• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PELAKSANAAN PARADIPLOMASI PEMERINTAHAN KOTA MEDAN DALAM KERJASAMA SISTER CITY KOTA DENGAN KOTA GWANGJU DAN ICHIKAWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI PELAKSANAAN PARADIPLOMASI PEMERINTAHAN KOTA MEDAN DALAM KERJASAMA SISTER CITY KOTA DENGAN KOTA GWANGJU DAN ICHIKAWA"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PELAKSANAAN PARADIPLOMASI PEMERINTAHAN KOTA MEDAN DALAM KERJASAMA SISTER CITY KOTA DENGAN KOTA

GWANGJU DAN ICHIKAWA

Oleh :

YASIR PAUTAN DAULAY 150906060

Dosen Pembingbing : Warjio, Ph.D

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan sesungguhnya bahwa : 1. Karya tulis ilmiah saya dalam bentuk Skripsi dengan Judul “Pelaksanaan

Paradiplomasi Pemerintahan Kota Medan Dalam Kerjasama Sister City Dengan Kota Gwangju Dan Ichikawa” adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapat gelar Akademik, baik di Universitas Sumatera Utara maupun di perguruan tinggi lain.

2. Skripsi ini murni gagagsan, rumusan, dan penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain, kecuali arahan dari tim pembingbing dan penguji.

3. Di dalam Skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali ditulis dengan cara menyebutkan pengarang dan mencamtumkannya pada daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran di dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar telah diperoleh karena skripsi ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma dan ketentuan hukum yang berlaku

Medan, 25 Juli 2019 Yang Menyatakan

Yasir Pautan Daulay NIM : 150906060

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

YASIR PAUTAN DAULAY (150906060)

PELAKSANAAN PARADIPLOMASI PEMERINTAHAN KOTA MEDAN DALAM KERJASAMA SISTER CITY DENGAN

KOTA GWANGJU DAN ICHIKAWA

ABSTRAK

Fenomena globalisasi serta peralihan isu Politik dan Hubungan Internasional berdampak pada semakin berkembangnya aktor-aktor yang terlibat dalam tatanan dunia internasional. Kemunculan pemerintah daerah sebagai aktor sub-negara dalam politik internasional yang melakukan perjanjian internasional akhirnya membentuk kerjasama yang dilakukan di tingkat negara bagian, provinsi, kota ataupun kabupaten. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan riset

“Bagaimana pelaksanaan paradiplomasi Pemerintahan Kota Medan dengan Kota Gwangju dan Ichikawa?” dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini juga menggunakan konsep teori paradiplomasi untuk menguraikan dan menjelaskan baggaimana pelaksanaan paradiplomasi Kota Medan dalam hal ini kerjasama sister city. Kota Medan sebagai salah satu aktor sub-state juga terdorong dari adanya urgensi untuk memiliki kota bersaudara sebagai suatu bentuk kerjasama luar negeri. Beberapa Kota kemitraan kerjasama sister city Kota Medan yang saat ini telah mendandatangani MoU dan intens melakukan kerjasama adalah Kota Gwangju dan Ichikawa yang telah terlaksana hingga 20 tahun lebih. Dalam pelaksanaan kerjasama sister city dengan Kota Gwangju dan Ichikawa Pemerintah Kota Medan berfokus pada empat bidang

(4)

yakni Pendidikan dan Pelatihan, Ekonomi Investasi, Kepemudaan, dan Kebudayaan. Pemerintah Kota Medan terus mengembangkan kerjasama dalam bidang-bidang tersebut dan dimanfaatkan untuk kebaikan masing-masing kota dengan harapan untuk pembagunan kota maupun masyarakatnya. Pertukaran pelajar, pelatiha, investas serta pengiriman tim kesenian merupakan bentuk- bentuk dari hasil pelaksaanan paradiplomasi Pemerintah Kota Medan. Dalam pelaksanaanya Pemerintah Kota Medan juga mengalami beberapa hambatan yakni (a) Kegiatan bersifat High Cost (Biaya Tinggi) dan terbatasnya anggaran (b) Kebijakan dan Budaya Pemerintahan Daerah Terkait (c) Komunikasi dan Kesiapan Pemerintah Kota dan (d) Keterlibatan Stake Holders.

Kata Kunci: Paradiplomasi, Kerjasama Sister City, Pemerintah Kota Medan, Gwangju, Ichikawa

(5)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

YASIR PAUTAN DAULAY (150906060)

IMPLEMENTATION OF MEDAN CITY GOVERNMENT PARADIPLOMATION IN SISTER CITY COOPERATION

WITH GWANGJU AND ICHIKAWA CITY

ABSTRACT

The phenomenon of globalization and the transition of issues of Politics and International Relations has an impact on the growing development of actors involved in the international world order. The emergence of regional governments as sub-state actors in international politics that have entered into international treaties has finally formed cooperation carried out at the state, provincial, city or district level. This study aims to answer the research question "How is the implementation of the paradigm of Medan City Government with Gwangju City and Ichikawa?" Using qualitative descriptive research methods. This study also uses the paradigm theory concept to describe and explain how the implementation of the paradigm of Medan City in this case sister city cooperation. Medan City as one of the sub-state actors is also driven by the urgency to have a sister city as a form of foreign cooperation. Some of the cities in the sister city partnership in Medan City which have now signed an MoU and intensely collaborated are Gwangju and Ichikawa City which have been implemented for more than 20 years. In the implementation of sister city cooperation with Gwangju and Ichikawa City Medan City Government focuses on four fields namely Education and Training, Investment, Youth and Culture Economics. The Medan City

(6)

Government continues to develop cooperation in these fields and is used for the good of each city in hopes of developing cities and their communities. Student exchange, pelatiha, investment and the delivery of arts teams are forms of the implementation of the paradigm of the Medan City Government. In its implementation, the Medan City Government also experienced several obstacles, namely (a) High Cost Activities and limited budgets (b) Regional Government Policies and Cultures Related to (c) Municipal Government Communication and Readiness and (d) Stake Holders' involvement.

Keywords: Paradiplomasi, Sister City Cooperation, Medan City Government, Gwangju, Ichikawa

(7)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh Nama : Yasir Pautan Daulay

NIM : 150906060 Departemen : Ilmu Politik

Judul : Pelaksanaan Paradiplomasi Pemerintahan Kota Medan Dalam Kerjasama Sister City Dengan Kota Gwangju Dan Ichikawa

Menyetujui : Menyetuji :

Ketua Departemen Ilmu Politik Dosen Pembingbing

Warjio Ph D Warjio Ph D NIP. 197408062006041003 NIP. 19740806200604100

Mengetahui,

Dekan FISIP USU Muryanto Amin, S Sos., M.Si

NIP. 197409302005011002

(8)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Pengesahan

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dilaksanakan pada:

Hari : Kamis

Tanggal : 24 Juli 2019 Pukul : 10.00

Tempat : Ruang Rapat Departemen Ilmu Politik

Tim Penguji:

Ketua Penguji :

Faisal Andri Mahrawa, S.IP, M. Si ( )

NIP. 197512222008121002 Penguji Utama :

Warjio, SS, MA, Ph.D ( )

NIP. 197408062006041003 Penguji Tamu :

Fernanda Putra Adela, S.Sos, MA ( )

NIP. 198604032015041001

(9)

KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah serta Kasih Sayang-Nya kita dapat selalu berjuang dan berbuat agar mencapai kebenaran sebagai wujud pengalaman yang sesungguhnya. Shalawat dan salam juga kita berikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan kebenaran kepada manusia sehingga kita dapat bertransformasi dari masyarakat yang jahiliyah menuju peradaban yang lebih berperikemanusiaan. Beliau pulalah yang mengajarkan kita untuk saling menghormati, mengemansipasi dan membuat keputusan yang adil.

Alhamdulillah, saya telah menyelesaikan tugas Skripsi yang merupakan

‘wujud eksistensi yang paling real’ untuk memperoleh gelar dalam dunia kampus yang penuh dengan nuansa akademik ini. Skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Paradiplomasi Pemerintahan Kota Medan Dalam Kerjasama Sister City Dengan Kota Gwangju Dan Ichikawa”.

Berkat rahmatNya saya diberikan kemudahan baik dalam proses pencarian ide, menyusun kerangka penelitian, seminar proposal hingga sidang meja hijau sebagai bentuk ujian yang nyata terhadap kompetensi saya sebagai peneliti dan seorang Sarjana Ilmu Politik.

