 51

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mawar merupakan salah satu tanaman hias yang dikenal karena keharuman-nya serta memiliki bentuk, ukuran, dan warna yang beragam. Selain digunakan sebagai penghias taman dan buket bunga, bunga mawar juga digunakan dalam upacara ritual keagamaan dan upacara adat. Bunga mawar juga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan makanan, minuman, dan bahan baku industri minyak wangi (Satuhu & Murtiningsih 2005).

Taman Bunga Nusantara (TBN) merupakan salah satu aset wisata berbasis wisata agro nasional dengan standar berskala internasional menyajikan taman ma-war dan tanaman hias lainnya. Taman mama-war mendapat perlakuan khusus agar dapat bertahan hidup terutama dari serangan hama dan penyakit tanaman. Salah satu hama penting yang menyerang tanaman mawar adalah hama trips (Novinaldi 31 Januari 2010, komunikasi pribadi).

Hama trips menyerang tanaman mawar terutama pada bagian bunga, tunas, dan daun. Trips mulai menyerang bunga pada stadia kuncup dan memakan bagian tepi petal bunga, sehingga petal menjadi warna coklat mengkilap dan berubah bentuk pada saat bunga mekar. Serangan trips yang berat menyebabkan kuncup mengeras dan gagal membuka. Serangan trips pada tunas akan mengakibatkan tu-nas mengering, sedangkan serangannya pada daun akan mengakibatkan daun ber-warna coklat keperakan, keriput, ukuran daun mengecil, dan tepi daun menggu-lung ke bawah (Wijayanti 1990; Muharram 1995).

(12)

trips yang menyerang tanaman mawar perlu dilakukan untuk mengetahui status hama tersebut pada pertanaman.

Perubahan status hama trips pada pertanaman dapat diketahui dengan pe-mantauan secara rutin. Salah satu cara untuk memantau populasi trips pada per-tanaman dan memperkirakan kemungkinan terjadinya serangan trips yang dapat menyebabkan kerusakan yang serius yaitu dengan pemasangan perangkap likat. Sebagian besar petani menggunakan perangkap likat berwarna kuning. Hal terse-but dikarenakan warna kuning secara luas mampu menarik serangga hama (Shipp 1995). Trips sendiri banyak yang tertarik terhadap warna biru, putih, dan kuning (Teulon & Penman 1992; Chu et al. 2000). Untuk mengetahui warna perangkap yang efektif memantau populasi trips di pertanaman dilakukan evaluasi warna pe-rangkap likat terhadap trips.

Pengendalian terhadap trips oleh sebagian besar petani, hanya mengandal-kan insektisida (Prabaningrum & Moekasan 2007). Cara pengendalian tersebut dapat berdampak buruk bagi lingkungan dan mengakibatkan hama menjadi resis-ten. Berdasarkan prinsip pengendalian hama terpadu (PHT), pengendalian secara biologi merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi penggunaan insektisida. Pengendalian secara biologi dapat dilakukan dengan menggunakan musuh alami seperti cendawan entomopatogen.

Salah satu spesies cendawan entomopatogen dari ordo Entomophthorales di-laporkan menginfeksi F. occidentalis (Montserrat et al. 1998). Di Indonesia, in-feksi cendawan Entomophthorales ditemukan pada kutu putih pepaya Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) pada pertanaman pepaya (Anwar et al. 2010; Shylena 2010). Namun, belum diketahui kemungkinan trips terinfeksi cen-dawan entomopatogen tersebut. Untuk mengetahui keberadaan trips yang terin-feksi cendawan Entomophthorales, maka perlu dilakukan eksplorasi cendawan Entomophthorales dengan mengambil sampel trips di lapangan.

Tujuan Penelitian

(13)

Manfaat Penelitian

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Cendawan Entomophthorales Taksonomi Cendawan Entomophthorales

Ordo Entomophthorales termasuk dalam divisi Zygomycota, kelas Zygomy-cetes (Roy et al. 2006). Famili dalam ordo Entomophthorales yaitu Entomoph-thoraceae, Neozygitaceae, Completoriaceae, Ancylistaceae, Meristacraceae, dan Basidiobolaceae (Pell et al. 2001). Genus cendawan entomopatogen dalam famili Entomophthoraceae yaitu Entomophaga, Entomophthora, Erynia, Eryniopsis, Fu-ria, Massospora, Pandora, Strongwellsea, Tarichium, dan Zoopthora, sedangkan dalam famili Neozygitaceae yaitu Neozygites (Roy et al. 2006).

Struktur Cendawan Entomophthorales

(15)

spesies Conidiobolus. Tipe IV atau microspora, tidak ditemukan pada spesies pa-togen bagi arthropoda. Tipe V dikenal dengan istilah aquatic secondary conidia, tetraradiate propagules, tetraradiate conidia, branched, stellate, coronate. Koni-dia sekunder dihasilkan di dalam air atau ketika kontak dengan air. Ciri tersebut ditemukan pada beberapa spesies Erynia yang berasosiasi dengan air.

Badan hifa terdapat pada semua spesies, merupakan tahap pertama yang berkembang dalam infeksi inang atau yang berkembang dari protoplas. Badan hi-fa pada genus Conidiobolus dan Batkoa berbentuk polymorphic, amoeboid atau composed dengan sedikit membulat. Badan hifa pada genus Entomophaga ber-bentuk kecil, pendek, spherical sampai subsperical. Genus Entomophthora me-miliki badan hifa yang berbentuk spherical, subsperichal, ellipsoidal sampai ben-tuk lingkaran kecil (short rod-shaped). Benben-tuk badan hifa Neozygitaceae yaitu spherical. Genus Erynia dengan karakteristik badan hifa yaitu spherical sampai subspherical (Keller 2007).

Konidiofor muncul dari badan hifa. Konidiofor yang terbentuk dapat berbang (Erynioideae) atau tidak bercaberbang (Entomophthoroideae). Adapun Tipe ca-bang konidiofor berupa dikotomus dan digital. Konidia primer tunggal diproduksi di ujung konidiofor dan dilepaskan secara aktif. Konidia primer yang diproduksi pada konidiofor tidak bercabang, akan mengandung dua nukleat atau lebih, se-dangkan konidia primer yang diproduksi pada konidiofor yang bercabang, biasa-nya mengandung satu nukleat. Bentuk konidia genus Conidiobolus dan famili En-tomophthorideae sebagian besar spherical dan pyriform. Genus Entomophthora memiliki tubuh konidia spherical dengan papilla demarcated. Konidia primer Eryniopsis berbentuk memanjang dan sebagian besar epapillate. Konidia tersusun dari tubuh konidia dan papila. Konidia Neozygitaceae dan Entomophthoroideae tidak memiliki membran luar (unitunicate), kecuali genus Entomophthora (Keller 2007).

(16)

spherical atau ellipsoid, berstruktur halus dan binucleate. Spora istirahat lainnya berbentuk multinucleate. Spora istirahat biasanya tidak cepat menyebar. Spora tersebut berkecambah dengan tabung kecambah tunggal yang terbentuk dari ke-cambah konidium (Entomophthoroideae dan Neozygites) atau terbentuk dari be-berapa konidia (Keller 2007).

Siklus Hidup Cendawan Entomophthorales

Siklus hidup cendawan Entomophthorales biasanya terdiri dari konidia dan spora istirahat. Konidia merupakan bentuk spora yang memungkinkan untuk in-feksi selama inang aktif. Konidia melekat pada kutikula dan membentuk suatu ta-bung penetrasi. Multiplikasi atau proses perbanyakan cendawan di dalam inang berlangsung dari protoplas atau badan hifa. Kolonisasi cendawan dapat terlihat pada abdomen ataupun seluruh tubuh inang. Umumnya badan hifa akan memben-tuk konidiofor. Selanjutnya, konidiofor menembus kutikula inang. Konidia pri-mer secara aktif dilepas dengan adanya tekanan hidrostatik. Konidia sekunder di-bentuk secara lateral pada konidia primer. Konidia primer relatif mudah pecah dan lama hidupnya pendek tapi berkecambah dengan cepat. Konidia sekunder biasanya lengket, ditutupi oleh mukus, dan alat bantu untuk melekat pada inang (Pell et al. 2001; Keller 2007).

Pertumbuhan cendawan berhenti setelah nutrisi habis dan inang biasanya mati pada keadaan tahap ini. Pada beberapa spesies, sporulasi terjadi saat inang masih hidup atau aktif. Saat inang mati, cendawan entomopatogen akan mengha-silkan konidia baru untuk menyebar dan menghamengha-silkan spora istirahat untuk berta-han. Spora istirahat merupakan jalan terpenting bagi cendawan Entomophthorales pada periode bertahan ketika tidak ada inang atau keadaan lingkungan tidak men-dukung. Spora istirahat merupakan penggabungan dua badan hifa (zygospora) atau satu badan hifa (azygospora). Spora istirahat biasanya resisten dan memiliki dua dinding yang tebal (Pell et al. 2001; Keller 2007).

