• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODIFIKASI INLINE EMITTER UNTUK SISTEM IRIGASI TETES BAWAH PERMUKAAAN TANAH (SUBSURFACE)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODIFIKASI INLINE EMITTER UNTUK SISTEM IRIGASI TETES BAWAH PERMUKAAAN TANAH (SUBSURFACE)"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

1 IRRIGATION

By

Muhammad Fadil Hakim

Subsurface drip irrigation has a relatively higher efficiency level compared with other irrigation systems, because it gives water only in plant root areas, so that it reduces water lost in irrigation. However, the conduct of this irrigation system deals with many problems, mainly in water flow distributions and soil wetting patterns that are not uniformed because emitters are clogged by tiny particles such as dust, sand, alga brought along the irrigation flows. More over, subsurface irrigation can only be applied by farmers or businessmen with larger capitals.

The objective of this research were to design simple subsurface drip irrigation with in-line emitter dripper type, using local component, to test performance of drip irrigation system, and to analyze the patterns of soil wetting distribution.

This research used emitter from TC (totteron cotton) cloth without additional materials, 3 layers, 10 cm and 15 fins with 100 cm and 200 cm operational heads. The irrigation system test was conducted by placing emitter in subsurface.

The results shows that the use of designs with 10 cm fin modification results in best uniformity of water distribution with the following emitter specification: discharge (q) = 18.4 l/hour, dripper variance coefficient (Cv) = 0.31, emission uniformity (EU) =75.4%, coefficient of discharge (Kd ) = 18.4, exponent (x) = 0.75 with orrifice dripper emitter type. The uniformity of distribution in sub unit of this design was 71.5% with 3.9 m average of wetting along planting plot (5 m) with water content ranging from 30% to 48% in one hour of irrigation. This range was still in range between field capacity and permanent withering point.

(2)

ABSTRAK

MODIFIKASI INLINE EMITTER UNTUK SISTEM IRIGASI TETES BAWAH PERMUKAAAN TANAH (SUBSURFACE)

Oleh

Muhammad Fadil Hakim

Irigasi tetes bawah permukaan tanah (subsurface irrigation) mempunyai efisiensi irigasi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan efisiensi sistem irigasi yang lain, karena sistem irigasi tetes ini hanya memberikan air pada daerah perakaran tanaman, sehingga mengurangi kehilangan air irigasi. Namun dalam penerapan irigasi tetes ini masih ditemui banyak kendala, terutama pada distribusi aliran air dan pola pembasahan tanah yang tidak seragam dikarenakan emitter tersumbat oleh partikel-partikel kecil seperti debu, pasir, lumut yang terbawa di dalam aliran irigasi. Selain itu, sistem ini hanya dapat diaplikasikan oleh para petani atau pengusaha dengan modal yang besar.

Penelitian ini bertujuan merancang sistem irigasi tetes sederhana dengan penetes jenis inline emitter, dengan menggunakan komponen lokal, uji kinerja sistem irigasi tetes, dan menganalisa pola distribusi pembasahan tanah.

Penelitian menggunakan emitter dari kain TC (Totteron Cotton) dengan penggunaan tanpa bahan, 3 lapis, sirip 10 cm dan sirip 15 cm dengan head

operasi 100 cm dan 200 cm. Uji coba sistem rancangan sistem irigasi dilakukan dengan menggunakan cara penempatan emitter di bawah permukaan tanah (subsurface).

Hasil yang diperoleh menunjukan penggunaan rancangan dengan modifikasi sirip 10 cm menghasikan nilai keseragaman penyebaran air terbaik dengan spesifikasi emitter sebagai berikut : Debit (q) = 18,4 l/jam; Koefisien variasi penates (Cv) = 0,31 ; Emission Uniformity (EU) = 75,4 %; coeficient of discharge (Kd) = 18,4 ; eksponen (x) = 0,75 dengan tipe emitter orrifice drippers. Keseragaman penyebaran pada sub- unit dalam rancangan ini adalah 71,5 % dengan rata-rata pembasahan subsurface adalah 3,9 m sepanjang bedengan penanaman (5 m) dengan kadar air berkisar antara 30% - 48% pada 1 jam pemberian air. Kisaran ini masih berada diantara kapasitas lapang dan titik layu permanen.

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang manfaatnya sangat besar dalam

kehidupan manusia. Salah satu sumber air yang melimpah dan dapat digunakan

secara cuma-cuma adalah air hujan. Hujan merupakan satu-satunya sumber air

bersih yang praktis dan dapat diperbaharui untuk penggunaan pada bidang

pertanian, industri, dan domestik. Ketergantungan akan hujan sebagai sumber air

menjadi sulit ketika musim kemarau dengan intensitas curah hujan yang sedikit

atau bahkan tidak ada sama sekali. Peningkatan kebutuhan air, terbatasnya

persediaan air alam, serta kualitas air yang kurang baik, menjadi sangat penting.

Permasalahan yang umum terjadi pada air untuk kebutuhan pertanian adalah

tentang efisiensi dan pemanfaatan kebutuhan air yang tidak seimbang.

Penggunaan sistem irigasi tetes bawah permukaan tanah (subsurface) merupakan salah satu solusi dalam pemenuhan kebutuhan air bagi lahan yang memiliki

ketersediaan air terbatas dan daerah yang kadar curah hujannya rendah. Sistem

irigasi ini memberikan air dengan laju sangat rendah, pada tiap tanaman secara

individu. Laju yang sangat rendah ini diperoleh dengan menggunakan emitter

(4)

tanah. Sistem ini memungkinkan kesempatan untuk menggunakan air secara

efisien karena kehilangan evaporasi yang minimum dan irigasi hanya dibatasi

pada zone perakaran (Riyanto, 2009). Kekurangan yang terdapat pada sistem

irigasi subsurface ini yaitu distribusi aliran air dan pola pembasahan tanah yang tidak seragam dikarenakan emitter tersumbat oleh partikel partikel kecil seperti debu, pasir, lumut yang terbawa di dalam aliran irigasi serta biaya yang tidak

murah dalam pengaplikasiannya.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dikembangkan penelitian tentang

modifikasi inline emitter sistem irigasi tetes bawah permukaan tanah (subsurface) yang diharapkan dapat mengembangkan sistem irigasi yang murah, sederhana,

mudah diterapkan pada lahan pertanian yang relative kecil dan memiliki

distribusi aliran air dan pola pembasahan tanah yang seragam ke setiap lahan

tanaman.

B. Tujuan penelitian

1. Menguji keseragaman distribusi tetesan dari pipa yang sudah dimodifikasi/

uji keseragaman tetes.

2. Menganalisa hasil pola pembasahan tanah yang dihasilkan.

C. Perumusan masalah

Air merupakan salah satu sumber daya yang cukup melimpah di bumi ini.

Penanganan akan sumber daya air yang kurang tepat sehingga menimbulkan

permasalahan yang cukup serius yaitu air menjadi suatu benda langka dan

(5)

sesuai menyebabkan sulitnya pemenuhan kebutuhan akan air terutama dalam

sektor pertanian dikarenakan pada sektor ini pemenuhan kebutuhan akan air

sangat penting.

Penggunaan sistem irigasi tetes subsurface merupakan salah satu solusi dalam pemenuhan kebutuhan air bagi lahan yang memiliki ketersediaan air terbatas dan

daerah yang kadar curah hujannya rendah. Kekurangan dari sistem irigasi

subsurface ini adalah sering terjadi penyumbatan oleh emitter diakibatkan

gangguan kotoran dari distribusi aliran air dan tanah yang masuk ke dalam lubang

penetes/emitter sehingga menyebabkan distribusi aliran air dan pola pembasahan tanah yang tidak seragam pada lahan juga biaya investasi yang cukup besar.

Penelitian ini akan memodifikasi sistem irigasi subsurface dengan menggunakan kain TC (totteron cotton) sebagai lapisan pembalut/emitter dengan harga yang relatif lebih murah dan tersedia banyak di pasaran dan berfungsi sebagai penahan

atau penghalang partikel-partikel kecil berupa kotoran dan debu yang masuk ke

dalam lubang penetes dan penggunaan sistem flushing pada ujung pipa lateral yang berfungsi sebagai pembersih atau pembilas kotoran yang masuk ke dalam

pipa yang terbawa oleh aliran air.

D. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermaanfaat untuk memberikan informasi

(6)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Irigasi

Hingga seperempat pertama abad 20, pengembangan irigasi berkelanjutan

merupakan bagian dari pengembangan kemanusiaan. Pengembangan fisik irigasi

(bangunan berikut jaringan irigasi) berada dalam kedudukan yang sama penting

dengan aspek pengelolaan (Sutardjo, 2006).