Terkhusus, terima kasih kepada orang tua saya Bapak Ali Tohar Daulay dan Ibu Ratna Sari Nasution yang telah memberikan dukungan yang tak pernah ada

(10)

habis dan putus, mensupport saya baik dari segi moril maupun materil. Doa yang tulus selalu menyertai saya untuk terus maju dalam mengejar impian saya. Dan menjadi pembentuk pemikiran dan akhlak saya. Juga menjadi guru pertama dalam hidup saya. Mereka adalah yang terbaik bagi saya, dan rasa terima kasih ini tidak dapat dituangkan dalam rangkaian kata. Saya berterimakasih banyak kepada Adik- adik saya Fadli Nahar Daulay dan Nadhila Ardina Husna Daulay yang telah menjadi Kalian adalah katalis yang membuat saya seperti ini.

Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Sehingga skripsi ini bermanfaat bagi siapapun yang memerlukannya. Karena penulis sadar apa yang telah ditulis masih jauh dari kata memuaskan.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Warjio,Ph.d terimakasih banyak pak telah menjadi guru yang bukan sekedar mengajar dikampus tetapi sekaligus menjadi ayah dikampus yang selalu menganggap kami semua anak dan harus terus di bimbing bukan hanya di ruang kelas.Terima kasih juga telah menjadi teladan yang baik pak.

2. Bapak Husnul Isa Harahap, selaku sekretaris Program Studi Ilmu Politik yang membantu dan sering menjadi orang yang bisa diajak berdiskusi tentang apapun.

3. T. M. Aulia Fitrah, terimakasih karena sudah mau mendengarkan lelucon ku 8 tahun yang lalu.

(11)

4. Serta terimakasih juga kepada Mutiara Jassie karena telah menjadi rekan diskusi saya baik dalam hal kampus maupun hal lainnya.

5. Seluruh staff dan dosen di Ilmu Politik,terimakasih sudah mendidik saya menjadi manusia yang harus bisa berguna bagi keluarga dan bangsa.

6. Seluruh Keluarga besar Ilmu Politik 2015, see you on top.

7. Kepada Political Entrepreneurship, Bersama kalian adalah kebanggan abang, jaga terus kekompakan kalian, jaga terus Political Entrepreneurship agar menjadi lembaga yang bisa diandalkan semua orang. Abang tidak akan lupa kalian seumur hidup abang, dan kalian harus cepat selesaikan akademik kalian, dan semoga kita bertemu diluar kampus dengan status kita sebagai orang yang bermanfaat.

8. Seluruh jajaran staff, Kak Ema dan Pak Burhan yang sangat membantu penulis dalam hal administrasi dan memotivasi dalam perjalanan akademis saya.

9. Bang Adil Arifin, bang Zafar Pohan, bang Fernanda Putra Adela, bang Walid, bang Bimby Hidayat, bang Ardian, bang Yurial, bang Fajar, bang Andri, bang Marlan, dan bang Faisal Andri yang sering menjadi tempat diskusi saya selama berkuliah di Ilmu Politik, terima kasih atas semua wejangan dan arahan selama saya berkuliah dan juga ber-organisasi.

10. Rekan-rekan yang berjuang bersama saya, Daffa, Fitrah, Reza, Hilman, Tara, Bagus, Fitri, Faisal, Putri yang selalu menemani saya dalam keadaan apapun baik dalam menjalankan kehidupan, menjalankan perkuliahan, dan juga dalam organisasi, kita bukanlah superman, kita adalah super tim. Dan ingat, kita berkuliah selama 4 tahun dan mau bagaimana pun kondisi yang ada tetap kita bersahabat seumur hidup, dan kekuatan kita adalah kebersamaan kita.

(12)

11. Seluruh dosen Ilmu Politik, terima kasih sudah membimbing saya selama 4 tahun, kalian memberikan pengalaman serta Ilmu yang luar biasa bagi saya, dan semoga saya bisa gunakan Ilmu yang kalian berikan sebaik mungkin.

12. Senior saya di Ilmu Politik, bang Yudha, bang Domy, bang Ian, bang Bayu, bang Hizkia, bang Ishaq, bang Irfan, kalian adalah senior sekaligus mentor hidup saya, terima kasih banyak kepada semua yang kalian berikan, tetap bimbing adik kalian ini agar bisa sukses diluar sana.

13. Teman seperjuangan masa sekolah, TM, Fathy, Agil, Bayan, Idris, Prido dan kawan kawan SMPN 1 MEDAN serta SDIT Hikmatul Fadhilah, terima kasih untuk tetap menjadi yang bisa diandalkan sekali pun jarak dan waktu itu nyata menghalangi kita untuk berkumpul bersama.

14. Adik-adik luar biasa yang saya miliki, Nadia, Cindy, CD, Naya, Tito, Azwar, Umam, Alda, terima kasih telah hadir untuk berjuang dan tertawa bersama.

15. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Ilmu Politik 2015, terima kasih banyak atas pengalaman selama 4 tahun ini, semoga kita semua bisa sukses di luar sana.

(13)

Demikian ucapan syukur dan terima kasih penulis kepada semuanya yang berkontribusi dalam penulisan skripsi ini. Penulis sadar dalam kepenulisan memang harus lebih banyak belajar lagi. Semoga skripsi ini dapat menjadi satu kontribusi yang bermanfaat bagi dunia akademik dan siapapun yang ingin menjadikannya sebagai rujukan atau referensi.

Medan, 25 Juli 2019

Yasir Pautan Daulay

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ...i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ...iv

HALAMAN PERSETUJUAN ...vi

HALAMAN PENGESAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ...xvi

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Batasan Masalah ... 9

1.4 Tujuan Penelitian ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

1.6 Kerangka Konseptual ... 10

1.6.1 Paradiplomasi ... 10

1.7 Definisi Konsep ... 15

1.7.1 Konsep Sister City ... 15

1.8 Metode Penelitian... 19

1.8.1 Jenis Penelitian ... 19

1.8.2 Teknik Pengumpulan Data ... 20

1.8.3 Teknik Analisis Data ... 20

1.9 Sistematika Penulisan ... 21

BAB II KARAKTERISTIK UMUM DAN KERJASAMA LUAR NEGERI KOTA MEDAN…...22

2.1 Karakteristik Umum Kota Medan………. ... 22

2.1.1 Sejarah Singkat Kota Medan ... 22

2.1.2 Geografi Kota Medan ... 26

2.1.3 Demografi Kota Medan ... 30

2.1.4 Pemerintahan Kota Medan ... 33

2.1.5 Kondisi Pendidikan Kota Medan ... 37

2.1.6 Kondisi Kebudayaan Kota Medan ... 39

2.1.7 Kondisi Ekonomi Kota Medan ... 41

2.2 Dasar Kewenangan Kerjasama Luar Negeri Pemerintahan Kota Medan ... 43

(15)

2.3 Mekanisme Kerjasama Luar Negeri Pemerintah Kota Medan ... 55

2.4 Kerjasama Luar Negeri Pemerintah Kota Medan ... 63

BAB III PELAKSANAAN PARADIPLOMACY PEMERINTAHAN KOTA MEDAN DALAM KERJASAMA SISTER CITY DENGAN KOTA GWANGJU DAN ICHIKAWA...74

3.1 Pelaksanaan Paradiplomacy Pemerintahan Kota Medan Dalam Kerjasama Sister City Dengan Kota Gwangju ... 74

3.2 Pelaksanaan Paradiplomacy Pemerintahan Kota Medan Dalam Kerjasama Sister City Dengan Kota Ichikawa ... 89

3.3 Faktor Penghambat dan Pendukung Pelaksanaan Paradiplomasi Pemerintahan Kota Medan dalam Kerjasama Sister City Dengan Kota Gwangju dan Ichikawa ... 100

BAB IV PENUTUP ... 107

4.1 Kesimpulan ... 109

4.2 Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 117 LAMPIRAN ...

(16)

DAFTAR TABEL

No.Tabel Judul Halaman

Tabel 2.1 Luas Wilayah Kota Medan ... 29 Tabel 2.1 Perbandingan Suku Bangsa Di Kota Medan Pada Tahun 1930,

1980, 2000 ... 31

(17)

DAFTAR GAMBAR

No.Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1 Peta Kota Medan ... 27 Gambar 2.2 Persentase Agama di Kota Medan ... 33 Gambar 2.3 Struktur Organisasi Pemerintahan Kota Medan ... 35 Gambar 2.4 Produk Domestik Regional Bruto Kota Medan Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah), 2010- 2017 ... 42

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fenomena globalisasi saat ini bukanlah merupakan fenomena yang baru untuk diperbincangkan. Globalisasi saat ini telah mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan umat manusia mulai dari politik, ekonomi, budaya, teknologi dan beberapa aspek lainnya. Menurut Thomas. L. Friedman, globalisasi mempunyai dimensi teknologi dan ideologi, dalam dimensi teknologi berupa teknologi informasi yang sudah menyatukan dunia, dan dimensi ideologi berupa pasar bebas dan kapitalisme.1 Pesatnya perekembangan teknologi, informasi dan komunikasi mengubah permasalahan-permasalahan di dunia internasional menjadi lebih kompleks.

