Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Saya adalah Anisa Sri Utami mahasiswa Program Studi S-1 Ilmu Keperawatan Fakultas
Keperawatan USU yang melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Spiritualitas
Mahasiswa yang Menjalani Program Profesi Ners di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Deli
Husada Delitua”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran spiritual
mahasiswa yang menjalani program profesi Ners berdasarkan hubungan dengan diri
sendiri, orang lain, dan Tuhan. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam
menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara. Peneliti menjamin bahwa penelitian yang dilakukan
tidak menimbulkan dampak negatif kepada saudara/ saudari sebagai responden.
Peneliti juga menghargai dan menghormati hak responden dengan cara menjaga
kerahasiaan identitas diri dan data yang diberikan responden selama pengumpulan
data hingga penyajian data. Peneliti sangat mengharapkan partisipasi saudara/
saudari sebagai responden dalam penelitian ini, namun jika saudara/ saudari tidak
bersedia maka saudara/ saudari berhak untuk menolak karena tidak ada unsur
paksaan dalam pengisian kuesioner penelitian. Demikianlah informasi ini saya
sampaikan, atas kesediaan dan partisipasi saudara/ saudari saya ucapkan
terimakasih.
Medan,
Peneliti Respomden
Kode
KUESIONER
GAMBARAN SPIRITUALITAS MAHASISWA YANG MENJALANI PROGRAM PROFESI NERS Di STIKES DELI HUSADA
No Responden :
Tanggal :
1. Data Demografi Responden
Inisial :
Usia : tahun
Jenis Kelamin :
Agama :
Tinggal bersama : ( ) orang tua ( )sendiri ( )Saudara
2. Kuesioner Spiritualitas
Petunjuk : Kuesioner ini meminta anda untuk menjelaskan bagaimana
seseorang memaknai hubungannya dengan diri sendiri, lingkungan, orang lain
dan Tuhan/ zat yang paling tinggi saat menjalani program profesi Ners.
Jawablah semua pertanyaan yang tersedia dengan memberikan tanda (√ ) p ada
kolom yang menunjukkan jawaban anda.
Keterangan : Tidak Pernah (TP)
Kadang-kadang (KK)
Sering (S)
NO PERNYATAAN TP KK S SL
1 saya akan waktu untuk melakukan hobi ketika
bosan dengan rutinitas yang saya jalani
2 Saya percaya akan kemampuan yang saya
miliki
3 Saya menyesuaikan diri dengan situasi
praktek yang ada
4 Saya tertarik untuk mempelajari berbagai hal
yang baru terkait bidang ilmu saya
5 Saya tetap berusaha untuk mewujudkan
mimpi-mimpi dan tujuan hidup yang belum
terwujud
6 Saya melakukan relaksasi dengan
mendengarkan musik, menonton televisi
ataupun olahraga di waktu kesibukan saya
7 Saya senang mengikuti kegiatan menanam
pohon, merawat tanaman.
8 Saya menyempatkan diri untuk berlibur di
waktu kesibukan saya
9 Saya membuang sampah pada tempat nya
untuk menjaga lingkungan
11 Saya berinteraksi dengan pasien, keluarga /
masyarakat tempat saya dinas
12 Saya menyempatkan diri tiap harinya
berkomunikasi dengan orang tua, teman dan
orang terdekat
13 Saya berbagi pengalaman yang baik atau yang
buruk di lingkungan praktek profesi dengan
orang lain
14 Saya diberikan motivasi oleh orang tua dan
orang terdekat ketika saya mulai putus asa
dalam menjalani praktik profesi
15 Saya mudah memaafkan orang lain
16 Saya beribadah dikehidupan saya
17 Saya berdoa sesuai dengan keyakinan yang
saya pahami
18 Saya membaca kitab suci yang berhubungan
dengan agama saya
19 Saya menerima bahwa kematian sebagai
bagian dari kehidupan yang telah ditakdirkan
oleh Tuhan
20 Saya mencari bimbingan spiritual kepada
tokoh agama untuk mengambil keputusan
Lampiran 5 Taksasi Dana Penelitian
No Nama Kegiatan Biaya
1 Proposal
Penelusuran literatur dari internet Pencetakan literatur dari internet Fotokopi literatur dari buku Pencetakan Proposal
Penggandaan dan penjilidan Proposal
Rp 150.000,- Rp 50.000,- Rp 100.000,- Rp 100.000,-
Rp
50.000,-2 Pengumpulan Data Transportasi
Penggandaan kuesioner dan lembar persetujuan responden
Souvenir penelitian
Rp 150.000,- Rp 100.000,-
Rp 500.000,-
3 Analisa Data Dan Penyusunan Laporan Pencetakan skripsi
Lampiran 6 Daftar Riwayat Hidup
Nama : Anisa Sri Utami
Tempat/Tanggal lahir : Tunas Harapan/ 20 juli 1995
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Simpang 3 Rambah kec. Rao Selatan kab. Pasaman
Sumatera Barat
Pendidikan : 1. SD Negeri 01 Lansat Kadap 2000-2006
2. SMP Negeri 1 Rao Selatan Tahun 2006-2009
3. SMA Negeri 1 Rao Tahun 2009-2012
Lampiran 14 FREKUENSI DAN PERSENTASE DATA DEMOGRAFI
usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid islam 42 49.4 49.4 49.4
non islam 43 50.6 50.6 100.0
tinggalbersama
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid orang tua 25 29.4 29.4 29.4
sendiri 53 62.4 62.4 91.8
saudara 7 8.2 8.2 100.0
Lampiran 15 Frekuensi dan Persentase Gambaran Spiritualitas Mahasiswa yang
Menjalani Program Profesi Ners di STIKES Delihusada
kategorispiritual
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid baik 73 85.9 85.9 85.9
buruk 12 14.1 14.1 100.0
Total 85 100.0 100.0
Frekuensi dan Persentase karaktereristik Spiritualitas Mahasiswa yang Menjalani Program Profesi Ners di STIKES Delihusada
kategorihubungandengandirisendiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid baik 79 92.9 92.9 92.9
buruk 6 7.1 7.1 100.0
kategorihubungandenganoranglain
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid baik 81 95.3 95.3 95.3
buruk 4 4.7 4.7 100.0
Total 85 100.0 100.0
kategorihubungandengantuhan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid baik 73 85.9 85.9 85.9
buruk 12 14.1 14.1 100.0
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Irmalia. (2005). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi bagaimana
meningkatkan motivasi bagi mahasiswa di Program Studi Ekonomi, Universitas Negeri Malang. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang : Jawa
Timur
Blais, K. K, et al. (2006). Praktik keperawatan profesional: konsep & perspektif,
edisi 4. Jakarta: EGC
Dharma, K. K. (2011). Metodologi penelitian keperawatan. Jakarta: Trans Info Media
Hamid, A Y. (2008). Bunga rampai asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: EGC
Hidayat, A. A. A. (2009). Pengantar konsep dasar keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Kehi, Arifzal. 2013. Hubungan antara tingkat spiritualitas dengan perilaku
prososial pada mahasiswa fakultas psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga : Jawa Tengah
Kim, Suk-Sun, Reed, Pamela, et al. (2012). Translationand physchometric testing of the korean versions of the spiritual Perspective Scale and spiritual- transcendence Scale in Korean Elders. Journal Korean Acad Nurs, 42, 974-983
Kim, S. S, et al. (2014). Self-transcendence, spiritual perspective, and sense of purpose in family caregiving relationships: a mediated model of depression symptoms in Korean older adults. Journal Aging and Mental Health.
Kozier, B. & Erb, G. 1987. Fundamental Of Nursing: concept and procedure Third Edition, USA; Addison- Wesley publishing. Inc.