Irigasi secara umum didefenisikan sebagai penggunaan air pada tanah

untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanam–

tanaman. Pemberian air irigasi dapat dilakukan dalam lima cara: (1) dengan

penggenangan (flooding); (2) dengan menggunakan alur, besar atau kecil; (3) dengan menggunakan air di bawah permukaan tanah melalui sub irigasi, sehingga

menyebabkan permukaan air tanah naik; (4) dengan penyiraman (sprinkling); atau dengan sistem cucuran (trickle) (Hansen, 1986).

Irigasi sangat diperlukan di daerah-daerah yang kebutuhan air dari sumber alami

hanya cukup untuk memproduksi tanaman selama setengah tahun atau hanya

cukup dalam beberapa tahun. Jumlah dan waktu irigasi tergantung pada beberapa

faktor iklim, tanah dan tanaman. Sistem irigasi harus menyediakan air dengan

tarif, jumlah, dan waktu yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertanian

(7)

Sistem irigasi mengalirkan air ke tanaman pada kuantitas dan waktu yang sesuai

yang dibutuhkan oleh tanaman. Fungsi irigasi meliputi :

1. Mengalirkan air dari sumber air.

2. Memenuhi kebutuhan dalam dalam bidang peternakan.

3. Mendistribusikannya dalam setiap bidang.

Menururt Schwab et al. (1981), pendistribusian air irigasi pada tanaman dapat dilakukan dengan empat metode antara lain :

1. Irigasi permukaan (Surface Irrigation) yaitu pemberian air dengan penggenangan air langsung diantara petakan tanaman (furrow irrigation) dan baris tanaman (corrugation irrigation).

2. Irigasi bawah permukaan (Subsurface Irrigation) merupakan pemberian air pada tanaman melalui saluran-saluran di bawah permukaan tanah.

3. Irigasi Curah (Sprinkler Irrigation) metode pemberian pada tanaman yang dilakukan melaui curahan air seperti curahan air hujan.

4. Irigasi tetes (Trickle Irrigation) pemberian air pada tanaman secara langsung baik pada permukaan tanah maupun di dalam tanah melalui

tetesan secara sinambung dan perlahan di daerah perakaran tanaman atau

di sekitar tanaman.

B. Irigasi tetes

Irigasi tetes merupakan cara pemberian air dengan jalan meneteskan air

melalui pipa-pipa secara setempat di sekitar tanaman atau sepanjang larikan

(8)

seluruh air yang ditambahkan dapat diserap cepat pada keadaan kelembaban tanah

yang rendah. Jadi keuntungan cara ini adalah penggunaan air irigasi yang sangat

efisien (Hakim dkk, 2005). Hal yang perlu diketahui dalam merancang irigasi

tetes adalah sifat tanah, jenis tanah, sumber air, jenis tanaman, dan keadaan iklim.

Sifat dan jenis tanahyang diperhatikan adalah kedalaman tanah, tekstur tanah,

permeabilitas tanah dan kapasitas penyimpanan air (James, 1993).

Berdasarkan pemasangan di pipa lateral, penetes dapat menjadi (a) on-line emitter, dipasang pada lubang yang dibuat di pipa lateral secara langsung atau disambung dengan pipa kecil; (b) in-line emitter, dipasang pada pipa lateral dengan cara memotong pipa lateral (Gambar 1). Penetes juga dapat dibedakan

berdasarkan jarak spasi atau debitnya, yaitu (a) point source emitter, dipasang dengan spasi yang renggang dan mempunyai debit yang relatif besar; (b) line source emitter, dipasang dengan spasi yang lebih rapat dan mempunyai debit yang kecil. Pipa porous dan pipa berlubang juga dimasukkan pada kategori ini

(Prastowo, 2003).

Gambar 1. Pipa inline emitter

(9)

tanah diseluruh daerah perakaran sampai keadaan kapasitas lapang. Jika air

diberikan berlebihan mengakibatkan penggenangan di tempat-tempat tertentu

yang memburukkan aerasi tanah. Pedoman yang umum tentang waktu pemberian

air adalah sekitar 60 % air yang tersedia di tanah (Hakim dkk, 2005).

Tujuan dari irigasi tetes adalah untuk memenuhi kebutuhan air tanaman tanpa

harus membasahi keseluruhan lahan, sehingga dapat mereduksi kehilangan air

akibat penguapan yang berlebihan, pemakaian air lebih efisien, mengurangi

limpasan, serta menekan atau mengurangi pertumbuhan gulma (Hansen, 1986).

Sistem irigasi tetes memiliki kelebihan dibandingkan sistem irigasi lainnya antara

lain (Keller dan Bliesner, 1990) :

1. Efisiensi irigasi tetes relative lebih tinggi dibandingkan dengan sistem

irigasi lain. Pemberian air dilakukan dengan kecepatan yang telah

ditentukan, dan hanya dilakukan di daerah perakaran tanaman sehingga

mengurangi penetrasi air yang berlebihan, evaporasi dan limpasan

permukaan.

2. Mencegah timbulnya penyakit leaf burn (daun terbakar) pada tanaman tertentu, karena hanya daerah perakaran yang dibasahi sedangkan bagian

tanaman lain dibiarkan dalam kondisi kering.

3. Mengurangi terjadinya hama penyakit tanaman dan timbulnya gulma yang

disebabkan kondisi tanah yang terlalu basah karena sistem irigasi tetes

hanya membasahi daerah perakaran tanaman.

4. Pemberian pupuk ataupun pestisida dapat dilakukan secara efektif dan

efisien karena pemberian pupuk dan pestisida dapat dilakukan bersamaan

(10)

Kekurangan sistem irigasi tetes dalam penerapannya adalah :

1. Terjadinya penyumbatan yang disebabkan oleh faktor fisik, kimia dan

biologi yang dapat mengurangi efisiensi dan kinerja irigasi tetes.

2. Terjadinya penumpukan garam di daerah yang tidak terbasahi.

3. Pemberian air yang tidak memenuhi kebutuhan air tanaman karena

kurangnya kontrol terhadap pengoperasian jaringan irigasi menyebabkan

terhambatnya pertumbuhan tanaman.

Sistem irigasi tetes ini memerlukan beberapa peralatan seperti emitter, pipa lateral, pipa utama, dan bangunan utama (Lingga, 2006). Irigasi ini ada dua

macam, yaitu irigasi permukaan dan irigasi bawah tanah.

C. Irigasi bawah tanah (subsurface irrigation)

Sistem irigasi bawah permukaan dapat dilakukan dengan meresapkan air

ke dalam tanah di bawah zona perakaran melalui sistem saluran terbuka ataupun

dengan menggunakan pipa porus. Lengas tanah digerakkan oleh gaya kapiler

menuju zona perakaran dan selanjutnya dimanfaatkan oleh tanaman. Pipa lateral

dikubur dibawah tanah dan irigasinya diteteskan di dalam tanah pada zona

perakaran. Sistem ini mulai diterima atau dioperasikan setelah permasalahan

mengenai emitter yang tersumbat terselesaikan. Sistem ini sering diterapkan pada kebun tanaman buah kecil atau sayuran.

Prinsip kerja irigasi tetes yaitu mengalirkan air tetes demi tetes. Caranya, air dari

sumber air dipompa dan disalurkan melalui pipa pendistribusian utama. Pipa

(11)

dihubungkan lagi dengan pipa penetes (drip tube). Pipa penetes ini dilengkapi dengan alat berlubang kecil atau emitter yang berfungsi agar air dapat menetes. Pipa penetes diletakkan di dalam zona perakaran. Gambar 2 memberikan ilustrasi

mengenai sistem irigasi bawah permukaan.

Sumber : Hasan, 2005.

Gambar 2. Sistem irigasi bawah permukaan

Kekurangan dari sistem irigasi subsurface ini adalah :

1. Terjadinya penyumbatan yang disebabkan oleh faktor fisik, kimia dan

biologi yang dapat mengurangi efisiensi dan kinerja irigasi tetes.

2. Kontrol pengoperasian yang sulit dikarenakan pipa lateral yang ditimbun

di dalam tanah.

3. Pembasahan ke tanaman yang tidak seragam dikarenakan air merembes ke

dalam tanah sehingga menyebabkan kehilangan air (permeabilitas) yang

cukup tinggi.

D. Komponen Irigasi Tetes

(12)

pengatur tekanan, katup kendali dan perangkat Back-flow (antisiphon), saringan, jaringan lateral (distribution lines), emitter, peralatan kontrol dan monitoring.

