• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKOMODASI ANTAR ETNIK DI TELUK KILUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "AKOMODASI ANTAR ETNIK DI TELUK KILUAN"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

BERITA ACARA

PELAKSANAAN SEMINAR HASIL PENELITIAN

Pada hari, Senin tanggal 04 bulan November Tahun 2010 bertempat di Ruang Seminar Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, telah diselenggarakan seminar hasil penelitian skripsi mahasiswa dengan judul :

Akomodasi Antar Etnik di Teluk Kiluan

(Studi di Pekon Kiluan Negeri Kecamatan Kelumbayan Kabupaten Tanggamus)

Dengan penyaji

Nama Mahasiswa : Wihangga Trisunu

NPM : 0646011041

Pembimbing Utama : Dra. Endry Fatimaningsih. M.Si Pembahas Dosen : Drs. Bintang Wirawan M.Si Pembahas Mahasiswa 1 : Trisia Dian Agustina

Pembahas Mahasiswa II : Nurhalimah

Jumlah mahasiswa yang hadir : 30 orang (daftar terlampir )

Hasil seminar sebagai berikut : e) Banyak kata yang tidak baku

f) Tabel penggunaan lahan tidak logis perlu dihitung lalu dibulatkan g) Lebih teliti dalam penulisan

II. Catatan Pembahas Mahasiswa I

a) Daftar isi tidak konsisten dari Bab I, II, III tetapi seterusnya tidak, harus dibuat konsisten

(2)

III. Catatan Pembahas Mahasiwa II

(3)
(4)

THE ACCOMADATION BETWEEN ETNIC AT TELUK KILUAN BY

WIHANGGA TRISUNU

Accomodation define as a process and accomodation as a condition, in other word accomodation explain the condition inside the society. This research aimed to explain the accomodation process among etnics, to understand the path and result of accomodation which located at Kiluan Negeri suburban. Sampling technique used in this research are intesive interview and documentation. The analisis method in this reseach are data reduction, data analysis and data interpretation. This research using kualitative methode, the process where started from taking assumtion from logical thinking of gethered datas and this research conducted at Kiluan Nagari, Kelubayan at Tanggamus district. This research analyzed Kiluan Negeri Vilagers inside the accomodation process among the etnics. According to the result of this research, accomodation processed happened among the etnics is a part of social interaction, and the forms of accomodation axisted are coercion, compromise, arbitration, cociliation, and toleration. Because of those existing accomodation models, vilagers social interactions are doing fine and well among the other. Accomodation result show social integration accomodation between vilagers, integration with nature accomodation, coordination as a different personality and changed institution in the society itself so as harmonize among the etnics at Kiluan Negeri.

(5)

AKOMODASI ANTAR ETNIK DI TELUK KILUAN Oleh

WIHANGGA TRISUNU

Akomodasi memiliki dua bagian yaitu akomodasi sebagai proses dan akomodasi sebagai keadaan sehingga di dalam masyarakat dapat diketahui bagaimanakah proses akomodasi yang ada. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasikan bentuk akomodasi dan menjelaskan hasil akomodasi yang berada di Pekon Kiluan Negeri. Penelitian dilakukan di Pekon Kiluan Negeri Kecamatan Kelumbayan Kabupaten Tanggamus, sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dan dokumentasi. Analisa data pada penelitian ini menggunakan reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif yaitu usaha yang dilakukan mengambil simpulan berdasarkan pemikiran yang logis atas berbagai data yang diperoleh. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh adanya proses akomodasi yang terjadi di masyarakat Pekon Kiluan Negeri merupakan rangkaian dari adanya interaksi sosial, sedangkan bentuk-bentuk dari akomodasi yang ada di Pekon tersebut adalah coercion, compromise, arbitration, conciliation dan toleration. Adanya bentuk-bentuk tersebut di masyarakat Pekon Kiluan Negeri menjadi erat satu sama lain. Hasil akomodasi, nampak terlihat pada akomodasi dan intergrasi masyarakat , akomodasi dan intergrasi masyarakat dengan alam, koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda dan perubahan-perubahan lembaga yang ada pada masyarakat sehingga terjadi keharmonisan antar etnik di Pekon Kiluan Negeri.

(6)

(Skripsi)

Oleh :

Wihangga Trisunu

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(7)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, dalam proses kehidupan selanjutnya manusia membutuhkan manusia lainnya. Hal ini menandakan bahwa manusia itu makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup bersama. Seperti pendapat M Cholil Mansyur (1989 : 63) dengan mengutip ucapan dari Aristoteles bahwa manusia adalah zoon politikon yaitu makhluk sosial yang menyukai hidup berkelompok atau setidak-tidaknya lebih suka mencari teman untuk hidup bersama daripada hidup sendiri.

(8)

manusia harus melakukan hubungan atau interaksi dengan manusia lain. Apabila seorang manusia yang selama hidupnya tidak melakukan interaksi dengan manusia lainnya, maka jiwanya akan tumbuh dari satu sumber naluri saja seperti binatang yang bersama-sama hidup mengisi lingkungan alam yang mengelilinginya.

Dengan hidup bermasyarakat, manusia dapat saling mengisi, belajar, meniru, dan saling mengembangkan pengertian dan kemampuan. Hidup bermasyarakat maka lebih mempererat dan memperkuat hubungan antar manusia, misalnya kekuatan kasih sayang antar etnis. Saling membutuhkan, menghargai antar etnik dan menguntungkan satu sama lain, proses tersebut akan terjadi apabila ada suatu persamaan seperti persamaan bahasa, kebudayaan, profesi, keturunan, ras, dan sebagainya. Dapat dilakukan walaupun berbeda bahasa, suku, kebudayaan, dan ras akan tercipta karena interaksi sosial yang bagus pada lingkungan tersebut karena tidak semua masyarakat dihuni oleh satu Etnik.

Untuk memahami pentingnya hidup bermasyarakat dapat di lihat dari pendapat: Soeleman B. Taneko (1984 : 11) memberikan definisi tentang masyarakat sebagai berikut : “Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh karena itu manusia

hidup bersama. Masyarakat merupakan suatu sistem yang terbentuk karena hubungan dari anggotanya, dengan kata lain masyarakat adalah suatu sistem yang terwujud dari kehidupan bersama manusia”.

(9)

mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas”.

Dilihat dari definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, maka manusia tidak akan terlepas dari fitrahnya sebagai bagian dari kesatuan sosial masyarakat. Selanjutnya Soekanto (1990: 20-21) menyatakan bahwa masyarakat pada dasarnya mencakup beberapa unsur:

a. Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tidak ada ukuran yang pasti atau mutlak untuk menentukan beberapa jumlah manusia yang harus ada.

b. Bercampur dalam waktu cukup lama, oleh karena itu dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia baru, manusia tersebut dapat bercakap-cakap, merasa, mengerti, mereka juga mempunyai keinginan-keinginan untuk menyampaikan pesan-pesan atau perasaan. c. Mereka sadar bahwa mereka satu kesatuan.

d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena itu setiap kelompok merasa dekat satu sama lain.

(10)

sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan.

b. Secara vertical, ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertical antara lapisan atas dan lapisan bawah.

Perbedaan lahir dari proses identifikasi yang terpacu oleh paham, ideologi serta agama itu, membuat kesatuan mulai terpecah-belah. Politik sebagai kesadaran demokrasi berupa pancaran hak azasi. Maka fitrahnya manusia bisa berbeda, meskipun sepakat mengibarkan janji-janji yang satu tetapi masyarakat juga bisa terbelah, bukan hanya karena suku, keturunan atau budaya, tetapi karena “panutan/keyakinan”- Nya lain.

Adanya perbedaan, baik perbedaan kesatuan sosial maupun antar lapisan-lapisan, dapat menimbulkan perselisihan atau kecemburuan sosial yang mengakibatkan ketimpangan sosial. Pada penjelasan diatas, masyarakat Indonesia adalah salah satu contoh yang struktur masyarakatnya ditandai oleh cirinya yang bersifat unik, adanya perbedaan tersebut dapat di fungsikan menjadi suatu kesatuan karena suatu pengolahan budaya sehingga perbedaan tersebut tidak menjadi perselisihan atau kecemburuan sosial untuk setiap lapisan masyarakat.

(11)

peneliti menjelaskan lebih dalam ke masalah akomodasi yang ada di Pekon Kiluan Negeri sebaiknya peneliti akan memberikan contoh tentang adanya pembauran yang menunjukan keseimbangan antar etnik yaitu tentang sejarah awal kehadiran etnis pendatang di Bandar Lampung.

Etnis Banten merupakan etnis luar pertama yang masuk Lampung sejak zaman Sultan Agung Tirtayasa pada abad ke 17 dengan menepatkan wakil-wakil Sultan Banten di Lampung yang disebut Jenang atau Gubernur (sebutan sekarang). Keberadaan Wakil Sultan Banten di Lampung adalah untuk menguasai dan memonopoli hasil-hasil bumi terutama lada (www.kongesbud.budsar.go.id diakses tanggal 05 Agustus 2010).

