ABSTRACT
ANALYSIS OF NEGATIVE CORRELATION DIVIDE WITH ECONOMIC INCOME DISTRIBUTION IN WEST LAMPUNG DISTRICT
By
MUHAMAD ARI SAPUTRA
Development and economic growth is one picture of development activities in various economic sectors, with the aim to increase the income level of the community and address the economic disparity and social inequality. The economic disparity in question is that income inequality is a condition in which the distribution of income shows the state of the uneven and more profitable a particular income group. The problem in this paper is "Is there a negative correlation between inequality of income distribution with economic developments in the West Lampung".
This research aims to find out, whether there is a negative correlation between inequality of income distribution with Economic Development in West Lampung regency. This research is a descriptive study, in which the writing is intended to describe or depict economic growth with income distribution gap by regional conditions. Analysis was done qualitatively and quantitatively. In general, the pace of economic development of West Lampung in 2006 - 2012 is likely to increase. Only in the year 2010 alone the rate of economic growth in the West Lampung slightly decreased. Inequality of income distribution in West Lampung in 2007 - 2011 is still in the category of weight disparities but tends to be more evenly distributed, but in 2012 the level of inequality of income distribution in the district is in the category of moderate gap.
It can be concluded that the economic development and income distribution gap in West Lampung regency associated negative or opposite direction.
ABSTRAK
ANALISIS KORELASI NEGATIF KESENJANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DENGAN PERKEMBANGAN EKONOMI DI
KABUPATEN LAMPUNG BARAT
Oleh
MUHAMAD ARI SAPUTRA
Perkembangan dan Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu gambaran kegiatan pembangunan diberbagai sektor ekonomi, dengan tujuan untuk dapat meningkatkan pendapatan masyarakat serta mengatasi tingkat kesenjangan ekonomi dan kesenjangan sosial. Adapun kesenjangan ekonomi yang dimaksud adalah kesenjangan pendapatan yang merupakan suatu keadaan dimana distribusi pendapatan masyarakat menunjukkan keadaan yang tidak merata dan lebih
menguntungkan kelompok pendapatan tertentu. Permasalahan dalam penulisan ini adalah “Apakah terdapat korelasi negatif antara kesenjangan distribusi pendapatan dengan pekembangan ekonomi di Kabupaten Lampung Barat”.
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui, apakah terdapat korelasi negatif antara kesenjangan distribusi pendapatan dengan Perkembangan Ekonomi di Kabupaten Lampung Barat. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang mana dalam penulisannya dimaksudkan untuk menjabarkan atau menggambarkan pertumbuhan ekonomi dengan kesenjangan distribusi pendapatan berdasarkan kondisi wilayah. Analisis dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara umum, laju perkembangan ekonomi Lampung Barat tahun 2006 - 2012 cenderung meningkat. Hanya pada tahun 2010 saja laju pertumbuhan ekonomi Lampung Barat sedikit menurun. Tingkat kesenjangan distribusi pendapatan di Kabupaten Lampung Barat tahun 2007 - 2011 masih masuk dalam katagori kesenjangan yang berat akan tetapi cenderung semakin merata, akan tetapi pada tahun 2012 tingkat kesenjangan distribusi pendapatan di Kabupaten ini sudah masuk dalam katagori kesenjangan sedang.
I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sasaran penting dari Pembangunan Ekonomi tujuannya adalah untuk menciptakan
kondisi masyarakat yang lebih baik, yang ditunjukkan oleh kemajuan
perekonomian msyarakat di daerah tersebut dan digambarkan oleh tingkat
kesejahteraan masyarakat yang semakin membaik.
Setiap pembangunan ekonomi pada setiap wilayah, idialnya harus dimulai dari
tersusunnya perencanaan yang detail dan komphrehensif, selain melibatkan pelaku
pembangunan juga harus melibatkan seluruh steakholder yang ada di daerah
tersebut.
Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistim
pembangunan nasional yang pada hakekatnya membangun manusia seutuhnya
dan seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan daerah diarahkan untuk
memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatan
kesejahteraan masyarakat, mendorong stabilitas, dan meningkatan potensi daerah
secara terpadu.
Setiap rencana detail dari perencanaan pembangunan memuat sasaran dan tujuan
serta besarnya pembiayaan pembangunan, supaya kelayakan dan manfaat pada
Sasaran utama dari usaha pembangunan ekonomi dengan memanfaatkan
sumberdaya yang tersedia, selain menciptakan pertumbuhan yang
setinggi-tingginya, harus dapat menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan,
ketimpangan pendapatan, dan tingkat pengangguran
Pelaksanaan pembangunan ekonomi baik yang telah, sedang, dan yang akan
dilaksanakan oleh pemerintah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, memperluas kesempatan kerja, dan memeratakan
hasil-hasil pembangunan.
Perkembangan ekonomi merupakan salah satu wujud dari pembangunan yang
telah dilakukan pada seluruh sektor ekonomi, dengan tujuan untuk dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat serta mengatasi tingkat ketimpangan dan
kesenjanagn distribusi pendapatan ekonomi dan kesenjangan sosial.
Kesenjangan distribusi pendapatan yang dimaksud adalah ukuran ketimpangan
pendapatan yang merupakan suatu keadaan dimana distribusi pendapatan
masyarakat menunjukkan keadaan yang tidak merata dan lebih menguntungkan
kelompok masyarakat tertentu.
Ketersediaan data sangat penting, salah satu data indikator ekonomi yang
mendukung perencanaan pembangunan ekonomi daerah adalah Data Statistik
Pendapatan Regional yang lebih dikenal dengan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB), data ini juga digunakan untuk mengevaluasi upaya dan hasil-hasil
Hingga saat ini Pemerintah Kabupaten Lampung Barat telah banyak melakukan
berbagai upaya untuk mengurangi tingkat ketimpangan distribusi pendapatan,
Kabupaten Lampung Barat mengarahkan pembangunan daerahnya untuk
menggali dan mengembangkan potensi-potensi alam yang ada serta membangun
sumber daya manusia guna mencapai pemerataan pendapatan dan menciptakan
kesempatan kerja.
Hasil pembangunan Kabupaten Lampung Barat dapat dilihat dari Tabel 1.
Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) Menurut Harga Konstan Tahun 2000 di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2006-2012
Tahun PDRB
(Jutaan Rupiah)
Laju Pertumbuhan (Persen)
2006 4.421,429 -
2007 4.562,061 3,16
2008 4.712,600 3,30
2009 4.933,721 4,69
2010 5.156,165 4,52
2011 5.406,824 4,85
2012 5.720,055 5,80
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013
Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lampung Barat tahun 2006-2012 menurut
harga konstan tahun 2000 relatif mengalami kenaikkan dan cukup stabil. Pada
tahun 2007, PDRB Kabupaten Lampung Barat sebesar 4.562.061.000,00 dan pada
tahun 2008 menjadi 4.712.600.000,00, atau mengalami kenaikkan sebesar 3,30
persen dari tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten ini tahun 2009 hingga 2010 mengalami
penurunan dari 4,69 persen menjadi 4,52 persen, dan pada tahun-tahun berikutnya
kembali mengalami kenaikkan. Tahun 2010 (PDRB) Kabupaten Lampung Barat
sebesar Rp. 5.156.165.000,00 sedangkan pada tahun 2011 PDRB sebesar
4,85 persen. Perkembngan ekonomi terbesar terjadi pada tahun 2011 - 2012, yaitu
dari 4,85 persen menjadi 5,80 persen.
Pada dasarnya kemajuan perekonomian di Kabupaten Lampung Barat dapat
dilihat dari laju perkembangan ekonominya. Pada tahun 2012 setiap sektornya
mengalami peningkatan kecuali pada sektor transportasi dan komunikasi.
Penyebab naiknya laju pertumbuhan ekonomi tersebut adalah meningkatnya
produksi di sektor pertanian, karena seperti yang telah kita ketahui bahwa
penyumbang kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Regional Bruto
Kabupaten Lampung Barat adalah sektor pertanian, sehingga apabila terjadi
penurunan produksi pada sektor ini dapat mempengaruhi sektor yang lain.
Biasanya indikator ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur tinggi
rendahnya tingkat kemakmuran atau kesejahteraan penduduk suatu daerah adalah
dari besar kecilnya pendapatan perkapita penduduk. Karena gambaran dari
pendapatan perkapita sekaligus menunjukkan kemampuan daya beli masyarakat
terhadap kebutuhan barang dan jasanya, selain itu bias berdampak pada perubahan
harga, jumlah uang beredar, produktifitas produksi dan kesempatan kerja.
Nilai pendapatan perkapita penduduk suatu daerah diperoleh dengan cara
membagi nilai PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun yang biasa
disebut dengan PDRB Perkapita. Sedangkan nilai pendapatan regional perkapita
suatu daerah diperoleh dengan cara menghilangkan terlebih dahulu pengaruh
penyusutan dan pajak tidak langsung terhadap PDRB kemudian membagi nilai
Tabel 2. Laju Pertumbuhan Pendapatan Per Kapita Menurut Harga Berlaku di Kabupaten Lampung Barat Periode Tahun 2007-2012.
Tahun Pendapatan Per Kapita (Juta Rupiah)
Laju Pertumbuhan (Persen)
2007 3.464.737 -
2008 3.526.340 0,03
2009 3.638.962 0,04
2010 3.748.982 0,04
2011 3.861.250 0,03
2012 3.777.561 0,02
Sumber : Badan Pusat Statistik kabupaten lampung barat 2013
Tabel 2 gambaran dari laju pertumbuhan pendapatan per kapita penduduk
Kabupaten Lampung Barat selama Tahun 2007-2012. Laju pertumbuhan per
kapita pada tahun 2007 sebesar Rp. 3.464.737,00 dan mengalami kenaikan pada
tahun 2008 yaitu menjadi Rp. 3.526.340,00. Tahun 2009, Pendapatan per kapita
mencapai Rp. 3.638.962,00 atau mengalami pertumbuhan sebesar 0,04 persen dari
tahun sebelumnya. Dan pada tahun 2011 hingga tahun 2012 persentase laju
pertumbuhan pendapatan perkapita kembali mengalami penurunan sebesar 0,02
persen.
Secara umum, ketimpangan distribusi pendapatan di Propinsi Lampung dapat
[image:9.595.113.483.583.705.2]dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Distribusi Pendapatan Penduduk Menurut Bank Dunia dan Indeks Gini Provinsi Lampung Tahun 2007 - 2012
Tahun 40%
Rendah 40% Sedang 20% Tinggi Indeks Gini
2007 21,04 42,84 36,12 0,349
2008 19,66 44,89 35,45 0,298
2009 29,28 49,19 21,53 0,274
2010 18,69 40,60 40,71 0,251
2011 19,49 32,09 48,42 0,218
2012 20,14 37,22 42,64 0,235
Pada Tabel 3, indeks gini pada tahun 2007 – 2012 menunjukkan angka kurang
dari 0,35. Hal ini berarti ketimpangan pendapatan di Provinsi Lampung pada
umumnya dikategorikan sebagai ketimpangan pendapatan yang ringan. Golongan
40 persen penduduk dengan pendapatan rendah juga memperlihatkan angka yang
cukup memuaskan, yaitu pada tahun 2007 mencapai 21,04 persen, dan pada tahun
2008 sebesar 19,66 persen. Meskipun pada tahun 2009 golongan 40 persen
rendah mengalami kenaikkan sebesar 9,62 persen, namun pada tahun berikutnya
yaitu tahun 2010 kembali mengalami penurunan yang cukup besar yaitu menjadi
18,69 persen, dan cukup stabil pada tahun 2012 yaitu sebesar 19,14 persen.
Pada tahun 2012, terjadi kenaikkan pada golongan 40 persen penduduk dengan
pendapatan rendah yaitu menjadi 20,14 persen yang juga disertai dengan
kenaikkan pada golongan 40 persen penduduk dengan pendapatan sedang dan
penurunan pada golongan 20 persen penduduk dengan penghasilan tinggi, hal ini
mengakibatkan indeks gini meningkat menjadi 0,235.
Dengan melihat perkembangan distribusi pendapatan pada golongan 40 persen
penduduk dengan pendapatan rendah, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat
kepincangan pembagian pendapatan tergolong rendah/ringan.
B. Permasalahan
Kondisi idial dari perencanaan strategis pemerintah Kabupaten Lampung Barat
adalah Strategi Pembangunan yang menargetkan pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, dengan ditargetkannya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan terus
meningkat, maka diharapkan tingkat ketimpangan pendapatan akan berkurang
Atas dasar kondisi diatas, maka penulis mengambil suatu permasalahan sebagai
berikut : “Apakah terjadi korelasi negatif antara kesenjangan distribusi pendapatan dengan perkembangan ekonomi di Kabupaten Lampung Barat”.
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah terdapat korelasi negatif antara kesenjangan distribusi
pendapatan dengan perkembangan ekonomi di Kabupaten Lampung Barat.
D. Kerangka Pemikiran
Pembangunan merupakan upaya bersama yang dilakukan pemerintah beserta
rakyat dalam mewujudkan cita-cita nasional. Agar pembangunan tersebut
berhasil maka dibutuhkan suatu perencanaan pembangunan yang tepat, terarah,
efektif, dan efisien. Oleh karena itu adanya data-data statistik yang mampu
mengevaluasi seberapa jauh pembangunan yang telah dilaksanakan dapat
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat sangatlah penting.