Kozier, B, Erb, Beman, A, Snyder, S. J. (2010). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan : Konsep, Proses, & Praktik, ED 7, Vol. 1. Jakarta:EGC
Marlindawani, Jenny, dkk. (2012). Asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah psikososial dan gangguan jiwa. Medan: USU Press
Mulyadi, Eko., Hidayat. S. (2014). Hubungan mekanisme koping individu dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada mahasiswa ners. Jurnal
Kesehatan Wiraraja Medika. Hal 54-59
Nelwati. (2009). Hubungan Antara Sumber Stres Dengan Koping Mahasiswa
Keperawatan Program Pendidikan Profesi. Ners Jurnal keperawatan
Notoatmodjo, Soekidjo.(2012). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nurhidayah, Rika Endah. (2011). Pendidikan keperawatan, pendekatan kurikulum
berbasis kompetensi. Medan: USU Press
Nursalam, Effendi, F. (2008). Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Potter, Perry. (2010). Fundamental keperawatan Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika
Purwati, Susi. (2012). Tingkat stres akademik pada mahasiswa reguler angkatan
2010 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Skripsi Fakultas
Keperawatan UI, Jakarta
Rachmi, Filia. 2010. Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Spiritual,
Dan Perilaku Belajar Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi. Proposal.
Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro: Semarang.
Rajesh Kumar. 2011. Stres dan strategi koping mahasiswa keperawatan. Nursing
and Midwifery Research Journal, vol 7 no 4, 141-151
Reed, P.G. (1986). Developmental resources and depression in the elderly: A longitudinal study. Nursing Research, 35,368-374
Reed, P. G. (2003). The theory of self transcendence. In M.J. Smith & P. Liehr, (Eds). Middle range theories in nursing. New York: Springer
Risharliea, Tifanie. 2011. Kajian Empiris Atas Perilaku Belajar, Kecerdasan
Intelektual, Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual dalam Mempengaruhi Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi. Skripsi Fakultas
Ekonomi, Universitas Islam Indonesia: Yogyakarta
Rismayana. 2012. Pengaruh Perilaku Belajar, Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual terhadap Stres Kuliah (Studi Empiris pada Universitas Negeri di Makassar). Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin : Makassar
Shores, Chinthia I. (2010). Spiritual perspektive of nursing student. Journal of
Nursing Education Perspective, 31, 8-11
Syofia, Erni. (2009). Faktor-faktor yang menyebabkan Stres pada mahasiswa
fakultas keperawatan USU yang sedang menyelesaikan skripsi. Skirpsi
Fakultas Keperawatan USU, Medan
Syahdarajat, T. (2015). Panduan menulis tugas akhir kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Prenadamedia Group
Syahreni, Waluyanti. (2007). Pengalaman mahasiswa S1 keperawatan program reguler dalam pembelajaran klinik. Jurnal Keperawatan Indonesia, 11(2), 47-53
Tangkilisan, Viniriani. (2013). Gambaran stres pada mahasiswa pendidikan
profesi program studi kedokteran gigi fakultas kedokteran Universitas SAM Ratulangi yang memiliki pengalaman stomatitis aftosa rekuren.
Skripsi Fakultas kedokteran SAM Ratulangangi, Manado
Tischler, L.,Biberman, J. and McKeage, R. (2002). Lingking emotional intelegence, spirituality and workplace performance: defenition, models and idea for research. Journal of managerial psychologi, 17(3), 203-218
Wulandari, P, R. (2012). Hubungan tingkat stres dengan gangguan tidur pada
mahasiswa skripsi disalah satu fakultas rumpun science-technology UI.
Skripsi Fakultas Keperawatan UI, Depok
Widosari, Yuke W. (2010). Perbedaan derajat kecemasan dan depresi mahasiswa
kedokteran preklinik dan ko-asisten di fakultas kedokteran UNS Surakarta. Skripsi Fakultas kedokteran UNS, Surakarta
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konseptual dalam penelitian ini memberikan gambaran
spiritualitas mahasiswa yang menjalani program profesi Ners.
Skema 3.1 Kerangka penelitian gambaran spiritualitas mahasiswa yang menjalani
program profesi Ners.
• Baik
• Buruk Spiritualitas Mahasiswa
yang menjalani program
profesi Ners :
• Hubungan dengan diri sendiri
• Hubungan dengan
Lingkungan/ alam
• Hubungan dengan orang lain
• Hubungan dengan Tuhan/ zat
3.2 Defenisi Operasional
Tabel 3.2 Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi Operasional
Alat ukur Hasil Ukur Alat Ukur
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang dilakukan peneliti adalah deskriptif yaitu
mengidentifikasi gambaran spiritualitas mahasiswa yang menjalani program
profesi Ners.
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian
4.2.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah sebagai keseluruhan elemen atau satuan yang ingin
diteliti (Syahdrajat, 2015). Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa
program profesi Ners STIKES Deli Husada Delitua yang berjumlah 109
orang.
4.2.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini 85 orang mahasiswa profesi Ners STIKES
Deli Husada Delitua.
4.2.3 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random
sampling yaitu setiap individu dapat dijadikan sampel tanpa
mempertimbangkan karakteristik yang dimiliki oleh individu tersebut.
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Deli
4.4 Pertimbangan Etik
Pertimbangan etik dimulai dari proses administrasi penelitian yaitu
setelah mendapatkan persetujuan dari institusi pendidikan Fakultas
Keperawatan dan Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan
USU. Pertimbangan etik yang perlu diperhatikan menurut Dharma (2011)
yaitu subjek memiliki hak asasi dan kebebasan untuk menentukan pilihan
ikut atau menolak penelitian (autonomy). Subjek dalam penelitian juga
berhak mendapatkan informasi yang terbuka dan lengkap tentang
pelaksanaan penelitian meliputi tujuan dan manfaat penelitian, prosedur
penelitian, resiko penelitian, keuntungan yang mungkin didapat dan
kerahasiaan informasi. Prinsip ini tertuang dalam pelaksanaan informed
consent yaitu persetujuan untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian
setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan terbuka dari peneliti
tentang keseluruhan pelaksanaan penelitian. Peneliti perlu merahasiakan
berbagai informasi yang menyangkut privasi subjek yang tidak ingin
identitas dan segala informasi tentang dirinya diketahui oleh orang lain
(privacy and confidentiality). Peneliti memakai prinsip keterbukaan dalam
penelitian mengandung makna bahwa penelitian dilakukan secara jujur,
tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan secara profesional. Peneliti juga
menghormati keadilaan tidak membedakan sampel penelitian. Penelitian
yang dilakukan dapat memberikan manfaat bagi subjek penelitian dan
meminimalisirkan resiko/dampak yang merugikan bagi subjek penelitian.
Instrument yang digunakan penelitian ini adalah instrument baru
yang dibuat oleh peneliti dengan merujuk kepada tinjauan pustaka . Bagian
pertama terdiri dari data demografi, yang kedua berisi tentang bagaimana
seseorang memaknai hubungannya dengan Tuhan/ zat yang paling tinggi,
diri sendiri, lingkungan dan orang lain. Cara pengisian lembar kuesioner
adalah dengan menggunakan checklist (√) pada tempat yang tersedia.
Kuesioner mengenai data demografi meliputi: nama dengan inisial,
usia, jenis kelamin, agama dan tinggal bersama. Bagian kedua yaitu
kuesioner dalam bentuk tertutup yang berisi tentang pernyataan-pernyataan
yang mengidentifikasi bagaimana seseorang memaknai hubungannya
dengan Tuhan/ zat yang paling tinggi, diri sendiri, lingkungan dan orang
lain. Instrument memiliki 20 item pernyataan yang menggunakan skala
ukur likert dengan 4 pilihan jawaban untuk setiap pertanyaan. Pernyataan
1- 20 dipilih dengan jawaban tidak pernah diberi nilai 1, kadang-kadang
diberi nilai 2, sering diberi nilai 3, selalu diberi nilai 4. Tingkatan
Spiritualitas dapat dikategorikan dengan rumus (Sudjana, 2002) :
P =
Banyak kelas
Rentang kelas
Dimana P merupakan panjang kelas dan rentang kelas adalah nilai
tertinggi dikurang nilai terendah. Jumlah skor tertinggi yang akan didapat
adalah 80 dan skor terendah adalah 20. Jadi, rentang kelas sebesar 60 dan
Kuesioner ini terdiri dari lima pernyataan tentang gambaran
spiritualitas dalam hubungannya dengan diri sendiri (1-5), lima pernyataan
tentang gambaran spiritualitas dalam hubungannya dengan alam (5-10),
lima pernyataan tentang gambaran spiritualitas dalam hubungannya dengan
orang lain (11-15), lima pernyataan tentang gambaran spiritualitas dalam
hubungannya dengan tuhan (16-20).
