• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan SWA (super water absorbent) Pati Singkong untuk Meningkatkan Ketersediaan Air pada Tanaman Jagung (zea mays) di Tanah Bertekstur Liat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan SWA (super water absorbent) Pati Singkong untuk Meningkatkan Ketersediaan Air pada Tanaman Jagung (zea mays) di Tanah Bertekstur Liat"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN SWA (

SUPER WATER ABSORBENT

) PATI

SINGKONG UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN AIR

PADA TANAMAN JAGUNG (

Zea mays

) DI TANAH

BERTEKSTUR KLEI

YUWAN PRATAMA BAKI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul pemanfaatan swa (super water absorbent) pati singkong untuk meningkatkan ketersediaan air pada tanaman jagung (zea mays) di tanah bertekstur klei adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

Yuwan Pratama Baki

(4)
(5)

ABSTRAK

YUWAN PRATAMA BAKI. Pemanfaatan SWA (Super Water Absorbent) Pati Singkong untuk Meningkatkan Ketersediaan Air pada Tanaman Jagung (Zea mays) di Tanah Bertekstur Liat (Di bawah bimbingan SURIA DARMA TARIGAN dan DWI PUTRO TEJO BASKORO).

Kekurangan air untuk pertumbuhan tanaman merupakan salah satu permasalahan dalam sistem pertanian lahan kering. Salah satu usaha untuk mengatasi masalah ini adalah penggunaan water absorbent yang mampu menyerap dan meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman. SWA (Super Water Absorbent) pati singkong dapat menjadi salah satu teknologi baru yang dapat digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian SWA pati singkong dan perbandingannya terhadap water absorbent lain terhadap pertumbuhan tanaman jagung pada tanah bertekstur klei (podsolik). Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan interval penyiraman yaitu tiga hari sekali, tujuh hari sekali dan empat belas hari sekali. Penelitian menunjukkan bahwa kemampuan SWA pati singkong pada perlakuan penyiraman empat belas hari sekali memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Walaupun demikian, perlakuan tersebut secara umum belum mampu memberikan pengaruh pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan perlakuan penyiraman tiga hari sekali.

Katakunci: Dosis SWA pati singkong, intensitas siram, tanaman jagung, tanah bertekstur liat

ABSTRACT

YUWAN PRATAMA BAKI. Super Water Absorbemt Utilization of Cassava Starch to Increase the Retention of Water on Corn Plant in Clay Texture of Soil. Supervised by SURIA DARMA TARIGAN and DWI PUTRO TEJO BASKORO.

Water shortage for plant growth is one of the most problem in dry-land system agriculture. An attempt that can overcome this problem is application of water absorbent that can absorb amount water and increasing water supply for plant growth. SWA (Super Water Absorbent) cassava starch can be a choice for this purpose. This study was aimed to assess the effect of SWA cassava starch and its comparison to the other water absorbent, for corn plant growth in clay-textured soil (podsolik). The experiment applied Randomized Completely Design, and the treatment is irrigation ratio: each three days, each seven days and each fourteen days. The results showed that the use of SWA cassava-starch on each-fourteen-days-irrigation-ratio was significantly different on corn plant growth. Although this treatment gave a good result, but generally this treatment did not give a better result than each-three-days-irrigation ratio.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

YUWAN PRATAMA BAKI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

PEMANFAATAN SWA (

SUPER WATER ABSORBENT

) PATI

SINGKONG UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN AIR

PADA TANAMAN JAGUNG (

Zea mays

) DI TANAH

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pemanfaatan SWA (super water absorbent) Pati Singkong untuk Meningkatkan Ketersediaan Air pada Tanaman Jagung (zea mays) di Tanah Bertekstur Liat

Nama : Yuwan Pratama Baki NIM : A14080091

Disetujui oleh

Dr Ir Suria Darma Tarigan, MSc Pembimbing I

Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Syaiful Anwar, MSc

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2012 ini ialah kekeringan, dengan judul Pemanfaatan SWA (Super Water Absorbent) Pati Singkong untuk Meningkatkan Daya Retensi Air pada Tanaman Jagung (Zea mays) di Tanah Berliat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc selaku pembimbing, serta Ibu Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, M.Si yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Darmawan Darwis, M.Sc, Apt dan, Ibu Tita Puspitasari, M.Si beserta staf Badan Tenaga Nuklir Nasional, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2013

(12)

xi

Hubungan Air, Tanah, dan Tanaman ... 2

Water Absorbent ... 5

Super Water Absorbent (SWA) Pati Singkong ... 5

Kompos ... 5

BAHAN DAN METODE ... 5

Waktu dan Tempat Penelitian ... 5

Bahan dan Alat ... 6

Rancangan Penelitian ... 6

Pelaksanaan Penelitian ... 6

Persiapan Contoh Tanah ... 6

Penetapan Tekstur Tanah ... 6

Pengukuran Volume Air yang Disiramkan ... 6

Penanaman dan Perlakuan Bibit Tanaman Jagung ... 6

Pengamatan Pertumbuhan Tanaman Jagung di Rumah Kaca ... 7

Analisis Data ... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7

Analisis Tanah ... 7

Kemampuan Tanah Menahan Air ... 8

Pertumbuhan Tanaman Jagung... 10

Tinggi Tanaman Jagung... 10

Lebar Daun Tanaman Jagung ... 11

Jumlah Daun Tanaman Jagung ... 12

(13)

Lokasi Peletakan SWA pati singkong ... 14

SIMPULAN DAN SARAN ... 14

Simpulan ... 14

Saran ... 14

DAFTAR PUSTAKA ... 15

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

1. Pengaruh Pemberian Water Absorbent terhadap Tinggi Tanaman Jagung

Sembilan MST 10

2. Pengaruh Pemberian Water Absorbent terhadap Lebar Daun Tanaman

Jagung Sembilan MST 12

3. Pengaruh Pemberian Water Absorbent terhadap Jumlah Daun Tanaman

Jagung Sembilan MST 13

DAFTAR GAMBAR

1. Pengaruh water absorbent terhadap kadar air sebelum siram Dosis SWA

pati singkong 9

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pengaruh intensitas siram tiga hari sekali pada berbagai water absorbent

yang dipusatkan terhadap tinggi tanaman jagung. 16

2. Pengaruh intensitas siram empat belas hari sekali pada berbagai water absorbent yang dipusatkan terhadap tinggi tanaman jagung. 16 3. Pengaruh intensitas siram tiga hari sekali pada berbagai water absorbent

yang dipusatkan terhadap lebar daun tanaman jagung. 17 4. Pengaruh intensitas siram empat belas hari sekali pada berbagai water

absorbent yang dipusatkan terhadap lebar daun tanaman jagung. 17 5. Pengaruh intensitas siram tiga hari sekali pada berbagai water absorbent

yang dipusatkan terhadap jumlah daun tanaman jagung. 18 6. Pengaruh intensitas siram empat belas hari sekali pada berbagai water

absorbent yang dipusatkan terhadap jumlah daun tanaman jagung. 18 7. Pengaruh intensitas siram tiga hari sekali pada berbagai dosis SWA pati

singkong terhadap tinggi tanaman jagung. 19

8. Pengaruh intensitas siram tujuh hari sekali pada berbagai dosis SWA pati

singkong terhadap tinggi tanaman jagung. 19

9. Pengaruh intensitas siram empat belas hari sekali pada berbagai dosis SWA pati singkong terhadap tinggi tanaman jagung. 19 10. Pengaruh intensitas siram tiga hari sekali pada berbagai dosis SWA pati

