• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KESADARAN MEREK, ASOSIASI MEREK, DAN PERSEPSI KUALITAS TERHADAP PERLUASAN MEREK DAN LOYALITAS MEREK PADA PRODUK-PRODUK MEREK MOLTO (Studi Pada Mahasiswa Kost Di Kampung Baru Kec. Kedaton, Bandarlampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KESADARAN MEREK, ASOSIASI MEREK, DAN PERSEPSI KUALITAS TERHADAP PERLUASAN MEREK DAN LOYALITAS MEREK PADA PRODUK-PRODUK MEREK MOLTO (Studi Pada Mahasiswa Kost Di Kampung Baru Kec. Kedaton, Bandarlampung)"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KESADARAN MEREK, ASOSIASI MEREK, DAN PERSEPSI KUALITAS TERHADAP PERLUASAN MEREK DAN LOYALITAS MEREK PADA PRODUK-PRODUK MEREK MOLTO (STUDI PADA MAHASISWA KOST DI KAMPUNG BARU, KEC. KEDATON,

BANDAR LAMPUNG)

Oleh

MIKA ROSALINA S

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA ADMINISTRASI BISNIS

Pada

Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

THE INFLUENCES OF BRAND AWARENESS, BRAND ASSOCIATIONS, AND QUALITY PERCEPTION TOWARDS BRAND EXTENSION AND

BRAND LOYALTY OF MOLTO BRANDED PRODUCTS (Study on Boarding House Student in Kampung Baru district. Kedaton,

Bandarlampung )

By

MIKA ROSALINA S

This objectives of this study is to determine the relationship of the five variables: brand awareness variable (X1), brand association variable (X2), quality perception variable (X3), and the dependent variables: brand extension variable (Y1) and brand loyalty variable (Y2). The kind of this research is explanative researh using quantitative approach. Sampling technique is purposive sampling with all Molto’s costumer that live in Kampung Baru as the study population. Data collection techniques using questionnaires with Likert scale. The test results by using statistical software SmartPLS indicates that three variables (brand awareness, brand associations, and quality product perception) has a significant influence on the variable of brand extension and brand loyalty in the lubricant category apparel products Molto Trika. The results of fieldresearch shows that easy-to-remember brand, well-known brand, and availibility are not a form factor of brand awareness variable and brand association variable so that the indicator is removed.

(3)

ABSTRAK

PENGARUH KESADARAN MEREK, ASOSIASI MEREK, DAN PERSEPSI KUALITAS TERHADAP PERLUASAN MEREK DAN

LOYALITAS MEREK

PADA PRODUK-PRODUK MEREK MOLTO

(Studi Pada Mahasiswa Kost Di Kampung Baru Kec. Kedaton, Bandarlampung)

OLEH

MIKA ROSALINA S

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lima variabel yaitu variabel kesadaran merek (X1), variabel asosiasi merek (X2), persepsi kualitas (X3), dan variabel dependen perluasan merek (Y1) dan loyalitas merek (Y2). Jenis penelitian ini adalah explanative researh dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Teknik sampling menggunakan purposive sampling. Populasi penelitian ini adalah seluruh pelanggan yang tinggal di Kampung Baru yang memakai produk merek Molto. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dengan skala likert. Hasil pengujian dengan menggunakan bantuan software SmartPLS menunjukkan bahwa variabel kesadaran merek, asosiasi merek, dan persepsi kualitas produk induk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel perluasan merek dan loyalitas merek pada produk kategori pelicin pakaian Molto Trika. Dari hasil penelitian di lapangan ternyata indikator kesadaran merek mudah diingat, merek terkenal di masyarakat, dan mudah didapat dimana-mana bukan merupakan faktor pembentuk dari variabel kesadaran merek dan asosiasi merek sehingga indikator tersebut dihilangkan.

(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

1.4Kegunaan Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Konsep Merek. ... 11

2.1.1 Pengertian Merek.... ... 11

2.1.2 Manfaat Merek. ... 14 3.1Jenis Penelitian. ... 44

3.2Populasi dan Sampel. ... 45

3.3Teknik Pengambilan Sampel. ... 45

3.4Definisi Konseptual. ... 46

3.5Definisi Operasional. ... 47

3.6Skala Pengukuran Variabel. ... 49

3.7Jenis dan Sumber Data . ... 49

3.8Metode Analisis Data. ... 50

3.8.1 Statistik Deskriptif. ... 52

3.8.2 Analisis Statistik Inferensial. ... 52

3.8.2.1 Pengukuran Model. ... 53

3.8.2.2 Evaluasi Model Struktural. ... 59

3.8.2.3 Model Analisis Persamaan Struktural. ... 61

(8)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Karakteristik Responden. ... 63

a. Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Pemakaian Pewangi Merek Molto . ... 63

b. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 64

c. Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 64

d. Distribusi Responden Berdasarkan Fakultas ... 65

4.2Hasil Analisis Data.. ... 66

4.2.1 Hasil Analisis Data Deskriptif ... 66

a. Deskripsi Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Variabel Kesadaran Merek ... 66

b. Deskripsi Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Variabel Asosiasi Merek ... 69

c. Deskripsi Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Variabel Persepsi Kualitas ... 72

d. Deskripsi Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Variabel Perluasan Merek ... 75

e. Deskripsi Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Variabel Loyalitas Merek ... 79

4.3Analisis Statistik Inferensial.. ... 82

4.3.1 Pengukuran Model (Outer Model) ... 82

4.3.1.1Variabel Kesadaran Merek ... 83

4.3.1.2Variabel Asosiasi Merek ... 84

4.3.1.3Variabel Persepsi Kualitas ... 85

4.3.1.4Variabel Perluasan Merek ... 86

4.3.1.5Variabel Loyalitas Merek ... 87

4.3.2 Evaluasi Model Struktural (Inner Model) ... 88

a. Predictive Relevance ... 89

4.4Hasil Pengujian Hipotesis ... 90

4.4.1 Hasil Pengujian Hipotesis Pertama ... 91

4.4.2 Hasil Pengujian Hipotesis Kedua ... 92

4.4.3 Hasil Pengujian Hipotesis Ketiga ... 92

4.4.4 Hasil Pengujian Hipotesis Keempat ... 93

4.4.5 Hasil Pengujian Hipotesis Kelima ... 93

4.4.6 Hasil Pengujian Hipotesis Keenam ... 94

4.4.7 Terdapat Pengaruh yang Signifikan Antara Kesadaran Merek Pada Produk Induk Terhadap Perluasan Merek Pada Produk Kategori Pelicin Pakaian Molto Trika ... 96

4.4.8 Terdapat Pengaruh yang Signifikan Antara Asosiasi Merek Pada Produk Induk Terhadap Perluasan Merek Pada Produk Kategori Pelicin Pakaian Molto Trika ... 97

4.4.9 Terdapat Pengaruh yang Signifikan Antara Persepsi Kualitas Pada Produk Induk Terhadap Perluasan Merek Pada Produk Kategori Pelicin Pakaian Molto Trika ...99

(9)

4.4.11 Terdapat Pengaruh yang Signifikan Antara Asosiasi Merek Pada Produk Induk Terhadap Loyalitas Merek Pada Produk Kategori Pelicin Pakaian Molto Trika ...102

4.4.12 Terdapat Pengaruh yang Signifikan Antara Persepsi Kualitas Pada Produk Induk Terhadap Loyalitas Merek Pada Produk Kategori Pelicin Pakaian Molto Trika ...103

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ...105 5.2 Saran ...106 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1.1 Persentase Penjualan Produk Kategori Pelicin Pakaian ... 6

1.2 Persentase Penjualan Produk Kategori Pewangi dan Pelembut ... 7

2.1 Penelitian Terdahulu ... 39

3.1 Definisi Operasional Variabel ... 47

3.2 Hasil Uji Validitas Pertama ... 55

3.3 Hasil Uji Validitas Kedua ... 56

3.4 Hasil Uji Validitas Akhir ... 57

3.5 Hasil Uji Reabilitas ... 59

4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Pemakaian Pewangi Merek Molto...63