4.6 Validitas dan Reabilitas
4.6.1 Validitas
Validitas menyatakan apa yang seharusnya diukur. Sebuah
instrument dikatakan valid jika instrument itu benar-benar dapat
dijadikan alat untuk mengukur apa yang akan diukur. Pada penelitian
ini peneliti akan menggunakan validitas isi, dimana isi instrument
dikonsultasi kepada dosen yang memiliki keahlian atau kompetensi
yang sesuai dengan topik peneliti, untuk mengetahui isi instrument
tersebut bisa di terapkan pada sampel penelitian. Uji validitas
dilakukan dengan cara mengoreksi instrumen penelitian oleh 2 orang
dosen Fakultas Keperawatan yang berkompeten dalam judul peneliti
dan didapatkan nilai 1 pada 18 item pernyataan dan 2 item pernyataan
dengan nilai 0,83.
4.6.2 Reabilitas
Uji reabilitas pada penelitian ini dilakukan sebelum
menjalani profesi Ners di STIKES Deli Husada. Uji reliabilitas
kuesioner penelitian ini menggunakan program komputer untuk analisa
statistik Cronbach Alpha. Suatu instrument dikatakan realibel bila nilai
realibilitasnya > 0,80 (Dharma, 2011). Hasil uji reliabilitas dari 20
pernyataan yang diberikan kepada 30 orang mahasiswa program
profesi Ners di STIKES Medistra adalah 0,820.
4.7 Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti menerima
surat izin pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan Fakultas
Keperawatan USU. Pada saat penelitian, peneliti menjelaskan terlebih
dahulu tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan penelitian. Calon
responden yang bersedia berpartisipasi diminta untuk menandatangani
informed concent dan menjawab pertanyaan dalam kuesioner yang
disediakan.
Peneliti mendampingi responden selama pengisian
kuesioner, sehingga responden dapat bertanya kepada peneliti apabila
ada yang kurang dipahami. Setelah kuesioner dikumpulkan oleh
responden, peneliti kembali memeriksa kuesioner untuk memastikan
pertanyaan diisi semua. Setelah sampel terkumpul sesuai dengan
sampel yang dibutuhkan peneliti maka dilanjutkan untuk analisa data.
4.8 Analisa data
a. Editing adalah kegiatan yang dilakukan untuk memeriksa kembali
kesalahan atau kekurangan dalam pengisian atau pengambilan identitas
responden, mengecek kelengkapan data. Pada tahap ini data yang telah
dikumpulkan dilakukan pengecekan identitas responden, mengecek
kelengkapan data dengan memeriksa isi instrumen pengumpulan data
dari setiap variabel dan subvariabel sehingga terisi semuanya.
b. Coding adalah memberi kode tertentu secara berurutan dalam kategori
yang sama pada masing-masing lembaran yang diberikan pada
responden sehingga memiliki arti tertentu ketika di analisis.
c. Data Entry adalah data jawaban dari masing- masing responden yang
dalam bentuk kode dimasukkan kedalam program atau software
komputer.
d. Cleaning adalah apabila semua data dari setiap sumber data atau
responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat
kemungkinan- kemungkinan adanya kesalahan- kesalahan kode,
ketidaklengkapan, dan sebagainya kemudian dilakukan pembetulan
atau koreksi.
Kemudian data yang dikumpulkan dilakukan uji statistik deskriptif.
Data demografi dan spiritual mahasiswa disajikan dalam bentuk tabel
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1Hasil Penelitian
Bab ini menguraikan tentang Gambaran Spiritualitas Mahasiswa yang
Menjalani Program Profesi Ners di STIKES Deli Husada Delitua yang
diperoleh melalui pengumpulan data pada bulan April – Mei 2016 dan
menggunakan kuesioner terhadap 85 orang responden yaitu mahasiswa
program profesi Ners di STIKES Delihusada Delitua. Data hasil penelitian
dipaparkan dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi.
5.1.1 Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini berjumlah 85 orang, yaitu mahasiswa
yang menjalani program profesi Ners di STIKES Deli Husada Delitua. Usia
responden dalam rentang 21-25 tahun dengan frekuensi masing-masing usia
yaitu usia 21 tahun 2 orang (2,4%), usia 22 tahun 20 orang (23,5%), usia 23
tahun 50 orang (58,8%), usia 24 tahun 12 orang (14,1%), usia 25 tahun 1
orang (1,2 %). Jenis kelamin responden adalah perempuan sebanyak 72 orang
(84,7%) dan laki-laki sebanyak 13 orang (15,3%). 42 orang ( 49,4%)
responden beragama islam, dan 43 orang (50,6%) beragama non islam
(Kristen katolik dan protestan). Kemudian sebanyak 25 orang (29,4%)
responden tinggal bersama orang tua, 53 orang (62,4%) responden tinggal
sendiri, dan 7 orang (8,2%) responden tinggal bersama saudaranya (Tabel
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden (n= 85)
Karakteristik frekuensi (n) Persentase (%) Usia
5.1.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Gambaran Spiritualitas Mahasiswa
yang Menjalani Program Profesi Ners di STIKES Deli Husada Delitua
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 73 responden (85,9%)
memeliki spiritualitas baik, 12 responden (14,1%) memiliki spiritualitas
buruk Untuk lebih jelas tentang Gambaran spiritualitas mahasiswa yang
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Gambaran Spiritualitas mahasiswa yang menjalani Program Profesi Ners
Pernyataan frekuensi (n) persentase (%) Spiritualitas
Baik 73 85,9
Buruk 12 14,1
Total 85 100
5.1.3 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik spiritualitas:
hubungannya dengan diri sendiri mahasiswa yang menjalani program
profesi Ners
Hasil penelitian ini menunjukkan frekuensi dan persentase
karakteristik spiritualitas dalam hubungannya dengan diri sendiri Hubungan
dengan diri sendiri dalam kategori baik sebanyak 79 orang (92,9%)
responden dan kategori buruk sebanyak 6 orang (7,1%) responden (tabel
5.3).
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase karakteristik spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri mahasiswa yang menjalani Program Profesi Ners
Spiritualitas frekuensi (n) persentase (%)
Baik 79 92,9
Buruk 6 7,1
5.1.4 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik spiritualitas:
hubungan dengan alam mahasiswa yang menjalani program profesi
Ners
Hasil penelitian ini menunjukkan frekuensi dan persentase
karakteristik spiritualitas dalam Hubungan dengan alam 57 responden (67,1)
kategori baik dan 28 responden (32,9%) kategori buruk (Tabel 5.4).
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase karakteristik spiritualitas: hubungan dengan alam mahasiswa yang menjalani Program Profesi Ners
Spiritualitas Frekuensi (n) Persentase (%)
Baik 57 67,1
Buruk 28 32,9
Total 85 100
5.1.5 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik spiritualitas:
hubungan dengan orang lain mahasiswa yang menjalani program
profesi Ners
Hasil penelitian ini menunjukkan frekuensi dan persentase
karakteristik spiritualitas dalam hubungannya dengan orang lain 81 orang
(95,3%) dengan kategori baik dan 4 orang (4,7%) responden dengan
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi dan Persentase karakteristik spiritualitas: hubungan dengan orang lain mahasiswa yang menjalani Program Profesi Ners
Spriritualitas Frekuensi (n) Persentase (%)
Baik 81 95,3
Buruk 4 4,7
Total 85 100
5.1.6Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik spiritualitas:
hubungan dengan Tuhan mahasiswa yang menjalani program profesi
Ners
Hasil penelitian ini menunjukkan frekuensi dan persentase
karakteristik spiritualitas dalam Hubungan dengan Tuhan 73 orang (85,9%)
dengan kategori baik dan 12 orang (14,1%) responden dengan kategori
buruk (tabel 5.6).
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi dan Persentase karakteristik spiritualitas: hubungan dengan Tuhan mahasiswa yang menjalani Program Profesi Ners
Spriritualitas Frekuensi (n) Persentase (%)
Baik 73 85,9
Buruk 12 14,1
5.2 Pembahasan
5.2.1 Spiritualitas Mahasiswa yang Menjalani Program Profesi Ners di
STIKES Deli Husada Delitua
Berdasarkan hasil penelitian bahwa 73 orang (85,9%) responden
memiliki spiritualitas baik dan 12 orang (14,1%) responden memiliki
spiritualitas buruk. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya tahap
perkembangan, agama dan keluarga. Dari hasil penelitian usia responden
dalam rentang 21-25 tahun dengan mayoritas responden berusia 23 tahun
sebanyak 50 orang . Usia ini masuk dalam tahap perkembangan dewasa
dimana pada tahap ini seseorang sudah memiliki konsep keagamaan nya dan
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sesuai teori bahwa dengan
bertambahnya usia, individu cenderung berfikir tentang kehidupan setelah
kematian dan mendorong beberapa individu untuk memeriksa dan
membenarkan kembali keyakinan spiritual mereka (Taylor, lilis & LeMone,
1997 dalam Hamid, 2009).
