POTENSI DAN PEMANFAATAN
HASIL HUTAN BUKAN KAYU JENIS KEMENYAN
(Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)
SKRIPSI
Oleh:
Donna Christy Pandiangan 101201155
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : “Potensi Dan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Jenis
Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat
Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)”
Nama : Donna Christy Pandiangan
NIM : 101201155
Program Studi : Kehutanan
Minat Studi : Teknologi Hasil Hutan
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Irawati Azhar, S.Hut., M.Si
Ketua Anggota
Riswan, S.Hut., M.Si
Mengetahui:
DONNA CHRISTY PANDIANGAN: Potensi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Jenis Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara). Dibimbing Oleh: IRAWATI AZHAR dan RISWAN.
Kemenyan merupakan hasil hutan bukan kayu yang memiliki potensi yang cukup tinggi diwilayah Sumatera Utara. Namun, belum ada penelitian tentang potensi dan pemanfaatan kemenyan secara khusus dikawasan hutan Batang Toru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi, pemanfaatan dan keanekaragaman jenis kemenyan di hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara. Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Mei 2014 dengan metode survei, inventarisasi, dan wawancara terhadap masyarakat. Data dianalisis secara deskriptif dan tabulasi.
Potensi kemenyan yang terdapat dilokasi penelitian sangat tinggi, dimana terdapat 133 tegakan kemenyan per hektar dan penyebaran kemenyan 2/3 dari lokasi penelitian. Jenis kemenyan yang ditemukan dilokasi penelitian ada 4 jenis. Styrax sumatrana J.J.SM atau Kemenyan Toba yang memiliki kelimpahan jenis yang paling tinggi baik pada tingkat semai hingga pohon yaitu 111.6, 114.1, 143.7, dan 124.3. Keanekaragaman jenis dan kemerataan Kemenyan dilokasi penelitian tergolong rendah. Pemanfaatan terbesar kemenyan oleh masyarakat sekitar hutan merupakan pendapatan utama rumah tangga, sebagai obat tradisional dan dupa.
DONNA CHRISTY PANDIANGAN: Potency and Utilized Non Wood Forest Product of Benzoin (Case Study: Batang Toru Forest West Block, Adiankoting District, North Tapanuli Regency). Supervised by IRAWATI AZHAR and RISWAN.
Benzoin is non wood forest product that has a high potention in North Sumatera. But, there’s no research about potency and utility of benzoin especially in Batang Toru forest not yet. The purpose of this research is to determine potency, utilization, and biodiversity of benzoin in Batang Toru Forest West Block, Adiankoting District, North Tapanuli Regency. This research was done in April-May 2014 by survey methods, inventaritation and interviewed with the society. Data was analyzed descriptively and using tabulation.
The potential of benzoin that found in research location is very high, which has 133 benzoin trees per hectare and distributing of benzoin 2/3 from around research location. There are 4 species of benzoin that found in Batang Toru. Styrax sumatrana J.J.SM or Sumatra benzoin has the highest abundance from seedling until tree is 111.6, 114.1, 143.7, and 124.3. Biodiversity and evenness of distribution benzoin in research location is very low. The biggest utilized of benzoin in around forest is the main income by people and household as traditional medicine, and incense.
Penulis lahir di Tarutung, Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Lahir
pada tanggal 26 Desember 1992 dari Ayah Victor Pandiangan dan Ibu Tumonggo
Hutabarat. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara.
Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri 178492 Perumnas
Silangkitang, Kecamatan Sipaholon, Tarutung, Sumatera Utara pada tahun 2004,
Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Tarutung, Sumatera Utara pada
tahun 2007, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Tarutung, Sumatera Utara
pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis lulus seleksi masuk perguruan tinggi
negeri di Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Program Studi Kehutanan,
Fakultas Pertanian.
Penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH)
di Hutan Pendidikan TAHURA Bukit Barisan Kabupaten Karo pada tahun 2012.
Kegiatan tersebut dilaksanakan selama 10 hari. Penulis juga melaksanaan Praktek
Kerja Lapang (PKL) di Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi pada tahun 2014
selama satu bulan. Penulis melakukan penelitian di Hutan Batang Toru Blok
Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara dengan judul “Potensi
Dan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Jenis Kemenyan (Studi Kasus: Hutan
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Potensi Dan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Jenis
Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting,
Kabupaten Tapanuli Utara)” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kehutanan.
Pada Kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada
ibu Irawati Azhar S.Hut., M.Si dan bapak Riswan S.Hut., M.Si selaku ketua dan
anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai
masukan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga
mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis bapak
Victor Pandiangan dan ibu Tumonggo Hutabarat yang telah memberi dukungan,
semangat, dana, serta doa selama ini. Abang dan adik terkasih Jaya Alexander
Pandiangan, Partogi Pandiangan, dan Grace Theresia Pandiangan yang telah
meluangkan waktu untuk tetap memberi dukungan, semangat serta doa.
Disamping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh
pihak-pihak yang membantu penyelesaian skripsi ini. Secara khusus untuk
sekretatis desa Banuaji IV bapak Jotmer Sitompul dan Penatua Agama Banuaji IV
bapak Hotben Siregar, masyarakat desa Banuaji IV, I dan Simate-mate, dan
rekan-rekan tim penelitian. Kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi
Kehutanan, Fakultas Pertanian, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat
disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam
Kondisi Umum Kecamatan Adiankoting ... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi Kemenyan ... 24
Analisis Vegetasi Kemenyan ... 27
Deskripsi Kemenyan ... 36
Pemanfaatan Kemenyan ... 42
Kualitas Getah Kemenyan ... 44
Teknik Pemanenan Kemenyan ... 48
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 53
Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 54
No. Halaman ta Titik Sebaran Kemenyan ... 26
5. ...Ti ngkat Total Persentase Individu Kemenyan... 35
6. ...K
emenyan Toba (Styrax sumatrana J.J.SM) ... 38
7. ...K
emenyan Durame (Styrax benzoin DRYAN) ... 39
8. ...K
emenyan Bulu (S. benzoine var. hiliferum)... 40
9. ...K
emenyan Dairi (Styrax sp.) ... 42
10. ...Al ur Pemasaran Kemenyan ... 43
11. ...K ualitas Getah Kemenyan dari Petani ... 45
12. ...K ualitas Getah Kemenyan di Pengumpul ... 45
14. ...Al at Tambahan Pemanenan Kemenyan ... 49
15. ...Al ur Penakikan Kemenyan ... 50
No. Halaman 1. ... Luas
dan Produksi Kemenyan di Kabupaten Tapanuli Utara ... 5
2. ... Standart Lokal Kualitas Kemenyan ... 10
3. ... Jenis kemenyan di Hutan Batang Toru Blok Barat ... 27
4. ... Analisis Data Kemenyan Tingkat Semai ... 28
5. ... Analisis Data Kemenyan Tingkat Pancang ... 30
6. ... Analisis Data Kemenyan Tingkat Tiang ... 32
7. ... Analisis Data Kemenyan Tingkat Pohon ... 33
8. ... Perbedaa n Kualitas Kemenyan di Pengumpul ... 46
9. ... Perbedaa n Harga Getah Kemenyan di Tingkat Petani ... 47
10. ... Perbedaa n Harga Getah Kemenyan di Tingkat Pengumpul ... 47
No. Hal 1. ... Kuision
er Responden untuk Mengetahui Budidaya dan Pemanenan Kemenyan di Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan
Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara ... 56
2. ... Karakteri stik Responden Pemanfaat Kemenyan di Hutan Batang
Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting ... 58
3. ... Kuisione r Responden untuk Mengetahui Potensi dan Teknik
Pemanenan Kemenyan di Hutan Batang Toru, Blik Barat ... 60
4. ... Titik Koordinat Kemenyan di Hutan Batang Toru Blok Barat,
Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara ... 62
5. ... Data Potensi dan Penyebaran Kemenyan ... 73
6. ... Foto Landscape Hutan Batang Toru, Blok Barat, Kecamatan
DONNA CHRISTY PANDIANGAN: Potensi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Jenis Kemenyan (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara). Dibimbing Oleh: IRAWATI AZHAR dan RISWAN.
Kemenyan merupakan hasil hutan bukan kayu yang memiliki potensi yang cukup tinggi diwilayah Sumatera Utara. Namun, belum ada penelitian tentang potensi dan pemanfaatan kemenyan secara khusus dikawasan hutan Batang Toru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi, pemanfaatan dan keanekaragaman jenis kemenyan di hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara. Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Mei 2014 dengan metode survei, inventarisasi, dan wawancara terhadap masyarakat. Data dianalisis secara deskriptif dan tabulasi.
Potensi kemenyan yang terdapat dilokasi penelitian sangat tinggi, dimana terdapat 133 tegakan kemenyan per hektar dan penyebaran kemenyan 2/3 dari lokasi penelitian. Jenis kemenyan yang ditemukan dilokasi penelitian ada 4 jenis. Styrax sumatrana J.J.SM atau Kemenyan Toba yang memiliki kelimpahan jenis yang paling tinggi baik pada tingkat semai hingga pohon yaitu 111.6, 114.1, 143.7, dan 124.3. Keanekaragaman jenis dan kemerataan Kemenyan dilokasi penelitian tergolong rendah. Pemanfaatan terbesar kemenyan oleh masyarakat sekitar hutan merupakan pendapatan utama rumah tangga, sebagai obat tradisional dan dupa.
