PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH)
DI DESA CIPANG KIRI HULU KECAMATAN ROKAN IV
KOTO, KABUPATEN ROKAN HULU
ABDI HARRO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Model
Pembelajaran E-learning untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran: dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2011
Bahman
ABSTRACT
Bahman. 2011. Development of E-learning Model to Improve Teaching and
Learning Quality (Case Study : SMA PLUS PGRI Cibinong). Under the
supervision of Meuthia Rachmaniah and Sony Hartono Wijaya.
The paradigm alteration of learning strategy from teacher centered to student centered encourage the academic community to use e-learning as one of learning methods which is perceived to be student centered. The use of e-learning is expected to motivate the increase quality of learning and teaching material, quality of activity and independence of learners, as well as communication between educators with learners and among learners. E-learning can also be used to overcome the limitation of classroom and time and distance barriers in the implementation of teaching learning activity. Modular Object Oriented Dynamic learning environment (Moodle) is a software package that allows you to create and conduct course/training/internet based education. In this study, the method used is System Development Life Cycle (SDLC) which consist of six main phrases namely planning system, analysis system, design system, implementation system, testing system, and use and maintenance system.
The level of understanding of educators and learners towards e-learning is as Communication Tools for 95.2% of educators and 100% learners, Learning Objects for 96.2% of educators and 100% of learners, Management of User Data for 96.2% of educators and 93% , Usability for 86.5% of educators and 86.6% of learner, Adaptation for 58.1% of educators and 71% of learners, technical Aspect for 73.6% of educators and 79% of learners, the Administration for 71.4% of educators and 98.9% of learners, Course Management for 77.1% of educators and 94.9% of learners. The percentage of interest of the learner is 96.7% and 94.3% for educators. This means the learning model developed using Moodle includes to good category.
RINGKASAN
BAHMAN. 2011. Pengembangan Model Pembelajaran E-learning untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran (Studi Kasus : SMA PLUS PGRI Cibinong). Di bawah bimbingan Meuthia Rachmaniah dan Sony Hartono Wijaya.
Perubahan paradigma strategi pembelajaran dari teacher-centered ke
learner-centered mendorong sivitas akademika untuk menggunakan e-learning
sebagai salah satu metode pembelajaran yang dipersepsikan bersifat learner centered. Pemanfaatan e-learning diharapkan dapat memotivasi peningkatan kualitas pembelajaran dan materi ajar, kualitas aktivitas, kemandirian peserta didik, komunikasi antara pendidik dan peserta didik maupun antar peserta didik, mengatasi keterbatasan ruang kelas serta hambatan jarak dan waktu di dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
Salah satu langkah konkrit peningkatan mutu pendidikan adalah pemberdayaan satuan pendidikan agar mampu berperan sebagai subjek penyelenggara pendidikan, yang diberi kewenangan untuk merancang serta melaksanakan pendidikan sesuai dengan potensi dan kondisi masing-masing dengan tetap mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Sejalan dengan program pencapaian SNP, Direktorat Pembinaan SMA sejak tahun 2008 telah melaksanakan rintisan program pengembangan Pusat Sumber Belajar SMA (PSB-SMA) dan dipilih sebanyak 33 SMA di seluruh Indonesia. Pada dasarnya PSB-SMA dikembangkan dengan fungsi sebagai media informasi dan komunikasi, wahana belajar dan wahana unjuk kinerja.
Modular Object Oriented Dynamic learning environment (Moodle) adalah sebuah paket perangkat lunak yang berguna untuk membuat dan mengadakan kursus/pelatihan/pendidikan berbasis internet. Moodle dapat digunakan untuk melakukan aktivitas pembelajaran secara online dan peserta didik dapat belajar secara mandiri. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode angket. Metode angket digunakan untuk mengetahui tingkat ketertarikan pendidik dan peserta didik terhadap bahan pembelajaran menggunakan Moodle yang dikembangkan oleh penulis. Untuk mengetahui kalayakan bahan ajar dibuat alat evaluasi tersendiri.
Model Pengembangan model pembelajaran e-learning dilakukan dengan dua tahap yaitu pengembangan sistem dan pengembangan bahan ajar, pengembangan sistem terdiri dari: desain model dan perancangan antar muka, sedangkan perancangan bahan ajar terdiri dari: analisis kebutuhan bahan ajar seperti standar kompetensi – kompetensi dasar (SK-KD), penyusunan peta bahan ajar, penentuan komponen penilaian bahan ajar dan pembuatan bahan ajar.
Ada enam belas mata pelajaran yang akan diunggah pada e-learning. Adapun jumlah bahan ajar yang ditargetkan dapat memenuhi semua kebutuhan e-learning untuk semua mata pelajaran adalah 831 bahan ajar, dengan harapan bahwa satu bahan ajar yang dibuat terdiri atas satu Kompetensi Dasar (KD).
pengumpulan data pertama memang menyatakan bahwa belum tersedia bahan ajar yang siap unggah. Oleh karenanya pembentukan tim pelaksana, tim penanggung jawab mata pelajaran, serta administrator (admin) e-learning menjadi sangat penting.
Tingkat pemahaman pendidik dan peserta didik terhadap e-learning yaitu
Communication Tools sebesar 95.2 % dan 100 %, Learning Objects sebesar 96.2 % dan 100 %, Management of User Data sebesar 96.2% dan 93 %, Usability
sebesar 86.5 % dan 86.6 %, Adaptation sebesar 58.1 % dan 71 %, Technical Aspect
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah model pembelajaran yang dikembangkan oleh penulis termasuk ke dalam kriteria mudah dipahami dan tingkat ketertarikan user termasuk kategori baik, sehingga bahan pembelajaran tersebut dapat digunakan untuk belajar mandiri dan dapat digunakan sebagai pelengkap kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, disarankan (1) bahan pembelajaran dengan Moodle dapat dikembangkan lagi dalam rangka pembelajaran yang berkelanjutan, (2) program ini perlu terus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan IPTEK supaya peserta didik yang menggunakan tidak ketinggalan informasi dan ilmu pengetahuan yang baru.
sebesar 73.6 % dan 79 %, Administration sebesar 71.4 % dan 98.9 %,
Course Management sebesar 77.1 % dan 94.9 %. Sedangkan besarnya prosentase tingkat ketertarikan dari pendidik dan peserta didik adalah 94.3 % dan 96.7 %. Hal ini berarti model pembelajaran yang dikembangkan dengan menggunakan Moodle termasuk ke dalam kategori baik.
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN E-LEARNING
UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN
(STUDI KASUS : SMA PLUS PGRI CIBINONG)
BAHMAN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu komputer
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Penelitian : Pengembangan Model Pembelajaran E-Learning Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran
(Studi Kasus : SMA PLUS PGRI Cibinong)
Nama : Bahman
NRP : G651060164
Program Studi : Ilmu Komputer
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Ir. Meuthia Rachmaniah, M.Sc
Ketua Anggota
Sony Hartono Wijaya, M.Kom
Mengetahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Komputer
Dr. Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis dengan baik. Tesis ini adalah laporan penelitian yang mengambil judul
Pengembangan Model Pembelajaran E-learning untuk Meningkatkan Kualitas
Pembelajaran.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, tesis ini tidak akan berjalan lancar. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Ir. Meuthia Rachmaniah, M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing yang
dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan selama pembuatan
tesis.
2. Sony Hartono Wijaya, M.Kom selaku anggota komisi pembimbing yang
dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan selama pembuatan
tesis.
3. Dr.H.Basyarudin Thayib, M.Pd selaku kepala sekolah SMA PLUS PGRI
Cibinong atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk
menyelesaikan pengerjaan tesis.
4. Keluarga yang selalu memberikan dukungan dan pengertian. Papa, mama,
istri, dan kakak-kakakku tercinta.
5. Teman-teman seperjuangan Megister Ilmu Komputer angkatan VII tahun
2006.
6. Teman-teman yang tergabung dalam tim PSB Inti maupun sekolah Mitra
atas kerjasamanya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kemajuan pendidikan
bangsa ini di masa yang akan datang.