(17)

merupakan patogen yang obligat. Cendawan Entomophthorales biasanya menjaga inang tetap hidup sampai semua sumber dimanfaatkan (Roy et al. 2006).

Trips (Ordo Thysanoptera) Bioekologi

Siklus hidup trips terdiri atas telur, dua instar larva yang aktif makan, dua atau tiga instar tidak aktif makan (prapupa dan satu atau dua instar pupa). Trips famili Phlaeotripidae menyimpan telur pada substrat makanan secara horizontal, tapi kadang-kadang secara vertikal. Semua anggota famili Phlaeotripidae memili-ki dua instar pupa dan ditemukan bersama-sama dengan larva dan imago. Sebagi-an besar trips subordo TerebrSebagi-antia memasukkSebagi-an telur ke dalam jaringSebagi-an tSebagi-anamSebagi-an dengan ovipositor yang bergerigi tajam. Semua spesies subordo Terebrantia me-miliki satu instar pupa, begitu pula dengan prapupa. Proses berpupa pada subordo Terebrantia biasanya terjadi pada tanah yang jauh dari tempat larva makan. Siklus hidup biasanya membutuhkan paling sedikit 21 hari pada kondisi panas (Mound & Kibby 1998).

Karakter yang Digunakan dalam Identifikasi Trips

Kepala. Identifikasi spesies trips melalui kepala dapat dilakukan dengan mengamati sculpture, seta oseli, dan antena. Skulptur pada permukaan kepala da-pat terlihat halus atau jelas. Panjang dan posisi seta oseli merupakan salah satu yang penting dalam identifikasi pada bagian kepala. Trips dalam famili Thripidae memiliki tiga pasang seta oseli, sepasang seta oseli I berada di bagian depan oseli (biasanya tidak ditemukan pada spesies Thrips), sepasang seta oseli II berada di samping oseli, sepasang seta oseli III berada di dalam atau di luar segitiga oseli. Trips famili Phlaeothripidae biasanya memiliki sepasang seta postocular. Antena trips biasanya terdiri atas 7 atau 8 segmen, tapi ada juga antara 4 sampai 9 seg-men, segmen III dan IV biasanya muncul dalam bentuk sense cone (menggarpu atau sederhana) (Mound & Kibby 1998).

(18)

sering memiliki basantra (praepectal plates), sedangkan pada bagian posterior ter-dapat sepasang ferna (probasiternal plates) dan mesoprasternum transversal. Me-sosternum famili Phlaeothripidae memiliki sepasang benang longitudinal di dekat mesokoksa, yaitu sternopleural suture. Mesofurka dan metafurka trips famili Thripidae mirip dengan bentuk spinula internal spesies dari Dendothrips yang di-sebut dengan lyre-shaped. Sayap subordo Terebrantia memiliki venasi costal dan dua venasi longitudinal, biasanya menghasilkan rangkaian seta kuat yang permu-kaan sayapnya ditutupi mictrotrichia dan silia yang terbentuk pada pinggiran pos-teromarginal yang disebut soket. Sayap trips Phlaeothripidae ditandai dengan ve-nasi longitudinal yang tidak kelihatan, permukaan sayap halus, silia tidak nyata bersambung dengan permukaan sayap, dan sayapnya sering berkurang panjangnya atau absen. Tungkai trips memiliki tarsi dengan satu atau dua segmen (Mound & Kibby 1998).

Abdomen. Tergit II-VII famili Phlaeothripidae pada trips yang makroptera sering muncul satu pasang atau lebih seta penahan sayap (wing-retaining setae) yang sigmoid, pada tergit IX terdapat tiga pasang seta posteromarginal panjang (B1,B2,B3), tubular tergit X yaitu berbentuk silindris dengan lubang genital pada bagian dasar, dan ujung anal dikelilingi oleh seta terminal. Jantan Phlaeothripidae memiliki tubular basal yang menggali secara anterolateral sampai bisa menekan genitalia, ujung tubular (aedeagus) biasanya digunakan untuk mengenali spesies pada Haplothrips. Jantan Phlaeothripidae memiliki area glandular (kelenjar) pada sternit VIII dan seta B2 pada tergit IX kuat dan pendek (Mound & Kibby 1998).

Trips Subordo Terebrantia ditandai dengan tergit VIII memiliki comb poste-romarginal dengan microtrichia, pada beberapa genus terdapat kelompok micro-trichia secara lateral di dekat spirakel, dan beberapa genus microtrichia tersusun menjadi sepasang ctenedia yang teratur. Pada sternit muncul seta diskal yang di-kenal dengan seta marginal. serangga jantan sering memiliki area glandular dan betina memiliki ovipositor (Mound & Kibby 1998).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Populasi Trips

(19)

makanan terjadi jika sumber melimpah dan tidak ada halangan trips dalam eksplo-itasi sumber (Morse & Hoddle 2006)

Kesesuaian trips terhadap tanaman inang bervariasi. Pemilihan peletakan telur oleh betina pada tanaman menjadi penting untuk kelangsungan hidup trips. Rambut-rambut pada daun menjadi faktor resisten trips terhadap tanaman. Ram-but tebal menghalangi akses trips kepermukaan daun untuk makan dan meletak-kan telur karena rambut-rambut daun tersebut dapat menjebak atau melukai se-rangga. Trips berukuran kecil dan fitofag, hidup di tempat yang beruang sempit seperti pelepah daun dan didalam inflorescens, sehingga kesulitan dalam pengen-daliannya dengan insektisida dan sukar mendeteksinya saat di karantina (Kirk 1997).

Serangan trips yang hebat dapat muncul ketika musuh alami (predator, pa-rasitoid, parasit, dan patogen) gagal mengendalikan trips. Hal tersebut terjadi ka-rena ketiadaan musuh alami khusus di ekosistem ketika terjadi serangan spesies trips, se-hingga peningkatan populasi trips berlangsung cepat. Selain itu, cenda-wan entomopatogen juga jarang menyebabkan infeksi alami untuk mengatur po-pulasi trips. Musuh alami lainnya, Hymenoptera parasitoid yang menyerang telur dan larva trips, biasanya hanya mampu menyebabkan mortalitas yang rendah. Sik-lus hidup trips yang singkat juga meminimalkan munculnya musuh alami. Selain itu, prilaku bertahan trips dengan lingkungan, dapat mengurangi keberhasilan mu-suh alami (Morse & Hoddle 2006).

Musuh alami yang dapat digunakan untuk mengendalikan trips yang me-nyerang tanaman hias dan sayuran di rumah kaca dan di lapangan yaitu tungau Phytoseiidae, kepik Anthocoridae, dan nematoda predator atau kombinasinya. Musuh alami lainnya seperti cendawan entomopatogen dan parasitod dapat digu-nakan untuk menekan serangan hama trips. Cendawan entomopatogen terutama Beauveria bassiana, Metarhizium anisoplae, dan Verticillium lecanii dapat digu-nakan mengendalikan trips tanaman baik secara tunggal maupun dikombinasikan dengan musuh alami lainnya (Morse & Hoddle 2006).

(20)

akibat terjadinya peningkatan populasi trips. Kelembaban rendah dan suhu yang tinggi pada musim kemarau, merupakan lingkungan yang cocok bagi hama trips sehingga perkembangbiakannya lebih cepat (Prabaningrum & Moekasan 2007). Hujan deras dapat berperan menjatuhkan trips dari daun kepermukaan tanah. Hu-jan kadang-kadang tidak hanya memindahkan trips secara mekanik, tetapi juga merangsang laju pertumbuhan daun baru yang mengurangi kepadatan trips per daun dan meningkatkan proporsi daun sehat (Kirk 1997).

Metode Sampling untuk Trips

Metode sampling dapat digunakan untuk memantau populasi trips di perta-naman dan memperkirakan terjadinya serangan trips yang dapat menyebabkan kerusakan yang serius. Metode sampling terbagi menjadi destructive dan non-destructive methods. Metode destructive dilakukan dengan mengamati secara langsung larva dan imago pada sampel bunga atau buah. Metode non-destructive dilakukan dengan menepuk bunga atau tunas dan pemasangan perangkap. Mene-puk bunga atau tunas lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan pengamatan destructive pada bunga (Pearsall & Myers 2002).