1. Sumber air

Air yang bersih sangat diperlukan untuk keberhasilan irigasi tetes, terutama

penggunaan emitter yang kecil. Penyumbatan oleh bahan fisik atau kontaminasi kimia merupakan masalah utama dalam irigasi tetes. Sumber air bisa berasal dari

air sumur, kolam, atau sungai. Air tanah umumnya mempunyai kualitas yang

baik dan sebaiknya digunakan, sedangkan air permukaan bisa terkontaminasi oleh

bakteri, algae, dan organisme lainnya yang hidup di dalam air.

2. Sumber tenaga, pompa, dan pengatur tekanan

Sebagian besar sistem irigasi tetes dirancang untuk kebun pekarangan (home garden) dan memerlukan tekanan sebesar 8 sampai 12 N/m2. Jika sumber air berasal dari air pam, diperlukan satu atau dua pengatur tekanan yang dipasang

pada jaringan distribusi utama (Purser, 1999).

3. Katup kendali dan perangkat back-flow (antisiphon)

Dianjurkan untuk memasang katup kendali pada jaringan distribusi untuk sumber

air yang berasal dari air pam atau sumur. Perangkat ini akan mencegah

terkontaminasinya sumber air dari arus balik air irigasi (Purser, 1999). Lebih baik

lagi apabila disertai dengan alat pengukur.

4. Saringan

Saringan adalah komponen paling penting dari sistem irigasi tetes, kelemahan

saringan adalah penyumbatan pada saringan. Kebanyakan air yang digunakan

harus lebih bersih dari air minum. Sistem irigasi tetes biasanya memerlukan

(13)

pembuat emitter harus diikuti dalam memilih sistem saringan. Bila tidak terdapat rekomendasi seperti di atas, diameter pembukaan netto dari saringan harus lebih

kecil dari 1/10 sampai 1/4 dari diameter pembukaan emitter. Untuk air tanah yang bersih, suatu saringan ukuran 80 sampai 200 mesh sudah mencukupi

(Schwab, 1992). Saringan diperlukan pada sistem irigasi tetes dan berfungsi

untuk membuang pasir dan partikel bahan organik yang terlarut. Saringan ini

akan membuang tanah, pasir dan partikel bahan organik yang terlarut, tetapi

saringan tidak bisa membuang mineral terlarut, algae atau bakteri.

Untuk air dengan kandungan debu dan algae yang tinggi, diperlukan suatu

saringan pasir yang didukung dengan saringan kain. Alat pemisah pasir yang

terletak dibagian muka saringan mungkin diperlukan jika air mengandung cukup

banyak pasir. Strainer pada jaringan dengan saringan yang bisa dipindah serta ulir pembersih sudah mencukupi bagi air dengan kandungan pasir yang kecil.

Saringan sekunder bisa dipasang pada bagian pemasukan untuk tiap manifold. Hal ini dianjurkan sebagai tindakan pencegahan keamanan bila terjadi kecelakaan

selama pembersihan atau kerusakan saringan memungkinkan partikel atau air

tidak tersaring melewati bagian dalam sistem (Schwab, 1992).

5. Jaringan lateral (distribution lines)

Jaringan lateral bisa berupa selang atau pipa air dari karet, tapi untuk sistem

irigasi permanen, pipa PVC merupakan alternatif terbaik (Purser, 1999). Jaringan

lateral bisa diletakkan sepanjang baris pohon, dan diperlukan beberapa emitter

untuk tiap pohon. Kebanyakan lateral memiliki emitter majemuk, seperti tabung

(14)

atau dua lateral per baris tergantung pada ukuran pohon. Satu jaringan lateral

sudah mencukupi untuk pohon kecil (Schwab, 1992).

6. Emitter

Tersedia beberapa tipe dan rancangan emitter secara komersial. Emitter

mengendalikan aliran dari jaringan lateral. Tekanan sangat berkurang oleh

emitter, kehilangan ini dilaksanakan oleh bukaan kecil, lintasan aliran panjang, ruang vortex, pengaturan secara manual, atau peralatan mekanis lainnya.

Beberapa emitter diatur oleh tekanan dengan merubah panjang dan penampang melintang lintasan aliran atau ukuran lubang (orifice). Emitter memberikan debit yang relatif tetap pada berbagai kisaran tekanan. Beberapa emitter dapat

membersihkan dirinya sendiri dan mencuci secara otomatis. Pipa sarang atau

tabung mempunyai banyak lubang-lubang kecil. Kebanyakan emitter diletakkan pada permukaan tanah, tetapi bisa juga ditanam pada kedalaman yang dangkal

untuk proteksi (Schwab, 1992).

7. Peralatan kontrol dan monitoring

Peralatan yang diperlukan untuk mengontrol dan memonitoring sistem irigasi

tetes (Purser, 1999):

 Pengukur tekanan sebaiknya dipasang untuk memonitor tekanan pada

sistem irigasi tetes.

 Katup pengendali sebaiknya diletakkan antara sumber air dan jaringan

lateral. Jika sumber air dari sumur, sungai, atau kolam, sebaiknya

(15)

 Tensiometer atau peralatan lain yang bisa mengukur kelembaban tanah

sangat membantu.

Menurut Keller dan Bliesner (1990), komponen sistem irigasi tetes terdiri atas:

(1) Penetes, merupakan komponen yang menyalurkan air dari pipa lateral ke

tanah sekitar tanaman dengan debit yang rendah dan tekanan yang mendekati

tekanan atmosfer. Air yang keluar dari penetes meresap ke dalam profil

tanah akibat gaya kapilaritas dan gravitasi. Aliran air yang keluar dari

penetes dapat diatur secara manual ataupun otomatis untuk mendapatkan

debit air sesuai kebutuhan dalam waktu tertentu.

(2) Pipa lateral, merupakan tempat terpasangnya penetes. Biasanya pipa lateral

terbuat dari PVC atau PE dengan diameter antara 12,7 mm (1/2 inchi) – 38,1

mm (1 ½ inchi).

(3) Pipa manifold atau sub utama, merupakan pipa yang menyalurkan air ke pipa-pipa lateral. Pipa manifold biasanya terbuat dari pipa PVC dengan diameter 50,8 mm (2 inchi) –76,2 mm (3 inchi).

(4) Pipa utama, pipa ini merupakan komponen yang menyalurkan air ke

pipa-pipa manifold. Biasanya pipa utama terbuat dari pipa PVC atau paduan antara asbes dan semen.

(5) Pompa dan tenaga penggerak, berfungsi mengangkat air dari sumber air

menuju ke jaringan perpipaan untuk irigasi tanaman.

(6) Komponen pendukung terdiri dari katup, pengatur tekanan, pengatur debit,

tangki, dan sistem pengontrol.

(16)

Berdasarkan cara penempatan penetes pada pipa lateral, penetes dapat dibedakan

menjadi 2 bagian yaitu penetes tipe line-sources dan penetes tipe point-source

(Keller dan Bliesner, 1990). Penetes tipe line-source merupakan penetes yang dipasang secara seri pada pipa lateral, sedangkan penetes tipe point-source

merupakan penetes yang dipasang secara individual pada pipa lateral. Jenis jenis

penetes point-source antara lain penetes long path, source orifice, vortex dan

pressure compensanting. Penetes tipe line-source antara lain drip emitter inline non-pressure compensating, drip emitter adjustable non-pressure compensating, dan drip emitter pressure compensating button.

Sumber :Anonim, 2007.

Gambar 3. Jaringan Irigasi Tetes

(17)

Drip emitter inline non-pressure compensating merupakan tipe penetes yang dipasang seri dalam satu bedengan tanaman (Gambar 4). Tipe drip

emitter adjustable non-pressure compensating adalah tipe penetes yang dapat diset dari 0 GPH - 10 GPH (Gallon per Hour) dengan cara memutar tutup penetes yang akan menghasilkan suatu aliran yang dapat disesuaikan dari yang

paling kecil hingga besar. Tutup penetes ini mempunyai sudut putar sebesar

360°. Tipe drip emitter pressure compensating button adalah tipe penetes yang dapat menyalurkan air dengan tekanan yang seragam sepanjang alur aliran

dari titik awal sampai ujung saluran (Keller dan Bliesner, 1990).

Gambar 4. Pipa inline emitter pada tanaman sayuran

E. Tahapan rancangan irigasi tetes

Tahapan rancangan irigasi tetes yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Menyusun nilai faktor-faktor rancangan, yang meliputi sifat fisik tanah, air

tanah tersedia, laju infiltrasi, evapotranspirasi tanaman, curah hujan efektif

(18)

2. Menyusun rancangan pendahuluan, mencakup pembuatan skema tata letak

(layout) serta penetapan jumlah dan luas sub-unit dan blok irigasi. 3. Perhitungan rancangan hidrolika sub-unit dengan mempertimbangakan

karakteristik hidrolika pipa dan spesifikasi emitter. Apabila persyaratan hidrolika sub-unit tidak terpenuhi, alternatif langkah/penyelesaian yang dapat

dilakukan adalah:

1) Modifikasi tata letak.

