• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inventarisasi Dan Pemanfaatan Rotan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan(Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Inventarisasi Dan Pemanfaatan Rotan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan(Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

INVENTARISASI DAN PEMANFAATAN ROTAN OLEH

MASYARAKAT SEKITAR HUTAN

(Studi Kasus:Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan

Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

SKRIPSI

Oleh:

Iyen Eriana Naibaho 101201128 Teknologi Hasil Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul :“Inventarisasi Dan Pemanfaatan Rotan Oleh Masyarakat

Sekitar Hutan(Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)”

Nama : Iyen Eriana Naibaho

NIM : 101201128

Program Studi : Kehutanan

Minat Studi : Teknologi Hasil Hutan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Irawati Azhar, S.Hut., M.Si

Ketua Anggota

Riswan, S.Hut., M.Si

Mengetahui:

(3)

ABSTRAK

IYEN ERIANA NAIBAHO: Inventarisasi dan Pemanfaatan Rotan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli utara). Dibimbing Oleh: IRAWATI AZHAR S.Hut., M.Si dan RISWAN S.Hut., M.Si.

Rotan merupakan hasil hutan bukan kayu yang memiliki nilai komersial yang tinggi dan keberadaannya cukup tinggi di wilayah Sumatera Utara. Tetapi, belum ada penelitian tentang spesies rotan dan pemanfaatannya secara khusus di kawasan Hutan Batang Toru. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang keanekaragaman spesies-spesies rotan dan pemanfaatannya di Hutan Batang Toru Blok Barat, Tapanuli Utara, di Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2014. Spesies rotan yang dijumpai dicatat dan diidentifikasi berdasarkan kaarakteristik pelepah daun. Frekuensi setiap spesies rotan ditentukan berdasarkan kepadatan populasi setiap jenis pada dua ketinggian tempat. Metode yang digunakan adalah jalur berpetak yang dimana banyak tanaman rotan. Jalur yang dibuat sepanjang 100 m dengan ukuran lebar 20 m.

Potensi rotan dilokasi penelitian cukup tinggi dimana dari hasil penelitian diperoleh sebanyak 9 spesies rotan. Sembilan spesies rotan tersebut tumbuh berumpun. Pada ketinggian 1000 mdpl spesies rotan yang ditemukan adalah Calamus scipionum, Calamus trachycoleus, Khortalsia echinometra, Calamus caesius, Calamus exilis, Calamaus ornatus, Daemonorops hystrix, Plectocomiopsis geminiflora, dan Calamus tetradactyllus.Sedangkan pada ketinggian 900 mdpl spesies rotan Calamus tracycoleus, Calamus caesius, dan Calamus ornatus tidak ditemukan pada ketinggian 900 mdpl. Keanekaragaman jenis di lokasi penelitian tergolong cukup tinggi. Pemanfaatan rotan oleh masyarakat sekitar hutan cukup tinggi.

(4)

ABSTRACT

IYEN ERIANA NAIBAHO: Inventory and Utilized of Rattan Species by People Around Forest (Case Study: Batang Toru Forest West Block, Adiankoting District, Tapanuli Utara Regency). Under the supervision of IRAWATI AZHARS.Hut., M.Si and RISWAN S.Hut., M.Si.

Rattans is non wood forest product has a high comercial value and high growing in North Sumatera. But, the research about inventory and utilized especially in Batang Toru Forest not yet. The research was purposed to obtain information about the diversity and utilization of rattans species in the Batang Toru Forest West Block, North Tapanuli, in North Sumatera. The research was done in April-Mei 2014. Species rattan which were found in the study area were identified based on charactheristics leafheath morphologies. Frequencies of each rattan species was calculated based on population density of each species at two levels of elevations. Method was use on this research is a line sampling method. A total of 500 plots of 20x10 m were laid on the study area in different elevation.

The potencial of rattans that found in around study area is high, the result from research was found that 9 species. Nine species of rattan found grew in clumps. Species rattan was found in 1000m above sea level was Calamus scipionum, Calamus trachycoleus, Khortalsia echinometra, Calamus caesius, Calamus exilis, Calamaus ornatus, Daemonorops hystrix, Plectocomiopsis geminiflora, and Calamus tetradactyllus. In 900m above sea level Calamus tracycoleus, Calamus caesius, dan Calamus ornatus was not found. The diversity species in study area is high. The utilization of rattan by forest communities is high.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal

29 Desember 1992 sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara, dari Ayah bernama

Makmur Naibaho dan Ibu bernama Tiromli Manurung.

Penulis memulai pendidikan formal dari Sekolah Dasar di SD INPRES

176380 Tuk-Tuk Siadong, Kecamatan Simanindo, Samosir, Sumatera Utara pada

tahun 1998 dan lulus tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan

pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Simanindo, Sumatera

Utara dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima Sekolah

Menengah Atas di SMA Negeri 1 Simanindo, Sumatera Utara dan lulus pada

tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis diterima dan terdaftar di Program Studi

Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur

Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada semester VII

tahun 2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa minat Teknologi Hasil Hutan.

Penulis telah melaksanakan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan

(P2EH) di Hutan Pendidikan TAHURA Bukit Barisan Kabupaten Karo pada

tahun 2012 yang dilaksanakan selama 10 hari. Penulis juga telah melaksanakan

Praktek Kerja Lapang (PKL) di Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Sumalindo

Hutani Jaya dan PT. Surya Hutani Jaya, Kalimantan Timur pada tahun 2014 yang

berlangsung selama 1 bulan.

Selama kuliah penulis merupakan anggota di organisasi kemahasiswaan di

Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) USU dan penulis juga aktif di UKM

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas

berkat dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Judul dari

penelitian ini adalah “Inventarisasi Dan Pemanfaatan RotanOleh Masyarakat

Sekitar Hutan (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok BaratKecamatan

Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)” dan diharapkan dapat memberikan

informasi mengenai jenis rotan sehingga dapat memberikan masukan bagi pihak

yang memerlukan.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Orangtua penulis Bapak M. Naibaho dan Ibu T. Manurung beserta saudara

saya Dina, Ruth, Imelda, Octavia, Daniel, dan Efrina yang telah memberi

dukungan materi dan doanya kepada penulis.

2. Ibu Irawati Azhar, S.Hut., M.Si dan Bapak Rizwan, S.Hut., M.Si selaku dosen

pembimbing yang telah memberikan waktu dan membimbing penulis dalam

mengerjakan skripsi ini.

3. Ibu Siti Latifah S.Hut., M. Si., Ph.D selaku Ketua Program Studi Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara beserta dosen pengajar.

4. Jotmer Sitompul selaku Sekretaris Desa Banuaji IV dan Hotben Siregar serta

seluruh masyarakat desa Banuaji I, IV, Desa Simate-mate yang telah

membantu penulis selama melakukan penelitian di Desa Banuaji.

5. Teman-teman selaku tim penelitian Eko Rumondang Marbun, Ijon Saragih,

(7)

6. Kelompok Tumbuh Bersama BOC Ka Line, Ribka Clara Sitorus, Safrina

Lumbangaol, dan Riki Siallagan yang telah memberikan dukungan, semangat,

dan doa kepada penulis selama mengerjakan skripsi.

7. Ferry Aulia R, Esty Nidianty, serta rekan-rekan Kehutanan 2010 atas semangat

dan bantuannya.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan penelitian ini,

untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi

perbaikan skripsi ini. Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua

(8)

DAFTAR ISI

Luas, Topografi dan Letak Geografis ... 5

Kondisi Umum Kecamatan adiankoting ... 5

Inventarisasi Rotan ... 6

Tinggi Tempat Dari Permukaan Laut (dpl)... 11

Potensi Rotan ... 12

(9)

Alat dan Bahan Penelitian ... 15

Prosedur Penelitian ... 16

Pengumpulan Data ... 16

Penentuan Responden ... 17

Teknik Pengambilan Data ... 18

Analisis Data ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Spesies Rotan ... 22

Kelimpahan Populasi Spesies Rotan ... 25

Potensi Rotan ... 29

Deskripsi Spesies Rotan ... 32

Persepsi Masyarakat Terhadap Rotan ... 48

Pemanfaatan Rotan ... 50

Jenis Rotan Yang Dimanfaatkan dan Bentuk Pemanfaatan Rotan .. 53

Sistem Pemanenan Rotan ... 61

Pengolahan Rotan Secara Sederhana ... 64

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 67

Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta lokasi penelitian di hutan Batang Toru Kecamatan

Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara. ... 15

2. Posisi jalur berpetak (Line plot sampling) dalam inventarisasi Rotan ... ... 19

3. Peta Titik Sebaran Rotan di Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara. ... 25

4. Potensi Jumlah Rumpun Berdasarkan Klasifikasi Rotan Pada Kawasan Hutan Batang Toru, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara. ... 30

5. Hotang Buar-Buar (Calamus scipionum Loureiro) ... 33

6. Hotang Pulogos (Calamus trachycoleus Beccari) ... 35

7. Hotang Mallo (Khortalsia echinometra Becc.) ... 36

8. Hotang Dokkan (Plectocomiopsis geminiflora (Griff). Beccari) ... 37

9. Hotang Dekke (Calamus tetradactylus Hance) ... 39

10. Hotang Hotari (Calamus caesius Blume) ... 40

11. Hotang Pahu (Calamus exilis Griffith) ... 43

12. Hotang Maranak (Calamus ornatus Blume) ... 45

13. Hotang Bas-bason (Daemonorops hystrix Griff.) ... 46

14. Produk rotan yang dikenal masyarakat sebagai Bubuh ... 54

15. Produk Rotan yang dikenal Masyarakat dengan sebutan Keranjang ... 55

16. Produk Rotan yang dikenal Masyarakat dengan sebutan Hirang .... 55

17. Produk Rotan yang digunakan Penyekat Dinding ... 56

(11)