singkong terhadap lebar daun tanaman jagung. 20

11. Pengaruh intensitas siram tujuh hari sekali pada berbagai dosis SWA pati

singkong terhadap lebar daun tanaman jagung. 20

12. Pengaruh intensitas siram empat belas hari sekali pada berbagai dosis SWA pati singkong terhadap lebar daun tanaman jagung. 21 13. Pengaruh intensitas siram tiga hari sekali pada berbagai dosis SWA pati

singkong terhadap jumlah daun tanaman jagung. 21

14. Pengaruh intensitas siram tujuh hari sekali pada berbagai dosis SWA pati

singkong terhadap jumlah daun tanaman jagung. 22

15. Pengaruh intensitas siram empat belas hari sekali pada berbagai dosis SWA pati singkong terhadap jumlah daun tanaman jagung. 22 16. Efek pemanfaatan berbagai water absorbent berdasarkan intensitas

(15)

17. Efek pemanfaatan berbagai water absorbent berdasarkan intensitas

penyiraman tujuh hari sekali siram. 23

18. Efek pemanfaatan berbagai water absorbent berdasarkan intensitas

penyiraman empat belas hari sekali siram. 23

19. Kondisi SWA saat 4 MST 23

20. Kondisi SWA saat 8 MST 24

21. Sifat fisik Podsolik yang digunakan sebagai media ... 24

22 Perhitungan nilai pF podsolik Gajrug, Banten. ... 24

23. Kurva pF podsolik Gajrug, Banten. ... 25

24. Hasil Pengukuran Tekstur Podsolik Gajrug, Banten. ... 25

25. Sifat Fisik Podsolik Gajrug, Banten... 25

26. Pengaruh intensitas siram pada berbagai water absorbent terhadap tinggi tanaman jagung ... 26

27. Pengaruh intensitas siram pada berbagai water absorbent terhadap lebar daun tanaman jagung ... 27

28. Pengaruh intensitas siram pada berbagai water absorbent terhadap jumlah daun tanaman jagung ... 28

29. Hasil analisis ragam pengaruh intensitas siram pada berbagai water absorbent terhadap tinggi tanaman jagung ... 29

30. Hasil analisis ragam pengaruh intensitas siram pada berbagai water absorbent terhadap lebar daun tanaman jagung ... 30

31. Hasil analisis ragam pengaruh intensitas siram pada berbagai water absorbent terhadap jumlah daun tanaman jagung ... 31

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masalah air di Indonesia ditandai juga oleh kondisi lingkungan yang makin tidak kondusif sehingga makin mempercepat kelangkaan air. Kerusakan lingkungan antara lain disebabkan oleh terjadinya degradasi daya dukung daerah aliran sungai (DAS) hulu akibat kerusakan hutan yang tak terkendali sehingga luas lahan kritis sudah mencapai 18,5 juta hektar. Di samping itu jumlah DAS kritis yang berjumlah 22 buah pada tahun 1984 telah meningkat menjadi 59 buah pada tahun 1998 (Ditjen Sumberdaya Air 2004).

Salah satu permasalahan dalam pertanian pada musim kemarau adalah kurangnya ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman. Jika ketersediaan air dapat ditingkatkan maka tanaman mampu berproduksi secara optimal. Salah satu usaha mengatasi masalah ini adalah penggunaan suatu bahan yang mampu menyerap air dan dapat menjaga ketersediaan air bagi tanaman serta ramah lingkungan karena mudah terdegradasi (water absorbent). Water absorbent terdiri dari beberapa jenis diantaranya arang, kompos, alcosorb, terracotem. Pada tahun 2012 BATAN mengeluarkan produk water absorbent terbuat dari pati singkong yang dinamakan SWA pati singkong.

Pemanfaatan SWA pati singkong ini tampaknya akan mempunyai prospek yang baik mengingat bahwa Indonesia merupakan salah satu negara penghasil pati tapioka terbesar di dunia. Oleh karena itu, pemanfaatan pati singkong untuk pembuatan super water absorbent (SWA) sangat diperlukan. SWA pati singkong dapat meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman dikarenakan bahan tersebut dapat mengembang dan menyerap air (Darwis dan Puspitasari 2012). SWA pati singkong dapat pula meningkatkan daya retensi air sehimgga mengefisienkan intensitas penyiraman dan sebagai alternatif penanganan kekurangan air pada curah hujan rendah.

Dalam penelitian ini, pemanfaatan water absorbent dalam meningkatkan daya retensi air diuji pada pertumbuhan tanaman jagung. Jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang berperan penting, selain gandum dan padi. Tanaman jagung merupakan tanaman yang tumbuh optimal di daerah iklim tropis maupun subtropis, karena tanaman jagung relatif cepat beradaptasi dengan lingkungan dibandingkan dengan tanaman famili Graminae lainnya.

Tujuan

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Air, Tanah, dan Tanaman

Salah satu unsur terbesar tanaman adalah air yaitu 90% untuk tanaman muda, sampai kurang dari 10% untuk padi-padian yang menua, sedangkan tanaman yang mengandung minyak kandungan airnya sangat sedikit. Air merupakan bahan untuk fotosintesis, tetapi hanya 0,1% dari total air yang digunakan untuk proses fotosintesis. Air yang digunakan untuk transpirasi tanaman sebanyak 99% dan yang digunakan untuk hidrasi 1%, termasuk untuk pertumbuhan yang lebih baik. selama pertumbuhan tanaman membutuhkan sejumlah air yang tepat. Penyiraman harus dilakukan secara teratur agar tanaman tidak mati kekeringan (Middleton 2008).

Jumlah air yang disiramkan diperoleh dengan mengurangkan kadar air kapasitas lapang dengan kadar air titik layu permanen. Kapasitas lapang merupakan jumlah air yang ditahan oleh tanah setelah kelebihan air meresap ke bawah oleh gaya gravitasi. Air yang tersedia bagi tanaman adalah sejumlah air yang terdapat di antara kapasitas lapang dan titik layu permanen. Titik layu permanen adalah kandungan air tanah pada saat tanaman mengalami layu permanen. Kelayuan ini tidak dapat diperbaiki walaupun telah ditambahkan air dalam yang cukup (Buckman dan Brady 1956). Sesungguhnya kandungan air tanah yang sudah mendekati batas bawah air tersedia sudah tidak baik bagi pertumbuhan tanaman. Walaupun air dalam tanah masih dalam batas air tersedia tetapi semakin sedikit jumlah air yang diikat oleh tanah maka semakin sulit penyerapan air oleh akar, sehingga pada gilirannya pertumbuhan tanaman terhambat.

Air penting dalam proses fotosintesis dan proses hidrolik. Selain itu, air juga merupakan pelarut dari garam-garam, gas-gas, dan material-material yang bergerak dalam tumbuhan melalui dinding sel dan jaringan esensial untuk menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan sel, stabilitas bentuk daun, proses membuka dan menutupnya stomata dan kelangsungan gerak struktur tumbuhan. Kekurangan air akan mengganggu aktivitas fisiologis maupun morfologis sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan ireversibel dan pada waktunya tanaman akan mati.