Agama juga mempengaruhi spiritualitas seseorang. Dapat dilihat dari
karakteristik responden bahwa 42 responden (49,4%) beragama islam dan 43
responden (50,6%) beragama non islam (Kristen protestan dan kristen
katolik). Hal tersebut menunjukkan bahwa 100 % responden memiliki agama.
Untuk usia dewasa menyatakan bahwa agama merupakan faktor terpenting
dalam membantu mereka mengatasi penyakit fisik atau tekanan hidup atau
beradaptasi karena kehilangan orang tercinta atau perawatan (Ebersole dan
satu bagian dari spiritualitas. Agama memberi suatu cara untuk
mengekspresikan spiritual dan memberikan pedoman kepada yang
mempercayainya dalam berespon terhadap pertanyaan dan tantangan hidup.
Agama dan keyakinan memberi kekuatan dan harapan pada individu (Kozier,
Erb, Berman & Snyder, 2010). Dari hasil penelitian menggambarkan bahwa
responden mayoritas tinggal sendiri 53 orang (62,4%), sedangkan 25 orang
(29,4%) responden tinggal bersama orang tua, dan 7 orang (8,2%) responden
tinggal bersama saudara. Hal tersebut tentunya mempengaruhi nilai
spiritualitas mahasiswa profesi Ners karena keluarga merupakan lingkungan
terdekat dan pengalaman pertama seseorang dalam mempersepsikan
kehidupan di dunia, pandangan anak pada umumnya diwarnai oleh
pengalaman mereka dalam berhubungan dengan orang tua dan saudaranya
(Hamid, 2008).
5.2.2 Karakteristik Spiritualitas: Hubungan dengan diri sendiri mahasiswa
yang menjalani program profesi Ners
Hasil penelitian ini menggambarkan tentang spiritualitas seseorang
berdasarkan karakteristik spiritual. Spiritual yang berhubungan dengan diri
sendiri berada dikategori baik dengan frekuensi sebanyak 79 orang (92,9%).
Tiga puluh enam responden mengatakan bahwa mereka percaya akan
kemampuan yang dimilikinya dan 41 responden mengatakan tertarik
mempelajari hal yang berkaitan dengan bidang ilmu nya. Hal ini sejalan
diri mereka, untuk beradaptasi dengan situasi yang sulit dan untuk memelihara
kesehatan. Hal ini juga didukung oleh penelitian dari Rismayana (2012)
bahwa kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap stres kuliah, hal ini
disebabkan karena SQ (kecerdasan spiritual) merupakan konstruk kecerdasan
manusia dan merupakan landasan untuk membangun IQ (intelektual
kecerdasan) dan EQ (emosional kecerdasan). Kecerdasan spiritual lebih
mengarah pada pemaknaan hidup sehingga akan sangat menentukan apakah
suatu hal atau peristiwa dimaknai sebagai stresor atau sebaliknya. Kurangnya
kecerdasan spiritual dalam diri seorang mahasiswa akan mengakibatkan
mahasiswa kurang termotivasi untuk belajar dan sulit untuk berkonsentrasi,
sehingga mahasiswa akan sulit untuk memahami suatu mata kuliah.
Berdasarkan hasil penelitian juga ditemukan sebanyak 6 orang (7,1%)
responden memiliki karakteristik hubungan dengan diri sendiri yang buruk.
Ketika seorang individu tidak mempunyai hubungan yang baik dengan dirinya
sendiri seperti kepercayaan, makna kehidupan, khususnya harapan maka
individu tersebut akan merasa hampa, letih/lesu, tidak bersemangat, dan terasa
mati (Kozier, et all (1995).
Hal ini juga didukung sebanyak 27 (31,7%) responden mengatakan
kadang-kadang tertarik untuk mempelajari hal-hal yang baru terkait bidang
ilmunya. Menurut asumsi peneliti hal ini berhubungan dengan motivasi belajar
mahasiswa tersebut. Motivasi seseorang untuk belajar dipengaruhi oleh factor
internal dan eksternal. Motivasi belajar berasal dari faktor internal. Motivasi
untuk mengembangkan dirinya dan bekal untuk menjalani kehidupan.
Sedangkan motivasi belajar dari faktor eksternal, yaitu dapat berupa
rangsangan dari orang lain, atau lingkungan sekitarnya yang dapat
memengaruhi psikologis orang yang bersangkutan (Anggraini, 2005). Energi
yang berasal dari spiritualitas membantu klien merasa sehat dan membantu
membuat pilihan sepanjang kehidupan (Chiu et al, 2004 dalam Potter dan
Perry, 2010).
5.2.3 Karakteristik Spiritualitas: Hubungan dengan alam mahasiswa yang
menjalani program profesi Ners
Berdasarkan karakteristik spiritual hubungan dengan alam berada di
kategori baik sebanyak 57 orang (67,1%). Pemenuhan kebutuhan spiritualitas
meliputi hubungan individu dengan lingkungan. Pemenuhan spiritualitas
tersebut melalui kedamaian dan lingkungan atau suasana yang tenang.
Kedamaian merupakan keadilan, empati, dan kesatuan. Kedamaian membuat
individu menjadi tenang dan dapat meningkatkan status kesehatan (Kozier, et
al, 1987).
Hubungan dengan alam/lingkungan meliputi mengetahui tentang
tanaman, rekreasi (menonton TV, mendengar musik, berolah raga,dll), dan
kedamaian akan membuat seseorang dapat menyelaraskan hubungan antara
jasmani dan rohani sehingga timbul perasaan kesenangan dan kepuasan dalam
kebutuhan spiritualnya (Puchalski, 2004). Tiga puluh lima responden
melakukan relaksasi dengan mendengarkan musik, menonton televisi ataupun
olahraga di waktu kesibukannya. Hal ini didukung dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rajesh Kumar, (2011) dengan judul Stres dan strategi koping
mahasiswa keperawatan di University of Health Sciences, Faridkot yang
mengatakan bahwa dari 108 responden mayoritas memiliki stress sedang dan
strategi koping yang digunakan mayoritas adalah mencari pengalihan seperti
menonton film, TV, mendengarkan music, membaca, belanja dan tidur.
Mayoritas responden selalu mendengarkan music yaitu sebanyak 66 orang
(36,7%). Lingkungan atau suasana yang tenang dan nyaman dapat
memberikan kedamaian pada setiap individu dalam memenuhi kebutuhan
spiritualitasnya.
Berdasarkan hasil penelitian juga ditemukan sebanyak 28 orang
(32,9%) memiliki kategori buruk dalam karakteristik hubungan dengan alam.
Hal ini dibuktikan bahwa 23 (27,1%) responden mengatakan tidak pernah
mengikuti kegiatan menanam pohon dan merawat tanaman. Peneliti berasumsi
bahwa responden penelitian tidak tertarik dengan hal berkaitan dengan
merawat tanaman ketika kesibukan profesi Ners karna hal tersebut membutuh
waktu yang lama melakukankannya.
5.2.4 Karakteristik Spiritualitas: Hubungan dengan alam mahasiswa yang
menjalani program profesi Ners
Berdasarkan karakteristik spiritual hubungan dengan orang lain berada
di kategori baik sebanyak 81 orang (95,3%). Adapun 40 responden
dengan orang tua, saudara, teman atau orang terdekat, dan 46 responden selalu
diberikan motivasi oleh orang tua dan orang terdekat ketika putus asa dalam
praktik profesinya. Hal ini didukung oleh pernyataan Hidayat (2009), dimana
keluarga memiliki peran yang cukup strategis dalam memenuhi kebutuhan
spiritual, karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan selalu
berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.
