• Tidak ada hasil yang ditemukan

Integrasi Fuzzy Analytical Network Process Dan Goal Programming Dalam Penilaian Supplier Dan Alokasi Order

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Integrasi Fuzzy Analytical Network Process Dan Goal Programming Dalam Penilaian Supplier Dan Alokasi Order"

Copied!
237
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Erginel ,Nihal dan Sevil Senturk. Ranking of the GSM Operators wit FUZZY ANP. 2011. London-UK

.F. Hillier dan Lieberman, G. Pengantar Riset Operasi. Jilid 1 Edisi Kelima. 1994. Jakarta : Erlangga

Ginting, Rosnani. Perancangan Produk. 2010. Yogyakarta: Graha Ilmu

Indrajit, Richardus Eko. Strategi Manajemen Pembelian dan Supply Chain Pendekatan Manajemen Pembelian Terkini untuk Menghadapi Persaingan Global. 2005. Jakarta: PT. Grasindo

Kusumadewi ,Sri. Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (FUZZY MADM). 2006. Yogyakarta: Graha Ilmu

Malihe, D. Employing Fuzzy ANP for Green Supplier Selection and Order Allocations: A Case Study. 2013. International Journal of Economy, Management, and Social Sciences.

Mazoud R. Integrated Fuzzy ANP, Fuzzy VIKOR, and Goal Programming for Sourcing in A Supply Chain: A Case Study from Cable Industry. 2013. Pujawan, I Nyoman. Supply Chain Management. 2010. Surabaya:Institut

Teknologi Sepuluh November.

Saaty, T. L. Theory and Applications of the Analytic Network Process. 2005. Pittsburgh, PA: RWS Publications

Shpend. Key Performance Criteria for Vendor Selection-A Literature Review. 2013

Sinulingga, Sukaria. Metode Penelitian. 2011. USU Press: Medan. Siswanto. Operation Research, Jilid I. 2007. Jakarta: Erlangga.

(2)

V-1

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Pembelian 3

Secara umum, tujuan dari pembelian bahan baku adalah untuk mendapatkan bahan baku yang tepat pada kuantitas yang tepat di waktu dan tempat yang tepat dari pemasok yang tepat dengan pelayanan yang baik dan pada harga yang optimal. Secara spesifik, terdapat sembilan tujuan yang ingin dicapai, yaitu:

Pembelian bisa dilakukan melalui proses tender atau pembelian rutin. Proses pembelian rutin biasanya berlaku untuk item-item yang suppliernya sudah jelas karena ada kesepakatan jangka panjang antara supplier dan perusahaan. Sedangkan proses tender dilakukan untuk item-item yang suppliernya masih harus dipilih.

Pembelian rutin dilakukan untuk item-item yang kebutuhannya berulang. Biasanya item-item yang seperti ini relatif standar sehingga proses pembelian tidak lagi melibatkan perancangan spesifikasi. Baik perusahaan maupun supplier sama-sama memiliki data yang lengkaptentang item-item tersebut ( meliputi nama, nomor kode, spesifikasi, delivery lead time, harga per unit, dan sebagainya.

3.1.1 Tujuan Pembelian Bahan Baku

3

(3)

a. Menyediakan pasokan bahan baku yang dibutuhkan secara stabil.

Kekurangan bahan baku dalam proses produksi dapat menyebabkan kerugian yang besar pada perusahaan. Proses produksi akan terganggu, bahkan terhenti dan dapat mengakibatkan perusahaan tidak dapat mencapai kuantitas produksi yang seharusnya dicapai, meningkatkan biaya proses produksi, kehilangan penjualan, dan kehilangan kepercayaan konsumen.

b. Menjaga investasi pada inventory pada level optimum.

Perlu dilakukan penyesuaian untuk level inventory yang ditetapkan perusahaan, karena inventory yang terlalu banyak akan merugikan perusahaan karena adanya biaya penyimpanan bahan baku, namun inventory yang terlalu sedikit dapat memberikan resiko kekurangan bahan baku untuk proses produksi.

c. Menjaga dan meningkatkan kualitas.

Untuk mendapatkan output produksi sesuai keinginan, maka level kualitas input produksi harus ditetapkan. Kebutuhan untuk menjaga dan meningatkan kebutuhan kualitas input mendapat perhatian karena dapat menjaga perusaan untuk tetap kompetitif.

d. Mencari dan mengembangkan supplier yang potensial.

(4)

e. Standardisasi pada bahan baku yang dibeli

Jika suatu jenis bahan baku dapat digunakan untuk membuat beberapa produk yang berbeda, maka efisiensi dapat diperoleh melalui pengurangan biaya pembelian bahan baku karena adanya diskon dari supplier untuk pembelian dalam jumlah besar.

f. Membeli bahan baku yang dibutuhkan pada harga yang seminimal mungkin. Kegiatan pembelian bahan baku memakan biaya yang sangat besar pada perusahaan. Pembelian bahan baku harus dilakukan pada harga yang minim, namun dengan tetap memperhatikan kualitas, servis, dan pengantaran, serta kriteria performa supplier lainnya.

g. Membuat perusahaan lebih kompetitif

Sebuah perusahaan akan kompetitif jika dapat mengontrol biaya dan waktu yang berkaitan dengan aktivitas-aktivitas pada supply chain, serta tidak melakukan aktivitas yang tidak memiliki value added. Melalui pembelian bahan baku yang stabil dan baik, maka aktivitas-aktivitas pada perusahaan juga akan terjaga pelaksanaannya.

h. Menjalin hubungan yang harmonis dan produktif dengan departemen lain di perusahaan.

(5)

i. Mengurangi biaya administrasi pada kegiatan pembelian bahan baku

Pengurangan biaya administrasi pada pembelian bahan baku dapat dilakukan dengan melakukan efisiensi pada segala kegiatan yang bekaitan dengannya, seperti kegiatan negosiasi, peninjauan supplier, dan pembuatan dokumen-dokumen yang dibutuhkan.

3.1.2. Pemilihan Pemasok4

Rank

Menurut studi yang dilakukan oleh Dickson (1966) di Amerika Utara selama pada tahun 1960-an, terdapat 23 kriteria penting dalam pemilihan supplier. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan memberikan urutan peringkat sesuai dengan kriteria. Oleh karena itu, Dickson mensurvey 273 manajer pembelian di perusahaan yang berbeda untuk menyatakan tingkat kepentingan kriteria ke dalam empat kelompok.

Tabel 3.1. Dickson’s Supplier Selection Criteria

Kriteria Main Rating Evaluation

1 Kualitas 3,508 Extreme importance

2 Pengiriman 3,147

3 Riwayat Kinerja (Performance

History) 2,998

4 Kebijakan Klaim dan Jaminan 2,849 5 Fasilitas dan Kapasitas

Produksi 2,775

9 Pemenuhan Prosedural 2,488

10 Sistem Komunikasi 2,426

4

(6)

11 Reputasi dan Posisi di Industri 2,412

Tabel 3.1. Dickson’s Supplier Selection Criteria (Lanjutan)

Rank Kriteria Main Rating Evaluation

12 Keinginan Bisnis 2,256

13 Organisasi dan Manajemen 2,216 14 Pengendalian Operasi 2,211

15 Kemampuan Memperbaiki 2,187 Average Importance

16 Etika 2,120

17 Kesan (Impression) 2,054 18 Kemampuan Pengemasan 2,009 19 Rekam Hubungan Kerja

(Labor relations record) 2,003

20 Lokasi Geografis 1,872

21 Jumlah bisnis masa lalu 1,597 22 Alat bantu Pelatihan (training

aids) 1,537

23 Kesepakatan kedua pihak

(reciprocal arrangements) 0,610 Slight Importance Sumber: Shpend (2013)

Seperti ditunjukkan pada Tabel 3.1. di atas dalam studi Dickson ada 23 KPI dalam lingkungan pembelian dan situasi yang berbeda.

Oleh karena itu, faktor-faktor yang ditemukan sangat penting dalam penelitian ini adalah kualitas, pengiriman, dan riwayat kinerja serta kebijakan klaim dan jaminan, sedangkan yang penting paling sedikit adalah kesepakatan kedua pihak. Dapat disimpulkan bahwa studi ini adalah studi pertama yang terkonsentrasi untuk mengidentifikasi kriteria utama yang mempengaruhi proses seleksi supplier.

Beberapa faktor berikut ini perlu dijadikan bahan pertimbangan di dalam

(7)

untuk analisis, faktor-faktor berikut dapat digunakan pula sebagai bahan

perhitungan dan pembanding antara beberapa calon pemasok.5 1. Waktu Penyerahan Barang

Makin lama waktu penyerahan barang, semakin besar pula diperlukan

persediaan pengaman, sehingga secara keseluruhan diperlukan penambahan

persediaan barang. Ini berarti penambahan biaya persediaan.

2. Keandalan Ketepatan Waktu

Keandalan ketepatan waktu berbeda dengan waktu penyerahan barang.

Keandalan ini diukur dari standar deviasi dari waktu penyerahan barang

rata-rata yang dijanjikan. Makin besar standar deviasi, yang berarti makin kecil

keandalan ketepatan waktu, maka diperlukan persediaan pengaman yang

makin besar, yang pada gilirannya akan menambah biaya persediaan barang.