Pada dasarnya air yang berada pada batas air tersedia dapat diserap oleh tanaman. Penyerapan air oleh tanaman tergantung pada faktor yang dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor tanaman itu sendiri. Faktor lingkungan yang mempengaruhi yaitu kandungan air tanah, aerasi dan suhu tanah. Adapun faktor tanaman yang mempengaruhi serapan air tersebut adalah efisiensi perakaran, gradien tekanan difusi dari tanah ke akar dan perbedaan protoplasma tanaman (Kramer 1969).

(18)

3

Demikian pula gerakan xilem, air mengalir ke atas melalui xilem dan sel-sel daun erat hubungannya dengan perbedaan dalam tegangan kelengasan.

Jumlah kehilangan uap air melalui evaporasi dan transpirasi dikenal dengan evapotranspirasi, ini merupakan proses kehilangan air dari tanah dalam keadaan normal (Eto Bogor = 4,7 mm/hari) (Anonim 2011). Laju kehilangan air melalui penguapan dari tanah maupun melalui tanaman pada dasarnya ditentukan oleh perbedaan potensial kelengasan pada permukaan daun atau permukaan tanah dengan atmosfir (Soepardi 1983).

Penutupan stomata akibat kekurangan air pada daun akan mengurangi laju penyerapan CO2 pada waktu yang sama dan pada akhirnya akan mengurangi laju fotosintesis. Kedalaman perakaran sangat berpengaruh terhadap jumlah air yang diserap. Pada umumnya tanaman dengan pengairan yang baik mempunyai sistem perakaran yang lebih panjang daripada tanaman yang tumbuh pada tempat yang kering. Rendahnya kadar air tanaman akan menurunkan perpanjangan akar, kedalaman penetrasi, dan diameter akar (Arsyad 1989).

Air yang dibutuhkan tanaman adalah air yang berada di dalam tanah yang ditahan oleh butir-butir tanah. Peranan air bagi tumbuhan untuk menjamin kelangsungan proses fisiologi dan biologi pertumbuhannya yaitu merupakan 90-95% penyusun tubuh tanaman, aktivator enzim, pereaksi dalam reaksi hidrolisis, sumber H dalam proses fotosintesis, penghasil O2 dalam proses fotosintesis, pelarut dan pembawa berbagai senyawa, pemacu respirasi, mengatur keluar masuknya zat terlarut ke dan dari sel, mendukung tegaknya tanaman, dan mempertahankan suhu tanaman tetap konstan pada cahaya penuh.

Faktor yang berkaitan dengan kebutuhan air pada saat penyiraman, yaitu jenis, bentuk dan umur tanaman, lokasi dan kondisi sekitar tanaman, jenis media tanam, besar kecilnya pot, dan musim. Lokasi sekitar tanaman memiliki andil dalam menentukan banyaknya air untuk penyiraman. tanaman dalam pot yang diletakkan di bawah naungan dengan yang langsung di bawah sinar matahari akan mempunyai perbedaan kebutuhan air. Umumnya tanaman yang berada di daerah naungan membutuhkan jumlah air yang relatif lebih sedikit daripada tanaman yang terkena sinar matahari langsung. Media tanam merupakan material yang bersentuhan langsung dengan akar, bagian tanaman yang sangat penting untuk penyerapan air dan unsur hara lainnya. Media tanam yang umum digunakan adalah tanah, humus, kompos, sekam, akar pakis, cocopeat. Masing-masing mempunyai daya ikat air yang berbeda-beda. Humus mengandung banyak sisa-sisa bagian tanaman yang membusuk. Biasanya bersifat menahan air. berbentuk serpihan atau butiran halus ,dan bila diletakkan di area yang terbuka, humus mudah kering.

Tanah Podsolik di Indonesia mempunyai lapisan permukaan yang sangat tercuci berwarna kelabu cerah sampai kekuningan di atas horison akumulasi, bertekstur relatif berat, berwarna merah atau kuning dengan struktur gumpal, agregat kurang stabil dan permeabilitas rendah.

(19)

miskin yang bereaksi masam. Seskuioksida yang terdapat dalam horison B mempunyai kemampuan mengikat P yang tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jenis tanah podsolik dapat digunakan bagi lahan pertanian, di samping pemupukan lengkap juga harus diperhatikan cara perbaikan dan pengawetan tanah lainnya (Soepardi 1983).

Profil ranah podsolik tersusun atas horison O (Ao), horison A1 yang tipis, horison A2 berwarna pucat dan horison B. Horison B lebih banyak mengandung liat berwarna merah, merah kekuningan atau kuning. Perkembangan lapisan permukaan yang tercuci kadang-kadang kurang nyata. Vegetasi alamnya adalah hutan dengan iklim panas sedang sampai basah tropika dan drainase alam yang baik. Topografi umumnya berbukit. Bahan induk tanah podsolik seringkali berbecak kuning, merah dan kelabu. Selanjutnya jenis tanah ini di Indonesia terbentuk dalam daerah iklim seperti Latosol, perbedaan terdapat di bahan induk.

Jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Di Indonesia, jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan urutan bahan makanan pokok di dunia, jagung menduduki urutan ke-3 setelah gandum dan padi. Akhir-akhir ini tanaman jagung semakin meningkat penggunaannya. Tanaman jagung banyak sekali gunanya, sebab hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan antara lain untuk bahan pangan, pakan ternak, pembuatan pupuk hijau dan kompos, bahan pembuatan kertas (Sutoro et al. 1988).

Tanaman jagung merupakan tanaman yang tumbuh optimal di daerah iklim tropis maupun subtropis, karena tanaman jagung relatif cepat beradaptasi dengan lingkungan dibandingkan dengan tanaman famili Graminae lainnya (Saenong 1988).

Jagung merupakan tanaman dengan tingkat penggunaan air sedang, berkisar antara 400-500 mm dengan kc sebesar 1,05 (Sapei 2008). Budidaya jagung tidak jarang terkendala oleh tidak tersedianya air dalam jumlah dan waktu yang tepat (Rasyid et al. 2010). Pengelolaan air perlu disesuaikan dengan sumber daya fisik alam (tanah, iklim, sumber air) dan biologi dengan memanfaatkan berbagai disiplin ilmu untuk membawa air ke perakaran tanaman sehingga mampu meningkatkan produksi (Aqil et al. 2010).

Produktivitas tanaman jagung nasional baru mencapai 3,4 ton/ha. Peningkatan produktivitas dan produksi tanaman jagung dapat dipicu dengan penerapan teknologi tepat guna. Salah satunya dengan pemupukan seimbang agar menghasilkan tanaman yang benar-benar subur dan produktif.

