• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Heat Moisture Treatment Pati Aren Dan Sagu Terhadap Sifat Kristalinitas Dan Kualitas Kerupuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Heat Moisture Treatment Pati Aren Dan Sagu Terhadap Sifat Kristalinitas Dan Kualitas Kerupuk"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH HEAT MOISTURE TREATMENT PATI AREN DAN SAGU TERHADAP SIFAT KRISTALINITAS DAN KUALITAS KERUPUK

ANANDITYA NUGRAHA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Heat Moisture Treatment Pati Aren dan Sagu Terhadap Sifat Kristalinitas dan Kualitas Kerupuk adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

(3)

ABSTRAK

ANANDITYA NUGRAHA. Pengaruh Heat Moisture Treatment Pati Aren dan Sagu Terhadap Sifat Kristalinitas dan Kualitas Kerupuk. Dibimbing oleh DEDE R. ADAWIYAH.

Pati sagu (Metroxylon sago) dan pati aren (Arenga pinnata) dimodifikasi dengan menggunakan metode HMT (Heat Moisture Treatment) pada suhu 120°C dengan kadar air 20%. Perlakuan HMT tidak memberikan perbedaan yang signifikan antara puncak hasil analisis XRD yang didapat dari pati HMT dan pati alami. Perlakuan HMT menyebabkan terjadinya peningkatan derajat kristalinitas dari 17,18% menjadi 30,83% untuk pati sagu dan 16,90% menjadi 36,49% untuk pati aren. Pati sagu dan aren baik alami dan HMT memiliki kristal tipe-A. Proses pengolahan kerupuk yang menggunakan pati HMT sebagai bahan utama dibutuhkan jumlah air yang lebih banyak untuk mendapatkan adonan yang kalis. Adonan kerupuk yang dihasilkan dari pati HMT mudah patah/rapuh Kerupuk yang dihasilkan dari pati HMT memiliki tekstur yang lebih keras dibandingkan dengan kerupuk yang dihasilkan dari pati alami. Kadar air kerupuk HMT pada lama penggorengan 1 menit lebih rendah bila dibandingkan dengan kerupuk alami, tetapi pada lama penggorengan 2-4 menit tidak ada perbedaan yang signifikan. Perlakuan HMT tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada kadar lemak antara kerupuk aren HMT dan kerupuk aren alami, tetapi antara kerupuk sagu HMT dan kerupuk sagu alami terdapat perbedaan yang signifikan

(4)

PENGARUH HEAT MOISTURE TREATMENT PATI AREN DAN SAGU TERHADAP SIFAT KRISTALINITAS DAN KUALITAS KERUPUK

ANANDITYA NUGRAHA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)
(6)

ABSTRACT

ANANDITYA NUGRAHA. Effect of Heat Moisture Treatment Arenga and Sago Starches on The Crystalinity Properties and Quality of Kerupuk. Supervised by DEDE R. ADAWIYAH.

Sago (Metroxylon sago) and arenga (Arenga pinnata) starches were modified by HMT (Heat Moisture Treatment) at temperature 120°C and moisture content 20%. HMT did not cause any significant difference in crystal pattern of starches determined from XRD analysis. Both starches (native and HMT) had crystal type-A. The significant difference was found in relative crystalinity. HMT increased the relative crystalinity of the starches. Relative crystalinity of HMT sago and HMT arenga were 30,83% and 36,49% respectively. While native starches were 17,18% and 16,90% respectively. Kerupuk processing with HMT starch as the main ingridient needs more water to be added in order to make the perfect dough. Dough made from HMT starches was more fragile. Kerupuk made from HMT starches were having harder texture than that native starches. Kerupuk made from HMT starches had lower moisture content at frying time 1 minute but there were no sginificant difference on frying time 2-4 minute. There were also no significant difference on fat content between kerupuk made from HMT arenga and native arenga, but there were significant difference between kerupuk made from HMT sago and native sago.

(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt atas segala karunia-Nya dan atas

kuasa-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian yang berjudul

Pengaruh Heat Moisture Treatment Pati Aren dan Sagu Terhadap Sifat Kristalinitas dan

Kualitas Kerupuk dilaksanakan mulai November 2012 dan dilaksanakan di Institut

Pertanian Bogor, Indonesia.

Ucapan terima kasih penulis berikan kepada :

1. Dr. Ir. Dede R. Adawiyah selaku pembimbing dalam melaksanakan penelitian

ini.

2. Seluruh Dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB yang telah

memberikan ilmu nya selama saya studi di sini.

3. Seluruh staf beserta laboran Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah

membantu melaksanakan penelitian ini.