4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 64

4.3 Distribusi Responden BerdasarkanUsia ... 65

4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Fakultas ... 65

4.5 Penilaian Responden Terhadap Variabel Kesadaran Merek ... 67

4.6 Penilaian Responden Terhadap Variabel Asosiasi Merek ... 69

4.7 Penilaian Responden Terhadap Variabel Persepsi Kualitas ... 72

4.8 Penilaian Responden Terhadap Variabel Perluasan Merek ... 76

4.9 Penilaian Responden Terhadap Variabel Loyalitas Merek ... 79

4.10Evaluasi Kriteria Indeks Kesesuaian Model Struktural Variabel Kesadaran Merek ... 84

4.11Evaluasi Kriteria Indeks Kesesuaian Model Struktural Variabel Asosiasi Merek ... 85

4.12Evaluasi Kriteria Indeks Kesesuaian Model Struktural Variabel Persepsi Kualitas ... 86

4.13Evaluasi Kriteria Indeks Kesesuaian Model Struktural Variabel Perluasan Merek ... 87

4.14Evaluasi Kriteria Indeks Kesesuaian Model Struktural Variabel Loyalitas Merek ... 88

4.15Evaluasi Model Struktural ... 89

4.16Hasil Pengujian Hipotesis ... 94

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1Piramida Kesadaran Merek. ... ... 17

2.2Nilai Asosiasi Merek... ... 20

2.3Nilai Persepsi Kualitas ... ... 25

2.4Keuntungan Loyalitas Merek ... ... 33

2.5Kerangka Pemikiran... ... 42

3.1Model Analisis Persamaan Struktural Pertama... ... 61

3.2Model Analisis Persamaan Struktural Kedua. ... ... 62

4.1Hasil Pengujian Validitas dan Reabilitas. ... ... 83

(12)
(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

2. Lampiran 2 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas 3. Lampiran 3 Hasil Uji Hipotesis

4. Lamoiran 4 AVE

5. Lampiran 5 Composite Reability 6. Lampiran 6 Cross Loading 7. Lampiran 7 R Square

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang Masalah

Fenomena persaingan yang ada dalam era globalisasi akan semakin ketat untuk selalu mengembangkan dan merebut pangsa pasar (market share). Merek merupakan komponen yang sangat penting untuk memudahkan konsumen mengingat suatu produk dan sebagai pembeda produk tersebut dengan produk saingannya. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, merek memiliki arti yaitu tanda yang dikenakan oleh pengusaha (pabrik, produsen, dan sebagainya) pada barang yang dihasilkan sebagai tanda pengenal (http://kbbi.web.id/). Brand atau merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, desain, ataupun kombinasinya yang mengidentifikasi suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan (Durianto, dkk 2001).

(15)

persaingan yang semakin ketat, suatu perusahaan harus mampu menarik konsumen dengan berbagai cara agar produknya tetap menjadi pilihan bagi konsumen.

Menurut Kotler dan Armstrong (2008) merek lebih dari sekedar nama dan lambang. Merek juga merupakan elemen kunci dalam hubungan suatu perusahaan dengan konsumen. Merek memberikan sejumlah keuntungan pada produsen maupun konsumen. Simamora (2002) dalam Trihara (2010) menyatakan dengan adanya merek, masyarakat mendapat jaminan tentang mutu suatu produk yaitu dengan memperoleh informasi yang berkaitan dengan merek tersebut.

Nilai yang nyata dari sebuah merek yang kuat adalah kekuatannya untuk menangkap prefensi dan loyalitas konsumen. Menghadapi persaingan yang semakin ketat ini, maka perusahaan harus mampu membangun ekuitas merek dari produk-produk yang dihasilkan. Merek yang kuat adalah merek yang mempunyai ekuitas yang tinggi. Merek dengan ekuitas yang kuat adalah aset yang sangat berharga. Selain itu ekuitas merek yang tinggi memberikan banyak keunggulan kompetitif bagi perusahaan.

(16)

3

dilakukan dengan tujuan agar produk yang sejenis memiliki pembeda dengan produk pesaingnya.

Dengan adanya merek yang kuat maka akan berdampak baik bagi perusahaan yang hendak melakukan perluasan merek serta meningkatkan loyalitas pelanggan pada suatu merek tertentu yang dapat dilihat dari sejauh mana konsumen melakukan pembelian secara berulang. Pengelolaan merek dapat dilakukan dengan cara menumbuhkan citra merek melalui ekuitas merek yang kuat, sehingga mampu mengembangkan keberadaan merek dalam suatu persaingan merek dengan produk yang sejenis.

Semakin kuat ekuitas suatu merek dalam sebuah produk maka semakin kuat daya tarik bagi konsumen untuk membelinya, pada akhirnya akan menimbulkan loyalitas bagi konsumen dan landasan perluasan merek bagi perusahaan. Menurut Rangkuti (2004) dalam Rofiq, dkk (2009) apabila para konsumen beranggapan bahwa merek tertentu secara fisik berbeda dari merek pesaing, citra merek tersebut akan melekat secara terus menerus dan membentuk kesetiaan terhadap merek tertentu yang pada akhirnya akan menciptakan loyalitas pelanggan terhadap merek tersebut.

(17)

yang hendak melakukan perluasan merek. Perluasan merek dapat menghemat biaya iklan tinggi yang biasanya perlu dilakukan untuk membangun nama merek baru (Kotler dan Armstrong 2008). Kegagalan dalam perluasan merek dapat membahayakan ekuitas merek dan begitu juga sebaliknya.

Perusahaan dalam perkembangannya dapat saja melakukan diferensiasi produk dengan menggunakan merek yang sudah ada. Banyak perusahaan yang mulai ingin memerlebar ruang usahanya dengan memproduksi produk kategori baru, tetapi dengan menggunakan merek yang sudah ada sebelumnya karena berbagai pertimbangan. Perluasan merek merupakan strategi yang mulai banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam upaya untuk memerkenalkan produk-produk dengan kategori produk yang berbeda. Alasannya adalah supaya konsumen tidak merasa asing dengan produk-produk baru yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut dikarenakan merek tersebut tidak asing lagi bagi calon konsumen.

(18)

5

Produk pewangi dan pelembut pakaian banyak digunakan setelah mencuci agar pakaian tetap wangi walau dijemur di bawah terik matahari. Salah satu perusahaan yang mengembangkan produknya dengan melakukan perluasan merek yaitu PT. Unilever. PT. Unilever mengeluarkan merek Molto yang sudah mapan mereknya yang juga sebagai pemimpin pasar (market leader) dalam kategori produk pewangi dan pelembut pakaian yang kemudian pada tahun 2010, PT. Unilever melakukan perluasan untuk kategori pelicin pakaian dengan merek Molto Trika. Dengan demikian, PT. Unilever telah melakukan perluasan merek terhadap produk pewangi dan pelembut pakaian dengan mengeluarkan produk baru dengan merek yang telah ada sebelumnya untuk kategori produk pelicin pakaian.

Keanekaragaman produk untuk kategori pelicin pakaian di Indonesia ada lima merek, dimana Kispray yang diproduksi oleh PT. Herlina Indah menjadi pemimpin pasar sampai pada tahun 2013 ini. Berdasarkan data Top Brand Award pada tahun 2010-2013 menyebutkan bahwa penjualan produk untuk kategori pelicin pakaian dikuasi oleh lima merek teratas yaitu Kispray, Rapika, Trika, Molto Trika, dan So Klin.

