• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KERJASAMA SISTER CITY KOTA BANDUNG DENGAN KOTA SUWON TAHUN 1997-2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI KERJASAMA SISTER CITY KOTA BANDUNG DENGAN KOTA SUWON TAHUN 1997-2015"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

vi ABSTRAK

E.N. DOMLOBOY NST. IMPLEMENTASI KERJASAMA SISTER CITY KOTA BANDUNG DENGAN KOTA SUWON TAHUN 1997-2015.

Paradiplomasi memudahkan pemerintah daerah untuk melakukan kerjasama internasional, salah satu contohnya adalah sister city. Kota Bandung dengan segala keunggulannya membuat banyak kota lainnya termasuk kota yang berada diluar negeri tertarik untuk melakukan kerjasama sister city. Salah satu kerjasama sister city yang dilakukan oleh Kota Bandung adalah kerjasama sister city dengan Kota Suwon. Selama pelaksanaan kerjasama sister city Kota Bandung dengan Kota Suwon dari tahun 1997 sampai sekarang, kerjasama ini mengalami pasang surut dalam implementasi program kerjasamanya. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui apa saja yang menjadi faktor-faktor penyebab pasang-surutnya kerjasama

sister city Kota Bandung dan Kota Suwon dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif analasis. Analisa data berdasarkan data dan informasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Bandung dan sumber-sumber lainnya dalam membahas permasalahan yang diteliti peneliti. Hasil dari penelitian menyatakan bahwa ada dua faktor yang menjadi penghambat terlaksananya kerjasama sister city Kota Bandung dan Kota Suwon menjadi tidak efektif, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal terjadi karena krisis global yang terjadi di dua negara, paradigma nasional yang mengatakan bahwa kerjasama sister city

hanyalah sebuah seremonial. Sedangkan dari segi internal adalah faktor sumber daya manusia yang mendukung, birokrasi dan anggaran yang kurang. Untuk mencapai kerjasama sister city yang optimal, maka negara harus mengubah paradigma nasional dan mengevaluasi segala bentuk kerjasama, karena seperti dikatakan oleh Keohane dan Nye dalam teori saling ketergantungan yang kompleks, kerjasama yang lebih efektif dapat mencapai tujuan dan kepentingan negara.

(2)

vii ABSTRACT

E.N. DOMLOBOY NST. IMPLEMENTATION OF COOPERATION WITH SISTER CITY BANDUNG SUWON CITY YEARS 1997-2015.

Paradiplomasi easier for local governments to carry out international cooperation, one example is the sister city. Bandung city with all its advantages make many other towns including the city that is outside the country to exploit sister city. One sister city cooperation undertaken by the city of Bandung is the sister city partnership with the City of Suwon. During the implementation of cooperation with the sister city of Bandung City Suwon City from 1997 until now, this cooperation have ups and downs in the implementation of this cooperation. This research intends to find out what are the factors that cause the ups and downs of cooperation sister city of Bandung and Suwon City using descriptive qualitative research method analysis. The data analysis is based on data and information issued by the Government of Bandung and other resources in addressing the problems studied researchers. The results of the study states that there are two factors that constrain the implementation of cooperation sister city of Bandung and Suwon City becomes ineffective, in internal factors and external factors. External factors occur due to the global crisis in the two countries, the national paradigm which says that the cooperation of sister city just a ceremonial. In terms of internal human resources are factors that support, less bureaucracy and budget. To achieve optimal sister city cooperation, the state must change the paradigm of national and evaluate all forms of cooperation, because as said by Keohane and Nye in the theory of complex interdependence, a more effective cooperation can

achieve the goals and interests of the state.

(3)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Bandung adalah kota terbesar ketiga dan merupakan Ibu Kota dari Jawa Barat. Kota Bandung merupakan kota yang memiliki keunggulan baik secara komparatif maupun kompetitif. Posisi kota yang strategis sebagai ibukota Propinsi Jawa Barat, menjadikan kota Bandung sebagai pusat perekonomian. Tersedianya transportasi darat dan udara, memberikan kemudahan akses untuk berkunjung ke Kota Bandung, baik secara domestik maupun internasional. Selain itu, Kota Bandung sangat terkenal sebagai kota pariwisata, dengan berbagai penawaran di berbagai bidang pariwisata, seperti; wisata belanja, wisata alam, wisata sejarah, wisata budaya, wisata hobby (minat atau kegemaran khusus), serta wisata teknologi dan arsitektur.1

Kehadiran globalisasi menjadi alasan dan faktor utama bagi berbagai negara-negara di dunia untuk saling bekerjasama. Hal ini didasarkan pada saling bergantung dan saling membutuhkannya tiap-tiap negara terhadap negara lain, baik itu sumber daya alam, energi, informasi, teknologi, maupun perdagangan. Dengan adanya hubungan internasional yang merupakan suatu sistem hubungan antar negara yang berdaulat dalam pergaulan internasional menjadikan kegiatan diplomasi sebagai suatu elemen utama bagi suatu negara sebagai faktor penentu eksistensi sebuah negara dalam hubungan internasional. Diplomasi merupakan proses politik untuk memelihara kebijakan luar negeri suatu pemerintah dalam mempengaruhi kebijakan dan sikap pemerintah negara lain.2 Diplomasi kekinian juga tidak hanya menyangkut kegiatan politik saja tapi juga suatu senjata

1

Hendrini Renola Fitri dan Faiysal Rani. “Implementasi Kerjasama Sister City Studi

Kasus Sister City Bandung-Braunchweig (Tahun 2000-2013)”. (Jurnal transnasional Vol.5 No.1, Juli 2013) h.932.

2

(4)

2

dimensional yang digunakan dalam situasi dan lingkungan apapun dalam hubungan antarbangsa.3 Sehingga dapat dikatakan hubungan internasional saat ini ditandai oleh aktivitas-aktivitas diplomasi yang sangat kompleks.

Kondisi Kota Bandung dengan berbagai keunggulannya tersebut memudahkan Kota Bandung untuk bersaing dengan dunia global. Selain itu, adanya kebijakan otonomi daerah menuntut pemerintah daerah Kota Bandung untuk lebih mandiri, tidak selalu tergantung pada pemerintah pusat. Hal ini mendorong pemerintah daerah muncul sebagai aktor baru dalam konteks kerjasama dan hubungan internasional untuk mengembangkan potensi daerahnya, baik yang berupa potensi alam maupun manusia, untuk memaksimalkan pendapatan asli daerah agar dapat melaksanakan pembangunan demi meningkatkan taraf hidup masyarakat. Salah satu solusi meningkatkan potensi yang dimiliki oleh kota Bandung tersebut, adalah dengan mengembangkan

network (jaringan kerjasama) pemerintahan. Tidak hanya kerjasama antar daerah otonom di Indonesia, tetapi juga kerjasama dengan daerah (propinsi, kabupaten, kota) di luar negeri. Bentuk kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk perjanjian internasional untuk saling bekerjasama, salah satunya adalah kerjasama

sister city Kota Bandung dan Kota Suwon.

Dalam melaksanakan kerjasama sister city ini, Pemerintah daerah khususnya Kota Bandung berpayung pada peraturan-peraturan yang memberikan kerangka yang jelas bagi berlakunya aktifitas kerjasama internasional bagi Pemerintah daerah yang relevan bagi kepentingan pembangunan daerah yaitu Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang-undang tersebut telah memberikan otonomi yang luas bagi Pemda untuk mengembangkan segenap potensi daerahnya guna mengakselerasi proses pembangunan di daerahnya.

Selain Undang-undang di atas, Kota Bandung membuat Perataturan Daerah untuk melandasi terselenggaranya kerjasama sister city tersebut, yaitu Peraturan Daerah Kota Bandung No. 12 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan

3

(5)

3

Kerjasama Daerah. Peraturan daerah ini memuat tentang prinsip, maksud dan tujuan kerjasama, ruang lingkup kerjasama, tahapan pelaksanaan kerjasama, persetujan DPRD Kota Bandung, keadaan-keadaan yang memaksa dalam pelaksanaan kerjasama, pembiayaan dan hasil kerjasama, berakhirnya kerjasama, penyelesaian perselesihan dalam kerjasama, pelaporan kerjasama, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. Perda Kota Bandung ini telah mencakup semua ketentuan dalam pelaksanaan kerjasama yang dilakukan Kota Bandung.

Kerjasama Kota Bandung dan Kota Suwon ini berawal dari Pemerintah Kota Suwon yang berkeinginan membangun kerja sama sister city dengan Kotamadya Bandung, yang disampaikan melalui kedutaan besar RI di Seoul dan Dirjen Heln Departemen Luar Negeri. Lalu pada tanggal 5 Agustus 1996, kedua kota menandatangani Letter of Intend (naskah pernyataan keinginan bermitra kota). Hingga pada akhirnya pada tanggal 25 Agustus 1997 di kota Suwon, Republik Korea dilakukan penandatanganan MoU oleh Walikota Bandung Wahyu Hamijaya dan Walikota Suwon Sim Jae Douk dan dilanjutkan dengan penandatanganan MoU antar Kadin kedua kota.

