SKRIPSI
PENGARUH KONVERSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI MASYARAKAT KECAMATAN BATUNADUA
KOTA PADANGSIDIMPUAN
OLEH:
DEWI FATIMAH HARAHAP 100501078
PROGRAM STUDI S-1 EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI dan BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
PERSETUJUAN
Nama : Dewi Fatimah Harahap
NIM : 100501078
Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan
Judul Skripsi : Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan
Tanggal Pembimbing,
NIP. 19551003 198103 1 004
Dr. Hasan Basri Tarmizi, SU
NIP. 19530412 198103 1 006 NIP. 19490808 198103 1 001
Drs. Rachmat Sumanjaya Hsb, M.Si
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
PERSETUJUAN PENCETAKAN
Nama : Dewi Fatimah Harahap
NIM : 100501078
Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan
Judul Skripsi : Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan
Tanggal Ketua Program Studi
NIP. 19710503 200312 1 003
Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc., Ph.D
Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec NIP. 19730408 199802 1 001
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, Maret 2015 Penulis
NIM: 100501078
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti dampak konversi lahan pertania terhadap kesejahteraan ekonomi masyarakat di Kecamatan Batunadua. Lahan memiliki ketidak seimbangan dalam penawaran dan permintaannya, sehingga penggunaan sumberdaya lahan mengarah kepada penggunaan yang dapat memberikan manfaat secara ekonomi lebih besar. Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi pemukiman maupun industry merupakan hal yang lazim. Alih fungsi lahan diperlukan dalam rangka pelaksanaan pembangunan. Konversi lahan pertanian menjadi masalah ketika lahan di konversi merupakan lahan pertanian produktif. Konversi lahan pertanian akan menyebabkan penurunan produksi pangan dan kerugian lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan faktor-faktor yang mendorong mengkonversi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman, Menjelaskan dan menghitung dampak pembangunan terhadap hilangnya produksi padi maupun kebijakan pemerintah khususnya Kota Padangsidimpuan. Fakta yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah arah kebijakan pengembangan wilayah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pembangunan pemukiman di Kota Padangsidimpuan khususnya Kecamatan Batunadua ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman dan memenuhi kebutuhan perumahan. Selain itu, Besarnya kontribusi sektor pemukiman terhadap Produk Domestik Regional Bruto Kota Padangsidimpuan dibandingkan dengan sektor pertanian menjadi lainnya dalam pengembangan.
ABSTRACT
This study aims to investigate the impact of land conversion pertania to economic growth in Sub Batunadua community . Land has an imbalance in supply and demand , so the use of land resources leading to the use that can provide greater economic benefits . Change of use of agricultural land to residential and industrial is common . Land conversion is necessary in order to implement development. Conversion of agricultural land into a problem when the land is productive farmland conversion . Conversion of agricultural land will cause a decline in food production and environmental losses . The purpose of this study was to describe factors that encourage converting agricultural land into residential land , Explain and calculate the impact of development on the loss of rice production and government policy especially Padangsidimpuan City . The fact affecting the use of land is a regional development policy . The data used in this study are primary and secondary data . The result showed that the construction of settlements in the City District of Batunadua Padangsidimpuan specifically aimed at improving the quality of neighborhoods and housing needs . In addition, the amount of the settlement sector's contribution to Gross Domestic Product Gross Regional Padangsidimpuan city compared with others in the agricultural sector into the development .
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan”.
Dalam penulisan skripsi ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah ikut membantu di
dalam memberikan bimbingan, motivasi dan saran kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orangtua yang sangat saya cintai, Ayahanda Paruhuman Harahap
S.sos,M.M dan Ibunda Tetti Astina Lubis, yang telah mendidik, merawat dan
membesarkan saya dengan penuh cinta dan kasih sayang. Terimakasih atas doa,
dukungan, semangat, perhatian, dan bantuan materi yang diberikan kepada saya
dalam menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr.Azhar Maksum, S.E., M.Ec., Ac. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec. selaku Ketua Departemen dan Bapak
Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si. selaku Sekretaris Departemen Ekonomi
4. Bapak Irsyad Lubis, S.E.,M.Soc.Sc.,Ph.D selaku Ketua Program Studi S1
Ekonomi Pembangunan dan Bapak Paidi Hidayat, S.E., M.Si. selaku Sekretaris
Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Prof. Dr. Syaad Afifuddin,SE,MEc sebagai Dosen Pembimbing yang
telah banyak memberikan arahan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
6. Dr. Hasan Basri Tarmizi,SU dan Bapak Drs. Rachmat Sumanjaya HSB, M.Si
sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan petunjuk, saran dan
kritik yang membangun pada penulis.
7. Seluruh Staff Pengajar dan Staff Administrasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
USU yang selama ini telah mendidik dan membimbing penulis dengan baik.
8. Untuk sahabat terbaik saya yang telah membantu secara langsung maupun
tidak langsung dalam penulisan skripsi ini.
Akhirnya saya berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
peneliti lainnya, khususnya mahasiswa Fakultas Ekonomi Program Studi Ekonomi
Pembangunan Universitas Sumatera Utara. Semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta memberikan balasan yang berlipat ganda
kepada semua pihak yang telah bersedia membantu penyelesaian skripsi ini. Amiin ya
Medan, Maret 2015
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1.1 ... Latar
2.3.1 ... Pertumbuha
n Ekonomi ... 14
2.3.2 ... Teori Pertumbuhan Klasik ... 14
2.3.3 ... Teori Pertumbuhan Harrod-Domar ... 15
2.3.4 ... Teori Pertumbuhan Neo-klasik ... 16
2.3.5 ... Teori Schumpeter……… ... 18
2.3.6 ... Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi... ... 19
2.4 Penelitian Terdahulu ... 23
2.5 Kerangka Konseptual ... 24
2.6 Hipotesis………. .... 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 ... Jenis dan Pengolahan dan Analisis data ... 29
4.3 ... Sarana Dan Jawaban Responden Atas Dampak Keberadaan Konversi Lahan Terhadap Pendapatan Masyarakat ... 39
4.6.1 Tingkat Pendapatan Masyarakat Sebelum Terjadi Konversi Lahan ... 39
4.6.2 Tingkat Pendapatan Masyrakat Sesudah Terjadi konversi lahan ... 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 54
5.2 Saran ... 54
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
3.1 Defenisi Operasional Variabel ... 32
4.1 Jumlah Desa yang ada di Kecamatan Batunadua ... 34
4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin... 35
4.3 Jumlah Sekolah di Kecamatan Batunadua ... 35
4.4 Sarana Prasarana ... 36
4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 37
4.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 38
4.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 38
4.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 39
4.9 Tingkat Pendapatan Masyarakat Sebelum Terjadi Konversi Lahan (Distribusi Jawaban Responden Yang Mengkonversi Lahan) ... 40
4.10 Tingkat Pendapatan Masyarakat Sebelum Terjadinya Konversi Lahan( Distribusi Jawaban Responden yang Tidak Mengkonversi Lahan) ... 41
4.11 Tingkat Pendapatan Masyarakat Sesudah Terjadi Konversi Lahan (Distribusi Jawaban Responden Yang Mengkonversi Lahan ... 43
4.13 T-Test ... 45
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Kerangka Konseptual ... 25
4.1 Peta Wilayah Kecamatan Batunadua Kota
Padangsidimpuan ... 33
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul
Halaman
1. Kusioner Penelitian ... 58
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Perkembangan pembangunan dan pertambahan penduduk semakin tinggi
menyebabkan kebutuhan terhadap lahan meningkat, sementara itu ketersediaan dan
luas lahan pada dasarnya tidak berubah. Sumber daya lahan memiliki
ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Permintaan tak terbatas
sedangkan penawaran lahan relatif terbatas, sehingga penggunaan sumberdaya lahan
akan mengarah kepada penggunaan yang dapat memberikan manfaat secara ekonomi
lebih besar bagi pemiliknya.