Perangkap Likat

Perangkap untuk serangga yang memiliki kemampuan terbang, biasanya di-letakkan di atas tanaman dan merupakan cara yang relatif mudah untuk memantau kehadirannya lebih awal, pertambahan populasi hama, musim perubahan aktivitas spesies hama. Perangkap juga digunakan untuk menentukan kebutuhan, waktu, tindakan pengendalian dan dampak penafsiran. Perangkap likat dan perangkap air digunakan secara luas di lapangan terbuka, sedangkan di rumah kaca lebih me-milih menggunakan perangkap likat (Lewis 1997).

Di rumah kaca, perangkap likat lebih baik digantung secara vertikal karena perpindahan angin sedikit. Selain itu, lebih murah dan mudah dilakukan. Akan tetapi, di lapangan terbuka perangkap likat dengan bentuk silindris lebih efektif digunakan karena aliran udara di sekitarnya yang sedikit bergolak dan serangga yang terperangkap berasal dari tiupan angin segala arah (Lewis 1997).

(21)

tanaman (Lewis 1997). Banyak trips yang terperangkap di atas kanopi tanaman, meskipun ada juga yang dilaporkan terperangkap yang setara dengan tinggi tana-man, akan tetapi jumlah yang terperangkap pada perangkap setara tanaman sangat sedikit. Serangga yang terperangkap di atas tanaman, mungkin sedang memencar atau mencari pasangannya, ketika baru muncul dari pupa (Jacobson 1997).

Ukuran perangkap likat tergantung pada kepadatan populasi yang diharap-kan dan frekuensi pengamatan (Lewis 1997). Trips mungkin lebih banyak terpe-rangkap pada peterpe-rangkap yang berukuran lebih besar, tetapi tidak ada hubungan yang linear antara jumlah yang terperangkap dengan ukuran perangkap (Shipp 1995).

Warna digunakan serangga untuk membedakan inang dan lingkungan. Satu warna dapat menarik beberapa spesies trips. Komponen warna yang kritis untuk membedakan inang dan non-inang adalah panjang gelombang dominan yang di-pantulkan permukaan, kejenuhan (kemurnian hue), dan kecerahan (total energi, persentase refleksi panjang gelombang maksimun) (Terry 1997).

Ketertarikan trips terhadap warna dipengaruhi oleh panjang gelombang yang dipantulkan (Terry 1997). Cahaya ultraviolet (UV) dengan panjang gelombang 350-445 nm dipantulkan oleh warna biru, sedangkan cahaya biru dengan panjang gelombang 455-500 nm dipantulkan oleh warna biru dan kuning. Selain itu, war-na putih dan warwar-na biru paling kuat memantulkan cahaya ultraviolet dan panjang gelombangnya sekitar 300-400 nm (Ranamukhaarachchi & Wickramarachchi 2007). Menurut Natwick et al. (2007), warna biru memiliki panjang gelombang yang kuat memantulkan cahaya ultraviolet dan cahaya biru dibandingkan dengan warna kuning, sedangkan warna kuning lebih banyak memantulkan cahaya ku-ning dan merah. Menurut Chu et al. (2000) warna kuning memantulkan cahaya hijau, kuning, dan jingga dengan panjang gelombang 490-600 nm.

Tanaman Mawar

(22)

Mawar berasal dari dataran Cina, Timur Tengah dan Eropa Timur. Seiring perkembangannya, tanaman mawar menyebar luas di daerah-daerah beriklim di-ngin (subtropis) dan panas (tropis). Daerah pusat tanaman mawar terdapat di Ka-wasan Alaska atau Siberia, India, Indonesia dan Afrika Utara. Sentra penanaman bunga potong, tabur, dan tanaman pot di Indonesia berada di daerah Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jakarta. Mawar yang berkem-bang di Indonesia merupakan mawar jenis hibrida yang berasal dari Belanda (BPP Teknologi 2000).

Tanaman mawar merupakan tanaman semak atau perdu berduri dengan tinggi antara 0,3 sampai 5 meter. Mawar termasuk tanaman berakar tunggang dengan banyak cabang akar. Batang mawar berkayu dan bercabang-cabang dari bagian bawah atau beberapa cm di atas permukaan tanah. Tipe batang mawar ada yang tegak dan ada yang menjalar. Daun mawar termasuk daun majemuk dengan 3 atau 5 helai daun berselang dan beririp ganjil yang dilengkapi penumpu. Setiap pangkal tangkai daun terdapat titik tumbuh yang akan berkembang menjadi tunas bunga atau cabang (Kartapradja 1995).

Bunga mawar ada yang tunggal dan ada yang tersusun indah dalam bentuk payung. Mawar termasuk jenis bunga sempurna dengan benang sari dan putik ter-susun pada dasar bunga yang berbentuk guci. Buah mawar adalah buah buni (hip) yang di dalamnya berisi biji (Kartapradja 1995). Mawar memiliki dua jenis pem-bungaan yaitu mawar berbunga terus menerus sepanjang tahun (recurrent flo-wering) dan mawar yang tidak berbunga terus menerus (non recurrent floflo-wering) (Darliah 1995).

Berdasarkan mahkota bunga, mawar dibedakan atas mawar berbunga gal, berbunga semi ganda dan berbunga ganda. Mawar yang berbunga tipe tung-gal memiliki mahkota bunga yang terdiri atas 5-7 helai yang berada dalam satu lingkaran. Mawar yang berbunga semi ganda memiliki mahkota bunga terdiri atas 10-20 helai tanaman dalam beberapa lingkaran. Mawar yang berbunga ganda me-miliki mahkota lebih dari 20 helai dan tersusun dalam tandan bunga (Kartapradja 1995).

(23)

Grandi-flora, dan Climbing rose (mawar merambat). Kelompok Hybrid tea berbentuk perdu dan semak, berbunga besar, kompak, padat, tangkai bunga panjang serta berbau harum. Contohnya Camelot, golden lustee, Queen Elisabeth, Charleston, Mr. Lincoln, dan Cherry brandy. Kelompok Polyantha dan Baby rose memiliki ciri berbentuk perdu atau semak, berbunga kecil-kecil dalam cluster bunga dengan diameter kuntum kurang dari 2 cm. Contoh dari kelompok ini yaitu Gloria mun-di, Katharina zeimet, dan Irian merah. Kelompok Floribunda merupakan gabung-an sifat baik Hybrid tea dan Polyantha. Contohnya Fashion, Else poulsen, dan Cimacan merah. Kelompok Grandiflora merupakan gabungan sifat-sifat Hybrid tea dengan Floribunda. Jenis ini sering digunakan sebagai bunga potong atau ta-naman taman. Contohnya Queen Elizabeth, Granada, dan John Amstrong. Per-tumbuhan tanaman kelompok Climbing rose ini memanjat dan memerlukan pe-nunjang, ukuran bunga beraneka ragam, berbunga tunggal dan rangkap, seperti pada var. Gadenza, Crimpson glory, dan Golden shower (Kartapradja 1995).

(24)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Taman Bunga Nusantara, Desa Kawungluwuk, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Penghitungan populasi trips pada perangkap likat dan identifikasi trips dilakukan di Laboratorium Biosis-tematika Serangga, sedangkan identifikasi cendawan entomopatogen pada trips dilakukan di Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fa-kultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2011 sampai bulan Agustus 2011.

Metode Penelitian Pengujian Perangkap Likat

Pembuatan Perangkap Likat. Perangkap likat dibuat dari papan triplek dengan dimensi 0,3 x 21,5 x 15 cm. Cat yang digunakan yaitu Altex dengan no-mor 99 untuk warna biru, Masterlac dengan nono-mor 17-103 (Yellow ribbon) untuk warna kuning, dan Cap Kuda Terbang untuk warna putih. Triplek yang sudah di-cat dipakukan pada bambu dengan panjangnya 50 cm, 150 cm, dan 200 cm. Plas-tik bening dengan dimensi 17 cm x 47 cm dilapisi dengan lem Plas-tikus. PlasPlas-tik be-ning tersebut dipasang pada triplek yang dicat dengan bagian yang dilapisi lem ti-kus menghadap keluar.

Penentuan Petak. Sampel petak tanaman mawar dipilih 6 petak untuk mawar lokal dan 3 petak untuk mawar impor. Selain itu, ditentukan juga 3 petak barrier yaitu petak yang berada di antara lahan mawar dengan pagar, petak ter-sebut lapangan terbuka yang ditumbuhi rumput gajah (Axonopus compressus). Setiap petak dipasang 3 perangkap likat yang berwarna biru, putih, dan kuning. Posisi warna perangkap pada petak ditentukan dengan cara acak.

