• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH KONVERSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI MASYARAKAT KECAMATAN BATUNADUA

KOTA PADANGSIDIMPUAN

OLEH:

DEWI FATIMAH HARAHAP 100501078

PROGRAM STUDI S-1 EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI dan BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN

Nama : Dewi Fatimah Harahap

NIM : 100501078

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan

Judul Skripsi : Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan

Tanggal Pembimbing,

NIP. 19551003 198103 1 004

(3)

Dr. Hasan Basri Tarmizi, SU

NIP. 19530412 198103 1 006 NIP. 19490808 198103 1 001

Drs. Rachmat Sumanjaya Hsb, M.Si

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN PENCETAKAN

Nama : Dewi Fatimah Harahap

NIM : 100501078

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan

Judul Skripsi : Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan

Tanggal Ketua Program Studi

NIP. 19710503 200312 1 003

Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc., Ph.D

(4)

Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec NIP. 19730408 199802 1 001

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Maret 2015 Penulis

NIM: 100501078

(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti dampak konversi lahan pertania terhadap kesejahteraan ekonomi masyarakat di Kecamatan Batunadua. Lahan memiliki ketidak seimbangan dalam penawaran dan permintaannya, sehingga penggunaan sumberdaya lahan mengarah kepada penggunaan yang dapat memberikan manfaat secara ekonomi lebih besar. Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi pemukiman maupun industry merupakan hal yang lazim. Alih fungsi lahan diperlukan dalam rangka pelaksanaan pembangunan. Konversi lahan pertanian menjadi masalah ketika lahan di konversi merupakan lahan pertanian produktif. Konversi lahan pertanian akan menyebabkan penurunan produksi pangan dan kerugian lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan faktor-faktor yang mendorong mengkonversi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman, Menjelaskan dan menghitung dampak pembangunan terhadap hilangnya produksi padi maupun kebijakan pemerintah khususnya Kota Padangsidimpuan. Fakta yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah arah kebijakan pengembangan wilayah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pembangunan pemukiman di Kota Padangsidimpuan khususnya Kecamatan Batunadua ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman dan memenuhi kebutuhan perumahan. Selain itu, Besarnya kontribusi sektor pemukiman terhadap Produk Domestik Regional Bruto Kota Padangsidimpuan dibandingkan dengan sektor pertanian menjadi lainnya dalam pengembangan.

(6)

ABSTRACT

This study aims to investigate the impact of land conversion pertania to economic growth in Sub Batunadua community . Land has an imbalance in supply and demand , so the use of land resources leading to the use that can provide greater economic benefits . Change of use of agricultural land to residential and industrial is common . Land conversion is necessary in order to implement development. Conversion of agricultural land into a problem when the land is productive farmland conversion . Conversion of agricultural land will cause a decline in food production and environmental losses . The purpose of this study was to describe factors that encourage converting agricultural land into residential land , Explain and calculate the impact of development on the loss of rice production and government policy especially Padangsidimpuan City . The fact affecting the use of land is a regional development policy . The data used in this study are primary and secondary data . The result showed that the construction of settlements in the City District of Batunadua Padangsidimpuan specifically aimed at improving the quality of neighborhoods and housing needs . In addition, the amount of the settlement sector's contribution to Gross Domestic Product Gross Regional Padangsidimpuan city compared with others in the agricultural sector into the development .

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat-Nya yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan”.

Dalam penulisan skripsi ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah ikut membantu di

dalam memberikan bimbingan, motivasi dan saran kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orangtua yang sangat saya cintai, Ayahanda Paruhuman Harahap

S.sos,M.M dan Ibunda Tetti Astina Lubis, yang telah mendidik, merawat dan

membesarkan saya dengan penuh cinta dan kasih sayang. Terimakasih atas doa,

dukungan, semangat, perhatian, dan bantuan materi yang diberikan kepada saya

dalam menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr.Azhar Maksum, S.E., M.Ec., Ac. selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec. selaku Ketua Departemen dan Bapak

Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si. selaku Sekretaris Departemen Ekonomi

(8)

4. Bapak Irsyad Lubis, S.E.,M.Soc.Sc.,Ph.D selaku Ketua Program Studi S1

Ekonomi Pembangunan dan Bapak Paidi Hidayat, S.E., M.Si. selaku Sekretaris

Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. Syaad Afifuddin,SE,MEc sebagai Dosen Pembimbing yang

telah banyak memberikan arahan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

6. Dr. Hasan Basri Tarmizi,SU dan Bapak Drs. Rachmat Sumanjaya HSB, M.Si

sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan petunjuk, saran dan

kritik yang membangun pada penulis.

7. Seluruh Staff Pengajar dan Staff Administrasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

USU yang selama ini telah mendidik dan membimbing penulis dengan baik.

8. Untuk sahabat terbaik saya yang telah membantu secara langsung maupun

tidak langsung dalam penulisan skripsi ini.

Akhirnya saya berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan

peneliti lainnya, khususnya mahasiswa Fakultas Ekonomi Program Studi Ekonomi

Pembangunan Universitas Sumatera Utara. Semoga Allah SWT senantiasa

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta memberikan balasan yang berlipat ganda

kepada semua pihak yang telah bersedia membantu penyelesaian skripsi ini. Amiin ya

(9)

Medan, Maret 2015

(10)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 ... Latar

(11)

2.3.1 ... Pertumbuha

n Ekonomi ... 14

2.3.2 ... Teori Pertumbuhan Klasik ... 14

2.3.3 ... Teori Pertumbuhan Harrod-Domar ... 15

2.3.4 ... Teori Pertumbuhan Neo-klasik ... 16

2.3.5 ... Teori Schumpeter……… ... 18

2.3.6 ... Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi... ... 19

2.4 Penelitian Terdahulu ... 23

2.5 Kerangka Konseptual ... 24

2.6 Hipotesis………. .... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 ... Jenis dan Pengolahan dan Analisis data ... 29

(12)

4.3 ... Sarana Dan Jawaban Responden Atas Dampak Keberadaan Konversi Lahan Terhadap Pendapatan Masyarakat ... 39

4.6.1 Tingkat Pendapatan Masyarakat Sebelum Terjadi Konversi Lahan ... 39

4.6.2 Tingkat Pendapatan Masyrakat Sesudah Terjadi konversi lahan ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 54

5.2 Saran ... 54

(13)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

3.1 Defenisi Operasional Variabel ... 32

4.1 Jumlah Desa yang ada di Kecamatan Batunadua ... 34

4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin... 35

4.3 Jumlah Sekolah di Kecamatan Batunadua ... 35

4.4 Sarana Prasarana ... 36

4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 37

4.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 38

4.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 38

4.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 39

4.9 Tingkat Pendapatan Masyarakat Sebelum Terjadi Konversi Lahan (Distribusi Jawaban Responden Yang Mengkonversi Lahan) ... 40

4.10 Tingkat Pendapatan Masyarakat Sebelum Terjadinya Konversi Lahan( Distribusi Jawaban Responden yang Tidak Mengkonversi Lahan) ... 41

4.11 Tingkat Pendapatan Masyarakat Sesudah Terjadi Konversi Lahan (Distribusi Jawaban Responden Yang Mengkonversi Lahan ... 43

(14)

4.13 T-Test ... 45

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 25

4.1 Peta Wilayah Kecamatan Batunadua Kota

Padangsidimpuan ... 33

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

Halaman

1. Kusioner Penelitian ... 58

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Perkembangan pembangunan dan pertambahan penduduk semakin tinggi

menyebabkan kebutuhan terhadap lahan meningkat, sementara itu ketersediaan dan

luas lahan pada dasarnya tidak berubah. Sumber daya lahan memiliki

ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Permintaan tak terbatas

sedangkan penawaran lahan relatif terbatas, sehingga penggunaan sumberdaya lahan

akan mengarah kepada penggunaan yang dapat memberikan manfaat secara ekonomi

lebih besar bagi pemiliknya.

Pemanfaatan lahan untuk berbagai kegunaan bertujuan untuk menghasilkan

berbagai macam barang pemuas kebutuhan manusia. Manusia dalam memenuhi

kebutuhannya dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi seringkali memanfaatkan

lahan kurang bijaksana dan tidak memperhatikan kelestarian sumberdaya tersebut.