Pemanfaatan lahan untuk berbagai kegunaan bertujuan untuk menghasilkan
berbagai macam barang pemuas kebutuhan manusia. Manusia dalam memenuhi
kebutuhannya dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi seringkali memanfaatkan
lahan kurang bijaksana dan tidak memperhatikan kelestarian sumberdaya tersebut.
Hal ini mengakibatkan menurunnya persediaan sumberdaya lahan yang berkualitas
tinggi dan manusia semakin tergantung pada sumberdaya lahan yang berkualitas
rendah. Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi pemukiman maupun industri
merupakan hal yang lazim. Dinamika yang terjadi pada masyarakat yang meliputi
perkembangan penduduk dan pola pembangunan wilayah menyebabkan alih fungsi
Alih fungsi lahan diperlukan dalam rangka pelaksanaan pembangunan, akan
tetapi pelaksanaannya Pemerintah harus memperhatikan dengan seksama dampak
yang akan ditimbulkan dari pemanfaatan sumberdaya lahan.
Eksternalitas yang akan dirasakan perlu dilakukan perhitungan dengan teliti
dan menyeluruh. Eksternalitas positif maupun eksternalitas negatif sebagai dampak
dari pengelolaan sumberdaya lahan akan dirasakan baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Lahan konversi pada umumnya dipicu oleh transformasi
struktur ekonomi yang semula bertumpu pada sektor pertanian menjadi sektor
ekonomi yang lebih bersifat industrial, khususnya di negara-negara yang sedang
berkembang. Proses transformasi ekonomi tersebut selanjutnya merangsang
terjadinya migrasi penduduk ke daerah pusat kegiatan bisnis sehingga lahan
pertanian yang lokasinya mendekati kawasan tersebut akan dikonversi untuk
pembangunan kompleks perumahan. Secara umum pergeseran struktur ekonomi
tersebut merupakan ciri dari suatu daerah atau negara yang sedang berkembang.
Berdasarkan hal tersebut maka lahan konversi dapat dikatakan sebagai suatu
fenomena pembangunan yang pasti terjadi selama proses pembangunan masih
berlangsung. Begitu pula selama jumlah penduduk akan mengalami peningkatan dan
tekanan penduduk terhadap lahan terus meningkat sehingga lahan konversi akan
sangat sulit untuk dihindari (Kustiawan, 1997).
Lahan konversi menjadi masalah ketika lahan yang dialih fungsikan
merupakan lahan pertanian produktif. Lahan konversi tersebut akan menyebabkan
Agus (2004) mengemukakan bahwa lahan konversi menjadi lahan non pertanian
mengalami percepatan. Sejak tahun 1981 sampai dengan tahun 1999 terjadi
pengalihan lahan sawah di Pulau Jawa seluas satu juta ha dan 0,62 juta ha di luar
Pulau Jawa.
Walaupun dalam periode waktu yang sama dilakukan pencetakan sawah
seluas 0,52 juta ha di Pulau Jawa dan sekitar 2,7 juta ha di luar Pulau Jawa, namun
pada kenyataannya pencetakan lahan sawah tanpa diikuti dengan pengontrolan
konversi tidak mampu membendung peningkatan ketergantungan Indonesia terhadap
impor beras. Bahwa sekitar 58,7 % penggunaan lahan sawah berubah fungsi menjadi
pemukiman, 21,8 % penggunaan lahan berubah menjadi penggunaan urban di Pulau
Jawa. Sedangkan, di luar Pulau Jawa sekitar 16,1 % peruntukan lahan sawah dialih
fungsikan menjadi kawasan pemukiman dan 48,6 % lainnya digunakan untuk
berbagai jenis penggunaan lainnya (Muttaqin ,2008)
Berkurangnya lahan karena konversi akan menyebabkan turunnya produksi
pangan. Sekali lahan pertanian (terutama sawah) beralih fungsi, tidak mungkin
kembali lagi menjadi sawah. Konversi lahan pertanian berdampak juga pada kerugian
lingkungan seperti hilangnya hamparan efektif untuk menampung kelebihan air
limpasan yang bisa membantu mengurangi banjir. Kerugian itu masih bertambah
dengan hilangnya kesempatan kerja dan income bagi petani penggarap, buruh tani,
penggilingan padi, dan sektor-sektor pedesaan lainnya.
Kecamatan Batunadua sebagai salah satu dari enam kecamatan penyangga
pembangunan kota. Dampak yang dirasakan adalah perkembangan kota
Padangsidimpuan menjadi salah satu kota berkembang di Indonesia. Pemerintah kota
Padangsidimpuan mengembangkan sistem perwilayahan kota yang diarahkan
menjadi satu kesatuan yang utuh.
Sistem wilayah kota Padangsidimpuan didasarkan atas fungsi dan kedudukan
kota Padangsidimpuan sebagai wilayah administrative. Tingginya permintaan
pemukiman di kecamatan Batunadua dipicu letak kota Padangsidimpuan yang dekat
dengan kota-kota berkembang seperti GunungTua, Panyabungan dan Sibolga.
Pembangunan perumahan yang mengkonversi lahan produktif telah menghilangkan
kesempatan memproduksi padi sebagai produksi utama lahan pangan tersebut.
Menurut Panuju (1996) terjadinya pergeseran penggunaan lahan di suatu
wilayah disebabkan oleh terjadinya konversi struktural di wilayah tersebut.
Peningkatan jumlah dan kepadatan penduduk yang merupakan ciri dari konversi
structural menyebabkan meningkatnya kebutuhan lahan untuk mendukung
pengembangan. Makin tinggi kebutuhan lahan untuk permukiman, sarana pelayanan
serta industri akan menurunkan struktur penggunaan lahan yang lain pada batas
tertentu. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini
dengan judul: “Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah “Apakah konversi lahan pertanian berpengaruh terhadap
tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat di Kecamatan Batunadua kota
Padangsidimpuan?”
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah “Untuk
mengetahui pengaruh konversi lahan pertanian terhadap tingkat kesejahteraan
ekonomi masyarakat di Kecamatan Batunadua kota Padangsidimpuan”.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna khususnya bagi peneliti serta bagi
masyarakat, ilmu pengetahuan dan pemerintah sebagai pemegang kebijakan. Hasil
penelitian yang dilaksanakan diharapkan mampu memberikan manfaat dalam
berbagai hal, antara lain adalah:
1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara akademis
maupun praktis, serta pemahaman yang lebih mendalam mengenai
konversi lahan dan dampaknya terhadap produksi padi.
2. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumber
rujukan pustaka dalam membuat penulisan-penulisan ilmiah.
3. Bagi masyarakat , penelitian ini diharapkan mampu memberikan penjelasan
mengenai dampak yang akan dirasakan apabila lahan pertanian yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lahan dan Fungsi Utama Lahan
Definisi lahan memiliki keterkaitan dengan tanah. Menurut Utomo, et al
(1992), lahan memiliki ciri-ciri yang unik dibandingkan sumberdaya lainnya, yakni
lahan merupakan sumberdaya yang tidak habis, namun jumlahnya tetap dan dengan
lokasi yang tidak dapat dipindahkan. Jayadinata (1999) memaparkan bahwa tanah
berarti bumi (earth), sedangkan lahan merupakan tanah yang sudah ada
peruntukannya dan umumnya ada pemiliknya, baik perseorangan atau lembaga.
Lahan sebagai modal alami utama yang melandasi kegiatan kehidupan menurut
Utomo, et al (1992), memiliki dua fungsi dasar, yaitu:
1. Fungsi kegiatan budidaya, yang memiliki makna suatu kawasan yang
dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, seperti pemukiman, baik
sebagai kawasan perkotaan maupun pedesaan, perkebunan, hutan produksi
dan lain-lain.
2. Fungsi lindung, bermakna bahwa kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utamanya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang ada, yang
mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta
2.1.1. Penggunaan Lahan (Land Use)
Karakteristik lahan sebagai sumberdaya yang jumlahnya tetap dengan
lokasinya yang tidak dapat dipindahkan, membutuhkan suatu perencanaan yang
berkaitan dengan pola pemanfaatan lahan guna memenuhi kebutuhan manusia yang
beragam. Berbagai macam bentuk intervensi manusia terhadap lahan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya dapat dikatakan land use atau penggunaan lahan atau
tata guna lahan.
