• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Karbon Aktif Terhadap Pemurnian Gliserin Berdasarkan Metode Analisa Uji Tollens, Uji Benedict Dan Lonza Di Pt.Ecogreen Oleochemicals Medan Plant

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Karbon Aktif Terhadap Pemurnian Gliserin Berdasarkan Metode Analisa Uji Tollens, Uji Benedict Dan Lonza Di Pt.Ecogreen Oleochemicals Medan Plant"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

DAFTAR PUSTAKA

Greenberg, E. A. 1992. Standar Methods For The Examination Of Water And Waste .

Fessenden, R. J. Dan Fessenden, J. S. 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga.Erlangga. Jakarta.

Http :// id.wikipedia.org/wiki/asam lemak. Diakses pada tanggal 10 Maret 2013 Http ://www. Seafast.ipb.ac.id. Diakses pada tanggal 10 Maret 2013

Ketaren, S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. UI- Press. Jakarta.

Mangoensoekarjo, S. Dan Semangun, H. 2003. Manajemen Agrobisnis kelapa Sawit. Cetakan Pertama. Gadjah Mada universitity Press. Yogyakarta. Naibaho, P.M. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian

Kelapa Sawit. Medan.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar- Dasar Biokimia. Cetakan Pertama. UI-Press. Jakarta. Sumardjo, D. 2008. Pengantar Kimia Buku Panduan Mahasiswa Kedokteran dan

Program Stara I Fakultas Bioeksakta. EGC. Jakarta.

Tim Penulis, PS. 1997. Kelapa Sawit ( Usaha Budidaya, Pemanfaatan hasil dan Aspek Pemasaran ). Penebar Swadaya. Jakarta.

(4)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat-alat

1. Tabung reaksi pyrex 2. Pipet Ukur pyrex

3. Water Bath -

4. Neraca Analitis -

5. Spatula -

6. Spectronic Genesys 400 nm 7. Botol Aquadest

3.2 Bahan –bahan

1. Amonia 100 g/l

2. AgNO3 100 g/l

3. Dekstrose 4. Aquadest 5. Sampel 4E8

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Uji Tollens

a. sampel 5 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi 1 b. dekstrose 5 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi 2

(5)

d. dikocok hingga larutan bercampur

e. dimasukkan ke dua tabung reaksi kedalam water bath 60oC selama 5 menit.

f. stelah lima menit keluarkan

g. ditambahkan 0.25 ml AgNO3 dan dibiarkan 5 menit ditempat yang

gelap

h. Ukur % T pada panjang gelombang 400 nm i. bandingkan warna yang terbentuk.

Positive : jika warna yang terbentuk didalam tabung sampel berwarna lebih gelap dari pembanding dekstrose.

Negative : jika warna yang terbentuk didalam tabung sampel berwarna lebih terang dari pembanding dekstrose.

3.4 Alat-alat

1. Neraca Analitis 2. Spatula

3. Water Bath

4. Pipet Ukur pyrex

5. Tabung reaksi pyrex 6. Botol Aquadest

3.5 Bahan –bahan

(6)

saring, Tambahkan 17,3 gram tembaga sulfat yang telah dilarutkan dalam 100 mL aquadest yang telah dilarutkan dalam 100 mL aquadest. Add kan hingga 1 L sampel 4E8.

3.6 Prosedur Percobaan

3.6.1 Uji Benedict terhadap Refined gliserin

a. Timbang 6,3 gram sampel kedalam tabung reaksi

b. tambahkan 1 mL ( 15 tetes ) larutan benedict kedalam tabung reaksi yang berisi sampel, aduk hingga bercampur.

c. Panaskan dalam penangas yang berisi air mendidih selama 5 menit. d. setelah 5 menit, angkat dan lihat perubahan warna yang terbentuk.

Hasil Perubahan warna

Negative Biru

Negative Biru kehijauan

Positive 1 Hijau

Positive 2 Hijau kekuningan

Positive 3 endapan Merah bata

3.7 Alat-alat

1. Steam Bath

2. APHA Colorimeter, Obeco Helige 3. Neraca Analitik

(7)

5. Beaker Glass pyrex 100 ml 6. Timer

7. Erlenmeyer pyrex 250 ml

3.8 Bahan –bahan

1. H2SO4 , reagen grade 97 %

2. Sampel 4E8

3.9 Prosedur Percobaan

3.9.1 Uji Lonza

a. Timbang 95 ±1 gram sampel didalam erlenmeyer 250 ml dan dalam keadaan pengadukkan yang baik, dtambahkan dengan cepat 5 ml H2SO4 pekat.

b. Letakkan beaker 100 ml bersih dan kering di atas erlenmeyer 250 ml dan letakkan dalam penangas uap pada 100 oC selama 30 menit c. Pindahkan erlenmeyer dari penangas uap dan segera tentukan

(8)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data

(9)

Data bulan November 2012

Tanggal Waktu Sampel Lonza

Maks 100

Tollens 98.0%

Benedict

05-11-12 08.00 4E8 20,0 68,8 (+)

06-11-12 08.00 4E8 89,7 (+)

07-11-12 08.00 4E8 89,9 (+)

08-11-12 08.00 4E8 93,2 (+)

09-11-12 08.00 4E8 25,0 94,5 (+)

11-11-12 08.00 4E8 25,0 - (+)

4.2 Pembahasan

Dari data hasil percobaan diperoleh Jika data yang kita peroleh kita bandingkan, maka akan terlihat jelas perbedaannya. Dimana Lonza dengan sistem pelaporan warna (APHA), uji tollens dalam bentuk % transmitansi dan uji benedict dalam bentuk Postif atau negative.

