• Tidak ada hasil yang ditemukan

Effect of Spontaneous Fermentation On the Physical and Chemical Characteristics of Sorghum Flour and Its Application In Cookies

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Effect of Spontaneous Fermentation On the Physical and Chemical Characteristics of Sorghum Flour and Its Application In Cookies"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FERMENTASI SPONTAN TERHADAP

KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TEPUNG SORGUM

(Sorghum bicolor L. Moench) SERTA APLIKASINYA DALAM

PEMBUATAN COOKIES

SRITINA N. P. PAIKI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Fermentasi Spontan terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Sorgum (Sorghum Bicolor L. Moench) serta Aplikasinya dalam Pembuatan Cookies adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

(4)

SRITINA N. P. PAIKI. Effect of Spontaneous Fermentation On the Physical and Chemical Characteristics of Sorghum Flour (Sorghum bicolor L. Moench) and Its Application In Cookies. Supervised by SLAMET BUDIJANTO and NANCY DEWI YULIANA.

The study aims to observe if sorghum grain spontaneous fermentation can affect physical and chemical characteristics of its flour. Sorghum grain was spontaneously fermented for 5 days. Samples were taken daily, and selected physical and chemical characteristics were studied. Results showed that sorgum spontaneous fermentation significantly (α<0.05) decreased water and ash content, but significantly (α<0.05) increased carbohidrat, starch, amylosa, and amylopectin content. Spontaneous fermentation tended to decrease protein and fat content but not significant. Spontaneous fermentation also significantly (α<0.05) increased yield of the flour and degree of flour whiteness. Fermented flour had significantly (α<0.05) lower water absorbancy capacity and oil absorbancy capacity than non fermented flour. Fermentation decreased gelatinization temperature and setback viscosity, but increased peak viscosity, breakdown viscosity, and diameter of starch granula. Fermented sorghum flour can substitute wheat flour up to 50% in cookies. Spontaneous fermentation also significantly (α<005) increased panelist preference for organoleptic characteristics (color, aroma, flavor, and texture) and decreased gritty texture of sorghum cookies.

(5)

SRITINA N. P. PAIKI. Pengaruh Fermentasi Spontan Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Sorgum (Sorghum Bicolor L. Moench) serta Aplikasinya dalam Pembuatan Cookies. Di bawah bimbingan SLAMET BUDIJANTO dan NANCY DEWI YULIANA.

Indonesia kaya akan sumber daya alam hayati yang belum dimanfaatkan secara optimal. Dalam usaha memaksimalkan potensi sumber pangan lokal maka perlu digali sumber pangan lain selain beras, sehingga dapat menunjang diversifikasi pangan dan dapat menumbuhkan serta mendorong pengembangan agroindustri. Sorgum (Sorgum bicolor L. Moench) merupakan salah satu tanaman serealia yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia sebagai bahan pangan, karena mengandung nutrisi yang cukup baik. Pemanfaatan sorgum sebagai bahan pangan, dapat berupa produk olahan jadi dan produk olahan setengah jadi seperti tepung sorgum. Tepung sorgum yang digunakan sebagai tepung komposit dalam pembuatan roti menghasilkan tekstur roti yang lebih kering, masir dan keras. Efek negatif ini dapat diturunkan dengan proses fermentasi. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian ini guna melihat pengaruh fermentasi spontan terhadap karakteristik fisik dan kimia tepung sorgum yang berperan dalam menurunkan tekstur masir, kering dan keras pada cookies. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh fermentasi spontan terhadap karakteristik fisik dan kimia tepung sorgum yang dihasilkan serta aplikasinya dalam pembuatan cookies. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu (1) Penyosohan biji sorgum, (2) Pembuatan dan karakterisasi tepung sorgum, dan (3) Pembuatan cookies sorgum.

Kualitas biji sorgum tersosoh dipengaruhi oleh waktu penyosohan dan kadar air biji sorgum, sehingga pada tahap pertama dilakukan penentuan waktu penyosohan dan kadar air optimal yang ditandai dengan rendemen tersosoh dan derajat putih tinggi dan kadar tanin rendah. Pada tahap kedua dilakukan pembuatan dan karakterisasi fisik dan kimia tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi. Fermentasi biji sorgum dilakukan secara spontan selama 5 hari dengan menggunakan larutan garam 1% dan 2% sebagai media fermentasi. Cairan fermentasi diisolasikan pada media MRSA dan PDA untuk menentukan jumlah koloni Bakteri Asam Laktat (BAL) dan khamir. Sedangkan biji sorgum dibuat tepung dan dikarakterisasi sifat fisik dan kimianya.

Waktu penyosohan dan kadar air optimal untuk biji sorgum varietas Kawali yang disosoh menggunakan mesin penyosohan Satake Grain Testing Mill dengan jumlah biji saat penyosohan 100 g adalah 140 detik dengan kadar air biji 20% bb. Fermentasi spontan sorgum selama 5 hari melibatkan Bakteri Asam Laktat (BAL) dan khamir. BAL merupakan mikroba yang dominan tumbuh selama fermentasi spontan dengan jumlah maksimum diperoleh pada hari kedua fermentasi dengan penambahan konsentrasi garam 2% yaitu 9.11 log cfu/ml.

(6)

viskositas minimum, viskositas breakdown, kapasitas menyerap air dan minyak. Sebaliknya fermentasi spontan tidak berpengaruh nyata terhadap waktu gelatinisasi, suhu gelatinisasi, viskositas akhir, dan viskositas setback.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

PENGARUH FERMENTASI SPONTAN TERHADAP

KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TEPUNG SORGUM

(Sorghum bicolor L. Moench) SERTA APLIKASINYA DALAM

PEMBUATAN COOKIES

SRITINA N. P. PAIKI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Mayor Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

dan Kimia Tepung Sorgum (Sorghum Bicolor L. Moench) serta Aplikasinya dalam Pembuatan Cookies

Nama : Sritina N.P Paiki NRP : F251090061 Program Mayor : Ilmu Pangan

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr. Ketua

Dr. Nancy Dewi Yuliana, S.TP, M.Sc Anggota

Diketahui

Ketua Program Mayor Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(12)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih karena atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul “Pengaruh Fermentasi Spontan terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Sorgum (Sorghum Bicolor L. Moench) serta Aplikasinya dalam Pembuatan Cookies”.

Pelaksanaan penelitian dan penulisan ini didukung oleh berbagai pihak, untuk itu dengan setulus hati penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr dan Dr. Nancy Dewi Yuliana, S.TP, M.Sc selaku komisi pembimbing yang membimbing selama penelitian dan penulisan tesis.

2. Dirjen Pendidikan Tinggi Republik Indonesia atas Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) tahun 2009 di Institut Pertanian Bogor.

3. Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia atas bantuan biaya penelitian melalui program program insentif nasional bidang pangan.

4. Rektor Universitas Negeri Papua dan Dekan Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian UNIPA Manokwari atas kesempatan melanjutkan studi yang diberikan kepada penulis.

5. Dr. Dra. Suliantari, MS selaku penguji luar komisi pembimbing yang bersedia menguji penulis dalam ujian akhir.

6. Azis Boing Sitanggang, S.TP, M.Sc atas bimbingannya selama penulisan proposal dan penelitian.

7. Ibu Zita, Ibu Melan, Ka Irma, sikecil Igo, Rekan-rekan IPN 2009: Wanny, Riyanti, Hermawan, Rangga, Rani, Melina, Vanes, Nandi, Dian, Kiki, Ilul, Dede, Yoni, M’ Wida, M’ Tanti, M’ Indah, M’ Lina, M’ Fenny, P’ Ikhsan, P’ Supri dan Forum Wacana Papua atas kebersamaan dan kerjasamanya. 8. Keluarga F.A. Paiki, keluarga besar Paiki dan keluarga besar Karubaba/Essa

atas dukungannya.

9. Seluruh staf F-Technopark, staf administrasi Mayor Ilmu Pangan, staf Laboratorium ITP dan PAU SEAFAST CENTER atas segala bimbingan dan bantuannya.

Tesis ini penulis persembahkan untuk ayahanda dan ibunda serta saudara-saudari terkasih dan ponakan tercinta atas segala cinta kasih, doa dan motivasi yang tiada hentinya. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan oleh sebab itu penulis mengharapkan masukan untuk perbaikan penulisan di masa mendatang. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

(13)
(14)
(15)

Halaman

Pengaruh Fermentasi Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung

Sorgum 12

Tahap 2. Pembuatan dan Karakterisasi Tepung Sorgum Non

Fermentasi dan Fermentasi 16

Pembuatan dan Karakterisasi Tepung Sorgum 32

Pembuatan Tepung Sorgum 32

Mikroba yang Berperan selama Fermentasi Spontan Sorgum . 32 Karakteristik Kimia Tepung Sorgum . 34 Karakteristik Fisik Tepung Sorgum . 39 Karakteristik Organoleptik Cookies Sorgum . 48

SIMPULAN DAN SARAN 54

DAFTAR PUSTAKA 55

(16)