Penelitian ini juga sependapat dengan Hamid (2008) dimana keluarga
memiliki peran dalam membentuk spiritual individu karena merupakan tahap
awal dari perkembangan spiritualitas. Dari keluarga individu akan
mendapatkan pengalaman, pandangan hidup tentang spiritual dan belajar
tentang Tuhan, diri sendiri, serta kehidupan yang dijalaninya. Keluarga
memiliki peran yang sangat vital karena keluarga merupakan tempat
pendidikan pertama yang didapatkan seorang anak. Keluarga juga memiliki
ikatan emosional yang kuat dalam kehidupan sehari-hari karena selalu
berinteraksi dengan individu tersebut.
Penelitian ini mengatakan bahwa tidak hanya keluarga yang dapat
berperan bahkan orang lain yang tidak ada hubungan darah juga mendapat
peran aktif dalam memenuhi kebutuhan spiritualitas. Empat puluh Sembilan
responden mengatakan sering berinteraksi dengan pasien, keluarga pasien, dan
masyarakat tempat dinasnya. Hal ini juga didukung oleh penelitian dari Kehi
(2013) adanya pengaruh tingkat spiritualitas dengan perilaku prososial.
spiritualitas memudahkan untuk berinteraksi dengan orang lain. Hubungan
yang harmonis dengan orang lain seperti cinta kasih, dukungan sosial,
perhatian pada anak-anak/orang sakit, menunjungi orang yang meninggal,
dapat memberikan hubungan yang positif dan memberikan bantuan dan
dukungan terhadap masalah yang dihadapi seseorang (Kozier, et all, 1995).
5.2.5 Karakteristik Spiritualitas: Hubungan dengan Tuhan mahasiswa yang
menjalani program profesi Ners
Karakteristik spiritualitas berhubungan dengan Tuhan mayoritas
berada di kategori baik sebanyak 73 orang (85,9%). Empat puluh dua orang
responden mengatakan sering beribadah di kehidupan sehari - harinya. Hal ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Shores (2010) di University in
the Southeastern United Stated tentang spiritual perspective of nursing
student. Dari mahasiswa tersebut 90 orang menghadiri dan melakukan
kegiatan keagamaan sedikitnya tiap seminggu sekali, 45 orang melakukannya
tiap bulan sekali. Setengah dari sampel melaporkan membaca dari hal-hal
yang berhubungan dengan agama sekurang- kurangnya tiap bulan. Dua puluh
tiga orang mahasiswa melaporkan berdoa secara pribadi dan meditasi tiap hari
merupakan hal yang penting. Mahasiswa sejumlah yang sama menyetujui
bahwa memberi maaf pada orang lain hal yang penting dalam spiritual
mereka. Sebagian besar berpendapat bahwa spiritual penting karena
memberikan pedoman dalam mengambil keputusan (74%), dan membantu
Hal ini sejalan dengan teori dalam Kozier, Erb, Berman & Synder
(2010) secara umum hubungan dengan Tuhan melibatkan keyakinan dalam
hubungan dengan sesuatu yang lebih tinggi, berkuasa, memiliki kekuatan
mencipta, dan bersifat ketuhanan, atau memiliki energi yang tidak terbatas.
Sebagai contoh, sesorang yang dapat meyakini “Tuhan”, “Allah”, “Sang Maha
Kuasa”. Orang yang memiliki orientasi religious dalam batin memandang
agama sebagai sarana untuk menyiapkan pertalian rasa aman atau relasi social
dalam hidup mereka (Mickley, Soeken, dan Balcher, 1992 dalam Young,
2007).
Berdasarkan hasil penelitian juga ditemukan sebanyak 12 orang
(14,1%) memiliki kategori buruk dalam karakteristik hubungan dengan Tuhan.
Hal ini didukung oleh masih ada satu orang responden yang tidak pernah
berdoa sesuai dengan agamanya. Hal ini tentu menjadi permasalahan karena
hasil karakteristik responden menyatakan bahwa responden 100% memiliki
agama dan 6 responden juga mengatakan bahwa selalu mencari bimbingan
spiritual kepada tokoh agama untuk mengambil keputusan dalam hidupnya.
Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rajesh Kumar, (2011)
dengan judul stres dan strategi koping mahasiswa keperawatan di University
of Health Sciences, Faridkot yang mengatakan bahwa dari 108 orang
responden menggunakan koping berdoa sebanyak 60 orang dan ada 21 orang
tidak pernah berdoa ketika mengalami kesulitan dan 7 orang sering berbicara
bahwa ada satu orang tidak berdoa merupakan koping yang buruk karena
setiap agama memiliki persepsi yang berbeda terhadap suatu masalah. Enam
orang responden yang mengatakan selalu mencari bimbingan spiritual untuk
mengambil keputusan dalam hidupnya membuktikan bahwa masalah yang
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang “
Gambaran Spiritualitas Mahasiswa yang Menjalani Program
Profesi Ners di STIKES Deli Husada Delitua ” yang dilaksanakan
pada tanggal bulan 30 April – 13 Mei 2016 dapat disimpulkan
bahwa hasil penelitian ini menggambarkan mahasiswa memiliki
spiritualitas baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
responden memiliki spiritualitas yang baik sebanyak 73 orang
(85,9%) responden dalam menjalani program profesi Ners yang
dapat mengatasi masalah psikososial seperti kecemasan dan stres.
Mahasiswa yang memiliki spiritualitas yang buruk sebanyak 12
orang (14,1%) responden ini disebabkan oleh beberapa faktor
salah satunya keluarga. Hasil penelitian menunjukkan responden
mayoritas tinggal sendiri sehingga peran keluarga sangat sedikit.
Peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan spiritual sangat
penting karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan
selalu berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.
6.2 Saran
mengenai“ Gambaran Spiritualitas Mahasiswa yang Menjalani
Program Profesi Ners di STIKES Deli Husada Delitua” antara
lain:
6.2.1 Untuk pendidikan Keperawatan
Bagi pendidikan keperawatan khususnya pada program
profesi Ners agar dapat memberikan penekanan tentang
spiritualitas dalam praktek profesinya sehingga mahasiswa profesi
Ners mampu memberikan asuhan keperawatan spiritual dan dapat
menerapkan hal tersebut untuk diri sendiri dalam kehidupan
sehari-hari.
6.2.2 Untuk Pelayanan Keperawatan
Bagi pelayanan keperawatan agar perawat perlu
memberikan asuhan keperawatan tentang spiritualitas. Asuhan
keperawatan spiritual disesuaikan dengan tahap perkembangan
individu. Karena setiap individu memiliki kebutuhan spiritual
yang berbeda-beda.
6.2.3 Untuk Penelitian Keperawatan
Penelitian ini mempunyai kekurangan dalam latar belakang
dan instrument. Latar belakang penelitian ini tidak menjelaskan
secara khusus tentang fenomena yang ada di lokasi penelitian.
Instrument yang digunakan peneliti juga merupakan instrument
baru yang belum dapat mengukur secara mendalam masalah
dapat mengobservasi fenomena yang ada pada lokasi penelitian
dan membuat kuesioner yang mengukur secara mendalam
terhadap spiritualitas mahasiswa dan menambahkan tentang
spiritualitas berdasarkan faktor- faktor yang mempengaruhi
spiritualitas yaitu tahap perkembangan, krisis dan perubahan,
keluarga dan budaya. Sehingga penelitian terkait spiritualitas
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Program Pendidikan Profesi Ners
Program pendidikan Ners menghasilkan perawat ilmuwan (Sarjana
Keperawatan) dan profesional (Ners = “First Profesional Degree”) dengan sikap,
tingkah laku, dan kemampuan profesional, serta akuntabel untuk melaksanakan
asuhan / praktik keperawatan dasar (sampai dengan tingkat kerumitan tertentu)
secara mandiri (Nursalam, 2008). Program Pendidikan Profesi Ners adakalanya
disebut juga sebagai proses pembelajaran klinik. Istilah ini muncul terkait dengan
pelaksanaan pendidikan profesi yang sepenuhnya dilaksanakan dilahan praktik
seperti rumah sakit, puskesmas, klinik bersalin, panti werda dan keluarga serta
masyarakat atau komunitas (Nurhidayah, 2011).