(10)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil analisa yang telah dilakukan dilaboratorium, diperoleh data yang dapat menunjukkan bahwa adanya zat pereduksi didalam pemurnian gliserin yang dapat kita lihat dengan menggunakan parameter analisa Reducing substance dengan uji tollens dan uji benedict serta Lonza. Dan dari data yang diperoleh dapat kita lihat baik atau buruk tingkat kemurnian gliserin yang dihasilkan dengan adanya zat preduksi didalamnya serta dengan parameter ini pula yang menjadi tinjauan untuk melihat tingkat kejenuhan karbon aktif yang sedang digunakan, bahwasanya :

1. Pada bulan November 2012 nilai hasil analisa metode lonza adalah 20,0 – 25,0 maka akan menunjukkan semakin banyak zat preduksi didalam Gliserin yang tidak dapat diadsorpsi oleh karbon aktif sehingga warna pada gliserin yang dihasilkan tidak sesuai dengan standart yang telah ditentukan. Hal ini menunjukkan bahwasanya karbon aktif yang sedang digunakan adalah jenuh.

2. Pada bulan November 2012 nilai hasil analisa metode uji tollens menunjukkan angka dibawah 98 % maka akan menunjukkan semakin banyak zat preduksi didalam Gliserin yang seharusnya dapat diadsorpsi oleh karbon aktif sehingga menunjukkan bahwasanya karbon aktif yang sedang digunakan adalah jenuh.

(11)

didalam Gliserin yang seharusnya diadsorpsi oleh karbon aktif sehingga menunjukkan bahwasanya karbon aktif yang sedang digunakan adalah jenuh yang disebabkan karena karbon aktif tidak dapat mengadsorpsi zat pengotor yang ada di dalam gliserin.

5.2 Saran

(12)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KARBON AKTIF

Arang merupakan bahan padat yang berpori-pori dan umumnya diperoleh dari hasil pembakaran kayu atau bahan yang mengandung unsur karbon (C). Umumnya arang mempunyai daya adsorbsi yang rendah terhadap zat warna dan daya adsorbsi tersebut dapat diperbesar dengan cara mengaktifkan arang aktif menggunakan uap atau bahan kimia. Sumber lain dari arang berasal dari bahan nabati atau hewani antara lain serbuk gergaji, ampas tebu, tempurung, tongkol jagung, dan tulang.

Pada umumnya pengarangan dilakukan pada suhu 300-500 oC. Suhu pengarangan pada ruangan tanpa udara dilakukan pada suhu 600-700 oC. Pada proses pengarangan akan terjadi penguapan air disusul dengan pelepasan gas CO2

dan selanjutnya terjadi peristiwa eksotermis yang merupakan tahap permulaan proses pengarangan. Pengarangan dianggap sempurna jika asap tidak terbentuk lagi, dan arang yang bermutu baik adalah arang yang mengandung kadar karbon tinggi.

(13)

sianida, Ca(OH)2, CaCl2, Ca3(PO)4 , NaOH, Na2SO4, SO2 , ZnCl2 , Na2CO3 dan

uap air pada suhu tinggi.

Unsur-unsur mineral dari persenyawaan kimia yang ditambahkan akan meresap kedalam arang dan membuka permukaan yang mula-mula tertutup oleh komponen kimia sehingga luas permukaan yang aktif bertambah besar.

Persenyawaan hidrokarbon yang menutupi pori-pori yang dapat dihilangkan dengan cara oksidasi menggunakan oksidator lemah seperti CO2 yang disertai

dengan uap air. Dengan cara tersebut atom karbon tidak mengalami proses oksidasi.

Mutu arang aktif yang diperoleh tergantung dari luas permukaan partikel, ukuran partikel, volume dan luas penampung kapiler, sifat kimia permukaan arang, sifat arang secara alamiah, jenis bahan pengaktif yang digunakan dan kadar air.

Daya adsorbsi arang aktif disebabkan karena arang mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, dan adsorbsi akan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara permukaan arang dan zat yang diserap.

Keuntungan penggunaan arang aktif sebagai bahan pemucat minyak ialah karena lebih efektif untuk menyerap warna , sehinga arang aktif dapat digunakan dalam jumlah kecil. Arang yang digunakan sebagai bahan pemucat biasanya berjumlah kurang 0.1-0.2 persen dari berat minyak.

(14)

Keburukannya adalah karena minyak yang tertinggal dalam arang aktif jumlahnya lebih besar dan proses otooksidasi terjadi lebih cepat pada minyak yang dipucatkan dengan menggunakan arang aktif.( Ketaren, S .1986)

Karbon atau arang aktif adalah material yang berbentuk butiran atau bubuk

yang berasal dari material yang mengandung karbon misalnya batubara, kulit kelapa, dan sebagainya. Dengan pengolahan tertentu yaitu proses aktivasi seperti perlakuan dengan tekanan dan suhu tinggi, dapat diperoleh karbon aktif yang memiliki permukaan dalam yang luas.

Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktifasi dengan bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi.