Halaman 1. Rata-rata luas tanam dan produktivitas sorgum di beberapa daerah

sentra sorgum di Indonesia 5

2. Komposisi proksimat, vitamin, dan mineral biji sorgum 7

3. Persyaratan mutu tepung sorgum 9

4. Rendemen tersosoh, derajat putih, dan kadar tanin biji sorgum pada

beberapa waktu penyosohan 27

5. Rendemen tersosoh dan derajat putih biji sorgum pada beberapa kadar

air 29

6. Komposisi proksimat tepung sorgum 35 7. Komposisi pati, amilosa dan amilopektin tepung sorgum 38

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) 4

2. Biji sorgum 6

3. Diagram alir penentuan waktu sosoh dan kadar air optimal 15 4. Diagram alir pembuatan tepung sorgum 17 5. Diagram alir proses pembuatan cookies sorgum 18 6. Hasil sosohan biji sorgum pada beberapa waktu penyosohan 26 7. Pengaruh waktu sosoh terhadap derajat putih, rendemen dan kadar tanin

biji sorgum tersosoh 28

8. Hasil sosohan biji sorgum pada beberapa tingkatan kadar air 29 9. Pengaruh kadar air terhadap derajat putih dan rendemen sorgum

tersosoh 31

10. Jumlah BAL dan khamir yang tumbuh selama fermentasi spontan

sorgum 33

11. Koloni khamir yang bersifat amilolitik 34 12. Sifat birefringence granula pati tepung sorgum 38 13. Bentuk granula pati tepung sorgum 39

14. Kurva gelatinisasi tepung sorgum 43

15. Pengaruh fermentasi terhadap rendemen tepung sorgum 44 16. Pengaruh fermentasi terhadap derajat putih tepung sorgum 45 17. Pengaruh fermentasi terhadap kapasitas menyerap air dan menyerap

minyak tepung sorgum 47

18. Pengaruh substitusi tepung sorgum terhadap nilai kesukaan cookies

sorgum 48

19. Produk cookies substitusi tepung sorgum 49 20. Pengaruh substitusi tepung sorgum terhadap tingkat kemasiran cookies

(18)

Halaman 1. Hasil uji one-way ANOVA rendemen tersosoh biji sorgum pada

beberapa waktu penyosohan 62

2. Hasil uji lanjut DMRT rendemen tersosoh biji sorgum pada beberapa

waktu penyosohan 62

3. Hasil uji one-way ANOVA derajat putih tepung sorgum pada beberapa

waktu penyosohan 62

4. Hasil uji lanjut DMRT derajat putih tepung sorgum pada beberapa

waktu penyosohan 62

5. Hasil uji one-way ANOVA kadar tanin tepung sorgum pada beberapa

waktu penyosohan 63

6. Hasil uji lanjut DMRT kadar tanin tepung sorgum pada beberapa waktu

penyosohan 63

7. Hasil uji one-way ANOVA rendemen tersosoh biji sorgum pada

beberapa kadar air 63

8. Hasil uji lanjut DMRT rendemen tersosoh biji sorgum pada beberapa

kadar air 63

9. Hasil uji one-way ANOVA derajat putih tepung sorgum pada beberapa

kadar air 64

10. Hasil uji lanjut DMRT derajat putih tepung sorgum pada beberapa

kadar air 64

11. Jumlah mikroba yang tumbuh selama fermentasi spontan sorgum 64 12. Hasil uji one-way ANOVA kadar air tepung sorgum non fermentasi dan

fermentasi 64

13. Hasil uji lanjut DMRT kadar air tepung sorgum non fermentasi dan

fermentasi 65

14. Hasil uji one-way ANOVA kadar lemak tepung sorgum non fermentasi

dan fermentasi 65

15. Hasil uji one-way ANOVA kadar abu tepung sorgum non fermentasi

dan fermentasi 65

16. Hasil uji lanjut DMRT kadar abu tepung sorgum non fermentasi dan

fermentasi 66

17. Hasil uji one-way ANOVA kadar protein tepung sorgum non fermentasi

dan fermentasi 66

18. Hasil uji one-way ANOVA kadar karbohidrat tepung sorgum non

fermentasi dan fermentasi 66

19. Hasil uji lanjut DMRT kadar karbohidrat tepung sorgum non fermentasi

(19)

dan fermentasi 67 21. Hasil uji lanjut DMRT kadar pati tepung sorgum non fermentasi dan

fermentasi 67

22. Hasil uji one-way ANOVA kadar amilosa tepung sorgum non

fermentasi dan fermentasi 68

23. Hasil uji lanjut DMRT kadar amilosa tepung sorgum non fermentasi

dan fermentasi 68

24. Hasil uji one-way ANOVA kadar amilopektin tepung sorgum non

fermentasi dan fermentasi 68

25. Hasil uji lanjut DMRT kadar amilopektin tepung sorgum non

fermentasi dan fermentasi 69

26. Hasil uji one-way ANOVA waktu gelatinisasi tepung sorgum non

fermentasi dan fermentasi 69

27. Hasil uji one-way ANOVA suhu gelatinisasi tepung sorgum non

fermentasi dan fermentasi 69

28. Hasil uji one-way ANOVA viskositas puncak tepung sorgum non

fermentasi dan fermentasi 69

29. Hasil uji lanjut DMRT viskositas puncak tepung sorgum non fermentasi

dan fermentasi 70

30. Hasil uji one-way ANOVA viskositas minimum tepung sorgum non

fermentasi dan fermentasi 70

31. Hasil uji lanjut DMRT viskositas minimum tepung sorgum non

fermentasi dan fermentasi 70

32. Hasil uji one-way ANOVA viskositas breakdown tepung sorgum non

fermentasi dan fermentasi 71

33. Hasil uji lanjut DMRT viskositas breakdown tepung sorgum non

fermentasi dan fermentasi 71

34. Hasil uji one-way ANOVA viskositas akhir tepung sorgum non

fermentasi dan fermentasi 71

35. Hasil uji one-way ANOVA viskositas setback tepung sorgum non

fermentasi dan fermentasi 71

36. Hasil uji one-way ANOVA rendemen tepung sorgum non fermentasi

dan fermentasi 71

37. Hasil uji lanjut DMRT rendemen tepung sorgum non fermentasi dan

fermentasi 72

38. Hasil uji one-way ANOVA derajat putih tepung sorgum non fermentasi

dan fermentasi 72

39. Hasil uji lanjut DMRT derajat putih tepung sorgum non fermentasi dan

(20)

fermentasi dan fermentasi 73 41. Hasil uji lanjut DMRT kapasitas menyerap air tepung sorgum non

fermentasi dan fermentasi 73

42. Hasil uji one-way ANOVA kapasitas menyerap minyak tepung sorgum

non fermentasi dan fermentasi 73

43. Hasil uji lanjut DMRT kapasitas menyerap minyak tepung sorgum non

fermentasi dan fermentasi 74

44. Penetapan gula menurut Luff Schoorl 74

45. Contoh lembar kerja uji hedonik 75

46. Contoh lembar kerja uji skala 75

47. Hasil uji one-way ANOVA uji organoleptik terhadap warna cookies 76 48. Hasil uji lanjut DMRT uji organoleptik terhadap warna cookies 76 49. Hasil uji one-way ANOVA uji organoleptik terhadap warna cookies 76 50. Hasil uji lanjut DMRT uji organoleptik terhadap warna cookies 76 51. Hasil uji one-way ANOVA uji organoleptik terhadap warna cookies 76 52. Hasil uji lanjut DMRT uji organoleptik terhadap warna cookies 77 53. Hasil uji one-way ANOVA uji organoleptik terhadap warna cookies 77 54. Hasil uji lanjut DMRT uji organoleptik terhadap warna cookies 77 55. Hasil uji one-way ANOVA uji organoleptik terhadap warna cookies 77 56. Hasil uji lanjut DMRT uji organoleptik terhadap warna cookies 77 57. Hasil uji one-way ANOVA uji organoleptik terhadap tingkat kemasiran

cookies 78

58. Hasil uji lanjut DMRT uji organoleptik terhadap tingkat kemasiran

cookies 78

59. Spesifikasi KETT Digital Whiteness Meter Model C-100 78 60. Spesifikasi Rapid Visco Analyzer 79 61. Spesifikasi Scanning Electron Microscope Model JSM-5310LV 80

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia kaya akan sumber daya alam hayati yang belum dimanfaatkan secara optimal. Dalam usaha memaksimalkan potensi sumber pangan lokal maka perlu digali sumber pangan lain selain beras, sehingga dapat menunjang diversifikasi pangan dan dapat menumbuhkan serta mendorong pengembangan agroindustri. Informasi dasar mengenai produk pangan lokal tersebut masih minim, karena itu penelitian dasar sangat diperlukan untuk mengetahui karakteristik hasil pertanian sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengembangan agroindustri yang sesuai. Sorgum (Sorgum bicolor L. Moench) merupakan salah satu tanaman serealia yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia sebagai bahan pangan, karena mengandung nutrisi yang cukup baik yaitu karbohidrat (73.06%), protein (8.91%), lemak (4.14%), abu (1.36%), dan serat (8.83%) (Salimi 2012). Selain itu, tanaman sorgum memiliki daya adaptasi yang luas, toleran terhadap kekeringan dan genangan air, serta relatif tahan terhadap gangguan hama atau penyakit (Sirappa 2003).

Pemanfaatan sorgum diantaranya adalah sebagai bahan pangan, pakan, bioetanol, dan bahan baku industri. Sebagai bahan pangan, pemanfaatan sorgum dibedakan menjadi produk olahan jadi dan produk olahan setengah jadi (Susila 2005). Produk olahan jadi adalah hasil olahan yang siap dikonsumsi sedangkan, produk olahan setengah jadi adalah pengolahan biji sorgum menjadi beras (dhal

sorgum), tepung dan pati sorgum. Pemanfaatan sorgum sebagai tepung cukup banyak dibutuhkan, dikarenakan adanya peningkatan daya guna sorgum, umur simpan lebih lama, mudah dicampur (komposit), dapat diperkaya dengan zat gizi (fortifikasi), dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Damardjati et al. 2000).