3. Fleksibilitas Penyerahan

Fleksibilitas diperlukan untuk mengantisipasi perubahan permintaan barang

yang bisa terjadi sewaktu-waktu karena ada perubahan permintaan dari pihak

pelanggan, yang sering kali terjadi.

4. Frekuensi Penyerahan

Frekuensi penyerahan yang lebih sering dikenal dengan jumlah pengiriman

yang sedikit lebih baik daripada frekuensi penyerahan yang lebih jarang

dengan jumlah pengiriman yang lebih banyak, karena ini memungkinkan

jumlah persediaan. Dalam sistem pembelian tepat waktu atau just in time

purchasing. Cara ini dapat menekan persediaan barang sampai mendekati nol.

5

(8)

5. Jumlah Pengiriman Minimum

Hal ini berhubungan dengan frekuensi penyerahan di atas, karena diperlukan

jumlah pengiriman minimum yang paling kecil untuk mendapatkan manfaat

yang sebesar-besarnya dari kebijakan pembelian tepat waktu.

6. Mutu Pemasokan

Mutu pemasokan barang adalah faktor yang sama pentingnya dengan harga

barang. Kalau dahulu tingkat penolakan sedikit masih dapat diterima,

kecenderungan akhir-akhir ini adalah bahwa penolakan yang dapat diterima

adalah sebesar nol.

7. Biaya Angkutan

Biaya angkutan merupakan komponen biaya keseluruhan yang cukup besar

sehingga perlu diperhitungkan dengan cermat. Frekuensi pengiriman secara

lebih sering dengan jumlah pengiriman sedikit-sedikit bukan alasan untuk

membenarkan kenaikan biaya angkutan ini.

8. Persyaratan Pembayaran

Persyaratan yang diperlukan adalah yang cukup fleksibel, yang tidak hanya

mempertimbangkan kepentingan pemasok, tetapi juga mempertimbangkan

kepentingan pembeli. Di sini termasuk toleransi sedikit keterlambatan dalam

pembayaran, pemberian kredit dalam waktu tertentu, dan potongan harga.

9. Kemampuan Koordinasi Informasi

Dalam rangka rantai pasokan, arus informasi ke hilir dan ke hulu merupakan

(9)

antara semua mata rantai, sehingga merupakan syarat yang sangat penting

yang harus dimiliki pemasok.

10.Kapasitas Koordinasi Desain

Dalam pemikiran rantai pasokan, desain tidak hanya ditentukan oleh pembuat

produk jadi, tetapi dikomunikasikan dari mata rantai yang paling hilir, yaitu

pelanggan, sampai ke mata rantai yang paling hulu, yaitu pemasok, sehingga

diperlukan kemampuan pemasok untuk menyerap aspirasi pelanggan yang

merupakan aspirasi produk dalam pula.

11.Pajak dan Nilai Tukar

Kestabilan nilai tukar uang, pajak, dan bea masuk, atau bea ekspor, dan

pungutan lain merupakan hal yang penting dipertimbangkan apabila

menyangkut pembelian barang dari negara lain.

12.Kelangsungan Hidup

Jaminan kelangsungan hidup serta perkembangan perusahaan pemasok

merupakan salah satu faktor yang perlu diperhitungkan.

3.2. Teori Fuzzy6

Pada akhir abad ke-19 hingga akhir abad ke-20, teori probabilitas memegang peranan penting untuk penyelesaian masalah ketidakpastian. Teori ini terus berkembang, hingga akhirnya pada tahun 1965, Lotfi A. Zadeh memperkenalkan teori himpunan fuzzy, yang secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa tidakhanya teori probabilitas saja yang dapat digunakan

6

(10)

untik merepresentasikan masalah ketidakpastian. Namun demikian, teori himpunan fuzzy bukanlah merupakan pengganti dari teori probabilitas. Pada teori himpunan fuzzy, komponen utama yang sangat berpengaruh adalah fungsi keanggotaan. Fungsi keanggotaan merepresentasikan derajat kedekatan suatu obyek terhadap atribut tertentu, sedangkan pada teori probabilitas lebih pada penggunaan frekuensi relatif.

Teori himpunan fuzzy merupakan kerangka matematis yang digunakan untuk merepresentasikan ketidakpastian, ketidakjelasan, ketidaktepatan, kekurangan informasi, dan kebenaran parsial. Kurangnya informasi, dalam menyelesaikan permasalahan sering kali dijumpai di berbagai bidang kehidupan.

Max Black mendefinisakan suatu proposisi tentang ketidakjelasan sebagai suatu proposisi dimana status kemungkinan dari proposisi tersebut tidak didefinisikan dengan jelas. Sebagai contoh, untuk menyatakan seseorang termasuk dalam kategori muda, pernyataan “muda” dapat memberikan interpretasi yang berbeda dari oleh tiap individu, dan tidak dapat diberikan umur tertentu untuk mengatakan seseorang masih muda atau tidak.

3.2.1. Fungsi Keanggotaan7

7

Sri Kusumadewi, Idem, hlm. 9.

(11)

3.2.1.1.Representasi Kurva Segitiga8

1 Derajat keanggotaan

µ(x)

0 a domainb c

Kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara 2 garis (linear) seperti terlihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Kurva Segitiga

Fungsi keanggotaan:

[

] =

0;

� − �

� ≤ �

����

� ≥ �

� − �

;

≤ � ≤ �

� − �

� − �

;

� ≤ � ≤ �

Contoh:

Fungsi keanggotaan untuk himpunan NORMAL pada variabel temperatur ruangan seperti terlihat pada Gambar 3.2.

������

[23] =

23

15

25

15

= 0,8

8

(12)

1

0 15 25 35

Temperatur (oC) NORMAL

23 0,8

µ(x)

Gambar 3.2. Himpunan Fuzzy NORMAL (Kurva Segitiga)

3.3. Analytic Network Process (ANP)

Analytic Network Process (ANP) adalah Analytic Network Process adalah metode penilaian multi kriteria untuk strukturiasasi keputusan dan analisis yang memiliki kemampuan untuk mengukur konsistensi dari peniaian dan fleksibilitas pada pilihan dalam level subkriteria.9

Masalah dalam pengambilan keputusan tidak dapat distruktur secara hierarki karena masalah melibatkan interaksi dan keterkaitan antara elemen pada tahapan yang lebih tinggi terhadap elemen pada tahapan yang lebih rendah. Kepentingan dari kriteria menentukan kepetingan dari alternatif pada hierarki, dan kepetingan dari alternatif menentukan kepentingan dari kriteria. Saaty (1999) mendefinisikan ANP sebagai metode pengukuran relatif yang digunakan untuk menurunkan rasio prioritas komposit dari skala rasio individu yang mencerminkan

9

(13)

pengukuran relatif dari pengaruh elemen-elemen yang saling berinteraksi berkenaan dengan kriteria kontrol.10

Perbedaan antara hierarki dan jaringan (network) digambarkan pada Gambar 3.3. dimana hirearki memiliki tujuan (goal) atau titik sumber (source node) serta kriteria dan sub kriteria atau titik tumpahan (sink node). Bentuknya berupa struktur linear dari atas ke bawah tanpa adanya timbal balik (feedback) dari level terendah ke level diatasnya. Selain itu, loop hanya terjadi pada pada level terendah. Jaringan (network) menyebar dalam segala arah dan memungkinkan terjadinya pengaruh (influence) dari suatu kluster terhadap custer lainnya maupun kluster itu sendiri dan timbal balik (feedback) yang membentuk siklus (Saaty, 2004).

ANP menggunakan jaringan tanpa harus menetapkan level seperti pada hierarki yang digunakan dalam Analytic Hierarchy Process (AHP), yang merupakan titik awal ANP. Konsep utama dalam ANP adalah influence (pengaruh), sementara konsep utama dalam AHP adalah preference (pilihan). AHP dengan asumsi-asumsi dependensinya tentang kluster dan elemen merupakan kasus khusus ANP.

ANP merupakan pendekatan baru dalam proses pengambilan keputusan yang memberikan kerangka kerja umum dalam memperlakukan keputusan-keputusan tanpa membuat asumsi-asumsi tentang independensi elemen-elemen pada level yang lebih tinggi dari elemen-elemen pada level yang lebih rendah dan tentang independensi elemen-elemen dalam suatu level.

10

(14)

ANP merupakan gabungan dari dua bagian. Bagian pertama terdiri dari hierarki kontrol atau jaringan dari kriteria dan subkriteria yang mengontrol interaksi. Pada kontrol ini tidak membutuhkan struktur hierarki seperti pada metode AHP. Bagian kedua adalah jaringan pengaruh-pengaruh diantara elemen dan kluster.

Sumber : Saaty, 2006

Gambar 3.3. Perbedaan Hierarki dan Jaringan (Network)

Boyokyazici dan Sucu (2003) menjelaskan bahwa model network tidak dapat digambarkan dengan struktur hirearki dan bukan merupakan bentuk linear dari level atas ke bawah. Istilah level dalam AHP digantikan dengan istilah kluster dalam ANP. Model ANP memiliki lingkaran hubungan antara elemen satu dengan yang lain serta dalam kluster itu sendiri yang disebut dengan system with feedback.