DONNA CHRISTY PANDIANGAN: Potency and Utilized Non Wood Forest Product of Benzoin (Case Study: Batang Toru Forest West Block, Adiankoting District, North Tapanuli Regency). Supervised by IRAWATI AZHAR and RISWAN.
Benzoin is non wood forest product that has a high potention in North Sumatera. But, there’s no research about potency and utility of benzoin especially in Batang Toru forest not yet. The purpose of this research is to determine potency, utilization, and biodiversity of benzoin in Batang Toru Forest West Block, Adiankoting District, North Tapanuli Regency. This research was done in April-May 2014 by survey methods, inventaritation and interviewed with the society. Data was analyzed descriptively and using tabulation.
The potential of benzoin that found in research location is very high, which has 133 benzoin trees per hectare and distributing of benzoin 2/3 from around research location. There are 4 species of benzoin that found in Batang Toru. Styrax sumatrana J.J.SM or Sumatra benzoin has the highest abundance from seedling until tree is 111.6, 114.1, 143.7, and 124.3. Biodiversity and evenness of distribution benzoin in research location is very low. The biggest utilized of benzoin in around forest is the main income by people and household as traditional medicine, and incense.
Latar Belakang
Indonesia memiliki banyak keanekaragaman jenis tanaman hutan yang
telah diketahui manfaatnya baik secara langsung (tangible) maupun manfaat tidak
langsung (intangible). Di Indonesia terdapat 30.000 – 40.000 jenis tumbuhan baik
kayu maupun bukan kayu. Semenjak maraknya pembukaan ekspor kayu, kondisi
hutan Indonesia semakin mencemaskan, dimana laju degradasi hutan meningkat
sementara upaya merehabilitasi masih tergolong rendah. Melihat kondisi
perkayuan Indonesia semakin menurun ada baiknya Indonesia mulai mengelolah
hasil hutan bukan kayu (HHBK) terutama jenis-jenis yang merupakan andalan
dari suatu wilayah setempat yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat
setempat. Beberapa jenis hasil hutan bukan kayu yang cukup berperan dalam
meningkatkan ekonomi masyarakat setempat yang dapat diperdagangkan didalam
dan diluar negeri antara lain rotan, bambu, kopal, resin/tanin, getah, kayu manis,
gaharu, dan lain-lain.
Pengelompokan hasil hutan bukan kayu (HHBK) meliputi 3 (tiga) bagian
antara lain: kelompok nabati, kelompok hewani, dan kelompok jasa lingkungan.
Salah satu ruang lingkup dari kelompok nabati adalah kelompok getah-getahan.
Getah tersebut dapat berupa getah gambir, getah kemenyan, dan getah pinus.
Kemenyan adalah sejenis getah yang dihasilkan oleh pohon kemenyan
(Styrax spp) melalui proses penyadapan. Sebagai salah satu hasil hutan bukan
kayu getah kemenyan dapat diolah dan dimanfaatkan untuk berbagai kegunaan.
Hutan Bukan Kayu, kemenyan ditetapkan sebagai salah satu hasil hutan bukan
kayu (HHBK) nabati yang masuk dalam kelompok resin.
Kemenyan atau gum benzoin di dalam perdagangan biasa disebut sebagai
“sumatra benzoin”. Kemenyan merupakan “balsamic resin” yang diperoleh dari
hasil pelunakan batang pohon Styrax benzoin Dryand atau Styrax paralleloneurus
Perkins, sedangkan yang dihasilkan dari Styrax tonkinensis (Pierre) atau
kemungkinan juga dari jenis-jenis lain dikenal dengan nama “siam benzoin”.
Styrax berasal dari bahasa Yunani kuno “storax” yaitu nama yang digunakan
untuk gum/getah yang berbau harum atau juga untuk pohon yang
menghasilkannya. Sedangkan “benzoin” berasal dari bahasa Arab, yaitu “ben”
yang berarti harum dan “zoa” berarti getah jadi benzoin adalah getah yang berbau
harum (Widiyastuti et all, 1995 dalam Sinaga 2010).
Kawasan Hutan Batang Toru terdiri dari Blok Barat dan Blok Timur.
Secara geografis terletak antara 98o 53’-99o 26’ Bujur Timur dan 02o 03’ – 01o 27’
Lintang Utara. Secara administratif berada pada 3 kabupaten yaitu Kabupaten
Tapanuli Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Kawasan hutan Batang Toru yang termasuk kedalam daerah Tapanuli Utara
adalah seluas 89.260 Ha atau 67,3% dari luas hutan. Kawasan Hutan Batang Toru
ini memiliki keistimewaan dimana terdapat keanekaragaman hayati sangat tinggi
dan cukup luar biasa. Hutan Batang Toru adalah penyangga 10 Daerah Aliran
Sungai (DAS) dan sub‐DAS. Dalam survei vegetasi yang dilakukan beberapa
tahun yang lalu ditemukan langsung 11 jenis tanaman yang merupakan spesies
baru di dunia ilmiah. Hutan Batang Toru adalah habitat terakhir untuk populasi
Penelitian potensi kemenyan ini berada pada kawasan hutan Batang Toru
Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara. Kawasan
penelitian ini merupakan kawasan yang memiliki potensi kemenyan terbesar pada
kawasan Batang Toru. Adiankoting Dalam Angka (2012) menyatakan bahwa
kecamatan Adiankoting memproduksi kemenyan dalam 1 tahun sekitar 524.07 ton
degan rata-rata produksi 250.99 kg/ha. Namun, belum ada penelitian tentang
potensi dan pemanfaatan kemenyan di kawasan Batang Toru Blok Barat,
Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui potensi dan pemanfaatan kemenyan oleh masyarakat Hutan
Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli
Utara.
2. Menginventarisasi dan mengetahui kelimpahan keanekaragaman jenis
kemenyan di Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting,
Kabupaten Tapanuli Utara.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi kelimpahan dan keanekaragaman kemenyan di Hutan
Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara.
2. Memperkaya pengetahuan mengenai kemenyan di Sumatera Utara.
3. Dengan mengetahui pemanfaatan hasil kemenyan diharapkan masyarakat
Kemenyan (Styrax spp)
Jayusman, dkk., (1999) pohon kemenyan termasuk ke dalam ordo
Ebenales, famili Styracaceae dan genus styrax. Terdapat 7 (tujuh) jenis kemenyan
yang menghasilkan getah tetapi hanya 4 jenis yang secara umum lebih dikenal dan
bernilai ekonomis yaitu: (a) kemenyan durame (S.benzoine DRYAND), (b)
kemenyan bulu (S. paralleloneurum PERK), (c) kemenyan toba
(S. sumatrana J.J.Sm) dan (d) kemenyan siam (S. tokinensis). Tetapi jenis
kemenyan toba dan durame yang paling umum dibudidayakan secara luas di
Sumatera Utara. Jayusman, dkk., (1997) juga menambahkan jenis kemenyan alam
yang kurang dikelolah di Sumatera Utara adalah kemenyan “Bulu” Styrax
paralleloneurum PERK. Klasifikasi tanaman kemenyan (Styrax spp) dalam
sistematika tumbuhan dapat disusun sebagai berikut:
Divisio : Spernatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dikotiledonae
Ordo : Ebeneles
Family : Styraceae
Genus : Styrax
Spesies : Styrax spp
Potensi dan Penyebaran Kemenyan
Pohon kemenyan tersebar di beberapa negara antara lain Malaysia,
Thailand, Indonesia dan Laos. Di Indonesia jenis ini terdapat di Sumatera, Jawa
pantai barat, hidupnya berkelompok dan berasosiasi dengan pohon lain. Selain itu
pohon ini dijumpai di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. Di Sumatera Utara
jenis kemenyan sampai saat ini masih dibudidayakan secara luas di daerah
Tapanuli (Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah) dan Kabupaten
Dairi (Jayusman, dkk., 1999).
Tanaman kemenyan merupakan tanaman terluas yang diusahakan oleh
masyarakat di Kabupaten Tapanuli Utara, yaitu pada tahun 2011 seluas 16.181,50
Ha. Tanaman kemenyan tersebar di seluruh kecamatan Tapanuli Utara,
sebagaimana dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas dan Produksi Kemenyan di Kabupaten Tapanuli Utara
No. Kecamatan
10 Pangaribuan 5,086.50 4,821.50 1,031.61 213.96
11 Garoga 522.00 346.50 127.49 367.94
Sumber: Kabupaten Tapanuli Utara Dalam Angka, 2012.
Pada awal abad 20-an yaitu sekitar 1910, produksi kemenyan Tapanuli
Utara sekitar 1.200 ton, kemudian naik menjadi sekitar 2.300 ton pada tahun 1930
kemenyan pada tahun 1990 adalah lebih kurang 22.793 ha. Kabupaten Tapanuli
Utara memiliki tanaman paling luas yaitu 21.119 ha dengan produksi sekitar
4.000 ton. Pada tahun 1993 luas tanaman kemenyan di Tapanuli Utara adalah
17.299 hektar dengan produksi 3.917 ton (Sasmuko, 2003).
