i
THE INFLUENCE OF FIRM’S CHARACTERISTIC AND OWNERSHIP STRUCTURE TO TRIPLE BOTTOM LINE (TBL) DISCLOSURE IN
INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh
DEVI ISNAWADININGRUM 20130420235
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
ii Nama : Devi Isnawadiningrum Nomor Mahasiswa : 20130420235
Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN DAN STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP LUAS PENGUNGKAPAN TRIPLE BOTTOM LINE (TBL) DI INDONESIA” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.
Yogyakarta, 17 Desember 2016
iii
“Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun, Karena yang menyukaimu tidak butuh itu dan yang membencimu tidak percaya itu –Ali bin Abi Thalib”
iv
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah… Alhamdulillah…Alhamdulillahirobbil’alamin…
Dengan penuh rasa syukur dan suka cita, Devi Isnawadiningrum persembahakan penulisan sederhana ini untuk orang orang yang tak ada hentinya mendoakanku dan mendukungku dalam penulisan ini.
Sujud syukur kusembahkan kepada ALLAH SWT, Tuhan yang Maha Agung nan Maha Tinggi nan Maha Adil dan Maha Penyayang. Taburan cinta dan kasih sayang-Mu telah membekaliku dengan ilmu. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat saya selesaikan.
Shalawat serta salam saya haturkan kepada junjungan nabi Muhammad SAW yang selalu memberikan suritauladan yang baik kepada para kaumNya.
v atas waktu yang diberikan, mendengarkan keluh kesah bagaimana pusingnya memikirkan skripsi ini.
Untuk mas-masku, Mas Farid, Mas Aan, Mas Adin, Mas Muchlish, Mas Denny, Mas Yusron, Mas Imam, Mas Nanang dan Mas Ady.
Untuk Ibu Dra. Arum Indrasari, M.Buss., Ak., CA atas segala kesabaran dan semangat. Terimakasih ibuk sudah menjadi Ibu Kedua untuk saya. Selalu memberi semangat, memberikan motivasi kepada saya agar segera menyelesaikan skripsi ini dan Alhamdulillah selesai sesuai dengan target. Terimakasih banyak Ibu Arum.
Untuk teman specialku, Jayadi Paputungan. Terimakasih atas segala perhatian, semangat. Terimakasih karena semangat yang kamu kasih, skripsi ini bisa jadi dan bisa menyelesaikan 3tahun 3bulan. Terimakasih atas waktu yang sudah kamu berikan hingga aku bisa menyelesaikan skripsi ini sesuai target awal. Cepat menyusul ya, semoga cepet dan bisa wisuda di periode kedua.
vi
mengganggumu, terimakasih atas bantuan yang tiada hentinya dari kamu.
Untuk Hayyu, Dian, Rachma, Cua, Eva, Meliza, Indah. Kalian teman rempong terbaik... teman dari jaman semester 1 sampai akhirnya kita lulus bareng Hayyu, Dian, Meliza dan Indah. Cua, Eva dan Rachma cepetan nyusul yaa.
Untuk teman perjuangan dari jaman Mataf Putri Kinanthi, Lely Prastiwi dan Putri Novia Fajarini. Terimakasih atas semangat yang kalian berikan, dari jaman belum mataf sampai sekarang masih selalu sama-sama.
Untuk teman-teman satu DPS Ibu Arum. Tiara, Rima, Fiska, Eka, Galeh, Jimmy, Damar, Annisa Fathiha, Sanistia, Riska Tamara, Yasinta, Hayyu, Meliza. Terimakasih atas semuaya. Dan untuk semua teman-teman akuntansi 2013 yang tidak bisa
vii
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
B. Penurunan Hipotesis... 17
C. Model Penelitian ... 21
BAB III. METODE PENELITIAN ... 22
viii
E. Definisi Operasional Variabel ... 23
F. Teknik Analisis Data ... 26
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 31
B. Uji Kualitas Instrumen Data ... 32
C. Hasil Penelitian (Uji Hipotesis) ... 40
D. Pembahasan (Intrepretasi) ... 44
BAB V. SIMPULAN SARAN DAN KETERBATASAN ... 54
1. Simpulan ... 54
2. Saran ... 55
3. Keterbatasan ... 55
ix
TABEL 4.2 STATISTIK DESKRIPTIF ... 33
TABEL 4.3 STATISTIK DESKRIPTIF FREKUENSI ... 35
TABEL 4.4 HASIL UJI NORMALITAS ... 36
TABEL 4.5 HASIL UJI AUTOKORELASI ... 37
TABEL 4.6 HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS ... 38
TABEL 4.7 HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS ... 39
TABEL 4.8 HASIL UJI DETERMINASI ADJUSTED ... 40
TABEL 4.9 HASIL UJI NILAI F... 41
TABEL 4.10 HASIL UJI PARSIAL (t test) ... 42
x
xi
1
A. Latar Belakang Penelitian
Triple bottom line (TBL) merupakan suatu pandangan bahwa jika
sebuah perusahaan ingin mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka
perusahaan tersebut harus memperhatikan “3P” yaitu keuntungan (profit),
masyarakat (people) dan lingkungan (performance planet).