4. Keluarga, yang telah memberikan semangat dan doa selama penelitian ini.

5. Teman-teman seperjuangan saya : Iqbal, Seno, Dani, Fahmi, Sobich, Ajie, Ayas,

Milla, Iren, Afi, Ardi, Lina, Stella, Iyan dan teman-teman ITP 46 lainya yang

telah memberikan saran serta semangat selama melaksanakan penelitian ini.

6. Teman-teman ITP 44, 45, serta 47 yang telah menjadi bagian hidup saya selama

saya melaksanakan studi.

7. Teman-teman saya yang berada di Thailand yang selama saya di sana telah

memberikan banyak saran dan masukan yang sangat bermanfaat.

Bogor, Desember 2013

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODOLOGI PENELITIAN 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan dan Alat 2

Metode Penelitian 2

Metode Analisis 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

KESIMPULAN DAN SARAN 11

Kesimpulan 11

Saran 12

Daftar Pustaka 12

Lampiran 14

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil analisis XRD Pati maizena 4

Tabel 2. Hasil analisi XRD Pati sagu dan aren 5

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Profil kristal pati sagu alami dan modifikasi HMT 5

Gambar 2. Profil kristal pati aren alami dan modifikasi HMT 6

Gambar 3. Jumlah air yang ditambahkan selama proses

pengadonan pada basis 120 gram pati 8

Gambar 4. Kadar air kerupuk selama proses penggorengan 9

Gambar 5. Kadar lemak kerupuk selama proses penggorengan 10

Gambar 6. Karakteristik kekerasan kerupuk sagu dan aren selama penggorengan 11

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1a. Kadar Air Selama Penggorengan 14

Lampiran 1b. Kadar Lemak Selama Penggorengan 15

(10)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pati merupakan salah satu sumber karbohidrat yang banyak digunakan di dalam Industri pangan. Pati memiliki beberapa sifat fungsional yang dapat dimanfaatkan dalam proses pengolahan pangan, seperti agen penstabil, pengental, pengisi, dan pembentuk gel (Fennema, 1996). Indonesia memiliki beraneka ragam macam tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pati, diantaranya adalah pati yang berasal dari sagu (Metroxylon sago) dan aren (Arenga pinnata).

Beberapa cara untuk meningkatkan sifat fungsional pati telah banyak dilakukan, diantaranya adalah dengan metode HMT (Heat Moisture Treatment). Metode HMT merupakan metode modifikasi fisik dengan prinsip memanaskan pati pada kondisi kadar air yang terbatas sehingga pati tidak mengalami gelatinisasi serta pada kondisi suhu di atas suhu glass transition sehingga terjadi perubahan pada struktur kristal dari pati (Hoover, 2010).Modifikasi HMT dapat dilakukan dengan metode oven ataupun metode autoclaving. Perbedaan dari kedua metode ini adalah terletak pada pemberian tekanan dan tingginya suhu pemanasan. Pada metode oven pemanasan dapat dilakukan dengan suhu 100oC sedangkan pada metode autoclaving pemanasan dapat dilakukan hingga mencapai suhu 120oC karena dipengaruhi oleh pemberian tekanan tinggi dimana tekanan berbanding lurus dengan suhu (Agustifa, 2013). Proses HMT yang dilakukan pada penelitian ini adalah proses HMT dengan metode autoclaving pada suhu 120oC

Pati merupakan bahan pangan yang tersusun atas molekul kristal. Tiap pati memiliki ciri khas sifat kristalinitas nya masing-masing. Perbedaan sifat kristalinitas pati disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Miao et al.,(2009) perbedaan sifat kristalinitas pati disebabkan oleh ukuran kristal, jumlah amilopektin, dan panjang rantai bercabang. Perlakuan HMT dapat memengaruhi sifat kristalinitas pati diantaranya adalah perubahan tipe kristal pada pati dan perubahan nilai derajat kristalinitas.Penelitian terhadap perubahan sifat fisikokimia pati yang telah diberi perlakuan HMT juga telah banyak dilakukan. Adawiyah (2012) melaporkan bahwa pati sagu dan aren yang telah mengalami proses modifikasi HMT terjadi perubahan pada sifat fisikokimianya seperti peningkatan suhu gelatinisasi, pelebaran kisaran suhu gelatinisasi, penurunan swelling power, dan penurunan viskositas.

(11)

2

minyak pada kerupuk juga diamati dalam penelitian ini untuk mengamati pengaruh modifikasi HMT terhadap kedua faktor tersebut.

Tujuan Penelitian

1. Mempelajari pengaruh HMT pada sifat kristalinitas pati aren dan sagu. 2. Mengamati pengaruh HMTterhadap kualitas produk kerupuk berbasis aren

dan sagu.