Menurut Jayadinata (1999), tata guna lahan meliputi dua unsur, yaitu:
1. Tata guna lahan yang berarti penataan atau pengaturan penggunaan (merujuk
kepada sumberdaya manusia).
2. Lahan (merupakan sumberdaya alam), yang berarti ruang (permukaan lahan
serta lapisan batuan di bawahnya dan lapisan di atasnya), serta memerlukan
dukungan berbagai unsur alam lain seperti air, iklim, hewan, vegetasi,
mineral, dan sebagainya.
Pertimbangan mengenai kepentingan atas lahan di berbagai wilayah mungkin
berbeda tergantung kepada struktur sosial penduduk dan kebijakan yang dijalankan
oleh pemerintah dalam mengembangkan wilayah. Aturan-aturan dalam penggunaan
lahan dijalankan berdasarkan pada beberapa kategori antara lain kepuasan,
kecenderungan untuk kegiatan dalam tata guna lahan, kesadaran akan tata guna lahan,
Sehubungan dengan hal tersebut, Chapin (1995) seperti yang dikutip oleh Jayadinata
(1999) menggolongkan lahan dalam tiga kategori, yaitu:
1. Nilai keuntungan, yang dihubungkan dengan tujuan ekonomi dan yang
dapat dicapai dengan jual-beli lahan di pasaran bebas.
2. Nilai kepentingan umum, yang dihubungkan dengan pengaturan untuk
masyarakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat.
3. Nilai sosial, yang merupakan hal mendasar bagi kehidupan dan dinyatakan
oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian, tradisi,
kepercayaan dan sebagainya.
2.1.2. Konversi Lahan
Utomo, et al (1992) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut
sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan
dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang
membawa dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan tersebut.
Alih fungsi lahan dalam artian perubahan atau penyesuaian peruntukan penggunaan,
disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk
memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya
tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.
Sihaloho (2004) menjelaskan bahwa konversi lahan adalah alih fungsi lahan
khususnya dari lahan pertanian ke penggunaan non pertanian atau dari lahan non
Kelurahan Mulyaharja, Sihaloho (2004) memaparkan bahwa konversi lahan
dipengaruhi dua faktor utama, yakni:
i. Faktor pada makro yang meliputi pertumbuhan industri, pertumbuhan
pemukiman, pertumbuhan penduduk, intervensi pemerintah, dan
‘marginalisasi’ ekonomi atau kemiskinan ekonomi.
ii. Faktor pada mikro yang meliputi pola nafkah rumah tangga (struktur
ekonomi rumah tangga), kesejahteraan rumah tangga (orientasi nilai
ekonomi rumah tangga) dan strategi bertahan hidup rumah tangga
(tindakan ekonomi rumah tangga).
2.1.3. Faktor Penyebab Konversi Lahan
Konversi lahan pada umumnya dipengaruhi oleh transformasi struktur
ekonomi yang semula bertumpu pada sektor pertanian ke sektor ekonomi yang lebih
bersifat industrial, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. Proses
transformasi ekonomi tersebut selanjutnya mendorong terjadinya migrasi penduduk
ke daerah-daerah pusat kegiatan bisnis sehingga lahan pertanian yang lokasinya
mendekati pusat kegiatan bisnis dikonversi untuk pembangunan perumahan. Secara
umum, pergeseran atau transformasi struktur ekonomi merupakan ciri dari suatu
daerah atau negara yang sedang berkembang. Berdasarkan hal tersebut maka konversi
lahan pertanian dapat dikatakan sebagai suatu fenomena pembangunan yang pasti
terjadi selama proses pembangunan masih berlangsung. Begitu pula selama jumlah
penduduk terus mengalami peningkatan dan tekanan penduduk terhadap lahan terus
Konversi lahan erat kaitannya dengan kepadatan penduduk yang semakin
meningkat. Rusli (1995) mengungkapkan bahwa dengan meningkatnya jumlah
penduduk, rasio antara manusia dan lahan menjadi semakin besar, sekalipun
pemanfaatan setiap jengkal lahan sangat dipengaruhi taraf perkembangan kebudayaan
suatu masyarakat. Pertumbuhan penduduk menyebabkan makin mengecilnya
persediaan lahan rata-rata per orang.
2.1.4. Dampak Konversi Lahan
Konversi lahan yang terjadi mengubah status kepemilikan lahan dan
penguasaan lahan. Perubahan dalam penguasaan lahan di pedesaan membawa
implikasi bagi perubahan pendapatan dan kesempatan kerja masyarakat yang menjadi
indikator kesejahteraan masyarakat desa (Furi, 2007). Terbatasnya akses untuk
menguasai lahan menyebabkan terbatas pula akses masyarakat atas manfaat lahan
yang menjadi modal utama mata pencaharian sehingga terjadi pergesaran kesempatan
kerja ke sektor non pertanian (sektor informal).
Menurut Munir (2008), dampak konversi lahan pertanian menjadi penambangan
pasir dan batu di Desa Candimulyo, Wonosobo dapat dilihat pada berbagai kehidupan
masyarakat. Antara lain dampak positif dan negatif. Dampak positif yang dirasakan
oleh masyarakat adalah meningkatnya kesejahteraan rumah tangga petani, tingkat
keamanan yang meningkat, serta berkurangnya tingkat pengangguran karena
banyaknya masyarakat yang pada awalnya mengganggur ikut bekerja menjadi buruh
penambangan pasir dan batu. Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan adalah
keuntungan dari orang lain dan dampak lingkungan yang menyebabkan lahan
pertanian menjadi rusak .
2.2. Produktifitas Lahan
Produktifitas lahan sawah menentukan pendapatan petani dari usahataninya.
Semakin rendah produktifitas lahan sawah, maka produk yang dihasilkan oleh lahan
sawah tersebut semakin rendah dan selanjutnya pendapatan yang diterima oleh petani
akan semakin rendah.
Rendahnya pendapatan petani yang diakibatkan oleh rendahnya produktifitas
lahan sawah akan menyebabkan petani memutuskan untuk mengkonversi lahan
sawahnya dan beralih ke sektor non pertanian. Hal ini dikarenakan pekerjaan di
sektor non pertanian dipandang dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi
daripada pendapatan yang diperoleh dari hasil lahan sawah yang mempunyai
produktifitas rendah (Utama, 2006).
2.2.1 Lahan Pemukiman (Land Rent)
Teori sewa lahan model klasik dikembangkan oleh David Ricardo dan Von
Thunen. David Ricardo memberikan konsep sewa atas dasar perbedaan dalam hal
kesuburan lahan, terutama lahan pertanian. Analisis yang dikemukakan oleh David
Ricardo berdasarkan asumsi bahwa pada daerah pemukiman baru terdapat
sumberdaya lahan yang subur dan berlimpah. David Ricardo mengemukakan bahwa
hanya lahan yang subur yang digunakan untuk bercocok tanam dan tidak ada
muncul hanya apabila penduduk bertambah yang menyebabkan permintaan terhadap
lahan meningkat dan terjadi penggunaan lahan kurang subur oleh masyarakat.
Teori yang dikemukakan oleh Von Thunen menentukan nilai sewa lahan
berdasarkan faktor lokasi. Analisis Von Thunen berdasarkan tanaman yang dihasilkan
oleh daerah-daerah subur dekat pusat pasar dan dikemukakan bahwa sewa lahan lebih
tinggi dari daerah-daerah yang lebih jauh dari pusat pasar. Menurut Von Thunen sewa
lahan berkaitan dengan perlunya biaya transportasi dari daerah yang jauh ke pusat
pasar (Suparmoko, 1997).