Permasalahan perimbangan kekuatan politik keamanan dan militer di era perang dingin antara blok Barat Amerika Serikat dan blok Timur mantan Uni Soviet sampai dengan runtuhnya tembok berlin tahun 1989 2 menjadi isu yang mendominasi 30 tahun lalu, namun saat ini isu Internasional telah bergeser ke arah kerjasama politik-ekonomi, hak asasi manusia, lingkungan dan juga sosial budaya.

Fenomena globalisasi serta peralihan isu Politik dan Hubungan Internasional berdampak pada semakin berkembangnya aktor-aktor yang terlibat dalam tatanan dunia internasional. Proses integrasi regional serta globalisasi dengan kemajuan teknologi dunia mengakibatkan munculnya komunikasi yang lebih efektif serta menghubungkan kebudayaan dan hubungan internasional dalam berbagai level, misalnya ekonomi, politik dan

1 Thomas Friedman. 2005. The World Is Flat. New York: Farrar, Straus and Giroux.

2 Uraian tentang pergeseran isu internasional dapat dibaca secara detail dalam tulisan Prof. Bob Sugeng Hadiwinata, Transformasi Isu dan Aktor di dalam Studi Hubungan Internasional: Dari Realisme hingga Konstruktifisme, dalam buku ‘Transformasi dalam hubungan Internasional’, Hal 7-9, Editor: Yulius P. Hermawan, Graha Ilmu, Yogyakarta, UNPAR, 2007.

(19)

sosial.3 Globalisasi mempunyai pengaruh besar dalam peningkatan intensitas interaksi lintas batas serta terjadinya kentergantungan antar negara. Karena ketergantungan tersebut mengakibatkan kejadian diluar wilayah teritorial negara dan akan berimbas secara langsung maupun tidak langsung, yang kemudian disebut sebagai dunia yang borderless.4

Menurut pandangan Idealisme kerjasama merupakan sebuah jawaban dari permasalahan yang saat ini semakin kompleks yang dialami tiap negara, kerjasama akan membentuk ketergantungan antar negara-negara di dunia sehingga terciptanya kedamaian. Tren kerjasama ekonomi yang diiringi dengan semangat keterbukaan atau demokratisasi di berbagai negara, termasuk Indonesia dengan gerakan reformasi tahun 1998.5 Era Globalisasi serta pergeseran isu telah mengubah arah tren politik Internasional saat ini, munculnya aktor non-negara seperti individu, multinational corporations (MNCs), organisasi-organisasi teroris, gerakan-gerakan keamanan, gerakan- gerakan keagamaan, organisasi regional-internasional, dan pelaku sub nasional yang merupakan kelompok-kelompok atau badan-badan suatu negara, juga dapat mempengaruhi kebijakan negara, menentukan keputusan dalam suatu negara atau ikut berperan dalam masalah-masalah internasional yang terjadi.6

Pergaulan dunia yang demikian ini dilukiskan oleh Thomas L.

Friedman sebagai ‘The world is flat’, dimana masyarakat dunia seolah berada pada bidang datar yang sama, dan bukan lagi pada bulatan yang sama, sehingga semua menjadi tampak transparan tanpa ada yang bisa bersembunyi

3Lianna Amirkhanyan. Globalization and International Relations. Diakses dari http://www.culturaldiplomacy.org/academy/content/pdf/participant-papers/2011-12-

cdac/Globalization-and-International-Relations-Lianna-Amirkhanyan.pdf. Pada 03 April 2019 pukul 20.37.

4 Mareke Oldemeinen. How has globalization changed the International system, E-international Relations Students. Diakses dari http://www.e-ir.info/2011/07/27/how-has-globalisation-changed- the- international-system/#_ftn1. Pada 03 April 2019 pukul 20.53.

5 Takdir Ali Mukti. 2013. Paradiplomacy Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemda di Indonesia.

Yogyakarta : The Phinisi Press. Hal. 7.

6 Theodore A. Couloumbis dan James H. Wolfe. 1986. Pengantar Hubungan Internasional (Keadilan dan Power). USA: Prentice Hall Inc. Hal. 373.

(20)

lagi, apalagi mengisolasi diri dari pergaulan internasional.7 Bahkan secara optimis, Friedman melihat bahwa karakteristik interaksi global itu membawa peluang bagi semua pihak berkompetisi menunjukkan identitas dirinya yang unik sambil memperkenalkan nilai-nilai lokal masyarakatnya secara luas.8 Di antara aktor-aktor tersebut, terdapat pemerintah sub-negara, seperti negara bagian, provinsi, kabupaten, maupun kota. Aktor-aktor ini mulai memberi warna terhadap hubungan internasional, dimana mereka mentransformasi kegiatan diplomatik dan proses perumusan kebijakan.9

Diawali dari reformasi 1998 yang berbuah proses politik simultan yaitu desentralisasi, demokratisasi dan proses reformulasi hukum yang sangat sistemik, dimulai dari teramandemennya konstitusi UUD 1945 sebanyak empat kali yang berdampak nyata atas bergesernya format penyelenggaraan pemerintahan dari tingkat pusat sampai pada daerah yang awalnya otoritarian sentralistik berubah menjadi lebih demokratis desentralistik dengan konsep Otonomi Daerah.10 Otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus ekonomi rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan nomor 22 tahun 1999.11 Dari pengertian tersebut tampak bahwa, pemerintah daerah diberi hak otonom oleh pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus kepentingan sendiri dalam hal ini hak dan wewenang yang diberikan terutama mengelola kekayaan alam dan ekonomi rumah tangganya sendiri.

Implementasi otonomi daerah telah memasuki era baru setelah pemerintah dan DPR sepakat unuk mengesahkan UU nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan UU nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Sejalan dengan

7 Takdir Ali Mukti. Op. Cit. hal.8

8 Thomas. L. Friedman. Op. Cit. Sebagaimana dikutip dari Takdir Ali Mukti. 2013.

Paradiplomacy Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemda di Indonesia. Yogyakarta : The Phinisi Press.

Hal. 8.

9 Takdir Ali Mukti, Op. Cit. Hal. 161

10 Ari Dwipayana. 2003. Membangun Good Governance di Desa. Yogyakarta. Hal. 1

11 Undang-Undang Repulik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999

(21)

diberlakukannya undang-undang otonomi tersebut memberikan kewenangan penyelenggaraan pemerintah daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab. Adanya perimbangan tugas fungsi dan peran antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah tersebut menyebabkan masing-masing daerah harus memiliki penghasilan yang cukup, daerah harus memiliki sumber pembiayaan yang memadai untuk memikul tanggung jawab penyelenggaraan pemerintah daerah. Dengan demikian diharapkan masing-masing daerah akan dapat lebih maju, mandiri, sejahtera dan kompetetif di dalam pelaksanaan pemerintahan maupun pembangunan daerahnya masing-masing.12

Dalam konteks inilah pemerintah daerah diberi kesempatan oleh negara untuk terlibat langsung dalam hubungan dan kerjasama internasional, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kewenangan menjalin interaksi internasional itu diberikan kepada pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia sebagai jawaban atas kuatnya tren dunia dalam berkompetisi satu sama lain untuk memperoleh hasil yang optimal, kewenangan ini sebagai pintu bagi pemda untuk membangun jejaring internasional guna meningkatkan daya saing dan perluasan investasi daerahnya.13 Maka dengan demikian pemerintah daerah yang merupakan aktor sub-negara juga melakukan kerjasama internasional yang distimulasi oleh globalisasi sehingga dapat melakukan aktivitas diplomasi.14

Kemunculan pemerintah daerah sebagai aktor sub-negara dalam politik internasional yang melakukan perjanjian internasional akhirnya membentuk kerjasama yang dilakukan di tingkat negara bagian, provinsi, kota ataupun kabupaten. Perjanjian kerjasama ini kemudian dapat berbentuk sebuah sister province atau sister city. Pertama kali konsep kerjasama ini

12 Sani Safitri. Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah Di Indonesia. Jurnal Criksetra Vol. 5. No.

9. Februari 2016. Hal 79

13 Takdir Ali Mukti. Op. Cit. Hal. 8

14Ibid. Hal. 161.