Pembangunan pada hakekatnya adalah suatu proses perubahan yang bersifat
terus-menerus, yang merupakan kemajuan dan perbaikan kearah yang ingin dicapai.
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kearah pengurangan dan penghapusan
kemiskinan dan ketimpangan pendapatan dalam konteks pertumbuhan ekonomi
atau ekonomi yang sedang berkembang.
Gunar Myrdall berpendapat bahwa pembangunan ekonomi menghasilkan suatu
proses sebab menyebab sirkuler yang membuat si kaya mendapat keuntungan
cenderung membesar namun dampak sebar cenderung mengecil. Secara
komulatif kecenderungan ini memperbesar ketimpangan regional
(M.L.Jhingan, 1999:211).
Perbedaan tingkat pembangunan akan membawa dampak perbedaan tingkat
kesejahteraan antar daerah yang pada akhirnya akan menyebabkan ketimpangan
regional antar daerah semakin besar. Diduga hal ini disebabkan oleh
pertumbuhan PDRB dan pelaksanaan pembangunan yang tidak merata di tiap-tiap
daerah sesuai dengan kemapuan sumber daya yang dimiliki masing-masing
daerah.
Kebanyakkan para pengamat ekonomi menyatakan bahwa antara pertumbuhan
ekonomi dengan pemerataan pendapatan akan sangat timpang pada saat
pertumbuhan ekonomi diubah pada waktu yang sangat cepat. Ikhtisar yang
berguna mengenai kemana tingkat pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan itu
ditunjukkan untuk perbaikan bagi kelompok yang berpenghasilan tinggi dan
kelompok yang berpenghasilan rendah adalah merupakan persimpangan positif
atau negatif atau ukuran (perasaan atau kemiskinan) indeks kesejahteraan yang
sebenarnya (M.P.Todaro, 1993:221).
Laju pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat merupakan hal yang sangat
diharapkan dan diperlukan dalam pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
dengan memperhatikan pemerataan pendapatan merupakan sasaran dan tinjauan
dari pembangunan ekonomi, sehingga ketimpangan pendapatan yang terjadi
Kesenjangan dan ketimpangan pendapatan dapat diartikan sebagai perbedaan
kemakmuran ekonomi antara yang kaya dengan yang miskin. Hal ini tercermin
dari perbedaan pendapatan (Robert E Baldwin, 1986 : 16).
Masalah ketimpangan pendapatan sering juga diikhtisarkan, bahwa pendapatan riil
dari yang kaya terus bertambah sedangkan yang miskin terus berkurang.
Ini berarti bahwa pendapatan riil dari yang kaya tumbuh lebih cepat dari pada
yang miskin (Bruce Herrick/Charles P Kindleberger, 1988 : 171).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ketimpangan pendapatan adalah
perbedaan jumlah pendapatan yang diterima masyarakat sehingga mengakibatkan
perbedaan pendapatan yang lebih besar antar golongan dalam masyarakat
tersebut. Akibat dari perbedaan itu maka akan terlihat kesenjangan yaitu yang
kaya akan semakin kaya dan sebaliknya yang miskin akan semakin terpuruk
Ada beberapa metode perhitungan yang dipakai oleh para ahli ekonomi dalam
memgukur ketimpangan pendapatan. Sebuah ukuran yang sangat ringkas dan
mudah untuk dimengerti mengenai ketimpangan pendapatan dalam suatu negara
atau daerah bisa diperoleh dengan menghitung rasio area antara garis diagonal
Kurva Lorenz dibandingkan dengan jumlah area setengah/separuh bagian dari
bujur sangkar di mana tempat kurva itu. Rasio ini dikenal dengan nama Rasio
Koefisien Gini atau Koefisien Gini. Nama Koefisien Gini diambil dari nama
seorang ahli statistik Italia yaitu C. Gini, orang pertama yang memformulasikan
Apabila kita menganalisa determinasi-determinasi yang nyata mengenai
pemerataan penghasilan, maka yang terlihat sangat timpang adalah pemerataan
pemilikkan kekayaan atau harta yang produktif seperti tanah dan modal dalam
segmen-segmen yang berbeda dalam masyarakat, hal ini yang pada umumnya
menyebabkan perbedaan penghasilan yang besar sekali antara si kaya dan si
miskin.
Semula banyak ahli yang berpendapat bahwa proses pembangunan akan mampu
menyebarkan hasilnya secara otomatis kepada penduduknya dengan pendapatan
yang berlainan tingkat. Mula-mula kelompok yang berpenghasilan tinggi akan
memetik hasil pembangunan lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan dengan
kelompok penduduk berpenghasilan rendah.
Dengan pembangunan ekonomi dan peningkatan pembangunan memungkinkan
terjadinya pemerataan penghasilan yang lebih luas sehingga dapat menjangkau
kelompok penduduk yang berpendapatan rendah. Perkembangan meluasnya
pembagian pendapatan ini dilakukan dengan cara pendistribusian pendapatan
tinggi atau kaya ke kelompok penduduk berpendapatan rendah atau miskin (Emil
E. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini akan disajikan dalam lima bagian pokok yang dirinci sebagai
berikut :
Bab I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, permasalahan,
tujuan penelitian, kerangka pemikiran, dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan pustaka yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Bab III : Metodologi Penelitian yang berisikan tentang penelitian
lapangan, alat analisis, dan gambaran umum Kabupaten
Lampung Barat .
Bab IV : Hasil perhitungan dan pembahasan yang meliputi pembuktian
analisis.
Bab V : Simpulan dan saran.
Daftar Pustaka
II.TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Pembangunan Ekonomi
Pembangunan adalah manifestasi dari suatu proses menuju kemajuan material
perekonomian, sehingga ukuran-ukuran keberhasilannya dapat terlihat dari
besaran indikator ekonomi seperti pertumbuhan GDP, pertumbuhan PDRB, proses
akumulasi modal untuk investasi, dan tingakat konsumsi masyarakat. Dengan
karakteristik semacam itu, negara-negara berlomba menggapai kemakmuran
ekonomi lewat serangkaian penyelenggaraan pembangunan secara sistemastis,
dengan tujuan utama memuaskan masyarakat (individu) secara material. Filsafat
pembangunan seperti ini sering disebut dengan istilah “fordisme”, yang merujuk
kepada upaya terciptanya masyarakat dunia yang makmur berdasarkan
maksimisasi kegunaan tanpa batas, yang dibentuk melalui tiga elemen penting,
yaitu rasionalitas, efisiensi, dan produksi/konsumsi missal (A.Erani Yustika,2002
: 49 ).