Nilai ekonomi lahan menurut Barlowe (1978) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Sewa lahan (contract rent) sebagai pembayaran aktual dari penyewa kepada
pemilik dimana pemilik melakukan kontrak sewa dalam jangka waktu
tertentu.
2. Keuntungan usaha (economic rent atau land rent) merupakan surplus
pendapatan di atas biaya produksi atau harga input lahan yang memungkinkan
faktor produksi lahan dapat dimanfaatkan dalam proses produksi.
2.3. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Secara umum, pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kemampuan dari
suatu perekonomian dalam memproduksi barang maupun jasa. Pertumbuhan
ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis
tentang perkembangan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Pertumbuhan
ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekomian akan menghasilkan
aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk
menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran
balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan adanya
pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik
faktor produksi juga akan meningkat.
Dengan perkataan lain bahwa pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk kepada
perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya diukur dengan
menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan atau nilai akhir
pasar (total market value) dari barang akhir dan jasa (final goods and services) yang
dihasilkan dari suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu.
Perlu diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi berbeda dengan pembangunan
ekonomi, kedua istilah ini mempunyai arti yang sedikit berbeda. Kedua-duanya
memang menerangkan mengenai perkembangan ekonomi yang berlaku. Tetapi
biasanya, istilah ini digunakan dalam konteks yang berbeda. Pertumbuhan selalu
digunakan sebagai suatu ungkapan umum yang menggambarkan tingkat
perkembangan sesuatu negara, yang diukur melalui persentasi pertambahan
pendapatan nasional riil.
Istilah pembangunan ekonomi biasanya dikaitkan dengan perkembangan
ekonomi di negara-negara berkembang. Dengan kata lain, dalam mengartikan istilah
pembangunan ekonomi, ahli ekonomi bukan saja tertarik kepada masalah
perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan
masalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan masalah perataan pembagian
pendapatan (Sukirno, 2006:423).
2.3.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori-teori pertumbuhan ekonomi yang berkembang antara lain: (Sadono
Sukirno, 2006:243-270).
2.3.2 Teori Pertumbuhan Klasik
Teori ini dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, Malthus, dan John
Stuart Mill. Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat faktor,
yaitu jumlah penduduk, jumlah barang modal, luas tanah dan kekayaan alam serta
teknologi yang digunakan. Mereka lebih menaruh perhatiannya pada pengaruh
pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka asumsikan luas
tanah dan kekayaan alam serta teknologi tidak mengalami perubahan. Teori yang
menjelaskan keterkaitan antara pendapatan perkapita dengan jumlah penduduk
disebut dengan teori penduduk optimal.
Menurut teori ini, pada mulanya pertambahan penduduk akan menyebabkan
kenaikan pendapatan perkapita. Namun jika jumlah penduduk terus bertambah maka
hukum hasil lebih yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi yaitu
produksi marginal akan mengalami penurunan, dan akan mengarahkan pada keadaan
pendapatan perkapita sama dengan produksi marginal.
Pada keadaan ini pendapatan perkapita mencapai nilai yang maksimal. Jumlah
terus meningkat melebihi titik optimal maka pertumbuhan penduduk berbanding
terbalik terhadap nilai pertumbuhan ekonomi.
2.3.3 Teori Pertumbuhan Harrod-Domar
Teori ini dikembangkan hampir pada waktu yang bersamaan oleh Roy F.
Harrod (1984) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957) di Amerika Serikat. Mereka
menggunakan proses perhitungan yang berbeda tetapi memberikan hasil yang sama,
sehingga keduanya dianggap mengemukakan ide yang sama dan disebut teori
Harrod-Domar. Teori ini melengkapi teori Keynes, dimana Keynes melihatnya dalam jangka
pendek (kondisi statis), sedangkan Harrod-Domar melihatnya dalam jangka panjang
(kondisi dinamis). Teori Harrod-Domar didasarkan pada asumsi :
a. Perkonomian bersifat tertutup.
b. Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan.
c. Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale).
d. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja adalah konstan dan sama dengan tingkat
pertumbuhan penduduk.
Model ini menerangkan dengan asumsi supaya perekonomian dapat mencapai
pertumbuhan yang kuat (steady growth) dalam jangka panjang. Asumsi yang
dimaksud di sini adalah kondisi dimana barang modal telah mencapai kapasitas
penuh, tabungan memiliki proposional yang ideal dengan tingkat pendapatan
nasional, rasio antara modal dengan produksi (Capital Output Ratio/COR) tetap dan
Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod- Domar membuat analisis
dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh
kenaikan produksi baik barang maupun jasa dapat diserap oleh pasar) hanya bisa
tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut:
g = K = n
Dimana :
g = Growth (tingkat pertumbuhan output)
K = Capital (tingkat pertumbuhan modal)
n = Tingkat pertumbuhan angkatan kerja
Harrod - Domar mendasarkan teorinya berdasarkan mekanisme pasar tanpa
campur tangan pemerintah. Akan tetapi kesimpulannya menunjukkan bahwa
pemerintah perlu merencanakan besarnya investasi agar terdapat keseimbangan
dalam sisi penawaran dan permintaan barang.
2.3.4 Teori Pertumbuhan Neo-klasik
Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Robert M. Solow (1970)
dan T.W. Swan (1956). Unsur-unsur yang digunakan dalam metode Sollow-Swan
adalah pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya
output yang saling berinteraksi.
Perbedaan utama dengan model Harrod-Domar adalah dimasukkannya unsur
kemajuan teknologi dalam rumusannya. Selain itu, Solow-Swan menggunakan model
fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga
dalam model Solow-Swan kurang restriktif disebabkan kemungkinan substitusi antara
tenaga kerja dan modal. Hal ini berarti ada fleksibilitas dalam rasio modal-output dan
rasio modal-tenaga kerja.
Teori Solow-Swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar dapat
menciptakan keseimbangan, sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak
mencampuri atau mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga
sumber yaitu, akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan
peningkatan teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan
teknik, sehingga produktivitas capital meningkat. Dalam model tersebut, masalah
teknologi dianggap sebagai fungsi dari waktu.
Teori neo-klasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan agar kondisi
selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna,
perekonomian bisa tumbuh maksimal. Sama seperti dalam ekonomi model klasik,
kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan hambatan dalam perdagangan,
termasuk perpindahan orang, barang, dan modal. Harus dijamin kelancaran arus
barang, modal, dan tenaga kerja, dan perlunya penyebarluasan informasi pasar. Harus
diusahakan terciptanya prasarana perhubungan yang baik dan terjaminnya keamanan,
ketertiban, dan stabilitas politik. Analisis lanjutan dari paham neoklasik menunjukkan
bahwa untuk terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth ),
diperlukan suatu tingkat tabungan yang tinggi dan seluruh keuntungan pengusaha
2.3.5 Teori Schumpeter
Teori ini menekankan pada inovasi yang dilakukan oleh para pengusaha dan
mengatakan bahwa kemajuan teknologi sangat ditentukan oleh jiwa usaha
(enterpreneurship) dalam masyarakat yang mampu melihat peluang dan berani
mengambil risiko membuka usaha baru, maupun memperluas usaha yang telah ada.
Dengan pembukaan usaha baru dan perluasan usaha, tersedia lapangan kerja
tambahan untuk menyerap angkatan kerja yang bertambah setiap tahunnya.
Didorong oleh adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan dari inovasi
tersebut, maka para pengusaha akan meminjam modal dan mengadakan investasi.
Investasi ini akan mempertinggi kegiatan ekonomi suatu negara. Kenaikan tersebut
selanjutnya juga akan mendorong pengusaha-pengusaha lain untuk menghasilkan
lebih banyak lagi sehingga produksi agregat akan bertambah.