(19)

untuk kategori pelicin pakaian tidaklah sama dan dapat disimpulkan bahwa persaingan produk ini sangatlah ketat. Untuk data selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Persentase Penjualan Produk Kategori Pelicin Pakaian

Merek 2010 2011 2012 2013

Kispray 35,9 % 37,6 % 42,4 % 47, 4 %

Rapika 29,0 % 33,3 % 30,4 % 30,5 %

Trika 19,7 % 19,0 % 16,3 % 13,5 %

Molto Trika 11,6 % 7,4 % 7,8 % 5,2 %

So Klin 2,8 % 2,5 % 2,2 % -

Sumber : WWW.TopBrandAward.com tahun 2010-2013

(20)

7

Tabel 1.2 Persentase Penjualan Produk Dengan Kategori Pewangi dan Pelembut Pakaian

Merek 2009 2010 2011 2012 2013

Molto 64,2 % 75,1 % 78,1 % 74,9 % 74,4 % So Klin 16,7 % 18,0 % 19,2 % 21,2 % 17,5 %

Soft & Fresh 0,9 % - 0,6 % - -

My Baby - 3,5 % - 1,3 % -

Baby Soft - 1,4 % - - -

Downy - - - 1,1 % 5,7 %

Sumber : WWW.TopBrandAward.com tahun 2009-2013

(21)

berpengaruh bagi perusahaan saja tetapi juga bagi konsumen yang dapat menimbulkan kepuasan konsumen yang berdampak sangat baik dan secara bersamaan dapat menimbulkan loyalitas merek pada suatu produk.

Berdasarkan latarbelakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kesadaran Merek, Asosiasi Merek, Dan Persepsi Kualitas Terhadap Perluasan Merek Dan Loyalitas Merek Pada Produk-Produk Merek Molto ” (Studi Pada Mahasiswa Kost Di Kampung Baru Kec. Kedaton, Bandarlampung).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Apakah kesadaran merek pada produk induk berpengaruh terhadap perluasan merek pada produk kategori pelicin pakaian Molto Trika? 2. Apakah asosiasi merek pada produk induk berpengaruh terhadap

perluasan merek pada produk kategori pelicin pakaianMolto Trika? 3. Apakah persepsi kualitas pada produk induk berpengaruh terhadap

perluasan merek pada produk kategori pelicin pakaian Molto Trika? 4. Apakah kesadaran merek pada produk induk berpengaruh terhadap

loyalitas merek pada produk kategori pelicin pakaian Molto Trika? 5. Apakah asosiasi merek pada produk induk berpengaruh terhadap

(22)

9

6. Apakah persepsi kualitas pada produk induk berpengaruh terhadap loyalitas merek pada produk kategori pelicin pakaian Molto Trika?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh kesadaran merek pada produk induk terhadap perluasan merek pada produk kategori pelicin pakaian Molto Trika.

2. Untuk mengetahui pengaruh asosiasi merek pada produk induk terhadap perluasan merek pada produk kategori pelicin pakaian Molto Trika.

3. Untuk mengetahui pengaruh persepsi kualitas pada produk induk terhadap perluasan merek pada produk kategori pelicin pakaian Molto Trika.

4. Untuk mengetahui pengaruh kesadaran merek pada produk induk terhadap loyalitas merek pada produk kategori pelicin pakaian Molto Trika.

5. Untuk mengetahui pengaruh asosiasi merek pada produk induk terhadap loyalitas merek pada produk kategori pelicin pakaian Molto Trika.

(23)

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Untuk menambah wawasan dalam keilmuan Ilmu Administrasi Bisnis khususnya tentang Perluasan Merek dan Loyalitas Merek dengan harapan dapat dilakukannya berbagai study lebih lanjut di masa yang akan datang.

2. Secara Praktis

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Merek

2.1.1 Pengertian Merek (Brand)

Pada dasarnya pengertian merek adalah nama, istilah, tanda, lambang, atau desain atau kombinasi dari semua ini yang memperlihatkan identitas produk atau jasa dari satu penjual atau sekelompok penjual dan membedakan produk itu dari produk pesaing (Kotler dan Armstrong 2008). Menurut Kotler dan Keller (2008), Asosiasi Pemasaran Amerika mendefiniskan merek (brand) sebagai “nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk mendiferensiasikannya dari barang atau jasa pesaing”.

(25)

Berdasarkan definisi-definisi tentang merek di atas maka dapat disimpulkan merek adalah simbol, huruf-huruf yang bisa dibaca serta warna tertentu yang spesifik yang memudahkan konsumen untuk mengingat suatu produk dan dapat membedakan produk sejenis dengan produk saiangannya. Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan feature, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan kualitas.

Menurut Rangkuti (2008) untuk memahami proses perkembangan suatu merek diperlukan enam tahap perkembangan yaitu :

a. Produk yang tidak memiliki merek (Unbranded Goods) Pada tahap ini, produk dikelola sebagai komoditi sehingga merek hampir tidak diperlukan. Kondisi ini sangat mendukung apabila permintaan (demand) lebih banyak dibandingkan dengan dengan pasokan (supply) yang biasanya sering terjadi dalam situasi perekonomian yang bersifat monopolistic. Contoh : beras murah, BBM, obat generik dll.

b. Merek yang dipakai sebagai referensi (Brand as Reference) Pada tahap ini sudah terjadi persaingan sedikit-sedikit, meskipun tingkatnya belum begitu ketat. Persaingan ini merangsang produsen untuk membuat diferensiasi produk yang dihasilkan. Tujuannya adalah agar produk yang ia hasilkan memiliki perbedaan dari produk perusahaan lain. Contoh : sepatu olahraga, sepatu ke kantor, buku tulis, buku gambar dll.

c. Merek sebagai personality. Pada tahap ini, diferensiasi antar merek berdasarkan atribut fungsi menjadi semakin sulit menjadi semakin sulit dilakukan. Karena hampir sebagian perusahaan melakukan kegiatan yang sama. Untuk membedakan produk yang dihasilkan dari produk pesaing, perusahaan melakukan tambahan nilai-nilai personality pada masing-masing merek. Contoh : sabun mandi kesehatan, sabun mandi untuk bayi dll.

(26)

13

pelanggan yang menggunakan merk ini dapat mengekspresikan dirinya atau dapat menunjukkan jati dirinya. Contohnya, rokok Marlboro.

e. Merek sebagai sebuah perusahaan. Iklan pada tahap ini memiliki identitas yang sangat kompleks dan lebih bersifat interaktif, sehingga pelanggan dapat dengan mudah menghubungi merek. Karena merek perusahaan tersebut merupakan wakil perusahaan sehingga merek=perusahaan, semua direksi dan karyawan memiliki persepsi yang sama tentang merek yang dimilikinya. Komunikasi yang keluar dari perusahaan telah terintegrasi ke semua lini kegiatan operasional, sehingga informasi mengalir secara lancar baik dari manajemen ke pelanggan maupun sebaliknya, dari pelanggan ke manajemen. Contohnya, Microsoft Software dimana pelanggan dapat berkomunikasi secara langsung setiap saat melalui internet dengan perusahaan, begitu juga sebaliknya perusahaan dapat menginformasikan produknya kepada pelanggan kapan saja.

f. Merek sebagai kebijakan moral. Saat ini hanya ada beberapa perusahaan yang telah berada pada tahap ini, yaitu perusahaan yang telah mengoperasikan kegiatannya secara transparan baik mulai dari bahan baku yang digunakan, proses produksi, dan operasionalnya sampai produk maupun jasa dan pelayanan purna jualnya kepada pelanggan. Informasi disampaikan secara transparan, jelas dan tidak ada yang ditutup-tutupi secara etika bisnis, sosial maupun politisnya. Contohnya adalah iklan Body Shop dan Benetton.

Menurut Kotler (2002), merek lebih dari sekedar jaminan kualitas karena di dalamnya tercakup enam pengertian berikut:

1. Atribut

Setiap merek memiliki atribut, dan merek diharapkan dapat meningkatkan suatu atribut atau sifat-sifat tertentu. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang terkandung dalam suatu merek.

2. Manfaat

Suatu merek lebih dari hanya sekedar seperangkat atribut.Pelanggan tidak membeli atribut, tetapi membeli manfaat.Atribut perlu diwujudkan dalam manfaat fungsional atau emosional.Atribut tahan lama dapat diwujudkan dalam manfaat fungsional.

3. Nilai

(27)

4. Budaya

Merek mewakili budaya tertentu. 5. Kepribadian

Merek juga memiliki kepribadian, yaitu kepribadian bagi para penggunanya, sehingga diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian si pengguna akan tercermin dengan merek yang konsumen gunakan.

6. Pemakai

Merek menunjukan jenis konsumen pemakai merek tersebut.Sehingga pemasar sering menggunakan analogi orang-orang terkenal untuk menggunakan mereknya.