(15)

Penilaian matriks berpasangan dalam metode AHP/ANP diaplikasikan terhadap elemen yang sejenis. Penilaian matriks berpasangan diisi berdasarkan penilaian ahli. Skala dasar yang digunakan untuk menentukan intesitas dari penilaian dapat dilihat pada Tabel 3.2. Skala ini didasarkan pada teori stimulus respon dan divalidasi atas keefektifannya, tidak hanya pada banyak aplikasi oleh banyak orang, tetapi juga melalui pembenaran teoritikal mengenai skala yang harus digunakan dalam perbandingan homogen antar elemen. Pada aplikasi fuzzy ANP, skala yang digunakan adalah sebagai berikut.

Tabel 3.2. Skala Linguistik Fuzzy

Skala Linguistik Skala Fuzzy Segitiga

Just Equal (JE) (1,1,1)

Weakly More Important (WMI) (1,3,5) Strongly More Important (SMI) (3,5,7) Very Strongly More Important

(VSMI) (5,7,9)

Absolutely More Important (AMI) (7,9,9)

Sumber : Nihal Erginel and Sevil Senturk. 2011. Ranking of the GSM Operators with Fuzzy ANP.

(16)

Tabel 3.3. Perbandingan Metode Pemilihan Alternatif

No Metode Kelebihan Kekurangan

1. Analytic • Struktur hirarki dapat

diatur dengan mudah

• Memakan waktu dalam pengolahan

3. ELECTRE (Roy)

• Dapat membahas banyak kriteria

• Membahas tentang ketidakpastian dan ketidakjelasan

• Hasil dan proses sulit untuk dijelaskan kepada

• Dapat membahas banyak kriteria dan alternatif • Perhitungan yang mudah

dan tidak memerlukan

• Hasil yang diperoleh mungkin tidak logis • Dapat digunakan untuk

jumlah kriteria dan • Sulit untuk melakukan

pembobotan dan menjaga konsistensi dari penilaian Sumber : Mark Velasquez. 2013. An Analysis of Multi-Criteria Decision Making Methods.h.63

(17)

Tabel 3.4. Skala Fundamental ANP dan AHP Intensitas

Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Equal Importance Dua elemen menyumbangnya sama besar pada sifat itu

2 Weak

3 Moderate Importance

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas lainnya

4 Moderate Plus

5 Strong Importance

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen lainnya

6 Strong Plus

7 Very Strong or

Demonstrated Importance

Satu elemen dengan kuat disokong, dan dominannya telah terlihat dalam praktek

8 Very, Very Strong

9 Extreme Importance

Bukti yang menyokong elemen yang satu yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

Kebalikan

Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai kebalikannya bila dibandingkan dengan i 2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua

pertimbangan berdekatan

(18)

Saaty merekomendasikan sebuah skala 1-9 untuk membandingkan antara dua komponen. Skala 1 menunjukkan tingkat kepentingan yang sama antara dua komponen dan skala maksimal 9 untuk menunjukkan dominasi antara komponen pada baris dan komponen pada kolom. Masing-masing skala rasio menunjukkan perbandingan kepentingan antara elemen di dalam sebuah komponen dengan elemen di luar komponen (outer dependence) atau di dalam elemen terhadap elemen itu sendiri yang berada di komponen dalam (inner dependence). Tidak setiap elemen memberikan pengaruh terhadap elemen dari komponen lain. Elemen yang tidak memberikan pengaruh pada elemen lain akan memberikan nilai nol.

Matriks hasil perbandingan direpresentasikan kedalam bentuk vertikal dan horisontal dan berbentuk matriks yang bersifat stokastik yang disebut sebagai supermatriks. Supermatriks diharapkan dapat menangkap pengaruh dari elemen-elemen pada elemen-elemen-elemen-elemen lain dalam jaringan. Matriks merupakan suatu kumpulan angka-angka (sering disebut elemen-elemen) yang disusun menurut baris dan kolom sehingga berbentuk empat persegi panjang, dimana panjang dan lebarnya ditunjukkan oleh banyaknya kolom-kolom dan baris-baris. Supermatriks adalah dua dimensional matriks dari elemen terhadap elemen (matriks dari matriks-matriks). Supermatriks dibangun dengan menempatkan kluster dan semua elemen masing-masing kluster dalam urutan secara vertikal di sebelah kiri dan secara horizontal di sebelah atas. Vektor prioritas dari perbandingan berpasangan nampak dalam suatu kolom yang sesuai dari suatu supermatriks.

(19)

1. Tahap supermatriks tanpa bobot(unweighted supermatrix)

Merupakan supermatriks yang didirikan dari bobot yang diperoleh dari matriks perbandingan berpasangan.

2. Tahap supermatriks terbobot (weighted supermatrix)

Merupakan supermatriks yang diperoleh dengan mengalikan semua elemen di dalam komponen dari unweighted supermatrix dengan bobot kluster yang sesuai sehingga setiap kolom pada weighted supermatrix memiliki jumlah 1. Jika kolom pada unweighted supermatrix sudah memiliki jumlah 1, maka tidak perlu membobot komponen tersebut pada weighted supermatrix.

3. Tahap supermatriks batas (limit supermatrix)

Merupakan supermatriks yang diperoleh dengan menaikkan bobot dari weighted supermatrix. Menaikkan bobot tersebut dengan cara mengalikan supermatriks itu dengan dirinya sendiri sampai beberapa kali. Ketika bobot pada setiap kolom memiliki nilai yang sama, maka limit matrix telah stabil dan proses perkalian matriks dihentikan.

(20)

prioritas. Bobot raw merupakan hasil bobot alternatif seperti terdapat pada bobot limiting prioritas atau limit matrix. Bobot ideals merupakan bobot yang diperoleh dari pembagian antara bobot normals pada setiap alternatif dengan bobot normals terbesar diantara alternatif-alternatif tersebut.

Setelah semua tujuan strategis teridentifikasi, dilakukan penyebaran kuesioner perbandingan berpasangan (pairwise comparison) pada expert judgements dalam strukur organisasi perusahaan yang berkaitan dengan perspektif untuk mengetahui preferensi mereka terhadap rancangan tujuan strategis yang telah terbentuk. Adapun kuesioner yang diberikan dalam bentuk kuesioner perbandingan berpasangan. Skala yang digunakan adalah skala terbatas yang dimulai dari sama pentingnya (equally prefered) hingga mutlak pentingnya (extremelly prefered). Pemilihan skala 1 hingga 9 didasarkan pada penelitian psikologi yaitu berdasarkan kemampuan otak manusia menyuarakan urutan preferensinya (Harker & Vargas, 1987). Penilaian yang diberikan diharapkan berdasarkan dari penilaian pakar. Skala untuk penilaian dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Dasar Perbandingan Kriteria Intensitas

Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama penting Dua elemen menyumbangnya sama besar

pada sifat itu

3 Elemen yang satu sedikit lebih

penting ketimbang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas lainnya

5

Elemen yang satu essensial atau sangat penting ketimbang elemen lainnya

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting

dari elemen lain

(21)

Tabel 3.5. Dasar Perbandingan Kriteria (Lanjutan) Intensitas

Kepentingan Definisi Penjelasan

9 Satu elemen mutlak lebih penting

ketimbang elemen lainnya

Bukti yang menyokong elemen yang satu yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua

pertimbangan berdekatan

Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan

Kebalikan

Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai kebalikannya bila dibandingkan dengan i

Sumber Saaty (2005)

3.3.1. Langkah-langkah ANP11

1. Konstruksi model ANP

Analytic Network Process atau ANP adalah teori umum pengukuran relatif yang digunakan untuk menurunkan rasio prioritas komposit dari skala rasio individu yang mencerminkan pengukuran relatif dari pengaruh elemen-elemen yang saling berinteraksi berkenaan dengan kriteria kontrol . Langkah-langkah metode ANP menurut Saaty adalah :

Model ANP dibuat berdasarkan pada keterkatian dan feedback di antara elemen kriteria dan alternatif.

2. Menentukan nilai matriks perbandingan berpasangan

Matriks perbandingan berpasangan dinilai terhadap setiap elemen pada setiap kelompok dan sebaliknya. Penilaian matriks berpasangan berdasarkan skala pengukuran AHP/ANP yang dikembangkan oleh Saaty.

3. Menentukan bobot dan rasio konsistensi untuk setiap elemen model

11

(22)

Nilai matriks perbandingan berpasangan pada langkah ke 2 ditentukan nilai bobot dan rasio konsistensi untuk setiap elemen. Nilai bobot digunakan untuk menghitung rasio konsistensi.

Rumus indeks konsistensi dari matriks adalah sebagai berikut :

1 −

− =

n n CI λmaks

Dimana, λmaks = eigen maksimum n = ukuran matriks

Nilai konsistensi rasio diperoleh berdasarkan pembagian nilai CI terhadap nilai random consistency index dapat dilihat pada Tabel 3.6. Nilai CR disarankan tidak lebih kecil atau sama dengan 0,10.

Tabel 3.6. Random Consistency Index

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0 0,52 0,89 1,11 1,25 1,35 1,4 1,45 1,49 4. Pembentukan dan penyelesaian supermatrix

(23)

3.4. Chang’s Extent Analysis12

Prinsip dari perbandingan angka-angka fuzzy diperkenalkan untuk menurunkan bobot vektor dari semua elemen untuk tiap level dari hirarki dengan menggunakan nilai sintetik fuzzy.

