• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PERBEDAAN EKSPRESI BAX ANTARA ENDOMETRIOSIS OVARII (ENDOMETRIOMA) DAN KARSINOMA OVARII SEROSUM DIFERENSIASI BAIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI PERBEDAAN EKSPRESI BAX ANTARA ENDOMETRIOSIS OVARII (ENDOMETRIOMA) DAN KARSINOMA OVARII SEROSUM DIFERENSIASI BAIK"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

TESIS

STUDI PERBEDAAN EKSPRESI BAX ANTARA ENDOMETRIOSIS OVARII (ENDOMETRIOMA) DAN KARSINOMA OVARII SEROSUM

DIFERENSIASI BAIK

RONNY ADHY NURCAHYO NIM. S.5806008

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALISI I OBSTETRI GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Endometriosis adalah penyakit yang masih banyak menimbulkan

masalah sejak dipublikasikan pertama kali pada tahun 1800 hingga sekarang. Hal

ini dikarenakan gejala klinis, diagnosis, pengobatan dan patogenesisnya yang

belum jelas sehingga dikatakan sebagai The Disease of Theory. Endometriosis

merupakan kelainan ginekologis yang bersifat jinak, akan tetapi dampak klinis

yang ditimbulkannya cukup serius yaitu meningkatnya infertilitas, nyeri panggul

kronis dan risiko menjadi ganas.1,2 Pada beberapa penelitian molekuler,

dilaporkan mengenai peningkatan risiko keganasan ovarium yang berasal dari

endometriosis ovarii (endometrioma). Apabila sudah terjadi perubahan menjadi

karsinoma ovarii akan mengakibatkan prognosis yang jelek pada penderita

endometrioma. Pada penelitian ini akan dicari hubungan antara endometrioma dan

karsinoma ovarii melalui jalur molekuler.

Endometriosis merupakan suatu campuran antara kelainan jinak dan

ganas. Endometriosis tidak dapat disebut sebagai kondisi premaligna, tetapi data

epidemiologi, histopatologi dan molekuler memberi kesan mempunyai potensi

untuk menjadi ganas. Sampson pada tahun 1925 pertama kali melaporkan bahwa

endometriosis dapat berubah menjadi ganas. Kriteria menurut Sampson

menyatakan bahwa endometriosis dan karsinoma ovarii dapat terjadi bersamaan

dalam satu ovarium.3,4,5 Penelitian oleh Fukunaga, Ogawa dan Oral menyatakan

(3)

commit to user

2

Nishida menyatakan risiko transformasi ke arah keganasan dari endometrioma

sekitar 0,7-1,6% dalam waktu 8 tahun. Samsulhadi juga pernah melakukan

penelitian endometrioma berubah menjadi ganas sekitar 0,7-1%. Data dari

National Swedish Cancer (2006) menyatakan adanya peningkatan risiko

terjadinya karsinoma ovarii sebesar 2,5 kali pada wanita endometriosis yang

melakukan follow up diatas 10 tahun. Ness juga menyatakan wanita yang terkena

karsinoma ovarii 1,7 kali dengan riwayat endometriosis. Brinton menyatakan

adanya risiko keganasan ovarium pada wanita dengan endometriosis sebesar 4

kali setelah dilakukan follow up selama 10 tahun.2,3,4,5 Penelitian Kawaguchi

tentang karakteristik klinikopatologi pasien endometriosis yang berhubungan

dengan karsinoma ovarii yaitu clear cell (61%), endometrioid (33%), musinosum

(4%) dan serosum (2%). Penelitian Nezhat tentang gambaran histopatologi pada

karsinoma ovarii yang berhubungan dengan endometriosis yaitu endometrioid

(60%), clear cell (15%) dan sisanya tipe lain, dimana 40% karsinoma ovarii

terjadi pada stadium satu. Penelitian lain oleh Deligdisch didapatkan histopatologi

karsinoma ovarii stadium satu tipe non serous (endometrioid dan clear cell)

sebesar 71% dan tipe serous sebesar 29%. Berdasarkan penelitian Okamura dan

Kitabuchi , angka kejadian keganasan endometriosis akan meningkat pada jenis

atipikal endometriosis menjadi karsinoma endometrioid sebesar 60-80%. Terdapat

tiga kriteria yang menunjukkan neoplasma ganas berasal sel endometriosis yaitu

(1) jaringan jinak berdampingan dengan jaringan ganas pada suatu organ, (2)

karsinoma tersebut merupakan tumor primer, (3) terdapat gambaran kelenjar dan

(4)

commit to user

3

Karsinoma ovarii secara teoritis juga disebabkan perubahan genetik

karena kerusakan epitel ovarium selama proses ovulasi. Karsinoma ovarii lesi

awal dapat berasal dari endometriosis atau metaplasi duktus muleri epitel

permukaan ovarium. Penelitian Bulun, Kitawaki, Wieser dan Arvanitis

menyatakan terdapat hubungan antara endometriosis dan karsinoma ovarii

berkenaan dengan faktor risiko, perubahan genetik, penyimpangan aktivitas

onkogen dan jalur antiapoptosis. Penelitian Kitawaki dan Wieser menyatakan

bahwa endometriosis mempunyai etiologi multidimensional seperti herediter,

hormonal dan imunologis.5,6,7,8,9 Persamaan teori antara endometriosis dan

karsinoma ovarii yaitu darah haid berbalik (retrograde menstruation),

peningkatan gonadotropin, inflamasi kronis dan yang terpenting adalah perubahan

genetik. Apoptosis dan angiogenesis terlibat dalam patogenesis endometriosis.

Ketahanan hidup jaringan endometrium ektopik dipengaruhi oleh peran penting

apoptosis dan pasokan darah yang luas di dalam dan di sekitar jaringan

endometriosis. Penurunan apoptosis menguntungkan ketahanan hidup

endometriosis karena neovaskularisasi merupakan syarat utamanya. Aktivitas

apoptosis dicerminkan dengan indeks apoptosis yang ternyata rendah pada

epitelium permukaan ovarium normal dan tumor jinak tetapi meningkat pada

tumor garis batas (borderline/low malignat) dan ganas.4,7,8,9 Publikasi tentang

Hallmark of Cancer pada tahun 2000, memperlihatkan bahwa endometriosis

merupakan proses neoplasma dengan melihat persamaan berdasarkan

klinikopatologi, molekuler dan genetik.8,10

Berdasarkan bukti-bukti epidemiologi yang menyatakan adanya

(5)

commit to user

4

dengan pendekatan molekuler. Ciri-ciri suatu malignansi sebagaimana dikenal

sebagai The Hallmark of Cancer, digunakan dalam pendekatan ini.8,9,10 Bax (Bcl-2

assosiated x protein) merupakan famili dari Bcl-2 yang teridentifikasi pertama

kali sebagai fasilitator apoptosis (proapoptosis). Keganasan biasanya

menyebabkan overekspresi dari protein anti apoptosis (Bcl-2), underekspresi dari

protein proapoptosis (Bax) dan inaktivasi dari gen p53 pada saat selesai proses

mutasi.9,11,12,13,14,15,16,17 Berdasarkan beberapa alasan di atas, maka penelitian ini

ditujukan untuk mengetahui ekspresi Bax pada endometrioma dan karsinoma

ovarii, sehubungan dengan kesamaan dan perbedaan sifat serta patogenesis antara

kedua kelainan tersebut melalui jalur molekuler yaitu potensi menghindari

apoptosis.

1.2.Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan ekspresi Bax antara endometrioma dan

karsinoma ovarii ?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum : untuk mempelajari makna perbedaan ekspresi Bax terkait

patogenesis antara endometrioma dan karsinoma ovarii.

1.3.2. Tujuan Khusus : untuk mengetahui perbedaan ekspresi Bax antara

(6)

commit to user

5

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritik : hasil penelitian tersebut dapat digunakan sebagai dasar

penelitian kesamaan patogenesis endometrioma dan karsinoma ovarii.

1.4.2. Manfaat Aplikatif : dapat digunakan untuk mengetahui ekspresi Bax dalam

rumusan kesamaan dan perbedaan sifat molekuler endometrioma dan

(7)

commit to user

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karsinogenesis

Kanker merupakan penyakit yang disertai dengan pertumbuhan sel yang

tidak terkontrol. Melakukan invasi dan menyebar dari tempat asal sel tersebut ke

tempat lain dalam tubuh. Terdapat tiga proses yang mempengaruhi jumlah sel

secara keseluruhan pada makhluk hidup. Proses pertama adalah proliferasi sel.

