• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengeringan, Media Pengujian, Waktu Panen dan Kondisi Ruang Simpan terhadap Viabilitas Serbuk Sari Mentimun (Cucumis sativus L.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pengeringan, Media Pengujian, Waktu Panen dan Kondisi Ruang Simpan terhadap Viabilitas Serbuk Sari Mentimun (Cucumis sativus L.)."

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEN

PANEN DAN

VIABILITAS SER

DEPARTEM

IN

ENGERINGAN, MEDIA PENGUJIA

AN KONDISI RUANG SIMPAN TER

SERBUK SARI MENTIMUN (

Cucumi

INDRI FARIROH

A24070043

TEMEN AGRONOMI DAN HORTIKU

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

IAN, WAKTU

TERHADAP

mis sativus

L.)

(2)

Desiccation, Trial Medium, Harvesting Time and Storage of Cucumis sativus Pollen

Indri Fariroh1, Endah Retno Palupi2, dan Dudin Supti Wahyudin3

1

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB (A24070043)

2

Dosen Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB

3

PT. East West Seed Indonesia. Jl. Basuki Rachmat Gg SMP 8, No. 19, Muktisari, Tegal Besar, Jember 68132

Abstract

The objectives of this research were to study the decline of cucurbits pollen viability during desiccation, to determine the suitable germination medium for cucumber pollen, to determine the best time for pollen harvesting and to study thestorability of Cucumis sativus pollen. The study was carried out during March-August 2011 at Production Farm and Pollen Laboratory, PT East West Seed Indonesia in Jember, East Java. Viability of pollen harvested on the day of anthesis decreased after anther drying in air-conditioned room for 24 hours and decreased further after pollen drying in MgCl2 for 24 hours. Viability of pollen

harvested one day before anthesis increased after anther drying in air-conditioned room for 24 hours, then decreased after drying in MgCl2 for 24

hours. PGM 1, PGM 2 (modified from the original), Brewbacker and Kwack (BK), E1, and E2 were pollen germination medium used in this experiment.

The male parental stock of KE010, KE014, KE018, and KE019 were used as the pollen source. The result showed that KE014 pollen germinated in PGM 1 had higher germination than BK, on the first trial. In the second trial, PGM 1 also showed higher germination than E2. Pollen of KE010, KE018, and KE019 germinated in PGM 2 produced higher germination than PGM 1 in in the third trial. The pollen harvesting was done at 07.00, 09.00, 11.00, 13.00, 15.00, 17.00 one day before anthesis and on the day of anthesis (A-1 and A) on KE010, KE018, KE019. The result showed that the best time for pollen harvesting for the three varieties was during 07.00-11.00 on the day of anthesis with viability at about 35%. The storage conditions under investigation for cucumber pollen were freezer, deep freezer, and ultra freezer. The most suitable storage condition for cucumber pollen (KE010, KE018, KE019) was ultra freezer, in which viability of cucumber pollen more than 1% would keep for 42 HSS (6 weeks), 90 HSS (12 weeks), 9 HSS (1.5 weeks) without any significant decline on germination.

(3)

RINGKASAN

INDRI FARIROH. Pengaruh Pengeringan, Media Pengujian, Waktu Panen dan Kondisi Ruang Simpan terhadap Viabilitas Serbuk Sari Mentimun (Cucumis sativus L.). (Dibimbing oleh ENDAH RETNO PALUPI dan DUDIN SUPTI WAHYUDIN).

Penelitian ini bertujuan mempelajari penurunan viabilitas serbuk sari mentimun selama pengeringan, menentukan media perkecambahan yang sesuai untuk serbuk sari mentimun, menentukan waktu panen serbuk sari mentimun yang tepat agar diperoleh viabilitas tinggi serta mempelajari kondisi ruang simpan yang sesuai untuk serbuk sari mentimun. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Agustus 2011 di lahan percobaan Production Farm dan Laboratorium Serbuk Sari PT. East West Seed Indonesia kantor Jember, Jawa Timur.

Penelitian ini terdiri dari empat percobaan. Percobaan pertama yaitu mempelajari penurunan viabilitas serbuk sari KE014 selama pengeringan. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu fase perkembangan bunga yang terdiri atas sehari sebelum antesis (A-1) dan antesis (A), dan faktor kedua adalah tahap pengeringan serbuk sari, yang terdiri atas serbuk sari segar (sebelum pengeringan), setelah dikeringkan di ruang ber-AC, dan setelah dikeringkan dengan MgCl2. Pengujian viabilitas

serbuk sari menggunakan media E1 dengan waktu inkubasi selama dua jam. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa serbuk sari fase A-1 mempunyai daya berkecambah sebesar 0.16% sedangkan serbuk sari dengan fase antesis sebesar 12.02% setelah dipanen dari lahan. Serbuk sari A-1 daya berkecambahnya menjadi 6.69% setelah dikeringkan dalam ruang ber-AC sedangkan serbuk sari fase antesis daya berkecambahnya menjadi 6.93%. Serbuk sari A-1 daya berkecambahnya menjadi 3.89% setelah dikeringkan dalam MgCl2 sedangkan

serbuk sari dengan fase antesis daya berkecambahnya menjadi 0.32%.

(4)

perkecambahan serbuk sari dengan dua ulangan sehingga terdapat enam satuan percobaan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa media tidak berpengaruh terhadap daya berkecambah serbuk sari KE014. Pada tahap kedua digunakan media PGM 1 dan E2 (kontrol) menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor yaitu media perkecambahan dan umur simpan serbuk sari dengan tiga ulangan. Serbuk sari yang digunakan adalah mentimun KE014. Hasil pengamatan menunjukkan tidak ada interaksi antara dua faktor yang diamati. Daya berkecambah dipengaruhi oleh media tetapi tidak dipengaruhi oleh umur simpan. PGM 1 menghasilkan daya berkecambah yang lebih tinggi daripada E2. Pada tahap ketiga digunakan media PGM 1 dan PGM 2 (modifikasi) dengan Rancangan Acak Lengkap dua faktor yaitu media perkecambahan dan umur simpan serbuk sari dengan dua ulangan. Serbuk sari yang digunakan adalah KE010, KE018, dan KE019. Hasil pengamatan menunjukkan tidak ada interaksi antara dua faktor yang diamati pada KE010 dan KE019 tetapi tidak pada KE018. PGM 2 menghasilkan daya berkecambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan PGM 1.

Percobaan ketiga bertujuan menentukan periode viabilitas serbuk sari selama pembungaan. Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan dua faktor yaitu saat panen bunga (7.00, 9.00, 11.00, 13.00, 15.00, 17.00) dan fase perkembangan bunga (sehari sebelum antesis: A-1, antesis: A) dengan tiga ulangan. Panen bunga dilakukan pada tiga varietas mentimun, yaitu KE010, KE018, KE019. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa panen pukul 7.00-11.00 pada hari antesis menghasilkan serbuk sari dengan viabilitas tinggi.

Percobaan keempat bertujuan mempelajari pengaruh kondisi ruang simpan terhadap viabilitas serbuk sari dilakukan pada KE010, KE018, dan KE019. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor yaitu kondisi ruang simpan serbuk sari (freezer (-1.750C ± 1), deep freezer (-200C ± 2),

(5)
(6)

PENGARUH PENGERINGAN, MEDIA PENGUJIAN, WAKTU

PANEN DAN KONDISI RUANG SIMPAN TERHADAP

VIABILITAS SERBUK SARI MENTIMUN (

Cucumis sativus

L.)

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

INDRI FARIROH

A24070043

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(7)

J u d u l

:

PENGARUH

PENGERINGAN,

MEDIA

PENGUJIAN, WAKTU PANEN DAN KONDISI

RUANG SIMPAN TERHADAP VIABILITAS

SERBUK SARI MENTIMUN (Cucumis sativus L.)

Nama

:

INDRI FARIROH

NIM

: A24070043

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc. Dudin Supti Wahyudin, SP. NIP. 19580518 198903 2002 NIP. 2110991172

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Agus Purwito, Msc. Agr. NIP. 19611101 198703 1003

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Probolinggo, Jawa Timur pada tanggal 29 Desember 1989. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan bapak Ali Ashar dan ibu Sri Astutik.

Tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Sumber Kedawung III Leces-Probolinggo, kemudian pada tahun 2004 penulis menyelesaikan studi di SMP Taruna Dra. Zulaekha Leces-Probolinggo. Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan studi di SMA Darul Ulum 2 BPPT Peterongan-Jombang. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007. Selanjutnya pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

(9)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, hidayah, dan ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian dengan judul “PENGARUH PENGERINGAN, MEDIA PENGUJIAN, WAKTU PANEN DAN KONDISI RUANG SIMPAN TERHADAP VIABILITAS SERBUK SARI MENTIMUN (Cucumis sativus L.)”, disusun oleh penulis sebagai persyaratan dalam rangka mendapatkan gelar sarjana pertanian.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc. sebagai dosen pembimbing skripsi I atas bimbingan, masukan, kritik, dan saran yang diberikan selama penulis melaksanakan penelitian dan proses penyelesaian skripsi.

2. Dudin Supti Wahyudin, SP. sebagai pembimbing skripsi II atas bimbingannya selama penulis melakukan penelitian di PT. East West Seed Indonesia.

3. Dr. Ir. Darda Efendi, MS. selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan beliau terkait dengan akademik selama penulis di departemen Agronomi dan Hortikultura.

4. Ir. Diny Dinarti, MS. sebagai dosen penguji sidang atas masukan, kritik, dan sarannya untuk perbaikan skripsi ini.

5. Keluarga penulis yang selalu memberikan dukungan: Ayah, Ibu yang tidak pernah habis kasih sayangnya, serta adikku Nizar yang tersayang.