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2012 hingga Mei 2013. Adapun laboratorium yang digunakan selama penelitian ini antara lain Pilont Plant SEAFAST, L2 Departemen ITP, dan Laboratorium BiokimiaPangan,

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan yaitu pati sagu yang diperoleh dari industri kecilpengolahan pati, Bogor, Jawa Barat dan pati aren yang diperoleh dari Sukabumi, Jawa Barat. Bahan untuk analisis berupa heksana untuk menganalisis kadar lemak

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kompor,plastik HDPE, deep fat fryer, texture analyzer.

Metode Penelitian 1. Pembuatan Pati HMT (Adawiyah 2012)

Proses memodifikasi pati yang dilakukan berdasarkan parameter optimum yang telah diperoleh berdasarkan studi yang dilakuan oleh Adawiyah (2012) yaitu dengan menggunakan metode autoclavingsuhu 120oC yang dimodifikasi. Proses pembuatan pati HMT dapat dilihat pada gambar 1. Kadar air pati aren dan sagu diukur terlebih dahulu untuk mengetahui berapa jumlah air yang harus ditambahkan agar mencapai kadar air 20%. Lama proses Autoclaving berbeda antara pati aren dan sagu. Pati aren selama 90 menit dan pati sagu selama 60 menit. Setelah proses autoclaving pati kemudian didiamkan selama 1 jam untuk menurunkan suhu pati. Setelah didiamkan selama 1 jam, pati kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 45°C selama semalam. Setelah proses pengeringan, pati kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender kering. Pati yang telah dihaluskan kemudian diayak dengan menggunakan pengayak 60 mesh untuk mendapatkan butiran pati yang halus.

(12)

3

bentuk dodol yakni slinder, dengan diameter 3,5 cm.Proses pengolahan kerupuk dilakukan dengan cara “gelatinisasi sebagian” yaitu sebanyak ¼ bagian dari pati (75 gram) dicampur dengan 120 gram air dan dimasak untuk menghasilkan pati yang telah tergelatinisasi. Pati yang telah tergelatinisasi dicampur dengan sisa pati (3/4 bahan) dan ditambahkan dengan air sedikit demi sedikit hingga terbentuk adonan yang kalis. Adonan dibentuk menjadi sebuah “dodolan” dengan diameter 3,5 cm. Adonan yang telah dibentuk kemudian dikukus selama 2 jam. Setelah adonan dikukus, adonan kemudian didiamkan semalam untuk mendapatkan adonan yang keras. Setelah proses pendiaman selama semalam, adonan kemudian dipotong-potong dengan menggunakan pisau dengan ukuran 0,25-0,5 cm. Adonan kerupuk yang telah dipotong-potong kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 50°C selama 1 jam. Adonan kerupuk kemudian digoreng pada suhu 180°C selama 1,2,3, dan 4 menit. Kerupuk yang telah digoreng kemudian dianalisis kadar air, kadar lemak, dan nilai kekerasan nya.

Metode Analisis 1. Analisis Sifat Kristalinitas Pati

Analisis sifat kristalinitas pati diamati dengan menggunakan metode XRD (X-Ray Diffraction) dengan menggunakan X-ray diffractometer (D-8 type, Bruker, Rheinfelden, Germany) . Kondisi operasional dari alat dijalankan pada 30kV dan 30 mA, dengan scanning angle 2Ө yang di-set dari 10° sampai 45° pada scanning rate 0.4°/min. Kristalinitias diukur dengan persen perbandingan antara peak difraksi dengan total difraksi area. Sampel diletakkan pada tempat berbahan alumunium dengan ukuran 25mm (dia) x 1mm (d).

2. Analisis Kekerasan Kerupuk (Texture Analyzer TA-XT21)

Pengujian kekerasan dilakukan menggunakan texture analyzer TA-XT21. Aksesoris yang digunakan untuk mengukur kerenyahan dan kekerasan tekstur berupa probe berbentuk silinder yang sesuai untuk produk snack yakni probe ¼ spherical silinder stainless steel. Sampel ditekan dengan probe hingga tertekan dan memecah sampel. Nilai kekerasan (gf) dilihat dari puncak maksimum pada kurva pertama yang tebentuk. Kondisi pengukuran dilakukan dengan kecepatan probe sebelum dan selama kontak adalah 1 mm/detik dan 10 mm/detik setelah kontak dengan sampel. Gaya yang dikenakan pada sampel sebesar 1 Newton dengan jarak probe dengan sampel adalah 35 mm.

3. Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1995)

Analisis kadar air dilakukan dengan cara sebagai beriku: cawan alumunium kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Cawan kering ditimbang. Kemudian sebanyak 5 gram pati ditimbang dengan cepat ke dalam cawan kering, dan dihomogenkan. Tutup cawan dibuka, cawan berisi pati sagu beserta tutupnya dikeringkan dalam oven suhu 100˚C selama 6 jam. Selanjutnya cawan berisi pati dipindahkan ke dalam desikator, kemudian timbang kembali.

(13)

4

Keterangan : a = Berat cawan dan sampel awal (gr)

b = Berat cawan dan sampel akhir (gr) c = Berat sampel awal (gr)

4. Analisis Kadar Lemak Metode Sohxlet (AOAC 1995)

Analisis kadar lemak metode sohxlet menggunakan perangkat sohxlet untuk analisis yang terdiri dari selongsong soxhlet dan electric heat mantle. Lemak pada sampel akan diekstrak menggunakan Heksana. Proses ekstraksi lemak pada sampel dilakukan selama 6 jam :

( )

Keterangan : a= Berat sampel sebelum sohxlet (gr) b= Berat sampel setelah sohxlet (gr)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengaruh HMT Terhadap Sifat Kristalinitas Pati Sagu dan Aren

Sifat kristalinitas pati dianalisis dengan menggunakan alat XRD (X-Ray Diffractometer). Tabel 1 merupakan hasil analisis XRD pada pati maizena yang dilaporkan oleh Cheetham & Tao (1998).

Cheetham & Tao (1998) mengklasifikasikan tipe pati berdasarkan puncak yang didapat dari hasil analisis XRD dan nilai derajat kristalinitas yang didapat. Dapat dilihat pada tabel 1 bahwa perbedaan utama antara pati tipe-A dan tipe-B adalah pada tipe-A memiliki puncak yang kuat pada sudut sin 2Ө 18° tetapi tidak memiliki puncak yang kuat pada sudut sin 2Ө 5° dan 22° sedangkan pada tipe-B terdapat puncak yang kuat pada sudut sin 2Ө 5° dan 22° tetapi tidak memiliki puncak yang kuat pada sudut sin 2Ө 18°.Terdapat tipe kristal lainya pada pati yakni tipe-C, tipe-C merupakan tipe pati campuran antara pati tipe-A dan tipe-B. Disebut sebagai tipe pati campuran karena memiliki puncak yang kuat pada sudut sin 2Ө5° yang merupakan ciri khas dari pati tipe-B tetapi tidak memiliki puncak yang kuat pada sudut sin 2Ө 22° yang merupakan ciri khas dari pati tipe-A.

(14)

5

0 10 20 30 40 50 60

Sin 2Ө

Sagu Native Sagu HMT Tabel 2. Hasil analisis XRD pati sagu dan aren

Puncak Difraksi pada sudut serta pada tabel 2. Dapat dilihat pada gambar 1 pati sagu alami memiliki 4 puncak yang kuat pada sudut sin 2Ө 15.3°, 17.4°, 18.06°, dan 23.22°.Pada pati sagu HMT (kadar air 7,84%) memiliki puncak yang kuat pada sudut sin 2Ө 15.08°, 17.06, 18.1°, dan 22.7°. Pati aren alami (kadar air 7,94%) memiliki 4 puncak yang kuat pada sudut sin 2Ө 15°, 17.18°, 20.3°, dan 23.38°. Kemudian dapat dilihat pada gambar 2 pati aren HMT (kadar air 7,73 %) memiliki puncak yang kuat pada sudut sin 2Ө 15.27°, 17.94°, 20.54° dan 22.74o. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada puncak-puncak yang didapat antara pati sagu alami dengan pati sagu HMT.Pati aren alami tidak memiliki puncak yang kuat pada sudut 18° sedangkan pati aren HMT memiliki puncak yang kuat pada sudut 18°. Berdasarkan puncak yang didapat dari analisis XRD dan dibandingkan dengan penelitian yang dilaporkan oleh Cheetham & Tao (1998) maka pati sagu dan aren baik yang termodifikasi HMT maupun alami digolongkan pati tipe-A.