Selanjutnya Schumpeter menyatakan bahwa jika tingkat kemajuan suatu
perekonomian semakin tinggi maka keinginan untuk melakukan inovasi semakin
berkurang, hal ini disebabkan oleh karena masyarakat telah merasa mencukupi
kebutuhannya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi akan semakin lambat
jalannya dan pada akhirnya tercapai tingkat keadaan tidak berkembang (stationary
state). Namun keadaan tidak berkembang yang dimaksud di sini berbeda dengan
pandangan klasik. Dalam pandangan Schumpeter keadaan tidak berkembang itu
klasik, keadaan tidak berkembang terjadi pada waktu perekonomian berada pada
kondisi tingkat pendapatan masyarakat sangat rendah.
2.3.6 Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi
Teori ini dimunculkan oleh Prof. W.W. Rostow yang memberikan lima tahap
dalam pertumbuhan ekonomi. Analisis ini didasarkan pada keyakinan bahwa
pertumbuhan ekonomi akan tercapai sebagai akibat dari timbulnya perubahan yang
fundamental dalam corak kegiatan ekonomi, juga dalam kehidupan politik dan
hubungan sosial dalam suatu masyarakat dan negara.
Adapun kelima tahapan tersebut adalah:
1).Tahap Masyarakat Tradisional (The Traditional Society)
Rostow mengartikan bahwa masyarakat tradisional sebagai suatu
masyarakat yang:
a. Cara-cara memproduksi yang relatif primitif dan sikap masyarakat
serta cara hidupnya yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang
dicetuskan oleh cara pemikiran yang bukan rasional, tetapi oleh
kebiasaan yang telah berlaku secara turun-temurun. Tingkat produksi
yang dapat dicapai masih sangat terbatas, karena ilmu pengetahuan
dan teknologi modern belum ada atau belum digunakan secara
sistematis dan teratur.
b. Tingkat produksi perkapita dan tingkat produktivitas per pekerja masih
sangat terbatas. Oleh sebab itu sebagian besar dari sumber-sumber
Dalam sektor ini struktur sosialnya sangat bersifat hierarkis, sehingga
mobilitas secara vertikal dalam masyarakat sedikit sekali.
c. Kegiatan politik dan pemerintahan terdapat di daerah-daerah dipegang
oleh tuan-tuan tanah yang berkuasa, dan kebijakan-kebijakan dari
pemerintah pusat selalu dipengaruhi oleh pandangan tuan-tuan tanah
di berbagai daerah tersebut.
2) Tahap Prasyarat Lepas Landas
Tahap ini adalah tahap sebagai suatu masa transisi pada saat masyarakat
mempersiapkan dirinya ataupun dipersiapkan dari luar untuk mencapai pertumbuhan
yang mempunyai kekuatan untuk terus berkembang (self-sustain growth). Pada tahap
ini dan sesudahnya pertumbuhan ekonomi akan berlaku secara otomatis. Tahap
prasyarat lepas landas ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
a) Tahap prasyarat untuk lepas landas yang dicapai oleh negara-negara
Eropa, Asia, Timur Tengah, dan Afrika yang dilakukan dengan
merubah struktur masyarakat tradisional yang sudah ada.
b) Yang dinamakan Rostow bom free, yaitu prasyarat lepas landas yang
dicapai Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru, dengan
tanpa harus merombak sistem masyarakat yang tradisional, karena
masyarakat negara-negara itu terdiri dari emigran yang telah
mempunyai sifat-sifat yang diperlukan oleh masyarakat untuk
mencapai tahap prasyarat lepas landas.
Adalah suatu tahap interval dimana tahap masyarakat tradisional dan tahap
prasyarat untuk lepas landas telah dilewati. Pada periode ini, beberapa penghalang
pertumbuhan dihilangkan dan kekuatan-kekuatan yang menimbulkan kemajuan
ekonomi diperluas dan dikembangkan, serta mendominasi masyarakat sehingga
menyebabkan efektivitas investasi dan meningkatnya tabungan masyarakat.
Ciri-ciri tahap lepas landas yaitu:
a) Adanya kenaikan dalam penanaman modal investasi (yang produktif,
dari 5% atau kurang, menjadi 10% dari Produk Nasional Neto).
NNP=GNP-D (penyusutan).
b) Adanya perkembangan beberapa sektor industri dengan laju
perkembangan yang tinggi.
c) Adanya atau terciptanya suatu kerangka dasar politik, sosial dan
institusional yang akan menciptakan: Kenyataan yang membuat
perluasan di sektor modern dan potensi ekonomi ekstern sehingga
menyebabkan petumbuhan terus-menerus berlangsung.
4) Tahap Gerakaan ke Arah Kedewasaan (The Drive of Maturity)
Gerakan ke arah kedewasaan diartikan sebagai suatu periode ketika
masyarakat secara efektif menerapkan teknologi modern dalam mengolah sebagian
besar faktor-faktor produksi dan kekayaan alamnya. Ciri-ciri gerakan ke arah
kedewasaan adalah:
a) Kematangan teknologi, dimana struktur keahlian tenaga kerja
b) Sifat kepemimpinan dalam perusahaan mengalami perubahan.
c) Masyarakat secara keseluruhan merasa bosan dengan keajaiban yang
diciptakan oleh industrialisasi, karena berlakunya hukum kegunaan
batas semakin berkurang.
5) Tahap Masa Konsumsi Tinggi.
Pada masa ini perhatian masyarakat mengarah kepada masalah-masalah yang
berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat dan bukan lagi kepada
masalah produksi. Leading sectors, bergerak ke arah barang-barang konsumsi yang
tahan lama serta jasa-jasa. Pada periode ini terdapat tiga macam tujuan masyarakat
untuk mendapatkan sumber-sumber daya yang tersedia dan dukungan politis, yaitu:
a) Memperbesar kekuasaan dan pengaruh negara tersebut ke luar negeri
dan kecenderungan ini dapat berakhir pada penaklukan atas
negara-negara lain.
b) Menciptakan suatu welfare state, yaitu kemakmuran yang lebih merata
kepada pendukungnya dengan cara mengusahakan terciptanya
pembagian pendapatan yang lebih merata melalui sistem perpajakan
yang progresif, dalam sistem perpajakan seperti ini makin besar
pendapatan maka makin besar pajaknya.
c) Mempertinggi tingkat konsumsi masyarakat di atas konsumsi dasar
yang sederhana atas makanan, pakaian, rumah keluarga secara terpisah
dan juga barang-barang konsumsi tahan lama serta barang-barang
2.4. Penelitian Terdahulu
Dewi (2008) melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh alih fungsi lahan
sawah terhadap produksi tanaman pangan di Kabupaten Badung. Metode yang
digunakan dengan menggunakan analisis regresi log linear. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa alih fungsi lahan sawah sangat bergantung pada banyak
faktor misalnya terjadinya pembanguan fisik seperti perkantoran, jalan,
perumahan dll. Luas lahan sawah nyata berpengaruh terhadap peningkatan
produksi total tanaman padi,sedangkan luas sawah yang beralih ke non sawah
belum dapat membuktikan pengaruh produksi padi secara total di Kabupaten
Badung. Hasil ini di dukung oleh hasil uji statistik yang signifikan pada tingkat
signifikansi 5%.
Irawan dan Friyatno (2001). Melakukan penelitian dengan judul Dampak
konversi lahan sawah di jawa terhadap produksi beras dan kebijakan
pengendaliannya. Metode yang dilakukan dengan menggunakan analisis Model
regresi linear. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Secara umum konversi lahan
sawah banyak terjadi di Provinsi atau Kabupaten yang memiliki tingkat
pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk yang relatif tinggi. Konversi lahan
sawah cenderung menunjukkan penurunan produksi per satuan lahan yang
semakin besar, sedangkan percetakan sawah cenderung menunjukkan
Afriani (2009) melakukan penelitian dengan judul; Analisis pengaruh
beberapa variable terhadap alih fungsi lahan perkebunan di Kota Semarang (kasus
di PT. karyadeka alam lestari). Metode yang dilakukan menggunakan analisis
Metode kuadrat terkecil biasa atau ordinary least square (OLS). Hasil penelitian
menun jukkan bahwa dari jumlah variable independen yang ada seperti
produktivitas lahan, harga lahan, jumlah penduduk, PDRB, serta PDRB per kapita
hanya jumlah PDRB perkapita berpengaruh nyata terhadap alih fungsi lahan,
sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh nyata terhadap alih fungsi lahan.