(20)

5

Water Absorbent

Super Water Absorbent (SWA) Pati Singkong

Super Water Absorbent merupakan bahan penyerap air dan melepaskannya sedikit demi sedikit sesuai dengan kemampuannya. Water absorbent terdiri dari beberapa jenis diantaranya arang, kompos, alcosorb, Terracottem, dan lain-lain. Pada tahun 2012 BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) mengeluarkan produk

water absorbent yang dinamakan SWA Pati Singkong. SWA Pati Singkong dibuat dengan cara menambahkan pati singkong dengan air lalu diaduk selama 10 menit hingga tercampur merata. Tambahkan KOH secara bertahap pada larutan pati singkong hingga mengental lalu berikan asam akrilik disertai air. Agar dapat bersatu diberikan sinar gamma dengan dosis yang berbeda (5, 10, 15,and 20 kGy). Bahan pati singkong dipilih dikarenakan bahan yang tersedia cukup melimpah di Indonesia dan dapat terdegradasi. Manfaat SWA Pati Singkong dapat menyediakan air bagi tanaman dikarenakan bahan tersebut dapat mengembang dan menyerap air. Selain itu SWA Pati Singkong dapat pula mengefisienkan intensitas penyiraman, sebagai alternatif penanganan kekurangan air pada curah hujan rendah, dan dapat dijadikan tempat cadangan air sementara saat musim hujan belum tiba, sehingga saat tanaman mengalami masa fase vegetatif tercukupi kebutuhannya akan air.

Kompos

Kompos adalah sisa-sisa makhluk hidup yang telah mengalami pelapukan, bentuknya sudah berubah seperti tanah dan tidak berbau. Kompos memiliki kandungan hara N, P, dan K yang lengkap meskipun persentasenya kecil. Kompos juga mengandung senyawa-senyawa lain yang sangat bermanfaat bagi tanaman. Kompos berfungsi memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Kompos dapat meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Selain itu, kompos juga memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah, meningkatkan kualitas hasil panen, menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman, serta meningkatkan ketersediaan hara di dalam tanah. Tanaman yang diberi kompos tumbuh lebih subur dan kualitas panennya lebih baik daripada tanaman tanpa kompos.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

(21)

Bahan dan Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain cangkul, ayakan tanah 2 mm, timbangan, pot, gelas ukur, mangkuk, ember, karung, penggaris, kasa, dan palu. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tanah Podsolik dari Gajrug, bibit jagung, air, SWA pati singkong, SWA lain, kompos, pupuk Urea, pupuk SP-36, dan pupuk KCl.

Rancangan Penelitian

Rancangan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor perlakuan, yaitu :

1. Pemberian bahan water absorbent terdiri dari 9 perlakuan, yaitu K (tanpa water absorbent), C (kompos), S (SWA lain), D1L1 (0,2 g/ kg tanah, disebar), D1L2 (0,2 g/kg tanah,dipusatkan), D2L1 (0,1 g/kg tanah,disebar), D2L2 (0,1 g/kg

Dari kombinasi perlakuan, diperoleh 27 kombinasi perlakuan yang masing-masing diulang tiga kali sehingga total satuan percobaan adalah 81. Denah perlakuan tanaman jagung dilihat pada tabel lampiran 12.

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Contoh Tanah

Contoh tanah terganggu podsolik merah kuning di daerah Gajrug, Banten yang diambil pada kedalaman 0-20 cm pada satu lokasi. Pengambilan contoh tanah dilakukan secara komposit sebanyak 1,5 ton. Selanjutnya contoh tanah tersebut dikeringudarakan, dan diayak dengan saringan 2 mm.

Penetapan Tekstur Tanah

Penetapan tekstur tanah menggunakan metode pipet. Dari penetapan tersebut diperoleh hasil kelas tekstur podsolik kedalam klei sebesar 75,78% liat. Hasil lengkap dapat dilihat pada tabel lampiran 24.

Pengukuran Volume Air yang Disiramkan

Pengukuran volume air yang disiramkan berdasarkan kadar air pF 2.54 (kapasitas lapang) podsolik sebesar 51,44% sehingga diperoleh volume siraman 2,57 L/pot. Hasil lengkap dapat dilihat pada tabel lampiran 22 dan gambar lampiran 23.

Penanaman dan Perlakuan Bibit Tanaman Jagung

(22)

7

tanam dan empat minggu setelah tanam, SP-36 0,1 g/kg dan furadan 0,02 g/kg diberikan saat awal masa tanam. Penyulaman dilakukan apabila ada tanaman yang mati atau tidak tumbuh. Penyiraman dilakukan dengan interval waktu yang berbeda-beda dengan volume air siraman yang sama. Pertumbuhan tanaman jagung di rumah kaca selama 9 minggu.

Tindakan pemeliharaan tanaman dilakukan dengan pemberian bahan-bahan proteksi tanaman. Langkah berikutnya masih dalam tahap pemeliharaan dilakukan penyiangan tanaman yang tidak diinginkan tumbuh.

Pengamatan Pertumbuhan Tanaman Jagung di Rumah Kaca

Setelah tanaman jagung mencapai masa akhir vegetatif (9 minggu setelah tanam), tanaman diambil untuk pengamatan tinggi tanaman, lebar daun, jumlah daun, dan volume air di dalam tanah.

Analisis Data

Data yang diperoleh diolah menggunakan model statistika (Gaspersz, 1991) rancangan acak lengkap (RAL) faktorial sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + E(ij)k

Di mana : µ : Rata-rata (nilai tengah) respon

αi : Pengaruh perlakuan ke-i yang akan diuji

βj : Efek dari pengaruh faktor perlakuan pada taraf ke-j (αβ)ij : Pengaruh interaksi antara faktor perlakuan ke-i dan

faktor perlakuan ke-j

Eij : Pengaruh komponen galat atau error dari faktor perlakuan ke-i dan faktor perlakuan ke-j pada ulangan ke-k

Yijk : Respon terhadap perlakuan faktor ke-i dan faktor ke-j pada ulangan ke-k

Data diolah dengan menggunakan analisis sidik ragam, apabila hasil uji F hitung lebih besar dari F tabel, maka analisis dapat dilanjutkan dengan menggunakan uji beda nyata Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Tanah

(23)

Bobot isi menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Bobot isi merupakan petunjuk kepadatan tanah. Semakin padat suatu tanah maka semakin tinggi bobot isinya yang berarti tanah semakin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Semakin tinggi tingkat kepadatan tanah maka semakin berkurang persentase pori makro dan resistensi terhadap penetrasi akar akan semakin meningkat. Tekstur tanah yang didominasi liat tersebut hingga 75,78% mengakibatkan SWA pada aplikasi kering sulit mengembang. Karena SWA pati singkong cenderung menyerap air pada pori makro (pF 0-pF 2,54).

Tanah yang digunakan memiliki kapasitas lapang yang cukup tinggi. Hal tersebut disebabkan karena kandungan liat tanah podsolik yang cukup tinggi. Oleh karena itu, air yang diretensi pada kapasitas lapang akan lebih banyak. Namun air yang tersedia bagi tanaman rendah. Peran SWA pati singkong dalam meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman ialah dengan menyerap air pada pori makro dan melepaskannya perlahan sesuai perbedaan potensial air tanah.

Tekstur tanah sangat besar pengaruhnya terhadap kapasitas lapang, karena air dipegang sebagai lapisan pada permukaan partikel dan ruang pori di antara partikel tanah (Thompson dan Troeh 1978). Semakin tinggi kandungan liat, maka akan menaikkan titik layu permanen. Hal ini disebabkan fraksi liat memiliki luas dan aktivitas permukaan yang tinggi, sehingga mampu memegang air yang lebih banyak dan lebih kuat (Chotimah 1988).

Gambar 1. Penurunan Jumlah Air yang ditangkap tanah terhadap hari.