Langkah-langkah pembangunan ekonomi sebagai suatu proses multidimensional
yang melibatkan perubahan-perubahan dalam struktur sosial, sikap-sikap yang
pertumbuhan ekonomi, pengangguran, ketimpangan dan pemberantasan
kemiskinan yang absolut (M.P.Todaro 1993 : 124).Dengan demikian
pembangunan ekonomi merupakan usaha suatu masyarakat untuk dapat
mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi tingkat pendapatan
masyarakat, sedangkan usaha-usaha pembangunan secara keseluruhan meliputi
juga usaha-usaha pembangunan sosial, politik dan kebudayaan. Dengan adanya
pembatasan tersebut maka pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai
suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu
masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sadono Sukirno, 1985 : 13).
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pembangunan ekonomi meliputi tiga sifat
penting. Pembangunan ekonomi merupakan :
1. Suatu proses, yang berarti perubahan yang terjadi secara terus-menerus.
2. Usaha untuk meningkatkan pendapatan per kapita dan
3. Kenaikan pendapatan per kapita itu harus berlaku dalam jangka panjang.
Di dalam analisis, pembangunan ekonomi perlu dipandang sebagai suatu proses
yang saling berkaitan, berhubungan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor
yang menghasilkan pembangunan itu sendiri. Sehingga pada akhirnya hasil dari
pembangunan ekonomi tersebut dapat dilihat.
H.F.Wiliamson mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses,
dimana suatu negara dapat menggunakan sumber-sumber daya produksinya
sedemikian rupa, sehingga dapat memperbesar produk per kapita negara tersebut
Rostow mengartikan pembangunan ekonomi sebagai suatu usaha dan proses yang
menyebabkan perubahan dari ciri-ciri penting dalam masyarakat, yaitu perubahan
dalam keadaan sistem politik, struktur sosial, nilai-nilai masyarakat dan struktur
kegiatan ekonomi (Sadono Sukirno, 1985 : 103).
Selain itu pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk
memperbesar pendapatan per kapita dan meningkatkan produksi dengan jalan
menambah peralatan modal serta meningkatkan keahlian. Ukuran untuk suatu
kemajuan tidak hanya pendapatan per kapitanya melainkan juga produktifitasnya
(Sumitro Djojohadikusumo, 1985 :39).
Pendapat para ahli mengatakan pembangunan ekonomi sebagai :
1. Peningkatan dalam pendapatan per kapita masyarakat, yaitu tingkat
pertumbuhan GDP suatu tahun tertentu melebihi dari tingkat pertambahan
penduduk.
2. Perkembangan GDP yang berlaku dalam suatu masyarakat yang dibarengi
dengan perombakan dan modernisasi dalam struktur ekonominya, yang pada
umumnya masih bercorak tradisional (Sadono Sukirno, 1985 : 14).
Pembangunan ekonomi bukan saja berarti perombakan dalam corak kegiatan
ekonomi masyarakat tetapi juga merupakan perombakan dalam sikap masyarakat
dan berbagai aspek dalam kehidupan sosial dan politik masyarakat lainnya.
Syarat utama pembangunan ekonomi adalah bahwa proses pertumbuhan harus
bertumpu pada kemampuan perekonomian di dalam negeri untuk memperbaiki
nasib dan prakarsa. Untuk menciptakan kemajuan material harus diprakarsai oleh
tidak hanya untuk merangsang atau membantu kekuatan nasional. Bantuan ini
hanya bersifat mengawali atau merangsang perubahan dan tidak bersifat
mempertahankan (M.L.Jhingan, 1999 : 41).
2. Pengertian Ketimpangan Pendapatan
Kesenjangan pendapatan dapat diartikan sebagai perbedaan kemakmuran ekonomi
antara yang kaya dengan yang miskin. Hal ini tercermin dari perbedaan
pendapatan (Robert E Baldwin, 1986 : 16).
Masalah kesenjangan pendapatan sering juga diikhtisarkan, bahwa pendapatan riil
dari yang kaya terus bertambah sedangkan yang miskin terus berkurang.
Ini berarti bahwa pendapatan riil dari yang kaya tumbuh lebih cepat dari pada
yang miskin (Bruce Herrick/Charles P Kindleberger, 1988 : 171).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kesenjangan pendapatan adalah
perbedaan jumlah pendapatan yang diterima masyarakat sehingga mengakibatkan
perbedaan pendapatan yang lebih besar antar golongan dalam masyarakat
tersebut. Akibat dari perbedaan itu maka akan terlihat kesenjangan yaitu yang
kaya akan semakin kaya dan sebaliknya yang miskin akan semakin terpuruk.
Menurut Myrdall, ketimpangan pendapatan terjadi karena kuatnya dampak balik
dan lemahnya dampak sebar di negara-negara berkembang
(M.L.Jhingan, 1999 : 212).
Apabila kita menganalisa faktor-faktor yang menentukan tentang pemerataan
dan menghasilkan seperti tanah dan modal dalam segmen-segmen yang berbeda
dalam masyarakat dunia ketiga yang pada umumnya menyebabkan perbedaan
penghasilan yang besar sekali antara yang kaya dan miskin atau antara golongan
dan lapisan masyarakat.
Menurut Parvez Hasan, ketimpangan pendapatan dapat menyebabkan kesempatan
untuk memperoleh atau memenuhi kebutuhan pokok semakin kecil
(Bintoro, 1986 : 88).
Indikator untuk mengetahui ketimpangan dan kesenjangan pendapatan dapat
dilakukan dengan :
1. Kurva Lorenz
Cara umum yang lain melihat penghasilan pribadi adalah dengan membuat
apa yang dinamakan dengan Kurva Lorenz.
Pada Gambar 1 diperlihatkan bagaimana cara membuat Kurva Lorenz.
Jumlah penerimaan penghasilan ditempatkan diatas sumbu horizontal
sedangkan sumbu vertikal menggambarkan bagian jumlah penghasilan yang
diterima oleh masing-masing persentase populasi. Kedua sumbu tersebut
dikombinasikan sampai dengan 100 persen. Dengan demikian kedua sumbu
tersebut sama panjang dan semua angka ditempatkan dalam bujur sangkar.
Pada garis diagonal, yang merupakan garis persamaan digambarkan dari sudut
bawah sebelah kiri bujur sangkar menuju kearah sebelah kanan pada sudut
Gambar 1. Kurva Lorenz
B Persentase
Penghasilan
0 Persentase Populasi A Sumber : M.P. Todaro, 1993:196
Kurva Lorenz memperlihatkan hubungan kuantitatif yang aktual antara
persentase-persentase penerimaan penghasilan yang mereka terima
sebenarnya. Semakin jauh Kurva Lorenz dari garis diagonal berarti semakin
besar pula ketimpangan pendapatan yang terjadi, dan sebaliknya semakin
dekat Kurva Lorenz dengan garis diagonal maka akan semakin kecil tingkat
ketimpangan pendapatan yang terjadi.