(25)

perangkap dilepas dan dibawa ke laboratorium. Pemasangan perangkap pertama kali dilakukan pada minggu ke-4 bulan Maret 2011.

Pembuatan Preparat. Trips yang terperangkap diambil dan dimasukkan ke dalam larutan carboxylen untuk menghilangkan lem tikus yang menempel pada tubuh trips. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam larutan alkohol 100%, al-kohol 80%, dan alal-kohol 70%. Trips sampel kemudian dibuat preparat sementara dengan menggunakan media Hoyers (Mound & Kibby 1998).

Identifikasi Trips. Identifikasi trips sampai tingkat spesies dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 4, 10, dan 40 kali pada masing-masing spesimen. Identifikasi trips dilakukan berdasarkan pada Mound & Kibby (1998) dan Moritz et al. (2004).

Pengamatan Populasi Trips pada Perangkap Likat. Trips yang terpe-rangkap, diamati di bawah mikroskop stereo dengan bantuan cahaya lampu. Trips diamati dan dikelompokkan berdasarkan spesiesnya untuk subordo Terebrantia, sedangkan spesies lain dikelompokkan ke dalam satu kelompok lain, yaitu sub-ordo Tubulifera. Trips yang tubuhnya hancur dan sulit dibedakan spesiesnya di-masukkan pada kelompok trips tidak diidentifikasi.

Eksplorasi Cendawan Entomopatogen dan Pengamatan Populasi Trips Penentuan Petak Pengamatan. Petak sampel untuk tanaman mawar di-pilih 6 petak mawar lokal dan 3 petak mawar impor. Setiap petak ditentukan 5 ta-naman sampel dengan masing-masing tata-naman dipilih 2 bunga sampel.

(26)

Identifikasi Cendawan Entomophthorales. Identifikasi cendawan dila-kukan dengan metode yang dikembangkan oleh Steinkraus et al. (1995). Sampel trips yang diperoleh ditiriskan sebelum dibuat preparat. Pewarna yang digunakan adalah lactophenol-cotton blue. Untuk setiap preparat berjumlah 10 ekor trips. Identifikasi dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan melihat stadia cenda-wan yang terbentuk pada atau dalam tubuh trips. Sampel trips yang diamati dikla-sifikasikan berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Steinkraus et al. (1995), yaitu trips terinfeksi konidia sekunder, terinfeksi badan hifa, terinfeksi konidiofor dan konidia primer, mengandung spora istirahat, terdapat cendawan saprofitik, dan trips sehat.

Jumlah trips terinfeksi cendawan

Persentasi infeksi cendawan = x 100% Jumlah trips

Analisis Data

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum

Taman Bunga Nusantara, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur berada pada ketinggian 824 m dpl serta berada 060.43.57 lintang selatan dan 1070.04.77 bujur timur. Intensitas curah hujan pada bulan Maret, April, dan Mei tahun 2011 berturut-turut yaitu 65,61 ml/hari, 118,77 ml/hari, dan 113,90 ml/hari. Jumlah hari hujan pada Maret, April, dan Mei tahun 2011 berturut-turut yaitu 23 hari, 27 hari, dan 21 hari. Luas taman mawar sekitar 2.000 m2 dan jenis mawar yang di-tanam adalah mawar lokal dan mawar impor (Baby rose, Miss american beauty, camelot, playboy). Budidaya tanaman mawar meliputi pengolahan media tanam, penanaman, penyulaman, penyiangan, pemupukan, penyiraman, pemangkasan, perbanyakan tanaman dilakukan dengan cangkok dan stek, serta pengendalian ha-ma dan penyakit tanaha-man ha-mawar.

Lahan mawar lokal ditambahkan dengan campuran pupuk kandang, dolo-mit, furadan, dan dekastar. Lahan mawar impor ditambahkan dengan campuran pasir (10 kg), pupuk kandang (5 kg), dolomit (250 gr), dekastar (20 gr), dan hu-mus bambu. Sebelum dan setelah tanam, pada lubang tanam dimasukkan EM4 500 ml yang dicampur dengan 50 liter air. Lubang tanam dibuat dengan kedalam-an 50 cm dkedalam-an lebar 50 cm. Jarak tkedalam-anam mawar berkisar 120 cm × 120 cm atau 30 cm × 30 cm, tergantung jenis mawar.

Pemupukan menggunakan NPK (16:16:16) dan pupuk kandang dilakukan sekali 2 minggu. Pupuk NPK yang diberikan pada mawar lokal sebanyak 50 gram per tanaman dengan cara disebar pada larikan yang dibuat di sekitar tanaman, se-dangkan mawar impor diberi pupuk NPK sebanyak 20 gram/tanaman dengan cara membuat lubang di sekitar tanaman dan pupuk NPK dimasukkan ke dalam lubang tersebut. Pupuk kandang sebanyak 10-15 kg dicampur dengan 50 liter air dan di-tambahkan EM4 sebanyak 200 ml. Pupuk tersebut sebanyak 10 liter dapat digunakan untuk 4 sampai 6 tanaman.

(28)

dan membuang bagian tanaman yang terserang penyakit dan sulit ditanggulangi. Pemangkasan ringan dilakukan sekali seminggu dengan cara membuang tunas-tunas yang kecil, tunas-tunas atau cabang yang terserang penyakit, dan tunas-tunas-tunas-tunas yang tidak produktif atau tangkai bunga yang sudah rontok. Pemangkasan ini bertujuan merangsang tumbuhnya tunas-tunas yang produktif.

Pengendalian hama dan penyakit tanaman mawar dilakukan secara mekanik dan kimiawi. Pengendalian secara mekanik dilakukan dengan cara sanitasi pada gulma yang ada di sekitar pertanaman, mengambil langsung bekicot yang ada di pertanaman, memotong bagian tanaman yang terserang penyakit, dan mengorek bagian tanaman yang terserang lumut. Selain itu, pada lahan mawar impor dilaku-kan pemasangan perangkap kuning (yellow sticky trap) dan mulsa plastik hitam yang ditutupi dengan daun pinus.Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan penyemprotan pestisida secara rutin 2 kali seminggu.

Keragaman Spesies Trips

Hasil identifikasi trips, ditemukan 8 spesies trips yang menyerang tanaman mawar yaitu, Thrips parvispinus, Frankliniella intonsa, Thrips palmi, Scirtothrips dorsalis, Microcephalothrips abdominalis, Megalurothrips usitatus, spesies A dan spesies B. Semua spesies trips tersebut termasuk subordo Terebrantia. T. parvi-spinus, F. intonsa T. palmi, S. dorsalis, M. abdominalis, dan M. usitatus merupa-kan spesies trips dalam famili Thripidae. Sebagian besar famili Thripidae menjadi hama pada pertanaman. Identifikasi sampai tingkat spesies dilakukan berdasarkan karakter morfologi yang ditemukan.

Thrips parvispinus Karny (Gambar 1). Imago betina makroptera, tubuh

(29)

berwarna coklat, tetapi pada bagian dasar berwarna terang, barisan seta venasi pertama dan kedua lengkap (Gambar 1F). Abdomen tergit II memiliki 3 seta mar-ginal lateral, tergit V-VIII memiliki ctenedia di bagian lateral dan pada tergit VIII ctenedia berada di posteromesad spirakel (Gambar 1G). Abdomen sternit II me-miliki 2 pasang seta marginal, sternit III-VII meme-miliki 3 pasang seta marginal, sternit II dan VII tanpa seta diskal, sternit III-VI memiliki 6-12 seta diskal yang barisannya tidak beraturan (Gambar 1H). Imago jantan mirip imago betina, tetapi jantan berwarna kuning.

Gambar 1 Thrips parvispinus, (A) imago betina, (B) antena segmen III & IV sense cone berbentuk garpu, (C) kepala dengan 2 pasang seta oseli, (D) pronotum, (E) metanotum, (F) sayap depan, (G) ctenedia pada abdomen tergit VIII, dan (H) abdomen sternit VI-VII.