(15)

aktif di kemas dalam kemasan yang kedap udara. Sampai tahap tertentu beberapa jenis arang aktif dapat di reaktivasi kembali, meskipun demikian tidak jarang yang disarankan untuk sekali pakai. Reaktifasi metode aktivasi sebelumnya, oleh karena itu perlu diperhatikan keterangan pada kemasan produk tersebut.(Ketaren, S .1986)

2.2 GLYCERINE REFINING

Seksi 4 merupakan tahapan akhir pemrosesan gliserin-air. Pada seksi ini, seluruh pengotor yang masih ada di dalam gliserin-air yang terbawa dari tahap sebelumnya direduksi sebanyak mungkin. Pengolahan awal dan evaporasi bertahap yang dilangsungkan di seksi 2 dan seksi 3 menghasilkan gliserin yang masih memiliki konsentrasi air dan pengotor yang cukup tinggi yaitu sekitar 10% massa air dan 1% massa pengotor diperlukan pemurnian gliserin dari pengotor-pengotor tersebut sehingga diperoleh gliserin dengan konsentrasi 99,5%-massa. Proses pemurnian gliserin ini dilakukan dengan menggunakan dua buah kolom distilasi.

(16)

(1) merupakan reaksi penyabunan fatty acid dan reaksi (2) merupakan reaksi penyabunan trigliserida.

R-COOH + NaOH R-COONa + H2O

C3H5(COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3R-COONa

Sebelum gliserin diproses pada kolom distilasi, gliserin terlebih dahulu dipanaskan di preheater dengan steam bertekanan rendah untuk mereduksi tekanan uap gliserin. Tekanan uap direduksi agar proses destilasi lebih hemat energy karena umpan lebih mudah menguap. Pada seksi 4 terdapat 2 buah kolom distilasi bertipe packed column yang bekerja secara bersamaan untuk memurnikan gliserin hingga 99,5% massa. Pada kedua buah kolom distilasi terdapat banyak side-stream yang dialirkan ke kolom distilasi lainnya dan juga tempat keluarnya distilat gliserin. Pada reaksi ini digunakan steam bertekanan rendah sebagai live steam dan steam bertekanan menengah sebagai media pemanas. Produk Gliserin yang terbentuk kemudian mengalami pemurnian lebih lanjut pada glycerine bleaching untuk menyingkirkan berbagai pengotor ringan dan zat warna yang masih terkandung di dalam gliserin. Zat warna dan zat pengotor lainnya dihilangkan dengan menggunakan proses adsorpsi karbon aktif. Diagram alir proses seksi 4 dapat dilihat pada gambar .( terlampir)

(17)

fatty acid dan lemak akan tersabunkan sepanjang aliran dari 4E1 menuju ke kolom distilasi 4D1. Pada 4D1, gliserin masuk melalui heating chamber pada bagian bawah kolom 4D1. Heating chamber ini berlaku sebagai tempat masuk umpan sekaligus reboiler pada kolom distilasi ini. Penguapan gliserin terjadi dengan pemanasan hingga mencapai titik didih gliserin dalam kondisi vakum.

Kolom distilasi 4D1 memiliki pemanas ulang berupa ruang-ruang pemanasan yang dialiri oleh panas bertekanan menengah dengan prinsip mammut system. Aliran khusus di dalam ruang-ruang pemanas mempunyai system aliran yang berurutan . Masing-masing kolom distilasi pada seksi ini mempunyai 4 buah ruang pemanas.

Gliserin diuapkan pada kondisi vakum, yaitu dengan tekanan sekitar 10 mbar dan dipisahkan dari bahan residu (senyawa sabun berberat molekul tinggi) yang tidak dapat teruapkan. Kolom distilasi 4D1 memiliki system sirkulasi di masing-masing ruang pemanas dengan menggunakan panas bertekanan rendah yang kontak langsung (live steam) dengan material yang disirkulasikan. Uap gliserin pertama melewati lapisan bahan packing (packing structure) pada bagian atas kolom 4D1. Temperatur kolom dijaga tetap pada 160-170°C dengan mengatur laju steam medium sebagai pemanas .

(18)

dan ditampung pada 4F4. Bersamaan dengan distilat dari 4D1, gliserin dipompakan dari tangki 4F4 menggunakan 4G3 menuju 2 arah yaitu ke tangki distilat II 10T22 dan ke 4D1 sebagai aliran refluks. Sebelum dialirkan kembali ke 4D1, distilat didinginkan menggunakan Indirect Cooling Water (ICW).

Uap gliserin 90% kemudian terkondensasi dan distillat didinginkan mencapai sekitar temperatur 110°C yang ditempatkan dibagian atas 4D2. Uap gliserin tersebut mengalami proses kesetimbangan pada packing material. Pompa 4G2 memompa destilat yang dingin melalui pendingin 4E3 dan kembali ke lapisan packing.

Uap gliserin yang tidak mengembun pada proses kondensasi di 4D2 lalu diembunkan dalam bagian pengembun 4D4. Pada ruang terakhir dari chamber pemanas, diperoleh bahan yang tidak teruapkan. Bahan ini dikeluarkan setiap selang waktu 8 jam pada 4D3 dan distilasi dengan penambahan live steam yang berfungsi sebagai penurunan tekanan parsial. Bahan yang tidak teruapkan dikenal juga dengan sebutan bottom distillate glyserin (pitch) yang secara bertahap dikeluarkan dari kolom.