Selain etnis Banten, adapula etnis Bugis yang masuk ke Lampung pada abad ke 19. salah satu buktinya adalah berdirinya Masjid Jami Al-Anwar di Teluk Betung yang dibangun oleh keturunan etnis bugis pada tahun 1883. pada mulanya, masjid ini berupa Surau, namun hancur karena meletusnya Gunung Krakatau kemudian di bangun kembali pada tahun 1888.

(12)

nyamanan penduduk asli sehingga oleh Sultan di bagi lagi menjadi beberapa wilayah untuk memberikan bentuk keseimbangan yang akan menjadi satu sehingga dapat diredah dan menjadi sebuah desa-desa, di dalam proses ini juga masih terjadi konflik antara penduduk lokal dan pendatang terutama dari Banten (www.kongesbud.budsar.go.id diakses tanggal 05 Agustus 2010).

Setelah beberapa tahu pemerintahan mempunyai inisiatif yang dapat melakukan akomodasi atau keseimbangan untuk daerah-daerah tertentu dengan cara gotong-royong yang melibatkan semua etnis yang ada pada suatu desa tersebut. Gotong-royong di lakukan pertama kali di desa Labuhan Ratu tidak hanya itu yang di lakukan yaitu tentang adanya ronda malam kegiatan memperingati perayaan HUT kemerdekaan RI maupun seterusnya. Dengan kegiatan ini tentu menunjukan bahwa telah muncul kesadaran masyarakat terhadap kehidupan bersama dan peduli terhadap lingkungan sekitar sehingga tidak harus mementingkan kelompok atau etnik.

(13)

Dari contoh diatas selanjutnya peneliti menjelaskan tentang masalah yang menjadi pembahasan utama yaitu akomodasi antar etnik di Pekon Kiluan Negeri yang ada di Teluk Kiluan. Sebagian besar masyarakat di Pekon Kiluan Negeri bersuku Lampung (40%), sisanya (60%) adalah campuran dari berbagai etnik, seperti Jawa, Bali, Sunda, Bugis. Kelurahan Pekon Kiluan Negeri terbagi atas enam (6) lingkungan, dan penduduknya tersebar dalam 6 lingkungan, terbagi oleh beberapa etnik yang ada (Sekertaris Pekon Kiluan Negeri). Banyaknya etnik yang terdapat di Pekon Kiluan Negeri, maka terjadi interaksi antar warga sehingga menimbulkan bentuk-bentuk interaksi. Seperti yang diungkapkan oleh Soekanto (1990: 200), “Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerjasama, persaingan, akomodasi dan bahkan bentuk pertentangan”.

Dalam suatu daerah biasanya ditempati oleh satu etnik atau kelompok tetapi untuk daerah Lampung ini sudah beraneka ragam etnik yang tinggal dalam suatu daerah, karena itu dapat timbul suatu konflik yang membawa etnik sehingga memunculkan perang suku yang dapat memecah kesatuan. Akomodasi merupakan proses yang menyebabkan setiap kumpulan etnik menyadari serta menghormati norma dan nilai dari etnik lain serta tetap mempertahankan budayanya masing-masing.

(14)

tanggal 05 Agustus 2010).

Saat ini yang dilakukan peneliti adalah meneliti tentang keharmonisan beberapa etnik yang tinggal dalam satu daerah selama 32 tahun yang sampai sekarang tidak ada konflik antar etnik yang membawa perpecahan etnik, untuk itu peneliti tertarik mengkaji tentang proses akomodasi pada masyarakat Pekon Kiluan Negeri.

Akomodasi antar etnik yang ditelaah oleh peneliti adalah bagaimana cara masyarakat Pekon Kiluan Negeri melakukan proses akomodasi sehingga menjadi satu untuk memajukan pekon bersama-sama, yang didalamnya terdapat beberapa budaya dan adat istiadat yang berbeda tetapi mereka saling melengkapi satu dengan yang lainnya.

Semua dapat terjawab setelah dilakukan penelitian dengan observasi langsung kelapangan. Peneliti tertarik mengangkat masalah ini dan mengambil judul ”Akomodasi antar Etnik di Teluk Kiluan” studi kasus pada Pekon Kiluan Negeri

(15)

B. Perumusan Masalah

Berdasakan uraian yang terdapat di dalam latar belakang, maka permasalahannya sebagai berikut: “Apa saja bentuk dan hasil akomodasi antar etnik yang terdapat di Pekon Kiluan Negeri”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengidentifikasikan bentuk-bentuk akomodasi di dalam interaksi sosial antar etnik di Pekon Kiluan Negeri.

2. Untuk menjelaskan hasil akomodasi yang ada di Pekon Kiluan Negeri sehingga dapat terjadi pembauran yang harmonis antar etnik.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat disumbangkan baik secara teoritis maupun praktis kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Adapun kegunaan dari penelitian ini :

(16)

lebih mendalam dalam ruang lingkup yang luas, serta dapat membantu untuk pengelolaan konflik guna mewujudkan harmonisasi sosial di dalam

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Interaksi Sosial

Interaksi Sosial dalam masyarakat merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Dalam bentuk lain dari proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial. Menurut Soekanto (1983: 80), berlangsungnya suatu proses interaksi berdasarkan atas berbagai faktor, faktor-faktor terjadinya interaksi sosial yaitu yang menyatakan bahwa interaksi merupakan kontak sosial secara timbal-balik antara indivdu dengan individu melalui :

a. Imitasi adalah pembentukan nilai dengan meniru cara- cara orang lain. b. Identifikasi adalah menirukan dirinya menjadi sama dengan orang yang

ditirunya.

c. Sugesti, dapat diberikan dari seorang individu kepada kelompok . Kelompok kepada kelompok, kelompok kepada seorang individu .

d. Motivasi juga diberikan dari seorang individu kepada kelompok

e. Simpati merupakan perasaan simpati bisa juga disampaikan kepada seseorang / kelompok orang atau suatu lembaga formal pada saat –saat khusus.

(18)

Proses ini dapat berjalan dengan serasi dengan mengedepankan rasa saling pengertian dan menghargai antar masyarakat sebagai wujud dari interaksi sosial, sehingga dalam kehidupan bermasyarakat akan terjalin suatu kehidupan yang sesuai dengan harapan masyarakat yaitu hubungan yang harmonis dan serasi. Interaksi sosial mempunyai ciri yang penting yaitu :

1. Jumlah pelaku lebih dari seorang, bisa dua atau lebih.

2. Adanya komunikasi antara pelaku dengan menggunakan simbol-simbol yaitu simbol bahasa.

3. Adanya dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini, dan akan datang dapat menentukan sifat dari aksi yang berlangsung.

4. Adanya tujuan-tujuan tertentu.

(19)

B. Tinjauan Akomodasi perngertian yang digunakan oleh para Sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan adaptasi dalam biologi untuk menunjukan pada suatu proses di mana mahluk-mahluk hidup menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya. Dengan pengertian tersebut dimaksudkan sebagai suatu proses dimana orang atau kelompok manusia yang mulanya saling bertentangan, mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan.

(20)

kembali. Tujuan akomodasi menurut Soekanto, dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu:

1. Untuk mengurangi pertentangan antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham. Akomodasi di sini bertujuan untuk menghasilkan suatu sintesa antara kedua pendapat tersebut, agar menghasilkan suatu pola yang baru.

2. Untuk mencegah meledaknya suatu pertentangan, untuk sementara waktu atau secara temporer.

3. Akomodasi kadang-kadang diusahakan untuk memungkinkan terjadinya kerja sama antara kelompok-kelompok sosial yang sebagai akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, hidupnya terpisah, seperti misalnya yang dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang mengenai sistem berkasta.

4. Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah, misalkan melalui perkawinan campuran atau asimilasi dalam arti luas.

(21)

1. Bentuk-bentuk Akomodasi

a. Coercion, suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan

b. Compromise, bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.

c. Arbitration, Suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri

d. Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.

e. Toleration, merupakan bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya.

f. Stalemate, suatu akomodasi dimana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada satu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya.

g. Adjudication, Penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan

(22)

yang penuh ketegangan. Selama orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia masih mempunyai kepentingan-kepentingan yang bisa diselaraskan antara satu dengan lainnya, akomodasi tetap diperlukan. Secara panjang lebar Gillin dan Gillin dalam Soekanto (1990: 79-80) menguraikan hasil-hasil suatu proses akomodasi antara lain sebagai berikut:

a. Akomodasi dan Integrasi Masyarakat

Akomodasi dan integrasi masyarakat telah berbuat banyak untuk mengindarkan masyarakat dari benih-benih pertentangan laten yang akan melahirkan pertentangan baru.

b. Menekankan Oposisi

Seringkali suatu persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu kelompok tertentu dan kerugian bagi pihak lain.

c. Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda

d. Perubahan lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau keadaan yang berubah.

e. Perubahan-perubahan dalam kedudukan

Dengan adanya proses akomodasi, para pihak lebih saling mengenal dan dengan timbulnya benih-benih toleransi mereka lebih mudah untuk saling mendekati.