2) Mengubah diameter pipa.

3) Mengganti spesifikasi emitter. 4) Finalisasi (optimalisasi) tata letak.

5) Perhitungan total kebutuhan tekanan (total dynamic head) dan kapasitas sistem, berdasarkan desain tata letak yang sudah final serta dengan

mempertimbangkan karakteristik hidrolika pipa yang digunakan.

6) Penentuan jenis dan ukuran pompa air beserta tenaga/mesin penggeraknya.

Perhitungan rancangan hidrolika sub-unit merupakan tahapan kunci dalam proses

desain irigasi tetes. Persyaratan hidrolika jaringan perpipaan harus dipenuhi

untuk mendapatkan penyiraman yang seragam (nilai koefisien

keseragaman/coefficient of uniformity harus > 95 % untuk irigasi tetes).

Mengingat jumlah dan spesifikasi emitter maupun jenis dan diameter pipa yang sangat beragam, maka tahapan rancangan hidrolika sub-unit harus dilakukan

(19)

A. Desain pendahuluan

Desain pendahuluan sistem irigasi tetes menyangkut tiga faktor utama, yaitu

penentuan kebutuhan/kedalaman puncak air irigasi, penentuan interval irigasi dan

penentuan jumlah air total yang dibutuhkan untuk mengairi seluruh lahan.

Kedalaman bersih maksimum air irigasi yang dapat diberikan per irigasi pada

suatu tekstur tanah tertentu.

B. Rancangan tata letak

Untuk mendapatkan suatu rancangan yang berhasil maka pertimbangan mengenai

faktor tanaman, faktor tanah dan karakteristik penetes harus diintegrasikan dalam

suatu sistem yang sesuai dengan bentuk dan topografi lahan. Tata letak sub-unit

tergantung pada jarak penetes rata-rata, variasi head tekanan yang diinginkan, jumlah stasiun operasi yang dibutuhkan, panjang baris tanaman, topografi dan

batas lahan. Sedangkan tata letak akhir sub-unit yang ideal memiliki beberapa

kriteria diantaranya jumlah sub-unit dan titik pengontrol debit atau tekanan yang

seminimum mungkin, tata letak saluran utama yang ergonomis dan ekonomis,

keseragaman pada debit aliran sistem, konfigurasi sub-unit yang seragam, serta

variasi head yang diijinkan.

C. Tipe dan hidrolika penetes

Berdasarkan cara penempatan pada lateral, penetes dapat dibedakan atas dua

bagian, yaitu penetes line-source dan penetes point-source. Termasuk dalam tipe penetes point-source diantara penetes long-path, source orifice, vortex dan

(20)

diantaranya porous pipe, double walled pipes, soaker hose dan porous plastics tubes. Penetes umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanismenya dalam menyebarkan tekanan. Penetes tipe long-path menggunakan tabung kapiler panjang dalam menyebarkan tekanan, tipe orifice tergantung pada beberapa

orifice baik individual ataupun secara seri dan penetes tipe vortex yang

memberikan efek pusaran. Penetes tipe flushing dirancang untuk memungkinkan sistem dioperasikan. Penetes tipe continous flushing memungkinkan berjalannya secara kontinu partikel padat yang besar selama sistem dioperasikan sehingga

mengurangi kebutuhan akan penyaring halus. Penetes tipe compensating dapat mengalirkan air pada selang tekanan cukup besar pada saluran lateral sedangkan

penetes tipe multi outlet dapat memberikan air pada dua atau lebih titik dengan penambahan selang kecil. Hubungan antara debit pengeluaran dengan tekanan

operasi pada sebuah penetes dinyatakan dengan persamaan :

q = Kd . Hx ... (1)

dalam hal ini:

q = debit keluaran penetes (l/jam)

Kd = koefisien debit

H = head tekanan operasi

x = eksponen debit

Penentuan koefisien debit dan eksponen debit pada sebuah penetes dapat

menggunakan persamaan berikut:

... (2)

(21)

q1 = debit penetes (l/jam) pada tekanan operasi H1 (m)

q2 = debit penetes (l/jam) pada tekanan operasi H2 (m)

Hal- hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan penetes adalah lebar

pembasahan, kebutuhan air tanaman, debit penetes dan kualitas air irigasi. Nilai x

yang dihasilkan akan digunakan untuk menentukan klasifikasi tipe yang diteliti.

Berikut beberapa tipe klasifikasi emitter yang digunakan dalam sistem irigasi tetes dengan intensitas rendah (Karmeli et al., 1985) :

- Laminar drippers :dengan nilai x = 0,8 – 1,0 - Orrifice drippers :dengan nilai x = 0,6 – 0,8 - Turbulent drippers :dengan nilai x = 0,4 – 0,6 - Labyrinth drippers :dengan nilai x = 0,4 – 0,6 - Regulated drippers :dengan nilai x = 0,1 – 0,3

D. Keseragaman irigasi tetes

Pola pembasahan pada irigasi tetes menyerupai bola lampu (bulb) (Gambar 5). Pola pembasahan ini tentunya akan mempengaruhi keseragaman pemberian air,

tetapi pada irigasi tetes, keseragaman pemberian air ditentukan berdasarkan

variasi debit yang dihasilkan oleh setiap emitter. Karena debit emitter merupakan fungsi dari tekanan operasi yang menentukan keseragaman irigasi tetes. Variasi

(22)

Gambar 5. Pola pembasahan irigasi tetes (Keller dan Blesner, 1990)

Variasi debit emitter juga disebabkan oleh proses pembuatan, karena tidak akan terdapat emitter yang persis sama dan dikenal dengan koefisien variasi pembuatan (Cv) (Gambar 4).

Gambar 6. Variasi tekanan operasi (Keller dan Bliesner, 1990)

Cvdihitung dengan persamaan (Keller and Bliesner,1990)

Cv = {√(q12

+ q22+ … + qn2– n.qa2)/ (n-1)}/qa ... (3)

dalam hal ini :

qn = debit emitter ke n qa = rata-rata debit emitter

(23)

Nilai koefisien variasi penetes ini kemudian diklasifikasikan dengan

standar nilai yang dikeluarkan oleh American Society of Agricultural Engineers [ASAE.EP 405.1] yang ditunjukan pada Tabel 1.

Efisiensi sistem irigasi tetes merupakan parameter yang sangat penting untuk

mengetahui perbandingan jumlah total air yang diberikan dengan jumlah air

irigasi yang masuk ke dalam perakaran.Efisiensi sistem irigasi tetes dapat

diketahui dari keseragaman penyebaran air (emisiion uniformity) (Tabel 2) dari

emitter (Keller and Blesner, 1990).

Klasifikasi nilai Cv seperti yang ditunjukan oleh Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi nilai Koefisien Variasi Penetes

Kualitas Drip and Spray Line Sources Tubing Sangat baik CV < 0.05 CV < 0.1 Rataan 0.05 < CV < 0.07 0.1 < CV < 0.2 Marjinal 0.07 < CV < 0.11 -

Kurang baik 0.11 < CV < 0.15 0.2 < CV < 0.3 Tidak dapat diterima 0.15 < CV 0.3 < CV Sumber : Keller dan Bliesner, 1990.

Tabel 2. Keseragaman emisi (EU) yang disarankan

Tipe Emiter Topografi EU untuk daerah kering (%)

Point source pada tanaman Seragamc 90 – 95 permanena Bergelombangd 85 – 90

Point source pada tanaman Seragam 85 – 90 permanen atau semi permanenb Bergelombang 80 – 90

(24)

a

spasing> 4 m

b

spasing< 2 m

c

kemiringan< 2 %

d

kemiringan> 2 %

Untuk daerah basah (humid) nilai EU lebih rendah hingga 10%.

F. Kadar air tanah

Dalam menentukan jumlah air tersedia bagi tanaman beberapa istilah dibawah ini perlu dipahami, yaitu:

1. Kapasitas lapang

Kapasitas lapang adalah persentase kelembaban yang ditahan oleh tanah sesudah

terjadinya drainase dan kecepatan gerakan air ke bawah menjadi sangat lambat.

Keadaan ini terjadi 2 - 3 hari sesudah hujan jatuh yaitu bila tanah cukup mudah

ditembus oleh air, textur dan struktur tanahnya uniform dan pori-pori tanah belum

semua terisi oleh air dan temperatur yang cukup tinggi. Kelembaban pada saat ini

berada di antara 5 - 40%. Selama air di dalam tanah masih lebih tinggi daripada

kapasitas lapang maka tanah akan tetap lembab, ini disebabkan air kapiler selalu

dapat mengganti kehilangan air karena proses evaporasi. Bila kelembaban tanah

turun sampai di bawah kapasitas lapang maka air menjadi tidak mobile.