(19)

Kemudian distilat yang telah diembunkan mencapai sekitar temperature 150°C dikumpulkan dibagian bawah packing 4D2 dan mengalir secara langsung ke 4D8 dan selanjutnya proses destilasi pada 4D8 dan 4D9 serupa pada 4D1 dan 4D2, 4D9 mengeluarkan destilat secara kontiniu dari proses ke 4F1. Sebagai fungsi ketinggian level cairan di 4F1 sebagian glyserin dipompakan kembali ke kolom distillasi berfungsi sebagai refluks dan sebagian lainnya setelah melalui 4E5 dialirkan menuju bleacher.

Sistem vakum terdiri dari 3 surface condenser yang dilengkapi dengan 5 buah steam vacum booster. Steam vacum booster 4G15 dan 4G15-1berfungsi untuk mempertahankan kondisi vakum dalam kolom distilasi dan menghisap uap air keluar kolom dengan tekanan operasi sekitar 90mbar. Uap air dan propelling steam diembunkan dalam surface condenser 4G15-2. Gas-gas yang tidak dapat mengembun dari proses sebelumnya kemudian dihisap oleh exhauster 4G15-3 dan ditekan keluar pada tekanan atmosfir dalam 2 tahap. Booster ejector berfungsi untuk pengosongan plant dari kondisi atmosfir. Hot well 4F3 digunakan untuk mengumpulkan kondensat dari live steam dan propelling steam yang terbentuk dalam surface condenser. Kondensat tersebut mengalir secara langsung ke selokan air buangan.

(20)

Karbon aktif diisikan pada bleacher dengan cara menyemprotkan air pada water jet booster dan dimasukkan ke dalam bleacher. Air membersihkan karbon aktif segar. Pengeringan karbon aktif dilakukan menggunakan uap super-heated 4 bar, 200°C dan bleacher dengan carbon aktif baru siap untuk dipakai.

Proses selanjutnya pada bleacher adalah Proses Darin untuk pengosongan carbon aktif setelah pemakaian. Pengisian gliserin dihentikan, kemudian dilanjutkan dengan pengosongan bleacher 4D5 dengan penekanan oleh udara untuk mengeluarkan sisa glyserin dan dibersihkan dengan air yang dialirkan pada bejana tersebut sebagai proses sweeting of dan akhirnya carbon aktif dari bleacher dikosongkan (E. Greenberg, 1992).

2.3 LEMAK

Yang dimaksud dengan lemak disini adalah suatu ester asam lemak dengan gliserol. Gliserol ialah sutu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida atau trigliserida. Pada lemak, satu molekul gliserol mengikat tiga molekul asam lemak, oleh karena itu lemak adalah

HO-CH2 R1-COO- CH2 HO- CH2 R1-COO- CH2

HO-CH HO-CH R2-COO- CH R2-COO- CH

HO-CH2 HO-CH2 R3-COO- CH2 R3-COO- CH2

(21)

Suatu trigliserida R1-COOH, R2-COOH, R3-COOH ialah molekul asam

lemak yang terikat pada gliserol. Ketiga molekul asam lemak itu boleh sama, boleh berbeda. Asam lemak yang terdapat dalam alam ialah asam palmitat, stearat, oleat, dan linoleat. (Poedjiadi, A. 1994).

Dengan proses hidrolisis lemak akan terurai menjadi asam lemak dan gliserol. Proses ini dapat berjalan dengan menggunakan asam, basa atau enzim tertentu. Proses hidrolisis yang menggunakan basa menghasilkan gliserol dan garam asam lemak atau sabun. Oleh sebab itu proses hidrolisis yang menggunakan basa disebut proses penyabunan. Jumlah mol basa yang digunakan dalam proses penyabunan ini tergantung pada jumlah mol asam lemak. Untuk lemak berat tertentu, jumlah mol asam lemak tergantung dari panjang rantai karbon pada asam lemak tersebut.

Apabila rantai karbon itu pendek, maka jumlah mol asam lemak besar, sebaliknya apabila rantai karbon itu panjang, jumlah asam lemak kecil. Jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram lemak disebut bilangan penyabunan. Jadi besar atau kecilnya bilangan penyabunan ini

(22)

2.4 KARBOHIDRAT

Monosakarida dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi, terutama dalam suasana basa. Sifat sebagai reduktor ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam molekul karbohidrat. Sifat ini tampak pada reaksi reduksi ion-ion logam misalnya ion Cu++ dan ion Ag+ yang terdapat pada pereaksi- pereaksi tertentu. Beberapa contoh diberikan berikut ini yaitu pereaksi benedict, pereaksi ini berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natriumkarbonat dan natriumsitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Adanya natrium

karbonat dan natrium sitrat membuat pereaksi benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning atau merah bata. Warna endapan ini tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa (Poedjiadi, 1994).

2.5 MINYAK INTI SAWIT

(23)

Pada suhu tinggi inti sawit dapat mengalami perubahan warna. Minyaknya akan berwarna lebih gelap dan lebih sulit dipucatkan. Suhu tertinggi pada pengolahan minyak inti sawit adalah pada waktu perebusan yaitu sekitar 130oC. Suhu kerja maksimum dibatasi setinggi itu untuk menghindarkan terlalu banyak inti yang berubah warna. Brondolan buah yang lebih tipis daging buahnya atau lebih tipis cangkangnya adalah lebih peka terhadap suhu tinggi tersebut.