20. Produk Rotan yang digunakan untuk Menjemur

Kacang (tampak bawahnya). ... 58

21. Produk Rotan yang dikenal dengan Keranjang Plastik ... 58

22. Produk Rotan yang digunakan sebagai Sangkar Burung ... 59

23. Produk Rotan yang digunakan sebagi Sendok Dasar Nasi ... ... 59

24. Produk Rotan yang digunakan sebagai Tas ... 60

25. Produk Rotan yang digunakan sebagai Sapu ... 61

26. Alat pemanenan rotan ... 63

27. Alat pengolahan rotan ... 65

28. Produk rotan ... 66

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Pemanfaatan batang beberapa jenis rotan ... 14

2. Daftar spesies rotan pada kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli

Utara ... 22

3. Kerapatan Relatif (%) spesies rotan berdasarkan jumlah batang

per hektar di 2 ketinggian tempat ... 26

4. Frekuensi Relatif (%) masing-masing spesies rotan di 2

Ketinggian tempat ... 27 5. Indeks Nilai Penting (%) setiap spesies rotan di 2 ketinggian

Tempat ... 27

6. Indeks Keanekaragaman (H’) spesies rotan di 2 ketinggian tempat di Kawasan Hutan Batang Toru, Kecamatan

Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara ... 29

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Kuisioner Penelitian Pemanfaatan Rotan oleh Masyarakat Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting

Kabupaten Tapanuli Utara ... 70

2. Kuisioner untuk Responden Umum ... 73

3. Karakteristik Responden di kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli

Utara ... 75

4. Responden yang memanfaatkan rotan di kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting,

Kabupaten Tapanuli Utara ... 77

5. Analisis Data dan Jenis Rotan pada Ketinggian 900 m dpl ... 80

6. Analisis Data dan Jenis Rotan pada Ketinggian 1000 mdpl ... 81

7. Foto Landscape Hutan Batang Toru Blok Barat,

Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara ... 82

8. Titik Koordinat Rotan di Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten

Tapanuli Utara ... 83

(14)

ABSTRAK

IYEN ERIANA NAIBAHO: Inventarisasi dan Pemanfaatan Rotan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli utara). Dibimbing Oleh: IRAWATI AZHAR S.Hut., M.Si dan RISWAN S.Hut., M.Si.

Rotan merupakan hasil hutan bukan kayu yang memiliki nilai komersial yang tinggi dan keberadaannya cukup tinggi di wilayah Sumatera Utara. Tetapi, belum ada penelitian tentang spesies rotan dan pemanfaatannya secara khusus di kawasan Hutan Batang Toru. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang keanekaragaman spesies-spesies rotan dan pemanfaatannya di Hutan Batang Toru Blok Barat, Tapanuli Utara, di Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2014. Spesies rotan yang dijumpai dicatat dan diidentifikasi berdasarkan kaarakteristik pelepah daun. Frekuensi setiap spesies rotan ditentukan berdasarkan kepadatan populasi setiap jenis pada dua ketinggian tempat. Metode yang digunakan adalah jalur berpetak yang dimana banyak tanaman rotan. Jalur yang dibuat sepanjang 100 m dengan ukuran lebar 20 m.

Potensi rotan dilokasi penelitian cukup tinggi dimana dari hasil penelitian diperoleh sebanyak 9 spesies rotan. Sembilan spesies rotan tersebut tumbuh berumpun. Pada ketinggian 1000 mdpl spesies rotan yang ditemukan adalah Calamus scipionum, Calamus trachycoleus, Khortalsia echinometra, Calamus caesius, Calamus exilis, Calamaus ornatus, Daemonorops hystrix, Plectocomiopsis geminiflora, dan Calamus tetradactyllus.Sedangkan pada ketinggian 900 mdpl spesies rotan Calamus tracycoleus, Calamus caesius, dan Calamus ornatus tidak ditemukan pada ketinggian 900 mdpl. Keanekaragaman jenis di lokasi penelitian tergolong cukup tinggi. Pemanfaatan rotan oleh masyarakat sekitar hutan cukup tinggi.

(15)

ABSTRACT

IYEN ERIANA NAIBAHO: Inventory and Utilized of Rattan Species by People Around Forest (Case Study: Batang Toru Forest West Block, Adiankoting District, Tapanuli Utara Regency). Under the supervision of IRAWATI AZHARS.Hut., M.Si and RISWAN S.Hut., M.Si.

Rattans is non wood forest product has a high comercial value and high growing in North Sumatera. But, the research about inventory and utilized especially in Batang Toru Forest not yet. The research was purposed to obtain information about the diversity and utilization of rattans species in the Batang Toru Forest West Block, North Tapanuli, in North Sumatera. The research was done in April-Mei 2014. Species rattan which were found in the study area were identified based on charactheristics leafheath morphologies. Frequencies of each rattan species was calculated based on population density of each species at two levels of elevations. Method was use on this research is a line sampling method. A total of 500 plots of 20x10 m were laid on the study area in different elevation.

The potencial of rattans that found in around study area is high, the result from research was found that 9 species. Nine species of rattan found grew in clumps. Species rattan was found in 1000m above sea level was Calamus scipionum, Calamus trachycoleus, Khortalsia echinometra, Calamus caesius, Calamus exilis, Calamaus ornatus, Daemonorops hystrix, Plectocomiopsis geminiflora, and Calamus tetradactyllus. In 900m above sea level Calamus tracycoleus, Calamus caesius, dan Calamus ornatus was not found. The diversity species in study area is high. The utilization of rattan by forest communities is high.

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan sumber plasma nutfah yangmemiliki potensi untuk

memenuhi berbagaikebutuhan manusia seperti papan, panganhingga obat-obatan.

Saat ini hampir semuamanusia tergantung pada hutan, baik untukmengambil

manfaatnya secara langsung maupuntidak langsung.Salah satu manfaat yang

diambil langsung dari hutan adalah hasil hutan bukan kayu seperti hewanburuan,

madu, tumbuhan pangan, tumbuhanobat, dan juga tumbuhan untuk

pembuatankerajinan tradisional seperti anyaman. Salah satusumber hasil hutan

bukan kayu yang dimanfaatkanoleh masyarakat adalah spesies-spesies rotanyang

banyak digunakan baik sebagai bahananyaman, keperluan tali temali maupun

untukdijadikan bahan sayuran (Jumiati, dkk, 2012).

Hasil hutan dapat berupa hasil hutan kayu dan turunannya (timber product) dan hasil hutan bukan kayu (non-timber product) yang meliputi berbagai macam produk seperti rotan, gondorukem, damar, terpentin dan sebagainya. Hasil

hutan berupa kayu akhir-akhir ini tidak dapat diandalkan lagi sebagai sumber

pendapatan negara terbesar, sejalan dengan berbagai permasalahan dan krisis pada

sektor kehutanan. Kondisi tersebut menyadarkan pemerintah untuk dapat

meningkatkan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu. Salah satunya yang

mempunyai potensi cukup besar adalah hasil hutan bukan kayu berupa rotan.

Rotan merupakan hasil hutan bukan kayu yang memiliki peranan cukup besar

(17)

dapat dibuat dari bahan baku rotan dan telah diekspor dan memberikan kontribusi

secara nyata kepada negara (Darusman, 2001).

Rotan merupakan salah satu tumbuhanhutan yang mempunyai nilai

komersil cukuptinggi, selain itu sebagai sumber devisanegara yang

pemanfaatannya banyakmelibatkan petani dan menjadi sumberkehidupan

masyarakat di sekitarnya. Untukitu, rotan sebagai salah satuspesies flora perlu

dikembangkandalam rangka meningkatkan pelestarian,pemanfaatan, dan

konservasi sumber genetiknya (Kalima, dkk, 2010).