C. Pengertian Etnik

(23)

bangsa itu umumnya berasal dan bermukim pada suatu wilayah tertentu. Namun demikian banyak anggota-anggota dari masing-masing etnik itu tersebar keseluruh tanah air. Adapula yang tinggal dengan kelompok sosial yang berasal dari suku dan bangsa lainnya. Suatu wilayah yang dihuni berbagai kelompok sosial ini biasanya berada pada wilayah perkotaan pusat, pusat industri, pedesaan dan tempat mereka mencari nafkah.

Sedangkan untuk penelitian ini dilakukan di pedesaan sekaligus tempat mereka mencari nafkah sehingga adanya etnik antar suku yang dimana setiap perbedaan suku dapat saling berdampingan dengan tidak pernah ada konflik antar suku dan dapat saling menghormati satu sama lain. Menurut Soekanto (1987:153) bahwa perbedaan warna kulit dan karakter fisik lainya tidak digunakan dalam menentukan kesukuan. Kesukuan ditandakan atas penandaan lainya seperti bahasa, pakaian, perhiasan, tahta, model dan tempat tinggal. Istilah suku (etnik) menujukan pada keanekaragaman manusia dalam suatu kelompok dengan sifat-sifat yang merupakan warisan leluhur.

D. Harmonisasi Sosial

(24)

yang berdampak pada hal yang lebih luas yaitu menyangkut nasionalisme dan rasa kebangsaan. Dengan demikian bagaimanakah peran kebudayaan sebagai motor pengerak harmonisasi yang dapat menjembatani antara masyarakat dalam mewujudkan pembangunan masyarakat plural.

Kebudayaan dalam perspektif pembangunan, apakah sebagai penghambat atau kendali proses pembangunan. Budaya dan seluruh kompleksitasnya pada hakikatnya harus ditempatkan kembali dalam fungsinya atau difungsikan sebagai pengawasan dan pengontrol pembangunan yang sudah semakin berorientasi pada motif-motif ekonomi. Kearifan lokal dalam bentuknya yang berupa kompleksitas budaya merupakan penyanggah sekaligus penghubung antara norma dan lembaga dalam masyarakat yang tidak pernah lepas dari peranan kebudayaan yang hadir sebagai representif masyarakat kita. Dalam harmonisasi terdapat keseimbangan yaitu antara perumusan konsep sosial budaya berserta nilai-nilainya, penataan sosial dan budaya yang baru berserta

nilai-nilainya sehingga diperoleh sebuah keteraturan sosial. Sikap dan toleransi antar etnik merupakan syarat mutlak dalam membentuk sebuah keharmonisan sosial yang dilandasi dengan sikap keterbukaan antar masyarakat.

E. Kerangka Pikir

(25)

timbul oleh adanya proses sosial tersebut, terjadinya interaksi sosial yang sifatnya timbal-balik antara orang perorangan lainya.

Pengetahuan tentang proses-proses sosial memungkinkan seseorang untuk memperoleh pengertian mengenai segi yang dinamis dari masyarakat atau gerak masyarakat (Soekanto, 1990: 59). Proses sosial dalam bentuknya yang paling umum adalah interaksi sosial. Interaksi ini juga merupakan syarat utama terjadinya aktivitas aktivitas sosial. Berdasarkan Pernyataan di atas George Simmel dalam Soekanto (1987: 31) menyatakan:

"Seseorang menjadi warga masyarakat, untuk mengalami proses individualisasi dan sosialisasi. Tanpa menjadi warga masyarakat, tak akan seseorang mengalami proses interaksi antar individu dengan kelompok. Dengan perkataan lain, apa yang memungkinkan masyarakat berproses adalah bahwa setiap orang mempunyai peranan dan harus dijalankannya. Maka individu dengan kelompoknya hanya dapat dimengerti dalam rangka peranan yang dilakukan”.

Interaksi mengakibatkan timbulnya proses sosial yang bersifat asosiatif. Proses sosial yang bersifat asosiatif adalah suatu hubungan manusia yang mempunyai akibat yang positif, seperti kerjasama, asimilasi, akulturasi dan akomodasi. Sosial yang bersifat diasosiatif adalah suatu hubungan manusia yang mempunyai akibat cenderung negatif, seperti persaingan dan pertikaian. Pada dasarnya interaksi sosial yang diharapkan menimbulkan akibat yang positif, yang dapat membawa masyarakat ke dalam suatu keadaan yang saling kerjasama dalam Soekanto (1990: 201). Untuk mewujudkan keadaannya tersebut maka perlu memahami dan mengetahui bentuk-bentuk interaksi yang dilakukan oleh warga setempat.

(26)

mendapat penyelesaian, sehingga terjalin kerja sama yang baik kembali sedangkan akomodasi sebagai suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan adaptasi dalam biologi (Gillin dan Gillin dalam Soekanto 1986: 67-68), sehingga dapat diartikan bahwa akomodasi merupakan suatu cara atau proses hubungan sosial antar masyarakat dalam menjalin kerjasama untuk menyelesaikan konflik.

Pada dasarnya akomodasi merupakan bagian dari interaksi sosial yang sifatnya timbal-balik dan melibatkan orang perorangan atau kelompok yang saling berkomunikasi, saling mempengaruhi satu sama lain, dengan adanya proses akomodasi, para pihak lebih saling mengenal dan dengan timbulnya benih-benih toleransi mereka lebih mudah untuk saling mendekati.

(27)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam metode ini adalah kualitatif. Tipe penelitian kualitatif menurut Nawawi (1983:63), bahwa penelitian kualitatif obyeknya adalah manusia atau segala sesuatu yang dipengaruhi manusia, obyek itu diteliti dalam kondisi sebagaimana adanya atau dalam keadaan sewajarnya. Untuk itu pemikiranya perlu dikembangkan dengan memberikan penafsiran yang kuat terhadap fakta-fakta yang ditemukan.

Metodologi penelitian dengan pendekatan rasionalis menuntut agar obyek yang diteliti tidak dilepaskan dari konteksnya, atau setidaknya obyek yang diteliti fokus dengan aksentuasi tertentu, tetapi tidak mengeliminasi konteknya.

(28)

sebagaimana adanya.

Penelitian kualitatif, menekankan pada keaslian, tidak bertolak dari teori secara deduktif melainkan berangkatnya dari fakta sebagaimana adanya. Rangkaian fakta yang dikumpulkan, dikelompokan, ditafsirkan dan disajikan dapat menghasilkan teori. Karena itu, penelitian kualitatif tidak bertolak dari teori. Penelitian kualitatif melihat hubungan sebab akibat dalam suatu latar yang bersifat alamiah, peneliti mengamati keaslian suatu gejala sosial. Kemudian dengan cermat ia menelusuri apakah fenomena tersebut mengakibatkan fenomena lain atau tidak, dan sejauh mana fenomena mengakibatkan terjadinya fenomena lain. Persepektif yang akan digunakan untuk memahami dan menggambarkan realitas. Karena itu, peneliti kualitatif berpendirian realistis, penelitian ini tidak menggunakan proposisi yang berangkat dari teori melainkan menggunakan pengetahuan umum yang sudah diketahui serta tidak mungkin dinyatakan dalam bentuk proposisi dan hipotesis.

(29)

Menurut Lexy J. Moleong (2000: 26) penentuan lokasi secara proposif dapat dilakukan karena peneliti menganggap bahwa lokasi tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitianya. Demikian pula halnya dengan yang berlaku dalam penelitian ini. Yang mana peneliti mengambil lokasi penelitianya di Pekon Kiluan Negeri Kecamatan Kelumbayan Kabupaten Tanggamus. Adapun yang menjadi alasan penelitian memilih tempat tersebut sebagai lokasi penelitian karena lokasi tersebut terdapat proses akomodasi maupun keadaan adanya akomodasi antar etnik dimana ada beberapa etnik yang menjadi masyarakat di pekon kiluan seperti etnik Lampung, etnik Jawa, etnik Sunda, etnik Bali dan etnik Bugis. Sehingga peneliti akan mempelajari tentang adanya akomodasi antar etnik yang berada pada tempat itu sendiri.

C. Fokus Penelitian

Berdasatkan tinjauan pustaka yang telah dijabarkan sebelumnya dan sesuai dengan tujuan penelitian ini serta akomodasi antar beberapa etnik yang berbeda merupakan kajian dalam penelitian ini. Pembauran etnik sebagai suatu hubungan sosial yang ada pada Pekon Kiluan Negeri menjadi fokus kajian dalam penelitian ini. Pendekatan akan menjadikan aksentuasi bagi penelitian kualitatif sebagai fokus penelitian.

(30)

suatu penelitian. Dalam fokus penelitian harus memperhatikan keterkaitanya dengan rumusan masalah yang ada, karena keduanya saling berhubungan.

Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitianya adalah: a. Bentuk-bentuk akomodasi dan proses akomodasi

1. Coercion

2. Compromise

3. Arbitration

4. Conciliation

5. Toleration

6. Stalemate

7. Adjudication

b. Hasil-hasil Akomodasi

1. Akomodasi dan Intergrasi Masyarakat

2. Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda

3. Perubahan lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau keadaan yang berubah

4. Perubahan-perubahan dalam kedudukan

D. Penentuan Informan

Menurut Spradly dan Faisal (1990:57) supaya lebih terbukti perolehan informasinya, mengajukan beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan yaitu:

(31)

untuk memberikan informasi di luar kepala tentang sesuatu yang ditanyakan. 2. Subyek yang masih terikat secara penuh dan aktif pada lingkungan atau

kegiatan yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian. Disini informanya ialah etnik Lampung, etnik Bali, etnik Sunda, etnik Jawa dan etnik Bugis yang berpengaruh terhadap semau etnik dan benar-benar berdomisili di Pekon Kiluan Negeri.

3. Subyek yang memiliki cukup informasi, banyak waktu dan kesempatan untuk dimintai informasi.

4. Subyek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau dikemas terlebih dahulu dan mereka masih lugu dalam memberikan informasi.

Menurut peneliti untuk status informan itu setiap etnik yang ada pada Pekon tersebut dapat memberikan informasi yang peneliti butuhkan, orang tertua yang mengetahui asal-usul pekon tersebut dan orang yang sangat berpengaruh dalam masyarakat setempat seperti Kepala Pekon, Sekertaris Kepala Pekon atau bisa disebut Sekdes dan orang yang pertama menempati Pekon tersebut.

(32)

Secara umum sumber data penelitian kualitatif ialah tindakan dan perkataan manusia dalam suatu latar yang bersifat alamiah. Sumber data lainya ialah bahan-bahan pustaka, seperti: dokumen, arsip, koran, majalah, jurnal ilmiah, buku, laporan tahuna, dan lain sebagainya. Bahan statistik yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka seperti jumlah penduduk, pertambahan penduduk, pertambahan umat beragama dan lain sebagainya. Selain itu foto dan video yang dapat menggambarkan suasana ilmiah dapat menjadi sumber rujukan.

Adapun teknik pengumpulan data dalam kualitatif ialah: wawancara mendalam dan studi pustaka. Prinsipnya, teknik-teknik pengumpulan data tersebut digunakan untuk menggambarkan fenomena sosial secara ilmiah. Karena latar sangatlah penting dalam penelitian kualitatif, maka latar penelitian harus digambarkan secara jelas.

F. Teknik Analisis Data

(33)

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan data, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang

muncul dari catatan-catatan lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan dapat ditarik dan diverivikasi (Miles dan Huberman, 1992). Pada tahap reduksi data, peneliti dengan seksama memilah dan memilih data mana yang akan dijadikan sandaran utama sebelum disajikan dalam penelitian ini.

2. Penyajian Data

Menurut Miles dan Huberman (1992), data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam terhadap informan, dikumpulkan untuk diambil kesimpulan sehingga bisa dijadikan narasi deskriptif.

3. Penarikan Kesimpulan

(34)

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Informan

Setelah dilakukan penelitian terhadap ke enam orang informan, berikut ini akan dipaparkan hasil penelitian yang menunjukan profil informan, serta pembahasan tentang bentuk-bentuk advokasi yang ada di masyarakat Pekon Kiluan Negeri, karena adanya beberapa etnik yang menepati Pekon tersebut yaitu 5 (etnis) di antaranya etnik Lampung, Bali, Sunda, Jawa, dan Bugis.

Informan I

Informan pertama bernama Pak Des, berusia 40 Tahun. Informan ini merupakan asli etnik Bali dan beragama Hindu. Informan menyelesaikan pendidikan terakhir hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) dan bekerja sebagai Aparat Desa yaitu Kepala Pekon (Lurah).

Informan II

(35)

Informan ke tiga bernama Pak Mar, berusia 55 Tahun. Informan ini merupakan asli etnik Sunda yang berasal dari Indramayu dan beragama Islam. Informan menyelesaikan pendidikan terakhir hingga Sekolah menengah Pertama (SMP) dan bekerja sebagai Petani Kakao.

Informan IV

Informan ke empat bernama Pak Wijaya , berusia 58 Tahun. Informan ini merupakan asli etnik Bugis dan beragama Islam. Informan menyelesaikan pendidikan terakhir hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan bekerja sebagai Nelayan pembuat Ikan Asin.

Informan V

Informan ke lima bernama Pak Tarji, berusia 60 Tahun. Informan ini merupakan asli etnik Jawa dan beragama Islam. Informan menyelesaikan pendidikan terakhir hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan bekerja sebagai Petani Kakao.

Informan VI

(36)

Informan ke 1

Pak Des pada dasarnya melakukan perpindahan tempat tinggal dari Kalianda ke Teluk Kiluan (Pekon Kiluan Negeri) dikarenakan ingin membuka lahan pertanian bersama orang tuannya yaitu Pak Nengah Sukresne sekitar tahun 1986.

Menurut penuturan Pak Des:

“Wah dek pada waktu saya pertama menginjak di pekon ini masih sepi bisa dihitung rumahnya apalagi pada waktu itu anak seumuran saya masih jarang di sini saya pada waktu itu umurnya sekitar 18 tahun, saya kesini itu sesudah lulus SMA, pertama saya lihat orang-orang yang di sini masih suku Lampung, sehingga ada perasaan sedikit takut karena kalau dulu suku Lampung dikenal keras. Jadi pada waktu keluarga saya kesini ya cuma ada satu suku yaitu suku Lampung terus bertambah lagi keluarga saya menjadi ada dua suku, terus kalau tidak salah sehabis keluarga saya itu bertambah lagi suku Jawa yang berasal dari Pringsewu dan Gading Rejo sekitar enam orang, nah setelah itu dua bulan kalau gak salah Pak Harun bersuku Bugis yang dari teluk itu bersinggah dari mencari ikan dan akhirnya menepati Pekon ini tetapi dia di sebelah Timur (sambil menunjuk ke arah Timur), itu pada tahun 1986.

Pada dasarnya seorang individu yang mempunyai wilayah yang baru tentu akan mengalami proses adaptasi dan melakukan interaksi dengan masyarakat dilingkungkannya. Hal ini tidak lain karena individu merupakan unit terkecil dari masyarakat, sehingga berhubungan dengan lingkungan sosial. Adapun yang diharapkan dari hubungan tersebut yakni menumbuhkan keserasian di antara satu sama lainnya sehingga menciptakan kenyamanan dan ketenteraman.

(37)

hubungan yang penting karena itu bagian dari diri kita. Semua agama mengajarkan bahwa manusia adalah mahluk sosial termasuk agama Hindu, mengajarkan bahwa manusia tidak tinggal sendiri melainkan bersama-sama atau masih membutuhkan orang lain, sehingga dapat terbentuk suatu kelompok yang terikat dengan alam di sekitar. Sehingga warga Pekon Kiluan Negeri masih percaya dengan adanya hukum alam, baik itu warga Pekon Kiluan Negeri maupun bukan warga sekitar Teluk Kiluan di larang menangkap hewan yang bernama Nyamang (sejenis Kera berwarna hitam), karena jika warga diketahui mengambil atau menangkap untuk dipelihara hewan tersebut, dikhawatirkan Harimau akan memasuki desa. Jadi memang seharusnya kita dapat menjaga dan melestarikan alam untuk kehidupan dan kesejahteraan manusia dan mahkluk hidup lainnya di alam sekitar kita.

Mengenai interaksi sosial, Pak Des mengatakan bahwa interaksi merupakan hubungan yang terjalin antara individu dengan individu, individu dengan kelompok ataupun kelompok dengan kelompok. Berikut ini penuturan Pak Des: “Setiap yang saya lakukan untuk membantu warga meskipun berbeda etnis

yang ada di Pekon Ini adalah setiap kegiatan yang ada saya sebagai Kepala pekon tidak pernah tinggal diam apapun yang saya miliki untuk sarana selalu saya pakai untuk hal-hal yang bermanfaat untuk pekon ini, seperti diadakannya gotong-royong pelebaran jalan, sungai dan lain-lain itu. Saya selalu membawa mobil saya untuk mengangkut tanah maupun pasir sehingga masyarakat tidak kerepotan untuk mengangkutnya.

(38)

fasilitas atau balai pertemuan untuk musyawarah masyarakat sekitar. Akomodasi yang ada di Pekon Kiluan ini di setiap daerah mempunyai permasalahan atau konflik yang berbeda-beda baik dari individu ataupun kelompok.