(22)

terjadi antara Kota Keighley, Yorkshire Barat, Inggris dengan Kota Poix Du Nord, Perancis pada tahun 1920. Indonesia pertama kali melakukan kerjasama Sister City pada tahun 1960, yang ditandai oleh penandatanganan Memorandum of Understanding oleh kota Bandung dan Braunchsweigh (Jerman). Langkah permerintah kota Bandung ini kemudian diikuti oleh pemerintah kota di Indonesia lainnya, salah satunya kota Medan pada tahun 1984.15

Di Indonesia kerjasama Sister City diatur pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri; Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang perjanjian internasional. Kedua landasan hukum yang mengikat tersebut kemudian menjadi suatu peluang bagi pelaku hubungan luar negeri termasuk pemerintah daerah.16 Kewenangan pemerintah daerah untuk melakukan hubungan luar negeri juga diperkuat dengan adanya otonomi daerah. Perangkat hukum tersebut kemudian juga menjadi sebuah peluang bagi para professional, pebisnis, organisasi, dan individu untuk ikut berkontribusi dalam hubungan kerjasama luar negeri. tentunya kerjasama yang dilakukan harus selaras dengan politik luar negeri Indonesia.17

Dalam pelaksanaan politik luar negerinya Indonesia masih berpegang pada landasan politik luar negeri bebas aktif yang dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945 alinea. Bebas berarti bahwa bangsa Indonesia berhak menentukan sikap menghadapi masalah-masalah yang ada tanpa berpihak oleh blok-blok kekuatan atau persekutuan militer yang ada di dunia sambil tetap aktif dalam hubungan atau kerjasamnya dengan negara lain.18 Hingga saat ini Indonesia sangat aktif dalam pergaulan internasional baik itu melalui organisasi internasional, kerjasama regional,

15 Kerjasama Kota Bandung. Sister City. Diakses dari http://kerjasama.bandung.go.id/luar- negeri/sister-city. Pada 07 April pukul 22.33.

16 Departemen Luar Negeri Indonesia. 2006. Buku Panduan Umum Tata Cara Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah. Hal. 6

17 Ibid. hal. 18

18 Agus Haryanto. “Prinsip Bebas Aktif Dalam Kebijakan Luar Negeri Indonesia: Perspektif Teori Peran”. Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi. Volume IV. No. II Desember 2014. Hal. 17

(23)

hingga ke hubungan bilateral. Indonesia terus melakukan kerjasama yang saling menguntungkan dan menjalin hubungan bilateral yang baik dengan negara-negara yang ada di dunia. Saat ini Indonesia telah menjalin kerjasama bilateral dengan 162 negara serta satu teritori khusus yang berupa non-self governing territory. Negara-negara mitra kerjasama Indonesia ini terbagi dalam delapan kawasan terdiri dari Afrika, Timur Tengah, Asia Timur dan Pasifik, Asia Selatan Dan Asia Tengah, Amerika Utara Dan Amerika Tengah, Amerika Selatan Dan Karibia , Eropa Barat dan Eropa Tengah dan Eropa Timur.19

Wilayah Asia Timur merupakan salah satu wilayah yang paling aktif melakukan kerjasama dengan Indonesia, diantaranya adalah Jepang dan Korea Selatan. Kedua negara yang terletak di kawasan Asia Timur ini saat ini telah menjadi rekan kerjasama yang sangat penting bagi Indonesia, terutama pada bidang investasi, pedagangan, teknologi informasi hingga industry. Hubungan bilateral antara Indonesia dengan Korea Selatan telah terjalin sejak tahun 1973, namun hubungan konsuler telah terjalin 7 tahun sebelumnya yaitu pada tahun 1966. Kedua Negara ini terus berusaha menjalin hubungan regional, bilateral maupun multilateral. Kedekatan kedua negara ini makin erat ketika adanya pembentukan kemitraan bisnis padakunjungan Presiden Roh Moo Hyun ke Indonesia tepatnya ke Jakarta pada tanggal 4-6 Desember 2006. Dengan adanya kunjungan tersebut, kedua negara ini memutuskan untuk memasuki hubungan bilateral yang semakin strategis dengan ditandatanganinya “Joint Declaration on Strategic Partnership to Promote Friendship and Coorperation between Republic of Indonesia and the Republic of Korea”. Joint Declaration

19 Wikipedia. Kementrian Luar Negeri Indonesia. Diakses dari

https://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Luar_Negeri_Republik_Indonesia. Pada 04 April 2019 pukul 23.43

(24)

tersebut memiliki 3 pilar yaitu : kerjasama politik dan keamanan, kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi, kerjsama social budaya.20

Sejarah mencatat kisah suram 3,5 tahun penjajahan Jepang di Indonesia, Namun hal ini bukanlah penghalang bagi kedua negara untuk melaksanakan hubungan bilateral, hal ini terbukti saat dibukanya hubungan diplomatic antara Indonesia dengan Jepang pada bulan April 1958 dengan penandatanganan Perjanjian Perdamaian antara Jepang dan Republik Indonesia dan juga perjanjian rampasan perang yangditandatangani oleh Ir Soekarno di kementrian luar negeri. Dengan ditandatanganinya perjanjian Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) pada 1 Juli 2008 kerjasam kedua negara terus mengalami peningkatan. Saat ini kedua negara telah membina hubungan persahabatan yang sangat erat selama lebih dari 60 tahun yang berlandaskan hubungan kerjasama dan pertukaran di berbagai bidang seperti politik, ekonomi, kebudayaan dan sebagainya.21 Indonesia menyadari bahwa negara Jepang merupakan salah satu mitra dagang terbesar bagi Indonesia begitupula dengan Jepang. Berbagai sektor kerjasama telah dijalankan oleh Indonesia dan Jepang baik di bidang ekonomi, pendidikan, perdagangan bahkan kultural budaya. Hal tersebut dilakukan untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing negara.22Keaktifan Indonesia dalam pergaulan Internasional tersebut tidak hanya ada pada level negara (state), keaktifan tersebut juga tampak pada aktor sub-negara yakni pemerintah daerah. Dalam hubungan Indonesia dengan Korea Selatan dan Jepang, terdapat beberapa hubungan kerjasama antar sub-negara yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Daerah di Indonesia dengan kota di kedua negara tersebut.

20 Nadia Aulia. Kerjasama Ekonomi Indoneia-Korea Selatan Melalui Working Level Task Force Meeting (WLTFM) dalam Peningkatan Perekonomian Indonesia. Diakses Dari

Https://Elib.Unikom.Ac.Id/Files/Disk1/741/Jbptunikompp-Gdl-Nadiaaulia-37027-1-Unikom_4- L.Pdf. Pada, Pada 04 April 2019 pukul 20.11. Hal .1

21 Septika Tri Ardiyanti, “Dampak Perjanjian Perdagangan Indonesia-Jepang (Ijepa) Terhadap Kinerja Perdagangan Bilateral”. Diakses dari Jurnal.Kemendag. Go.

Id/Index.Php/Bilp/Article/Download/5/2. Pada 04 April 2019 pukul 20.39

22 Keudataan Besar Jepang Di Indonesia. Hubungan Bilateral Indonesia-Jepang. Diakses dari Https://Www.Id.Emb-Japan.Go.Jp/Birel_Id.Html. Pada 04 April 2019 pukul 20.45

(25)

Salah satunya adalah Pemerintah Kota Medan, Kota Medan merupakan kota terbesar keempat di Indonesia saat ini. Pada tahun 2018 lalu dinobatkan sebagai kota teraktif oleh Kementrian Luar Negeri Indonesia dalam melakukan kersama luar negeri yakni sister city. Kota Medan juga menjadi salah satu Kota terlama dalam melakukan kerjasama luar negerinya dengan kota lain yakni pada tahun 1984. Saat ini dua kota yang telah melakukan perjanjian kerjasama secara resmi (Memorandum of Understanding) dengan Kota Medan adalah Kota Gwangju, Korea dan Kota Ichikawa, Jepang. Kerjasama sister city Kota Medan dengan kedua kota ini telah mencapai 20 tahun. Kerjasama antara Kota Medan dengan Kota Gwangju secara resmi dimulai pada tanggal tanggal 24 september 1997 di Kota Medan dengan ditandatangani nya Memorandum of Understanding (MoU) kerjasama dalam bidang pendidikan, ekonomi, kebudayaan, dan teknologi. Bidang-bidang tersebut menjadi fokus kedua kota untuk melaksanakan kerjasama kedepannya, namun dapat bertambah sesuai dengan kesepakatan kedua kota.23 Pemerintah Kota Medan juga melakukan kerjasama denga Kota Ichikawa, Jepang secara resmi dengan ditandatanganinya Memorandum of Understanding (MoU) kerjasama kota bersaudara antara Kota Medan dengan Kota Ichikawa, Jepang yang dilaksanakan di Medan pada tanggal 8 Agustus 1989 dengan perjanjian kerjasama yang disepakati pada bidang ekonomi dan perdagangan, pariwisata, olahraga, pendidikan dan pelatihan serta kebudayaan.24