Akar-akar akan membentuk cabang-cabang lebih banyak, pemanjangan lebih cepat

untuk mendapatkan suatu air bagi konsumsinya.

2. Titik Layu Permanen adalah kandungan air tanah dimana akar-akar tanaman

mulai tidak mampu lagi menyerap air dari tanah, sehingga tanaman menjadi layu.

(25)

3. Air tersedia adalah banyaknya air yang tersedia bagi tanaman, yaitu selisih

antara kadar air pada kapasitas lapang dikurangi dengan kadar air pada titik layu

permanen.

G. Kain TC (totteron cotton)

TC merupakan kain yang tingkatnya berada di bawah katun namun harganya

jauh lebih murah, bahan dasarnya adalah benang polyester yang terbuat dari serat sintetis atau buatan dari hasil minyak bumi. Kain ini campuran dari cotton combed sebanyak 35 % dan teteron yang populer juga disebut polyester sebanyak 65 %. Pencampuran ini dimaksudkan agar kain tetap kuat dan nyaman serta

mudah menyerap keringat. Bahan berupa serat fiber poly. Kain jenis TC juga

secara laju percepatan aliran dan kemampuan menyerap lebih baik dari kain jenis

(26)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2011 di Lahan Pertanian Terpadu,

Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

B. Alat dan bahan

Alat yang digunakan adalah pompa, pipa pompa, stopkran, kain TC (totteron cotton), alat pengukur tekanan, volumetric water content tester, tangki air, stop watch, timbangan digital, penggaris, gelas ukur, lem pipa, penyangga, cangkul,

wadah sumber air, gelas plastik , sock drat (pipa T). Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah dan kain TC.

C. Metode penelitian

Pelaksanaan penelitian ini meliputi tahap pengumpulan alat dan bahan, uji fisika

tanah, uji karakteristik bahan, modifikasi emitter, pengamatan dan pengukuran, dan analisis data. Pelaksanaan pengujian dilakukan sesuai dengan mekanisme

(27)

Gambar 7. Diagram alir modifikasi inline emitter sistem irigasi tetes bawah permukaan tanah (subsurface).

Pengamatan dan pengukuran Mulai

Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Uji fisika tanah Uji karakteristik bahan

Modifikasi emitter

-pemberian pembalut 3 lapis pada pipa lateral

-Pemberian sirip lebar 10 dan 15 cm pada pipa lateral

-uji absorbsi -uji aliran dalam

bahan (KB) -FC -bulk density -KS -tekstur tanah -kapilaritas tanah

BD2-3 lapis BD3-10 cm BD4-15 cm

- Keseragaman tetesan - pembasahan memanjang - pembasahan tampak atas

Selesai Analisis Data

(28)

a. Skema tata letak sistem irigasi tetes bawah permukaan tanah (subsurface)

Sistem irigasi ini sebenarnya hampir sama dengan sistem irigasi tetes permukaan

(surface), perbedaan terletak pada pemasangan pipa lateralnya. Sistem irigasi permukaan memberikan air irigasi berupa tetesan di permukaan tanah dan

mengalirkan aliran air untuk menghasilkan pola pembasahan di atas permukaan

tanah sedangkan (subsurface) di bawah tanah. Skema tata letak sistem irigasi bawah permukaan (subsurface)terlihat seperti pada Gambar 8.

Gambar 8. Skema tata letak sistem irigasi tetes subsurface.

Rancangan sistem irigasi tetes bawah permukaan tanah (subsurface)

menggunakan rancangan single lateral dengan penggunaan pipa lateral berjumlah 6 buah untuk mengalirkan air ke emitter yang ditimbun dibawah permukaan tanah dan tepat berada di bawah perakaran tanaman. Tujuannya agar pola pembasahan

dapat optimal ke tanaman. Pipa-pipa lateral tersebut ditanam atau dikubur dengan

membentuk bedengan dengan ketinggian bedengan 20 cm. Bagian hulu dan hilir

tangki

pipa utama ½” socket

lateral ½ ” lebar bedengan 60 cm

(29)

sudah diberi lubang galian untuk proses pengukuran kadar air tanah dan analisa

profil pembasahan.

b. Rancangan penelitian

Perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah perlakuan dengan

pemberian sirip 10 cm (S-10), sirip 15 cm (S-15), pembalut 3 lapis kain TC (3L) dan tanpa bahan (TB). Modifikasi yang dilakuakan pada penelitian ini dengan

pemberian sirip pada pipa lateral sepanjang 5 m dengan tujuan untuk

menghasilkan distribusi aliran air yang seragam dan optimal disepanjang alur

bedengan.

Sistem irigasi tetes pada penelitian ini memiliki jarak lateral dan penetes, yaitu

110 cm x 45 cm, dengan jumlah penetes (emitter) sebanyak 30 buah. Komponen sistem irigasi tetes yang dibuat terdiri atas:

a. Penetes, emitter sebagai tempat keluarnya air pada pipa lateral.

b. Lateral, bahan yang digunakan pada lateral ini adalah selang PE (Polyethilene)

warna hitam berukuran 1/2’ sebanyak 6 buah, pada masing-masing lateral

terdapat 10 buah penetesdengan diameter (ø) 10 mm. Jarak antar penetes45

cm.

c. Pipa utama, selang ini digunakan untuk menyalurkan air dari sumber ke

pipa-pipa distribusi. Selang yang digunakan adalah selang PVC berukuran 1/2”.

d. Tangki, digunakan sebagai wadah penampungan air dengan kapasitas 60 liter.

e. Pipa head operasi berfungsi sebagai head operasi/tekanan operasi.

f. Stopkran, berfungsi untuk mengatur besar aliran air yang akan di distribusikan

(30)

g. Sock drat, berfungsi untuk penyambung antar pipa utama dan lateral.

h. Pompa yang digunakan adalah Merk Luckiness L-2400 dengan kapasitas 2400

L/H, dan daya 60 watt.

i. Volumetric water content tester, digunakan dalam pengukuran kadar air tanah volumetric.

c. Pengujian rancangan sistem irigasi tetes bawah permukaan tanah (subsurface)

1. Uji karakteristik bahan

Uji karakteristik bahan dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari bahan yang

akan digunakan pada penelitian ini. Bahan yang digunakan pada penelitian ini

adalah kain jenis TC (totteron cotton). Uji ini meliputi :

1.1 Uji absorbsi

Uji absorbsi dilakukan untuk mengetahui kemampuan bahan dalam

menyerap air. Prosedur pengujiannya meliputi menyiapkan kain jenis TC

ukuran 10 x 20 cm. Menimbang berat kering kainnya (BK), kemudian

memasukkan kain ke dalam wadah berisi air sampai kain basah keseluruhan,

lalu kain ditiriskan hingga air tidak menetes lagi, kemudian menimbang bobot

basah kain (BB). Perhitungan uji absorbsi dapat menggunakan persamaan

berikut :

Kb = ( BB – BK) A Dalam hal ini :

Kb : Air yang terserap oleh bahan (gram/m2)

(31)

BB : Bobot basah kain (gram)

A : Luas bahan (m2)

1.2 Uji laju aliran bahan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan maksimum aliran air

pada bahan. Prosedur pengujiannya yaitu menyiapkan kain jenis TC

ukuran 10 x 20 cm kemudian kain dicelupkan bagian ujungnya ke dalam

wadah berisi air, diukur waktu pembasahan sampai air terbasahi keseluruhan.

Perhitungan uji laju aliran dalam bahan dapat menggunakan persamaan

berikut ini :

UL = Pb/t ……….(5)

Dalam hal ini ;

UL : Uji laju aliran dalam bahan (m2/s)

Pb : Panjang bahan (m)

t : Waktu pembasahan kain (s)

2. Uji fisika tanah

Uji fisika tanah dimaksudkan untuk mengetahui sifat dan karakteristik tanah yang

digunakan pada penelitian ini. Uji fisika tanah meliputi :

2.1 Uji kapilaritas tanah

Pengujian kapilaritas tanah pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

tingkat kapilaritas tanah berdasarkan penggunaan perlakuan lapisan kain dan

(32)

persiapan alat dan bahan yang digunakan meliputi kain TC ukuran 10 x 20 cm sebanyak 15 potong kain, botol minuman mineral sebanyak 9 buah, wadah air,

tanah 2 karung, ayakan pasir/tanah ukuran 2 mm. Memotong bagian atas

botol minuman mineral, kemudian diberi label berdasarkan perlakuan 2 lapis

kain ( UK2L), 3 lapis kain (UK3L) dan tanpa kain (UKTB). Menjemur tanah

sampai kering lalu diayak menggunakan ayakan pasir/tanah ukuran 2 mm,

kemudian dimasukkan ke dalam botol. Botol mineral yang telah berisi tanah

dimasukkan kedalam wadah berisi air, lalu diukur laju ketinggian kapilaritas

air yang naik sampai permukaan tanah pada botol dengan ulangan sebanyak 3

kali dan interval waktu yaitu 0, 0,25; 0,5; 1, 2, 3, 6, 12, 18, dan 24 jam.