(22)

Tepung sorgum memiliki suhu gelatinisasi yang tinggi dan kapasitas menahan air yang rendah, sehingga menyebabkan tekstur roti dan biskuit yang dihasilkan dari campuran tepung gandum dan tepung sorgum menjadi lebih kering, masir dan keras (Munck 1994 dan Rooney et al. 1997). Hugo et al. (2000, 2003) melaporkan bahwa fermentasi asam laktat tepung sorgum tidak menurunkan suhu gelatinisasi serta tidak dapat meningkatkan kemampuan mengikat air tepung sorgum, tetapi dapat menurunkan tekstur masir, kering dan keras pada roti yang dihasilkan dari campuran 30% tepung sorgum dan 70% tepung terigu. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian ini guna melihat pengaruh fermentasi spontan terhadap karakteristik fisik dan kimia tepung sorgum yang berperan dalam menurunkan tekstur masir, kering dan keras tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah mempelajari pengaruh fermentasi spontan terhadap karakteristik fisik dan kimia tepung sorgum yang dihasilkan. Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Menentukan waktu penyosohan dan kadar air optimal biji sorgum saat penyosohan.

2. Mengamati jumlah koloni BAL dan khamir yang tumbuh selama fermentasi spontan biji sorgum.

3. Mengetahui karakteristik fisik dan kimia tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi.

(23)

Hipotesis

1. Proses penyosohan mempengaruhi rendemen biji sosoh, derajat putih tepung, dan kandungan tanin biji sorgum sosoh yang dihasilkan.

2. Proses fermentasi spontan biji sorgum melibatkan BAL dan khamir.

3. Fermentasi dapat mempengaruhi karakteristik fisik dan kimia tepung sorgum yang dihasilkan.

4. Tepung sorgum dapat digunakan untuk membuat cookies. Manfaat

(24)

TINJAUAN PUSTAKA Sorgum

Sorgum (Sorghum bicolor

L. Moench) termasuk tanaman jenis serealia yang berasal dari Afrika. Kedudukan tanaman sorgum dalam taksonomi tumbuhan adalah:

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas : Monocotyledonae (biji berkeping satu) Ordo : Poales

Famili : Gramineae Genus : Andropogon

Spesies : Sorghum bicolor L. Moench

(25)

Sorgum memiliki beberapa keunggulan yaitu daya adaptasi luas, produktivitas tinggi, perlu input relatif lebih sedikit, tahan terhadap hama dan penyakit tanaman, serta lebih toleran terhadap kondisi lahan yang marjinal (kekeringan, salinitas dan lahan masam). Dengan daya adaptasi sorgum yang luas tersebut membuat sorgum berpeluang besar untuk dikembangkan di Indonesia sejalan dengan optimalisasi pemanfaatan lahan kosong, yang kemungkinan berupa lahan marginal, lahan tidur, atau lahan non-produktif lainnya. Didukung data Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2007) bahwa luas lahan kering yang tersedia untuk perluasan areal pertanian di Indonesia adalah 22.393.917 ha. Sementara, luas panen sorgum di Indonesia secara nasional sebesar 18.000 ha dengan jumlah produksi 0.72 ton/ha (Sirrapa 2003).

Produktivitas sorgum di Indonesia fluktuatif, hal ini dikarenakan adanya berbagai hambatan baik dari segi pemahaman akan manfaat sorgum maupun dari segi penerapan teknologi pembudidayaannya (Laimeheriwa 1990). Tabel 1 menunjukkan rata-rata luas tanam dan produktivitas sorgum di beberapa daerah sentra sorgum di Indonesia yang terindentifikasi pada tahun 2003.

Tabel 1 Rata-rata luas tanam dan produktivitas sorgum di beberapa daerah sentra sorgum di Indonesia

Tempat Luas Tanam (ha)

Sumber : Sirappa (2003)

Biji sorgum umumnya berbentuk bulat agak oval panjang dengan ukuran biji sekitar 4x2.5x3.5 mm. Berat biji bervariasi antara 8-50 mg dengan rata-rata beratnya 28 mg. Berdasarkan ukurannya sorgum dibedakan menjadi sorgum biji kecil (8-10 mg), sorgum biji sedang (12-24 mg), sorgum biji besar (25-35mg) (Laimeheriwa 1990). Ditambahkan pula bahwa kulit biji ada yang berwarna putih, merah atau cokelat.

(26)

bagian terluar yang tersusun atas dua atau tiga lapisan memanjang, dan ada yang mengandung pigmen. Sedangkan mesokarp merupakan lapisan tengah dan cukup tebal, berbentuk poligonal serta mengandung sedikit granula pati, sementara endokarp tersusun oleh sel menyilang dan sel berbentuk tabung. Ditambahkan oleh Mudjisihono dan Suprapto (1987) bahwa pada bagian kulit biji sorgum terdapat lapisan testa. Lapisan testa berada dibawah lapisan endokarp dan disekeliling permukaan endosperm biji. Kebanyakan jenis biji sorgum mempunyai lapisan testa yang terletak di sekeliling permukaan endosperm dengan ketebalan yang bervariasi untuk setiap varietas, biasanya paling tebal terdapat pada puncak biji dan yang tertipis terdapat di dekat lembaga. Ketebalan testa dipuncak biji berkisar antara 100-140 µm, dan paling tipis terdapat antaran10-30 µm. Bagian endosperm meliputi lapisan aleuron, lapisan sub-aleuron, lapisan luar endosperm

(honry endosperm) dan lapisan dalam endosperm (floury endosperm). Bagian

lembaga meliputi scutellum dan embryonic axis (sumbu lembaga). Bagian-bagian biji sorgum dibagi menjadi bagian kulit biji, endosperm dan lembaga (germ) seperti yang terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Biji sorgum (a) Penampang membujur biji sorgum (Laimeheriwa 1990), (b) Lapisan kulir luar (perikarp) biji sorgum (Awika dan Rooney 2004)

Komposisi Kimia Biji Sorgum

(27)

menentukan karakteristik bahan pangan, misalnya rasa, warna, dan tekstur. Berdasarkan kandungan amilosanya, biji sorgum dapat dikelompokkan menjadi sorgum ketan (waxy sorghum) memiliki kadar amilosa kurang dari 1%, sedangkan sorgum biasa (non-waxy sorghum) memiliki kadar amilosa sekitar 10-17% (Dicko

et al. 2006a). Komposisi proksimat, vitamin dan mineral dalam 100 g biji sorgum

disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi proksimat, vitamin, dan mineral biji sorgum

Makronutrisi (g/100 g bb) Vitamin (mg/100 g bk) Mineral (mg/100 g bk) Karbohidrat 65-80 Vitamin A 21 RE* Ca 21

Protein biji sorgum dapat dikelompokkan menjadi 4 fraksi, berdasarkan kelarutannya yaitu albumin (larut air), globulin (larut dalam larutan garam), prolamin (larut dalam alkohol), dan glutenin (larut dalam larutan alkali) (FAO 2010). Prolamin merupakan fraksi protein terbesar (27-43.1%), diikuti glutenin (26.1-39.6) kemudian globulin (12.9-16%) dan albumin (2-9%). Dijelaskan juga bahwa kandungan tertinggi fraksi albumin dan globulin adalah lisin dan triptofan, sedangkan prolamin mengandung prolin, glutamat, dan leusin. Lemak pada biji sorgum kaya akan asam lemak tidak jenuh. Komposisi asam lemak pada lemak sorgum yaitu linoleat (49%), oleat (31%), palmitat (14%), linolenat (2.7%) dan stearat (2.1%) (FAO 2010).

RE = retinol ekuivalen

Pembuatan Tepung Sorgum

(28)

perikarp dan testa dari bagian endosperm, pencucian untuk memisahkan kotoran yang terikut saat penyosohan, penirisan untuk memisahkan air pencucian dan biji sorgum, pengeringan untuk menurunkan kadar air biji sehingga memudahkan proses selanjutnya, penepungan untuk mengecilkan ukuran biji dan pengayakan untuk menyeragamkan ukuran butiran tepung (Dewi 2000).

Prinsip penyosohan biji sorgum umumnya sama dengan prinsip penyosohan serealia lainnya, yaitu penggosokan. Berdasarkan cara penggosokan, mesin penyosoh digolongkan menjadi tipe gerinda dan tipe gesekan (Patiwiri 2006). Mesin penyosoh tipe gerinda lebih dikenal dengan sebutan mesin penyosoh tipe abrasif karena permukaan gesek menggunakan lapisan abrasif , sedangkan tipe gesekan disebut juga tipe tekanan karena memakai tekanan yang tinggi. Mesin penyosoh tipe abrasif biasanya menggunakan permukaan gesek yang terbuat dari batu, sedangkan tipe gesekan terbuat dari besi atau baja.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil sosohan yaitu varietas, jumlah bahan saat penyosohan, waktu penyosohan, dan kadar air biji saat penyosohan. Varietas sorgum memiliki bentuk dan ukuran biji yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Jumlah bahan optimum biji sorgum saat penyosohan tergantung pada tipe mesin penyosoh. Sementara, lamanya waktu penyosohan dipengaruhi oleh varietas sorgum dan tipe mesin penyosoh. Waktu penyosohan berpengaruh terhadap banyaknya lapisan kulit luar biji yang terbuang, warna biji sosoh, rendemen tersosoh, dan keutuhan biji. Amrinola (2010) melaporkan bahwa waktu penyosohan sorgum varietas ZH-30 adalah 5 menit, sedangkan varietas G1.1 adalah 3 menit.

