ABSTRAK
PELAKSANAAN PERJANJIAN ASURANSI JIWA SYARIAH
(Studi Pada PT.Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung)
Oleh
RIO TRAWIRATAMA
Usaha perasuransian di Indonesia saat ini telah berkembang pesat, disamping usaha
perasuransian konvensional, telah muncul usaha perasuransian dibidang asuransi
jiwa yang berdasarkan prinsip syari’at Islam, yaitu PT.Allianz Life Indonesia,
Lahirnya usaha perasuransian syariah dikarenakan sebagian masyarakat muslim di
Indonesia selama ini meragukan sistem asuransi kovensional yang mengandung tiga
hal yang dilarang dalam ajaran islam, yaitu: bunga
(riba), ketidakjelasaan
(gharar)
dan perjudian (maisir).
Asuransi jiwa dari segi hukum adalah merupakan suatu bentuk perjanjian antara
pemegang polis sebagai tertanggung dengan pihak perusahaan asuransi sebagai
penanggung. Dalam polis asuransi jiwa diperjanjikan mengenai hak dan kewajiban
para pihak. Salah satu kewajiban utama perusahaan asuransi sebagai penanggung
adalah mengganti kerugian apabila terjadi resiko yang merugikan tertanggung,
sedangkan kewajiban utama pemegang polis sebagai tertanggung adalah membayar
premi, hal ini telah disebutkan dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik
Indonesia No. 2 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Asuransi.
PT.Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung. Data yang digunakan adalah
data primer yang didukung oleh data sekunder. Data yang diperoleh lalu dianalisis
secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa PT.Allianz Life Indonesia Cabang Bandar
Lampung, dalam pelaksanaannya perjanjian asuransi jiwa syariahnya itu sendiri
dilakukan berdasarkan prinsip asuransi syariah dan peraturan-peraturan yang berlaku
berkaitan dengan asuransi jiwa, baik prosedur dimulainya akad sampai proses
berakhirnya asuransi jiwa, serta pembagian hak dan kewajiban selalu diupayakan
merunut pada tuntunan prinsip asuransi syariah hingga berakhirnya asuransi jiwa.
(Studi Pada PT. Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung)
(Skripsi)
Oleh
Rio Trawiratama
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
(Studi Pada PT. Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung)
(Skripsi)
Oleh
RIO TRAWIRA
TAMA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA HUKUM
pada
Bagian Hukum Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
Judul Skripsi : PELAKSANAAN PERJANJIAN ASURANSI JIWA SYARIAH (Studi Pada PT. Allianz Life Indonesia Cabang Bandar
Lampung)
Nama Mahasiswa : Rio Trawiratama
No. Pokok Mahasiswa : 0342011354
Bagian : Hukum Perdata
Fakultas : Hukum
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Hj. Wati Rahmi Ria, S.H., M.H Yennie Agustin,M.R, S.H., M.H. NIP 1965040919901020 NIP 19710825199722001
2. Ketua Bagian Hukum Keperdataan
MENGESAHKAN
1.
Tim Penguji
Ketua
:
Hj. Wati Rahmi Ria, S.H., M.H. ..………
Sekretaris
:
Yennie Agustin, M.R, S.H., M.H
.
………
Penguji Utama :
Amnawati, S.H., M.H.
………
2.
Dekan Fakultas Hukum
Hi. Adius Semenguk, S.H., M.S.
NIP 195609011981031003
MOTTO
Tak ada yang mustahil bagi orang yang punya kemauan (Pribahasa Prancis)
PERSEMBAHAN
Bismillahirrohmmannirohim
Dengan segala kerendahan hati dan ketulusan penulis persembahkan karya yang sederhana ini teruntuk:
ayahku tercinta Rusman Arsyad dan ibuku tersayang Pince Harlenawati yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh kasih sayang,
jasamu tak akan mungkin tergantikan olehku sampai akhir hayatku dan kakak adikku tercinta
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 01
April 1986, putra pertama dari tiga bersaudara pasangan
dari Bapak Rusman Arsyad SH., dan Ibu Pince
Harlenawati, Alamat JL. Bumi Manti No. 53, Kampung
Baru, Bandar Lampung, Lampung, 35142.
Penulis menyelesaikan Pendidikan Taman Kanak-Kanak HKTI di Metro,
Lampung pada tahun 1991, Sekolah Dasar Negeri 3 Labuhan Ratu tahun 1997,
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Al-Azhar 3 Bandar Lampung tahun 2000,
Sekolah Menengah Umum AL-Kautsar Bandar Lampung tahun 2003, pada tahun
2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Bismillahirohmanirrohim,
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas taufik dan hidayah-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi dan bantuan berbagai pihak sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih setulusnya kepada:
1. Bapak H.Adius Semenguk, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.
2. Bapak Prof. DR. I Gede AB Wiranata,SH.,MH., selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan Universitas Lampung.
3. Ibu Hj. Wati Rahmi Ria, S.H., M.H., selaku Pembimbing I yang telah banyak memberi pengarahan, saran yang sangat berguna dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Yennie Agustin, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang telah banyak memberi pengarahan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Amnawati, S.H., M.H., selaku Pembahas I yang telah memberi masukan dan kritikan dalam penyempurnaan skripsi ini.
6. Ibu Aprilianti, S.H., M.H., pembahas II yang telah memberi masukan dan kritikan serta bersedia membahas materi dan metode penelitian dalam skripsi ini.
melakukan riset serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
9. Seluruh keluarga tercintaku yang selalu memberikan do’a dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
10.Teman-teman dan rekan mahasiswa Angkatan 2003 yang ikut membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, Desember 2010 Penulis
Halaman
I. LATAR BELAKANG KEGIATAN DAN TUJUAN
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Kegunaan Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asuransi Jiwa ... 9
B. Syarat sahnya perjanjian ... 19
C. Berakhirnya Asuransi Jiwa Syariah ... 26
D. Pengertian Wanprestasi ... 27
E. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah ... 28
F. Kerangka Fikir ... 30
III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Tipe Penelitian ... 33
B. Pendekatan Masalah ... 33
C. Data dan Sumber Data ... 34
D. Metode Pengumpulan Data ... 35
E. Teknik Pengolahan Data ... 36
1. Terjadinya Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah ... 37
2. Premi dan polis asuransi jiwa syariah ... 37
3. Prosedur Pengajuan Klaim PT. Allianz life Indonesia cabang
Bandar Lampung ... 39
B. Tanggung Jawab Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Asuransi Jiwa
Syariah ... 45
1. Tanggung Jawab ... 45 2. Hak Dan Kewajiban Penanggung Dan Tertanggung
Asuransi Jiwa Syariah PT. Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung ... 46
3. Berakhirnya Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah ... 48
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 53
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perjalanan hidup manusia di dunia ini dikepung oleh masalah-masalah yang
sangat bervariasi adanya, terkadang manusia selalu dicekam kegelisahan atas
keresahan rezeki dan ajalnya, khawatir terhadap kepanikan dirinya apakah
berkecukupankah dirinya sehingga dapat menafahi dirinya ataupun keluarganya,
baik itu sandang, pangan, ataupun papan.
Tetapi meskipun demikian manusia tidaklah harus berpangku ataupun menyerah
saja, karnanya didalam mengarungi hidup dan kehidupan manusia selalu
berhadapan dengan beragam situasi dan ancaman bahaya yang membuat mereka
panik, cemas dan takut. Misalnya khawatir kekurangan rezeki, kehilangan
kekayaan, khawatir dicelakai orang, khawatir ditindas keyakinannya, khawatir
direbut kebebasan dan hak-haknya, dan khawatir akan prilaku buruk dan
kejahatan orang, khawatir ditimpa bencana dengan segala jenisnya, khawatir rugi
dan pailit, khawatir akan serangan musuh dan hal tersebut mengancam dirinya,
harta, tanah, tempat-tempat suci dan kehormatan.
Ancaman-ancaman bahaya ini selalu datang silih berganti dan sulit
dikalkulasikan. Namun hal tersebut merupakan realitas dalam kehidupan manusia,
inovasi-inovasi untuk mendapatkan rasa aman dan tentram dan menghindari dari
marabahaya yang akan menyelimuti kehidupan mereka. Salah satunya dengan
mendirikan perusahaan –perusahaan asuransi.
Perusahaan asuransi ini lahir ditengah hiruk pikuk kepanikan dan ketakutan ini.