Langkah-langkah dari model Chang’s extent analysis adalah sebagai berikut:

Langkah 1: Nilai dari tambahan sintetik fuzzy terhadap objek ke I didefinisikan sebagai: dari nilai analisis tambahan m untuk sebuah matriks sehingga:

�� �

Kemudian hitung invers dari vektor persamaan di atas sehingga

�� �� �

(24)

Langkah 2: Derajat kemungkinan dari M2≥ M1 didefiinisikan sebagai

� (�2 ≥ �1) =

���

� ≥ � [min(��1(�),��2(�)) ].

dimana sup merupakan singkatan dari supremum (batas terbawah dari suatu himpunan) dan ketika sebuah pasangan (x,y) eksis dimana y≥x dan

��1(�) = ��2(�), maka didapatkan � (�2≥ �1) = 1.

Oleh karena M1 = (l1, m1, u1) dan M2 = (l2, m2, u2) adalah angka fuzzy konveks maka berlaku aturan:

� (�2 ≥ �1) =ℎ�� ( �1∩ �2) =��2(�)

(dimana istilah hgt adalah ketinggian dari angka fuzzy pada perpotongan dari M1 dan M2)

��2(�) =

⎩ ⎨

⎧ 1,���2 ≥ �1

0,���1 ≥ �2

�1− �2

(�1 − �2)−(�1− �1)��ℎ������

dimana d adalah abscissa titik seberang dari M1 dan M2. Untuk membandingkan M1 dan M2, kita memerlukan kedua nilai dari � (�1 ≥ �2) dan

� (�2 ≥ �1).

Langkah 3: Derajat kemungkinan dari sebuah angka fuzzy konveks agar lebih besar dari k angka fuzzy konveks Mi (i = 1, 2, . . ., k) dapat ditulis sebagai

� (� ≥ �1,�2, … ,��)

=�[( (� ≥ �1) ���� ≥ �2��� (� ≥ ��)]

= min�(� ≥ �),�= 1, 2, 3, … ,�

asumsikan bahwa

�′(

(25)

untuk k = 1, 2, … ,n; k ≠ i. kemudian bobot vektor diperoleh sebagai berikut:

�′ = ��(

1),�′(�2), … ,�′(��)�

dimana Ai = (I = 1, 2, …, n) adalah n elemen.

Langkah 4: Setelah normalisasi, bobot vektor ternomalisasi adalah,

�= ��(�1),�(�2), … ,�(�)��

dimana W bukan merupakan angka fuzzy.

3.5. Goal Programming

Model Goal Programming merupakan perluasan dari model pemrograman

linear, sehingga seluruh asumsi, notasi, formulasi model matematis, prosedur

perumusan model dan penyelesaiannya tidak berbeda.13

Beberapa asumsi dasar yang diperhatikan dalam goal programming

adalah:

Perbedaan hanya terletak

pada kehadiran sepasang variable deviasional yang akan muncul di fungsi tujuan

dan di fungsi-fungsi kendala. Oleh karena itu, konsep dasar pemrograman linear

akan selalu melandasi pembahasan model goal programming.

14

a. Proportionality, di dalam membuat suatu model progam linier perlu diketahui bahwa suatu sistem Linier Programming diketahui yaitu input, output dan aktivitas. Sebelum aktivitas dimulai, diperlukan beberapa input. Input yang

13

Siswanto, 2007, Operation Research, Jilid I, Jakarta: Erlangga.

14

(26)

digunakan bertambah secara proporsionil (sebanding) dengan pertambahan aktivitas.

b. Accountability For Resources, hal ini berkaitan dengan sumber-sumber yang tersedia harus dihitung sehingga dapat dipastikan berapa bagian yang terpakai dan berapa bagian yang tdak terpakai.

c. Linearity of objectives, dimana fungsi tujuan dan faktor-faktor pembatasnya harus dapat dinyatakan sebagai fungsi linier programming.

d. Deterministik, pada asumsi ini menghendaki agar semua parameter tetap dan diketahui atau ditentukan secara pasti.

Ada beberapa istilah yang digunakan dalam Goal Programming, yaitu : a. Variabel keputusan

Variabel keputusan (decision variable) adalah seperangkat variabel yang tidak

diketahui yang berada di bawah kontrol pengambilan keputusan, yang

berpengaruh terhadap solusi permasalahan dan keputusan yang akan diambil.

Biasanya dilambangkan dengan Xj (j = 1, 2, 3,…, n).

b. Kendala-kendala Sasaran

Di dalam model Goal Programming, Charnes dan Cooper menghadirkan

sepasang variabel yang dinamakan variabel deviasional dan berfungsi untuk

menampung penyimpangan atau deviasi yang akan terjadi pada nilai ruas kiri

suatu persamaan kendala terhadap nilai ruas kanannya. Agar deviasi itu

minimum, artinya nilai ruas kiri suatu persamaan kendala sebisa mungkin

mendekati nilai ruas kanannya maka variabel deviasional itu harus

(27)

Pemanipulasian model pemrograman linear yang dilakukan oleh Charnes

dan Cooper telah mengubah makna kendala fungsional. Bila pada model

pemrograman linear, kendala-kendala fungsional menjadi pembatas baik

usaha pemaksimuman atau peminimuman fungsi tujuan, maka pada model

Goal Programming kendala-kendala itu merupakan sarana untuk mewujudkan

sasaran yang hendak dicapai. Sasaran-sasaran, dalam hal ini, dinyatakan

sebagai nilai konstan pada ruas kanan kendala. Sebagai contoh, sasaran laba,

anggaran yang tersedia, resiko investasi, dan lain-lain. Mewujudkan suatu

sasaran, dengan demikian, berarti mengusahakan agar nilai ruas kiri suatu

persamaan kendala sama dengan nilai ruas kanannya. Itulah sebabnya,

kendala-kendala di dalam model Goal Programming selalu berupa persamaan

dan dinamakan kendala sasaran. Di samping itu, keberadaan sebuah kendala

sasaran selalu ditandai oleh kehadiran variabel deviasional sehingga setiap

kendala sasaran pasti memiliki variabel deviasional.

c. Variabel Deviasional

Variabel deviasional, sesuai dengan fungsinya, yaitu menampung deviasi hasil

terhadap sasaran-sasaran yang dikehendaki, dibedakan menjadi dua yaitu:

(28)

� ���.��� =�� − ��� �

�=1

Dimana: i = 1, 2, …., m j = 1, 2, …., n

sehingga DB akan selalu mempunyai koefisien +1 pada setiap kendala sasaran.

ii. Variabel deviasional untuk menampung deviasi yang berada di atas sasaran. Dengan kata lain, variabel deviasional ini berfungsi untuk menampung deviasi positif. Notasi DA digunakan untuk menandai jenis variabel deviasional ini. Karena variabel deviasional DA berfungsi untuk menampung deviasi positif maka,

� ���.��� =��− ���

�=1

Dimana: i = 1, 2, …., m j = 1, 2, …., n

sehingga DA akan selalu mempunyai koefisien -1 pada setiap sasaran.

(29)

mudah untuk dimengerti bahwa nilai penyimpangan minimum di bawah maupun di atas sasaran adalah nol dan tidak mungkin negatif atau,

DBi ≥ 0 untuk i = 1, 2, ….., m DAi ≥ 0 untuk i = 1, 2, ….., m

Secara matematis, bentuk umum kendala sasaran itu adalah:

� ���.��� − ��� + ��� =��

�=1

Dalam hal ini, ada tiga kemungkinan yang akan terjadi: i. DAi = DBi = 0, sehingga menjadi:

� ���.��� =��

�=1

Atau dikatakan bahwa sasaran tercapai. ii. DBi > 0 dan DAi = 0, sehingga menjadi:

� ���.��� =��

�=1

− ���

Atau dikatakan bahwa sasaran tidak tercapai atau hasil di bawah sasaran.

� ���.��� <�� �

�=1

iii. DBi = 0 dan DAi > 0, sehingga menjadi:

� ���.��� <�� �

�=1

+��

(30)

� ���.��� >�� �

�=1

Jadi, jelas sekali bahwa kondisi dimana DBi > 0 dan DAi > 0 pada sebuah kendala sasaran tidak akan mungkin terjadi.

d. Fungsi Tujuan

Ciri khas lain yang menandai model Goal Programming adalah kehadiran variabel deviasional di dalam fungsi tujuan yang harus diminimumkan. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari tujuan kehadiran variabel deviasional di dalam fungsi kendala sasaran.