Beberapa program atas kerjasama yang telah dilaksanakan kota Bandung dan Suwon adalah sebagai berikut :4

1. Delegasi bisnis Kota Suwon telah mengadakan pembicaraan dengan KADIN Kota Bandung pada Bulan Juni 2000, dimana pada saat itu Pengusaha Kota Bandung telah memberikan informasi tentang kegiatan bisnis dan ekonomi di Kota Bandung;

2. Kompetisi Persahabatan Sepak Bola Junior antara kedua kota;

3. Pada tahun 2004 Kota Suwon telah mengirimkan delegasinya ke Kota Bandung sebanyak 2 kali, dimana dalam kunjungan tersebut telah dibicarakan beberapa rencana dan langkah kedepan untuk merealisasikan berbagai program yang telah lama direncanakan oleh pihak Kota Bandung dan Kota Suwon;

4. KADIN Kota Bandung bekerjasama dengan Pemerintah Kota Suwon untuk membuka pusat informasi perdagangan, ekonomi dan industri di Kota Suwon;

4

Tim Penulis Laporan Sister City.2010. Data Laporan Akhir Tahun Kegiatan 2010. Bagian Pemerintahan Umum Sekretariat Daerah Kota Bandung : Pemerintah Kota Bandung.

(6)

4

5. Pemerintah Kota Bandung dan Kota Suwon melaksanakan studi banding antar Pegawai Pemerintahan untuk mempelajari manajemen pemerintahan;

6. Bussiness Matching antara pengusaha Kota Bandung dengan pengusaha Kota Suwon;

7. Transaksi dagang antara pengusaha Kota Bandung dengan pengusaha Kota Suwon serta promosi produk-produk Kota Bandung;

8. Pembangunan Monumen Sister City Bandung-Suwon di Suwon;

9. Mengirimkan koki Kota Bandung untuk mengikuti “Food Festival‟ pada Festival Hwaseong di Suwon;

10. Kerjasama antara Universitas Maranatha Bandung dengan Hanshin Universty Suwon;

11. Pertukaran pemuda Suwon Youth Foundation tahun 2011 dan 2012;

12. Bantuan pembangunan MCK di Desa Sukamulya, Kecamatan Cinambo dari Kyonggi University dan bantuan alat-alat tulis tahun 2012;

13. Program Kelas Bahasa Korea di Universitas Maranatha sejak tahun 2011; 14. Rencana pembangunan fasilitas pendidikan di Desa Sukamulya;

15. Rencana pertukaran pelajar Kota Bandung ke Kota Suwon tahun 2013.

Adapun program kegiatan yang akan dilaksanakan dalam kerjasama antara kota Bandung dengan kota Suwon antara lain:

1. Kadin kota Bandung akan bekerjasama dengan Kadin kota Suwon untuk membuka pusat informasi perdagangan, ekonomi, dan industri di kota Suwon.

2. Pemerintah kota Bandung dan kota Suwon akan melaksanakan magang antar pegawai pemerintah untuk mempelajari manajemen pemerintahan. 3. Persib Bandung merencanakan mengadakan kerjasama dengan klub sepak

bola Blue Wings Samsung.

4. Pemerintah kota Bandung bekerjasama dengan Samsung Industry merencanakan pembangunan pusat industri elektronik “Samsung City Valley” di kota Bandung.

(7)

5

penelitian ini penulis menggunakan kriteria efektivitas untuk menentukan pasang surutnya kerjasama sister city Kota Bndung dan Kota Suwon dengan parameter yang digunakan adalah kegiatan sister city yang telah dilaksanakan.

Kerjasama Sister City Kota Bandung dan Kota Suwon ini dimulai dengan penandatanganan MoU pada tahun 1997, akan tetapi dari tahun 1997 sampai dengan tahun 1999 tidak ada program yang dilaksanakan diantara kedua negara yang artinya kerjasama ini mengalami surut. Lalu pada tahun 2000 mengalami kebangkitan yang ditandai dengan pembicaraan antara delegasi Kota Suwon dengan KADIN Kota Bandung mengenai kondisi perekonomian Kota Bandung. Sedangkan pada tahun 2001 tidak ada program kerjasama yang dilaksanakan dan kerjasama dilakukan pada tahun 2002 dengan pertandingan persahabatan sepak bola junior antar kedua kota. Lalu pada tahun 2003 kerjasama sister city ini kembali mengalami surut karena tidak ada program yang dilaksanakan pada tahun tersebut. Pada tahun 2004 Kota Suwon mengirimkan delegasinya ke kota Bandung sebanyak 2 kali.selanjutya di tahun 2005-2007 tidak ada informasi mengenai program yang dilaksanakan. Pada tahun 2008-2009 ada program terkait Sister City. Kerjasama sister city Kota Bandung dan Kota Suwon ini terus mengalami fluktuasi dari segi implementasinya, hingga pada tahun 2011--2015 kerjasama ini baru terlihat mengalami kemajuan yang signifikan dengan terlaksananya banyak program, diantaranya ada program kunjungan kerja delegasi Pemerintah Bandung ke Suwon pada tahun 2011, pada tahun 2012 ada program pertukaran pemuda dan beberapa kegiatan delegasi suwon di Bandung. Selanjutnya di tahun 2013 ada program kunjungan ke Samsung Electronic City, balai kota Suwon, museum Suwon dan berbagai tempat lainnya. Pada tahun 2014-2015 pun banyak kegiatan berupa kunjungan delegasi antar Kota Bandung dan Suwon, ada beberapa pertemuan resmi, kemudian festival budaya dan pertukaran pelajar. Dari gambaran program Sister City yang dilaksanakan antara Bandung dan Suwon ini banyak mengalami fluktuasi program, oleh karena itu penulis menyimpulkan bahwa kerjasama Sister City antara Bandung dan Suwon mengalami pasang surut dari tahun ke tahun.

(8)

6

masih belum optimal dan terjadi pasang-surut dalam pelaksanaan kerjasamanya. Pasang-surutnya kerjasama ini menjadi poin yang membuat penulis tertarik untuk menganalisis lebih lanjut mengenai alasan atau faktor-faktor yang menyebabkan kerjasama ini mengalami pasang surut, sehingga penulis mengangkat judul “IMPLEMENTASI KERJASAMA SISTER CITY KOTA BANDUNG DENGAN KOTA SUWON TAHUN 1997-2015”.

B.Rumusan Masalah

Kerjasama sister city Kota Bandung dan Kota Suwon merupakan produk dari desentralisasi kebijakan Pemerintah Pusat ke Pemerintah daerah yang memunculkan aktor-aktor baru yang disebut Paradiplomasi. Dalam pelaksanaanya, kerjasama yang dilakukan oleh aktor-aktor baru tersebut tidak selalu berjalan dengan mulus.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

“Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pasang-surutnya implementasi kerjasama sister city Kota Bandung dan Kota Suwon dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2015?”

C.Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab atau faktor-faktor yang mempengaruhi pasang surutnya kerjasama sister city Kota Bandung dan Kota Suwon.

D.Kontribusi Penelitian

Penelitian ini merupakan rangkaian disiplin ilmu yang penulis dapatkan selama perkuliahan di Magister Hubungan Internasional Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, sehingga adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

(9)

7

dengan Pemerintah Kota Suwon yang bertujuan untuk meningkatkan pembangunan di Kota Bandung dan Kota Suwon serta dalam rangka untuk menjalin serta meningkatkan hubungan luar negeri antara Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan negara lainnya di Dunia.

2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan tambahan dan informasi dan studi empiris bagi para akademisi ilmu hubungan internasional yang menaruh minat pada hubungan internasional yang dilakukan oleh Non-State Actor, Unit Level, dan Interstate pada suatu Negara dalam pelaksanaan Hubungan Luar Negeri yang dilakukan aktor paradiplomasi.

E.Studi Pustaka

Penelitian yang mengangkat tema tentang kerjasama sister city ini telah banyak dilakukan dengan berbagai macam fokus atau batasan masalah penelitian yang berbeda. Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan studi pustaka oleh peneliti adalah sebagai berikut :

Tabel 1. 1. Penelitian Terdahulu

No Nama dan Tahun Terbit

Judul Penelitian Metode Penelitian

Hasil Penelitian

1. Ika Ariani Kartini (UGM,2012)

Kewenangan

Penerapan

Prinsip Public

Good

Governance

Dalam Hubungan

Internasional

Melalui

Deskriptif Analitis

Pelaksanaan sister city telah sesuai instrumen telah sesuai hukum internasional dan telah mampu menerapkan prinsip good

(10)

8 Perjanjian Sister

City (Studi Kasus

Kota Bandung)

daerah provinsi maupun kota sehingga tercapai kerjasama yang baik dan berkesinambungan. 2. M. Priyudi

Ekananda (UNPAS, 2014) Dampak Kerjasama Sister City Kota Bandung dengan Kota Suwon (Republik Korea) dalam Bidang Pendidikan dan Kebudayaan di kota Bandung (Periode 2008-2013)

Deskriptif Telah

diimplementasikan dengan baik sehingga berdampak kepada meningkatnya bidang pendidikan dan berkembangnya

kebudayaan kedua kota.

3. Stivani Ismawira Sinambela (UMY, 2014) Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Penataan Kerjasama Internasional Studi Kasus Kerjasama Sister City Pemerintah Kota Medan dengan Penang

Deskriptif Kerjasama sister city antara kota Medan dan Penang belum berjalan sebagaimana yang diharapkan diantara kedua belah pihak pemerintahan tersebut yang disebabkan Eksternal dan Internal Government Issues.