(29)

Parameter mutu tepung sorgum menurut Codex (1989) dikategorikan menjadi parameter umum dan parameter khusus. Parameter umum yaitu aman dan dapat dikonsumsi oleh manusia, bebas dari penyimpangan aroma dan flavor, serangga hidup, serta kotoran (kotoran dari hewan, termasuk serangga mati) dalam jumlah yang membahayakan kesehatan manusia. Selain itu, tepung sorgum juga harus bebas dari logam berat dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan harus memenuhi batas maksimum residu pestisida dan mikotoksin yang ditetapkan. Sedangkan parameter khusus tepung sorgum disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Persyaratan mutu tepung sorgum

Deskripsi Batas (%bk)

Ukuran partikel (granularity) Min 100% tepung melewati ayakan dengan dimensi mesh berdiameter 0.5 mm untuk tepung baik (fine) dan berdiameter 1 mm untuk tepung sedang (medium)

Sumber: Codex Standar 173-1989

Fermentasi

Kata “fermentasi” berasal dari bahasa latin ”ferfere” yang artinya mendidihkan, deskripsi ini muncul karena aksi dari khamir pada ekstrak buah atau gandum yang direndam (Stanbury et al. 2003). Fermentasi adalah proses metabolik dengan bantuan enzim dari mikroba (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu dan menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan tersebut. Steinkraus (2002) menjelaskan juga bahwa, makanan fermentasi adalah substrat makanan yang ditumbuhi oleh mikroba penghasil enzim terutama amilase, protease, lipase yang menghidrolisis polisakarida, protein dan lemak menjadi produk dengan flavor, aroma dan tekstur menyenangkan dan menarik bagi konsumen.

(30)

selama proses fermentasi. Hal itu dapat dicapai dengan menciptakan kondisi yang cocok bagi pertumbuhan mikroorganisme tersebut, dengan mengatur kondisi lingkungan seperti suhu, oksigen dan pH.

Fermentasi spontan adalah fermentasi yang terjadi tanpa penambahan mikroba dalam bentuk starter atau ragi, proses fermentasi yang terjadi tergantung mikroba yang terdapat pada bahan baku (Tortora et al. 2004). Fermentasi dengan cara ini menghasilkan mutu produk yang tidak seragam karena jumlah dan jenis mikroba yang berperan belum tentu sama dalam setiap proses. Sedangkan fermentasi back slopping adalah proses fermentasi yang berlangsung dengan menggunakan mikroba yang terdapat pada produk fermentasi sebelumnya. Dengan demikian cara ini juga kemungkinan gagal karena mutu tidak seragam cukup besar. Fermentasi terkendali adalah fermentasi yang berlangsung dengan menambahkan mikroba dalam jumlah dan jenis tertentu secara langsung pada bahan baku yang akan difermentasi. Keseragaman mutu pada fermentasi kemungkinan berhasil sangat besar karena jumlah dan jenis mikroba awal diketahui sehingga hasilnya pun dapat diprediksi (Tortora et al. 2004).

Berbagai mikroorganisme dapat memfermentasi berbagai substrat, dimana produk akhir yang dihasilkan tergantung jenis mikroba yang tumbuh, substrat dan enzim yang berperan. Berdasarkan sumber mikroba yang berperan, proses fermentasi dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu fermentasi spontan, back slopping, dan fermentasi terkendali (Tortora et al. 2004).

Fermentasi spontan sorgum melibatkan bakteri asam laktat dan khamir. Beberapa penelitian melaporkan bahwa mikroba yang dominan tumbuh selama fermentasi spontan sorgum adalah bakteri asam laktat (BAL) (Mohammed et al.

(31)

adalah kelompok bakteri yang menguntungkan, karena mampu memfermentasi gula sebagai sumber energi untuk memproduksi asam laktat dalam jumlah besar dan jika memecah protein, tidak membentuk senyawa putrefaktif (senyawa yang menyebabkan aroma busuk). Terbentuknya asam laktat dan asam organik oleh bakteri asam laktat menyebabkan penurunan pH substrat sehingga mikroba pesaing tidak dapat tumbuh dengan baik sebaliknya BAL dapat tetap tumbuh. Beberapa BAL dapat tumbuh pada suhu 5 oC dan tertinggi 45 o

BAL diklasifikasikan menjadi 4 genus yaitu Lactobacillus, Leuconostoc,

Streptococcus, Pediococcus, yang didasarkan pada ciri morfologi, tipe fermentasi, kemampuan tumbuh pada suhu yang berbeda, sifat stereospesifik (D atau L laktik), serta toleransi terhadap asam dan basa (Pot, et al. 1994). Berdasarkan kemampuan untuk memetabolisme glukosa dan produk akhir yang dihasilkan, BAL dikelompokan menjadi homofermentasi dan heterofermentasi (Frazier dan Westhoff 1988). BAL homofermentatif mengubah keseluruhan glukosa menjadi asam laktat melalui jalur glikolisis. Sedangkan heterofermentatif memfermentasi glukosa menjadi asam laktat dan juga menghasilkan etanol dan asam lain seperti asam asetat serta gas CO

C, serta dapat bertahan pada pH 3.2 dan pada pH yang lebih tinggi (9.6), beberapa hanya bisa tumbuh pada kisaran pH yang sempit (4.0-4.5) (Jay 1996).

2

BAL yang terlibat dalam fermentasi spontan pembuatan tchapalo (bir tradisional dari sorgum) yaitu Lactobacillus, Leuconostoc, Enterococci, Pediococcus (Marcellin et al. 2009). Lactobacillus merupakan BAL yang paling dominan tumbuh yaitu 5.5x10

melalui jalur fosfoketolase. Isolat BAL yang menghasilkan gas yang tertampung dalam tabung Durham merupakan BAL heterofermentasi, sedangkan isolat yang tidak menghasilkan atau memproduksi gas merupakan BAL homofermentasi. BAL yang bersifat homofermentatif misalnya: Lactobacillus sp. dan Bacillus dextrolacticus. Spesies Lactobacillus

antara lain Lactobacillus plantarum, Lactobacillus bulgaricus, Pediococcus

cerevisae dan Streptococcus paecalis. Sedangkan BAL yang bersifat

heterofermentatif yaitu Leuconostoc mesentroides dan Lactobacillus brevis.

8

±7.4x108 cfu/ml, kemudian diikuti dengan

(32)

yaitu 4.3x107±5.8x107 cfu/ml. Selain BAL, terdapat juga khamir yang dapat tumbuh sebesar 1.2x107±1.8x107

Pengaruh Fermentasi Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Sorgum

cfu/ml. Ditambahkan juga bahwa, dari 222 strain yang dipilih secara acak menunjukkan bahwa Enterococci dan Pediococcus tidak memproduksi gas, sehingga dikategorikan sebagai BAL homofermentatif. Sedangkan Leuconostoc tergolong strain heterofermentatif. Sementara dari 114

Lactobacilli, 82.5% tergolong strain heterofermentatif dan 17.5% strain

homofermentatif.

Proses fermentasi dapat menghasilkan perubahan beberapa karakteristik fisik dan kimianya yang akan menentukan aplikasinya dalam pembuatan produk pangan olahan. Hugo et al. (2003) melaporkan bahwa proses fermentasi asam laktat dan pengeringan tepung sorgum dapat menurunkan pH (6.2-3.4), meningkatkan total asam tertitrasi (0.9-11.9), meningkatkan warna (8.4-8.7 agtron), menurunkan kadar pati (68.3-65.6%), meningkatkan kadar protein (12.3-12.8%) tetapi menurunkan kadar protein larut air (13.1-7.9%). Selain itu, dilaporkan juga bahwa proses fermentasi dan pengeringan tidak merubah suhu

pasting tepung sorgum tetapi, meningkatkan peak viskositas (129-143 unit RVA),

(33)

Pengaruh fermentasi dengan metode tradisional Sudan terhadap sifat fungsional tepung sorgum juga dilaporkan oleh Elkhalifa et al. (2005) yang menyatakan bahwa fermentasi tepung sorgum dapat menurunkan kemampuan mengikat air tepung sorgum. Semakin lama waktu fermentasi maka, kemampuan mengikat air semakin menurun. Kemampuan mengikat air pada fermentasi 0 jam adalah 4.69 g/2 g sampel, menurun menjadi 4.41 g/2 g sampel pada fermentasi 8 jam, 4.37 g/2 g sampel pada fermentasi 16 jam dan 4.40 g/2 g sampel pada fermentasi 24 jam.

(34)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus 2011 s/d Agustus 2012 bertempat di Laboratorium Technopark, Labolatorium Mikrobiologi SEAFAST CENTER

PAU, dan Laboratorium Kimia Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji sorgum varietas Kawali yang diperoleh dari UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia LIPI Yogyakarta. Bahan yang dibutuhkan dalam analisis mikrobiologi adalah media Man Rogosa Sharpe Agar (MRSA), media Potato

Dextrose Agar (PDA), dan KH2PO4. Sedangkan bahan yang dibutuhkan dalam

analisis fisik adalah minyak goreng dan aquades. Sementara, pada analisis kimia bahan yang dibutuhkan adalah NaCl, asam tanat, reagen Folin-Denis, Na2CO3, heksan, K2SO4, HgO, H2SO2, HCl, NaOH, etanol 85%, asam perklorat, pereaksi DNS, maltosa standar, CH3

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat penyosohan model Santake Grain Mill, disc mill, ayakan, oven, timbangan, whiteness meter, spektofotometer, autoclave, vorteks, mikropipet, inkubator, mikroskop, sentrifus, penangas air, Rapid Visco Analyzer (RVA), Scanning Electron Microscope

(SEM), mikroscope polarization, dan peralatan gelas untuk analisis.