Kabupaten Tapanuli Utara memiliki berbagai potensi alam, salah satunya
kawasan hutan. Kawasan hutan menurut fungsinya terdiri dari hutan produksi
terbatas, hutan produksi tetap, hutan lindung dan hutan konservasi. Luas kawasan
hutan pada tahun 2011 di Kabupaten Tapanuli Utara tercatat 268.281,24 Ha,
terdiri dari hutan produksi terbatas seluas 106.354,75 Ha, hutan produksi tetap
seluas 104.135,83 Ha, hutan lindung seluas 55.562,15 Ha, dan hutan konservasi
seluas 2.228,51 Ha (BPS Tapanuli Utara, 2012).
Jenis Kemenyan
Menurut Sasmuko (2003) terdapat dua jenis kemenyan yang
dikembangkan oleh masyarakat khususnya petani di Kabupaten Tapanuli. Kedua
jenis ini adalah kemenyan toba dan kemenyan durame. Kedua jenis ini dapat
dibedakan dari aroma dan warna getah yang dihasilkan, yaitu aroma getah toba
lebih tajam dengan warna yang lebih putih dibandingkan kemenyan durame.
Secara botani kedua jenis ini dapat dibedakan dari bentuk dan ukuran daun.
Kemenyan durame mempunyai ukuran daun lebih besar dan berbentuk bulat
memanjang (oblongus). Kemenyan toba merupakan jenis yang disenangi oleh
masyarakat karena dalam perdagangan lokal getahnya lebih tinggi dibandingkan
dengan kemenyan durame.
Syarat dan Tumbuh Kemenyan
Iklim
Sasmuko (2003) menyatakan bahwa kemenyan termasuk jenis tanaman
setengah toleran. Anakan kemenyan memerlukan naungan sinar matahari dan
setelah dewasa, pohon kemenyan memerlukan sinar matahari penuh. Selain itu,
untuk pertumbuhan optimal kemenyan memerlukan curah hujan yang cukup
tinggi, dan intensitas merata sepanjang tahun. Indriyanto (2008) pada kondisi
iklim dan tanah yang berbeda-beda, akan dijumpai hutan dengan komposisi jenis
vegetasi serta jumlah yang berbeda pula. Masing-masing pohon yang tumbuh
pada tempat tersebut menghendaki persyaratan tempat tumbuh tertentu.
Tanaman kemenyan memerlukan banyak cahaya matahari dan curah hujan
yang cukup tinggi dan tersebar merata hampir sepanjang tahun berkisar 1916 –
2395 mm/tahun, suhu bulanan 17 – 29 0C dan kelembaban rata-rata 85,04%
dengan tipe iklim Schmidt dan Ferguson A dan B. Keadaan iklim sangat besar
pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman kemenyan yang diusahakan
(Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999)
Tanah
Tanaman kemenyan tidak memerlukan persyaratan yang istimewa
terhadap jenis tanah, dapat tumbuh pada tanah podsolik, andosol, latosol, regosol,
dan berbagai asosiasinya, mulai dari tanah bertekstur berat sampai ringan dan
tanah yang kurang subur sampai yang subur lebih baik. Di samping itu yang perlu
diperhatikan tingkat keasaman tanah (pH tanah). Berdasarkan kenyataan di
lapangan tanaman kemenyan tumbuh baik pada tingkat pH tanah antara 4-7. Jenis
tanaman ini akan tumbuh lebih baik pada solum tanah yang dalam. Secara alamiah
dataran rendah sampai ketinggian 1500 mdpl. Jenis tanaman ini tumbuh pada
keadaan lapangan dari mulai datar sampai berbukit-bukit /bergelombang
(Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999).
Ciri Morfologis Kemenyan
Secara morfologis tanaman kemenyan mempunyai ciri-ciri antara lain:
Pohon
Kemenyan termasuk pohon besar, tinggi dapat mencapai 24-40 m dengan
diameter 60-100 cm. Batang lurus dengan percabangan sedikit. Kulit beralur tidak
terlalu dalam (3-7 mm) dan kulit berwarna merah anggur (Jayusman, dkk., 1999).
Kulit bagian dalam lunak, berwarna coklat sampai merah, merah muda atau merah
keunguan.
Daun
Kemenyan berdaun tunggal dan tersusun secara spiral, daun berbentuk
oval bulat, bulat memanjang (ellips) dengan dasar daun bulat dan ujung runcing.
Panjang daun dapat mencapai 4-15 cm dengan lebar daun 5-7,5 cm, tangkai daun
5-13 cm, helai daun mempunyai nervi 7-13 pasang. Helai daun halus, permukaan
bawah agak mengkilap berwarna putih sampai abu-abu. Warna daun jenis toba
lebih gelap kecoklatan dan lebih tebal dibandingkan jenis durame
(Jayusman, dkk., 1999).
Bunga
Bunga kemenyan berkelamin dua dimana bunganya bertangkai panjang
antara 6-11 cm, daun mahkota bunga 9-12 helai dengan ukuran 2-3,5 mm.
Kemenyan berbunga secara teratur 1 kali setiap tahun. Waktu berbunga dimulai
atau malai pada ujung atau ketiak daun. Buah masak berbentuk bulat sampai agak
gepeng, berdiameter 2-3,8 cm (Jayusman, dkk., 1999).
Buah dan Biji
Buah kemenyan berbentuk bulat gepeng dan lonjong berukuran 2,5-3 cm.
Biji kemenyan berukuran 15-19 mm, bijinya berwarna coklat keputihan. Biji
kemenyan terdapat di dalam daging buah yang cukup tebal dan keras, hal ini
dibuktikan buah kemenyan yang masih normal dan buah tida rusak walaupun
sudah beberapa bulan jatuh dari pohonnya. Bentuk buah dan biji kemenyan
bervariasi sesuai dengan jenisnya. Biji kemenyan toba warna coklat tua dan lebih
gelap dibandingkan jenis durame maupun bulu.bentuk buah dan biji dapat
digunakan untuk membedakan jenis kemenyan dibandingkan bagian tanaman
kemenyan lainnya (daun, batang dan sebagainya) Kemenyan diperbanyak dengan
biji. Musim berbunga dan berbuah jenis Styrax benzoin pada bulan Desember –
Januari. Buah yang masak disukai oleh tupai, rusa dan babi hutan
(Jayusman, dkk., 1999).
Manfaat dan Kegunaan Kemenyan
Pohon kemenyan prospektif dikembangkan untuk tanaman hutan rakyat,
hutan kemasyarakatan, rehabilitasi lahan, sekat bakar, penghara industri pulp,
maupun untuk pohon ornamen. Selain itu kayunya dapat digunakan untuk
bangunan rumah dan jembatan serta akarnya mengandung cairan berwarna
kemerah-merahan yang berfungsi sebagai insektisida
(Pinyopusarerk, 1994 dalam Bangun, 2008).
Pengolahan kemenyan saat ini masih dilakukan secara tradisional tanpa
yang dipasarkan baik lokal maupun ekspor pada umumnya masih berupa bahan
mentah (raw material). Pengolahan kemenyan menjadi bentuk barang setengah
jadi (semifinal goods) atau barang jadi (final goods) berupa hasil-hasil ekstrak
sesuai dengan kandungan kimianya belum ada industri yang melakukannya di
Sumatera Utara. Pemanfaatan kemenyan yang diketahui oleh masyarakat secara
umum masih terbatas pada penggunaannya untuk industri rokok dan kegiatan
tradisional atau religius (Sasmuko 2003).
Sebagian besar kegunaan lainnya adalah sebagai bahan baku dalam
industri antara lain industri parfum, farmasi, obat-obatan, kosmetik, sabun, kimia
dan industry pangan. Ekstraksi kimia getah kemenyan menghasilkan tincture dan
benzoin resin yang digunakan sebagai fixative agent dalam industri parfum.
Ekstraksi kemenyan juga dapat menghasilkan beberapa senyawa kimia yang
diperlukan oleh industry farmasi, antara lain asam balsamat, asam sinamat,
benzyl benzoat, sodium benzoat, benzophenone, dan ester aromatis
(Sasmuko 2003).
Pemasaran Kemenyan
Pola pemasaran kemenyan (Styrax spp.) yang paling banyak digunakan
adalah pola dimana petani menjual kemenyan melalui pengumpul desa dilanjutkan
ke pengumpul kecamatan, kebanyakan petani yang menjual langsung kepada
pengumpul desa karena dana yang dikeluarkan lebih sedikit karena transaksi
langsung dilakukan di hutan. Dari pengumpul kecamatan selanjutnya memasarkan
kepada pengumpul kabupaten. Pengumpul kabupaten merupakan pemasar antar
kota, ada juga pengumpul kabupaten yang memasarkan kemenyan secara
bersifat semi tertutup karena adanya monopoli yang dilakukan oleh pedagang
besar, sehingga dapat merugikan para pedagang kecil dan menengah. Dalam hal
ini pedagang kecil dan menengah adalah pengumpul desa dan kecamatan.Hal ini
disebabkan oleh sebagian petani merupakan pengumpul desa. Disamping itu para
pengumpul desa langsung turun ke wilayah sekitar hutan untuk membeli
kemenyan sehingga petani tidak mengeluarkan biaya untuk pengangkutan dan
transportasi. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kemenyan yang dihasilkan
petani tidak selalu banyak sehingga petani lebih baik menggunakan pola pasar I.
Kriteria efisiensi pemasaran adalah margin pemasaran, distribusi keuntungan dan
volume penjualan (Simanjuntak, 2012).
Biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani selama pengambilan getah
merupakan biaya kebutuhan para petani dalam mengambil getah kemenyan.
Petani biasanya bertahan di hutan selama seminggu untuk mengambil getah
kemenyan. Selama seminggu petani mengeluarkan biaya, diantaranya biaya
pangan sebesar Rp.170.000, biaya transportasi Rp.30.000 dan biaya kebutuhan
lainnya Rp.50.000. Sedangkan hasil yang didapatkan sebesar 10-12 kg. Sehingga
didapat biaya produksi sebesar Rp.25000/kg (Simanjuntak, 2012).
Kualitas Getah Kemenyan
Yuniandra (1998) menyatakan bahwa kualitas kemenyan yang
diperdagangkan di daerah Sumatera Utara di kalangan petani, pedagang, serta
pengolah dapat dikatakan belum ada suatu standar yang menjadi dasar umum
yang berlaku untuk semua transaksi pedagang dan eksportir. Kemenyan yang
dibeli pedagang, berupa sam-sam, mata, tahir dan jurur, disortir dengan memakai
• Kualitas I
Kemenyan mata kasar atau sidungkapi ialah bongkahan kemenyan berwarna
putih sampai putih kekuning-kuningan dengan rata-rata berdiameter lebih
besar dari 2 cm.
• Kualitas II
Kemenyan mata halus ialah kemenyan berwarna putih sampai putih
kekuning-kuningan berdiameter 1-2 cm.
• Kualitas III
Kemenyan tahir ialah jenis kemenyan yang bercampur dengan kulitnya atau
kotoran lainnya, berwarna coklat dan kadang-kadang berbintik-bintik putih
atau kuning serta besarnya lebih besar dari ukuran mata halus.
• Kualitas IV
Kemenyan jurur atau jarir yang biasanya dicampurkan atau disamakan
mutunya dengan jenis tahir dan warnanya merah serta lebih kecil dari mata
halus.
• Kualitas V
Kemenyan barbar ialah kulit kemenyan yang dikumpulkan sedikit demi
sedikit sewaktu melakukan pembersihan.
• Kualitas VI
Kemenyan abu ialah sisa-sisa berasal dari getah kemenyan dari semua
kualitas, bentuk dan warnanya seperti abu kasar.
Berdasarkan Standart Industri Indonesia (SII) 2044-1987 standart kualitas
Tabel 2. Standart Lokal Kualitas Kemenyan Sumber: Standart Industri Indonesia (SII) No.2044-1987
Penyadapan Getah Kemenyan
Sasmuko (2003) menyatakan pohon kemenyan yang berdiameter lebih
kurang 20 cm sudah bisa disadap kemenyannya. Sebelum dilakukan penakikan,
terlebih dahulu kulit batang pohon dibersihkan dari kotoran seperti lumut, kulit
kering. Kulit yang tidak bersih akan mempengaruhi kualitas kemenyan yang
dihasilkan karena banyak kotoran. Setelah kulit dibersihkan, batang pohon
kemenyan ditakik dengan pisau takik yang disebut panugi.
Kegiatan menakik dimaksudkan untuk membuat luka pada kulit dan
membuat rongga diantara kulit dan batang (kayu) di mana akan terbentuk resin
yang menggumpal dan mengering dalam rongga tersebut. Selain resin yang
menggumpal dalam rongga antara kulit dan batang ada juga resin yang meleleh
keluar. Setelah 3 bulan penakikan, kemenyan dipanen dan dipisahkan antara
kemenyan yang berasal dari dalam dan luar kulit. Selanjutnya disortir berdasarkan
besar kecilnya butiran sesuai dengan pembagian kualitas kemenyan yang ada di
pasaran (Waluyo, 2011).
Getah kemenyan dipanen setelah umur sadap setidaknya 3 bulan,
selanjutnya dilakukan pengeringan secara tradisional. Teknik pengeringan yang
dilakukan oleh para petani kemenyan di Sumatera Utara yaitu disimpan di atas
langit-langit rumah/gudang beratap seng. Pengeringan ini memerlukan waktu 3
Kondisi Umum Kawasan Hutan Batang Toru
Kawasan Hutan Batang Toru terdiri dari Blok Barat dan Blok Timur,
secara geografis terletak antara 98° 53’ - 99° 26’ Bujur Timur dan 02° 03’ - 01°
27’ Lintang Utara. Hutan alami (primer) di Batang Toru yang tersisa saat ini
diperhitungkan seluas 136.284 hadan berada di Blok Barat seluas 81.344 ha dan di
Blok Timur seluas 54.940 ha. Secara administratif berada di 3 Kabupaten yaitu
Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan. Kabupaten Tapanuli
Utara: Kawasan hutan Batang Toru yang termasuk kedalamdaerah Tapanuli Utara
adalah seluas 89.236 ha atau 65,5% dari luas hutan. Air dari hutan Batang Toru di
Tapanuli Utara mengairi persawahan luas di lembah Sarulla dan hulunya dari
DAS Sipansihaporas dan Aek Raisan berada di Tapanuli Utara. Pegununganyang
paling tinggi di Batang Toru berada di Tapanuli Utara (Dolok Saut 1.802 m dpl)
(YEL, 2007).
Keadaan topografi di kawasan hutan Batang Toru sangat curam.
Berdasarkan peta kontur sebagian besar kelerengan berkisar > 40%, dan lebih
curam lagi di Blok Timur Sarulla. Tanah di hutan Batang Toru termasuk yang
peka terhadap erosi. Hutan Batang Toru menjadi areal yang penting untuk
mencegah banjir, erosi dan longsor di daerah Tapanuli ini yang rentan terhadap
datangnya bencana alam, termasuk gempa. Dengan ketinggian sekitar 400-1.803
m di atas permukaan laut, kawasan hutan Batang Toru merupakan hutan
pegunungan dataran rendah dan dataran tinggi. Status hutan Batang Toru saat ini
sekitar 68,7 % Hutan Produksi (93.628 ha), APL 12,7 % (17.341 ha) dan sebagian
Hutan Lindung (Register) atau Suaka Alam 18,6 % (25.315 ha). Saat ini sedang
sebagai hutan lindung oleh kabupaten-kabupaten yang ada di Tapanuli
(YEL, 2007).
Kondisi Umum Kabupaten Tapanuli Utara
Tapanuli Utara Dalam Angka (2012) secara geografis Kabupaten Tapanuli
Utara terletak pada koordinat 1º20'00" - 2º41'00" Lintang Utara (LU) dan 98
05"-99 16" Bujur Timur (BT).Secara administratif Kabupaten Tapanuli Utara
berbatasan dengan lima kabupaten tetangga. Adapun batas-batas adalah sebagai
berikut :
• Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengahdan Kabupaten
Humbang Hasundutan,
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu,
• Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir,
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten TapanuliSelatan.
Kondisi Umum Kecamatan Adiankoting
Adiankoting dalam Angka (2012),secara geografis kecamatan Adiankoting
terletak pada koordinat 98o50’21,37’’ BT – 01o58’40,02’’ Lintang Utara.
Kecamatan Adiankoting terletak 400-1.300 mdpl dengan luas kecamatan 502, 90
Km2. Secara administratif kecamatan Adiankoting berbatasan dengan empat
kecamatan tentangga. Adapun batas-batas adalah sebagai berikut :
• Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah.
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tarutung.
• Sebelah Utara berbatasan dengan Kacamatan Parmonangan
Kecamatan Adiankoting terdiri atas 16 desa/kelurahan yaitu Pagaran
Lambung I, II, III, IV, Sibalanga, Pagaran Pisang, Adiankoting, Dolok Nauli,
Banuaji I, II, IV, Pansur Batu, Pardomuan Nauli, Siantar Naipospos, Pansur Batu I
dan II. Luas lahan untuk hutan kemenyan adalah 2.088 ha dengan produksi
kemenyan 524,07 ton/tahun. (Adiankoting dalam Angka, 2012).
Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi dalam ekologi tumbuhan adalah cara untuk mempelajari
struktur vegetasi dan komposisi jenis tumbuh-tumbuhan.Struktur vegetasi dapat
didefenisikan sebagai organisasi individu-individu tumbuhan dalam ruang yang
membentuk tegakan dan secara lebih luas membentuk tipe vetasi atau asosiasi
tumbuhan. Penguasaan suatu jenis terhadap spesies lainnya ditentukan
berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP) yang merupakan hasil dari penjumlahan
kerapatan relatif (KR), frekuensi relaratif (FR), dan dominansi relatif (DR).