Terbatasnya penelitian rotan di habitat alam terutama penelitian dari aspek

ekologi dan budidaya menyebabkan rendahnya perhatian terhadap kelestarian

rotan alam. Hutan Batang Toru di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara

merupakan hutan alam yang dimana sampai saat ini belum pernah dilakukan

inventarisasi terhadap jenis-jenis rotan di hutan tersebut. Masyarakat sekitar

Hutan Batang Toru Tapanuli Utara telah memanfaatkan rotan namun tidak secara

optimal karena kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai hasil hutan bukan

kayu jenis rotan yang terdapat di hutan tersebut sehingga perlu dilakukan

penelitian di daerah Hutan Batang Toru bagian Tapanuli Utara tersebut.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui jenis-jenis hasil hutan bukan kayu jenis rotan yang terdapat di

Hutan Batang Toru khususnya Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli

(18)

2. Mengetahui manfaat hasil hutan bukan kayu jenis rotan yang dimanfaatkan

oleh masyarakat sekitar Hutan Batang Toru di Kecamatan Adiankoting,

Kabupaten Tapanuli Utara.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat maupun dinas terkait seperti Dinas Kehutanan tentang potensi Hasil

Hutan Bukan Kayu khususnya rotan di Hutan Batang Toru di Kecamatan

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Batang Toru

Kawasan Hutan Batang Toru terdiri dari Blok Barat dan Blok Timur,

secara geografis terletak antara 98° 53’ - 99° 26’ Bujur Timur dan 02° 03’ - 01°

27’ Lintang Utara. Secara administratif berada di 3 Kabupaten yaitu Tapanuli

Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan dengan luas hutan di

masing-masing kabupaten sebagai berikut:

• Kabupaten Tapanuli Utara: Kawasan hutan Batang Toru yang termasuk

kedalam daerah Tapanuli Utara adalah seluas 89.236 ha atau 65,5% dari luas

hutan. Air dari hutan Batang Toru di Tapanuli Utara mengairi persawahan luas di

lembah Sarulla dan hulunya dari DAS Sipansihaporas dan Aek Raisan berada di

Tapanuli Utara. Pegunungan yang paling tinggi di Batang Toru berada di Tapanuli

Utara (Dolok Saut 1.802 m dpl)

• Kabupaten Tapanuli Tengah: hutan Batang Toru yang termasuk daerah

Tapanuli Tengah adalah seluas 15.492 ha atau 11,4% dari luas hutan. Kawasan

hutan Batang Toru di Tapanuli Tengah merupakan daerah tangkapan air bagi

PLTA Sipansihaporas. Areal sekitar Sipansihaporas merupakan hutan ditebing

kapur yang sangat indah dengan banyak air terjun. Hulu DAS Garoga dan DAS

Tapus berada di Tapanuli Tengah. Kawasan Bukit Anugerah yang sedang

dibangun untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata Tapanuli Tengah, berada di

tepi hutan Batang Toru.

• Kabupaten Tapanuli Selatan: Kawasan hutan Batang Toru yang termasuk ke

(20)

hutan. Air dari sungai Batang Toru dan Aek Garoga menjadi penting untuk

perkebunan luas yang berada di daerah hilir.

(YEL, 2007).

Luas, Topografi dan Letak Geografis

Keadaan topografi di kawasan hutan Batang Toru sangat curam.

Berdasarkan peta kontur sebagian besar kelerengan berkisar > 40%, dan lebih

curam lagi di Blok Timur Sarulla. Tanah di hutan Batang Toru termasuk yang

peka terhadap erosi. Hutan Batang Toru menjadi areal yang penting untuk

mencegah banjir, erosi dan longsor di daerah Tapanuli ini yang rentan terhadap

datangnya bencana alam, termasuk gempa. Dengan ketinggian sekitar 400-1.803

m di atas permukaan laut, kawasan hutan Batang Toru merupakan hutan

pegunungan dataran rendah dan dataran tinggi. Status hutan Batang Toru saat ini

sekitar 68,7 % Hutan Produksi (93.628 ha), APL 12,7 % (17.341 ha) dan sebagian

Hutan Lindung (Register) atau Suaka Alam 18,6 % (25.315 ha). Saat ini sedang

disiapkan usulan perubahan status untuk menjadikan hutan Batang Toru sebagai

hutan lindung oleh kabupaten-kabupaten yang ada di Tapanuli (YEL, 2007).

Kondisi Umum Kecamatan Adiankoting

Adiankoting dalam Angka (2012),secara geografis kecamatan Adiankoting

terletak pada koordinat 98o50’21,37’’ BT – 01o58’40,02’’ Lintang Utara.

Kecamatan Adiankoting terletak 400-1.300 mdpl dengan luas kecamatan 502, 90

Km2. Secara administratif kecamatan Adiankoting berbatasan dengan empat

kecamatan tentangga. Adapun batas-batas adalah sebagai berikut :

(21)

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kacamatan Parmonangan

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pahae Julu

Kecamatan Adiankoting terdiri atas 16 desa/kelurahan yaitu Pagaran

Lambung I, II, III, IV, Sibalanga, Pagaran Pisang, Adiankoting, Dolok Nauli,

Banuaji I, II, IV, Pansur Batu, Pardomuan Nauli, Siantar Naipospos, Pansur Batu I

dan II. Luas lahan untuk hutan kemenyan adalah 2.088 ha dengan produksi

kemenyan 524,07 ton/tahun (Adiankoting dalam Angka, 2012).

Inventarisasi Rotan

Pemanfaatan secara lestari rotan alam dapat dilakukan melalui

perencanaan yang baik dengan mendasarkan pada informasi mengenai habitat,

populasi, potensi, dan persebarannya. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui

kegiatan inventarisasi yang dilakukan di berbagai tempat di Indonesia. Informasi

tersebut merupakan data dasar yang dapat ditindaklanjuti dengan melakukan

seleksi jenis, diikuti dengan penelitian, terutama yang berkaitan dengan fenologi

dan silvikultur. Rangkaian kegiatan tersebut selanjutnya diaplikasikan dalam

bentuk budidaya secara komersial dalam skala besar untuk menjamin keberadaan

rotan alam (Witono, dkk, 2003).

Rotan umumnya tumbuh secara alami, menyebar mulai daerah pantai

hingga pegunungan, pada elevasi 0 - 2900 m di atas permukaan laut, secara

ekologis rotan tumbuh dengan subur di berbagai tempat, baik dataran rendah

maupun agak tinggi, terutama di daerah yang lembab seperti pinggiran sungai

(Kalima, 2008).

Tanaman rotan secara umum tumbuh berumpun dan mengelompok

(22)

karena itu, pemungutan rotan dilakukan secara pemilihan atau tebang pilih,

maksudnya rotan yang telah masak tebang saja yang dipungut. Ciri-ciri rotan yang

telah siap panen pada rotan yang tumbuh secara alami maupun rotan

dibudidayakan, yaitu daun dan durinya sudah patah, warna durinya sudah berubah

menjadi hitam atau kuning kehitam-hitaman, sebagian batangnya sudah tidak

dibalut oleh pelepah daun dan batang telah berwarna hijau (Januminro 2000).

Deskripsi Rotan Secara Umum

Secara umum taksonomi rotan dalam dunia tumbuh-tumbuhan

menurut Januminro (2000) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub-divisio : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Spacadiciflorae

Family : Arecaceae

Batang

Menurut Rusmiati (1996) panjang batang rotan sangat bervariasi,

tergantung jenis maupun individunya. Selanjutnya diterangkan bahwa jenis-jenis

rotan digolongkan dalam beberapa kelas berdasarkan panjang ruas: ruas sangat

pendek (0-10 cm); ruas pendek (10-20 cm); misalnya rotan udang, ruas, sit, dalun;

ruas sedang (20-30 cm) misalnya rotan ayas, katok sega, denan; ruas rotan sangat

panjang (40 cm ke atas). Diameter batang rotan secara umum akan sangat

(23)

pertumbuhan selanjutnya panjang ruas akan mewakili ukuran yang relatif sama.

Batang tanaman rotan berbentuk memanjang dan bulat seperti silinder tetapi ada

juga yang berbentuk segitiga. Batang tanaman rotan terbagi menjadi ruas-ruas

yang setiap ruas dibatasi oleh buku-buku.

Rotan ada yang berbatang tunggal dan ada yang berbatang lebih dari satu

membentuk rumpun. Ciri ini sangat stabil untuk satu jenis. Dari segi

ekonomisnya, ciri ini dapat dipakai sebagai dasar penentuan jenis mana yang

dapat dipanen satu kali dan jenis yang dapat dipanen berulang. Permukaan batang

rotan ada yang halus dan ada yang kasar. Ciri ini juga dapat membedakan antar

jenis (Maturbongs, 1994).

Daun

Tumbuhan rotan berdaun majemuk, dimana duduk daun berada pada

pelepah menyelimuti permukaan batang, anak daun yang tumbuh pada ibu tulang

daun (Costa) sesuai dengan jenisnya dijumpai duduk sejajar, berseling atau dengan 2-4 helai daun berseling, arah ke ujung bila mencapai ketinggian/panjang

batang sekitar 2-3 meter akan termodifikasi menjadi duri-duri pendek (cirrus). Pelepah daun yang duduk pada buku menutupi permukaan ruas batang. Daun

rotan ditumbuhi duri, umumnya tumbuh menghadap ke dalam berfungsi sebagai

penguat mengaitkan. Ukuran panjang daun dan anak daun setiap jenis

berbeda-beda demikian pula bentuknya (Sumarna, 1991).

Bunga

Menurut (Alrasyid dan Dali, 1986) pada umunya rotan termasuk jenis

(24)

ada yang lateral dan terminal. Tipe pembungaannya ada dua yaitu Pleomatik dan

Hapaxantik.

Buah

Kulit buah rotan bersisik halus hingga kasar. Daging buah dibungkus oleh

selaput mesicarp. Rasa daging buah disukai oleh beberapa jenis satwaliar, seperti

tupai, kelelawar dan lain-lain. Buah rotan pada waktu muda berwarna hijau,

setelah tua berwarna kecoklatan hingga coklat kehitaman. Umumnya berbentuk

bulat dan berbiji tunggal. Bentuk, warna, ukuran, dan jumlah sisik buah sering

digunakan dalam menjelaskan pebedaan antara jenis rotan (Bless, 2011).