Bogor, Mei 2011
RIWAYAT HIDUP
Dilahirkan di Koto Dua, Kabupaten Kerinci–Jambi pada 28 September
1979. Anak ke-3 dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sihrun dan Ibu Samsiah.
Mengawali pendidikan di SDN 3 Koto dua, dan lulus tahun 1991. Pendidikan
lanjutan di SMPN 7 Sungai Penuh dan diselesaikan tahun 1994, kemudian
menempuh pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 3 Sungai Penuh dan
lulus pada tahun 1997.
Pada tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Kristen
Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Jurusan Biologi dan
lulus pada tahun 2003. Dan saat ini penulis bekerja sebagai tenaga pengajar di
vi DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 3
1.3 Perumusan Masalah ... 4
1.4 Ruang Lingkup ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Road Map Penelitian ... 6
2.2 Peranan Media Ajar dalam Proses Pembelajaran ... 8
2.3 Definisi E-learning ... 8
2.4 Fungsi E-learning ... 10
2.5 Manfaat Pembelajaran Electronic Learning ... 12
2.6 Teknologi Pendukung E-learning ... 13
2.7 Pemanfaatan Internet dalam Pembelajaran ... 15
2.8 Moodle ... 17
2.9 Metode Pengujian Black-Box ... 18
2.10 Konsep Pusat Sumber Belajar (PSB) ... 19
III METODOLOGI PENELITIAN ... 21
3.1 Kerangka Penelitian ... 21
3.2 Prosedur Penelitian ... 22
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 26
4.1 Pengumpulan Data ... 26
4.2 Perencanaan Sistem ... 28
4.3 Analisis Sistem ... 32
4.4 Perancangan Sistem ... 36
4.5 Implementasi Sistem ... 42
vii
4.7 Penggunaan dan Pemeliharaan ... 61
V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67
5.1 Kesimpulan ... 67
5.2 Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 69
viii DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komparasi dan Evaluasi LMS ... 29
2 Data Bahan Ajar Berbasis TIK ... ... 30
3 Prinsip Platform Teknologi ... ... 34
4 Spesifikasi Komputer untuk E-learning ... ... 36
5 Hasil Penilaian Bahan ajar ... ... 45
6 Pemahaman pendidik terhadap Commucation Tools ... ... 49
7 Pemahaman pendidik terhadap Learning Objects ... ... 49
8 Pemahaman pendidik terhadap Management of user Data ... ... 50
9 Pemahaman pendidik terhadap Usability ... ... 51
10 Pemahaman pendidik terhadap Adaption ... ... 51
11 Pemahaman pendidik terhadap Technical Aspects ... ... 52
12 Pemahaman pendidik terhadap Administration ... ... 52
13 Pemahaman pendidik terhadap Course Managent ... ... 53
14 Ketertarikan pendidik menggunakan e-learning ... ... 53
15 Pemahaman peserta didik terhadap Commucation Tools ... ... 53
16 Pemahaman peserta didik terhadap Learning Objects ... ... 56
17 Pemahaman peserta didik terhadap Management of user Data ... ... 56
18 Pemahaman peserta didik terhadap Usability ... ... 57
19 Pemahaman peserta didik terhadap Adaption ... ... 57
20 Pemahaman peserta didik terhadap Technical Aspects ... ... 58
21 Pemahaman peserta didik terhadap Administration ... ... 58
22 Pemahaman peserta didik terhadap Course Managent ... ... 59
ix DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Jaringan Internet yang dapat di akses untuk pembelajaran ... 16
2 Keterkaitan Komponen PSB-SMA ... 20
3 Langkah-langkah Penelitian ... 21
4 Rancang Muka E-learning ... 37
5 Halaman Login ... 37
6 Halaman Admin ... 38
7 Tampilan Halaman Pendidik ... 38
8 Alur penerimaan Bahan Ajar ... 41
9 Tampilan Muka E-learning (sebelum login) ... 43
10 Tampilan Muka E-learning (sebelum login) ... 43
11 Tampilan Kategori Pembelajaran ... 43
12 Tampilan Materi Pembelajaran ... 44
13 Tampilan Halaman Evaluasi ... 49
14 Rekapitulasi Hasil Pengujian Pendidik terhadap E-learning ... 54
15 Rekapitulasi Hasil Pengujian Peserta didik terhadap E-learning .. 60
16 Mekanisme Kemitraan ... 62
x DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Kuesioner untuk SDM Pendidik ... 71
2 Analisis SK-KD ... 73
3 Instrumen Penilaian Bahan Ajar ... 77
4 Contoh Penilaian Bahan Ajar ... 82
5 Langkah-langkah Instalasi Moodle ... 84
6 Contoh Tampilan Bahan ajar ... 91
7 Hasil Uji Black-box ... 111
8 Petunjuk Penggunaan e-learning ... 113
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 20, diisyaratkan bahwa
pendidik diharapkan mengembangkan materi pembelajaran, yang kemudian
dipertegas melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses, yang antara lain mengatur
tentang perencanaan proses pembelajaran yang mensyaratkan bagi pendidik
pada satuan pendidikan untuk mengembangkan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Salah satu elemen dalam RPP adalah sumber
belajar. Dengan demikian, pendidik diharapkan untuk mengembangkan bahan
ajar sebagai salah satu sumber belajar.
Pengembangan bahan ajar harus memperhatikan tuntutan kurikulum, namun
bagaimana untuk mencapainya dan apa bahan ajar yang digunakan diserahkan
sepenuhnya kepada para pendidik sebagai tenaga profesional. Apabila bahan ajar
yang sesuai dengan tuntutan kurikulum tidak ada atau sulit diperoleh maka
membuat bahan ajar sendiri adalah suatu keputusan yang bijak. Kalaupun
bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum cukup melimpah bukan berarti
pendidik tidak perlu mengembangkan bahan ajar tersebut.
Strategi pembelajaran merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap pencapaian kompetensi lulusan. Strategi pembelajaran telah mengalami
perkembangan yang cukup pesat seiring dengan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK). Salah satu diantaranya adalah e-learning.
E-learning telah menjadi suatu kebutuhan bagi sivitas akademika, mengingat baik
pendidik, peserta didik maupun institusi pendidikan telah memanfaatkan
teknologi komputer dalam proses belajar mengajar.
Perubahan paradigma strategi pembelajaran dari teacher-centered ke
learner-centered mendorong sivitas akademika untuk menggunakan e-learning
sebagai salah satu metode pembelajaran yang dipersepsikan bersifat learner-
centered. Pemanfaatan e-learning diharapkan dapat memotivasi peningkatan
kualitas pembelajaran dan materi ajar, kualitas aktivitas, kemandirian peserta
2 mengatasi keterbatasan ruang kelas serta hambatan jarak dan waktu di dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
Pendidikan yang bermutu merupakan tuntutan masyarakat Indonesia
sebagai wahana untuk menghasilkan sumberdaya manusia bermutu yang
mampu bersaing secara global. Upaya mewujudkan pendidikan bermutu
memerlukan strategi, langkah-langkah konkrit, dan operasional yang dilakukan
secara berkesinambungan. Salah satu langkah konkrit tersebut adalah
pemberdayaan sekolah agar mampu berperan sebagai subyek penyelenggara
pendidikan, yang diberi kewenangan dan peran luas untuk merancang serta
melaksanakan pendidikan sesuai dengan potensi dan kondisi masing-masing
sekolah, dengan tetap mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
Pendidik merupakan salah satu faktor penentu dalam meningkatkan
mutu pembelajaran. Oleh karenanya pendidik harus diberi ruang untuk
berkreasi, berinovasi, dan berkolaborasi untuk melaksanakan pembelajaran
yang bermutu, karena pendidik juga sebagai sumber belajar. Sumber belajar
adalah segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan baik secara terpisah
maupun dalam bentuk gabungan, untuk kepentingan belajar mengajar dengan
tujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi tujuan pembelajaran. Sumber
belajar bisa berupa data, orang maupun benda yang dijadikan bahan belajar
dan harus dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi bahan yang berguna
dalam mencapai kompetensi peserta didik. Begitu pula lingkungan belajar
peserta didik, baik di sekolah maupun di rumah akan berpengaruh tehadap
keberhasilan pembelajaran mereka. Dengan demikian, peserta didik tidak hanya
belajar dari pendidik saja, tetapi dapat pula belajar dengan berbagai sumber
belajar yang tersedia di lingkungannya.