Selaku Kepala Pekon, Pak Des menyadari adanya sebuah konflik yang terjadi di setiap warganya, sehingga Pak Des selalu memberikan sebuah aturan yang tidak memberatkan dan memberikan solusi atau penyelesaian jika sewaktu-waktu terjadi konflik di masyarakatnya tersebut. Pada tahun 1997 pernah terjadi sebuah konflik antara etnik Sunda dan etnik Lampung tentang sengketa tanah yang menyebabkan konflik antar kedua etnik, sehingga terjadi perselisihan antara mereka yang berujung pada kekerasan fisik hingga berlanjut sampai dua minggu.

Perselisihan itu merupakan suatu bentuk di mana adanya perbedaan pendapat dan kesalahpahaman antara dua etnik yang berbeda, menyebabkan suatu tindakan fisik yang dapat saling merugikan. Perselisihan dimulai karena adanya tanah yang dulu milik dari salah satu etnik Lampung menitipkan pada salah satu etnik Sunda untuk di olah dijadikan sebuah kebun. pada saat tanah akan di ambil kembali oleh keluarga yang memiliki tanah tersebut tidak rela dan tidak diizinkan untuk dibangun sebuah rumah, sehingga terjadi perdebatan antara satu sama lain serta terjadilah kekerasan fisik. Kejadian ini terjadi sehingga melebar menjadi tindakan saling menyerang antara satu sama lain.

(39)

pertama kronologi tentang kejadian. Kedua tentang keinginan-keinginan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan ketiga penyelesaian agar tidak berlanjut dengan mempertemukan keinginan oleh masing-masing pihak. Sehingga keputusan yang disetujui untuk meredam konflik.

Pak Des menuturkan bahwa rutinitas sebagai Kepala Pekon dan pedagang membuatnya harus menjadi satu dengan masyarakat etnik lainnya sehingga dia tidak pernah berpihak ke etnik Bali tetapi semua etnik lainnya karena merupakan bagian masyarakat dan satu yaitu masyarakat Pekon Kiluan Negeri.

Pak Des menuturkan:

“Makanya setiap sore sampai malam rumah saya ramai karena rumah saya termasuk di tengah-tengah dan setiap sore sampai malam warga itu selalu mampir kerumah saya ini dek, baik yang pulang dari ladang, maupun melaut pazti ngobrol-ngobrol didepan rumah saya ini setiap sore (sambil menghidupkan sebatang rokok di tangannya), ya walaupun hanya air putih atau segelas kopi yang bisa saya sediakan tetapi membuat saya bisa memberikan informasi-informasi yang baru buat warga saya itu sudah cukup. Kalaupun sampai malam di sini sudah gak cukup dan ingin ganti suasana pasti warga mengajak ke warung saya untuk main biliyard dek, karena itu juga tempat umum yang saya sediakan. Jika warga sudah lelah dengan aktivitas maka ada hiburannya walaupun cuma satu meja yang saya punya tetapi itulah yang membuat warga bisa ngumpul bareng”

Menurut Pak Des, bersosialisasi itu sangat penting karena merupakan bagian untuk berinteraksi, sehingga dapat mengurangi perselisihan individu maupun kelompok. Berbeda dengan sekarang jika zaman dulu adalah kurangnya sosialisasi antar warga karena jarak dari rumah ke rumah cukup jauh, sehingga untuk berkumpul dengan tetangga berbeda etnik sangat susah.

(40)

jalan-sini sangat menjaga keamanan baik untuk masyarakat dalam maupun para pendatang yang akan liburan. Bentuk akomodasi yang ada di Teluk Kiluan merupakan bentuk-bentuk dari adanya penyelesaian konflik yang saling mengurangi tuntutan untuk mencapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada karena belum adanya peraturan desa.

Informan ke II

Awalnya Pak Iman pindah ke kelumbayan pada tahun 1976, karena ikut bersama kakaknya yang membuka lahan untuk ladamg pertanian. Tetapi sesampainya di Teluk Kiluan Pak Sulaiman tidak membuka lahan melaikan menjadi nelayan Tradisonal bersama teman sebayanya dengan menggunakan perahu dayung untuk mencari ikan. Berikut ini penuturan pak Iman:

“Dulu waktu saya kesini memang masih sepi, itu saja dulu perkiraan saya mau main-main saja dek kesini. Karena kakak mempunyai ladang dan saya disuruh membantunya, tetapi karena saya orangnnya tidak tekun jadi malas buat keladang malah kebanyakan main ke laut. Sehingga saya dulu sempat menjadi pencari ikan besama teman sebaya ”

(41)

membuka lahan.

Etnik Lampung merupakan yang pertama kali datang ke Teluk Kiluan serta membuka lahan pertanian dan tempat tinggal yang berada dipesisir pantai. Sedangkan untuk etnik yang lainya datang pada tahun 1986, dimulai dari etnik Bali dan Jawa yang datang keteluk Kiluan serta disusul lagi dengan etnik Sunda dan yang terakhir yaitu etnik Bugis yang berasal dari Teluk Betung.

Berikut penuturan Pak Iman:

“Gini dek...dulu memang kita yang pertama kali datang kesini tetapi kita sebagai pendatang juga kalaupun ada pendatang baru baik satu suku maupun beda suku kita dulu tetap tidak mau meributkan karena kita sama-sama mencari nafkah dan bertahan hidup disini. Tetapi kalaupun dari suku lain mengganggu kita walaupun jumlah mereka banyak, kita tidak segan-segan untuk bertindak. Jadi saling menghormati saja kalau disini.”

Pada dasarnya tidak semua etnik Lampung itu seperti apa yang kita pikirkan, terlebih jika kita tahu adalah pembuat kericuhan. Tetapi tidak semuannya seperti itu. Meskipun etnik Lampung datang pertama kali sebagai masyarakat Teluk Kiluan, etnik Lampung disini saling mengerti dan memahami yaitu sama-sama mencari nafkah dan bertahan hidup.

(42)

bersifat formal atau Listrik dari PLN. Masyarakat di sini hanya menggunakan mesin Jen-set untuk menerangi rumah-rumah warga di Pekon tersebut, jika masyarakat atau warga di sini tidak mempunyai mesin penerangan tersebut, warga hanya mempunyai lampu yang menggunakan minyak tanah.

Keinginan tersebut tidak ditanggapi oleh pihak PLN, sehingga pada Bulan Agustus 2010, masyarakat Pekon Kiluan mendapatkan bantuan berupa Pembangkit Listrik Tenaga Diesel dari TNI AL pada tanggal 17 Agustus 2010. Dari bantuan ini tidak semua Pekon menerimanya. Hanya beberapa RT yaitu Rt.Sinar Maju, Rt. Sinar Agung, dan Rt. Bali Jati Agung sedangkan untuk Rt. Sukamahi, Rt. Bandung Jaya dan Rt. Teluk Baru tidak dijangkau karena kapasitas dari mesin terbatas. Sehingga menyebabkan perselisihan dan tertundanya pemasangan Listrik.

Dari permasalahan dan perselisihan yang terjadi di Pekon ini, jika dibiarkan berlarut larut tanpa adanya penyelesaian dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap kemajuan Pekon ini. Permasalahan tersebut harus bisa diselesaikan dengan musyawarah dan kesepakatan bersama demi tercapainya kemajuan Pekon Teluk Kiluan.

Informan ke III

(43)

“Awal kedatangan saya adalah hal yang baru bagi masyarakat di sini. Karena saya adalah pendatang terjauh apalagi saya pindah langsung membawa istri dan anak saya yang berumur 3 tahun pada waktu itu. Karena dulu saya pernah kesini pada waktu menjadi nelayan dan singgah 4 hari dan bertanya-tanya dengan masyarakat di sini. Pada tahun 1985, saya kesini lagi tetapi hanya membeli tanah, lalu pada tahun 1986, saya kesini mengajak keluarga saya.”

Pada dasarnya penyesuaian diri terhadap alam dan lingkungan sekitar merupakan suatu hubungan yang sangat penting, dimana seseorang harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan masyarakat yang baru sehingga dapat menjadi satu pemikiran yaitu menjaganya. Tetapi tidak semua orang memiliki pemikiran yang sama karena adanya ego untuk menjadi yang terbaik. Kita harus dapat menjaga dan menghargai satu sama lain.

Perselisihan merupakan suatu awal dimana kita harus menyadari bahwa dengan adanya konflik, kita ditutut untuk lebih waspada agar tidak terulang lagi seperti konflik yang terjadi pada hari raya Idul fitri tahun 2010. Karena kurangnya toleransi demi untuk mendapat keuntungan pribadi masing-masing etnik. Konflik itu tidak terjadi jika kita tidak mementingkan kepentingan sendiri, perselisihan terjadi karena masyarakat Bali membuat Portal masuk untuk sebuah hiburan, sehingga mengakibatkan perselisihan.

(44)

bersangkutan, sehingga tidak menjadikan suatu permusuhan antara Dusun satu dengan yang lainnya. pada dasarnya toleransi itu sangat penting sehingga dapat memahami satu sama lain, yang dimana merupakan suatu hal yang biasa kita lupakan. Atas kejadian tersebut maka disetiap hari Raya Besar Agama di Pekon Kiluan Negeri dianjurkan untuk tidak membuat hiburan yang bisa menggagu berjalannya prosesi Hari Besar Agama itu.