Frankliniella intonsa Trybom (Gambar 2). Tubuh berwarna coklat tetapi

kepala dan pronotum lebih terang dibandingkan dengan abdomen, imago betina makroptera (Gambar 2A). Antena berjumlah 8 segmen, segmen III dan IV ber-warna kuning dan sense cone berbentuk garpu (Gambar 2B). Kepala memiliki 3

A

B

H F

E D

C

(30)

I

A F

B

G

H

E

[image:30.595.105.501.299.778.2]

pasang seta oseli, seta oseli III lebih panjang daripada seta oseli II dan berada di anterior margin segitiga oseli (Gambar 2C). Pronotum memiliki lima pasang seta utama, seta pada anteromarginal lebih pendek dari seta anteroangular (Gambar 2D). Metanotum memiliki 2 pasang seta pada anterior margin dan tidak memiliki campaniform sensilla (Gambar 2E). Sayap depan berwarna terang dengan seta berwarna gelap dan pada venasi pertama dan kedua memiliki barisan seta lengkap (Gambar 2F). Abdomen tergit V-VIII mempunyai ctenedia di bagian lateral, pada tergit VIII ctenedia di anterolateral spirakel (Gambar 2G), Comb posteromar-ginal pada tergit VIII lengkap, microtrichia pendek dan halus yang berada pada dasar segitiga (Gambar 2H). Abdomen sternit III-VII tidak memiliki seta diskal. Imago jantan mirip dengan imago betina, tetapi tubuh jantan berwarna kuning dan seta posterolateral lebih tebal (Gambar 2I).

Gambar 2 Frankliniella intonsa, (A) imago betina, (B) antena, (C) kepala memiliki 3 pasang seta oseli, (D) pronotum dengan 5 pasang seta utama, (E) metanotum, (F) sayap depan, (G) ctenedia pada abdomen tergit VIII, (H) comb posteromarginal pada abdomen tergit VIII, dan (I) imago jantan.

C

(31)
[image:31.595.101.503.51.831.2]

Thrips palmi Karny (Gambar 3). Imago betina makroptera, tubuhnya dan tungkai berwarna kuning (Gambar 3A). Antena berjumlah 7 segmen, segmen I-III berwarna terang, sedangkan segmen VI-VII berwarna coklat, segmen III dan IV memiliki sense cone berbentuk garpu. Kepala memiliki 2 pasang seta oseli, seta oseli III berada di luar segitiga oseli. Pronotum memiliki 2 pasang seta postero-angular panjang dan 3 pasang seta posterior margin (Gambar 3B). Metanotum memiliki pola retikulasi garis longitudinal yang terpusat pada posterior margin dan garis transversal melengkung pada anterior, memiliki campaniform sensilla, seta median muncul di belakang anterior margin (Gambar 3C). Mesofurka memi-liki spinula. Sayap depan berwarna terang, barisan seta venasi pertama 2 atau 3 seta setengah distal dan barisan seta pada venasi kedua sekitar 15 seta. Abdomen tergit II memiliki 4 seta marginal pada bagian lateral, pada tergit V-VIII memiliki ctenedia di bagian lateral, pada tergit VIII ctenedia berada di posteromesad spi-rakel, comb pada posterior margin lengkap, dengan microtrichia yang panjang dan ramping (Gambar 3D). Abdomen sternit II memiliki 2 pasang seta marginal, pada sternit III-VII memiliki 3 pasang seta marginal, dan seta marginal pada median sternit VII berada di depan margin, sternit tanpa seta diskal.

Gambar 3 Thrips palmi, (A) imago betina, (B) pronotum, (C) metanotum dengan campaniform sensilla, dan (D) abdomen tergit VIII.

a)

A B

(32)

Scirtothrips dorsalis Hood (Gambar 4). Imago betina makroptera, tubuh berwarna kuning, tapi antecostal tergit dan sternit abdomen berwarna coklat gelap (Gambar 4A). Antena berjumlah 8 segmen, segmen I–III berwarna terang dan segmen V-VIII berwarna coklat, segmen III dan IV sense cone berbentuk garpu. Kepala memiliki 3 tiga pasang seta oseli dan seta oseli III berada di antara oseli belakang (Gambar 4B). Pronotum memiliki 4 pasang seta posterior margin dan sculpture dengan garis-garis transversal yang sempit (Gambar 4C). Metanotum memiliki sculpture berupa garis longitudinal paralel pada setengah posterior,dan tidak memiliki campaniform sensilla. Mesofurka dan metafurka dengan spinula. Sayap depan mempunyai barisan seta pada venasi pertama 3 seta pada setengah distal dan venasi kedua dengan jarak 2 seta, serta fringe cilia pada posterior sayap biasanya lurus (Gambar 4D). Klavus memiliki 4 seta venasi. Abdomen pada ter-git VIII mempunyai comb lengkap yang melewati posterior margin (Gambar 4E). Sternit abdomen tanpa seta diskal dan ditutupi oleh barisan microtrichia kecuali di anteromedial, serta tidak terdapat comb dengan microtrichia di posterior margin sternit. Jantan hampir mirip dengan betina tapi ukuran lebih kecil.

[image:32.595.101.500.50.806.2]

-

Gambar 4 Scirtothrips dorsalis, (A) imago betina, (B) kepala, (C) pronotum, (D) sayap depan, dan (E) abdomen tergit VIII.

A

E D

(33)
[image:33.595.104.504.88.798.2]

Microcephalothrips abdominalis Crawford (Gambar 5). Imago betinanya makroptera, tubuh dan sayap berwarna coklat (Gambar 5A). Antena berjumlah 7 segmen, segmen antena lebih kecil-kecil, segmen III dan IV dengan sense cone berbentuk garpu, segmen III berwarna coklat terang dibandingkan dengan segmen antena lainnya (Gambar 5B). Kepala memiliki 2 pasang seta oseli, seta oseli III berada di anterolateral segitiga oseli, dan kepala memiliki seta postokular kecil. Pronotum memiliki 2 pasang seta posteroangular dan 5 pasang seta posterior mar-gin. Metanotum memiliki sculpture linear halus, dan memiliki campaniform sen-silla (Gambar 5C). Mesofurka dengan spinula. Sayap depan ditandai dengan 3 seta setengah distal pada venasi pertama dan venasi kedua sekitar 7 seta. Abdo-men tergit V-VIII memiliki ctenedia di bagian lateral, pada tergit VIII ctenedia berada di posteromesad spirakel dan memiliki comb dengan microtrichia ramping yang berada pada dasar segitiga (Gambar 5D).

Gambar 5 Microcephalothrips abdominalis, (A) imago betina, (B) antena berjumlah 7 segmen, (C) metanotum, dan (D) abdomen tergit VIII memiliki ctenedia dan comb dengan microtrichia pada dasar segitiga.

B A

(34)
[image:34.595.103.507.58.796.2]

Megalurothrips usitatus Bagnall (Gambar 6). Imago betina makroptera, tubuh berwarna coklat gelap (Gambar 6A). Antena berjumlah 8 segmen, segmen III lebih terang dari segmen lainnya, segmen III dan IV mempunyai sense cone berbentuk garpu (Gambar 6B). Kepala memiliki 3 pasang seta oseli, seta oseli III lebih panjang dari seta oseli II dan berada di anterior margin segitiga oseli (Gambar 6C). Pronotum memiliki 2 pasang seta posteroangular panjang dan 3 pasang seta posterior margin (Gambar 6D). Metanotum dengan sculpture yang tidak terlalu jelas, memiliki campaniform sensilla (Gambar 6E). Mesofurka dengan spinula. Sayap depan berwarna belang-belang yaitu coklat dan agak putih, venasi pertama dengan sebaris seta panjang kemudian terputus dan diikuti dua seta terakhir, barisan seta venasi kedua lengkap (Gambar 6F). Abdomen pada bagian tergit tidak memiliki ctenidia, tapi pada tergit VIII terdapat kelompok microtrichia di anteromesad spirakel, tergit VIII memiliki comb posteromarginal dengan microtrichia halus tapi pada bagian tengah kosong (Gambar 6G). Sternit abdomen tanpa seta diskal, sepasang seta marginal pada median sternit VII berada di depan margin.

Gambar 6 Megalurothrips usitatus, (A) imago betina, (B) antena, (C) kepala, (D) pronotum, (E) metanotum, (F) sayap depan, dan (G) abdomen tergit VIII memiliki kelompok microtrichia dan memiliki comb dengan microtrichia tapi kosong di bagian tengah.

A B

E F

C

D

(35)

Spesies A (Gambar 7). Imago betinanya berwarna kuning (Gambar 7A). Antena trips berjumlah 7 segmen, segmen III dan IV dengan sense cone sederhana (Gambar 7B). Kepala memiliki 2 pasang seta oseli, seta oseli III di anterolateral oseli bagian depan, dan memiliki barisan seta postokular berjajar menggaris ke arah posterior (Gambar 7C). Pronotum memiliki 2 pasang seta posteroangular. Metanotum dengan sculpture garis longitudinal tidak beraturan, tidak memiliki campaniform sensilla (Gambar 7D). Mesofurka dengan spinula, tapi metafurka tanpa spinula. Sayap depan berwarna belang-belang yaitu kuning dan agak putih, venasi pertama dan kedua pada sayap depan mempunyai barisan seta tidak sera-gam bersambung (Gambar 7E). Abdomen tergit V-VIII mempunyai ctenedia di bagian lateral (Gambar 7F), pada tergit VIII ctenedia berada di posteromesad spi-rakel dan tidak terdapat comb posteromarginal pada bagian tengah (Gambar 7G). Abdomen sternit II memiliki 2 seta diskal dan 2 pasang seta marginal, sedangkan sternit III-VII memiliki 8 seta diskal dan 3 pasang seta margin.