Hal ini mengakibatkan menurunnya persediaan sumberdaya lahan yang berkualitas

tinggi dan manusia semakin tergantung pada sumberdaya lahan yang berkualitas

rendah. Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi pemukiman maupun industri

merupakan hal yang lazim. Dinamika yang terjadi pada masyarakat yang meliputi

perkembangan penduduk dan pola pembangunan wilayah menyebabkan alih fungsi

(16)

Alih fungsi lahan diperlukan dalam rangka pelaksanaan pembangunan, akan

tetapi pelaksanaannya Pemerintah harus memperhatikan dengan seksama dampak

yang akan ditimbulkan dari pemanfaatan sumberdaya lahan.

Eksternalitas yang akan dirasakan perlu dilakukan perhitungan dengan teliti

dan menyeluruh. Eksternalitas positif maupun eksternalitas negatif sebagai dampak

dari pengelolaan sumberdaya lahan akan dirasakan baik dalam jangka pendek

maupun jangka panjang. Lahan konversi pada umumnya dipicu oleh transformasi

struktur ekonomi yang semula bertumpu pada sektor pertanian menjadi sektor

ekonomi yang lebih bersifat industrial, khususnya di negara-negara yang sedang

berkembang. Proses transformasi ekonomi tersebut selanjutnya merangsang

terjadinya migrasi penduduk ke daerah pusat kegiatan bisnis sehingga lahan

pertanian yang lokasinya mendekati kawasan tersebut akan dikonversi untuk

pembangunan kompleks perumahan. Secara umum pergeseran struktur ekonomi

tersebut merupakan ciri dari suatu daerah atau negara yang sedang berkembang.

Berdasarkan hal tersebut maka lahan konversi dapat dikatakan sebagai suatu

fenomena pembangunan yang pasti terjadi selama proses pembangunan masih

berlangsung. Begitu pula selama jumlah penduduk akan mengalami peningkatan dan

tekanan penduduk terhadap lahan terus meningkat sehingga lahan konversi akan

sangat sulit untuk dihindari (Kustiawan, 1997).

Lahan konversi menjadi masalah ketika lahan yang dialih fungsikan

merupakan lahan pertanian produktif. Lahan konversi tersebut akan menyebabkan

(17)

Agus (2004) mengemukakan bahwa lahan konversi menjadi lahan non pertanian

mengalami percepatan. Sejak tahun 1981 sampai dengan tahun 1999 terjadi

pengalihan lahan sawah di Pulau Jawa seluas satu juta ha dan 0,62 juta ha di luar

Pulau Jawa.

Walaupun dalam periode waktu yang sama dilakukan pencetakan sawah

seluas 0,52 juta ha di Pulau Jawa dan sekitar 2,7 juta ha di luar Pulau Jawa, namun

pada kenyataannya pencetakan lahan sawah tanpa diikuti dengan pengontrolan

konversi tidak mampu membendung peningkatan ketergantungan Indonesia terhadap

impor beras. Bahwa sekitar 58,7 % penggunaan lahan sawah berubah fungsi menjadi

pemukiman, 21,8 % penggunaan lahan berubah menjadi penggunaan urban di Pulau

Jawa. Sedangkan, di luar Pulau Jawa sekitar 16,1 % peruntukan lahan sawah dialih

fungsikan menjadi kawasan pemukiman dan 48,6 % lainnya digunakan untuk

berbagai jenis penggunaan lainnya (Muttaqin ,2008)

Berkurangnya lahan karena konversi akan menyebabkan turunnya produksi

pangan. Sekali lahan pertanian (terutama sawah) beralih fungsi, tidak mungkin

kembali lagi menjadi sawah. Konversi lahan pertanian berdampak juga pada kerugian

lingkungan seperti hilangnya hamparan efektif untuk menampung kelebihan air

limpasan yang bisa membantu mengurangi banjir. Kerugian itu masih bertambah

dengan hilangnya kesempatan kerja dan income bagi petani penggarap, buruh tani,

penggilingan padi, dan sektor-sektor pedesaan lainnya.

Kecamatan Batunadua sebagai salah satu dari enam kecamatan penyangga

(18)

pembangunan kota. Dampak yang dirasakan adalah perkembangan kota

Padangsidimpuan menjadi salah satu kota berkembang di Indonesia. Pemerintah kota

Padangsidimpuan mengembangkan sistem perwilayahan kota yang diarahkan

menjadi satu kesatuan yang utuh.

Sistem wilayah kota Padangsidimpuan didasarkan atas fungsi dan kedudukan

kota Padangsidimpuan sebagai wilayah administrative. Tingginya permintaan

pemukiman di kecamatan Batunadua dipicu letak kota Padangsidimpuan yang dekat

dengan kota-kota berkembang seperti GunungTua, Panyabungan dan Sibolga.

Pembangunan perumahan yang mengkonversi lahan produktif telah menghilangkan

kesempatan memproduksi padi sebagai produksi utama lahan pangan tersebut.

Menurut Panuju (1996) terjadinya pergeseran penggunaan lahan di suatu

wilayah disebabkan oleh terjadinya konversi struktural di wilayah tersebut.

Peningkatan jumlah dan kepadatan penduduk yang merupakan ciri dari konversi

structural menyebabkan meningkatnya kebutuhan lahan untuk mendukung

pengembangan. Makin tinggi kebutuhan lahan untuk permukiman, sarana pelayanan

serta industri akan menurunkan struktur penggunaan lahan yang lain pada batas

tertentu. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini

dengan judul: “Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan

(19)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah “Apakah konversi lahan pertanian berpengaruh terhadap

tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat di Kecamatan Batunadua kota

Padangsidimpuan?”

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah “Untuk

mengetahui pengaruh konversi lahan pertanian terhadap tingkat kesejahteraan

ekonomi masyarakat di Kecamatan Batunadua kota Padangsidimpuan”.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna khususnya bagi peneliti serta bagi

masyarakat, ilmu pengetahuan dan pemerintah sebagai pemegang kebijakan. Hasil

penelitian yang dilaksanakan diharapkan mampu memberikan manfaat dalam

berbagai hal, antara lain adalah:

1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara akademis

maupun praktis, serta pemahaman yang lebih mendalam mengenai

konversi lahan dan dampaknya terhadap produksi padi.

2. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumber

rujukan pustaka dalam membuat penulisan-penulisan ilmiah.

3. Bagi masyarakat , penelitian ini diharapkan mampu memberikan penjelasan

mengenai dampak yang akan dirasakan apabila lahan pertanian yang

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lahan dan Fungsi Utama Lahan

Definisi lahan memiliki keterkaitan dengan tanah. Menurut Utomo, et al

(1992), lahan memiliki ciri-ciri yang unik dibandingkan sumberdaya lainnya, yakni

lahan merupakan sumberdaya yang tidak habis, namun jumlahnya tetap dan dengan

lokasi yang tidak dapat dipindahkan. Jayadinata (1999) memaparkan bahwa tanah

berarti bumi (earth), sedangkan lahan merupakan tanah yang sudah ada

peruntukannya dan umumnya ada pemiliknya, baik perseorangan atau lembaga.

Lahan sebagai modal alami utama yang melandasi kegiatan kehidupan menurut

Utomo, et al (1992), memiliki dua fungsi dasar, yaitu:

1. Fungsi kegiatan budidaya, yang memiliki makna suatu kawasan yang

dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, seperti pemukiman, baik

sebagai kawasan perkotaan maupun pedesaan, perkebunan, hutan produksi

dan lain-lain.

2. Fungsi lindung, bermakna bahwa kawasan yang ditetapkan dengan fungsi

utamanya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang ada, yang

mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta

(21)

2.1.1. Penggunaan Lahan (Land Use)

Karakteristik lahan sebagai sumberdaya yang jumlahnya tetap dengan

lokasinya yang tidak dapat dipindahkan, membutuhkan suatu perencanaan yang

berkaitan dengan pola pemanfaatan lahan guna memenuhi kebutuhan manusia yang

beragam. Berbagai macam bentuk intervensi manusia terhadap lahan untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya dapat dikatakan land use atau penggunaan lahan atau

tata guna lahan.

Menurut Jayadinata (1999), tata guna lahan meliputi dua unsur, yaitu:

1. Tata guna lahan yang berarti penataan atau pengaturan penggunaan (merujuk

kepada sumberdaya manusia).