Gambar 1. Profil kristal pati sagu alami dan HMT

(15)

6

0 10 20 30 40 50 60

Sin 2Ө

Aren Native Aren HMT

Hasil ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Pukkahuta & Varavinit (2007). Pukkahuta & Varavinit (2007) melaporkan bahwa pati sagu alami digolongkan pati tipe-C dengan ditemukan puncak yang kuat pada sudut sin 2Ө 5.5°,15°,17.9°,22.8°, dan 26.3°

Perubahan nilai derajat kristalinitas didapat pada pati yang telah dimodifikasi HMT, pati HMT memiliki derajat kristalinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pati alami.Pati aren alami memiliki derajat kristalinitas sebesar 16,9% dibandingkan dengan pati aren termodifikasi HMT yaitu sebesar 36,49%. Pati sagu alami memiliki derajat kristalinitas sebesar 17,18% dibandingkan dengan pati sagu termodifikasi HMTyaitu sebesar 30,83%.Peningkatan nilai derajat kristalinitas yang terjadi ini kemungkinan karena adanya proses HMT/proses panas yang mengakibatkan terjadinya dehydration dan pergerakan dari rantai heliks pati. Proses panas yang menyebabkan pergerakan rantai heliks pati ini akan mengubah susunan/tatanan kristal pati sehingga ada kemungkinan bertambahnya zona kristalin dari pati dan zona amorphous menjadi berkurang. Semakin meningkatnya zona kristalin dari pati akan meningkatkan derajat kristalinitas dari pati (Vieira & Sarmento 2008).Peningkatan derajat kristalinitas pati HMT juga dilaporkan oleh Hoover & Manuel (1996) pada pati jagung dan Viera & Sarmento (2008) pada pati ubi. Hasil yang kontras didapatkan oleh Vermeylen et al. (2006) pada pati kentang, Gunaratne & Hoover (2002 pada pati singkong dan yam, ketiga jenis pati tersebut dilaporkan memiliki derajat kristalinitas yang menurun setelah dimodifikasi dengan HMT.

Gambar 2. Profil kristal pati aren alami dan HMT

(16)

7

2. Pengaruh HMT TerhadapProses Pengolahan KerupukSagu dan Aren Pengamatan terhadap proses pengolahan kerupuk dengan bahan dasar pati yang telah diberikan perlakuan HMT dilakukan selama proses pengolahan kerupuk sagu dan aren. Terdapat beberapa perubahan yang terjadi selama proses pengolahan kerupuk dengan menggunakan pati HMT. Pada proses gelatinisasi sebagian (pemasakan ¼ pati dengan 120 gram air) pati alami hanya memerlukan waktu 1 menit untuk menggelatinisasi pati. Sedangkan pada pati termodifikasi HMTdiperlukan waktu selama 5 menit untuk menggelatinisasi pati. Bertambahnya waktu untuk gelatinisasi ini kemungkinan karena terjadinya perubahan sifat fisikokimia pati setelah proses HMT. Adawiyah (2012) melaporkanadanya pergeseran puncak gelatinisasi ke suhu yang lebih tinggidan pergeserankurva endotherm menjadi lebih tinggi baik pati aren dan sagu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adawiyah (2012) pati modifikasi HMT memiliki pasting temperature sebesar 72.10oC untuk pati aren HMT, dibandingkan dengan pati aren alami sebesar 67.70oC. Pati sagu HMT memiliki pasting temperature sebesar 73.30oC dibandingkan dengan pati sagu alami sebesar 67.70oC. Dengan meningkatnya pasting temperature dari pati sagu dan aren HMT,proses pengukusan akan menjadi lebih lama karena pasting temperature yang ingin dicapai menjadi lebih tinggi dan dengan suhu pengukusan yang sama membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai kondisi yang diinginkan.

(17)

8

Gambar 3. Jumlah air yang ditambahkan selama proses pengadonan pada basis 120 gram pati

Kemampuan pati tipe-A yang hanya dapat menampung 6 molekul air ini yang menyebabkan pati termodifikasi HMT memiliki swelling power yang rendah. Kemudianberdasarkan hasil analisis XRD, nilai derajat kristalinitas dari pati HMT memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding pati alami. Peningkatan nilai derajat kristalinitas ini mengindikasikan bahwa daerah kristalin pada granula pati meningkat dan daerah amorphous berkurang. Daerah kristalin memiliki susunan kristal yang lebih teratur dan kompak. Karena memiliki susunan kristal yang lebih teratur dan kompak, maka pati lebih sulit untuk menyerap air. Sehingga dengan meningkatnya daerah kristalin pada pati kemampuan pati untuk menyerap air menjadi lebih rendah (Fennema, 1996).