2.5. Kerangka Konseptual
Dari beberapa teori yang telah diuraikan pada kerangka teori maka langkah
selanjutnya mermuskan kerangka konsep sebagai hasil dari suatu pemikiran
rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasilpenelitian
yang akan dicapai (Nawawi, 1995 :40). Konsep adalah penggambaran fenomena
yang hendak diteliti, yakni istilah dan definisi yang akan digunakan untuk
menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang
menjadi pusat perhatian ilmu social (Singarimbun, 1995: 33).
Maka kerangka konsep yang akan diteliti adalah:
• Menganalisis factor-faktor yang mempengaruhi Pemerintah Kota
• Menganalisis laju konversi lahandari data konversi lahan yang
diperoleh dari Kecamatan untuk menjawab tujuan pertama dalam
penelitian ini.
• Melakukan analisis keterkaitan harga lahan terhadap dampak
pembangunan di daerah pemukiman.
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.6. Hipotesis
Hipotesis merupakan personal yang sangat penting dimana hipotesis
dimaksud merupakan petunjuk di dalam pengumpulan data yang diperlukan,
disamping itu biasa digunakan sebagai alat untuk menghubungkan
penyelidikan-penyelidikan yang bersangkutan dengan permasalahan. Berdasarkan permasalahan di
atas penulis mencoba mengemukakan hipotesis sebagai berikut: Konversi lahan
Kesejahteraan Ekonomi
(Pendapatan)
Konversi Lahan
berpengaruh positif terhadap kesejahteraan ekonomi (pendapatan) di Kecamatan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama seperti hasil
dari wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasanya dilakukan oleh peneliti
(Umar, 2005). Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara pada yang
melakukan usahatani di kawasan perumahan Seroja dan pemilik atau penghuni rumah
di perumahan Seroja serta tokoh masyarakat dan pejabat pemerintahan.
Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan
disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain misalnya dalam
bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram (Umar, 2005). Data sekunder diperlukan
untuk melengkapi hasil wawancara, meliputi administrasi kelurahan, data statistik
kelurahan, internet, dan data relevan lain untuk penelitian ini. Data sekunder
diperoleh dari berbagai instansi terkait seperti Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang
Kota Padangsidimpuan, Kantor Pemerintahan Kecamatan Batunadua, Kantor
Kelurahan Batunadua Jae dan Kelurahan Tenggara, instansi-instansi terkait serta studi
literatur.
Penelitian lapangan dilakukan dimulai pada pertengahan bulan Juni 2014 hingga
selesai. Daerah penelitian dilaksanakan di kawasan Kecamatan Batunadua, Provinsi
Sumatera Utara. Pemilihan Kecamatan Batunadua sebagai lokasi penelitian dilakukan
secara sengaja (purposive) berdasarkan penggunaan lahan di lokasi tersebut.
3.3. Populasi dan Sampel
Keberhasilan dalam pengumpulan data merupakan syarat bagi keberhasilan
suatu penelitian. Sedangkan keberhasilan dalam pengumpulan data tergantung pada
metode yang digunakan. Berkaitan dengan hal tersebut maka pengumpulan data
diperukan guna mendapatka data-data yang biyektif dan lengkap sesuai dengan
permasalahn yang diambil. Metode pengumpulan data merupakaan suatu cara untuk
memperoleh kenyataan yang mengungkapkan data-data yang diperlikan dalam suatu
penelitian. Dalam pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan
metode dokumentasi, yaitu suatu cara memperoleh data atau informasi tentang hal-hal
yang ada kaitanya dengan penelitian dengan jalan melihat kembali laporan tertulis
yang lalu, baik berupa angka maupun keterangan (Arikunto 1998: 131).
Populasi pada penelitian ini merupakan petani yang melakukan usahatani di
sekitar perumahan Seroja dan pemilik atau penghuni rumah di perumahan Seroja.
Populasi merupakan totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki
karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti (Hasan, 2002). Penelitian
yang telah dilaksanakan mengambil 50 responden yang berasal dari petani dan
dari masing-masing populasi tersebut berjumlah 25 orang untuk mendapatkan
perbandingan yang proporsional antar populasi.
Penentuan jumlah sampel responden sebanyak 25 orang berdasarkan atas
standar minimal penelitian survei yaitu berdasarkan pada populasi menyebar normal.
Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang
juga mewakili karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang dianggap bisa mewakili
populasi (Hasan, 2002).
Pengambilan data primer dilakukan melalui wawancara dan kuesioner kepada
responden, pihak pemerintah dan tokoh masyarakat. Responden merupakan pihak
yang memberikan keterangan mengenai diri dan keluarganya dengan informasi yang
dibutuhkan untuk menjawab permasalahan penelitian. Responden pada populasi
pertama merupakan petani yang setelah pembangunan perumahan Seroja masih
melakukan pengolahan lahan dan memanfaatkan hasil dari lahan produktif yang tidak
dibebaskan atau tidak terkonversi di sekitar kawasan perumahan Seroja. Responden
pada populasi pertama digunakan untuk menghitung usahatani yang berlangsung
pada saat penelitian berjalan.
Hasil wawancara dan kuesioner pada responden petani yang tidak terkonversi
juga digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai jumlah produksi dan
penerimaan petani yang hilang akibat pembangunan perumahan Seroja dengan
asumsi bahwa rata-rata produktifitas lahan pertanian yang saat ini masih berjalan
sama dengan produktifitas pada lahan yang terkonversi. Responden dari populasi
3.4. Metode Pengolahan dan Analisis data
Konversi lahan pertanian yang terjadi di Kecamatan batunadua untuk
pembangunan perumahan Seroja dalam penelitian ini akan dilihat dari dua sisi.
Pertama, konversi lahan pertanian yang terjadi disebabkan oleh adanya factor
kebijakan pemerintah yang mendorong terjadinya konversi.Kedua, konversi lahan
pertanian yang terjadi menimbulkan berbagai macam dampak yang dirasakan oleh
petani maupun bagi kawasan sekitarnya. Dampak-dampak yang akan dianalisis dalam
penelitian ini antara lain hilangnya produksi padi, hilangnya penerimaan petani dan
terjadinya perubahan nilai land rent antara sebelum dan sesudah terjadinya konversi.
3.5. Teknik Analisis
Pengambilan data pada petani yang lahannya tidak terkonversi dan
pemilik atau penghuni rumah di perumahan Seroja dilakukan secara purposive
sampling. Teknik purposive sampling dalam pengambilan sampel petani yang tidak
terkonversi berdasarkan kriteria petani yang melakukan usahatani pada lahan
pertanian di sekitar kawasan perumahan Seroja. Sedangkan sampel pemilik rumah
dilakukan berdasarkan kriteria pemilik atau penghuni yang sudah menempati rumah
di perumahan Seroja.
Purposive sampling merupakan bentuk sampling nonpropability. Teknik
pengambilan sampel pada sampling tidak acak menyebabkan setiap elemen dari
sebagai sampel. Salah satu kelemahan dari sampling tidak acak adalah hasil dari
sampling ini memiliki sifat subjektif. Penelitian yang telah dilaksanakan
menggunakan metode sampling nonpropability dikarenakan jumlah masing-masing
populasi yang akan diteliti tidak dapat ditentukan secara pasti.