Akar

Akar tanaman rotan mempunyai sistem perakaran serabut, berwarna

keputih-putihan atau kekuning-kuningan serta kehitam-hitaman. Rotan termasuk

tumbuhan berbunga majemuk. Buah rotan terdiri atas kulit luar berupa sisik yang

berbentuk trapesium dan tersusun secara vertikal dari toksis buah. Bentuk

permukaan buah rotan halus atau kasar berbulu, sedangkan buah rotan umumnya

bulat, lonjong atau bulat telur (Januminro, 2000).

Rotan Sumatera Utara

Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara menjelaskan bahwa pada

umumnya masyarakat Propinsi Sumatera Utara sudah lama mengenal rotan

(Calamus sp) sebagai salah satu komoditas yang berguna, dan sekaligus sebagai sumber mata pencaharian masyarakat. Hasil Inventarisasi yang telah dilakukan

menunjukkan bahwa taksiran potensi produksi rotan di wilayah Propinsi Sumatera

(25)

1. Rotan manau (Calamus manan) 2. Rotan semambo (C. sciopionum) 3. Rotan sega (C. caesus)

4. Rotan getah (C. scipionum) 5. Rotan batu (C. dipenhorstii) 6. Rotan cacing (C. javensis) Tempat Tumbuh Rotan

Tempat tumbuh rotan pada umumnya di daerah tanah berawa, tanah

kering, hingga tanah pegunungan. Tingkat ketinggian tempat untuk tanaman rotan

dapat mencapai 2900 meter di atas permukaan laut (mdpl). Semakin tinggi tempat

tumbuh semakin jarang dijumpai jenis rotan. Rotan juga semakin sedikit di daerah

yang berbatu kapur. Tanaman rotan menghendaki daerah yang bercurah hujan

antara 2000 mm-4000 mm per tahun menurut tipe iklim Schmidt dan Ferguson,

atau daerah yang beriklim basah dengan suhu udara berkisar 24 oC-30 oC.

Tanaman rotan yang tumbuh dan merambat pada suatu pohon akan memiliki

tingkat pertumbuhan batang lebih panjang dan jumlah batang dalam satu rumpun

lebih banyak jika dibandingkan dengan rotan yang menerima sedikit cahaya

matahari akibat tertutup oleh cabang, ranting dan daun pohon (Januminro, 2000).

Rotan merupakan tumbuhan khas tropika, terutama tumbuh di kawasan

hutan tropika basah yang heterogen. Pada umunya rotan tumbuh secara alami dari

daerah pantai hingga pegunungan, pada ketinggian 0-2900 meter dpl pada jenis

tanah berawa, tanah kering, hingga tanah pegunungan dan semakin sedikit di

daerah berbatu kapur dan juga semakin tinggi tempat tumbuh semakin jarang

(26)

Asal dan Penyebaran Rotan

Penyebaran rotan di Indonesia meliputi: Aceh, Sumatera Utara, Riau,

Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan,

Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku

dan Pulau Papua (Rombe, 1986).

Rotan di dunia dikenal dalam 13 genera dan diperkirakan terdiri dari

kurang lebih dari 600 jenis. Ketiga belas genera tersebut antara lain: Calamus, Daemonorops, Eremospatha, Korthalsia, Pongonatum, Ceratolobus, Retispatha, Plectocomia, Plectocomiopsis, Mirialepsis, Colospataha, Oncocalamus, dan Bedjudia (Dransfield, 1996).

Iklim

Tumbuhan rotan menghendaki daerah yang bercurah hujan antara 2.000

mm - 4.000 mm per tahun menurut tipe iklim Schmid dan Ferguson, atau daerah

yang beriklim basah dengan suhu udara berkisar 240 C - 300 C. Persyaratan iklim

masing-masing jenis rotan berbeda mulai dari beriklim basah (tipe A dan B

menurut Schmid dan Ferguson) cocok unutk rotan irit, taman/sega, manau sampai

agak kering (tipe C dan D) cocok untuk tumbuhnya rotan semambu (Djaswadi,

1986 dalam Maturbongs, 1988).

Tinggi Tempat Dari Permukaan Laut(dpl)

Berdasarkan keringgian tempat utmbuh dari permukaan laut, tempat

tumbuh rotan secara umum dibedakan sebagai berikut (Dransfield, 1996):

− Jenis rotan yang tumbuh di dataran rendah di atas 300 meter dpl di Jawa :

(27)

viminalis, Calamus muricatu, Ceratolobus glaucescens, Daemonorops hystrix dan Korthalsia teymanii.

− Jenis yang tumbuh di dataran rendah di atas 800 meter dpl di Jawa: Calamus

ornatus, Calamus burckianus, Calamus reinwardtii, Daemonorops rubra. − Jenis yang tumbuh di bukit pada ketinggian 500 meter sampai 1400 meter dpl:

Calamus asperimus, Calamus adspersus, Calamus ciliaris, Calamus spectabilis, Calamus heteroideus, Calamus rhomboideus,Daemonorops spp, Daemonorops oblonga, Ceratolobus concolor dan Korthalsia junghunii.

− Jenis yang tumbuh pada ketinggian 0-1800 meter dpl: Plectocomia elongata,

Calamus javensis, Daemonorops melanochaetes. Potensi Rotan

Indonesia menghasilkan lebih dari 75% pasokan rotan dunia. Rotan

menghasilkan devisa lebih banyak dibandingkan hasil hutan lainnya kecuali kayu

gelondongan. Volume ekspor rotan Propinsi Sumatra Utara pada tahun 2008

adalah 660,95 ton atau setara dengan US $ 1.840.000,-. Terhitung sejak tahun

1992 volume rata-rata perdagangan rotan Indonesia adalah 87.770 ton per tahun

atau setara US $ 292.000.000,- (Dishut Prov. Sumatra Utara, 2008).

Tanaman rotan di Indonesia terkonsentrasi di tiga propinsi di wilayah

Kalimantan, dari urutan terbesar berturut-turut adalah Kalimantan Tengah

(75,45%), Kalimantan Timur (13,69%) dan Kalimantan Selatan (7,46%) (Pusat

Inventarisasi dan Statistik Kehutanan, 2004). Ada beberapa kabupaten di Propinsi

Sumatra Utara yang mempunyai potensi sebagai penghasil rotan mencapai

(28)

Tengah, Langkat, dan Mandailing Natal. Luas kawasan yang ditumbuhi rotan

diperkirakan seluas 482.000 hektar (Dishut Prov. Sumatera Utara, 2008).

Manfaat Rotan

Bagian dari tanaman rotan yang paling banyak dimanfaatkan adalah

bagian batangnya, terutama batang yang sudah tua. Batang rotan yang sudah tua

umumnya dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan dan perabot rumah tangga.

Disamping bagian batang, bagian lain seperti akar, buah, dan getah dari beberapa

jenis rotan juga dapat dimanfaatkan. Akar dan buah rotan digunakan sebagai

bahan obat tradisional. Sementara getahnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan

baku pewarnaan pada industri keramik dan industri farmasi. Tabel 2 menyajikan

pemanfaatan dari beberapa jenis rotan. Setiap batang rotan juga memiliki

kegunaan yang beragam, tergantung pada jenis hasil olahan, diantaranya:

1. Kulit rotan (peel) dimanfaatkan untuk berbagai jenis anyaman, lampit, tikar, tas, keranjang, dan sebagai bahan pengikat. Pemanfaatan didasarkan pada warna,

elastisitas/ kekuatan, dan kelurusan bukunya.

2. Hati rotan dimanfaatkan untuk berbagai bahan pembuatan keranjang dan tali

pengikat. Penggunaanya didasarkan pada elastisitas, tingkat keawetannya,

kehalusan hasil serutan, dan ada tidaknya cacat.

3. Limbah kulit dan hati rotan dimanfaatkan untuk keperluan industri petasan,

(29)

Tabel 1. Pemanfaatan batang beberapa jenis rotan

Taman, Irit, Cincin, Pulut Merah, Pulut

Putih, Pulut Hijau, Manau, Batang

Sabutan, Ahas, Danan

Bahan mebel, penahan pasir di gurun

pasir, sandaran kapal, pengisi batang

sepeda, batang sapu lantai, pengganti

kerangka baja, dan lainnya.

Bahan anyaman untuk pembuatan

keranjang.

Bahan anyaman untuk pembuatan

keranjang dan bahan pembuatan kursi.

Bahan baku mebel.

Bahan kursi antik dan tali pengikat

yang paling baik, bahan baku lampit

rotan, tirai, dan lainnya.

Bahan baku mebel yang tidak dilekuk

maupun dilekuk.

Bahan pembuatan alat penangkap ikan,

pengikat rakit, dan lainnya.

(30)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Mei

2014. Lokasi penelitian dilakukan di Hutan Batang Toru Kecamatan Adiankoting,

Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di hutan Batang Toru Kecamatan Adiankoting,Kabupaten Tapanuli Utara.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalahcamera digital, parang, kompas, Global Positioning System (GPS), patok kayu, pita ukur dan alat tulis.