6. Keluarga Laboratorium Serbuk Sari PT. East West Seed Indonesia cabang Jember, Pak Supri, Pak Dodik, Pak Sofyan, Pak Anang, Mas Firta, Kiki, Mb Reni, Mb Rizki, Mas Adi, Antok, dan seluruh pihak yang membantu selama penulis melakukan penelitian di Jember.

7. PT. East West Seed Indonesia, Divisi Research and Development atas dukungan dan perijinannya selama penulis melakukan penelitian di Jember. 8. Ekowati Nursiam Harliani, sebagai rekan penulis melakukan penelitian di

(10)

9. Teman-teman terbaikku, Pitri Ratna Asih, Elfa Najata, Dita Actaria, Rani Farida, Cutrisni, Restiana, Indah Retnowati yang selalu memberikan makna indahnya berbagi dan hidup bersama selama penulis di AGH.

10. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura 44 yang telah memberikan warna persahabatan selama di AGH.

11. Keluarga IKALUM IPB, terutama IKALUM 44: Dwi Noor Sukhmawati, Atika Luthfiyyah, Yusufa Putri, Fatimatuzzahro D.P.D., Indah S.R., Nurul H.K., Farid A.Q., Aulia M.R., Deny R.H., Dendy V., dan Soni S.B. atas kebersamaannya selama penulis di Bogor.

Semoga hasil penelitian yang telah penulis lakukan bisa berguna bagi ilmu pengetahuan. Semoga hasil penelitian ini bisa membuka wacana cabang ilmu pengetahuan tentang serbuk sari yang jarang dilakukan di Indonesia.

Bogor, Januari 2012

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………... viii

DAFTAR GAMBAR ……… ix

DAFTAR LAMPIRAN ……… x

PENDAHULUAN ……… 1

Latar Belakang ……… 1

Tujuan ……….. 3

Hipotesis ……….. 3

TINJAUAN PUSTAKA ………... 4

Tanaman Mentimun ………. 4

Fenologi Pembungaan Mentimun ……… 5

Benih Hibrida ……….. 7

Viabilitas Serbuk Sari ……….. 8

Pengelolaan Serbuk Sari ……….. 9

Pengeringan Serbuk Sari ………. 9

Penyimpanan Serbuk Sari ……… 10

Pengecambahan Serbuk Sari secara In Vitro ………... 12

BAHAN DAN METODE ………. 14

Waktu dan Tempat Pelaksanaan ……….. 14

Bahan dan Alat ………. 14

Metode Penelitian ……… 14

Percobaan I. Pengaruh Fase Perkembangan Bunga dan Tahap Pengeringan terhadap Viabilitas Serbuk Sari Mentimun ………. 14

Percobaan II. Pengaruh Media terhadap Daya Berkecambah Serbuk Sari Mentimun ……….. 15

1. Uji Media PGM 1, BK, E1 ………... 15

2. Uji Media PGM 1 dan Media PGM 2 ………... 15

3. Uji Media PGM 1 dan PGM 2 ……… 16

Percobaan III. Pengaruh Saat Panen terhadap Viabilitas Serbuk Sari Mentimun ……….. 17

Percobaan IV. Pengaruh Kondisi Ruang Simpan terhadap Viabilitas dan Daya Simpan Serbuk Sari Mentimun ……… 18

Metode Pelaksanaan ………. 18

Percobaan I. Pengaruh Fase Perkembangan Bunga dan Tahap Pengeringan terhadap Viabilitas Serbuk Sari Mentimun ………. 18

Percobaan II. Pengaruh Media terhadap Daya Berkecambah Serbuk Sari Mentimun ……….. 19

Percobaan III. Pengaruh Saat Panen terhadap Viabilitas Serbuk Sari Mentimun ……….. 19

(12)

Metode Pengamatan ………. 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 21

Percobaan I. Pengaruh Fase Perkembangan Bunga dan Tahap Pengeringan terhadap Viabilitas Serbuk Sari Mentimun ………. 21

Percobaan II. Pengaruh Media terhadap Daya Berkecambah Serbuk Sari Mentimun ……….. 23

1. Uji Media PGM 1, BK, E1 ………... 23

2. Uji Media PGM 1 dan Media PGM 2 ………... 24

3. Uji Media PGM 1 dan PGM 2 ……… 25

Percobaan III. Pengaruh Saat Panen terhadap Viabilitas Serbuk Sari Mentimun ……….. 28

Percobaan IV. Pengaruh Kondisi Ruang Simpan terhadap Viabilitas dan Daya Simpan Serbuk Sari Mentimun ……… 31

KESIMPULAN DAN SARAN ……… 36

Kesimpulan ………... 36

Saran ……….. 36

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Pengaruh Media PGM 1, BK, E1 terhadap Daya Berkecambah Serbuk Sari KE014 ………... 23 2. Pengaruh Media PGM 1 dan E2 terhadap Viabilitas Serbuk Sari

KE014 ………... 24 3. Pengaruh Media PGM 1 dan PGM 2 terhadap Daya Berkecambah

Serbuk Sari KE010 ………..………... 25 4. Pengaruh Media PGM 1 dan PGM 2 terhadap Daya Berkecambah

Serbuk Sari KE018 ………... 25 5. Pengaruh Media PGM 1 dan PGM 2 terhadap Daya Berkecambah

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Viabilitas Serbuk Sari KE014 pada Tahap Penanganan Serbuk Sari ………... 22 2. Serbuk Sari yang Pecah karena Plasmolisis………. 27 3. Bunga Mentimun: A. Sehari sebelum Antesis (A-1) dan B. Pada

saat Antesis (A) ……… 28 4. Serbuk Sari Mentimun: A. Tidak Berkecambah B. Berkecambah.. 29 5. Viabilitas Serbuk Sari KE010………... 29 6. Viabilitas Serbuk Sari KE018………... 30 7. Viabilitas Serbuk Sari KE019………... 31 8. Tingkat Viabilitas Serbuk Sari pada Beberapa Periode Simpan

KE010………... 32 9. Tingkat Viabilitas Serbuk Sari pada Beberapa Periode Simpan

KE018……… 33 10. Tingkat Viabilitas Serbuk Sari pada Beberapa Periode Simpan

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Sidik Ragam Pengaruh Fase Perkembangan Bunga dan Tahap

Pengeringan Terhadap Viabilitas Serbuk Sari ………... 43 2. Uji DMRT Pengaruh Fase Perkembangan Bunga dan Tahap

Pengeringan Terhadap Viabilitas Serbuk Sari Selama

Pengeringan ………. 43 3. Sidik Ragam Pengaruh Media PGM 1, BK, E1 terhadap Daya

Berkecambah Serbuk Sari KE014 ………... 43 4. Sidik Ragam Pengaruh Media Perkecambahan (PGM 1 dan E2)

dan Umur Simpan terhadap Daya Berkecambah Serbuk Sari KE014 ………...

43

5. Sidik Ragam Pengaruh Media Perkecambahan (PGM 1 dan PGM 2) dan Umur Simpan terhadap Daya Berkecambah Serbuk

Sari KE010 ………... 43 6. Sidik Ragam Pengaruh Media Perkecambahan (PGM 1 dan

PGM 2) dan Umur Simpan terhadap Daya Berkecambah Serbuk

Sari KE018 ………... 44 7. Sidik Ragam Pengaruh Media Perkecambahan (PGM 1 dan

PGM 2) dan Umur Simpan terhadap Daya Berkecambah Serbuk

Sari KE019 ………... 44 8. Sidik Ragam Pengaruh Saat Panen dan Fase Perkembangan

Bunga terhadap Viabilitas Serbuk Sari KE010 ……… 44 9. Uji DMRT Pengaruh Saat Panen dan Fase Perkembangan

Bunga terhadap Viabilitas Serbuk Sari KE010 ……… 44 10. Sidik Ragam Pengaruh Saat Panen dan Fase Perkembangan

Bunga terhadap Viabilitas Serbuk Sari KE018 ……… 45 11. Uji DMRT Pengaruh Saat Panen dan Fase Perkembangan

Bunga terhadap Viabilitas Serbuk Sari KE018 ……… 45 12. Sidik Ragam Pengaruh Saat Panen dan Fase Perkembangan

Bunga terhadap Viabilitas Serbuk Sari KE019 ……… 45 13. Uji DMRT Pengaruh Saat Panen dan Fase Perkembangan

Bunga terhadap Viabilitas Serbuk Sari KE019 ……… 45 14. Sidik Ragam Pengaruh Ruang Simpan dan Masa Simpan

(16)

15. Analisis Pengaruh Ruang Simpan dan Masa Simpan terhadap

Daya Berkecambah Serbuk Sari KE010 Menggunakan DMRT.. 46 16. Sidik Ragam Pengaruh Ruang Simpan dan Masa Simpan

terhadap Daya Berkecambah Serbuk Sari KE018 ………... 46 17. Analisis Pengaruh Ruang Simpan dan Masa Simpan terhadap

Daya Berkecambah Serbuk Sari KE018 Menggunakan DMRT.. 46 18. Sidik Ragam Pengaruh Ruang Simpan dan Masa Simpan

terhadap Daya Berkecambah Serbuk Sari KE019 ………... 47 19. Analisis Pengaruh Ruang Simpan dan Masa Simpan terhadap

(17)
(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permintaan benih bermutu khususnya benih hibrida semakin meningkat karena produktivitasnya yang tinggi. Penyediaan benih hibrida yang beredar di pasaran jumlahnya masih terbatas. Selain itu, mahalnya harga benih hibrida juga menjadi kendala bagi konsumen. Sebagian besar benih hibrida masih diimpor dari luar negeri menunjukkan perlunya peningkatan peran produsen benih dalam negeri untuk pengembangan pertanian di Indonesia. Pengembangan varietas hibrida pada tanaman sayuran juga semakin populer, seperti pada jagung manis, bawang merah, semangka, mentimun, dan melon. Teknik produksi benih hibrida untuk komoditas hortikultura belum distandarisasi, sehingga belum tersedia pedoman baku bagi produsen benih hibrida. Penggunaan benih hibrida diharapkan dapat memaksimalkan hasil produksi pertanian untuk memenuhi permintaan konsumen karena adanya peningkatan jumlah penduduk.

Benih hibrida adalah benih yang berasal dari persilangan antara dua tetua yang berbeda secara genetik. Apabila tetua-tetua diseleksi secara tepat, maka hibrida turunannya akan memiliki vigor dan daya hasil yang lebih tinggi dari tetua tersebut (Satoto, 2006). Benih hibrida dipanen dari tetua betina yang dipilih untuk menerima serbuk sari dari tetua jantan (Rosa, 1928). Untuk mendapatkan benih hibrida yang unggul, materi genetik yang digunakan dalam persilangan haruslah berasal dari tetua-tetua yang unggul juga, dalam hal ini tetua betina sebagai sumber pistil dan tetua jantan sebagai sumber serbuk sari. Kualitas serbuk sari dapat ditentukan dari tingkat viabilitasnya (Kelly et al., 2002). Viabilitas serbuk sari yang digunakan akan mempengaruhi viabilitas benih yang dihasilkan (Widiastuti dan Palupi, 2008).

(19)

substrat glukosa atau karena ketidakaktifan enzim seperti amilase dan phosphatase (Barnabas dan Kovacs, 1997).

Hampir sebagian besar tanaman timun-timunan adalah monoecious yaitu bunga jantan dan betina yang terpisah dalam satu tanaman. Oleh karena itu agar penyerbukan terjadi, serbuk sari harus ditransfer dari bunga jantan ke bunga betina oleh vektor (biasanya lebah madu) (Ordway et al., 1987). Bunga jantan pada Cucurbitaceae biasanya muncul lebih dahulu pada satu hingga enam ketiak daun dan disusul oleh bunga betina. Pada snapmelon, bunga betina hanya muncul pada cabang yang kedua. Selain itu, bunga betina umumnya berkembang lebih lama dibandingkan bunga jantan. Pada hari antesis bunga jantan akan gugur beberapa jam lebih cepat dari bunga betina (Nath dan Vashistha, 1970). Oleh karena itu ketersediaan serbuk sari perlu diupayakan kontinuitasnya.

Pada kelapa sawit yang juga merupakan tanaman berumah satu, Widiastuti dan Palupi (2008) menambahkan bahwa salah satu masalah dalam pengelolaan serbuk sari kelapa sawit adalah kontinuitas ketersediaannya agar pada saat bunga betina mekar, serbuk sari telah tersedia dan dapat langsung diserbukkan. Untuk mengantisipasi hal ini, perlu dilakukan upaya agar viabilitas serbuk sari dapat dipertahankan untuk jangka waktu yang lama dalam penyimpanan. Serbuk sari merupakan jaringan hidup yang mengalami kemunduran seiring lamanya waktu penyimpanan. Dengan modifikasi suhu dan kelembaban relatif (RH) rendah, atau salah satu di antaranya, viabilitas serbuk sari dapat dipertahankan lebih lama.

Kegiatan pengelolaan serbuk sari mencakup pemanenan, penyimpanan, dan pengujian viabilitas serbuk sari. Pemanenan serbuk sari sebaiknya dilakukan pada saat viabilitasnya maksimum. Kegiatan yang dilakukan dalam pemanenan serbuk sari adalah pembersihan dan pemilahan serbuk sari agar tidak tercampur dengan spesies atau varietas lain (Warid, 2009). Waktu pemanenan serbuk sari dapat mempengaruhi daya simpan dan viabilitasnya. Serbuk sari salak yang dipanen satu hari sebelum antesis mempunyai viabilitas yang lebih tinggi dibandingkan serbuk sari yang dipanen pada saat antesis (Wahyudin, 1999).

(20)

setepat mungkin, agar serbuk sari tersedia dalam jumlah yang cukup dan viabilitasnya baik. Pengawetan serbuk sari merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengawetkan sumber plasma nutfah suatu tanaman, karena dianggap lebih efektif dibandingkan memelihara tanaman dewasa di lapangan. Pada umumnya penyimpanan dilakukan pada suhu rendah, yaitu antara 0-(-200C).

Tujuan

1. Mempelajari penurunan viabilitas serbuk sari mentimun selama pengeringan.

2. Menentukan media perkecambahan yang sesuai untuk serbuk sari mentimun.

3. Menentukan waktu panen serbuk sari mentimun yang tepat untuk memperoleh viabilitas tinggi.

4. Mempelajari kondisi ruang simpan yang sesuai untuk serbuk sari mentimun.

Hipotesis

1. Proses pengeringan berpengaruh terhadap viabilitas serbuk sari.

2. PGM 1 adalah media yang sesuai untuk pengecambahan serbuk sari mentimun.

3. Viabilitas serbuk sari tertinggi diperoleh pada saat antesis (bunga mekar). 4. Semakin rendah suhu ruang simpan, semakin baik dalam mempertahankan

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Mentimun

Menurut Rukmana (1994), mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu jenis sayuran dari famili Cucurbitaceae yang sudah populer di seluruh dunia. Maynard dan Maynard (2000) menyatakan bahwa Cucurbitaceae dapat ditemukan di sepanjang daratan Afrika tropis maupun subtropis, Asia tenggara, dan benua Amerika. Beberapa Cucurbitaceae dapat beradaptasi di daerah dengan kondisi lembab dan beberapa spesies yang lain ditemukan di daerah kering. Sebagian besar Cucurbitaceae tidak toleran terhadap suhu dingin sehingga membutuhkan daerah beriklim sedang atau daerah beriklim hangat untuk mendukung pertumbuhannya. Cucurbitaceae sebagian besar merupakan tanaman tahunan, berbentuk herba, dan tumbuhan merambat dengan sulur yang tegas.

Menurut Yamaguchi (1983) tanaman mentimun memiliki sistem perakaran yang dangkal, batang lunak dan berbulu kasar, daun berbentuk hati berlekuk tiga atau lima. Rukmana (1994) menambahkan bahwa mentimun termasuk tanaman semusim yang bersifat menjalar atau memanjat hingga mencapai 1-3 meter dengan perantaraan pemegang yang berbentuk pilin spiral (sulur). Tinggi tanaman dapat mencapai 50-250 cm dan mempunyai batang yang bercabang.

Robinson dan Walter (1997) menyatakan bahwa bunga mentimun dihasilkan pada buku batang dan cabang. Bunga betina berbentuk tunggal, sedangkan bunga jantan berbentuk tandan (kluster). Buah berbentuk silinder oval dan ada yang berbintil-bintil pada permukaan kulitnya. Sedangkan biji relatif kecil, panjang, dan berwarna putih.

(22)

Fenologi Pembungaan Mentimun

Maynard dan Maynard (2000) menyatakan bahwa bunga betina pada tanaman mentimun dapat diidentifikasi dengan lebih mudah karena ovariumnya menyerupai miniatur buah mentimun. Bunga jantan dan bunga betina mentimun mempunyai ukuran yang besar yaitu berdiameter 2-3 cm dengan lima daun mahkota bunga yang terpisah berwarna kuning mencolok. Menurut Nath dan Vahista (1970), Cucurbitaceae umumnya merupakan tanaman hari netral, akan tetapi hampir sebagian besar bunganya lebih banyak muncul pada musim panas dibandingkan musim dingin. Tanaman ini umumnya adalah monoecious (bunga jantan dan bunga betina dalam satu tanaman), akan tetapi ada beberapa yang

dioecious (bunga jantan dan bunga betina pada tanaman yang berbeda), sedikit yang mempunyai bunga hermaprodit, dan gynoecious (Maynard dan Maynard, 2000). Menurut Maynard dan Maynard (2000) pada mentimun tipe monoecious,

bunga jantan muncul pertama kali dan jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan bunga betina. Bunga muncul di buku batang dan bunga jantan biasanya muncul dalam satu gerombol atau muncul tunggal dan mekar sehari. Bunga betina muncul secara tunggal di batang utama dan batang cabang.

Nath dan Vahista (1970) menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk berbunga adalah sekitar 40-45 hari dari penanaman, bergantung kondisi cuaca. Bunga jantan pada Cucurbitaceae biasanya muncul lebih dahulu pada buku batang pertama hingga buku batang keenam, kemudian disusul oleh munculnya bunga betina. Pada snapmelon, bunga betina hanya muncul pada cabang yang kedua dan terjadi dalam dua siklus baik di musim panas dan musim hujan dengan interval sembilan hari di antara dua flushes (terbentuknya bunga), sehingga terdapat dua siklus pembentukan buah. Pada tanaman dengan tipe penyerbukan terbuka, buah dapat terbentuk sekitar 60-80% dan dibutuhkan waktu satu bulan untuk pematangan buah. Bunga betina umumnya berkembang lebih lama dibandingkan bunga jantan, dimana bunga jantan akan gugur beberapa jam lebih cepat dari bunga betina.

(23)

bunga. Mahkota bunga berwarna kuning pucat. Bunga jantan dan betina menghasilkan madu dan umumnya lebah madu datang untuk mengumpulkan madu. Lebah madu dengan cepat akan memindahkan serbuk sari pada tanaman disekitarnya. Butiran serbuk sari mentimun ukurannya besar dan lengket sehingga mudah menempel pada lebah madu.

Menurut Lower dan Edward (1986), pola pembungaan pada batang utama ditandai dengan 3 fase ekspresi sex. Fase pertama hanya terbentuk bunga jantan, fase kedua terbentuk bunga jantan dan betina, sedangkan fase ketiga hanya terbentuk bunga betina. Pada umumnya cabang mempunyai kecenderungan untuk menghasilkan bunga betina lebih banyak.

Menurut Galun (1980) faktor genetik, lingkungan, dan kimia merupakan faktor yang terlibat dalam pengendalian stamen dan diferensiasi ovarium dalam tunas bunga mentimun. Faktor lingkungan seperti panjang hari dan suhu umumnya menentukan rasio bunga betina dan bunga jantan. Hari pendek dan suhu rendah memicu kemunculan bunga betina, sedangkan hari panjang dan suhu tinggi memicu kemunculan bunga jantan (Galun, 1980; Siemonsma dan Piluek, 1994) dan hampir sebagian besar kelompok ZPT dalam kombinasi menentukan diferensiasi kelamin pada mentimun. Ahmed et al. (2004) menambahkan bahwa rasio terbentuknya bunga jantan dan betina juga dipengaruhi oleh kandungan N yang tinggi.

Menurut More dan Seshadri (1998b) pada mentimun dengan tipe

monoecious rasio bunga betina dan bunga jantan adalah 1:15 sampai 1:30. Ahmed

et al. (2004) menambahkan bahwa pada pertanaman konvensional, kluster bunga pertama selalu terdiri dari bunga jantan sebagai respon dari periode penyinaran selama 14 jam. Bunga betina secara normal tidak muncul sampai panjang hari mulai menurun. Pada mentimun monoecious jumlah bunga jantan yang diproduksi jauh lebih banyak proporsinya dibandingkan bunga betina yaitu dari 25-30:1-15.

(24)

1998a). Pada labu tipe sponge antesis terjadi sekitar pukul 4.00-8.00 dan pada labu tipe ridge antesis terjadi saat menjelang atau setelah matahari tenggelam pada pukul 17.00-20.00 (Singh, 1957). Kepala putik reseptif selama sehari akan tetapi putik paling reseptif di awal pagi. Bunga jantan telah membuka 10 hari lebih awal sebelum bunga betina mekar (Delaplane dan Mayer, 2009).

Benih Hibrida

Benih hibrida adalah benih yang berasal dari persilangan antara dua tetua yang berbeda secara genetik. Apabila tetua-tetua diseleksi secara tepat, maka hibrida turunannya akan memiliki vigor dan daya hasil yang lebih tinggi dari tetua tersebut (Satoto, 2006).

Menurut McVetty (1997) mekanisme reproduksi pada sebagian besar tanaman membuatnya sulit untuk menghasilkan benih hibrida yang berasal dari persilangan antara dua tetua terpilih pada skala komersial. Serbuk sari dan putik mungkin terdapat dalam satu bunga (pada gandum) atau terdapat pada bunga yang terpisah dalam satu tanaman (pada jagung), dan penyerbukan sendiri kemungkinan besar dapat terjadi diantara tanaman betina maupun pada populasi tanaman tersebut. Penyerbukan sendiri ini dapat mengurangi persentase pembentukan benih hibrida.

Menurut Dadlani dan More (1998), produksi benih hibrida pada Cucurbitaceae membutuhkan beberapa perhatian khusus, terkait dengan biologi bunga. Metode di bawah ini merupakan metode yang dapat digunakan dalam memproduksi benih hibrida yaitu:

1. Penyerbukan buatan: pada tanaman dioecious, emaskulasi tidak perlu dilakukan. Bunga dari tetua betina diserbuk secara buatan dengan serbuk sari dari tetua jantan.

2. Emaskulasi dan penyerbukan: tetua betina dan jantan ditanam berselang-seling pada lahan yang terisolasi. Bunga jantan dari tetua betina dibuang terlebih dahulu sebelum antesis. Bunga betina dari tetua betina yang telah disisakan menunggu untuk diserbuki oleh serangga dari tetua jantan.

3. Penggunaan galur gynomonoecious: gynomonoecious (tetua betina) dan

(25)

tanaman, semua bunga jantan dan bunga hermafrodit dibuang dari tetua betina sehingga hanya bunga betina yang tersisa. Selanjutnya, benih didapatkan dari bunga betina yang tersisa untuk produksi benih hibrida. 4. Penggunaan galur gynoecious (menghasilkan bunga betina saja): galur

gynoecious homozigot pada mentimun diperbanyak menggunakan GA3

(1500-2000 ppm) atau Ag(NO3)2 (125-250 ppm) pada dua tahapan daun.

Galur gynoecious homozigot dan monoecious ditanam secara terpisah dan terisolasi. Kemudian galur gynoecious disilangkan dengan tetua jantan oleh bantuan serangga untuk menghasilkan hibrida F1. Benih dikumpulkan dari tanaman induk gynoecious.

Viabilitas Serbuk Sari

Menurut Malik (1979), peningkatan pengetahuan mengenai viabilitas serbuk sari, penyimpanan, dan perkecambahannya sangat membantu para pemulia tanaman dalam menyediakan kebutuhan hidup. Ketersediaan serbuk sari dengan viabilitas yang tinggi merupakan salah satu komponen yang menentukan keberhasilan persilangan tanaman. Menurut Widiastuti dan Palupi (2008), viabilitas serbuk sari juga dapat mempengaruhi viabilitas benih yang dihasilkan. Serbuk sari dengan viabilitas yang tinggi akan lebih dahulu membuahi sel telur, serta menghasilkan buah bermutu baik dan benih berviabilitas tinggi. Menurut Kelly et al. (2002), kualitas serbuk sari dapat ditentukan salah satunya dengan melihat tingkat viabilitasnya.

(26)

perkecambahan secara in vitro. Daya berkecambah serbuk sari dikategorikan telah berkecambah apabila tabung serbuk sari yang terbentuk telah mencapai paling sedikit sama dengan panjang diameter serbuk sari.

Pengelolaan Serbuk Sari

Menurut Lubis (1993), pengelolaan serbuk sari yang mencakup saat pemanenan yang tepat, pengolahan untuk menjamin kemurniannya, dan penyimpanan untuk mempertahankan viabilitasnya mempunyai peranan penting dalam produksi benih kelapa sawit. Selain itu, menurut Warid (2009) pengelolaan serbuk sari mulai dikembangkan dan diadopsi produsen benih untuk mencegah terjadinya pencurian materi genetik.

Galetta (1983) menyatakan bahwa waktu pengambilan serbuk sari tergantung dari: 1) fase kemasakan ditentukan oleh ukuran, warna dan jumlah antera yang telah pecah pada suatu bunga, 2) jumlah bunga mekar dalam satu periode pembungaan. Antera yang diambil prematur tidak akan menghasilkan serbuk sari secara normal atau menghasilkan serbuk sari yang sedikit. Serbuk sari yang mempunyai kualitas tinggi diperoleh dari antera bunga jantan yang sudah pecah dan siap melakukan penyerbukan.

Serbuk sari yang dipanen, kemudian dibersihkan, disortasi, dan dikemas dalam wadah khusus sebelum dimasukkan ke dalam ruang penyimpanan. Menurut Warid (2009) dalam pemanenan serbuk sari kegiatan yang dilakukan berupa pembersihan dan pemilahan serbuk sari agar tidak tercampur dengan spesies atau varietas lain.

Pengeringan Serbuk Sari

(27)

walnut mempunyai kadar air bervariasi dari 10-30% saat dipanen segar. Penyimpanan di freezer (-150C) dan perlakuan desikasi menyebabkan serbuk sari

black walnut rusak dan viabilitasnya berfluktuasi.

Livingston dan Ching (1966) menyatakan bahwa freeze-drying dapat menurunkan kadar air serbuk sari Douglas-fir ke level yang rendah. Satu setengah atau satu jam periode vakum sudah cukup untuk menjaga viabilitas, akan tetapi dua jam pengeringan dapat menurunkan viabilitas lebih jauh. Menurut Wilcox (1966) perlakuan vakum-drying berpotensi menurunkan kadar air serbuk sari

yellow-poplar (pohon tulip) dari 27% menjadi 4.2% selama setengah jam pertama, menjadi 2.8% selama dua jam, dan menjadi 1.6% selama 8 jam. Daya berkecambah mengalami kemunduran selama proses pengeringan. Daya berkecambah serbuk sari segar sebesar 83%. Perkecambahan ini kemudian menurun menjadi 20, 17, dan 7% setelah 0.5, 2, dan 8 jam setelah proses

vakum-drying.

Penyimpanan Serbuk Sari

Penyimpanan serbuk sari merupakan salah satu dari metode pengelolaan serbuk sari yang digunakan untuk menjaga viabilitasnya. Menurut Sumardi et al. (1995), pengawetan serbuk sari merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengawetkan sumber plasma nutfah suatu tanaman, karena dianggap lebih efektif dibandingkan memelihara tanaman dewasa di lapangan. Pada umumnya kondisi penyimpanan dilakukan dengan suhu rendah, yaitu antara 0-(-200C) dan pada penyimpanan RH 0-30% serbuk sari memiliki viabilitas yang paling tinggi (Sriwahyuni, 1999).

(28)

hitungan menit hingga tahunan bergantung pada sifat genetik tanaman dan kondisi lingkungan.

Berdasarkan daya simpannya, serbuk sari digolongkan ke dalam tiga bagian besar: 1) daya simpan panjang (6 bulan-1 tahun), misalnya pada famili Palmae, Pinaceae, Rosaceae, Leguminoceae, dan Vitaceae, 2) daya simpan sedang (1-3 bulan), misalnya pada famili Liliaceae, Amarylidaceae, dan Solanaceae, 3) daya simpan pendek (antara beberapa menit-beberapa hari), misalnya pada Gramineae dan Cyperaceae (Sriwahyuni, 1999).

Beineke et al. (1977) menyatakan bahwa penyimpanan menggunakan kulkas (0-40C) tanpa desikasi pada serbuk sari black walnut dapat digunakan untuk penyimpanan jangka pendek selama satu sampai tiga minggu. Penyimpanan jangka panjang serbuk sari black walnut selama lebih dari setahun di nitrogen cair (-1960C) mempunyai viabilitas sekitar 28.9%, hampir sama dengan viabilitas serbuk sari tanpa disimpan sekitar 31.5%.

Rajasekharan dan Ganeshan (2003) menambahkan bahwa viabilitas serbuk sari Capsicum dengan fase antesis dapat dipertahankan selama beberapa waktu dengan menyimpan di -1960C segera setelah dikumpulkan dari lahan. Menurut Abreu dan Oliveira (2004) suhu yang terbaik untuk menjaga viabilitas serbuk sari

Actinida deliciosa adalah -200C (RH 51%) ditunjukkan dengan viabilitas dan daya berkecambah yang tinggi. Pada 200C (RH 65%), serbuk sari sudah kehilangan daya berkecambahnya kurang dari 8 minggu, sedangkan pada -800C atau -1960C daya berkecambah menurun drastis dan hilang pada akhir periode penyimpanan.

Livingston dan Ching (1966) menyatakan bahwa serbuk sari Douglas-fir

(29)

Wilcox (1966) menyatakan bahwa serbuk sari yellow-poplar tanpa pengeringan yang disimpan di 50C mempunyai daya berkecambah yang lebih baik dibandingkan dengan yang disimpan di suhu ruang. Setelah 12 bulan, serbuk sari yang disimpan di 50C mempunyai rata-rata daya berkecambah sebesar 7%. Serbuk sari yang dikeringkan menggunakan vakum-drying selama 0.5 jam menunjukkan daya berkecambah yang paling tinggi selama enam bulan penyimpanan. Daya berkecambah serbuk sari yang disimpan selama 12 bulan di akhir pengamatan masih menunjukkan viabilitas yang bervariasi antara 1-2% untuk serbuk sari yang dikeringkan menggunakan vakum-drying.

Pengecambahan Serbuk Sari secara In Vitro

Metode yang umumnya digunakan dalam menguji viabilitas serbuk sari adalah metode perkecambahan secara in vitro dan metode pewarnaan (Warid, 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan serbuk sari secara in vitro diantaranya adalah spesies tanaman, waktu pengambilan serbuk sari dari lapang, musim, metode pengambilan serbuk sari, sejarah penyimpanan, dan kondisi perkecambahan seperti suhu, RH, media, dan pH (Brewbaker dan Kwack, 1964).

Menurut Galetta (1983), metode pengecambahan serbuk sari secara in vitro merupakan metode yang paling akurat untuk menduga viabilitas serbuk sari. Warid (2009) menambahkan bahwa dalam metode pengecambahan serbuk sari secara in vitro perlu diadakan pencarian media yang tepat terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian pengecambahan, sehingga metode ini tergolong sulit, lama, relatif mahal, dan memerlukan keterampilan khusus.

Warid (2009) menyatakan bahwa media perkecambahan polen (PGM) dengan komposisi 10% sukrosa, 0.005% H3BO3, 10 mM CaCl2, 0.05 mM

KH2PO4, dan 4% Polyetilene Glycol 6000 (PEG) memberikan nilai viabilitas

(30)

dibandingkan media lainnya, termasuk media Brewbaker dan Kwack. Selain itu, media PGM memerlukan waktu pengamatan yang relatif lebih cepat (kurang dari 24 jam). Pengamatan serbuk sari dapat dilakukan rata-rata pada 4 JSP (jam setelah pengecambahan).

Bahan pewarnaan yang digunakan dalam pengujian viabilitas serbuk sari umumnya berbeda-beda tergantung pada spesies dan senyawa dalam serbuk sari yang berfungsi sebagai indikator viabilitas serbuk sari tersebut. Metode pewarnaan serbuk sari menggunakan larutan tetrazolium juga banyak digunakan untuk menentukan viabilitas serbuk sari (Warid, 2009). Intensitas pewarnaan serbuk sari dari tanaman apel, anggur, pir, dan peach menggunakan MTT (2,3,5-triphenyl tetrazolium chloride) bervariasi, dari transparan atau tak berwarna sampai merah gelap. Serbuk sari yang berwarna merah terang atau merah normal merupakan serbuk sari yang viabel dan serbuk sari yang tidak berwarna merupakan serbuk sari yang nonviabel (Norton, 1966)

(31)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian pengeringan, media pengujian, panen dan penyimpanan serbuk sari mentimun dilaksanakan pada tanggal 1 Maret-12 Agustus 2011 di lahan percobaan Production Farm dan Laboratorium Serbuk Sari PT. East West Seed Indonesia Jember, Jawa Timur.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah tanaman induk jantan dalam produksi benih mentimun hibrida (KE010, KE014, KE018, KE019). Media perkecambahan serbuk sari menggunakan media PGM 1 (Pollen Germination Medium) dengan komposisi 5 g sukrosa, 0.025 g H3BO3, 0.025 g CaCl2, 0.032 g

KH2PO4, 3 g PEG 4000, 50 ml aquades, PGM 2 (5 g sukrosa, 0.01 g H3BO3,

0.025 g CaCl2, 0.032 g KH2PO4, 3 g PEG 4000, 50 ml aquades), Brewbacker

dan Kwack (10 g sukrosa, 0.01 g H3BO3, 0.03 g Ca(NO3)2.4H2O, 0.02 g

MgSO4.7H2O, 0.01 g KNO3, 100 ml aquades), Media E1, dan Media E2.

Alat yang digunakan dalam pengecambahan serbuk sari adalah jarum ose, gelas ukur, tabung ukur, timbangan digital, gelas obyek, boks pengecambahan, mikroskop cahaya, cryovial. Ruang simpan serbuk sari yang digunakan adalah

freezer (-1.750C ± 1), deep freezer (-200C ± 2), ultra freezer (-790C ± 2). Metode Penelitian

Percobaan I. Pengaruh Fase Perkembangan Bunga dan Tahap Pengeringan terhadap Viabilitas Serbuk Sari Mentimun

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah fase perkembangan bunga terdiri atas sehari sebelum antesis (A-1) dan antesis (A). Faktor kedua adalah tahap pengeringan serbuk sari, yang terdiri atas serbuk sari segar (sebelum pengeringan), setelah dikeringkan di ruang ber-AC, dan setelah dikeringkan dengan MgCl2 serta terdiri dari enam ulangan gelas obyek. Serbuk sari yang

(32)

Yijk= µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Yijk = nilai pengamatan pengaruh perlakuan fase perkembangan bunga ke-i,

tahap pengeringan ke-j, dan ulangan ke-k µ = nilai tengah umum

αi = pengaruh fase perkembangan bunga ke-i

βj = pengaruh tahap pengeringan ke-j

(αβ)ij = interaksi antara pengaruh fase perkembangan bunga ke-i dan tahap

pengeringan ke-j

εijk = pengaruh acak percobaan fase perkembangan bunga ke-i, tahap

pengeringan ke-j, ulangan ke-k

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F, apabila hasil menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilakukan uji lanjut menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) dengan taraf α = 0.05.

Percobaan II. Pengaruh Media terhadap Daya Berkecambah Serbuk Sari Mentimun

1. Uji Media PGM 1, BK, E1

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu media perkecambahan serbuk sari (PGM 1, BK, E1) dan terdiri dari dua ulangan sehingga total terdapat enam satuan percobaan. Adapun model linier yang digunakan adalah:

Yij = µ + Ti + εij

Yij = nilai pengamatan dari media ke i ulangan ke j

µ = rataan umum

Ti = pengaruh media perkecambahan serbuk sari ke-i

εij = pengaruh galat percobaan media ke-i, ulangan ke-j

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F, apabila hasil menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilakukan uji lanjut menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) dengan taraf α = 0.05.

2. Uji Media PGM 1 dan Media E2

(33)

umur simpan serbuk sari (3 HSS dan 9 HSS) terdiri dari tiga ulangan. Adapun model linier yang digunakan adalah:

Yijk= µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Yijk = nilai pengamatan pengaruh perlakuan media perkecambahan ke-i, umur

simpan serbuk sari ke-j, dan ulangan ke-k µ = nilai tengah umum

αi = pengaruh media perkecambahan ke-i

βj = pengaruh umur simpan serbuk sari ke-j

(αβ)ij = interaksi antara pengaruh media perkecambahan ke-i dan umur simpan

serbuk sari ke-j

εijk = pengaruh acak percobaan media perkecambahan ke-i, umur simpan

serbuk sari ke-j, ulangan ke-k

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F, apabila hasil menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilakukan uji lanjut menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) dengan taraf α = 0.05.

3. Uji Media PGM 1 dan PGM 2

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor yaitu media perkecambahan serbuk sari mentimun (PGM 1 dan PGM 2) dan umur simpan serbuk sari (11 HSS, 15 HSS, 21 HSS, 22 HSS, 24 HSS, 25 HSS, 27 HSS) dengan dua ulangan. Uji media ini dilakukan pada tiga varietas mentimun yang berbeda, yaitu KE010, KE018, dan KE019. Adapun model linier yang digunakan adalah:

Yijk= µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Yijk = nilai pengamatan pengaruh perlakuan media perkecambahan ke-i, umur

simpan serbuk sari ke-j, dan ulangan ke-k µ = nilai tengah umum

αi = pengaruh media perkecambahan ke-i

βj = pengaruh umur simpan serbuk sari ke-j

(αβ)ij = interaksi antara pengaruh media perkecambahan ke-i dan umur simpan

(34)

εijk = pengaruh acak percobaan media perkecambahan ke-i, umur simpan

serbuk sari ke-j, ulangan ke-k

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F, apabila hasil menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilakukan uji lanjut menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) dengan taraf α = 0.05.

Percobaan III. Pengaruh Saat Panen terhadap Viabilitas Serbuk Sari Mentimun

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor yaitu saat panen bunga (7.00, 9.00, 11.00, 13.00, 15.00, 17.00) dan fase perkembangan bunga (sehari sebelum antesis = A-1, antesis = A) serta terdiri dari tiga ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 12 kali pengambilan bunga dan tiap perlakuan mengambil enam bunga, sehingga didapat total 72 bunga yang diambil tiap ulangan. Total bunga yang diambil dari tiga ulangan adalah 216 bunga tiap varietas, sehingga total bunga yang diambil adalah 648 bunga jantan dari tiga varietas. Pengamatan viabilitas dilakukan dengan mengecambahkan serbuk sari pada media yang telah ditentukan. Adapun model linier yang digunakan adalah:

Yijk = µ + Mi + Kj + Tk + (KT)jk + εijk

Yijk = nilai pengamatan dari kelompok ke-i, faktor taraf saat panen bunga ke-j

dan faktor fase perkembangan bunga ke-k µ = rataan umum

Mi = pengaruh kelompok ke-i

Kj = pengaruh saat panen bunga ke-j

Tk = pengaruh fase perkembangan bunga ke-k

(KT)jk = pengaruh interaksi saat panen bunga ke-j dan fase perkembangan bunga

ke-k

εijk = pengaruh galat percobaan kelompok ke-i, saat panen bunga ke-j dan fase

perkembangan bunga ke-k

(35)

Percobaan IV. Pengaruh Kondisi Ruang Simpan terhadap Viabilitas dan Daya Simpan Serbuk Sari Mentimun

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor yaitu kondisi ruang simpan serbuk sari dan umur simpan serbuk sari dengan enam ulangan dalam gelas obyek. Kondisi ruang simpan serbuk sari terdiri dari freezer (-1.750C ± 1), deep freezer (-200C ± 2),

ultra freezer (-790C ± 2) sedangkan serbuk sari disimpan selama tiga bulan dengan waktu pengamatan setiap tiga hari.

Pemanenan bunga untuk penyimpanan serbuk sari dilakukan berdasarkan hasil pengamatan viabilitas serbuk sari pada percobaan III. Penyimpanan serbuk sari dilakukan pada tiga varietas mentimun, yaitu KE010, KE018, dan KE019. Adapun model linier yang digunakan adalah:

Yijk= µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Yijk = nilai pengamatan pengaruh perlakuan ruang simpan ke-i, umur simpan

ke-j, dan ulangan ke-k µ = nilai tengah umum

αi = pengaruh ruang simpan serbuk sari ke-i

βj = pengaruh umur simpan serbuk sari ke-j

(αβ)ij = interaksi antara pengaruh ruang simpan ke-i dan umur simpan ke-j

εijk = pengaruh acak percobaan ruang simpan ke-i, umur simpan ke-j, ulangan

ke-k

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F, apabila hasil menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilakukan uji lanjut menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) dengan taraf α = 0.05.

Metode Pelaksanaan

Percobaan I. Pengaruh Fase Perkembangan Bunga dan Tahap Pengeringan terhadap Viabilitas Serbuk Sari Mentimun

(36)

menggunakan MgCl2 (RH 35-45%) selama 24 jam. Pengamatan viabilitas serbuk

sari dilakukan pada panen segar, setelah dikeringkan AC, dan setelah pengeringan MgCl2. Pengamatan viabilitas menggunakan media E1 dengan waktu inkubasi

selama dua jam setelah pengecambahan dengan enam kali ulangan dalam gelas obyek.

Percobaan II. Pengaruh Media terhadap Daya Berkecambah Serbuk Sari Mentimun

Media perkecambahan dibuat sesuai komposisi. Uji menggunakan media PGM 1, BK, E1 serbuk sari yang dikecambahkan menggunakan mentimun varietas KE014 dengan umur simpan 7 HSS (Hari Setelah Simpan). Uji media PGM 1 dan E2 menggunakan serbuk sari mentimun varietas KE014 dengan umur simpan 3 HSS dan 9 HSS. Uji media PGM 1 dan PGM 2 menggunakan serbuk sari mentimun varietas KE010, KE018, KE019 dengan umur simpan 11 HSS, 15 HSS, 21 HSS, 22 HSS, 24 HSS, 25 HSS, 27 HSS.

Serbuk sari diletakkan di atas gelas obyek menggunakan jarum ose, kemudian gelas obyek ditetesi media perkecambahan sebanyak 2-3 tetes dan diratakan. Gelas obyek diletakkan di dalam boks pengecambahan, kemudian diinkubasi selama empat jam. Setelah empat jam diinkubasi, serbuk sari diamati di bawah mikroskop cahaya untuk diamati daya berkecambahnya.

Percobaan III. Pengaruh Saat Panen terhadap Viabilitas Serbuk Sari Mentimun

(37)

inkubasi selama empat jam kemudian daya berkecambah serbuk sari diamati di bawah mikroskop cahaya.

Percobaan IV. Pengaruh Kondisi Ruang Simpan terhadap Viabilitas dan Daya Simpan Serbuk Sari Mentimun

Penyimpanan serbuk sari dilakukan pada KE010, KE018, dan KE019. Waktu panen bunga dilakukan berdasarkan hasil percobaan III. Bunga yang sudah dipanen dibawa ke laboratorium untuk diekstraksi anteranya.

Serbuk sari kering dikumpulkan dalam cryovial kemudian disimpan di

freezer (-1.750C ± 1), deep freezer (-200C ± 2), ultra freezer (-790C ± 2). Pengamatan awal viabilitas serbuk sari dilakukan sebelum disimpan (S0). Pengamatan daya berkecambah serbuk sari menggunakan metode yang sama seperti pada percobaan II. Pengamatan dilakukan setiap tiga hari selama tiga bulan penyimpanan.

Metode Pengamatan

Pengamatan viabilitas serbuk sari dilakukan dengan mengecambahkan serbuk sari pada masing-masing media sesuai dengan komposisi yang ditentukan. Pengamatan perkecambahan serbuk sari kemudian diamati setelah empat jam pengecambahan di bawah mikroskop cahaya.

Serbuk sari dikategorikan telah berkecambah apabila tabung serbuk sari yang terbentuk telah mencapai paling sedikit sama dengan panjang diameter serbuk sari (Widiastuti dan Palupi, 2008). Pengamatan dan penghitungan kecambah serbuk sari dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 10x. Perhitungan viabilitas serbuk sari yang dilakukan setiap pengamatan adalah:

DB = S

S+M x 100 %

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan I. Pengaruh Fase Perkembangan Bunga dan Tahap Pengeringan terhadap Viabilitas Serbuk Sari Mentimun

Dalam pengelolaan serbuk sari, pengeringan serbuk sari dilakukan dua kali, pengeringan pertama setelah ekstraksi antera dari bunga jantan, dilakukan dalam ruang ber-AC selama 24 jam dengan suhu 22-240C, RH 60%. Pengeringan kedua dilakukan setelah ekstraksi serbuk sari dari antera dalam boks berukuran 34 x 26 x 7 cm dengan MgCl2 sebanyak 2 liter (1/3 dari volume boks) selama 24

jam pada ruang ber-AC.

Interaksi antara fase perkembangan bunga (A-1 dan A) dengan tahapan selama pengeringan menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap daya berkecambah serbuk sari (Lampiran 1). Daya berkecambah serbuk sari bunga antesis yang dipanen dari lapang sebesar 12.02% sedangkan serbuk sari yang dipanen sehari sebelum antesis mempunyai viabilitas yang rendah, sebesar 0.16% (Lampiran 2). Pengeringan serbuk sari baik tahap pertama (pengeringan antera) maupun kedua (pengeringan serbuk sari) mengakibatkan penurunan viabilitas pada serbuk sari yang dipanen dengan fase antesis.

Pengeringan antera dalam ruang ber-AC dengan suhu 22-250C selama 24 jam menurunkan viabilitas serbuk sari yang dipanen pada saat antesis menjadi 6.93%. Sebaliknya viabilitas serbuk sari yang dipanen sehari sebelum antesis meningkat setelah pengeringan pertama menjadi 6.69% (Gambar 1). Hal ini memberikan indikasi bahwa sehari sebelum antesis serbuk sari masih dalam fase perkembangan yang berakhir pada saat antesis. Perkembangan serbuk sari tersebut dapat terus berlangsung selama pengeringan dalam ruang ber-AC.

Serbuk sari yang dipanen saat antesis mengalami penurunan viabilitas lebih jauh lagi pada pengeringan kedua (setelah ekstraksi serbuk sari) menggunakan MgCl2 sehingga mencapai 0.32%. Penurunan viabilitas selama

(39)

pengeringan yang terlalu lama. Pengeringan serbuk sari A-1 dalam ruang ber-AC dapat menjaga perkembangan serbuk sari tetap berlangsung akan tetapi pengeringan menggunakan MgCl2 lebih berpotensi menurunkan viabilitas, diduga

karena RH pengeringan menjadi rendah yang menyebabkan viabilitas serbuk sari turun dengan cepat.

Gambar 1. Viabilitas Serbuk Sari KE014 pada Tahap Penanganan Serbuk Sari

Pengeringan menggunakan MgCl2 yang diujikan pada serbuk sari spruce

(Gymnospermae), cattail (tanaman rawa), apel, jagung, dan pecan (sejenis kemiri) dengan RH 33% menunjukkan terjadinya dehidrasi yang cepat pada serbuk sari. Semua serbuk sari yang diuji mengalami kehilangan kelembaban dengan cepat setelah 30 menit dalam MgCl2 (Connor dan Towill, 1993). Oleh karena itu perlu

dicari metode pengeringan yang dapat menurunkan kadar air tetapi mempertahankan viabilitas serbuk sari mentimun.