Melalui tahap pendidikan Ners diharapkan dapat menghasilkan lulusan
yang memilki sikap, pengetahuan, dan keterampilan profesional. Oleh karena itu
pada tahap profesi, pendidikan disusun berdasarkan pada :
1. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan. Pada tahap ini
mahasiswa dan perseptor harus memahami dan menguasai ilmu pengetahuan
dan teknologi keperawatan yang diperlukan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
keperawatan.
2. Menyelesaikan masalah secara ilmiah, maksudnya mahasiswa dituntut untuk
pasien/ klien dalam membantu memenuhi kebutuhannya melalui proses
keperawatan.
3. Sikap dan tingkah laku profesional yang dituntut dari seorang perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan dan kehidupan profesi meliputi
penumbuhan dan pembinaan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak
profesional melalui suatu lingkungan yang sarat dengan model peran (role
model).
4. Belajar aktif dan mandiri yang dapat dicapai selama pembelajaran klinik
antara lain dengan membuat laporan pendahuluan, presentasi kasus dan
seminar hasil dan kegiatan lainnya yang menuntut mahasiswa lebih mandiri.
5. Pendidikan berada pada masyarakat atau pengalaman belajar yang
dikembangkan di masyarakat (community based learning) yang dapat
menumbuhkan dan membina sikap dan keterampilan para mahasiswa
dimasyarakat.
Untuk mencapai kompetensi di atas, maka kurikulum tahap Program
Profesi (Ners) disusun berdasarkan Kurikulum Nasional dengan Surat Keputusan
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Nomor: 129/U/1999 tanggal 11 juni tahun
1999 tentang kurikulum Inti Pendidikan Ners di Indonesia (KIPNI). Besar beban
studi kurikulum inti pada tahap program profesi (Ners) adalah minimal 20 SKS
(80% dari kurikulum lengkap program profesi Ners). Dengan komposisi 5 SKS
semester kedua meliputi 2 SKS (10%) Manajemen Keperawatan, 2 SKS (10%)
Keperawatan Gerontik, 2 SKS (10%) Keperawatan Gawat Darurat, 2 SKS (10%)
Keperawatan Keluarga dan 3 SKS (15%) Keperawatan Komunitas.
Proporsi di atas telah mengalami perubahan menjadi 6 SKS kelompok
Keperawatan Medikal Bedah (KMB), 3 SKS Keperawatan Maternitas, 3 SKS
Keperawatan Anak, dan 3 SKS Keperawatan Jiwa yang ditempatkan di semester
pertama. Sedangkan pada semester kedua meliputi 3 SKS Manajemen
Keperawatan, 3 SKS Keperawatan Gerontik, 3 SKS Keperawatan Komunitas dan
Praktik Belajar Lapangan Komprehensip (PBLK) sebanyak 4 SKS, sehingga
totalnya 34 SKS.
2.2 Konsep Spiritualitas
2.2.1 Defenisi Spiritualitas
Spiritualitas merupakan konsep unik pada tiap individu, dan tergantung
pada budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan, agama dan ide-ide
kehidupan seseorang (Mauk dan Schmidt, 2004 dalam Potter dan Perry, 2010).
Spiritualitas seseorang membuat seseorang dapat mencintai, memiliki
kepercayaan dan harapan, mencari arti dan makna hidup dan memilihara
hubungannya dengan orang lain. Spiritualitas memberikan individu energi yang
dibutuhkan untuk menemukan diri mereka, untuk beradaptasi dengan situasi yang
sulit dan untuk memelihara kesehatan. Energi yang berasal dari spiritualitas
membantu klien merasa sehat dan membantu membuat pilihan sepanjang
Spiritualitas menawarkan pengertian keterhubungan
(connectedness) secara intrapersonal (keterhubungan dengan diri sendiri), secara
interpersonal (keterhubungan dengan orang lain dan lingkungan), dan
transpersonal (keterhubungan dengan yang tidak terlihat, Tuhan , atau kekuatan
tertinggi) (Miner Williams, 2006 dalam Potter dan Perry, 2010). Setelah
dihubungkan, klien dapat mengatasi tekanan dalam kehidupan sehari-hari dan
menemukan kenyamanan, kepercayaan, harapan, kedamaian, dan kekuasaan
(Chiu et al., 2004; Delago, 2005; Tanyi, 2002; Villagomeza, 2005 dalam Potter
dan Perry, 2010). Spiritualitas melibatkan realitas eksistensial yang menyediakan
pengalaman yang unik dan subjektif bagi semua individu. Perjalanan hidup
seseorang membuat individu menemukan rasa arti dan tujuan hidup. Pencarian
tujuan biasanya dihubungkan dengan pekerjaan atau panggilan hidup (Delgado,
2005 dalam Patricia A Potter dan Anne G Perry, 2010). Realitas eksistensial
membantu individu bekerja sama dengan yang tidak terduga dan memperbolehkan
individu untuk mencintai, menghibur, memaafkan orang lain (Chiu et al, 2005
dalam Potter dan Perry, 2010).
Spiritualitas memberikan individu kemampuan untuk menemukan
pengertian kekuatan batiniah yang dinamis dan kreatif yang diperlukan saat
membuat keputusan yang sulit (Banks Wallace dan Park, 2004 dalam Potter dan
Perry, 2010). Kekuatan batiniah merupakan suatu sumber energi yang
menanamkan harapan, memberikan motivasi, dan mempromosikan harapan yang
dan penuh kedamaian meskipun pengalaman hidup kacau balau, penuh ketakutan,
dan tidak pasti. Semua Perasaan ini membantu individu merasa nyaman walaupun
disaat sedang sangat tertekan (Banks Wallace dan Park, 2004; Villagomeza, 2005
dalam Potter dan Perry, 2010).
2.2.2 Karakteristik Spiritual
Terdapat beberapa karakteristik spiritualitas yang meliputi hubungan
dengan diri sendiri, hubungan dengan alam, hubungan dengan orang lain dan
hubungan dengan Tuhan (Hamid, 2008).
1. Hubungan dengan diri sendiri
Maksudnya adalah kekuatan dalam diri atau self reliance yang meliputi
pengetahuan diri tentang siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya, dan
sikap percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/ masa depan,
ketenangan pikiran, harmoni/ keselarasan dengan diri sendiri.
2. Hubungan dengan alam
Harmoni yang mengambarkan hubungan seseorang dengan alam yang
meliputi minat dan ketertarikan tentang pohon, tanaman, margasatwa dan
iklim, serta kesenangan dan keinginan untuk bertanam dan berjalan kaki
menikmati keindahan alam, mengabadikan, dan melindungi alam.
3. Hubungan dengan orang lain
Meliputi cinta kasih, harapan dan motivasi, keadaan yang harmonis
dan keadaan yang tidak harmonis. Keadaan harmonis/ suportif dengan orang
balik, mengasuh anak, orang tua, dan orang sakit kemudian menyakini
kehidupan dan kematian dengan cara mengunjungi, melayat dan lain-lain.
Sedangkan keadaan tidak harmonis meliputi konflik dengan orang lain dan
resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dalam waktu lama dengan
friksi dan keterbatasan asosiasi.
4. Hubungan dengan ketuhanan
Meliputi agamis atau tidak agamis yang terdiri dari sembahyang,
berdoa, meditasi perlengkapan keagamaan, menyatu dengan alam dan
partisipasi dalam kegiatan agama.
Dyson dalam young (2007) mengartikan bahwa lingkungan/alam adalah
segala sesuatu yang berada disekitar diri seseorang. Dyson dalam young dan
Koopsen (2007) menjelaskan tiga faktor yang berhubungan dengan
spiritualitas, yaitu :
a. Diri sendiri
Kekuatan jiwa seseorang merupakan hal yang fundamental dalam
eksplorasi atau penyelidikan spiritualitas.
b. Sesama
Hubungan seseorang dengan sesama sama pentingnya dengan diri sendiri.
Kebutuhan untuk menjadi anggota masyarakat dan saling ketergantungan
telah lama diakui sebagai bagian pokok pengalaman manusiawi.
c. Tuhan
dewasa ini telah dikembangkan secara lebih luas dan tidak terbatas. Tuhan
dipahami sebagai daya yang menyatukan prinsip hidup atau hakikat hidup.
Kodrat Tuhan mungkin dirasakan berbagai macam bentuk dan mempunyai
makna yang berbeda bagi satu orang dengan yang lain. Manusia
merasakan ada Tuhan dalam banyak cara seperti dalam suatu hubungan,
alam, musik, seni, dan hewan peliharaan.