Kedua adalah eliminasi sel melalui proses kematian yang terprogram. Ketiga

adalah fase inaktif selama proses deferensiasi, untuk memberikan kesempatan

bagi sel melakukan perbaikan bagi penyimpangan yang mungkin terjadi. Sel

kanker pada umumnya mengalami gangguan pada gen pengatur yang

mempengaruhi proliferasi menjadi tidak terkontrol. Karsinogenesis merupakan

proses pembentukan sel kanker yang patogenesisnya secara molekuler merupakan

penyakit genetik. Proses ini terjadi akibat pengaruh berbagai faktor

(multifaktorial) yang menyerang tubuh secara bertahap (multistage) baik pada

tingkat fenotip maupun genotip.18,19

Proses perubahan sel normal menjadi sel kanker melalui tiga tahap, yaitu

inisiasi, promosi dan progresi. Pada tahap inisiasi, terdapat faktor inisiator yang

memulai pertumbuhan sel yang abnormal seperti radiasi, bahan kimia, virus

ataupun mutasi spontan. Pada tahap ini juga mengalami kerusakan yang bersifat

menetap (irreversible). Sel yang terinisiasi tidak berbeda dengan sel normal

kecuali menjadi lebih sensitif dan mudah terangsang oleh faktor pertumbuhan dan

(8)

commit to user

7

promotor dan faktor pertumbuhan sehingga terbentuk sel-sel yang polimorfik dan

anaplastik. Sel juga akan dipacu untuk membelah oleh substansi karsinogen dan

mempengaruhi diferensiasi, sehingga mengalami ketidaksesuaian fungsi setelah

pembelahan. Pada tahap progresi ditandai dengan adanya invasi sel ganas ke

membran basalis dan perubahan ini melibatkan beberapa gen, yaitu onkogen, gen

penekan tumor (tumour suppressor gen), gen yang berperan dalam perbaikan

DNA (repair DNA gen) dan gen pengatur apoptosis.9,20,24

Pro-carcinogenetic factor

Normal Cell

(9)

commit to user

8

Pada tingkat molekuler, transformasi sel normal menjadi ganas

disebabkan perubahan salah satu atau keseluruhan dari tiga gen pengatur. Ketiga

gen tersebut yaitu protoonkogen yang menghasilkan protein pertumbuhan, gen

supresor yang menghasilkan protein untuk menghambat pertumbuhan sel dan gen

apoptosis yang menghasilkan bahan untuk program kematian sel. Selain ketiga

gen tersebut, terdapat pula gen yang ikut mempengaruhi proses karsinogenesis

yaitu berperan dalam repair DNA. Gen ini mempengaruhi proliferasi sel dengan

memperbaiki kerusakan non lethal yang terjadi pada gen lainnya dan bila terjadi

kerusakan akan menimbulkan mutasi serta transformasi neoplasma.9,20,22,23

Onkogen adalah gen yang berkaitan dengan terjadinya transformasi

neoplasma dan berasal dari protoonkogen yang mengalami mutasi. Protoonkogen

adalah gen yang terdapat pada sel normal, berfungsi untuk mengatur proliferasi

normal. Aktivasi yang dialami protoonkogen seluler menjadi onkogen

mengakibatkan pertumbuhan dan diferensiasi sel. Walaupun ada sel yang

mengalami pembelahan secara tidak terkendali tetapi masih belum mengarah

keganasan. Hal ini karena sel disekitarnya akan bereaksi dengan mengeluarkan zat

penghambat pertumbuhan (growth inhibitor) yang akan terikat di reseptor sel

yang malfungsi, mengirimkan signal ke inti sel dan mengaktifkan gen penekan

tumor (tumour suppressor gen,TSG).

Proses timbulnya keganasan pada tingkat molekuler dapat diamati dari

produksi protein berlebihan yang dihasilkan oleh onkogen. Proses proliferasi yang

(10)

commit to user

9

deferensiasi dan tahap selanjutnya mencerminkan progresifitas sel menjadi

ganas.17,20,24

Gen penekan tumor berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan sel,

apabila diaktifkan akan menghentikan siklus pembelahan sel, sehingga dapat

mencegah pertumbuhan sel selanjutnya. Bila terjadi malfungsi yang disebabkan

mutasi, maka sel abnormal akan terus membelah diri. Selain itu, tidak respon

terhadap zat penghambat pertumbuhan yang dikeluarkan oleh sel sekitarnya untuk

menghentikan pembelahan sehingga terjadi keganasan. Kelainan pada gen

penekan tumor bersifat resesif, artinya akan menimbulkan tumor bila kedua allele

menunjukkan kelainan atau kehilangan.9,17,23

2.1.1. Pengaturan siklus sel

Siklus pembelahan sel pada dasarnya dibagi dalam dua fase, yaitu fase

mitosis (M) dan interval (interfase). Penggandaan DNA terjadi pada interfase

yang disebut fase sintesis (S), sedangkan penggandaan sel terjadi pada fase

mitosis (M). Gap antara akhir fase M dengan awal fase S disebut sebagai fase G1

dan gap antara akhir fase S dengan awal fase M disebut fase G2. Sehingga siklus

sel dikenal ada empat fase, yaitu fase mitosis (M), prasintesis (G1) , sintesis (S)

dan pramitosis (G2). Fase G1 mulai mempersiapkan untuk sintesis DNA, RNA

dan protein. Fase S terjadi replikasi DNA dan pada akhir fase ini sel telah berisi

DNA ganda dan kromosom yang telah mengalami replikasi. Fase G2 sel

mengandung DNA dua kali lebih banyak daripada sel fase lain. Fase M terjadi

(11)

commit to user

10

sel. Setelah itu sel memasuki fase istirahat (G0). Sel dalam fase G0 masih dapat

berproliferasi yang disebut dengan sel induk (stem cell) atau klonogenik.20,23,25

Gambar 2.2. Siklus sel (Dikutip dari Sinauer, 2001)

Perubahan dari satu fase ke fase berikutnya pada siklus sel diatur oleh

beberapa checkpoint. Fungsinya untuk memastikan bahwa kromosom utuh, dan

siklus sel telah sempurna sebelum memasuki tahap berikutnya. Pengaturan

checkpoint tersebut melibatkan aktivasi dan degradasi cyclin, aktivasi cyclin

dependent kinases (CDKs) dan cyclin dependent kinase inhibitor (CDKIs).

Interaksi diantara ketiga kelas protein tersebut berperan untuk mengontrol

berbagai tahap siklus sel. Selain itu, mencegah sel ke tahap selanjutnya, jika

terjadi kerusakan DNA melalui mekanisme checkpoint dan deregulasi proses ini

berperan dalam terjadinya keganasan.9,18,23

Pada keganasan terjadi perubahan pengaturan siklus sel secara genetik

dan mempengaruhi ekspresi protein pengatur siklus sel. Hal ini dapat

(12)

commit to user

11

aktivitas CDKs. Selain itu terjadi ketidakmampuan kontrol checkpoint,

mengakibatkan respon yang menyimpang terhadap adanya kerusakan sel.

Ketidakmampuan ini juga menyebabkan inisiasi fase S atau fase M tetap

berlangsung, meskipun terjadi kerusakan sel dan ketidakstabilan genetik yang

selanjutnya menimbulkan clone maligna.7,19

2.1.2. Apoptosis

Apoptosis adalah kematian sel yang terprogram, untuk mengontrol

proliferasi atau sebagai respon terhadap kerusakan DNA. Ciri morfologi apoptosis

adalah pengecilan sel, penonjolan membran, kondensasi kromatin dan fragmentasi

inti sel. Apoptosis terjadi melalui dua jalur utama, yaitu jalur ekstrinsik

(sitoplasmik) yang dipicu oleh death receptor (DR) Fas dan jalur intrinsik

(mitokondrial) yang diaktifkan oleh mitokondria itu sendiri.9,18,23

Jalur ekstrinsik dimulai setelah death receptor (DR) berikatan dengan

sinyal apoptosis (Fas, TNF). Hal ini menyebabkan perubahan bentuk dari domain

intraseluler menjadi death domain. Selain itu memungkinkan terikatnya berbagai

protein dengan reseptor, dan reaksi ini akan diikuti aktivasi caspase 8 serta

menginisiasi apoptosis.

Jalur intrinsik terjadi pelepasan sitokrom-c dari mitokondria melalui

porus yang dibentuk oleh mitochondrial permeability transition pore (PTP) dan

protein proapoptosis Bax. Jika PTP berasosiasi dengan Bax maka akan terbentuk

kanal spesifik untuk sitokrom-c dan beberapa faktor yang menginduksi apoptosis.

(13)

commit to user

12

Gambar 2.3. Jalur Apoptosis Ekstrinsik dan Intrinsik (Dikutip dari Werner, 2004)

Bax merupakan salah satu protein tumor supresor yang merupakan target

transkripsi dari protein p53 (faktor transkripsi). Bax berperan sebagai protein yang

mempromosikan apoptosis melalui jalur intrinsik untuk menginduksi lepasnya

sitokrom –c dari dalam membran mitokondria. Aktivitas Bax akan dihambat oleh

Bcl-2.