Peran pemerintah daerah kota Medan dalam melaksanakan aktivitas diplomasi sebagai aktor sub-negara diyakini memiiki kontribusi penting dalam membangun kota Medan. Kerjasama yang dilakukann pemerintah kota Medan ini juga secara berkala akan membantu pembangunan nasional jika dilaksanakan secara optimal. Ikut sertanya pemerintah Kota Medan dalam kegiatan diplomasi juga membuka peluang luas bagi pebisnis, profesional,

23 Pemerintah Kota Medan. Buku Panduan Sister City Kota Medan. Hal. 7

24 Ibid. Hal. 6

(26)

akademisi, ataupun individu di Kota Medan untuk ikut berkontribusi menjalankan hubungan luar negeri sehingga tercipta people-to-people contact. Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat judul

“Pelaksanaan Paradiplomasi Pemerintahan Kota Medan Dalam Kerjasama Sister Dengan Kota Gwangju dan Ichikawa”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimana pelaksanaan paradiplomasi Sister City antara Kota Medan Kota Gwangju dan Ichikawa?

1.3 Batasan Masalah

Pembatasan masalah diperlukan untuk menjaga fokus dari penelitian dan juga menghindarkan penelitian dari ruang lingkup yang terlalu luas. Maka peneliti membatasi masalah yang hanya berkaitan dengan : Program kerjasama Sister City Kota Medan dengan Kota Gwangju dan Ichikawa, serta Peran Kota Medan dalam program kerjasama ini.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk :

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan program kerjasama kota Medan dengan mitra Sister City nya Gwangju dan Ichikawa

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penulisan penelitian ini adalah :

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

(27)

terutama dalam konsentrasi Politik Internasional atau Perbandingan dan juga sebagai syarat penulis untuk mendapat gelar sarjana.

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan mampu menjadi refrensi maupun masukan untuk Kota Medan dalam menjalankan program Sister City.

1.6 Kerangka Konseptual 1.6.1. Paradiplomasi

Paradiplomasi secara relatif masih merupakan fenomena baru bagi aktivitas pemerintahan di Indonesia. Paradiplomasi mengacu pada perilaku dan kapasitas untuk melakukan hubungan luar negeri dengan pihak asing yang dilakukan oleh entitas ‘sub-state’, atau pemerintah regional/ pemda, dalam rangka kepentingan mereka secara spesifik.25 Istilah ‘paradilomacy’

pertama kali diluncurkan dalam perdebatan akademik oleh ilmuwan asal Basque, Panoyitis Soldatos tahun 1980-an sebagai penggabungan istilah

‘parallel diplomacy’, menjadi ‘paradiplomacy’, yang mengacu pada makna ‘the foreign policy of non-central goverments’.26

Menurut Michaelmann paradiplomasi merupakan desentralisasi kekuasaan politik dan kewenangan administratif dalam sebuah proses yang terjadi pada aktor-aktor sub-nasional, Institusi politik dan kebijakan publik suatu Pemerintahan pusat dalam kewenangan menjalankan hubungan luar negeri, karena pemerintah daerah merupakan bentuk yang nyata dari implementasi kebijakan publik.27

Dalam bukunya A Dictionary of Diplomacy, Berridge dan Alan James menerangkan bahwa Paradiplomasi merupakan aktivitas yang

25 Wolf Steffan. 2009. Paradiplomacy: Scope, Opportunities and Challenges. University of Nottingham. Hal. 1-2

26 Takdir Ali Mukti. Op. Cit. Hal 2

27 Michaelmann, Hans dan Soldatos, Panayotis. 1990. Federalism and International Relations : the Role of Subnational Units. Oxford : Clarendon Press. Hal. 177

(28)

dilakukan dalam ruang lingkup internasional yang membawa tujuan politis dari aktor sub-nasional dalam suatu pemerintahan28

Berbeda dengan kebijakan luar negeri yang dikeluarkan suatu Negara, diplomasi regional tidak berusaha untuk mewakili kepentingan nasional yang lebih umum dan luas, kepentingannya lebih untuk menunjukan pada masalah yang lebih khusus tanpa menyalahi aturan pada suatu kedaulatan Negara, dan berada pada pengawasan Negara, akan tetapi untuk mengembangkan daerahnya para aktor tersebut mempunyai kebebasan dalam menentukan isu dan tujuan yang ingin dicapai, dalam menjalankan mekanismenya, para aktor diplomasi regional berada di bawah kedaulatan Negara dan mengikuti sistem internasional yang berlaku yang menjadikan aktor Negara sebagai penghubung untuk terciptanya hubungan tersebut, hal ini disebut Paradiplomasi.29

John Ravenhill dalam Paradiplomacy in Action, The Foreign Relations of Subnational Governments menjelaskan bahwa pengertian Paradiplomasi merupakan pengembangan dari adanya hubungan luar negeri secara langsung yang dilakukan oleh aktor sub-nasional, yang mempunyai tujuan tertentu dalam berbagai bidang, yang biasanya ditujukan untuk kesejahteraan daerah yang dinaungi pemerintah sub- nasional tersebut dibawah pengawasan pemerintah nasional dalam rangka menghadapi globalisasi.30

Kerjasama luar negeri yang dilakukan oleh pemerintah daerah tidak lepas dari adanya regulasi nasional yaitu adanya Undang- Undang otonomi daerah Nomor 32 Tahun 2004 yang merupakan upaya pemerintah pusat untuk mengajak setiap daerah di Indonesia mandiri dan bersifat kreatif

28 Berrige, G.R & Alan James. 2003 : A Dictionary of Diplomacy. New York : Palgrave USA. Hal.

199

29 Keating Michael. 2000. Going Beyond Paradiplomacy? Adding Historical Institutionalism to Account for Regional Foreign Policy Competences. Hannover: Forum of Federations an International Federalism. Hal. 2

30 Francisco Aldecoa dan Michael Keating. 1999. Paradiplomacy in Action: The Foreign Relations of Subnational Governments. London: Taylor & Francis Group. Hal. 134

(29)

dalam mengembangkan potensi yang dimiliki daerahnya masing- masing.31

Sedangkan Paradiplomasi menurut Panayotis Soldatos dan Ivo Duchacek, konsep diplomasi :

“Refers to direct international activity by sub national actors (federated units, regions, urban communities, cities) supporting, complementing, correcting, duplicating, or challenging the nation-states’

diplomacy”.

Konsep ini melihat perilaku dan kapasitas sub-state secara spesifik (pemerintah regional atau Pemda) dalam melakukan kerjasama dengan pihak asing dalam memenuhi kepentingan daerahnya.32

Menurut Lecours, praktek paradiplomasi yang mereka lakukan dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok, yakni, pertama, hubungan dan kerja sama pemerintah regional atau ‘sub-states’ yag hanya berorientasi untuk tujuan-tujuan ekonomi semata seperti perluasan pasar, pengembangan investasi ke luar negeri, dan investasi secara timbal balik.

Hubungan ini sama sekali tidak melibatkan motifmotif yang kompleks, misalnya politik atau budaya. Interaksi transnasional jenis ini biasa dipraktekkan oleh negara-negara bagian di Amerika Serikat dan Australia.

Kedua, paradiplomasi yang melibatkan berbagai bidang dalam kerja sama atau ‘multipurposes’, antara ekonomi, kebudayaan, pendidikan, kesehatan dan alih teknologi, dan sebagainya. Konsep hubungan ini mengacu pada model kerja sama luar negeri yang ter desentralisasi atau ‘decentralized cooperation’. Beberapa provinsi di Jerman atau ‘lander’, mempraktekkan hubungan model ini, demikian pula pemerintah regional Rhone-Alpes,

31 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah. Diakses dari http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/33.pdf. Pada 15 April 2019 pukul 22.42.