Young dan Koopsen (2007) juga menjelaskan bahwa proses penuaan
adalah suatu langkah yang penting dalam perjalanan spiritual dan pertumbuhan
spiritual seseorang. Orang-orang yang memiliki spiritualitas berjuang
mentransendensikan beberapa perubahan dan berusaha mencapai pemahaman
yang lebih tinggi tentang hidup mereka dan maknanya.
2.2.3 Faktor yang mempengaruhi Spiritualitas
Menurut Taylor, Lilis & Le Mone (1997) dan Craven & Hirnle (1996,
dalam Hamid, 2008), faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritualitas
seseorang adalah:
1. Tahap perkembangan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat agama
yang berbeda ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi tentang Tuhan
dan bentuk sembahyang yang berbeda menurut usia, seks, agama dan
kepribadian anak. Tema yang diuraikan anak tersebut meiputi gambaran
tentang Tuhan yang bekerja melalui kedekatan dengan manusia dan saling
keterikatan dengan kehidupan. Mempercayai bahwa Tuhan terlibat dalam
tetap segar, penuh kehidupan dan berarti. Meyakini Tuhan mempunyai
kekuatan dan selanjutnya merasa takut menghadapi kekuasaan Tuhan. Serta
Tuhan digambaran seperti cahaya/sinar.
2. Keluarga
Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan
spiritualitas anak. Yang penting bukan apa yang diajarkan oleh orangtua
kepada anaknya tentang Tuhan, tetapi apa yang anak pelajari mengenai
Tuhan, kehidupan dan diri sendiri dari perilaku orang tua mereka. Oleh
karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pengalaman
pertama anak dalam mempersepsikan kehidupan dunia, pandangan anak
pada umumnya diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan
dengan orang tua dan saudaranya.
3. Latar belakang etnik dan budaya
Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual
keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama, termasuk
nilai moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk
kegiatan keagamaan. Perlu diperhatikan apapun tradisi agama atau sistem
kepercayaan yang dianut individu, tetap saja pengalaman spiritual unik bagi
tiap individu.
4. Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman negatif
oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual kejadian atau
pengalaman tersebut.
5. Krisis dan Perubahan
(Tooth, 1992) dan Craven & Hirnle (1996, dalam Hamid, 2008)
mengatakan bahwa krisis sering dialami ketika seseorang menghadapi
penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan dan bahkan kematian,
khususnya pada klien dengan penyakit terminal atau dengan prognosis yang
buruk. Bila klien dihadapkan pada kematian, maka keyakinan spiritual &
keinginan untuk sembahyang atau berdoa lebih meningkat dibanding dengan
pasien yang berpenyakit tidak terminal.
6. Terpisah dari ikatan spiritual
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali membuat
individu terpisah atau kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan
sosial. Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah antara lain tidak dapat
menghadiri acara sosial, mengikuti kegiatan agama dan tidak dapat
berkumpul dengan keluarga atau teman yang biasa memberikan dukungan
setiap saat diinginkan. Terpisahnya klien dari ikatan spiritual beresiko
terjadinya perubahan fungsi spiritual.
7. Isu moral terkait dengan terapi
Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai
cara Tuhan untuk menunjukkan kebesaranNya walaupun ada juga agama
yang menolak intervensi pengobatan. Prosedur medis seringkali dapat
sterilisasi, dll. Konflik antara jenis terapi dengan keyakinan agama sering
dialami oleh klien dan tenaga kesehatan.
8. Asuhan keperawatan yang kurang sesuai
Ketika memberikan asuahan keperawatan kepada klien, perawat
diharapkan peka terhadap kebutuhan spiritual pasien, tetapi dengan berbagai
alasan ada kemungkinan perawat justru menghindar untuk memberikan
asuhan spiritual. Alasan tersebut antara lain karena perawat merasa kurang
nyaman dengan kehidupan spiritualnya, kurang menganggap penting
kebutuhan spiritual, tidak mendapatkan pendidikan tentang aspek spiritual
dalam keperawatan, atau merasa pemenuhan kebutuhan spiritual klien bukan
menjadi tugasnya, tetapi tanggung jawab pemuka agama.
2.2.4 Tahap Perkembangan Spiritual
`Tahap perkembangan spiritual dimulai dari masa bayi dan todler, pra
sekolah, usia sekolah, dewasa, usia pertengahan dan lansia (Hamid, 2008) :
1. Bayi dan Todler (0 – 2 tahun)
Tahap awal perkembangan spiritual adalah rasa percaya kepada
yang mengasuh yang sejalan dengan perkembangan rasa aman dan dalam
hubungan interpersonal, karena sejak awal kehidupan manusia mengenal
dunia melalui hubungannya dengan lingkungan, khususnya orang tua.
Bayi dan todler belum memiliki rasa salah dan benar, serta keyakinan
spiritual. Mereka mulai meniru kegiatan ritual tanpa mengerti arti
2. Prasekolah
Sikap orang tua tentang kode moral dan agama mengajarkan kepada
anak tentang apa yang dianggap baik dan buruk. Anak prasekolah meniru
apa yang mereka lihat bukan yang dikatakan orang lain. Permasalahan
akan timbul apabila tidak ada kesesuaian atau bertolak belakang antara
apa yang dilihat dan yang dikatakan kepada mereka. Anak prasekolah
sering bertanya tentang moralitas dan agama, seperti perkataan atau
tindakan tertentu dianggap salah. Menurut kozier, Erb, blais dan
Wilkinson (1995 dalam hamid, 2008), pada usia ini metode pendidikan
spiritual yang paling efektif adalah memberi indoktrinasi dan memberi
kesempatan kepada mereka untuk memilih caranya.
3. Usia Sekolah
Anak usia sekolah mengharapkan Tuhan menjawab doanya, yang
salah akan dihukum dan yang baik akan diberi hadiah. Pada masa
prapubertas, anak sering mengalami kekecewaan karena mereka mulai
menyadari bahwa doanya tidak selalu dijawab menggunakan cara mereka
dan mulai mencari alasan tanpa mau menerima keyakinan begitu saja.
Pada masa remaja, mereka membandingkan standar orang tua mereka
dengan orang tua lain dan menetapkan standar apa yang akan
diintegrasikan dalam perilakunya. Remaja juga membandingkan
pandangan ilmiah dengan pandangan agama serta mencoba untuk
berbeda agama, akan memutuskan pilihan agama yang akan dianutnya
atau tidak memilih satupun dari kedua agama orang tuanya.
4. Dewasa
Kelompok usia dewasa muda yang dihadapkan pada pertanyaan
bersifat keagamaan dari anaknya akan menyadari apa yang pernah
diajarkan kepadanya pada masa kanak-kanak dahulu, lebih dapat diterima
pada masa dewasa dari pada waktu remaja, dan masukan orang tua
dipakai untuk mendidik anaknya.
5. Usia pertengahan
Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak
waktu untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti nilai agama
yang diyakini oleh generasi muda. Perkembangan filosofi agama yang
lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk menghadapi
kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga, serta
lebih dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak
atau dihindarkan.
2.2.5 Kompetensi yang didapat dari Spiritualitas yang berkembang
Tischler (2002) mengemukakan terdapat 4 kompetensi yang didapat dari
spiritualitas yang berkembang, yaitu :
1. Kesadaran pribadi (personal awareness), yaitu bagaimana seseorang
mengatur dirinya sendiri, self-awareness, emotional self awareness,
2. Keterampilan pribadi (personal skills), yaitu mampu bersikap mandiri,
fleksibel, mudah beradaptasi, menunjukkan performa kerja yang baik.
3. Kesadaran sosial (social awareness), yaitu menunjukkan sikap sosial yang
positif, empati , altruism.
4. Keterampilan sosial (social skills), yaitu memiliki hubungan yang baik
dengan teman kerja dan atasan, menunjukkan sikap terbuka terhadap orang
lain (menerima orang baru), mampu bekerja sama, pengenalan yang baik
terhadap nilai positif, baik dalam menanggapi kritikan seseorang dengan
spiritualitas yang berkembang akan memiliki komponen komponen diatas.