2. Koefisien Gini
Pada Gambar 2 berikut ini adalah rasio area A yang diberi arsiran
dibandingkan dengan jumlah area segitiga ABC. Rasio ini dikenal dengan
nama Rasio Koefisien Gini atau Koefisien Gini. Nama Koefisien Gini diambil
dari nama seorang ahli statistik Italia yaitu C. Gini, orang pertama yang
Pengukuran tingkat ketimpangan dengan menggunakan Koefisien Gini
diformulasikan sebagai berikut :
G = 1-i ∑Pi(Qi + Qi –1)
10.000
Keterangan :
G = Koefisien Gini
Pi = Persentase penduduk
Qi = Persentase pendapatan
Qi-1 = Persentase pendapatan sebelumnya
Gambar 2. Koefisien Gini
Persentase C Penghasilan
Koefisien Gini
Area yang diarsir Luas ABC
A Persentase Populasi B
Koefisien Gini adalah persamaan ukuran ketimpangan dan bisa berbeda-beda dari
nol yang mengindikasikan suatu kemerataan sempurna (perfect equality) sampai
satu yang berarti suatu ketimpangan total (perfect inequality) dalam distribusi
pendapatan dan pengeluaran.
Adapun kriteria ketimpangan pendapatan berdasarkan Koefisien Gini adalah :
1. Lebih dari 0,5 adalah berat.
3. Kurang dari 0,35 adalah ringan.
Untuk mengetahui tingkat ketimpangan pendapatan perlu pula membagi
penduduk dalam kelompok-kelompok sebagai berikut :
1. Kelompok penduduk dengan pendapatan tinggi yang merupakan 20% dari
jumlah penduduk yang menerima pendapatan nasional/regional/PDRB.
2. Kelompok penduduk dengan pendapatan menengah yang merupakan 40% dari
jumlah penduduk yang menerima pendapatan nasional/regional/PDRB.
3. Kelompok penduduk dengan pendapatan rendah yang merupakan 40% dari
jumlah penduduk yang menerima pendapatan nasional/regional/PDRB.
(Emil Salim, 1984 : 20).
Tingkat kepincangan pembagian pendapatan lazimnya diukur menurut besarnya
bagian pendapatan nasional atau regional yang dinikmati oleh kelompok
penduduk dengan pendaptan rendah yang merupakan 40% dari jumlah penduduk
yang dikenal dengan kelompok rendah 40%. Apabila kelompok rendah 40%
menerima pendapatan nasional atau regional sebesar 17% atau lebih maka tingkat
kepincangan pembagian pendapatan tergolong bisa dibilang rendah. Apabila
terletak antara 12% sampai dengan 17% maka digolongkan dalam tingkat
kepincangan pembagian pendapatan yang tinggi (Emil Salim, 1984 : 21).
3. Definisi Pertumbuhan Ekonomi
Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan bila tingkat kegiatan
ekonominya adalah lebih tinggi dari yang dicapai sebelumnya. Dengan kata lain,
jasa-jasa yang dihasilkan dalam perekonomian tersebut menjadi bertambah besar
pada tahun-tahun berikutnya.
Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses kenaikan output perkapita dalam
jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan tingkat kegiatan ekonomi
yang berlaku dari tahun ke tahun. Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan
ekonomi harus dibandingkan dengan pendapatan nasional dari berbagai tahun.
Dalam perbandingannya perlu disadari bahwa perubahan nilai pendapatan yang
berlaku dari tahun ke tahun disebabkan oleh dua faktor, yaitu :
1. Perubahan dalam tingkat kegiatan ekonomi, dan
2. Perubahan dalam harga-harga.
Pertumbuhan ekonomi adalah merupakan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku
dari tahun ke tahun (Sadono Sukirno, 1985 :19).
Para ahli ekonomi mengartikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan GDP,
tanpa memandang apakah kenaikan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari pada
tingkat pertambahan penduduk, atau apakah berlaku atau tidaknya perubahan
struktur ekonomi (Sadono Sukirno, 1985 : 14).
Simon Kuznet mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka
panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak
jenis barang-barang ekonomi pada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai
dengan kemajuan teknologi, penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang
4. Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai penjelasan faktor-faktor
penentu kenaikan output perkapita dalam jangka panjang serta penjelasan
mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi antara yang satu dengan
yang lainnya sehingga terjadi proses pertumbuhan.
Menurut Ricardo, proses pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses tarik-menarik
antara dua kekuatan yang dinamis, yaitu antara teknologi dengan penggunaan
salah satu input tetap, sedangkan input-input yang lainnya ditambah
penggunaannya, maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap unit tambahan
input variabel tersebut mula-mula menaik, akan tetapi untuk tingkat selanjutnya
terjadi penurunan yang diakibatkan oleh terus bertambahnya input variabel.
Proses pertumbuhan ekonomi menurut Adam Smith dibedakan atas dua aspek
utama, yaitu pertumbuhan output dan pertumbuhan penduduk.
Sedangkan Arthur Lewis mengatakan bahwa proses pertumbuhan ekonomi terjadi
apabila tenaga kerja bisa dipertemukan dengan kapital. Lain halnya dengan
Solow Swan yang lebih memusatkan perhatiannya kepada bagaimana
pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan output saling
berinteraksi dalam proses pertumbuhan ekonomi (Boediono, 1982 : 10-87).
5. Konsep Dasar dan Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi
Menurut pandangan para ekonom klasik (Adam Smith, David Richardo, Thomas
Robert Malthus dan Jhon Stuart Mill), maupun ekonom neoklasik (Robert Solow
pertumbuhan ekonomi yaitu : (1) Jumlah penduduk, (2) Jumlah stok barang
modal, (3) Luas tanah dan kekayaan alam, dan (4) Tingkat teknologi yang
digunakan (Sadono Sukirno, 1985 : 15).
Komponen-komponen terpenting dalam pertumbuhan ekonomi adalah :
1. Akumulasi Modal,
Termasuk investasi baru dalam bentuk tanah, peralatan fisik dan Sumber Daya
Manusia (SDM). Akumulasi modal akan berhasil apabila sebagian pendapatan
yang ada ditabung dan diinvestasikan untuk memperbesar output dan
penghasilan dikemudian hari.
Pabrik-pabrik baru, mesin-mesin, peralatan dan barang-barang akan
menambah persediaan modal fisik dari suatu Negara yang memungkinkan
untuk mencapai tingkat output yang lebih besar. Investasi-investasi produktif
secara langsung ini ditambah dengan investasi-investasi yang sering dikenal
infrastruktur sosial dan ekonomi seperti air dan sanitasi, jalan-jalan, listrik,
komunikasi dan lain-lain yang mempermudah dan mengintegrasikan semua
kegiatan ekonomi.