COOH, KI iod, indikator fenolftalein, dan amilosa standar.

Metode Penelitian

(35)

pada tahap ketiga adalah mengaplikasikan tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi yang dihasilkan dalam pembuatan produk cookies, serta pengujian organoleptiknya.

Tahap 1. Penyosohan Biji Sorgum

Penyosohan biji sorgum bertujuan menghilangkan lapisan terluar (kulit), dan kulit ari. Kualitas penyosohan dipengaruhi oleh waktu penyosohan dan kadar air biji sorgum saat penyosohan, sehingga pada tahap ini dilakukan penentuan waktu penyosohan dan kadar air biji optimal yang ditandai dengan rendemen tersosoh dan derajat putih tinggi dan kadar tanin rendah. Diagram alir tahapan penyosohan biji sorgum disajikan pada Gambar 3.

Penentuan waktu penyosohan bertujuan untuk mendapatkan waktu penyosohan optimal untuk menghasilkan sorgum sosoh terbaik. Penentuan waktu penyosohan dilakukan dengan cara menyosoh biji sorgum menggunakan Satake

Grain Mill selama 20, 40, 60, 80, 100, 120, 140, 160 dan 180 detik dengan

kapasitas 100 g biji sorgum sekali sosoh (Wiratama 2010). Waktu penyosohan terbaik digunakan untuk menentukan kadar air terbaik.

Gambar 3 Diagram alir penentuan waktu sosoh dan kadar air optimal Penentuan kadar air bertujuan mendapatkan kadar air yang tepat pada saat penyosohan sehingga menghasilkan sorgum sosoh dengan rendemen dan derajat

Biji Sorgum

Penyosohan

SantakeGrain Mill

Kapasitas: 100 g Waktu: 20, 40, 60, 80, 100, 120,140 & 180 detik

Sortasi Waktu: terbaik dari tahap

sebelumnya Sortasi

(36)

putih tertinggi serta kadar tanin terendah. Penentuan kadar air dilakukan dengan cara melakukan conditioning atau tempering, yaitu menambahkan sejumlah air ke dalam biji sorgum yang bertujuan untuk meningkatkan kadar air biji sorgum.

Conditioning dilakukan dengan cara menambahkan air sebanyak 0, 5, 10, 15, 20,

dan 25 % (b/v) ke dalam biji sorgum lalu dikemas menggunakan kemasan aluminium foil dan disimpan pada suhu ruang selama 24 jam. Setelah itu, diukur kadar air biji kemudian biji sorgum disosoh dengan kapasitas 100 g menggunakan

Satake Grain Mill selama waktu terbaik yang diperoleh dari hasil sebelumnya. Parameter yang diamati adalah rendemen tersosoh, derajat putih, dan kadar tanin. Perlakuan dengan hasil rendemen tersosoh dan derajat putih tertinggi, dengan kadar tanin terendah yang digunakan dalam penelitian selanjutnya.

Tahap 2. Pembuatan dan Karakterisasai Tepung Sorgum Non Fermentasi dan Fermentasi

Tahapan ini bertujuan untuk membuat tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi, mengamati mikroba yang terlibat selama fermentasi biji sorgum, dan menganalisis karakteristik fisik dan kimia tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi yang dihasilkan. Diagram alir tahapan pembuatan tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi disajikan dalam Gambar 4.

Tahapan pembuatan tepung sorgum non fermentasi yaitu biji sorgum yang telah disosoh, direndam dalam air pada suhu ruang selama 1 jam yang bertujuan untuk melunakkan biji sorgum. Setelah itu, biji sorgum dicuci dan dikeringkan hingga kadar air maksimum 15% bk (Codex 1989). Selanjutnya, biji sorgum ditepungkan dan diayak (80 mesh) (Dewi 2000).

(37)

yang terlibat selama fermentasi spontan sedangkan hasil berupa biji sorgum dicuci, dikeringkan, ditepungkan, dan diayak.

Isolasi BAL dan khamir bertujuan untuk mengetahui jumlah BAL dan khamir yang terlibat selama waktu fermentasi. Isolasi ini menggunakan metode Ali dan Mustafa (2009). Pengamatan dilakukan terhadap cairan fermentasi selama 0, 24, 48, 72, 96, 120 jam untuk menghitung jumlah koloni BAL dan khamir. Pemupukan cairan fermentasi pada media MRS (Man Rogosa Sharpe) agar untuk menghitung jumlah koloni BAL dan pada media PDA (Potato Dextrose Agar) untuk menghitung jumlah koloni khamir. Masing-masing perlakuan dilakukan secara duplo.

Parameter yang diamati adalah jumlah koloni khamir, jumlah koloni BAL,

rendemen tepung, derajat putih tepung, bentuk dan ukuran granula, sifat pasting, daya serap air, daya serap minyak, kadar pati, kadar amilosa, kadar amilopektin dan proksimat (kadar air, karbohidrat, lemak, protein, abu).

(38)

Tahap 3. Pembuatan Cookies Sorgum

Tahapan ini bertujuan untuk menghasilkan produk cookies dari tepung sorgum non fermentasi dan fermentasi serta menguji karakteristik organoleptiknya. Pembuatan cookies dilakukan dengan menggunakan tepung komposit, yaitu campuran antara tepung terigu dan tepung sorgum. Persentase jumlah tepung sorgum yang ditambahkan adalah 0, 50, dan 100%.

Formulasi pembuatan cookies yaitu tepung komposit (46%), margarin (28%), gula halus (18%), baking soda (0.16%), garam (0.16%), vanili (0.46%). Semua bahan kecuali tepung dicampur dan diaduk menggunakan mixer selama ± 10 menit. Selanjutnya, ke dalam adonan tersebut ditambahkan tepung secara perlahan-lahan sambil diaduk hingga merata. Setelah tercampur adonan tersebut dicetak dan dipanggang dalam oven selama 15 menit pada suhu 150-160 °C.

Cookies yang dihasilkan didinginkan, dikemas dan siap untuk diuji

organoleptiknya. Diagram alir pembuatan cookies dapat dilihat pada Gambar 5.

1

Gambar 5 Proses pembuatan cookies sorgum

Uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik dan uji skala. Uji hedonik bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap produk

Tepung sesuai formula Pencampuran

(±10 menit)

Pencetakan Pencampuran

Pemanggangan 130-150 ºC selama 20-30 menit Gula halus, margarin,

susu skim, kuning telur, garam dan soda

(39)

cookies tepung sorgum. Penilaian tingkat kesukaan didasarkan pada karakteristik produk meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan. Skor penilaian yang digunakan dalam uji ini ada 7 tingkat, yaitu, skor 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (netral), 5 (agak suka), 6 (suka), dan 7 (sangat suka). Uji skala bertujuan untuk mengetahui tingkat kemasiran dari produk cookies yang dihasilkan menggunakan komposit tepung sorgum. Skor penilaian yang digunakan dalam uji ini ada 7 tingkat, yaitu, skor 1 (sangat masir), 2 (masir), 3 (agak masir), 4 (netral), 5 (agak tidak masir), 6 (tidak masir), dan 7 (sangat tidak masir). Panelis yang digunakan untuk uji organoleptik adalah panelis tidak terlatih sebanyak 25 orang panelis.

Data hasil penelitian akan dianalisis dengan ANOVA one-way dan jika hasil uji anova (p< 0.05) menunjukkan perbedaan yang nyata maka dianalisis lebih lanjut dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) (p< 0.05) dengan menggunakan program SAS 9.1.3.

Analisi Data

Prosedur Analisis Analisis mikrobiologi

a. Enumerasi Mikroba (Marcellin et al. (2009)

Enumerasi dilakukan dengan cara 10 ml cairan fermentasi yang diperoleh dari masing-masing sampel ditambahkan ke dalam 90 ml larutan pengencer KH2PO4 yang sudah disterilkan kemudian divortex. Serial pengenceran dilakukan sebanyak 10-1-10-7, kemudian dari masing-masing pengenceran 10-5-10-7

a. Bakteri asam laktat (Saeed et al. 2009)

diambil secara tepat 1 ml dan diinokulasikan pada masing-masing media dengan menggunakan metode tuang sesuai dengan tujuannya masing-masing sebagai berikut:

(40)

b. Total khamir(Saeed et al. 2009)

Total khamir ditentukan dengan menumbuhkan masing-masing serial pengenceran (10-5-10-7

b. Perhitungan Total Koloni (BAM 2001)

) pada media Potato Dextrose Agar (PDA).

Selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam, lalu dihitung jumlah koloni yang tumbuh.