Sitokrom-c yang dilepaskan oleh mitokondria ke sitosol akan berinteraksi

dengan Apaf-1 untuk membentuk apoptosom yang akan mengaktivasi procaspase

9 menjadi caspase 9. Caspase 9 yang aktif akan melakukan pemecahan terhadap

caspase efektor, yaitu caspase 3,6 dan 7 sehingga menimbulkan perubahan

(14)

commit to user

13

2.1.3. Protein Bax

Bax pertama kali diidentifikasi sebagai protein proapoptosis dari

keluarga protein Bcl-2. Anggota keluarga Bcl-2 terdiri dari 4 domain homologi

yang khas, dinamakan Bcl-2 homologi domain (BH1, BH2, BH3, BH4) dan dapat

membentuk hetero maupun homodimer. Bcl-2 berfungsi sebagai regulator anti

atau proapoptosis yang terlibat dalam aktivitas seluler yang beragam.

Bax adalah protein Bcl-2 proapoptosis yang mengandung domain BH1,

BH2 dan BH3. Pada sel mamalia sehat, Bax lebih sering ditemukan dalam sitosol.

Saat terinisiasi oleh sinyal apoptosis, Bax mengalami perubahan konfirmasi dan

masuk ke dalam membran organel, terutama pada membran luar mitokondria. Bax

diduga berinteraksi dengan menginduksi kanal anion yang voltagedependent dari

mitokondria (VoltageDependent Anion Channel, VDAC). Bukti lain menyatakan

bahwa, Bax yang teraktivasi membentuk suatu poligomeric pore dengan MAC

(Mitochondrial Apoptosis induced Channel) di membran luarnya. Kemudian

menyebabkan pelepasan sitokrom-c dan faktor proapoptosis lain dari mitokondria.

Hal ini sering dikatakan sebagai permeabilisasi membran luar mitokondria, yang

mengarah kepada aktivasi caspases. Selain itu menjelaskan peran langsung Bax

dalam permeabilisasi membran luar mitokondria, suatu peran yang umum dari

protein Bcl-2 yang mengandung domain BH1, BH2, BH3.9,16

Ekspresi Bax ditingkatkan oleh tumor supresor protein p53. Bax telah

dibuktikan terlibat dalam apoptosis yang dimediasi oleh p53. Protein p53 adalah

faktor transkripsi yang bila diaktivasi sebagai bagian respon sel terhadap stress

(15)

commit to user

14

Gambar 2.4. Struktur domain protein famili Bcl-2 (Dikutip dari Chao, 1998)

2.2. Endometriosis

2.2.1. Definisi

Endometriosis adalah sebukan jaringan berupa sel-sel kelenjar dan

stroma abnormal mirip endometrium (endometrium like tissue) yang tumbuh di

sisi luar kavum uterus dan memicu reaksi peradangan menahun.1

Endometriosis ovarii (endometrioma) adalah endometriosis yang tumbuh

pada ovarium sebagai lesi kistik dengan ukuran beragam dari 1-2 cm hingga

(16)

commit to user

15

2.2.2. Epidemiologi

Endometriosis sering terjadi pada wanita usia reproduksi, walaupun tidak

tertutup kemungkinan adanya kasus pada usia premenopause, menopause dan

pascamenopause. Endometriosis tidak terbatas pada wanita yang belum

mempunyai anak (nullipara), karena juga sering ditemukan pada wanita dengan

infertilitas skunder. Pada wanita dengan infertilitas primer ditemukan sekitar 25%

dan diperkirakan akan terus meningkat.1,12,20 Angka kejadian di RS Dr Moewardi

Surakarta sekitar 13,6%.2

2.2.3. Etiopatogenesis

Etiologi dan mekanisme pasti tentang perkembangan endometriosis

belum seluruhnya diketahui. Asal (histogenesis) endometriosis tidak sama dengan

faktor-faktor spesifik penyebab (etiologi) penyakit. Beberapa faktor etiologi

(kausatif) tambahan bertanggung jawab atas perkembangan endometriosis terlepas

dari teori histogenesis mana yang terlibat, tetapi masih banyak yang belum

memiliki bukti mendasar. Etiologi endometriosis yang sudah diketahui adalah (1)

haid berbalik (retrograde menstruation), (2) imunitas yang berubah dan gangguan

respon imun, (3) folikel tak pecah terluteinisasi (luteinized unruptured follicle,

LUF), (4) spektrum disfungsi ovarium. Dari beragam teori ini yang paling banyak

dianut adalah teori haid berbalik (retrograde menstruation).1

Teori retrograde menstruation yang dikemukakan oleh Sampson (1927),

merupakan keadaan yang fisiologis pada setiap wanita yang mengalami

menstruasi, tetapi hanya sekitar 10% yang mengalami endometriosis.1 Tiga

(17)

commit to user

16

kavum peritoneum melalui tuba fallopii yang terbuka, (2) sel endometrium keluar

bersama darah menstruasi dapat hidup dan mampu mengadakan implantasi di

dinding pelvis serta berproliferasi, (3) penyebaran dalam kavum peritoneum pada

lokasi yang sesuai dengan prinsip transplantasi dari sel yang eksfoliatif.2,30,31

Faktor-faktor imunologi yang berperan dalam endometriosis adalah (1)

faktor pertumbuhan endothelial vaskuler (Vascular Endothelial Growth Factor,

VEGF) dimana makrofag yang teraktifkan mampu menghasilkan VEGF pada

endometriosis, sebagai faktor pertumbuhan angiogenik yang kuat. (2) Faktor

penghambat migrasi (Migration Inhibiting Factor, MIF) ikut serta dalam

peningkatan jumlah makrofag di sekitar lesi endometriosis dan peningkatan

aktivitas sitotoksisitas proinflamatorik. (3) Kadar IL-6 dan TNF-alfa yang

meningkat dan IL-8 membantu penempelan jaringan endometriosis di

peritoneum.1,2

Faktor genetik (familial) pada endometriosis telah dikenali. Cacat genetik

bawaan yaitu adanya LOH (Loss of Heterozygosity) pada kromosom 5q, 6q, 9p,

11q dan 22q. Hal ini dapat menjadi penyebab berkembangnya endometriosis,

berat ringannya endometriosis, respon pengobatan dan laju kekambuhan. Kejadian

ini akan meningkat tujuh kali lipat dibandingkan yang normal. Dengan demikian

sangat mungkin diwariskan secara multifaktorial, yaitu faktor genetik dan

lingkungan bersama-sama menghasilkan gambaran fenotip endometriosis.1,3,18

Ada tiga hipotesis pembentukan endometriosis ovarii (endometrioma),

yaitu (1) pelipatan keluar (inverse) korteks ovarium dan pelekukan (invaginasi)

progresif serpih haid yang berasal dari perdarahan dan pembentukan susukan

(18)

commit to user

17

keterlibatan skunder kista ovarium fungsional oleh lesi endometriosis yang

menyusuk di permukaan ovarium, (3) metaplasia epitel selomik yang

membungkus ovarium.1

2.2.4. Diagnosis

Diagnosis endometriosis dapat dilakukan secara klinis, pencitraan,

laparaskopik dan laboratorik. Secara klinis ditegakkan berdasarkan, (1) data

subyektif seperti riwayat keluarga, nyeri haid (dismenorea) dan infertilitas primer

atau skunder, (2) data obyektif seperti nyeri pelvik, yang tersering dismenorea,

infertilitas dan gangguan haid (perdarahan uterus disfungsional). Hal diatas

memang tidak khas karena peradangan dan keganasan menunjukkan hal

serupa.1,2,33

Diagnosis pencitraan dapat dilakukan dengan Ultrasonografi (USG)

transabdominal (TA), transvaginal (TV), transrektal (TR) dan Magnetic

Resonance Imaging (MRI). Dengan USG memiliki sensitivitas 57-92% dan

spesifisitas 91-99%. Gambaran USG endometriosis ovarii (endometrioma) tampak

sebagai massa kistik dengan ekho derajat rendah (hipoechoik) yang difus atau

granuler dan kadang-kadang dijumpai septa tebal didalamnya.32

Diagnosis laparaskopik masih merupakan baku emas (gold standart)

yang harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti endometriosis karena

belum ada cara lain yang khas dan peka. Kesalahan diagnosis tanpa laparaskopi

mencapai 30-50%. Penampakan lesi endometriosis dengan laparaskopi, yaitu (1)

merah, vaskularisasi berlebihan dan proliferatif menunjukkan stadium dini, (2)

(19)

commit to user

18

sembuh atau laten dan (3) hitam, sama seperti lesi merah menunjukkan stadium

lanjut.