(24)

9

Jumlah Air yang Tertangkap oleh Tanah Setelah Siram

Pengaruh water absorbent terhadap kemampuan tanah menahan air disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Pengaruh water absorbent terhadap kemampuan tanah menahan air. Dosis SWA pati singkong D1 (0,2g/kg tanah), D2 (0,1g/kg tanah), D3 (0,025g/kg tanah). Lokasi Peletakan SWA pati singkong L1 (disebar), dan L2 (dipusatkan). S (SWA Lain), dan C (Kompos). Intensitas siram I1 (3 hari sekali (0,65 L)), I2 (7 hari sekali (1,3 L)), I3 (14 hari sekali (2,6 L)).

Pori tanah yang menahan air (%) diperoleh dengan pendekatan volume air yang ditahan tanah dibagi dengan volume total pori tanah. Pori tanah yang menahan air I3 berada pada kisaran 80%, lebih tinggi dibandingkan I1 (25%) dan I2 (45%). Hal ini dikarenakan pada perlakuan I3 memiliki intensitas penyiraman yang rendah (empat belas hari sekali) sehingga banyak pori tanah yang kosong. Kondisi ini berakibat pada air yang dibutuhkan untuk mencapai kapasitas lapang semakin banyak. Berdasarkan kondisi tersebut dapat diperkirakan bahwa tanah pada perlakuan I3 sudah mulai mengalami cekaman air. Sedangkan pada I1 memiliki intensitas penyiraman yang tinggi (tiga hari sekali) sehingga dapat dikatakan belum mengalami cekaman air.

Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa perlakuan antar water absorbent tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah pori yang menahan air namun intensitas siramlah yang berpengaruh. Hal ini dikarenakan pengaruh evapotranspirasi tanaman jagung. Adanya evapotranspirasi tanaman jagung dari hari ke hari menyebabkan berkurangnya jumlah air yang mengisi pori tanah pada intensitas tertentu.

SWA pati singkong diperkirakan bekerja dengan menyerap air pada pori drainase dan melepaskannya perlahan sesuai dengan perbedaan potensial air. Namun pada saat tanaman diperkirakan mengalami cekaman air, akar tanaman akan menyelimuti bagian luar dari SWA pati singkong dan menyerapnya. Ini mengindikasikan akar tidak mampu menembus bagian luar SWA pati singkong.

Secara umum pada I3 lebih efisien dalam aktivitas penyiraman karena hanya satu kali penyiraman dalam dua minggu, sedangkan I1 kurang efisien karena empat kali penyiraman dalam dua minggu. Hal ini tentu saja belum dihitung akan adanya tambahan air dari hujan jika ingin menanam di lapangan.

0

K D1L1 D1L2 D2L1 D2L2 D3L1 D3L2 S C

(25)

Pertumbuhan Tanaman Jagung Tinggi Tanaman Jagung

Pengaruh water absorbent terhadap tinggi tanaman jagung disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Pemberian Water Absorbent terhadap Tinggi Tanaman Jagung Sembilan MST SWA pati singkong L1 (disebar), dan L2 (dipusatkan). Intensitas siram I1 (3 hari sekali (0,65 L)), I2 (7 hari sekali (1,3 L)), I3 (14 hari sekali (2,6 L)).

Perlakuan I3D1L2 memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan I3D1L2 meningkatkan tinggi tanaman jagung sebesar 8,36% dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan dengan dosis SWA pati singkong yang sama (I1D1L1) hanya meningkatkan tinggi tanaman jagung sebesar 1,63%. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan I3D1L2 dengan intensitas siram yang rendah mampu meningkatkan tinggi tanaman lebih besar dibandingkan dengan perlakuan I1D1L1 dengan intensitas siram yang tinggi. Walaupun perlakuan I3D1L2 tidak mampu menyaingi tinggi tanaman perlakuan dengan intensitas siram yang tinggi namun dengan perlakuan SWA pati singkong mampu mengurangi intensitas penyiraman. Hal ini menunjukkan bahwa SWA pati singkong berpengaruh dalam mengefisienkan aktivitas penyiraman.

Secara umum, perlakuan SWA pati singkong tidak memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap tinggi tanaman jagung dibandingkan dengan perlakuan kompos (gambar lampiran 1 dan 2). Hal ini dikarenakan SWA pati singkong sulit mengembang dan menyerap air akibat dari tanah memiliki tekstur liat sebesar 75,78%. Tekstur liat ini didominasi pori mikro, sehingga SWA pati singkong sulit mengembang. Selain itu, hal ini diduga karena SWA pati singkong sudah terdegradasi (gambar lampiran 19 dan 20).

Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan kompos I1C meningkatkan tinggi tanaman jagung paling besar dibandingkan dengan perlakuan intensitas siram dan

(26)

11

kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Perlakuan I2D1L1 dan I3C meningkatkan tinggi tanaman jagung paling besar pada saat intensitas siram tujuh hari sekali dan empatbelas hari sekali dibandingkan dengan perlakuan lainnya pada 9 MST.

Perlakuan C memberikan pengaruh yang paling baik terhadap tinggi tanaman jagung dibandingkan dengan seluruh perlakuan water absorbent. Hal ini dapat dilihat bahwa perlakuan I1C meningkatkan tinggi tanaman jagung sebesar 22,88% dibandingkan dengan kontrol sedangkan perlakuan I3C meningkatkan tinggi tanaman sebesar 18,26%.

Hasil uji Duncan taraf 5% menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara perlakuan water absorbent dengan intensitas siram. Tidak ada perlakuan water absorbent yang menunjukkan peningkatan tinggi tanaman yang berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan intensitas siram I1 memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman dibandingkan dengan perlakuan intensitas siram I2 dan I3 pada 6-9 MST.

Lebar Daun Tanaman Jagung

Pengaruh water absorbent terhadap lebar daun tanaman jagung menunjukkan bahwa perlakuan I1D1L2 meningkatkan lebar daun tanaman jagung paling besar dibandingkan dengan perlakuan intensitas siram dan water absorbent

lainnya pada 9 MST (Tabel 2). Perlakuan I2D1L2 dan I3C meningkatkan lebar daun tanaman jagung paling besar pada saat intensitas siram tujuh hari sekali dan empatbelas hari sekali dibandingkan dengan perlakuan lainnya pada 9 MST.

Perlakuan I3D1L2 memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan I3D1L2 meningkatkan lebar daun tanaman jagung sebesar 14,9% dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan dengan dosis SWA pati singkong yang sama (I1D1L2) hanya meningkatkan lebar daun tanaman jagung sebesar 13,2%. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan I3D1L2 dengan intensitas siram yang rendah mampu meningkatkan lebar daun tanaman lebih besar dibandingkan dengan perlakuan I1D1L2 dengan intensitas siram yang tinggi. Walaupun perlakuan I3D1L2 tidak mampu menyaingi lebar daun tanaman perlakuan dengan intensitas siram yang tinggi namun dengan perlakuan SWA pati singkong mampu mengurangi intensitas penyiraman. Hal ini menunjukkan bahwa SWA pati singkong berpengaruh dalam mengefisienkan aktivitas penyiraman.

Secara umum, perlakuan SWA pati singkong tidak memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap lebar daun tanaman jagung dibandingkan dengan perlakuan kompos (gambar lampiran 3 dan4).

Perlakuan C memberikan pengaruh yang paling baik terhadap lebar daun tanaman jagung dibandingkan dengan seluruh perlakuan water absorbent. Hal ini dapat dilihat bahwa perlakuan I3C meningkatkan tinggi tanaman sebesar 41,19%.