2. Lahan (merupakan sumberdaya alam), yang berarti ruang (permukaan lahan

serta lapisan batuan di bawahnya dan lapisan di atasnya), serta memerlukan

dukungan berbagai unsur alam lain seperti air, iklim, hewan, vegetasi,

mineral, dan sebagainya.

Pertimbangan mengenai kepentingan atas lahan di berbagai wilayah mungkin

berbeda tergantung kepada struktur sosial penduduk dan kebijakan yang dijalankan

oleh pemerintah dalam mengembangkan wilayah. Aturan-aturan dalam penggunaan

lahan dijalankan berdasarkan pada beberapa kategori antara lain kepuasan,

kecenderungan untuk kegiatan dalam tata guna lahan, kesadaran akan tata guna lahan,

(22)

Sehubungan dengan hal tersebut, Chapin (1995) seperti yang dikutip oleh Jayadinata

(1999) menggolongkan lahan dalam tiga kategori, yaitu:

1. Nilai keuntungan, yang dihubungkan dengan tujuan ekonomi dan yang

dapat dicapai dengan jual-beli lahan di pasaran bebas.

2. Nilai kepentingan umum, yang dihubungkan dengan pengaturan untuk

masyarakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat.

3. Nilai sosial, yang merupakan hal mendasar bagi kehidupan dan dinyatakan

oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian, tradisi,

kepercayaan dan sebagainya.

2.1.2. Konversi Lahan

Utomo, et al (1992) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut

sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan

dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang

membawa dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan tersebut.

Alih fungsi lahan dalam artian perubahan atau penyesuaian peruntukan penggunaan,

disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk

memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya

tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Sihaloho (2004) menjelaskan bahwa konversi lahan adalah alih fungsi lahan

khususnya dari lahan pertanian ke penggunaan non pertanian atau dari lahan non

(23)

Kelurahan Mulyaharja, Sihaloho (2004) memaparkan bahwa konversi lahan

dipengaruhi dua faktor utama, yakni:

i. Faktor pada makro yang meliputi pertumbuhan industri, pertumbuhan

pemukiman, pertumbuhan penduduk, intervensi pemerintah, dan

‘marginalisasi’ ekonomi atau kemiskinan ekonomi.

ii. Faktor pada mikro yang meliputi pola nafkah rumah tangga (struktur

ekonomi rumah tangga), kesejahteraan rumah tangga (orientasi nilai

ekonomi rumah tangga) dan strategi bertahan hidup rumah tangga

(tindakan ekonomi rumah tangga).

2.1.3. Faktor Penyebab Konversi Lahan

Konversi lahan pada umumnya dipengaruhi oleh transformasi struktur

ekonomi yang semula bertumpu pada sektor pertanian ke sektor ekonomi yang lebih

bersifat industrial, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. Proses

transformasi ekonomi tersebut selanjutnya mendorong terjadinya migrasi penduduk

ke daerah-daerah pusat kegiatan bisnis sehingga lahan pertanian yang lokasinya

mendekati pusat kegiatan bisnis dikonversi untuk pembangunan perumahan. Secara

umum, pergeseran atau transformasi struktur ekonomi merupakan ciri dari suatu

daerah atau negara yang sedang berkembang. Berdasarkan hal tersebut maka konversi

lahan pertanian dapat dikatakan sebagai suatu fenomena pembangunan yang pasti

terjadi selama proses pembangunan masih berlangsung. Begitu pula selama jumlah

penduduk terus mengalami peningkatan dan tekanan penduduk terhadap lahan terus

(24)

Konversi lahan erat kaitannya dengan kepadatan penduduk yang semakin

meningkat. Rusli (1995) mengungkapkan bahwa dengan meningkatnya jumlah

penduduk, rasio antara manusia dan lahan menjadi semakin besar, sekalipun

pemanfaatan setiap jengkal lahan sangat dipengaruhi taraf perkembangan kebudayaan

suatu masyarakat. Pertumbuhan penduduk menyebabkan makin mengecilnya

persediaan lahan rata-rata per orang.

2.1.4. Dampak Konversi Lahan

Konversi lahan yang terjadi mengubah status kepemilikan lahan dan

penguasaan lahan. Perubahan dalam penguasaan lahan di pedesaan membawa

implikasi bagi perubahan pendapatan dan kesempatan kerja masyarakat yang menjadi

indikator kesejahteraan masyarakat desa (Furi, 2007). Terbatasnya akses untuk

menguasai lahan menyebabkan terbatas pula akses masyarakat atas manfaat lahan

yang menjadi modal utama mata pencaharian sehingga terjadi pergesaran kesempatan

kerja ke sektor non pertanian (sektor informal).

Menurut Munir (2008), dampak konversi lahan pertanian menjadi penambangan

pasir dan batu di Desa Candimulyo, Wonosobo dapat dilihat pada berbagai kehidupan

masyarakat. Antara lain dampak positif dan negatif. Dampak positif yang dirasakan

oleh masyarakat adalah meningkatnya kesejahteraan rumah tangga petani, tingkat

keamanan yang meningkat, serta berkurangnya tingkat pengangguran karena

banyaknya masyarakat yang pada awalnya mengganggur ikut bekerja menjadi buruh

penambangan pasir dan batu. Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan adalah

(25)

keuntungan dari orang lain dan dampak lingkungan yang menyebabkan lahan

pertanian menjadi rusak .

2.2. Produktifitas Lahan

Produktifitas lahan sawah menentukan pendapatan petani dari usahataninya.

Semakin rendah produktifitas lahan sawah, maka produk yang dihasilkan oleh lahan

sawah tersebut semakin rendah dan selanjutnya pendapatan yang diterima oleh petani

akan semakin rendah.

Rendahnya pendapatan petani yang diakibatkan oleh rendahnya produktifitas

lahan sawah akan menyebabkan petani memutuskan untuk mengkonversi lahan

sawahnya dan beralih ke sektor non pertanian. Hal ini dikarenakan pekerjaan di

sektor non pertanian dipandang dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi

daripada pendapatan yang diperoleh dari hasil lahan sawah yang mempunyai

produktifitas rendah (Utama, 2006).

2.2.1 Lahan Pemukiman (Land Rent)

Teori sewa lahan model klasik dikembangkan oleh David Ricardo dan Von

Thunen. David Ricardo memberikan konsep sewa atas dasar perbedaan dalam hal

kesuburan lahan, terutama lahan pertanian. Analisis yang dikemukakan oleh David

Ricardo berdasarkan asumsi bahwa pada daerah pemukiman baru terdapat

sumberdaya lahan yang subur dan berlimpah. David Ricardo mengemukakan bahwa

hanya lahan yang subur yang digunakan untuk bercocok tanam dan tidak ada

(26)

muncul hanya apabila penduduk bertambah yang menyebabkan permintaan terhadap

lahan meningkat dan terjadi penggunaan lahan kurang subur oleh masyarakat.

Teori yang dikemukakan oleh Von Thunen menentukan nilai sewa lahan

berdasarkan faktor lokasi. Analisis Von Thunen berdasarkan tanaman yang dihasilkan

oleh daerah-daerah subur dekat pusat pasar dan dikemukakan bahwa sewa lahan lebih

tinggi dari daerah-daerah yang lebih jauh dari pusat pasar. Menurut Von Thunen sewa

lahan berkaitan dengan perlunya biaya transportasi dari daerah yang jauh ke pusat

pasar (Suparmoko, 1997).

Nilai ekonomi lahan menurut Barlowe (1978) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Sewa lahan (contract rent) sebagai pembayaran aktual dari penyewa kepada

pemilik dimana pemilik melakukan kontrak sewa dalam jangka waktu

tertentu.

2. Keuntungan usaha (economic rent atau land rent) merupakan surplus

pendapatan di atas biaya produksi atau harga input lahan yang memungkinkan

faktor produksi lahan dapat dimanfaatkan dalam proses produksi.

2.3. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum, pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kemampuan dari

suatu perekonomian dalam memproduksi barang maupun jasa. Pertumbuhan

ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis

tentang perkembangan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Pertumbuhan

ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekomian akan menghasilkan

(27)

aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk

menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran

balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan adanya

pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik

faktor produksi juga akan meningkat.