Bahan yang digunakan dalam penelititan ini adalah tanaman-tanaman

rotan yang tumbuh di hutan alam, tali rafia, tally sheet, kuisioner, peta wilayah penelitian dokumen lain yang berhubungan dengan lokasi penelitian dan buku

(31)

Prosedur Penelitian Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara berdasarkan

pertanyaan pada kuisioner yang telah disiapkan. Data yang diperoleh dari hasil

wawancara dan kuisioner dengan responden dianalisis secara deskriptif dan

tabulasi. Adapun tujuan lainnya adalah untuk memperoleh gambaran mengenai

pemanfaatan rotan di lokasi tempat dilaksanakan penelitian. Data yang

dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan responden

berdasarkan kuisoner yang telah disiapkan, dan observasi langsung dilapangan

untuk mengumpulkan sampel tanaman rotan yang dimanfaatkan masyarakat.

Data primer merupakan hasil observasi dan wawancara terhadap

responden di lapangan yang meliputi jenis-jenis hasil hutan bukan kayu

khususnya rotan (nama ilmiah, nama lokal dan klasifikasinya) yang belum

dimanfaatkan (tujuan pengambilan, bagian yang dimanfaatkan, cara pengolahan,

lokasi pengambilan), jumlah dan frekuensi pengambilan dari hutan tersebut oleh

masyarakat sekitar Hutan Batang Toru dan informasi sosial budaya masyarakat

sekitar.

Data Primer yang dikumpulkan meliputi:

1. Informasi Pemanfaatan Rotan

Informasi ini menyangkut rotan yang dimanfaatkan masyarakat pada hutan

Batang Toru Blok Barat Kecamatan adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara

(32)

2. Informasi Sosiokultur

Data yang dikumpulkan meliputi identitas responden yaitu nama, umur,jenis

kelamin, mata pencaharian, struktur sosial, serta pendidikan.

b. Data Sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi keadaan umum daerah yang

meliputi letak, batas, dan luas wilayah, iklim, topografi, serta flora dan fauna.

Keadaan sosial ekonomi yang meliputi pemerintahan, jumlah penduduk, sarana

dan prasarana, serta peta lokasi yang diperoleh dari kantor distrik maupun instansi

terkait yang dilakukan melalui studi literatur.

Penentuan responden

Penentuan responden dibagi menjadi 2 bagian yaitu responden umum dan

responden kunci.

• Responden umum pada penelitian ini adalah masyarakat sekitar hutan Batang

Toru, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara yang mengetahui

jenis-jenis rotan dan memanfaatkan tumbuhan rotan.

• Responden kunci adalah kepala kampung, kepala suku, tokoh agama dan tokoh

masyarakat lainnya. Penentuan responden kunci dilakukan dengan

menggunakan metode purposive sampling yang disesuaikan dengan tujuan penelitian (Usman dan Purnomo, 2001) melalui wawancara dan kuisioner

secara langsung kepada masyarakat.

Jumlah responden yang dijadikan sampel adalah sebagai berikut:

1. Apabila jumlah penduduk ≤ 100 kepala keluarga, maka di ambil seluruh

(33)

2. Apabila jumlah responden > 100 kepala keluarga, maka diambil 10%-15% dari

jumlah kepala keluarga .

(Arikunto, 2002 dalam Lubis, 2011).

Teknik Pengambilan Data

1. Inventarisasi Rotan

Pengambilan spesimen dilapangan dengan menggunakan metode

kombinasi metode jalur dan garis berpetak. Cara peletakan unit contohnya

menggunakan cara systematic sampling with random start yang berarti penentuan petak awal yang dilakukan dengan cara random (acak), namun penentuan

petak-petak berikutnya menggunakan cara sistematis (teratur). Intensitas sampling untuk

inventarisasi rotan adalah 1% yang sudah dianggap mewakili seluruh kawasan

penelitian dan berpotensi sebagai tempat tumbuh rotan. Menurut Kaban (2007)

menyatakan bahwa semua bentuk metode inventarisasi sistematik berjalur dengan

intensitas sampling yang lebih tinggi dari 0,5% yang telah dan sedang

dilaksanakan dapat diterima.

Pengambilan sampel rotan dilaksanakan dengan metode deskriptif untuk

mengetahui semua spesies rotan yang masih tumbuh di Hutan Batang Toru bagian

Tapanuli Utara, Kecamatan Adiankoting. Pengambilan sampel dilakukan mulai

dari pinggiran kawasan hutan pada ketinggian 900 mdpl dan 1000 mdpl. Di

masing-masing ketinggian tempat dibuat cuplikan secara acak dengan metode

yang digunakan adalah jalur berpetak (line plot sampling) bentuk petak pengamatan dengan ukuran masing-masing 100 m dan lebar 20 m. Selanjutnya

(34)

setiap anak petak dihitung jumlah individu spesies rotannya untuk kemudian dapat

ditentukan kerapatan populasinya.

Gambar 2. Posisi jalur berpetak (Line plot sampling) dalam inventarisasi rotan. 2. Observasi Lapangan

3. Wawancara dan Diskusi

4. Keseluruhan Data

Baik data primer maupun data sekunder yang selanjutnya ditabulasi sesuai

dengan kebutuhan sebelum dilakukan pengolahan dan analisis data. Data primer

selanjutnya dianalisis secara deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian, serta

dilakukan analisis pihak terkait pemanfaatan tanaman rotan. Sedangkan data yang

bersifat kuantitatif diolah secara tabulasi.

Analisis Data

Dari pengumpulan data akan diperoleh data-data primer dan data sekunder

yang nantinya akan dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif, yaitu memberikan

gambaran-gambaran dan penjelasan-penjelasan yang sesuai dengan hasil

lapangan. Dari hasil analisa akan diperoleh keterangan-keterangan yang sesuai 10 m

100 m

10 m

10 m 10 m

10 m

(35)

berdasarkan karakteristik morfologi pelepah daun. Adapun parameter yang dikaji

antara lain meliputi:

1. Hasil Inventarisasi Rotan

• Kerapatan suatu spesies (K) menurut Smith (1992)

K = ∑ individu suatu spesies

Luas plot contoh (Ha)

• Kerapatan relatif suatu spesies (KR) menurut Smith (1992)

KR = K suatu spesies X 100%

∑ K seluruh spesies

• Frekuensi suatu spesies (F) menurut Smith (1992)

F = ∑ plot ditemukan suatu spesies

∑ Seluruh pot pengamatan

• Frekuensi relatif suatu spesies (FR) menurut Smith (1992)

FR = F suatu spesies X 100%

∑ F seluruh spesies

• Indeks Nilai Penting (INP) menurut Smith (1992)

INP = KR + FR

• Indeks keanekaragaman Shannon menurut Odum (1971)

H`=-∑ [���

H` = Indeks keanekaragaman Shannon

S = Jumlah spesies yang ditemukan dalam areal pengamatan

(36)

N = Total seluruh individu spesies yang ditemukan dalam areal pengamatan

Kriteria yang digunakan menurut Mason (1980):

• H` < 1, keanekaragaman tergolong rendah;

• H` 1-3,keanekaragaman tergolong sedang;

• H` > 3, keanekaragaman tergolong tinggi

− Indeks kemerataan Shanon menurut Odum (1971)

E = H`/ln (S)

Keterangan:

E = Indeks kemerataan Shannon

H` = Indeks keanekaragaman Shannon

S = Jumlah spesies yang ditemukan dalam areal pengamatan

Kriteria yang digunakan menurut Krebs (1985):

− Kemerataan dikatakan rendah jika 0 < E < 0,5

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Keragaman Spesies Rotan

Keragaman spesies rotan untuk mengetahui aneka ragam jumlah spesies

rotan yang terdapat pada suatu kawasan hutan dengan mengetahui jenis dan

kelompok marganya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di

kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting ditemukan

bahwa terdapat 9 spesies rotan yang terdiri dari 4 marga diantaranya adalah

Calamus (6 spesies), Khortalsia (1 spesies), Plectocomiopsis (1 spesies),

Daemonorops (1 spesies). Pada tabel 2 di bawah ini disajikan spesies-spesies

rotan yang diperoleh dari hasil eksplorasi yang telah dilakukan.

Tabel 2. Daftar spesies rotan pada kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara

No Nama Daerah Nama Ilmiah Sifat Tumbuh Alat Panjat

1 Hotang Buar-buar Calamus scipionum Berumpun Flagela

2 Hotang Pulogos Calamus trachycoleus Berumpun Sirus

3 Hotang Mallo Khortalsia echinometra Berumpun Sirus

4 Hotang Hotari Calamus caesius Berumpun Sirus

5 Hotang Pahu Calamus exilis Berumpun Flagela

6 Hotang Maranak Calamus ornatus Berumpun Flagela

7 Hotang Bas-bason Daemonorops hystrix Berumpun Sirus

8 Hotang Dokkan Plectocomiopsis geminiflora Berumpun Sirus

9 Hotang Dekke Calamus tetradactylus Berumpun Flagela

Dari tabel 2 di atas diketahui bahwa keanekaragaman spesies rotan di

kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten

Tapanuli Utara tergolong cukup tinggi bila dibandingkan hasil penelitian di

daerah kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Riau ditemukan

keanekaragaman jenis rotan sebanyak 3 jenis Wahyudi (2011). Hasil penelitian

(38)

Gorontalo Utara sebanyak 11 jenis. Hasil penelitian Bless (2011) keragaman jenis

rotan yang terdapat pada areal hutan Distrik Ayamaru Kabupaten Maybrat Papua

Barat ditemukan 9 jenis rotan. Jumiati (2012) memperoleh bahwa kenekaragaman

jenis rotan di Dusun III Senami, Desa Jebak, Kabupaten Batanghari, Jambi

sebanyak 19 jenis. Sedangkan hasil penelitian Purba (2014) bahwa jumlah spesies

rotan yang ditemukan di kawasan Hutan Produksi Terbatas Desa Sihombu,

Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan sebanyak 12 spesies

rotan.