Perhitungan koloni dilakukan dengan menggunakan rumus Standar Plate

Count (BAM 2011) dalam satuan cfu/ml:

N = ΣC / [((1*n1) + (0.1*n2

= Jumlah cawan pada pengenceran pertama 2

d = Pengenceran pertama yang dihitung = Jumlah cawan pada pengenceran kedua

Limit deteksi metode plating berkisar 25 hingga 250 koloni. Ketika dalam cawan terdapat koloni kurang dari 25, maka dalam pelaporannya dikatakan bahwa jumlahnya 2.5x101 CFU/ml. Jika tidak ditemukan koloni dalam cawan hingga pengenceran terendah, maka pelaporannya sebanyak 1.0x 101

Analisis Fisik

CFU/ml. Namun jika koloninya melebihi 250, maka pelaporannya dianggap sebagai TBUD (tidak bisa dihitung). Dengan demikian, hanya cawan yang jumlah koloninya berkisar 25 hingga 250 saja yang dapat dihitung sebagai jumlah koloni bakteri yang diinokulasikan.

a. Rendemen (AOAC 2005)

(41)

Rendemen tepung merupakan persentase jumlah tepung sorgum yang dihasilkan dari penepungan sejumlah biji sorgum sosoh yang ditentukan dengan rumus:

b. Derajat Putih Tepung (Whiteness meter)

Derajat putih diukur dengan menggunakan alat KETT Digital Whiteness

Meter Model C-100. Sejumlah sampel dimasukkan ke dalam wadah sampel

hingga tidak terdapat rongga, kemudian wadah sampel ditutup. Masukkan wadah berisi MgO3 ke dalam alat sebagai standar. Selanjutnya keluarkan wadah berisi MgO3

Persentase derajat putih sampel ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

dan masukkan wadah berisi sampel ke dalam alat.

c. Kapasitas Menyerap Air dan Minyak (Elkhalifa et al. 2005)

Tabung sentrifuse yang telah ditimbang beratnya lalu diisi dengan 2 g sampel (a), kemudian tambahkan 20 ml aquades untuk pengukuran kapasitas menyerap air dan 20 ml minyak untuk pengukuran kapasitas menyerap minyak lalu divortex. Selanjutnya diamkan selama 30 menit lalu disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 25 menit dan didekantasi, kemudian ditimbang beratnya (b). Daya serap air/minyak dihitung dengan menggunakan persamaan:

Daya serap air/minyak (%)

air) kadar (100

10000 a

a b

(42)

d. Profil Pasting Tepung (RVA) (Sanchez-Rivera et al. 2010)

Profil pasing tepung diukur dengan menggunakan alat Rapid Visco Analyzer

(RVA). Sampel ditimbang langsung di dalam tabung sampel aluminium RVA sebanyak 2.24 g dengan kadar air 8% db, dan aquades ditambahkan kedalamnya hingga berat total sampel 28 g. Jika kadar air sampel berbeda maka jumlah aquades yang ditambahkan harus disesuaikan dengan jumlah kadar air sehingga berat akhir sampel dalam tabung aluminium tetap konstan 28 g. Selanjutnya, campuran tersebut diaduk rata menggunakan paddle plastik untuk menghindari pembentukan gumpalan sebelum dimasukan ke dalam RVA.

Sampel tersebut dimasukkan pada alat RVA dan dilakukan analisis. Selanjutnya, dilakukan siklus pemanasan dan pendinginan dengan pengadukan konstan yang diatur selama 23 menit. Sampel dipanaskan hingga suhu 30 °C dan dipertahankan selama 1 menit. Kemudian sampel dipanaskan lagi hingga suhu 95 °C selama 7.5 menit, lalu suhu 95 °C dipertahankan selama 5 menit sebelum didinginkan hingga suhu 50 °C selama 7.5 menit, lalu suhu 50 °C dipertahankan selama 2 menit. Parameter yang diamati adalah suhu awal gelatinisasi, viskositas maksimum (peak viscosity), viskositas pada suhu 95 °C (HPV), viskositas pada suhu 50 °C (CPV), breakdown (BD) (1/4 PV-HPV), dan setback (SB) (1/4 CPV-HPV).

e. Bentuk dan Ukuran Granula Tepung (Sanchez-Rivera et al. 2010) Bentuk dan ukuran dan bentuk granula tepung diukur dengan menggunakan

Scanning Electron Microscope (SEM) s-3000N. Sebanyak 2 mg sampel

ditaburkan setipis mungkin di atas wadah logam yang telah diberikan perekat. Penaburan sampel setipis mungkin bertujuan agar gambar granula yang diperoleh tidak saling bertumpuk. Selanjutnya dilapisi dengan menggunakan emas-palladium (60:40). Proses pelapisan bertujuan menjadikan sampel bersifat konduktif. Setelah itu, bentuk dan ukuran granula difoto dan diukur dengan menggunakan alat Scanning Electron Microscope (SEM) s-3000N.

(43)

mikroskop polarisasi cahaya dengan perbesaran 400 kali dan gambar yang teramati dipotret dengan kamera dan foto granula pati yang dihasilkan dicetak pada film.

Analisis Kimia

a. Kadar Tanin (AOAC 2005)

Kadar tanin ditentukan dengan metode spektrofotometer yaitu membuat kurva standar sebelumnya dengan cara mengambil masing-masing 0-10 ml larutan asam tanin standar, kemudian dimasukan ke dalam labu ukur 100 ml yang berisi 75 ml aquades. Setelah itu, ditambahkan 5 ml reagen Folin-Denis dan 10 ml larutan Na2CO3

b. Kadar Air (AOAC 2005)

lalu tambahkan aquades hingga tanda tera, kemudian diamkan selama 30 menit dan ukur menggunakan sprektrofotometer pada panjang gelombang 760 nm. Data yang diperoleh kemudian dibuat kurva standar. Setelah itu, sampel diukur dengan prosedur yang sama dengan menggantikan tannin stadard dengan 1 ml sampel.

Kadar air diukur dengan menggunakan metode oven yaitu suhu oven diatur 105 o

c. Kadar Lemak (AOAC 2005)

C dan sampel dikeringkan di dalamnya sampai dicapai berat konstan. Persen kadar air berdasarkan berat basah dihitung dengan rumus berikut :

Kadar lemak diukur dengan menggunakan metode Soxhlet dengan prinsip lemak diekstrak dengan pelarut lemak (heksan), setelah pelarutnya diuapkan, lemak dapat ditimbang dan dihitung persentasenya berdasarkan rumus berikut :

d. Kadar Protein (AOAC 2005)

(44)

1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Kemudian didinginkan, ditambahkan sedikit air secara perlahan-lahan dan didinginkan lagi. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi dan dibilas 5-6 kali, air cucian dipindahkan ke dalam alat destilasi ditempatkan erlenmeyer 125 ml berisi 5 ml larutan borat jenuh dan 2-4 tetes indikator (metal merah + metal biru) di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan asam borat jenuh. Kemudian ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3

Protein (% bk) = % N x faktor konversi (6.25)

lalu didestilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Tabung kondensor dan isi erlenmeyer dititrasi dengan HCl 0.1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu atau biru. Kadar protein yang diperoleh dapat dihitung dengan cara berikut :

e. Kadar Abu (AOAC 2005)

Sampel ditimbang dalam cawan pengabuan kemudian dibakar dalam tanur (550o

f. Kadar Karbohidrat (By different)

C) sampai diperoleh abu berwarna abu-abu atau sampai beratnya tetap.

Penetapan karbohidrat dilakukan dengan perhitungan berikut: Karbohidrat (% bk) = 100 – (Protein + Lemak + Air + Abu) g. Kadar Pati (Funami et al. 2005)

(45)

spektrofotometri dengan panjang gelombang 540 nm. Jumlah pati pada tepung sorgum dihitung dengan interpolasi dari nilai absorbansi di kurva standar. Kurva standar dibuat dengan menggunakan

h. Kadar Amilosa (Funami et al. 2005)

maltosa sebagai standar.

Sampel dalam bentuk tepung dilarutkan dalam 9 ml NaOH 1 N dan 1 ml etanol lalu dipanaskan selama 30 menit. Ambil 5 ml lalu tambahkan 1 ml CH3COOH 1 N dan 2 ml KI iod. Kemudian tepatkan pada labu takar 100 ml, lalu didiamkan selama 30 menit dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Jumlah amilosa dalam pati dihitung dengan interpolasi dari nilai absorbansi di kurva standar. Kurva standar dibuat dengan menggunakan campuran amilosa dari pati

i. Kadar Amilopektin (Funami et al. 2005) kentang sebagai standar.

Penetapan jumlah amilopektin ditentukan berdasarkan selisih antara jumlah pati dan jumlah amilosa yang dirumuskan sebagai berikut:

(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyosohan Biji Sorgum Penentuan Waktu Penyosohan

Proses penyosohan mempengaruhi kualitas sorgum sosoh yang dihasilkan, dan selanjutnya mempengaruhi kualitas tepung sorgum dan produk pangan berbasis tepung sorgum yang dihasilkan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini dilakukan penentuan waktu penyosohan optimal untuk menghasilkan tepung sorgum yang baik. Parameter yang digunakan untuk menentukan waktu penyosohan optimal adalah rendemen tersosoh, warna (derajat putih) tepung, dan kadar tanin. Hasil sosohan biji sorgum pada beberapa waktu penyosohan disajikan pada Gambar 6 sedangkan hasil analisis rendemen tersosoh, derajat putih dan kadar tanin disajikan pada Tabel 4.

Sosoh 0 detik Sosoh 20 detik Sosoh 40 detik Sosoh 60 detik

Sosoh 80 detik Sosoh 100 detik Sosoh 120 detik

(47)

Tabel 4 Rendemen tersosoh, derajat putih, dan kadar tanin biji sorgum pada beberapa waktu penyosohan

Waktu penyosohan

Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (α=0.05)

Hasil pengujian ragam rendemen tersosoh, derajat putih dan kadar tanin biji sorgum pada beberapa waktu penyosohan menunjukkan perbedaan yang nyata (α=0.05) (Lampiran 1, 3, dan 5), sehingga dilakukan pengujian lanjut dengan uji DMRT (Lampiran 2, 4, dan 6) yang menunjukkan bahwa rendemen tersosoh, derajat putih dan kadar tanin yang dihasilkan pada masing-masing waktu penyosohan cenderung berbeda nyata (α=0.05). Semakin lama waktu penyosohan maka persentase rendemen tersosoh dan kadar tanin biji sorgum semakin menurun, sebaliknya persentase derajat putih semakin meningkat (Gambar 7). Hal ini dikarenakan semakin lama waktu penyosohan, maka lapisan perikarp, testa dan aleuron yang dapat dipisahkan menjadi lebih banyak. Amrinola (2010) melaporkan bahwa semakin lama waktu penyosohan biji sorgum varietas ZH-30, maka lapisan aleuron dan testa yang dapat dipisahkan menjadi lebih banyak sehingga akan menurunkan rendemen sorgum sosoh yang dihasilkan. Rendemen tersosoh sorgum varietas ZH-30 pada waktu penyosohan 2.5 menit adalah 76.4%, dan menurun menjadi 68.2% jika waktu penyosohan ditingkatkan menjadi 5 menit.