Mengkombinasikan antara pertemuan secara tatap muka dan pembelajaran
elektronik dapat meningkatkan kontribusi dan interaktifitas antar peserta didik.
Melalui tatap muka peserta didik dapat mengenal sesama peserta didik dan
pendidik pendampingnya. Keakraban ini sangat menunjang kerja kolaborasi
mereka secara virtual. Persiapan matang sebelum mengimplementasikan sebuah
pembelajaran berbasis multimedia memegang peran penting demi kelancaran
3 penentuan teknis komunikasi selama proses pembelajaran merupakan tahapan
penting dalam melaksanakan pembelajaran berbasis web.
Data yang dikeluarkan www.internetworldstats.com tercatat sebanyak 1,7
miliar pengguna internet di dunia. Pengguna internet di Asia sekitar 825 juta yang
di akses pada tahun 2010. Tahun 2000 pengguna internet di Indonesia sebanyak
dua juta orang, tahun 2009 meningkat sebesar 1.150% menjadi 30 juta orang.
Dari data ini belum diketahui persentase pengguna internet di Indonesia
yang pelaku dan peruntukannya bagi dunia pendidikan. Demikian pula belum
diketahui berapa persen pendidik yang aktif berinteraksi dan memanfaatkan
internet dalam persiapan dan pelaksanaan proses pembelajaran.
Salah satu langkah konkrit peningkatan mutu pendidikan adalah
pemberdayaan satuan pendidikan agar mampu berperan sebagai subjek
penyelenggara pendidikan, yang diberi kewenangan untuk merancang serta
melaksanakan pendidikan sesuai dengan potensi dan kondisi masing-masing
dengan tetap mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Sejalan dengan program pencapaian SNP, Direktorat Pembinaan SMA sejak
tahun 2008 telah melaksanakan rintisan program pengembangan Pusat Sumber
Belajar SMA (PSB-SMA) dan dipilih sebanyak 33 SMA di seluruh Indonesia.
Pada dasarnya PSB-SMA dikembangkan dengan fungsi sebagai media informasi
dan komunikasi, wahana belajar dan wahana unjuk kinerja.
Agar pelaksanaan sekolah PSB dapat dikelola dengan baik dan sesuai
dengan profil sekolah PSB yang diharapkan, maka PSB inti dapat menjalin
kerjasama dengan sekolah sekitar yang nantinya disebut sebagai sekolah mitra.
yaitu sekolah yang akan menjadi pendamping sekolah PSB dalam
mengembangkan konten PSB-SMA.
1.2 Tujuan Penelitian
Dengan berlandaskan pada latar belakang, tujuan penelitian ini adalah :
i. Mengembangkan model pembelajaran e-learning yang dapat membantu
proses pembelajaran secara online.
ii. Menyediakan sumber belajar dan bahan pembelajaran berbasis TIK untuk
4 iii. Membuat atau menentukan model penilaian bahan ajar yang akan
diunggah ke e-learning.
1.3 Perumusan Masalah
Pada penelitian ini dirumuskan permasalahan yang akan dicapai sebagai
berikut :
“ Bagaimana cara mengembangkan model pembelajaran e-learning yang
dapat membantu proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran”.
1.4 Ruang Lingkup
Agar penelitian ini lebih fokus, maka penelitian ini dibatasi pada cakupan
sebagai berikut :
1. Perangkat lunak yang digunakan dalam implementasi e-learning adalah
Moodle.
2. Sistem yang dikembangkan merupakan proses pembelajaran yang dilakukan
secara on-line dengan mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP).
3. Sasaran materi ajar yang bersifat khusus adalah semua mata pelajaran di SMA
untuk jurusan IPA, IPS dan Bahasa (22 mata pelajaran). Pengembangan materi
ajar khusus tersebut dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan
tingkat kesiapan mata pelajaran saat ini yaitu:
a. Tahun 2009 : 7 mata pelajaran (Matematika, Biologi, Fisika, Kimia,
Geografi, Ekonomi dan Sosiologi).
b. Tahun 2010 : 16 mata pelajaran (Matematika, Biologi, Fisika, Kimia,
Geografi, Ekonomi, TIK, Bahasa Inggris, Bahasa
Indonesia, Sejarah, Sosiologi, Antropologi, PKn,
Kesenian, Pendidikan Jasmani dan Agama).
c. Tahun 2011 : 22 mata pelajaran (seluruh mata pelajaran dari jurusan
5 Pada tesis ini akan dikaji 16 mata pelajaran saja yang mana pengisian
konten bahan ajar sebagai media komunikasi PSB dilakukan oleh pendidik mata
pelajaran yang secara teknis dikoordinasikan oleh PSB Inti.
1.5 Manfaat Penelitian
Model pembelajaran e-learning yang dikembangkan diharapkan bisa
menjadi alat bantu pendidikan untuk penyampaian materi dan tugas-tugas
terstruktur dari mata pelajaran serta memberikan tambahan waktu yang
berkualitas di luar jam pembelajaran.
Selain itu juga dengan pembelajaran e-learning ini diharapkan
terselenggaranya pembelajaran secara online yang mampu memberi dukungan
bagi terselenggaranya pembelajaran yang interaktif sehingga peserta didik bisa
melakukan diskusi dengan pendidik maupun dengan peserta didik yang lain
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Road Map Penelitian
Penelitian tentang pengembangan e-learning untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran telah banyak dilakukan anatara lain oleh Lismanto (2009) yaitu
penelitian dengan topik perancangan dan pembuatan aplikasi e-learning berbasis
Moodle pada Universitas Kristen Petra. Penelitian ini menjelaskan tentang dua
aplikasi e-learning yang diimplementasikan pada Universitas Petra yaitu e-course
dan PCU Camel. Hasil dari penelitian ini adalah dikembangkan teknologi open
source Moodle versi 1.9, dengan memberikan penambahan fitur yang dapat
dipergunakan oleh universitas. Pada penelitian tersebut peneliti tidak membahas
masalah secara detail tentang konten dari bahan ajar seperti apa yang akan
diunggah ke e-learning.
Penelitian lain, dilakukan oleh Tahang (2009) dengan topik pengembangan
pembelajaran sosiologi berbasis e-learning di SMAN 4 Kendari, penelitian ini
bertujuan mengembangkan program pembelajaran Sosiologi berbasis e-Learning.
Hasil dari penelitian ini menguraikan tentang syarat yang dapat dijadikan
rambu-rambu dalam merencanakan dan mendesain pembelajaran sosiologi berbasis
e-learning. Seperti peneliti sebelumnya pada penelitian ini peneliti tidak membahas
masalah bahan ajar seperti apa yang aka diunggah ke e-learning.
Penelitian lain, dilakukan ole
e-learning SMA Panca Setya Sintang dengan Moodle. Pada penelitian ini dibuat
sistem e-learning yang dapat diakses kapanpun dan dimanapun. Sistem e-learning
SMA Panca Setya Sintang dibuat untuk mempermudah sistem pembelajaran, dan
meningkatkan kemampuan dalam bidang teknologi informasi.
2.2 Peranan Media Ajar dalam Proses Pembelajaran
Strategi mengajar menurut Syah (2002), didefinisikan sebagai sejumlah
langkah yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pendidikan
7 1. Strategi perumusan sasaran proses belajar mengajar (PBM), berkaitan
dengan strategi yang akan digunakan oleh pendidik dalam
menentukan pola ajar untuk mencapai sasaran PBM.
2. Strategi perencanaan proses belajar mengajar, berkaitan dengan
langkah-langkah pelaksanaan mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
Dalam tahap ini termasuk perencanaan tentang media ajar yang akan
digunakan.
3. Strategi pelaksanaan proses balajar mengajar, berhubungan dengan
pendekatan sistem pendidikan yang benar-benar sesuai dengan pokok
bahasan materi ajar.