Tabel 2.1 Sifat Fisik Minyak Inti Sawit

Sifat fisik Range

Berat jenis pada 99/15,5oC 0,860 – 0,873 Indeks refraksi pada 40oC 1,449 – 1,452

Bilangan Iodium 14 – 22

Bilangan penyabunan 245 - 255

Zat tak tersabunkan % Tak lebih 0,8 Titik lebur, oC 24 oC -26 oC Titik padat, oC 20 oC - 26 oC

Pada umumnya jika tandan dibiarkan 45-60 menit saja pada tekanan uap jenuh 2,5 kg/cm2 dalam rebusan, hanya sedikit inti sawit yang mengalami perubahan warna, minyaknya akan berubah kuning muda. Dalam hal warnanya cokelat tua atau lebih gelap minyaknya akan sukar atau tidak dapat dipucatkan. Demikian juga minyak dari inti sawit yang berasal dari inti yang kurang kering atau dari inti yang disimpan basah. (Mangoensoekarjo,2003)

(24)

Tabel 2.2 Komposisi Biji Inti sawit

Komponen Jumlah

Minyak 47-52

Air 6-8

Protein 7,5-9,0

Nitrogen yang tidak diekstrak 23-24

Selulosa 5

Abu 2

(Ketaren,1986)

Minyak inti sawit dapat dihasilkan dari inti sawit yang dinamakan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil) dan sebagai hasil sampingnya adalah bungkil inti kelapa sawit (Palm Kernel Meal atau Pellet). Bangkil inti sawit adalah inti kelpa sawit yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan, sedangkan pellet adalah bubuk yang telah dicetak kecil-kecil yang berbentuk bulat panjang dengan diameter kurang lebih 8 mm (Ketaren,1986).

Minyak inti sawit atau palm Kernel Oil (PKO) adalah berupa minyak putih kekuning-kuningan yang diperoleh dari proses ekstraksi inti buah tanaman kelapa sawit. Kandungan asam lemak sekitar 5%. Minyak inti sawit yang baik berkadar asam lemak bebas yang rendah dan berwarna kuning terang serta mudah dipucatkan. Bungkil inti sawit yang diinginkan berwarna relatif terang dan nilai gizi tidak berubah (http://seafast.ipb.ac.id).

2.6 ASAM LEMAK

(25)

ikatan rangkap adalah tidak lazim, terutama dalam minyak nabati, minyak-minyak ini disebut poliunsaturat (Fessenden,1986).

Karena berguna dalam mengenal ciri-cirinya, asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh hanya memiliki ikatan tunggal diantara atom-atom karbon penyusunnya, misalnya : asam kaprilat, asam kaproat, asam laurat, asam miristat, asam palmitat, dan asam stearat. Sementara asam lemak tak jenuh memiliki paling sedikit satu ikatan ganda diantara atom-atom karbon penyusunnya, misalnya asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat. Asam lemak jenuh bersifat lebih stabil (tidak mudah bereaksi) dari pada asam lemak tak jenuh

kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 persen daging buah/sabut (perikarp) dan 20 persen buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam daging buah/sabut sekitar 34-40 persen. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap.

(http://id.wikipedia.org/wiki/asam lemak).

Tabel 2.3. Komposisi asam Lemak Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit.

Asam lemak Minyak kelapa sawit

(%)

(26)

Hanya sedikit asam lemak bebas terdapat secara alami. Asam lemak dijumpai pada lipida-lipida yang telah disebutkan terdahulu baik melalui ikatan- ikatan ester maupun ikatan amida yang terbentuk didalam metabolisme lemak.

Asam lemak kebanyakan diperoleh melalui hidrolisis lemak yang :

a. Merupakan asam monokarboksilat yang mengandung grup karboksil yang dapat berionisasi dan non polar, berantai atom C lurus dan siklik

b. Umum nya terbentuk dari atom C yang genap ( walaupun secara alami ada juga yang beratom C ganjil)

c. Dapat jernih atau tidak jenuh (mengandung ikatan rangkap)

2.6.1 Asam Lemak Jenuh

Asam lemak jenuh mempunyai rumus umum CnH2+1 , COOH yang dimulai dari

asam lemak beratom C2 (asam asetat) seperti terlihat pada tabel berikut : Tabel 2.4 Asam-asam Lemak Jenuh

Rumus Molekul (CnH2nO2)

Rumus Struktur (CnH2n+1)COOH

Nama Umum Nama Sistematik C2H4O2 CH3COOH Asam Asetat -

(27)

Asam lemak dengan jumlah atom C>10 pada suhu kamar berada dalam bentuk padat. Secara alami, asam lemak yang terbanyak adalah asam lemak yang beratom C<14 dan lebih besar dari 19 terbentuk dalam jumlah sedikit.

2.6.2 Asam Lemak Tidak Jenuh

Tata nama sistematik pada asam lemak jenuh yang diberikan dengan menggunakan akhiran enoat untuk asam lemak dengan satu ikatan rangkap, akhiran dienoat untuk asam lemak dengan dua ikatan rangkap, akhiran trienoat untuk asam lemak dengan tiga ikatan rangkap dan akhiran tetraenoat untuk asam lemak dengan empat ikatan rangkap. Ketidak jenuhan asam lemak, sangat mempengaruhi sifat lemak/asam lemak. Umumnya dengan sedemikian banyak ikatan rangkap pada suatu asam lemak titik cair akan menjadi semakin rendah dan daya larut didalam pelarut non polar semakin tinggi. Umumnya semua asam lemak tidak jenuh pada suhu kamar berada dalam bentuk cair.