Dengan perkataan lain bahwa pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk kepada

perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya diukur dengan

menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan atau nilai akhir

pasar (total market value) dari barang akhir dan jasa (final goods and services) yang

dihasilkan dari suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu.

Perlu diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi berbeda dengan pembangunan

ekonomi, kedua istilah ini mempunyai arti yang sedikit berbeda. Kedua-duanya

memang menerangkan mengenai perkembangan ekonomi yang berlaku. Tetapi

biasanya, istilah ini digunakan dalam konteks yang berbeda. Pertumbuhan selalu

digunakan sebagai suatu ungkapan umum yang menggambarkan tingkat

perkembangan sesuatu negara, yang diukur melalui persentasi pertambahan

pendapatan nasional riil.

Istilah pembangunan ekonomi biasanya dikaitkan dengan perkembangan

ekonomi di negara-negara berkembang. Dengan kata lain, dalam mengartikan istilah

pembangunan ekonomi, ahli ekonomi bukan saja tertarik kepada masalah

perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan

(28)

masalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan masalah perataan pembagian

pendapatan (Sukirno, 2006:423).

2.3.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori-teori pertumbuhan ekonomi yang berkembang antara lain: (Sadono

Sukirno, 2006:243-270).

2.3.2 Teori Pertumbuhan Klasik

Teori ini dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, Malthus, dan John

Stuart Mill. Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat faktor,

yaitu jumlah penduduk, jumlah barang modal, luas tanah dan kekayaan alam serta

teknologi yang digunakan. Mereka lebih menaruh perhatiannya pada pengaruh

pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka asumsikan luas

tanah dan kekayaan alam serta teknologi tidak mengalami perubahan. Teori yang

menjelaskan keterkaitan antara pendapatan perkapita dengan jumlah penduduk

disebut dengan teori penduduk optimal.

Menurut teori ini, pada mulanya pertambahan penduduk akan menyebabkan

kenaikan pendapatan perkapita. Namun jika jumlah penduduk terus bertambah maka

hukum hasil lebih yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi yaitu

produksi marginal akan mengalami penurunan, dan akan mengarahkan pada keadaan

pendapatan perkapita sama dengan produksi marginal.

Pada keadaan ini pendapatan perkapita mencapai nilai yang maksimal. Jumlah

(29)

terus meningkat melebihi titik optimal maka pertumbuhan penduduk berbanding

terbalik terhadap nilai pertumbuhan ekonomi.

2.3.3 Teori Pertumbuhan Harrod-Domar

Teori ini dikembangkan hampir pada waktu yang bersamaan oleh Roy F.

Harrod (1984) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957) di Amerika Serikat. Mereka

menggunakan proses perhitungan yang berbeda tetapi memberikan hasil yang sama,

sehingga keduanya dianggap mengemukakan ide yang sama dan disebut teori

Harrod-Domar. Teori ini melengkapi teori Keynes, dimana Keynes melihatnya dalam jangka

pendek (kondisi statis), sedangkan Harrod-Domar melihatnya dalam jangka panjang

(kondisi dinamis). Teori Harrod-Domar didasarkan pada asumsi :

a. Perkonomian bersifat tertutup.

b. Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan.

c. Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale).

d. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja adalah konstan dan sama dengan tingkat

pertumbuhan penduduk.

Model ini menerangkan dengan asumsi supaya perekonomian dapat mencapai

pertumbuhan yang kuat (steady growth) dalam jangka panjang. Asumsi yang

dimaksud di sini adalah kondisi dimana barang modal telah mencapai kapasitas

penuh, tabungan memiliki proposional yang ideal dengan tingkat pendapatan

nasional, rasio antara modal dengan produksi (Capital Output Ratio/COR) tetap dan

(30)

Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod- Domar membuat analisis

dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh

kenaikan produksi baik barang maupun jasa dapat diserap oleh pasar) hanya bisa

tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut:

g = K = n

Dimana :

g = Growth (tingkat pertumbuhan output)

K = Capital (tingkat pertumbuhan modal)

n = Tingkat pertumbuhan angkatan kerja

Harrod - Domar mendasarkan teorinya berdasarkan mekanisme pasar tanpa

campur tangan pemerintah. Akan tetapi kesimpulannya menunjukkan bahwa

pemerintah perlu merencanakan besarnya investasi agar terdapat keseimbangan

dalam sisi penawaran dan permintaan barang.

2.3.4 Teori Pertumbuhan Neo-klasik

Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Robert M. Solow (1970)

dan T.W. Swan (1956). Unsur-unsur yang digunakan dalam metode Sollow-Swan

adalah pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya

output yang saling berinteraksi.

Perbedaan utama dengan model Harrod-Domar adalah dimasukkannya unsur

kemajuan teknologi dalam rumusannya. Selain itu, Solow-Swan menggunakan model

fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga

(31)

dalam model Solow-Swan kurang restriktif disebabkan kemungkinan substitusi antara

tenaga kerja dan modal. Hal ini berarti ada fleksibilitas dalam rasio modal-output dan

rasio modal-tenaga kerja.

Teori Solow-Swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar dapat

menciptakan keseimbangan, sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak

mencampuri atau mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas

kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga

sumber yaitu, akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan

peningkatan teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan

teknik, sehingga produktivitas capital meningkat. Dalam model tersebut, masalah

teknologi dianggap sebagai fungsi dari waktu.

Teori neo-klasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan agar kondisi

selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna,

perekonomian bisa tumbuh maksimal. Sama seperti dalam ekonomi model klasik,

kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan hambatan dalam perdagangan,

termasuk perpindahan orang, barang, dan modal. Harus dijamin kelancaran arus

barang, modal, dan tenaga kerja, dan perlunya penyebarluasan informasi pasar. Harus

diusahakan terciptanya prasarana perhubungan yang baik dan terjaminnya keamanan,

ketertiban, dan stabilitas politik. Analisis lanjutan dari paham neoklasik menunjukkan

bahwa untuk terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth ),

diperlukan suatu tingkat tabungan yang tinggi dan seluruh keuntungan pengusaha

(32)

2.3.5 Teori Schumpeter

Teori ini menekankan pada inovasi yang dilakukan oleh para pengusaha dan

mengatakan bahwa kemajuan teknologi sangat ditentukan oleh jiwa usaha

(enterpreneurship) dalam masyarakat yang mampu melihat peluang dan berani

mengambil risiko membuka usaha baru, maupun memperluas usaha yang telah ada.

Dengan pembukaan usaha baru dan perluasan usaha, tersedia lapangan kerja

tambahan untuk menyerap angkatan kerja yang bertambah setiap tahunnya.

Didorong oleh adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan dari inovasi

tersebut, maka para pengusaha akan meminjam modal dan mengadakan investasi.

Investasi ini akan mempertinggi kegiatan ekonomi suatu negara. Kenaikan tersebut

selanjutnya juga akan mendorong pengusaha-pengusaha lain untuk menghasilkan

lebih banyak lagi sehingga produksi agregat akan bertambah.

Selanjutnya Schumpeter menyatakan bahwa jika tingkat kemajuan suatu

perekonomian semakin tinggi maka keinginan untuk melakukan inovasi semakin

berkurang, hal ini disebabkan oleh karena masyarakat telah merasa mencukupi

kebutuhannya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi akan semakin lambat

jalannya dan pada akhirnya tercapai tingkat keadaan tidak berkembang (stationary

state). Namun keadaan tidak berkembang yang dimaksud di sini berbeda dengan

pandangan klasik. Dalam pandangan Schumpeter keadaan tidak berkembang itu

(33)

klasik, keadaan tidak berkembang terjadi pada waktu perekonomian berada pada

kondisi tingkat pendapatan masyarakat sangat rendah.

2.3.6 Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi

Teori ini dimunculkan oleh Prof. W.W. Rostow yang memberikan lima tahap

dalam pertumbuhan ekonomi. Analisis ini didasarkan pada keyakinan bahwa

pertumbuhan ekonomi akan tercapai sebagai akibat dari timbulnya perubahan yang

fundamental dalam corak kegiatan ekonomi, juga dalam kehidupan politik dan

hubungan sosial dalam suatu masyarakat dan negara.