Diagnosis laboratorik dapat dilakukan secara biopsi, marka biokimiawi

seperti CA 125, sitokin seperti interleukin (IL) dan tumor nekrosis faktor (TNF)

alfa, imunohistokimia seperti Bcl-2 dan p53 yang berhubungan dengan

apoptosis.1,31,33

2.3. Karsinoma ovarii

2.3.1. Definisi

Karsinoma ovarii adalah kanker primer berasal dari ovarium.17

2.3.2. Epidemiologi

Karsinoma ovarii dapat mengenai semua usia dengan berbagai tipe

histologi. Jenis epitelial merupakan yang terbanyak dan sering dijumpai pada

penderita usia lebih dari 50 tahun dan jenis germinal sering dijumpai pada

penderita usia kurang dari 20 tahun.17,21,22,34

2.3.3. Etiopatogenesis

Sejak pertama kali karsinoma ovarii ditemukan, telah diterangkan

beberapa hipotesis berdasarkan patogenesisnya untuk mengetahui terjadinya

kelainan ini. Setiap hipotesis mempunyai kelemahan dan berusaha untuk terus

diperbaiki sampai saat ini. Ada tiga hipotesis yang dianut dan dijabarkan menurut

(20)

commit to user

19

Hipotesis pertama diperkenalkan oleh Fathalla (1972) yaitu OSE-CIC

(Ovarian Surface Epithelial-Cortical Inclusion Cyst) yang menyatakan bahwa

pada saat ovulasi terjadi kerusakan sel-sel epitel ovarium berulang kali, yang

selanjutnya menyebabkan kerusakan DNA yang mungkin tidak diikuti dengan

perbaikan (DNA repair) dan tidak berfungsinya gen penekan tumor (tumour

suppressor gene, TSG). Selain proses tersebut terjadi invaginasi permukaan

ovarium sehingga terjadi struktur sirkuler di bawah lapisan epitel permukaan

ovarium. Ini disebut dengan kista inklusi kortikal yang berkembang karena

stimulasi estrogen akibat meningkatnya gonadotropin.6,17,22

Hipotesis lainnya adalah reaksi inflamasi. Ini mungkin merupakan salah

satu faktor yang ikut dalam proses karsinogenesis ovarium. Reaksi inflamasi akan

menghasilkan oksidan yang toksik menyebabkan kerusakan DNA dan protein

sehingga terjadi mutasi DNA. Mekanisme tubuh akan melakukan perbaikan

(repair) DNA yang rusak. Inflamasi yang kronis menyebabkan kematian sel dan

tubuh mengkompensasi dengan meningkatkan pembelahan sel. Bila diakselerasi

(dipacu) memudahkan terjadinya kesalahan pembentukan DNA dan mutasi

(mutagenesis). Reaksi inflamasi juga meningkatkan pelepasan sitokin dan faktor

pertumbuhan (growth factor). Secara umum sitokin ikut berperan pada regulasi

protein dan meregulasi cyclooxygenase (COX-2) yang merupakan enzim untuk

sintesis prostaglandin. Prostaglandin juga berperan terhadap penurunan

diferensiasi sel, menghambat apoptosis, meningkatkan proliferasi sel dan

merangsang pembentukan angiogenesis melalui growth factor dan matrix

(21)

commit to user

20

Kelemahan hipotesis pertama adalah dengan memperhatikan klasifikasi

histopatologi menurut WHO serta adanya sifat pertumbuhan dan genotip yang

beragam serta bagaimana mungkin kelainan ini berasal dari satu tipe epitel. Selain

itu, tidak dapat menjelaskan adanya karsinoma peritoneal ekstra ovarii yang

memiliki gambaran histopatologi yang identik dengan karsinoma ovarii serosum

tetapi tidak melibatkan ovarium.34

Hipotesis kedua dikemukakan oleh Shih dan Kurman (2004) untuk

menyatukan temuan klinis, histopatologi dan genetik karsinoma ovarii. Dengan

mempertimbangkan perbedaan ekspresi mutasi p53 dan KRAS (Kirsten Rat

Sarcoma) terhadap sifat progresi dan metastasisnya, dikelompokkan dalam dua

tipe (Two Pathway Model). Tipe satu terdiri dari seluruh tipe histopatologi

(serosum, musinosum, endometrioid, clear cell dan transisional) yang

memperlihatkan gambaran low grade/well differentiated (G1). Karakteristik tipe

satu adalah pertumbuhan yang lambat dan perubahan genetik molekuler yang

jelas. Kelainan genetik yang paling sering dijumpai mutasi KRAS dan BRAF

(serosum dan musinosum). Selain itu juga mutasi PTEN (endometrioid) dan

TGF-beta (clear cell). Tipe dua memperlihatkan gambaran high grade (moderatly dan

poorly differentiated/G2 dan G3). Tipe ini terdiri dari serosum, endometrioid,

clear cell, mixed epithelial dan undifferentiated. Karakteristik tipe dua adalah

pertumbuhan yang cepat dan sangat agresif. Perkembangan tumor tipe dua

kemungkinan karena displasia kista inklusi. Tipe ini memperlihatkan mutasi p53

yang tinggi (serosum dan mixed epithelial), overekspresi HER2/neu dan AKT2

(serosum). Selain overekspresi p53, peningkatan juga terjadi pada ekspresi

(22)

commit to user

21

Walaupun hipotesis Shih dan Kurman telah memperbaiki hipotesis

sebelumnya, tetapi tidak dapat menjawab pertanyaan bagaimana karsinoma ovarii

tipe satu dapat muncul dan apakah melibatkan suatu lesi prekusor yang memiliki

kelainan genetik sebelumnya. Pertanyaan tersebut muncul karena mutasi p53

terjadi pada proses yang lanjut serta overekspresi HER2/neu dan AKT2 terjadi

pada proses metastasis.34,35

Hipotesis ketiga muncul berdasarkan adanya studi penelitian karsinoma

tuba fallopii pada wanita dengan mutasi gen BRCA (Breast Related Cancer

Antigen) kemungkinan dapat menjawab beberapa pertanyaan diatas. Piek (2001)

melaporkan adanya 50% displasia pada 12 pasien dengan BRCA positif.36

Medeiros (2006) melakukan studi serupa pada 13 pasien dengan BRCA positif

yang dilakukan salpingo-oovorektomi bilateral. Ditemukan insiden karsinoma

intraepithelial tuba serosum (Tubal Intraepithelial Carcinoma, TIC) sebesar 38%

tetapi tidak ditemukan di ovarium. Kasus positif (80%) terdapat di ujung fimbria

tuba, dimana terjadi transisi dari epitel tuba ke epitel peritoneum. Hal lain yaitu

terdapat ekspresi p53 berlebihan pada bagian tersebut.34,37

Studi penelitian yang dilakukan oleh Lee (2007) pada bagian distal tuba

terhadap wanita dengan BRCA positif dan BRCA negatif sebagai kontrol. Kedua

populasi memperlihatkan overekspresi p53 dan ini menunjukkan adanya

kerusakan DNA. Hal ini merupakan bukti bahwa bagian ujung fimbria wanita

normal dalam kondisi normal mengalami kerusakan genotoksik dan mencetuskan

respon kerusakan DNA. Berdasarkan hal diatas, maka muncul hipotesis bahwa

overekspresi p53 pada fimbria tuba dapat mewakili prekusor karsinoma ovarii

(23)

commit to user

22

Berdasarkan perkembangan patogenesis karsinoma ovarii diatas, maka

Shih dan Kurman (2010) menyempurnakan hipotesisnya. Mereka memasukkan

hipotesis Lee (2007) kedalamnya. Selain itu juga menggambarkan kemungkinan

terjadinya kista inklusi (Cortical Inclusion Cyst, CIC) yang melibatkan sel fimbria

tuba dengan kerusakan DNA dan menjadi prekusor karsinoma ovarii tipe dua.39

Gambar 2.5. Patogenesis Karsinoma Ovarii (Dikutip dari Levanon, 2008)

2.3.4. Klasifikasi histopatologi

Ada dua klasifikasi histopatologi karsinoma ovarii menurut FIGO

(2006) yaitu (1) epithelial, sekitar 65% terbagi atas serosum (20-50%),

musinosum (15-25%), endometrioid (5-10%), clear cell (5%), brenner (2-3%)

dan undifferentiated carcinomas; (2) non epithelial, sekitar 35% terbagi dari germ

(24)

commit to user

23

2.3.5. Diagnosis

Diagnosis pasti karsinoma ovarium dengan surgical staging, tetapi dapat

pula dilakukan dengan pencitraan dan pemeriksaan tumor marker.17,22

Gambaran USG biasanya permukaan dinding ireguler, ekho densitas

rendah (hipoechoik), multilokulare, berisi tonjolan papiler multiple dan bersepta.