Sasaran yang telah ditetapkan (bi) akan tercapai bila variabel deviasional DAi dan DBi bernilai nol. Oleh karena itu, DAi dan DBi harus diminimumkan di dalam fungsi tujuan, sehingga fungsi tujuan model Goal Programming adalah:

���������� � ��� + ���

�=1

3.5.1. Bentuk Umum Model Goal Programming

Secara umum model matematis Goal Programming dapat dirumuskan

sebagai berikut: Min ∑�=1 �� + ��

ST

a11X1 + a12X2 + ………..+ a1nXn + DB1 – DA1 = b1

a21X1 + a22X2 + ………..+ a2nXn + DB2 – DA2 = b2

(31)

. . . . . .

am1X1 + am2X2 + ………..+ amnXn + DBm – DAm = bm

dan

Xj, DAi, dan DBi ≥ 0, untuk I = 1, 2, …., m

3.5.2. Penyelesaian Model Goal Programming Menggunakan Software

LINDO

LINDO, singkatan dari Linear Interactive Discrete Optimizer, adalah sebuah program yang dirancang untuk menyelesaikan kasus-kasus pemrograman linear. Sebuah kasus harus diubah dahulu ke dalam sebuah model matematis pemrograman linear yang menggunakan format tertentu agar bisa diolah oleh program LINDO. Jadi, berbeda dengan program-program lain yang menggunakan menu driven system dimana pemakai (user) tinggal memasukkan data sesuai program permintaan secara bertahap.15

1. LINDO: Input

Program ini menghendaki input sebuah program matematika dengan struktur tertentu. Contoh bentuk input di program LINDO adalah :

MIN DA1 + DB1 + DA2 + DB2 + DB3 + DB4

SUBJECT TO

2) –DA1 + DB1 + 5X1 + 6X2 = 60

3) –DA2 + DB2 + X1 + 2X2 = 16

4) DB3 + X1 = 10

5) DB4 + X2 = 6

END

15

(32)

2. LINDO: Output

Setelah data dimasukkan, segera perintahkan program untuk mengolah data tersebut melalui fasilitas perintah ‘solve’. Sesaat kemudian program menampilkan hasil olahannya. Output atau hasil olahan program LINDO pada dasarnya bisa dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu Optimal Solution atau penyelesaian optimal dan Sensitivity Analysis atau analisis sensitivitas.

Hasil olahan LINDO memuat lima macam informasi yaitu : a. Nilai fungsi tujuan di bawah label Objective Function Value.

Informasi ini ditandai dengan notasi ‘1)’ untuk menunjukkan bahwa di dalam struktur input LINDO, fungsi tujuan ditempatkan pada baris ke-1 dan fungsi kendala mulai dari urutan baris ke-2.

b. Nilai optimal variabel keputusan di bawah label value.

Variabel keputusan pada output LINDO ditandai dengan label variable. Misalnya variabel keputusan X1 dan X2, maka bilangan di bawah valueI dan berada pada baris dimana X1 berada menunjukkan nilai optimal variabel keputusan.

c. Sensitivitas Cj jika Xj = 0 di bawah kolom reduced cost.

Memberikan informasi mengenai sampai sejauh mana nilai Cj harus diturunkan agar nilai variabel keputusan menjadi positif. Ini berarti bahwa reduced cost akan selalu nol bila nilai variabel keputusan positif dan sebaliknya.

(33)

Informasi ini menunjukkan nilai slack dan surplus masing-masing kendala ketika nilai fungsi tujuan mencapai nilai ekstrem.

e. Dual Price

Informasi ini menunjukkan tentang perubahan yang akan terjadi pada nilai fungsi tujuan bila nilai ruas kanan kendala berubah satu unit.

Hasil olahan LINDO juga memberikan informasi mengenai jumlah iterasi yang diperlukan untuk menemukan penyelesaian optimal. Misalnya, output untuk contoh di atas adalah :

OUTPUT:

LP OPTIMUM FOUND AT STEP 5

OBJECTIVE FUNCTION VALUE

1) 5.000000

VARIABLE VALUE REDUCED COST

DA1 0.000000 0.750000

DB1 0.000000 1.250000

DA2 0.000000 1.250000

DB2 0.000000 0.750000

DB3 4.000000 0.000000

DB4 1.000000 0.000000

X1 6.000000 0.000000

X2 5.000000 0.000000

ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES

2) 0.000000 0.250000

3) 0.000000 -0.250000

4) 0.000000 -1.000000

5) 0.000000 -1.000000

(34)

3.6. Metode Sampling16

3.6.1. Probability Sampling

Sampling adalah metode pengumpulan data yang sangat populer karena memanfaatkannya yang demikian besar dalam penghematan sumberdaya waktu dan biaya dalam kegiatan pengumpulan data. Sampling sering dibandingkan dengan sensus yaitu metode pengumpulan data secara menyeluruh yaitu seluruh sumber data ditelusuri dan setiap elemen data yang dibutuhkan diambil. Metode sensus memang menghasilkan data lebih lengkap tetapi tidak sedikit kendala yang dihadapi dengan menggunakan metode ini.

17

Probability sampling adalah metode pengambilan sampel dimana setiap elemen dari populasi diberi kesempatan yang untuk ditarik menjadi anggota dari sampel. Rancangan atau metode propability sampling ini digunakan apabila faktor keterwakilan (representiveness) oleh sampel terhadap populasi sangat dibutuhkan dalam penelitian antara lain agar hasil penelitian dapat digeneralisasi secara lebih luas. Pemilihan atas lima metode penarikan samel yang telah disebutkan di atas tergantung pada banyak faktor, antara lain yang utama ialah luasnya cakupan generalisasi yang diinginkan, ketersediaan waktu, maksud dan tujuan penelitian (tipe masalah yang ingin dicari jawabannya).

Teknik sampling yang berada dalam lingkup probabilistik sampling adalah sebagai berikut:

16

Sukaria Sinulingga, Metode Penelitian. USU Press, Medan, 2011, hlm. 181-182.

17

(35)

1. Simple Random Sampling

Simple random sampling yang sering juga disebut unrestricted probability sampling, setiap elemen dari populasi memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel. Simple random sampling dikatakan tidak terbatas (unrestricted) karena semua elemen dianggap sama dalam arti semuanya mempunyai kesempatan terpilih yang sama walaupun karakteristik masing-masing anggota mungkin tidak sama. Simple random sampling memiliki bias yang relatif kecil dan memberikan kemampuan generalisasi yang tinggi. Penggunaan metode ini terbatas pada kondisi populasi yang memiliki elemen dengan karakteristik atau property yang tidak berfluktuasi besar.

2. Systematic Sampling

Systematic sampling adalah suatu metode pengambilan sampel dengan cara menarik elemen setiap kelipatan ke-n dari populasi mulai dari urutan yang dipilih secara acak di antara nomor 1 hingga n. Metode Systematic sampling pada umumnya digunakan dalam pemeriksaan mutu proses atau produk dalam industri manufaktur yang bersifat continue dan flow process seperti industri penyulingan minyak, industri semen, pupuk dan lain-lain sejenisnya. 3. Stratified Random Sampling

(36)

populasi dibagi sesuai dengan strata yang ada. Strata dalam populasi dibagi sesuai dengan sasaran penelitian.

4. Cluster Sampling

Populasi pada kebanyakan kasus berada dalam keadaan seperti terkotak-kotak menunjukkan karakteristik yang berbeda. Misalnya suatu wilayah dihuni oleh penduduk yang bersifat multi-kultur.

5. Area Sampling

Area sampling sangat mirip bahkan sering digabung dalam cluster sampling. Area sampling memiliki perbedaan dengan cluster sampling yaitu cluster dari populasi adalah perbedaan lokasi geografis dari populasi.

3.6.2. Non-probability Sampling18

1. Convinience Sampling

Non-probability sampling adalah teknik sampling dimana setiap elemen populasi yang akan ditarik menjadi anggota sampel tidak berdasarkan pada probabilitas yang melekat pada setiap elemen tetapi berdasarkan karakteristik khusus masing-masing elemen. Model dari metode sampling yang non-probabilistik ini adalah convinience sampling dan purposive sampling.

Convinience sampling adalah suatu metode sampling dimana para respondennya adalah orang-orang yang secara sukarela menawarkan diri (conviniencely avaiable) dengan alasan masing-masing.

2. Purposive Sampling

18

(37)

Purposive sampling adalah metode sampling non-probability yang menggunakan orang-orang tertentu (specific target-group) sebagai sumber data/informasi. Orang-orang tertentu yang dimaksud disini adalah individu atau kelompok yang karena pengetahuan, pengalaman, jabatan dan lain-lain yang dimilikinya menjadikan individu atau kelompok tersebut perlu dijadikan sumber informasi. Individu atau kelompok khusus ini langsung dicatat namanya sebagai reponden tanpa melalui proses seleksi secara random.

Purposive sampling dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu judgement sampling dan quota sampling. Judgement sampling adalah tipe pertama dari purposive sampling, responden terlebih dahulu dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu misalnya karena kemampuannya atau kelebihannya di antara orang-orang lain dalam memberikan data dan informasi yang bersifat khusus yang dibutuhkan peneliti.

Quota sampling adalah tipe kedua purposive sampling dimana kelompok-kelompok tertentu dijadikan responden (sumber data/informasi) untuk memenuhi kuota yang telah ditetapkan.

3.7. Kuesioner19

Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah untuk

19

(38)

memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan penelitian. Syarat utama pengisian kuesioner adalah pertanyaan yang jelas dan mengarah ke tujuan.

Ada empat komponen inti dari sebuah kuesioner, yaitu:

1. Adanya subjek, yaitu individu atau lembaga yang melaksanakan penelitian. 2. Adanya ajakan, yaitu permohonan dari peneliti untuk turut serta mengisi secara

aktif dan objektif pertayaan maupun pernyataan yang tersedia.

3. Adanya petunjuk pengiisian kuiioner, dimana petunjuk yang tersedia harus mudah dimengerti.

4. Adanya pertanyaan maupun pernyataan beserta tempat pengisian jawaban, baik secara tertutup, semi tertutup, maupun terbuka.