Adapun kelima tahapan tersebut adalah:

1).Tahap Masyarakat Tradisional (The Traditional Society)

Rostow mengartikan bahwa masyarakat tradisional sebagai suatu

masyarakat yang:

a. Cara-cara memproduksi yang relatif primitif dan sikap masyarakat

serta cara hidupnya yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang

dicetuskan oleh cara pemikiran yang bukan rasional, tetapi oleh

kebiasaan yang telah berlaku secara turun-temurun. Tingkat produksi

yang dapat dicapai masih sangat terbatas, karena ilmu pengetahuan

dan teknologi modern belum ada atau belum digunakan secara

sistematis dan teratur.

b. Tingkat produksi perkapita dan tingkat produktivitas per pekerja masih

sangat terbatas. Oleh sebab itu sebagian besar dari sumber-sumber

(34)

Dalam sektor ini struktur sosialnya sangat bersifat hierarkis, sehingga

mobilitas secara vertikal dalam masyarakat sedikit sekali.

c. Kegiatan politik dan pemerintahan terdapat di daerah-daerah dipegang

oleh tuan-tuan tanah yang berkuasa, dan kebijakan-kebijakan dari

pemerintah pusat selalu dipengaruhi oleh pandangan tuan-tuan tanah

di berbagai daerah tersebut.

2) Tahap Prasyarat Lepas Landas

Tahap ini adalah tahap sebagai suatu masa transisi pada saat masyarakat

mempersiapkan dirinya ataupun dipersiapkan dari luar untuk mencapai pertumbuhan

yang mempunyai kekuatan untuk terus berkembang (self-sustain growth). Pada tahap

ini dan sesudahnya pertumbuhan ekonomi akan berlaku secara otomatis. Tahap

prasyarat lepas landas ini dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Tahap prasyarat untuk lepas landas yang dicapai oleh negara-negara

Eropa, Asia, Timur Tengah, dan Afrika yang dilakukan dengan

merubah struktur masyarakat tradisional yang sudah ada.

b) Yang dinamakan Rostow bom free, yaitu prasyarat lepas landas yang

dicapai Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru, dengan

tanpa harus merombak sistem masyarakat yang tradisional, karena

masyarakat negara-negara itu terdiri dari emigran yang telah

mempunyai sifat-sifat yang diperlukan oleh masyarakat untuk

mencapai tahap prasyarat lepas landas.

(35)

Adalah suatu tahap interval dimana tahap masyarakat tradisional dan tahap

prasyarat untuk lepas landas telah dilewati. Pada periode ini, beberapa penghalang

pertumbuhan dihilangkan dan kekuatan-kekuatan yang menimbulkan kemajuan

ekonomi diperluas dan dikembangkan, serta mendominasi masyarakat sehingga

menyebabkan efektivitas investasi dan meningkatnya tabungan masyarakat.

Ciri-ciri tahap lepas landas yaitu:

a) Adanya kenaikan dalam penanaman modal investasi (yang produktif,

dari 5% atau kurang, menjadi 10% dari Produk Nasional Neto).

NNP=GNP-D (penyusutan).

b) Adanya perkembangan beberapa sektor industri dengan laju

perkembangan yang tinggi.

c) Adanya atau terciptanya suatu kerangka dasar politik, sosial dan

institusional yang akan menciptakan: Kenyataan yang membuat

perluasan di sektor modern dan potensi ekonomi ekstern sehingga

menyebabkan petumbuhan terus-menerus berlangsung.

4) Tahap Gerakaan ke Arah Kedewasaan (The Drive of Maturity)

Gerakan ke arah kedewasaan diartikan sebagai suatu periode ketika

masyarakat secara efektif menerapkan teknologi modern dalam mengolah sebagian

besar faktor-faktor produksi dan kekayaan alamnya. Ciri-ciri gerakan ke arah

kedewasaan adalah:

a) Kematangan teknologi, dimana struktur keahlian tenaga kerja

(36)

b) Sifat kepemimpinan dalam perusahaan mengalami perubahan.

c) Masyarakat secara keseluruhan merasa bosan dengan keajaiban yang

diciptakan oleh industrialisasi, karena berlakunya hukum kegunaan

batas semakin berkurang.

5) Tahap Masa Konsumsi Tinggi.

Pada masa ini perhatian masyarakat mengarah kepada masalah-masalah yang

berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat dan bukan lagi kepada

masalah produksi. Leading sectors, bergerak ke arah barang-barang konsumsi yang

tahan lama serta jasa-jasa. Pada periode ini terdapat tiga macam tujuan masyarakat

untuk mendapatkan sumber-sumber daya yang tersedia dan dukungan politis, yaitu:

a) Memperbesar kekuasaan dan pengaruh negara tersebut ke luar negeri

dan kecenderungan ini dapat berakhir pada penaklukan atas

negara-negara lain.

b) Menciptakan suatu welfare state, yaitu kemakmuran yang lebih merata

kepada pendukungnya dengan cara mengusahakan terciptanya

pembagian pendapatan yang lebih merata melalui sistem perpajakan

yang progresif, dalam sistem perpajakan seperti ini makin besar

pendapatan maka makin besar pajaknya.

c) Mempertinggi tingkat konsumsi masyarakat di atas konsumsi dasar

yang sederhana atas makanan, pakaian, rumah keluarga secara terpisah

dan juga barang-barang konsumsi tahan lama serta barang-barang

(37)

2.4. Penelitian Terdahulu

Dewi (2008) melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh alih fungsi lahan

sawah terhadap produksi tanaman pangan di Kabupaten Badung. Metode yang

digunakan dengan menggunakan analisis regresi log linear. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa alih fungsi lahan sawah sangat bergantung pada banyak

faktor misalnya terjadinya pembanguan fisik seperti perkantoran, jalan,

perumahan dll. Luas lahan sawah nyata berpengaruh terhadap peningkatan

produksi total tanaman padi,sedangkan luas sawah yang beralih ke non sawah

belum dapat membuktikan pengaruh produksi padi secara total di Kabupaten

Badung. Hasil ini di dukung oleh hasil uji statistik yang signifikan pada tingkat

signifikansi 5%.

Irawan dan Friyatno (2001). Melakukan penelitian dengan judul Dampak

konversi lahan sawah di jawa terhadap produksi beras dan kebijakan

pengendaliannya. Metode yang dilakukan dengan menggunakan analisis Model

regresi linear. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Secara umum konversi lahan

sawah banyak terjadi di Provinsi atau Kabupaten yang memiliki tingkat

pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk yang relatif tinggi. Konversi lahan

sawah cenderung menunjukkan penurunan produksi per satuan lahan yang

semakin besar, sedangkan percetakan sawah cenderung menunjukkan

(38)

Afriani (2009) melakukan penelitian dengan judul; Analisis pengaruh

beberapa variable terhadap alih fungsi lahan perkebunan di Kota Semarang (kasus

di PT. karyadeka alam lestari). Metode yang dilakukan menggunakan analisis

Metode kuadrat terkecil biasa atau ordinary least square (OLS). Hasil penelitian

menun jukkan bahwa dari jumlah variable independen yang ada seperti

produktivitas lahan, harga lahan, jumlah penduduk, PDRB, serta PDRB per kapita

hanya jumlah PDRB perkapita berpengaruh nyata terhadap alih fungsi lahan,

sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh nyata terhadap alih fungsi lahan.

2.5. Kerangka Konseptual

Dari beberapa teori yang telah diuraikan pada kerangka teori maka langkah

selanjutnya mermuskan kerangka konsep sebagai hasil dari suatu pemikiran

rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasilpenelitian

yang akan dicapai (Nawawi, 1995 :40). Konsep adalah penggambaran fenomena

yang hendak diteliti, yakni istilah dan definisi yang akan digunakan untuk

menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang

menjadi pusat perhatian ilmu social (Singarimbun, 1995: 33).

Maka kerangka konsep yang akan diteliti adalah:

• Menganalisis factor-faktor yang mempengaruhi Pemerintah Kota

(39)

• Menganalisis laju konversi lahandari data konversi lahan yang

diperoleh dari Kecamatan untuk menjawab tujuan pertama dalam

penelitian ini.