Penurunan viabilitas serbuk sari mentimun saat pengeringan menunjukkan bahwa metode penanganan serbuk sari perlu diperbaiki agar viabilitasnya dapat dipertahankan setinggi mungkin. Menurut Daniel (2011), serbuk sari yam yang disimpan pada kondisi wet-cold (serbuk sari fase antesis disimpan tanpa pengeringan) di bawah suhu -800C menunjukkan perkecambahan setelah dua tahun penyimpanan. Data ini menimbulkan dugaan bahwa serbuk sari yam

termasuk kategori semi-rekalsitran dimana serbuk sari rentan terhadap kekeringan dan kondisi penyimpanan wet-cold merupakan metode yang potensial dikembangkan untuk jenis serbuk sari rekalsitran seperti yam.

0 2 4 6 8 10 12

A-1 A

D

ay

a

B

er

k

ec

am

b

ah

(

%

)

Fase Bunga

(40)

Percobaan II. Pengaruh Media terhadap Daya Berkecambah Serbuk Sari Mentimun

Metode pengecambahan serbuk sari secara in vitro merupakan metode yang paling akurat untuk menduga viabilitas serbuk sari (Galetta, 1983). Media yang diuji mempunyai komposisi yang berbeda.

1. Uji Media PGM 1, BK, E1

Media PGM yang digunakan merupakan modifikasi dari komposisi awal media PGM yang diperkenalkan oleh Schreiber dan Dresselhaus (2003). Perlakuan media perkecambahan (PGM 1, BK, E1) tidak berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah serbuk sari mentimun KE014 (Lampiran 3). Ketiga media yang digunakan pada serbuk sari mentimun KE014 dengan umur simpan 7 HSS menghasilkan daya berkecambah yang tidak berbeda (Tabel 1).

Tabel 1. Pengaruh Media PGM 1, BK, E1 terhadap Daya Berkecambah Serbuk Sari KE014

Pengamatan Ulangan PGM 1 BK E1

DB% 1 5.9 5.5 5.7

2 6.8 4.1 9.2

Rata-rata 6.4 4.8 7.4

Keterangan: masing-masing ulangan terdiri atas 6 pengamatan (gelas obyek)

Pada dasarnya, komposisi media PGM dengan BK hampir sama, akan tetapi PGM mengandung PEG 4000 (polyethylene glycol) yang berfungsi sebagai pemelihara sifat fisik serbuk sari setelah hidrasi dan menjaga elastisitas membran sel serbuk sari (Webber dan Masimbert, 1993). PEG 4000 yang ditambahkan dalam media perkecambahan serbuk sari Zingiberaceae dapat meningkatkan perkecambahan serbuk sari dan pertumbuhan tabung serbuk sari pada tiga genotipe yang diuji dan hasilnya bervariasi antar genotipe. Pada genotip

Hedychium ‘Orange Bush’ perkecambahan serbuk sari meningkat sebanding dengan penambahan konsentrasi PEG, yaitu meningkat 24% untuk 20% PEG (Sakhanokho dan Rajasekaran, 2010).

He et al. (2006) menyatakan bahwa percobaan media perkecambahan dengan komposisi 10 mg L-1 H3BO3, 0.03% Ca(NO3)2, 15% PEG 4000, 15%

(41)

Heptacodium miconioides. Tingkat perkecambahan serbuk sari Heptacodium miconioides mencapai 73.26%, sedangkan rata-rata perkecambahan serbuk sari mencapai 64.49%. Manfaat penambahan PEG 4000 di media ini adalah untuk menginduksi perkecambahan serbuk sari Heptacodium miconioides, akan tetapi PEG 4000 tidak dapat menggantikan fungsi sukrosa dalam media.

2. Uji Media PGM 1 dan Media E2

Metode pewarnaan serbuk sari menggunakan larutan tetrazolium juga banyak digunakan untuk menentukan viabilitas serbuk sari (Warid, 2009). Media E2 yang digunakan merupakan media pewarnaan menggunakan tetrazolium. Serbuk sari yang digunakan merupakan varietas KE014 dengan 3 HSS dan 9 HSS.

Tabel 2. Pengaruh Media PGM 1 dan E2 terhadap Viabilitas Serbuk Sari KE014

Media 3 HSS 9 HSS

………%...

PGM 1 4.6a 7.9a

E2 0b 0b

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada kolom tidak berbeda nyata pada DMRT dengan taraf α = 0.05.

Media PGM 1 yang digunakan untuk pengujian serbuk sari mentimun KE014 menghasilkan viabilitas yang ditunjukkan oleh daya berkecambah sebesar 4.6% pada 3 HSS dan 7.9% pada 9 HSS, lebih tinggi dibandingkan media E2 yang menunjukkan viabilitas 0% (Tabel 2). Interaksi antara media dan umur simpan tidak berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah serbuk sari. Media perkecambahan berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah serbuk sari, sebaliknya umur simpan serbuk sari yang tidak berpengaruh (Lampiran 4). Menurut Warid (2009), media PGM merupakan media perkecambahan yang terbaik untuk sebagian besar famili yang diuji (Euphorbiaceae, Solanaceae, Poaceae) kecuali pada Myrtaceae sedangkan media pewarnaan yang terbaik adalah menggunakan acetocarmine. Korelasi antara PGM dan acetocarmine tidak menunjukkan hasil yang signifikan, akan tetapi PGM berkorelasi positif dengan

(42)

Pengujian viabilitas menggunakan aniline blue pada serbuk sari mentimun perlu dilakukan untuk mempelajari korelasinya dengan pengecambahan secara in vitro.

3. Uji Media PGM 1 dan PGM 2

Komposisi yang digunakan dalam media PGM 1 dan PGM 2 hampir sama, PGM 1 konsentrasi H3BO3 sebanyak 0.025 g sedangkan PGM 2 sebanyak 0.01 g.

Daya berkecambah serbuk sari pada media PGM 2 lebih tinggi daripada media PGM 1. Daya berkecambah serbuk sari KE010 dipengaruhi oleh umur simpan sedangkan media perkecambahan tidak berpengaruh (Lampiran 5). Rata-rata daya berkecambah serbuk sari KE010 dengan umur simpan 21 dan 24 tidak berbeda nyata yaitu sekitar 13.1-13.4% (Tabel 3).

Tabel 3. Pengaruh Media PGM 1 dan PGM 2 terhadap Daya Berkecambah Serbuk Sari KE010

HSS KE010

PGM 1 PGM 2 Rata-rata

………%...

11 4.6 11.1 7.8bc

15 6.8 11.5 9.1a-c

21 14 12.7 13.4a

22 4.1 7.2 5.7bc

24 12.1 14.1 13.1a

25 4.4 4.9 4.6c

27 8.5 12.2 10.3ab

Rata-rata 7.8a 10.5a

Keterangan: HSS = Hari Setelah Simpan. Angka yang diikuti huruf sama pada kolom tidak berbeda nyata pada DMRT dengan taraf α = 0.05.

Tabel 4. Pengaruh Media PGM 1 dan PGM 2 terhadap Daya Berkecambah Serbuk Sari KE018

HSS KE018

PGM 1 PGM 2

………%...

11 7.5ef 14.4bc

15 12.1cd 23a

21 14.9bc 15.7bc

22 5.7ef 3.4f

24 16.9b 18.1b

25 7.8e 7.8e

27 7.4ef 9.8de

Keterangan: HSS = Hari Setelah Simpan. Angka yang diikuti huruf sama pada kolom tidak berbeda nyata pada DMRT dengan taraf α = 0.05.

(43)

sari KE018 rata-rata daya berkecambah menggunakan PGM 2 sebesar 13.17% sedangkan PGM 1 sebesar 10.32%. Serbuk sari yang disimpan selama 15 hari kemudian diuji menggunakan media PGM 2 menghasilkan daya berkecambah sebesar 23% (Tabel 4).

Tabel 5. Pengaruh Media PGM 1 dan PGM 2 terhadap Daya Berkecambah Serbuk Sari KE019

HSS KE019

PGM 1 PGM 2 Rata-rata

………%...

11 4.9 8.7 6.8a

15 2.8 4.3 3.5b

21 6.2 7.2 6.7a

22 3.1 4.8 4.0ab

24 3.9 6.5 5.3ab

25 4.6 8.8 6.7a

27 2.6 2.9 2.7b

Rata-rata 4.0b 6.1a

Keterangan: HSS = Hari Setelah Simpan. Angka yang diikuti huruf sama pada kolom tidak berbeda nyata pada DMRT dengan taraf α = 0.05.

Interaksi antara media dan umur simpan tidak berpengaruh terhadap daya berkecambah serbuk sari KE019. Media perkecambahan dan umur simpan tetapi secara tunggal mempengaruhi daya berkecambah serbuk sari (Lampiran 7). Serbuk sari KE019 dalam media PGM 2 menghasilkan rata-rata daya berkecambah sebesar 6.1% sedangkan PGM 1 sebesar 4.0% (Tabel 5).