Asam lemak tidak jenuh yang umum di dapat di alam adalah asam lemak tidak jenuh yang mempunyai satu ikatan rangkap dengan rumus CnH2n-1, dua

ikatan rangkap dengan rumus CnH2n-7, seperti yang terlihat pada tabel berikut :

Tabel 2.4 Asam-asam Lemak tidak Jenuh

(28)

C18H30O2 C17H29COOH Eleostearat 9,11,13

Asam lemak tidak jenuh dengan rumus molekul yang sama seperti oleat dengan elaidat adalah merupakan isomer cis dan trans dari 9 oktadesenoat.

Lemak netral adalah salah satu lipida yang terbanyak di alam. Secara struktur kimia, lemak adalah dari asam- asam lemak dengan trihidroksialkohol (gliserol). Satu, dua atau tiga gugus hidroksil dari gliserol tersebut dapat diesterkan dengan asam lemak dan membentuk mono, di dan trigliserida. Trigliserida atau triacylgliserol atau dengan nama umum lemak netral, adalah senyawa lemak yang paling banyak terdapat di alam. (Naibaho, P.M., 1996)

2.7 ASAM LEMAK BEBAS

Asam lemak bebas adalah asam yang dibebaskan pada hidroiklisis lemak. Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi dalam minyak sawit dapat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun, untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terfbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar asam lemak bebas yang relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain:

a. Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu

(29)

d. Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik.

Kenaikan kasar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai tandan diolah dipabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah glisrol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman dan katalis. Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyakkadar ALB yang terbentuk (Tim penulis,1997).

O O

CH2-O- C-RI CH2-OH R1-C-OH

O 52 BAR O

CH –O- C- R2 + 3H2O CH –OH + R2-C-OH

260oC

O O

CH2-O-C-R3 CH2-OH R3-C-OH

Trigliserida Air Gliserida ALB Gambar 2.1 reaksi glikolisis,trigliserida

(30)

Dalam keadaan normal kadar ALB permulaan minyak inti sawit tidak lebih dari 0,5%, sedangkan pada akhir pengolahannya tidak lebih dari 1%. Dengan demikian kenaikan kadar ALB selama dan akibat pengolahannya hanya 0,5%. Jadi pembentukkan ALB lebih banyak terjadi pada penimbunan, yaitu jika tempat penimbunannya lembab.(Mangoensoekarjo,2003).

2.8 Gliserin

Gliserin yang diperoleh pada proses hidrolisa (splitting) dapat dimurnikan (diatas 95%) dengan cara penguapan berganda (multiple effect evaporation) dan dilanjutkan dengan destilasi. Penggunaan gliserin mula-mula sekali adalah pada industri kosmetik yang berfungsi sebagain pelembab kulit agar tetap segar. Selain itu dapat dipakai juga sebagai bahan pelarut dan pengatur kekentalan dalam pembuatan shampo, obat kumur-kumur dan pasta gigi. Gliserin juga digunakan sebagai hemactan pada industri rokok, permen karet, minyak pelincir, zat alkit, selofan adesif, plester dan sabun.

(31)

H2C - CH - CH2 H

KHSO4

HO OH OH 210°C H2C = CH – C = O + 2H2O

gliserol akroleina

Dehidrasi gliserol dapat terjadi karena penambahan kalium hidrogen sulfat pada suhu tinggi hasil dehidrasi berupa aldehida alifatik tak jenuh yang mempunyai aroma khas yang disebut akroleina atau propenal. Reaksi ini sering digunakan untuk mengidentifikasi gliserol, meskipun tidak spesifik.

Gliserol dapat mencegah terbentuknya endapan pada reaksi antara tembaga sulfat encer dan natrium hidroksida encer. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya senyawa kompleks yang larut. Hasil pksidasi gliserol tergantung pada kekuatan oksidator yang digunakan. Dengan oksidator lemah, akan terbentuk gliseraldehida, sedangkan dengan oksidator kuat akan terbentuk asam glisrat.

H2C - CH - C = O H2C - CH - C = O

HO OH H HO OH OH

Gliseraldehida asam gliserat

Gliserol mempunyai banyak kegunaan, terutama sebagai bahan dasar untuk sintesis senyawa organik lainnya. Dalam kedokteran sebagai lakansia atau pencahar. Pada konsentrasi 25%, gliserol bekerja sebagai anti septik, selain sebagai pelarut dan pemanis, gliserol juga digunakan sebagai pengawet vaksin dan fermen ( Sumardjo, 2006 ).

(32)

sintetis. Kurang lebih 10 % gliserin yang dapat dihasilkan pada proses fat-split dari sejumlah CPO yang diolah. Gliserin tersebut dapat dimurnikan ( lebih dari 95%) dengan cara penguapan berganda, dilanjutkan dengan destilasi dan deionisasi.

Gliserin terutama digunakan dalam industri kosmetika, antara lain sebagai bahan pelarut dan pengatur kekentalan shampoo, pomade, obat kumur, dan pasta gigi. Selain itu, gliserin berfungsi sebagai hemaktan pada industri rokok, permen karet, minyak pelincir, cat, adesif, plester, dan sabun.