Berdasarkan hasil yang diperoleh terdapat 4 marga spesies rotan dari 9

marga rotan yang ada di Indonesia diantaranya terdapat marga Calamus,

Khortalsia, Plectocomiopsis, dan Daemonorops. Untuk setiap marga terdapat

beberapa ciri pembeda yang digunakan. Ciri utama yang membedakan antara

marga adalah bentuk anak daun, dari marga Calamus bentuk daunnya bervariasi

sedangkan marga lainnya ada yang berbentuk belah ketupat. Disamping itu juga

kehadiran tangkai anak daun, bentuk ujung anak daun merupakan ciri yang tetap

sehingga dapat digunakan karakter pembeda antar marga.

Nama rotan yang lazim digunakan oleh masyarakat di sekitar kawasan

Hutan Batang Toru, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara

merupakan nama daerah berdasarkan pengenalan secara turun temurun dari nenek

moyang. Nama daerah tersebut berbeda dengan nama dagangnya yang dikenal

secara umum sehingga memungkinkan untuk satu jenis rotan terdapat berbagai

nama daerah karena dipengaruhi oleh tempat tumbuhnya dan bahasa daerah

(39)

rotan irit, hotang pahu dengan nama dagang rotan paku atau rotan lilin, hotang

bas-bason dengan nama dagang rotan sepet atau rotan uwi, hotang mallo dengan

nama dagang rotan udang, hotang dokkan tidak ditemukan nama dagang yang

umum digunakan namun di daerah Kalimantan dikenal dengan rotan batu dan di

daerah Sumatera dikenal dengan rotan buluh, hotang maranak dikenal dengan

rotan kesup di daerah Bengkulu dan rotan lambang di daerah Sulawesi Tenggara,

hotang dekke dengan nama dagang rotan putih, dan hotang hotari nama dagang

dikenal dengan rotan sega. Menurut Kalima (1996) dan Mogea (2002)

mengatakan bahwa nama lokal sangat tidak akurat dan bahkan akan sangat

menyesatkan apabila dilakukan konversi langsung ke nama ilmiah tanpa

mengidentifikasi terlebih dahulu. Identifikasi berlaku untuk semua spesies dalam

mendapatkan ketepatan nama ilmiah. Dengan demikian nama lokal tidak dapat

untuk menentukan nama ilmiah.

Sifat tumbuh setiap rotan bervariasi tergantung dari jenis rotan tersebut

dan dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh juga. Hasil pengamatan dari ke 9

spesies rotan tersebut diperoleh bahwa ke 9 jenis rotan tersebut sifat tumbuhnya

merumpun dan tidak didapati yang tumbuhnya tunggal (soliter). Selain itu, rotan

juga membutuhkan alat bantu untuk pertumbuhannnya yaitu sirus dan flagela

yang digunakan untuk memanjat yang dapat menjadi pengait ujungnya pada

tegakan pohon atau tumbuhan lain yang ada di dekatnya. Adapun jenis rotan yang

menggunakan sirus sebagai alat panjatnya adalah sebanyak 5 spesies rotan dan

flagela sebanyak 4 spesies rotan. Sirus dan flagela memegang peranan penting

dalam pertumbuhan rotan hal ini sesuai dengan pernyataan Dransfield dan

(40)

tumbuhan pemanjat yang memerlukan inang untuk proses pertumbuhan

memanjang. Rotan tumbuh di antara pepohonan sebagai liana yang berdiri tegak

karena undak pelepah (flagellum), undak daun (cirrus), dan rakisnya berpegangan

erat pada cabang-cabang pohon terdekat.

2. Kelimpahan Populasi Spesies Rotan

Gambar 3. Peta Titik Sebaran Rotan di Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara.

Kelimpahanadalah jumlah seluruh individu dalam suatu areal. Menurut

Soerianegara dan Indrawan (1998) banyaknya individu dari suatu jenis pohon atau

tumbuhan lain dapat ditaksir atau dihitung. Kelimpahan jenis ditentukan

berdasarkan kerapatannya, frekuensi dan dominasi setiap jenis. Kelimpahan

populasi rotan di Hutan Batang Toru, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten

Tapanuli Utara berdasarkan dua ketinggian tempat, kerapatan 9 spesies rotan

(41)

Dari Tabel 3 terlihat bahwa di lokasi pengamatan pada ketinggian 900

-1000 mdpl, ditemukan sebanyak 9 spesies rotan diantaranya adalah Calamus (6

spesies), Khortalsia (1 spesies), Plectocomiopsis (1 spesies), Daemonorops (1

spesies) dengan kelimpahan populasi 178 batang/Ha di ketinggian 900 mdpl dan

387 batang/Ha di ketinggian 1000 mdpl. Spesies hotang buar-buar

(Calamus tracycoleus), hotang mallo (Calamus caesius), dan hotang maranak (Calamus ornatus) tidak ditemukan pada ketinggian 900 mdpl. Sedangkan pada ketinggian 1000 mdpl, 9 spesies rotan tersebut ditemukan keberadaannya bila

dibandingkan dengan pernyataan Bless (2011) menyatakan bahwa semakin tinggi

tempat tumbuh semakin jarang dijumpai jenis rotan. Hal ini tidak sesuai dengan

yang telah ditemukan di lapangan.

Tabel 3. Kerapatan Relatif (%) spesies rotan berdasarkan jumlah batang per hektar di 2 ketinggian tempat

No Nama ilmiah 3 Khortalsia echinometra 37 23,41772 69 15,61086 4 Calamus caesius 5 3,164557 36 8,144796 5 Calamus exilis 0 0 29 6,561086 6 Calamus ornatus 0 0 34 7,692308 7 Daemonorops hystrix 25 15,82278 4 0,904977 8 Plectocomiopsis geminiflora 5 3,164557 33 7,466063 9 Calamus tetradactylus 5 3,164557 7 1,58371

Total 158 100 442 100

Rendahnya jumlah spesies rotan ini diduga oleh faktor lingkungan seperti

tanah, topografi dan unsur lainnya sebagai habitat rotan, pola sebaran dan bentuk

hidupnya. Menurut Greig-Smith (1983) menyatakan bahwa kerapatan suatu jenis

ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan yaitu keadaan tempat tumbuh, kompetisi

dengan jenis lain dan hubungannya dengan jenis lainnya. Kerapatan spesies rotan

(42)

(Calamus scipionum) yaitu 51,26 % dibandingkan dengan spesies rotan lainnya. Hal ini menunjukkan pertumbuhan hotang buar-buar (Calamus scipionum) merata dibandingkan dengan jenis yang lainnya. Sedangkan pada ketinggian 1000 mdpl

hotang buar-buar (Calamus scipionum) memiliki kerapatan tertinggi dibandingkan dengan yang lainnya yaitu 47,96 %.

Tabel 4. Frekuensi Relatif (%) masing-masing spesies rotan di 2 ketinggian tempat

Berdasarkan analisis data frekuensi untuk 2 ketinggian tempat tersebut

berbeda-beda persentasenya. Spesies rotan yang memiliki nilai frekuensi tinggi

adalah jenis hotang buar-buar (Calamus scipionum) pada kedua ketinggian tersebut dan hotang maranak (Daemonorops hystrix) pada ketinggian 900 mdpl sebanyak 54,71698 dan pada ketinggian 1000 mdpl sebanyak 23,07692.

Tabel 5. Indeks Nilai Penting (%) setiap spesies rotaan di 2 ketinggian tempat

No Nama Ilmiah

(Scientific Name)

Indeks Nilai Penting

Ketinggian Tempat (m dpl)

900 1000

1 Calamus scipionum 105,9828 71,04072 2 Calamus trachycoleus 0 13,68778 3 Khortalsia echinometra 32,85168 38,68778 4 Calamus caesius 8,824934 12,95249 5 Calamus exilis 0 11,36878 6 Calamus ornatus 0 23,07692 7 Daemonorops hystrix 34,69071 2,828054 8 Plectocomiopsis geminiflora 8,824934 21,88914 9 Calamus tetradactylus 8,824934 4,468326 No

Nama Ilmiah (Scientific Name)

Ketinggian Tempat (m dpl)

900 1000

1 Calamus scipionum 54,71698 23,07692 2 Calamus trachycoleus 0 9,615385 3 Khortalsia echinometra 9,433962 23,07692

4 Calamus caesius 5,660377 4,807692 5 Calamus exilis 0 4,807692 6 Calamus ornatus 0 15,38462 7 Daemonorops hystrix 18,86792 1,923077 8 Plectocomiopsis geminiflora 5,660377 14,42308 9 Calamus tetradactylus 5,660377 2,884615

(43)

Menurut Donbois dan Ellenberg (1974) menyatakan bahwa besarnya nilai

Indeks Nilai Penting menyatakan besarnya peranan suatu jenis terhadap jenis lain

diantara komposisi permudaan alami dalam suatu komunitas. Kelimpahan jenis

rotan berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP) di Hutan Batang Toru, Kecamatan

Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara jenis hotang buar-buar

(Calamus scipionum) mempunyai nilai tertinggi dari jenis lainnya pada semua tingkat ketinggian pada ketinggian 900 mdpl diperoleh Indeks Nilai Penting (INP)

105, 92 % dan pada ketinggian 1000 mdpl diperoleh Indeks Nilai Penting (INP)

71, 04%. Kelimpahan jenis INP untuk rotan jenis hotang bas-bason

(Daemonorops hystrix) tergolong rendah yaitu 2,82 % pada ketinggian 1000 mdpl sementara kelimpahan pada ketinggian 900 mdpl lebih tinggi yaitu 34, 69 %.