Frekuensi suatu jenis menunjukkan penyebaran suatu jenis dalam suatu arela.
Semakin merata penyebaran jenis tertentu, nilai frekuensi semakin besar
sedangkan jenis yang nilai frekuensinya kecil, penyebarannya semakin tidak
merata. Kerapatan suatu jenis merupakan nilai yang menunjukkan jumlah atau
banyaknya suatu jenis persatuan luas. Dominansi suatu jenis merupakan nilai
yang menunjukkan penguasaan sautau jenis terhadap jenis lain pada sautu
komunitas (Kainde, dkk 2011).
Indeks Keragaman (H’) digunakan untuk mengetahui keanekaragaman
jenis vegetasi. Keanekaragaman rendah artinya kondisi hutan labil karena hutan
tersebut hanya cocok untuk berbagai jenis tertentu. Keanekaragaman sedang atau
atau stabil menandakan jenis vegetasi variasinya tinggi didukung oleh faktor
lingkungan yang prima untuk semua jenis yang hidup dalam habitat bersangkutan
(Odum, 1993 dalam Faza, 2012).
Indeks kemerataan menunjukkan kelimpahan individu organisme yaitu
merata atau tidak. Jika nilai indeks kemerataan relatif tinggi maka keberadaan
setiap jenis organisme mempunyai kemerataan yang merata. Menurut Magurran
(1988) dalam Faza (2012) indeks kemerataan berkisar 0-1, nilai E mendekati 0
maka sebaran individu antar jenis tidak merata dan terjadi dominansi suatu jenis
dan apabila nilai E mendekati 1 maka sebaran individu antar jenis merata.
Penggolongan hasil Indeks Kemerataan (E) adalah 0,00-0,24 tidak merata:
0,26-0,55 kurang merata: 0,51-0,75 cukup merata: 0,76-0,95 hampir merata: dan
0,96-1,00 merata.
Purposive Sampling
Direktorat Jenderal Planalogi Hutan (2010) purposive sampling yakni
pengambilan sample secara sengaja dengan beberapa pertimbangan menyangkut
wilayah/lokasi, informan (tokoh kunci), responden. Pelaksanaan kegiatan dengan
menggunakan pendekatan kualitatif (Inventarisasi Bersama Masyarakat, yakni
membangun hubungan baik dengan warga setempat sambil melaukan obeservasi
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan Batang Toru Blok Barat,
kecamatan Adiankoting meliputi desa Banuaji I, Banuaji IV, Simate-mate, dan
Sitapongan, Kabupaten Tapanuli Utara. Penelitian ini dilakukan pada bulan April
hingga Mei 2014.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain peta lokasi kawasan
hutan, kamera digital, pita ukur, patok kayu, parang, tali plastik,
altimeter,clinometers, Global Position System (GPS), dan alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tally sheet, dan
Prosedur Penelitian
Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer
dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan responden
berdasarkan kuisoner yang telah disiapkan, dan observasi langsung dilapangan
untuk mengumpulkan spesimen kemenyan yang dimanfaatkan masyarakat.
Data primer yang dikumpulkan meliputi:
1. Inventarisasi dan Observasi Lapangan
Melakukan inventarisasi dan observasi langsung dilapangan untuk
mengumpulkan spesimen kemenyan yang dimanfaatkan oleh masyarakat
setempat.
2. Informasi Pemanfaatan Kemenyan
Informasi ini menyangkut kemenyan yang dimanfaatkan masyarakat pada
kawasan Batang Toru Blok Barat bagian Tapanuli Utara meliputi nama lokal
dan ilmiahnya serta bagian tumbuhan yang dimanfaatkan.
3. Informasi Sosiokultur
Data yang dikumpulkan meliputi identitas responden yaitu nama, umur, jenis
kelamin, mata pencaharian, struktur sosial, serta pendidikan.
b. Data Sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan meliputi keadaan umum daerah yang
meliputi letak, batas, dan luas wilayah, iklim, topografi, serta flora dan fauna.
dan prasarana, serta peta lokasi yang diperoleh dari kantor distrik maupun instansi
terkait yang dilakukan melalui studi literatur.
Penentuan Sampel Responden
Penentuan responden dibagi menjadi 2 bagian yaitu responden umum dan
responden kunci. Responden umum pada penelitian ini adalah masyarakat
dikawasan hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten
Tapanuli Utara yang mengetahui kemenyan dan memanfaatkan tumbuhan
kemenyan. Sedangkan responden kunci adalah kepala kampung, kepala suku,
mantri, tokoh agama dan tokoh masyarakat lainnya. Penentuan responden kunci
dilakukan dengan menggunakan metode purpossive sampling yang disesuaikan
dengan tujuan penelitian melalui wawancara dan kuisioner secara langsung
kepada masyarakat. Menurut Arikunto (1998) dalam Harahap (2007) apabila
jumlah kepala keluarga >100 KK, maka yang diwawancarai adalah 10-15% dari
jumlah KK tersebut. Apabila jumlah kepala keluarga <100 KK, maka yang
diwawancarai adalah seluruh kepala keluarga yang ada.
Teknik Pengambilan Data
1. Inventarisasi Kemenyan
Pengambilan spesimen dilapangan dengan menggunakan metode
kombinasi metode jalur dan garis berpetak. Cara peletakan unit contohnya
menggunakan cara systematic sampling with random start yang berarti penentuan
petak awal yang dilakukan dengan cara random (acak), namun penentuan
petak-petak berikutnya menggunakan cara sistematis (teratur). Intensitas sampling untuk
inventarisasi kemenyan adalah 1% yang sudah dianggap mewakili seluruh
Kabupaten Tapanuli Utara adalah 2000 Ha. Menurut Kaban (2007) menyatakan
bahwa semua bentuk metode inventarisasi sistematik berjalurdengan intensitas
sampling yang lebih tinggi dari 0,5% yang telah dan sedang dilaksanakandapat
diterima.
Gambar 2. Petak Contoh Transek
Keterangan:
a. Petak A: petak ukur untuk semai dengan ukuran 2 × 2 m b. Petak B: petak ukur untuk pancang dengan ukuran 5 × 5 m c. Petak C: petak ukur untuk tiang dengan ukuran 10 × 10 m d. Petak D: petak ukur untuk pohon dengan ukuran 20 × 20 m
2. Observasi Lapangan
Melakukan observasi dan analisis pemanfaatan dilapangan,guna
mengetahui jenis dan sistem pemanfaatan kemenyan.
3. Wawancara dan Diskusi
Melakukan wawancara dan diskusi untuk memperoleh informasi dan data
dengan menggunakan kuisoner terhadap para pelaku (aktor utama atau yang
mewakili) dan para instansi yang terkait dengan penelitian.
Arah Rintis 20 m
4. Keseluruhan Data
Baik data primer maupun data sekunder yang selanjutnya ditabulasi sesuai
dengan kebutuhan sebelum dilakukan pengolahan dan analisis data. Data primer
selanjutnya dianalisis secara deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian, serta
dilakukan analisis pihak terkait pemanfaatan kemenyan. Sedangkan data yang
bersifat kuantitatif diolah secara tabulasi.
Analisis Data
Data vegetasi yang terkumpul kemudian dianalisis untuk mengetahui
kerapatan, kerapatan relative, dominansi, dominansi relative, frekuensi dan
frekuensi relative serta Indeks Nilai Penting (INP) dengan menggunakan rumus
Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) sebagai berikut:
Σ individu
Keanekaragaman jenis suatu kawasan hutan dapat digambarkan degan
Indeks Shannon (Ludwig and Reynold, 1988 dalam Utomo, 2012) :
H’ = -∑ (pi) Ln (pi)
Keterangan:
H’ = Indeks Keragaman Jenis
pi = ni/N
ni = Nilai Penting Jenis ke-i
N = Jumlah Nilai Penting Semua Jenis
Parameter index Shannon-Wiener:
a. H’ < 1, keanekaragaman tergolong rendah
b. H’ 1-3, keanekaragaman tergolong sedang
Potensi Kemenyan
Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten
Tapanuli Utara memiliki luas 5029 Ha, dengan luas hutan produksi sebesar 2000
Ha. Luas areal yang digunakan untuk menginventarisasi kemenyan adalah 20 Ha
dengan intensitas sampling yang digunakan 1% untuk total keseluruhan kawasan
penelitian.
Potensi kemenyan pada lokasi penelitian didapatkan setelah dilakukan
inventarisasi dan obeservasi langsung dilapangan. Potensi kemenyan pada lokasi
penelitian disajikan pada gambar 3.
Gambar 3. Potensi Kemenyan Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara
Gambar 3 menunjukkan, bahwa jumlah total tegakan kemenyan dari
tingkat semai hingga pohon adalah 2668 individu pada lokasi penelitian seluas 20
Ha. Dari luasan penelitian tersebut terdapat 133 tegakan kemenyan per hektar.
Potensi kemenyan di Hutan Produksi pada hutan Batang Toru Blok Barat,
21/Menhut-II/2009 menyatakan bahwa suatu komunitas memiliki potensi tinggi
(nilai 3) apabila populasi komoditas tersebut berjumlah >60% dari populasi
normal; potensi sedang (nilai 2) apabila populasi komoditas tersebut berjumlah
40-60% dari populasi normal; dan rendah (nilai 1) bila populasinya <40% dari
populasi normal. Potensi tanaman menunjukkan tingkat kelimpahan (abundance)
komoditas tersebut di alam yang diukur dalam persentase antara jumlah pohon
atau rumpun per hektar terhadap kondisi tegakan normal. Untuk pohon pada hutan
alam tegakan normal diasumsikan 100 pohon/ha.
Gambar 3 menunjukkan terdapat 1547 potensi tegakan kemenyan untuk
tingkat tiang dan pohon atau sekitar 77 tegakan kemenyan per hektar dari total
luasan Hutan Produksi yang terdapat pada lokasi penelitian. Sedangkan potensi
tegakan muda tingkat semai dan pancang adalah 1121 tegakan kemenyan atau
sekitar 56 tegakan kemenyan per hektar. Jumlah tegakan kemenyan dipengaruhi
beberapa faktor terutama iklim dan tanah. Semakin tinggi faktor tersebut maka
akan semakin tinggi jumlah kemenyan dalam suatu komoditas hutan. Menurut
Indriyanto (2008) pada kondisi iklim dan tanah yang berbeda-beda, akan dijumpai
hutan dengan komposisi jenis vegetasi serta jumlah yang berbeda pula.
Masing-masing pohon yang tumbuh pada tempat tersebut menghendaki persyaratan
tempat tumbuh tertentu (Lampiran 4b).
Penyebaran kemenyan menunjukkan tingkat keberadaan suatu komoditas
kemenyan dalam suatu wilayah. Semakin tinggi keberadaan komoditas kemenyan
dalam suatu wilayah maka tingkat potensi kemenyan semakin tingggi. Hasil
inventarisasi kemenyan disajikan dalam gambar 4 yaitu peta titik sebaran
Gambar 4. Peta Titik Sebaran Kemenyan di Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara.
Dari total luasan Hutan Produksi yang terdapat pada lokasi penelitian,
jumlah plot yang tidak ditemui komoditas kemenyan adalah 131 plot dari 500
total keseluruhan jumlah plot. Sehingga total plot yang mengandung kemenyan
adalah 369 plot atau 2/3 dari wilayah lokasi penelitian (Lampiran 4a dan 4c). Hal
ini menunjukkan bahwa komoditas kemenyan tersebar merata pada keseluruhan
Hutan Produksi yang terdapat pada lokasi penelitian. Dalam Peraturan Menteri
Kehutanan (2009) penyebaran komoditas dikatakan merata atau tidak merata
dinyatakan dalam bentuk skoring, dimana skor nilai 3 (merata) dikategorikan
apabila komoditas tersebut ada di 2/3 wilayah tersebut. Nilai 2 (cukup merata)
apabila terdapat di antara 1/3-2/3 wilayah, dan nilai 1 (tidak merata) apabila
terdapat di < 1/3 wilayah. Tidak ditemuinya kemenyan pada beberapa plot
mengakibatkan ruang tumbuh berkurang selain itu terdapat banyak sekali jurang
pada lokasi penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Hutan Produksi di Hutan
Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, terdapat 4 jenis kemenyan.
Dari 4 jenis kemenyan tersebut, secara ilmiah termasuk ke dalam 1 famili yaitu
Styraceae yang disajikan pada tabel 3.
Tabel 3. Jenis kemenyan yang ditemukan di Hutan Produksi, Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting
No Nama Lokal Nama Botani
1 Haminjon Toba Styrax sumatrana J.J.SM
2 Haminjon Durame Styrax benzoin DRYAN
3 Haminjon Bulu S. benzoine var. hiliferum
4 Haminjon Dairi Styrax sp.
Penelitian Siregar (1996) mengenai kemenyan di Lembah Sarulla
menemukan 3 jenis kemenyan, yaitu kemenyan Toba, kemenyan Durame, dan
kemenyan Bulu. Penelitian Sinaga (2010) mengenai kontribusi hutan kemenyan di
Desa Hutajulu, Kabupaten Humbang hanya menemukan 2 jenis kemenyan, yaitu
kemenyan toba dan kemenyan durame. Penelitian Barasa (2013) tentang
Etnobotani Kemenyan di Pakpak Klasen menemukan 3 jenis kemenyan yaitu
kemenyan Toba, kemenyan Durame, dan kemenyan Delang. Bila dibandingkan
ketiga penelitian tersebut dengan apa yang didapatkan pada Hutan Batang Toru
Blok Barat Kecamatan Adiankoting mengenai kemenyan, hanya ada 2 jenis
tumbuhan yang sama pada 4 lokasi penelitian, yaitu kemenyan Toba
(Styrax sumatrana J.J.SM) dan kemenyan Durame (Styrax benzoin DRYAN)
Analisis Vegetasi Kemenyan
Kainde, dkk (2011) menyatakan bahwa penguasaan suatu jenis terhadap
merupakan hasil dari penjumlahan kerapatan relatif (KR), frekuensi relaratif (FR),
dan dominansi relatif (DR). Hasil analisis data kemenyan tingkat semai, pancang,
tiang, dan pohon pada Hutan Produksi di Hutan Batang Toru Blok Barat,
Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara disajikan pada tabel 4, 5, 6,
dan 7.
Tabel 4. Analisis Data Kemenyan Tingkat Semai di Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara
No Nama Jenis Kemenyan K
Hasil perhitungan Indeks Nilai Penting kemenyan pada lokasi penelitian
menunjukkan bahwa persentase INP dipengaruhi oleh jumlah penemuan individu
suatu spesies dan penyebaran suatu jenis dalam suatu areal Tingginya jumlah
penemuan individu suatu spesies dan frekuensi spesies, tentu akan menyebabkan
tingginya persentase kerapan relatif dan frekuensi relatif, yang mana keduanya
merupakan variabel penting yang mempengaruhi besar kecilnya persentase INP
suatu spesies.
Kerapatan individu kemenyan tingkat semai yang memiliki kelimpahan
jenis tertinggi berdasarkan INP pada Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan
Adiankoting adalah jenis kemenyan Toba (Styrax sumatrana J.J.SM) sebesar
58,61%. Dominansi spesies ini ditunjukkan oleh tingginya jumlah penemuan
individu, yakni sebanyak 296 individu yang merupakan spesies dengan jumlah
penemuan individu tertinggi diantara 4 spesies kemenyan yang ditemukan pada
tinggi yaitu 0,284%, dimana spesies ini ditemukan dalam 142 plot pengamatan.
Sedangkan jenis kemenyan yang memiliki kelimpahan jenis paling rendah adalah
Kemenyan Dairi (Styrax sp.) yaitu sebesar 0.99%. Rendahnya INP spesies ini juga
didukung oleh frekuensi penemuan yang cukup jarang, dimana frekuensi spesies
ini sebesar 0.01%.
Spesies dengan INP tertinggi yang merupakan spesies dominan,
mencerminkan bahwa tingginya kemampuan spesies tersebut dalam
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan tempat tumbuh dan tingginya
kemampuan spesies tersebut dalam berkompetisi dengan spesies lain di
lingkungan tersebut. Sebaliknya, spesies dengan INP terendah menunjukkan
bahwa spesies tersebut kurang mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungannya
dan kurang mampu berkompetisi dengan spesies lain di lingkungan tersebut.
Berdasarkan hasil analisis data yang terdapat pada tabel 4, diperoleh bahwa
nilai H’ yang didapatkan sebesar 0,91. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
keanekaragaman jenis kemenyan di Hutan Batang Toru Blok Barat tergolong
rendah. Keanekaragaman jenis kemenyan dikatakan rendah karena kemenyan
yang ditemukan hanya 4 jenis kemenyan. Sesuai dengan pernyataan Ludwig and
Reynold, (1988) dalam Utomo, (2012) keanekaragaman jenis suatu kawasan
hutan dapat digambarkan apabila H’<1 berarti keanekaragaman tergolong rendah,
apabila H’ 1-3 berarti keanekaragaman tergolong sedang, dan apabila H’>3 maka
keanekaragaman tergolong tinggi.
Indeks kemerataan jenis kemenyan yang terdapat pada tabel 4, menunjukkan
bahwa nilai E yang diperoleh sebesar 0,21. Hal ini menunjukkan bahwa
individu antar jenis tidak merata dan terjadi dominansi suatu jenis. Dimana jenis
yang dominan adalah Kemenyan Toba (Styrax sumatrana J.J.SM). Menurut
Magurran (1988) dalam Faza (2012) indeks kemerataan berkisar 0-1, nilai E
mendekati 0 maka sebaran individu antar jenis tidak merata dan terjadi dominansi
suatu jenis dan apabila nilai E mendekati 1 maka sebaran individu antar jenis
merata. Penggolongan hasil Indeks Kemerataan (E) adalah 0,00-0,24 tidak merata:
0,26-0,55 kurang merata: 0,51-0,75 cukup merata: 0,76-0,95 hampir merata: dan
0,96-1,00 merata.
Tabel 5. Analisis Data Kemenyan Tingkat Pancang di Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara
No Nama Jenis Kemenyan K (ind/ha)
` Hasil analisis data untuk tingkat pancang terdapat 3 jenis kemenyan dari
total luasan lokasi penelitian. Jumlah jenis individu kemenyan tingkat pancang
yang memiliki kelimpahan jenis yang tertinggi berdasarkan INP adalah jenis
Styrax sumatrana J.J.SM sebesar 57,95% yang berarti bahwa jenis ini memiliki
jumlah populasi terbesar diantara jenis-jenis yang ada. Dominansi spesies ini
ditunjukkan oleh tingginya jumlah penemuan individunya, yakni sebanyak 357
individu yang merupakan spesies dengan jumlah penemuan individu tertinggi
diantara 3 spesies kemenyan yang ditemukan pada Hutan Batang Toru Blok
Barat, Kecamatan Adiankoting ini, sehingga persentase kerapatannya relatif lebih
cukup sering, dimana spesies ini ditemukan dalam 169 plot pengamatan dari 500
plot pengamatan. Frekuensi relatif Styrax sumatrana J.J.SM yaitu 56,15%. Angka
ini menunjukkan bahwa jenis ini memiliki tingkat penyebaran yang lebih luas
dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya. Sedangkan jenis kemenyan yang
memiliki kelimpahan jenis yang paling rendah adalah
S. benzoine var. hiliferum yaitu 16,8 ind/ha dengan kerapatan relatif 3,41%
dengan jumlah penemuan sebanyak 21 individu. Rendahnya INP spesies ini juga
didukung oleh frekuensi penemuan yang cukup jarang, dimana spesies ini
ditemukan dalam 17 plot pengamatan dari 500 plot pengamatan. Frekuensi relatif
S. benzoine var. hiliferum yaitu 5,65%.
Indeks keanekaragaman (H’) kemenyan tingkat pancang pada Hutan Batang
Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting yang disajikan pada tabel 5 adalah 0,83.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman jenis kemenyan tingkat
pancang tergolong rendah. Odum (1993) dalam Faza (2012) menyatakan bahwa
keanekaragaman rendah artinya kondisi hutan labil karena hutan tersebut hanya
cocok untuk berbagai jenis tertentu.
Indeks kemerataan jenis kemenyan pada tingkat pancang yang terdapat
pada tabel 5, menunjukkan bahwa nilai E yang diperoleh sebesar 0,14. Hal ini
menunjukkan bahwa kemerataan jenis kemenyan tergolong tidak merata yang
berarti bahwa sebaran individu antar jenis tidak merata dan terjadi dominansi
suatu jenis. Jenis yang dominan pada tingkat pancang adalah Kemenyan Toba
Tabel 6. Analisis Data Kemenyan Tingkat Tiang di Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara
No Nama Jenis Kemenyan KR
Tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat 3 jenis kemenyan untuk tingkat
tiang pada lokasi penelitian. Jenis kemenyan yang memiliki nilai frekuensi
relative tertinggi yaitu Styrax sumatrana J.J.SM yaitu 56,52%. Spesies ini
ditemukan dalam 197 plot pengamatan. Kerapatan relatif jenis ini juga memiliki
nilai tertinggi yaitu 55,33%. Angka ini menunjukkan bahwa jenis ini memiliki
jumlah populasi terbesar diantara jenis-jenis yang ada. Sedangkan frekuensi relatif
terendah yaitu S. benzoine var. hiliferum yaitu 10,14%. Spesies ini ditemukan
dalam 36 plot pengamatan. Kerapatan relatif jenis ini juga memiliki nilai terendah
yaitu 8,63%. Angka ini menunjukkan bahwa jenis ini memiliki tingkat penyebaran
dan jumlah populasi terendah diantara jenis yang ada.
Terhadap dominansi relatif jenis S. benzoine var. hiliferum memiliki nilai
tertinggi yaitu 37.62%. Angka ini menunjukkan tingkat penguasaan jenis ini lebih
tinggi dibandingkan jenis lainnya. Dominansi suatu jenis menurut Kainde, dkk
(2011) merupakan nilai yang menunjukkan penguasaan suatu jenis terhadap jenis
lain pada suatu komoditas. Dominansi adalah proporsi antara luas bidang dasar
spesies dan luas total. Luas bidang dasar S. benzoine var. hiliferum memiliki nilai
tertinggi dibandingkan spesies yang lain sehingga menyebabkan dominansi relatif
30,54%. Angka ini menunjukkan tingkat penguasaan Styrax benzoin DRYAN
terhadap jenis lainnya tergolong rendah.
Tingkat keanekaragaman kemenyan pada tingkat tiang yang disajikan pada
tabel 6 adalah 1,03. Hal ini menunjukkan tingkat keanekaragaman tingkat tiang
tergolong sedang. Odum (1993) dalam Faza (2012) menyatakan bahwa
keanekaragaman sedang atau moderat menandakan jenis vegetasi menyebar
merata. Keanekaragaman tinggi atau stabil menandakan jenis vegetasi variasinya
tinggi didukung oleh faktor lingkungan yang prima untuk semua jenis yang hidup
dalam habitat bersangkutan
Indeks kemerataan jenis kemenyan pada tingkat tiang yang terdapat pada
tabel 6, menunjukkan bahwa nilai E yang diperoleh sebesar 0,21. Hal ini
menunjukkan bahwa kemerataan jenis kemenyan tingkat tiang tergolong tidak
merata yang berarti bahwa sebaran individu antar jenis tidak merata dan terjadi
dominansi suatu jenis. Dimana jenis yang dominan masih tetap dikuasai oleh
Styrax sumatrana J.J.SM. Menurut Magurran (1988) dalam Faza (2012)
penggolongan hasil Indeks Kemerataan (E) adalah 0,00-0,24 tidak merata.
Tabel 7. Analisis Data Kemenyan Tingkat Pohon di Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara
No Nama Jenis Kemenyan KR (%)
Tabel 7 menunjukkan terdapat 4 jenis kemenyan tingkat pohon di lokasi
diikuti dengan Styrax benzoin DRYAN. INP terendah adalah Kemenyan Dairi
(Styrax sp.) yaitu 33.06%. Kerapatan relatif tertinggi adalah
Styrax sumatrana J.J.SM yaitu 52,62% yang berarti jumlah individu jenis ini
paling besar yaitu 503 individu. Hal tersebut menunjukkan bahwa
Styrax sumatrana J.J.SM mempunyai kemampuan adaptasi dan reproduksi yang
tinggi pada lokasi tersebut. Frekuensi relatif yang tertinggi juga ditempati oleh
Styrax sumatrana J.J.SM dimana tingkat penyebarannya yang lebih luas
dibandingkan jenis yang lain yang terdapat dalam 218 plot pengamatan.
Kerapatan relatif dan frekuensi relatif terendah ditemukan pada jenis Kemenyan
Dairi (Styrax sp.) dimana jumlah individu dan tingkat penyebarannya lebih rendah
dibandingkan jenis kemenyan lainnya.
Berdasarkan data analisis vegetasi kemenyan tingkat pohon yang terdapat
pada tabel 7, diperoleh bahwa nilai H’ yang didapatkan sebesar 1,27. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman jenis kemenyan tergolong sedang.
Keanekaragaman jenis kemenyan tingkat pohon dikatakan sedang, menandakan
ke 4 jenis kemenyan ini menyebar merata pada lokasi penelitian. Hal ini
disebabkan karena keempat jenis kemenyan inilah yang mampu beradaptasi
dengan curah hujan, tanah, dan ketinggian tempat pada lokasi penelitian.
Indeks Kelimpahan Jenis (E) kemenyan pada tingkat pohon adalah 0,34.
Menurut Magurran (1988) dalam Faza (2012) hasil Indeks Kemerataan (E)
kemenyan tingkat pohon ini berada pada kisaran 0,26-0,55 yang berarti
penyebaran pohon kemenyan kurang merata. Angka ini menunjukkan bahwa
sebaran individu antar jenis kurang merata dan terjadi dominansi suatu jenis. Hasil
kelimpahan yang paling tinggi adalah tingkat pohon, kemudian tingkat semai,
tingkat tiang, dan yang terakhir adalah tingkat pancang. Secara umum dapat
dikatakan bahwa semua tingkatan penyebaran jenis kurang merata. Dari semua
tingkatan, jenis dominan yang tersebar adalah Styrax sumatrana J.J.SM,
kemudian disusul dengan Styrax benzoin DRYAN.
Tingkat persentase jumlah individu kemenyan dari hasil penelitian di Hutan
Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara
disajikan pada gambar 6.
Gambar 5.Tingkat Total Persentase Individu Kemenyan
Jenis Styrax sumatrana J.J.SM menempati peringkat paling tinggi sebesar
55.58% kemudian diikuti dengan jenis Styrax benzoin DRYAN yaitu 37.14%.
Styrax sumatrana J.J.SM menempati peringkat paling tinggi disebabkan karena
anakan yang tumbuh dari jenis ini segaja disebarkan dihampir seluruh wilayah
hutan produksi. Penyebaran ini umumnya dilakukan oleh masyarakat yang
sedang memasuki kawasan hutan baik berburu atau mengambil hasil hutan
lainnya. Namun buah kemenyan juga disebarkan oleh rusa dan babi hutan.