Dalam merancang kuesioner yang baik perlu dipahami prinsip-prinsip yang terkait dengan cara penulisan pertanyaan (wording of quetions), cara pengukuran yaitu mengkatagorikan, membuat skala dan mengkodekan (catagorized, scaled and coded) jawaban dari responden dan kerapian (general appearance) kuesioner tersebut20

20

(39)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Charoen Pokphand Indonesia yang berlokasi di Jl. Pulau Sumbawa No.5 Kawsan Industri Medan, Mabar, Sumatera Utara, yang bergerak dalam bidang pembuatan pakan ternak. Penelitian dilakukan dari bulan September 2015 – Desember 2015.

4.2. Jenis Penelitian

Jenis rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif (descriptive research) yaitu dilakukan untuk mendeskripsikan secara sistematik, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek atau populasi tertentu. Penelitian deskriptif ini juga berbentuk action research yaitu dengan menggunakan metode perbaikan yang mampu diaplikasikan pada perusahaan.21

Objek dalam penelitian ini adalah supplier bahan baku jagung kuning dan dedak padi. Pada penelitian ini akan dinilai kinerja tiap supplier bahan baku Penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner (questionnaire) yang diisi oleh para responden sesuai dengan objek penelitian yang ditetapkan.

4.3. Objek Penelitian

21

(40)

tersebut dan dialokasikan jumlah pesanan bahan baku sesuai dengan bobot setiap supplier.

4.4. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual digunakan sebagai pendekatan dalam memecahkan masalah. Kerangka konseptual merupakan landasan awal dalam melaksanakan penelitian. Kerangka konseptual pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1. di bawah ini.

Total bobot kerja diperoleh dari penilaian supplier dengan menggunakan kriteria harga, pengiriman, riwat kinerja, sistem komunikasi, kebijakan klaim dan jaminan dan kualitas.

Total Bobot

Penilaian Supplier

Jumlah Kebutuhan

Harga Bahan Baku

Tingkat Penolakan Bahan Baku

Minimum dan Maksimum Order

Jumlah Alokasi Pesanan

(41)

Masalah yang diteliti pada penelitian ini yakni adanya perbedaan supplier dengan sistem multi supplier, sehingga diperlukannya metode yang dapat memberikan keputusan pembelian bahan baku yang optimal.

Kriteria penilaian supplier yang digunakan berdasarkan 23 Kriteria Pemilihan Supplier oleh Dickson dimana terdapat enam kriteria penilaian yang terpilih, yaitu Kualitas, Pengiriman, Kebijakan Klaim dan Jaminan, Riwayat Kinerja, Harga, dan Sistem Komunikasi. Berdasarkan hasil penilaian tiap kriteria ini maka akan diperoleh total bobot. Selanjutnya dari total bobot yang diperoleh, maka dialokasikan pesanan bahan baku pada supplier dengan mempertimbangkan variabel lain yakni jumlah kebutuhan bahan baku, tingkat penolakan bahan baku, harga bahan baku, serta minimum dan maksimum order pada supplier.

4.5. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang memiliki nilai yang berbeda-beda atau bervariasi.

Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Independen, yaitu variabel yang mempengaruhi variabel dependen baik secara positif maupun negatif.

a. Bobot masing-masing kriteria, yaitu bobot masing-masing kriteria setelah dilakukan pengolahan dengan fuzzy ANP.

(42)

c. Tingkat penolakan bahan baku yang masuk adalah perbandingan dari jumlah bahan baku yang ditolak saat tiba dengan jumlah pemesanan bahan baku yang dilakukan dan dinyatakan dalam satuan ton.

d. Harga bahan baku merupakan harga untuk pembelian bahan baku jagung kuning dan dedak padi.

e. Minimum dan maksimum order pada masing-masing supplier merupakan batasan pemesanan minimum dan maksimum yang ditetapkan oleh supplier untuk setiap bulannya dan dinyatakan dalam satuan ton.

2. Variabel Dependen, variabel yang nilai atau value-nya dipengaruhi atau ditentukan oleh variabel lain.

a. Alokasi Order, yaitu jumlah order yang dilakukan untuk setiap supplier yang digunakan.

4.6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan pada setiap tahapan pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Tahap Penentuan Kriteria

(43)

digunakan dalam penilaian kinerja supplier, dan dilanjutkan dengan penentuan subkriteria.

2. Tahap Penentuan Subkriteria

Berdasarkan kriteria terpilih selanjutnya ditentukan subkriteria yang relevan dengan instrumen kuisioner semi terbuka pada ketiga responden yang sama. 3. Tahap Penentuan Hubungan Antar Subkriteria

Kriteria dan subkriteria yang terpilih selanjutnya akan ditentukan hubungannya dengan menggunakan kuisioner tertutup. Kuisioner ini juga disebarkan kepada kedua responden tersebut. Berdasarkan hasil kuisioner ini dapat dibangun struktur jaringan (network ) untuk penilaian kinerja supplier. 4. Tahap Perbandingan Berpasangan Antar Kluster, Subkriteria, dan Alternatif

Pada tahap ini digunakan kuisioner perbandingan berpasangan (kuisioner ANP) yang disebarkan kepada responden.

4.7. Prosedur Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pengumpulan data yang dilaksanakan dengan urutan kegiatan sebagai berikut. 1. Pada awal penelitian dilakukan studi pendahuluan untuk mengidentifikasi

masalah yang terdapat pada perusahaan. Setelah identifikasi kemudian masalah penelitian dirumuskan.

(44)

3. Tahap selanjutnya adalah pengumpulan data dengan diskusi dan wawancara. Data yang dikumpulkan ada dua jenis, yaitu:

a. Data primer berupa data yang diperoleh dari hasil kuisioner penentuan kriteria dan subkriteria,data kuisioner hubungan antar subkriteria, data penentuan hubungan antar subkriteria, dan data kuisioner perbandingan berpasangan (ANP).

b. Data sekunder berisikan data gambaran umum perusahaan, bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong yang digunakan serta proses produksi yang dilakukan. Selain itu, data yang terkait dengan proses pengolahan data yakni data kebutuhan bahan baku, data jumlah penolakan bahan baku, data harga bahan baku, data biaya pembelian, dan data minimum dan maksimum order pada tiap supplier.

4. Setelah data dikumpulkan maka dilakukan proses pengolahan data yang digunakan sebagai sumber informasi dalam melakukan analisis terhadap masalah yang diteliti.

a. Pengolahan data dengan metode Fuzzy ANP

b. Pengolahan data dengan metode Goal Programming

4. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap hasil pengolahan data. Analisis dilakukan terhadap:

(45)

b. Analisis hasil alokasi pesanan bahan baku dengan goal programming yang dilakukan dengan melihat pencapaian sasaran yang diinginkan serta dengan membandingkan hasil yang diperoleh dengan kondisi aktual di perusahaan.

5. Kemudian ditarik kesimpulan dan pemberian saran untuk penelitian selanjutnya. Kesimpulan berisi rangkuman hasil penelitian, dan saran diberikan kepada perusahaan untuk dapat mengalokasikan pesanan bahan baku yang optimal serta masukan pada penelitian selanjutnya.

(46)

Identifikasi Masalah

Tidak tepatnya jumlah pemesanan bahan baku untuk masing masing supplier yang

digunakan

- Data Kebutuhan Bahan Baku - Data Tingkat Penolakan Bahan Baku - Data Harga Bahan Baku dan Biaya Pembelian bahan baku

- Data Minimum dan Maksimum Order

Pengolahan Data Pengolahan data ANP

-Pembuatan network penilaian kinerja

-Perhitungan bobot parsial dan rasio konsistensi

-Pembuatan supermatriks dengan program Super Decision

-Perhitungan total bobot dan penentuan peringkat alternatif supplier

Pengolahan data Goal Programming

-Pembuatan formulasi model goal programming

-Pengolahan model goal programming dengan program LINDO

Analisis Pemecahan Masalah

Kesimpulan dan Saran Mulai

Selesai

Studi Literatur

- Teknik Penilaian Kinerja Supplier

- Analytic Network Process (ANP) - Goal Programming

(47)

Pengolahan Data

Data ANP

• Pembuatan network penilaian kinerja

• Perhitungan bobot parsial dan rasio konsistensi

• Pembuatan supermatriks dengan program Super Decision

• Perhitungan total bobot dan penentuan peringkat alternatif supplier

Data Historis

• Data Kebutuhan Bahan Baku

• Data Tingkat Penolakan Bahan Baku

• Data Harga Bahan Baku dan Biaya Pembelian bahan baku

• Data Minimum dan Maksimum Order

Pembuatan formulasi model goal programming

• Penentuan variabel keputusan

• Penentuan fungsi Kendala

• Penentuan fungsi Sasaran

• Pengolahan model goal programming dengan program LINDO

Jumlah Alokasi Order Masing-Masing Supplier

Selesai

(48)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Fuzzy Analytic Network Process (FANP)

Fuzzy Analytic Network Process (FANP) merupakan metode penilaian multi kriteria untuk strukturisasi keputusan dan analisis yang memiliki kemampuan untuk mengukur konsistensi dari penilaian pada level subkriteria. Langkah-langkah pengerjaan Fuzzy Analytic Network Process (FANP) yakni:

5.1.1. Tahap Penentuan Kriteria dan Subkriteria

Tahap pertama pengumpulan data pada penelitian ini adalah penentuan kriteria penilaian kinerja supplier. Pemilihan kriteria dilakukan dengan menyebarkan kuisioner dengan pihak perusahaan serta dengan menggunakan referensi dari studi literatur. Penentuan kriteria dilakukan dengan membandingkan kriteria hasil wawancara dengan “23 Kriteria Pemilihan Supplier” oleh Dickson yang dapat dilihat pada Tabel 5.1. berikut ini.