Informan ke IV

Pak Wijaya datang ke Teluk Kiluan merupakan hal yang biasa, karena pak Wijaya adalah seorang etnik Bugis, yang sering berpindah tempat karena pekerjaannya sebagai nelayan. Pada awalnya pak Wijaya pernah mengalami suatu musibah disekitar Teluk Kiluan, karena kapal yang dibawa mengalami kerusakan sehingga beliau harus berhenti disebuah Pulau yaitu Pulau Kelapa yang pada waktu itu. Karena sejarah yang ada di pulau itu erat dengan masyarakat etnik Lampung dari Kelumbayan Maka bernama Pulau Kiluan dan Teluknya bernama Teluk Kiluan dalam bahasa lampung permintaan.

Karena pada saat Pak Wijaya bersinggah Pada Pulau itu tidak ada satupun penghuninya, tetapi untuk dipesisirnya terlihat pemukiman penduduk. Walaupun tidak terlihat ramai tetapi bisa membantu, sehingga Pak Wijaya harus ke Pantai untuk meminta pertolongan. Pak Wijaya mengatakan:

“Sebenarnya saya tinggal disini karena tertarik dengan lautnya karena merupakan sesuatu yang bermanfaat untuk kehidupan saya dengan keluarga saya pada waktu itu. Karena disini dulu untuk mencari ikan tidak susah, masing banyak ikan disini tetapi dulu menjual hasil dari melaut itu kadang-kadang di Tpi Kalianda maupun di Teluk.”

(45)

kurang belum tentu salah satu hal yang menandakan sebagai suatu fenomena alam yang berada pada masyarakat tersebut.

Dalam sebuah tatanan masyarakat biasanya terdapat sebuah sistem sosial bagi masyarakat umum bisa diartikan sebagai suatu cara yang menyakut teknis untuk melakukan sesuatu. Ditinjau dari sudut sosiologis istilah ini sesungguhnya mengandung pengertian sebagai kumpulan dari berbagai unsur (komponen) yang saling bergantungan antara satu sama lain dalam satu kesatuan yang utuh. Untuk itu dalam sebuah masyarakat sangat mementingkan sebuah kesatuan sehingga akan menghasilkan masyarakat dengan penuh kesadaran bahwa masyarakat yang tinggal disini merupakan satu kesatuan terhadap sebuah sistem yang ada pada tatanan masyarakat (Soekanto 1987:153).

Masyarakat dapat dilihat berkonflik ataupun tidaknya yaitu dari segi kehidupan bagaimana cara hidup masing-masing etnik yang berbeda, karena merupakan suatu interaksi yang harus dijaga, tidak mudah untuk hidup berdampingan dengan etnik yang bermacam-macam dalam suatu daerah yang terpencil, sehingga dapat terjadi perselisihan yang tidak mungkin kita pahami untuk dimengerti sebagai sebuah sistem sosial dalam bermasyarakat.

(46)

Akomodasi merupakan suatu bentuk interaksi sosial yang berdefinisi tentang adanya berbagai hal yang dapat menjadikan masyarakat sekitar mengerti bagaimana pentingnya hidup bersama dengan berbeda kelompok, suku, adat dan ras yang merupakan suatu bagian masyarakat Indonesia. Adanya perkawinan campur yang ada pada masyarakat merupakan bagian akomodasi, karena akomodasi tidak membahas tentang adanya konflik yang terjadi pada suatu daerah, akomodasi juga dapat diartikan sebagai penyesuaian diri dengan alam atau persediaan tempat tinggal dan sarana yang dibutuhkan seseorang atau kelompok untuk memenuhi kebutuhan.

Sedangkan dari bentuk-bentuknya merupakan adanya penyelesaian perselisihan dan mendapatkan hasil yang beragam dari adanya perkawinan campur atau yang disebut dengan pembauran etnik. Terdapat pada suatu masyarakat yang hidup berdampingan pada tempat yang terisolasi. Berbeda dengan tempat yang berada dalam suatu keramaian pada tempat tinggal Pak Wijaya sebelum menepati Pekon Kiluan Negeri.

(47)

Pak Tarji berasal dari daerah Pringsewu, beliau pindah untuk mencari lahan berkebun dan mendapatkannya disekitar perbukitan pesisir Teluk Kiluan. Awalnya beliau tidak menetap disini hanya membuat rumah kecil di tengah kebunnya, sehingga ia hanya bisa keluar pada malam hari untuk bebaur dengan masyarakat lainnya. Karena pada waktu pagi sampai sore beliau harus berkebun untuk membersihkan lahan supaya bisa di tanami. Berikut ini penuturan Pak Tarji:

“Dulu awalnya memang saya tidak berencana tinggal menetap disini, karena keluarga saya masih di Pringsewu.. Saya disini hanya sebagai petani saja. Jadi tiap sebulan sekali saya harus pulang kekampung saya...tetapi baru beberapa bulan saya merasa betah disini karena dilihat orang-orang disini sama saja, yah memang awalnya agak sedikit takut karena kebanyakan orang Lampung, yang jawa hanya beberapa orang saja dek. Tetapi setelah saya bergaul dan ngbrol-ngbrol dengan orang-orang Lampung sini kesannya sama saja karena sudah dianggap sebagai masyarakat sini juga dan akhirnya saya putuskan untuk berpindah kesini dan menetap sampai sekarang.”

Seseorang akan mengalami peleburan terhadap masyarakat lain karena adanya tidakan yang menyebabkan orang itu merasa nyaman didalam tatanan masyarakat yang baru. Baik dengan cara pernikahan campur antara etnik satu dengan yang lainnya untuk menjadikan sebuah hasil akomodasi (Hasan Shadily 1989 : 237).

(48)

Informan ke VI

Pak Wan Ab merupakan orang yang berperan di Pekon Kiluan Negeri, Wan Ab datang pada tahun 1976 merupakan orang pertama yang datang ke Teluk Kiluan bersama ketiga rekannya untuk menjadi petani. Karena struktur tanah yang subur disekitar Teluk Kiluan, Wan Ab membuat perkebunan yang ditanami Kakao dan Kopi, Wan Ab merupakan pembuka lahan di Teluk Kliuan sehingga tanah yang dimilikinya sangat luas tetapi itu tidak menyudutkan beliau selalu berdiam diri karena tanah-tanah tersebut nantinya akan diwariskan terhadap anak-anaknya.

Seperti halnya dengan Pak Iman, Wan Ab lebih lebih tahu tentang apa saja yang pernah terjadi di pekon Kiluan Negeri karena dari awal dia tinggal disini hingga sekarang, dimana sejarah yang bernama Teluk Kiluan dibangun. Adanya kisah tentang Raden Fatah yang merupakan sejarah awal dinamakan Teluk Kiluan dan lebih tahu tentang adanya perselisihan apa yang pernah terjadi pada Teluk Kiluan. Wan Ab mengatakan:

“Haga nanya dek (mau tanya apa dek)....iya memang saya yang pertama kali datang kesini tetapi saya bersama dengan rekan saya pada waktu itu...untuk membuat kebun sebagai tempat mencari nafkah itupun dulu membuat pemukimannya bukan dipesisir pantai ini....tetapi masih diatas sana,memang dulu yang tinggal di Teluk Ini cuma suku Lampung saja tetapi waktu-kewaktu menjadi campur..ya bisa dilihat sekarang gimana bentuknya.”

(49)

jalur laut sehingga harus mempertimbangkan cuaca buruk baiknya. Sedangkan untuk sekarang sudah ada jalan darat serta alat transportasi untuk memasok dan mengeluarkan hasil tani dan ikan yang berada di Pekon Kiluan Negeri.

Kebudayaan yang tidak bisa dirubah dari masing-masing etnik tidak membuat masyarakat Pekon Kiluan Negeri menjadi tidak terkontrol tetapi sebaliknya, semuanya bisa terkendali. Bahwa mereka semuanya sadar tentang adanya kesamaan tempat tinggal yang terisolir dan jauh dari pusat keramaian. Pertentangan dan perselisihan merupakan suatu proses di mana adanya kehidupan bermasyarakat seperti halnya tentang perselisihan yang ada. Pada tahun 1997 pernah terjadi perselisihan antara etnik Lampung dan Sunda, karena masalah tanah harus cepat diselesaikan. Adanya perselisihan menurut Wan Ab merupakan suatu keadaan yang bisa membuat masyarakat memahami pentingnya kesatuan untuk bisa memajukan pekon. Karena Pekon Kiluan Negeri mempunyai potensi alam yang sangat besar, makanya sudah seharusnya masyarakat pekon disini menjaga alam sebaik mungkin sehingga dapat saling menjaga.

(50)

“Memang beberapa kali disini pernah terjadi perselisihan baik individu maupun kelompok, kelompok dengan kelompok yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat yang becampur aduk....tetapi dimana masyarakat itu bisa mengolah sebaik mungkin untuk tidak berlanjut, sebenarnya dimana saja sama dek tetapi yang jadi masalah disini merupakan tempat terpencil, jauh dari keraimaian...jadi ya mau gak mau harus membangun kesadaran sendiri karena disini merupakan pendatang....tetapi kalau yang anak-anak sekarang ya… asli lahir di pekon ini(sambil tertawa), cuma disini susahnya adalah pendidikan kurang karena fasilitasnya belum memadai makanya anak saya yang terakhir ini saya sekolahkan di luar, di Kota Agung karena disini hanya samapai SMP saja itupun baru menghasilkan Lulusan tahun ini ya anak saya itu, makanya disini untuk pendidikan Formal kurang memadai dek tetapi itu tidak harus mematahkan semangat masyarakat sini untuk memajukan Pekon Ini.”

Suatu perselisihan merupakan hal yang wajar bagi semua masyarakat yang berada di negeri kita ini, dimana kita harus menempatkan berbagai hal yang penting . Dimana masyarakat harus menyadari untuk saling menjaga daerahnya masing-masing, adanya kesatuan yang erat. Sedangkan menurut Wan Ab hasil akomodasi yang ada di Pekon Kiluan Negeri, merupakan hal yang baru karena dari dulu beliau hanya tahu bahwa masyarakat yang tinggal disini harus mematuhi peraturan desa yang telah ada.

(51)

dengan musyawarah sehingga tidak menjadikan sebuah pertentangan baru.

Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda, hal ini nampak pada saat pemilihan Kepala Pekon, dimana pihak yang bersaing saling beradu argumen secara sengit, tetapi pada akhirnya hanya satu yang terpilih dan pada akhirnya pihak yang kalah akan diajak bekerja sama, telah dilakukan oleh Kepala Pekon Kiluan Negeri pada saat ini. Sebenarnya hal ini bisa dikatakan umum karena merupakan suatu bagian dari kehidupan, adanya persaingan untuk menjadi Kepala Pekon pada waktu itu, ada tiga calon yang menjadi bakal Kepala Pekon yaitu calon pertama Pak S, calon Kedua Pak K dan calon ketiga Pak A. Sehingga mereka saling bersaing, tetapi dengan cara yang sehat sehingga tidak adanya konflik tetapi untuk kedudukan itu hanya satu orang. Maka terpilihlah Kepala Pekon yaitu Pak K tetapi untuk memilih sekertarisnya Pak K harus memilih sendiri maka dipilihnya Pak S dan Pak A sebagia Kepala Dusun, itulah hasil dari adanya koordinasi dari kepribadian yang berbeda.

(52)

untuk menjadikan sebuah kemajuan.

C. Pembahasan

Adanya suatu pembauran etnik yang berada di Pekon Kiluan Negeri dapat dilihat dari aktivitas sehari-hari masyarakat Pekon Kiluan Negeri yang menerapkan hidup rukun berdampingan antara satu sama lain. Dimana suatu masalah perselisihan yang ada di Pekon Kiluan Negeri bisa terselesaikan dengan musyawarah antar warga. Selanjutnya dijadikan suatu pemecahan masalah yang ada pada daerah tersebut. Sebab, musyawarah yang ada pada Pekon Kiluan Negeri dianggap sebagai suatu kebudayaan yang sudah melekat dari zaman dulu, karena dengan musyawarah itu dapat diketahui apa saja masalah-masalah atau keinginan masyarakat demi tercapainya tujuan bersama.

(53)

Tetapi karena suatu kesalahpahaman menyebabkan suatu pertentangan yang bisa membuat salah satu kebudayaan tersebut hilang begitu saja. Karena adanya sikap individu yang tidak setuju, akomodasi merupakan bagian dari interaksi sosial yang berkaitan dengan adanya pembauran etnik maupun penyelesaian konflik. Serta menghargai alam sekitar sehingga pada suatu titik akan menjadikan keharmonisan sosial jika diolah oleh masyarakat baik individu maupun kelompok. Jika tidak demikian maka akan terjadi sebaliknnya yaitu disharmonisasi yang membuat ketidakrukunan antar etnis satu dengan lainnya.

Dalam akomodasi dipergunakan dua arti yaitu untuk menujukan proses dan akomodasi untuk menunjukan suatu keadaan. Dalam pembahasan ini merupakan akomodasi yang menunjukan proses dan keadaan, keseimbangan dalam interaksi antar orang perorangan atau kelompok dengan kelompok manusia. Kaitanya dengan norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Akomodasi yang berupa proses menujukan usaha untuk mencapai kestabilan dalam masyarakat sehingga dapat mencapai suatu titik pertemuan yang menjadi seimbang.

(54)

1. Bentuk-bentuk Akomodasi di Pekon Kiluan Negeri

Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang telah dilakukan terhadap keenam informan, telah mengungkapkan bahwa akomodasi merupakan suatau bagian dari masyarakat untuk saling mengenal satu sama lain, penyesuaian diri dengan alam, penyelesaian perselisihan dan persediaan atau penyedian tempat kediaman dan fasilitas yang dibutuhkan oleh seseorang atau kelompok untuk memenuhi kebutuhan antara masyarakat yang berbeda etnik untuk saling menghormati satu sama lain sehingga tetap bertahan pada satu wilayah tertentu.

Akomodasi dapat digunakan untuk dua kebutuhan, pertama akomodasi sebagai suatu keadaan yaitu suatu keadaan yang memungkinkan terjadinya suatu pembauran antar satu sama lain, dimana akan menjadi keadaan yang dapat menjadikan suatu daerah tersebut sebagai suatu sarana untuk dijadikan tempat tinggal dan mendapat fasilitas yang mencukupi untuk kehidupan pada suatu tatanan masyarakat. Sehingga akan menjadikan keseimbangan dalam kehidupan masyarakat.

(55)

a. Coercion, bentuk akomodasi yang terjadi karena adanya paksaan. Seperti yang ada pada masyarakat Pekon Kiluan Negeri, adanya paksaan yang menuntut untuk setiap hari besar agama dilarang mengadakan suatu hiburan yang dapat menyebabkan perselisihan. Seperti yang terjadi pada tahun lalu, mengakibatkan adanya perselisisan antara etnik Bali dan etnik yang ada di Pekon Kiluan tersebut.

Karena dianggap kurangnya toleransi dari etnik Bali menyebabkan perselisihan, untuk itu dibuatlah kesepakatan bersama yang bersifat memaksa, untuk tidak mengadakan hiburan apapun yang dapat menggagu prosesi hari besar agama sehingga tidak menimbulkan perselisihan antar umat beragama.

b. Compromise, bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Seperti yang diungkapkan oleh informan yang ada bahwa beberapa bentuk akomodasi yang ada di Pekon Kiluan Negeri adalah compromise.

(56)

sehingga didapat penyelesaian dengan masing-masing pihak mengurangi tuntutan dengan adanya trayek bergilir. Sehingga tidak menimbulkan kecemburuan dari masing-masing pihak ataupun hanya menguntungkan satu pihak yaitu etnik Lampung.

Bentuk compromise juga terdapat pada hari besar agama islam, Hari Raya Idul Fitri. Dimana pihak etnik Bali mengurangi tuntutan demi tercapainya kebutuhan Pekon Kiluan Negeri dengan panutan saling menghormati antar umat beragama untuk tidak mengadakan hiburan yang bersifat komersil

yang bisa menimbulkan suatu perselisihan.

c. Arbitration, Suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri maka dilakukannya suatu tindakan dimana, pihak yang bersangkutan saling mengurangi tuntutan agar tercapai tujuan atau perdaimaian seperti yang diungkapkan oleh informan kedua, dimana pihak-pihak saling mempertahankan ego masing-masing.

(57)

pihak yang berselisih demi tercapainya persetujuan bersama. Adanya usaha untuk mepertemukan keinginan-keinginan dapat dilihat dari musyawarah yang diadakan pengurus Pekon agar keinginan masyarakat dapat terpenuhi.

Adanya perslisihan yang tidak berujung karena keinginan–keinginan dari kedua belah pihak tidak diketahui, untuk itu yang terutama adalah mempertemukan keinginan dari kedua belah pihak demi meluruskan permasalahanya, supaya dapat mencapai persetujuan yang diinginkan. Seperti yang diungkapkan oleh informan pertama tentang perselisihan tanah yang mengakibatkan perselisihan etnik yaitu etnik Sunda dan etnik Lampung.

Kedua belah pihak hanya mementingkan ego masing-masing tetapi tidak mengungkapkan keinginannya. Sehingga terjadi perselisihan yang menyebabkan kekerasan fisik, untuk itu pengurus Pekon mengadakan musyawarah bersama dengan kedua belah pihak untuk mengetahui keinginan masing-masing pihak, untuk dapat mempertemukan keinginan itu, demi mencapai persetujuan bersama dengan tidak saling merugikan salah satu pihak.

(58)

Dalam masyarakat Pekon Kiluan Negeri, memiliki toleransi antar satu sama lain. Baik itu toleransi antar umat beragama maupun toleransi antar etnik. Dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari dimana masyarakat harus membaur satu sama lain untuk tidak mementingkan ego masing-masing kelompok, sehingga dapat menjadi satu dengan yang lain. Toleransi merupakan suatu bentuk penanaman budaya yang diterapkan di masyarakat Pekon Kiluan Negeri, secara otomatis tidak memerlukan bentuk yang formal.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan, diperoleh informasi bahwa bentuk akomodasi yang terjadi di Pekon Kiluan Negeri, ternyata lebih mengarah terhadap compromise atau disebut dengan bentuk akomodasi yang dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutan agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Seperti yang diungkapkan pak Des dan pak Wijaya, adanya penyelesaian konflik ataupun perselisihan dapat dilakukan dengan cara compromise kepada masing-masing pihak, sehingga tidak menjadikan perselisishan itu menjadi berlarut-larut. Seperti yang dikatakan Pak Des bahwa setiap terjadi perselisihan di Pekon Kiluan Negeri semuannya langsung dimusyawarahkan dengan masyarakat sehingga dapat mengetahui titik temunya dan melakukan compromise untuk masing-masing kelompok agar sepaham dengan apa yang terjadi sebelumnya.

(59)

perselisihan yang ada, hanya melakukan musyawarah dan tidak pernah dibawa ke meja hijau. Hal yang sangat penting dan bisa terselesaikan dengan cara saling mengurangi tuntutanya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.

Pada dasarnya akomodasi yang terjadi di Pekon Kiluan Negeri merupakan persedian tempat kediaman dan fasilita yang dibutuhkan oleh sesorang atau kelompok untuk memenuhi kebutuhan, dapat dilihat dari adanya penataan tempat tinggal yang tertata berdasarkan etnik tetapi itu tidak menyudutkan Masyarakat Pekon Kiluan Negeri tidak saling menjatuhkan satu sama lain sehingga dapat menjadi satu walaupun berbeda-beda etnik.

2. Hasil-Hasil Akomodasi Di Pekon Kiluan Negeri

Dari penelitian yang sudah dilakukan, ada beberapa hasil-hasil akomodasi yang ada di Pekon Kiluan Negeri adalah sebagai berikut:

a. Akomodasi dan intergrasi masyarakat

(60)

menahan keinginan-keinginan untuk bersaing kaena hanya membuang biaya dan tenaga saja.

Adanya akomodasi dan intergrasi masyarakat dengan alam dapat dilihat dari adanya pemahaman masyarakat untuk menjaga alam sekitar tempat tinggal mereka, untuk saling menjaga satu sama lain sehingga dapat menjadikan seimbang. Nampak terlihat dari adanya larangan baik masyarakat yang tinggal di Pekon Tersebut maupun para pendatang dilarang untuk menangkap hewan sejenis kera yaitu nyamang karena dapat dipercaya menimbulkan bencana untuk masyarakat Pekon Kiluan Negeri jika ada yang mengambil hewan tersebut.

b. Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda

Hal ini nampak pada saat pemilihan Kepala Pekon yang dimana pihak yang bersaing saling beradu argumen secara sengit, akan tetapi pada akhirnya hanya satu yang terpilih dan akhirnya pihak yang kalah akan diajak bekerja sama yang telah dilakukan oleh Kepala Pekon Kiluan Negeri pada saat ini. Adanya koordinasi tersebut dapat dilihat dari adanya penjelasan diatas sebagaimana yang dijelaskan oleh informan keenam bahwa adanya koordinasi dari berbagai kepribadian yang berbeda adalah merupakan hasil akomodasi yang ada pada masyarakat Pekon Kiluan Negeri.

c. Perubahan-perubahan lembaga kemasyarakatan

(61)

pada tahun 2007 dimana dulu Teluk Kiluan merupakan bagian dari sebuah dusun, bagian dari Pekon Kelumbayan Negeri sehingga susunan lembaga yang ada berbentuk sebuah kepengurusan dusun. Sedangkan pada tahun 2007 telah berubah menjadi sebuah pekon yang bernama Pekon Kiluan Negeri. Otomatis akan mengalami perubahan struktur lembaga yang sekarang dengan dulu karena adanya hasil akomodasi dari perubahan lembaga kemasyarakatan.

Adanya bentuk dan hasil akomodasi yang berada di Pekon Kiluan Negeri menghasilkan sebuah keharmonisasian sosial, sehingga masyarakat Pekon Kiluan Negeri di dalam sebuah tatanan masyarakat diperlukan sebuah harmonisasi struktur, baik struktur norma maupun struktur lembaga. Dalam perspektif budaya, kedua faktor ini memiliki relenvansi dengan pemaknaan manusia mengonstruksikan kebudayaan. Struktur norma dan lembaga yang berada di Pekon Kiluan Negeri menjadikan sebuah kebudayaan yang terdapat pada suatu masyarakat. Persoalan berikut adalah harmonisasi antar struktur dalam menghadapi atau melaksanakan idealisme pembangunan yang berkelanjutan. Apabila selama ini terjadi ketimpangan, maka yang terjadi adalah disharmonisasi yang berdampak pada hal yang lebih luas yaitu menyangkut perpecahan etnik dan rasa persatuan antar etnik.

(62)
(63)

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, maka terdapat beberapa kesimpulan antara lain:

1. Bentuk–bentuk akomodasi yang berada di Pekon Kiluan Negeri yaitu coercion merupakan suatu bentuk akomodasi yang dilakukan karena adanya paksaan seperti yang terjadi di Pekon Kiluan Negeri. Paksaan terhadap masyarakat untuk tidak mengadakan hiburan pada hari–hari besar agama, compromise merupakan bentuk akomodasi dimana pihak–pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutan agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada, saat masyarakat menuntut adanya pemberlakuan trayek supaya merata tidak menguntungkan satu pihak saja, arbitration merupakan suatu cara untuk mencapai compromise itu sendiri apabila pihak–pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapai kesepakatan sendiri makadilakukan suatu tindakan dimana pihak yang bersangkutan saling mengurangi tuntutan agar tercapai tujuan yang sama seperti adanya konflik tentang perebutan mesin diesel dan generator

pembangkit listrik yang terjadi bulan Agustus tahun 2010 kemarin, concilitation suatu usaha untuk mempertemukan keinginan–keinginan dari pihak yang berselisih merupakan salah satu bentuk akomodasi yang ada pada Pekon Kiluan Negeri dan yang terakhir adalah bentuk akomodasi

(64)

masyarakat Pekon Kiluan Negeri.

(65)

lain dan dapat menyesuaikan diri dengan alam agar menjadi seimbang dalam kehidupan kesehari-hari.

B. Saran

1. Agar tetap harmonis maka masyarakat Pekon Kiluan Negeri bisa mempertahankan cara penyelesaiaan masalah dengan musyawarah sehingga tidak terjadi perselisihan yang lebih besar, karena musyawarah yang berada pada Pekon Kiluan Negeri merupakan tradisi dari dulu, sehingga harus bisa dipertahankan dan masyarakat Pekon Kiluan Negeri diharapkan dapat membangun solidaritas yang lebih tinggi untuk kedepannya, sehingga akan lebih menjadi harmonis yang lebih tinggi dari sekarang.

(66)

DAFTAR PUSTAKA

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

MOTTO ... vi

SANWACANA ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Kegunaan Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Interaksi Sosial ... 10

B. Tinjauan Akomodasi ... 12

C. Pengertian Etnik ... 15

D. Harmonisasi Sosial ... 16

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini yang menjadi fokus bahasan adalah upaya penanganan dampak sosial psikologis dalam hal pemenuhan kebutuhan fisik, psikis dan sosial ketika korban

Peraturan Bupati Cianjur Nomor 86 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Tahun Anggaran 2020 (Berita Daerah Kabupaten Cianjur Tahun

dan Kab/Kota se Bali Tahun 2013 95 Secara lebih rinci, komponen-komponen penyusun Indeks Kinerja Pembangunan (IKP) Provinsi Bali seperti Aspek Kesejahteraan Masyarakat (AKM),

Perubahan tingkat desertifikasi yang tinggi terdapat pada daerah lahan terbuka dan tambang kapur yang mengalami perubahan tutupan vegetasi serta singkapan

Pada kuartal I 2012, perseroan mencetak laba bersih sebesar Rp 95,08 miliar atau lebih tinggi 10,7% dari perolehan laba bersih pada periode yang sama tahun sebelumnya, sebesar

Hasil sidik ragam perlakuan perendaman dengan ZPT yang berbeda terhadap pertumbuhan jumlah akar umur 2 (dua) BST stek lada menunjukkan bahwa perendaman stek dengan air kelapa

Oleh karena itu internet menjadi pilihan utama untuk mendapatkan, menyebarkan, dan bertukar informasi, dibandingkan dengan menggunakan media lain yang sudah ada

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian Skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Audit fee, Jenis