Adonan kerupuk yang dibuat dengan menggunakan pati HMT memiliki adonan yangrapuh atau mudah patah sehingga diperlukan proses pengadonan yang lebih lama dibandingkan menggunakan pati alami,hal ini kemungkinan terjadi karena adanya perubahan daya kohesifitas dari pati. Hasil penelitian Adawiyah (2012) menyatakan bahwa pati HMT memiliki nilai kohesifitas yang lebih rendah dibandingkan dengan pati alami. Pada pati arenHMT nilai kohesifitas sebesar 0.495, sedangkan pati alami memiliki nilai kohesifitas sebesar 0.849. Pati sagu HMT memiliki nilai kohesifitas sebesar 0.243, sedangkan pati sagu alami sebesar 0.833. Kohesifitas adalah gaya tarik menarik antara molekul yang sama, sehingga bila bahan memiliki daya kohesifitas yang rendah, kemampuan untuk tarik-menarik antar sesama molekul pun rendah. Hal ini yang menyebabkan adonan kerupuk yang menggunakan pati termodifikasi HMT lebih mudah rapuh dibandingkan dengan pati alami.

3. Kadar Air Kerupuk Selama Penggorengan

Analisis kadar air selama penggorengan dilakukan untuk mengamati bagaimana penurunan kadar air terjadi selama proses penggorengan, penurunan ini menunjukan bagaimana air yang terdapat dalam kerupuk keluar dan memperkirakan tren penurunanya. Secara umum untuk semua jenis sampel yang digoreng baik menggunakan pati HMT maupun alami, mengalami penurunan

(18)

9

kadar air dengan semakin lama nya proses penggorengan. Dapat dilihat pada gambar 4, dibandingkan antara kerupuk HMT dengan kerupuk alami kadar air awal dari kerupuk HMT memiliki kadar air yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kerupuk alami, lalu pada penggorengan selama 1 menit, kerupuk alami juga memiliki kadar air yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kerupukHMT Kemudian untuk penggorengan selanjutnya, tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan baik antara kerupukHMT dan kerupuk alami.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agustifa (2013) bahwa pati HMT memiliki laju retogradasi yang lebih cepat dibandingkan pati alami. Laju retogradasi yang menjadi lebih cepat ini yang kemungkinan menyebabkan kadar air kerupuk HMT lebih rendah bila dibandingkan dengan kerupuk alami terutama pada lama penggorengan 1 menit.

Gambar 4. Kadar air kerupuk pada lama penggorengan 1 sampai dengan 4 menit

4.Kadar Lemak Kerupuk Selama Penggorengan

Analisis kadar lemak selama penggorengan dilakukan untuk mengamati sifat penyerapan minyak dari kerupuk. Tidak ada perbedaan kadar lemak yang signifikan pada kerupuk sebelum digoreng, baik pada kerupuk HMT maupun pada kerupuk alami.Penggorengan kerupuk dilakukan pada lama penggorengan 1 menit dan 4 menit dengan suhu 180°C.Dapat dilihat pada gambar 5 bahwa kerupuk sagu alami memiliki penyerapan minyak yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kerupuk aren alami pada penggorengan 1 menit maupun 4 menit. Dapat dilihat pula pada gambar 5 bahwa kerupuk sagu HMT memiliki penyerapan minyak yang lebih tinggi dibandingkan dengan kerupuk alami baik pada penggorengan 1 menit maupun 4 menit. Sedangkan pada kerupuk aren alami memiliki penyerapan minyak yang lebih tinggi pada penggorengan selama 1 menit, tetapi pada penggorengan selama 4 menit kerupuk aren HMT memiliki penyerapan minyak yang lebih tinggi dibandingkan dengan kerupuk alami

(19)

10

Gambar 5. Kadar lemak kerupuk pada lama penggorengan 1 dan 4 menit

Hasil ini berkorelasi dengan penelitianAdebowaleet al.,(2005). Pada penelitian tersebut dilaporkan bahwa pati sorghum merah yang dimodifikasi dengan proses HMT memiliki penyerapan minyak yang lebih rendah yakni 150 mg/g dibandingkan dengan pati alami yakni penyerapanya sebesar 160 mg/g. Kemungkinan hal ini terjadi karena pati HMT yang memiliki derajat kristalinitas yang lebih tinggi memiliki struktur kristal yang lebih kompak dan rapat. Struktur kristal yang lebih kompak dan rapat ini menyebabkan kerupuk lebih sulit untuk menyerap lemak.

5. Pengaruh HMT Terhadap Kekerasan Kerupuk Selama Penggorengan Nilai kekerasan ditentukan dari puncak tertinggi yang dihasilkan dari kurva hasil analisis dengan menggunakan texture analyzer. Gambar 6 memperlihatkan bahwa ada suatu kecenderungan dimana semakin lama kerupuk digoreng, maka nilai kekerasan nya akan semakin menurun karena kerupuk telah mengembang dan lebih mudah untuk dikonsumsi. Faktor yang memengaruhi pengembangan dari kerupuk ini adalah proses pengukusan, di mana dalam proses pengukusan ini akan terjadi proses gelatinisasi pati yang mengakibatkan terbentuknya rongga-rongga yang berisi air pada kerupuk. Pada saat penggorengan, keberadaan air dalam kerupuk dan perbedaan suhu yang tinggi antara suhu kerupuk dengan suhu minyak menghasilkan tekanan yang akan mengakibatkan air yang terdapat dalam rongga-rongga tersebut keluar sehingga membuat kerupuk mengembang (puffing).