Sebagai contoh, pada sisi kesadaran sosial, orang –orang yang spiritualnya
baik memperlihatkan sikap sosial yang lebih positif, lebih empati, dan
menunjukkan altruisme yang besar. Mereka juga cenderung untuk merasa lebih
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Program pendidikan profesi Ners disebut juga sebagai proses
pembelajaran klinik. Pada saat proses tersebut adanya rasa takut pada mahasiswa
ketika mahasiswa berbuat salah yang akan membatasi perkembangan dan
keinginan mahasiswa untuk bereksperimen dengan perawatan. Kondisi ini
akhirnya jelas berdampak pada sedikitnya pengalaman klinik mahasiswa selama
di lahan praktik. Masalah juga muncul dari pengajar atau pembimbing klinik yang
disebut perseptor. Perseptor memiliki perasaan takut seandainya mahasiswa
berbuat kesalahan, sehingga sering menuntut hal yang tidak dapat dilakukan oleh
mahasiswa (Nurhidayah, 2011).
Mahasiswa profesi Ners menghadapi peristiwa-peristiwa yang diluar
perkiraan saat berhadapan dengan kondisi nyata di lapangan, adanya kesenjangan
antara teori dan prakteknya. Menurut Syahreni dan Waluyanti (2007)
peristiwa-peristiwa diluar perkiraan ini muncul karena mahasiswa profesi Ners belum ada
memiliki gambaran terkait dengan lahan praktek yang menyebabkan mahasiswa
merasa tertekan ketika berhadapan dengan pasien, prosedur perawatan, teman
sejawat yang sebagian belum memahami tujuan pembelajaran dan keterbatasan
mahasiswa dilahan praktek membuat mahasiswa stress dan frustasi. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Nelwati (2009) pada mahasiswa Program Studi
7,18, pengajar dan staf perawat sebesar 8,24, tugas dan beban kerja sebesar 7,89,
teman dan kehidupan sehari-hari sebesar 3,24, kurang pengetahuan keterampilan
professional 2,62, dan lingkungan klinik sebesar 3,4. Menurut Mulyadi dan
Hidayat (2014) menyimpulkan dari hasil penelitiannya pada mahasiswa profesi
ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Wiraraja Sumenep ditemukan
kecemasan pada mahasiswa profesi meliputi kecemasan ringan sebesar 72,7%,
kecemasan sedang 24,7%, dan kecemasan berat 2,6%. Mekanisme koping pada
mahasiswa profesi ners tersebut adaptif sebesar 76,6%, dan koping maladaptive
sebesar 33,8%.
Mahasiswa profesi dari Fakultas Kedokteran Gigi dan Kedokteran juga
mengalami stres seperti mahasiswa profesi Ners. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Widosari (2010) di kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta menunjukkan mahasiswa ko-asisten lebih cemas dan lebih depresif dari
pada mahasiswa preklinik dengan rata-rata cemas ko-asisten 22,86 sedangkan
mahasiswa preklinik 18,83 dan nilai rata-rata depresif mahasiswa ko-asisten 10,13
sedangkan mahasiswa preklinik 7,53. Penelitian berikutnya oleh Viniriani (2013)
di kedokteran gigi Universitas Sam Ratulangi Manado menunjukkan di Balai
Pengobatan Rumah Sakit Gigi dan Mulut Manado dengan 62 orang mahasiswa
yang sedang menjalani kepaniteraan klinik terdapat 37 orang (59,7%) yang
memiliki tingkat stres tinggi dan yang rendah 5 orang (8 %). Dari beberapa
penelitian tersebut menunjukkan ada banyak masalah yang dihadapi mahasiswa
Masalah pada mahasiswa tidak akan menyebabkan stress ketika
mahasiswa memiliki spiritual yang baik. Spiritualitas merupakan keyakinan dalam
hubungannya dengan yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta. Menurut Burkhardt
(1993 dalam Patricia A Potter dan Anne G Perry, 2010) spiritual meliputi aspek
berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui dalam kehidupan, dapat
menemukan arti dan tujuan hidup, menyadari kemampuan untuk menemukan
sumber dan kekuatan dalam diri sendiri untuk mengatasi masalah yang dihadapi
dan mempunyai perasaan keterkaitan dengan diri sendiri dan Yang Maha Tinggi.
Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau
keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan
kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik atau
kematian (Hamid, 2008).
Penelitian yang dilakukan Shores (2010) di University in the Southeastern
United Stated tentang spiritual perspective of nursing student dengan
menggunakan instrument Spiritual Perspektive Scale sebagai alat ukurnya
menyatakan dari 159 orang 78 % beragama protestan, 18 orang beragama katolik,
15 agama yang lain, dan 13 tidak ikut anggota agama. Dari mahasiswa tersebut 90
orang menghadiri dan melakukan kegiatan keagamaan sedikitnya tiap seminggu
sekali, 45 orang melakukannya tiap bulan sekali. Kebanyakan mahasiswa 72%
diindikasikan bahwa mereka menyebutkan spiritual penting dari hal yang lain dan
setengah dari sampel melaporkan membaca dari hal-hal yang berhubungan
penting. Mahasiswa sejumlah yang sama menyetujui bahwa memberi maaf pada
orang lain hal yang penting dalam spiritual mereka. Sebagian besar berpendapat
bahwa spiritual penting karena memberikan pedoman dalam mengambil
keputusan (74%), dan membantu menjawab pertanyaan tentang arti hidup (75%).
Hasil wawancara dari beberapa mahasiswa profesi Ners Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara menyatakan bahwa menjalani profesi Ners mengubah
kehidupan spiritualnya, pada awal memasuki lahan praktik mahasiswa tidak yakin
akan kemampuan dirinya sehingga mahasiswa bertanya pada pegawai,
hubungannya dengan orang lain tidak berjalan baik karena kesibukan praktiknya,
tidak ada waktu untuk menikmati keindahan alam karena waktu istirahat dari
praktik digunakan untuk buat laporan praktik dan tidur dan kegiatan ibadah
mereka juga terganggu karena jadwal dinas dan tugas mahasiswa.
Seseorang dengan spiritual yang baik akan memilki koping yang adaptive
dalam menghadapi masalah. Sehingga spiritual sangat dibutuhkan oleh semua
mahasiswa termasuk mahasiswa keperawatan yang menjalani profesi ners.
Keperawatan didefinisikan sebagai bentuk pelayanan professional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu
dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang
komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat, baik sakit
maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Nurhidayah,
2011). Spiritual merupakan kebutuhan dasar bagi manusia sehingga perawat harus
memenuhinya. Sebagai calon perawat mahasiswa keperawatan harus memenuhi
nanti. Oleh sebab itu peneliti ingin mengetahui gambaran kebutuhan spiritual
mahasiswa keperawatan yang menjalani program profesi Ners di Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan (STIKES) Deli Husada Delitua.
1.2 Rumusan Masalah
Mahasiswa keperawatan yang menjalani profesi membutuhkan spiritual
yang baik untuk mengatasi stress yang dialaminya, sehingga peneliti ingin
mengetahui bagaimana gambaran spiritual mahasiswa yang menjalani program
profesi Ners di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Deli Husada Delitua.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian pada penelitan ini adalah bagaimana gambaran
spiritual mahasiswa yang menjalani program profesi Ners di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Deli Husada Delitua?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran spiritual mahasiswa
yang menjalani program profesi Ners di STIKES Deli Husada Delitua.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik spiritualitas dalam hubungannya dengan
diri sendiri
2. Mengetahui karakteristik spiritualitas dalam hubungannya dengan
alam
4. Mengetahui karakteristik spiritualitas dalam hubungannya dengan
Tuhan
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Pendidikan Keperawatan
Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk pentingnya memberikan
penekanan tentang spiritualitas pada mahasiswa program profesi Ners dalam
praktek profesinya sehingga mahasiswa profesi Ners dapat memberikan
kenyamanan secara psikologis pada dirinya dan memberikan asuhan
keperawatan tentang spiritualitas pada kliennya.
1.5.2 Bagi Pelayanan Keperawatan
Penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada mahasiswa
keperawatan bahwa perawat perlu memberikan asuhan keperawatan tentang
spiritual. Seorang perawat melihat seseorang secara biologi, psikologis,
sosiologis, spiritual.
1.5.3 Bagi Penelitian Keperawatan
Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian tentang
spiritual selanjutnya yang sejenis. Sehingga penelitian yang berhubungan