Daya berkecambah serbuk sari dari ketiga varietas (berdasarkan umur simpan) berfluktuasi, hal ini diduga karena serbuk sari yang diuji memiliki viabilitas awal dan berasal dari lot yang berbeda. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara umum, PGM 2 sebagai media perkecambahan serbuk sari mentimun menunjukkan nilai rata-rata daya berkecambah yang paling tinggi dibandingkan PGM 1. Daya berkecambah serbuk sari yang diuji menggunakan media PGM 2 hanya menggambarkan viabilitas in vitro sehingga perlu diujikan lebih lanjut untuk mengetahui korelasi antara pengujian in vitro dan in vivo. Wang et al. (2003) menyatakan bahwa konsentrasi H3BO3 yang rendah

(0.001-0.01%) dapat menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan tabung serbuk sari Picea meyeri. Konsentrasi H3BO3 di atas 0.01% dapat menghambat

(44)

Vasil (1960)

Utilissimus mengalam optimal pada konsentr dari 0.02% yang dibe kedua varietas tersebut boron pada media per dari famili Cucurbitac Serbuk sari m pada hasil pengamat serbuk sari pada m

preconditioning yang selama ± 15 menit menggunakan media mempelajari perkeca menunjukkan bahwa sari, dan rata-rata perk medium yang diujika sari dan tingkat pecahn

Gambar

Bursting yang

in vitro dapat menye

bursting, faktor yang

pratense L. berhenti serbuk sari, dan tabun

1960) menyatakan bahwa Cucumis melo dan Cuc

ami perkecambahan dan perpanjangan tabung s ntrasi 20% sukrosa dan 0.01% boron. Konsent berikan pada media, bisa menimbulkan racun pa ebut. Dane et al. (2004) menggunakan 10% sukr

perkecambahan serbuk sari Ecballium elaterium

taceae dan diperoleh presentase perkecambahan mentimun yang dikecambahkan menggunaka

atan banyak yang bursting (pecah) (Gamba media diduga terjadi karena plasmolisis s ang terlalu singkat. Preconditioning serbuk nit setelah dikeluarkan dari ruang penyimpa dia perkecambahan yang berbeda telah di kecambahan serbuk sari Heptacodium miconi

a tingkat perkecambahan serbuk sari, pecahny perkecambahan serbuk sari mempunyai perbedaa

ikan. Asam borat dapat meningkatkan perkeca ahnya tabung serbuk sari (Xu et al., 2004).

bar 2. Serbuk Sari yang Pecah karena Plasmolis

ng terjadi dalam perkecambahan Trifolium prat

nyebabkan pertumbuhan tabung serbuk sari be ng menyebabkan pertumbuhan tabung serbuk nti adalah endapan kalus di ujung serbuk sari, bung serbuk sari yang bercabang (Buyukkartal, 2003)

ucumis melo var. g serbuk sari yang entrasi boron lebih un pada serbuk sari sukrosa dan 0.01%

rium (L.) A. Rich. han sebesar 5%.

akan media PGM bar 2). Pecahnya s serta perlakuan buk sari dilakukan panan. Percobaan disiapkan untuk

iconioides. Hasil hnya tabung serbuk daaan variasi pada kecambahan serbuk

olisis

pratense L. secara i berhenti. Selain buk sari Trifolium

(45)

Percobaan III. Pen Me

Penentuan pe dalam pengelolaan se percobaan ini periode dan fase perkembanga yang dipanen sehari tinggi daripada yang di

Gambar 3. Bunga Me saat Antesi

Kelebihan pane lain menjaga kemurni Bunga yang sudah a sehingga memungkinka atau bunga lain.

Bunga fase se ciri mahkota yang be mekar penuh dengan dipanen untuk diuji vi panen untuk menghind serangga. Serbuk sa pengecambahan tidak berkecambah jika me sari (Gambar 4B).

engaruh Saat Panen terhadap Viabilitas entimun

periode viabilitas serbuk sari merupakan ha n serbuk sari untuk menentukan saat panen yan

ode viabilitas serbuk sari ditentukan berdasark ngan bunga. Pada tanaman salak (Salacca zalac

ri sebelum antesis mempunyai daya berkecam g dipanen pada saat antesis (Wahyudin, 1999).

entimun: A. Sehari sebelum Antesis (A-1) dan ntesis (A)

panen serbuk sari sehari sebelum antesis (Gam urnian serbuk sari dan menghindari kehilanga h antesis (Gambar 3B) berpotensi untuk me kinkan terjadi kontaminasi oleh serbuk sari da

ehari sebelum antesis merupakan bunga kunc berwarna kuning. Bunga fase antesis merupaka n ciri-ciri mahkota yang berwarna kuning. Bun uji viabilitasnya, disungkup terlebih dahulu sat

hindari resiko tercampurnya serbuk sari dari bun sari dikategorikan tidak berkecambah jika dak menghasilkan tabung serbuk sari (Gam

enghasilkan tabung sari minimum sepanjang

A

tas Serbuk Sari

hal yang penting yang tepat. Dalam arkan saat panen

alacca), serbuk sari ambah yang lebih

an B. Pada

ambar 3A) antara ngan serbuk sari. menarik serangga dari tanaman lain

kuncup dengan ciri-upakan bunga yang

unga antesis yang satu hari sebelum ri bunga lain oleh ka 4 jam setelah ambar 4A), dan ng diameter serbuk

(46)
[image:46.595.98.511.56.797.2]

Gambar 4. Serbuk

Pada serbuk s perkembangan bunga berkecambah serbuk 7.00-11.00 menghasil antara 38-46%. Akan dipanen sehari sebel berkecambah serbuk 13.00 menjadi 25.58% Bunga yang dipanen daya berkecambah sa

G

Pada serbuk s dan fase perkembang terhadap daya berkeca saat antesis pada pukul

-10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 7.00 D B ( % )

buk Sari Mentimun: A. Tidak berkecambah B. B

buk sari KE010, interaksi antara perlakuan saat ga menunjukkan pengaruh yang sangat nyata buk sari (Lampiran 8). Bunga antesis yang dipa silkan daya berkecambah yang tidak berbeda kan tetapi, pada periode panen yang sama s belum antesis sama sekali tidak berkecamba buk sari yang dipanen saat antesis mulai menur 25.58% dan pada pukul 15.00 telah menurun drasti nen sehari sebelum antesis menunjukkan sedi aat dipanen pada pukul 15.00 sebesar 0.6% (G

Gambar 5. Viabilitas Serbuk Sari KE010

buk sari mentimun KE018, perlakuan interaksi ant ngan bunga juga menunjukkan pengaruh yan kecambah serbuk sari (Lampiran 10). Serbuk sa

pukul 7.00-11.00 menghasilkan daya berkecam

9.00 11.00 13.00 15.00 Saat Panen (pukul)

A

. Berkecambah

at panen dan fase ata terhadap daya dipanen pada pukul da nyata, berkisar serbuk sari yang bah (0%). Daya nurun pada pukul astis (Lampiran 9). edikit peningkatan

(Gambar 5).

antara saat panen yang sangat nyata buk sari yang dipanen ambah yang tidak

17.00 A

[image:46.595.120.506.85.234.2]
(47)
[image:47.595.121.497.196.383.2]

berbeda nyata berkisar antara 47-52%, dan mulai menurun drastis menjadi 17.1% pada pukul 13.00 (Lampiran 11). Serbuk sari yang dipanen sehari sebelum antesis pukul 7.00-13.00 tidak menunjukkan adanya perkecambahan, akan tetapi yang dipanen pada pukul 15.00 mulai menunjukkan perkecambahan sebesar 1.0% dan meningkat menjadi 3.1% pada pukul 17.00 (Gambar 6).

Gambar 6. Viabilitas Serbuk Sari KE018

Interaksi antara perlakuan saat panen dan fase perkembangan bunga menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap daya berkecambah serbuk sari KE019 (Lampiran 12). Serbuk sari dari bunga antesis yang dipanen pukul 9.00 menghasilkan daya berkecambah yang lebih tinggi (72.9%) dibandingkan perlakuan lain, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan bunga antesis yang dipanen pukul 7.00 dan 11.00 (Lampiran 13). Sampai dengan pukul 13.00 penurunan daya berkecambah belum terlalu banyak, akan tetapi pada pukul 15.00 daya berkecambah sudah rendah, mencapai 8.2% (Gambar 7).

Pola penurunan daya berkecambah serbuk sari dari bunga antesis relatif konsisten dengan semakin lama bunga mekar. Sebaliknya serbuk sari yang dipanen sehari sebelum antesis tidak menunjukkan pola yang sama. Pada KE019 serbuk sari sebelum antesis yang dipanen pukul 7.00 tidak berkecambah sama sekali. Perkecambahan serbuk sari sebesar 0.26% diperoleh dari panen pukul 15.00 yang meningkat menjadi 0.9% pada pukul 17.00 (Gambar 7).

-10 0 10 20 30 40 50 60 70 80

7.00 9.00 11.00 13.00 15.00 17.00

D

B

(

%

)

Saat Panen (pukul)

A

(48)

Gambar

Gambar 5. Viabilitas Serbuk Sari KE010 G
Gambar 6. Viabilitas Serbuk Sari KE018
Gambar 7. Viabilitas Serbuk Sari KE019
Gambar 5. Viabilitas Serbuk Sari KE010 G
+3

Referensi

Dokumen terkait

Bila dibandingkan dengan diagram scattered yang lain, yaitu Gambar 4.1 s/d Gambar 4.7, hasil uji coba skenario 1 pada dataset 4 ini menunjukkan sebaran data yang lebih

Konstribusi utama dari penelitian ini adalah menerapkan E-GA dengan penambahan operator kromosom dengan inisialisasi awal menggunakan QP untuk meminimalkan biaya

Hasil penelitian terkait berjudul Efektivitas Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Pada Pokok Bahasan Persamaan Kuadrat Ditinjau dari Minat Belajar Siswa

Cakupan pelayanan teknis ATB selama 19 tahun menjadi perusahaan air minum di Pulau Batam mengalami peningkatan yang baik seiring dengan pertumbuhan penduduk di

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,

Buang air besar di kebun dinilai biasa, kebiasaan buang air besar dikebun yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Desa Pagar Gading telah berlangsung sejak lama, perilaku

Selisih total waktu yang dihasilkan sebelum dan sesudah penelitian adalah 0,5 jam, jarak untuk penelitian pertama dengan rute berdasarkan kapasitas angkut