Pada perkembangan perekonomian saat ini merek menjadi sangat penting. Menurut Durianto dkk (2004) hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :

1. Emosi konsumen terkadang turun naik. Merek membuat janji kepada konsumen yang akan menyebabkan emosi menjadi konsisten dan stabil.

2. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dengan budaya yang berbeda.

3. Merek mampu menciptakan komunikasi interaktif dengan konsumen. Semakin kuat suatu merek, semakin kuat pula interaksinya dengan konsumen. Akibatnya, semakin banyak pula asosiasi merek yang terbentuk dalam merek tersebut. Jika asosiasi merek yang terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi ini akan meningkatkan citra merek dari produk yang bersangkutan.

4. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen. Merek yang kuat akan mampu mengubah perilaku konsumen.

5. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen.

6. Merek berkembang menjadi sumber asset terbesar bagi perusahaan.

2.1.2 Manfaat Merek

(28)

15

bagi pembeli, perantara, produsen maupun publik lain. Menurut Keller dalam Tjiptono (2005) merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen.

Bagi produsen merek bermanfaat sebagai:

1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian sediaan dan pencatatan akuntansi.

2. Bentuk prodeksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek bisa mendapatkan perlindungan propekti intelektual. Nama merek bisa diproteksi melalui merek dagang terdaftar (registered trandernarks), proses pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten, dan kemasan bisa diproteksi melalui hak cipta (copyrights) dan desain.

3. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu.

4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesaing.

5. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen.

6. Sumber financial return (pengembalian modal), terutama menyangkut pendapatan masa datang.

Bagi konsumen merek bermanfaat sebagai: 1. Identifikasi sumber produk

2. Penetapan tanggung jawab pada pemanufakturan atau distributor tertentu

3. Pengurang resiko

4. Penekanan biaya pencarian (search cost) internal dan eksternal 5. Janji atau ikatan khusus dengan produsen

6. Alat simbolis yang memproyeksikan citra diri 7. Signal kualitas

(29)

juga memberikan value (nilai) keperusahaan atau produsen sebagai berikut:

1. Premium price dan margin keuntungan yang lebih tinggi

2. merek yang kuat akan memberikan peluang bagi produsen untuk melakukan perluasan merek dan mengeksploitasi pasar lebih dalam

3. merek dapat menjadi basis terbentuknya loyalitas bahkan fanatisme pelanggan

4. merek menjadi komponen keunggulan bersaing yang sangat kuat, sulit ditiru oleh pesaing.

2.2 Brand Awareness (Kesadaran Merek)

Menurut Aaker dalam Rangkuti (2008), kesadaran merek adalah kemampuan seorang pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Sedangkan menurut Durianto dkk (2004), kesadaran merek merupakan kesanggupan sseorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Tjiptono (2005) mengatakan bahwa kesadaran merek merupakan kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa sebuah merek merupakan anggota dari kategori produk tertentu.

(30)

17

Gambar 2.1 Piramida Kesadaran Merek

Sumber: Durianto, dkk (2004)

Gambar 2.1 menunjukkan empat tingkatan kesadaran merek yang disebut sebagai piramida kesadaran merek dari tingkat tertinggi sampai terendah yaitu:

1. Top of mind (puncak pikiran)

Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan ia dapat menyebutkan satu nama merek, maka merek yang paling banyak disebutkan pertama kali merupakan puncak pikiran. Dengan kata lain merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen.

2. Brand recall (pengingatan kembali terhadap merek)

Pengingatan kembali terhadap merek didasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas

1. Puncak Pikiran

2. Pengingatan Kembali

3. Pengenalan Merek

(31)

3. Brand recognition (pengenalan merek)

Tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seorang pembeli memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian. produk. Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan.

4. Unware brand (tidak menyadari merek)

Merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek.

Upaya meraih kesadaran merek, baik dalam tingkat pengenalan maupun pengingatan kembali, melibatkan dua kegiatan, yaitu: berusaha memperoleh identitas merek dan berusaha mengaitkannya dengan kelas produk tertentu.

Durianto, dkk (2004), mengungkapkan bahwa tingkat kesadaran konsumen terhadap suatu merek dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya sebagai berikut:

1. Suatu merek harus dapat menyampaikan pesan yang mudah diingat oleh para konsumen. Pesan yang disampaikan harus berbeda dibandingkan dengan merek lainnya. Selain itu pesan yang disampaikan harus memiliki hubungan dengan merek dan kategori produknya.

2. Perusahaan disarankan memakai jingle lagu dan slogan yang menarik agar merek lebih mudah diingat oleh konsumen.

3. Simbol yang digunakan perusahaan sebaiknya memiliki hubungan denga mereknya.

4. Perusahaan dapat menggunakan merek untuk melakukan perluasan produk, sehingga merek tersebut akan semakin diingat oleh konsumen. 5. Perusahaan dapat memperkuat kesadaran merek melalui suatu isyarat

(32)

19

6. Membentuk ingatan dalam pikiran konsumen akan lebih sulit dibandingkan dengan memerkenalkan suatu produk baru, sehingga perusahaan harus selalu melakukan pengulangan untuk meningkatkan ingatan konsumen terhadap merek.

2.3 Brand Association (Asosiasi Merek)

Pengertian Brand Association (Asosiasi Merek) menurut Aaker dalam Rangkuti (2008) adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Sedangkan menurut Durianto dkk (2004), menyatakan asosiasi merek adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek.

Tjiptono (2005) berpendapat bahwa asosiasi merek adalah segala sesuatu yang terkait dengan memori atau ingatan terhadap sebuah merek. Asosiasi itu tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikanya. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk citra tentang merek atau brand image di dalam benak konsumen.

(33)

didukung oleh suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain. Sebuah merek adalah seperangkat asosiasi, biasanya terangkai dalam berbagai bentuk yang bermakna. Berbagai nilai asosiasi merek, menurut Simamora (2003) dapat dilihat Gambar 2.2 berikut ini.

Gambar 2.2. Nilai Asosiasi Merek

Sumber: Simamora (2003)

Asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan para pelanggan, karena ia dapat membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu dengan merek yang lain.

Asosiasi Merek

Diferensiasi/posisi

Basis perluasan

Membantu proses/penyusunan informasi

Alasan untuk membeli

(34)

21

Terdapat lima keuntungan asosiasi merek, yaitu: 1. Dapat membantu proses penyusunan informasi

Asosiasi-asosiasi yang terdapat pada suatu merek, dapat membantu mengihtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang dapat dengan mudah dikenal oleh para pelanggan.

2. Pembedaan

Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang sangat penting bagi usaha pembedaan. Asosiasi-asosiasi merek dapat memainkan peranan yang sangat berguna dalam membedakan suatu merek dari merek yang lain.

3. Alasan untuk membeli

Pada umumnya, asosiasi merek sangat membantu para konsumen untuk mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut atau tidak.

4. Penciptaan sikap atau perasaan positif

Asosiasi merek dapat merangsang perasaan positif yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap produk yang bersangkutan.

5. Landasan untuk perluasan

(35)

Selanjutnya apabila para konsumen beranggapan bahwa merek tertentu secara fisik berbeda dari merek pesaing, citra merek tersebut akan melekat secara terus menerus sehingga dapat membentuk kesetiaan merek tertentu, yang disebut dengan loyalitas merek (brand loyalty).

Keller (2003), secara konseptual membedakan tiga dimensi dari asosiasi merek, yaitu :

1. Kekuatan

Kekuatan dari asosiasi merek tergantung dari banyaknya jumlah atau kuantitas dan kualitas informasi yang diterima oleh konsumen. Semakin dalam konsumen menerima informasi merek, semakin kuat asosiasi merek yang dimilikinya. Dua faktor yang memengaruhi kekuatan asosiasi merek yaitu hubungan personal dari informasi tersebut dan konsistensi informasi tersebut sepanjang waktu.

2. Kesukaan

Asosiasi merek yang disukai terbentuk oleh program pemasaran yang berjalan efektif mengantarkan produk-produknya menjadi produk yang disukai oleh konsumen.