• Melakukan analisis keterkaitan harga lahan terhadap dampak

pembangunan di daerah pemukiman.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.6. Hipotesis

Hipotesis merupakan personal yang sangat penting dimana hipotesis

dimaksud merupakan petunjuk di dalam pengumpulan data yang diperlukan,

disamping itu biasa digunakan sebagai alat untuk menghubungkan

penyelidikan-penyelidikan yang bersangkutan dengan permasalahan. Berdasarkan permasalahan di

atas penulis mencoba mengemukakan hipotesis sebagai berikut: Konversi lahan

Kesejahteraan Ekonomi

(Pendapatan)

Konversi Lahan

(40)

berpengaruh positif terhadap kesejahteraan ekonomi (pendapatan) di Kecamatan

(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data

sekunder. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama seperti hasil

dari wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasanya dilakukan oleh peneliti

(Umar, 2005). Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara pada yang

melakukan usahatani di kawasan perumahan Seroja dan pemilik atau penghuni rumah

di perumahan Seroja serta tokoh masyarakat dan pejabat pemerintahan.

Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan

disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain misalnya dalam

bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram (Umar, 2005). Data sekunder diperlukan

untuk melengkapi hasil wawancara, meliputi administrasi kelurahan, data statistik

kelurahan, internet, dan data relevan lain untuk penelitian ini. Data sekunder

diperoleh dari berbagai instansi terkait seperti Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang

Kota Padangsidimpuan, Kantor Pemerintahan Kecamatan Batunadua, Kantor

Kelurahan Batunadua Jae dan Kelurahan Tenggara, instansi-instansi terkait serta studi

literatur.

(42)

Penelitian lapangan dilakukan dimulai pada pertengahan bulan Juni 2014 hingga

selesai. Daerah penelitian dilaksanakan di kawasan Kecamatan Batunadua, Provinsi

Sumatera Utara. Pemilihan Kecamatan Batunadua sebagai lokasi penelitian dilakukan

secara sengaja (purposive) berdasarkan penggunaan lahan di lokasi tersebut.

3.3. Populasi dan Sampel

Keberhasilan dalam pengumpulan data merupakan syarat bagi keberhasilan

suatu penelitian. Sedangkan keberhasilan dalam pengumpulan data tergantung pada

metode yang digunakan. Berkaitan dengan hal tersebut maka pengumpulan data

diperukan guna mendapatka data-data yang biyektif dan lengkap sesuai dengan

permasalahn yang diambil. Metode pengumpulan data merupakaan suatu cara untuk

memperoleh kenyataan yang mengungkapkan data-data yang diperlikan dalam suatu

penelitian. Dalam pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan

metode dokumentasi, yaitu suatu cara memperoleh data atau informasi tentang hal-hal

yang ada kaitanya dengan penelitian dengan jalan melihat kembali laporan tertulis

yang lalu, baik berupa angka maupun keterangan (Arikunto 1998: 131).

Populasi pada penelitian ini merupakan petani yang melakukan usahatani di

sekitar perumahan Seroja dan pemilik atau penghuni rumah di perumahan Seroja.

Populasi merupakan totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki

karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti (Hasan, 2002). Penelitian

yang telah dilaksanakan mengambil 50 responden yang berasal dari petani dan

(43)

dari masing-masing populasi tersebut berjumlah 25 orang untuk mendapatkan

perbandingan yang proporsional antar populasi.

Penentuan jumlah sampel responden sebanyak 25 orang berdasarkan atas

standar minimal penelitian survei yaitu berdasarkan pada populasi menyebar normal.

Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang

juga mewakili karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang dianggap bisa mewakili

populasi (Hasan, 2002).

Pengambilan data primer dilakukan melalui wawancara dan kuesioner kepada

responden, pihak pemerintah dan tokoh masyarakat. Responden merupakan pihak

yang memberikan keterangan mengenai diri dan keluarganya dengan informasi yang

dibutuhkan untuk menjawab permasalahan penelitian. Responden pada populasi

pertama merupakan petani yang setelah pembangunan perumahan Seroja masih

melakukan pengolahan lahan dan memanfaatkan hasil dari lahan produktif yang tidak

dibebaskan atau tidak terkonversi di sekitar kawasan perumahan Seroja. Responden

pada populasi pertama digunakan untuk menghitung usahatani yang berlangsung

pada saat penelitian berjalan.

Hasil wawancara dan kuesioner pada responden petani yang tidak terkonversi

juga digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai jumlah produksi dan

penerimaan petani yang hilang akibat pembangunan perumahan Seroja dengan

asumsi bahwa rata-rata produktifitas lahan pertanian yang saat ini masih berjalan

sama dengan produktifitas pada lahan yang terkonversi. Responden dari populasi

(44)

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis data

Konversi lahan pertanian yang terjadi di Kecamatan batunadua untuk

pembangunan perumahan Seroja dalam penelitian ini akan dilihat dari dua sisi.

Pertama, konversi lahan pertanian yang terjadi disebabkan oleh adanya factor

kebijakan pemerintah yang mendorong terjadinya konversi.Kedua, konversi lahan

pertanian yang terjadi menimbulkan berbagai macam dampak yang dirasakan oleh

petani maupun bagi kawasan sekitarnya. Dampak-dampak yang akan dianalisis dalam

penelitian ini antara lain hilangnya produksi padi, hilangnya penerimaan petani dan

terjadinya perubahan nilai land rent antara sebelum dan sesudah terjadinya konversi.

3.5. Teknik Analisis

Pengambilan data pada petani yang lahannya tidak terkonversi dan

pemilik atau penghuni rumah di perumahan Seroja dilakukan secara purposive

sampling. Teknik purposive sampling dalam pengambilan sampel petani yang tidak

terkonversi berdasarkan kriteria petani yang melakukan usahatani pada lahan

pertanian di sekitar kawasan perumahan Seroja. Sedangkan sampel pemilik rumah

dilakukan berdasarkan kriteria pemilik atau penghuni yang sudah menempati rumah

di perumahan Seroja.

Purposive sampling merupakan bentuk sampling nonpropability. Teknik

pengambilan sampel pada sampling tidak acak menyebabkan setiap elemen dari

(45)

sebagai sampel. Salah satu kelemahan dari sampling tidak acak adalah hasil dari

sampling ini memiliki sifat subjektif. Penelitian yang telah dilaksanakan

menggunakan metode sampling nonpropability dikarenakan jumlah masing-masing

populasi yang akan diteliti tidak dapat ditentukan secara pasti.

3.6. Analisis dan Pembahasan

3.6.1. Analisis uji beda rata-rata

Dampak konversi lahan pertanian terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat

di Kecamatan Batunadua, maka yang dianalisis adalah perbedaan pendapatan

masyarakat sebelum dan sesudah mengkonversi lahan pertanian, yaitu: Sebagai

berikut:

�1 = rata-rata kondisi kesejahteraan masyarakat sebelum terjadinya konversi

lahan pertanian

Y

�2 = rata-rata kondisi kesejahteraan masyarakat sesudah terjadinya konversi

lahan pertanian

�2 = Varians gabungan

n = banyak sampel

(46)

3.6.2. Uji t (Uji Parsial)

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel

independen secara parsial (individual) menerangkan variasi dependen. Kriteria

pengujiannya adalah :

a. H0: βi = 0 artinya variabel independen secara parsial tidak

berpengaruh positif dan signifikan dari variabel bebas terhadap

variabel terikat.

b. Ha : βi ≠ 0 artinya secara parsial terdapat pengaruh yang secara

signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.

Ketentuan:

H0 diterima jika thitung < ttabel pada α = 5%

Haditerima jika thitung > ttabel pada α = 5%

3.7. Batasan Operasional

Untuk mengarahkan dan menghindari salah pengertian dalam pelaksanaan

penelitian ini, maka dibuat batasan operasional. Khusus untuk dampak sebelum dan

sesudah terjadinya konversi lahan pertanian.

3.8. Defenisi Operasional

1. Konversi Lahan ( )

Konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan

(47)

membawa dampak negatif ( masalah ) terhadap lingkungan dan potensi lahan

tersebut.

2. Kesejahteraan (Y)

Kegiatan pembangunan yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat baik

dari segi ekonomi maupun sosial.