(20)

11

Gambar 6. Nilai kekerasan kerupuk pada lama penggorengan 1 sampai dengan 4 menit

Terdapat kecenderungan bahwa kerupuk HMT memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kerupuk alami, Kemungkinan yang menyebabkan hal ini terjadi adalah karena nilai swelling power dari pati HMT menjadi lebih rendah. Swelling power yang rendah mengakibatkan keberadaan air dalam sistem granula pati menjadi terbatas. Kemudian berdasarkan hasil analisis XRD, nilai derajat kristalinitas pati mengalami peningkatan setelah pati dimodifikasi dengan HMT. Peningkatan derajat kristalinitas ini disebabkan karena daerah kristalin pada granula pati semakin bertambah dan daerah amorphous berkurang. Semakin berkurangnya daerah amorphous dan bertambahanya daerah kristalin maka kemampuan pati untuk menampung molekul air juga semakin berkurang karena daerah kristalin memiliki struktur kristal yang lebih kompak dan teratur sehingga pati sulit untuk menyerap air (Fennema, 1996).

Akibat menurunya swelling power serta terjadinya perubahan pada daerah kristalin dan amorphous pada pati HMT maka keberadaan air pada sistem granula pati menjadi terbatas. Keberadaan air sendiri diperlukan untuk proses pengembangan kerupuk, pada pati HMT keberadaan air menjadi terbatas sehingga proses pengembangan kerupuk tidak sempurna bila dibandingkan dengan kerupuk alami. Pengembangan kerupuk HMT yang tidak sempurna ini menyebabkan kerupuk memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pada hasil analisis XRD Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara puncak pati HMT dengan puncak pati alami. Pati HMT dan pati alami digolongkan pati tipe-A . Proses HMT pada pati sagu dan aren alami dapat meningkatkan nilai derajat kristalinitas pati. Pada pati sagu, nilai derajat kristalinitas pati HMT adalah sebesar 30,83% dan pati sagu alami memiliki derajat kristalinitas sebesar 17,18%. Pati aren HMT memiliki nilai derajat

(21)

12

kristalinitas sebesar 36,49% dan pati aren alami memiliki derajat kristalinitas sebesar 16,90%.

Kerupuk aren memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kerupuk sagu. Penyerapan minyak pada kerupuk sagu lebih tinggi dibandingkan dengan kerupuk aren. Kerupuk sagu dan aren HMT memiliki beberapa perubahan pada proses pengolahan, yakni membutuhkan waktu pengadonan yang lebih lama dibandingkan dengan pati alami. Kualitas kerupuk yang dihasilkan juga mengalami perubahan, diantaranya adalah adonan yang rapuh karena daya kohesif yang berkurang, pelepasan air yang lebih cepat selama penggorengan, dan penyerapan minyak pada kerupuk yang lebih rendah dibandingkan dengan kerupuk alami.

Saran

Pengolahan kerupuk dengan memanfaatkan pati HMT sebagai bahan baku utama tidak direkomendasikan, karena air yang dibutuhkan dalam proses pengolahan menjadi lebih banyak dan kualitas kerupuk yang dihasilkan menjadi lebih keras. Diperlukan studi lebih lanjut mengenai pemanfaatan pati termodifikasi HMT untuk proses pengolahan pangan lainya.

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah DR, Sasaki T, Kohyama K. 2013. Characterization of arenga starch in comparison with sago starch. Journal Of Carbohydrates Polymers Volume 92 (2306-2313)

Adawiyah DR. 2012 Effect heat moisture treatment on physical properties and textural quality of food products from arenga and sago starch. [Final Report]. NFRI-NARO. Japan

Adebowale KO, Olu-Owolabi BI, Olayinka O., Lawai OS. 2005. Effect of heat moisture treatment and annealing on physicochemical properties of red sorghum starch. African Journal Of Biotechnology Vol. 4 (9), pp 928-933

Agustifa F. 2013. Pengaruh heat moisture treatment (HMT) terhadap laju retogradasi pada gel pati sagu (Metroxylon sp.) dan pati aren (Arenga pinnata). [skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian AOAC International. 1995. Official Method of Analysis 935.11

Billiaderis CG. 1991. The structure and interactions of starch with food constituents.Canadian Journal of Physiology and Pharmacology, 69, 60–78 Cheetham NW, Tao L. 1998. Variation in crystalline type with amylose content in

maize starchgranules: an X-ray powder diffraction study. Journal Of Carbohydrate Polymers 36 (1998) 277–284

Felicia. 2010. Penggunaan pati sagu termodifikasi dengan heat moisture treatment (HMT) untuk meningkatkan kualitas tekstur bakso daging sapi. [skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian.