3. Keunikan

Asosiasi keunikan merek tercipta dari asosiasi kekuatan dan kesukaan yang membuat suatu merek menjadi lain daripada yang lain. Dengan adanya asosiasi yang unik dari suatu merek, akan tercipta keuntungan kompetitif dan alasan-alasan mengapa konsumen membeli merek tersebut. Asosiasi unik dirancang agar konsumen “tidak ada alasan untuk tidak” memilih merek tersebut.

Menurut Durianto, dkk (2004), asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya dihubungkan dengan berbagai hal berikut:

1. Atribut produk

Atribut produk yang paling banyak digunakan dalam strategi positioning adalah mengasosiasikan suatu obyek dengan salah satu atau beberapa atribut atau karakteristik produk yang bermakna dan saling mendukung, sehingga asosiasi bisa secara langsung diterjemahkan dalam alasan untuk pembelian suatu produk.

2. Atribut tak berwujud

(36)

23

3. Manfaat bagi konsumen

Biasanya terdapat hubungan antara atribut produk dan manfaat bagi konsumen. Terdapat dua manfaat bagi konsumen, yaitu:

a) Manfaat rasional adalah manfaat yang berkaitan erat dengan suatu atribut produk dari produk yang dapat menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan yang rasional.

b) Manfaat psikologis, seringkali merupakan konsekuensi ekstrim dalam proses pembentukan sikap, berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika membeli atau menggunakan merek tersebut.

Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu penggunaan atau aplikasi tertentu.

6. Pengguna/konsumen

Pendekatan ini adalah dengan mengaosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pengguna atau konsumen dari produk tersebut.

7. Orang terkenal/khalayak

Mengkaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut.

8. Gaya hidup/kepribadian

Sebuah merek bisa diilhami oleh para konsumen merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup yang hampir sama.

9. Kelas produk

Beberapa merek perlu membuat keputusan positioning yang menentukan dan melibatkan asosiasi-asosiasi kelas produk.

10.Para pesaing

Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan mengungguli pesaing.

11.Negara/wilayah geografis

(37)

2.4 Perceived Quality (persepsi kualitas)

Durianto dkk (2004), mengartikan persepsi kualitas sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Menurut Aaker dalam Rangkuti (2008), persepsi kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkan.

Simamora (2003) menyatakan bahwa persepsi kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan ditinjau dari fungsinya secara relatif dengan produk lain. Sedangkan Tjiptono (2005) mendefinisikan persepsi kualitas sebagai penilaian konsumen terhadap keunggulan superioritas produk secara keseluruhan.

(38)

25

Gambar 2.3. Nilai Persepsi Kualitas

Sumber: Rangkuti, (2008)

Berdasarkan gambar 2.3 terdapat lima keuntungan persepsi kualitas, antara lain:

1. Alasan membeli

Kesan kualitas sebuah merek memberikan alasan yang penting untuk membeli. Hal ini memperngaruhi merek-merek mana yang harus dipertimbangkan, dan selanjutnya mempengaruhi merek apa yang akan dipilih.

2. Diferensiasi

Suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi kesan kualitas.

3. Harga optimum

Keuntungan ketiga memberikan pilihan-pilihan didalam menetapkan harga optimum (premium price)

Persepsi

Kualitas Harga optimum

Minat saluran distribusi

(39)

4. Meningkatkan minat para distributor

Hal ini sangat membantu perluasan distribusi. 5. Perluasan merek

Kesan kualitas dapat dieksploitasi dengan cara mengenalkan berbagai perluasan merek, yaitu dengan menggunakan merek tertentu kedalam kategori produk baru.

Menurut Garvin dalam Durianto,dkk (2004), dimensi persepsi kualitas dibagi menjadi tujuh, yaitu :

1. Kinerja

Melibatkan berbagai karakteristik operasional utama. 2. Pelayanan

Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut.

3. Ketahanan

Mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut. 4. Keandalan

Konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya.

5. Karakteristik

Bagian-bagian tambahan dari produk (feature). Penambahan ini biasanya digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk terlihat hampir sama.

6. Kesesuaian dengan spesifikasi

Merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan diuji.

7. Hasil

(40)

27

2.5 Perluasan Merek

Menurut Rangkuti (2004) ada lima pilihan dalam penentuan strategi merek, yaitu dapat berupa:

1. Merek Baru (New Brand)

Dilakukan ketika perusahaan tidak memiliki satupun merek yang sesuai dengan produk yang akan dihasilkan atau apabila citra merek tersebut tidak membantu untuk produk tersebut.

2. Perluasan Lini (Line Extention)

Perluasan lini terjadi ketika perusahaan memperkenalkan unit produk tambahan dalam kategori produk yang sama dengan merek yang sama, biasanya dengan tampilan baru.

3. Perluasan Merek (Brand Extention)

Perluasan merek terjadi ketika perusahaan memutuskan untuk menggunakan merek yang sudah ada pada produknya dalam kategori baru. Strategi perluasan merek memberikan sejumlah keuntungan, karena merek tersebut pada umumnya lebih cepat dihargai (karena sudah dikenal sebelumnya), sehingga kehadirannya dapat cepat diterima oleh konsumen.

4. Multi Merek (Multi Brand Strategy)

Terjadi ketika perusahaan memperkenalkan berbagai merek tambahan dalam kategori produk yang sama. Tujuannya adalah untuk mencoba membentuk kesan, kenampakan (feature) serta daya tarik lain kepada konsumen sehingga lebih banyak pilihan. Dapat juga terjadi akibat warisan beberapa merek dari perusahaan lain yang telah diakuisisi oleh perusahaan.

5. Merek Bersama (Co-brand)

Co-branding terjadi apabila dua merek atau lebih digabung dalam satu penawaran. Tujuan co-branding adalah agar merek yang satu dapat memperkuat merek yang lain, sehingga dapat menarik minat para konsumen. Apabila co-branding dilakukan dalam bentuk kemasan bersama, maka setiap merek tersebut memiliki harapan dapat menjangkau konsumen baru dengan mengaitkannya dengan merek lain.

(41)

didefinisikan sebagai penggunaan merek yang sudah ada pada produk baru dimana produk tersebut memiliki kategori yang berbeda dengan merek yang digunakannya (Kotler dalam Herlina 2010).

Dimensi perluasan merek menurut Rangkuti (dalam Danibrata, 2008) meliputi Similaritas (kemiripan dengan merek asal), Reputation (Reputasi), Perceived Risk (ketidakpastian tentang hasil yang diperoleh) dan Inovativeness (inovasi). Rangkuti dalam Herlina (2010) mengemukakan perluasan merek memiliki beberapa keunggulan yaitu sebagai berikut:

1. Mengurangi persepsi resiko ditolaknya produk tersebut oleh konsumen 2. Memanfaatkan kemudahan saluran distribusi yang sudah ada

3. Meningkatkan efisiensi biaya promosi

4. Mengurangi biaya perkenalan produk baru serta program tindak lanjut pemasaran

5. Mengurangi biaya pengembangan produk baru 6. Meningkatkan efisiensi desain logo dan kemasan 7. Menyediakan variasi pilihan produk kepada konsumen.

Alasan penggunaan perluasan merek ini dalam peluncuran produk baru adalah pertama, perusahaan mengharapkan merek yang sudah terkenal dapat mendorong keputusan pembelian seseorang sehingga meningkatkan penjualan, kedua konsumen tidak merasa asing lagi dengan produk yang baru ditawarkan tersebut, dan ketiga pengaruh yang positif dapat diciptakan pada karakteristik merek dalam kategori produk yang relatif baru (Ardha, 2004).

(42)

29

1. Mengidentifikasikan asosiasi-asosiasi yang terdapat dalam merek tersebut.

2. Mengidentifikasikan produk-produk yang berkaitan dengan asosiasi merek tersebut.

3. Memiliki calon terbaik dari daftar produk tersebut untuk melakukan uji konsep dan pengembangan produk baru.

Menurut Aaker (1991) perluasan merek akan dapat diterima oleh konsumen ketika asosiasi merek dan persepsi kualitas dapat memberikan titik diferensiasi dan keunggulan untuk perluasan merek. Menurut Aaker (1991) faktor-faktor yang mempengaruhi perluasan merek adalah :

1. Similarity (kesamaan).

Adalah tingkatan dimana konsumen menganggap bahwa produk hasil perluasan memiliki persamaan dengan merek asalnya. Merek perluasan harus memiliki kesamaan dengan merek induk. Beberapa studi menunjukkan bahwa semakin besar persamaan antara produk perluasan merek dengan merek asalnya maka akan semakin besar pula pengaruh yang diterima oleh konsumen baik positif maupun negatif dari produk hasil perluasan. Molto Trika memiliki kesamaan dengan produk induknya, dimana merek Molto tetap digunakan untuk merek perluasan dan keduanya masih memiliki kesamaan yaitu merupakan pewangi untuk pakaian.

2. Reputation (reputasi).

Asumsi yang dapat dikemukakan dari penggunaan reputasi adalah, bahwa merek yang memiliki posisi yang kuat akan memberikan pengaruh yang besar pada produk hasil perluasannya. Setiap keganjilan dalam produk dapat merusakan dan mengakibatkan kegagalan. Bahkan telah dilaporkan bahwa merek yang dipersepsi memiliki kualitas yang tinggi dapat melakukan perluasan produk daripada merek yang memiliki kualitas yang rendah. Reputasi pada merek Molto pewangi dan pelembut sudah tidak diragukan lagi karena diproduksi oleh PT. Unilever, dimana PT. Unilever merupakan distributor yang sudah mapan dan terkenal.

(43)

diragukan lagi bahwa perluasan mereknya akan sama baik dengan merek induknya.

4. Innovativeness adalah aspek kepribadian yang berhubungan dengan penerimaan konsumen untuk mencoba produk baru atau merek baru. Dan konsumen yang memiliki sifat innovativeness ini suka melakukan lebih banyak evaluasi pada perluasan merek. Oleh karena itu untuk mengembangkan strategi perluasan merek ini agar lebih efisien maka pihak perusahaan harus menarik lebih banyak konsumen yang memiliki sifat innovativeness. Pelicin pakaian yang terkenal adalah Kispray, tetapi orang yang sudah loyal terhadap merek Molto akan mencoba perluasan mereknya yaitu Molto Trika karena mereka ingin mengevaluasi merek Molto Trika apakah sama baik dengan Molto pewangi dan pelembut.

Menurut Santoso dan Resdianto (2007), beberapa keuntungan yang didapat dari brand extension yang berhasil yaitu :

1. Membuka peluang masuk ke kategori produk baru, dengan peluang keuntungan keuangan yang lebih besar.

2. Resiko dari peluncuran produk menjadi kecil karena asosiasi, persepsi kualitas dan awareness dari merek induk yang berfungsi menopang produk baru tersebut.

3. Jika berhasil, maka brand extension tersebut akan memperkuat asosiasi, persepsi kualitas dan awarnnes merek secara keseluruhan.

2.6. Loyalitas Merek

(44)

31

Griffin (2003) berpendapat bahwa pelanggan yang loyal adalah pelanggan yang sangat puas dengan produk atau jasa tertentu sehingga mempunyai antusiasme untuk memperkenalkannya kepada siapapun yang dikenal. Menurut Durianto dkk (2004), loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan seorang pelanggan kepada sebuah merek. Faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas merek menurut Aaker (1991) adalah:

1. Nilai dan harga, penggunaan suatu merek dalam waktu yang lama akan mengarahkan pada loyalitas, karena itu pihak perusahaan harus bertanggung jawab untuk menjaga merek tersebut. Perlu diperhatikan, pengurangan standar kualitas dari suatu merek akan mengecewakan konsumen bahkan konsumen yang paling loyal begitupun dengan perubahan harga. Karena itu perusahaan harus mengontrol kualitas merek beserta harganya.

2. Citra (baik dari kepribadian yang dimilikinya maupun reputasi dari merek tersebut), citra dari perusahaan dan merek diawali dari kesadaran. Adanya hubungan antara citra merek dengan market share. Produk yang memiliki citra yang baik akan dapat menimbulkan loyalitas kosumen pada merek.

3. Kenyaman dan kemudahan untuk mendapatkan merek. Dalam situasi yang penuh tekanan dan permintaan pasar yang menuntut adanya kemudahan, pihak perusahaan dituntut untuk menyediakan produk yang nyaman dan mudah untuk didapatkan.

4. Kepuasan yang dirasakan oleh konsumen.

5. Pelayanan, dengan kualitas pelayanan yang baik yang ditawarkan oleh suatu merek dapat mempengaruhi loyalitas konsumen pada merek.

6. Garansi dan jaminan yang diberikan oleh merek.

(45)

pengalaman penggunaan. Namun, loyalitas dipengaruhi sebagian oleh dimensi utama lain dari ekuitas merek yaitu: kesadaran , asosiasi , dan kualitas yang dirasakan.

Kosumen yang merasa puas dengan produk atau jasa yang diperoleh akan membeli secara berulang. Pembelian ulang inilah yang disebut dengan loyalitas merek. Aaker (1991) membagi loyalitas merek ke dalam lima tingkatan, sebagai berikut:

1. Switcher adalah golongan yang tidak peduli pada merek, mereka suka berpindah merek. Motivasi mereka berpindah merek adalah harga yang rendah karena golongan ini memang sensitif terhadap harga (price sensitive switcher), adapula yang selalu mencari variasi yang disebut Blackwell et al. dan Kotler sebagai variety-prone switcher dan karena para konsumen tersebut tidakmendapatkan kepuasan (unsatisfied switcher). 2. Habitual buyer adalah golongan yang setia terhadap suatu

merek dimana dasar kesetiaannya bukan kepuasan atau keakraban dan kebanggaan. Golongan ini memang puas, setidaknya tidak merasa dikecewakan oleh merek tersebut. Dan dalam membeli produk didasarkan pada faktor kebiasaan, bila menemukan merek yang lebih bagus, maka mereka akan berpindah. Blackwell et al menyebut perilaku tersebut sebagai inertia.

3. Satisfied buyer adalah golongan konsumen yang merasa puas dengan suatu merek. Mereka setia, tetapi dasar kesetiaannya bukan pada kebanggaan atau keakraban pada suatu merek tetapi lebih didasarkan pada perhitungan untung rugi atau biaya peralihan (switching cost) bila melakukan pergantian ke merek lain.

4. Liking the brand adalah golongan konsumen yang belum mengekspresikan kebanggannya pada kepada orang lain, kecintaan pada produk baru terbatas pada komitmen terhadap diri sendiri, dan mereka merasa akrab dengan merek.

(46)

33

Loyalitas merek para pelanggan yang ada mewakili suatu aset strategis dan jika dikelola dan dieksploitasi dengan benar akan mempunyai potensi untuk memberikan nilai dalam beberapa bentuk seperti yang diperlihatkan dalam gambar 2.4 berikut:

Gambar 2.4. Keuntungan Loyalitas Merek

Sumber: Rangkuti (2004)

Terdapat empat keuntungan loyalitas merek, yaitu:

1. Perusahaan yang memiliki basis pelanggan yang mempunyai loyalitas merek yang tinggi dapat mengurangi biaya pemasaran perusahaan karena biaya untuk mempertahankan pelanggan jauh lebih murah dibandingkan mendapatkan pelanggan baru.

2. Loyalitas merek yang tinggi dapat meningkatkan perdagangan. Loyalitas yang kuat akan meyakinkan pihak pengecer untuk memajang

Pengurangan biaya pemasaran

Mengikat costomer baru: a. Menciptakan kesadaran

merek

b. Menyakinkan kembali Peningkatan perdagangan

Waktu merespon Loyalitas

(47)

di rak-raknya, karena mereka mengetahui bahwa para pelanggan akan mencantumkan merek-merek tersebut dalam daftar belanjanya.

3. Dapat menarik minat pelanggan baru karena mereka memiliki keyakinan bahwa membeli produk bermerek terkenal minimal dapat mengurangi resiko.