3.6. Analisis dan Pembahasan
3.6.1. Analisis uji beda rata-rata
Dampak konversi lahan pertanian terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat
di Kecamatan Batunadua, maka yang dianalisis adalah perbedaan pendapatan
masyarakat sebelum dan sesudah mengkonversi lahan pertanian, yaitu: Sebagai
berikut:
�1 = rata-rata kondisi kesejahteraan masyarakat sebelum terjadinya konversi
lahan pertanian
Y
�2 = rata-rata kondisi kesejahteraan masyarakat sesudah terjadinya konversi
lahan pertanian
�2 = Varians gabungan
n = banyak sampel
3.6.2. Uji t (Uji Parsial)
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel
independen secara parsial (individual) menerangkan variasi dependen. Kriteria
pengujiannya adalah :
a. H0: βi = 0 artinya variabel independen secara parsial tidak
berpengaruh positif dan signifikan dari variabel bebas terhadap
variabel terikat.
b. Ha : βi ≠ 0 artinya secara parsial terdapat pengaruh yang secara
signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.
Ketentuan:
H0 diterima jika thitung < ttabel pada α = 5%
Haditerima jika thitung > ttabel pada α = 5%
3.7. Batasan Operasional
Untuk mengarahkan dan menghindari salah pengertian dalam pelaksanaan
penelitian ini, maka dibuat batasan operasional. Khusus untuk dampak sebelum dan
sesudah terjadinya konversi lahan pertanian.
3.8. Defenisi Operasional
1. Konversi Lahan ( )
Konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan
membawa dampak negatif ( masalah ) terhadap lingkungan dan potensi lahan
tersebut.
2. Kesejahteraan (Y)
Kegiatan pembangunan yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat baik
dari segi ekonomi maupun sosial.
Tabel 3.1
Defenisi Operasional Variabel
No. Variabel Defenisi Operasional Indikator Pengukuran
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum
Gambar 4.1 Peta wilayah kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan
Kota padangsidimpuan merupakan hasil penggabungan dari 5 (lima)
Kecamatan yaitu kecamatan Padangsidimpuan Utara, Padangsidimpuan Selatan,
Padangsidimpuan Tenggara, Kecamatan Hutaimbaru dan Kecamatan Batunadua yang
sebelumnya masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. Kota Padangsidimpuan
dikelilingi oleh kabupaten Tapanuli Selatan, jadi semua wilayah berbatasan dengan
Berikut jumlah desa yang ada di kecamatan batunadua adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Jumlah Desa yang ada di Kecamatan Batunadua
No Desa
1 Kel. Batunadua Jae
2 Kel. Batunadua Julu
3 Purwodadi
4 Gunung Hasahatan
5 Ujung Gurap
Sumber:Kantor Kecamatan Batunadua (2014)
4.2. Penduduk
Di Kecamatan Batunadua sebagian penduduk adalah suku Batak 65%, suku
Jawa 26%, suku Nias 5% dan 4% suku lainnya. Jumlah penduduk sebesar 20.106
jiwa, yang terdiri dari laki-laki 9.256 dan perempuan 10.850 jiwa dengan perinci
Tabel 4.2.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Desa
4.3. Sarana Dan Prasarana
Sampai saat ini data untuk sarana pendidikan yang terbesar di Kecamatan
Batunadua sebanyak 9 unuit, Diantaranya yaitu untuk tingkat SD negeri maupun
swasta berjumlah 6 unit dan untuk tingkat SMP berjumlah 3 unit.
Tabel 4.3. Jumlah sekolah di Kecamatan Batunadua
No. Desa SD SMP Negeri Jumlah
Sekolah
Negeri Swasta
1 Batunadua Jae 3 2 2 7
3 Pudun Jae 1 0 1 2
Jumlah 6 3 4 13
Sumber : Kantor Kecamatan Batunadua (2014)
Selain sarana pendidikan ada pula sarana yang lain guna mendukung tingkat
kesejahteraan ekonomi masyarakat di Kecamatan Batunadua antara lain sebagai
berikut:
Tabel 4.4 Sarana Prasarana
No Keterangan Jumlah
1 Pendidikan SD Negeri 6
SD Swasta 3
SMP Negeri 4
2 Rumah Ibadah Masjid 4
Gereja 12
3 Sarana Pelayan Masyarat Puskesmas 14
Kantor Camat 1
Kantor Polsek 1
Sumber : Kantor Kecamatan Batunadua
4.4. Angkatan Darat
Jalan Merupakan prasaran pengangkutan yang penting untuk menlancarkan
dan mendorong kegiatan perekonomian. Semakin meningkatnya usaha pembangunan
menuntut pula peningkatan pembangunan jalan untuk memudahkan mobilitas
Panjang jalan di kota Padangsidimpuan pada tahun 2010 terdiri dari 19 km
jalan Negara ; 7,40 km jalan provinsi ; 351,72 km jalan kota, dan tidak ada status
jalan desa. Panjang jalan kota menurutt jenis permukaannya terdiri dari 288,64 km
jalan tanah dan sisanya sebanyak 32,58 km tidak dirinci. Sedangkan apabila
dibedakan menurut kondisi jalan terdiri dari 155,73 km kondisi baik, 100,83 km
kondisi sedang, 52,57 km kondisi rusak, 32,59 km tidak dirinci ; serta tidak ada yang
dalam kondisi rusak berat. Untuk memenuhi transportasi darat hanya tersedia satu
jenis angkatan darat, yaitu kenderaan bermotor (sumber : Badan Pusat Statistik Kota
Padangsidimpuan 2010.
4.5. Karakteristik Responden
Berikut ini diuraikan beberapa karakteristik responden, yaitu jenis kelamin,
umur, pendidikan, dan pekerjaan.
1. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah responden dalam penelitian ini dapat dilihat
pada tabel berikut (Tabel 4.6).
Tabel 4.5..
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah (Orang) %
Laki-laki 28 44,0
Perempuan 22 56,0
Jumlah 50 100,0
Sumber: Data primer diolah, 2014.
Berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa sebagian besar responden 44 %
berhubungan dengan kedudukan laki-laki dalam keluarga sehingga lebih
diutamakan dalam memberikan informasi. Demikian juga halnya dalam sumber
pendapatan keluarga, laki-laki memegang peranan penting sebagai kepala
keluarga.
2. Berdasarkan umur, jumlah responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel
berikut (Tabel 4.10).
Tabel 4.6.
Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
No. Umur Jumlah (Orang) %
Sumber: Data primer diolah, 2014.
Berdasarkan umur diketahui bahwa sebagian besar responden 34 % adalah
kelompok umur 46-50 tahun, kemudian umur ≥50 tahun sebesar 20%, umur 36-40
dan 41-45 tahun sebanyak 14 %, umur ≤ 30 tahun sebanyak 10 %, dan umur 31-35
sebanyak 8 %. Hal ini menunjukkan bahwa responden masih dalam batas usia
produktif.
3. Berdasarkan pendidikan yang pernah ditempuh, jumlah responden dalam
penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 4.11):
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Sumber: Data primer diolah, 2014.
Berdasarkan pendidikan terakhir diketahui bahwa sebagian besar responden
46% adalah berpendidikan setingkatan SMA/Sederajat, kemudian sebanyak 26 %
berpendidikan setingkatan SMP/Sederajat, setingkatan SD/Sederajat sebanyak
10%, dan Sarjana sebanyak 18%. Dimana kebanyakan dari yang tingkat
pendidikan SMA dan SMP pada umumnya adalah yang bekerja sebagai petani dan
wiraswata.
4. Berdasarkan pekerjaan yang menjadi sumber pendapatan utama, jumlah responden
dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 4.12):
Tabel 4.8.
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
No. Pekerjaan Jumlah (Orang) %
Sumber: Data primer diolah, 2014.
Berdasarkan pekerjaan diketahui bahwa sebagian besar responden 40%
adalah sebagai petani. Hal ini sesuai dengan Kecamatan Batunadua adalah
dari sektor bertani, baik pertanian tanaman pangan maupun perkebunan..
Selanjutnya PNS sebanyak 28 %, Kemudian wiraswasta sebanyak 18 % dan
lain-lainnya sebanyak 14% baik yang bekerja sebagai tukang becak, supir angkot, dan
mengurus rumah tangga..