32 Manap. Kerjasama Luar Negeri Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Sebagai Aktor Paradiplomasi Dalam Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat di Wilayah Perbatasan Aruk- Biwak.

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Diakses dari

http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t39394.pdf. Pada 19 April pukul 21.13.

(30)

Perancis, menjalin hubungan dengan beberapa negara bagian di Afrika seperti Mali, Senegal dan Tunisia, serta provinsi di Vietnam dan Polandia.

Kategori ketiga adalah, paradiplomasi kompleks yang melibatkan motif- motif politik dan identitas nasionalis wilayah yang spesifik. Mereka berusaha menjalin hubungan internasional dengan semangat yang sangat besar untuk mengekspresikan identitas nasional wilayah mereka yang spesifik dan otonom yang berbeda dengan sebagian besar wilayah di negara mereka. Yang mempraktekkan model ini antara lain Flanders- Belgia, Catalonia- Spanyol, Quebec-Canada dan Basque Country. 33

Studi yang dilakukan oleh David Criekemans menunjukkan bahwa di Negara-negara maju, hubungan pusat dan daerah dalam ‘share’

kedaulatan di bidang hubungan internasional ini ada 2 (dua) kecenderungan, yakni ada yang bersifat kooperatif dan ada pula yang konfliktual. Paradiplomasi yang dipraktekkan oleh Flanders, Wallonia, dan Bavaria cenderung kooperatif dengan pemerintah pusat, meski masih ada kesan kompetitif, sedangkan interaksi luar negeri yang dilaksanakan oleh Scotland dan Catalonia cenderung konfliktual. Ada 4 (empat) pandangan mengenai sebab terjadinya kecenderungan konflik atau kooperatifnya antara hubungan pusat dan daerah dalam urusan luar negeri ini, yakni, pertama, perbedaan paham politik mayoritas di pemerintahan regional dengan pemerintah pusat akan cenderung untuk konflik, atau sebaliknya, jika kekuatan politik mayoritas di pusat dan di daerah sama, maka akan cenderung kooperatif. Kedua, keberadaan para aktivis pergerakan nasionalis (radikal) di daerah akan cenderung menciptakan konflik dengan pemerintah pusat dalam hubungan luar negerinya, atau sebaliknya, ketiadaan para aktivis radikal ini akan di daerah akan mendorong kearah kooperatif. Ketiga, pemerintah regional yang memiliki kekuatan ekonomi yang tinggi/kokoh akan cenderung berani untuk berseberangan secara

33 Andre Lecours. Political Issue of Paradiplomacy : Lesson from the Developed World. Hal 2--3

(31)

konfliktual dengan pemerintah pusat, atau sebaliknya, pemerintah daerah yang miskin akan sangat diuntungkan dengan berkooperasi dengan pemerintah pusat untuk meminta asistensinya. Keempat, keberadaan institusi formal yang melaksanakan fungsi koordinasi dan konsultasi antara pusat dan daerah untuk urusan luar negeri akan berpengaruh terhadap terjadinya hubungan yang konfliktual atau pun koordinatif, meskipun yang terakhir ini tampat tidak konsisten di Eropa. 34

Paradiplomasi juga didefinisikan sebagai keterlibatan pemerintah sub-state dalam hubungan internasional, melalui pembentukan kontak permanen formal dan informal dengan lembaga publik atau swasta asing dengan tujuan untuk mempromosikan ekonomi sosial, budaya atau masalah politik disetiap dimensi dengan pihak asing. Sejak tahun 1990-an Ivo Duhacek telah mengamati jika kedepannya pemerintahan sub-state akan lebih berperan dalam hubungan internasional. Pemerintahan subnasional akan menggunakan paradiplomasi sebagai alat dalam proses pengelolaan serta solusi dalam permasalahan yang belum terselesaikan oleh pemerintah pusat.35

Pemerintah Indonesia memberikan kewenagan berupa asas desentralisasi sebagai implementasi hak pemerintah daerah dari pemerintah pusat untuk mengatur daerahnya dan mengembangkan daerahnya sendiri. Pemerintah pusat mengindikasikan jika pemerintah daerah bebas melakukan aktifitas internasional salah satunya dengan menarik investasi asing untuk berinvestasi di daerah administratifnya.

34 David Criekemans. Are The Boundaries between Paradiplomacy and Diplomacy Watering Down?. University of Anwerp and Flemish Centre for International Policy. Belgium July 2008.

Hal. 12-13

35 Ibid

(32)

1.7 Defenisi Konsep

1.7.1. Konsep Sister City

Apabila ditelaah dari tata bahasanya Sister City terdiri dari 2 kata yakni Sister (saudari perempuan) dan City (Kota), dalam hal ini Sister City berarti Kota bersaudara dimana dalam perkembangannya yang berorientasi pada persahabatan dan kemitraan, hubungan kemitraan yang terjalin dalam konteks hubungan antar Kota dalam kerjasama yang saling menguntungkan dan saling membantu dan

menganut prinsip perlakuan yang sama atau Reciprocal.36 Kerjasama dapat didefinisikan sebagai sister city ketika suatu

komunitas memutuskan untuk bergabung dengan suatu komunitas di negara lain untuk saling mempelajari satu sama lain secara lebih jauh, dan untuk menumbuhkembangkan hubungan persahabatan dan saling pengertian, dua komunitas tersebut mengusulkan afiliasi formal yang mengarah pada istilah secara resmi sebagai “sister cities”. Suatu hubungan sister city, sister municipality, sister state dan sebagainya menjadi kerjasama resmi dengan ditandatanganinya perjanjian secara resmi oleh perwakilan-perwakilan yang terpilih dari dua yurisdiksi.37 Sister City merupakan konsep yang digagas untuk membentuk kerjasama antar provinsi dari satu negara ke negara lain setara kota administratif baik provinsi ataupun prefektur dalam sebuah persetujuan berdasar pada kemiripan karakteristik baik dalam segi budaya, latar belakang sejarah, ataupun segi geografis. Konsep Sister City mulai dikembangkan setelah berakhirnya Perang Dunia II. Pada tahun 1950-

36 Akbarizal AB. 2013. Kewenangan Pemerintah Kota Bandung dalam menjalankan Kerjasama Sister demgam kota Braunchweig tahun 200-2012. Skripsi UNIKOM : Bandung Diakses dari https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/656/jbptunikompp-gdl-akbarizala-32758-12-jurnal-4-r.pdf.

Pada 19 April 2019 pukul 21.47

37 Donald Bell Souder and Shanna Bredel. 2005. A Study of Sister City Relations: What is Sister City?. A Research Paper of Asian Languages and Civilizations in University of Coldorado 16 December. Hal.2

(33)

an, konsep Sister City ini dilegalkan dengan adanya dukungan dari Presiden Amerika Serikat, Eisenhower. Eisenhower membayangkan sebuah organisasi yang bisa menjadi pusat perdamaian dan kemakmuran dengan menciptakan katan antara orang-orang dari berbagai kota di seluruh dunia.

Dengan membentuk hubungan ini, Presiden Eisenhower beralasan bahwa orang dari budaya yang berbeda bisa menghargai perbedaan mereka dan membangun kemitraan yang akan mengurangi kemungkinan konflik baru. Sister City menciptakan hubungan berdasarkan budaya, pendidikan, informasi dan perdagangan bursa menciptakan persahabatan yang lama yang dapat memberikan kemakmuran dan perdamaian melalui orang ke orang atau bisa disebut sebagai "people to people connection".38 Pada mulanya penerapan konsep ini adalah sebagai saran diplomasi politik negara tingkat regional dan internasional pengimplementasiannya menjadi pendorong bagi rakyat untuk menjalin persahabatan dan kerjasama yang konstruktif, baik antar elemen masyarakat, kota, antar pemerintah lokal dan pusat maupun antar negara diseluruh dunia.

Sister City juga di jelaskan oleh Donal Bell Souder & Shanna Bredel dalam A Study of Sister City Relations, bidang yang meliputi Kerjasama Sister City adalah:

a. Budaya, dalam konteks kerjasama budaya ditujukan untuk memahami keanekaragaman budaya yang berbeda sehingga dapat terjalinnya pemahaman mengenai latar belakang budaya, sehingga dapat meningkatkan kerjasama yang lebih mendalam antar kota dalam hubungan internasional, yang biasanya melibatkan unsur seni musik, pertunjukan budaya, dan hal lainnya yang menyangkut kebudayaan.

38 O. Sinaga. 2010. Otonomi Daerah Dan Kebijakan Publik: Implementasi Kerjasama Internasional Bandung: Lepsindo. Hal. 35.