Tabel 5.1.Kriteria Penilaian Kinerja Supplier

Rank Kriteria Main Rating Evaluation

1 Kualitas 3,508 Extreme importance

2 Pengiriman 3,147

3 Riwayat Kinerja (Performance

History) 2,998

4 Kebijakan Klaim dan Jaminan 2,849 5 Fasilitas dan Kapasitas

Produksi 2,775

(49)

Tabel 5.1.Kriteria Penilaian Kinerja Supplier (Lanjutan)

Rank Criteria Main Rating Evaluation

6 Harga 2,758

7 Kemampuan Teknis 2,545

8 Posisi Keuangan 2,514

9 Pemenuhan Prosedural 2,488 10 Sistem Komunikasi 2,426 11 Reputasi dan Posisi di Industri 2,412

12 Keinginan Bisnis 2,256

13 Organisasi dan Manajemen 2,216 14 Pengendalian Operasi 2,211 15 Kemampuan Memperbaiki 2,187

16 Etika 2,120 Average Importance

17 Kesan (Impression) 2,054 18 Kemampuan Pengemasan 2,009 19 Rekam Hubungan Kerja

(Labor relations record) 2,003

20 Lokasi Geografis 1,872

21 Jumlah bisnis masa lalu 1,597 22 Alat bantu Pelatihan (training

aids) 1,537

23 Kesepakatan kedua pihak

(reciprocal arrangements) 0,610 Slight Importance Sumber: Shpend, (2013), Key Performance Criteria for Vendor Selection-A Literature Review.

Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuisioner semi terbuka yang disebarkan kepada 2 responden yakni purchasing manager dan purcahsing supervisor. Kriteria penilaian yang diajukan berupa 23 kriteria yang terdapat pada Tabel 5.1.

(50)

Tabel 5.2. Rekapitulasi Jawaban Kriteria Penilaian Kinerja Supplier

3 Riwayat Kinerja (Performance

History) √ X 2

19 Rekam Hubungan Kerja Buruh

(Labor relations record) X X 0

20 Lokasi Geografis √ X 1

21 Jumlah bisnis masa lalu X X 0

22 Alat bantu Pelatihan (training

aids) X X 0

23 Kesepakatan kedua pihak

(reciprocal arrangements) √ X 1

Sumber : Hasil Pengumpulan Data

(51)

Tahap kedua merupakan tahap penentuan subkriteria. Tahap ini juga dilakukan dengan menggunakan instrumen kuisioner semi terbuka kepada responden yang sama. Responden juga dapat menambahkan subkriteria lain yang dianggap penting. Penentuan subkriteria lainnya juga ditentukan jika terdapat 2 orang responden yang menyetujui subkriteria tersebut. Rekapitulasi jawaban responden dapat dilihat pada Tabel 5.3.di bawah ini.

Tabel 5.3. Rekapitulasi Subkriteria Terpilih

I. Subkriteria Harga

III. Subkriteria Kualitas

Kelengkapan dokumen pengecekan √ x 1

Tingkat Kecacatan √ √ 2

Kemampuan memberikan kualitas yang

konsisten √ √ 2

IV. Subkriteria Klaim dan Jaminan

Memberikan jaminan atau garansi terhadap

barang √ √ 2

Dapat memberikan bantuan dalam keadaan

darurat √ √ 2

V. Subkriteria Riwayat Kinerja

Kemampuan menjaga kesepakatan √ √ 2

Kemampuan pemenuhan terhadap jumlah

(52)

Tabel 5.3. Rekapitulasi Subkriteria Terpilih (Lanjutan)

VI. Subkriteria Komunikasi

Jawaban

Responden Total

R-1 R-2

Jenis Komunikasi yang digunakan √ √ 2

Tingkat konsistensi terhadap pertukaran

informasi √ √ 2

Sumber : Hasil Pengumpulan Data

Hasil rekapitulasi pada Tabel 5.3. di atas menunjukkan bahwa terdapat 3 subkriteria yang akan direduksi yaitu ‘Biaya Transportasi dan Jenis Moda Transportasi’ pada cluster kriteria pengiriman dan ‘Kelengkapan dokumen pengecekan’ pada cluster kriteria riwayat kualitas. Selain itu, juga terdapat penambahan subkriteria ‘kestabilan harga’ pada cluster kriteria harga, penambahan subkriteria ‘fleksibilitas dalam jadwal pengiriman’ pada cluster kriteria pengiriman dan penambahan subkriteria ‘ kesesuaian dengan spesifikasi yang dinginkan pada cluster kriteria kualitas yang diajukan oleh purchasing manager dan purchasing supervisor. Sehingga total keseluruhan dari kriteria dan subkriteria yang terpilih yaitu 6 kriteria dengan 16 subkriteria, rekapitulasinya dapat dilihat pada Tabel 5.4. di bawah ini.

Tabel 5.4. Kriteria dan Subkriteria Terpilih Penilaian Kinerja Supplier

NO Kriteria Subkriteria

1 Harga (H)

1. Cara pembayaran 2. Harga penawaran

(53)

Tabel 5.4. Kriteria dan Subkriteria Terpilih Penilaian Kinerja Supplier

(Lanjutan)

NO Kriteria Subkriteria

3 Kualitas (K)

8. Tingkat Kecacatan

9. Kemampuan memberikan kualitas yang konsisten 10.Kesesuain dengan spesifikasi yang diinginkan

4

Kebijakan Klaim dan Jaminan (KKJ)

11. Memberikan jaminan atau garansi terhadap barang 12. Dapat memberikan bantuan dalam keadaan darurat 5 Riwayat Kinerja

(RK)

13. Kemampuan mejaga kesepakatan

14. Kemampuan pemenuhan terhadap jumlah pemesanan 6

Sistem Komunikasi

(SK)

15. Jenis komunikasi yag digunakan

16. Tingkat konsistensi terhadap pertukaran informasi Sumber : Hasil Pengumpulan Data

5.1.2. Tahap Pembuatan Struktur Jaringan (Network)

Pada tahap ini setiap kriteria dan subkriteria akan ditentukan apakah mempengaruhi satu dengan yang lain. Penentuan hubungan pengaruh antar subkriteria ini dilakukan dengan cara menyebarkan kuisioner dengan purchasing manager dan purchasing supervisor. Instrumen yang digunakan yakni berupa kuisioner tertutup. Kedua responden tersebut harus menentukan apakah subkriteria pada bagian kiri memiliki pengaruh terhadap subkriteria bagian atas yang dibandingkan. Tabel 5.5. berikut ini menunjukkan keterangan subkriteria yang dibandingkan.

(54)

menyatakan kesesuaian bahan baku dengan spesifikasi (P-1) berpengaruh terhadap jumlah bahan baku yang ditolak (P-2). Penentuan hubungan antar subkriteria ditentukan jika terdapat dua responden menyatakan bahwa subkriteria tersebut memiliki pengaruh. Rekapitulasi mengenai hubungan pengaruh antar subkriteria tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.5. Keterangan Subkriteria yang Dibandingkan

NO Kriteria Notasi Subkriteria

1 Harga (H)

P-1 4. Jumlah pengiriman

P-2 5. Waktu Pengiriman

P-3 6. Frekuensi Pengiriman

P-4 7. Fleksibilitas dalam jadwal pengiriman

3 Kualitas (K)

K-1 8. Tingkat Kecacatan

K-2 9. Kemampuan memberikan kualitas yang konsisten K-3 10.Kesesuain dengan spesifikasi yang diinginkan

4

Kebijakan Klaim dan Jaminan

(KKJ)

KKJ-1 11. Memberikan jaminan atau garansi terhadap barang KKJ-2 12. Dapat memberikan bantuan dalam keadaan darurat

5

Riwayat Kinerja

(RK)

RK-1 13. Kemampuan mejaga kesepakatan

RK-2 14. Kemampuan pemenuhan terhadap jumlah pemesanan

6

Sistem Komunikasi

(SK)

SK-1 15. Jenis komunikasi yag digunakan SK-2

16. Tingkat konsistensi terhadap pertukaran informasi

(55)

Tabel 5.6. Rekapitulasi Jawaban Penilaian Hubungan Antar Subkriteria

Harga Pengiriman Kualitas Kebijakan Klaim dan Jaminan

Riwayat

Kinerja Sistem Komunikasi H-1 H-2 H-3 P-1 P-2 P-3 P-4 K-1 K-2 K-3 KKJ-1 KKJ-2 RK-1 RK-2 SK-1 SK-2