Jayusman, dkk (1999) menyatakan bahwa buah kemenyan yang masak disukai
pemeliharaan akan menghasilkan anakan yang tumbuh di bawah tegakan
kemenyan maka anakan akan dipindahkan ke areal yang mempunyai jarak tanam
yang jarang. Umumnya, syarat tumbuh untuk berbagai jenis kemenyan adalah
sama, hanya saja kemenyan Toba memiliki keunggulan yang lebih baik
dibandingkan jenis kemenyan lainnya sehingga masyarakat lebih tertarik untuk
menyebarkan kemenyan Toba. Dalam dunia perdagangan dikenal dua mutu
kemenyan yaitu kemenyan toba (Sumatra benzoin) dan kemenyan siam (Siam
benzoin). Selain itu, menurut Zuska (2005) kemenyan Toba termasuk salah satu
tanaman endemik di Tapanuli. Kemenyan ini hanya dihasilkan dari provinsi
Sumatera Utara dan sampai saat ini belum ada daerah lain di Indonesia yang
menghasilkan komoditi serupa.
Jenis kemenyan Dairi (Styrax sp.) menempati peringkat paling rendah
disusul dengan S. benzoine var. hiliferum. Jenis ini memang sangat jarang
dijumpai didaerah Tapanuli Utara. S. benzoine var. hiliferum dan Styrax sp.
biasanya tumbuh liar dihutan dan pertumbuhan kedua jenis ini cukup lambat.
Jenis ini populasinya relatif sedikit kerena hasilnya yang tidak memuaskan
dibandingkan dengan Styrax sumatrana J.J.SM atau Styrax benzoin DRYAN.
Jayusman (1997) menyatakan bahwa jenis kemenyan alam yang kurang dikelolah
di Sumatera Utara adalah kemenyan “Bulu” S. benzoine var. hiliferum.
Deskripsi Kemenyan
Deskripsi kemenyan merupakan cara untuk melihat dan mengamati
perbedaan-perbedaan spesies kemenyan yang ada berdasarkan morfologi
kemenyan yang lainnya. Deskripsi untuk masing-masing spesies kemenyan yang
telah ditemukan yaitu sebagai berikut:
1. Kemenyan Toba (Styrax sumatrana J.J.SM)
Perawakan: Jenis pohon berkayu berukuran sedang, dengan tinggi mencapai
18-20 meter (Gambar 6a).
Batang: Berbatang lurus dan tegak, percabangan sedikit dimana percabangannya
monopodial yaitu batang pokok selalu tampak jelas karena ukurannya lebih besar,
dan lebih panjang demikian pula pertumbuhannya lebih cepat dari pada
cabang-cabangnya. Kulit batang berwarna coklat muda agak kemerahan, diameter batang
berkisar antara 20-35 cm.
Daun: Permukaan daun berwarna hijau tua sampai cerah, dan bagian belakang
daun berwarna hijau kebu-abuan, merupakan berdaun tunggal berseling, tesebar,
berbentuk lonjong, tepi rata, pangkal daun meruncing, ujung daun meruncing dan
pertulangan daun menyirip (Gambar 6b).
Buah: kecil, lonjong, berdiameter 1- 2cm, buah muda/segar berwarna hijau dan
buah tua berwarna coklat keputihan
Biji: Biji kemenyan Toba berwarna coklat tua dan lebih gelap dibandingkan
dengan jenis lainnya.
Ciri khas: Kemenyan Toba memiliki daun dengan ukuran terkecil dari jenis
kemenyan lainnya. Panjang daun 4-5 cm dengan lebar 2-4 cm. Selain daun, ciri
khas yang lain terletak pada getahnya. Getah Kemenyan Toba memiliki aroma
yang lebih tajam dibandingkan jenis kemenyan lainnya, menghasilkan getah
dari kemenyan lainnya, berwarna putih susu dan merupakan getah kualitas eksport
(Sumatra benzoin) (Gambar 6d).
a. b.
c. d.
Gambar 6. Kemenyan Toba (Styrax sumatrana J.J.SM) (a) Perawakan, (b) Daun, (c) Batang, (d) Getah
2. Kemenyan Durame (Styrax benzoin DRYAN)
Perawakan: Jenis pohon berkayu yang memiliki tinggi 8-16 m.
Batang: lurus, percabangan sedikit, kulit batang berwarna coklat muda agak
kemerahan, diameter batang berkisar antara 20-30 cm, umunya lebih kecil
dibandingkan kemenyan Toba (Gambar 7c).
Daun: tunggal berseling, tesebar, berbentuk lonjong, tepi rata, pangkal daun
meruncing, ujung daun meruncing, pertulangan daun menyirip, permukaan daun
Buah: menyerupai kemenyan Toba, namun buah lebih besar dibandingkan
kemenyan Toba dengan diameter 2-4 cm, bijinya berwarna coklat dan lebih terang
dibandingkan dengan kemenyan Toba (Jayusman, dkk., 1999).
Ciri Khas: kemenyan Durame memiliki daun terbesar dari jenis kemenyan
lainnya. Panjang daun 7-10 cm dengan lebar 4-7 cm. Selain daun, ciri khas yang
lain terletak pada getahnya. Getah kemenyan Durame memiliki aroma tidak
terlalu tajam dibandingkan kemenyan Toba, menghasilkan getah kualitas 1,
namun dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan kemenyan Toba, lebih
menghasilkan getah kualitas 3 yang disebut tahir, dan getah berwarna putih
kekuningan (Gambar 7d).
a. b.
c. d.
3. Kemenyan Bulu (S. benzoine var. hiliferum)
Perawakan: pohon dengan tinggi mencapai 18-20 meter (Gambar 8a).
Batang: lurus, tegak, percabangan sedikit, kulit batang berwarna coklat tua,
diameter batang berkisar antara 26-37 cm. Tingkat kekerasan batang agak keras.
Daun: Permukaan daun berwarna hijau, daun berseling, berbentuk lonjong, tepi
rata, daun meruncing, pertulangan daun menyirip (Gambar 8b).
Buah: menyerupai kemenyan Durame, lebih besar dibandingkan kemenyan Toba
dengan diameter 2-4 cm (Jayusman, dkk., 1999).
Ciri Khas: kemenyan Bulu memiliki daun menyerupai kemenyan Durame, hanya
saja ukurannya lebih kecil dibandingkan kemenyan Durame. Panjang daun 5-7 cm
dengan lebar 4-5 cm. Ciri khas yang lain terletak pada getahnya. Kemenyan Bulu
menghasilkan tahir, dimana setelah penakikan getahnyanya akan jatuh lurus
kebawa dan tidak bergumpal, getah berwarna coklat tua dan bening. Pohon
kemenyan Bulu umunya memiliki diameter yang lebih besar dibandingkan
kemenyan lainnya.
c. d.
Gambar 8. Kemenyan Bulu (S. benzoine var. hiliferum) (a) Perawakan, (b) Daun, (c) Batang, (d) Getah
4. Kemenyan Dairi (Styrax sp.)
Perawakan: pohon dengan tinggi mencapai 20 meter (Gambar 9a).
Batang: lurus, tegak, percabangan sedikit, kulit batang berwarna coklat
kemerahan, diameter batang berkisar antara 20-30 cm. Tingkat kekerasan batang
agak keras.
Daun: Permukaan daun berwarna hijau, daun berseling, berbentuk lonjong, tepi
rata, daun meruncing, pertulangan daun menyirip (Gambar 9b).
Buah: menyerupai kemenyan Durame, lebih besar dibandingkan kemenyan Toba
dengan diameter 2-4 cm (Jayusman, dkk., 1999).
Ciri Khas: kemenyan Dairi memiliki daun menyerupai kemenyan Durame, dan
ukurannya sama dengan kemenyan Durame. Namun memiliki diameter yang lebih
besar hampir menyerupai kemenyan Bulu. Selain diameter batang, ciri khas yang
lain terletak pada getahnya. Getah kemenyan Dairi hampir sama dengan
kemenyan Toba. Menghasilkan sidukapi dan tahir, dimana setelah penakikan
getahnyanya akan jatuh lurus kebawa namun getah tetap akan menggumpal
a. b.
c. d.
Gambar 9. Kemenyan Dairi (Styrax sp.) (a) Perawakan, (b) Daun, (c) Batang, (d) Getah
Pemanfaatan Kemenyan
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat sekitar Hutan Batang
Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara (Lampiran
2) diperoleh bahwa hampir semua masyarakat mengetahui pohon kemenyan.
Masyarakat mengganggap bahwa pohon kemenyan merupakan pohon yang
menghasilkan getah dan menghasilkan uang untuk kehidupan masyarakat
setempat. Pengetahuan ini diperoleh secara turun temurun yang diwariskan oleh
nenek moyang mereka.
Pemanfaatan getah kemenyan oleh masyarakat Kecamatan Adiankoting
sebagian besar tidak dimanfaatkan secara langsung namun sebagai sumber