Fennema, O.R (ed). 1996.Food Chemistry. Marcel Dekker Inc. New York.

(22)

13

Gunaratne A, & Hoover R. 2002. Effect of heat-moisture treatment on the structureand physicochemical properties of tuber and root starches. CarbohydratePolymers, 49, 425–437.

Hoover R. 2010. The impact of heat-moisture treatment on molecular structures and properties of starches isolated from different botanical sources. Journal Of Food Science and Nutrition 50(9) :835-47.

Hoover R, & Manuel H. 1996. Effect of heat-moisture treatment on the structureand physicochemical properties of normal maize, waxy maize, dull waxy maizeand amylomaize V starches. Journal of Cereal Science, 23, 153– 162.

Jacobs H, Eerlingen RC, Clauwaert W, & Delcour JA. 1995. Influence of annealing on the pasting properties of starches from varying botanical sources. Cereal Chemistry, 72, 480-487

Jane J, Chen YY, Lee LF, Mcpherson AE, Wong KS, Radosavljevic M., et al. 1999. Effects of amylopectin branch chain length and amylose content on the gelatinization and pasting properties of starch. Cereal Chemistry, 76, 629–637.

Jiranuntakul W, Puttanlek C, Rungsardthong V, Puncha-arnon S, Uttapap D, 2011. Microstructural and physicochemical properties of heat-moisture treated waxyand normal starches. Journal Of Food Engineering 104 (2011) 246–258

Lawal OS, Lapasin R., Bellich B, Olayiwola TO, Cesaro A, Yoshimura M,et al. 2011. Rheology and functional properties of starches isolated fromfive improved rice varieties from West Africa. Food Hydrocolloids, 25, 1785– 1792

Miao M, Zhang T, & Jiang B. 2009. Characterizations of kabuli and desi chickpeastarches cultivated in China. Food Chemistry, 113, 1025–1032. Miyazaki M, & Morita N. 2005. Effect of heat-moisture treated maize starch

onthe properties of dough and bread. Food Research International, 38, 369– 376.

Nurhayati A. 2008. Sifat kimia kerupuk goreng yang diberi penambahan tepung daging sapi dan perubahan bilangan TBA selama penyimpanan. [skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Peternakan.

Pukkhuta C & Varavinit S. 2007. Structural Transformation of Sago Starch by Heat-Moisture and Osmotic-Pressure Treatment. Starch/Stärke59(2007)

624–631.

Vermeylen R, Goderis B, & DelcourJA. 2006. An X-ray study of hydrothermallytreated potato starch. Carbohydrate Polymers, 64, 364–375.

(23)
(24)
(25)

16

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 1.  Hasil analisis XRD Pati maizena
Gambar 1. Profil kristal pati sagu alami dan HMT
Gambar 2. Profil kristal pati aren alami dan HMT
Gambar 3. Jumlah air yang ditambahkan selama proses pengadonan pada basis
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis variansi (ANAVA) terhadap kadar karbohidrat food bar dapat diketahui bahwa faktor perbandingan kurma dengan kacang hijau (A), konsentrasi

Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Madiun untuk menangani KKPE Tebu bermasalah adalah menerbitkan Surat Penagihan ke PG dan Petani terkait, menerbitkan Surat Pemberitahuan ke

- Gigi sulung dengan pulpa non vital akibat karies atau trauma - Gigi sulung dengan pulpa non vital akibat karies atau trauma - Gigi sulung mengalami resorbsi lebih dari 1/3 akar.

Berikut dari hasil penelitian yang diperoleh beberapa faktor –faktor yang menjadi peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan pada perusahaan Home Industry Sirup Pala Kie

Menurut Jogiyanto (2005) aplikasi merupakan penerapan, penyimpan sesuatu hal, data, permasalahan, pekerjaan kedalam suatu sarana atau media yang dapat digunakan untuk menerapkan

Lama masa perikatan antara Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan kliennya dalam melakukan pekerjaan audit secara berturut-turut yang diukur berdasarkan jumlah tahunnya atau

Dalam mencapai tujuan tersebut, akan dilakukan pencarian terhadap jurnal melalui berbagai sumber yang berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi adopsi e-Government,