Dalam pelaksanaannya, teknik penggunaan dan pemanfaatan media turut
memberikan andil yang besar dalam menarik perhatian peserta didik dalam PBM,
karena pada dasarnya media mempunyai dua fungsi utama, yaitu media sebagai
alat bantu dan media sebagai sumber belajar bagi peserta didik (Djamarah et al,
2002; 137). Hamalik (1986), Sadiman, et al (1986), mengelompokkan media ini
berdasarkan jenisnya ke dalam beberapa jenis :
a. Media auditif, yaitu media yang hanya mengandalkan kemampuan
suara saja, seperti tape recorder.
b. Media visual, yaitu media yang hanya mengandalkan indra
penglihatan dalam wujud visual.
c. Media audiovisual, yaitu media yang mempunyai unsur suara dan
unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih
baik.
Media pembelajaran secara umum dibagi ke dalam dua jenis yaitu:
a. Audiovisual diam, yang menampilkan suara dan visual diam, seperti
film sound slide.
b. Audiovisual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara
dan gambar yang bergerak, seperti film, video cassete dan VCD.
Sementara itu, selain media-media tersebut, kehadiran perangkat komputer
di lembaga pendidikan merupakan suatu hal yang harus dikondisikan dan
disosialisasikan untuk menjawab tantangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan
8 mengharapkan dapat membantu mereka baik sebagai tutor, tutee maupun tools
yang belum mampu dipenuhi oleh tenaga yang profesional dibidangnya yang
dihasilkan melalui lembaga pendidikan yang ada. Hal ini juga dikeluhkan oleh
para pendidik terhadap kemampuan untuk memahami, mengimplementasikan,
serta mengaplikasikan pendidikan sejalan dengan tuntutan kurikulum karena
keterbatasan informasi dan pelatihan yang mereka peroleh.
2.3 Definisi E-learning
Di dunia pendidikan dan pelatihan sekarang, banyak sekali praktik yang
disebut e-Learning. Sampai saat ini pemakaian kata e-learning sering digunakan
untuk menyatakan semua kegiatan pendidikan yang menggunakan media
komputer dan Internet. Banyak pula terminologi lain yang mempunyai arti hampir
sama dengan e-Learning, diantaranya : Web-based training, online learning,
computer-based training/ learning, distance learning, computer-aided instruction,
dan lainnya. Terminologi e-learning sendiri dapat mengacu pada semua kegiatan
pelatihan yang menggunakan media elektronik atau teknologi informasi (Effendi
& Zhuang 2005).
Koran (2002), mendefinisikan e-learning sebagai sembarang pendidikan
dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau
internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada
pula yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang
dilakukan melalui media internet. Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002)
mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui
perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai
dengan kebutuhannya.
Rosenberg (2001) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan
teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Hal ini senada dengan Cambell
(2002), dan Kamarga (2002) yang intinya menekankan penggunaan internet dalam
pendidikan sebagai hakekat e-learning. Bahkan Purbo (2001) menjelaskan bahwa
istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai
9 pendidikan lewat teknologi elektronik internet. Intranet, satelit, tape audio/video,
TV interaktif dan CD-ROM adalah sebagian dari media elektronik yang
digunakan. Pendidikan boleh disampaikan secara synchronously (pada waktu
yang sama) ataupun asynchronously (pada waktu yang berbeda). Materi
pendidikan dan pembelajaran yang disampaikan melalui media ini mempunyai
teks, grafik, animasi, simulasi, audio dan video. E-learning juga harus
menyediakan kemudahan untuk ‘discussion group’ dengan bantuan profesional
dalam bidangnya.
Perbedaan pembelajaran konvensional dengan e-learning yaitu pada kelas
konvensional, pendidik dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan
untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Sedangkan di dalam
pembelajaran e-learning fokus utamanya adalah peserta didik. Peserta didik
mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung-jawab untuk pembelajarannya.
Suasana pembelajaran e-learning akan ‘memaksa’ peserta didik memainkan
peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya. Peserta didik membuat
perancangan dan mencari materi dengan usaha dan inisiatif sendiri.
Tung (2000) mengatakan bahwa setelah kehadiran pendidik dalam arti
sebenarnya, internet akan menjadi suplemen dan komplemen dalam menjadikan
wakil pendidik yang mewakili sumber belajar yang penting di dunia. Cisco (2001)
menjelaskan filosofis e-learning sebagai berikut. Pertama, e-learning merupakan
penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line. Kedua,
e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar
secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks,
CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan
perkembangan globalisasi. Ketiga, e-learning tidak berarti menggantikan model
belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut
melalui pengayaan materi dan pengembangan teknologi pendidikan. Keempat,
kapasitas peserta didik amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara
penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar materi dan alat penyampai dengan
gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas peserta didik yang pada gilirannya
10
2.4 Fungsi dan Manfaat E-Learning
Rosenberg (2001) memaparkan kelebihan e-learning sebagai berikut:
a. Memerlukan biaya yang lebih rendah.
E-learning dapat mengurangi biaya perjalanan, memangkas waktu yang
digunakan untuk pendidikan serta mengurangi secara signifikan
kebutuhan penyediaan infrastruktur kelas untuk proses pembelajaran.
b. Menyediakan akses tak terbatas.
E-learning dapat menangani secara tak terbatas jumlah pengguna virtual
secara simultan.
c. Variasi penyediaan materi
E-learning memungkinkan untuk meng-kostumisasi materi untuk proses
pembelajaran yang berbeda sesuai dengan kebutuhan.
d. Selalu up to date.
E-learning sangat mudah untuk dilakukan pemutakhiran dengan cepat.
e. Pembelajaran.
Pengguna dapat melakukan akses dimana saja dan kapan saja setiap saat.
f. Universal.
E-learning dapat disesuaikan dengan protokol universal (contoh internet
dan browser).
g. Komunitas.
Mendorong dan memfasilitasi terbentuknya komunitas dengan beragam
minat dan kepentingan.
h. Mampu menangani berbagai skala.
E-learning merupakan solusi dalam berbagai skala dengan hanya
membutuhkan perubahan sedikit dalam pengembangannya baik
infrastruktur maupun biaya.
i. Meningkatkan layanan.
E-learning dapat secara efektif meningkatkan layanan pada proses
pembelajaran.
Penyampaian pembelajaran melalui e-learning dapat seefektif sistem
penyampaian pembelajaran konvensional tatap muka di kelas dalam proses
11 penting yaitu materi yang menitikberatkan pada kebutuhan sasaran pembelajaran
(user), penggunaan teknologi dalam proses penyampaiannya, serta adanya
kebijakan dan pengelolaan penyelenggaraan e-learning.
Ada tiga fungsi pembelajaran elektronik terhadap kegiatan pembelajaran di
dalam kelas (classroom instruction), yaitu sebagai suplemen yang sifatnya
pilihan/opsional, pelengkap (komplemen), atau pengganti (substitusi) (Siahaan
2002).
a. Suplemen
Dikatakan berfungsi sebagai suplemen (tambahan), apabila peserta didik
mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi elektronik
atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/keharusan bagi peserta didik untuk
mengakses materi pembelajaran elektronik. Sekalipun sifatnya opsional, peserta
didik yang memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau
wawasan.
b. Komplemen (tambahan)
Dikatakan berfungsi sebagai komplemen (pelengkap) apabila materi
pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran
yang diterima peserta didik di dalam kelas. Sebagai komplemen berarti materi
pembelajaran elektronik diprogramkan untuk menjadi materi reinforcement
(pengayaan) atau remedial bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran konvensional. Materi pembelajaran elektronik dikatakan sebagai
enrichment, apabila kepada peserta didik yang dapat dengan cepat
menguasai/memahami materi pelajaran yang disampaikan pendidik secara tatap
muka (fast learners) diberikan kesempatan untuk mengakses materi pembelajaran
elektronik yang memang secara khusus dikembangkan untuk mereka. Tujuannya
agar semakin memantapkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi
pelajaran yang disajikan pendidik di dalam kelas. Dikatakan sebagai program
remedial, apabila kepada peserta didik yang mengalami kesulitan memahami
materi pelajaran yang disajikan pendidik secara tatap muka di kelas (show
learners) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan materi pembelajaran
12 c. Substitusi (pengganti)
Beberapa pendidikan tinggi di negara-negara maju memberikan beberapa
alternatif model kegiatan pembelajaran/pendidikan kepada para peserta didiknya.