Gambar 7 Spesies A, (A) imago betina, (B) antena (C) kepala memiliki 2 pasang seta oseli dan barisan seta postokular berjajar ke arah posterior, (D) metanotum, (E) sayap depan, (F) abdomen tergit VII memiliki ctenidia di bagian lateral, dan (G) abdomen tergit VIII dengan ctenedia di posteromesad spirakel.

A

B C

E

F

[image:35.595.107.509.48.817.2]
(36)
[image:36.595.110.507.393.728.2]

Spesies B (Gambar 8). imago betina makroptera, tubuh berwarna coklat gelap dan tarsi kuning (Gambar 8A). Antena berjumlah 8 segmen, segmen VIII lebih panjang dari segmen VI, segmen III dan IV mempunyai sense cone ber-bentuk garpu, segmen III dan dasar segmen IV berwarna terang. Kepala memiliki 3 pasang seta oseli, seta oseli III lebih panjang dari seta oseli II dan seta oseli III berada di luar anterior margin segitiga oseli (Gambar 8B). Pronotum memiliki 2 pasang seta posteroangular panjang dan memiliki 3 pasang seta posterior margin. Metanotum tanpa campaniform sensilla, mesofurka dengan spinula (Gambar 8C). Sayap depan dengan barisan seta venasi pertama 2 seta setengah distal dan barisan seta venasi kedua lengkap (Gambar 8E). Tergit abdomen tidak memiliki ctenedia tapi ditemukan kelompok microtrichia dan pada tergit VIII terdapat comb lengkap dengan microtrichia panjang dan ramping (Gambar 8D). Sternit abdomen tidak memiliki seta diskal, sternit VII memiliki sepasang seta marginal pada median muncul di anterior hingga margin. Imago jantan (Gambar 8F) mirip imago betina, tetapi imago jantan memiliki area glandular (kelenjar) di bagian abdomen.

Gambar 8 Spesies B, (A) imago betina, (B) kepala, (C) metanotum, (D) sayap depan, (E) abdomen tergit VIII memiliki comb dengan microtrichia yang panjang dan ramping, dan (F) imago jantan.

A

E B

D C

(37)

Perbedaan antara trips subordo Terebrantia dan Tubulifera dapat dilihat dari struktur ujung abdomen dan sayap depan. Subordo Terebrantia memiliki ujung abdomen yang tidak berbentuk pipa dan terdapat barisan seta venasi, serta pada permukaan sayap depan terdapat microtrichia. Subordo Tubulifera memiliki ciri pada ujung abdomen yang berbentuk seperti pipa, permukaan sayap depan halus dan tidak memiliki barisan seta venasi (Gambar 9).

Gambar 9 Trips Subordo Tubulifera

Eksplorasi Cendawan Entomopatogen pada Trips

Total preparat trips pada eksplorasi cendawan entomopatogen berbeda-beda. Jumlah preparat trips mawar lokal 240 preparat. Preparat trips dari mawar impor berjumlah 150 preparat.

Stadia cendawan entomopatogen yang ditemukan saat pengamatan adalah konidia primer dan konidia sekunder (Gambar 10). Konidia primernya berbentuk bulat dan memiliki tabung kapiler hialin. Konidia primer dan kapiler hialin yang telah melepaskan konidia sekunder disebut ghost conidia. Konidia sekunder ber-bentuk lonjong seperti gabah. Konidia sekunder yang dilepaskan kapiler hialin, biasanya menempel pada antena, tungkai, atau bagian luar tubuh trips. Konidia sekunder bersifat infektif dan konidia yang tahan terhadap lingkungan yang tidak sesuai.

(38)

Gambar 10 Trips terinfeksi cendawan entomopatogen, (A) konidia primer, konidia sekunder, dan ghost conidia pada abdomen trips dan (B) konidia sekunder menempel pada antena trips.

Montserrat et al. (1998) menemukan imago dan nimfa F. occidentalis ter-infeksi Neozygites parvispora. Kadaver trips yang ditemukan menempel pada daun. Stadia konidia primer berbentuk bola (spherical) dengan papila terpotong (truncate). Bentuk dan ukuran konidia sekunder mirip dengan konidia primer. Kapillikonidia berbentuk oval, menghasilkan bahan perekat mucilaginous distal dan disangga oleh kapiler dan biasanya kapilikonidia muncul di ujung kapiler.

Infeksi cendawan entomopatogen ditemukan pada sampel trips baik dari tanaman mawar lokal maupun mawar impor. Spesies trips yang yang ditemukan terinfeksi cendawan entomopatogen yaitu T. parvispinus dan F. intonsa (Tabel 1). Infeksi cendawan entomopatogen pada T. parvispinus ditemukan pada tanggal 28 Maret, 31 Maret, 4 April dan 15 April 2010. Infeksi cendawan entomopatogen pada F. intonsa ditemukan pada tanggal 4 April, 11 April dan 15 April 2010. Infeksi cendawan entomopatogen tertinggi terjadi pada tanggal 4 April 2011, pada T. parvispinus mawar impor, yaitu sebesar 2,7%.

Menurut Steinkraus et al. (1995), populasi hama dan curah hujan dapat me-pengaruhi infeksi cendawan Entomophthorales. Populasi hama meningkat, di-sertai dengan terjadinya peningkatan infeksi cendawan Entomophthorales pada hama. Serangga hama juga berperan penting dalam penyebaran cendawan Ento-mophthorales. Hujan deras dapat menyebabkan tersapunya hama dan cendawan yang terdapat pada hama dari tanaman.

[image:38.595.104.505.70.840.2]
(39)

Tabel 1 Persentase T. parvispinus dan F. intonsa terinfeksi cendawan entomo-patogen pada delapan kali pengamatan tahun 2011

Tanggal Mawar

Jumlah trips (individu)

T. parvispinus F. intonsa Jumlah

terinfeksi (individu)

Persentase infeksi

Jumlah terinfeksi (individu)

Persentase infeksi

28 Maret Lokal 300 1 0,3 0 0

Impor 150 0 0 0 0

31 Maret Lokal 300 1 0,3 0 0

Impor 150 1 0,7 0 0

4 April Lokal 300 1 0,3 1 0,3

Impor 150 4 2,7 1 0,7

7 April Lokal 300 0 0 0 0

Impor 150 0 0 0 0

11 April Lokal 300 0 0 0 0

Impor 150 2 1,3 1 0,7

14 April Lokal 300 0 0 0 0

Impor 150 1 0,7 1 0,7

18 April Lokal 300 0 0 0 0

Impor 150 0 0 0 0

21 April Lokal 300 0 0 0 0

Impor 150 0 0 0 0

Persentase stadia cendawan entompatogen yang ditemukan pada atau di dalam tubuh trips mawar lokal tercantum pada Gambar 11. Stadia konidia primer ditemukan pada pengambilan sampel trips tanggal 28 Maret dan 31 Maret, dengan persentase masing-masing 0,3%. Konidia sekunder ditemukan pada pengambilan sampel trips tanggal 4 April yaitu 0,7%.

[image:39.595.103.513.112.529.2]
(40)

Gambar 11 Persentase stadia cendawan entomopatogen pada trips mawar lokal tahun 2011.

Gambar 12 Persentase stadia cendawan entomopatogen pada trips mawar impor tahun 2011.