Akumulasi modal dapat menambah sumber-sumber daya yang baru seperti
irigasi, pestisida, pupuk dan lain-lain. Tetapi gambaran yang terpenting adalah
bahwa hal ini melibatkan sasaran imbuhan konsumsi antara masa sekarang
dan masa yang akan datang, artinya sekarang ini hasilnya sedikit, tetapi dalam
2. Perkembangan Populasi
Meningkatnya populasi berarti mengakibatkan pertumbuhan angkatan kerja,
yang pada akhirnya memerlukan lapangan kerja yang lebih luas lagi serta
perlu adanya kesempatan kerja yang lebih banyak.
Perkembangan populasi yang dihubungkan dengan angkatan kerja sudah
dianggap faktor yang positif dalam rangka merangsang pertumbuhan ekonomi
3. Kemajuan Teknologi
Kemajuan teknologi adalah hasil cara-cara yang baru, dan telah diperbaiki
dalam melakukan pekerjaan tradisional.
Ada tiga klarifikasi pokok kemajuan teknologi, yaitu :
1. Teknologi netral.
2. Teknologi penghematan tenaga kerja.
3. Teknologi penghematan modal.
Kemajuan teknologi netral terjadi apabila telah mencapai suatu tingkat output
luaran yang lebih tinggi dengan kuantitas dan kombinasi faktor masukan yang
sama. Sebaliknya kemajuan teknologi bisa dikatakan dalam bentuk
penghematan modal atau penghematan tenaga kerja yaitu meningkatnya
output dapat dicapai dengan kuantitas input tenaga kerja atau modal yang
6. Definisi Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator makro ekonomi
yang menggambarkan kinerja perekonomian wilayah dalam kurun waktu tertentu.
Kinerja perekonomian wilayah tersebut berkaitan dengan kegiatan ekonomi
dengan cara mengelola sumber daya yang ada, baik sumber daya alam maupun
sumber daya manusianya.
Produk Domestik Regional Bruto adalah besarnya nilai tambah bruto yang
dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan usaha yang berada di dalam suatu wilayah
dalam kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun), atau merupakan nilai barang
dan jasa akhir yang digunakan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi, investasi, dan ekspor (BPS, 2002 : 1).
Dari konsep diatas, metode penghitungan PDRB dapat dilakukan dengan tiga
pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan Produksi ; PDRB merupakan selisih antara nilai barang dan jasa
yang dihasilkan oleh unit-unit usaha, dengan biaya antara lain untuk
menghasilkan barang dan jasa tersebut dalam kurun waktu tertentu (biasanya
satu tahun).
2. Pendekatan Pendapatan ; PDRB merupakan nilai balas jasa yang diterima oleh
pemilik faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi. Balas jasa
faktor produksi yang dimaksud dalam bentuk balas jasa tenaga kerja
(upah/gaji), sewa lahan, bunga modal, dan keuntungan sebelum dipotong
ditambah dengan penyusutan barang modal dan pajak tidak langsung neto
maka akan menjadi suatu besaran yang disebut Nilai Tambah Neto (NTN).
3. Pendekatan Pengeluaran ; PDRB merupakan penghitungan penggunaan akhir
dari barang dan jasa yang diproduksi. Secara makro, penggunaan akhir dari
barang/jasa tersebut digunakan untuk :
a. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga.
b. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta yang Tidak Mencari Untung
(Lembaga Nirlaba).
c. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah.
d. Pembentukan Modal Tetap Bruto.
e. Perubahan Stok, dan
f. Ekspor Netto (Ekspor-Impor).
Jadi dengan mengetahui PDRB maka kita akan mengetahui pertumbuhan ekonomi
di suatu daerah.
7. Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan Pendapatan
Di negara yang sedang berkembang seperti di Indonesia cenderung menerapkan
proses industrialisasi dalam memulai pembangunan, sebab seperti yang dikatakan
oleh Kuznet, strategi pembangunan itu pada dasarnya melihat pertumbuhan
ekonomi sebagai suatu proses transformasi struktur ekonomi dengan titik berat di
sektor pertanian menuju ke penekanan struktur industri. Tanpa adanya
industrialisasi, sulit diharapkan adanya suatu pertumbuhan ekonomi yang
dikehendaki karena dipandang sektor pertanian tidak memiliki value added yang
tinggi serta term of trade yang rendah (A.Erani Yustika, 2002 : 45)..
Persoalan akan muncul pada titik disepakatinya sektor industri sebagai basis
pertumbuhan ekonomi dengan mengabaikan sektor lainnya. Dalam konteks ini
sektor industri didinamisir untuk memproduksi secara efisien dan produktif
sehingga bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, sektor-sektor
lainnya (karena relatif diabaikan) tetap dalam kondisi stagnan.
Keyakinan bahwa bidang industri merupakan sektor yang bisa memacu
pertumbuhan ekonomi dalam banyak hal bisa dipahami, tapi dalam dosis tertentu
bisa juga dianggap berlebihan. Dipahami dalam pengertian bahwa sektor industri
selalu memproduksi barang dan jasa setelah melalui proses pengolahan
(manufacturing) sehingga bisa meingkatkan nilai produk dan menjadi sumber
pendapatan, baik pendapatan nasional maupun daerah. Tapi bisa juga dianggap
berlebihan jika sektor industri tersebut dapat tumbuh tanpa adanya dukungan dari
sektor-sektor lainnya, khususnya bagi negara atau daerah yang memiliki
endowment factor di sektor pertanian.
Akibat dukungan pemerintah terhadap sektor industri yang berlebihan, muncul
perbedaan efisiensi dan produktivitas antara sektor industri dan sektor lainnya
(misalnya sektor pertanian) sehingga menyebabkan terjadinya ketimpangan
sektoral, yang dalam penilaian mikro sekaligus juga menunjukkan ketimpangan
pendapatan antara pelaku ekonomi yang bekerja di sektor industri dan pelaku
Sekumpulan teori menyatakan bahwa pemerataan yang sangat timpang terjadi
pada saat mengubah pertumbuhan ekonomi dalam waktu yang cepat
(M.P.Todaro, 1983 : 212).
Simon Kuznet merupakan orang yang sangat dihargai atas kepeloporannya
mengenai pola-pola pertumbuhan di Negara-negara maju. Beliau mengemukakan
bahwa dalam tingkat permulaan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan
akan cenderung jelek kemudian dalam tingkat selanjutnya akan cenderung lebih
baik (M.P.Todaro, 1983 : 208).
Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan merupakan hal yang sering
menjadi permasalahan di Negara-negara yang sedang berkembang, karena
Negara-negara tersebut memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi
pemerataan pendapatannya sering kali diabaikan sehingga terjadi ketimpangan
pendapatan diantara lapisan masyarakat.
Pertumbuhan yang tinggi sangatlah diperlukan pada era pembangunan, terutama
pembangunan ekonomi. Akan tetapi pertumbuhan ekonomi yang tinggi
hendaknya juga dapat memperkecil tingkat ketimpangan pendapatan yang terjadi
dalam masyarakat sehingga jurang perbedaan antara yang kaya dan yang miskin
semakin mengecil. Atau dengan kata lain, bahwa hubungan pertumbuhan
ekonomi dapat memperingan tingkat ketimpangan pendapatan dalam masyarakat.