Tujuannya agar para peserta didik dapat secara mudah mengelola kegiatan
pendidikannya sesuai dengan waktu dan aktivitas lain sehari-hari peserta didik.
Ada tiga alternatif model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih peserta
didik, yaitu: (1) sepenuhnya secara tatap muka (konvensional), (2) sebagian secara
tatap muka dan sebagian lagi melalui internet, atau bahkan (3) sepenuhnya
melalui internet. Alternatif model pembelajaran mana pun yang akan dipilih
peserta didik tidak menjadi masalah dalam penilaian. Karena ketiga model
penyajian materi pembelajaran mendapatkan pengakuan atau penilaian yang sama.
Jika peserta didik dapat menyelesaikan belajarnya dan lulus melalui cara
konvensional atau sepenuhnya melalui internet, atau bahkan melalui perpaduan
kedua model ini, maka institusi penyelenggara pendidikan akan memberikan
pengakuan yang sama. Keadaan yang sangat fleksibel ini dinilai sangat membantu
peserta didik untuk mempercepat penyelesaian pendidikannya.
2.5 Manfaat pembelajaran Electronic Learning
Menurut Wulf (1996) manfaat Pembelajaran elektronik learning (
e-Learning) itu terdiri atas empat hal, yaitu:
a. Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dan
pendidik atau instruktur (enhance interactivity).
Apabila dirancang secara cermat, pembelajaran elektronik dapat
meningkatkan kadar interaksi pembelajaran, baik antara peserta didik dan
pendidik/instruktur, antar sesama peserta didik, maupun antara peserta
didik dan bahan belajar (enhance interactivity). Berbeda halnya dengan
pembelajaran yang bersifat konvensional. Tidak semua peserta didik
dalam kegiatan pembelajaran konvensional dapat, berani atau mempunyai
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan ataupun menyampaikan
pendapatnya di dalam diskusi. Hal ini disebabkan oleh pada pembelajaran
yang bersifat konvensional, kesempatan yang ada atau yang disediakan
13 b. Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran di mana dan kapan saja
(time and place flexibility).
Mengingat sumber belajar yang sudah dikemas secara elektronik dan
tersedia untuk diakses oleh peserta didik melalui internet, maka peserta
didik dapat melakukan interaksi dengan sumber belajar ini kapan saja dan
dari mana saja. Demikian juga dengan tugas-tugas kegiatan pembelajaran,
dapat diserahkan kepada pendidik/instruktur begitu selesai dikerjakan. Jadi
tidak perlu menunggu sampai ada janji untuk bertemu dengan
pendidik/instruktur.
c. Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach a
global audience).
Dengan fleksibilitas waktu dan tempat, maka jumlah peserta didik yang
dapat dijangkau melalui kegiatan pembelajaran elektronik semakin banyak
atau meluas. Ruang dan tempat serta waktu tidak lagi menjadi hambatan.
Siapa saja, dimana saja, dan kapan saja, seseorang dapat belajar. Interaksi
dengan sumber belajar dilakukan melalui internet. Kesempatan belajar
benar-benar terbuka lebar bagi siapa saja yang membutuhkan.
d. Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran
(easy updating of content as well as archivable capabilities).
Fasilitas yang tersedia dalam teknologi internet dan berbagai perangkat
lunak (software) yang terus berkembang turut membantu mempermudah
pengembangan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan
penyempurnaan atau pemutakhiran bahan belajar sesuai dengan tuntutan
perkembangan materi keilmuannya dapat dilakukan secara periodik dan
mudah. Di samping itu, penyempurnaan metode penyajian materi
pembelajaran dapat pula dilakukan, baik yang didasarkan atas umpan balik
dari peserta didik maupun atas hasil penilaian pendidik/ instruktur selaku
penanggungjawab atau pembina materi pembelajaran itu sendiri.
2.6 Teknologi Pendukung E-learning
Dalam praktiknya e-learning memerlukan bantuan teknologi. Karena itu
14 sepenuhnya menggunakan komputer; dan computer assisted learning (CAL) yaitu
pembelajaran yang menggunakan alat bantu utama komputer.
Teknologi pembelajaran terus berkembang. Namun pada prinsipnya
teknologi tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: technology based
learning dan technology based web-learning. Technology based learning pada
prinsipnya terdiri atas audio Information technologies (radio, audio tape, voice
mail telephone) dan video information technologies (video tape, video text, video
messaging). Sedangkan technology based web-learning pada dasarnya adalah data
information technologies (bulletin board, Internet, e-mail, tele-collaboration).
Dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari, yang sering dijumpai adalah
kombinasi dari teknologi yang dituliskan di atas (audio/data, video/data,
audio/video). Teknologi ini juga sering di pakai pada pendidikan jarak jauh
(distance education), yaitu dimaksudkan agar komunikasi antara peserta didik dan
pendidik bisa terjadi dengan keunggulan teknologi e-learning ini. Di antara
banyak fasilitas internet, menurut Purbo (2001), “ada lima aplikasi standar
internet yang dapat digunakan untuk keperluan pendidikan, yaitu email, mailing
list (milis), news group, file transfer protocol (FTC), dan world wide web (www)”.
Sedangkan Rosenberg (2001) mengkategorikan tiga kriteria dasar yang ada
dalam e-learning. Pertama, e-learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu memperbaiki secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali,
mendistribusikan, dan sharing pembelajaran dan informasi. Kedua, e-learning
dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan menggunakan standar
teknologi internet. Ketiga, e-learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang
paling luas, solusi pembelajaran yang menggungguli paradigma konvensional
dalam pembelajaran.
Penggunaan e-learning tidak bisa dilepaskan dengan peran Internet.
Menurut Williams (1999). Internet adalah ‘a large collection of computers in
networks that are tied together so that many users can share their vast resources’.
Ada beberapa alternatif paradigma pendidikan melalui internet
Kardiawarman (2000). Paradigma ini dapat mengintegrasikan beberapa sistem
15 secara intensif memerlukan dukungan pendidik, karena peranan pendidik maya
(virtual teacher) dan sebagian besar diambil alih oleh sistem belajar tersebut.
Kedua, virtual school system, yang dapat membuka peluang menyelenggarakan pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang tidak memerlukan ruang dan waktu.
Keunggulan paradigma ini daya tampung peserta didik tak terbatas. Peserta didik
dapat melakukan kegiatan belajar kapan saja, dimana saja, dan darimana saja.
Ketiga, paradigma cyber educational resources system, atau dot com learning resources system. Paradigma ketiga merupakan pendukung kedua paradigma di
atas, yaitu dalam membantu akses terhadap artikel atau jurnal elektronik yang
tersedia secara bebas dan gratis dalam internet.
2.7 Pemanfaatan Internet dalam Pembelajaran
Penggunaan Internet untuk keperluan pendidikan yang semakin meluas
terutama di negara-negara maju, merupakan fakta yang menunjukkan bahwa
dengan media ini memang dimungkinkan diselenggarakannya proses belajar
mengajar yang lebih efektif. Hal itu terjadi karena dengan sifat dan karakteristik
Internet yang cukup khas, sehingga diharapkan bisa digunakan sebagai media
pembelajaran sebagaimana media lain telah dipergunakan sebelumnya seperti
radio, televisi, CD-ROM interkatif dan lain-lain.
Sebagai media yang diharapkan akan menjadi bagian dari suatu proses
belajar mengajar di sekolah, internet harus mampu memberikan dukungan bagi
terselenggaranya proses komunikasi interaktif antara pendidik dan peserta didik
sebagaimana yang dipersyaratkan dalam suatu kegiatan pembelajaran. Kondisi
yang harus mampu didukung oleh internet tersebut terutama berkaitan dengan
strategi pembelajaran yang akan dikembangkan, yang kalau dijabarkan secara
sederhana, bisa diartikan sebagai kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk
mengajak peserta didik mengerjakan tugas-tugas dan membantu siswa dalam
memperoleh pengetahuan yang dibutuhkan. Gambaran umum tentang perangkat
16 Gambar 1 Jaringan internet yang dapat diakses untuk pembelajaran (Hasbullah 2008)
Pemanfaatan internet sebagai media pembelajaran mengkondisikan peserta
didik untuk belajar secara mandiri. Para peserta didik dapat mengakses secara
on-line dari berbagai perpustakaan, museum, database, dan mendapatkan sumber
primer tentang berbagai peristiwa sejarah, biografi, rekaman, laporan, data
statistik, Gordon et. al. (1995). Informasi yang diberikan komputer server dapat
berasal dari commercial businesses (.com), goverment services (.gov), nonprofit
organizations (.org), educational institutions (.edu), atau artistic and cultural
groups.