Tingkat kelimpahan atau populasi yang tinggi menggambarkan tingkat

potensi tumbuhan yang tinggi pula. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa

spesies rotan yang memiliki nilai penting tertinggi merupakan spesies yang

memiliki tingkat potensi tumbuhan yang tinggi pula, sebaliknya nilai penting

rendah, tingkat potensi tumbuhannya rendah seperti jenis hotang buar-buar

(44)

Tabel 6. Indeks Keanekaragaman (H’) spesies rotan di 2 ketinggian tempat di kawasan Hutan Batang Toru, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara.

No Nama Ilmiah

(Scientific Name)

Indeks Keanekaragaman H’

Ketinggian Tempat (m dpl)

900 1000

1 Calamus scipionum 0,359879 0,36706 2 Calamus trachycoleus 0 0,178302 3 Khortalsia echinometra 0,276994 0,312456

4 Calamus caesius 0,121459 0,173376 5 Calamus exilis 0 0,159156 6 Calamus ornatus 0 0,243208 7 Daemonorops hystrix 0,280909 0,05817

8 Plectocomiopsis geminiflora 0,121459 0,236255 9 Calamus tetradactylus 0,121459 0,082212

Total 1,350187401 1,845680447

Indeks keanekaragaman spesies (H’) rotan pada ketinggian 900-1000 mdpl

secara keseluruhan hanya mencapai 1,350187401 pada ketinggian 900 mdpl dan

1,845680447 pada ketinggian 1000 mdpl. Hasil perhitungan tersebut

menggambarkan bahwa rotan-rotan pada ketinggian ini memiliki tingkat

keanekaragaman sedang. Menurut Mason (1980) kriteria indeks keanekaragaman

spesies sebagai berikut: jika H’<1 keanekaragaman tergolong rendah, H’ 1-3

keanekaragaman tergolong sedang, H’>3 keanekaragaman tergolong tinggi.

Berdasarkan kisaran nilai tersebut maka nilai indeks keanekaragaman pada

ketinggian 900-1000 mdpl tergolong sedang. Rendahnya indeks keanekaragaman

spesies rotan ini diduga karena kawasan ini jauh dari segala aktivitas penduduk

dan juga kondisi lokasi yang cukup terjal.

3. Potensi Rotan

Potensi rotan yang terdapat di kawasan Hutan Batang Toru, Kecamatan

Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara berdasarkan hasil penelitian telah

(45)

Gambar 4. Potensi Jumlah Rumpun Berdasarkan Klasifikasi Rotan Pada Kawasan Hutan Batang Toru, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara.

Diagram di atas menunjukkan bahwa jumlah rumpun terbanyak

ditunjukkan pada Hotang Buar-buar (Calamus scipionum Loureiro) dengan jumlah 600 rumpun yang mendominasi dari semua jenis rotan yang berada di

kawasan Hutan Batang Toru, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara.

Hal ini dipengaruhi oleh sifat pertumbuhan dari Hotang buar-buar yang dapat

tumbuh dengan baik dan tumbuh secara merumpun, menyebar dalam jumlah yang

banyak berdasarkan pernyataan Dransfield dan Manokaran (1996) menyatakan

bahwa Calamus scipionum merupakan tanaman yang tumbuh di dataran rendah yang tersebar luas dan terdapat di atas ketinggian 200 m. Tanaman ini menyukai

tanah yang lebih baik seperti tanah aluvial. Tanaman ini sering terdapat di hutan

sekunder.

Selain itu jenis Hotang Mallo juga tergolong banyak jumlahnya sebanyak

106 rumpun. Jenis rotan yang lainnya hanya terdapat dalam jumlah sedikit.

Berdasarkan data yang diperoleh potensi rotan di kawasan Hutan Batang Toru,

Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara tergolong tinggi seperti

(46)

diketahui Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (2008) potensi penghasil

rotan di Sumatera Utara mencapai 672.620 ton per tahun. Dan luas kawasan yang

ditumbuhi rotan diperkirakan seluas 482.000 hektar. Keberadaan spesies rotan

dengan jumlah yang banyak dan beranekaragam jenis tersebut dapat dijadikan

sebagai peluang bagi masyarakat yang tinggal di sekitar Hutan Batang Toru,

Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara untuk dimanfaatkan sebagai

bahan baku baik untuk dijual maupun digunakan untuk keperluan sehari-hari.

Data Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (2008) terdapat 6 jenis

rotan dari marga Calamus yang bernilai komersial di daerah Sumatera Utara.

Hasil penelitian yang diperoleh terdapat 2 jenis rotan dari 6 jenis rotan yang

bernilai komersial tersebut diantaranya adalah hotang buar-buar

(Calamus scipionum), dan hotang hotari (Calamus caesius). Ini menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan masyarakat dalam meningkatkan perekonomian

masyarakat sekitar kawasan Hutan Batang Toru, Kecamatan Adiankoting,

Kabupaten Tapanuli Utara terlebih lagi jumlah dari hotang buar-buar

(47)

4. Deskripsi Spesies Rotan

Deskripsi spesies rotan bertujuan untuk menggambarkan dan

mengidentifikasi ciri-ciri dari tanaman rotan berdasarkan data yang telah

diperoleh di lapangan sehingga dapat menentukan jenis-jenis rotan yang telah

ditemukan di lapangan sebagai informasi yang dapat digunakan untuk membantu

dalam pengenalan jenis. Deskripsi spesies rotan dilakukan dengan cara mengamati

secara visual maupun dengan indera peraba berdasarkan morfologi rotan tersebut

sehingga dapat ditentukan perbedaan marga dari jenis rotan yang telah ditemukan

di lapangan. Pengelompokkan jenis-jenis rotan secara lazim didasarkan atas

persamaan ciri-ciri karakteristik morfologi organ tanaman yaitu akar, batang,

daun, bunga, buah, dan alat-alat tambahan. Dransfield (1974) menjelaskan bahwa

bentuk dan sifat dari jenis rotan ditentukan menurut jumlah batang per rumpun,

sistem perakaran, bentuk alat pemanjat, bentuk dan perkembangan dari daun,

bunga dan buah. Sedangkan jumlah batang per rumpun setiap jenis rotan

bervariasi baik batang tunggal maupun berkelompok.

Untuk dapat mengenal identitas suatu spesies rotan berikut ini disajikan

ciri-ciri morfologi dan taksonomi rotan yang telah ditemukan di kawasan Hutan

(48)

1. Hotang Buar-Buar (Calamus scipionum Loureiro)

(a) (b)

(c)

Gambar 5. Hotang Buar-Buar (Calamus scipionum Loureiro) : (a) Batang, (b)Daun, (c) Perawakan.

Perawakan: memiliki sifat tumbuh merumpun secara masif, memanjat sampai tinggi mencapai panjang 50 m atau lebih.

Batang: diameter batang tanpa pelepah daun 25 –35 mm, dengan buku-buku menonjol dan membengkak pada satu titik, sepanjang 10 mm atau lebih sepanjang

kelilingnya, pembengkakan timbul memanjang dari antar buku, jarak antar buku

sangat panjang kadang sampai melebihi 1 m. Permukaan batang coklat muda

sampai coklat lebih tua di seluruh panjangnya, atau dengan bercak-bercak coklat. Duri pelepah daun

(49)

Pelepah daun: berwarna hijau, dilengkapi dengan duri-duri besar, berbentuk segitiga dan pipih, berwarna hitam dengan kekuningan terdapat pada pangkal

dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 1,5 cm, dan indumentum kelabu yang

melimpah ketika masih muda; lutut mencolok; okrea pendek, flagela masif,

berwarna hijau tua, panjangnya melebihi 7 cm, dilengkapi dengan barisan duri

melengkung berujung hitam; tangkai daun berukuran sampai sekitar 30 cm; pinak

daun sampai 25 lembar pada tiap sisi tertata secara teratur.

Bunga: pembungaan jantan dan betina sepintas serupa dan panjangnya sekitar 6 m atau lebih dengan rakila yang melengkung ramping pada betina dan rakila yang

bercabang halus pada jantan.

Buah: masak bulat telur berukuran sampai 14 mm x 9 mm, berparuh sangat pendek, ditutupi sisik hijau kusam sekitar 14-15 berbaris secara vertikal.

Biji: berbentuk bulat telur, sekitar 10 mm x 5 mm dengan ceruk yang bertebaran. Daun semai dengan 4 pinak daun yang tampak sebagai kipas.

Ekologi: Calamus scipionum merupakan tanaman yang tumbuh di dataran rendah yang tersebar luas dan terdapat di atas ketinggian 200 m. Tanaman ini menyukai

tanah yang lebih baik seperti tanah aluvial. Tanaman ini sering terdapat di hutan

(50)

2. Hotang Pulogos (Calamus trachycoleus Beccari)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 6. Hotang Pulogos (Calamus trachycoleus Beccari) : (a) Perawakannya, (b) Daun, (c) Batang, (d) Batang rotan yang telah dikupas dan

dikeringkan.