2.2 Tekstur tanah

Tekstur tanah adalah susunan relatif dari tiga ukuran zarah tanah, yaitu pasir

debu dan liat. Penentuan tekstur tanah menggunakan contoh tanah terganggu.

Pengukuran dilakukan di Laboratorium Tanah, Jurusan Budidaya Tanaman

Perkebunan, Politeknik Negeri Lampung.

2.3 Kapasitas lapang (FC)

Kapasitas lapang adalah persentase kelembaban yang ditahan oleh tanah

sesudah terjadinya drainase dan kecepatan gerakan air ke bawah menjadi

sangat lambat, keadaan saat air tanah tidak mampu lagi di absorsi oleh akar

tanaman disebut sebagai titik layu permanen. Prosedur pengujian kapasitas

lapang yaitu mengukur terlebih dahulu berat ring sampel kemudian

(33)

penelitian dengan ring sampel, bagian bawah sampel tanah+ring ditutup

dengan kain. Sampel tanah+ring kemudian direndam ke dalam wadah berisi

air hingga jenuh, air akan naik secara kapiler hingga permukaan atas tanah.

Sampel tanah+ring ditiriskan hingga tidak ada lagi air yang menetes. Sampel

tanah+ring kemudian dioven pada suhu 1050C selama 48 jam, dimasukkan ke

dalam desikator sampai dingin kemudian ditimbang. Menghitung nilai

kapasitas lapang dapat menggunakan persamaan berikut :

FC = W2-W3 x 100% ……… .(6) W3-W1

Dalam hal ini ;

FC = Kapasitas Lapang (%)

W1 = Berat ring sampel (gram)

W2 = Berat ring+tanah setelah ditiriskan (gram)

W3 = Berat ring+tanah setelah ditiriskan, dioven T = 1050C , t = 48 jam

(Tim dosen ilmu tanah, 2010).

2.4 Kerapatan isi (bulk density)

Kerapatan isi (bulk density) adalah bobot tanah kering oven (1050C) per satuan volume tanah dalam keadaan utuh yang dinyatakan dalam gram/cm3.

Prosedurnya yaitu pengambilan sampel tanah pada tanah atau lahan yang akan

digunakan pada penelitian dengan ring sampel. Sampel tanah yang diambil

ditimbang beserta tabungnya (bobot tabung dan bobot tanah basah). Sampel

tanah dioven pada suhu 1050C selama 24 jam, oven dimatikan, dimasukkan

ke dalam desikator kemudian ditimbang ( bobot tanah kering+tabung).

(34)

Kerapatan isi (bulk density) = Bobot kering tanah (gram) ……….(7) Volume tanah (cm3)

Penghitungan bobot kering tanah:

Bobot kering tanah (gram) = bobot tanah kering + tabung (gram) - bobot

tabung (gram).

Sedangkan untuk perhitungan volume tanah menggunakan persamaan :

V = 3,14 x (d/2)2 x t ……… .(8)

Dalam hal ini ;

D = diameter (cm)

T = tinggi tabung (cm)

V = Volume tabung (cm3)

(Tim dosen ilmu tanah, 2010).

3. Karakteristik penetes

Beberapa parameter yang digunakan dalam menguji karakteristik penetes adalah

debit penetes, tekanan (head) operasi, hubungan debit penetes dengan head

operasi yang dikenal dengan komponen emisi, koefisien variasi penetes, diameter

penetes dan volume basah tanah (Karmeli et al.s, 1985).

a) Debit penetes (Qe)

Qe = V/t ……… .(9)

Dalam hal ini:

Qe = debit penetes (l /jam)

V = volume (liter)

(35)

b) Head operasi (H)

Head operasi (H) diambil dengan mengukur perbedaan antara permukan air di tangki dengan ujung pengeluaran di penetes dengan perlakuan tekanan operasi

atau head operasi 100 cm dan 200 cm.

c) Koefisien variasi penetes (Cv)

Koefisien variasi penetes adalah parameter statis yang merupakan pembanding

nilai standar deviasi penetes dengan rataan debit penetes, dari sejumlah

sampel penetes yang diuji dengan head operasi yang sama (Nakayama and bucks, 1986).

CV = S

Qavs ………...……… (10) Dalam hal ini :

CV = koefisien variasi

S = standar deviasi

Qavs = rataan debit (l /jam)

d) Eksponen debit (x)

Qe = kHx ………...…………..(11) Dalam hal ini :

Qe = debit penetes (l /jam)

k = konstanta

(36)

4. Karakteristik pipa

Elemen dasar untuk merancang pipa dalam sistem irigasi ini adalah menghitung

kehilangan head sepanjang pipa oleh kain itu digunakan persamaan aliran dari

Hasen willians untuk pipa lateral dan sekunder:

∆He = 5,35 . Qe 1,852 . L

D4,872 ………....(12) Dalam hal ini:

∆He = kehilangan head sepanjang pipa lateral (m)

Qe = debit total lateral (l/jam)

L = panjang pipa (m)

D = diameter dalam pipa (cm)

QL = Qe xne ; ( l /detik) ………...…………(13)

Karmeli et al (1985) menyatakan bahwa untuk menghitung head pada pipa lateral pemasukan (inlet) ke ujung akhir (end) dapat menggunakan rumusnya :

He(inlet) = He + 0,77 .∆He ………...………(14)

He(end) = He– 0,23 . ∆He ...………...….(15)

Persamaan untuk menghitung debit di sepanjang pipa lateral adalah

Q = 100 (He(inlet)x– He(end)x)

Hex ..……..………..………(16)

Dalam hal ini:

= deviasi debit di sepanjang pipa lateral (%)

He(inlet) = head pada pemasukan pipa lateral (m)

He(end) = head pada ujung akhir pipa lateral (m)

(37)

x = ekspansi emisi

a. Prediksi panjang pipa lateral

Parameter laju debit spesifik (specific discharge rate = SDR), dapat digunakan dalam memprediksikan panjang pipa lateral

SDR lateral (l /jam/m) = debit penetes (l/jam)

jarak antar dua penetes …….………....(17)

4. Kinerja sistem irigasi tetes

Nakayama dan Bucks (1986) mendefinisikan kriteria rancangan suatu sistem

irigasi tetes dengan nilai kuantitatif dan variasi debit penetes yang digunakan

sebagai dasar suatu rancangan.

Parameter yang biasa digunakan untuk melihat kinerja irigasi tetes adalah

keseragaman emisi (EU).

EU = Q25% x 100%

Qa ………...(18)

Dalam hal ini:

EU = keseragaman emisi

Q25% = 25% debit penetes terkecil (l/jam)

Qa = rataan debit penetes (l/jam)

D. Pengamatan dan pengukuran

Pengamatan dan pengukuran dilakukan dengan mengamati kinerja isistem irigasi

(38)

1. Perhitungan analisa koefisien dan eksponen debit penetes menggunakan

Persamaan 13 dan 14.

2. Perhitungan kinerja sistem irigasi tetes dengan menggunakan Persamaan

14 dilakukan dengan perlakuan tinggi head operasi 100 cm dan 200 cm, panjang pipa lateral 5 meter dengan perlakuan tanpa bahan (TB), pembalut

3 lapis (3L), modifikasi sirip 10 cm (S-10) dan sirip 15 cm (S-15).

3. Analisa profil pembasahan yang dihasilkan

Pengamatan pola distribusi pembasahan tanah dilakukan dengan interval 0 cm, 15

cm, 30 cm dan 45 cm dengan lama pemberian air 1 jam meliputi tampak atas dan

[image:38.595.106.517.386.595.2]

memanjang (Gambar 9) pada hulu dan hilir bedengan.

Gambar 9. Pengamatan distribusi pembasahan tampak atas dan memanjang.

Interval waktu pengambilan data sampel kadar air pola pembasahan tanah

dilakukan dalam jangka waktu 15 menit, 30 menit, 60 menit, 24 jam, 48 jam dan

72 jam dengan mengambil data kadar air volumetric di 14 titik pengamatan di bagian hulu dan hilir bedengan (Gambar 10).

(39)
[image:39.595.112.513.84.268.2]

Jarak Horizontal (cm) 0 15 30 45

Gambar 10. Pengambilan nilai W pada tanah hasil pembasahan.