Dibandingkan minyak kelapa, penggunaan minyak inti sawit sebagai bahan baku dalam industri sabun dan kosmetika lebih mempunyai keunggulan karena mengandung vitamin E yang bersifat antioksidan dan melindungi kulit dari oksidasi. Penggunaan minyak yang bertitik leleh tinggi dalam pembuatan kosmetika dapat digantikan oleh minyak sawit yang berupa fraksi stearin. Penggantian ini, dilihat dari kualitas produk yang dibuat sifatnya lebih berperan sebagai anti-kanker dan anti-oksidasi pada kulit.

Alternatif pemakaian minyak sawit dalam pembuatan pomade (minyak rambut) dapat lebih dikembangkan karena sifatnya yang semi mengering dan dapat dicampur dengan minyak lain. Dengan kondisi demikian, maka produk tersebut memiliki kemampuan untuk mempertahankan kerapian rambut (Tim penulis, 2000).

2.9 Uji Benedict

(33)

yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Adanya natriumkarbonat dan

(34)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produksi dan konsumsi minyak sawit untuk kebutuhan lokal dan mancanegara baik itu dalam bentuk minyak sawit maupun dalam bentuk hasil pengolahan dari minyak sawit tersebut (asam lemak ataupun gliserin) semakin terus bertambah selama beberapa waktu 1belakangan ini. Minyak dan lemak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan maupun hewan dapat disabunkan untuk selanjutnya dihidrolisa dalam usaha memperoleh asam lemak dan gliserin (gliserol). Dari asam lemak dapat dihasilkan berbagai produk kimia, sedangkan gliserin dapat digunakan sebagai pelengkap suatu industri misalnya pada industri farmasi, kosmetik, dan tembakau. Pada saat ini gliserin sangat dimanfaatkan secara komersial.

PT. ECOGREEN OLEOCHEMICALS merupakan salah satu industri dari sekian banyak industri oleokimia yang memproduksi asam lemak dan gliserin dengan bahan baku minyak inti kelapa sawit.

(35)

Adsorpsi merupakan suatu proses di mana suatu partikel terperangkap ke dalam stuktur suatu media seolah – olah menjadi bagian dari keseluruhan media tersebut, proses ini dijumpai terutama dalam media karbon aktif (Ketaren, 1986). Tempurung kelapa adalah salah satu bahan karbon aktif yang kualitasnya cukup baik dijadikan karbon aktif. Karbon aktif yang berasal dai serbuk gergaji dan lignite mempunyai struktur yang rapuh dan berbentuk bubuk. Sedangkan karbon aktif yang berbentuk granule, keras dan dipakai sebagai pengadsorpsi vapor biasanya berasal dari tempurung kelapa (Ketaren, 1986).

Arang aktif yang merupakan adsorpsi suatu padatan berpori, yang sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing – masing berikatan secara kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif bersifat non polar. Selain komposisi dan polaritas, strutur pori juga merupakan faktor yang penting berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil pori – pori arang aktif mengakibatkan luas permukaan semakin besar, dengan demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi, dapat digunakan arang aktif yang telah dihaluskan dan sifat arang aktif yang paling penting adalah daya serapnya (Ketaren, 1986 ).

Produksi gliserin pada PT. ECOGREEN OLEOCHEMICALS ini menggunakan metode hydrolisis, pembersihan dengan chemicals treatment, pemekatan dengan proses penguapan dan pemurnian dengan proses distillasi serta bleaching. Gliserin yang diperoleh sebelum dikomersialkan harus dianalisa

(36)

terkandung di Gliserin ( Reducing Substance ). Reducing substance pada Refined Glyserin selain dapat menunjukkan tingkat kemurnian Glyserin dapat juga

digunakan sebagai satu parameter untuk melihat tingkat kejenuhan karbon aktif sebagai media yang digunakan dalam proses pemurnian gliserin. Standart nilai untuk Reducing Substance dalam Refined Glyserin adalah Pass. Dalam penentuan mutu selain reducing substance digunakan juga parameter-parameter karakteristik lainnya sehingga diperoleh mutu Gliserin yang diinginkan. Berdasarkan hal diatas maka penulis mengambil judul pada karya ilmiah ini adalah “PENGGUNAAN KARBON AKTIF TEHADAP PEMURNIAN GLISERIN BERDASARKAN METODE ANALISA UJI TOLLENS, UJI BENEDICT DAN LONZA DI PT.ECOGREEN OLEOCHEMICALS MEDAN PLANT “.

1.2 Perumusan Masalah

Sebagai salah satu produsen gliserin yang berkualitas tinggi PT. Ecogreen Oleochemicals harus memantau kualitas gliserin yang dihasilkan. Dalam hal ini banyak parameter yang digunakan sebagai acuan. Namun, pada karya ilmiah ini, penulis mengambil suatu permasalahan bagaimana penggunaan arang aktif dalam memurnikan gliserin yang dilakukan dengan analisa reducing uji tollens, uji benedict serta dengan uji lonza.

1.3 Tujuan

(37)

1.4 Manfaat

1. Dapat mengetahui hubungan analisa Reducing substance dan lonza dengan tingkat kejenuhan karbon aktif yang sedang digunakan.

1.5 Lokasi Penelitian

Dalam penyusunan Karya Ilmiah ini Penulis mengambil data yang dibutuhkan mengenai Reducing substance dalam refined gliserin dan lonza di PT. Ecogren Oleochemicals Medan Plant Belawan.

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan penulis adalah dengan cara sebagai berikut : 1.6.1 Metode Penelitian Kepustakaan

Penelitian kepustakaan merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data maupun informasi yang dibutuhkan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku perkuliahan atau pun umum, serta mencari sumber informasi yang berhubungan dengan objek penelitian.

1.6.2 Metode Pengumpulan Data

(38)

PENGGUNAAN KARBON AKTIF TERHADAP PEMURNIAN GLISERIN BERDASARKAN METODE ANALISA

UJI TOLLENS,UJI BENEDICT DAN LONZA

ABSTRAK

(39)

SATURATION LEVEL ANALYSIS OF ACTIVATED CARBON BASED ANALYSIS GLYCERIN PURIFICATION TOLLENS TEST,

TEST BENEDICT AND LONZA

ABSTRACT

(40)

PENGGUNAAN KARBON AKTIF TERHADAP PEMURNIAN

GLISERIN BERDASARKAN METODE ANALISA

UJI TOLLENS,UJI BENEDICT DAN LONZA DI

PT.ECOGREEN OLEOCHEMICALS

MEDAN PLANT

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

RATIH DESSIYANTI

102401008

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(41)

PERSETUJUAN

Judul : Penggunaan Karbon Aktif Terhadap

Pemurnian Gliserin Berdasarkan Metode Analisa Uji Tollens, Uji Benedict Dan Lonza

Kategori : Tugas Akhir

Nama : Ratih Dessiyanti

Nomor Induk Mahasiswa : 102401008

Program Studi : Diploma (D3) Kimia Industri

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Sumatera Utara

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

(42)

PERNYATAAN

PENGGUNAAN KARBON AKTIF TERHADAP PEMURNIAN GLISERIN BERDASARKAN METODE ANALISA UJI TOLLENS, UJI BENEDICT

DAN LONZA DI PT. ECOGREEN OLEOCHEMICALS MEDAN PLANT

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2013

(43)

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur Penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang tiada hentinya memberikan nikmat amal, serta semangat dan kekuatan sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Ilmiah ini dengan sebaik-baiknya

Adapun tujuan dari penulisan Karya Ilmiah ini adalah merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program D3 Kimia Industri pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Pada saat masa penyusunan Karya Ilmiah ini, Penulis telah banyak memperoleh bantuan dan bimbingan. Untuk itu Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc. M. Phil selaku pembimbing yang telah meluangkan waktunya selama penyusunan Tugas Akhir ini. Terimakasih kepada Dr. Rumondang Bulan, MS dan Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA-USU Medan, Dekan dan Pembantu Dekan FMIPA USU, seluruh Staff dan Dosen Kimia FMIPA USU, pegawai FMIPA USU dan rekan-rekan kuliah. Akhirnya tidak terlupakan kepada Bapak, Ibu dan Keluarga yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan yang diperlukan, serta orang-orang terdekat saya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa akan membalasnya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Karya Ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar dapat dimanfaatkan bagi kemajuan ilmu pengetahuan di masa mendatang.

Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Tugas Akhir ini. Semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat berguna bagi Pembaca dan Penulis pada Khususnya.

Medan, Juni 2013

(44)

PENGGUNAAN KARBON AKTIF TERHADAP PEMURNIAN GLISERIN BERDASARKAN METODE ANALISA

UJI TOLLENS,UJI BENEDICT DAN LONZA

ABSTRAK

(45)

SATURATION LEVEL ANALYSIS OF ACTIVATED CARBON BASED ANALYSIS GLYCERIN PURIFICATION TOLLENS TEST,

TEST BENEDICT AND LONZA

ABSTRACT

(46)

DAFTAR ISI

3.3.1 Penentuan Reducing Substance dalam Refined Glyserin 27

3.4 Alat-alat 28

3.5 Bahan-bahan 28

3.6 Prosedur Percobaan 28

3.6.1 Uji Benedict Terhadap Refined Gliserin 28

(47)

3.8 Bahan-bahan 30

3.9 Prosedur Percobaan 30

3.9.1 Penentuan Lonza acid heat stability or refined gliserin 30 BAB 4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Data 31

4.2 Pembahasan 32 BAB 5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 33

5.2 Saran 34

(48)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1. Sifat Fisik Minyak Inti Sawit 16

2.2. Komposisi Biji Inti Sawit 17

2.3. Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit 18

2.4. Asam- Asam Lemak Jenuh 19

(49)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Lamp

Gambar

Gambar 2.2 diagram alir proses distilasi gliserin 4D1
Gambar 2.3 diagram alir proses glycerine bleaching
Tabel 2.1 Sifat Fisik Minyak Inti Sawit
Tabel 2.2 Komposisi Biji Inti sawit
+5

Referensi

Dokumen terkait

Naskah yang dapat dimuat dalam jurnal ini meliputi tulisan tentang kebijakan, penelitian, pemikiran, reviu teori/konsep/metodologi, resensi buku baru, dan informasi

[r]

Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul (Lembaran

Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah Kabupaten Bantul Tahun 2007 Seri D Nomor 8) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 11 Tahun

[r]

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim Teknis Pelaksana Entry

Penelitian longitudinal menilai surgically induced astigmatism (SIA) oleh insisi clear cornea di meridian yang steep pada penderita dengan riwayat astigmatisma yang

Mekanisme koping pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis di Rumah Sakit Prof.Dr.R.D Kandou Manado. Stress and Quality of Life in Breast Cancer