Peserta didik dapat berperan sebagai seorang peneliti, menjadi seorang
analis, tidak hanya konsumen informasi saja. Peserta didik dapat menganalisis
informasi yang relevan dengan pembelajaran dan melakukan pencarian yang
sesuai dengan kehidupan nyatanya (real life). Peserta didik dan pendidik tidak
perlu hadir secara fisik di kelas (classroom meeting), karena peserta didik dapat
mempelajari bahan ajar dan mengerjakan tugas-tugas pembelajaran serta ujian
dengan cara mengakses jaringan komputer yang telah ditetapkan secara online.
Peserta didik juga dapat belajar bekerjasama (collaborative) satu sama lain.
17 ajar. Kemudian, selain mengerjakan tugas-tugas pembelajaran dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan pendidik peserta didik dapat
berkomunikasi dengan teman sekelasnya (classmates). Internet memungkinkan
pihak berkepentingan (orang tua peserta didik maupun pendidik) dapat turut serta
menyukseskan proses pembelajaran, dengan cara mengecek tugas-tugas yang
dikerjakan peserta didik secara online.
Perkembangan/kemajuan teknologi Internet yang sangat pesat dan
merambah ke seluruh penjuru dunia telah dimanfaatkan oleh berbagai negara,
institusi, dan ahli untuk berbagai kepentingan termasuk di dalamnya untuk
pendidikan/pembelajaran. Berbagai percobaan untuk mengembangkan perangkat
lunak (program aplikasi) yang dapat menunjang upaya peningkatan mutu
pendidikan/pembelajaran terus dilakukan. Perangkat lunak yang telah dihasilkan
akan memungkinkan para pengembang pembelajaran (instructional developers)
bekerjasama dengan ahli materi (content specialists) mengemas materi
pembelajaran elektronik (online learning material).
2.8Moodle
Sesuai dengan berkembangnya kebutuhan pada sistem e-learning yang
terintegrasi dan terandalkan, saat ini banyak aplikasi Learning Management
System (LMS) komersial maupun open source yang dikembangkan untuk
mendukung sistem pengajaran. LMS secara umum memiliki fitur-fitur standar
pembelajaran elektronik antara lain:
1. Fitur kelengkapan belajar mengajar: daftar mata kuliah dan kategorinya,
silabus mata kuliah, materi kuliah (berbasis text atau multimedia), daftar
referensi atau bahan bacaan
2. Fitur diskusi dan komunikasi: forum diskusi atau mailing list, instant
messenger untuk komunikasi realtime, papan pengumuman, profil dan
kontak instruktur, file and directory sharing
3. Fitur ujian dan penugasan: ujian online (exam), tugas mandiri
(assignment), rapor dan penilaian
LMS ada yang bersifat proprietary software dan ada yang open source.
18 Blackboard, IntraLearn, SAP Enterprise Learning. Sedangkan LMS yang open
source diantaranya adalah Aberdour (2007): Atutor, Moodle, Ilias, Claroline, dan
dotLRN.
Moodle adalah sebuah paket perangkat lunak yang berguna untuk membuat
dan mengadakan kursus/pelatihan/pendidikan berbasis internet (Prakoso, 2005).
Moodle diberikan secara gratis sebagai perangkat lunak open source (di bawah
lisensi GNU Public License). Moodle dapat langsung bekerja tanpa modifikasi
pada Unix, Linux, Windows, Mac OS X, Netware dan sistem lain yang
mendukung PHP. Data diletakkan pada sebuah database. Data terbaik bagi
Moodle adalah MySQL dan PostgreSQL dan tak menutup kemungkinan untuk
digunakan pada Oracle, Acces, Interbase, ODBC, dan sebagainya. Moodle
didesain untuk mendukung kerangka konstruksi sosial (social construct) dalam
pendidikan. Moodle termasuk dalam model CAL+CALT (Computer Assisted
Learning + Computer Assisted Teaching) yang disebut LMS.
Moodle merupakan akronim dari Modular Object Oriented Dynamic
Learning Environment. Moodle adalah sebuah jalan menuju pendidikan tanpa
batas. Sebuah pionir yang akan membangun kreativitas dan pemikiran. Hal ini
dapat diterapkan ketika Moodle dibuat, dan ketika pengajar dan pendidik
melakukan aktivitas pengajaran dalam pembelajaran online (Prakoso 2005).
2.9 Metode Pengujian Black Box
Sebuah perangkat lunak bisa diuji dengan cara mengetahui kenerja sistem
secara fungsional. Metode ini melakukan pengujian secara dasar terhadap
fungsi-fungsi yang terdapat pada sistem yang telah dikerjakan dan mengetahui kesalahan
yang terjadi pada sistem (Pressman 2001). Metode black box merupakan suatu
pendekatan yang digunakan untuk mencari kesalahan yang berbeda dibandingkan
dengan pendekatan white box. Pengujian black box berusaha untuk mencari
kesalahan yang terdiri dari beberapa kategori, yaitu :
1. Fungsi-fungsi yang tidak benar atau hilang.
2. Kesalahan antarmuka.
3. Kesalahan dalam struktur data atau akses basis data internal.
19
2.11 Konsep Pusat Sumber Belajar (PSB)
Pusat Sumber Belajar SMA (PSB-SMA) merupakan sistem
pengelolaan yang terorganisasi untuk menyusun, mengembangkan, dan
menyediakan sumber belajar dalam mendukung proses pembelajaran dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai media informasi
dan komunikasi, wahana belajar, dan media unjuk kinerja. Sistem pengelolaan
sumber belajar yang terorganisasi, pelaksanaannya berada di tingkat sekolah
yang kemudian diorganisasi secara nasional dengan memanfaatkan TIK, salah
satunya adalah dalam bentuk website PSB-SMA.
Sebagai media informasi dan komunikasi, PSB-SMA menyediakan
informasi berkaitan dengan proses pembelajaran dan kegiatan lain yang ada
di satuan pendidikan, kebijakan pemerintah tentang pendidikan, maupun
sebagai media komunikasi antarpendidik, peserta didik-peserta didik,
pendidik-peserta didik, dan satuan pendidikan-satuan pendidikan, serta satuan
pendidikan-masyarakat yang terkait dengan proses pembelajaran.
Sebagai wahana belajar, PSB-SMA menyediakan bahan ajar dan
bahan uji yang disusun oleh pendidik agar dapat dimanfaatkan oleh pendidik
lain. Dengan demikian terjadi proses pertukaran bahan ajar dan bahan uji
berbasis TIK. Hakikatnya semua pendidik dapat menyumbangkan hasil
karyanya untuk dimanfaatkan oleh pendidik lain sebagai referensi.
Sebagai media unjuk kinerja, PSB-SMA memberi ruang kepada
pendidik untuk mengembangkan ide kreatif dalam pembelajaran, inovasi
pembelajaran maupun hal-hal lain yang berkaitan dengan peningkatan mutu
pembelajaran. Pendidik dapat berbagi pengalaman pembelajaran yang telah
maupun yang sedang dilaksanakan untuk dijadikan referensi, tambahan
wawasan dan acuan bagi pendidik lain.
Ketiga fungsi PSB-SMA di atas dapat melayani kebutuhan Sekolah PSB
dan Sekolah mitra PSB maupun sekolah non-mitra dalam mengakses konten
PSB-SMA yang berkaitan dengan proses pembelajaran meliputi perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian yang berbasis TIK, salah satunya dalam bentuk
20 Sekolah PSB merupakan SMA yang melaksanakan fungsi Pusat
Sumber Belajar sebagai media informasi dan komunikasi, wahana belajar,
serta media unjuk kinerja satuan pendidikan, pendidik dan peserta didik.
Dalam pelaksanaannya Direktorat Pembinaan SMA menetapkan dan
memfasilitasi sejumlah SMA model Sekolah Kategori Mandidri (SKM) untuk
mengelola dan mengembangkan konten PSB-SMA, melakukan sosialisasi dan
koordinasi dengan sekolah Mitra PSB.