Berbagai produk dan sistem asuransi pun ditawaran, mulai dari asuransi sakit,
kematian, kebakaran, kehilangan, kecelakaan, hingga asuransi kemacetan
pembayaran, hal ini dimaksudkan agar tercapainya rasa aman dan tentram
terhadap hal-hal yang hendak mereka hindari. Diantaranya perusahaan asuransi
tersebut dibagi menjadi dua bentuk yaitu perusahaan asuransi yang dijalankan
secara syariah dan perusahaan asuransi yang dijalankan secara konvensional.
Jika dijelaskan secara singkat keduanya memiliki perbedaan dalam pengolahan
dan penanggungan resiko khususnya penanggungan jiwa, hal ini dikarenakan
asuransi syariah harus memperhatikan aturan-aturan yang berlaku didalam islam
seperti contoh perusahaan asuransi tidak diperbolehkan perusahaannya
mengunakan sistem ketidakpastian (gharar), perusahaan asuransi tidak
diperbolehkan perusahaannya mengunakan sistem perjudian (maisir), baik dalam
investasi ataupun manegemen pun tidak diperkenankan perusahaannya
mengunakan sistem bunga (riba). Ketiga larangan tersebut merupakan pantangan
dan aturan-aturan didalam menjalankan persyariahaan. Dan hal itulah yang
menjadikan perusahaan asuransi yang dijalankan secara syariah dan perusahaan
Dalam usahanya menghindari hal-hal tersebut perusahaan asuransi syariah
membuat kontak mengenai perjanjian sejelas mungkin dan sepenuhnya terbuka.
Karenanya jika terjadi ketidak jelasan pada kontrak yang ada maka peserta dapat
meminta penjelasan atas isi perjanjian tersebut. Karena apabila terjadi
peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan tersebut terjadi, peserta asuransi dapat mengambil
manfaat atas perjanjian tersebut.
Untuk melaksanakan perjanjian asuransi jiwa syariah antara penanggung
(operator) dan tertanggung (peserta) disamping berlaku aturan-aturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah yaitu Undang-Undang Republik Indonesia No. 2
Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Asuransi, dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian yang kemudian disempurnakan lagi melalui perubahan pada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 73 Tahun 1992 Tentang
Penyelenggaraan Usaha Perasuransian oleh Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 63 Tahun 1999, juga berlaku ketentuan-ketentuan yang berlaku
pada Buku I dan Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan ketentuan
lainnya sepanjang tidak diatur dalam peraturan-peraturan tersebut.
Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1992
Tentang Penyelenggaraan Asuransi, asuransi adalah perjanjian antar dua belah
pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
Pada dasarnya pihak-pihak dalam perjanjian asuransi jiwa syariah yaitu
penanggung (operator) dan tertanggung (peserta) untuk kepentingan penanggung
ternyata diperlukan jaminan-jaminan agar pelaksanaan pekerjaan dapat
dilaksanakan dengan baik dan tepat pada waktunya sesuai dengan prinsip asuransi
syariah.
Dari penjelasan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun
1992 Tentang Penyelenggaraan Asuransi ditarik unsur-unsur yang terkait
didalamnya, maka dapat dilihat hal-hal berikut ini:
1. Adanya suatu perjanjian, karena asuransi jiwa syariah tidak dapat terlaksana
tanpa adanya perjanjian sebelumnya antara penanggung dan tertanggung, maka
dari itu syarat-syarat untuk sahnya perjanjian seperti yang tercantum dalam
pasal 1320 KUHPdt.
2. Antara tertanggung dan penanggung, perjanjian asuransi jiwa syariah adalah
perjanjian antara tertanggung (peserta) dan Penanggung, dimana pihak yang
satu menghendaki sesuatu untuk dipenuhi oleh pihak lainnya yaitu
penanggung, kedudukan mereka adalah berdiri sendiri, artinya mereka sejajar
dalam melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing.
3. Jaminan tertentu. Konsep dasar asuransi adalah untuk memberikan ketenangan
pada seseorang dari bahaya yang mungkin terjadi dan menyebabkan kerugian
menghilangkan atau meminimalisir ketakutan dan kekhawatiran, hal ini
menurut syara’ sah-sah saja, atau diterima (maqbul).
Tetapi meskipun demikian apabila salah satu pihak wanprestasi dalam
melaksanakan kewajibanya didalam perjanjian wajiblah bagi mereka untuk
menepatinya.
Berdasarkan pasal 1240 dan 1241 KUHPdt yaitu jika pihak berwajib tidak
melakukan suatu perbuatan yang wajib ia lakukan menurut perjanjian, maka pihak
berhak memohon kepada hakim agar pihak yang berwajib yang melakukan
wanprestasi dapat melaksanakan kewajibannya, maka pihak berhak dapat
menuntut dimuka hakim supaya pihak berwajib diperintahkan meniadakan hal
yang diadakan secara bertentangan dengan perjanjian.
Untuk dapat ikut serta, tertanggung dan Penanggung harus memenuhi segala
syarat-syarat yang telah ditentukan oleh pihak asuransi, apabila seluruh syarat dan
prosedur telah dipenuhi, maka dilanjutkan dengan perjanjian antara kedua belah
pihak. Persyaratan-persyaratan diketahui oleh kedua belah pihak khususnya bagi
tertanggung agar dalam prakteknya dikemudian hari nanti antara tertanggung dan
Penanggung tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, dalam menjalankan
asuransi syariah.
Tidak adanya sistem ketidakpastian (gharar), juga sistem perjudian (maisir), baik
dalam investasi ataupun manegemen dan sistem bunga (riba). Maka dapat
memudahkan keduanya untuk melaksanakan perjanjian asuransi syariah,
dalam perasuransian memberikan keleluasan bagi tertanggung (peserta)
mengklaim kemalangan yang menimpa mereka.
Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk membahas tentang
Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah yaitu antara (tertanggung) dan o
(penanggung). Dalam hal ini penulis melakukan penelitian pada Perusahaan
Asuransi Jiwa PT. Asuransi Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung.
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas, maka yang menjadi permasalahan
dalam penulisan penelitian ini : Bagaimana pelaksanaan perjanjian asuransi jiwa
syariah pada PT Asuransi Allianz Life Indonesia cabang Bandar Lampung.
Dengan pokok bahasannya yaitu :
a. Terjadinya perjanjian asuransi jiwa syariah pada PT Asuransi Allianz Life
Indonesia .
b. Tanggung jawab pihak-pihak dalam perjanjian asuransi jiwa syariah pada
PT Asuransi Allianz Life Indonesia.
c. Berakhirnya perjanjian asuransi jiwa syariah pada PT Asuransi Allianz Life
Indonesia.
2. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup penelitian ini termasuk dalam studi bidang ilmu hukum
perdata, khususnya dalam Buku I tentang orang dan Buku III tentang perikatan
kitab Undang-undang Hukum perdata. Dan studi bidang ilmu hukum islam yang
hubungan antara dua orang atau lebih mengenai suatu benda yang dihalalkan
menjadi objek suatu transaksi. Untuk mengetahui Pelaksanaan Perjanjian Asuransi
Jiwa antara tertanggung (peserta) dan (operator) Penelitian diadakan pada PT.
Asuransi Allianz Life Indonesia.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan adapun tujuan penulisan ini
antara lain :
a. Mengetahui bagaimanakah terjadinya perjanjian asuransi jiwa syariah
b. Mengetahui apa-apa saja tanggung jawab pihak-pihak dalam perjanjian
asuransi jiwa syariah.
c. Mengetahui kapan Berakhirnya perjanjian asuransi jiwa syariah
2. Kegunaan Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian diatas, maka kegunaan penelitian dalam penulisan
ini adalah :
a. Secara Teoritis
Menambah perluasaan ilmu dalam pemanfaatan lapangan hukum asuransi dan
perjanjian khususnya hukum perjanjian dan Asuransi Jiwa Syariah di
Indonesia bagi ilmu dan phak-pihak yang akan memperoleh manfaat dari
b. Secara Praktis
Sebagai sumbangan pemikiran yang baik bagi penulis dan PT. Asuransi
Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung serta untuk memenuhi
sebagian persyaratan menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum Universitas
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Asuransi Jiwa
1. Pengertian Perjanjian Asuransi Jiwa
Istilah perjanjian yang dalam kitab Undang-undang Hukum perdata disebut
dengan istilah “verbitenis”, istilah ini diterjemahkan oleh sarjana yang satu dan
yang lainnya dengan cara yang berbeda dan tidak ada keseragaman, ada yang
menyebut dengan istilah perjanjian, perikatan atau perutangan, yaitu suatu
hubungan hukum mengenai harta kekayaan antara dua orang yang memberi hak
kepada yang satu dan yang lainnya, sedang orang yang lainnya diwajibkan
memenuhi tuntutan ini (R. Subekti, 1996: 122).