4. Khoera Dara Fazra (UMY, 2015) Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Penataan

(11)

9 Kerjasama

Internasional

(Studi Kasus:

Proses Kerja

sama Sister City

Kabupaten Bogor

dengan Nanning

(RRT ) pada

tahun 2008-2015)

Republik Rakyat

Tiongkok,menimbulkan fenomena baru bahwa pemerintah pusat tidak mengontrol secara penuh terhadap

kerjasama internasional tersebut. Begitu pula dengan Nanning yang menjadi bagian dari negara Republik Rakyat Tiongkok, Nanning ibukota Provinsi Guangxi yang terletak di barat daya China yang berbatasan dengan Vietnam. 5. Albert

(Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, 2011) Faktor-faktor Penunjang Keberhasilan Kerjasama “Sister City” Semarang- Brisbane

Deskriptif Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) faktor kompetensi SDM, (2) faktor funding sebaiknya ditanggung oleh kedua belah pihak dan dikelola oleh lembaga keuangan terkait, (3) faktor insfrastruktur yang penting adalah komunikasi dan jalan raya, (4) faktor kelembagaan

(12)

10

masyarakat harus aktif dalam sister city dan (6) faktor negara mitra

Pada ketiga litelatur review diatas tentunya mempunyai kesamaan topik yaitu membahas tentang sister city. Namun ketiga literatur tersebut mempunyai fokus atau batasan masalah yang berbeda-beda. Literatur pertama yang ditulis oleh Ika Ariani Kartini pada tahun 2012 membahas mengenai kewenangan penerapan prinsip Public Good Governance dalam Hubungan Internasional melalui perjanjian sister city. Dalam penelitiannya Ika Ariani Kartini menjelaskan bagaimana pemerintah kota Bandung menjalankan kewenangannya apakah telah sesuai dengan instrumen hukum internasional dan telah mampu menerapkan prinsip good governance pada kalangan pemerintah daerah provinsi maupun kota sehingga tercapai kerja sama yang baik dan berkesinambungan dalam menjalankan kerjasama sister city. Dari hasil penelitiannya disimpulkan bahwa kerjasama sister city di kota Bandung telah sesuai instrumen, telah sesuai hukum internasional dan telah mampu menerapkan prinsip good governance pada kalangan pemerintah daerah provinsi maupun kota sehingga tercapai kerjasama yang baik dan berkesinambungan.

Literatur yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh M. Priyudi Ekananda pada tahun 2014. Saudara Priyudi ini mengambil topik mengenai dampak dari kerjasama sister city kota Bandung dan kota Suwon yang dibatasi pada bidang pendidikan dan kebudayaan. Hasil penelitian menyatakan bahwa kerjasama sister city Kota Bandung dan Kota Suwon telah diimplementasikan dengan baik sehingga berdampak kepada meningkatnya bidang pendidikan dan berkembangnya kebudayaan kedua kota.

(13)

11

Literatur yang keempat adalah dari Khoera Dara Fazra (UMY, 2015). Hasil dari penelitiannya yaitu mengenai Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Penataan Kerjasama Internasional yang menyatakan bahwa Pemerintah Kota

Bogor dan Kota Nanning dalam melakukan kerjasama banyak dilaksaaka dan

diambil alih oleh pemerintah daerah, dan pemeritah pusat tidak banyak

mengambil wewenang dalam kerjasama Sister City kedua kota.

Literatur kelima yaitu Albert (Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, 2011). Hasil penelitian Albert menyatakan faktor-faktor yang menunjang keberhasilan dari Sister City Semarang-Brisbane, ada 6 faktor yaitu : (1) faktor kompetensi SDM, (2) faktor funding sebaiknya ditanggung oleh kedua belah pihak dan dikelola oleh lembaga keuangan terkait, (3) faktor insfrastruktur yang berperan adalah komunikasi dan jalan raya, (4) faktor kelembagaan pemerintah, dimana pemerintah merupakan titik keberhasilan terbesar dalam Sister City (5) faktor masyarakat harus aktif dalam sister city, dari semua pihak dan juga aktor pemerintahan dan (6) faktor negara mitra.

Kelima literatur review diatas memberikan masukan dan pandangan kepada penulis sekaligus memberikan wawasan kepada penulis untuk mencoba menemukan hal-hal yang baru dari penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya. Seperti yang sudah di singgung sebelumnya bahwa penelitian ini terfokus pada penganalisisan penyebab dari pasang-surutnya kerjasama sister city kota Bandung dan Kota Suwon dari mulai tahun 1997 sampai dengan tahun 2015.

F. Kerangka Teoritik

(14)

12

keunggulan dan potensinya masing-masing. Keadaan yang seperti ini tidak akan membuat goyah suatu kota ketika kerjasama mengalami pasang atau surut. Apabila digambarkan, maka dapat dibentuk suatu skema sebagai berikut.

Gambar 1. 1. Paradiplomasi dan Interdepedensi Kompleks

1. Teori Paradiplomasi

Paradiplomasi merupakan desentralisasi kekuasaan politik dan kewenangan administratif dalam sebuah proses yang terjadi pada aktor-aktor sub-nasional, Institusi politik dan kebijakan publik suatu Pemerintahan pusat dalam kewenangan menjalankan hubungan luar negeri, karena pemerintah daerah merupakan bentuk yang nyata dari implementasi kebijakan publik.

Berbeda dengan kebijakan luar negeri yang dikeluarkan suatu Negara, diplomasi regional tidak berusaha untuk mewakili kepentingan nasional yang lebih umum dan luas, kepentingannya lebih untuk menunjukan pada masalah yang lebih khusus tanpa menyalahi aturan pada suatu kedaulatan Negara, dan berada pada pengawasan Negara, akan tetapi untuk mengembangkan daerahnya para aktor tersebut mempunyai kebebasan dalam menentukan isu dan tujuan yang ingin dicapai, dalam menjalankan mekanismenya, para aktor diplomasi regional berada di bawah kedaulatan Negara dan mengikuti sistem

Teori Paradiplomasi

Kota Suwon Kota Bandung

Teor interdepedensi kompleks Kerjasama Sister

(15)

13

internasional yang berlaku yang menjadikan aktor Negara sebagai penghubung untuk terciptanya hubungan tersebut, hal ini disebut Paradiplomasi.5

Keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau baik besar maupun kecil yang terbentang dari sabang sampai merauke mendukung kebijakan desntralisasi agar tetap dapat memakmurkan masyarakat dan pembangunan dalam segala bidang yang akan diwujudkan oleh pemerintah daerah dalam bentuk kebijakan otonomi daerah. Otonomi ini adalah salah satu bentuk pelimpahan hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan oleh

pemerintah pusat kepada pemerintah-pemerintah daerah ditiap provinsi dan kota

untuk mengelola daerahnya masing-masing dengan tetap berpegang teguh

terhadap Undang-Undang Dasar Negara. Dimana hal ini pada akhirnya

diharapkan dapat mewujudkan secara nyata penyelenggaraan pemerintahan yang

efektif efisien, dan berwibawa demi mewujudkan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Munculnya “aktor baru” bernama pemerintah daerah (local goverment) mempengaruhi pengembangan model hubungan yang bersifat

transnasional. Hal itu bisa digambarkan pada skema tiga berikut:6

5

Akbarizal AB. “Kewenangan Pemerintah Kota Bandung dalam menjalankan Kerjasama

Sister City dengan Kota Braunchweig Tahun 2000-2012. (Skripsi UNIKOM, Bandung, 2013. 6

(16)

14

Gambar 1. 2. Pola hubungan internasional yang bersifat transnasional yang melibatkan Local Government (Pemerintah Daerah) sebagai aktor dalam

hubungan internasional7

Keterangan :

Hubungan politik antar negara Hubungan politik dalam negeri Hubungan transnasional G : Goverment (Pemerintah Pusat)

LG : Local Goverment (Pemerintah Daerah) S : Society (Masyarakat)

IGO : Inter Goverment Organization (Lembaga Internasional)

Paradiplomasi secara relatif masih merupakan fenomena baru dalam kajian hubungan internasional. Istilah „Paradiplomacy’ pertama kali diluncurkan pada tahun 1980-an oleh ilmuan asal Basque, Panayotis Soldatos. Hal tersebut sebagai penggabungan istilah „Parallel diplomacy’ menjadi „Paradiplomacy’. Menurut

7

(17)

15

Aldecoa, Keating dan Boyer hal tersebut mengacu pada makna „the foreign policy

of non-central governments’. Istilah lain yang digunakan oleh Ivo Duchacek (1990) untuk konsep ini adalah „micro-diplomacy’.8

Konsep paradiplomasi yang dikemukakan oleh Panavotis Soldatos dan dikembangkan Ivo Duchacek, kemudian menjadi pendekatan yang sering digunakan untuk menjelaskan masalah-masalah hubungan internasional oleh aktor sub nasional. Duchacek menjelaskan paradiplomasi dalam tiga tipe:9

a. Tipe pertama adalah transborder paradiplomacy. Menunjuk pada hubungan institusional, formal maupun informal oleh pemerintah-pemerintah sub nasional yang berbeda negara namun berbatasan langsung secara geografis. Ini sangat dimungkinkan oleh adanya hubungan emosional budaya dan sejarah.

b. Tipe yang kedua adalah transregional paradiplomacy yaitu hubungan diplomasi yang dilakukan pemerintah sub nasional yang berbeda negara dan tidak berbatasan langsung, namun Negara di mana kedua pemerintahan sub nasional tersebut berada berbartasan langsung dalam satu kawasan.

c. Tipe yang ketiga adalah global paradiplomacy, yaitu pemerintah sub nasional yang melakukan hubungan diplomasi berada dalam negara yang berbeda, dari kawasan yang berbeda, dari berbagai belahan dunia.

Sementara itu, Soldatos (1990), secara fungsional atau berdasarkan cakupan isu dalam paradiplomasi, membagi dua tipe paradiplomasi:10

a. Tipe pertama adalah global paradiplomacy. Dalam tipe ini pemerintah sub nasional terlibat dalam isu-isu global atau isu-isu politik tingkat tinggi. Sebagai contoh tipe paradiplomasi ini adalah kebijaksanaan

8Criekemans, David, 2008 „Are The Boundaries between Paradiplomacy and Diplomacy Watering Down?‟, hal. 34, University of Anwerp and Flemish Centre for International Policy, Belgium. Dikutip oleh Takdir Ali, 2013, Paradiplomacy: Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemda Di Indonesia, Yogyakarta. Hal.38

9 Ivo Duchacek. 1990. Dikutip oleh Stivani Sinambela. “Kerjasama Pemerintah Daerah Dalam Penataan Kerjasama Internasional ‘Studi Kasus: Kerjasama Sister City Kota Medan dan Kota Penang’” (Thesis UMY. Yogyakarta. 2014) hal. 18.

10

(18)

16

yang diambil Gubernur New York dan Gubernur New Jersey yang melarang pendaratan pesawat-pesawat Uni Soviet di wilayahnya sebagai reaksi atas penembakan pesawat Korean Airlines. Mengingat pemerintah sub nasional biasanya terlibat dalam isu-isu politik tingkat rendah, tipe paradiplomasi ini relatif jarang terjadi.

b. Tipe kedua klasifikasi Soladatos adalah regional paradiplomacy. Dalam tipe ini pemerintah sub nasional terlibat pada isu-isu yang berskala regional. Apabila isu-isu tersebut menyangkut komunitas yang secara geografis berbatasan langsung (geographical contiguity), Soldatos menyebutnya sebagai macroregional paradiplomacy

sebaliknya bila komunitas tersebut tidak berbatasan secara langsung disebutnya sebagai microregional paradiplomacy. Lazimnya regional paradiplomacy ini menyangkut isu-isu politik tingkat rendah sehingga jarang menimbulkan kontroversi.

Dorongan bagi pemerintah sub nasional untuk melakukan paradiplomasi dapat berasal dari lingkungan domestik baik dari negara maupun unit sub nasional itu sendiri, dan dari faktor-faktor eksternal/internasional. Faktor-faktor yang menjadi pendorong paradiplomasi meliputi:11

a. Dorongan (upaya-upaya) segmentasi baik atas dasar objektif (objective segmentation) antara lain didasari perbedaan geografi, budaya, bahasa, agama, politik dan faktorfaktor lain yang secara objektif berbeda dengan wilayah lain di negara tempat unit sub nasional tersebut berada maupun atas dasar persepi (perceptual segmentation atau electoralism) yang meskipun terkait dengan objective segmentation namun lebih banyak didorong oleh faktor-faktor politik.

b. Adanya ketidakseimbangan keterwakilan unit-unit sub nasional pada unit nasional dalam hubungan luar negeri (asymmetry of federated/sub national units).

11

(19)

17

c. Perkembangan ekonomi dan institusional yang alamiah pada unit sub nasional mampu mendorong pemerintah sub nasional untuk “melakukan ekspansi” perannya.

2. Teori Interdependensi Kompleks12

Teori interdependensi kompleks (complex interdependence)

merupakan istilah yang pertama kali dikemukakan oleh Robert Keohane dan Joseph Nye dalam sebuah buku berjudul Power and Interdependence tahun 1977. Konsep mengenai Interdepensi ini lahir seiring dengan munculnya era globalisasi, yang pada dasarnya menyadarkan Negara-negara bahwa militer bukan lagi menjadi solusi tunggal dan dominan untuk mencapai tujuan atau kepentingan Negara, seperti; peningkatan perekonomian, penyelesaian konflik, maupun masalah sosial. Akan tetapi, berdasarkan kepada teori Interdependensi Kompleks Keohane dan Nye, “saling mengembangkan kerjasama” dan “beketergantungan” lebih efektif dalam mencapai tujuan -tujuan dan kepentingan Negara tersebut.13

Pada teori interdependensi kompleks Robert Keohane dan Joseph Nye, menekankan tiga hal dalam meningkatkan perekonomian, menyelesaikan konflik, maupun masalah sosial, yakni :

a. Negara bukan satu-satunya aktor yang signifikan – terdapat aktor transnasional yang melintasi batas-batas Negara sebagai pemain utama;

b. Hardpower bukanlah satu-satunya instrument yang signifikan – manipulasi ekonomi dan penggunaan lembaga-lembaga internasional adalah instrument dominan – dan kesejahteraan adalah instrument yang dominan;

c. keamanan bukanlah tujuan yang dominan – kesejahteraan adalah tujuan yang dominan.

Interdependensi kompleks oleh Keohane dan Nye kemudian dijelaskan sebagai aliran liberalisme interdependensi model baru atau neo-liberal interdependensi. Meskipun militer tidak lagi menjadi instrument terpenting

12

Hendrini Renola Fitri dan Faiysal Rani. Op. Cit. H.935-937. 13

(20)

18

bagi perdamaian dunia, namun sistem ini tidak memungkiri anarki internasional tetap ada dan nyata hingga saat ini. Akan tetapi, teori ini lebih menyarankan penggunaan softpower atau pendekatan dalam menghadapi anarki.

Berbagai macam jenis kerjasama internasional yang dijalin antar aktor adalah hal yang dinilai efektif saat ini untuk menjadi prioritas dalam meningkatkan perekonomian, menyelesaikan konflik, maupun masalah sosial.

G.Kajian Pustaka (Sister City)

Apabila ditelaah dari tata bahasanya Sister City terdiri dari 2 kata yakni Sister (saudari perempuan) dan City (Kota), dalam hal ini Sister City

berarti Kota bersaudara dimana dalam perkembangannya yang berorientasi pada pershabatan dan kemitraan, hubungan kemitraan yang terjalin dalam konteks hubungan antar Kota dalam kerjasama yang saling menguntungkan dan saling membantu dan menganut prinsip perlakuan yang sama atau

Reciprocal.14

Kerjasama Sister City dapat diartikan sebagai hubungan formal antara Pemerintah Kota maupun Pemerintah Lokal lainnya yang mempunyai kedudukan setara yang melewati batas Negara, akan tetapi Sister City sendiri dapat berupa hubungan antara Negara dengan Kota yang tujuannya terhubung pada tujuan-tujuan internasional.

Kerjasama Sister City Sendiri terbentuk karena adanya persamaan kedudukan dan status administrasi, persamaan ukuran luas wilayah dan fungsi, persamaan karakteristik sosio-kultural dan topografi kewilayahan, persamaan permasalahan yang dihadapi, dan komplementaritas antara kedua pihak dengan tujuan untuk membangun hubungan kerjasama dalam pertukaran kunjungan pejabat atau pengusaha, yang nantinya akan menimbulkan kerjasama dalam bidang barang dan jasa.15

14

Akbarizal AB. “Kewenangan Pemerintah Kota Bandung dalam menjalankan

Kerjasama Sister City dengan Kota Braunchweig Tahun 2000-2012. (Skripsi UNIKOM, Bandung, 2013).

15

Akbarizal AB. “Kewenangan Pemerintah Kota Bandung dalam menjalankan

(21)

19 Sister City merupakan salah satu bentuk kerjasama internasional yang mempunyai peranan bagi perkembangan masyarakat di daerah dimana jalinan hubungan kerjasama yang tertuang dalam Sister City atau dapat disebut juga Mitra Kota dapat memberikan kontribusi bagi Pemerintah dan Masyarakat di Indonesia.16

Kerjasama Sister City merupakan hubungan kerja sama resmi jangka panjang antara pemerintah satu kota di suatu negara dengan kota lainnya di negara lain yang ditandai dengan adanya kesepakatan kerja sama secara formal (Memorandum of Understanding atau MoU) dan diakui serta disetujui oleh parlemen atau DPRD setempat. Sejalan dengan semangat Otonomi Daerah, maka berdasarkan prinsip yang mengacu pada UU No.24/2000 tentang pembuatan perjanjian internasional, Pemda (baik Pemprov, Pemkab maupun Pemkot) telah ditegaskan sebagai lembaga pemerintahan yang memiliki kualifikasi sebagai “Lembaga Pemrakarsa” untuk membuat perjanjian internasional. Menurut Departemen Luar Negeri RI (t.t.), pada umumnya kerjasama Kota sister city ini terbentuk karena sejumlah alasan, seperti: persamaan kedudukan dan status administrasi, persamaan ukuran luas wilayah dan fungsi, persamaan karakteristik sosio-kultural dan topografi kewilayahan, persamaan permasalahan yang dihadapi, komplementaritas antara kedua pihak yang dapat menimbulkan aliran barang dan jasa pertukaran kunjungan pejabat dan pengusaha.17

Menurut Villiers mengusulkan enam langkah siklis model atau kerangka konseptual kemitraan sister city dalam membentuk, mengelola, mempertahankan dan membangun kesuksesan kemitraan dan kemampuan beraliansi, yaitu :

a. Strategi: kerangka manajemen dimulai dengan perumusan strategi aliansi. Sebelum mitra terlibat, sebuah organisasi memerlukan strategi aliansi untuk menguraikan pemikiran terkait visi dan tujuan untuk kemitraan, strategi untuk pemilihan mitra, untuk memanajemen, dan

16

Akbarizal AB. “Kewenangan Pemerintah Kota Bandung dalam menjalankan

Kerjasama Sister City dengan Kota Braunchweig Tahun 2000-2012. (Skripsi UNIKOM, Bandung, 2013).

17

Nurul Insaeni. “Peran Strategis Pemerintah Daerah dalam Kerjasama Internasional

untuk Pembangunan Berkelanjutan”. (Jurnal Departemen Hubungan Internasional Universitas

(22)

20

cara menangkap pembelajaran (Villers, 2009). Kern (2001:12) menunjukan bahwa pemerintah daerah dan masyarakat lokal perlu strategi, dimana dua strategi yang ditempuh adalah learning dan networking internasional. Dari strategi aliansi akan menjadi jelas jenis mitra yang harus dicari.

b. Identifikasi: dalam mencari mitra strategis, kota atau komunitas biasanya mendekati lembaga perjodohan internasional dan mungkin juga didekati oleh kota-kota atau masyarakat lain dengan kemiripan permintaan. Permintaan tersebut hanya dapat dipertimbangkan jika kota tersebut ada dalam parameter strategi kerja sama.

c. Mengevaluasi: pada tahap ini diperlukan pula investigasi due diligence dan studi kelayakan untuk mengenal sejarah kerja sama mitra yang potensial. Terdapat banyak kriteria yang berbeda yang digunakan untuk pemilihan mitra, kriteria dapat meliputi ukuran kota/populasi; kriteria geografis; sejarah politik; alasan filantropis; kepentingan sosial/umum; kepentingan ekonomi; universitas; kemiripan nama; asosiasi lokal (Zelinsky 1991).

d. Negosiasi: tahapan ini terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu negoasiasi dalam pemilihan mitra, negosiasi dalam perencanaan, dan negosiasi dalam membuat kesepakatan (Memorandum of Understanding). e. Implementasi: tahap ini penting karena semua penilaian terhadap

rencana yang telah disepakati telah dilakukan dengan baik sampai saat ini atau tidak. Setelah hubungan diimplemetasikan, keberhasilan atau kegagalan perlu ditinjau secara berkala yang hanya dapat dilakukan jika pengukuran spesifik kinerja telah disepakati dalam tahap perencanaan.

(23)

21

aliansi yang tepat, sistem aliansi yang tepat, staf dan struktur organisasi, dan pelatihan/pendidikan. 18

H.Hipotesa

Berdasarkan latar belakang dan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesa yang dapat dikemukakan pada penelitian ini adalah bahwa pasang surut pada implementasi kerjasama sister city Kota Bandung dan Kota Suwon terjadi pada tahun 1997 sampai tahun 2015 ini tidak terlalu signifikan, karena adanya faktor internal meliputi birokrasi, anggaran dan SDM, sedangkan faktor eksternal meliputi krisis global dan Paradigma Nasional.

I. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Untuk melakukan sebuah penelitian diperlukan suatu rancangan dan kerangka metode penelitian, metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif analasis, penelitian tersebut adalah penelitian yang secara menyeluruh, dimaksudkan untuk memberikan suatu pemahaman mengenai fenomena/kejadian tentang apa yang dialami subjek penelitian, baik itu perilakunya, persepsi, motivasi maupun tindakannya, dan secara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Penelitian ini menggunakan desain studi kasus deskriptif, merujuk pada permasalan dan variabel tersedia peneliti hanya melakukan analisa data berdasarkan data dan informasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Bandung dan sumber-sumber lainnya dalam membahas permaslahan yang diteliti peneliti, sehingga validtias data yang nantinya akan diolah dapat teruji dan dipertanggung jawabkan secara akademis.

18

(24)

22

2. Lokasi dan Jangkauan

Lokasi penelitian secara langsung dilaksanakan di Bandung dan kantor Pemerintahan Kota Bandung. Jangkauan penelitian adalah sejak tahun 1997-2015.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Studi Kepustakaan, dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik kepustakaan dengan menelaah teori, opini, membaca buku atau jurnal yang relevan dengan masalah yang diteliti, juga data-data pendukung dari media internet serta media cetak seperti surat kabar, majalah dan sebagainya.

b. Dokumen dalam hal ini digunakan untuk menelusuri berbagai dokumen baik itu berbentuk tulisan ataupun foto/gambar yang berkaitan dengan fokus penelitian, utamanya menyangkut dokumen mengenai sister city antara Kota Bandung dan Suwon.

c. Penelusuran Data melalui Internet dan Media Online, peneliti dapat menggunakan Media Internet untuk mengumpulkan berbagai informasi, data, dan referensi yang terkait dengan permaslahan yang diteliti yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

d. Observasi, dalam tesis ini pengamatan juga dilakukan langsung dilapangan. Teknik pengumpulan observasi ini secara langsung mengumpulkan data terhadap berbagai pembangunan dan peristiwa yang merupakan hasil (outcome) dari kerjasama sister city antara kota Bandung dan Suwon.

(25)

23

J. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan, menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian pustaka dan kerangka pemikiran, hipotesa, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II Dinamika Kota Bandung dan Kota Suwon.

Bab III Implementasi Kerjasama Sister City Kota Bandung dengan kota Suwon tahun 1997-2015

Bab IV Hambatan Kerjasama Sister City Kota Bandung dengan Kota Suwon.

(26)

22 BAB II

DINAMIKA KOTA BANDUNG DAN SUWON

Kota Bandung dan Kota Suwon merupakan objek yang diteliti pada penulisan tesis ini. Oleh karena itu, pada bab 2 (dua) ini penulis bermaksud menggambarkan bagaimana kondisi Kota Bandung dan Kota Suwon dimulai dari sejarah, pemerintahan, keadaan geografis, pertmbuhan demografi, perekonomian, pendidikan, dan kebudayaannya.

A.Dinamika Sistem Politik Kota Bandung

Data yang diperlukan untuk menunjang dan melengkapi penelitian tesis ini adalah gambaran Kota Bandung itu sendiri, berikut ini adalah gambaran Kota Bandung.

1. Pemerintahan Kota Bandung

Landasan pembentukan Pemerintah Daerah di Indonesia pada dasarnya semenjak tahun 1945 dibentuk atas dasar UUD 1945 pasal 28. Sebagai dasar realisasi dari pasal tersebut maka semenjak itu UU yang telah mengatur Pemerintah Kota Bandung secara berturut-turut adalah sebagai berikut :

a. UU No. 1 tahun 1945 tentang Pembentukan Komite Nasional Daerah b. UU No. 52 tahun1948 tentang Undang-undang Pokok Pemerintah

Daerah

c. UU No. 44 tahun 1950 tentang Undang-undang atau Pengaturan Pokok Pemerintah Daerah

d. UU No. 1 tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintah Daerah e. Penetapan Presiden No. 6 tahun 1956 tentang Pemerintah Daerah f. UU No. 9 tahun 1965 tetang Desa PrajaDaerah

(27)

23 b. Tugas pokok Pemerintah Kota Bandung adalah melaksanakan tugas yang telah menjadikan kuasa dan kewenangannya yaitu melaksanakan sebagian urusan Pemerintah dan Pembangunan yang secara garis besar diproyeksikan dalam APBD.

Dalam administrasi pemerintah daerah, kota Bandung dipimpin oleh wali kota. Sejak 2008, penduduk kota ini langsung memilih wali kota beserta wakilnya dalam pilkada, sedangkan sebelumnya dipilih oleh anggota DPRD kotanya. Sesuai konstitusi yang berlaku DPRD Kota Bandung merupakan representasi dari perwakilan rakyat. Pada Pemilu Legislatif 2014 anggota DPRD kota Bandung adalah 50 orang, yang kemudian tersusun atas perwakilan sembilan partai.1

Dalam melaksanakan tugas pokoknya Pemerintah Daerah mempunyai hak dan kewajiban Pimpinan Pemerintah, yaitu menyusun dan membentuk satuan organisasi daerah dan dinas-dinas kedalam bentuk secretariat daerah yang diharapkan dapat mendukung peranan Pemerintah Kota Bandung dalam melaksanakan tugas pokoknya. Pembentukan dan penyusunan satuan organisasi harus berdasarkan pada peraturan yang berlaku.

Satuan organisasi tersebut terdiri dari : a. Unsur Pimpinan

1) Walikota

2) Wakil beserta DPRD b. Unsur Staff

1) Sekretariat Daerah 2) Bp-7

3) Bappeda

4) Inspektorat Daerah c. Unsur Pelaksana

1) Dinas 2) Bagian 3) Kantor

Pemerintah Daerah Kota Bandung melaksanakan tugas Pemerintahan dan Pembangunan yang secara garis besar diproyeksikan ke dalam APBD, dan berwenang untuk mengatur dan mengurus masyarakatnya menurut kehendak

(28)

24 sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku atau disebut dengan Otonomi Daerah.

Dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan agar tujuan tercapai, dengan perhatian khusus dengan perhitungan yang seksama secara tepat dan akurat.2 Serta diperlukan visi dan misi sebagai pedoman untuk

Kota Bandung.

a. Visi Kota Bandung3

“Terwujudnya Kota Bandung yang Unggul, Nyaman dan Sejahtera.” Berikut ini adalah penjabaran visi dari Kota Bandung :

1) Bandung : meliputi wilayah dan seluruh isinya. Artinya Kota Bandung dan semua warganya yang berada dalam suatu kawasan dengan batas-batas tertentu yang berkembang sejak tahun 1811 hingga sekarang.

2) Unggul : menjadi yang terbaik dan terdepan dengan mempertahankan pencapaian sebelumnya serta menjadi contoh bagi daerah lain dalam upaya terobosan perubahan bagi kenyamanan dan kesejahteraan warga Kota Bandung.

3) Nyaman : terciptanya suatu kondisi dimana kualitas lingkungan terpelihara dengan baik melalui sinergitas lintas sektor sehingga dapat memberikan kesegaran dan kesejukan bagi penghuninya Kota yang nyaman adalah suatu kondisi dimana berbagai kebutuhan dasar manusia seperti tanah, air, dan udara terpenuhi dengan baik sehingga nyaman untuk ditinggali serta ruang-ruang kota dan infrastruktur pendukungnya responsif terhadap berbagai aktifitas dan perilaku penghuninya.

4) Sejahtera : lahir dan batin melalui peningkatan partisipasi dan kerjasama seluruh lapisan masyarakat , agar dapat memfungsikan diri sebagai hamba dan wakil Tuhan di bumi. Kesejahteraan yang ingin diwujudkan merupakan kesejahteraan yang berbasis pada ketahanan keluarga dan Iingkungan sebagai dasar pengokohan

2 Akbarizal AB. “Kewenangan Pemerintah Kota Bandung dalam menjalankan Kerjasama Sister City dengan Kota Braunchweig Tahun 2000-2012. (Skripsi UNIKOM, Bandung, 2013).

3

(29)

25 sosial. Masyarakat sejahtera tidak hanya dalam konteks lahiriah dan materi saja, melainkan juga sejahtera jiwa dan batiniah. Kesejahteraan dalam artinya yang sejati adalah keseimbangan hidup yang merupakan buah dari kemampuan seseorang untuk memenuhi tuntutan dasar seluruh dimensi dirinya, meliputi ruhani, akal, dan jasad. Kesatuan elemen ini diharapkan mampu saling berinteraksi dalam melahirkan masa depan yang cerah, adil dan makmur. Keterpaduan antara sejahtera lahiriah dan batiniah adalah manifestasi dari sejahtera yang paripurna. Kesejahteraan yang seperti inilah yang akan membentuk kepecayaan diri yang tinggi pada masyarakat Kota Bandung untuk mencapai kualitas kehidupan yang semakin baik, hingga menjadi teladan bagi kota lainnya. b. Misi Kota Bandung4

1) Mewujudkan Bandung nyaman melalui perencanaan tataruang, pembangunan infrastruktur serta pengendalian pemanfaatan ruang yang berkualitas dan berwawasan lingkungan.

2) Menghadirkan tata kelola pemerintahan yang akuntabel, bersih dan melayani

3) Membangun masyarakat yang mandiri, berkualitas dan berdaya saing

4) Membangun perekonomian yang kokoh, maju, dan berkeadilan.

Berikut adalah penjabaran Misi Kota Bandung :

1) Misi pertama : mewujudkan Bandung nyaman melalui perencanaan tataruang, pembangunan infrastruktur serta pengendalian pemanfaatan ruang yang berkualitas dan berwawasan lingkungan. Dimaksudkan untuk menciptakan kenyamanan bagi seluruh warga Kota Bandung melalui pembangunan infrastruktur yang berkualitas dengan memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkungan.

2) Misi kedua : menghadirkan tata kelola pemerintahan yang efektif, bersih dan melayani. Dimaksudkan untuk mewujudkan pelayanan

4

(30)

26 birokrasi pemerintah Kota Bandung yang prima, menjalankan fungsi birokrasi sebagai pelayan masyarakat yang didukung dengan kompetensi aparat yang professional dan system modern berbasis IPTEK menuju tatakelola pemerintahan yang baik (Good Governance) dan pemerintahan yang bersih (Clean Government). 3) Misi Ketiga : membangun masyarakat yang mandiri, berkualitas

dan berdaya saing. Dimaksudkan untuk mewujudkan warga Kota Bandung yang sehat, cerdas, dan berbudaya yang bercirikan meningkatnya ketahanan keluarga, menurunnya jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), tingginya peran pemuda dalam pembangunan meningkatnya prestasi olah raga tingkat nasional dan internasional, terpeliharanya seni dan warisan budaya.

4) Misi keempat : membangun perekonomian yang kokoh, maju, dan berkeadilan. Dimaksudkan untuk meningkatkan kesempatan kerja dan perlindungan tenaga kerja, menciptakan iklim usaha yang kondusif, mengembangkan koperasi dan UMKM, mewujudkan pariwisata yang berdaya saing dan bekelanjutan, Meningkatkan ketahanan pangan. Mengembangkan sistem pembiayaan kota terpadu

2. Pertumbuhan Demografi Kota Bandung

(31)

27 2012 mencapai 1,26%. 5 lalu pada tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi

2.483.977 jiwa penduduk. Hal ini menunjukan bahwa setiap tahunnya kota Bandung mengalami pertumbuhan penduduk.6

3. Keadaan Geografis Kota Bandung

Secara geografis, Kota Bandung terletak pada koordinat 107º 36’ Bujur Timur dan 6º 55’ Lintang Selatan dengan luas wilayah sebesar 16.767 hektar. Wilayah Kota Bandung dilewati oleh 15 sungai sepanjang 265,05 km, dengan sungai utamanya yaitu Sungai Cikapundung yang mengalir ke arah selatan dan bermuara ke Sungai Citarum.Sebagai ibukota provinsi Jawa Barat, Bandung mempunyai nilai strategis terhadap daerah-daerah di sekitarnya karena berada pada lokasi yang sangat strategis bagi perekonomian nasional. Kota Bandung terletak pada pertemuanporos jalan utama di Pulau Jawa, yaitu:

1) Barat –Timur, pada posisi ini Kota Bandung menjadi poros tengah yang menghubungkan antara Ibukota Provinsi Banten dan Jawa Tengah.

[image:31.595.145.505.478.682.2]

2) Utara –Selatan, selain menjadi penghubung utama ibukota negara dengan wilayah selatan, juga menjadi lokasi titik temu antara daerah penghasil perkebunan, peternakan, dan perikanan.

Gambar 2. 1. Peta Geografis Kota Bandung7

5 Akbarizal AB. “Kewenangan Pemerintah Kota Bandung dalam menjalankan Kerjasama Sister City dengan Kota Braunchweig Tahun 2000-2012. (Skripsi UNIKOM, Bandung, 2013).

(32)

28 Posisi strategis Kota Bandung juga terlihat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), dimana Kota Bandung ditetapkan dalam sistem perkotaan nasional sebagai bagian dari Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kawasan Perkotaan Bandung Raya. Selain itu, Kota Bandung juga ditetapkan sebagai Kawasan Andalan Cekungan Bandung, yaitu kawasan yang memiliki nilai strategis nasional.8

Kota Bandung dialiri dua sungai utama, yaitu Sungai Cikapundung dan Sungai Citarum beserta anak-anak sungainya yang pada umumnya mengalir ke arah selatan dan bertemu di Sungai Citarum. Dengan kondisi yang demikian, Bandung selatan sangat rentan terhadap masalah banjir terutama pada musim hujan. Keadaan geologis dan tanah yang ada di Kota Bandung dan sekitarnya terbentuk pada zaman kwartier dan mempunyai lapisan tanah alluvial hasil letusan Gunung Tangkuban Parahu. Iklim Kota Bandung secara umum adalah sejuk dengan kelembapan tinggi karena dipengaruhi oleh iklim pegunungan di sekitarnya dan curah hujan yang masih cukup tinggi. Namun, beberapa tahun terakhir kondisi suhu rata-rata udara Kota Bandung cenderung mengalami peningkatan yang disebabkan oleh peningkatan sumber polutan dan dampak dari perubahan iklim serta pemanasan global (Global Warming).

Kota Bandung dapat dikatakan sebagai kota kreatif dimana aktivitas kulturalnya dapat menyatu dengan aktivitas ekonomi dan sosial. Dengan semakin berkembangnya komunitas kreatif juga diharapkan dapat menjadi pendorong lebih lanjut akan sinergisitas perkembangan aktivitas ekonomi kreatif lokal. Ekonomi kreatif yang mencakup industri kreatif merupakan dinamika perekonomian yang berkembang saat ini di Kota Bandung. Ekonomi kreatif yang berfokus pada penciptaan barang dan jasa dengan mengandalkan keahlian, bakat, dan kreativitas sebagai kekayaan intelektual adalah harapan bagi ekonomi nasional ataupun daerah untuk bangkit, bersaing, dan meraih keunggulan dalam ekonomi global. Berkembangnya industri kreatif di Kota Bandung menjadi faktor yang

7https://www.google.com/search?q=gambar+peta+kota+bandung&tbm=isch&imgil=tW1zn0nw DdmD2M%253A%253BecLE97pwKxQtUM%253Bhttp%25253A%25252F%25252Fwww.indotravelers .com%25252Fbandung%25252Fpeta_bdg.html&source=iu&pf=m&fir=tW1zn0nwDdmD2M%253A%25 2CecLE97pwKxQtUM%252C_&usg=__8iR1Un5R9YRkI07EW7V20Woco4A%3D&biw=1024&bih=4 89&ved=0ahUKEwiuvpP_u5jMAhXEK6YKHfsyC6MQyjcIMA&ei=s_gUV-6YLsTXmAX75ayYCg

8 LKPJ Kota Bandung 2012”, dalam

(33)

29 memperkuat sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta jasa dan sektor industri pengolahan (tertentu) sebagai potensi unggulan daerah di Kota Bandung.

Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui potensi Unggulan Daerah di Kota Bandung diilustrasikan melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang menggambarkan pola konsumsi dan kemampuan atau kapasitas lapangan usaha dalam periode tahun berjalan, yang dihitung berdasarkan kontribusi masing-masing sektor dalam PDRB terhadap nilai PDRB. PDRB dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menunjukan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu wilayah dan menunjukan pendapatan yang memungkinkan dapat dinikamti oleh penduduk suatu daerah.

Sejak pertengahan abad ke-19, Kota Bandung terkenal sebagai Kota Pendidikan. Orang Belanda menyebutkan sebagai kota pusat intelektual, khazanah keilmuan yang konon sudah tumbuh pesat semenjak pemerintahan Hindia Belanda. Dari sini tumbuh pesat tempat-tempat pendidikan mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak sampai Sekolah Tinggi. Pada tahun 1984 mulai didirkan sekolah untuk komunitas guru-guru pada tahun 1879 didirikan sekolah sebagai upaya persiapan Pamong Praja atau dalam Bahasa Belanda Opleiding School Indlansche Ambtenaren. Kota Bandung senantiasa menjadi pusat untuk menumbuhkan spirit pendidikan baik di tingkatan SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi. Tak kalah pentingnya pula pada akhir abad ke-19 semakin banyak sekolah-sekolah yang didirikan untuk menampung dan memberikan proses sarana–prasarana antara lain Sekolah Belanda HIS, Sekolah Dasar Eropa ELS, Sekolah Menengah Mulo, Sekolah Menengah Atas AMS, dan Sekolah Lanjutan HBS, dan Sekolah Swasta lainnya. Puncak dari tumbuhnya sekolah-sekolah tersebut adalah Sekolah Tinggi Technishe Hoogeschool yang jatuh pada tanggal 3 Juli 1920, yang kemudian sekolah ini lebih dikenal dengan Institut Teknologi Bandung (ITB).9

Merujuk pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pendidikan Nasional berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

(34)

30 dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Undang-undang ini dijadikan sebagai tujuan Pendidikan Nasional Indonesia dan juga tujuan pendidikan di Kota Bandung.

Kota Bandung adalah kota yang multietnik walaupun demikian Kebudaya Sunda masih memegang peranan dalam hidup keseharian, baik masyarakat Sunda maupun etnik pendatang menggunakan bahasa Sunda atau Indonesia sebagai bahasa komunikasi sehari-hari.

Menurut Ajip Rosidi Kebudayaan Sunda merupakan manifestasi gagasan dan pikiran, serta kegiatan baik yang abstrak maupun berbentuk benda yang dilakukan oleh sekelompok manusia yang tinggal di daerah Priangan dan menamakan dirinya orang Sunda. Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan suku bangsa di Indonesia yang berusia tua. Bahkan, dibandingkan dengan kebudayaan Jawa sekalipun, kebudayaan Sunda sebenarnya termasuk kebudayaan yang berusia relatif lebih tua, setidaknya dalam hal pengenalan terhadap budaya tulis.

4. Dinamika Ekonomi Kota Bandung

Kota Bandung dapat dikatakan sebagai kota kreatif dimana aktivitas kulturalnya dapat menyatu dengan aktivitas ekonomi dan sosial. Dengan semakin berkembangnya komunitas kreatif juga diharapkan dapat menjadi pendorong lebih lanjut akan sinergisitas perkembangan aktivitas ekonomi kreatif lokal. Ekonomi kreatif yang mencakup industri kreatif merupakan dinamika perekonomian yang berkembang saat ini di Kota Bandung. Ekonomi kreatif yang berfokus pada penciptaan barang dan jasa dengan mengandalkan keahlian, bakat, dan kreativitas sebagai kekayaan intelektual adalah harapan bagi ekonomi. nasional ataupun daerah untuk bangkit, bersaing, dan meraih keunggulan dalam ekonomi global. Berkembangnya industri kreatif di Kota Bandung menjadi faktor yang memperkuat sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta jasa dan sektor industri pengolahan (tertentu) sebagai potensi unggulan daerah di Kota Bandung.

(35)

31 (PDRB) yang menggambarkan pola konsumsi dan kemampuan atau kapasitas lapangan usaha dalam periode tahun berjalan, yang dihitung berdasarkan kontribusi masing-masing sektor dalam PDRB terhadap nilai PDRB. PDRB dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menunjukan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu wilayah dan menunjukan pendapatan yang memungkinkan dapat dinikmati oleh penduduk suatu daerah. Sementara PDRB Atas Dasar Harga Konstan berguna untuk menunjukan LPE secara keseluruhan maupun sektoral dari tahun ke tahun. NIlai PDRB yang besar menunjukan kemampuan sumber daya ekonomi yang besar pula. Kontribusi paling tinggi terhadap PDRB Kota Bandung tahun 2009 adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu 38,92% berdasar harga konstan dan 40,96% berdasar harga berlaku. Kemudian diikuti oleh sektor industri pengolahan berdasar harga konstan 26,66 dan berdasar harga berlaku 24,49%. Berkembangnya industri kreatif di Kota Bandung menjadi faktor yang memperkuat sektor perdagangan, hotel dan restoran sebagai potensi unggulan daerah di Kota Bandung.

Sektor pariwisata juga merupakan andalan sektor jasa Kota Bandung yang memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian, membangkitkan kunjungan wisatawan, membangkitkan pertumbuhan sektor pembangunan lainnya, serta menghidupkan kembali seni dan budaya tradisional Bandung. Bandung sebagai kota kreatif merupakan potensi daya tarik wisata yang tinggi. Dalam lingkup nasional, Kota Bandung ditetapkan sebagai destinasi sekunder. Berada di tempat ke-empat, di bawah Jakarta dan Bali sebagai destinasi primer di Indonesia, dan destinasi Borobudur-Yogya-Solo. Semenjak tahun 2011, Kota Bandung telah ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN) dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di Provinsi Jawa Barat (KPPN Bandung Kota dan sekitarnya) dan merupakan bagian dari Destinasi Pariwisata Nasional (DPN Bandung–Ciwidey dan sekitarnya).

5. Kondisi Pendidikan Kota Bandung

(36)

Kanak-32 Kanak sampai Sekolah Tinggi. Pada tahun 1984 mulai didirkan sekolah untuk komunitas guru-guru pada tahun 1879 didirikan sekolah sebagai upaya persiapan Pamong Praja atau dalam Bahasa Belanda Opleiding School Indlansche Ambtenaren.

Kota Bandung senantiasa menjadi pusat untuk menumbuhkan spirit pendidikan baik di tingkatan SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi. Tak kalah pentingnya pula pada akhir abad ke-19 semakin banyak sekolah-sekolah yang didirikan untuk menampung dan memberikan proses sarana–prasarana antara lain Sekolah Belanda HIS, Sekolah Dasar Eropa ELS, Sekolah Menengah Mulo, Sekolah Menengah Atas AMS, dan Sekolah Lanjutan HBS, dan Sekolah Swasta lainnya. Puncak dari tumbuhnya sekolah-sekolah tersebut adalah Sekolah Tinggi

Technishe Hoogeschool yang jatuh pada tanggal 3 Juli 1920, yang kemudian sekolah ini lebih dikenal dengan Institut Teknologi Bandung (ITB).10

Merujuk pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pendidikan Nasional berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Undang-undang ini dijadikan sebagai tujuan Pendidikan Nasional Indonesia dan juga tujuan pendidikan di Kota Bandung.

Jenjang pendidikan di Kota Bandung merujuk pada UU No. 20 Tahun 2003 Bab VI pasal 16 yaitu jenjang pendidikan di Indonesia meliputi tiga jenjang, yaitu:

1) Pendidikan Dasar. Pendidikan Dasar yang melandasi jenjang pendidikan menengah Pemerintah mewajibkan wajib belajar 9 tahun dan setiap warga negara yang berusia 7 tahun wajib mengikuti belajar tanpa dipungut biaya. Pendidikan Dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD)

(37)

33 dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang Sederajat selama 6 tahun; dan sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat selama 3 tahun.