Populasi Trips pada Bunga Mawar

Secara umum, jumlah trips pada bunga mawar lokal lebih tinggi dibanding-kan dengan jumlah trips pada bunga mawar impor, terutama pada tanggal 24 Maret, 14 April, 21 April, 28 April, dan 5 Mei 2011 (Tabel 2). Hal tersebut di-duga terjadi karena pengaruh dari jumlah petal dan ukuran bunga. Mawar lokal memiliki jumlah petal lebih banyak dan ukuran bunga lebih besar dibandingkan dengan mawar impor, sehingga tempat bagi trips pada bunga mawar lokal lebih luas. 95% 96% 97% 98% 99% 100%

1 2 3 4 5 6 7 8

P e rs e n ta se s a m p el t ri p s

Waktu pengambilan sampel

Sehat Konidia sekunder Konidia Primer

Badan hifa Spora istirahat Cendawan saprofitik

28 Mar 31 Mar 4 Apr 7 Apr 11 Apr 14 Apr 18 Apr 21 Apr

90% 91% 92% 93% 94% 95% 96% 97% 98% 99% 100%

1 2 3 4 5 6 7 8

P e rs e nt a se s a m pe l tr ips

Waktu pengambilan sampel

Sehat Konidia sekunder Konidia Primer

[image:40.595.116.507.84.309.2] [image:40.595.106.502.88.788.2]
(41)

Tabel 2 Populasi trips pada bunga mawar lokal dan mawar impor tahun 2011

(*) berbeda nyata pada taraf nyata (α) 5%, aSD = Standar deviasi

Populasi trips pada bunga mawar lokal dan mawar impor paling tinggi ter-jadi pada awal pengamatan, hal tersebut dikarenakan kondisi pada pertanaman mawar cukup kering. Kelembaban yang rendah dan suhu yang tinggi pada musim kemarau merupakan kondisi yang cocok bagi hama trips sehingga perkembangan-nya lebih cepat (Prabaningrum & Moekasan 2007). Pengamatan minggu berikut-nya sudah memasuki musim penghujan dan populasi trips berkurang dibanding-kan dengan pengamatan sebelumnya. Menurut Tobing (1996) curah hujan yang tinggi dan jumlah hari hujan yang lama dapat mengganggu proses berpupa trips di dalam tanah.

Ketertarikan Trips pada Warna Perangkap Likat

Trips pada perangkap likat yang diidentifikasi sampai tingkat spesies yaitu, T. parvispinus, F. intonsa, S. dorsalis, M. abdominalis, T. palmi, M. usitatus. Dari semua spesies trips yang diidentifikasi, T. parvispinus dan F. intonsa yang paling banyak ditemukan. Genus Thrips, Frankliniella, dan Scirtothrips, sebagian besar menjadi hama pada tanaman (Morse & Hoddle 2006). Thrips parvispinus me-rupakan hama serius pada pertanaman cabai di Indonesia (Sastrosiswojo 1991). Selain trips tersebut, pada perangkap likat juga ditemukan 2 spesies yang belum dapat diidentifikasi yaitu spesies A dan spesies B, serta ditemukan juga spesies dari subordo Tubulifera.

Berdasarkan analisis ragam, umumnya perbedaan jenis tanaman tidak mem-pengaruhi jumlah trips yang terperangkap. Akan tetapi warna perangkap mempe-ngaruhi jumlah trips yang terperangkap terutama T. parvispinus dan F. intonsa. Menurut Park et al. (2002), trips menemukan inangnya lebih dipengaruhi warna bunga dibandingkan dengan varietas tanaman.

Mawar Jumlah trips (individu/bunga/10 tepuk) ± SD a

pada tanggal

24 Maret 31 Maret 7 April 14 April 21 April 28 April 5 Mei 15 Mei

Lokal 5,3±3,22 2,7±1,59 3,08±2,0 2,6±1,6 2,5±1,85 2,8±2,05 2,2±1,48 2,3±1,18

Impor 3,4±2,46 2,3±1,26 2,9±1,94 1,8±1,09 1,8±1,14 1,9±1,06 1,4±0,62 2,0±1,36

(42)

Rataan trips yang terperangkap pada perangkap berwarna biru, putih, dan kuning yang dipasang di pertanaman mawar lokal, mawar impor, dan barrier se-lama 8 minggu pengamatan tercantum pada Tabel 3. Berdasarkan analisis ragam, interaksi antara jenis tanaman dan warna perangkap hanya terjadi pada pengama-tan ke-3. Trips lebih banyak terperangkap warna biru dan putih yang dipasang di mawar impor dibandingkan dengan warna biru dan putih yang dipasang di mawar lokal. Umumnya, jenis tanaman secara tunggal tidak mempengaruhi jumlah trips yang terperangkap, kecuali pada pengamatan ke-4. Jumlah trips pada perangkap yang dipasang di mawar impor secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan pe-rangkap yang dipasang di mawar lokal dan barrier. Warna perangkap mempe-ngaruhi jumlah trips yang terperangkap pada pengamatan 1, 2, 3, dan ke-4. Warna biru dan putih lebih disukai trips dibandingkan dengan warna kuning.

Rataan T. parvispinus yang terperangkap pada perangkap warna biru, putih, dan kuning yang dipasang di pertanaman mawar lokal, mawar impor, dan barrier selama 8 minggu pengamatan tercantum pada Tabel 4. Berdasarkan hasil analisis ragam, tidak terdapat interaksi antara jenis tanaman dan warna perangkap terha-dap jumlah T. parvispinus yang terperangkap. Jenis tanaman juga, tidak ditemu-kan secara nyata mempengaruhi jumlah T. parvispinus yang terperangkap. Warna perangkap mempengaruhi ketertarikan T. parvispinus pada pengamatan 1, ke-2, ke-3, ke-4, dan ke-5. Warna biru dan putih paling disukai T. parvispinus diban-dingkan dengan warna kuning.

(43)

Tabel 3 Rataan trips (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier

Waktu

pengamatan Warna

Tanaman

Rata-rata Mawar

lokal

Mawar

impor Barrier

1

Biru 12,3 6,0 11,3 9,9 a Putih 14,0 9,7 11,0 11,6 a Kuning 4,0 3,3 3,3 3,5 b Rata-rata 10,1 a 6,3 a 8,5 a

2

Biru 7,3 7,3 8,7 7,8 ab

Putih 10,0 9,7 10,0 9,9 a Kuning 3,2 8,3 3,7 5,1 b Rata-rata 6,8 a 8,4 a 7,4 a

3

Biru 5,5 c 17,0 a 12,7 ab 11,7 Putih 7,8 c 17,3 a 17,0 a 14,1 Kuning 7,8 c 11,3 abc 5,7 c 8,3 Rata-rata 7,1 15,2 11,8

4

Biru 8,3 16,3 8,0 10,9 a Putih 9,3 16,0 13,0 12,8 a Kuning 2,8 6,0 1,0 3,3 b Rata-rata 6,8 b 12,8 a 7,3 b

5

Biru 5,5 4,0 4,7 4,7 a

Putih 5,7 8,0 7,0 6,9 a

Kuning 4,2 3,0 2,7 3,3 a

Rata-rata 5,1 a 5,0 a 4,8 a

6

Biru 10,8 6,3 6,0 7,7 a

Putih 8,0 9,3 7,0 8,1 a

Kuning 6,2 3,0 3,7 4,3 a

Rata-rata 8,3 a 6,2 a 5,6 a

7

Biru 3,5 12,0 2,7 6,1 a

Putih 5,7 3,3 5,0 4,7 a

Kuning 9,3 9,0 4,0 7,4 a

Rata-rata 6,2 a 8,1 a 3,9 a

8

Biru 3,3 5,7 4,7 4,6 a

Putih 6,0 6,3 6,7 6,3 a

Kuning 2,3 2,0 2,3 2,2 a

Rata-rata 3,9 a 4,7 a 4,6 a

[image:43.595.101.513.105.715.2]
(44)

Tabel 4 Rataan T. parvispinus (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier

Waktu

pengamatan Warna

Tanaman

Rata-rata Mawar

lokal

Mawar

impor Barrier

1

Biru 6,5 1,7 5,3 4,5 a

Putih 6,3 3,3 6,7 5,4 a

Kuning 0,7 0,3 1,7 0,9 b

Rata-rata 4,5 a 1,8 a 4,6 a

2

Biru 3,5 3,3 3,3 3,4 ab

Putih 6,0 4,3 5,7 5,3 a

Kuning 0,5 2,7 1,7 1,6 b

Rata-rata 3,3 a 3,4 a 3,6 a

3

Biru 2,5 3,3 2,0 2,6 ab

Putih 2,8 4,3 2,3 3,1 a

Kuning 1,0 1,0 2,3 1,4 b

Rata-rata 2,1 a 2,9 a 2,2 a

4

Biru 3,5 5,3 3,3 4,0 a

Putih 4,3 7,0 4,7 5,3 a

Kuning 0,3 1,3 0,3 0,6 b

Rata-rata 2,7 a 4,5 a 2,8 a

5

Biru 1,0 1,0 0,3 0,8 b

Putih 1,3 2,7 2,3 2,1 a

Kuning 0,0 0,0 0,3 0,1 b

Rata-rata 0,8 a 1,2 a 1,0 a

6

Biru 2,2 2,0 0,3 1,5 a

Putih 1,3 0,3 2,7 1,4 a

Kuning 0,5 2,3 0,0 0,9 a

Rata-rata 1,3 a 1,5 a 1,0 a

7

Biru 0,7 0,3 0,7 0,6 a

Putih 1,3 0,7 1,0 1,0 a

Kuning 0,2 1,3 0,0 0,5 a

Rata-rata 0,7 a 0,8 a 0,6 a

8

Biru 1,1 1,0 2,0 1,4 a

Putih 0,2 0,0 0,7 0,3 a

Kuning 2,2 2,3 1,0 1,8 a

Rata-rata 1,2 a 1,1 a 1,2 a

[image:44.595.112.510.110.696.2]
(45)