Harga

H-1 2 1 2 2 2

H-2 2 2 2 2 2 1

H-3 2 2 2 2 2

Pengiriman

P-1 2 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2

P-2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

P-3 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2

P-4 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2

Kualitas

K-1 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2

K-2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 1

K-3 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2

Kebijakan Klaim dan Jaminan

KKJ-1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

KKJ-2 2 2 2 2 2 2 2 2

Riwayat Kinerja RK-1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2

RK-2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2

Sistem Komunikasi SK-1 1 1 2 2 2 1 2 2 2 1 2

SK-2 2 2 2 2 2 2 2

(56)

Tabel 5.7. Hubungan Antar Subkriteria

Harga Pengiriman Kualitas Kebijakan Klaim

dan Jaminan Riwayat Kinerja

Sistem Komunikasi H-1 H-2 H-3 P-1 P-2 P-3 P-4 K-1 K-2 K-3 KKJ-1 KKJ-2 RK-1 RK-2 SK-1 SK-2

Harga

H-1 V V V V

H-2 V V V V V

H-3 V V V V V

Pengiriman

P-1 V V V V V V V V V

P-2 V V V V V V V V V V V V V

P-3 V V V V V V V V V

P-4 V V V V V V V V V

Kualitas

K-1 V V V V V V V V

K-2 V V V V V V V V V

K-3 V V V V V V V V V V

Kebijakan Klaim dan Jaminan

KKJ-1 V V V V V V V V V V

KKJ-2 V V V V V V V V

Riwayat Kinerja RK-1 V V V V V V V V V V V

RK-2 V V V V V V V V V V V

Sistem komunikasi SK-1 V V V V V V V

SK-2 V V V V V V V

(57)
(58)

5.1.3. Pembuatan Kuesioner Perbandingan Berpasangan

Kuesioner perbandingan berpasangan digunakan untuk memberi bobot untuk masing-masing kriteria dan subkriteria sehingga dapat diketahui alternatif supplier yang memiliki bobot kriteria tertinggi. Kuisioner ini memiliki tiga bagian yakni perbandingan berpasangan antar kluster kriteria, perbandingan berpasangan antar subkriteria, dan perbandingan berpasangan antar alternatif. Tabel 5.8. di bawah ini menunjukkan perbandingan berpasangan antar kluster kriteria yang digunakan.

Tabel 5.8. Contoh Kuisioner Perbandingan Berpasangan Antar Kluster

Kriteria

Elemen Penilaian Elemen

Harga 9 � 7� 5 � 3� 1� 9 � 7� 5 � 3� Pengiriman

Harga 9 � 7� 5 � 3� 1� 9 � 7� 5 � 3� Kualitas

Harga 9 � 7� 5 � 3� 1� 9 � 7� 5 � 3� Kebijakan Klaim dan Jaminan

Harga 9 � 7� 5 � 3� 1� 9 � 7� 5 � 3� Riwayat Kinerja

Pengiriman 9 � 7� 5 � 3� 1� 9 � 7� 5 � 3� Kualitas

Pengiriman 9 � 7� 5 � 3� 1� 9 � 7� 5 � 3� Kebijakan Klaim dan Jaminan Pengiriman 9 � 7� 5 � 3� 1� 9 � 7� 5 � 3� Riwayat Kinerja

Kualitas 9 � 7� 5 � 3� 1� 9 � 7� 5 � 3� Kebijakan Klaim dan Jaminan

Kualitas 9 � 7� 5 � 3� 1� 9 � 7� 5 � 3� Riwayat Kinerja Kebijakan Klaim dan

(59)

Keterangan penilaian perbandingan berpasangan diatas dapat dilihat pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9. Skala Perbandingan Berpasangan

Intensitas Pentingnya Defenisi

1�

3�

5 �

7�

9 �

Kedua elemen sama pentingnya

Elemen yang satu sedikit lebih penting ketimbang yang lainnya

Elemen yang satu lebih penting ketimbang yang lainnya

Satu elemen sangat lebih penting dari elemen yang lainnya

Satu elemen mutlak lebih penting ketimbang elemen yang lainnya

5.1.4. Perhitungan Rasio Konsistensi

Kuisioner ANP ini terbagi atas tiga bagian, bagian pertama merupakan perbandingan berpasangan antar kluster, bagian kedua menunjukkan perbandingan antar subkriteria, dan bagian ketiga menunjukkan perbandingan antar alternatif supplier. Perhitungan Consistency Ratio dilakukan pada setiap bagian kuisioner untuk mengetahui kekonsistenan responden dalam menjawab.

5.1.4.1. Perbandingan Berpasangan Antar Kluster

Perbandingan berpasangan antar kluster untuk masing-masing kluster kriteria yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.10. Perbandingan Berpasangan Antar Kluster yang Mempengaruhi Kluster Harga

RESPONDEN 1

Harga Harga Pengiriman Kualitas Kebijakan Riwayat Kerja

Harga 1 1 1 1/5 1/3 1 1/7 1/5 1/3 5 7 9 1/5 1/3 1

Pengiriman 1 3 5 1 1 1 1 3 5 5 7 9 1 3 5

(60)

Tabel 5.10. Perbandingan Berpasangan Antar Kluster yang Mempengaruhi Kluster Harga (Lanjutan)

RESPONDEN 1

Harga Harga Pengiriman Kualitas Kebijakan Riwayat Kerja Kebijakan Klaim dan

Jaminan 1/9 1/7 1/5 1/9 1/7 1/5 1/7 1/5 1/3 1 1 1 1/9 1/7 1/5

Riwayat Kerja 1 3 5 1/5 1/3 1 1 1 1 5 7 9 1 1 1

RESPONDEN 2

Harga Harga Pengiriman Kualitas Kebijakan Riwayat Kerja

Harga 1 1 1 1 1 1 1/5 1/3 1 1 3 5 1 1 1

Pengiriman 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 5 7 1 1 1

Kualitas 1 3 5 1 1 1 1 1 1 1 3 5 1 3 5

Kebijakan Klaim dan

Jaminan 1/5 1/3 1 1/7 1/5 1/3 1/5 1/3 1 1 1 1 1/5 1/3 1

Riwayat Kerja 1 1 1 1 1 1 1/5 1/3 1 1 3 5 1 1 1

Sumber : Hasil Pengumpulan Data

Cara perhitungan Consistency Ratio untuk matriks banding berpasangan cluster harga ditampilkan sebagai berikut:

1. Menghitung rata-rata pembobotan dengan cara menghitung rata-rata geometrik. Nilai yang diambil merupakan nilai tengah dari bilangan fuzzy segitiga. Rata-rata geometrik dihitung dengan rumus:

��= ���1.�2… .��

Contoh untuk perhitungan:

��= 2�1/3 �1= 0,5574

(61)

Tabel 5.11. Rata-rata Geometris

Harga Pengiriman Kualitas

Kebijakan

Kebijakan Klaim dan Jaminan 0,2182 0,1690 0,2582 1,0000 0,2182

Riwayat Kerja 1,7321 0,5774 0,5774 4,5826 1,0000

Total 8,5553 2,9011 3,8258 19,9542 5,2597

2. Masing-masing elemen kolom dibagi dengan jumlah kolom masing-masing.

Tabel 5.12. Normalisasi Matriks

Harga Pengiriman Kualitas

Kebijakan

Kebijakan Klaim dan Jaminan 0,0255 0,0583 0,0675 0,0501 0,0415 0,0486

Riwayat Kerja 0,2025 0,1990 0,1509 0,2297 0,1901 0,1944

Total 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000

3. Menghitung Rasio Konsistensi:

(Matriks Perhitungan Rata-rata Pembobotan) x (Vektor Bobot tiap baris)

1,0000 0,5774 0,2582 4,5826 0,5774 0,1446 0,7413

4. Menghitung Konsistensi Vektor:

(Rasio Konsistensi / Bobot Parsial tiap baris)

0,7413 : 0,1446 = 5,1279

Gambar

Gambar 4.1. Kerangka Berpikir Penelitian
Gambar 4.2. Diagram Alir Prosedur Penelitian
Gambar 4.3. Diagram Alir Pengolahan Data
Tabel 5.1.Kriteria Penilaian Kinerja Supplier (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu spesifikasi kualitas yang dikirim tidak sesuai kebutuhan bahan baku yang disyaratkan oleh user didalam PT Petrokimia.Atas dasar permasalahan tersebut maka perlu

Keterlambatan pengiriman diakibatkan ketersediaan bahan baku kayu untuk produksi tidak sebanding dengan permintaan, dan variasi jumlah dan jenis produk mengakibatkan proses

Sinar Sanata Electronic Industry adalah sebaiknya penggunaan perhitungan jumlah produk optimal dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan produksi, karna selain

Subkriteria kesesuaian bahan baku dari supplier terhadap spesifikasi yang dikehendaki seharusnya menjadi faktor dasar yang bersifat tetap karena kualitas produk

Economic Order Quantity merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengoptimalkan pembelian bahan baku yang dapat menekan biaya-biaya persediaan sehingga efisiensi

JCSM dan sebagai dasar dalam pembagian proporsi pembelian untuk bahan baku scrap dengan menggunakan metode ANP sebagai pembanding dalam pemilihan supplier dari segi

Oleh karena itu perlu dilakukan penentuan prioritas supplier untuk menentukan alokasi pesanan kepada supplier guna mendapatkan bahan baku yang berkualitas dan

Perbaikan kinerja pada subkriteria komposisi produk (Q2) dapat dilakukan dengan cara memperbaiki proses produksi dan bahan baku pakan serta memperbaiki metode