2) Pendidikan Menengah. Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas: Pendidikan menengah umum, berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), atau bentuk lain yang sederajat; dan Pendidikan menengah kejuruan, berbentuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat, selama 3 tahun.

3) Pendidikan Tinggi. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma (2-4 tahun); sarjana (4 tahun atau lebih); magister, spesialis, dan doktor (2 tahun atau lebih); yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

6. Kebudayaan Di Kota Bandung

Kota Bandung adalah kota yang multietnik walaupun demikian Kebudaya Sunda masih memegang peranan dalam hidup keseharian. Menurut Ajip Rosidi Kebudayaan Sunda merupakan manifestasi gagasan dan pikiran, serta kegiatan baik yang abstrak maupun berbentuk benda yang dilakukan oleh sekelompok manusia yang tinggal di daerah Priangan dan menamakan dirinya orang Sunda.

(38)

34 urang Sunda karena dimitoskan sebagai raja Sunda yang berhasil, sekaligus mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya.

Bila ingat Sunda maka orang akan ingat Bandung. Bandung juga sebagai ibu kota propinsi Jawa Barat menjadi pusat segala aktivitas, antara lain pendidikan, perdagangan, ekonomi, dan pemerintahan. Bandung mempunyai potensi wisata yang besar seperti wisata Bandung Tempo Doeloe dengan motto pariwisatanya “Jangan datang ke Bandung, bila kau tinggalkan istrimu di rumah”. Bandung juga memiliki potensi dalam kesenian seperti adanya beberapa paguyuban seni tradisional seperti Wayang Golek dan Karawitan, serta memiliki perguruan tinggi yang menjalankan pendidikan di bidang seni seperti ASTI (Akademi Seni Tari Indonesia)Bandung, STSI (Sekolah Tinggi Seni Indonesia), SMKI (Sekolah Menengah Karawitan Indonesia), ITB Jurusan Seni Rupa dan Desain dan Saung Angklung Udjo yang merupakan Angsana Singasana Angklung terbesar di dunia.

Dari banyaknya kesenian yang ada di Kota Bandung terdapat beberapa kesenian yang menjadi ciri khas dari Budaya Sunda yang teradapat di Kota Bandung seperti seni tari, seni wayang golek, seni suara dan alat-alat musik khas Budaya Sunda. Seni tari utama dalam Suku Sunda adalah tari jaipongan, tari merak, dan tari topeng. Tari Jaipong atau Jaipongan sebetulnya merupakan tarian yang sudah modern karena merupakan modifikasi atau pengembangan dari tari tradisional khas Sunda yaitu Ketuk Tilu. Tari Jaipong ini dibawakan dengan iringan musik yang khas pula, yaitu Degung. Musik ini merupakan kumpulan beragam alat musik seperti gendang, gong, saron, kecapi, dan sebagainya.

(39)

35 Cerita wayang yang populer saat ini banyak diilhami oleh budaya Hindu dari India, seperti Ramayana atau Perang Baratayudha. Dalam Wayang Golek, ada ‘tokoh’ yang sangat dinantikan pementasannya yaitu kelompok yang dinamakan Purnakawan, seperti Dawala dan Cepot. Tokoh-tokoh ini digemari karena mereka merupakan tokoh yang selalu memerankan peran lucu (seperti pelawak) dan sering memancing gelak tawa penonton. Seorang Dalang yang pintar akan memainkan tokoh tersebut dengan variasi yang sangat menarik.

Tanah Sunda juga terkenal dengan seni suara. Dalam memainkan Degung biasanya ada seorang penyanyi yang membawakan lagu-lagu Sunda dengan nada dan alunan yang khas. Penyanyi ini biasanya seorang wanita yang dinamakan Sinden. Tidak sembarangan orang dapat menyanyikan lagu yang dibawakan Sinden karena nada dan ritme-nya cukup sulit untuk ditiru dan dipelajari. Bubuy Bulan Es Lilin Manuk Dadali Tokecang Warung Pojok adalah beberapa dari judul lagu sunda yang terkenal.

B.Dinamika Sistem Politik Kota Suwon

1. Pemerintahan Kota Suwon

Suwon adalah ibu kota dari Provinsi Gyeonggi, Korea Selatan. Kota utama dari satu juta penduduk, suwon terkenal di berbagai sisi sejarah Korea, berkembang dari perkampungan kecil dalam masa yang sulit, menjadi kota industri dan kota berbudaya. Suwon terkenal sebagai kota yang memiliki sisa dari Tembok Benteng Hwaseong yang bersejarah di Korea Selatan. Dan Tembok Benteng Hwaseong ini menjadi salah satu tujuan kedatangan turis paling populer di Provinsi Gyeonggi. Suwon juga merupakan kota pusat pendidikan di Korea Selatan, rumah dari 11 universitas. Sebagai pusat industri, Suwon menjadi rumah bagi perusahaan besar Pabrik Elektronik Samsung.

(40)

36 1796 yang sebelumnya menutupi seluruh Suwon sebelum terjadi perluasan wilayah di luar tembok. Benteng ini ditetapkan sebagai situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1997. Salah satu acara dari Festival Budaya Hwaseong adalah prosesi pemakaman untuk memperingati kematian Raja Cheongjo yang merupakan acara tahunan di sana.11

2. Keadaan Geografis Kota Suwon

Suwon terletak di utara dataran Gyeonggi di 127° bujur timur dan 37° lintang selatan, tepat di sebelah selatan ibukota Korea Selatan, Seoul. Suwon berbatasan dengan Kota Uiwang di utara, Kota Yongin di timur, Kota Hwaseong di sebelah selatan, dan juga berbatasan dengan Kota Ansan di barat. Ada beberapa perbukitan yang mengelilingiSuwon. Bukit tertinggi adalah Bukit Gwanggyosan di utara. Sebagian besar sungai yang melewati Suwon berasal pada Bukit Gwanggyosan atau puncak lain di dekatnya.

Jarak yang dekat antara Kota Suwon dengan Kota Seoul membuat keadaan topografi kedua kota mengalami kemiripan karena terletak di daerah sub-tropis, Kota Suwon memiliki 4 musim yang berbeda musim semi yang hangat, musim panas yang panas dan lembab, musim gugur dingin, dan musim dingin yang dingin dan bersalju. Suhu rata-rata Kota Suwon setiap tahun adalah antara 11-13 ° C (52-55 ° F) dimana suhu di daerah pegunungan di timur laut lebih rendah dan daerah pantai di barat daya yang lebih tinggi. Curah hujan rata-rata Kota Suwon setiap tahun sekitar 1.100 mm (43 in), dengan banyak mengalami hujan. Banyak mengalami hujan di musim panas dan sangat kering selama musim dingin.

Kota Suwon seperti halnya dengan kota-kota lain yang ada di Republik Korea didominasi oleh etnis Korea yang dalam percakapan sehari-hari menggunakan dialek Seoul. Menurut statistik tahun 2006 yang disusun oleh pemerintah Kota Suwon, sekitar 25,3% dari populasi Kota Suwon mengaku tidak memeluk agama tertentu. Sebesar 20% memeluk Agama Kristen dan 52% memeluk Agama Budha. Lalu terdapat Agama Katolik Keuskupan Suwon yang diciptakan pada tahun 1963 oleh Paus Paulus VI yang dipeluk oleh sebagian kecil populasi Kota Suwon.

(41)
[image:41.595.237.416.84.313.2]

37 Gambar 2. 2. Peta Geografis kota Suwon12

3. Pertumbuhan Demografi Kota Suwon

Kota Suwon seperti halnya dengan kota-kota lain yang ada di Republik Korea didominasi oleh etnis Korea yang dalam percakapan sehari-hari menggunakan dialek Seoul. Menurut statistik tahun 2006 yang disusun oleh pemerintah Kota Suwon, sekitar 25

Gambar

Tabel 1. 1. Penelitian Terdahulu
Gambar 1. 1. Paradiplomasi dan Interdepedensi Kompleks
Gambar 1. 2. Pola hubungan internasional yang bersifat transnasional yang melibatkan Local Government (Pemerintah Daerah) sebagai aktor dalam hubungan internasional7
Gambar 2. 1. Peta Geografis Kota Bandung7
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Dalam penelitian ini Indonesia (Bukittinggi) memilih Malaysia (Perbandaran Seremban) dengan beberapa faktor yang menjadi pertimbangan yakni, pertama dilihat dari lamanya

ucapnya. Bahkan informan M, mengatakan bahwa birokrat Kota Bandung kurang mahir dalam Bahasa Inggris, apalagi B. M, merupakan orang Indonesia yang menikah dengan

Adapun program kegiatan yang akan dan beberapa telah dilaksanakan dalam kerjasama antara Kota Medan dengan Kota Ichikawa sesuai nota kerjasama 2015-2020 adalah: 1)

Namun pada realitanya, Bandung lebih memilih Braunschweig sebagai rekan kerjasama Sister City nya yang pertama, hal ini di motivasi oleh adanya kepentingan bersama

Jika telah ada kesepakatan dengan pihak asing tentang pertemuan awal para pejabat daerah, maka dari itu akan terbuka untuk di sepakatinya LoI antara para pihak,

“Kalau kita lihat, dengan program Little Bandung yang sudah dijalankan dibeberapa negara salah satunya di Petaling Jaya karena adanya sebuah kerjasama Sister City artinya bahwa