(34)

b. Akademik, dalam bidang akademik biasanya melibatkan pengiriman duta/ delegasi dari suatu kota terhadap kota lainnya yang ditunjukan untuk mempromosikan dan mempelajari budaya lain, untuk mempererat hubungan yang lebih mendalam.

c. Pertukaran informasi, dalam hal ini ditunjukan untuk menanggulangi suatu kesamaan permasalahan yang dihadapi, sehingga dapat terselesaikan dan pengembangan hal ini dapat ditunjukan untuk pembangunan kota yang lebih baik.

d. Ekonomi, merupakan bidang yang terpenting dalam kerjasama Sister City, hal ini berlandaskan pada tujuan peningkatan perdagangan antar Kota, sehingga konteks kerjasama terjalin lebih mendalam.39

Kerjasama Sister City merupakan hubungan kerja sama resmi jangka panjang antara pemerintah satu kota di suatu negara dengan kota lainnya di negara lain yang ditandai dengan adanya kesepakatan kerja sama secara formal (Memorandum of Understanding atau MoU) dan diakui serta disetujui oleh parlemen atau DPRD setempat. Sejalan dengan semangat Otonomi Daerah, maka berdasarkan prinsip yang mengacu pada UU No.24/2000 tentang pembuatan perjanjian internasional, Pemda (baik Pemprov, Pemkab maupun Pemkot) telah ditegaskan sebagai lembaga pemerintahan yang memiliki kualifikasi sebagai “Lembaga Pemrakarsa” untuk membuat perjanjian internasional. Menurut Departemen Luar Negeri RI, pada umumnya kerjasama Kota sister city ini terbentuk karena sejumlah alasan, seperti:

persamaan kedudukan dan status administrasi, persamaan ukuran luas wilayah dan fungsi, persamaan karakteristik sosio-kultural dan topografi kewilayahan, persamaan permasalahan yang dihadapi,

39 Irawan Whibiksana. 2016. Dampak Kerjasama Sister City Kota Bandung Dengan Kota Suwon (Republik Korea) Dalam Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Terhadap Perkembangan Pendidikan dan Kebudayaan di Kota Bandung. Skripsi. Diakses dari https://.responsitory.unpas.ac.id/11615/. Pada 26 April 2019 pukul 20.09

(35)

komplementaritas antara kedua pihak yang dapat menimbulkan aliran barang dan jasa pertukaran kunjungan pejabat dan pengusaha.40

Menurut Villiers mengusulkan enam langkah siklus model atau kerangka konseptual kemitraan sister city dalam membentuk, mengelola, mempertahankan dan membangun kesuksesan kemitraan dan kemampuan beraliansi, yaitu :

a. Strategi: kerangka manajemen dimulai dengan perumusan strategi aliansi. Sebelum mitra terlibat, sebuah organisasi memerlukan strategi aliansi untuk menguraikan pemikiran terkait visi dan tujuan untuk kemitraan, strategi untuk pemilihan mitra, untuk memanajemen, dan cara menangkap pembelajaran menunjukan bahwa pemerintah daerah dan masyarakat lokal perlu strategi, dimana dua strategi yang ditempuh adalah learning dan networking internasional. Dari strategi aliansi akan menjadi jelas jenis mitra yang harus dicari.

b. Identifikasi: dalam mencari mitra strategis, kota atau komunitas biasanya mendekati lembaga perjodohan internasional dan mungkin juga didekati oleh kota-kota atau masyarakat lain dengan kemiripan permintaan. Permintaan tersebut hanya dapat dipertimbangkan jika kota tersebut ada dalam parameter strategi kerja sama.

c. Mengevaluasi: pada tahap ini diperlukan pula investigasi due diligence dan studi kelayakan untuk mengenal sejarah kerja sama mitra yang potensial. Terdapat banyak kriteria yang berbeda yang digunakan untuk pemilihan mitra, kriteria dapat meliputi ukuran kota/populasi; kriteria geografis; sejarah politik;

alasan filantropis; kepentingan sosial/umum; kepentingan ekonomi; universitas; kemiripan nama; asosiasi lokal .

40 Nurul Insaeni. 2011. Peran Strategis Pemerintah Daerah dalam Kerjasama Internasional untuk Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Departemen Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Global & Strategis Th.7 No.1. Jakarta. Hal. 130

(36)

d. Negosiasi: tahapan ini terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu negoasiasi dalam pemilihan mitra, negosiasi dalam perencanaan, dan negosiasi dalam membuat kesepakatan (Memorandum of Understanding).

e. Implementasi: tahap ini penting karena semua penilaian terhadap rencana yang telah disepakati telah dilakukan dengan baik sampai saat ini atau tidak. Setelah hubungan diimplemetasikan, keberhasilan atau kegagalan perlu ditinjau secara berkala yang hanya dapat dilakukan jika pengukuran spesifik kinerja telah disepakati dalam tahap perencanaan.

f. Kemampuan aliansi: merupakan titik keberlanjutan yang menyakini bahwa kota yang memperoleh lebih banyak pengalaman dalam praktik manajemen aliansi terbaik, maka akan lebih baik dalam hubungan kemitraan. Ini dibangun dan dikembangkan melalui peningkatan pengetahuan aliansi, keterampilan (keterampilan kewirausahaan yang spesifik), pengalaman, dan pengembangan perilaku yang tepat, alat aliansi yang tepat, sistem aliansi yang tepat, staf dan struktur organisasi, dan pelatihan/pendidikan.41

1.8 Metode Penelitian 1.8.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Istilah penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk

41 J.C de Villers. 2009. Success factors and the city-to-city partnership management process-from strategy to alliance capability. Jurnal Habitat International Volume 33, Issue 2, April 2009. Dalam E.N. Domloboy Nst. Implementasi Kerjasama Sister City Kota Bandung Dengan Kota Suwon Tahun 1997-2015. Evaluasi Keberhasilan Kerjasama Antar Kota Sister City Kota Surabaya.

Thesis UMY : Yogyakarta. Hal. 19

(37)

hitungan lainnya.42 Penelitian kualitatif berakar pada latar ilmiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif, mengadakan analisis data secara induktif, mengarahkan sasaran penelitiannya pada usaha menemukan teori dari dasar, bersifat deskriptif, lebih mementingkan proses daripada hasil, membatasi studi dengan fokus, memiliki seperangkat kriteria untuk memeriksa keabsahan data, rancangan penelitiannya bersifat sementara, dan hasil penelitiannya disepakati oleh kedua belah pihak.43

1.8.2. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini akan mengumpulkan data dengan cara tinjauan pustaka (library research) serta wawancara. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang berasal dari buku, jurnal, artikel maupun literatur lainnya, pengumpulan data dilakukan dengan membaca, menganalisis, dan mengutip data dari sumber-sumber yang berkaitan dengan penelitian ini. Data primer yang dikumpulkan berasal dari hasil wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan kerjasama sister city khususnya pemerintahan Kota Medan.

1.8.3. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif deksriptif. Penulis akan mengumpulkan data dan fakta objek penelitian untuk menganalisis bagaimana pelaksanaan kerjasama sister city pemerintah kota Medan. Data dan fakta yang didapat akan dikumpulkan, diinterpretasi, dan dianalisis sehingga dapat memberi gambaran terhadap objek yang penulis teliti.44

42 Anslelm Strauss. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Hal. 4.

43 Lexy J. Moleong. 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya. Hal. 5

44 Beverly Hancock. 2009. Elizabeth Ockleford, dan Kate Windrige. Introduction to Qualitative Research. NIHR RDS EM/YH, Sheffield.

(38)

1.9 Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : KARAKTERISTIK DAN KERJASAMA LUAR NEGERI

KOTA MEDAN

Bab ini akan membahas tentang karakteristik Kota Medan umum, dasar kewenangan pemerintah Kota Medan dalam menjalankan kerjasama luar negeri, kemudian akan dipaparkan data mengenai kerjasama luar negeri yang telah dilakukan Kota Medan

BAB III : PELAKSANAAN PARADILOMASI SISTER CITY KOTA

MEDAN DENGAN KOTA GWANGJU DAN ICHIKAWA Pada bab ini akan berisi inti dari penelitian serta menjabarkan

tentang pelaksanaan paradiplomasi sister city Pemerintah Kota Medan dengan Kota Gwangju dan Ichikawa

BAB IV : PENUTUP

Bab ini adalah bab terakhir dari penelitian yang akan

menyimpulkan serta pemberian saran-saran yang diperlukan.