Menurut pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, didefinisikan :
“Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih”
Menurut Wiryanto Projodikoro memakai istilah perjanjian yaitu suatu hubungan
hukum mengenai harta benda antara dua pihak, yang mana satu pihak berjanji atau
dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut
pelaksanakan janji itu. Selanjutnya dikatakan bahwa pengertian perjanjian adalah
luas yaitu disamping pengertian perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum
dalam hukum adat. Karena disamping adanya kata sepakat, perlu adanya tindakan
tunai yang nampak dan terlihat oleh pihak-pihak yang berjanji (Wiryanto
Projodikoro, 1966: 8).
Perjanjian asuransi jiwa atau yang selanjutnya disebut kontrak antara tertanggung
dan penangung asuransi jiwa, dalam hal ini kontrak antara tertanggung dan
penanggung berlaku konsep yang disebut sebagai pengalihan resiko atas
kejadian-kejadian yang tidak diinginkan (evenement) terjadi pada tertanggung baik itu
sakit, kematian, kebakaran, kehilangan, kecelakaan, ataupun kemacetan,
karenanya tertanggung melakukan perjanjian atau kontrak dengan penanggung
dengan memindahkan resiko tertanggung kepada penanggung yang berfungsi
sebagai klaim baginya agar evenement dapat ditanggung oleh penanggung sesuai
dengan perjanjian atau kontrak yang telah dibuat secara sah.
2. Pengertian Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah
Hukum perjanjian atau perikatan islam adalah bagian dari hukum islam yang
mengatur tentang prilaku manusia di dalam menjalankan hubungan ekonomi dan
perdagangan.bahasan tentang perikatan sangat berkaitan dengan transaksi yang
berhubungan dengan kebendaan atau harta kekayaan.
Menurut Tahrir Azhary hukum perjanjian atau perikatan islam merupakan
seperangkat kaidah hukum yang bersumber dari Al-Qur’an, As-Sunnah dan
Ar-Ra’yu (ijtihad) yang mengatur tentang hubungan antara dua orang atau lebih
mengenai suatu benda yang dihalalkan menjadi objek suatu transaksi.
Kaidah-kaidah hukum yang berhubungan langsung dengan konsep hukum
As-Sunnah, sedangkan kaidah-kaidah fiqih berfungsi sebagai dari syariah yang
dilakukan oleh manusia (para ulama mahzab) merupakan suatu bentuk dari
Ar-Ra’yu (ijtihad). Dari ketiga sumber tersebut, umat islam dapat memperaktekkan
kegiatan usahanya dalam kehidupan sehari-hari, yang merupakan hubungan
vertikal atau hablum-minallah (hubungan manusia dengan Allah, Tuhan YME)
dan horizontal atau hablum-minannas (hubungan dengan sesama manusia). (Iqbal.
Muhaimin, 2006: 15).
Definisi asuransi syari'ah menurut Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk
saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang melalui investasi
dalam bentuk aset dan atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko/bahayatertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Kata akad berasal dari lafal Arab al'aql yang mengandung arti perikatan atau
perjanjian. Menurut terminologi fikih, kata akad diartikan sebagai pertalian ijab
dan qabul. Ijab yaitu pernyataan melakukan ikatan, sedangkan qabul yaitu
pernyataan penerimaan ikatan yang sesuai dengan kehendak syariah dan
berpengaruh pada perikatan yaitu dilakukannya hak dan kewajiban para pihak
yang melakukan perjanjian.
Perjanjian atau perikatan asuransi jiwa syariah atau selanjutnya disebut dengan
kontrak merupakan bagian paling penting, yang membedakan dengan perusahaan
asuransi konvensional. Pada pendahuluan, asuransi syariah membentengi dirinya
dari ketidakpastian (gharar sistem perjudian (maisir), baik dalam investasi ataupun
mengunakan sistem bunga (riba). Tetapi larangan gharar tidak berlaku pada
Disamping gharar, dalam islam juga diharamkan hal-hal berikut ini :
a. Riba (bunga uang/ mengambil atau membebankan bunga).
b. Membeli atau menjual harta benda atau hak yang tidak sah.
c. Investasi dalam portfolio yang tidak halal (kegiatan-kegiatan tidak halal seperti
minuman keras atau perjudian dsb).
d. Manipulasi dan praktek yang tidak adil.
Jika pada asuransi jiwa biasa atau konvensional konsep yang disebut sebagai
pengalihan resiko atas kejadian-kejadian yang tidak diinginkan (evenement),
maka tidak pada asuransi jiwa syariah karena didalam konsep asuransi syariah,
tidak ada perpindahan resiko antara peserta dengan operator. Resiko dibagi antara
para peserta dalam skema jaminan mutual atau skema asuransi syariah. Operator
syariah hanya sebagai wakell (agen) untuk membuat skema tersebut bekerja.
Operator asuransi syariah menjadi bagian dari peran operator untuk memastikan
orang yang ditimpa kemalangan sehingga mengalami kerugian bisa mendapatkan
kompensasi yang layak.
3. lahirnya perjanjian Asuransi Jiwa Syariah.
Ahli hukum islam Abdoerraoef mengemukakan terjadinya perikatan (al-aqdu)
melalaui tiga tahap, yaitu :
a. Al’Ahdu (perjanjian), yaitu pernyataan untuk melakukan sesuatu dan tidak
ada sangkut pautnya dengan kemauan orang lain.
b. Persetujuan, yaitu pernyataan setuju dari pihak kedua untuk melakukan
c. Apabila dua buah janji dilaksanakan oleh para pihak, maka terjadilah apa
yang dinamakan akdu oleh Al-Quran dalam QS al-maidah (5) : “Maka yang
mengikat masing-masing pihak sesudah pelaksanaan perjanjian itu bukan lagi
perjanjian atau ahdu melainkan akhdu”.
Menurut pasal 1338 KUHPdt, perjanjian dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa
persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang cukup menurut
Undang-undang. Dalam KUHD pada pasal 257 dan 258 dapat dilihat bahwa :
a. Persetujuan asuransi bersifat konsensual, yaitu setelah ada kata sepakat antara
kedua belah pihak mengenai objek asuransi, maka terbentuklah persetujuan
asuransi.
b. Polis merupakan alat bukti bagi tertanggung dan penanggung bahwa antara
mereka telah terjadi kesepakatandalam mengadakan asuransi syariah.
4. Bukti Terjadinya Perjanjian Asuransi Syariah
Bukti terjadinya perjanjian didalam asuransi disebut polis, sedangkan polis
memiliki arti suatu perjanjian yang memuat prjanjian asuransi jiwa syariah antara
pemegang polis dan suatu badan atau lembaga, dan badan yang dimaksud adalah
PT. Asuransi Allianz Life Indonesia, didalam pasal 255 KUHD bahwa
pertanggungan harus dilakukan secara tertulis dengan sepucuk akta yaitu polis.
Didalam polis juga terdapat ketentuan seperti pasal 304 KUHD, bahwa polis
memuat hal-hal berikut :
a. Hari pengadaan pertanggungan
c. Nama orang yang jiwanya dipertanggungkan
d. Waktu bahaya bagi penanggung mulai berjalan dan berakhir, dan
pertanggungannya
Sesuai fungsinya sebagai alat bukti, apabila terjadi peristiwa yang menimbulkan
kerugian, maka polis menjadi dasar bagi tertanggung untuk mengajukan tuntutan
ganti rugi.
Dilain pihak, menolong sesama dalam setiap situasi termasuk didalam peristiwa
yang tidak menguntungkan sangat didukung dalam ajaran islam seperti yang
diwahyukan Allah dalam Al-Quran,” saling tolong menolonglah dalam al-Birr
dan at-Taqwa (kebajikan, kebenaran, kesalehan), tetapi janganlah saling
menolong dalam dosa dan pelanggaran”…(al-Maidah: 2) karenanya asuransi
jiwa syariah tidak mengenal adanya perpindahan resiko melainkan asuransi
syariah atau berbagi resiko.