Ada dua argumentasi yang merupakan penyebab terjadinya trade off antara
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan, yaitu :
1. Menurut asumsi Lewis, tingkat pengalihan tenaga kerja dan penciptaan
sektor tersebut. Padahal, dalam realitasnya, karena kemajuan teknologi,
kebanyakkan keuntungan para kapitalis diinvestasikan kembali pada
barang-barang modal yang canggih dan hemat tenaga kerja, dan bukan pada barang-barang
kapital yang labor oriented.
2. Persoalan keterampilan (skill) tenaga kerja. Pada kenyataannya, tingkat
penguasaan keterampilan tinggi yang disyaratkan oleh sektor modern tidak
dapat dipenuhi oleh tenaga kerja di sektor tradisional (pertanian). Faktor ini
semakin memperkecil pengalihan dan penyerapan tenaga kerja ke sektor
industri. Dengan argumentasi seperti itu maka muncullah apa yang dikenal
sebagai “pertumbuhan tanpa pemerataan” (growth without equality).
Semua tambahan pendapatan dan pertumbuhan output dibagikan kepada
sekelompok kecil pemilik modal dalam jumlah besar, sedangkan tingkat
pendapatan dan kesempatan kerja dari sebagian besar tenaga kerja tetap tidak
berubah, bahkan cenderung memburuk. Dengan begitu, hipotesa “U” terbalik
yang dikemukakan oleh Kuznet, di mana pada tahap awal pertumbuhan
ekonomi distribusi pendapatan cenderung memburuk, sedangkan pada tahap
selanjutnya akan membaik, dalam perjalanannya di daerah-daerah tertentu
tidak lagi teruji kredibilitasnya. Sebab, realitasnya ketimpangan pendapatan
tersebut tidak menunjukkan perubahan yang berarti walaupun pendapatan
semakin meningkat.
Dengan kondisi seperti yang diuraikan di atas, menunjukkan bahwa dalam
penanganan masalah ketimpangan pendapatan tidak cukup hanya bicara mengenai
subsidi modal terhadap kelompok miskin maupun peningkatan pendidikan
sesungguhnya adalah akibat dari kebijakkan pembangunan ekonomi yang bersifat
struktural. Maksudnya, kebijakkan masa lalu yang begitu menyokong sektor
industri dengan mengorbankan sektor lainnya patut untuk direvisi karena telah
mendorong munculnya ketimpangan sektoral yang berujung pada ketimpangan
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan analisis trend waktu 2007-2012 oleh sebab itu jenis
data yang diperlukan adalah jenis data sekunder yang diperoleh dari terbitan,
laporan dari instansi yang terkait dan hasil dari publikasi dinas atau Instansi
Pemerintah, diantaranya adalah publikasi data dari Badan Pusat Statistik (BPS)
mengenai PDRB Kabupaten Lampung Barat, indikator kesejahteraan rakyat,
Kabupaten Lampung Barat Dalam Angka, dan lain-lain.
B. Analisis
Tipe pengelompokan penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang dalam
penulisannya dimaksudkan untuk menggambarkan pertumbuhan ekonomi dengan
kesenjangan distribusi pendapatan berdasarkan kondisi wilayah. Analisis dan
hasil perhitungan dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif berdasarkan hasil
pengolahan data yang diperoleh dengan alat analisis berupa Regresi Linear
Sederhana, formula-formula yang berhubungan dengan permasalahan, yaitu
koefisien gini dan laju pertumbuhan ekonomi yang diamati selama kurun waktu
tertentu. Dengan demikian, maka tidak digunakan alat analisis atau model dengan
1. Analisis Kuantitatif
a). Alat analisis yang digunakan untuk mengukur besarnya tingkat ketimpangan
pendapatan digunakan Koefisien Gini dengan formulasi :
G = 1-i ∑Pi(Qi + Qi –1) 10.000
Keterangan :
G = Koefisien Gini
Pi = Persentase penduduk
Qi = Persentase pendapatan
Qi-1 = Persentase pendapatan sebelumnya.
Adapun kriteria ketimpangan pendapatan berdasarkan Koefisien Gini adalah :
1. Lebih dari 0,5 adalah berat.
2. Antara 0,35 dan 0,5 adalah sedang.
3. Kurang dari 0,35 adalah ringan.
b). Untuk mengukur laju pertumbuhan ekonomi, digunakan formulasi model
pertumbuhan.
g = PDRBt– PDRBt-1 ×100% PDRBt-1
Keterangan :
g = Laju pertumbuhan ekonomi.
PDRBt-1 = PDRB menurut harga konstan tahun 2000, sebelum tahun t.
2. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif ini dimaksudkan sebagai pendukung alat analisis kuantitatif
agar tujuan peneliti tercapai, yaitu dengan menggunakan data tabulasi silang.
Maksud dari data tabulasi silang ini adalah untuk melihat bagaimana hubungan
pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan pendapatan yang disajikan dalam
bentuk grafik dengan menggunakan data dari kedua indikator, yaitu laju
pertumbuhan ekonomi dan tingkat ketimpangan pendapatan.
C. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Barat
1. Wilayah Administrasi
Kabupaten Lampung Barat sebelumnya merupakan bagian dari wilayah
Kabupaten Lampung Utara. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 2 tahun 1997,
maka terbentuklah Kabupaten Lampung Barat.
Berdasarkan Perda No.07 tahun 2005, wilayah Kabupaten Lampung Barat pada
tahun 2005 dimekarkan menjadi 20 kecamatan dan 262 kampung/kelurahan dan
pekon. Kabupaten Lampung Barat yang seluas 12.163,60 Km2 terdiri dari
kecamatan :
1. Liwa
2. Pesisir Selatan
3. Pesisir Utara
4. Lemong
5. Krui
6. Way Tenong
7. Sumber Jaya
8. Sekincau
9. Balik Bukit
11.Belimbing
12.Gunung Mega
13.Kubu Perahu
14.Kota Besi
15.Way Mengaku
16.Sebarus
17.Tanjung Raja
18.Biha
19.Lumbok
20.Suoh
21.Gunung Terang
22.Fajar Bulan
Wilayah Kabupaten Lampung Barat termasuk daerah agraris dimana sebagian
besar mata pencaharian pokok penduduknya bergerak di sektor pertanian dan
perkebunan, baik yang bersifat tradisional maupun yang modern. Hal ini
dikarenakan daerah terluas merupakan daerah dataran yang berbukit sangat cocok
dimanfaatkan dalam bidang perkebunan.