4. Loyalitas merek memberikan waktu, semacam ruang bernafas, pada suatu perusahaan untuk cepat merespon gerakan-gerakan pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan produk yang unggul, seorang pengikut setia akan memberi waktu pada perusahaan tersebut agar memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan atau menetralisasikannya.

Loyalitas pelanggan merupakan aset strategis perusahaan yang jika dikelola

dengan benar mempunyai potensi untuk memberikan nilai tambah seperti

pengurangan biaya pemasaran, memikat para pelanggan baru, peningkatan

perdagangan dan memberikan pertahanan terhadap persaingan (Taylor et al.,

2004 dalam Rofiq dkk 2009). Selanjutnya Balmer dan Gray, 2003 dalam Rofiq, dkk (2009) mengungkapkan dengan nilai-nilai tersebut maka loyalitas pelanggan dapat dijadikan keunggulan bersaing karena dapat menjadi penghalang bagi pesaing.

Menurut Griffin (2003), pelanggan yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut:

(48)

35

2. Melakukan pembelian antar lini produk dan jasa (purchase across product and service lines).

3. Pelanggan melakukan pembelian antar lini produk dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan.

4. Merekomendasikan kepada orang lain (recommended to other) Pelanggan merekomendasikan kepada orang lain tentang produk yang ditawarkan perusahaan.

5. Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing (demonstrates immunity to the full of competitions). Pelanggan tidak akan tertarik terhadap tawaran produk sejenis yang dihasilkan oleh pesaing.

Griffin (2003) mengemukakan keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki konsumen yang loyal antara lain:

1. Mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk menarik konsumen lebih mahal).

2. Mengurangi biaya transaksi (seperti biaya negosiasi kontrak, pemrosesan pesanan dan lain-lain).

3. Mengurangi biaya turn over konsumen (karena pergantian konsumen lebih sedikit).

4. Meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan.

5. Word of Mouth yang lebih positif, dengan asumsi bahwa konsumen yang loyal juga berarti mereka yang merasa puas.

6. Mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya pergantian, dll).

2.6 Penelitian terdahulu

(49)

dalam penelitian ini adalah berupa data primer yang didapatkan dari hasil menyebarkan kuesioner kepada responden di Kota Surabaya yang pernah menggunakan minyak goreng Filma.

Berdasarkan pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa variabel kesadaran merek tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel ekuitas merek, variabel persepsi kualitas mempunyai pengaruh terhadap variabel ekuitas merek, variabel asosiasi merek tidak mempunyai pengaruh terhadap ekuitas merek, variabel ekuitas merek mempunyai pengaruh terhadap variabel perluasan merek dan variabel perluasan merek tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel ekuitas merek

B. Pengaruh Asosiasi Merek Terhadap Respon Konsumen Pada Pengguna Sepatu Merek Adidas di Surabaya

(50)

37

C. Pengaruh Persepsi Kualitas, Persepsi Kesesuaian, Persepsi Kesulitan Pada Sikap Konsumen Terhadap Brand Extension Herlina (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh persepsi kualitas, persepsi kesesuaian, persepsi kesulitan pada sikap konsumen terhadap Brand extension. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis moderated regression.

Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu sikap positif terhadap brand extension didominasi pengaruhnya oleh persepsi kesesuaian untuk mentransfer produk parent brand, persepsi kesulitan yang terjadi pada penerapan strategi brand extension. Selanjutnya diikuti oleh interaksi dua variabel antara persepsi kualitas dengan persepsi kesesuaian untuk menggantikan produk parent brand, interaksi antara persepsi kualitas dengan persepsi kesesuaian untuk melengkapai produk parent brand.

D. Analisis Elemen-Elemen Pembentuk Ekuitas Merek Mie Instant Indomie Terhadap Loyalitas Konsumen Studi Pada Masyarakat Kota Bekasi

(51)

secara signifikan berpengaruh terhadap loyalitas merek, perceived quality secara signifikan berpengaruh terhadap loyalitas merek, dan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi brand loyality mie instant indomie adalah brand association.

E. Analisis Pengaruh Brand Equity Terhadap Pembentukan Customer Loyality Pada Jenis Merek Pasta Gigi Dengan Analisis SEM

Penelitian ini dilakukan oleh Alghofari, dkk (2009). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penilaian konsumen terhadap ekuitas merek pasta gigi dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan suatu merek sehingga membentuk konsumen yang loyal.

(52)

39

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti Tahun Judul Hasil Penelitian Santoso 2006 Analisis

Pengaruh Ekuitas variabel ekuitas merek, variabel persepsi kualitas mempunyai pengaruh terhadap variabel ekuitas merek, variabel asosiasi merek tidak mempunyai pengaruh terhadap ekuitas merek, variabel ekuitas merek mempunyai pengaruh terhadap variabel perluasan merek dan variabel perluasan merek tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel ekuitas merek Alghofari dkk 2009 Analisis

Pengaruh Brand yang signifikan dengan loyalitas merek, loyalitas merek mempunyai hubungan yang signifikan terhadap asosiasi merek, asosiasi merek mempunyai hubungan yang signifikan terhadap persepsi kualitas, kesadaran merek mempunyai hubungan yang signifikan terhadap asosiasi merek, kesadaran merek mempunyai hubungan yang signifikan terhadap persepsi kualitas, dan loyalitas merek mempunyai hubungan yang signifikan terhadap persepsi kualitas.

(53)

memperkuat persepsi pengganti terhadap sikap konsumen pada perluasan merek berpengaruh tidak signifikan, pengaruh persepsi kesesuaian dimensi pelengkap dan transfer terhadap sikap konsumen pada perluasan merek berpengaruh signifikan dan pengaruh persepsi kesulitan terhadap sikap konsumen terhadap perluasan merek berpengaruh signifikan. Anggraeini 2011 Analisis

Elemen-Elemen

Brand awwarnes secara signifikan berpengaruh terhadap loyalitas merek, brand association secara signifikan berpengaruh terhadap loyalitas merek, perceived quality secara signifikan berpengaruh terhadap loyalitas merek, dan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi brand loyality mie instant indomie adalah brand association.

Prasetya 2012 Pengaruh

(54)

41

2.7 Kerangka Pemikiran

Ketika sebuah merek mempunyai brand equity, maka perusahaan mampu untuk melakukan perluasan merek. Menurut Aaker dalam Rangkuti (2008) ekuitas merek dibangun oleh empat elemen utama yaitu: kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek. Dalam kerangka pemikiran ini dimensi loyalitas merek tidak ikut dimasukkan menjadi variabel bebas dikarenakan variabel terikat membahas loyalitas konsumen yang didalamnya terdapat loyalitas untuk merek dan loyalitas untuk toko atau perusahaan.

(55)

Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran

2.9 Hipotesis

Berdasarkan teori, tinjauan literatur serta kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah :

H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara kesadaran merek pada produk induk terhadap perluasan merek pada produk kategori pelicin pakaian Molto Trika.

H2 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara asosiasi merek pada produk induk terhadap perluasan merek pada produk kategori pelicin pakaian Molto Trika.

H3 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara persepsi kualitas pada produk induk terhadap perluasan merek pada produk kategori pelicin pakaian Molto Trika.

Kesadaran merek (Durianto:2004)

Asosiasi merek (Tjiptono:2005)

Persepsi kualitas (Simamora : 2003)

(56)

43

H4 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara kesadaran merek pada produk induk terhadap loyalitas merek pada produk kategori pelicin pakaian Molto Trika.

H5 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara asosiasi merek pada produk induk terhadap loyalitas merek pada produk kategori pelicin pakaian Molto Trika.

(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah explanative research dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Sugiyono dalam Illah (2010), penelitian menurut tingkat penjelasan adalah penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain.

(58)

45

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pelanggan yang tinggal di Kampung Baru yang memakai produk merek Molto. Sampel penelitian ini didapat dengan kriteria yaitu konsumen yang sudah memakai produk merek Molto lebih dari tiga kali sebagai acuan untuk mendapatkan responden yang benar-benar loyal.