E. Analisis data

Data hasil pengamatan dan pengukuran dianalisis untuk mengetahui karakteristik

hidraulik (hubungan antara tekanan-debit aliran), pola pembasahan yang

dihasilkan, analisa keseragaman rancangan irigasi tetes (emission uniformity) pada perlakuan tanpa bahan, pembalut 3 lapis, sirip 10 cm, sirip 15 cm dengan

beberapa tingkat head operasi.

1

5

9

3 2

12

4

15

30

45

6 7 8

10 11

13 14

Ke

da

lama

n v

ertika

l (c

m

(40)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Rancangan sistem irigasi tetes diperoleh nilai koefisien keseragaman (EU)

untuk masing-masing perlakuan sebesar :

- Tanpa bahan 63,3 % untuk head 100 cm dan 66,9 % untuk head 200 cm. - Pembalut 3 lapis 49,6 % untuk head 100 cm dan 74,7 % untuk head 200

cm.

- Modifikasi sirip 10 cm 75,4 % untuk head 100 cm dan 71,8 % untuk head

200 cm.

- Modifikasi sirip 15 cm 66,7 % untuk head 100 cm dan 47,5 % untuk head

200 cm, nilai ini masih dibawah nilai koefisien keseragaman yang

disarankan yaitu 75%-85% namun menurut ASAE nilai koefisien keseragaman antara 70%-80% dapat diterima.

2. Modifikasi lateral dengan sirip 10 cm (S-10) yang memiliki nilai EU terbaik

yaitu sebesar 75,4% dengan diameter pembasahan 390 cm (3,9 meter) pada

(41)

3. Pembasahan yang dihasilkan dengan peletakan emitter di bawah permukaan tanah (subsurface) menghasilkan pembasahan sebesar 34 cm untuk perlakuan tanpa bahan (TB) dengan kadar air berkisar 23%-56%, 39 cm untuk

perlakuan 3 lapis (3L) dengan kadar air 25%-44%, 280 cm untuk perlakuan

sirip 15 cm (S-15) dengan kadar air 20-46%, dan 390 cm untuk perlakuan

sirip 10 cm (S-10)dengan kadar air 30%-48%.

4. Sistem irigasi tetes bawah permukaan tanah (subsurface) mampu

mempertahankan kondisi kadar air tanah pada zona perakaran pada kisaran

kapasitas lapang dan titik layu permanen.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk meningkatkan tingkat keseragaman

emitter kain TC (totteron cotton) ini dengan melakukan modifikasi perbaikan pada jaringan perpipaan.

2. Perlu dilakukan analisa lanjutan untuk menentukan debit aliran, head

operasi/variasi tekanan yang diperlukan dan ukuran jenis pipa yang sesuai

(lateral dan utama) untuk meminimalisir terjadinya kehilangan energi

(42)

MODIFIKASI

INLINE EMITTER

UNTUK SISTEM IRIGASI

TETES BAWAH PERMUKAAN TANAH (

SUBSURFACE

)

(Skripsi)

Oleh

MUHAMMAD FADIL HAKIM

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(43)

Oleh

MUHAMMAD FADIL HAKIM

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(44)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Teks

1. Pipa inline emitter ... 6

2. Sistem irigasi bawah permukaan ... 9

3. Jaringan irigasi tetes ... 14

4. Pipa inline emitter pada tanaman sayuran ... 15

5. Pola pembasahan irigasi tetes ... 20

6. Variasi tekanan operasi. ... 20

7. Diagram alir modifikasi inline emitter sistem irigasi tetes bawah permukaan tanah (subsurface) ... 25

8. Skema tata letak sistem irigasi tetes subsurface. ... 26

9. Pengamatan distribusi pembasahan tampak atas dan memanjang…….. 36

10. Pengambilan nilai W pada tanah hasil pembasahan ... 37

11. Pengujian kapilaritas tanah, (a) Uji kapilaritas tanpa bahan, (b) Uji kapilaritas 2 Lapis, (c) Uji kapilaritas 3 lapis……….… 41

12. Grafik tinggi pembasahan rata rata pada hasil uji kapilaritas tanah... 42

13. Penggunaan emitter ; (a) emitter pembalut 3 Lapis, (b) emitter tanpa bahan (c) emitter sirip 10 cm, (d) emitter sirip 15 cm... 43

14. Spesifikasi emitter pada berbagai perlakuan dan variasi tekanan... 45

15. Keseragaman penyebaran air (emisiion uniformity) pada berbagai perlakuan dan head operasi. ... 47

16. Dinamika kadar air selama 1 jam irigasi pada perlakuan head 100 cm; (a) tanpa bahan, (b) 3 lapis; (c) sirip 10 cm, (d) sirip 15 cm... 50

17. Dinamika kadar air setelah 1 jam irigasi pada perlakuan head 100 cm; (a) tanpa bahan, (b) 3 lapis; (c) sirip 10 cm, (d) sirip 15 cm... 51

(45)

iix

hulu dan hilir dengan panjang bedengan 5 meter (head 100 cm)... 57

20. Profil pola pembasahan pada perlakuan tanpa bahan subsurface hulu dan hilir dengan panjang bedengan 5 meter (head 100 cm)... 59

21. Profil pola pembasahan pada perlakuan sirip 10 cm subsurface hulu dan hilir dengan panjang bedengan 5 meter (head 100 cm)... 60

22. Profil pola pembasahan pada perlakuan sirip 15 cm subsurface hulu dan hilir dengan panjang bedengan 5 meter (head 100 cm)... 62

23. Pola pembasahan secara memanjang pada berbagai perlakuan head 100 cm ; (a) emitter pembalut 3 Lapis, (b) emitter tanpa bahan (c) emitter sirip 10 cm, (d) emitter sirip 15 cm... 64

24. Pembasahan tampak atas ; (a) tanpa bahan (b) pembalut 3 lapis (c) sirip 15 cm (d) sirip 10 cm... 65

25. Perubahan gradien head pada lateral sirip 10 cm... 68

26. Perubahan gradien head pada lateral sirip 15 cm... 68

27. Sistem perakaran tunggang ... 70

Lampiran 28. (a) Emitter menggunakan kain 3 lapis, (b) modifikasi sirip 10 cm, dan (c) modifikasi sirip 15 cm………... 81

29. Grafik dinamika perubahan kadar air sebelum dan sesudah irigasi pada berbagai perlakuan dan head 200 cm... 82

30. Profil pola pembasahan pada perlakuan 3 lapis subsurface hulu dan hilir dengan panjang bedengan 5 meter (head 100 cm)... 83

31. Profil pola pembasahan pada perlakuan tanpa bahan subsurface hulu dan hilir dengan panjang bedengan 5 meter (head 100 cm)……….. 84

32. Profil pola pembasahan pada perlakuan sirip 10 cm subsurface hulu dan hilir dengan panjang bedengan 5 meter (head 100 cm)……….. 85

33. Profil pola pembasahan dengan perlakuan sirip 15 cm subsurface hulu dan hilir dengan panjang bedengan 5 meter (head 100 cm)……….. 86

34. Rangkaian sistem irigasi... 87

35. Pengukuran kadar air volumetrik... 87

36. Hasil pembasahan pada perlakuan modifikasi sirip... 88

37. Diameter pembasahan tanah pada perlakuan tanpa bahan... 88

38. Hasil pembasahan pada perlakuan tanpa bahan ... 89

39. Lubang pengukuran kadar air tampak memanjang... 89

(46)

iix

42. UJi kapilaritas menggunakan kain TC ... 91

43. Penampakan hasil pembasahan pada uji kapilaritas ... 91

44. Modifikasi inline emitter dengan menggunakan lebar sirip 10 dan 15 cm ... 92

45. Saluran bagian dalam tangki... 92

46. Rangkain pipa utama sumber irigasi ... 93

47. Gelas ukur ... 93

(47)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSEMBAHAN ... i

SANWACANA ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang ... 1

B. Tujuan penelitian ... 3

C. Manfaat penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Irigasi. ... 4

B. Irigasi tetes ... 5

C. Irigasi bawah tanah (subsurface irrigation) ... 8

D. Komponen irigasi tetes ... 9

E. Tahapan rancangan irigasi tetes ... 15

F. Kadar air tanah……….. 22

G. Kain TC (totteron cotton)……… 23

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan tempat penelitian... 24

B. Alat dan bahan ... 24

C. Metode penelitian ... 24

(48)

vi

D. Pengamatan dan pengukuran ... 35

E. Analisis data ... 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian karakteristik bahan ... 38

B. Pengujian sifat fisik tanah ... 39

C. Pengujian karakteristik emitter ... 43

D. Keseragaman emitter... 46

E. Dinamika perubahan kadar air ... 48

G. Analisis head loss pada jaringan pipa irigasi tetes ... 67

H. Evaluasi rancangan irigasi ... 69

V. SARAN DAN KESIMPULAN A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007. Karakteristik Kain Kaos Berdasarkan Jenisnya. Diakses dari Http://secondnew.multiply.com/journal/item/52/KARAKTERISTIK_KAIN _KAOS_BERDASARKAN_JENISNYA?&item_id=52&view:replies=threa ded. Tanggal 21 April 2011.