Penggunaan Colour Doppler sangat dianjurkan karena dapat membedakan tumor

ovarium jinak dan ganas.32 Tumor marker yang sering digunakan adalah CA-125

dengan kadar normal kurang dari 35 U/ml.22,40

2.4. Hubungan antara endometriosis dan karsinoma ovarii.

2.4.1. Histopatologi dan epidemiologi.

Histopatologi dan epidemiologi menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang kuat antara endometriosis dengan karsinoma ovarii didasarkan atas dua

hipotesis, yaitu (1) implantasi endometriotik mengalami transformasi ke arah

keganasan melalui fase transisi endometriosis atipik, (2) mekanisme yang

mendahului atau faktor predisposisi baik endometriosis maupun kanker sama,

seperti cacat genetik, disregulasi imunologi, paparan zat karsinogenik.4,8

Teori Sampson (1925) menyatakan bahwa lesi endometriosis dapat

mengalami transformasi keganasan. Data terakhir berdasarkan histologi dan

epidemiologi mengesankan endometriosis dapat berkembang menjadi tumor ganas

ovarium, terutama jenis epitelial yang disebut dengan Endometriosis Assosiated

Ovarian Carcinoma (EAOC). Gambaran sitologi dan atau struktur atipik pada lesi

endometriosis mungkin dihubungkan dengan keganasan ovarium. Caranya dengan

(25)

commit to user

24

menunjukkan peningkatan pada AE dibandingkan tipikal endometriosis, tetapi

lebih rendah daripada karsinoma ovarii, sehingga dapat digunakan sebagai

kandidat protein yang terlibat dalam karsinogenesis. Selain itu, juga sebagai

petanda perbedaan antara lesi premaligna dan maligna secara

imunohistokimia.5,8,14,41

Pada penelitian yang dilakukan Kawaguchi R. (2008), karakteristik

pasien dengan Endometriosis Associated Ovarian Cancer (EAOC) adalah usia

40-49 tahun (44%), waktu terjadinya setelah 10 tahun didiagnosis endometriosis

(33%), stadium I C (72%), histopatologi jenis clear cell (61%), tidak ada riwayat

keluarga terkena karsinoma ovarii (100%), diameter massa tumor dibawah 10 cm

(56%) dan sering terkena di ovarium kiri (50%). Terdapat tiga fase perkembangan

EAOC, yaitu pertama asimptomatik dengan tidak ada massa di ovarium. Kedua

terjadi perkembangan menjadi endometrioma dan ketiga terjadi tumor padat

ovarium. Beberapa karsinoma ovarii jenis endometrioid dan clear cell terjadi

melalui fase kedua.42

Tumor-tumor ovarium sebagian besar berkembang dari kista inklusi

ovarii yang berasal dari permukaan epitel ovarium (Ovarium Surface Epithelium,

OSE). Mayoritas karsinoma ovarii jenis serosum berasal dari kista inklusi tanpa

melalui tahap kistadenoma ovarii. Berbeda dengan jenis musinosum yang melalui

tahap kistadenoma ovarii terlebih dahulu sebelum berkembang menjadi karsinoma

ovarii. Untuk jenis endometrioid dan clear cell kemungkinan berkembang dari

endometriosis. Pada penelitian Mok S.C. (2007) terdapat bukti yang kuat bahwa

endometriosis adalah lesi prakanker pada karsinoma ovarii, terutama jenis

(26)

commit to user

25

2.4.2. Biologi Molekuler

Molekuler dan ciri genetik dari hubungan endometriosis dengan

karakteristik kanker diusulkan oleh Hanahan dan Weinberg (2000). Dikenal

dengan The Hallmarks of Cancer, yaitu (1) Menghasilkan sendiri sinyal

pertumbuhan, (2) Insensitivitas terhadap sinyal penghambat pertumbuhan, (3)

Menghindari apoptosis, (4) Potensi replikasi tanpa batas, (5) Angiogenesis

berkelanjutan, (6) Kemampuan invasi and metastasis, (7) Ketidakstabilan gen.4

Endometriosis merupakan neoplasma yang tergantung dan mempunyai

sinyal induksi pada estrogen. Hal ini dilakukan dengan peningkatan respon

terhadap estrogen dan ekspresi aromatase sitokrom p450. Selain itu juga adanya

pewarisan polimorfisme genetik reseptor estrogen atau pregesteron dan

metabolisme enzim. Pada tingkat sel terdapat perbedaan ekspresi protein p27Kip1

(cdk inhibitor) antara jejas endometriosis aktif dan tidak aktif, bersamaan dengan

peningkatan ekspresi p21 pada endometrioma dibandingkan karsinoma ovarii. Hal

ini menunjukkan peningkatan aktivitas CDK melalui penghambatan siklus sel.

Endometriosis mempunyai sifat menghindari apoptosis melalui (1)

peningkatan Bcl-2 dan penurunan Bax, (2) regulasi pertahanan dan matriks

metalloproteinase (MMP), (3) peningkatan Fas ligand dan IL-8 dalam zalir

peritoneal endometrioma, dan (4) mutasi gen p53. Kemampuan invasi menembus

membran basalis pada kanker dengan mengekspresikan MMP terdapat juga pada

endometriosis.

Ketidakstabilan gen merupakan karakteristik dari sel kanker. Kista

endometriosis merupakan monoklonal dan terdapat LOH dimana 75%

(27)

commit to user

26

kromosom 5q, 6q, 9p, 11q, 22q dan hilangnya peran p53 sebagai tumour

suppressor gene. Peningkatan ekspresi p53 dan Bcl-2 yang berperan dalam

apoptosis dan MMP yang berperan dalam invasi membran basalis terjadi pada

kanker dan endometrioma.3,4,5

2.4.3. Peran Inflamasi

Inflamasi kronis merupakan perubahan dari lingkungan dominan Th-1 menjadi

dominan Th-2. Sitokin Th-1 seperti TNF-α, IL-1 dan IL-6 merupakan sitokin

yang mendominasi proses ovulasi. Makrofag menghasilkan VEGF, MMP-9 dan

TGF-β berperan dalam invasi dan metastase. Faktor-faktor pada sitokin Th-1 dan

makrofag tersebut terdapat pada endometriosis dan karsinoma ovarii.5,8

2.4.4. Peran hormon steroid

Produksi berlebihan estrogen atau androgen dan berkurangnya

progesteron akan meningkatkan kejadian endometriosis dan karsinoma ovarii.

Penelitian 30 tahun yang lalu menduga karsinoma ovarii berasal dari epitel

permukaan melalui stimulasi estrogen dan gonadotropin yang tinggi. Pada

anovulasi seperti menyusui dan pemakaian kontrasepsi akan melindungi epitel

ovarium dari pengaruh estrogen sehingga menurunkan risiko karsinoma ovarii.

Androgen juga berperan dalam kejadian karsinoma ovarii terlihat pada

pengamatan (1) epitel normal dan karsinoma ovarii mengekspresikan reseptor

androgen dan anti androgen secara invitro, (2) sebagian besar karsinoma ovarii

terjadi pada setelah menopause, (3) penelitian endometriosis yang diterapi dengan

(28)

commit to user

27

dibandingkan dengan leuprolide atau agonis GnRH. Hal ini dikarenakan androgen

yang berlebihan berkaitan dengan IGF-1 (Insulin like Growth Factor-1) dan

peningkatan estrogen. Androgen mengkonversi menjadi estrogen dan peningkatan

IGF-1 sering dijumpai pada penderita karsinoma ovarii usia muda.8

2.5. Kerangka Teori

(29)

commit to user

28

Keterangan gambar :

Perubahan kearah keganasan suatu sel meliputi stepwise acquisition dari

perubahan genetik yang beragam. Keadaan ini disertai perubahan protoonkogen

menjadi onkogen dan gen penekan tumor menjadi tidak aktif. Premalignansi

memperlihatkan penyimpangan genetik kearah karsinoma. Pada karsinoma ovarii

yang berasal dari endometriosis memperlihatkan perubahan genetik (Loss of

Heterozygosity, LOH). Hal tersebut mempunyai dugaan kuat bahwa transformasi

genetik terjadi pada endometriosis dan karsinoma ovarii.

Ditampilkannya multistep tumour progression, genetik dan hallmark of

cancer maka endometriosis berada pada jalur promosi. Hal ini berarti

endometriosis telah memiliki kemampuan cukup dalam sinyal pertumbuhan dan

tidak peka terhadap hambatan pertumbuhan. Bila kondisi ini diikuti dengan

ketidakstabilan gen yang berkelanjutan maka terjadi perubahan kearah atipikal

endometriosis (premalignan). Adanya faktor pemicu akan berkembang menjadi

(30)

commit to user

29 BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konseptual

Endometrioma :

Karsinoma Ovarii :

Kerusakan DNA

Disregulasi fungsi p53

Apoptosis ↓↓

Bax ↓↓

Keterangan :

Memicu

(LOH : 5q, 6q, 9p, 11q, 22q)

Kerusakan DNA (Akumulasi kesalahan genetik)

Inaktivasi atau Disregulasi fungsi p53 ↑

Bax ↓↓↓

(31)

commit to user

30 Keterangan gambar :

p53 sebagai tumour suppressor gen dapat diaktivasi karena adanya

kerusakan DNA. Sel endometrioma terjadi kerusakan DNA karena perubahan

genetik (Loss of Heterozygosity, LOH) pada kromosom 5q, 6q, 9p, 11q dan 22 q.

Perubahan genetik ini akan mengakibatkan penurunan sensitifitas sinyal apoptosis

karena adanya disregulasi fungsi p53 sehingga ekspresi Bax menurun.

Sel karsinoma ovarii terjadi kerusakan DNA karena akumulasi kesalahan

genetik (mutasi genetik). Perubahan ini akan mengakibatkan disregulasi fungsi

yang lebih berat atau inaktivasi p53. Hal ini mengakibatkan terjadi penurunan

drastis sensitifitas bahkan resistensi terhadap sinyal apoptosis sehingga ekspresi

Bax lebih menurun.

Bila terjadi kerusakan DNA dan ketidakstabilan gen yang menetap pada

sel endometrioma, maka akan terjadi perubahan pada morfologi sel tersebut.

Perubahan ini akan dapat terjadi progresifitas dan transformasi menjadi sel

karsinoma ovarii.

3.2. Hipotesis

(32)

commit to user

31

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

4.1.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini berupa penelitian observasional analitik dengan pendekatan

cross sectional.44,45

4.1.2. Rancangan Penelitian

Endometriosis Ovarii (Endometrioma)

Karsinoma Ovarii Serosum Def. Baik

Ekspresi Bax (Skor Histologi)

Uji Beda ( t-Test) atau

Mann Whitney Test

Ekspresi Bax (Skor Histologi)

Sampel

(33)

commit to user

32

4.2. Subjek Penelitian

4.2.1. Populasi Penelitian

Penderita endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik

yang dilakukan laparatomi atau laparaskopi di RS Dr Moewardi, RS Brayat

Minulya dan Klinik Indriya Ratna.

4.2.2. Kriteria Subjek

4.2.2.1. Kriteria Inklusi

Penderita endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik

di bagian Kebidanan dan Kandungan RS Dr Moewardi, RS Brayat Minulya dan

Klinik Indriya Ratna antara bulan Agustus - September 2010.

4.2.2.2. Kriteria Eksklusi

Jaringan (preparat) yang rusak.

4.2.3. Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan mengunakan rumus analitik numerik tidak

berpasangan, sebagai berikut : 44

Keterangan : N1 = N2 = Besar sampel yang diinginkan Zα = Tingkat kepercayaan 95% (1,64) Zβ = Power 80% (0,84)

(34)

commit to user

33

Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan besar sampel minimal 7

sampel endometrioma dan 7 sampel karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik.

Pada penelitian ini diambil 10 sampel endometrioma dan 10 sampel karsinoma

ovarii serosum deferensiasi baik.

4.2.4. Tehnik Pengambilan Sampel

Sepuluh sampel sediaan endometrioma dan sepuluh sampel sediaan

karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik yang diperoleh secara non random

dengan teknik insidental sampling45 yang telah dilakukan diagnosis oleh ahli

Patologi Anatomi.

4.3. Variabel Penelitian

4.3.1. Variabel terikat

Ekspresi Bax

4.3.2. Variabel bebas

Status penyakit endometrioma dan karsinoma ovarii.

4.4. Definisi Operasional Variabel

4.4.1. Ekspresi Bax adalah reaksi enzimatis dari enzim HRP dengan DAB sebagai

substrat enzim yang merupakan kelanjutan dari reaksi imunologis antara

monoklonal antibodi Bax dengan Bax pada sel dilakukan dengan tehnik

imunohistokimia dengan hasil warna coklat keemasan hingga coklat tua. Hasil ini

dinyatakan dalam prosentase sel positif setiap 100 sel dalam setiap lapangan

pandang dengan nilai variabel skor ekspresi (skor histologis), skala pengukuran

(35)

commit to user

34

4.4.2. Status penyakit endometrioma dan karsinoma ovarii. Endometrioma

adalah gambaran dinding kista yang terdiri dari jaringan granulasi (fibrosis) yang

kaya makrofag dengan cairan kental warna coklat (hemosiderin), yang digunakan

adalah hasil dari diagnosis histopatologi terhadap sediaan blok parafin jaringan

ovarium dari laparatomi atau laparaskopi. Karsinoma ovarii adalah hasil dari

diagnosis histopatologi terhadap sediaan blok parafin jaringan ovarium dari

laparatomi. Berdasarkan klinikopatologi dan studi genetik molekuler terdiri dari

dua tipe (tipe satu dan tipe dua). Pada penelitian ini memakai tipe satu yaitu jenis

serosum berdeferensiasi baik (low grade). Karsinoma ovarii serosum deferensiasi

baik akan tampak dinding kista tebal dan tipis dilapisi epitel torak yang

pleomorfik berinti gelap dengan kromatin kasar di beberapa tempat bertumpuk

membentuk struktur dengan invasi ke stroma. Skala pengukuran nominal

dikotomi.

4.5. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Patologi Anatomi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta pada bulan September

2010.

4.6. Alat dan Bahan

4.6.1. Alat

- Tissue cassette

- Beaker glass

(36)

commit to user

- Substrat enzim peroksidase : DAB

(37)

commit to user

36

- Canada balsam

- Kapas/tissue

4.7. Prosedur pengambilan dan pengumpulan data

4.7.1. Prosesing jaringan

1. Jaringan hasil biopsi/operasi difiksasi terlebih dahulu dengan

menggunakan larutan formalin buffer minimal selama 2 jam.

2. Masukkan jaringan ke cassette tissue kemudian rendam dalam alkohol 50

% selama 1,5 jam.

3. Pindahkan dan rendam dalam alkohol 70 % selama 1,5 jam.

4. Pindahkan dan rendam dalam alkohol 80 % selama 1,5 jam.

5. Pindahkan dan rendam dalam alkohol 95 % I selama 1,5 jam.

6. Pindahkan dan rendam dalam alkohol 95 % II selama 1,5 jam.

7. Pindahkan dan rendam dalam alkohol absolut I selama 1,5 jam.

8. Pindahkan dan rendam dalam alkohol absolute II selama 1,5 jam.

9. Pindahkan dan rendam dalam xylol I selama 0,5 jam.

10. Pindahkan dan rendam dalam xylol II selama 1,5 jam.

11. Pindahkan dan rendam dalam xylol III selama 1,5 jam.

12. Tiriskan dan kemudian dilakukan proses embedding, yaitu direndam

dalam parafin cair dengan titik lebur 58oC pada suhu 45oC dalam

inkubator selama 24 jam.

(38)

commit to user

37

4.7.2. Pengecatan imunohistokimia

1. Pemotongan blok parafin dengan tebal 3-4 mikron. Diletakkan pada slides

poly L-lysine selanjutnya dinkubasi pada suhu 37oC selama 1 malam (agar

lebih merekat pada slides).

2. Deparafinisasi :

a. Direndam dalam xylol I selama 5 menit

b. Direndam dalam xylol II selama 5 menit

c. Direndam dalam xylol III selama 5 menit

d. Direndam dalam xylol IV selama 5 menit

e. Direndam dalam alkohol absolut selama 5 menit

f. Direndam dalam alkohol 95% selama 5 menit

g. Direndam dalam alkohol 70% selama 5 menit

h. Dicuci dengan aquadest selama 5 menit

3. Retrival antigen dilakukan pada microwave oven dengan buffer sitrat pH 6

pada suhu tinggi selama 5 menit kemudian dilaanjutkan pada suhu

rendah selama 5 menit.

4. Cuci dengan PBS selama 2 X 5 menit.

5. Tetesi dengan endogenus peroksidase metanol H2O2 0,3% selama 15

menit.

6. Cuci dengan air mengalir selama 5 menit.

7. Cuci lagi dengan aquadest selama 5 menit.

8. Cuci kembali dengan PBS selama 2 X 5 menit.

(39)

commit to user

38

10.Tiriskan, kemudian tetesi dengan monoclonal Ig G-I rapid antihuman Bax

yang telah disiapkan. Inkubasi pada suhu 4oC selama 18 jam.

11.Cuci dengan PBS selama 2 X 5 menit

12.Tetesi dengan antibodi sekunder (berlabel biotin) selama 10 menit.

13.Cuci dengan PBS selama 2 X 5 menit

14.Tetesi dengan streptavidin selama 10 menit.

15.Cuci dengan PBS selama 2 X 5 menit

16.Pemberian substrat enzin peroksidase : DAB selama 15 menit

17.Cuci dengan air mengalir selama 10 menit.

18.Tetesi dengan hematoxylin selama 40 detik.

19.Cuci dengan air mengalir selama 10 menit.

20.Mounting, tutup dengan deckglass.

21.Pembacaan.

4.8. Cara Pengolahan dan Analisis Data

4.8.1. Cara Pengolahan Data

Penilaian makna tampilan protein Bax dinyatakan sebagai Skor Histologi

(SH) dilakukan berdasar rumus sebagai berikut (Tan et al, 2002) :11,14

SH = ( PK X IK ) + ( PS X IS ) + ( PL X IL ) + ( PN X IN )

Keterangan :

PK = Persentase Kuat PL = Persentase Lemah

IK = Intensitas Kuat IL = Intensitas Lemah

PS = Persentase Sedang PN = Persentase Negatif

(40)

commit to user

39

Nilai persentase jumlah sel (P), yaitu :

0 – 25% : 1

26 – 50% : 2

51 – 75% : 3

76 – 100% : 4

Tabel 4.1. Nilai Intensitas warna (I)

Nilai Warna Sitoplasma Makna Ekspresi Keterangan

0 Biru keunguan Negatif -

1 Kuning keemasan Positif lemah +

2 Coklat muda Positif sedang ++

3 Coklat tua Positif kuat +++

Tabel 4.2. Makna ekspresi Skor Histologi (SH)

INTERVAL NILAI MAKNA EKSPRESI

0,00 – 3,75 Negatif

3,76 – 7,50 Positif lemah

7,51 – 11,25 Positif sedang

11,26 – 15,00 Positif kuat

Skor histologis ekspresi protein Bax adalah hasil kalkulasi grade

(41)

commit to user

40

Penilaian persentase dan intensitas dilakukan dengan bantuan software

Olysia, yang dihubungkan dengan mikroskop Olympus tipe BX-41 dan kamera

digital tipe DP-70. Nilai skor histologis yang diperoleh berasal dari sembilan

lapang pandang untuk masing-masing slide dan diambil nilai reratanya.

4.8.2. Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji t (t-Test) tidak berpasangan

bila sebaran data normal. Bila sebaran data tidak normal dilakukan analisis data

(42)

commit to user 41 BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

5.1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian terhadap 10 sampel endometrioma dan 10 sampel karsinoma

ovarii serosum deferensiasi baik yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

(43)

commit to user 42

Gambar 5.1. Grafik frekuensi makna ekspresi Bax pada endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik.

Berdasarkan hasil perhitungan skor histologis didapatkan nilai ekspresi Bax

pada endometrioma dengan nilai tertinggi 12,00 dan nilai terendah 4,00 dengan nilai

rerata 7,80. Bax pada endometrioma terekspresi positif kuat 2 sampel, positif sedang

5 sampel dan positif lemah 3 sampel. Nilai skor histologis ekspresi Bax pada

karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik didapatkan nilai tertinggi 12,00 dan nilai

terendah 2,00 dengan nilai rerata 4,50. Bax pada karsinoma ovarii serosum

deferensiasi baik terekspresi positif kuat 1 sampel, positif lemah 3 sampel dan

(44)

commit to user 43

Gambar 5.2. Grafik sebaran ekspresi Bax pada endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik.

Tabel 5.2. Rerata nilai ekspresi Bax pada endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik.

Kelompok Nilai Rerata SD Makna Ekspresi

Endometrioma 7,80 2,86 Positif sedang

Karsinoma Ovarii 4,50 3,14 Positif lemah

(45)

commit to user 44

Gambar 5.3. Grafik nilai rerata ekspresi Bax pada endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik.

5.2. Hasil Uji Normalitas

Hasil uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov Test untuk ekspresi bax

endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik menunjukkan

distribusi normal sehingga menggunakan analisis statistik dengan t-test tidak

berpasangan.44

5.3. Hasil Analisis Uji Perbedaan

Uji perbedaan menggunakan t-test memiliki karakteristik yang dianggap

memenuhi syarat bila data berdistribusi normal. Uji ini dapat dipakai untuk

memperoleh perbedaan ekspresi Bax antara endometrioma dan karsinoma ovarii

(46)

commit to user 45

masing- masing kelompok, selisih rerata antara kelompok, interval kepercayaan (IK)

dan nilai p dari selisih rerata.44

Tabel 5.3. Hasil analisis uji perbedaan (t-test) antara endometrioma dan

karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik.

Ekspresi Bax n Rerata SD t p IK (Subjek)

Endometrioma 10 7,80 2,86 2,46 0,024 0,48 – 6,12

Karsinoma Ovarii 10 4,50 3,14 2,46 0,024 0,48 – 6,12 Serosum Def Baik

Rerata nilai ekspresi Bax pada endometrioma adalah 7,80 dengan

simpangan baku 2,86. Rerata nilai ekspresi Bax pada karsinoma ovarii serosum

deferensiasi baik adalah 4,50 dengan simpangan baku 3,14. Nilai p dari selisih rerata

adalah 0,024 (p<0,05) dengan IK 0,48 - 6,12.

Hasil uji perbedaan pada penelitian ini adalah terdapat perbedaan nilai

ekspresi Bax antara endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik

dengan nilai p = 0,024 (p<0,05). Nilai ekspresi Bax pada endometrioma adalah 7,80

± 2,86 dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik adalah 4,50 ± 3,14.

Hasil uji perbedaan ekspresi Bax antara endometrioma dan karsinoma ovarii

serosum deferensiasi baik signifikan secara statistik dengan p<0,05 dan IK tidak

mencakup nilai nol (0,48-6,12). Bagi klinikus nilai IK memberikan informasi yang

lebih akurat dibandingkan nilai p, karena menunjukkan arah dan besarnya hubungan

(47)

commit to user 46

Berdasarkan analisis data diatas, maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan

ekspresi Bax yang signifikan antara endometrioma dan karsinoma ovarii serosum

deferensiasi baik.

Gambar 5.4. Ekspresi Bax positif (panah merah ) dengan pewarnaan imunohistokimia pada endometrioma - 8 (pembesaran 400 kali).

(48)

commit to user 47 BAB 6

PEMBAHASAN

Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan

cross sectional untuk menganalisis perbedaan ekspresi Bax antara endometrioma dan

karsinoma ovarii. Sampel penelitian ini adalah penderita endometrioma dan

karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik masing-masing sebanyak 10 kasus.

Tehnik sampling dilakukan secara non random dengan incidental sampling. Hasil uji

normalitas diperoleh data penelitian terdistribusi normal sehingga pengelolaan data

menggunakan t-test tidak berpasangan.44,45,46

Berdasarkan data epidemiologi perubahan endometrioma menjadi karsinoma

ovarii banyak terjadi pada jenis endometrioid dan clear cell. Populasi pada kedua

jenis karsinoma ovarii tersebut sangat jarang, maka pada penelitian ini menggunakan

jenis serosum. Berdasarkan gambaran histopatologi, karsinoma jenis serosum,

musinosum dan endometrioid secara morfologi mempunyai kemiripan dengan

jaringan mukosa traktus reproduksi wanita yang merupakan deferensiasi dari

Mulleri. . Epitel jenis serosum juga mirip dengan epitel tuba fallopii, musinosum

mirip dengan epitel endoservik dan endometrioid mirip dengan kelenjar endometrial.

Pada penelitian ini persamaan etiopatogenesis endometrioma dan karsinoma ovarii

menggunakan teori OSE-CIC (Ovarian Surface Epithelium-Cortical Inclusion Cyst)

(49)

commit to user 48

Hal diatas juga sesuai dengan etiopatogenesis terjadinya karsinoma ovarii

yang dikemukakan terakhir oleh Lee (2007) dan disempurnakan hipotesisnya oleh

Shih dan Kurman (2010) yaitu fimbria tuba dapat mewakili prekusor karsinoma

ovarii serosum.38,39

Pada tabel 5.1. dan 5.2. dapat dilihat nilai rerata ekspresi Bax pada

endometrioma adalah 7,80 (positif sedang). Makna ekspresi Bax positif kuat terdapat

2 preparat (20%), positif sedang 5 preparat (50%) dan positif lemah (30%). Nilai

rerata ekspresi Bax pada karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik adalah 4,50

(positif lemah). Makna ekspresi Bax positif kuat 1 preparat (10%), positif lemah 3

preparat (30%) dan negatif (60%). Hasil diatas menunjukkan ekspresi Bax pada

endometrioma berbeda (lebih tinggi) dibandingkan dengan karsinoma ovarii. Hal ini

karena pada karsinoma ovarii terjadi trauma ovulasi lebih banyak daripada

endometrioma, dan sesuai dengan epidemiologi karsinoma ovarii yang sering terjadi

pada usia perimenopause dibandingkan dengan endometrioma yang sering terjadi

pada usia reproduksi.1,17

Ekspresi Bax yang lebih tinggi pada endometrioma dibandingkan karsinoma

ovarii serosum deferensiasi baik, karena terdapat overekspresi p53 yang berbeda.

Disregulasi fungsi atau inaktivasi p53 adalah faktor yang membedakan terjadinya hal

tersebut diatas. Overekspresi p53 ini sebagai pencetus respon terhadap kerusakan

DNA yang terjadi pada endometrioma dan karsinoma ovarii serosum deferensiasi

baik. Menurut Varma (2004), inaktivasi p53 kemungkinan sudah terjadi pada

(50)

commit to user 49

endometrioma. Hal ini karena inaktivasi p53 sering terjadi pada proses keganasan

yang berhubungan dengan proses mutasi.29

Inaktivasi p53 akan mengakibatkan peningkatan Bcl-2 dan penurunan

Bax.4,29 p53 tidak berpotensi merangsang apoptosis pada transformasi malignansi

endometriosis.6 Braun (2007) juga menyatakan indeks apoptosis lebih menurun pada

wanita dengan endometriosis dibandingkan tanpa endometriosis.

Hal diatas berhubungan dengan penurunan sensitifitas terhadap sinyal apoptosis dan

meningkatkan ketahanan hidup sel endometriosis.12

Nezhat (2002) memperkirakan, perubahan regulasi fungsi p53 dihubungkan

dengan transformasi malignansi dari kista endometriosis. Penelitiannya yaitu

pewarnaan p53 negatif pada kista endometriosis jinak dan positif sebesar 37-55%

pada kista yang ganas.6 Penelitian Mc Laren (1997) menyatakan, peningkatan

proporsi Bcl-2 dan penurunan proporsi Bax ditemukan pada wanita dengan

endometriosis, sehingga merupakan predisposisi sel tersebut mengalami resistensi

terhadap apoptosis.12

Penelitian oleh Fauvet (2003), menunjukkan ekspresi Bax pada

endometrioma lebih tinggi dibandingkan dengan tumor jinak ovarium lainnya dan

karsinoma ovarii. Makna ekspresi Bax antara endometriosis ovarii dan karsinoma

ovarii adalah positif kuat, sehingga terdapat perbedaan ekspresi Bax yang kurang

bermakna .13 Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian Fauvet tidak

(51)

commit to user 50

Nilai ekspresi Bax pada endometrioma adalah 7,80 ± 2,86 dan karsinoma

ovarii adalah 4,50 ± 3,14. Hasil ini menunjukkan walaupun endometrioma memiliki

gambaran histopatologi seperti tumor jinak ovarium , tetapi ekspresi protein yang

berhubungan dengan apoptosis tampak seperti tumor ganas ovarium. Perubahan

ekspresi gen yang berhubungan dengan apoptosis pada wanita dengan endometriosis

dapat menjelaskan kerentanan atau kelemahan terhadap penyakit tersebut.12

Penelitian oleh Bast (2009), terjadi penurunan sensitifitas terhadap

rangsangan apoptosis pada karsinoma ovarii epitelial. Reseptor proapoptosis yang

terdeteksi pada kista inklusi, kistadenoma, tumor borderline dan tumor invasif

masing-masing sebesar 85%, 94%, 35% dan 4%.46 Hal ini menunjukkan pada

karsinoma ovarii sudah mulai terjadi resistensi apoptosis (penurunan drastis ekspresi

Bax) dibandingkan endometrioma.47

Pada beberapa studi menunjukkan p53 wild type meningkatkan ekspresi Bax

yang mengakibatkan terjadinya apoptosis. Pada karsinoma ovarii dikarenakan sudah

terjadi inaktivasi p53, sehingga menghambat terjadinya apoptosis (Bax menurun).29

Penelitian Mauresman (2000) menyatakan ketidakmampuan sel

endometrium untuk mengirimkan death signal dan atau kemampuannya untuk

mencegah kematian sel berhubungan dengan peningkatan ekspresi faktor

(52)

commit to user 51

Penelitian Jiang (1998), Obata (1998) dan Kosugi (1999) menyatakan

perubahan genetik pada kromosom somatik dan delesi DNA yang mengaktivasi

beberapa tumour suppressor gene terlibat dalam inisiasi, persistensi dan progresi

endometriosis.6,12

Pada Hallmark of Cancer juga terlihat adanya penurunan sensitifitas

terhadap sinyal apoptosis lebih sering terjadi pada karsinoma ovarii dibandingkan

dengan endometrioma. Multistep tumour progression juga menunjukkan

endometrioma berada pada tahap promosi dan karsinoma ovarii pada tahap progresi.4

Berdasarkan beberapa hal diatas, maka dapat disimpulkan pada penelitian

ini terdapat perbedaan ekspresi Bax yang signifikan antara endometrioma dan

karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik. Perbedaan ekspresi Bax ini

menggambarkan adanya potensi ke arah apoptosis yang lebih tinggi pada

endometrioma dibandingkan dengan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik.

Salah satu sifat keganasan dalam tinjauan molekuler adalah kemampuan untuk

menghindari apoptosis, dalam hal ini ekspresi Bax pada endometrioma lebih tinggi

dibandingkan dengan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik. Hal tersebut

mengindikasikan kemungkinan adanya potensi penghindaran terhadap apoptosis dari

endometrioma sampai karsinoma ovarii tipe satu, sehingga endometrioma

(53)

commit to user 52 BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Terdapat perbedaan yang signifikan ekspresi Bax antara endometrioma dan

karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik. Ekspresi Bax pada endometrioma lebih

tinggi daripada karsinoma ovarii serosum diferensiasi baik karena adanya perbedaan

disregulasi fungsi p53. Walaupun terdapat perbedaan ekspresi Bax, tetapi masih ada

kemungkinan endometrioma bertransformasi menjadi karsinoma ovarii tipe satu

karena memiliki sifat seperti sel ganas secara jalur molekuler yaitu potensi

menghindari apoptosis.

7.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang ekspresi Bax dengan

membedakan gambaran histopatologi pada endometrioma tipik dan atipik. Selain itu

juga mendistribusikan subjek penelitian berdasarkan usia reproduksi dan

perimenopause. Penelitian ini juga dapat diulang dengan jumlah subjek yang lebih

banyak untuk mendapatkan hasil yang lebih bermakna dengan rentang interval

Gambar

Gambar 2.1. Skema Karsinogenesis (Dikutip dari Mac Donald, 2002)                                 dengan modifikasi
Gambar 2.2. Siklus sel (Dikutip dari Sinauer, 2001)
Gambar 2.3. Jalur Apoptosis Ekstrinsik dan Intrinsik     (Dikutip dari Werner, 2004)
Gambar 2.4. Struktur domain protein famili Bcl-2 (Dikutip dari Chao, 1998)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara epistimologi, kata identitas berasal dari kata identity , yang berarti (1) kondisi atau kenyataan tentang sesuatu yang sama, suatu keadaan yang mirip satu sama

As Ovid himself tells us, his own life story reads much like one of the tales of transformation narrated in his book of Metamorphoses.. Born on March 20th 43 BC, a year after the

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi sumberdaya perikanan kakap merah di Pantai Selatan Tasikmalaya, meliputi hubungan antara

Pupuk NPK BASF adalah salah satu jenis pupuk majemuk yang mengandung sedikitnya 5 unsur hara makro dan mikro yang sangat dibutuhkan tanaman.. Pupuk ini berbentuk butiran

Sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh yang signifikan pada perlakuan latihan theraband terhadap flexibilitas hamstring pada osteoarthritis knee di posyandu lansia

Dengan demikian, judul yang diambil dalam Laporan Hasil Magang ini adalah “Prosedur Pengajuan Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada

Analisa teknikal memfokuskan dalam melihat arah pergerakan dengan mempertimbangkan indikator-indikator pasar yang berbeda dengan analisa fundamental, sehingga rekomendasi yang

______ murid dapat mencapai objektif yang ditetapkan dan ______ murid yang tidak mencapai objektif akan diberi bimbingan khas dalam sesi akan datang.