Tabel 5 Rataan F. intonsa (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier

Waktu

pengamatan Warna

Tanaman

Rata-rata Mawar

lokal

Mawar

impor Barrier

1

Biru 3,5 1,3 1,3 2,0 a

Putih 3,2 2,3 2,0 2,5 a

Kuning 0,5 0,7 0,3 0,5 b

Rata-rata 2,4 a 1,4 a 1,2 a

2

Biru 0,7 0,7 1,0 0,8 a

Putih 0,8 1,0 0,7 0,8 a

Kuning 0,0 0,3 0,0 0,1 b

Rata-rata 0,5 a 0,7 a 0,6 a

3

Biru 1,3 5,7 0,7 2,6 a

Putih 0,8 3,7 0,7 1,7 ab

Kuning 0,5 1,3 0,0 0,6 b

Rata-rata 0,9 b 3,6 a 0,5 b

4

Biru 2,5 5,3 0,7 2,8 a

Putih 1,3 2,7 2,3 2,1 a

Kuning 0,2 0,7 0,3 0,4 b

Rata-rata 1,3 a 2,9 a 1,1 a

5

Biru 2,7 1,0 1,3 1,7 a

Putih 1,2 2,7 1,7 1,9 a

Kuning 1,7 0,7 0,0 0,8 a

Rata-rata 1,9 a 1,5 a 1,0 a

6

Biru 6,3 1,7 1,3 3,1 a

Putih 4,2 2,0 1,3 2,5 ab

Kuning 2,8 0,7 0,3 1,3 b

Rata-rata 4,4 a 1,5 a 1,0 a

7

Biru 0,5 9,3 0,0 3,3 a

Putih 2,3 1,0 0,0 1,1 a

Kuning 0,3 2,3 0,0 0,9 a

Rata-rata 1,0 a 4,2 a 0,0 a

8

Biru 0,8 1,7 0,3 0,9 a

Putih 1,7 0,0 0,3 0,7 a

Kuning 0,3 0,0 0,0 0,1 a

Rata-rata 0,9 a 0,6 a 0,2 a

[image:45.595.110.509.117.713.2]
(46)

KESIMPULAN

Kesimpulan

Spesies trips yang ditemukan menyerang mawar lokal dan mawar impor yaitu Thrips parvispinus, Frankliniella intonsa, Thrips palmi, Scirtothrips dor-salis, Microcephalothrips abdominalis, Megalurothrips usitatus, spesies A dan spesies B. Dari semua spesies tersebut, hanya T. parvispinus dan F. intonsa yang ditemukan terinfeksi cendawan Entomophthorales. Stadia cendawan Entomoph-thorales yang ditemukan yaitu konidia primer dan konidia sekunder. Cendawan tersebut termasuk genus Neozygites. Berdasarkan evaluasi warna perangkap likat, warna ditemukan mempengaruhi T. parvispinus dan F. intonsa. Warna biru dan putih lebih disukai T. parvispinus dan F. intonsa dibandingkan dengan warna kuning.

Saran

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar R, Dadang, Sartiami D, Harahap IS. 2010. Infeksi cendawan Entomophthorales pada kutu putih pepaya Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) pada pertanaman papaya di Jawa Barat. Peranan Entomologi dalam Mendukung Pengembangan Ramah Lingkungan dan Kesehatan. Prosiding seminar nasional VI Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI); Bogor, 24 Juni 2010. Bogor: PEI.

Bansiddhi K, Poonchaisri S. 1999. Thrips of vegetables and other commercially important crops in Thailand. In: Talekar NS, (ed.). Thrips in Southeast Asia. Proceedings of a regional consultation workshop; Bangkok, Thailand, 13 March 1991. Taiwan: Asian Vegetable Research and Development Center. p.34-39.

Ben-Ze’ev I. S, Kenneth R.G. 1982. Features-criteria of taxonomic value in the Entomophthorales: I. A reision of the Batkoan classification. Mycotaxon 14: 393-455.

BPP Teknologi [Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi]. 2000. Budidaya pertanian; mawar (Rosa damascena Mill.). http://www.ristek.go.id [6 Maret 2011].

Chang NT. 1999. Important thrips species in Taiwan. In: Talekar NS, (ed.). Thrips in Southeast Asia. Proceedings of a regional consultation workshop; Bangkok, Thailand, 13 March 1991. Taiwan: Asian Vegetable Research and Development Center. p.40-56.

Chu CC, Pinter PJ, JR, Henneberry TJ, Umeda K, Natwick ET, Wei YA, Reddy VR, Shrepatis M. 2000. Use of CC traps with different trap base color for silverleaf whiteflies (Homoptera: Aleyrodidae), thrips (Thysanoptera: Thripidae), and leafhoppers (Homoptera: Cicadellidae). J. Econ. Entomol. 93(4): 1329-1337.

Chu CC, Ciomperlik MA, Chang NT, Richards M, Henneberry T. 2006. Developing and evaluating traps for monitoring Scirtothrips dorsalis (Thysanoptera: Thripidae). Florida Entomol. 89(1): 47-55.

Darliah. 1995. Pemuliaan mawar. Balai Penelitian Tanaman Hias: Jakarta Fauziah I, Saharan HA. 1999. Research on thrips in Malaysia. In: Talekar NS,

(ed.). Thrips in Southeast Asia. Proceedings of a regional consultation workshop; Bangkok, Thailand, 13 March 1991. Taiwan: Asian Vegetable Research and Development Center. p.29-33.

Jacobson RJ. 1997. Integrated pest management (IPM) in glasshouse. In: Lewis T, (ed.). Thrips as Crop Pests. Oxon: CAB International. p.639-666. Kartapradja R. 1995. Botani dan ekologi mawar. Balai Penelitian Tanaman

Hias: Jakarta.

(48)

Keller S. 2007. Fungal struktur and biology. In: Keller S, (ed.). Artropoda-pathogenic Entomophthorales: Biology, ecology, identification. Brussels: COST Office. p.27-54.

Lewis T. 1997. Field and laboratory techniques. In: Lewis T, (ed.). Thrips as Crop Pests. Oxon: CAB International. p.435-466

Montserrat M, Castan C, Santamaria S. 1998. Neozygites parvispora (Zygomycotina: Entomophthorales) causing an epizootic in Frankliniella occidentalis (Thysanoptera: Thripidae) on cucumber in Spain. J. Inverteb

Gambar

Gambar 2   Frankliniella intonsa, (A) imago betina, (B) antena, (C) kepala
Gambar 3 Thrips palmi, (A) imago betina, (B) pronotum, (C) metanotum dengan
Gambar 4 Scirtothrips dorsalis, (A) imago betina, (B) kepala, (C) pronotum, (D)
Gambar 5 Microcephalothrips abdominalis, (A) imago betina, (B) antena
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan rancangan APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) Indonesia, penerimaan cukai memiliki peranan yang sangat penting dan potensi yang cukup besar

8.6 In the event that the Purchaser defaults in complying with any of the conditions herein or fails to pay the Balance Purchase Price within the time allowed, then the Assignee

ini dapat dilihat dari setiap tahunya pelanggan kami selalu mengalami peningkatan, sedangkan dampak negatifnya biaya dan tenaga yang kita butuhkan sangat banyak dan menguras waktu

Virus herpes simpleks tipe 1 yang persisten dalam ganglion trigeminal dan VHS tipe 2 dalam ganglion sakralis dapat menyebabkan kekambuhan infeksi mukosa ataupun pada kulit

Sedangkan dal am pel aksanaannya mul ai dar i pengumpul an dat a, pengol ahan dat a, anal i si s hasi l / masal ah sampai dengan penyusunan l apor an ber pedoman pada

As Asuh uhan an un untu tuk s k se eti tiap ap pa pasi sie en n  direncanakan  direncanakan oleh Dr penanggung jawab oleh Dr penanggung jawab pelayanan (DPJP), perawat dan pemberi

Hal ini dikarenakan bila terjadi gangguan hubung singkat fasa ke tanah arus gangguan masih relatif  gangguan hubung singkat fasa ke tanah arus gangguan masih

Ada perbedaan perilaku disiplin sangat signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, dimana siswa yang diberikan Pelatihan kognitif perilaku