(27)

Tabel 2. Pengaruh Pemberian Water Absorbent terhadap Lebar Daun Tanaman SWA pati singkong L1 (disebar), dan L2 (dipusatkan). Intensitas siram I1 (3 hari sekali (0,65 L)), I2 (7 hari sekali (1,3 L)), I3 (14 hari sekali (2,6 L)).

Jumlah Daun Tanaman Jagung

Secara umum, perlakuan SWA pati singkong tidak memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap jumlah daun tanaman jagung dibandingkan dengan perlakuan kompos (gambar lampiran 5 dan 6). Hal ini dikarenakan SWA pati singkong sulit mengembang dan menyerap air akibat dari tanah Podsolik yang memiliki tekstur liat sebesar 75,78%. Tekstur liat ini menyebabkan pori tanah semakin kecil, sehingga SWA pati singkong sulit mengembang. Selain itu, hal ini diduga karena SWA pati singkong sudah terdegradasi.

Pengaruh water absorbent terhadap lebar daun tanaman jagung menunjukkan bahwa perlakuan I1D1L2 meningkatkan jumlah daun tanaman jagung paling besar dibandingkan dengan perlakuan intensitas siram dan water absorbent lainnya pada 9 MST (Tabel 3). Perlakuan I1S, I1C, I1D1L2, I3D1L2 dan I3C meningkatkan jumlah daun tanaman jagung paling besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya pada 9 MST.

Perlakuan I3D1L2 memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan I3D1L2 meningkatkan jumlah daun tanaman jagung sebesar 4,63% dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan dengan dosis SWA pati singkong yang sama (I1D1L2) hanya meningkatkan jumlah daun tanaman jagung sebesar 9,57%. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan I3D1L2 dengan intensitas siram yang rendah mampu meningkatkan jumlah daun tanaman lebih besar dibandingkan dengan perlakuan I1D1L2 dengan intensitas siram yang tinggi. Walaupun perlakuan I3D1L2 tidak mampu menyaingi jumlah tanaman perlakuan dengan intensitas siram yang tinggi namun dengan perlakuan SWA pati singkong mampu mengurangi intensitas penyiraman. Hal ini menunjukkan bahwa SWA pati singkong berpengaruh dalam mengefisienkan aktivitas penyiraman.

(28)

13

9,57% dibandingkan dengan kontrol sedangkan perlakuan I3C meningkatkan jumlah daun tanaman sebesar 4,63%.

Tabel 3. Pengaruh Pemberian Water Absorbent terhadap Jumlah Daun Tanaman Jagung Sembilan MST interaksi antara perlakuan water absorbent dengan intensitas siram. Tidak ada perlakuan water absorbent yang menunjukkan peningkatan jumlah daun yang berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan intensitas siram I1 memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman dibandingkan dengan perlakuan intensitas siram I2 dan I3 pada 6-8 MST.

Secara umum, hasil penelitian water absorbent dapat dijadikan rekomendasi penyiraman pada lahan dengan curah hujan rendah dengan mengacu pada kalender curah hujan bulanan. Pada I3 dengan aktivitas penyiraman yang rendah namun dapat mengisi pori tanah hingga 80%. Pertumbuhan jagung dengan diberikan water absorbent pada I3 relatif memberikan pengaruh walaupun tidak sebaik kontrol dengan intensitas penyiraman dua kali seminggu. Diperlukan pula akan tambahan informasi mengenai kemungkinan unsur hara dapat terserap juga pada SWA pati singkong. Hal ini dapat meningkatkan daya saing SWA pati singkong terhadap water absorbent lainnya.

Dosis SWA pati singkong

(29)

Lokasi Peletakan SWA pati singkong

Secara umum, perlakuan L2 (cara pemberian SWA pati singkong dipusatkan) meningkatkan tinggi, lebar daun, dan jumlah daun tanaman jagung paling besar dibandingkan dengan perlakuan L1 (cara pemberian SWA pati singkong disebar). Hal ini dikarenakan pemberian SWA pati singkong yang dipusatkan lebih efektif dalam penyerapan air untuk pertumbuhan tanaman jagung. Sedangkan perlakuan L1 (cara pemberian SWA pati singkong disebar) kurang efektif dikarenakan dosis SWA pati singkong yang diberikan kecil ada kemungkinan SWA pati singkong terletak di permukaan tanah menyebabkan air yang diserap SWA pati singkong mengalami penguapan sehingga akar tanaman kurang efektif menyerap air.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Dosis SWA pati singkong yang efektif pada pertumbuhan tanaman jagung (tinggi tanaman, lebar dan jumlah daun) adalah perlakuan D1 (0,2 g/kg tanah). 2. Pada perlakuan penyiraman empat belas hari sekali, penggunaan water

absorbent (SWA pati singkong dan kompos) dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap tinggi , lebar daun dan jumlah daun tanaman jagung. Walaupun demikian perlakuan tersebut secara umum belum mampu memberikan pengaruh pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan penyiraman tiga hari sekali.

3. Lokasi peletakan SWA pati singkong yang efektif pada pertumbuhan tanaman jagung ialah secara terpusat.

4. Perlakuan I1C (kompos dengan perlakuan intensitas siram tiga hari sekali) memberikan pengaruh yang paling baik terhadap tinggi tanaman jagung, perlakuan I1D1L2 (perlakuan dengan intensitas siram tiga hari sekali dosis SWA pati singkong 0,2g/kg tanah diletakkan secara terpusat) memberikan pengaruh yang paling baik terhadap lebar daun dan jumlah daun tanaman jagung.

Saran

(30)

15

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim], 2011. Irigasi Tanaman dengan Crowpath [http://turipanam.info/2011] (4 Juli 2013) .

Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB Press.

Aqil M, Firmansyah IU, Akil M. 2010. Pengelolaan Air Tanaman Jagung. Maros. Balai Penelitian Tanaman Serealia

Buckman HO and NC Brady. 1956. The Nature and Properties of Soils. 5th ed. Macmillan, New York.

Darwis D, Puspitasari T. 2012. Super water absorbent (SWA) Cassava starch-co-acrylate sebagai bahan pembenah tanah (soil conditioner). Jakarta. Badan Tenaga Nuklir Nasional, siap terbit.

Chotimah S. 1988. Hubungan Antara Beberapa Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah dengan Retensi Air Tanah [skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ditjen Sumberdaya Air. 2004. Sebanyak 65 DAS dalam kondisi semakin kritis. Harian Kompas tanggal 20 Agustus 2004, hal. 15, Jakarta.

Hardjowigeno S. 1987. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.

Rasyid B, Samosir SSR, Sutomo F. 2010. Respon tanaman jagung (Zea mays) pada berbagai regim air tanah dan pemberian pupuk nitrogen. Prosiding Pekan Serealia Nasional [Internet] . [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin. hlm 1-9; [diunduh 2013Juni 11] .

Sapei A, Soon ATK. 2008. Faktor penyesuai untuk penentuan kebutuhan air tanaman tomat yang ditanam secara hidroponik di green house. Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian [Internet]. [Yogyakarta, 18-19 November 2008]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. hlm 1-11; [diunduh 2013 Juli 4] .

Saenong S. 1988. Teknologi Benih Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sutoro, Yogo S, Iskandar. 1988. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

(31)

LAMPIRAN

Gambar Lampiran 1. Pengaruh intensitas siram tiga hari sekali pada berbagai

water absorbent yang dipusatkan terhadap tinggi tanaman jagung.

Gambar Lampiran 2. Pengaruh intensitas siram empat belas hari sekali pada berbagai water absorbent yang dipusatkan terhadap tinggi tanaman jagung.

Minggu Setelah Tanam (minggu)

I2K

Minggu Setelah Tanam (minggu)

I3K

I3D1L2

I3S

(32)

17

Gambar Lampiran 3. Pengaruh intensitas siram tiga hari sekali pada berbagai

water absorbent yang dipusatkan terhadap lebar daun tanaman jagung.

Gambar Lampiran 4. Pengaruh intensitas siram empat belas hari sekali pada berbagai water absorbent yang dipusatkan terhadap lebar

daun tanaman jagung.

1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00

Leb

ar

(c

m

)

Minggu Setelah Tanam (minggu)

(33)

Gambar Lampiran 5. Pengaruh intensitas siram tiga hari sekali pada berbagai

water absorbent yang dipusatkan terhadap jumlah daun tanaman jagung.

Gambar Lampiran 6. Pengaruh intensitas siram empat belas hari sekali pada berbagai water absorbent yang dipusatkan terhadap jumlah daun tanaman jagung.

(34)

19

Gambar Lampiran 7. Pengaruh intensitas siram tiga hari sekali pada berbagai dosis SWA pati singkong terhadap tinggi tanaman jagung.

Gambar Lampiran 8. Pengaruh intensitas siram tujuh hari sekali pada berbagai dosis SWA pati singkong terhadap tinggi tanaman jagung.

(35)

Gambar Lampiran 10. Pengaruh intensitas siram tiga hari sekali pada berbagai dosis SWA pati singkong terhadap lebar daun tanaman jagung.

(36)

21

Gambar Lampiran 12. Pengaruh intensitas siram empat belas hari sekali pada berbagai dosis SWA pati singkong terhadap lebar daun tanaman jagung.

(37)

Gambar Lampiran 14. Pengaruh intensitas siram tujuh hari sekali pada berbagai dosis SWA pati singkong terhadap jumlah daun tanaman jagung.

Gambar Lampiran 15. Pengaruh intensitas siram empat belas hari sekali pada berbagai dosis SWA pati singkong terhadap jumlah daun tanaman jagung.

Gambar Lampiran 16. Efek pemanfaatan berbagai water absorbent berdasarkan intensitas penyiraman tiga hari sekali siram.

(38)

23

Gambar Lampiran 17. Efek pemanfaatan berbagai water absorbent berdasarkan intensitas penyiraman tujuh hari sekali siram.

Gambar Lampiran 18. Efek pemanfaatan berbagai water absorbent berdasarkan intensitas penyiraman empat belas hari sekali siram.

(39)

Gambar Lampiran 20. Kondisi SWA saat 8 MST

Tabel Lampiran 21. . Sifat fisik Podsolik yang digunakan sebagai media

Sifat Fisik Tanah Podsolik Kelas

Bobot Isi (g/cm3) 1,12 -

Porositas Total (-% volume) 57,73 -

Total Pori Drainase (-% volume) 6,28 Rendah*

(Pori Makro)

a) Sangat Cepat 1,93

b) Cepat 2,01

c) Lambat 2,34

Pori Mikro 51,45 Tinggi

Air Tersedia (-% volume) 11,23 Sedang*

Pasir (%) 5.38 Klei

Debu (%) 18.84

Liat (%) 75.78

Keterangan : *) berdasarkan kriteria Lembaga Penelitian Tanah (1980)

Tabel Lampiran 22 Perhitungan nilai pF podsolik Gajrug, Banten.

Nilai pF Ulangan BKU BKM BKU-BKM KA (%) BI KA pF Rata-rata

1 1 13,61 9,10 4,50 49,49 1,12 55,43

55,80

2 13,58 9,01 4,57 50,78 1,12 56,88

3 13,74 9,21 4,53 49,19 1,12 55,09

2 1 13,80 9,29 4,51 48,54 1,12 54,36

53,78

2 13,84 9,41 4,44 47,17 1,12 52,83

3 13,52 9,11 4,41 48,36 1,12 54,16

(40)

25

Gambar Lampiran 23. Kurva pF podsolik Gajrug, Banten.

Tabel Lampiran 24. Hasil Pengukuran Tekstur Podsolik Gajrug, Banten. Jenis

Tanah % Pasir % Liat % Debu Tekstur

Podsolik 1 5,47

5,38 75,23 75,78 19,30 18,84 CLAY

Podsolik 2 5,29 76,32 18,39 CLAY

Tabel Lampiran 25. Sifat Fisik Podsolik Gajrug, Banten.

Jenis Tanah Analisis

Bobot Isi (g/cm3) 1,12

Porositas Total (-% volume) 57,73 Air Tersedia (-% volume) 11,23

Pasir (%) 5.38

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00

pF

KA (%)

KURVA pF PODSOLIK

(41)

Tabel Lampiran 26. Pengaruh intensitas siram pada berbagai water absorbent terhadap tinggi tanaman jagung

Perlakuan 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 9 MST

…Tinggi Tanaman (cm)…

Water Absorbent

Kontrol (tanpa SWA dan

kompos) 5,90 a 23,46 a 39,83 a 51,33 a 59,94 ab 69,22 a 76,11 a 83,60 ab 87,98 ab Kompos 4,26 a 28,92 a 45,18 a 59,61 a 71,39 b 76,39 a 84,89 a 95,17 b 103,13 b SWA Lain 6,82 a 28,90 a 43,00 a 53,17 a 65,50 ab 74,00 a 81,98 a 87,22 ab 87,33 ab D1L1 4,69 a 27,78 a 40,13 a 48,28 a 61,06 ab 70,67 a 81,89 a 85,32 ab 91,58 ab D1L2 5,40 a 29,37 a 47,51 a 55,28 a 65,67 ab 76,83 a 83,83 a 83,82 ab 87,20 ab D2L1 6,62 a 29,06 a 41,84 a 51,22 a 59,22 ab 65,44 a 70,91 a 74,27 ab 79,38 a D2L2 5,46 a 25,46 a 41,42 a 43,94 a 52,39 ab 58,00 a 65,61 a 71,89 ab 72,37 a D3L1 4,84 a 26,14 a 38,72 a 46,00 a 50,78 a 57,28 a 65,97 a 69,17 a 71,78 a D3L2 4,47 a 19,70 a 33,14 a 49,28 a 55,89 ab 61,41 a 67,34 a 71,83 ab 76,63 a Intensitas Siram

(42)

27

Tabel Lampiran 27. Pengaruh intensitas siram pada berbagai water absorbent terhadap lebar daun tanaman jagung

Perlakuan 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 9 MST

...Lebar daun (cm)…

Water Absorbent

Kontrol (tanpa SWA dan kompos) 0,93 a 0,94 a 1,26 a 1,59 a 2,16 ab 2,32 ab 2,64 a 2,79 ab 2,96 ab Kompos 0,62 a 1,13 a 1,51 a 2,00 ab 2,44 ab 2,98 b 3,09 a 3,28 b 3,44 b SWA lain 1,20 a 1,10 a 1,46 a 1,88 ab 2,19 ab 2,51 ab 2,60 a 2,85 ab 3,09 ab D1L1 0,82 a 1,10 a 1,49 a 2,05 ab 2,26 ab 2,63 ab 2,75 a 2,95 ab 3,29 ab D1L2 0,98 a 1,34 ab 1,57 a 2,25 b 2,55 b 2,94 b 3,18 a 3,13 ab 3,47 b D2L1 1,08 a 2,32 b 1,48 a 1,90 ab 2,26 ab 2,47 ab 2,63 a 2,81 ab 3,00 ab

D2L2 0,84 a 1,14 a 1,29 a 1,47 a 1,80 a 2,03 a 2,30 a 2,42 a 2,60 a

D3L1 0,79 a 1,11 a 1,37 a 1,61 ab 1,96 ab 2,24 ab 2,37 a 2,32 a 2,70 ab D3L2 0,88 a 0,99 a 1,13 a 1,81 ab 1,96 ab 2,25 ab 2,44 a 2,63 ab 2,87 ab Intensitas Siram

I1 0,92 a 1,44 a 1,43 a 1,85 a 2,12 a 2,40 ab 2,45 a 2,56 a 2,79 a

I2 0,83 a 1,13 a 1,33 a 1,94 a 2,32 a 2,75 b 3,05 b 3,30 b 3,47 b

(43)

Tabel Lampiran 28. Pengaruh intensitas siram pada berbagai water absorbent terhadap jumlah daun tanaman jagung

Perlakuan 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 9 MST

…Jumlah daun (helai)…

Water Absorbent

Kontrol (tanpa SWA dan kompos) 1,33 a 2,44 a 3,22 a 3,11 a 4,00 a 4,11 ab 5,11 a 5,44 ab 7,00 a Kompos 0,89 a 3,00 a 3,44 a 3,67 a 4,22 a 4,78 b 5,56 a 7,00 b 7,33 a SWA lain 1,78 a 3,00 a 3,33 a 3,44 a 4,22 a 4,33 ab 5,33 a 5,89 ab 6,44 a D1L1 1,22 a 3,00 a 3,33 a 3,67 a 4,22 a 4,56 ab 5,56 a 6,33 ab 6,67 a D1L2 1,56 a 3,33 a 3,67 a 3,67 a 4,22 a 4,44 ab 5,78 a 6,11 ab 7,44 a D2L1 1,67 a 3,00 a 3,33 a 3,22 a 4,00 a 3,89 ab 5,22 a 5,78 ab 6,56 a D2L2 1,22 a 3,00 a 3,33 a 2,78 a 3,44 a 3,33 a 4,44 a 5,22 a 5,89 a D3L1 1,11 a 3,00 a 3,11 a 3,11 a 3,56 a 3,89 ab 4,89 a 5,22 a 5,89 a D3L2 1,22 a 2,67 a 3,11 a 3,56 a 3,89 a 3,79 ab 5,11 a 5,67 ab 5,89 a Intensitas Siram

(44)

29

Tabel Lampiran 29. Hasil analisis ragam pengaruh intensitas siram pada berbagai water absorbent terhadap tinggi tanaman jagung

(45)

Water Absorbent 8 5581,97 697,75 1,34 0,25

Keterangan : tanda * menunjukkan berbeda nyata (signifikan)

Tabel Lampiran 10. Hasil analisis ragam pengaruh intensitas siram pada berbagai water absorbent terhadap lebar daun tanaman jagung

(46)

31

Keterangan : tanda * menunjukkan berbeda nyata (signifikan)

Tabel Lampiran 11. Hasil analisis ragam pengaruh intensitas siram pada berbagai water absorbent terhadap jumlah daun tanaman jagung

(47)

Total 81 969,00

(48)

33

Tabel Lampiran 12. Perlakuan bibit tanaman jagung di rumah kaca. PINTU

PETAKAN REGOSOL

I1D1L1 III I1D2L1 III I1D3L1 II I2D3L1 III I1D1L2 I I2D1L1 II I3D1L2 II I2D1L2III I1D2L1 I I2D1L2 I I2D3L2 I I3D3L1 I I3D1L1 I K1I1 I1D3L2 II I3D2L2 III C3I3 I3D3L1 I I2D2L1 I I3D3L2 I I1D3L1 III K3I2 I2D3L2 III I3D1L1 II K1I3 I1D1L2 II C3I2 S2I3 I2D3L1 III I1D3L2 I I3D2L1 I I1D3L2 III I2D2L2 III I2D3L2 II I3D2L2 II C2I2 I1D2L2 I I2D2L1 II I3D3L1 II S1I3 I1D2L2 III I3D1L1 III I1D2L1 II S1I2 I2D2L1 III S3I3 I2D3L1 II S2I1 K1I2 I2D1L1 I I3D1L2 I S3I1 I1D1L1 I I1D1L2 III I3D3L2 II I2D2L2 II I3D1L2 III K2I1 C1I3 I2D1L2 II I1D1L1 II C2I3 K2I3 C1I2 I3D3L1 III C3I1 I2D1L1 III I1D2L2 II K2I2

I3D2L2 I K3I3 S3I2 C2I1 I3D2L1 III S1I1

(49)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Manado pada tanggal 4 Juli 1990 dan merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Surya Darmawan dan Ibu Siti Rahayu. Penulis memasuki jenjang pendidikan dasar pada tahun 1996 di SDS Kartika XIII-1 Jakarta dan lulus pada tahun 2002. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 147 Jakarta Timur. Setelah lulus pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 99 Jakarta Timur dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Gambar

Gambar  1. Penurunan Jumlah Air yang ditangkap tanah terhadap hari.
Gambar  2. Pengaruh water absorbent terhadap kemampuan tanah menahan air.
Tabel  3. Pengaruh Pemberian Water Absorbent terhadap Jumlah Daun Tanaman
Gambar Lampiran 1. Pengaruh intensitas siram tiga hari sekali pada berbagai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Guniarti (2014) menunjukkan hasil yang berbeda, yakni likuiditas berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap keputusan

jadwal tanam. Permasalahan lanjutan dari adanya pergeseran jadwal tanam adalah terjadi perubahan perhitungan potensi kebutuhan air pertanian, sehingga dapat menyebabkan

PKuM yang telah diselenggarakan meliputi PKuM rintisan yaitu PKuM yang dilaksanakan di Dea Gemawang, Kab. Semarang, dan dua PKuM pengembangan yang dilaksanakan di Desa

Pada sub bab ini akan dilakukan simulasi sebanyak 40 replikasi, dengan 31 data setiap replikasinya untuk menguji apakah model yang dibangun dapat digunakan dan

Data yang telah diperoleh tersebut dianalisis dengan menggunakan persamaan regresi linear berganda untuk mengetahui pengaruh curah hujan dan hari hujan bulanan yang mempengaruhi

Tampilan tambah kecamatan (admin) adalah halaman yang digunakan admin untuk menginputkan data kecamatan untuk menentukan titik lokasi kecamatan di kota Bandar Lampung,

Hipotesis dampak merembes ke bawah (trickle down effect) menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat akan menetes ke pembangunan manusia. 3) Ketimpangan pendapatan

Perekonomian Jawa Timur kumulatif sampai dengan triwulan III tahun 2015 mengalami pertumbuhan sebesar 5,30 persen.. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen net ekspor antar