Perawakan: memiliki sifat tumbuh berumpun, berselantar, memanjat sampai 60 meter atau lebih.

Batang: batang dalam koloni terbuka dan baur berukuran sedang, berwarna hijau kekuningan, panjang batang mencapai 30 meter dengan diameter 4,5-13,5 mm

dan panjang ruas 3-4 cm.

Pelepah: panjang pelepah daun sampai 95 cm, bagian atas daun berduri dengan Tulang daun

Anak daun

Duri pelepah daun

(51)

Daun: berkucir sampai 2,3 m panjangnya, bagian atas daun yang tersingkap berduri ditumbuhi duri besar yang berserak, cokelat tua ujungnya dan hijau

pangkalnya, panjang 10 mmdan lebar pangkal 6 mm, penampang tangkai daun

setengah lingkaran berduri seperti pelepah pada permukaan bawahnya.

Bunga: buga jantan dan betina sepintas mirip, panjangnya sampai 170 cm dan terdapat 11-14 pasang pembungaan parsial.

Buah: berbentuk bulat telur, diameter 1 cm, dengan 9 atau lebih baris terdapat sisik secara vertikal.

Ekologi: Calamus trachycoleus tumbuh paling baik di tanah aluvial yang terhindar dari dataran banjir musiman tetapi tidak tahan pada air yang

menggenang dan dapat tumbuh dengan baik di pinggiran sungai dan yang

melimpah pencahayaannya.

3. Hotang Mallo (Khortalsia echinometra Becc.)

(a) (b)

Gambar 7. Hotang Mallo (Khortalsia echinometra Becc.) : (a) Batang, (b) Daun.

Perawakan: tumbuh secara berumpun, memanjat dan bercabang pada kanopi hutan sampai 30 m tingginya; setelah berbunga tumbuhan mati. Tumbuhan

bersifat hermaprodit. Diameter batang tanpa pelepah 1,8 cm dengan pelepah 2,5

cm; panjang ruas 12 cm-13 cm.

Anak daun Duri pelepah daun

(52)

Pelepah daun: pelepah warna hijau mengkilap; ditutupi oleh okrea yang menggelembung atau bentuk tonjolan kasar, berukuran panjang 9 cm dan lebar 6

cm, ditutupi duri warna hitam, rapat dan panjangnya 4 cm-5 cm; di dalam okrea

terdapat banyak semut.

Daun: panjangnya 1,8 m termasuk sirus 75 cm panjang dan tangkai daun 10 cm-13 cm panjangnya.

Anak daun: permukaan bawah anak daun berwarna putih seperti kapur, jumlah anak daun 10-36 pasang melekat di kanan-kiri rakis, tersusun menyirip teratur,

bentuk anak daun garis atau mendekati lanset, ujung anak daun luncip, annak

daun berukuran 25 cm- 31 cm x 2 cm – 5cm. Perbungaan dan Buah: tidak

ditemukan.

Tempat tumbuh: tumbuh pada hutan dataran rendah pada ketinggian 150 m di atas permukaan laut.

Ciri khas: okrea bentuk tonjolan dengan ditutupi duri warna hitam yang panjang dan lansing; bentuk anak daun garis atau mendekati lanset (Kalima, 2008).

4. Hotang Dokkan (Plectocomiopsis geminiflora (Griff). Beccari)

(a) (b)

(53)

Nama Botani: Plectomiopsis geminiflora (Griff). Beccari.

Sinonim: Calamus geminiflorus Griff., Calamus turbinatus Ridl., Plectocomia geminiflora (Griff.) H. Wendl., Plectocomiopsis geminiflora var. Billitonensis Beccari, Plectocomiopsis geminiflora var. Borneensis Beccari.

Daerah persebaran: Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Malaysia dan Thailand Selatan.

Perawakan: tumbuh berumpun, memanjat sampai 30 m tingginya. Diameter batang dengan pelepah daun 35 mm.

Batang: diameter tanpa pelepah 15-31 mm dengan panjang ruas 28-38 cm, tinggi buku rata-rata adalah 1,4-4,8 mm. Batang berwarna cokelat kehitaman.

Pelepah daun: berwarna hijau tua dengan indumentum warna cokelat keabu-abuan. Lutut tidak ada. Terdapat okrea.

Daun: termasuk sirus panjangnya 376 cm, tangkai daun sampai 7 cm; tangkai daun sirus dengan duri kelompok 1-5. Helaian anak daun berjumlah 28-30 pada

satu sisi rakis, tersusun menyirip teratur, berukuran 30-48 cm x 3,4-4,5 cm,

berbentuk ellips, berwarna hijau terang berkilau, tulang sekunder jelas berjumlah

sebanyak 5.

(54)

5. Hotang Dekke (Calamus tetradactylus Hance)

(a) (b)

(c)

Gambar 9. Hotang Dekke (Calamus tetradactylus Hance) : (a) Batang, (b) Daun, (c) Perawakan.

Batang: diameter batang tanpa pelepahdaun berkisar 5-8 mm.

Perawakan: berbentuk ramping, merumpun, memanjat samapai 30 m atau lebih.

Daun: keseluruhan panjangnya 80 cm termasuk pelepahnya. Pelepah daun berwarna hijau kusam, berduri yang terserak dengan ukuran kira-kira 0,5 mm x

0,2 mm; tangkai daun panjangnya sampai 15 cm pada batang yang masih muda,

dan sangat pendek pada batang dewasa yang bersifat memanjat, ditumbuhi duri

pendek, segitiga dan terserak; flagelum muncul pada pelepah daun, ditumbuhi Batang Duri pelepah daun

(55)

Bunga: perbungaan muncul pada pelepah daun panjangnya sampai 1 m, bunga jantan dan bunga betina sepintas kelihatan serupa, banyaknya percabangan

beragam sebanyak 4-7 percabangan.

Buah: buah masak berbiji 1 umumnya berbentuk bulat dengan ukuran diameter 7- 10 mm, berparuh agak mencolok, ditutupi sisik kuning keputih-putihan yang

terkeluk rapi dalam barisan berbentuk vertikal, terdapat 10-12 sisik dalam tiap

baris.

Biji: biji membulat berdiameter samapi 7 mm, dengan memiliki bobot kira-kira 0,1 gram, berlubang dan embrio terdapat pada pangkalnya.

Ekologi: Calamus tetradactyllus terdapat di dataran rendah sampai lereng bukit, di hutan tropis primer atau sekunder atau di dalam hutan daun lebar. Suhu udara

untuk persyaratan pertumbuhan normal bagi tanaman ini adalah 200-300 C, curah

hujan tahunan lebih dari 1300 mm dengan kelembapan di atas 78%, 50% cahaya

matahari. Tanah yang subur dan lembab dengan kuantitas humus sedang sampai

dengan tinggi dan nilai pH antara 4,5-6,5.

6. Hotang Hotari (Calamus caesius Blume)

(a) (b)

Anak daun Duri pelepah daun

(56)

(c)

Gambar 10. Hotang Hotari (Calamus caesius Blume) : (a) Perawakan, (b) Daun, (c) Batang rotan yang telah dikupas dan dikeringkan.

Perawakan: rotan merumpun, ukuran sedang dan memanjat tinggi, dan diesis. Dalam setiap rumpunnya bisa mencapai 100 batang dengan panjang setiap

batang yang sudah mencapai dewasa 50 meter atau lebih.

Batang: berwarna hijau kekuningan dan berubah menjadi kuning telur dan mengkilap apabila sudah dirunti dan kering, panjangnya 100 m atau lebih, dengan

rumpun cenderung berdekatan dengan tebal. Batang tanpa pelepah daun

berdiameter 7-12 mm, dengan pelepah menjadi sekitar 20 mm; jarak antar ruas

sampai 50 cm atau lebih.

Daun: daun sampai 2 m panjangnya termasuk pelepahnya;pelepah daun berwarna hijau suram, dilengkapi dengan duri berbentuk segitiga, berwarna pucat yang

jarang sampai 10 mm x 5 mm, antara duri-duri terdapat bulu abu-abu dan kadang

dengan spikula (paku) kecil dan/atau sisik coklat; tangkai sampai 50 cm

panjangnya pada pohon muda, sangat pendek ukurannya pada batang dewasa;

rakis sekitar 75 cm panjangnya, berduri yang melengkung tersebar pada

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di hutan Batang Toru Kecamatan
Tabel 2. Daftar spesies rotan pada kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat
Gambar 3. Peta Titik Sebaran Rotan di Hutan Batang Toru Blok Barat,
Tabel 3. Kerapatan Relatif (%) spesies rotan berdasarkan jumlah batang per hektar di 2   ketinggian tempat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jangkauan adalah selisih antara nilai Jangkauan adalah selisih antara nilai maksimum dan nilai minimum yang.. maksimum dan nilai

[r]

[r]

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XXXVIII-5/W16, 2011 ISPRS Trento 2011 Workshop, 2-4 March 2011, Trento, Italy...

[r]

Developing application in CH domain dealing with reconstruction at landscape scale, poses peculiar requirement to rendering engines: there is a huge variation in

[r]

From a methodological point of view the stages that characterize a communication project designed to increase the value of the archaeological heritage are: