• Tidak ada hasil yang ditemukan

Orientasi Masa Depan Tokoh Remaja dalam Naskah Lakon AAIIUU Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kelas XII

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Orientasi Masa Depan Tokoh Remaja dalam Naskah Lakon AAIIUU Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kelas XII"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) KELAS XII

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah & Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Pendidikan (S.Pd.)

oleh

IRMALIA

NIM 1111013000055

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Kelas XII”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Dosen Pembimbing: Rosida Erowati, M.Hum.

Naskah lakon AAIIUU karya Arifin C. Noer merupakan salah satu naskah

lakon yang menggambarkan orientasi masa depan tokoh remaja. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tentang orientasi masa depan tokoh remaja dalam

naskah lakon AAIIUU karya Arifin C. Noer yang diharapkan menjadi referensi

tambahan dalam kegiatan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas XII. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskripstif.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam proses orientasi masa depan tokoh remaja terdapat tiga proses yakni motivasi, perencanaan, dan evaluasi. Selain itu adanya faktor-faktor yang mempengaruhi orientasi masa depan dipengaruhi oleh faktor-faktor internal (konsep diri dan kognitif) dan faktor eksternal (jenis kelamin, status sosial ekonomi, usia, teman sebaya, hubungan dengan orang tua), serta adanya peranan sosial keluarga. Dalam pembelajaran naskah lakon ini dapat diajarkan sebagai pembelajaran karya sastra, berdasarkan standar kompetensi yaknimemahami pembacaan naskah drama dan berdasarkan kompetensi dasar yakni menemukan unsur-unsur intrinsik naskah drama yang didengar melalui pembacaan, diharapkan dapat menambah wawasan kepada guru, pembaca, khususnya dunia sastra dan orientasi masa depan tersebut dapat diimplikasikan kepada siswa dalam tindakan nyata.

Kata kunci: Orientasi masa depan, Tokoh remaja, Naskah lakon AAIIUU, Arifin

(6)

ii

Department of Indonesian Language and Literature Education, Faculty of Teaching and Tarbiyah Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University. Supervisor: Rosida Erowati, M.Hum.

AAIIUU drama script created by Arifin C. Noer is one drama that describe the future orientation of adolescent characters. The purpose of this study is to

describe the future orientation of adolescent characters in the script of AAIIUU

which is expected to be an additional reference in the learning of Indonesian language and literature in senior high school class of XII. The method used in this study is descriptive qualitative.

Based on the analysis that has been done, the results of this study show that in the process of future orientation of adolescent character there are three processes namely motivation, planning, and evaluation. In addition, the factors that affect the future orientation areaffected by internal factors (self-concept and cognitive) and external factors (gender, socioeconomic status, age, peers, relationship with parents), as well the role of family social. In learning. This drama script can be taught as literature learning, by competency standar is understand the drama script reading and basic comperency is found the intrinsic elements of the play that was heard through reading, is expected to add the insight to the teachers, readers, especially to the literature field and future orientation can be implemented to students in real action.

Keywords: Future orientation, Adolescent character, AAIIUU drama script, Arifin

(7)

iii

memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, serta kesehatan jasmani dan rohani kepada penulis sehingga diberi kemudahan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Orientasi Masa Depan Tokoh Remaja dalam Naskah Lakon AAIIUU Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kelas XII”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW. beserta para keluarga dan sahabatnya.

Penulisan skripsi ini ditujukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kepentingan pembacanya.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis tidak luput dari berbagai hambatan dan rintangan. Tanpa bantuan dan peran seta berbagai pihak, skripsi ini tidak mungkin terwujud. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. Makyun Subuki, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia yang memudahkan dalam segala proses baik formal maupun informal;

3. Dona Aji Karunia Putra, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia yang memudahkan dalam segala proses administrasi;

4. Rosida Erowati, M.Hum., selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu

berusaha meluangkan waktu untuk penulis dalam proses bimbingan skripsi, sabar dalam membimbing dan memberikan masukan untuk referensi tulisan hingga akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;

5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia khususnya

(8)

iv

membimbing, tidak henti-hentinya memberikan doa dan dorongan baik moril, materil, dan ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tanda bakti;

7. Ucapan teristimewa juga ditujukan kepada kakak dan adik tersayang yaitu

Deris Ade Fani, S.H., Yofie Andriansyah dan Nurfatihah yang telah memberikan motivasi, keceriaan, kehangatan di tengah perjalanan hidup hingga saat selesainya skripsi ini;

8. Ucapan teristimewa juga ditunjukkan untuk yang terkasih penuh kisah yaitu

Anggi Meiri, S.E., M.Si., yang selalu memberikan komentar, sabar dan

memberikan semangat kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini;

9. Keluarga Besar Kalacitra yang telah memberikan ruang berkreativitas

bahkan ruang emosional, sehingga penulis selalu bersemangat dalam menjalani seluruh aktifitas di kampus UIN tercinta;

10.Seluruh mahasiswa/i PBSI kelas A, B, dan C, terutama untuk Syifa

Fauziyah Sholihah, Amalia Rosyidah, Nova Liana, Madhensia Putri Pertiwi, Astri Pertiwi, Sukaesih, terima kasih atas pengalaman dan pembelajaran berharga yang penulis dapatkan selama ini;

11.Keluarga besar SMP Islam Cikal Harapan yang telah memberikan

(9)

v

dapat bermanfaat baik secara pribadi maupun pembaca.

Jakarta, 27 Juli 2016 Penulis

(10)

vi DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 5

1.3 Batasan Masalah ... 5

1.4 Rumusan Masalah ... 6

1.5 Tujuan Penelitian ... 6

1.6 Manfaat Penelitian ... 6

1.7 Metode Penelitian ... 7

1. Fokus Penelitian ... 7

2. Objek Penelitian ... 8

3. Data dan Sumber Data Penelitian ... 8

4. Teknik Pengumpulan Data ... 8

5. Teknik Analisis Data ... 9

1.8 Penelitian yang Relevan ... 10

BAB II KAJIAN TEORI ... 13

2.1 Orientasi Masa Depan ... 13

2.1.1 Pengertian Orientasi Masa Depan ... 13

2.1.2 Remaja dan Orientasi Masa Depan dalam Bidang Pekerjaan . 14 2.1.3 Proses Pembentukan Orientasi Masa Depan ... 16

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Orientasi Masa Depan 20 2.1.5 Peranan Sosia Keluarga ... 25

2.2 Hakikat Lakon/Drama ... 26

2.2.1 Pengertian Lakon/Drama ... 26

2.2.2 Unsur Intrinsik dalam Naskah Lakon AAIIUU Karya Arifin C. Noer ... 32

(11)

vii

2.4 Pembelajaran Sastra ... 41

BAB III PROFIL ARIFIN C. NOER ... 45

3.1 Biografi Arifin C. Noer ... 45

3.2 Karya Arifin C. Noer ... 46

3.3 Pemikiran Arifin C.. Noer ... 48

BAB IV ANALISIS dan PEMBAHASAN NASKAH LAKON AAIIUU ... 51

4.1 Unsur Intrinsik Naskah Lakon AAIIUU Karya Arifin C. Noer ... 51

4.2 Analisi Orientasi Masa Depan Tokoh Remaja dalam Naskah Lakon AAIIUU Karya Arifin C. Noer ... 88

4.3 Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas kelas XII ... 109

BAB V PENUTUP... 112

5.1 Kesimpulan ... 112

5.2 Saran ... 113

DAFTAR PUSTAKA ... viii LAMPIRAN

Lampiran 1 : Sinopsi Naskah Lakon AAIIUU Karya Arifin C. Noer

(12)

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan masa mempersiapkan diri memasuki dunia kerja. Proses mempersiapkan diri memasuki dunia kerja bukanlah suatu hal yang terjadi dengan sendirinya. Selain dituntut untuk berprestasi, ternyata banyak faktor yang turut mempengaruhi kejelasan orientasi masa depan khususnya dalam bidang pekerjaan.

Dalam hal ini dukungan keluarga merupakan salah satu dimensi orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir. Keluarga merupakan sarana sosialisasi yang utama. Untuk itu, remaja sangat membutuhkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, terutama

orang tua. Hal ini dikarenakan orang tua dapat dijadikan sebagai role

model bagi individu tersebut untuk menentukan minat dan pengetahuannya tentang penyelesaian hambatan yang dihadapinya saat mewujudkan minat tersebut. Dukungan orang tua juga dapat mempengaruhi rasa optimis dan internalitas anak dalam menghadapi masa depannya.

Dukungan orang tua atas keputusan dan rencana yang disusun oleh anak dapat tercermin dari berbagai perlakuan yang diberikan orang tua kepada anak tersebut. Misalnya saja, memberikan masukan-masukan mengenai pilihan mana yang terbaik, serta mengawasi segala usaha yang anak lakukan untuk meraih pekerjaan yang akan dipilihnya di masa depan. Untuk menunjukan penghargaan kepada anak, orang tua memberikan kepercayaan kepada anak untuk memilih bidang studi yang disukainya setelah lulus SMA/SMK dan pada gilirannya anak diberi kebebasan untuk menentukan pilihan pekerjaan sesuai dengan latar belakang studinya ketika lulus dari perguruan tinggi. Dengan demikian anak merasakan adanya dukungan dari orang tuanya akan mendorong untuk memantapkan tujuan mengenai pekerjaan dimasa depan, sehingga pemikiran dan persiapan pun terarah pada tujuan tersebut.

(13)

Berbeda halnya dengan anak yang tidak merasakan adanya dukungan dari orang tuanya, ia akan merasa tidak percaya diri akan kemampuan dalam menghadapi kehidupan dimasa depan sehingga ia pun menjadi kurang termotivasi untuk memikirkan dan mempersiapkan berbagai hal yang menyangkut masa depan, termasuk mengenai pekerjaan yang akan ditekuninya di masa depan.

Dalam kenyataan, tidak sedikit remaja yang seolah membiarkan kehidupannya berjalan seperti air mengalir. Mereka berprinsip bahwa hidup harus dijalani sebagaimana adanya, sehingga untuk memikirkan masa depan dan membuat perencanaan pencapaian bukan suatu hal yang diprioritaskan. Padahal seorang remaja harus sudah membuat perencanaan yang teratur semenjak sebelum memasuki sekolah jenjang SMA/SMK dengan memilih jurusan atau program studi yang tepat, karena merupakan sebuah keputusan penting bagi remaja untuk menentukan masa depan pekerjaan dan karir.

Bekerja atau belajar pada bidang-bidang yang diminati, apalagi didukung dengan bakat yang sesuai sudah barang tentu akan memberi gairah dan kenikmatan dalam melakukannya, sehingga tidak akan terjadi missing link. Missing link merupakan istilah yang digunakan untuk melukiskan tidak bersinerginya dunia pendidikan yang ditemukan pada dunia kerja saat ini. Sebagai fenomena yang muncul yakni seorang yang bergelar dokter memiliki profesi musisi, atau seseorang yang bergelar insinyur memiliki profesi sebagai penyanyi, sehingga menimbulkan dampak yang besar seperti pengangguran.

Badan Pusat Statistik mencatat bahwa dampak dari missing link

tersebut mengakibatkan jumlah pengangguran di Indonesia (Februari 2014-Februari 2015) meningkat 300 ribu orang, sehingga total mencapai

7,45 juta orang.1 Salah satu penyebab dari tingginya tingkat pengangguran

adalah karena kalangan terdidik tidak memiliki rencana hidup. Sejak kecil

1

Sindonews.com, Disfiyant Glienmourinsie, diakses dari

(14)

mereka belum terlatih untuk merencanakan masa depan sehingga tidak mampu melihat hubungan antara apa yang dipelajari di bangku pendidikan dengan masa depan yang di impikan.

Data BPS juga menjabarkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) didominasi penduduk berpendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebesar 9,05% disusul jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA)

8,17%, dan Diploma I/II/III sebesar 7,49%.2

Permasalahan inilah yang diangkat Arifin C. Noer melalui naskah

lakonnya berjudul AA II UU yang terbit tahun 1994.Naskah ini secara

tidak langsung memiliki muatan kritik sosial, dimana naskah lakon ini menggambarkan tentang sikap orang tua yang sering kali memaksakan kehendaknya pada anak-anak, termasuk dalam hal pendidikan dan menentukan masa depan. Lakon yang menggambarkan seorang anak yang dijadikan robot oleh orang tuanya, direbut hak serta dibatasi kreativitasnya, sehingga menjadikan anak tidak berkembang dengan kemampuan yang ia miliki. Perlu diingat bahwa memahami pendidikan adalah memahami tentang manusia dengan segala potensi yang dimilikinya. Jika potensi yang dimiliki anak itu dibatasi oleh orang tua, si anak itu akan sulit berproses menjadi manusia. Mereka akan tumbuh menjadi anak yang tidak percaya diri dan senang menyendiri.

Lakon AAIIUU juga mencerminkan pandangan Arifin C. Noer

terhadap kondisi sosial di Indonesia pada tahun 1990 an. Dijelaskan dalam penelitian Eka Sri Wahyuningsih bahwa krisis multidimensi yang melanda Indonesia dalam kurun waktu tahun 1997 sampai 1998 memberikan dampak yang besar terhadap dinamika kehidupan ekonomi, politik, dan sosial bangsa. Dimulai dari krisis ekonomi yang menghantam Indonesia pada tahun 1997, efek domino pun langsung mendera masyarakat Indonesia. Penurunan tingkat daya beli, munculnya krisis sosial dan meningkatnya pengangguran karena PHK menjadi permasalahan sosial

2

(15)

yang krusial. Krisis politik, krisis sosial dan krisis legitimasi atas

pemerintahan Orde Baru kemudian bermunculan sebagai reaksi utama.3

Situasi di atas mengakibatkan pola pikir masyarakatpada saat itu, khususnya para orang tua, memandang bahwa pendidikan yang mampu menghasilkan pekerjaan dengan nilai komersial tinggi lebih baik dibandingkan dengan pendidikan humaniora. Dalam konteks yang lebih

luas adanya pemaksaan kehendak dalam naskah lakonAAIIUU

menyimbolkan pemaksaan kehendak dari penguasa pada saat itu. Bentuk pemaksaan tersebut adalah adanya penindasan terhadap mereka-mereka yang dianggap mempunyai pandangan yang berbeda dengan penguasa. Pandangan seperti inilah yang dikritisi oleh Arifin C. Noer melalui tokoh “Uu”.

Sebagai seorang seniman, Arifin C. Noer adalah seorang saksi. Ia menjadi saksi zaman atas segala persoalan, perkembangan, dan perubahan yang muncul dalam masyarakat. Kesaksiannya itu, lebih tepat jika disebut sebagai sebuah reaksi, ia tuliskan dalam bentuk puisi dan lakon. Selain itu ia wujudkan pula melalui pementasan lakon-lakon karyanya.

Dalam pemaparannya di sebuah majalah Panji Masyarakat rubrik

Seni dan Budaya, ia mengaku bahwa lakon yang dipentaskan berdasarkan atas pengalaman yang ia lihat di sekitarnya dan dituangkan dalam bentuk

lakon. “Saya dengan kesenian saya, dengan teater saya. Saya bagian

pengalaman-pengalaman kemanusiaan saya. Saya juga realistis, bahwa saya dengan teater saya tentu mempunyai kekuatan yang sangat terbatas untuk bisa mempengaruhi masyarakat atau dunia. Atau setidaknya, saya

telah menyampaikan pengalaman-pengalaman kepada semua pihak”.4

Pada kenyataannya teater merupakan alat yang digunakan pengarang untuk menggambarkan apa yang telah terjadi dalam masyarakat pada masa tertentu.

3

Ekasriwahyuningsih.blogspot.com, Perekonomian di Era Reformasi, diakses dari

http://ekasriwahyuningsih.blogspot.co.id/2012/04/perekonomian-indonesia-di-era-reformasi.html.diunduh 5 Januari 2015 pukul 15.00 WIB.

4

(16)

Itu sebabnya pembelajaran sastra yang bersumber dari analisis

naskah lakon AAIIUU karya Arifin C. Noer dapat manfaatkan oleh guru

untuk membangun kreativitas dan motivasi siswa siswa dalam menghadapi masa depannya. Dengan mengetahui orientasi tentang pekerjaan apa yang akan digeluti di masa yang akan datang dengan minat dan bakat yang mereka miliki, orang tua dan lingkungan memberikan dukungan penuh kepada masa depan yang anak cita-citakan.

Sehubungan dengan permasalahan yang telah diuraikan di atas,

peneliti tertarik untuk meneliti naskah lakon AAIIUUkarya Arifin C. Noer

yang menggambarkan keegoisan orang tua terhadap anaknya, dengan mengambil judul “Orientasi Masa Depan Tokoh Remaja dalam Naskah

LakonAAIIUU karya Arifin C. Noer dan Implikasinya pada Pembelajaran

Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kelas XII”. Penelitian tersebut dapat menjadi acuan bagi semua orang, khususnya orang tua dalam mendampingi remaja dalam menjalani tugas-tugas perkembangannya.

1.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah yang menjadi pembahasan mencakup seluruh variabel sastra yang memungkinkan untuk diteliti:

1. Kurangnya persiapan remaja dalam menghadapi orientasi masa depan

2. Kurangnya dukungan orang tua terhadap orientasi masa depan anak

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas, peneliti membatasi masalah hanya pada orientasi masa depan tokoh remaja

dalam naskah lakonAAIIUU karya Arifin C. Noer dan implikasinya

terhadap pembelajaran bahasa dan sastra di Sekolah Menengah Atas kelas XII.

1.4 Rumusan Masalah

(17)

1. Bagaimana orientasi masa depan tokoh remaja dalam naskah

lakonAAIIUU karya Arifin C. Noer?

2. Bagaimana implikasi pembahasan orientasi masa depan dalam naskah

lakonAAIIUU karya Arifin C. Noer dan implikasinya pada

pembelajaran sastra di SMA? 1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Menjelaskan orientasi masa depan tokoh remaja dalam naskah lakon

AAIIUU karya Arifin C. Noer.

2. Menjelaskan implikasi pembahasan orientasi masa depan tokoh

remaja dalam naskah lakonAAIIUU karya Arifin C. Noer pada

pembelajaran sastra di SMA kelas XII. 1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat, baik manfaat dari segi teoretis maupun praktik. Manfaat teori dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan memperkaya wawsan terkait sastra Indonesia, khususnya pembelajaran sastra di sekolah. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terkait penelitian lintas ilmu yakni psikolog sastra serta memberi sumbangan dalam

mengkaji lakon AAIIUU karya Arifin C. Noer.

Sedangkan manfaat secara praktik, diharapkan penelitian ini dapat membantu pembaca untuk lebih memahami isi cerita dalam lakon AAIIUU karya Arifin C. Noer terutama menguraikan cara pandang pengarang yang terdapat dalam karya terkait perilaku anak dan orang tua dengan menggunakan lintas disiplin ilmu yaitu psikologi dan sastra.

1.7 Metode Penelitian

(18)

secara individual maupun kelompok.5 Dengan analisis kualitatif akan diperoleh gambaran mengenai isi naskah lakon. Naskah lakon tersebut diteliti isinya kemudian diklasifikasikan menurut kriteria atau pola tertentu. Tujuan yang hendak dicapai adalah menjelaskan pokok-pokok penting dalam sebuah manuskrip.

Analisis terdiri atas sekumpulan teknik untuk analisis teks secara

sistematis. 6 Analisis isi dapat diartikan sebagai analisis yang digunakan

untuk mengungkapkan, memahami, dan menangkap isi karya sastra. Isi yang dimaksud adalah pesan-pesan yang disampaikan pengarang melalui karyanya.

Penelitian kualitatif bertujuan membangun persepsi alamiah sebuah

objek, jadi peneliti mendekatkan diri kepada objek secara utuh.7 Penelitan

kualitatif juga cenderung menekankan pada kontekstual. Penelitian ini mengandung keseksamaan dan kesungguhan, dilakukan secara terus menerus dan berkepanjangan, yang membuat seseorang memiliki ciri-ciri perilaku tertentu sebagai bagian dari sebuah kelompok akademisi:

1. Fokus Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada orientasi masa depan tokoh

remaja dalam skenario film AAIIUU karya Arifin C. Noer dan

Implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra di SMA. Adapun orientasi masa depan yang akan diteliti adalah motivasi, perencanaan, evaluasi dan faktor-faktor pendukung orientasi masa depan. Fokus penelitian ini dilakukan agar pembahasan lebih fokus dan terarah, sehingga dapat dengan mudah diteliti dan dipahami oleh pembaca.

5

Nana Syaodi Sumadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2005), h. 60

6

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2010), h. 284

7

Rachmat Djoko Pradopo, dkk.,Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Hanindita Graha

(19)

2. Objek Penelitian

Skripsi ini menggunakan objek penelitian berupa naskah

lakonAAIIUUkarya Arifin C. Noer dengan mengkaji “Orientasi Masa

Depan Tokoh Remaja dalam Naskah LakonAAIIUUKarya Arifin C.

Noer dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra di

Sekolah Menengah Atas (SMA) Kelas XII”.

3. Data dan Sumber Data Penelitian

a. Data

Data adalah bahan mentah yang perlu diolah sehingga

menghasilkan informasi atau keterangan.8 Data juga merupakan

keterangan yang telah dikumpulkan oleh peneliti guna mempermudah proses analisis. Data penelitian ini berupa kutipan

kata, kalimat serta dialog yang terdapat dalam lakon AAI UU

karya Arifin C. Noer.

b. Sumber Data

Sumber data penelitian terbagi menjadi dua, yakni sumber data primer dan sumber data sekunder.

1. Sumber data primer

Penelitian ini adalah naskah lakon AAIIUU karya Arifin

C. Noer yang diterbitkan oleh Pustaka Utama Grafiti tahun 2006.

2. Sumber data sekunder

Penelitian ini yaitu buku-buku, jurnal maupun artikel yang berkaitan dengan penelitian dan karya-karya Arifin C. Noer.

4. Teknik Pengumpulan Data

Skripsi menggunakan teknik pengumpulan data menggunakan

kajian kepustakaan (library reserch) dengan mengacu pada

buku-buku, artikel, jurnal, dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan naskah lakon dan orientasi masa depan tokoh remaja. Dalam

8

(20)

hal ini kajian terhadap naskah lakon AAIIUU karya Arifin C. Noer menjadi sumber primer dalam penelitian ini. Data sekunder atau data penunjang yang dijadikan alat penunjang penelitian yaitu berupa buku-buku atau sumber-sumber dari penulis lain yang berbicara tentang orientasi masa depan, teori skenario film, dan pembelajaran sastra. Penulis menggunakan teknik inventarisasi, teknik baca simak, dan teknik pencatatan.

a. Teknik Inventarisasi

Teknik inventarisasi dilakukan dengan cara mencari dan mengumpulkan sejumlah data dalam hal ini adalah naskah lakon AAIIUU yang menjadi sumber data penelitian.

b. Teknik Baca Simak

Teknik baca simak dilakukan secara seksama terhadap

naskah lakon AAIIUU karya Arifin C. Noer yang menjadi subjek

penelitian. Teknik ini dilakukan berulang-ulang untuk memperoleh informasi yang akurat. Informasi ini berkenaan dengan seluruh isi naska lakon yang berkaitan dengan orientasi masa depan dalam

naskah lakonAAIIUU.

c. Teknik Pencatatan

Setelah melakukan teknik baca simak. Hasil yang diperoleh dicatat dalam buku. Pencatatan dilakukan mulai dari bagian-bagian dalam tiap kalimat hingga kebagian-bagian terbesar secara keseluruhan isi naskah lakon. Fokus data yang dicatat berupa unsur

intrinsik dan orientasi masa depan dalam naskah lakonAAIIUU.

5. Teknik Analisis Data

Adapun langkah-langkah yang digunakan untuk menganalisis data adalah:

a. Menganalisis data yakni lakon AAIIUU karya Arifin C. Noer

(21)

b. Analisis dalam penelitian ini menggunakan tinjauan ilmu psikologi sastra. Analisis ini dilakukan dengan membaca dan memahami buku yang berkaitan dengan penelitian dan mengumpulkan berbagai teks berkaitan dengan orientasi masa depan tokoh remaja kemudian menganalisisnya sesuai rumusan

yakni orienntasi masa depan tokoh remaja dalam lakon AAIIUU

karya Arifin C. Noer.

c. Mengimplikasikan naskah lakon AAIIUU karya Arifin C. Noer

dalam pembelajaran sastra di sekolah dilakukan dengan cara menghubungkannya dengan materi pembelajaran sastra di SMA. 1.8 Penelitian yang Relevan

Dalam melakukan Penelitian ini, penulis menggunakan

penelitian yang relevan dengan judul skripsi “Perwatakan dan watak

tokoh yang didasarkan pada pendekatan psikologis dalam naskah AAIIUU karya Arifin C. Noer” karya Elisabeth mahasiswi Universitas

(22)

manusia berkuasa, dan 14% manusia sosial. Watak yang paling

dominan adalah manusia berkuasa berjumlah 24%.9

Penelitian kedua yang relevan dengan judul skripsi “Nilai

Akhlak Karimah dalam Naskah Drama Telah Pergi Ia Telah Kembali

Ia Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra

di SMA” karya Nandya Ratna Prihatiningsih Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islan Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi nilai akhlak

karimah yang ada dalam naskah drama Telah Pergi Ia Telah Kembali

Ia karya Arifin C. Noer yang diharapkan digunakan sebagai bahan

pembelajaran di sekolah nantinya. Hasil dari penelitian tersebut meliputi: 1) akhlak terhadap Allah, 2) akhlak terhadap Rasulullah Saw, meliputi: mengucapkan salawat dan salam, mencintai dan memuliakan rasul, dan mengikuti dan menaati rasul, 3) akhlak terhadap manusia, meliputi jujur, tawaduk, sabar, penolong, berani, sederhana, dermawan dan istikamah, 4) akhlak bernegara, meliputi

musyawarah, adil, dan hubungan pemimpin dan yang dipimpin.10

Penelitian ketigayang relevan dengan judul skripsi “Perilaku

Masyarakat Urban dalam Drama Mega, Mega Karya Arifin C. Noer

dan Implikasinya Pada Pembelajaran Sastra Di SMA” karya Yunia Ria Rahayu Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islan Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014. Penelitian tersebut bertujuan

mendeskripsikan perilaku masyarakat urban dalam drama Mega,

Mega karya Arifin C. Noer yang diharapkan digunakan sebagai bahan

pembelajaran di sekolah nantinya. Hasil dari penelitian tersebut

(23)

menunjukkan bahwa kemiskinan sangat berpengaruh terhadap perilaku masyarakat urban. Kemiskinan tersebut disebabkan dari berbagai unsur antara lain: kemiskinan yang disebabkan aspek badaniah atau mental seseorang, kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam dan kemiskinan buatan serta struktural. Akibat kemiskinan tersebut maka muncullah perilaku-perilaku negatif masyarakat urban disebabkan tekanan untuk pemenuhan kebutuhan mereka, akan tetapi kesempatan untuk mendapat pekerjaan tidak ada. Perilaku negatif tersebut antara lain: menjadi pengemis, mencuri dan

menjadi wanita tunasusila.11

Berdasarkan penelitian relevan tersebut dapat diketahui adanya perbedaan dan kesamaan dari hasil analisis yang telah dilakukan dari masing-masing penulis. Perbedaan terletak pada masing-masing objek yang dianalisis oleh para penulis dan sumber data yang digunakan. Sedangkan persamaannya yaitu para penulis menganalisis karya sastra dari pengarang yang sama yakni drama karya Arifin C. Noer.

11

Yunia Ria Rahayu, Skripsi berjudul “Perilaku Masyarakat Urban dalam Drama Mega, Mega

(24)

BAB II

Kajian Teori

2.1 Orientasi Masa Depan

2.1.1 Pengertian Orientasi Masa Depan

Orientasi masa depan merupakan bagaimana seseorang

merumuskan dan menyusun visi ke depan dengan membagi orientasi jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Di mana representasi mental tentang masa depan, yang dibangun oleh individu pada titik-titik tertentu dalam kehidupan mereka dan mencerminkan pengaruh kontekstual pribadi sosial.

Menurut Nurmi (2004), ia memaparkan “future orientation during this second decade of life is important because crucial decisions

concerning education and occupation must be made. Although young

people usually make these decisions during late adolescence or early

adulthood, much of their earlier preoccupation relates to similar concerns,

e.g., school work and their parent lifestyle.”1 Orientasi masa depan merupakan kemampuan seorang individu untuk merencanakan masa depan yang merupakan salah satu dasar dari pemikiran manusia. Orientasi masa depan menggambarkan bagaimana seseorang memandang dirinya di masa yang akan datang, gambaran tersebut membantu individu dalam menempatkan dan mengambil keputusan karirnya. Orientasi tentang pekerjaan apa yang akan digeluti di masa yang akan datang merupakan faktor penting yang harus dimiliki remaja karena hal ini berhubungan dengan pemilihan bidang pendidikan yang akan dipilih. Oleh karena itu remaja membutuhkan orientasi masa depan karena akan membantu remaja untuk mengarahkan perilakunya dalam mencapai tujuan masa depan yang diharapkan.

1

J.E. Nurmi, Age, Sex, Social Class,and Quality of Family Interaction as Determinant‟s Future

Orientation: A Developmental Task Interpretation. Adolescence, Vol. XXII No.88, Libra

Publishers Inc, h.976

(25)

Dalam jurnal Nurmi (1989) yang berjudul Adolescent‟s Orientation To The Future: Development Of Interest and Plant, Related Atributions

and Effects in the Life Span Context. Helsinski: Finish Society of Science, pada penelitian Sri Maslihah memaparkan pada umumnya orientasi masa depan remaja berkisar pada tugas-tugas perkembangan yang dihadapi pada masa remaja dan dewasa awal yang mencakup berbagai lapangan

kehidupan terutama bidang pendidikan, pekerjaan dan perkawinan.2 Dalam

penelitian ini hanya satu bidang yang diteliti ialah mengenai pekerjaan. Oleh karena itu, definisi orientasi masa depan dalam area pekerjaan dalam penelitian ini adalah sikap, asumsi mengenai pekerjaan yang terbentuk dari pengalaman masa lalu. Sikap, dan asumsi tersebut berinteraksi dengan informasi yangberasal dari lingkungan untuk membentuk ekspektansi tujuan dan aspirasi serta memberikan makna pribadi pada pekerjaan di masa mendatang.

2.1.2 Remaja dan Orientasi Masa Depan dalam Bidang Pekerjaan

Secara psikologis masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada

dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.3

Sebagai kelanjutan langsung dari masa anak akhir, maka remaja merupakan masa transisi untuk menuju masa dewasa. Masa remaja memiliki ciri pertumbuhan fisik yang relatif cepat. Sementara itu, remaja mulai merasa tak mau dikekang atau dibatasi secara kaku oleh aturan keluarga. Mereka ingin memperoleh kesempatan untuk mengembangkan diri guna mewujudkan jati diri, hanya saja cara berpikir mereka cenderung egosentris dan sulit untuk memahami pola pikir orang lain.

Secara umum yang tergolong remaja adalah mereka yang berada pada usia 13-21 tahun. Ciri lain yang cukup menonjol pada diri remaja

2

Sri Maslihah, Pelatihan Orientasi Masa Depan untuk Meningkatkan Kemampuan Remaja dalam

Menyusun Orientasi Masa Depan Bidang Pekerjaan, Universitas Pendidikan Indonesia, 2011, h. 2

3

(26)

ialah sifat revolusioner, pemberontak, progresif yang cenderung ingin

mengubah kondisi yang mapan.4 Apabila ini terarah dengan baik, maka

mereka dapat menjadi pemimpin yang baik di masa depan, sebaliknya bila tidak terbimbing dengan baik, mereka cenderung akan merusak tatanan dan nilai-nilai sosial masyarakat.

Identitas yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat. Dalam usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan yang baru, para remaja harus memperjuangkan kembali perjuangan tahun-tahun lalu, meskipun untuk melakukannya mereka harus menunjuk secara artifisial orang-orang yang baik hati untuk berperan sebagai musuh, dan mereka selalu siap untuk menempatkan idola mereka sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akhir. Identitas yang sekarang terjadi dalam bentuk identitas ego adalah lebih dari sekedar penjumlahan identifikasi masa kanak-kanak.

Peningkatan kesadaran diri pada masa remaja sering disebut egosentrisme remaja, dibagi menjadi 2 bagian yakni imaginary audience

dan personal fable.5 Imaginary audience adalah keyakinan remaja bahwa

orang lain tertarik terhadap mereka sebagaimana mereka tertarik pada diri mereka sendiri, dan perilaku untuk menarik perhatian. Sedangkan personal fable adalah bagian dari egosentrisme remaja yang melibatkan rasa

keunikan dan tidak terkalahkan.6 Perasaan tidak terkalahkan dapat

menyebabkan remaja untuk percaya bahwa mereka sendiri kebal terhadap bahaya dan bencana yang terjadi pada orang lain. Akibatnya beberapa remaja melakukan perilaku berisiko seperti balapan, menggunakan narkoba dan berhubungan seks tanpa menggunakan kontrasepsi atau pelindung terhadap infeksi menular seksual.

Dalam masa remaja, minat yang dibawa dari masa kanak-kanak cenderung berkurang dan diganti oleh minat yang lebih matang. Juga

4

Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Anak Usia Tiga Tahun Pertama, (Bandung: Refika

Aditama. 2011), h. 40

5

John W. Santrock, Masa Perkembangan Anak, (Jakarta: Salemba Humanika. 2011), h. 348

6

(27)

karena tanggung jawab yang lebih besar yang harus dipikul oleh remaja yang lebih tua dan berkurangnya waktu yang dapat digunakan sesuka hati, maka remaja yang lebih besar terpaksa harus membatasi minatnya.

Semua remaja muda sedikit banyak memiliki minat dan ia juga memiliki minat-minat khusus tertentu yang terdiri dari berbagai kategori, yang terpenting di antaranya adalah minat rekreasi, minat sosial, minat pribadi, minat pada pendidikan, minat pada pekerjaan, minat pada agama, dan minat pada simbol status. Besarnya minat remaja terhadap pendidikan sangat dipengaruhi oleh minat mereka pada pekerjaan. Kalau remaja mengharapkan pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi maka pendidikan akan dianggap sebagai batu loncatan. Biasanya remaja lebih menaruh minat pada pelajaran-pelajaran yang nantinya akan berguna dalam bidang pekerjaan yang dipilihnya. Pada akhir masa remaja, minat pada karier seringkali menjadi sumber pikiran. Remaja belajar membedakan antara pilihan pekerjaan yang lebih disukai dan pekerjaan

yang dicita-citakan.7

2.1.3 Proses pembentukan orientasi masa depan

Menurut Jurnal Nurmi tahun 1991 yang berjudul The Development

of Future Orientation In Life Span Contect. Helsinski: Finish Society of Science pada penelitian Laura dan Sonja dijelaskan orientasi masa depan dilihat sebagai tiga proses psikologis yaitu:

Described future orientation through three basic proceses:

motivation, planning, and evaluation.”8

.

Proses itu berlangsung secara bertahap dan saling berinteraksi satu

sama lainnya. Individu menentukan tujuan mereka dengan

mempertimbangkan minat, nilai dan harapan masa depan. Selanjutnya mereka akan melakukan upaya untuk merealisasikan tujuan tersebut dengan melakukan berbagai perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Ketiga proses ini akan dijelaskan lebih detail sebagai berikut:

7

Elizabeth B. Hurlock, op.cit, h. 221

8

Laura Holopalnen dan Sonja Sulinto, Adolescents‟ Health Behaviour and Future

(28)

1. Motivasi

Wlodkowski (1985) dalam Eveline Siregar & Hartini Nara menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah serta

ketahanan (persistence).9 Tahap motivasi merupakan dimensi awal

dari proses pembentukan orientasi masa depan. Mencakup motif, minat dan tujuan yang berkaitan dengan orientasi masa depan. Pada mulanya individu menetapkan tujuan berdasarkan perbandingan antara motif umum dan penilaian, serta pengetahuan yang telah dimiliki tentang perkembangan sepanjang rentang hidup yang dapat diantisipasi. Ketika keadaan masa depan beserta faktor pendukungnya telah menjadi sesuatu yang diharapkan dapat terwujud, maka pengetahuan yang menunjang terwujudnya harapan tersebut menjadi dasar penting bagi perkembangan motivasi dalam orientasi masa depan.

Dengan kata lain semakin tinggi tingkatan tujuan maka semakin umum dan abstrak, begitu juga sebaliknya. Prinsip utama dari tingkatan kerja ini adalah tingkatan motif, nilai atau pencapaian yang semakin tingggi membutuhkan tingkatan tujuan yang lebih rendah, yang bekerja melalui beberapa tujuan kecil. Dengan kata lain, untuk mencapai satu tujuan besar diperlukan tujuan-tujuan kecil (tujuan perantara). Sebelum mencapai tuuan besar individu terlebih dahulu harus mencapai tujuan perantara dan ini merupakan strategi merealisasikan tujuan yang lebih besar.

Motivasi juga melibatkan proses yang memberikan energi,

mengarahkan, dan mempertahankan perilaku.10 Dengan demikian,

perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang mengandung energi, memiliki arah, dan dapat dipertahankan. Ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu kebutuhan, dorongan dan tujuan. Kebutuhan

9

Eveline Siregar & Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia Indonesia.

2010), h. 49

10

(29)

terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang ia miliki dan yang ia harapkan. Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan serta kekuatan mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan atau pencapaian tujuan. Tujuan adalah hal yang ingin dicapai oleh seorang individu.11

Perkembangan motivasi dari orientasi masa depan merupakan suatu proses yang kompleks yang melibatkan beberapa subtahap, yaitu:

1. Pertama, munculnya pengetahuan baru yang relevaan dengan motif umum atau penilaian individu yang menimbulkan minat yang lebih spesifik.

2. Kedua, individu mulai mengeksplorasi pengetahuannya yang berkaitan dengan minat baru tersebut

3. Ketiga, menentukan tujuan spesifik, kemudian memutuskan kesiapannya untuk membuat komitmen yang berisikan tujuan. 2. Perencanaan

Perencanaan merupakan kedua dari hasil proses pembentukan orientasi masa depan individu, yaitu bagaimana individu membuat perencanaan tentang perwujudan minat dan tujuan mereka. Tahap perencanan menekankan bagaimana individu merencanakan realisasi

dari tujuan dan minat mereka dalam konteks masa depan.

Pada tahap ini individu membuat sejumlah rencana untuk merealisasikan minat dan tujuan. Berdasarkan psikologi kognitif dan action theory karakteristik perencanaan adalah proses menentukan sub-sub tujuan, menyusun rencana atau strategi, dan merealisasikan

rencana-rencana yang telah dibuat.12 Kemudian ketiga tahap di atas

dapat diaplikasikan dengan cara sebagai berikut:

11

Dimyati & Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta. 2006), h.80-81

12

Rosleny Marliani, Hubungan Antara Religiustas dengan Orientasi Masa Depan Bidang

(30)

a) Individu membuat gambaran mengenai tujuan yang akan diwujudkan dan konteks masa depan, di mana tujuan ingin direalisasikan. Antisipasi terhadap realisasi tujuan dalam konteks aktivitas yang dilakukan di masa depan.

b) Membuat perencanaan, proyek atau strategi untuk merealisasikan

tujuan. Selain itu, mencari dan menentukan cara yang paling efisien dalam mewujudkan tujuan tersebut, melihat apakah tujuan yang ditetapkannya sesuai dengan kondisi nyata yang dihadapi atau tidak, dan menyiapkan berbagai solusi atau strategi apabila menemui kondisi yang tidak mendukung terealisasinya tujuan.

c) Pelaksanaan rencana dan strategi yang telah dibuat, pelaksanaan

perencanaan ini dikontrol dengan membandingkan refresentasi tujuan dengan kenyataan yang ada. Dengan kata lain, dalam menetapkan tahap perencanaan tersebut individu harus meninjau kembali bahwa tujuan sebenarnya akan tercapai melalui cara yang

tersusun secara sistematis.13

Untuk menilai sebuah perencanaan yang dibuat oleh individu, dapat dilihat dari tiga komponen yang tercakup di dalamnya, yaitu

pengetahuan (Knowledge), perencanaan (Plans), dan realisasi

(Realization). Pengetahuan disini berkaitan dengan proses pembentukan subtujuan dalam proses perencanaan. Perencanaan ini berkaitan dengan hal-hal yang telah ada dan akan dilakukan individu dalam usaha untuk merealisasikan tujuan.

3. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian individu terhadap kemungkinan

tercapai tidaknya tujuan.14 Evaluasi merupakan dimensi akhir dari

hasil proses pembentukan orientasi masa depan. Tahap evaluasi ini adalah derajat dimana minat dan tujuan diharapkan dapat terealisir. Evaluasi sebagai proses yang melibatkan pengamatan dan melakukan

13

Ibid., h. 135

14

(31)

penilaian terhadap tingkah laku yang ditampilkan, serta memberikan penguat bagi diri sendiri. Jadi, meskipun tujuan dan perencanaan orientasi masa depan belum diwujudkan, tetapi pada tahap ini individu telah harus melakukan evaluasi terhadap kemungkinan-kemungkinan terwujudnya tujuan dan rencana tersebut.

Evaluasi dipengaruhi oleh faktor emosi yang diikuti perasaan spesifik. Hal ini biasanya didasari oleh penghayatan individu terhadap pengalaman akan kesuksesan dan kegagalan yang pernah dialami, sehingga mempengaruhi keyakinan (optimisme) individu terhadap

kemungkinan tercapai tujuan tersebut.15 Hasil dari evaluasi ini akan

menjadi umpan balik terhadap tujuan yang telah ditetapkan, sehingga dapat memperkuat atau melemahkan tujuan.

Pada dasarnya digunakan mengevaluasi hasil dari kejadian dimasa lalu. namun pada kenyataannya model ini juga dapat dimanfaatkan untuk mengevaluasi tujuan dan rencana yang dibuat individu akan masa depannya.

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Orientasi Masa Depan

Secara garis besar, ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan orientasi masa depan, kedua faktor itu adalah faktor

internal individu (person related factor) dan faktor konteks sosial (social

contex-related factor).

1. Faktor intenal individu

Beberapa faktor ini adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal). Faktor-faktor tersebut adalah:

- Konsep diri

Konsep diri adalah persepsi keseluruhan yang dimiliki

seseorang mengenai dirinya sendiri.16 Konsep ini merupakan suatu

kepercayaan mengenai keadaan diri sendiri yang relatif sulit diubah. Konsep diri tumbuh dari interakksi seseorang dengan

15

Ibid., h. 135

16

(32)

orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya, biasanya orang tua, guru, dan teman-teman.

G.H. Mead (1934) dalam bukunya Slameto menyebut konsep diri sebagai suatu produk sosial yang dibentuk melalui proses internalisasi dan organisasi pengalaman-pengalaman psikologis. Pengalaman-pengalaman psikologis ini merupakan hasil eksplorasi individu terhadap lingkuungan fisiknya dan refleksi dari”dirinya sendiri” yang diterima dari orang-orang yang

berpengaruh pada dirinya.17 Konsep diri tumbuh dari interkasi

seseorang dengan orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya.

William H. Fitts (1971) dalam buku Hendriati Agustiani mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan kerangka

acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan.18

Ketika individu bereaksi terhadap dirinya, memebrikan arti dan penilaian tentang dirinya, berarti ia menunjukkan suatu kesadaran diri dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya. Konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut. Pada umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagasan tentang dirinya sendiri.

Fitts juga menerangkan bahwa konsep diri seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

- Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal yang

memunculkan perasaan positif dan perasaan berharga.

- Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang

lain,

17

Ibid., h. 182

18

(33)

- Aktualisasi diri atau implementasi dan realisasi dari potensi

pribadi yang sebenarnya.19

Hendriati dalam bukunya menjelaskan bahwa konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari

pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi.20 Dasar dari

konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya di kemudian hari. Dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan.

- Perkembangan kognitif

Kognisi merupakan aktivitas dan tingkah laku mental sebagai sarana yang digunakan manusia untuk mendapatkan dan

memproses segala pengetahuan tentang dunia.21 Teori

perkembangan kognitif Piaget mencoba menjelaskan bagaimana seorang anak beradaptasi dan menginterprestasikan objek-objek

dan kejadian-kejadian di lingkungan sekitarnya.22 Manusia

mempunyai kebutuhan dalam dirinya untuk mengetahui bagaimana dunia bekerja dan mendapatkan jawaban atas urutan, struktur serta prediksi tentang keberadaan dunia ini.

Piaget mengatakan bahwa anak memegang peranan aktif

dalam mengkonstruksikan pengetahuannya tentang realitas.23

Mereka secara aktif mencari informasi dan menginterpetasikan informasi yang didapat dari pengalamannya yang kemudian

mengadaptasikan informasi tersebut ke dalam khasanah

pengetahuan dan konsep yang sudah dimiliki sebelumnya. Kuhn

Fadhilah Suralaga & Solicha, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. 2010), h. 16

22

Ibid., h. 16

23

(34)

(2009) menyatakan lebih lanjut bahwa perubahan kognitif yang paling penting pada masa remaja adalah peningkatan pemfungsian eksekutif yang melibatkan aktivitas kognitif tingkat tinggi seperti penalaran, pengambilan keputusan, pemantauan berpikir kritis dan

memantau perkembangan kognitif orang.24

Beberapa ahli menjelaskan perkembangan kognitif dapat mempengaruhi rencana masa depan remaja. Hal ini karena masa

remaja berada dalam tahap formal operation. Dalam tahap ini

remaja kemampuan metakognisi remaja berkembang dan kemampuan ini sangat memungkinkan remaja untuk memikirkan kemungkinan yang terjadi dimasa depan dalam pencapaian tujuan dan memberikan solusinya. Kematangan kognitif sangat erat kaitannya dengan kemampuan intelektual menjadi salah satu faktor individu yang mempengauhi orientasi masa depan.

2. Faktor Eksternal

Berikut ini adalah faktor-faktor keksternal yang dapat mempengaruhi orientasi masa depan:

- Jenis kelamin, berdasarkan tinjauan literatur ditemukan adanya

perbedaan jenis kelamin yaang signifikan antara domain-domain pada orientasi masa depan, tetapi pola perbedaan yang muncul akan berubah seiring berjalannya waktu. Perempuan lebih berorientasi ke arah masa depan keluarga sedangkan laki-laki lebih berorieentasi ke arah masa depan karir.

- Status sosial ekonomi. Kemiskinan dan status sosial ekonomi yang

rendah berkaitan dengan perkembangan orientasi masa depan yang menyebabkannya menjadi terbatas. Individu yang memiliki latar belakang status sosial ekonomi yang tinggi cenderung untuk memiliki pemikiran mengenai masa depan karir yang lebih jauh dibandingkan individu dengan latar belaang sosial ekonomi rendah.

24

(35)

- Usia. Pada remaja wanita yang duduk dibangku sekolah menengah pertama, menengah ke atas dan kuliah menemukan terdapat perbedaan orientasi masa depan berdasarkan kelompok usia pada semua dominan kehidupan prospektif (karir, keluarga dan pendidikan).

- Teman sebaya dalam konteks ini, teman sebaya dapat

mempengaruhi orientasi masa depan dengan cara yang bervariasi. Teman sebaya berarti teman sepermainan dengan jenjang usia yang sama dan berada pada tingkat perkembangan yang sama, dimana teman sebaya dapat saling bertukar informasi pada pemikiran

mengenai tugas perkembangannya. Kelompok teman sebaya (peer

group) juga memberikan individu kesempatan untuk membandingkan tingkah lakunya dengan temannya yang lain. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kehadiran teman sebaya dalam situasi pengambilan risiko meningkatkan kemungkinan bahwa remaja akan membuat keputusan berisiko. Salah satu

pandangan menyatakan bahwa kehadiran teman sebaya

mengaktifkan sistem reward otak, terutama jalur dopaminnya.25

Remaja perlu lebih banyak kesempatan untuk melatih dan mendiskusikan pengambilan keputusan yang tealistis. Banyak keputusan duia nyata mengenai hal-hal seperti seks, narkoba, dan mengemudi ugal-ugalan terjadi dalam suasanayang menekan yang mencakup pembatasan waktu dan keterlibatan emosional. Salah satu strategi untuk meningkatkan pengambilan keputusan remaja dalam keadaan seperti itu adalah untuk memberi lebih banyak kesempatan bagi mereka untuk terlibat dalam permainan peran dan pemecahan masalah kelompok.

- Hubungan dengan orang tua. Semakin positif hubungan orang tua

dengan remaja maka akan semakin mendorong remaja memikirkan masa depan. Keluarga merupakan model bagi remaja dan

25

(36)

merupakan wadah yang tepat dalam menyelesaikan tugas perkembangan yang sedang dihadapi ataupun akandihadapi. Asumsi umum dalam teori pembelajaran sosial menyatakan bahwa orang tua yang memberikan penghargaan positif terhadap anak-anaknya dan konsisten dalam praktek sosialisasi mengarahkan anaknya memiliki harapan yang positif mengenai dunia luar, mempercayai orang lain, yakin akan kemampuannya sendii danoptimis. Kondisi keluarga dan interaksi antara orang tua dengan anak mempengaruhi orientasi masa depan setidak-tidaknya dalam tiga hal pertama orang tua menetapkan standar normatif, sekaligus mempengaruhi perkembangan minat, nilai, dan tujuan hidup anaknya. Ketiga dukungan orang tua membantu anak untuk mengembangkan sikap optimis dan internal terhadap masa depan. 2.1.5 Peranan Sosial Keluarga

Dalam suatu keluarga biasanya terdapat tipe yang berbeda-beda. Misalnya dalam keluarga Jerman, seorang ayah adalah yang berkuasa. Sedangkan keluarga Negro seorang ibulah yang berkuasa. Demikian juga di dalam hubungan kulturnya terdapat perbedaan-perbedaan. Contohnya dalam keluarga Katholik berbeda dengan keluarga Protestan dalam pengajarannya. Begitupun Orang Jawa mengajar anaknya dengan bahasa Jawa, sedangkan orang Perancis mengajarnya anak dengan bahasa Perancis, dan sebagainya.

Masyarakat bermula terdiri atas keluarga kecil yakni suatu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Pada keluarga kecil ini anak-anak lebih banyak menikmati segi sosial ekonomi, dan lebih banyak diperhatikan oleh orang tuanya dan yang terpenting adalah agar anak mendapatkan kualitas yang baik. Probbins dalam buku Abu Ahmadi membagi susunan keluarga menjadi 3 bagian, yakni:

1. Keluarga yang bersifat otoriter : Perkembangan anak itu semata-mata

(37)

suka menyendiri, mengalami kemunduran kematangannya, ragu-ragu di dalam semua tindakan, serta lambat berinisiatif.

2. Keluarga demokrasi : Sikap pribadi anak lebih dapat menyesuaikan

diri, sifatnya fleksibel, dapat menguasai diri, mau menghargai pekerjaan orang lain, menerima kritik dengan terbuka, aktif di dalam hidupnya, emosi lebih stabil, serta mempunyai rasa tanggung jawab.

3. Keluarga yang liberal : Anak-anak bebas bertindak dan berbuat.

Sifat-sifat dari keluarga ini biasanya agresif, tak dapat bekerja sama dengan orang lain, sukar menyesuaikan doro, emosi kurang stabil serta

mempunyai sifat selalu curiga.26

2.2 HAKIKAT LAKON/DRAMA

2.2.1 Pengertian Lakon/Drama

Istilah drama berasal dari kata drame (Perancis) yang digunakan

untuk menjelaskan lakon-lakon tentang kehiduoan kelas menengah. Drama adalah salah satu bentuk seni yang bercerita melalui percakapan dan action tokoh-tokohnya. Percakapan atau dialog itu sendiri bisa diartikan sebagai action.27 Pendapat mengenai pengertian drama menurut Sudjiman dalam Wahyudi Siswanto menyatakan bahwa drama adalah karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian dan

emosi lewat lakuan dan dialog.28

Sebagai sebuah bentuk karya sastra, penyajian drama berbeda dengan bentuk kesusastraan lainnya, misalnya cerpen dan novel. Novel dan cerpen masing-masing menceritakan kisah yang melibatkan tokoh-tokoh melalui kombinasi antara dialog dan narasi dan merrupakan karya yang dicetak. Sebuah drama pada hakikatnya hanya terdiri atas dialog. Mungkin dalam drama ada pertunjuk pementasan, namun petunjuk ini sebenarnya hanya dijadikan pedoman oleh sutradara dan pemain. Oleh

26

Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 112

27

Endah Tri Priyatni, Membaca Sastra Dengan Ancangan Literasi Kritis, (Jakarta: Bumi Aksara.

2010), h. 182

28

(38)

karena itu, dialog para tokoh dalam drama disebut sebagai teks utama dan petunjuk lakuannya disebut teks sampingan.

Jika dicermati secara seksama, drama mempunyai dua aspek esensial, yaitu aspek cerita dan aspek pementasan yang berhubungan dengan seni lakon atau teater. Apabila dirinci lebih dalam lagi, sebenarnya drama memiliki tiga dimensi, yaitu sastra, gerakan, dan ujaran. Oleh sebab itu, naskah drama tidak disusun khusus untuk dibaca seperti novel atau cerpen, tetapi lebih dari itu dalam penciptaan naskah drama sudah dipertimbangkan aspek-aspek pementasannya.

Di samping istilah drama ditemukan juga istilah teater atau

theatre (bahasa Inggris). Meskipun kedua istilah tersebut dari asal katanya berbeda, namun dalam bahasa Indonesia, kedua istilah tersebut tidak dibedakan. Drama dan teater adalah sebuah lakon yang dipentaskan baik

dengan naskah atau tanpa naskah.29

Dalam kenyataan tidak semua karya drama ternyata

berkesempatan untuk dipentaskan. Kesempatan dan di berbagai tempat. Sebaliknya, banyak pula karya drama yang berhenti sebagai semata-mata bacaan, tanpa pernah dipentaskan sama sekali. Drama cenderung lebih tepat untuk dibaca saja, meskipun secara verbal juga memperlihatkan

adanya cakapan dan petunjuk pemanggungan, lazim disebut sebagai closet

drama atau “drama baca” dalam istilah Indonesia.

Sebagai istilah “drama” dan “teater” ini datang atau kita pinjam dari khazanah kebudayaan Barat. Secara lebih khusus, asal kedua istilah ini adalah dari kebudayaan atau tradisi bersastra di Yunani. Pada Awalnya di Yunani baik “drama” maupun “teater” muncul dari rangkaian upacara

keagamaan, suatu ritual pemujaan terhadap para dewa.30

Banyak pementasan drama yang tidak didasarkan pada karya drama tertentu, melainkan berdasaran novel, cerpen, puisi, atau bahkan lagu. Namun demikian, jika kembali kepada pengertian umum yang

29

Endah Tri Priyatni, op.cit., h. 185

30

(39)

bahkan kemudian juga menjadi semacam pembeda dengan genre prosa dan puisi misalnya, maka niscaya akan diperoleh jatidiri dari drama itu, bahwa drama telah diniatkan dari awal oleh penulisnya sebagai karya sastra yang sesungguhnya dimaksudkan untuk dipertunjukkan.

Drama tidak dapat diperlukan sebagai puisi ketika mencoba mendekatinya, karena puisi penekanannya sebagai suatu hasil cipta intuisi

imajnasi penyair. 31 Kekhususan drama disebabkan tujuan drama ditulis

pengarangnya tidak hanya berhenti sampai pada tahap pembeberan peristiwa untuk dinikmati secara artistik imajinatif oleh para pembacanya, namun mesti diteruskan untuk kemungkinan dapat dipertontonkan dalam suatu penampilan gerak dan perilaku konkret yang dapat disaksikan. Kekhususan drama inilah yang kemudian menyebabkan pengertian drama sebagai suatu genre sastra lebih terfokus sebagai suatu karya yang lebih berorientasi kepada seni pertunjukan, dibandingkan sebagai genre sastra.

Sebagai sebuah genre sastra, drama memungkinkan ditulis dalam bahasa yang memikat dan mengesankan. Drama dapat ditulis oleh pengarangnya dengan mempergunakan bahasa seagaimana sebuah sajak. Penuh iramaa dan kaya akan bunyi yang indah, namun sekkaligus menggambarkan watak-watak manusia secara tajam, serta menampilkan

peristiwa yang penuh kesuspenan. 32

Satu hal yang tetap menjadi ciri lakon/drama adalah bahwa kemungkinan itu harus disampaikan dalam bentuk dialog-dialog dari para tokoh. Akibat dari hal inilah maka seandainya seorang pembaca yang membaca suatu teks drama tanpa menyaksikan pementasan drama tersebut mau tidak mau harus membayangkan jalur peristiwa di atas pentas. Pementasan sebagai satu dimensi lain dari drama, memberikan kekuatan sekaligus kelemahan bagipenikmat untuk menangkap makna yang terdapat pada teks. Kekuatannya terletak pada visualisasi langsung, kelemahannya

31

Hassanuddin, WS, Drama Karya Dalam Dua Dimensi, (Bandung: Angkasa. 1996), h. 1

32

(40)

tidak ada pementasan yang sama untuk suatu teks drama meskipun oleh sutradara yang sama dan sutradara itu pengarang drama itu sendiri.