3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu Pursposive Sampling. Teknik Purposive Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono:2008). Pertimbangan sampel dalam penelitian yaitu semua konsumen yang memakai produk Molto lebih dari tiga kali, sedangkan konsumen yang memakai produk pewangi tidak hanya merek Molto atau suka berganti merek tidak termasuk dalam sampel penelitian.

(59)

3.4 Definisi Konseptual

a. Kesadaran Merek

Durianto dkk (2004), kesadaran merek merupakan kesanggupan seseorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu.

b. Asosiasi Merek

Tjiptono (2005) berpendapat bahwa asosiasi merek adalah segala sesuatu yang terkait dengan memori atau ingatan terhadap sebuah merek.

c. Persepsi Kualitas

Simamora (2003), menyatakan bahwa persepsi kualitas adalah persepsi konsumen terhadap kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan ditinjau dari fungsinya secara relatif dengan produk-produk lain.

d. Perluasan merek

(60)

47

e. Loyalitas merek

Rangkuti (2008) loyalitas merek adalah satu ukuran kesetiaan konsumen terhadap suatu merek.

3.5 Definisi Operasional

Menurut Nazir (2005) definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstruk dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut.

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Variabel Indikator 1 Kesadaran

merek

Kesanggupan seorang pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali suatu merek sebagai maupun tidak langsung

dengan ingatan

(61)

dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain.

Persepsi kualitas adalah persepsi dari pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa (establish) sebelumnya untuk memperkenalkan

(62)

49

3.6 Skala Pengukuran Variabel

Dalam penelitian ini digunakan skala likert sebagai skala pengukurannya. Skala Likert berhubungan dengan sesuatu. Jawaban dari setiap indikator instrument yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari nilai

yang tertinggi sampai nilai yang terendah.

Pilihan jawaban yang bisa dipilih oleh responden dalam penelitian ini adalah:

1. Sangat setuju dengan skor 5 2. Setuju dengan skor 4

3. Netral dengan skor 3 4. Tidak setuju dengan skor 2 5. Sangat tidak setuju dengan skor 1

3.7 Jenis dan Sumber Data

a. Data Primer

Sebagai data primer yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah hasil dari pengisian kuesioner oleh pelanggan produk merek Molto yang ada di Kampung Baru, Kedaton Bandarlampung

b. Data sekunder

(63)

3.8 Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis data dengan menggunakan software SmartPLS versi 2.0.m3 yang dijalankan dengan media komputer.

Menurut Jogiyanto dan Abdillah (2009) PLS (Partial Least Square) adalah:

Analisis persamaan struktural (SEM) berbasis varian yang secara simultan dapat melakukan pengujian model pengukuran sekaligus pengujian model struktural. Model pengukuran digunakan untuk uji validitas dan reabilitas, sedangkan model struktural digunakan untuk uji kausalitas (pengujian hipotesis dengan model prediksi).

Selanjutnya Jogiyanto dan Abdillah (2009) menyatakan analisis Partial

Least Squares (PLS) adalah teknik statistika multivarian yang melakukan

perbandingan antara variabel dependen berganda dan variabel independen

berganda. PLS merupakan salah satu metode statistika SEM berbasis

varian yang didesain untuk menyelesaikan regresi berganda ketika terjadi

permasalahan spesifik pada data.

Lebih lanjut, Ghozali (2006) dalam Kalnadi (2013) menjelaskan bahwa

PLS adalah metode analisis yang bersifat soft modeling karena tidak

mengasumsikan data harus dengan pengukuran skala tertentu, yang berarti

jumlah sampel dapat kecil (dibawah 100 sampel). Perbedaan mendasar

PLS yang merupakan SEM berbasis varian dengan LISREL atau AMOS

(64)

51

Keunggulan-keunggulan dari PLS menurut Jogiyanto dan Abdillah (2009)

adalah:

1. Mampu memodelkan banyak variabel dependen dan variabel independen (model komplek)

2. Mampu mengelola masalah multikolinearitas antar variabel independen

3. Hasil tetap kokoh walaupun terdapat data yang tidak normal dan hilang 4. Menghasilkan variabel laten independen secara langsung berbasis

cross-product yang melibatkan variabel laten dependen sebagai kekuatan prediksi

5. Dapat digunakan pada konstruk reflektif dan formatif 6. Dapat digunakan pada sampel kecil

7. Tidak mensyaratkan data berdistribusi normal

8. Dapat digunakan pada data dengan tipe skala berbeda, yaitu: nominal, ordinal, dan kontinus

Terdapat beberapa alasan yang menjadi penyebab digunakan PLS dalam

suatu penelitian. Dalam penelitian ini alasan-alasan tersebut yaitu:

pertama, PLS (Partial Least Square) merupakan metode analisis data yang

didasarkan asumsi sampel tidak harus besar, yaitu jumlah sampel kurang

dari 100 bisa dilakukan analisis, dan residual distribution. Kedua, PLS

(Partial Least Square) dapat digunakan untuk menganalisis teori yang

masih dikatakan lemah, karena PLS (Partial Least Square) dapat

digunakan untuk prediksi. Ketiga, PLS (Partial Least Square)

memungkinkan algoritma dengan menggunakan analisis series ordinary

least square (OLS) sehingga diperoleh efisiensi perhitungan olgaritma

(Ghozali dalam Ricardo 2012). Keempat, pada pendekatan PLS,

diasumsikan bahwa semua ukuran variance dapat digunakan untuk

menjelaskan. Metode analisis data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua

(65)

3.8.1 Statistik Deskriptif

Analisis deskriptif, yaitu memberikan gambaran atau deskriptif empiris atas data yang dikumpulkan dalam penelitian (Ferdinand dalam Ricardo 2012). Data tersebut berasal dari jawaban-jawaban responden atas item-item yang terdapat dalam kuesioner dan akan dioleh dengan cara dikelompokkan dan ditabulasikan kemudian diberi penjelasan.

3.8.2 Analisis Statistik Inferensial

Statistik inferensial, (statistic induktif atau statistic probabilitas), adalah

teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan

hasilnya diberlakukan untuk populasi (Sugiyono dalam Kalnadi 2013).

Sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan, maka dalam penelitian ini

analisis data statistik inferensial diukur dengan menggunakan software

SmartPLS (Partial Least Square) mulai dari pengukuran model (outer

model), struktur model (inner model) dan pengujian hipotesis.

PLS (Partial Least Square) menggunakan metoda principle component

analiysis dalam model pengukuran, yaitu blok ekstraksi varian untuk

melihat hubungan indikator dengan konstruk latennya dengan menghitung

total varian yang terdiri atas varian umum (common variance), varian

spesifik (specific variance), dan varian error (error variance). Sehingga

Gambar

Tabel 1.1 Persentase Penjualan Produk Kategori Pelicin Pakaian
Tabel 1.2 Persentase Penjualan Produk Dengan Kategori Pewangi dan
Gambar 2.1 Piramida Kesadaran Merek
Gambar 2.2.  Nilai Asosiasi Merek
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dan dari data percobaan yang diperoleh pun massa yang kami dapat memiliki nilai yang berbeda-beda, hal ini dikarenakan karena pada saat pemanasan larutan berlangsung, ada

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa variabel

“ pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk

Berhubung kekuatan (mirrah) dalam hadith ini yang didatangkan secara mutlak, ia di’kait’kan (muqayyad) dengan hadith ke 3 yang mengaitkan kekuatan itu dengan kekuatan

Terhadap agen penyakit yang mampu melekat ke permukaan embrio dan tidak terbilas dengan menggunakan mPBS atau tripsin seperti yang disarankan IETS (Otoi et al. 1992; 1993),

It is seen that experienced male ragpickers are moving towards the main location at a time when people throw out the garbage so that waste is available in large

Kusnanto, S.Kp., M.Kes selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya sekaligus selaku pembimbing I yang telah memberikan saran dan masukan yang

KELUHAN PERNAFASAN PEKERJA BAGIAN PRODUKSI DAN PENGEPAKAN (Studi di Industri Penggilingan Batu Kapur CV. Karya Bersama Kabupaten Tuban)” sebagai salah satu persyaratan