Lapisan epikarp pada kulit biji sorgum mengandung pigmen (Hubbard et al.

(48)

signifikan terhadap kadar taninnya, sementara varietas sorgum yang memiliki testa mengadung kadar tanin yang tinggi (15.5 mg CE/g). Sehingga dengan meningkatnya waktu penyosohan menyebabkan semakin banyak lapisan testa yang terlepas selama proses penyosohan, maka tanin yang terkandung didalamnya juga ikut terbuang. Tanin merupakan senyawa fenolik yang larut dalam air dan memiliki kemampuan untuk berikatan dengan protein serta polimer lainnya seperti polisakarida.

Gambar 7 Pengaruh waktu penyosohan terhadap derajat putih, rendemen dan kadar tanin biji sorgum tersosoh

(49)

Penentuan Kadar Air

Kualitas biji sorgum sosoh dipengaruhi juga oleh kadar air biji saat penyosohan. Pada kadar air yang lebih tinggi akan menyebabkan kulit biji sulit dikupas/disosoh, sedangkan pada kadar air yang lebih rendah akan menyebabkan biji mudah pecah (Patiwiri 2006). Parameter yang digunakan untuk menentukan kadar air optimum saat penyosohan biji sorgum adalah rendemen tersosoh dan derajat putih tepung tertinggi. Hasil pengukuran rendemen tersosoh dan derajat putih pada beberapa tingkatan kadar air biji saat penyosohan disajikan pada Tabel 5, sedangkan gambar hasil sosohan biji sorgum dapat dilihat pada Gambar 8.

Tabel 5 Rendemen tersosoh dan derajat putih pada beberapa kadar air Kadar air

Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (α=0.05)

Kadar air 9% bb Kadar air 16% bb Kadar air 20% bb Kadar air 23% bb

(50)

Hasil pengujian ragam rendemen tersosoh dan derajat putih biji sorgum pada beberapa tingkatan kadar air menunjukkan perbedaan yang nyata (α=0.05) (Lampiran 7 dan 9), sehingga dilakukan pengujian lanjut dengan uji DMRT (Lampiran 8 dan 10). Hasil uji lanjut DMRT rendemen tersosoh cenderung tidak berbeda nyata (α=0.05) antar perlakuan peningkatan kadar air (16-31% bb), tetapi berbeda nyata (α=0.05) dengan kadar air awal (9% bb). Sedangkan, hasil uji lanjut DMRT derajat putih pada kadar air awal (9% bb) berbeda nyata (α=0.05) dengan perlakuan tingkatan kadar air lainnya. Sementara, pada peningkatan kisaran kadar air 16, 20, 23, dan 25% menunjukkan derajat putih yang tidak berbeda nyata (α=0.05) antar perlakuan tersebut tetapi berbeda dengan tingkatan kadar air awal. Jika kadar air ditingkatkan hingga 29 dan 31% bb tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (α=0.05) pada masing-masing perlakuan tetapi berbeda dengan perlakuan tingkatan kadar air yang lebih rendah.

Rendemen tersosoh meningkat dengan meningkatnya kadar air biji hingga 23% bb, kemudian menurun pada kadar air 25% bb lalu meningkat kembali pada kadar air 29-31% bb, sementara derajat putih menurun dengan meningkatnya kadar air biji (Gambar 9). Peningkatan rendemen hingga kadar air 23% bb disebabkan meningkatnya keliatan dan kekuatan biji sehingga tidak mudah pecah saat penyosohan. Meningkatnya keliatan biji menyebabkan meningkatnya daya lengket kulit pada endospermnya sehingga kulit biji sorgum lebih sulit terpisahkan saat penyosohan. Hal ini ditunjukkan dengan semakin rendahnya derajat putih. Thahir (2010) melaporkan bahwa proses penyosohan beras sebaiknya dilakukan pada kadar air 15%. Karena pada kadar air yang lebih tinggi proses pengupasan/penyosohan kulit lebih sulit. Sebaliknya, pada kadar air yang lebih rendah, butiran beras mudah pecah/patah sehingga akan menghasilkan banyak beras patah atau menir.

(51)

Kadar Air (%bb)

menurunkan derajat putih (Gambar 9). Amrinola (2010) melaporkan bahwa peningkatan kadar air biji sorgum hingga 20% dapat meningkatkan rendemen tersosoh biji sorgum dan menurun jika kadar air ditingkatkan menjadi 22%. Semakin meningkat kadar air biji saat penyosohan akan menghasilkan sorgum sosoh yang lebih liat dan tidak mudah patah, serta menyebabkan endosperm menjadi lunak dan lengket.

(52)

Pembuatan dan Karakterisasi Tepung Sorgum Pembuatan Tepung Sorgum

Tepung sorgum dibuat dengan dua perlakuan yaitu non fermentasi dan fermentasi. Tepung sorgum non fermentasi dibuat dengan tahapan perendaman, pencucian, pengeringan, penepungan, dan pengayakan. Sementara tahapan pembuatan tepung sorgum fermentasi meliputi tahapan fermentasi, pencucian, pengeringan, penepungan, dan pengayakan. Tahapan perendaman biji pada pembuatan tepung sorgum non fermentasi bertujuan untuk melunakkan tekstur biji sorgum. Sementara tahapan fermentasi pada pembuatan tepung sorgum fermentasi dilakukan secara spontan pada suhu ruang dengan konsentrasi larutan garam 1% dan 2% selama 5 hari. Penggunaan larutan garam 1 dan 2% dalam fermentasi spontan sorgum disebabkan karena pada konsentrasi garam yang lebih dari 2% akan menurunkan kemampuan tumbuh Bakteri Asam Laktat (BAL) (Saeed et al. 2009; Marcellin et al. 2009). Tahapan pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air pada biji hingga kadar air maksimum 15% bk (syarat Codex untuk tepung sorgum). Penepungan bertujuan untuk mengecilkan ukuran biji, dan untuk menghasilkan butiran tepung yang seragam maka dilakukan proses pengayakan menggunakan ayakan berukuran 80 mesh.

Mikroba yang Berperan selama Fermentasi Spontan Sorgum

(53)

Gambar 10 Pertumbuhan BAL dan khamir selama fermentasi spontan sorgum Pertumbuhan BAL dan khamir selama fermentasi spontan sorgum meningkat hingga fermentasi hari kedua, kemudian mengalami penurunan. Fase pertumbuhan logaritmik berlangsung selama hari ke nol hingga hari pertama fermentasi, yang ditandai dengan peningkatan kurva pertumbuhan yang cukup tajam. Sementara, fase pertumbuhan lambat dan fase pertumbuhan tetap berlangsung pada hari pertama hingga hari kedua fermentasi. Hal ini ditandai dengan melambatnya kurva pertumbuhan, serta pencapaian jumlah maksimum pertumbuhan BAL dan khamir selama fermentasi spontan sorgum. Dan fase kematian dimulai setelah hari kedua fermentasi yang ditandai dengan menurunnya jumlah pertumbuhan BAL dan khamir.

Penurunan jumlah BAL dan khamir setelah hari kedua fermentasi disebabkan karena semakin berkurangnya jumlah nutrisi yang tersedia pada medium fermentasi, serta adanya komponen antimikroba yang dihasilkan oleh BAL (Forsythe dan Hayes 1998). Bakteri asam laktat menghasilkan berbagai komponen antimikroba seperti asam laktat, asam asetat, asam format, etanol, hydrogen peroksida, bakteriosin, dan beberapa senyawa penghambat lain yang belum teridentifikasi (Vandenbergh 1993). Dalode (2007) melaporkan bahwa fermentasi sorgum selama 12 jam dapat meningkatkan asam laktat dari 1.5% menjadi 3.03%.

Jumlah koloni BAL pada fermentasi sorgum yang menggunakan konsentrasi larutan garam 2% lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah koloni BAL pada konsentrasi larutan garam 1% (Lampiran 11). Hal ini disebabkan karena garam dapat menghambat pertumbuhan mikroba-mikroba lain. Fellows

(54)

(2000) melaporkan bahwa penggunaan garam 2-6% pada proses fermentasi dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk.

Selama proses fermentasi dapat terjadi beberapa perubahan karakteristik fisik dan kimia tepung yang dihasilkan karena adanya aktivitas BAL dan khamir. BAL dan khamir dapat menghasilkan beberapa enzim yang mampu menghidrolisis senyawa-senyawa organik kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Gambar 11 menunjukkan adanya khamir yang memiliki aktivitas amilolitik selama fermentasi spontan sorgum. Hal ini ditandai dengan terbentuknya zona bening disekeliling koloni yang tumbuh pada media pati (PDA) ketika ditambahkan iod. Aktivitas enzim amilase, protease, dan lipase pada fermentasi spontan jagung (ogi) selama 72 jam berturut-turut adalah 3.90, 4.80, dan 1.38 mg/ml (Ohenhen dan Ikenebomeh 2007).