Mengenai peristilahan, misalnya istilah sandiwara, drama atau juga teaterr dapat dijelaskan sebagai berikut. Istilah sandiwara merupakan istilah yang lebih dikenal pada awal perkembangan drama sampai dengan masa penjajahan Jepang. Sedangkan untuk masa-masa selanjutnya, istilah drama dan teater lebih sering dipergunakan oleh banyak pihak. Istilah drama untuk lebih memfokuskan drama sebagai genre sastra (permasalahan naskah, teks, unsur cerita), dan istilah teater untuk menunjukkan persoalan pementasan (tentang seni pertunjukkan, seni peran). Dari beberapa pengertian drama yang dimaksudkan dapatlah disebutkan bahwa drama merupakan suatu genre sastra yang ditulis dalam bentuk dialog-dialog dengan tujuan untuk dipentaskan sebagai suatu seni pertunjukkan.

Naskah lakon AAIIUU karya Arifin C. Noer ditunjukkan untuk

skenario film, maka ada beberapa istilah yang terdapat dalam penyutradaraan sebuah film. Pengertian skenario adalah media yang menyampaikan pesan berupa dialog-dialog, dari penulis skenario ke awak pembuat film dan disampaikan ke khalayak. Menurut Syd Field (The Foundations of Screenwriting, 1994) dalam jurnal Nahdliyah Rahmawati mengungkapkan “A screenplay is a story told with picture, in dialogue and placed within the context of dramatic structure. A Screenplay is a

noun – it is about a person, or persons, in a place or places, doing his or her or their thing. All screenplays execute this basic premise. The person

is the character, and doing his or her thing is the action (1994, 8)”33

Sedangkan menurut lewis Herman (1952) dalam jurnal Nahdliyah Rahmawati, skenario film adalah komposisi tertulis yang dirancang sebagai panduan bagi seorang sutradara film. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa skenario film adalah sebuah naskah cerita

33

Nahdliyah Rachmawati, Wacana Gay dalam Skenario Film Arisan. Commonline, Jurnal Online

(41)

yang menguraikan adegan-adegan, tempat, keadaan, dan dialog yang disusun dalam konteks struktur dinamik. Skenario merupakan naskah cerita yang harus dilakonkan oleh para pelakon dalam bentuk tertulis menjadi bentuk visual audio.

Skenario menjadi dasar dan rancangan dalam perbuatan sebuah film. Menurut Herman (1952) dalam jurnal Nahdliyah Rahmawati menjelaskan bahwa dalam sebuah skenario terdapat unsur-unsur sebuah film, seperti dramaturgi, konsep visual, montase, karakterisasi, pengadeganan, dialog,

dan tata suara.34 Skenario film merupakan salah satu karya sastra yang

memiliki kesamaan struktur dengan drama. Sebuah skenario film juga memiliki plot, latar, penokohan, dan tema. Hanya saja teknik penulisan berbeda dengan penulisan drama. Dalam sebuah skenario film tidak terlalu banyak monolog dan penokohan lebih banyak digambarkan dengan dialog-dialog antar tokoh dalam skenario tersebut.

Skenario menjadi dasar dalam pembuatan sebuah film. Jika skenario itu buruk, maka tidak mungkin menhasilkan film yang baik. Namun jika skenario itu baik, besar kemungkinan filmnya pun akan baik. Hal ini membuktikan bahwa betapa pentingnya skenario bagi kualitas sebuah film.

Seperti halnya sebuah karya literature yang dapat dipecah menjadi bab (chapter), alinea dan kalimat, film jenis apapun, panjang atau pendek juga memiliki struktur fisik. Secara fisik sebuah film dapat dipecah menjadi

unsur-unsur yakni Shot, scene (adegan), dan sekuen. Pemahaman tentang

shot, scene, sekuen nantinya banyak berguna ntuk membagi urut-urutan (segmentasi) plot sebuah film secara sistematik. Segmentasi plot akan banyak membantu kita melihat perekmbangan plot sebuah film secara menyeluruh dari awal hingga akhir.

a. Shot

Shot merupakan unsur terkecil dari film.35 Dalam novel shot bisa

diibaratkan satu kalimat. Sekumpulan beberapa shot biasanya dapat

34

Ibid., h. 147

35

(42)

dikelompokkan menjadi sebuah adegan. Shot selama produksi film memiliki arti proses perekaman gambar sejak kamera diaktifkan (on) hingga kamera dihentikan (off) atau juga sering diistilahkan satu kali take (pengambilan gambar). Sementara shot setelah film telah jadi (pasca produksi) memiliki arti satu rangkaian gambar utuh yang tidak terinterupsi oleh potongan gambar (editing).

b. Scene (Adegan)

Scene adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang memperlihatkan satu aksi berkesinambungan yang diikat oleh ruang,

waktu, isi (cerita), tema, karakter, atau motif.36 Satu adegan umumnya

terdiri dari beberapa shot yang berhubungan. Biasanya film cerita terdiri dari tiga puluh sampai lima puluh buah adegan. Adegan adalah yang paling mudah kita kenali sewakttu kita menonton film. Kita biasanya lebih mengingat sebuah adegan ketimbang shot atau sekuen.

c. Sekuen (Sequence)

Sekuen adalah satu segmen besar yang memperlihatkan satu

rangkaian peristiwa yang utuh.37 Satu sekuen umumnya terdiri dari

beberapa adegan yang saling berhubungan. Dalam karya literatur, sekuen bisa diibaratkan seperti sebuah bab atau sekumpulan bab. Dalam pertunjukkan teater, sekuen bisa dinamakan dengan satu babak. Satu sekuen biasanya dikelompokkan berdasarkan satu periode (waktu), lokasi, atau satu rangkaian aksi panjang. Biasanya film cerita terdiri delapan sampai lima belas sekuen. Dalam beberapa kasus film, sekuen dapat dibagi berdasarkan usia karakter utama, yakni masa balita, kanak-kanak, remaja, dewasa, serta lanjut usia. Dalam film-film petualangan yang umumnya mengambil banyak tempat, sekuen biasanya dibagi berdasarkan lokasi cerita.

36

Ibid., h. 29

37

(43)

2.2.2 Unsur Intrinsik dalam Naskah Lakon AAIIUU karya Arifin C. Noer Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu

sendiri.38 Tidak hanya dalam novel dan puisi, dalam naskah lakon pun

terdapat unsur intrinsik yang turut serta membangun cerita dalam naskah lakon tersebut. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra. Unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah membuat sebuah cerita berwujud. Dalam penelitian ini unsur intrinsik yang akan dibahas adalah judul, tema, tokoh dan penokohan, alur/plot, latar, dan gaya bahasa.

1. Judul

Ketika membaca sebuah karya sastra baik itu novel, cerpen, puisi, naskah drama, ataupun naskah skenario film, aspek pertama yang selalu ingin kita temukan pertama kali adalah judul. Hampir tidak pernah ditemukan karya sastra yang tanpa judul. Judul bukan sekadar pelengkap karya sastra karena dari judul inilah secara eksplisit akan mengetahui karya sastra itu berbicara tentang apa dan mengekspresikan atau menyuarakan tentang apa.

Judul yang baik adalah judul yang bisa menggambarkan keseluruhan isi. Ini berarti bahwa judul dan isi memiliki kesatuan atau

keutuhan makna.39 Biasanya judul pada karya karya sastra bersifat mana

suka, dapat diambil dari nama salah satu tempat atau tokoh dalam cerita, dengan syarat sebaiknya melambangkan isi cerita untuk menarik perhatian.

2. Tema

Tema adalah inti permasalahan yang hendak dikemukakan

pengarang dalam karyanya.40 Oleh sebab itu tema merupakan hasil

konklusi dari berbagai peristiwa yang terkait dengan penokohan dan

38

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

2012), h. 23

39

Endah Tri Priyatni, op.cit, h. 186

40

Gambar

gambaran yang dimiliki tentang dirinya, yang dibentuk melalui
Gambaran secara jelas bahwa orang tua, terutama ayah tidak
Gambaran tokoh tercermin lewat dialog dalam naskah lakon
gambaran yang ideal mengenai sesuatu yang akhirnya membentuk

Referensi

Dokumen terkait