Tabel 3.1

Defenisi Operasional Variabel

No. Variabel Defenisi Operasional Indikator Pengukuran

(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum

Gambar 4.1 Peta wilayah kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan

Kota padangsidimpuan merupakan hasil penggabungan dari 5 (lima)

Kecamatan yaitu kecamatan Padangsidimpuan Utara, Padangsidimpuan Selatan,

Padangsidimpuan Tenggara, Kecamatan Hutaimbaru dan Kecamatan Batunadua yang

sebelumnya masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. Kota Padangsidimpuan

dikelilingi oleh kabupaten Tapanuli Selatan, jadi semua wilayah berbatasan dengan

(49)

Berikut jumlah desa yang ada di kecamatan batunadua adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Jumlah Desa yang ada di Kecamatan Batunadua

No Desa

1 Kel. Batunadua Jae

2 Kel. Batunadua Julu

3 Purwodadi

4 Gunung Hasahatan

5 Ujung Gurap

Sumber:Kantor Kecamatan Batunadua (2014)

4.2. Penduduk

Di Kecamatan Batunadua sebagian penduduk adalah suku Batak 65%, suku

Jawa 26%, suku Nias 5% dan 4% suku lainnya. Jumlah penduduk sebesar 20.106

jiwa, yang terdiri dari laki-laki 9.256 dan perempuan 10.850 jiwa dengan perinci

(50)

Tabel 4.2.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Desa

4.3. Sarana Dan Prasarana

Sampai saat ini data untuk sarana pendidikan yang terbesar di Kecamatan

Batunadua sebanyak 9 unuit, Diantaranya yaitu untuk tingkat SD negeri maupun

swasta berjumlah 6 unit dan untuk tingkat SMP berjumlah 3 unit.

Tabel 4.3. Jumlah sekolah di Kecamatan Batunadua

No. Desa SD SMP Negeri Jumlah

Sekolah

Negeri Swasta

1 Batunadua Jae 3 2 2 7

(51)

3 Pudun Jae 1 0 1 2

Jumlah 6 3 4 13

Sumber : Kantor Kecamatan Batunadua (2014)

Selain sarana pendidikan ada pula sarana yang lain guna mendukung tingkat

kesejahteraan ekonomi masyarakat di Kecamatan Batunadua antara lain sebagai

berikut:

Tabel 4.4 Sarana Prasarana

No Keterangan Jumlah

1 Pendidikan SD Negeri 6

SD Swasta 3

SMP Negeri 4

2 Rumah Ibadah Masjid 4

Gereja 12

3 Sarana Pelayan Masyarat Puskesmas 14

Kantor Camat 1

Kantor Polsek 1

Sumber : Kantor Kecamatan Batunadua

4.4. Angkatan Darat

Jalan Merupakan prasaran pengangkutan yang penting untuk menlancarkan

dan mendorong kegiatan perekonomian. Semakin meningkatnya usaha pembangunan

menuntut pula peningkatan pembangunan jalan untuk memudahkan mobilitas

(52)

Panjang jalan di kota Padangsidimpuan pada tahun 2010 terdiri dari 19 km

jalan Negara ; 7,40 km jalan provinsi ; 351,72 km jalan kota, dan tidak ada status

jalan desa. Panjang jalan kota menurutt jenis permukaannya terdiri dari 288,64 km

jalan tanah dan sisanya sebanyak 32,58 km tidak dirinci. Sedangkan apabila

dibedakan menurut kondisi jalan terdiri dari 155,73 km kondisi baik, 100,83 km

kondisi sedang, 52,57 km kondisi rusak, 32,59 km tidak dirinci ; serta tidak ada yang

dalam kondisi rusak berat. Untuk memenuhi transportasi darat hanya tersedia satu

jenis angkatan darat, yaitu kenderaan bermotor (sumber : Badan Pusat Statistik Kota

Padangsidimpuan 2010.

4.5. Karakteristik Responden

Berikut ini diuraikan beberapa karakteristik responden, yaitu jenis kelamin,

umur, pendidikan, dan pekerjaan.

1. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah responden dalam penelitian ini dapat dilihat

pada tabel berikut (Tabel 4.6).

Tabel 4.5..

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah (Orang) %

Laki-laki 28 44,0

Perempuan 22 56,0

Jumlah 50 100,0

Sumber: Data primer diolah, 2014.

Berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa sebagian besar responden 44 %

(53)

berhubungan dengan kedudukan laki-laki dalam keluarga sehingga lebih

diutamakan dalam memberikan informasi. Demikian juga halnya dalam sumber

pendapatan keluarga, laki-laki memegang peranan penting sebagai kepala

keluarga.

2. Berdasarkan umur, jumlah responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel

berikut (Tabel 4.10).

Tabel 4.6.

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

No. Umur Jumlah (Orang) %

Sumber: Data primer diolah, 2014.

Berdasarkan umur diketahui bahwa sebagian besar responden 34 % adalah

kelompok umur 46-50 tahun, kemudian umur ≥50 tahun sebesar 20%, umur 36-40

dan 41-45 tahun sebanyak 14 %, umur ≤ 30 tahun sebanyak 10 %, dan umur 31-35

sebanyak 8 %. Hal ini menunjukkan bahwa responden masih dalam batas usia

produktif.

3. Berdasarkan pendidikan yang pernah ditempuh, jumlah responden dalam

penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 4.11):

(54)

Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Sumber: Data primer diolah, 2014.

Berdasarkan pendidikan terakhir diketahui bahwa sebagian besar responden

46% adalah berpendidikan setingkatan SMA/Sederajat, kemudian sebanyak 26 %

berpendidikan setingkatan SMP/Sederajat, setingkatan SD/Sederajat sebanyak

10%, dan Sarjana sebanyak 18%. Dimana kebanyakan dari yang tingkat

pendidikan SMA dan SMP pada umumnya adalah yang bekerja sebagai petani dan

wiraswata.

4. Berdasarkan pekerjaan yang menjadi sumber pendapatan utama, jumlah responden

dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 4.12):

Tabel 4.8.

Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

No. Pekerjaan Jumlah (Orang) %

Sumber: Data primer diolah, 2014.

Berdasarkan pekerjaan diketahui bahwa sebagian besar responden 40%

adalah sebagai petani. Hal ini sesuai dengan Kecamatan Batunadua adalah

(55)

dari sektor bertani, baik pertanian tanaman pangan maupun perkebunan..

Selanjutnya PNS sebanyak 28 %, Kemudian wiraswasta sebanyak 18 % dan

lain-lainnya sebanyak 14% baik yang bekerja sebagai tukang becak, supir angkot, dan

mengurus rumah tangga..

4.6. Distribusi Jawaban Responden Atas Dampak Keberadaan Konversi Lahan Terhadap Pendapatan Masyarakat

4.6.1. Tingkat Pendapatan Masyarakat Sebelum Terjadi Konversi Lahan

Penjelasan responden atas tingkat pendapatan masyarakat sebelum terjadi

konversi lahan terlihat sebagai berikut.

1. Distribusi Jawaban Responden Yang Mengkonversi Lahan

Tabel 4.9.

Tingkat Pendapatan Masyarakat Sebelum Terjadi Konversi Lahan (Distribusi Jawaban Responden Yang Mengkonversi Lahan)

No.

Responden

Skor (%)

Total

SB B BS KB TB

1. 2 -

2. 1 -

3. 2 -

4. 4 -

(56)
(57)

Dari keterangan yang diperoleh atas rekapitulasi jawaban dari 25 responden yang

mengkonversi lahan pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa sebanyak 20 responden

yang menyatakan biasa saja (BS) dan kurang baik (KB) pada pernyataan “tingkat

pendapatan masyarakat sebelum terjadi konversi lahan”. Dimana dari 20 responden

tersebut adalah pembeli yang berasal dari luar kota yang menjadi warga pendatang.

Tapi ada juga beberapa petani yang setuju dengan adanya konversi lahan karna

dengan menjual lahannya mereka mendapat modal karna harga jual tanah yang tinggi

untuk beralih profesi seperti berdagang ataupun membeli tanah ditempat lain yang

lebih murah sehingga mereka mendapat untung.

2. Distribusi Jawaban Responden Yang Tidak Mengkonversi Lahan

Tabel 4.10.