Gambar 11 Koloni khamir yang bersifat amilolitik Karakteristik Kimia Tepung Sorgum

Analisis komposisi kimia yang dilakukan terhadap tepung sorgum yang dihasilkan meliputi analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat), kadar pati, kadar amilosa dan kadar amilopektin. a. Analisis proksimat

(55)

fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (α=0.05) terhadap kadar air, sedangkan lamanya waktu fermentasi dan konsentrasi garam cenderung tidak berbeda nyata (α=0.05). Kadar air tepung sorgum non fermentasi dan tepung sorgum fermentasi masih berada dibawah kadar air yang distandarkan oleh Codex untuk tepung sorgum yaitu 15%. Kadar air sangat berpengaruh terhadap kualitas tepung, semakin tinggi kadar air maka tepung akan semakin cepat rusak. Kerusakan yang terjadi dapat berupa tumbuhnya jamur dan berbau apek. Apabila suatu tepung memiliki kadar air rendah diharapkan memiliki umur simpan yang lebih lama.

Tabel 6 Komposisi proksimat tepung sorgum Konsentrasi

Tepung Sorgum Non fermentasi

11.17a 0.99ns 7.53ns 0.47a 78.44b

Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (α=0.05)

Hasil uji ragam pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa fermentasi spontan tidak berpengaruh nyata (α=0.05) terhadap kadar lemak tepung yang dihasilkan, namun cenderung menurunkannya (Tabel 6). Penurunan kadar lemak disebabkan adanya aktivitas mikroba yang bersifat lipolitik. Ohenhen dan Ikenebomeh (2007) melaporkan adanya aktivitas enzim lipase sebesar 1.38 mg/ml pada fermentasi spontan jagung (ogi). Komposisi asam lemak pada lemak sorgum yaitu linoleat (49%), oleat (31%), palmitat (14%), linolenat (2.7%) dan stearat (2.1%) (FAO 2010).

(56)

Selama fermentasi, mikroorganisme dapat menghidrolisis protein menjadi asam amino bebas dan selama pertumbuhannya mikroba tersebut dapat mensintesis asam amino baru dari metabolik intermediet (Correia et al. 2010). Utami (2008) melaporkan bahwa hasil pengujian pemecahan komponen protein oleh BAL dan khamir menunjukkan bahwa BAL dan khamir memiliki aktivitas proteolitik yang ditandai dengan terbentuknya zona bening disekitar koloni. Dijelaskan juga oleh Ohenhen dan Ikenebomeh (2007) bahwa pada fermentasi spontan jagung (ogi) selama 72 jam memiliki aktivitas enzim protease sebesar 4.80 mg/ml.

Fermentasi selama 2 hari dapat menurunkan kadar protein pada tepung millet (9.18-7.45%), kemudian meningkat kembali pada fermentasi hari ke-3 dan ke-4 (9.20-9.46%) (Onweluzo dan Nwabugwu 2009). Sedangkan, fermentasi tepung sorgum selama 24 jam dapat meningkatkan kadar protein tepung dari 9.69% menjadi 10.15% (Fadlallah et al. 2010). Sebaliknya, menurut Mohammed

et al. (2011) fermentasi sorgum selama 72 jam dapat menurunkan kadar protein

tepung (12.25-10.70%). Fermentasi juga dapat menurunkan kadar protein terlarut tepung sorgum (4.35-3.12 mg/g), kadar fraksi albumin dan globulin tepung sorgum (14.2-12.5%), dan kadar fraksi glutenin (18.5-17.8%), tetapi meningkatkan protein tidak larut (1.20-1.46%) dan fraksi prolamin (52.0-54.5%) (Ibrahim et al. 2005, Correia et al. 2010). Berdasarkan kelarutannya, protein biji sorgum dibedakan menjadi 4 fraksi yaitu albumin (larut air), globulin (larut dalam larutan garam), prolamin (larut dalam alkohol), dan glutenin (larut dalam larutan alkali) (FAO 2010).

Kadar protein atau lemak yang tinggi tidak diharapkan dalam aplikasi pembuatan cookies. Hal ini karena protein atau lemak mampu membentuk kompleks dengan amilosa sehingga membentuk endapan tidak larut dan menghambat pengeluaran amilosa dari granula (Lara et al. 2010). Dengan demikian, diperlukan energi yang lebih besar untuk melepas amilosa sehingga suhu gelatinisasi yang dicapai akan lebih tinggi. Selain itu, juga dapat menurunkan viskositas adonan yang berakibat pada menurunnya kekuatan gel pada adonan (Richana dan Sunarti 2004).

(57)

Hal ini disebabkan selama fermentasi, sebagian mineral larut ke dalam air perendaman sehingga terikut saat pencucian. Fennema (1996) menyatakan bahwa pencucian dapat menghilangkan kandungan mineral dalam bahan pangan. Fermentasi sorgum selama 3 hari dapat menurunkan kadar abu tepung yang dihasilkan yaitu 1.71-1.65% dan 3.7-2.7% (Mohammed et al. 2011). Sementara, Irtwange dan Achimba (2009) melaporkan bahwa fermentasi gari selama 3 hari dapat menurunkan kadar abu dari 1.87% menjadi 1.65% dan meningkat lagi menjadi 2.46% saat fermentasi dilanjutkan sampai 5 hari. Kadar abu merupakan estimasi dari total kandungan mineral bahan pangan yang diperlukan untuk menghitung jumlah total karbohidrat dalam analisis proksimat (Fennema 1996). Dicko et al. (2006a) melaporkan bahwa kandungan mineral pada biji sorgum adalah kalsium, klor, tembaga, iod, besi, magnesium, fosfor, kalium, natrium dan zink. Kadar abu yang tinggi pada tepung kurang disukai karena cenderung menghasilkan warna gelap pada produk cookies yang dihasilkan.

Hasil uji ragam menunjukkan bahwa fermentasi spontan berpengaruh nyata (α=0.05) terhadap kadar karbohidrat tepung sorgum yang dihasilkan, dan cenderung meningkatkannya (Lampiran 18). Hasil ini sama seperti yang dilaporkan oleh Mohammed et al. (2011) bahwa fermentasi sorgum selama 72 jam dapat meningkatkan karbohidrat tepung sorgum dari 74.68% menjadi 75.36%.

b. Analisis pati, amilosa dan amilopektin

(58)

Tabel 7 Komposisi pati, amilosa dan amilopektin tepung sorgum

70,46ab 15.57ab 54.90 4

a 66.79abc 13.73abcd 53.06 5

ab

60.81cd 15.13abc 45.68b Tepung Sorgum Non fermentasi 57.77d 11.38d 46.40b Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (α=0.05)

Peningkatan kadar pati, amilosa, dan amilopektin pada penelitian ini dikarenakan sebagian granula pati pada tepung sorgum non fermentasi telah tergelatinisasi yang ditandai dengan hilangnya sifat birefringence pada granula patinya (Gambar 12). Sifat birefringence adalah sifat granula pati yang merefleksikan cahaya sehingga membentuk bidang berwarna biru dan kuning ketika diamati menggunakan mikroskop polarisasi (Winarno 2002). Gelatinisasi pati menyebabkan gangguan pada struktur molekul amilosa dan amilopektin di dalam granula pati yang ditandai dengan pengembangan granula yang bersifat irreversibel, hilangnya sifat birefringence dan sifat kristalin granula pati. Jika pemanasan dilanjutkan terus, maka granula pati akan pecah sehingga menyebabkan keluarnya komponen terlarut (amilosa dan amilopektin) dari dalam granula (Fennema 2000).

Gambar 12 Bentuk granula tepung sorgum (a) non fermentasi, (b) fermentasi garam 1% (c) fermentasi garam 2%

b

c

Gambar

Gambar 1  Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench)
Tabel 2  Komposisi proksimat, vitamin, dan mineral biji sorgum
Tabel 3 Persyaratan mutu tepung sorgum
Gambar 3  Diagram alir penentuan waktu sosoh dan kadar air optimal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tepung pisang dilakukan analisa fisik meliputi kadar air dan warna, sedangkan analisa kimia tepung pisang meliputi water holding capacity (WHC), water

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi tepung beras sebagai pengganti air kelapa, konsentrasi garam, dan lama fermentasi terhadap sifat fisik,

Tepung Sup Krim Instan dari Tepung Ubi Jalar Kuning Fermentasi pada Berbagai Perlakuan (atas) dan Sup Krim Instan dari Tepung Ubi Jalar Kuning Fermentasi pada Berbagai

Telah menyatakan bahwa, skripsi yang berjudul “ Pengaruh Subtitusi Rendemen Kasar Tepung Labu Kuning pada Cookies ditinjau dari Karakteristik Fisikokimiawi dan

Nilai rataan karakteristik kimia tepung talas Satoimo hasil fermentasi dengan kultur mikroba murni pada waktu yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2.. Nilai rataan

Pemberian tepung tempe dengan rasio yang semakin tinggi menyebabkan peningkatan kandungan mineral besi, seng, kalsium dan magnesium pada cookies.. Karakteristik fisik

Kadar Amilosa Berdasarkan hasil analisa menunjukkan bahwa perlakuan proporsi tepung terigu : tepung jali terefermentasi dan penambahan NaHCO3 tidak terdapat interaksi yang nyata p≥0,05

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari substitusi tepung jali fermentasi dan penambahan tepung kedelai terhadap karakteristik fisik tingkat kekerasan biskuit