Sekolah mitra PSB adalah SMA yang ditetapkan menjadi pendamping
sekolah PSB oleh sekolah PSB yang bersangkutan, yang memanfaatkan
PSB-SMA dan atau memberikan kontribusi untuk konten PSB-SMA dalam
rangka lebih memberdayakan PSB-SMA melalui sekolah PSB. Bentuk
kemitraan antara sekolah PSB dan sekolah mitra PSB diimplementasikan
dalam peningkatan SDM, pemanfaatan sarana prasarana, dan pertukaran
konten. Sekolah non-mitra adalah SMA yang memanfaatkan PSB-SMA dan atau
memberikan kontribusi untuk konten PSB-SMA melalui website PSB-SMA.
Keterkaitan antara sekolah PSB, sekolah mitra PSB, sekolah non-mitra
dan website PSB-SMA dalam melaksanakan dan memanfaatkkan PSB-SMA
[image:36.595.126.434.460.709.2]dijelaskan dalam Gambar 2.
21
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Penelitian
Metode pengembangan sistem dalam penelitian ini menggunakan Metode
Siklus Hidup Pengembangan Sistem (System Depelopment Life Cycle-SDLC)
yang terdiri dari enam tahap utama, yaitu perencanaan sistem, analisis sistem,
perancangan sistem, implementasi sistem, uji coba sistem, dan penggunaan
[image:37.595.84.356.261.747.2]sistem. Langkah-langkah yang akan dilakukan pada penelitian ini disajikan pada
Gambar 3.
Gambar 3 Metodologi Penelitian Perencanaan Sistem
Analisis Sistem
Penggunaan & Pemeliharaan
Selesai Mulai
Studi Pustaka
Pengumpulan Data
Sistem Diterima Perancangan Sistem
Implementasi Sistem
Uji Coba Sistem
Tidak
22
3.2 Prosedur Penelitian
Berdasarkan langkah-langkah penelitian pada Gambar 3, maka tahapan
penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
3.2.1 Studi Pustaka
Dilakukan untuk mendapatkan pemahaman tentang definisi dan manfaat
model pembelajaran e-learning, cara kerja Moodle, tahapan pengembangan
Moodle, dan cara membuat pembelajaran secara on-line. Referensi-referensi
tersebut berasal dari buku-buku pegangan maupun publikasi hasil penelitian,
artikel, situs internet serta sumber informasi lain yang berkaitan dengan
penelitian ini
3.2.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dua kali, pertama yaitu di awal sebelum
e-learning dikembangkan dan kedua yaitu setelah e-learning dikembangkan.
Pengumpulan data pertama dilakukan dengan melakukan hal di bawah ini :
a. Pengamatan langsung atau observasi ke sekolah yang terkait dengan
mempelajari proses pembelajaran yang sedang berlangsung,
mempelajari dokumentasi tentang modul pembelajaran, proses
penilaian, cara pemberian tugas dan proses komunikasi antara pendidik
dengan peserta didik maupun sebaliknya.
b. Wawancara dengan dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan
penelitian yaitu kepala sekolah, penanggung jawab pusat sumber
belajar, admin e-learning, pendidik dan peserta didik. Adapun aspek –
aspek dari wawancara tersebut adalah mengkaji kesiapan sekolah,
SDM yang dimiliki, serta sarana prasarana yang menunjang untuk
e-learning.
c. Pemberian kuesioner untuk pendidik yang bertujuan mengetahui
kompetensi umum, kompetensi pembuatan bahan ajar, serta
kompetensi penguasaan web dan jaringan.
Pengumpulan data kedua dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada
23 tentang e-learning yang mencakup aspek communication tools, learning objects,
management of user data, usability, adaption, technical aspects, administration,
dan course management.
3.2.3 Perencanaan Sistem
Sebelum sistem dibuat, pada tahapan ini terlebih dahulu dikumpulkan
beberapa bahan/data yang dapat dijadikan landasan awal untuk melengkapi
pembuatan e-learning. Bahan/data yang dimaksud berupa tinjauan proses
pembelajaran saat ini yang berlangsung baik di sekolah PSB inti maupun di
sekolah mitra.
Agar e-learning dapat terlaksana dengan baik perlu dibentuk tim pengelola
yang akan memantau dan melaksanakan tugas sesuai dengan peran
masing-masing. Perencanaan yang dibuat meliputi berbagai aspek strategi yaitu:
pemilihan Learning Management System (LMS) yang akan digunakan, materi
bahan ajar yang akan diunggah, pembentukan penanggung jawab pelaksana, tim
penanggung jawab mata pelajaran dan administrator yang akan bertanggung
jawab penuh terhadap e-learning.
3.2.4 Analisis Sistem
Pada tahapan ini dilakukan analisis terhadap kebutuhan sistem. Analisis
kebutuhan dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang kebutuhan
pengguna terhadap sistem serta menganalisis elemen-elemen yang dibutuhkan
oleh sistem. Pada tahap ini dilakukan studi analisis kebutuhan dari sistem
e-learning dan pemilihan teknologi sebagai platform e-learning.
3.2.5 Perancangan Sistem
Meliputi perancangan sistem baik website yang dikembangkan dengan
menggunakan Moodle, perancangan bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum,
perangkat instrumen untuk menguji kelayakan bahan.
Perancangan website yang dilakukan adalah: desain interface dari LMS
yang di kembangkan yaitu Moodle. Sedangkan perancangan bahan ajar meliputi:
(SK-24 KD), penyusunan peta bahan ajar, serta penentuan komponen penilaian bahan
ajar dan pembuatan bahan ajar.
3.2.6 Implementasi Sistem
Hasil dari tahap desain selanjutnya diwujudkan dalam perangkat lunak
e-learning. Sistem e-learning ini diimplementasikan dengan perangkat LMS
open source yang bernama Moodle. Adapun tahapan implementasi yang
dilakukan adalah :
a. Instalasi dan konfigurasi LMS.
b. Koneksi Internet dan jaringan.
c. Pengisian materi bahan ajar.
3.2.7 Uji Coba Sitem
Tahap uji coba perlu dilakukan karena hasil suatu produksi yang dianggap
baik oleh pengembang belum tentu mampu memecahkan permasalahan mendasar
yang menjadi tujuan dibuatnya produk. Uji coba yang dilakukan dengan
menggunakan uji black box terhadap e-learning yang dikembangkan. Tahap uji
coba dijaring dengan menggunakan kuesioner pemahaman pendidik dan peserta
didik tentang e-learning. Aspek yang dijaring ialah communication tools, learning
objects, management of user data, usability, adaption, technical aspects,
administration, dan course management. Maksud diadakannya uji coba adalah
mengetahui efektivitas program yang akan digunakan dari segi operasional dan
prospeknya. Dalam uji coba webe-learning ini melalui beberapa tahap yaitu:
a. Menentukan tujuan uji coba dalam pembangunan web e-learning yaitu
melihat efektivitas program/produksi yang dibuat (dilihat dari segi
operasional dan prospeknya di e-learning).
b. Pembuatan alat uji coba dilakukan supaya data yang berkaitan dengan
efektivitas program dapat dikumpulkan melalui alat uji coba, yaitu web
e-learning. Alat uji coba ini dirancang dan dibuat sebelum penulis
melakukan uji coba.
c. Membuat alat tes untuk materi ajar yang akan diunggah ke dalam
25
3.2.8 Penggunaan dan Pemeliharaan Sistem
Sistem yang sudah selesai dibuat dan siap untuk digunakan perlu untuk
selalu dimonitor dan dilakukan pemeliharaan. Kegiatan ini meliputi evaluasi dan
review secara periodik. Analisis sistem harus selalu merespon masukan-masukan
baik dari pengguna maupun dari pihak manajemen dan melakukan pemeliharaan
dan menampung semua kemauan pengguna dan selanjutnya dapat dilakukan
perbaikan-perbaikan. Perbaikan sistem merupakan kegiatan untuk memperbaiki
kesalahan dan menjadikan sistem berjalan lebih baik dan lebih berdaya guna.