4.6. Distribusi Jawaban Responden Atas Dampak Keberadaan Konversi Lahan Terhadap Pendapatan Masyarakat
4.6.1. Tingkat Pendapatan Masyarakat Sebelum Terjadi Konversi Lahan
Penjelasan responden atas tingkat pendapatan masyarakat sebelum terjadi
konversi lahan terlihat sebagai berikut.
1. Distribusi Jawaban Responden Yang Mengkonversi Lahan
Tabel 4.9.
Tingkat Pendapatan Masyarakat Sebelum Terjadi Konversi Lahan (Distribusi Jawaban Responden Yang Mengkonversi Lahan)
No.
Responden
Skor (%)
Total
SB B BS KB TB
1. 2 -
2. 1 -
3. 2 -
4. 4 -
Dari keterangan yang diperoleh atas rekapitulasi jawaban dari 25 responden yang
mengkonversi lahan pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa sebanyak 20 responden
yang menyatakan biasa saja (BS) dan kurang baik (KB) pada pernyataan “tingkat
pendapatan masyarakat sebelum terjadi konversi lahan”. Dimana dari 20 responden
tersebut adalah pembeli yang berasal dari luar kota yang menjadi warga pendatang.
Tapi ada juga beberapa petani yang setuju dengan adanya konversi lahan karna
dengan menjual lahannya mereka mendapat modal karna harga jual tanah yang tinggi
untuk beralih profesi seperti berdagang ataupun membeli tanah ditempat lain yang
lebih murah sehingga mereka mendapat untung.
2. Distribusi Jawaban Responden Yang Tidak Mengkonversi Lahan
Tabel 4.10.
Tingkat Pendapatan Masyarakat Sebelum Terjadi Konversi
Lahan (Distribusi Jawaban Responden Yang Tidak Mengkonversi Lahan)
26. 3 -
27. 3 -
28. 4 -
29. 4 -
30. 3 -
31. -
32. 4 -
33. 4 -
Sumber: Data primer diolah, 2014.
Keterangan: SB = Sangat Baik; B = Baik, BS = Biasa Saja; KB = Kurang Baik; TB = Tidak Baik.
Dari keterangan yang diperoleh atas rekapitulasi jawaban dari 25 responden
yang tidak mengkonversi lahan pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa sebanyak 23
responden yang menyatakan baik (B) dan biasa saja (BS) pada pernyataan “tingkat
35. 3 -
36. 4 -
37. 4 -
38. 4 -
39. 4 -
40. 4 -
41. 4 -
42. 4 -
43. 3 -
44. 5 -
45. 4 -
46. 4 -
47. 4 -
48. 3 -
49. 3 -
50. 4 -
pendapatan masyarakat sebelum terjadi konversi lahan”. Dimana dari 23 responden
tersebut beranggapan bahwa pembangunan dengan mengkonversi lahan pertanian
akan memiliki efek negatif bagi lingkungan.
4.6.2. Tingkat Pendapatan Masyarakat Sesudah Terjadi Konversi Lahan
Penjelasan responden atas tingkat pendapatan masyarakat sesudah terjadi
konversi lahan terlihat sebagai berikut.
1. Distribusi Jawaban Responden Yang Mengkonversi Lahan
Tabel 4.11.
Tingkat Pendapatan Masyarakat Sesudah Terjadi Konversi Lahan (Distribusi Jawaban Responden Yang Mengkonversi Lahan)
No.
Responden
Skor (%)
Total
SB B BS KB TB
1. 4 -
2. 4 -
3. 4 -
4. 4 -
5. 4 -
6. 4 -
7. 4 -
Sumber: Data primer diolah, 2014.
Keterangan: SB = Sangat Baik; B = Baik, BS = Biasa Saja; KB = Kurang Baik; TB = Tidak Baik.
Dari keterangan yang diperoleh atas rekapitulasi jawaban dari 25 responden
yang mengkonversi lahan pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa sebanyak 25
9. 4 -
10. 4 -
11. 4 -
12. 4 -
13. 4 -
14. 4 -
15. 5 -
16. 5 -
17. 4 -
18. 4 -
19. 4 -
20. 5 -
21. 4 -
22. 4 -
23. 4 -
24. 4 -
25. 4 -
responden menyatakan baik (B) dan sangat baik (SB) pada pernyataan “tingkat
pendapatan masyarakat sesudah terjadi konversi lahan”. Ini sesuai dengan
meningkatnya konversi lahan pertanian ke penggunaan lahan non pertanian di
Kecamatan Batunadua menyebabkan adanya pergeseran struktur ekonomi
msyarakat dari sektor pertanian menuju ke sector perdagangan dan jasa.
2. Distribusi Jawaban Responden Yang Tidak Mengkonversi Lahan
Tabel 4.12.
Tingkat Pendapatan Masyarakat Sesudah Terjadi Konversi
Lahan (Distribusi Jawaban Responden Yang Tidak Mengkonversi Lahan)
26. 2 -
27. 1 -
28. 2 -
29. 1 -
30. 1 -
31. 2 -
32. 2 -
33. 2 -
34. 2 -
35. 2 -
36. 2 -
37. 2 -
Sumber: Data primer diolah, 2014.
Keterangan: SB = Sangat Baik; B = Baik, BS = Biasa Saja; KB = Kurang Baik; TB = Tidak Baik.
Dari keterangan yang diperoleh atas rekapitulasi jawaban dari 25 responden
yang tidak mengkonversi lahan pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa sebanyak 24
responden yang menyatakan kurang baik (KB) dan tidak baik (TB) pada pernyataan
“tingkat pendapatan masyarakat sesudah terjadi konversi lahan”. Ini sesuai dengan
konversi lahan pertanian akan menyebabkan hilangnya kesempatan lahan pertanian
tersebut untuk memproduksi pangan sebagai komoditas utama yang dihasilkan dari
lahan pertanian (sawah). Terjadinya perubahan kepemilikan lahan pertanian yang
39. 2 -
40. 1 -
41. 4 -
42. 2 -
43. 2 -
44. 2 -
45. 1 -
46. 2 -
47. 1 -
48. 2 -
49. 1 -
50. 2 -
paling menonjol adalah semakin banyaknya petani jengkel dengan penguasaannya
semakin sempit bahkan tidak mempunyai lahan untuk mengolah pertanian.
4.7. Hasil Uji beda rata-rata
Analisis yang dipakai adal
Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat
Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Kecamatan Batunadua Kota Padangsidimpuan
maka yang di analisis adalah variabel sebelum dan sesudah adanya konversi lahan.
Tabel 4.13. T-Test
One-Sample Test
Test Value = 0
T Df Sig. (2-tailed) Mean
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Sebelum 2.152 3 .098 29.40000 -8.5226 67.3226
Sesudah 1.783 3 .149 29.60000 -16.4974 75.6974
Sumber: Data Primer diolah, 2014.
Berdasarkan uji beda rata-rata dengan menggunakan uji t (Tabel 4.15),
diperoleh nilai signifikansi 0,98 (sebelum) dan 0,149 (sesudah) yang berarti terdapat
perbedaan yang signifikan pada kedua variabel tersebut. Dimana terjadinya
4.8. Uji t (Uji Parsial)
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh
positif dan signifikan konversi lahan terhadap kesejahteraan masyarakat yang terdiri
dari 2 (dua) variabel yaitu sebelum dan sesudah adanya koversi lahan. Kriteria
pengujiannya adalah:
c. H0: βi = 0 artinya secara parsial konversi lahan tidak berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Kesejahteraan masyarakat.
d. Ha : βi ≠ 0 artinya secara parsial terdapat pengaruh konversi lahan yang secara
signifikan dari variabel bebas terhadap kesejahteraan masyarakat.
Ketentuan:
H0 diterima jika thitung < ttabel pada α = 5%
Haditerima jika thitung > ttabel pada α = 5%
Hasil pengujiannya adalah:
Tingakat kesalahan (α = 5%) dan derajat kebebasan (df) = (n-k)
n = jumlah sampel yaitu 55 responden
k = jumlah variabel yang digunakan yaitu 5, maka nilai Ttabel 5% (50).
Konversi lahan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan