• Tidak ada hasil yang ditemukan

Risiko Produksi Bayam dan Kangkung Organik, Petani Mitra Agribusiness Development Center-University Farm IPB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Risiko Produksi Bayam dan Kangkung Organik, Petani Mitra Agribusiness Development Center-University Farm IPB"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

RISIKO PRODUKSI BAYAM DAN KANGKUNG ORGANIK,

PETANI MITRA AGRIBUSINESS DEVELOPMENT

CENTER-UNIVERSITY FARM IPB

LINDA ROSALINA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Risiko Produksi Bayam dan Kangkung Organik, Petani Mitra Agribusiness Development Center-University Farm IPB adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2013

Linda Rosalina

(4)

ABSTRAK

LINDA ROSALINA. Risiko Produksi Bayam dan Kangkung Organik, Petani Mitra Agribusiness Development Center-University Farm IPB. Dibimbing oleh YANTI NURAENI MUFLIKH.

Sayuran organik merupakan satu dari beragam komoditas hortikultura yang memiliki prospek cerah untuk dikembangkan. Hal ini terkait dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi produk yang menyehatkan. Salah satu lembaga yang menghimpun dan mendampingi petani organik berskala kecil adalah Agribusiness Development Center-University Farm IPB. Komoditas sayuran organik yang diunggulkan oleh ADC-UF IPB adalah bayam hijau dan kangkung. Hal ini dikarenakan jumlah permintaan pasar terhadap kedua jenis sayuran tersebut selalu lebih tinggi dibandingkan sayuran lain di setiap bulan. Permintaan pasar akan bayam hijau dan kangkung sampai saat ini belum memenuhi target karena produktivitas dari kedua komoditas tersebut selalu berfluktuasi. Produktivitas yang berfluktuasi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor produksi yakni, curah hujan tidak menentu, hama dan penyakit, tingkat kesuburan lahan, dan keterampilan sumberdaya manusia. Tingkat risiko produksi pada kegiatan spesialisasi menunjukkan bahwa bayam hijau lebih berisiko dibandingkan kangkung karena bayam hijau lebih rentan terhadap cuaca serta serangan hama dan penyakit. Sementara kegiatan diversifikasi terbukti dapat menurunkan risiko produksi pada kegiatan spesialisasi.

Kata kunci: sayuran organik, risiko produksi, risiko portofolio

ABSTRACT

LINDA ROSALINA. Production Risk of Spinach and Kangkong Organic in Agribusiness Development Center-University Farm IPB. Supervised by YANTI NURAENI MUFLIKH.

Organic vegetable is one of horticultural commodities with bright prospect to be developed. This is related to the awareness increasing of the public to consume healthy products. One of the institutions that develop organic farmers is Agribusiness Development Center-University Farm IPB. Spinach and kangkong are the most adventageos to ADC-UF IPB because the market demand for both of vegetables are higher than other vegetables in every month. The market demand for both of vegetables, cannot be fulfilled because the productivity always fluctuates. It is influenced by the factors of production is caused by pests, diseases, climate and high precipitation level and labour skills. As for the level of production risk on the specialization activities indicates that spinach riskier than kangkong, because spinach more sensitive to weather and pests and diseases. While the diversification activities can reduce the specialitation risk.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

RISIKO PRODUKSI BAYAM DAN KANGKUNG ORGANIK,

PETANI MITRA AGRIBUSINESS DEVELOPMENT

CENTER-UNIVERSITY FARM IPB

LINDA ROSALINA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Risiko Produksi Bayam dan Kangkung Organik, Petani Mitra Agribusiness Development Center-University Farm IPB Nama : Linda Rosalina

NIM : H34080001

Disetujui oleh

Yanti Nuraeni Muflikh, SP, MAgribuss Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini ialah risiko bisnis, dengan judul Risiko Produksi Bayam dan Kangkung Organik, Petani Mitra Agribusiness Development Center-University Farm IPB.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Yanti Nuareni Muflikh, SP, Margibuss selaku pembimbing, serta Bapak Ir. Burhanuddin, MM dan Ibu Dr.Ir. Netti Tinaprilla, MMA selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Tisna dari Agribusiness Development Center-University Farm IPB, Bapak H. Soleh selaku perwakilan petani organik mitra ADC-UF IPB, serta seluruh staf Taiwan-International Cooperation Development Fund (ICDF), yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak, adik, serta seluruh sahabat Agribisnis 45 dan LAWALATA IPB, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

PENDAHULUAN 11

Latar Belakang 11

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 8

Ruang Lingkup Penelitian 8

TINJAUAN PUSTAKA 9

Pertanian Organik 9

Budidaya Sayuran Semusim 10

Budidaya Bayam (Amaranthus sp.) 11

Budidaya Kangkung (Ipamoea reptans) 12

Kajian Risiko Produksi Sayuran Organik 13

Kajian Risiko Produksi Sayuran Non-Organik 16

KERANGKA PEMIKIRAN 18

Kerangka Pemikiran Teoritis 18

Definisi dan Konsep Risiko 18

Bentuk dan Sumber Risiko 19

Manajemen Risiko 21

Alternatif Strategi Penanganan Risiko pada Usaha Pertanian 22

Kerangka Pemikiran Operasional 23

METODE 26

Lokasi Penelitian 26

Jenis dan Sumber Data 26

Metode Pengumpulan Data 27

Metode Pengolahan Data 28

Analisis Sumber-Sumber Risiko Produksi 28

Analisis Risiko pada Kegiatan Spesialisasi 29

Analisis Risiko pada Kegiatan Diversifikasi 31

GAMBARAN UMUM 32

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 32

Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga 33

Desa Karekhel Kecamatan Leuwiliang 33

Desa Tegal Waru Kecamatan Ciampea 34

Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang 34

Gambaran Umum ADC-UF IPB dan ICDF 35

Peran Counterpart IPB 36

Proyek dan Tujuan 36

Gambaran Umum Petani Mitra ADC-UF IPB 37

Karakteristik Responden 39

Umur Responden 39

Tingkat Pendidikan Responden 40

(10)

Pengalaman Bertani 41

Luas Lahan 43

Status Kepemilikan Lahan 43

Tahapan Produksi Bayam hijau organik dan Kangkung organik 44

Penggunaan Input Usahatani 48

Struktur Pendapatan Usahatani 50

HASIL DAN PEMBAHASAN 51

Faktor-faktor Risiko Produksi 51

Analisis Risiko Produksi 58

Penilaian Risiko Produksi pada Kegiatan Spesialisasi 60

Penilaian Risiko Produksi pada Kegiatan Diversifikasi 61

Rekomendasi Penanganan Risiko Produksi 63

SIMPULAN DAN SARAN 67

Simpulan 67

Saran 68

DAFTAR PUSTAKA 69

LAMPIRAN 71

(11)

DAFTAR TABEL

1 Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode 2007-2010 1 2 Presentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Kelompok

Barang 2006-2010 2

3 Permintaan dan Penjualan Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik pada

Ritel Modern di Bogor 2012 6

4 Produksi Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik 2012 Tersortasi 7 5 Nilai Coefficient Variation pada Sayuran Organik dan Non-Organik 18 6 Petani Mitra ADC-UF IPB IPB yang Aktif Mengusahakan Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Periode 2011-2012 27 7 Kegiatan Pendampingan dan Pembinaan ADC-UF IPB Juni 2011- 2012 38 8 Umur Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Mitra ADC-UF

IPB Tahun 2012 40

9 Tingkat Pendidikan Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Mitra

ADC-UF IPB Tahun 2012 40

10Jumlah Tanggungan Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik

Mitra ADC-UF IPB Tahun 2012 41

11Pengalaman Bertani Konvensional Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung

Organik Mitra ADC-UF IPB Tahun 2012 42

12Pengalaman Bertani Organik Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung

Organik Mitra ADC-UF IPB Tahun 2012 42

13Luas Lahan Organik Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik

Mitra ADC-UF IPB Tahun 2012 43

14Status Kepemilikan Lahan Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Mitra ADC-UF IPB Tahun 2012 44 15Tahapan Produksi Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik 46 16Rata-Rata Penggunaan Input Produksi Bayam Hijau Organik (1.490,58 m²) dan Kangkung Organik (793,35 m²) pada Petani Mitra ADC-UF IPB 48 17Rata-rata Penerimaan Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Mitra ADC-UF IPB Berdasarkan Produktivitas 51 18Jenis Hama dan Penyakit dan Pengendaliannya 52 19Aktivitas Produksi antara Petani Mitra dengan SOP ADC-UF IPB 54 20Sumber Risiko Produksi Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik 56 21Tingkat Produktivitas (Kg/m²) Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik dari Petani Mitra ADC-UF IPB Selama 13 Periode 58 22Perhitungan Expected Return Berdasarkan Produktivitas Pada Kegiatan Spesialisasi Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Petani Mitra

ADC-UF IPB 59

23Penilaian Risiko Produksi pada Kegiatan Spesialisasi Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Petani Mitra ADC-UF IPB 60 24Perbandingan Risiko Produksi dari Beberapa Fraksi Portofolio Antara Bayam

Hijau Organik dengan Kangkung Organik 62

25Perbandingan Risiko Produksi Spesialisasi dan Portofolio Berdasarkan Produktivitas Komoditi Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik pada

(12)

DAFTAR GAMBAR

1 Produksi Bayam dan Kangkung di Indonesia Tahun 2006-2011 4

2 Permintaan Pasar Modern di Bogor Terhadap Sayuran Organik ADC-UF IPB 2011-2012 5

3 Produktivitas Bayam Hijau dan Kangkung Juni 2011-Juni 2012 7

4 Tahapan dalam Proses Manajemen Risiko 21

5 Langkah-langkah Operasional Penelitian 25

6 Peta Lokasi Penelitian 33

7 Benih Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik 49

8 Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik yang Terserang Jamur 53

9 Distribusi Sayuran Organik Salah Satu Petani 56

DAFTAR LAMPIRAN

1 Produktivitas bayam hijau organik (Juni 2011-Juni 2012) 72

2 Produktivitas kangkung organik (Juni 2011-Juni 2012) 79

3 Perhitungan risiko pada kegiatan spesialisasi bayam hijau organik 86

4 Perhitungan risiko pada kegiatan spesialisasi kangkung organik 90

5 Perhitungan risiko pada kegiatan diversifikasi 94

6 Komoditas prganik yang telah disertifikasi tahun 2009 95

7 Fraksi/ bobot portofolio (%) 96 8 Dokumentasi Kegiatan Penelitian

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor primer dalam perekonomian Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan data BPS tahun 2011, sektor pertanian menempati urutan ketiga dari sembilan sektor perekonomian nasional, yang ditunjukkan oleh kontribusi sektor pertanian terhadap total PDB Nasional sebesar 14,72 persen.

Salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian adalah subsektor hortikultura. Nilai PDB Hortikultura berdasarkan harga yang berlaku tahun 2007-2010 mengalami peningkatan dan menunjukkan bahwa komoditas sayuran menempati urutan kedua terbesar setelah buah-buahan dalam menyumbang nilai PDB Hortikultura (Tabel 1).

Setiap tahun selama empat tahun terakhir, komoditas sayuran selalu mengalami peningkatan. Nilai PDB tersebut sebesar Rp25 587 milyar (2007), Rp28 208 milyar (2008), Rp30 506 milyar (2009), dan pada tahun 2010 sayuran mencapai Rp31 244 milyar atau setara dengan 36.35 persen dari jumlah total PDB Hortikultura dengan laju pertumbuhan dari tahun 2009-2010 mencapai 2.42 persen (Pusdatin 2012).

Tabel 1 Nilai PDB hortikultura berdasarkan harga berlaku periode 2007-2010

Komoditas Nilai PDB (Milyar Rp) Pertumbuhan

2009-2010 (%)

2007 2008 2009 2010

Sayur-sayuran 25587 28208 30506 31244 2.42

Buah-buahan 42362 47060 48437 45482 -6.1

Tanaman hias 4741 5085 5494 6174 12.37

Biofarmaka 4105 3853 3897 3665 -5.94

Total 76795 84202 88334 85958 -2.69

Sumber : Pusdatin (2012)

(14)

2

sayuran sebesar 3.84 persen dari 51.43 persen total pengeluaran 15 kelompok barang (Tabel 2).

Tabel 2 Presentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut kelompok barang, indonesia, 2006-2010

Kelompok Barang Makanan Tahun (%)

2006 2007 2008 2009 2010

Padi-padian 11.37 10.15 9.57 8.86 8.89

Umbi-umbian 0.59 0.56 0.53 0.51 0.49

Ikan 4.72 3.91 3.96 4.29 4.34

Daging 1.85 1.95 1.84 1.89 2.1

Telur dan susu 2.96 2.97 3.12 3.27 3.2

Sayur-sayuran 4.42 3.87 4.02 3.91 3.84

Kacang-kacangan 1.63 1.47 1.55 1.57 1.49

Buah-buahan 2.1 2.56 2.27 2.05 2.49

Minyak dan lemak 1.97 1.69 2.16 1.96 1.92

Bahan minuman 2.5 2.21 2.13 2.02 2.26

Bumbu-bumbuan 1.37 1.1 1.12 1.08 1.09

Konsumsi lainnya 1.27 1.34 1.39 1.33 1.29

Makanan jadi 10.29*) 10.48*) 11.44*) 12.63*) 12.79*)

Minuman beralkohol - - - - -

Tembakau dan sirih 5.97 4.97 5.08 5,26 5.25

Jumlah makanan 53.01 49.24 50,17 50.62 51.43

Sumber : Survey Sosial Ekonomi Nasional, 2006-2010 (diolah) Catatan: *) Termasuk Minuman Beralkohol

Hasil presentase pengeluaran rata-rata per kapita per bulan untuk sayuran memiliki proporsi yang cukup besar. Hal ini membuktikan bahwa sayuran merupakan komoditas yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya. Bertambahnya tingkat konsumsi sayuran dari tahun ke tahun dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat untuk menerapkan gaya hidup sehat. Kekhawatiran terhadap kesehatan dan kepedulian terhadap lingkungan, meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi produk yang menyehatkan, terbebas dari residu bahan kimia, dan ramah bagi lingkungan.

(15)

3

Agricultural Practices : Eurep Gap-EU, 4) ISO 22000 : ISO, 5) GMP 13

Certification : PDV Netherland, dan 6) Aquaculture Certification-Aquaculture Certification Council, Inc. USA.

Pemerintah Indonesia telah memiliki standar yang mengatur tentang pangan organik yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6729-2002 tentang Sistem Pangan Organik. Standar Nasional Indonesia (SNI) Sistem Pangan Organik mengadopsi seluruh materi dalam dokumen standar CAC/GL 32 – 1999,

Guidelines for the production, processing, labeling dan marketing of organically produced foods dan dimodifikasi sesuai dengan kondisi Indonesia, ke dalam bahasa Indonesia.1

Produk pangan organik dihasilkan dari sistem pertanian organik dalam memberikan solusi pangan yang sehat dan aman. Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai suatu sistem produksi pertanian yang menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik untuk pupuk, zat tumbuh, maupun pestisida. Sistem Pertanian Organik adalah sistem produksi holistik dan terpadu, mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agroekosistem secara alami serta mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan (Deptan 2002). Keuntungan yang diperoleh dari aktivitas pertanian organik adalah dapat meningkatkan ketahanan pangan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat serta kelestarian lingkungan hidup (Sulaeman, 2008).

Setiap tahun, permintaan terhadap produk pertanian organik mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut diimbangi dengan semakin bertambahnya luas area yang diusahakan untuk pertanian organik. Menurut data Aliansi Organis Indonesia (AOI) 2011, pada tahun 2010 luas area pertanian organik di Indonesia mencapai 239872.24 ha. Jumlah ini lebih luas 10 persen dari tahun 2009 mencakup luas lahan pertanian organik yang telah disertifikasi, yang sedang dalam proses sertifikasi, sertifikasi Penjaminan Mutu Organis Indonesia (PAMOR), dan tidak bersertifikasi. Luas area lahan pertanian yang telah tersertifikasi tersebut, didominasi oleh luas area pertanian untuk sayuran organik yaitu sebesar 18044.6 ha atau sekitar 22 persen dari total luas lahan organik yang tersertifikasi di Indonesia (Lampiran 6).

Aliansi Organis Indonesia (AOI) 2011, menyatakan bahwa seiring semakin bertambahnya area pertanian organik menunjukkan semakin meningkat jumlah produsen komoditas organik2. Permasalahan selanjutnya yang timbul adalah terpinggirkannya atau kurang kompetitifnya petani organik berskala kecil. Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan pengakuan organik, petani organik harus melalui proses sertifikasi. Biaya sertifikasi yang mahal dan proses sertifikasi yang tidak sesuai dengan budaya petani menjadi kendala tersendiri bagi para petani berskala kecil untuk mengusahakan sistem pertanian organik. Salah satu lembaga mitra organik yang dapat menghimpun dan membantu permasalahan yang dihadapi oleh petani organik berskala kecil adalah Agribusiness Development Center-University Farm Institut Pertanian Bogor (ADC-UF IPB).

1

Sulaeman, D. 2008. Mengenal Sistem Pangan Organik Indonesia. Jakarta: Departemen Pertanian

2

[AOI] Aliansi Organis Indonesia.

(16)

4

Agribusiness Development Center-University Farm (ADC-UF IPB) yang berlokasi di Cikarawang Bogor, merupakan hubungan kerjasama antara Taiwan -

International Cooperation and Development Fund (ICDF) dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui kerjasama Misi Teknik Taiwan (MTT). Misi Teknik Taiwan (MTT) ini bekerja sama dengan IPB sejak tahun 2007. Dalam pelaksanaan kerjasama, IPB menunjuk UF sebagai perwakilan. Kerjasama yang ditawarkan pihak ICDF kepada UF meliputi penyediaan pasar yang pasti bagi komoditas yang dihasilkan para petani serta melakukan pembinaan terhadap para petani mitra agar mampu menghasilkan komoditas yang berkualitas, berkuantitas dan kontinu.

Sayuran organik yang disalurkan ADC-UF IPB ke pasar swalayan di wilayah Bogor didapatkan dari hasil produksi petani mitra. Komoditas yang diunggulkan oleh ADC-UF IPB adalah bayam hijau organik dan kangkung organik. Komoditas tersebut merupakan produk unggulan dari unit pemasaran ADC-UF IPB karena jumlah permintaan terhadap sayuran tersebut selalu lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran lainnya di setiap bulan. Jumlah permintaan bayam hijau organik dan kangkung organik yang tinggi, menunjukkan bahwa kedua komoditas tersebut merupakan sayuran yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini dibuktikan juga oleh tingginya produksi nasional terhadap komoditas bayam dan kangkung.

Berdasarkan statistik tanaman sayuran nasional, komoditas bayam dan kangkung mengalami fluktuasi produksi dari tahun ke tahun. Produksi tertinggi dicapai oleh bayam dan kangkung pada tahun 2009 dengan total produksi nasional sebesar 173.75 ton dan 360.992 ton. Selanjutnya angka produksi kembali turun di tahun 2010 dengan total produksi nasional untuk bayam dan kangkung adalah sebesar 152.334 ton dan 350.879 ton (Gambar 1).

Gambar 1 Produksi bayam dan kangkung di indonesia tahun 2006 – 2011 Sumber: BPS (2012)

(17)

5 juga terjadi pada petani mitra ADC-UF IPB yang mengusahakan bayam hijau organik dan kangkung organik. Teknik budidaya yang tidak menggunakan input pertanian berbahan kimia menjadi salah satu penyebab tingginya risiko produksi yang dihadapi. Akibat dari adanya risiko produksi dapat menyebabkan penurunan tingkat produktivitas dan pendapatan. Maka kajian mengenai risiko produksi cukup penting untuk dilakukan agar dampak kerugian yang diterima petani dapat diminimalisasi.

Penelitian terdahulu yang telah mengkaji risiko produksi bayam hijau organik menghasilkan nilai risiko produksi sebesar 26 persen dan 42 persen. Maka pada penelitian ini diduga akan menghasilkan nilai risiko produksi bayam hijau organik yang berada pada range antara 26-42 persen. Pada kasus ini dilakukan kepada para petani mitra ADC-UF IPB yang mengusahakan bayam hijau organik dan kangkung organik.

Perumusan Masalah

Saat ini ADC-UF IPB telah membudidayakan sebanyak tujuh jenis sayuran organik antara lain, bayam hijau, bayam merah, selada, kangkung, kailan, sawi sendok/ pakcoy, dan caisim. Semua jenis komoditas tersebut merupakan tanaman semusim yang berumur tiga sampai empat minggu. Sedangkan komoditas yang diunggulkan adalah bayam hijau organik dan kangkung organik. Komoditas tersebut merupakan produk unggulan dari unit pemasaran ADC-UF IPB karena jumlah permintaan terhadap sayuran tersebut selalu lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran lain pada setiap bulan. Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa permintaan terhadap bayam hijau organik dan kangkung organik untuk ritel

modern” seluruh Bogor selalu tertinggi dari bulan ke bulan. Permintaan pada Juli 2012, untuk kangkung organik mencapai sebesar 1135.25 kg, sedangkan bayam hijau organik mencapai 1184.35 kg.

Gambar 2 Permintaan pasar modern di bogor terhadap sayuran organik ADC-UF IPB 2011-2012

(18)

6

Permintaan ritel modern di Bogor terhadap bayam hijau organik dan kangkung organik sampai saat ini belum memenuhi target. Nilai selisih antara permintaan dan penjualan dari seluruh ritel modern di Bogor untuk komoditas bayam hijau organik dan kangkung organik disajikan pada Tabel 3. Pada tiga bulan terakhir yaitu antara Mei hingga Juli 2012, jumlah bayam hijau organik yang belum dapat terpenuhi berturut-turut adalah sebesar 254.80 kg, 255.65 kg dan 139.70 kg. Sedangkan pada kangkung organik sebesar 212.35 kg, 72.55 kg dan 124.8 kg.

Tabel 3 Permintaan dan penjualan bayam hijau organik dan kangkung organik pada ritel modern di bogor 2012

Bulan Komoditas Permintaan

(Kg)

Penjualan (Kg)

Permintaan yang Belum Terpenuhi (Kg) (%) Januari Bayam hijau organik 1210.20 708 502.20 41.50

Kangkung organik 118520 843.40 341.80 28.84 Februari Bayam hijau organik 1141 862 279 24.45 Kangkung organik 1085 918 167 15.39 Maret Bayam hijau organik 1208 1047 161 13.33 Kangkung organik 1078 888.80 189.20 17.55 April Bayam hijau organik 867 523 344 39.68 Kangkung organik 860.40 687 173.40 20.15 Mei Bayam hijau organik 1334.95 1080.15 254.80 19.09 Kangkung organik 1250.25 1037.90 212.35 16.98 Juni Bayam hijau organik 1049.90 794.25 255.65 24.35 Kangkung organik 954 881.45 72.55 7.60 Juli Bayam hijau organik 1184.35 1044.65 139.70 11.80 Kangkung organik 1.135,25 1.010,45 124,80 10,99 Sumber: Unit Pemasaran ADC-UF IPB (2012)

(19)

7 Tabel 4 Produksi bayam hijau organik dan kangkung organik 2012 yang

tersortasi

Bulan Komoditas

Produksi Petani

(Kg)

Total Penjualan

(Kg)

Produksi yang Tersortasi (Kg) (%) Mei Bayam hijau organik 1483 1080.15 402.85 27.16 Kangkung organik 1670 1037.9 632.1 37.85 Juni Bayam hijau organik 1283 794.25 488.75 38.09 Kangkung organik 1633 881.45 751.55 46.02 Juli Bayam hijau organik 1285 1044.65 240.35 18.70 Kangkung organik 1219 1010.45 208.55 17.11 Tingginya tingkat sortasi dari produksi kedua komoditas yang dihasilkan disebabkan oleh kualitas produksi yang rendah dan penanganan pasca panen yang kurang baik. Menurut pihak pemasaran ADC-UF IPB, dari kedua penyebab tingginya tingkat sortasi tersebut didominasi oleh rendahnya kualitas produksi yang dihasilkan dari petani mitra. Hal ini mengindikasikan adanya risiko produksi yang diduga disebabkan oleh, kondisi cuaca yang tidak menentu, serangan hama dan penyakit pada tanaman, cara budidaya, dan lain sebagainya.

Gambar 3 Produktivitas bayam hijau organik dan kangkung organik juni 2011-juni 2012

(20)

8

sayuran organik rentan terhadap hama penyakit saat musim hujan yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas. Namun, produktivitas bayam hijau organik dan kangkung organik justru mengalami peningkatan.

Dampak dari fluktuasi produktivitas, bagi petani mitra menyebabkan ketidakpastian terhadap perolehan pendapatan. Sedangkan bagi pasar ADC-UF IPB, hal tersebut dapat mengurangi minat retailer yang tidak mendapat pasokan secara kontinu dengan kualitas sesuai standar. Berdasarkan uraian tersebut, maka dirumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu:

1. Apa saja sumber risiko produksi yang terdapat pada usahatani bayam hijau organik dan kangkung organik?

2. Bagaimana tingkat risiko produksi spesialisasi dan diversifikasi pada petani mitra ADC-UF yang aktif mengusahakan bayam hijau organik dan kangkung organik?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui sumber risiko apa saja yang dapat mempengaruhi produksi dari

bayam hijau organik dan kangkung organik.

2. Menganalisis tingkat risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dan diversifikasi dari bayam hijau organik dan kangkung organik yang diusahakan oleh petani mitra ADC-UF IPB.

Manfaat Penelitian

Manfaat dilaksanakannya penelitian ini antara lain :

1. Bagi penulis, diharapkan mampu mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan dan dapat mencari solusi bagi permasalahan yang timbul dalam kehidupan masyarakat.

2. Bagi ADC-UF IPB, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan mengenai kemitraan dan strategi dalam penanganan risiko produksi bayam hijau organik dan kangkung organik yang diusahakan oleh petani mitra ADC-UF IPB.

3. Bagi petani mitra ADC-UF IPB, penelitian ini dapat memberikan gambaran dalam mengelola risiko yang terjadi dalam usahataninya.

4. Masyarakat akademik, penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu dan wawasan mengenai tingkat risiko produksi bayam hijau organik dan kangkung organik serta sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

(21)

9 dibandingkan komoditas lainnya. Penelitian ini menggunakan data time series

produksi bayam hijau organik dan kangkung organik dari Juni 2011 - Juni 2012. Selain itu, karena keterbatasan peneliti maka kajian mengenai analisis pendapatan usahatani tidak dilakukan.

TINJAUAN PUSTAKA

Pertanian Organik

Terdapat banyak definisi dari pertanian organik. Namun secara sederhana pertanian organik diidentikkan dengan cara budidaya yang menggunakan bahan alami. Mulai dari perlakuan menggunakan benih, pupuk, pengendalian hama dan penyakit sampai perlakuan pascapanen, tidak sedikit pun melibatkan zat kimia. Budidaya pertanian organik yang demikian, dapat menciptakan kesehatan, baik bagi manusia maupun lingkungan.

Pakar pertanian Barat menyebutkan bahwa sistem pertanian organik

merupakan “hukum pengembalian (low of return)” yang berarti suatu sistem yang

berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman. Filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan prinsip-prinsip memberi makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plants), dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman (Sutanto, 2002).

Menurut Hippocrates, Bapak ilmu kedokteran dalam Winangun 2005, mengatakan bahwa makanan adalah dasar dari kesehatan dan makanan adalah obat yang terbaik bagi tubuh kita. Maksud makanan disini adalah makanan yang terbebas dari polusi udara, polusi tanah, dan polusi air. Makanan yang sehat dan bersifat organik tersebut hanya dapat dihasilkan oleh suatu sistem pertanian organik.

Sistem pertanian organik berpijak pada kesuburan tanah sebagai kunci keberhasilan produksi dengan memperhatikan kemampuan alami dari tanah, tanaman, dan hewan untuk menghasilkan kualitas yang baik bagi hasil pertanian dan lingkungan (Winangun, 2005). Menurut IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movements), prinsip pertanian organik terbagi menjadi 4, yaitu3:

1. Prinsip Kesehatan

Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia, dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan.

2. Prinsip Ekologi

3

[IFOAM] International Federation of Organic Agriculture Movements.

(22)

10

Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan. Bekerja, meniru, dan berusaha memelihara sistem dan siklus ekologi kehidupan.

3. Prinsip Keadilan

Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama.

4. Prinsip Perlindungan

Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup.

Produk pertanian organik dicirikan dengan mempunyai label sertifikasi atau penjamin mutu. Salah satu lembaga sertifikasi jaminan mutu pertanian organik di wilayah Bogor adalah Board of Indonesia Organic Certification

(BIOCert). BIOCert telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional [KAN] dan telah diverifikasi oleh Otoritas Kompeten Pertanian Organik [OKPO] Departemen Pertanian Republik Indonesia [RI] sebagai lembaga sertifikasi organik yang kompeten mengacu pada Panduan KAN 901-2006 tentang Persyaratan Beroperasinya Lembaga Sertifikasi Organik. Adanya lembaga sertifikasi ini diharapkan mampu menjembatani kepercayaan terhadap produk organik melalui layanan penjamin mutu khususnya kepada kelompok tani skala kecil.

Kualitas dalam menjaga mutu sayuran organik adalah hal yang diutamakan. Ciri-ciri fisik dari sayuran organik antara lain4:

1. Sebagian daun atau buah organik berlubang karena dimakan ulat

Ciri ini menunjukkan produk aman untuk dikonsumsi, karena pertanian organik tidak menggunakan pestisida untuk mengatasi hama. Namun tidak semua sayur dan buah organik harus berlubang atau berpenampilan buruk, akan tetapi bisa juga bagus, mulus karena memang tepat sedang musimnya dan pengendalian hama terpadunya baik.

2. Rasa buah dan sayuran organik umumnya lebih segar, tahan lamadan tidak mudah busuk, serta bertekstur lebih renyah, padat, dan aroma yang lebih kuat.

3. Umumnya mempunyai warna lebih kontras dan tidak mengkilat.

Mengkilat adalah tanda buah sudah dilapisi lilin agar awet dalam penyimpanan.

Budidaya Sayuran Semusim

Salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian adalah subsektor hortikultura. Nilai PDB Hortikultura berdasarkan harga yang berlaku tahun 2007-2010

4

(23)

11 mengalami peningkatan dan menunjukkan bahwa komoditas sayuran menempati urutan kedua terbesar setelah buah-buahan dalam menyumbang nilai PDB Hortikultura (Tabel 1). Perbedaaan membudidayakan sayuran konvensional/ nonorganik dengan organik terletak pada perlakuan perawatannya. Pada sayuran organik tidak diperbolehkan menggunakan input apapun dari bahan kimiawi dan melakukan pemeliharaan yang lebih intensif. Sementara, untuk syarat tumbuh, cara penanaman, dan pemanenannya antara sayuran nonorganik dengan organik adalah sama.

Budidaya Bayam (Amaranthus sp.)

Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tumbuhan yang biasa ditanam untuk dikonsumsi daunnya sebagai sayuran hijau. Tumbuhan ini dikenal sebagai sayuran dengan kandungan zat besi yang berguna bagi penderita anemia. Kandungan zat besi pada bayam relatif lebih tinggi dibandingkan sayuran daun lain.

Penggolongan jenis bayam dibedakan menjadi dua macam, yaitu bayam liar dan bayam budidaya. Bayam liar terdiri atas dua jenis, yaitu bayam tanah (Amaranthus blintum) dan bayam berduri (Amaranthus spinostis). Ciri utama bayam liar adalah batangnya berwarna merah dan daunnya yang kaku bahkan berduri. Sementara untuk jenis bayam budidaya dibedakan atas dua macam, yaitu bayam cabut dan bayam tahunan. Perbedaan dari bayam cabut dan bayam tahunan terletak pada akar dari bayam tahunan yang lebih panjang. Pada penelitian ini mengkaji mengenai bayam budidaya untuk jenis bayam cabut.

Bayam termasuk kedalam sayuran dataran tinggi, tetapi tetap dapat hidup di dataran rendah. Bayam dapat tumbuh baik pada tanah yang subur dan gembur dengan derajat kemasaman (pH) bekisar 6-7. Bayam tidak dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki pH lebih tinggi atau lebih rendah (Susila 2006).

Pengolahan tanah untuk semua jenis bayam hampir sama. Namun untuk bayam tahunan, pencangkulan lubang dibuat lebih dalam karena memiliki akar yang lebih panjang dibandingkan bayam cabut. Ketika sedang mengolah tanah, secara bersamaan dilakukan pemberian pupuk dasar. Bendengan penanaman dibuat dengan ukuran (1 x 5) m. Sebaiknya bendengan dibuat lebih tinggi untuk mencegah keluarnya benih bayam pada saat disiram. Jarak antara bendengan dimanfaatkan untuk membuat parit agar memudahkan pada proses penyiraman.

Sebelum benih ditabur perlu dicampurkan abu dengan perbandingan 1 : 10 (10 untuk abu) agar penaburan benih merata dan tidak bertumpuk-tumpuk. Benih bayam dapat ditaburkan pada garitan yang dibuat menurut baris sepanjang bendengan dengan jarak antar baris sekitar 20 cm. Jumlah benih yang diperlukan pada lahan seluas 1 Ha adalah sekitar 5-10 kg. Benih yang sudah ditabur segera ditutup tanah tipis secara merata. Kemudian disiram dengan menggunakan gembor penyiraman. Penyiraman sendiri dilakukan setiap pagi dan sore hari kecuali jika turun hujan.

(24)

12

Penyakit yang sering menyerang pada bayam adalah sebagai berikut (Susila 2006):

1. Downy mildew

Ciri-ciri bayam yang terserang penyakit ini adalah daun bagian atas menguning, daun bagian bawah berwarna hijau keunguan pada akhirnya berwarna cokelat. Sering timbul bila ditanam pada musim hujan. Pencegahan dapat dilakukan dengan memetik daun yang diserang, sedangkan pemberantasan dapat dilakukan dengan Dithane M-45 dosis 1.5-2 g/L.

2. Spinach blight (oleh Virus Mozaik cucumber)

Ciri-ciri bayam yang terserang penyakit ini adalah daun menyempit, mengecil, menggulung dan mengkerut, serta permukaan daun muda menguning. Tanaman yang terinfeksi harus segera dimusnahkan agar tidak meluas. Pencegahan dilakukan dengan penyiangan gulma, penyemprotan lalat pembawa virus dengan Ambus 2 EC atau Lannate 2 EC 2 g/L.

3. Left spot (noda daun)

Ciri-ciri bayam yang terserang penyakit ini adalah timbul noda cokelat pada setengah bagian daun, dan dapat meluas sehingga menghancurkan daun. Gangguan ini dapat disebabkan oleh kekurangan unsur Mn. Pemberantasan untuk tanaman yang sudah terserang adalah dengan cara dihancurkan agar tidak meluas. Sedangkan untuk tanaman yang belum terserang pencegahan dilakukan dengan cara penyemprotan Dithane M-45 dosis 1.5-2 g/L. Upaya penanggulangan adalah diberi Multitonik (pupuk yang mengandung Mn) yang dosisnya disesuaikan dengan kebutuhan, atau dengan pemberian kapur pada saat pengolahan tanah terutama pada tanah yang kekurangan Mn.

Budidaya Kangkung (Ipamoea reptans)

Kangkung adalah tanaman akuatik atau semiakuatik yang ditemukan di banyak wilayah tropika dan subtropika. Tanaman mudah ditanam, produktif, dan bergizi tinggi ini biasanya diproduksi sepanjang tahun. Menurut Rubatzy dan Yamaguchi 1999, ada dua tipe kangkung yang diusahakan, yaitu (1) kangkung darat (ching quat), yang dapat tumbuh baik di tanah lembab atau lingkungan semiakuatik dan (2) kangkung air (pak quat), yang dapat dibudidayakan di lingkungan tergenang. Sementara pada penelitian ini mengkaji tipe kangkung darat.

Perbedaan kangkung darat dan kangkung air dapat dilihat dari ciri fisik. Kangkung darat berforma daun sempit, bunga putih, dan batang hijau. Sedangkan kangkung air berforma daun lebar berbentuk mata anak panah, bunga merah jambu dan batang putih.

Kangkung darat dapat tumbuh dengan baik pada jumlah curah hujan bekisar antara 500-5000 mm/tahun. Pada musim hujan pertumbuhan tanaman kangkung sangat cepat dan subur, dengan syarat di sekelilingnya tidak tumbuh rumput liar. Dengan demikian, pada umumnya kangkung kuat menghadapi rumput liar sehingga dapat tumbuh di padang rumput, kebun atau ladang yang sedikit rimbun.

(25)

13 Pertumbuhan pada kangkung darat tidak bisa pada tanah yang tergenang, karena akar akan mudah membusuk. Sedangkan kangkung air membutuhkan tanah yang selalu tergenang oleh air.

Tanaman kangkung membutuhkan tanah yang datar bagi pertumbuhannya. Sebab tanah yang memiliki kemiringan tinggi tidak dapat mempertahankan kandungan air secara baik. Sementara baik kangkung darat maupun kangkung air dapat tumbuh dan berproduksi baik di dataran rendah sampai tinggi (pegunungan) ± 2000 meter diatas permukaan laut.

Menurut Susila (2006), hama dan penyakit yang biasa menyerang tanaman kangkung umumnya relatif tidak ganas, antara lain: belalang dan ulat. Penyakit jamur yang lazim menyerang tanaman kangkung adalah karat putih (Albugo Ipomoea panduratae) yang peka terhadap Dithane M-45 atau Benlate.

Kajian Risiko Produksi Sayuran Organik

Setiap pelaku usaha di dalam menjalankan usahatani akan selalu menghadapi risiko. Setiap risiko terdapat sumber-sumber risiko yang harus diidentifikasi terlebih dahulu. Tujuannya untuk mengetahui penyebab risiko itu terjadi dan dampak atau kerugian terhadap pendapatan petani. Terdapat beberapa penelitian yang mengkaji terkait pengidentifikasian sumber-sumber risiko dalam berbagai usaha. Penelitian mengenai analisis risiko produksi sayuran organik telah dilakukan oleh Taringan (2009), Sembiring (2010) dan Cher (2011).

Identifikasi sumber-sumber risiko produksi sayuran organik yang dilakukan oleh Taringan (2009) sama seperti Sembiring (2010). Hasil identifikasi mengenai sumber-sumber risiko dalam usaha sayuran organik pada kedua penelitian tersebut didapatkan bahwa sumber risiko yang terjadi pada proses produksi antara lain curah hujan, tingkat kesuburan lahan, serta serangan hama dan penyakit.

Curah hujan yang rendah akan menyebabkan produktivitas sayuran organik meningkat. Hal ini dikarenakan sayuran organik pada curah hujan yang rendah tidak rentan terhadap serangan hama dan penyakit (Taringan 2009). Sementara menurut Sembiring (2010), curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan kebusukan pada tanaman. Oleh karena itu curah hujan yang sesuai untuk sayuran organik adalah curah hujan yang rendah.

Menurut Taringan (2009) dan Sembiring (2010), lahan yang subur akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan lahan yang kurang subur. Oleh karena itu lahan yang digunakan pada sayuran organik harus dilakukan pembersihan lahan terlebih dahulu, kemudian dilakukan penggemburan dan diberi pupuk kandang. Tujuannya adalah untuk mengembalikan unsur hara tanah sehingga dalam penanaman akan memberikan hasil yang baik.

(26)

14

bulu (Cut worm). Sedangkan penyakit yang sering menyerang sayuran organik adalah penyakit bercak daun, busuk basah, busuk daun dan virus mozaik.

Kemudian penelitian yang telah dilakukan oleh Cher (2011) menghasilkan sumber-sumber risiko produksi yang sama pada penelitian Taringan (2009) dan Sembiring (2010). Namun, pada penelitian ini faktor kabut juga mempengaruhi produktivitas sayuran organik. Karena kabut yang timbul menyebabkan kelembaban udara menjadi tinggi sehingga membuat tanaman mudah rusak dan busuk.

Alat analisis yang digunakan oleh Taringan (2009), Sembiring (2010) dan Cher (2011) dalam menganalisis risiko produksi sayuran organik adalah sama. Alat analisis tersebut yaitu, variance, standard deviation dan coefficient variation

yang dilakukan pada kegiatan spesialisasi dan portofolio.

Hasil penelitian Taringan (2009) dari kegiatan spesialisasi risiko produksi berdasarkan produktivitas menunjukkan bahwa risiko paling tinggi terdapat pada bayam hijau organik yaitu 0.225. Artinya, setiap satu kilogram bayam hijau organik yang dihasilkan per meter, maka risiko yang dihadapi sebesar 0.225 kilogram. Sedangkan risiko paling rendah adalah cabai keriting organik yakni 0.048 yang artinya setiap satu kilogram cabai keriting organik yang dihasilkan per meter, maka risiko yang dihadapi sebesar 0.048 kilogram. Hal ini dikarenakan dari keempat komoditas yang diteliti, bayam hijau organik merupakan komoditas yang paling rentan terhadap hama dan penyakit terutama pada musim penghujan.

Sementara risiko spesialisasi berdasarkan pendapatan bersih menunjukkan bahwa cabai keriting organik memiliki risiko produksi tertinggi yaitu 0.80 dan brokoli organik memiliki risiko produksi terendah yaitu 0.16. Hal ini dikarenakan dari keempat komoditas yang diteliti, penerimaan yang diterima cabai keriting organik lebih kecil sedangkan biaya yang dikeluarkan tinggi.

Sembiring (2010) menyimpulkan dari hasil kegiatan spesialisasi risiko produksi berdasarkan produktivitas dan pendapatan menunjukkan bahwa risiko paling tinggi terdapat pada brokoli organik dengan nilai coefficient variation 0.54 dan 0.80. Hal ini dikarenakan dari keempat komoditas yang diteliti, brokoli organik sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit terutama kondisi cuaca yang tidak pasti. Selain itu, biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi brokoli organik lebih tinggi dibandingkan tiga komoditas lainnya.

Cher (2011) menyimpulkan hasil dari kegiatan spesialisasi berdasarkan produktivitas menunjukkan bahwa tingkat risiko paling tinggi adalah brokoli organik dengan nilai coefficient variation sebesar 0.564. Artinya, setiap satu kilogram brokoli organik yang dihasilkan per meter, maka risiko yang dihadapi sebesar 0.564 kilogram. Selain brokoli organik, Cher (2011) juga menganalisis komoditas bayam hijau organik dan menghasilkan coefficient variation sebesar 0.422. Artinya, setiap satu kilogram bayam hijau organik yang dihasilkan per meter, maka risiko yang dihadapi sebesar 0.422 kilogram.

(27)

15 Setelah menganalisis risiko produksi pada kegiatan spesialisasi selanjutnya menganalisis risiko produksi pada kegiatan diversifikasi. Taringan (2009), Sembiring (2010) dan Cher (2011) menyimpulkan hal yang sama mengenai diversifikasi. Hasil kegiatan diversifikasi dari ketiga penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kegiatan diversifikasi dapat meminimalkan risiko produksi. Kegiatan tersebut dapat mengurangi risiko produksi tetapi tidak dapat dihilangkan seluruhnya atau menjadi nol.

Selanjutnya adalah strategi dalam mengelola risiko produksi. Penanganan yang dilakukan Taringan (2009) dalam mengatasi risiko produksi adalah dengan cara pengembangan diversifikasi pada lahan yang ada, melakukan kemitraan produksi dengan petani sekitar dan meningkatkan manajemen pada perusahaan dengan melakukan fungsi-fungsi manajemen yang terarah dengan baik.

Lain halnya dengan Sembiring (2010), penanganan dalam mengatasi risiko produksi dilakukan dengan cara pengendalian hama dan penyakit tanaman, perlakuan pada saat pemanenan dan pengemasan, pengelolaan daerah perkebunan dan melakukan diversifikasi. Sementara, strategi penanganan risiko produksi yang diterapkan pada penelitian Cher (2011) adalah melakukan diversifikasi dan menerapkan fungsi manajemen yang mengutamakan fungsi pengontrolan.

Penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dikaji memiliki persamaan dalam hal obyek dan alat analisis yang digunakan. Obyek yang dikaji merupakan komoditas sayuran organik dengan alat analisis variance, standard deviation dan

coefficient variation. Sedangkan perbedaannya terdapat pada responden penelitian. Penelitian terdahulu memperoleh data dari perusahaan agribisnis, sedangkan penelitian ini memperoleh data dari para petani mitra ADC-UF IPB.

Responden penelitian ini merupakan petani bayam hijau organik dan kangkung organik yang bermitra dengan ADC-UF IPB. Pihak ADC-UF IPB merupakan sebuah lembaga yang codong meyerupai sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam bidang pertanian. Karena pihak ADC-UF IPB merupakan lembaga yang menghimpun, mengayomi dan membantu menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada petani organik berskala kecil. Cara bagaimana mengelola risiko produksi antara petani yang dibimbing oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan perusahaan agribisnis yang memproduksi produk organik diduga memiliki perbedaan.

(28)

16

Kajian Risiko Produksi Sayuran Non-Organik

Fluktuasi yang terjadi pada produktivitas dari suatu komoditas tertentu mengindikasikan adanya risiko produksi. Fluktuasi tersebut yang pada akhirnya menyebabkan ketidakpastian pendapatan. Kajian mengenai risiko produksi pada komoditas pertanian non-oganik sudah banyak dilakukan. Beberapa peneliti yang pernah melakukan kajian mengenai risiko produksi pada sayuran non-organik diantaranya, Utami (2009) dan Jamilah (2010).

Komoditas yang diteliti oleh Utami (2009) adalah bawang merah. Hasil identifikasi sumber-sumber risiko yang terdapat pada kegiatan produksi bawang merah antara lain cuaca iklim, hama penyakit dan tingkat kesuburan lahan. Kondisi cuaca dan iklim yang tidak menentu dapat mempengaruhi pertumbuhan bawang merah menjadi kurang baik dan dapat merangsang munculnya hama dan penyakit tanaman. Secara teknis, bawang merah merupakan tanaman yang cukup rentan terhadap kekeringan karena sistem perakarannya yang pendek. Di sisi lain, bawang merah tidak tahan terhadap air hujan maupun tempat-tempat yang selalu basah.

Kemunculan hama dan penyakit disebabkan oleh kondisi cuaca yang tidak dapat diprediksi. Hama dan penyakit yang biasa menyerang bawang merah adalah ulat daun, busuk akar, busuk daun, serangan cendawan, layu fusarium, tepung embun, krapak dan hama grandong. Serangan dari hama dan penyakit tersebut yang pada akhirnya dapat menyebabkan gagal panen bawang merah.

Kesuburan lahan merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas tanaman. Kesuburan lahan terkait dengan penggunaan pupuk dan obat-obatan karena berhubungan dengan unsur hara yang terkandung di dalam tanah. Penggunaan bahan kimia yang di luar batas dapat mengurangi bahkan merusak unsur organik di dalam tanah.

Penelitian dengan topik yang sama dilakukan juga oleh Jamilah (2010) yang menganalisis risiko produksi pada komoditas wortel dan bawang daun. Hasil identifikasi sumber-sumber risiko produksi pada kegiatan usahatani wortel dan bawang daun umumnya sama seperti pada Utami (2009) yaitu, faktor cuaca dan iklim, pengendalian hama dan penyakit tanaman, serta tingkat kesuburan lahan. Namun pada penelitian Jamilah (2010) efektivitas penggunaan input dan keterampilan sumberdaya manusia yang kurang, ikut menjadi sumber risiko produksi pada usahatani wortel dan bawang daun. Sebagian besar petani menggunakan input produksi berdasarkan pengalaman saja dan tidak sesuai dengan SOP yang ada, sehingga menyebabkan penggunaan input menjadi kurang efektif.

Hasil identifikasi sumber-sumber risiko pada sayuran non-organik yang telah dilakukan oleh Utami (2009) dan Jamilah (2010), umumnya sama dengan sumber risiko yang dihadapi sayuran organik pada penelitian Taringan (2009), Sembiring (2010) dan Cher (2011). Sumber-sumber risiko tersebut antara lain, curah hujan, hama dan penyakit serta tingkat kesuburan lahan. Budidaya pada sayuran organik yang tidak boleh menggunakan bahan kimia menyebabkan sulitnya dalam merawat sayuran tersebut. Sulitnya merawat dalam membudidayakan sayuran organik menyebabkan tingginya risiko produksi.

(29)

17 dan coefficient variation. Selain menganalisis risiko produksi, Utami (2009) juga menganalisis perilaku penawaran menggunakan regresi linier berganda.

Hasil perhitungan Utami (2009), nilai risiko spesialisasi berdasarkan produktivitas pada komoditas bawang merah adalah sebesar 0.203. Artinya setiap satu kilogram bawang merah yang dihasilkan per meter maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0.203 kilogram. Sedangkan hasil regresi linier berganda menunjukkan bahwa terdapat dua variabel yang berpengaruh nyata terhadap perilaku penawaran bawang merah, yaitu variabel biaya obat dan variabel nilai ekspektasi produksi.

Hasil penelitian Jamilah (2010) menyimpulkan bahwa nilai risiko produksi wortel berdasarkan return produktivitasnya adalah sebesar 0.26 atau 26 persen. Artinya, untuk setiap satu kilogram hasil produksi per meter yang diperoleh petani wortel, maka risiko yang dihadapi adalah sebesar 0.26 kilogram atau 26 persen. Sedangkan risiko produksi bawang daun berdasarkan return produktivitasnya adalah sebesar 0.29 atau 29 persen. Artinya, untuk setiap satu kilogram hasil produksi per meter yang diperoleh petani bawang daun, maka risiko yang dihadapi adalah sebesar 0.29 kilogram atau 29 persen.

Setelah sumber-sumber risiko produksi berhasil diidentifikasi dan perhitungan risiko produksi berhasil diperoleh, selanjutnya adalah menerapkan penanganan dalam mengelola risiko produksi. Penelitian Utami (2009) dalam mengelola risiko produksi pada usahatani bawang merah adalah dengan cara, pengaturan pola tanam yang teratur dan sesuai dengan pola tanam dari Dinas Pertanian Kabupaten Brebes, menerapkan pengendalian hama penyakit tanaman dengan memperhatikan aspek lingkungan dan kesehatan, melakukan pengelolaan pasca panen dan menyimpan atau menjual hasil panen.

Sementara itu, strategi penanganan risiko yang bisa dilakukan oleh petani wortel dan bawang pada penelitian Jamilah (2010), antara lain: 1) a. untuk wortel, penyiraman pada musim kemarau dilakukan sesuai kebutuhan pada pagi atau sore hari dan penyiraman juga harus dilakukan pada bendengan sebelum benih wortel disebar, b. untuk bawang daun, penyiraman pada musim kemarau dilakukan satu minggu sekali pada pagi atau sore hari, atau menggunakan mulsa plastik, 2) menerapkan Pengendalian Hama secara Terpadu (PHT). Penyemprotan dengan pestisida harus dihentikan dua minggu sebelum wortel dan bawang daun dipanen. Selanjutnya melakukan penyiangan selama musim tanam, untuk wortel sebanyak tiga kali sedangkan bawang daun hanya satu kali. Pemeliharaan bawang daun dilanjutkan dengan pembumbunan sebanyak dua kali selama musim tanam, 3) meningkatkan kesuburan lahan dengan cara pemupukan dan merotasikan pola tanam yang tepat, 4) menggunakan variabel input yang sesuai dengan SOP, 5) peningkatkan SDM dengan cara mengikuti pelatihan dan penyuluhan budidaya wortel dan bawang daun, dan 6) melakukan diversifikasi dengan cara tumpang sari.

(30)

18

Sayuran organik memiliki risiko produksi yang lebih tinggi dibandingkan sayuran non-organik. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil coefficient variation dari penelitian terdahulu. Nilai risiko produksi yang dihasilkan antara brokoli organik dan bayam hijau organik (Cher 2011) memiliki risiko produksi yang lebih tinggi dibandingkan bawang merah (Utami 2009), wortel dan bawang daun (Jamilah 2010). Nilai tersebut dapat disajikan pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5 Nilai coefficient variation pada sayuran organik dan non-organik

No Sayuran Komoditas Coefficient Variation

1 Organik Brokoli 0.564

2 Organik Bayam hijau 0.422

3 Non-organik Bawang daun 0.290

4 Non-organik Wortel 0.260

5 Non-organik Bawang Merah 0.203

Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai coefficient variation sayuran organik lebih tinggi dibandingkan sayuran non-organik. Semakin besar nilai coefficient variation maka semakin besar risiko produksi yang dihadapi. Artinya, risiko produksi yang dihadapi oleh sayuran organik lebih tinggi dibandingkan sayuran non-organik. Hal ini salah satunya dikarenakan, input yang digunakan dalam membudidayakan sayuran organik bersifat alami yang tidak mengandung unsur kimia. Misal, jika pada sayuran organik sudah terserang hama dan penyakit, maka akan sulit disembuhkan. Hal ini dikarenakan pada sayuran organik tidak diberikan pestisida kimia yang dapat dengan cepat memberantas hama penyakit.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berasal dari penelusuran beberapa teori yang relevan dengan masalah penelitian. Berfungsi sebagai landasan penelitian yang telah dilakukan. Adapun kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini, dijelaskan pada sub bab-sub bab berikut.

Definisi dan Konsep Risiko

Kata risiko banyak ditafsirkan dalam berbagai pengertian. Risiko dapat didefinisikan sebagai bentuk keadaan ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya dengan keputusan yang diambil berdasarkan berbagai pertimbangan pada saat ini (Fahmi, 2010). Sedangkan menurut Vaughan yang diterjemahkan oleh Darmawi (2006) mengemukakan beberapa definisi risiko sebagai berikut :

1. Risk is the chance of loss (risiko adalah kans kerugian)

(31)

19 dipakai dalam statistik, maka chance sering dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya situasi tertentu.

2. Risk is the possibility of loss (risiko adalah kemungkinan kerugian)

Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada di antara nol dan satu. Definisi ini sering mendekati dengan pengertian risiko yang dipakai sehari-hari, akan tetapi definisi ini sedikit longgar dan tidak cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif.

3. Risk is uncertainty (risiko adalah ketidakpastian)

Risiko berhubungan dengan ketidakpastian, maka risiko sama artinya dengan ketidakpastian.

Kesimpulan pengertian risiko pada point (1), (2) dan (3) di atas dapat dipahami bahwa risiko mengandung arti kemungkinan kerugian dan

ketidakpastian. Konsep lain yang berkaitan dengan risiko adalah “hazard” dan

peril”. Risiko, hazard dan peril merupakan tiga istilah yang mempunyai pengertian berbeda. Namun pada dasarnya ketiga istilah tersebut mempunyai kaitan satu sama lain. Menurut Darmawi (2006), peril adalah suatu peristiwa yang dapat menimbulkan suatu kerugian. Hazard adalah keadaan dan kondisi yang dapat memperbesar kemungkinan suatu peril. Akibat terjadinya suatu peril ini akan menimbulkan satu kerugian atau kerusakan pada diri seseorang atau harta miliknya. Kedua istilah tersebut erat hubungannya terhadap kemungkinan dari pada risiko.

Bentuk dan Sumber Risiko

Seperti yang telah disebutkan bahwa “hazard” adalah suatu keadaan yang

dapat memperbesar kemungkinan terjadinya suatu “peril”. Artinya, banyak

berbagai keadaan yang dapat menimbulkan suatu kerugian. Menurut Darmawi (2006) risiko mempunyai empat bentuk yakni:

a) Fisik, adalah suatu kondisi yang bersumber pada karekteristik secara fisik dari suatu obyek yang dapat memperbesar suatu kemungkinan terjadinya kerugian.

b) Moral, adalah suatu kondisi yang bersumber dari orang yang bersangkutan dan berkaitan dengan sikap mental atau pandangan hidup serta kebiasannya yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya suatu kerugian. Adanya kerugian ini karena sikap mental dari orang yang bersangkutan misalnya karena kelalaian di mana unsur kesengajaan terlihat.

c) Morale, meskipun pada dasarnya seseorang tidak menginginkan terjadinya suatu kerugian, akan tetapi merasa bahwa ia telah memperoleh jaminan baik atas diri maupun hartanya, maka seringkali menimbulkan kecerobohan atau kurang hati-hati.

Perbedaan bahaya moral dan morale adalah bahaya moral timbul apabila si tertanggung menciptakan kerugian untuk mendapatkan keuntungan berdasarkan polis asuransinya, sedangkan bahaya morale timbul karena si tertanggung tidak melindungi hartanya atau ia menjadi lalai karena hartanya diasuransikan.

(32)

20

Sementara, menentukan sumber risiko adalah hal penting agar dapat diketahui cara penanganannya. Sumber-sumber risiko dapat diklasifikasikan sebagai risiko sosial, risiko fisik, dan risiko ekonomi (Darmawi, 2006).

1. Risiko Sosial

Sumber utama risiko adalah masyarakat, artinya tindakan orang-orang menciptakan kejadian yang menyebabkan penyimpangan yang merugikan dari harapan kita. Orang-orang dapat menyebabkan kecelakaan yang menciderai diri mereka sendiri dan orang lain sehingga menyebabkan kerusakan harta dan jiwa yang besar.

2. Risiko Fisik

Ada banyak sumber risiko fisik yang sebagiannya adalah fenomena alam, sedangkan lainnya disebabkan kesalahan manusia. Banyak risiko yang kompleks sumbernya terutama kategori fisik seperti : kebakaran, dan cuaca. 3. Risiko Ekonomi

Banyak risiko yang dihadapi seseorang itu bersifat ekonomi, seperti inflasi, fluktuasi lokal, dan ketidakstabilan perusahaan individu, dan sebagainya.

Lain halnya dengan risiko pada bidang pertanian. Risiko yang terdapat pada bidang pertanian memiliki sifat yang khas dan unik. Menurut Harwood et al

(1999), terdapat beberapa sumber risiko pada aktivitas pertanian, diantaranya adalah:

1. Production or yield risk

Risiko produksi adalah risiko yang ditimbulkan oleh kegiatan produksi. Risiko ini terjadi karena dalam kegiatan pertanian banyak hal yang tidak dapat dikendalikan. Hal tersebut berhubungan dengan cuaca seperti, curah hujan, suhu, serta serangan hama dan penyakit. Selain cuaca, teknologi juga dapat menimbulkan risiko dalam kegiatan pertanian. Penggunaan teknologi baru secara cepat tanpa adanya penyesuaian sebelumnya, justru dapat menurunkan produktivitas, gagal panen, dan lain sebagainya.

2. Price or Market Risk

Risiko pasar adalah risiko yang ditimbulkan oleh pasar terkait harga output dan harga input. Di bidang pertanian, kegiatan produksi pada umumnya memiliki proses yang panjang, sementara pasar bersifat kompleks dan dinamis. Oleh karena itu, petani belum tentu mendapatkan harga yang sesuai dengan yang diharapkan pada saat panen. Sedangkan risiko harga adalah risiko yang ditimbulkan oleh harga antara lain harga input yang berfluktuasi, ketidakpastian harga output yang akhirnya berpengaruh pada

return yang diperoleh petani.

3. Institutional Risk

(33)

21

4. Financial Risk

Risiko finansial dihadapi petani ketika meminjam modal dari institusi seperti bank. Risiko ini berkaitan dengan fluktuasi dari tingkat suku bunga pinjaman (interest rate).

Manajemen Risiko

Dalam dunia bisnis selalu ada yang namanya risiko. Agar risiko tidak menghalangi kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan/ pelaku usaha, maka risiko harus dikelola dengan sebaik-baiknya. Manajemen risiko adalah suatu bidang ilmu yang membahas tentang bagaimana suatu organisasi menerapkan ukuran dalam memetakan berbagai permasalahan yang ada dengan menempatkan berbagai pendekatan manajemen secara komprehensif dan sistematis (Fahmi, 2010). Lebih lanjut, dengan diterapkannya manajemen risiko di suatu perusahaan atau tempat usaha ada beberapa manfaat yang akan diperoleh, yaitu:

a. Perusahaan atau pelaku usaha memiliki ukuran kuat sebagai pijakan dalam mengambil setiap keputusan, sehingga para manajer atau pengambil keputusan menjadi lebih berhati-hati (prudent) dan selalu menempatkan ukuran-ukuran dalam berbagai keputusan.

b. Mampu memberikan arah bagi suatu perusahaan atau pelaku usaha dalam melihat pengaruh-pengaruh yang mungkin timbul baik secara jangka pendek dan jangka panjang.

c. Mendorong para manajer atau pengambil keputusan dalam mengambil keputusan untuk selalu menghindari risiko dan menghindari dari pengaruh terjadinya kerugian khususnya kerugian dari segi finansial.

d. Memungkinkan perusahaan atau pelaku usaha memperoleh risiko kerugian yang minimum.

e. Adanya konsep manajemen risiko (risk manajemen concept) yang dirancang secara detail artinya perusahaan atau pelaku usaha telah membangun arah dan mekanisme secara suistanaible (berkelanjutan).

Ada beberapa tahap yang harus dilaksanakan oleh suatu perusahaan atau pelaku usaha khususnya di bidang agribisnis dalam mengimplementasikan manajemen risiko secara komprehensif. Menurut Kountur (2004), proses itu dimulai dengan mengidentifikasi risiko-risiko yang dihadapi, setelah itu mengukur besarnya kemungkinan dan konsekuensi dari risiko. Tujuan dari pengukuran tersebut adalah agar dapat memperoleh status risiko dan peta risiko, dimana status risiko merupakan ukuran yang menunjukkan tingkatan risiko sedangkan peta risiko menggambarkan letak sebaran risiko dalam peta. Hasil pengukuran tersebut (peta risiko dan status risiko) menjadi acuan perusahaan atau pelaku usaha untuk melakukan penanganan risiko.

Gambar 4 Tahapan dalam Proses Manajemen Risiko Sumber: Kountur (2004)

3. Penanganan 2. Pengukuran

(34)

22

Alternatif Strategi Penanganan Risiko pada Usaha Pertanian

Petani memiliki banyak pilihan atau strategi dalam mengelola risiko pertanian. Strategi ini nantinya yang akan digunakan untuk mencegah atau meminimalisasi dari kerugian usahataninya. Menurut Harwood et al (1999), beberapa strategi yang dapat dilakukan diantaranya:

1. Diversifikasi Usaha (Enterprise Diversification)

Diversifikasi adalah suatu strategi pengelolaan risiko yang biasa digunakan dengan melibatkan partisipasi lebih dari satu aktivitas. Strategi diversifikasi ini dilakukan dengan alasan bahwa apabila satu unit usaha memiliki hasil yang rendah maka unit-unit usaha yang lain mungkin akan memiliki hasil yang lebih tinggi. Contoh di bidang pertanian adalah dalam satu lahan ditanami oleh berbagai jenis tanaman seperti tomat dengan caisim.

2. Integrasi Vertikal (Vertical Integration)

Integrasi vertikal adalah salah satu strategi dalam payung kordinasi vertikal yang meliputi seluruh cara yang mana output dari satu tahapan produksi dan distribusi ditransfer ke tahapan produksi lain. Dari sisi petani, keputusan untuk melakukan integrasi vertikal tergantung pada banyak faktor, antara lain perubahan keuntungan dengan adanya integrasi vertikal, risiko pada kuantitas dan kualitas pasokan input (atau output) sebelum dan sesudah integrasi vertikal, dan faktor-faktor lainnya. Pengertian lain dari Integrasi vertikal adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan menjadi suatu perusahaan yang aktivitasnya berhubungan secara vertikal. Hubungan vertikal meliputi pengadaan bahan baku dan sumber daya lain, proses produksi, hingga pemasaran ke konsumen pengguna barang atau jasa. Contoh hubungan integrasi vertikal dalam bidang pangan adalah padi dari petani atau usaha pertanian, perusahaan penggilingan beras, sampai ke perusahaan perdagangan beras.

3. Kontrak Produksi (Production Contracts)

Kontrak produksi biasanya menetapkan dengan rinci suplai input produksi oleh pembeli, kualitas, dan kuantitas komoditas tertentu yang akan diproduksi, dan kompensasi yang akan dibayarkan kepada petani.

4. Kontrak Pemasaran (Marketing Contracts)

Kontrak pemasaran merupakan sebuah perjanjian baik secara tertulis maupun lisan, antara pedagang dan produsen tentang penetapan harga dan penjualan suatu komoditas sebelum panen atau sebelum komoditas siap dipasarkan. Kepemilikan komoditas saat diproduksi adalah milik petani, termasuk keputusan manajemen seperti menentukan varietas benih, penggunaan input, dan kapan waktunya.

5. Perlindungan Nilai (Hedging)

(35)

23 dapat mengurangi kondisi ketidakpastian tentang ekonomi masa datang bagi produsen, konsumen, dan pedagang.

6. Asuransi (Insurance)

Asuransi adalah sebuah kontrak berisikan perjanjian pihak yang diasuransikan dengan perusahaan atau pelaku usaha. Perusahaan atau pelaku usaha bersedia memberikan kompensasi atas kerugian yang dialami pihak yang diasuransikan. Premi asuransi akan diterima oleh pihak yang diasuransikan sebagai kompensasinya. Asuransi pertanian di Indonesia belum terwujud meskipun secara konseptual pengembangan ke arah itu sudah dicanangkan sejak tahun 1982, sehingga trend dalam bentuk implementasinya belum terlihat meskipun pernah dibentuknya Kelompok Kerja (POKJA) Persiapan Pengembangan Asuransi Panen.

Selain keenam strategi dalam mengelola risiko pertanian yang dipaparkan oleh Harwood et al (1999), di Indonesia sudah mulai dikembangkan sistem resi gudang sejak 2008 sebagai strategi dalam mengelola risiko pertanian.

7. Resi Gudang

Resi gudang (warehouse receipt) merupakan salah satu instrumen penting, efektif dan negotiable (dapat diperdagangkan) serta swapped

(dipertukarkan) dalam sistem pembiayaan perdagangan suatu negara. Disamping itu, Resi Gudang juga dapat dipergunakan sebagai jaminan (sollateral) atau diterima sebagai bukti penyerahan barang dalam rangka pemenuhan kontrak derivatif yang jatuh tempo, sebagaimana terjadi dalam suatu Kontrak Berjangka5. Resi Gudang ini telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 2006.

Kerangka Pemikiran Operasional

Saat ini petani mitra ADC-UF IPB telah membudidayakan sayuran organik sebanyak tujuh macam. Sayuran organik tersebut antara lain, bayam hijau, bayam merah, selada, kangkung, kailan, sawi sendok/ pakcoy dan caisim. Semua jenis komoditas tersebut merupakan tanaman semusim yang berumur tiga sampai empat minggu. Sedangkan komoditas yang diunggulkan adalah bayam hijau organik dan kangkung organik. Komoditas tersebut merupakan produk unggulan dari unit pemasaran ADC-UF IPB karena jumlah permintaan terhadap sayuran tersebut lebih banyak dibandingkan dengan sayuran lainnya.

Adanya selisih angka antara permintaan dan penjualan yang cukup besar, mengindikasikan rendah atau fluktuatifnya produksi dan produktivitas dari kedua komoditas yang dihasilkan oleh petani mitra. Rendah atau fluktuatifnya produksi dan produktivitas merupakan akibat dari tingginya angka sortasi pada kedua komoditas yang dihasilkan. Tingginya tingkat sortasi dari produksi kedua komoditas yang dihasilkan disebabkan oleh kualitas produksi yang rendah dan penanganan pasca panen yang kurang baik. Menurut pihak pemasaran ADC-UF IPB, dari kedua penyebab tingginya tingkat sortasi tersebut didominasi oleh

5

(36)

24

rendahnya kualitas produksi yang dihasilkan dari petani mitra. Hal ini mengindikasikan adanya risiko produksi yang diduga disebabkan oleh, kondisi cuaca yang tidak menentu, serangan hama dan penyakit pada tanaman, cara budidaya, dan lain sebagainya. Adanya risiko produksi dapat diketahui dari terjadinya fluktuasi pada produktivitas sayuran organik yang diusahakan.

Proses produksi yang dilakukan dengan sistem pertanian organik dan ramah bagi lingkungan lebih sulit dibandingkan dengan pertanian non-organik. Produktivitas sayuran organik mengalami penurunan kualitas dan kuantitas saat musim hujan tiba. Hal ini karena budidaya sayuran organik tergantung pada kondisi cuaca serta serangan hama dan penyakit. Pada budidaya sayuran non-organik, petani dapat langsung memberantas dengan mudah dan cepat hama penyakit yang menyerang sayuran dengan pestisida kimia. Lain halnya dengan budidaya sayuran organik yang hanya dapat menggunakan bahan organik, sehingga membutuhkan proses yang cukup lama dalam pemberantasan hama dan penyakit.

Permasalahan yang telah dipaparkan kemudian penting untuk dikaji. Karena dari adanya risiko produksi tersebut akan berdampak pada ketidakpastian perolehan pendapatan para petani, serta tidak terpenuhinya pasokan permintaan dari ritel modern di Bogor. Terdapat beberapa langkah dalam menganalisis risiko produksi bayam hijau organik dan kangkung organik pada penelitian ini.

Gambar

Tabel 2  Presentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut kelompok
Gambar 2  Permintaan pasar modern di bogor terhadap sayuran organik ADC-UF
Tabel 3  Permintaan dan penjualan bayam hijau organik dan kangkung organik
Tabel 4  Produksi bayam hijau organik dan kangkung organik 2012 yang tersortasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

1 point for an incorrect answer based on minor arithmetic errors with the correct procedure OR 1 point for the correct answer (or an answer based on an incorrect answer from part

BOBOT 1 Pretest test Tes tulisan (UTS) Menyebukan dan menjelaskan dengan benar ;seluruh materi pembelajaran pertemuan 1 Menyebukan & menjelaskan dengan benar ;sebagian

Karakter pahlawan yang muncul yang sama adalah berkaitan dengan nilai, moral dan karakter positif yang melekat pada diri individu konkret (tidak fiksi) dan cenderung

Begitu juga dengan investasi, bahwa semakin besar pendapatan seseorang maka semakin banyak tingkat konsumsinya pula, dan tingkat tabungannya pun akan semakin

SUGITEK PATIH PERKASA Jln.Tebet Barat Raya Rusun Harum Blk B Lt.Dasar No.9 RT.001 RW.008 Tebet Jakarta Selatan 01.596.113.9-015.000 Lulus dan tidak diundang. SATUAN KERJA

dilakukan pada penelitian yaitu : pengumpulan data dan pengembangan aplikasi web e- learning berbasis komponen.. Metode Pemngumpulan Data dan

Berdasarkan informasi kurva dispersif 2-D tersebut, seterusnya dilakukan analisis inversi untuk mendapatkan beberapa profil satu dimensi (1-D) dan profil dua dimensi (2-D)

Since 2009 Telkom expanded its business portfolio into TIMES: Telecommunication, Information, Media & Edutainment, and Service.. Telkom