(39)

BAB II

KARAKTERISTIK DAN KERJASAMA LUAR NEGERI KOTA MEDAN

Kota Medan merupakan objek yang diteliti pada penelitian ini yakni bagaimana Kota Medan menjalankan Paradiplomasinya. Oleh karena itu, pada bab 2 (dua) ini penulis bermaksud menggambarkan bagaimana kondisi Kota Medan dimulai dari sejarah, pemerintahan, keadaan geografis, pertumbuhan demografi, perekonomian, pendidikan, kebudayaannya, Kerjasama Luar Negeri yang dilakukan Kota Medan hingga peraturan dan mekanisme yang mengatur kewenangan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan Kerjasama Luar Negerinya.

2.1. Karakteristik Umum Kota Medan 2.1.1. Sejarah Singkat Kota Medan

Pada zaman dahulu Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 4000 Ha. Beberapa sungai melintasi Kota Medan dan semuanya bermuara ke Selat Malaka.

Sungai-sungai itu adalah Sei Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan dan Sei Sulang Saling/ Sei Kera.45

Kota Medan dimulai dari sebuah kampung kecil bernama Medan Putri yang dibangun oleh Guru Patimpus pada tahun 1590 di pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura. Kampung yang semula hanya seluas 4000 ha, kemudian berkembang menjadi Kesultanan Deli pada tahun 1669 setelah diproklamirkan oleh Datuk Prungit yang memisahkan diri dari Kesultanan Aceh. Selanjutnya kota Medan semakin berkembang dengan perpindahan ibukota Sumatera Timur dari Bengkalis ke Medan pada tahun 1887, dan kemudian berubah statusnya menjadi Gubernemen yang dipimpin oleh seorang Gubernur pada tahun 1915. Sejak zaman penjajahan orang selalu

45 Ririn Kesuma, “Sejarah Lahirnya Kota Medan”, diakses dari

https://www.academia.edu/8313671/BAB_I_PENDAHULUAN, pada 02 Juli 2019 Pukul 15.18.

WIB.

(40)

merangkaikan Medan dengan Deli (Medan Deli). Setelah zaman kemerdekaan lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap sehingga akhirnya kurang popular. Karena letak geografis yang sangat strategis, kota Medan kemudian berkembang menjadi kota perdagangan.46

Dahulu orang menamakan Tanah Deli mulai dari Sungai Ular (Deli Serdang) sampai ke Sungai Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaannya tidak mencakup daerah diantara kedua sungai tersebut. Secara keseluruhan jenis tanah di wilayah Deli terdiri dari tanah liat, tanah pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. Hal ini merupakan penelitian dari Van Hissink tahun 1900 yang dilanjutkan oleh penelitian Vriens tahun 1910 bahwa disamping jenis tanah seperti tadi ada lagi ditemui jenis tanah liat yang spesifik. Tanah liat inilah pada waktu penjajahan Belanda ditempat yang bernama Bakaran Batu (sekarang Medan Tenggara atau Menteng) orang membakar batu bata yang berkwalitas tinggi dan salah satu pabrik batu bata pada zaman itu adalah Deli Klei.47

Perkembangan Kampung "Medan Putri" tidak terlepas dari posisinya yang strategis karena terletak di pertemuan sungai Deli dan sungai Babura, tidak jauh dari jalan Putri Hijau sekarang. Kedua sungai tersebut pada zaman dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan demikian Kampung "Medan Putri" yang merupakan cikal bakal Kota Medan, cepat berkembang menjadi pelabuhan transit yang sangat penting.48 Semakin lama semakin banyak orang berdatangan ke kampung ini dan isteri Guru Patimpus yang mendirikan kampung Medan melahirkan anaknya yang pertama seorang laki-laki dan dinamai si Kolok. Mata pencarian orang di Kampung Medan yang mereka namai dengan si Sepuluh dua Kuta adalah

46 Dokumen Bagian Hubungan Kerjasama Pemerintahan Kota Medan, “City Profile”, hal.1

47 Ibid.

48 R Thaib. 1959. Lima Puluh Tahun Kotapraja. Medan: Panitia Tahun Kotapraja Medan. hal. 44.

Diakses dari https://medankota.bps.go.id/backend/pdf_publikasi/Kota-Medan-Dalam-Angka- 2016.pdf. Pada 02 Juli 2019 pukul 15.28 WIB

(41)

bertani menanam lada. Tidak lama kemudian lahirlah anak kedua Guru Patimpus dan anak inipun laki-laki dinamai si Kecik.

Sekitar tahun 1612 setelah dua dasa warsa berdiri Kampung Medan, Sultan Iskandar Muda yang berkuasa di Aceh mengirim Panglimanya bernama Gocah Pahlawan yang bergelar Laksamana Kuda Bintan untuk menjadi pemimpin yang mewakili kerajaan Aceh di Tanah Deli. Gocah Pahlawan membuka negeri baru di Sungai Lalang, Percut. Selaku Wali dan Wakil Sultan Aceh serta dengan memanfaatkan kebesaran imperium Aceh, Gocah Pahlawan berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga meliputi Kecamatan Percut Sei Tuan dan Kecamatan Medan Deli sekarang.

Dia juga mendirikan kampung-kampung Gunung Klarus, Sampali, Kota Bangun, Pulau Brayan, Kota Jawa, Kota Rengas Percut dan Sigara-gara.

Dengan tampilnya Gocah pahlawan mulailah berkembang Kerajaan Deli dan tahun 1632 Gocah Pahlawan kawin dengan putri Datuk Sunggal. Setelah terjadi perkawinan ini raja-raja di Kampung Medan menyerah pada Gocah Pahlawan.49

Gocah Pahlawan wafat pada tahun 1653 dan digantikan oleh puteranya Tuangku Panglima Perunggit yang kemudian memproklamirkan kemerdekaan Kesultanan Deli dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669, dengan ibu kotanya di Labuhan, kira-kira 20 km dari Medan. Jhon Anderson seorang Inggris melakukan kunjungan ke Kampung Medan tahun 1823 dan mencatat dalam bukunya Mission to the East Coast of Sumatera bahwa penduduk Kampung Medan pada waktu itu masih berjumlah 200 orang tapi dia hanya melihat penduduk yang berdiam dipertemuan antara dua sungai tersebut.50

49 Yosef Christian Nababan, Skripsi: “Kepemimpinan Dzulmi Eldin Sebagai Walikota Medan Berdasarkan Prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Baik” (Medan: USU, 2016). Hal.38

50John Anderson. 1924. Mission to The East Cost of Sumatra: A Report. London: Blackwood.

Lihat juga penjasalan K. J. Pelzer. 1978. Planter and Peasent: ColonialPolicy and the Agrarian Stuggle in East Coast Sumatera (1863–1847). S’Gravenhage: Martinus Nijhoff. Lihat dalam Lambok W. P. Sitorus. 2016. Aktor dan Pemilu 2014 di Kota Medan (Studi Tentang Bentuk Dukungan Saling menguntungkan Organisasi Kemasyarakatan dengan Calon Anggota DPRD Kota Medan Daerah Pemilihan 2 pada Pemilu Legislatif 2014) Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara. hal. 32.

Referensi

Dokumen terkait

Secara praktis, pembahasan terhadap masalah dalam penulisan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Republik Indonesia (RI) dalam memahami norma-norma serta

menghasilkan banyak keuntungan di berbagai sektor secara komersial, namun karena tidak adanya simbol kerjasama antara kedua kota beda negara ini maka banyak

Isi Naskah Letter of Intent (LoI) ini berisi minat kerjasama yaitu untuk membangun hubungan persahabatan dan kerjasama pertukaran antara kedua kota atas dasar keuntungan bersama

a) Pemerintah Kedua Kota (Kota Jayapura dan Kota Vanimo) harus memberikan Sosialisasi terkait pelaksanaan MoU ini bagi Pemangku Kepentingan yang akan terlibat

berdampak pada perkembangan kerjasama Sister City antara Pemerintah Kota Bandung dengan Pemerintah Kota Braunschweig, dalam hal kewenangan pemerintah kota bandung

Sister City merupakan hubungan kerjasama internasional yang dilakukan oleh dua kota dari dua negara, dengan adanya persetujuan bersama untuk menjalin hubungan bilateral antara dua kota

Political will is the ghost in the machine of politics, the motive force that generates political action‖.18 Selain itu, political will juga dapat diukur melalui indikator, menurut

Salah satunya kerjasama sister city yang dijalin oleh Pemerintah Kota Denpasar dengan Mossel Bay Government yang terjalin pada tahun 2019.5 Diketahui bahwa hubungan diplomasi antara