Dalam pemeliharaan dan penggunaan e-learning, aspek-aspek yang perlu
diperhatikan adalah:
1. Menjalin kemitraan dengan sekolah sekitar dalam rangka mempercepat
penyiapan konten bahan ajar yang diperlukan
2. Mengadakan pelatihan terhadap tim pelaksana yang terdidri dari:
penanggung jawab pelaksana, administrator, penanggung jawab mata
pelajaran, dan pengembang konten bahan ajar.
3. Pengembangan materi bahan ajar pada e-learning dilaksanakan secara
bertahap sesuai dengan kesiapan materi bahan ajar dan tim pengembang
materi yang tersedia, adapun tahap-tahap pengembangannya yaitu:
a. Tahun 2009 untuk tujuh mata pelajaran yang termasuk dalam ujian
nasional.
b. Tahun 2010 untuk enam belas mata pelajaran ujian nasional di
tambah mata pelajaran ujian sekolah.
c. Tahun 2011 mencakup 22 pelajaran meliputi seluruh mata pelajaran.
d. Tahun 2012 dan seterusnya merupakan tahap pemantapan dan
melengkapi semua bahan ajar sesuai dengan jumlah kompetensi
26
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pembahasan penelitian merupakan penjelasan secara detail dari tahap-tahap
penelitian, ada enam tahap utama, yaitu perencanaan sistem, analisis sistem,
perancangan sistem, implementasi sistem, uji coba sistem, dan penggunaan sistem
yang dapat diuraikan sebagai berikut:
4.1 Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah suatu metode atau cara yang digunakan
untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam suatu penelitian. Dalam
penelitian ini metode pengumpulan data yang dilakukan adalah metode angket.
Metode angket yang digunakan adalah rating scale (skala bertingkat). Metode
angket digunakan untuk mengetahui tingkat ketertarikan pengguna terhadap
e-learning dan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman pengguna terhadap
aspek-aspek yang dikembangkan dalam model pembelajaran e-learning.
Pengumpulan data dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan setelah e-learning
dikembangkan. Pengumpulan data pertama dibahas pada sub-bab ini, sedangkan
pengumpulan data kedua dibahas pada sub-bab 4.6.3 Hasil Uji Coba.
Pengumpulan data pertama dilakukan dengan cara melakukan pengamatan
langsung ke sekolah, wawancara dengan pihak-pihak terkait, serta pemberian
kuesioner untuk para pendidik.
Data pengamatan langsung atau observasi ke sekolah yang terkait dilakukan
dengan mempelajari proses pembelajaran yang sedang berlangsung, mempelajari
dokumentasi tentang modul pembelajaran, proses penilaian, cara pemberian tugas,
dan proses komunikasi antara pendidik dan peserta didik maupun sebaliknya.
Sekolah yang diamati adalah sebanyak 5 sekolah mitra dan PSB inti. Sekolah
mitra yang dimaksud adalah SMA Mardi Yuana Depok, SMAN 3 Depok, SMAN
3 Bekasi, SMAN 1 Cibinong, dan SMAN 2 Cibinong. Sedangkan PSB inti adalah
SMA PLUS PGRI Cibinong. Secara umum hasil pengamatan menyimpulkan
bahwa baik di sekolah PSB inti maupun sekolah mitra umumnya masih dilakukan
secara manual yaitu sumber belajar masih bersumber dari pendidik.
Wawancara dilakukan dengan pihak-pihak terkait yaitu kepala sekolah dan
27 manusia (SDM) yang dimiliki, sarana yang dimiliki untuk sebuah model
pembelajaran e-learning, serta kebijakan kepala sekolah untuk mengubah model
pembelajaran dari konvensional menjadi pembelajaran modern dan dilengkapi
e-lerning sebagai media pembelajaran. Wawancara dengan pendidik meliputi
aspek-aspek kesiapan untuk membuat materi bahan ajar, kesediaan untuk mengikuti
pelatihan pembuatan bahan ajar. Dari hasil wawancara tersebut diperoleh data
bahwa semua kepala sekolah bersedia meningkatkan SDM dan merubah model
pembelajaran akan tetapi belum memiliki sarana untuk mengembangkan
e-learning, sedang sebagian besar dari pendidik bersedia membuat bahan ajar dan
mengikuti pelatihan.
Pada awalnya peneliti berharap bahwa para pendidik paling tidak
mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang memadai untuk menunjang
suksesnya pemakaian sistem e-learning. Namun ternyata kemampuan para
pendidik masih kurang dalam hal pengembangan bahan ajar berbasis TIK, hal ini
didukung dari pengalaman dan pendapat para pendidik, memang ditemukan ada
beberapa kendala yang harus diatasi. Harapan utama dari sini adalah para
pendidik dari sekolah yang sudah mapan akan dapat berkontribusi aktif
menyumbangkan materi di e-learning yang dapat segera dimanfaatkan oleh
pendidik. Dari seluruh 35 pendidik yang menjadi responden, semuanya 100%
sudah mempunyai komputer di rumahnya, dan yang sudah terhubung internet
60%. Para pendidik yang sangat nyaman bekerja dengan komputer 67%,
sedangkan 33% hanya memakainya jika perlu. Kemampuan pemanfaatan internet
seperti Internet Explorer atau Firefox dan lain-lain 100 % pendidik sudah bisa
menggunakannya. Tentang cara penggunaan software populer Microsoft Office
seperti Microsoft Word, Excel dan Power Point, 80 – 100 % menyatakan sering
menggunakan. Kemudian, yang telah mempunyai akun e-mail sebanyak 83 %,
dan 66% sering menggunakan dan rutin memeriksanya (Lampiran 1).
Namun hanya sedikit pendidik yang memiliki kemampuan untuk membuat
desain web, yakni 11,4%, selebihnya tidak tahu sama sekali. Hal yang sama juga
terjadi pada pengetahuan tentang jaringan hanya sekitar 18 % pendidik yang
dapat melakukan pengaturan jaringan dan selebihnya tidak bisa memanfaatkan
28
4.2 Perencanaan Sistem
Perencanaan merupakan hal yang sangat penting dilakukan untuk
mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan perancangan e-learning, yaitu
dengan harapan agar proses perancangan e-learning dapat terarah dengan sangat
baik. Perencanaan yang dibuat meliputi banyak aspek strategi yaitu: pemilihan
LMS yang akan digunakan, materi bahan ajar yang akan diunggah, pembentukan
penanggung jawab pelaksana, tim penanggung jawab mata pelajaran, serta
administrator yang akan bertanggung jawab penuh terhadap e-learning.
Pemilihan LMS dilakukan dengan memperhatikan fungsi-fungsi yang
terdapat pada LMS tersebut, yaitu apakah telah sesuai atau mencukupi untuk
proses pembelajaran. Adapun fungsi-fungsi dasar yang diperlukan yaitu :
a. Katalog/Administrasi : untuk menampilkan informasi tentang suatu pelajaran
dengan lengkap, meliputi judul, tujuan, cakupan atau outline, durasi, target,
tanggal tersedia, materi pendahuluan, serta tes yang harus diikuti.
b. Komunikasi : untuk menampilkan forum, chat, pesan, dan pengumuman.
c. Evaluasi : Mengukur seberapa jauh peserta didik dapat menyerap materi
d. Laporan : mengakses sistem dan mencetak laporan secara langsung, tanpa
meminta bantuan administrator.
e. Rencana Pembelajaran : secara otomatis merekomendasikan program
pembelajaran yang sesuai dan mengatur jadwalnya.
f. Registrasi dan persetujuan : memungkinkan peserta mendaftar secara online,
baik pendidik maupun peserta didik.
Pemilihan LMS pada penelitian ini menerapkan hasil penelitian dari Graf
dan List (2005) yang dibiayai oleh European Social Fund (ESF) yang membahas
tentang evaluasi dan komparasi LMS berbasis open source. Graf menggunakan
satu metode evaluasi produk software bernama Qualitative Weight and Sum
(QWS). QWS menghitung bobot (weight) menggunakan enam simbol kualitatif
berdasarkan tingkat kepentingannya (importance level). Simbol-simbol tersebut
adalah (diurutkan dari yang paling penting): E (Essential), * (Extremely
Valuable), # (Very Valuable), + (Valuable), | (M