2. Ketenagakerjaan
Laju dari pertumbuhan jumlah penduduk dan angkatan kerja berhubungan negatif
dengan ketersediaan lapangan pekerjaan, oleh karena itu sudah menjadi masalah
umum bahwa kenaikan jumlah penduduk akan mengakibatkan meningkatnya
angkatan kerja yang berusaha untuk memperoleh pekerjaan, pengangguran,
kesempatan kerja, sedangkan lapangan pekerjaan yang tersedia semakin terbatas.
Laju pertumbuhan angkatan kerja di kabupaten Lampung Barat dapat dilihat pada
Tabel 4. Angkatan Kerja di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2007-2012 Tahun Angkatan Kerja
(jiwa)
Laju Pertumbuhan (Persen)
2007 563.321 -
2008 469.703 0,07
2009 563.463 1,46
2010 598.721 3,68
2011 621.915 1,84
2012 632.454 1,75
Sumber : BPS Lampung Barat 2013
Tabel 4 memperlihatkan laju pertumbuhan angkatan kerja di Kabupaten Lampung
Barat. Laju pertumbuhan yang paling tinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar
3,68 persen. Sedangkan laju pertumbuhan yang paling rendah terjadi pada tahun
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Lampung Barat berhubungan negatif
(berlawanan arah) dengan ketimpangan distribusi pendapatan. Artinya pada saat
pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikkan, ketimpangan pendapatan akan
mengalami penurunan, dan penurunan pada pertumbuhan ekonomi akan
meningkatkan ketimpangan pendapatan. Berdasarkan hasil perhitungan,
korelasinya sebesar – 0,91.
Secara umum, laju pertumbuhan ekonomi Lampung Barat tahun 2007-2012
cenderung mengalami kenaikkan. Hanya pada tahun 2010 saja laju pertumbuhan
ekonomi Lampung Barat sedikit menurun. Pada tahun 2010 laju pertumbuhan
ekonomi Lampung Barat sebesar 4,52 persen. Pada tahun tersebut hampir setiap
sektor ekonomi di Kabupaten Lampung Barat mengalami pertumbuhan yang tidak
terlalu menggembirakan, kecuali sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan. Sektor yang mengalami peningkatan yang cukup tinggi adalah sektor
pertambangan dan penggalian. Sektor pertanian yang memberikan kontribusi
terbesar dalam perekonomian di Lampung Barat kontribusinya terhadap
perubahan struktur ekonomi yang diikuti dengan perkembangan sector lainnya
yang tumbuh semakin membaik.
Pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan distribusi pendapatan di Kabupaten
Lampung Barat memang menunjukkan pola hubungan yang negatif, yang berarti
kenaikkan pada pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat ketimpangan
pendapatan dan sebaliknya. Namun yang terjadi pada tahun 2007-2012
penurunan pada tingkat ketimpangan hanya ditunjukkan dari perubahan angka
koefisien gini yang semakin membaik/menurun dari tahun ke tahun, sedangkan
pada tahun-tahun tersebut ketimpangan pendapatan masih berada dalam kategori
ketimpangan berat. Pada tahun 2012, koefisien gini sudah masuk dalam kategori
ketimpangan sedang (0,47), meskipun masih cenderung ke ketimpangan berat
karena masih mendekati angka 0,5 (menurut kriteria ketimpangan pendapatan
berdasarkan koefisien gini). Oleh karena itu diharapkan pada tahun yang akan
datang ketimpangan ekonomi akan semakin membaik lagi dan pendistribusian
pendapatan juga akan semakin merata.
B. Saran
Pemerintah harus mempertahankan pola pertumbuhan ekonomi yang ada, karena
pola pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Lampung Barat sudah sesuai dengan
tujuan pembangunan yaitu meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang disertai
dengan pemerataan pendapatan dan hasil-hasil pembangunan dalam rangka
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Sritua. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. Jakarta UI Press.
Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi
Daerah BPFE. Yogyakarta.
Austin. J.E. 1981. Agroindustrial Project Analysis. Jhon Hopkins University Prss. London.
Badan Pusat Statistik. 2011. PDRB Kabupaten Lampung Barat.
Baldwin, Robert E. 1986. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di
Negara-negara Berkembang. PT Bina Aksara. Jakarta.
Badan Pusat Statik Propinsi Lampung 2011. Lampung Dalam Angka.
Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga. Jakarta.
Djojohadikusumo, Sumitro. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi: Dasar
Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. PT Pustaka
LP3ES Indonesia. Jakarta.
Ghalib, Rusli. 2005. Ekonomi Regional. Pustaka Ramadhan. Bandung.
Gujarati, Damodar. 2006 Basic Economotrics. Fourth Edition. New York : Mc Graw-Hill
Irawan dan Suparmoko. 1999. Ekonomika Pembangunan. BPFE. Yogyakarta.
I B Wirawan, Sukidin, Basrowi. 2001. Perencanaan dan Strategi Pembangunan. Jember University Press. Jember.
Jhingan, M.L. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Kaloko, Naik Syahputra 2003. Strategi Pengembangan Komoditi Unggulan
Agribisnis Berbasis Perkebunan di Kabupaten Dairi Sumatra Utara. Tesis
Lipsey, Courant, Purvis, Steiner. 1997. Pengantar Makro Ekonomi Jilid Dua. Binarupa Aksara Jakarta.
Maddala, GS. 1993. The Econometricsnof Pannel Data. Volume 1. New York : Edward Elger Publishing Limited.
Mankkiw, N. Gregory.2000. Teori Makro Ekonomi. Edisi keempat. Diterjemahkan oleh Imam Nurmawan. Penerbit Erlangga Jakarta.
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor Selatan.
Rosyidi, Suherman. 2006. Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan Kepada Teori
Ekonomi Mikro dan Makro (Edisi Revisi). PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Saerofie, Mujib. 2005. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Pengembangan Sektor Potensial di Kabupaten Semarang (Pendekatan Model Basis Ekonomi dan
SWOT). Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Simatupang, P, Nizwar Syafaat, Kharisma MN, Amiruddin Syam, Syaktyanu. K. Dermorejo dan Budi Santono. 2000. Kelayakan Pertanian Sebagai Sektor
Andalan Pembangunan Ekonomi Nasional, etal, 2000. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Bogor (BPPP Deptan RI.
Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan. LP FEUI. Jakarta.
Saragih, Bungaran. 2006. Pembangunan Agroindustri sebagai Strategi
Industrialisasi. Makalah dalam Prosiding Kongres ISSEI XVI di Manado
18 – 20 Juni 2006.
Sanusi, Bachrawi. 2004. Pengantar Ekonomi Pembangunan. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Tarigan, Drs Robinson. 2004. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Tulus Tambunan, 2003. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia, Beberapa
Isu Penting. Ghalia Indonesia Jakarta.
Universitas Lampung. 2005. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
http://www.google.com. Nuhfil Hananai. Teori Pertumbuhan Ekonomi.pdf.