5. Sistem Ekonomi Syariah
Tantangan yang dihadapi Islam dalam dewasa ini memperlihatkan perlunya suatu
analisis yang dapat menunjukkan dimana Islam lebih unggul dari pada yang
lainnya dalam memenuhi tujuan tertentu. Karena keseluruhan analisis adalah
subyektif, janganlah heran bila tujuannya berbeda, atau memberikan bobot
Konsep Islam tentang masyarakat didasarkan atas lima prinsip yaitu :
a. Konsep Sejarah Qur’ani
Konsep agama Al-Quran didasarkan atas keesaan Tuhan, yang simbolik dan
penting dalam arti bahwa semua kehidupan adalah tunggal serta bermanfaat.
Dan agama Islam menyediakan seluruh kegiatan dalam segala bidang-sosial,
politik, ekonomi dan biologis dan menghasilkan keseimbangan dalam
masyarakat
b. Konsep Hak Milik Pribadi
Dalam Islam pemilik mutlak dari segala sesuatunya adalah Tuhan;
“………..Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada
dintara keduanya. Dia menciptakan apa yang dikendaki-Nya. Dan Allah Maha
kuasa atas segala sesuatu”.
“……….dan kepada Allah-lah kembali segala sesuatu”.
Maka hak milik dari semua anugerah alam yang cuma-cuma itu tanah, laut,
danau, sungai dan isinya tidaklah pada seseorang. Umat manusia dititipi
amanat. Amanat ini adalah memanfatkan anugerah ini dengan merata dan
tidak mengecualikan siapa pun. Tidak mudah memperkaya diri, mengisap
orang, atau memperhamba orang orang lain. Demikianlah Islam
memperkenankan setiap orang untuk memiliki harta benda pribadi, tetapi
membatasinya sehingga si pemilik tidak menggunakan harta bendanya itu
kecuali untuk kebaikan bersama. Islam mendorong setiap orang untuk
memperoleh harta pribadi, tapi menghendaki agar hal ini membawa kebaikan
untuk masyarakat keseluruhan. Singkatnya, sekalipun Islam memperkenankan
dan meningkatkan kepentingan sesamanya. Perintah moral tentang hak milik
adalah untuk menimbulkan tanggung jawab dan kesadaran.
c. Konsep Persaudaraan
Islam bertujuan menggabungkan semua bagian masyarakat menjadi suatu
komunitas tunggal, sehingga semua orang dapat merasa dirinya sebagai
anggota keluarga yang sama.
Dalam bidang ekonomi, ciri khas konsep persaudaraan Islam terletak dalam
kenyataan bahwa Islam mengenyahkan semua kegiatan ekonomi anti sosial
yang tidak mendorong pada kesejahteraan bersama. Demikianlah semua
perusahaan monopoli dan spekulatif dilarang karena semua hal ini tidak
bermanfaat, dan ia mengambil keuntungan dari penderirtaan sesama manusia.
Yang penting ialah bahwa semua kegiatan ekonomi yang diperbolehkan Islam,
harus bebas dari pengisapan atau ketidakjujuran yang akhirnya dapat
merintangi persaudaraan manusia yang sesungguhnya. Islam mengakui bahwa
persamaan mutlak dalam hubungan ekonomi mungkin tetap merupakan suatu
tujuan yang tidak akan dapat tercapai seluruhnya.
d. Ko-Eksistensi
Prinsip pokok koeksistensi berasal dari kitab suci Al-Quran dan Sunnah. Kitab
suci Al-Quran memerintahkan kaum muslimin agar bekerja sepenuhnya untuk
perdamaian (QS.Baqarah, 2:29), Nabi sendiri memperlihatkan prinsip
e. Kekuasaan
Mengenai konsep kekuasaan, secara fundamental Islam berbeda dari semua
sistem lainnya. Dalam Islam semua kekuasaan ada pada Allah, tidak pada
siapapun juga. Kekuasaan bukanlah milik kerajaan, Negara, atau bahkan
rakyat. Rakyat adalah si penerima amanat kekuasaan itu, yaitu kekuasaan.
Disamping dalam pelaksanaan sistem ekonomi syariah tersebut harus juga
berlandaskan nilai-nilai sistem perekonomian Islam, yang antara lain
perekonomian masyarakat luas, bukan hanya masyarakat muslim akan tetapi
menjadi baik bila menggunakan kerangka kerja atau acuan norma-norma
Islam.
6. Riba dan Bunga Dalam Pandangan Islam
Hukum Islam yang berdasarkan pada Al-Quran, menyatakan bahwa perbuatan
memperkaya diri dengan cara yang tidak benar, atau menerima keuntungan tanpa
memberikan nilai imbangan secara etika dilarang. Tidak bisa disangkal bahwa
semua bentuk riba dilarang mutlak oleh Al-Quran, yang merupakan sumber pokok
hukum Islam. Demikian pula dalam beberapa hadist, sebagai sumber paling
otoritatif berikutnya, Nabi Muhammad SAW mengutuk yang memungut riba,
orang yang membayarnya, orang yang menuliskan perjanjiannya dan orang yang
menyaksikan persetujuannya. Adapun peringatan-peringatan mengenai riba dalam
Al-Quran tercantum dalam Surah Al-Baqarah ayat 257-280, Surah Al’Imran ayat
Riba adalah jual beli yang mengandung unsur ribawi dalam waktu dan / atau
jumlah yang tidak sama. Dalam kontrak pertukaran antara pihak penanggung
dengan pihak tertanggung mengandung unsur ribawi yaitu berupa ganti rugi
yang melibatkan jumlah dan skala waktu yang berbeda-beda.
Riba diharamkan dalam Islam adalah karena alasan berikut :
1. Mengambil bunga berarti mengambil untuk diri sendiri milik orang lain tanpa
memberikan sesuatu sebagai gantinya, seseorang menerima lebih dari yang
dipinjamkan tanpa perlu mengganti kelebihan tersebut dengan sesuatu.
2. Bergantung pada bunga mengurangi semangat orang untuk bekerja
mendapatkan uang, karena orang tersebut dengan satu dolar dapat
menghasilkan lebih dari satu dolar dari bunga baik yang dibayar dimuka
maupun yang dibayar kemudian tanpa bekerja untuk itu.
3. Mengizinkan membebankan bunga mengurangi semangat orang untuk berbuat
baik terhadap sesama, karena bila bunga uang diharamkan dalam suatu
kelompok masyarakat, orang akan memberi pinjaman bagi orang lain dengan
keinginan yang baik, tanpa mengharapkan lebih dari jumlah yang dipinjamkan.
4. Riba diharamkan dalam Islam juga karena cenderung menimbulkan perlakuan
tidak jujur atau tidak adil antara satu pihak dengan pihak yang lain.
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah
riba utang piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi menjadi
riba Qardh dan riba jahilliyah. Adapun kelompok kedua, riba jual beli,
terbagi menjadi riba fadhl dan ribanasi’ah yaitu:
a) Riba Qardh : Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang
b) Riba Jahilliyah : Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam
tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
c) Riba Fadhl: Pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran
yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam
jenis barang ribawi.
d) Riba Nasi’ah : Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang
ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam
nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan
antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian. (Yusuf
Qordhowi, 1991 :42).
Riba (bunga) sama sekali dilarang di bawah hukum syariah dan di bawah
pengaturan asuransi syariah. Untuk menghindari riba, dalam asuransi syariah,
kontribusi para pesertanya dikelola dalam skema pembagian resiko dan bukan
sebagai premi, seperti layaknya pada asuransi konvensional. Dalam ketentuan
asuransi syariah diberlakukan adanya kontribusi dalam bentuk donasi dengan
kondisi atas kompensasi (tabarru). Dan sumber dana yang berasal dari kontribusi
atau donasi para peserta itu, harus dikelola dan diinvestasikan berdasarkan
ketentuan syariah.
B. Syarat sahnya perjanjian
Perjanjian dapat dikatakan sah jika telah memenuhi empat syarat yang menurut
pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri.
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.
Keempat syarat tersebut diatas harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang mengadakan
perjajian. Bilamana syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi, maka dalam hal ini
dibedakan :
1. Syarat subjektif, meliputi :
a. Persetujuan kehendak.
b. Kecakapan para pihak
2. Syarat obyektif, meliputi :
a. Prestasinya harus tertentu
b. Sebab yang diperkenankan.
Kembali pada syarat sahnya perjanjian seperti yang terdapat dalam pasal 1320
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Adanya suatu perjajian merupakan hal terpenting dan terpokok yang harus
berdasarkan kesepakatan kehehendak dari mereka yang membuat perjanjian
tersebut. Baik sepakat mengenai barang maupun harganya, hal ini merupakan asas
yang berlaku dalam hukum perdata yaitu konsep konsensualitas.
Asas konsensualitas adalah bahwa pada dasarnya suatu perjanjian itu lahir sejak
detik tercapainya kata sepakat. dengan kata lain perjanjian itu perjanjian itu sudah
sah bilatelah tercapai kata sepakat antara pihak-pihak mengenai mengenai hal-hal
pokok yang tidak diperlukan suatu formalitas lainnya. Kata sepakat ini disebut
Sepakat yang diberikan harus dinyatakan secara bebas yaitu secara kekhilafan,
paksaan, atau penipuan. Bila perjanjian tersebut dilakukan dengan tidak bebas,
maka menurut pasal 1321 KUHPdt, perjanjian tersebut tidak sah.
1. Hapusnya Perjanjian
Seperti diketahui bahwa perjanjian merupakan salah satu sumber perutangan /
perikatan. Oleh sebab itu dengan hapusnya perutangan / perikatan akan
mengakibatkan juga hapusnya perjanjian.
Menurut pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada sepuluh cara
hapusnya perjanjian yaitu :
a. Karena pembayaran
Yang dimaksud dengan pembayaran adalah setiap pemenuhan perjanjian secara
sukarela. Pembayaran disini tidak hanya ditujukan pada pembayaran uang saja,
tetapi juga menyerahkan barang, bahkan pekerja yang melakukan pekerjaan untuk
majikannya dikatakan juga dengan membayar. Artinya membayar meliputi segala
bentuk prestasi yang harus dilakukan oleh tertanggung (peserta) kepada
Penanggung (operator) atau sebaliknya.
1) Siapa yang harus dan yang dapat melakukan pembayaran, sesuai dengan pasal
1382 KUHPdt yang melakukan pembayaran adalah orang yang
berkepentingan saja yang dapat melakukan pembayaran secara sah, seperti
tertanggung dan Penanggung.
2) Kepada pembayaran itu harus dilakukan, yang berhak memperoleh
pembayaran adalah :
a) Kreditur atau
b) Kuasa dari kreditur atau
c) Orang yang dikuasakan oleh undang–undang untuk menerima pembayaran
bagi kreditur. misal : seorang wali.
3) Apakah yang harus dibayar, objek pembayaran haruslah sesuai dengan apa
yang telah diperjanjikan yaitu menurut isi dan maksud perjanjian tersebut.
4) Tempat pembayaran yang harus dilaksanakan, sesuai pasal 1393 KUHPdt,
bahwa pembayaran harus dilakukan ditempat yang telah ditetapkan dalam
perjanjian, namun bila dalam perjanjian tidak ditentukan maka
pembayaran dapat dilakukan di tempat dimana si penanggung dan
tertanggung berada pada saat perjanjian dibuat.
5) Waktu diadakannya pembayaran, hal ini juga tergantung pada apa yang
diperjanjikan, bila perjanjian tidak mengaturnya maka pembayaran harus
dilakukan dalam waktu yang pantas menurut perjanjian, bila pembayaran
dilakukan dengan mencicil maka pembayaran harus dianggap lunas bila
b. Penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penyimpanan atau
penitipan
Menurut pasal 1404 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
bila kreditur menolak pembayaranyang ditawarkan debitur kepadanya untuk
melunasi hutang, maka debitur dapat minta kepada hakim supaya uang atau
barang tersebut disimpan oleh hakim di kantor pengadian. Inilah yang disebut
dengan penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan.
Akibat dari hal tersebut maka menurut pasal 1404 (2) Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, akan membebaskan debitur dan perbuatan yang dilakukan dan
perbuatan tersebut berlaku sebagai pembayaran. Asal pembayaran tersebut telah
dilakukan dengan cara menurut undang-undang, dengan demikian uang atau
barang yang dititipkan itu dapat diminta kembali oleh debitur.
c. Pembaharuan Hutang
Menurut pasal 1413 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pembaharuan hutang
dapt terjadi dalam 3 (tiga) bentuk :
1) Perubahan isi perjanjian.
2) Perubahan mengenai diri kreditur.
d. Perjumpaan Hutang
Menurut pasal 1426 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa
perjumpaan terjadi demi hukum. Kemudian menurut pasal 1427 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yaitu :
1) Harus mengenai hutang yang timbal balik.
2) Kedua hutang dapat seketika diselesaikan dan ditagih.
3) Kedua objek perjanjian itu haruslah sama.
e. Percampuran Hutang
Menurut pasal 1436 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata percampuran hutang
terjadi bila kedudukan sebagai orang berpiutang dan orang berhutang berkumpul
dalam satu orang. Dengan demikian terjadilah percampuran hutang dan berakibat
piutang menjadi hapus.
f. Pembebasan Hutang
Pembebasan hutang merupakan cara hapusnya perikatan dimana kreditur
membebaskan debitur dari kewajibannya untuk memenuhi perikatan. Pembebasan
dapat dipandang sebagai perbuatan sepihak, artinya pernyataan secara lisan atau
tertulis dari kreditur yang membebaskan debitur dari kewajibannya untuk
membayar, tetapi perbuatan kreditur tersebut baru merupakan kesediaan. Sedang
pembebasan itu baru terjadi setelah diterima baik oleh debiturnya. Dengan
demikian pembebasan tersebut merupakan perbuatan dua pihak, yang memerlukan
g. Musnahnya Barang Yang Terutang
Menurut pasal 1444 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Bila barang yang
menjadi objek perjanjian musnah sehingga tidak dapat diketahui apakah barang
itu masih ada atau tidak maka perikatan tersebut menjadi hapus, asalkan barang
tersebut musnah atau hilang diluar kesalahan debitur.
h. pembatalan
Pembatalan suatu perjanjian dapa mengenai dua macam, yaitu :
1) Batal secara mutlak (absolut), terjadi apabila terdapat cacat mengenai
bentuknya perjanjian.
2) Batal secara relatif, terjadi apabila perjanjian tersebut tidak berlaku bagi orang
tertentu.
i. Berlakunya Suatu Perjanjian Batal
Menurut pasal 1265 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa
suatu syarat batal adalah syarat yang apabila terpenuhi akan menghentikan
perjanjiannya dan segala sesuatu akan kembali pada keadaan semula. Jadi
seolah-olah tidak pernah terjadi perjanjian. Dengan demikian diwajibkan si berhutang
untuk mengembalikan apa yang telah diterimanya bila peristiwa yang dimaksud
terjadi.
j. Daluarsa
Daluarsa diatur pada pasal 1946 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa
daluarsa merupakan alat untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya
suatu waktu dan atas syarat-syarat yang ditentukan masing-masing.
1) Acquisitieve verharing yaitu verjaring atau daluarsa untuk memperoleh hak
milik atas suatu benda.
2) extinctieve verharing yaitu verjaring atau daluarsa untuk dibebaskan dari suatu
perikatan.
C. Berakhirnya Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah
1. Asuransi Jiwa Berakhir
Berakhirnya perjanjian, dapat juga disebut hapusnya persetujuan berarti,
menghapuskan semua pernyataan kehendak yang telah dituangkan dalam
persetujuan bersama antara Penanggung dan tertanggung asuransi jiwa syariah.
Berakhirnya Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah terjadi disebabkan antara lain :
a. Karena Terjadi Evenemen
Dalam pasal 304 KUHD yang mengatur tentang isi polis, tidak ada ketentuan
ataupun keharusan mencantumkan evenemen dalam polis asuransi jiwa,
berbeda dengan asuransi kerugian, pasal 256 ayat (1) KUHD mengenai isi polis
mengharuskan pencantuman bahaya-bahaya yang menjadi beban penanggung,
hal ini dikarenakan dalam asuransi jiwa yang dimaksud adalah meninggalnya
seseorang yang jiwanya diasuransikan, meninggalnya seseorang itu merupakan
suatu hal yang pasti, setiap makhluk bernyawa pasti mengalami kematian, akan
tetapi kapan meninggalnya seseorang tidak dapat dipastikan, inilah yang
b. Karena asuransi gugur
Menurut ketentuan pasal 306 KUHD:
Apabila orang yang diasuransikan jiwanya pada saat diadakan asuransi
ternyata sudah meninggal, maka asuransinya gugur, meskipun tertanggung
tidak mengetahui kematian tersebut, kecuali diperjanjikan lain.
Kata-kata bagian akhir pasal ini ”kecuali diperjanjikan lain” memberi peluang
kepada pihak-pihak untuk memperjanjikan menyimpang dari ketentuan pasal
ini.
c. Karena asuransi dibatalkan
Asuransi jiwa dapat brakhir karena pembatalan sebelum jangka waktu
berakhir, pembatalan tersebut dapat terjadi karena tertanggung tidak
melanjutkan pembayaran premi sesuai dengan perjanjian atau karena
permohonan tertanggung sendiri.
D. Pengertian wanprestasi
Wanprestasi berasal dari bahasa belanda yang berarti prestasi buruk artinya
wanprestasi merupakan kelalaian atau kealpaan debitur atau pihak yang
berhutang untuk menepati janjinya kepada pihak yang memiliki hak untuk
menerima janji yaitu kreditur, wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat
macam :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
3. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tapi terlambat.
Maka dari itu dibebankan bagi mereka yang melakukan wanprestasi untuk
memenuhi janjinya, terhadap kelalaian atau kealpaan debitur sebagai pihak yang
wajib melakukan sesuatu, diancam beberapa sanksi atau hukuman yaitu:
1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dsebut juga dengan ganti
rugi
2. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian.
3. Peralihan resiko
4. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan didepan hakim.
Karena wanprestasi memiliki bagian-bagian yang penting , maka harus ditetapkan
lebih dulu apakah debitur melakukan wanprestasi atau lalai, dan kalau hal itu
disangkal olehnya, harus dibuktikan di muka hakim.
E. Pihak-Pihak dalam perjanjian asuransi jiwa syariah
Pihak-pihak yang dimaksud dalam perjanjian asuransi jiwa syariah adalah mereka
yang terlibat dalam perjanjian. Perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak itu
menetetapkan adanya kewajiban hukum untuk dilaksanakan oleh pihak-pihak
dalam perjanjian, pihak-pihak tersebut adalah adalah peserta dan operator
perusahaan asuransi syariah itu sendiri, yang didalam perjanjian atau kontraknya
masing –masing pihak memiliki hak dan kewajiban agar dapat saling memenuhi
hak dan kewajiban masing-masing. Karenanya didalam suatu perjanjian asuransi
jiwa syariah akan menimbulkan hubungan hukum antara dua pihak atau lebih,
Apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi maka peserta asuransi jiwa
ganti kerugian atas evenemen tersebut, dan tak lepas dari itu peserta berkewajiban
untuk membayar premi asuransi sesuai dengan jumlah yang telah disepakati.
1. Subjek Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah
Subjek dalam Hukum perikatan islam adalah pribadi-pribadi sebagai pelaku dari
suatu tindakan hukum, yaitu tindakan hukum akad atau perikatan. Subjek hukum
sebagai pelaku perbuatan hukum sering kali disebut sebagai pengemban hak dan
kewajiban. Pribadi tersebut dapat berupa Manusia (syaksiyah ta’biyah) adalah
pihak yang sudah dapat dapat dibebani hukum atau mukallaf, baik yang
berhubungan dengan tuhan dan maupun dalam kehidupan sosial. Dan badan
hukum (Syaksiyah I’tibariah hukmiyah), adalah badan atau lembaga yang dapat
bertindak dalam hukum dan mempunyai hak-hak, kewajiban dan perhubungan
hukum terhadap orang lain atau badan lainnya.
Dalam kedudukannya sebagai subjek hukum, manusia dapat dibedakan atas:
mukhalaf (manusia yang dapat melakukan tindakan hukum) dan safihun (manusia
yang tidak dapat melakukan tindakan hukum), mukhalaf adalah orang yang telah
memiliki kedudukan tertentu sehngga ia dibebankan kewajiban-kewajiban
tertentu, sedangkan safihun sebaliknya ukuran penentuan mukalaf ini dan safihun
adalah datangnya tanda-tanda kedewasaan (baligh), atau ditandai dengan
tanda-tanda menstruasi bagi wanita dan mimpi bagi pria.
Subjek hukum dalam asuransi jiwa syariah ini adalah pendukung hak dan
kewajiban dalam perjanjian asuransi jiwa syariah. Subjeknya adalah badan atau
lembaga hukum asuransi jiwa syariah yaitu operator sebagai penjamin mutual
subjek hukumnya adalah PT. Asuransi Allianz Life Indonesia dan peserta yang
memperoleh tangungan atas perjanjian yang telah disepakati.
2. Objek Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah
Berdasarkan pasal 1320 KUHPdt, syarat sahnya suatu perjanjian ada empat, yaitu:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal
Suatu hal tertentu yang merupakan salah satu dari sahnya syarat perjanjian dapat
berupa dari objek perjanjian tersebut, dalam perjanjian asuransi jiwa syariah objek
perjanjiannya adalah benda yang berlaku padanyaa hukum akad atau Mahalul
‘Aqdi, misalnya adalah benda-benda yang dijual dalam akad jual beli (al buyu’)
atau utang yang dijamin seseorang dalam akad. Didalam asuransi syariah
perjanjian dapat sah secara hukum jika telah memenuhi syarat-syarat akad,
syarat-syarat akad tersebut hampir sama dengan syarat-syarat syahnya perjanjian dalam
KUHPdt. Adapun syarat-syarat tersebut adalah : Halal menurut syara, bermanfaat
artinya bukan merusak atau digunakan untuk merusa, .dimiliki sendiri atau kuasa
pemilik,dapat diserah terimakan artinya berada dalam kekuasaan, dengan harga
jelas.
F. Kerangka Fikir
Manfaat perjanjian asuransi jiwa syariah (takaful) bagi peserta asuransi. Yaitu
takaful keluarga dan takaful umum diadakan agar dapat melaksanakan perjanjian
Perjanjian asuransi harus diadakan secara tertulis dalam akta yang bernama polis.
Kemudian polis tersebut dijadikan alat bukti bagi peserta (tertanggung) dan
operator (penanggung) sebagai wakell (agen) yaitu pembuat skema pembagian
hasil atas kemalangan atau kerugian yang terjadi pada peserta. Dengan adanya
perjanjian asuransi jiwa syariah maka peserta dapat mengambil manfaat dari
kontrak yang telah disetujui oleh mereka. Perlindungan akan kemalangan atau
kerugian yang terjadi dijamin oleh perusahaan asuransi jiwa syariah jika terjadi
hal-hal yang tidak dinginkan (evenement). Sehingga bagi peserta dan operator
dapat terjalin hubungan mutualisme, saling menguntungkan bagi keduabelah
Asuransi Jiwa
Penanggung Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah
PT. ALLIANZ LIFE INDONESIA Cabang Bandar Lampung
Tertanggung Asuransi Jiwa Syariah
Akad/ Perjanjian
Pembayaran Premi oleh tertanggung kepada penanggung PT. ALLIANZ LIFE INDONESIA
Cabang BandarLampung
Pelaksanaan Perjanjian antara Penanggung dan Tertanggung Asuransi Jiwa Syariah PT. ALLIANZ LIFE INDONESIA
Cabang Bandar Lampung
Terbit Polis Asuransi Jiwa Syariah
Berakhirnya Asuransi Jiwa Syariah
PT. ALLIANZ LIFE INDONESIA Cabang Bandar Lampung
Wafatnya Tertanggung Asuransi Jiwa Syariah PT. ALLIANZ LIFE INDONESIA Cabang BandarLampung
Klaim Pemberian pertanggungan oleh penanggung kepada tertanggung (pihak ke 3) PT. ALLIANZ LIFE INDONESIA Cabang
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah
1. Terjadinya Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah
Sesuai dengan kehendak syariah, seluruh perikatan yang dilakukan para pihak
dianggap sah apabila sejalan dengan syariah yaitu berdasar Quran dan
Al-Haddist dan ini harus disetujui serta diberitahukan kepada calon nasabah asuransi.
Akad yang dituangkan dalam perjanjian asuransi secara tertulis dalam bahasa arab
disebut al-wa'du al-maktub. Secara umum dinamakan polis. Dalam
pelaksanaannya, asuransi syari’ah dijalankan berdasarkan dua bentuk perjanjian
(akad). Antara para peserta asuransi syari’ah, mereka bersepakat untuk sama-sama
bertabarru’ dalam menyediakan asuransi. Sedang perjanjian antara para peserta
dengan pihak perusahaan asuransi sebagai pihak yang mengelola dan menjalankan
operasional asuransi adalah berdasarkan mudharabah atau berbagi hasil dan
kerugian.
2. Premi dan Polis Asuransi Jiwa Syariah
Perusahaan Asuransi dalam hal ini PT Allianz Life Indonesia Cabang Bandar
Lampung berkedudukan sebagai mudharib atau pengusaha yang dipercayakan
oleh tertanggung menerima uang premi asuransi untuk diinvestasikan, sedangkan
tertanggung asuransi jiwa berkedudukan sebagai shahib al maal atau pemilik
perusahaan untuk dikembangkan dan diusahakan. Dalam perjanjian ini juga
dijelaskan bagaimana keuntungan atau dari kerjasama didistribusikan antara
pengusaha dan pemilik modal. Ia mesti ditentukan dalam bentuk presentase -
seperti 50:50, 40:60, atau yang lainnya sesuai dengan kesepakatan, bukan dalam
bentuk jumlah tertentu.
Dalam pelaksanaannya. PT Allianz Life Indonesia Cabang Bandar Lampung,
akad yang digunakan adalah akad wakalah bil ujrah, yaitu suatu akad pemberian
kewenangan oleh pemegang polis kepada pihak PT Asuransi Allianz Life kantor
cabang utama syariah (KCU’S) Bandar Lampung untuk mengelola dan
menginvestasikan sejumlah dana premi dengan memberikan sejumlah ujrah sesuai
dengan kesepakatan dan dana tersebut dimasukkan dalam rekening tabarru’
(kebajikan) seluruh tertanggung. Dalam pelaksanaan tertanggung dan penanggung
pun harus memperhatikan syarat sahnya perjanjian yang telah diatur dalam pasal
1320 KUHPdt, dan undang-undang, baik dalam kejelasan unsur para pihak
(subyektif) maupun unsur-unsur yang telah diperjanjikan oleh para pihak yang
melakukan perjanjian (syarat objektif).
Untuk dapat mengadakan perjanjian asuransi jiwa syariah seseorang harus
melalui suatu ketentuan yang telah ditentukan oleh pihak asuransi melalui
syarat-syarat umum polisnya. yaitu:
1) Copy KTP/SIM/Passport Pemegang Polis yang masih berlaku.
2) Copy KTP/SIM/Passport Tertanggung yang masih berlaku (akte lahir atau -
surat kenal lahir untuk anak anak).
oleh Pemegang Polis dan Tertanggung.
4) Tanda tangan Pemegang polis di ilustrasi Proposal
5) Bukti setor dana atau premi ke rekening PT. Asuransi Allianz Life -
Indonesia.
6) Copy NPWP, isi dan tanda tangan form (untuk jenis program -
kumpulan)
7) Untuk Pembayaran menggunakan kartu kredit dan autodebit :
a) Mengisi dan menandatangani Formulir.
b) Copy kartu kredit
Setelah syarat-syarat administrasi tersebut telah dipenuhi calon peserta asuransi
atau tertanggung dapat melakukan akad asuransi syariah dengan penanggung
asuransi syariah karena akad yang akan ditandatangani harus jelas dan tidak
ditutupi, penanggung menjelaskan setiap isi polis yang akan ditandatangani oleh
tertanggung, dalam akad harus jelas karena menentukan sah tidaknya secara
syariat. Klien nasabah bisa mengambil akad mudharabah atau tabarru. Asasnya
bukan jual beli seperti di asuransi konvensional, melainkan tolong menolong,"
3. Prosedur Pengajuan Klaim PT. Allianz life Indonesia cabang Bandar
Lampung
Pada saat tertanggung akan mengajukan klaim atas jiwanya. Perusahaan asuransi
syariah akan memberikan pertanggungan atas kerugian yang diderita oleh
tertanggung, syarat-syarat administrasi dan perjanjian yang telah diberikan dan
ditandatangani oleh tertanggung merupakan data-data penghubung bagi pihak
merupakan hak tertanggung dan salah satu bagian dari perjanjian yang telah
disepakati antara penanggung dan tertanggung asuransi jiwa syariah, dan
bagaimanakah prosedur klaim tersebut dilakukan ?.
Dari data yang penulis peroleh. PT. Allianz life Indonesia cabang Bandar
Lampung memberikan persyaratan yang harus dipenuhi oleh peserta asuransi jiwa
syariah, berupa berkas berkas klaim maslahat asuransi, berkas berkas tersebut
antara lain :
a. Pengajuan klaim pembayaran maslahat meninggal :
1) Polis Asli.
2) Kwitansi pembayaran Premi terakhir.
3) Formulir Pengajuan Klaim Meninggal Dunia/ Kematian yang telah di isi
lengkap.
Ketentuan :
a) Penerima kuasa asuransi jiwa syariah mengisi daftar pertanyaan pada
Formulir Klaim Meninggal Dunia/ Kematian & Surat Keterangan Dokter
dengan benar sesuai dengan kejadian yang terjadi pada tertanggung,
lengkap dan jelas tanpa pembebanan kepada PT. Asuransi Allianz Life
Indonesia.
b) Dokumen & Hasil-hasil pemeriksaan penunjang, wajib dilampirkan.
Pengajuan klaim dan pembayaran manfaat tidak dikenakan biaya
apapun, kecuali yang termasuk dalam ketentuan polis.
c) Berkas yang diajukan harus dokumen asli, legalisir oleh pihak yang
4) Surat Keterangan dokter tentang penyebab kematian tertanggung
5) Keterangan kesehatan yang lebih luas.
6) Surat Keterangan Meninggal Dunia dari Pamong Praja/Lurah
7) Surat Keterangan Pemeriksaan Mayat/Kematian dari Rumah Sakit/Dinas
Kesehatan
8) Untuk Meninggal Dunia disebabkan oleh karena kecelakaan/ Sebab tidak
Wajar diharuskan melampirkan Surat Keterangan dari Kepolisian serta
Kliping Koran (jika ada)
9) Foto Copy Identitas Penerima Kuasa,Yang Ditunjuk oleh tertanggung
untuk menerima Manfaat Pertanggungan (Salinan bukti kenal diri yang sah
dari tertanggung dan termaslahat )
10)Foto Copy Identitas Tertanggung, (Kartu Keluarga, Akta Perkawinan)
11)Formulir Nomor Rekening Bank (Nomor rekening dan nama peserta atau
pemegang polis, bila pembayaran klaim ingin ditransfer melalui bank.)
12)Surat Kuasa Pemaparan Isi Rekam Medik
13)Surat kuasa asli dari tertanggung atau termaslahat ( apabila dikuasakan )
14)Nomor rekening dan nama peserta atau pemegang polis, bila pembayaran
klaim ingin ditransfer melalui bank.
15)Berkas berkas lainnya yang dianggap perlu untuk mendukung berkas berkas
yang ada.
b. Pengajuan klaim pembayaran maslahat akhir kontrak (maturity)
1) Polis asli
2) Formulir klaim akhir kontrak yang telah diisi lengkap
4) Surat kuasa asli dari tertanggung yang diwakilkan oleh pihak ke tiga
(apabila dikuasakan)
5) Pengajuan klaim maslahat investasi untuk transaksi penarikan
6) Formulir transaksi penarikan yang telah diisi lengkap
7) Tanda bukti diri sah dari tertanggung
8) Surat kuasa asli dari tertanggung (apabila dikuasakan)
c. Pengajuan klaim maslahat investasi untuk transaksi penebusan polis :
1) Polis asli
2) Formulir penebusan polis yang telah diisi lengkap
3) Tanda bukti diri sah dari anda
4) Surat kuasa asli dari tertanggung (apabila dikuasakan)
Setelah syarat-syarat dokumen yang dibutuhan oleh penanggung telah lengkap
Kemudian seluruh dokumen-dokumen asli atau legalisir yang memuat pernyataan
tentang informasi kematian tertanggung dari pihak yang berwenang atau diperoleh
melalui Staf Klaim Kantor Pusat PT. Allianz life Indonesia cabang Bandar
Lampung. Serta dilakukan sesuai dengan ketentuan didalam syarat-syarat umum,
syarat syarat khusus, dan addendum atau ketentuan-ketentuan tambahan
(endorsment) pada polis, klaim dan berkas-berkas klaim maslahat meninggal
harus diterima dan dilaporkan oleh termaslahat atau si penerima kuasa atas klaim
tertanggung yang meninggal dunia ke PT. Allianz life Indonesia jakarta pusat
Kemudian, setelah penerima kuasa tertanggung memenuhi seluruh persyaratan
yang diberikan, selanjutnya pihak asuransi akan mengirimkan surat pengajuan
yang isinya menjelaskan tentang keadaan yang telah dialami oleh tertanggung
asuransi jiwa syariah kepada kantor pusat PT. Allianz life Indonesia
Summitmas II, Lt. 19 Jl. Jend. Sudirman Kav 61-62 Jakarta, untuk dibuatkan
Berita Acara Klaim Asuransi Jiwa. Selama 14 (empat belas) hari atau lebih.
Perusahaan asuransi jiwa syariah akan memproses seluruh berkas yang telah
diberikan oleh termaslahat dan pada hari pembayaran penanggung akan
memberikan uang santunan serta surat pernyataan Tanda Terima Uang atas
klaim tertanggung yang meninggal. maka tanda terima yang telah ditanda tangani
bersama atau oleh seseorang sebagai kuasa dari yang berhak didalam polis,
merupakan tanda terima yang sah dan dengan demikian penanggung telah
melaksanakan pembayaran maslahat asuransi kepada termaslahat dan tertanggung
sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
Dari data dan hasil wawancara yang penulis peroleh, pihak asuransi memang
menciptakan sebuah sistem yang baik dan aman dalam memberikan kebebasan
kepada para pesertanya untuk memilih setiap produk-produk asuransi syariah,
terutama asuransi jiwa. Seperti tawaran dari cutomer service PT Asuransi Allianz
Life kantor cabang utama syariah (KCU’S) Bandar Lampung kepada calon
pesertanya, biasanya mereka membedakan tawaran tersebut menjadi dua bagian
penting yaitu pertimbangan umum dan pertimbangan khusus, pada pertimbangan
umum para peserta diminta untuk menentukan obyek yang akan diasuransikan dan
jenis asuransi yang dapat melindungi risiko yang mungkin terjadi. Sedangkan
menanyakan secara detail semua informasi yang ditawarkan, bagaimana cara
membayar premi dan terutama kemudahan pengajuan klaim. Dan cermat untuk
membaca seluruh polis asuransi dengan baik sehingga para tertanggung
benar-benar mengerti hak dan kewajibannya, bahkan jika diperlukan customer service
dapat melayani bentuk pertanyaan berupa email mengenai produk-produk asuransi
syariahnya.
Syarat yang telah ditetapkan oleh perusahaan merupakan kewajiban yang harus
dipenuhi oleh para tertangung asuransi sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati dan telah mengikat para pihak, artinya perjanjian tersebut telah diakui
dan disahkan, bahwa balasan premi dibayar kepada perusahaan seperti tertera
pada tabel Polis Asli Asuransi Jiwa Syariah, dan dengan syarat tersebut
perusahaan menerima premi yang akan diperoleh dari tertanggung asuransi jiwa
syariah sesuai dengan isi polis tersebut. Dan berdasarkan bukti dari jumlah nilai
yang telah diasuransikan oleh peserta menjadi hak dan kewajiban para
tertanggung untuk tunduk kepada syarat-syarat khusus yang disebutkan kemudian.
Bagi mereka yang telah memenuhi semua persyaratan Polis Asuransi Jiwa
Syariah, tertanggung memperoleh haknya untuk mengklaim atas keadaan yang
telah terjadi pada dirinya melalui orang yang telah diberikan kuasa oleh
tertanggung untuk melakukan klaim, berkaitan dengan kematian tertanggung.
Sejak awal Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah sudah melakukan Management
Tafakul untuk semua peserta asuransinya, ikatan tersebut terjalin sejak awal
menguntungkan pihak perusahaan asuransi syariah saja, melainkan juga untuk
para peserta atau tertanggung asuransi jiwa syariah.
B. Tanggung Jawab Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah
1. Tanggung jawab
Pengertian tanggung jawab memang seringkali terasa sulit untuk diuraikan dengan
tepat. Adakalanya tanggung jawab dikaitkan dengan keharusan untuk berbuat
sesuatu, atau kadang-kadang dihubungkan dengan kesediaan untuk menerima
konsekuensi dari suatu perbuatan. Banyaknya bentuk tanggung jawab ini
menyebabkan seseorang merasa sulit merumuskannya dalam bentuk kata-kata
yang sederhana dan mudah dimengerti. Tetapi kalau kita amati lebih jauh,
pengertian tanggung jawab selalu berkisar pada kesadaran untuk melakukan
kesediaan serta kemampuan untuk melakukan.
Rasa tanggung jawab sejati haruslah bersumber pada nilai-nilai hak asasi
kemanusiaan. nilai tersebut tidak dapat diajarkan secara langsung.
Nilai-nilai itu diperoleh dan diketahui hanya melalui suatu proses identifikasi, dengan
pengertian lain, Seseorang atau badan hukum akan melakukan kewajiban
hukumnya secara sadar jika telah mengetahui apa yang akan menjadi konsekuensi
didalam hidupnya. Nanun rasa tanggung jawab yang tidak bertumpuk pada
nilai-nilai positif, adakalanya dapat berubah menjadi sesuatu yang asosial.
Dari data dan hasil wawancara yang penulis peroleh mengenai tanggung jawab
pihak-pihak dalam perjanjian asuransi jiwa syariah PT Asuransi Allianz Life
penanggung diikuti oleh kewajiban yang menjadi prestasi bagi mereka yang
mengikatkan diri dan harus dipenuhi.
2. Hak dan Kewajiban penanggung dan tertanggung asuransi jiwa syariah
PT Asuransi Allianz Life cabang Bandar Lampung
Hak merupakan suatu kebolehan untuk melakukan sesuatu atau tidak
melakukannya. Jadi hak merupakan wewenang yang diberikan oleh hukum
kepada subyek hukum, yang dapat berlaku pada subyek hukum lainnya dan dapat
pula hanya berlaku terhadap subyek hukum tertentu. Hak-hak tersebut dibatasi
oleh kewajiban. Kewajiban merupakan tugas yang dibebankan kepada subyek
hukum dan yang paling utama adalah kewajiban untuk tidak menyalahgunakan
hak.
Adapun yang menjadi hak dari pemegang polis, adalah :
1) Memperoleh pelayanan kesehatan jiwa pada fasilitas yang ditunjuk sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
2) Memperoleh penjelasan tentang hak, kewajiban serta tata cara pelayanan bagi
dirinya dan anggota keluarganya.
3) Menyampaikan keluhan baik secara lisan maupun tertulis ke kantor Allianz
Life Indonesia.
Sedangkan kewajiban dari pemegang polis, adalah :
1) Membayar premi.
2) Memberikan data identitas diri untuk penerbitan kartu peserta.
4) Menggunakan haknya secara wajar.
5) Menjaga agar kartu peserta tidak dimanfaatkan oleh yang tidak berhak.
Premi dalam asuransi syariah adalah Iuran atau kontribusi dari tertanggung
asuransi yang mengandung unsur tabarru (tidak mengandung riba). Tabarru
adalah Dana kebajikan yang merupakan bagian dari premi yang digunakan untuk
membayar resiko dari maslahat yang terjadi sehubungan dengan pertanggungan
yang diberikan.
Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi tersebut
merupakan milik tertanggung, perusahaaan asuransi syariah hanya sebagai
pemegang amanah dalam mengelola dana tersebut. Dalam hal jaminan pada
asuransi jiwa syariah ini terjadi dimana proses saling menanggung antara satu
tertanggung dengan tertanggung lainnya. Jadi besarnya iuran pertanggungan
diserahkan semuanya kepada seluruh tertanggung yang sejak awal iuran atau
kontribusinya sudah diikhlaskan oleh peserta untuk keperluan tolong menolong
bila terjadi musibah diantara mereka.
Berdasarkan uraian diatas, bahwa tanggung jawab antara tertanggung,
penanggung dan pihak ke 3 (penikmat) telah diketahui apa saja tanggung jawab
yang dimiliki antara pihak-pihak yang mengikakan diri tersebut, tanggung jawab
tersebut dapat diketahui dari segi hak dan kewajibannya yang telah dibedakan
dengan baik antara perusahaan selaku penanggung dan tertanggung. Sebelum
melaksanakan kewajibannya, yaitu membayar premi dan menggunakan haknya
secara wajar sesuai ketentuan polis asuransi.
C. Berakhirnya Perjanjian Asuransi Jiwa Syariah
1. Asuransi Jiwa Berakhir
a. Karena Terjadi Evenemen
Dalam pel