Tingkat Pendapatan Masyarakat Sebelum Terjadi Konversi

Lahan (Distribusi Jawaban Responden Yang Tidak Mengkonversi Lahan)

26. 3 -

27. 3 -

28. 4 -

29. 4 -

30. 3 -

31. -

32. 4 -

33. 4 -

(58)

Sumber: Data primer diolah, 2014.

Keterangan: SB = Sangat Baik; B = Baik, BS = Biasa Saja; KB = Kurang Baik; TB = Tidak Baik.

Dari keterangan yang diperoleh atas rekapitulasi jawaban dari 25 responden

yang tidak mengkonversi lahan pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa sebanyak 23

responden yang menyatakan baik (B) dan biasa saja (BS) pada pernyataan “tingkat

35. 3 -

36. 4 -

37. 4 -

38. 4 -

39. 4 -

40. 4 -

41. 4 -

42. 4 -

43. 3 -

44. 5 -

45. 4 -

46. 4 -

47. 4 -

48. 3 -

49. 3 -

50. 4 -

(59)

pendapatan masyarakat sebelum terjadi konversi lahan”. Dimana dari 23 responden

tersebut beranggapan bahwa pembangunan dengan mengkonversi lahan pertanian

akan memiliki efek negatif bagi lingkungan.

4.6.2. Tingkat Pendapatan Masyarakat Sesudah Terjadi Konversi Lahan

Penjelasan responden atas tingkat pendapatan masyarakat sesudah terjadi

konversi lahan terlihat sebagai berikut.

1. Distribusi Jawaban Responden Yang Mengkonversi Lahan

Tabel 4.11.

Tingkat Pendapatan Masyarakat Sesudah Terjadi Konversi Lahan (Distribusi Jawaban Responden Yang Mengkonversi Lahan)

No.

Responden

Skor (%)

Total

SB B BS KB TB

1. 4 -

2. 4 -

3. 4 -

4. 4 -

5. 4 -

6. 4 -

7. 4 -

(60)

Sumber: Data primer diolah, 2014.

Keterangan: SB = Sangat Baik; B = Baik, BS = Biasa Saja; KB = Kurang Baik; TB = Tidak Baik.

Dari keterangan yang diperoleh atas rekapitulasi jawaban dari 25 responden

yang mengkonversi lahan pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa sebanyak 25

9. 4 -

10. 4 -

11. 4 -

12. 4 -

13. 4 -

14. 4 -

15. 5 -

16. 5 -

17. 4 -

18. 4 -

19. 4 -

20. 5 -

21. 4 -

22. 4 -

23. 4 -

24. 4 -

25. 4 -

(61)

responden menyatakan baik (B) dan sangat baik (SB) pada pernyataan “tingkat

pendapatan masyarakat sesudah terjadi konversi lahan”. Ini sesuai dengan

meningkatnya konversi lahan pertanian ke penggunaan lahan non pertanian di

Kecamatan Batunadua menyebabkan adanya pergeseran struktur ekonomi

msyarakat dari sektor pertanian menuju ke sector perdagangan dan jasa.

2. Distribusi Jawaban Responden Yang Tidak Mengkonversi Lahan

Tabel 4.12.

Tingkat Pendapatan Masyarakat Sesudah Terjadi Konversi

Lahan (Distribusi Jawaban Responden Yang Tidak Mengkonversi Lahan)

26. 2 -

27. 1 -

28. 2 -

29. 1 -

30. 1 -

31. 2 -

32. 2 -

33. 2 -

34. 2 -

35. 2 -

36. 2 -

37. 2 -

(62)

Sumber: Data primer diolah, 2014.

Keterangan: SB = Sangat Baik; B = Baik, BS = Biasa Saja; KB = Kurang Baik; TB = Tidak Baik.

Dari keterangan yang diperoleh atas rekapitulasi jawaban dari 25 responden

yang tidak mengkonversi lahan pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa sebanyak 24

responden yang menyatakan kurang baik (KB) dan tidak baik (TB) pada pernyataan

“tingkat pendapatan masyarakat sesudah terjadi konversi lahan”. Ini sesuai dengan

konversi lahan pertanian akan menyebabkan hilangnya kesempatan lahan pertanian

tersebut untuk memproduksi pangan sebagai komoditas utama yang dihasilkan dari

lahan pertanian (sawah). Terjadinya perubahan kepemilikan lahan pertanian yang

39. 2 -

40. 1 -

41. 4 -

42. 2 -

43. 2 -

44. 2 -

45. 1 -

46. 2 -

47. 1 -

48. 2 -

49. 1 -

50. 2 -

(63)

paling menonjol adalah semakin banyaknya petani jengkel dengan penguasaannya

semakin sempit bahkan tidak mempunyai lahan untuk mengolah pertanian.

4.7. Hasil Uji beda rata-rata

Analisis yang dipakai adal

Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat

Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan

maka yang di analisis adalah variabel sebelum dan sesudah adanya konversi lahan.

Tabel 4.13. T-Test

One-Sample Test

Test Value = 0

T Df Sig. (2-tailed) Mean

Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Sebelum 2.152 3 .098 29.40000 -8.5226 67.3226

Sesudah 1.783 3 .149 29.60000 -16.4974 75.6974

Sumber: Data Primer diolah, 2014.

Berdasarkan uji beda rata-rata dengan menggunakan uji t (Tabel 4.15),

diperoleh nilai signifikansi 0,98 (sebelum) dan 0,149 (sesudah) yang berarti terdapat

perbedaan yang signifikan pada kedua variabel tersebut. Dimana terjadinya

(64)

4.8. Uji t (Uji Parsial)

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh

positif dan signifikan konversi lahan terhadap kesejahteraan masyarakat yang terdiri

dari 2 (dua) variabel yaitu sebelum dan sesudah adanya koversi lahan. Kriteria

pengujiannya adalah:

c. H0: βi = 0 artinya secara parsial konversi lahan tidak berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Kesejahteraan masyarakat.

d. Ha : βi ≠ 0 artinya secara parsial terdapat pengaruh konversi lahan yang secara

signifikan dari variabel bebas terhadap kesejahteraan masyarakat.

Ketentuan:

H0 diterima jika thitung < ttabel pada α = 5%

Haditerima jika thitung > ttabel pada α = 5%

Hasil pengujiannya adalah:

Tingakat kesalahan (α = 5%) dan derajat kebebasan (df) = (n-k)

n = jumlah sampel yaitu 55 responden

k = jumlah variabel yang digunakan yaitu 5, maka nilai Ttabel 5% (50).

Konversi lahan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan

Gambar

Tabel 3.1 Defenisi Operasional Variabel
Gambar 4.1 Peta wilayah kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan
Tabel 4.1 Jumlah Desa yang ada di Kecamatan Batunadua
Tabel 4.3. Jumlah sekolah di Kecamatan Batunadua
+7

Referensi

Dokumen terkait

Doolklan aaka pcnotapan lnl dianbil dldalan ddang pomu- eyatsaratan pada harl Rabu, tanggal 3 Aguotus 1977 oloh kanl, J0NA8TI SH» Ilakln, dongan dlhadllrl oleh Hy, M# Soomarto, Panl

Dalam perumpamaan ini, ilmu yang abstrak itu disamakan dengan cahaya yang konkret, yang bisa diinderakan oleh mata.Perumpamaan dalam bentuk ini, tidak disyaratkan harus adanya

Posyandu XI Serangan Sidoluhur Godean Sleman Yogyakarta dapat diketahui bahwa sebagian besar responden atau sebanyak 28 orang (63,6%) menganggap atau menilai kualitas pelayanan

Jadi seperti sudah dijelaskan sebelumnya, sejauh ini hasil pengamatan penulis untuk sementara usaha para Ketua Adat Di Kampung Urug dalam melestarikan adat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana spektrum hasil belajar mahasiswa program studi pendidikan matematika IKIP PGRI Madiun sehingga program

Perangkat lunak yang dapat membantu untuk meminimalisir waktu dalam hal pembelajaran tebak gambar dan pengenalan pakaian adat di indonesia adalah perangkat lunak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan penggunaan lahan di kawasan transmigrasi Kecamatan Rio Pakava tahun 1991 hingga tahun 2017 yaitu

Saya dapat memanfaatkan waktu kerja untuk melaksanakan tugas yang saya jalani dengan baik1.