Anonim. 2007. Annual Books of Standard Irrigation Mechanical. Diakses dari http://chemical.otsukac.co.jp/products/agli/hiryo.html. Tanggal 28 Mei 2011.

Asep S., Dhalhar, M. A., Fuji K., Miyauchi S., dan Sudou S. 1990. Buku Penuntun Pengukuran Sifat-Sifat Fisik dan Mekanik Tanah. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Buck, D.A dan Nakayama, F. S. 1986. Trickle Irrigation for Crop Production. US. Depart of Agriculture USA.

Hakim, Z. A, Rais . M, dan Murhadi. 2005. Prospek Sumbangan Intensifikasi Padi Dalam Usaha Mempertahankan Swasembada Beras. Makalah Pertemuan Nasional Pembangunan Lahan Pertanian. Cisarua, Bogor.

Hansen, V.E, O. W. Israelsen, G. E. Stringham, E. P. Tachyan, dan Soetjipto. 1992. Dasar–dasar dan praktek irigasi. Erlangga. Jakarta.

Hansen, S. 1986. Pembelanjaaan Perusahaan. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Hasan, M. 2005. Bangun Irigasi Dukung Ketahanan Pangan. Majalah Air, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

James, L. G. 1993. Principles of Farm Irrigation System Design. Washington State University.

Karmeli, D., G. Peri, dan M. Todes. 1985. Irrigation Sistem Design and Operation. Cape Town. Oxford University Press.

(50)

Lingga, P. 2006. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Netty Leurniadi. 2008. Karakteristik Bahan Untuk Pipa Lateral Berpori Pada Irigasi Tetes Mode Via – Flow. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Prastowo. 2003. Prosedur Rancangan Irigasi Tetes. Laboratorium Teknik Tanah dan Air. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Purser, J. dan T. Jahns. 1999. Trickle Irrigation for Alaska Gardens. Alaska Cooperative Extension. The University of Alaska Fairbanks Cooperative Extension Service.

Rina Wilastra. 2008. Perancangan Prototipe Penetes Dengan Menggunakan Komponen Lokal Pada Jaringan Irigasi Tetes. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Riyanto, S. 2009. Hemat air ala petani lampung. www.agrina-online.com. Didownload tanggal 22 januari 2011.

Schwab, G. O., D. D. Fangmeier, W. J. Elliot, and R. K. Frevert. 1992. Soil and Water Conservation Engineering. John Wiley & Sons, Inc. New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore.

Schwab, G. O., R. K. Frevert, T. W. Edmiister, and K. K. Barnes. 1981. Soil and Water Conservation Engineering. John Wiley and Sons. Inc, NewYork.

Sutardjo, A. 2006. Strategi dan Langkah Operasional Program Pertumbuhan Kantong Penyangga Padi di LahanLebak. Makalah disajikan pada Pertemuan Nasional Program Pertumbuhan Kantong Penyangga Padi di Lahan Lebak. Cisarua, Bogor.

Suhardi. 1993. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Kanisisus. Yogyakarta. Sutrisno. 2006. Pengaruh Perubahan Penampang Terhadap Kehilangan Energi

Pada Pipa Polivinil Chlorida (PVC). Skripsi. Jurusan Teknik Sipil. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Semarang.

Tim Dosen Mata Kuliah Dasar-Dasar Ilmu Tanah. 2010. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung.

(51)

Judul Skripsi :

MODIFIKASI

INLINE EMITTER

UNTUK SISTEM IRIGASI TETES

BAWAH PERMUKAAN TANAH

(

SUBSURFACE

)

Nama Mahasiswa : Muhammad Fadil Hakim

Nomor Pokok Mahasiswa : 0714071012

Jurusan : Teknik Pertanian

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Ahmad Tusi, S.TP, M.Si. Ir. Nugroho Haryono.

NIP. 19810613 200501 1 001 NIP. 19570616 198503 1 002

2. Ketua Jurusan Teknik Pertanian

Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc.

(52)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ahmad Tusi, S.TP, M.Si. ...

Sekertaris : Ir. Nugroho Haryono. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP : 19610826 198702 1 001

(53)

Sujud Syukurku sebagai hamba yang lemah kepada

Allah SWT Yang Maha Kuasa atas segala

sesuatunya.

Kupersembahkan karyaku ini sebagai tanda bukti,

hormat dan cintaku kepada kedua orang tuaku

tercinta H. M. Ali Nurfiah dan Hj. Yulina Nur

yang dalam setiap sujud dan hela nafasnya

(54)

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai

penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

(QS. Al-Baqarah : 153)

Allah tidak membebani seseorang

melainkan sesuai dengan kemampuannya

(QS. Al-Baqarah : 286)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

(QS. Alam Nasyrah : 6)

Tidak segala sesuatu yang diberikan kepada orang lain diukur dari

nilai dan kondisi barangnya. Tetapi cinta menuntun hati dan jiwa

agar selalu memberikan yang terbaik untuk orang yang dicintai.

(Muhammad Fadil Hakim)

Sabar dan sholat adalah ramuan istimewa yang Allah berikan

kepada manusia agar mereka bisa menemukan solusi untuk setiap

masalah, mengatasi setiap kesulitan, mengubah kegagalan menjadi

harapan, menyulap kesedihan menjadi kebahagiaan, serta

melestarikan nikmat dengan rasa syukur yang tiada akhir.

(55)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal

24 Januari 1990, anak kedua dari tiga bersaudara

pasangan ayahanda Hi. M. Ali Nurfiah, S.sos dan Ibunda

Hj. Yulina Nur S.pd. Penulis menempuh pendidikan di

Taman Kanak-kanak (TK) PTPN VI pada tahun1994-

1995, dilanjutkan Sekolah Dasar (SD) Sejahtera IV

Bandar Lampung tahun 1995-2001. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)

ditempuh dari tahun 2001-2004 di SLTP Negeri 4 Bandar Lampung, sedangkan

Sekolah Menengah Umum diselesaikan penulis di SMA Negeri1 Bandar

Lampung dari tahun 2004-2007.

Setelah menyelesaikan pendidikan SMA, penulis melanjutkan studi di Jurusan

Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan

September 2007, melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat

(56)

periode 2008-2009 dan periode 2009-2010 sebagai Ketua Bidang Kaderisasi dan

saat ini masih aktif menjadi anggota di organisasi Romanisti Indonesia Regional

(57)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya saya

dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam meraih

gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Lampung

(UNILA) dengan judul “Modifikasi InLine Emitter Untuk Sistem Irigasi Tetes Bawah Permukaan Tanah (Subsurface)”. Keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan partisipasi berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan

ini penulis ingin berterima kasih kepada :

1. Bapak Ahmad Tusi, S.TP, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I dan

Pembimbing Akademik atas bimbingan dan semua bantuan yang telah

diberikan selama proses penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Ir. Nugroho Haryono selaku Pembimbing II atas bimbingan dan semua

bantuan yang telah diberikan selama proses penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. SugengTriyono, M.Sc. selaku Ketua Jurusan dan Pembahas atas

semua saran, kritik dan bantuan yang telah diberikan dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

4. Seluruh dosen Jurusan Teknik Pertanian atas bimbingan dan bantuannya

selama ini.

5. Seluruh staff dan karyawan Jurusan Teknik Pertanian atas bantuan dan

(58)

iv

6. Papa dan Mama tersayang Drs. H. M. Ali Nurfiah - Dra. Hj. Yulina Nur,

adik – adikku Fadillah Aliana Sari dan Ahmad Try Sutrisno yang tercinta

beserta keluarga besar, terima kasih atas kasih sayang yang sangat luar biasa

kepadaku, senantiasa selalu memberikan doa, moril dan perhatian yang tak

terbatas hingga detik ini.

7. Para sahabat dan saudaraku rekan mahasiswa Teknik Pertanian yang selama

ini sudah memberikanku rasa nyaman selalu bersama kalian.

Bandar Lampung, Juni 2012

Gambar

Gambar 1.  Pipa inline emitter
Gambar 2.  Sistem irigasi bawah permukaan
Gambar 3.  Jaringan Irigasi Tetes
Gambar 4.  Pipa inline emitter pada tanaman sayuran
+7

Referensi

Dokumen terkait