Profit atau keuntungan menjadi tujuan utama dan terpenting dalam
setiap kegiatan usaha. Peningkatan produktivitas bisa diperoleh dengan
memperbaiki manajemen kerja mulai penyederhanaan proses, mengurangi
aktivitas yang tidak efisien, menghemat waktu proses dan pelayanan.
(Wibisono, 2007). People atau masyarakat merupakan stakeholder yang
sangat penting bagi perusahaan, karena dukungan masyarakat sangat
diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan
perusahaan. Maka dari itu perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya
memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat. Perusahaan perlu
untuk melakukan berbagai kegiatan yang dapat menyentuh kebutuhan
masyarakat (Wibisono, 2007). Planet atau lingkungan adalah sesuatu yang
terkait dengan seluruh bidang dalam kehidupan manusia. Karena semua
kegiatan yang dilakukan oleh manusia sebagai makhluk hidup selalu berkaitan
seluruh peralatan yang digunakan, semuanya berasal dari lingkungan.
Lingkungan juga merupakan suatu aspek yang harus diperhatikan dengan
seksama. Bagaimana suatu perusahaan dapat hidup berkelanjutan
(sustainable) jika perusahaan juga ikut melestarikan lingkungan yang berada
disekitar perusahaan.
TBL merupakan salah satu cara yang inovatif untuk para eksekutif
dan perusahaan untuk menemukan konsep berkelanjutan yang menguntungkan
masa depan di era akuntabilitas lingkungan dan sosial.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Triple Bottom
Line di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007,
berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPT, Perseroan (Perseroan Terbatas) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Menurut Pasal 1 angka 3 UUPT, Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan (TJSL) adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan
dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas
setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Peraturan pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung
perseroan setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) sesuai dengan anggaran dasar perseroan. Rencana
kerja tahunan perseroan tersebut memuat rencana kegiatan dan anggaran yang
dibutuhkan untuk pelaksanaan TJSL. Pelaksanaan TJSL tersebut dimuat
dalam laporan tahunan perseroan dan dipertanggungjawabkan kepada RUPS
(Pasal 6 PP 47/2012). memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Pernyataan dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 56 juga mengatakan bahwa
kita sebagai manusia harus menjaga lingkungan dan tidak boleh merusak
lingkungan. Allah memberikan pahala untuk umat-Nya yang menjaga dan
merawat lingkungan dengan baik dan benar.
Dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan, perusahaan tidak
lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line
kondisi ekonomi (financial) saja. Tapi lebih berpijak pada TBL yaitu
ekonomi, sosial dan lingkungan. Karena kondisi keuangan saja tidak cukup
menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable).
Gambar 1.1 Konsep Triple Bottom Line Sumber : Sandra dan Wijaya 2011
Triple bottom lines memiliki 3 komponen utama yaitu lingkaran
economic yang berarti bahwa perusahaan harus fokus terhadap keuntungannya
untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan, Lingkaran social berarti
perusahaan harus mempunyai komitmen kepada masyarakat untuk
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya, dan Lingkaran environment,
berarti semua kegitan perusahaan terkait erat dengan lingkungan hidup, oleh
karenanya kita harus memperhatikan keseimbangan lingkungan terhadap
Pengembangan program TBL mengacu pada konsep pengembangan
berkelanjutan yang berujung pada pembangunan citra perusahaan dan
beberapa aspek yang merupakan unsur pengukuran kinerja dan reputasi
perusahaan antara lain kemampuan finansial, mutu produk dan pelayanan serta
fokus pada pelanggan (Rahandhini 2010). Kinerja perusahaan sendiri dapat
dilihat dari aspek internal antara lain leverage, profitabilitas dan likuiditas,
sedangkan dari faktor eksternal sebagai wujud tanggungjawab perusahaan
terhadap stakeholder adalah persentase kepemilikan manajemen.
Negara-negara maju di Asia cenderung lebih terbuka dalam
melakukan pengungkapan TBL dibandingkan negara berkembang, hal ini
harus menjadi perhatian perusahaan-perusahaan besar di Indonesia mengingat
sisi positif dari TBL. Ho dan Taylor (2007) dalam penelitiannya menyatakan
pengungkapan di negara maju sangat detail dan mendalam. Pihak pemerintah
di negara maju menciptakan standar-standar khusus dalam melakukan
pengungkapan lingkungan dan sosial. Nurhayati, Brown dan Tower (2006)
dalam penelitiannya menyatakan pengungkapan lingkungan di Indonesia
cendrung rendah. Kurangnya kesadaran dari pemerintah dan perusahaan akan
pentingnya pengungkapan lingkungan untuk menjadikan Indonesia lebih baik
lagi. Pengungkapan TBL di Indonesia masih rendah dan
Penelitian sebelumnya hanya membandingkan antara pengungkapan
triple bottom line di negara satu dengan yang lain. Penelitian ini fokus
meneliti tentang pengungkapan TBL pada perusahaan-perusahaan di
pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR). Pengungkapan TBLini
sesuai dengan penelitian Jennifer Ho dan Taylor (2007) yang meliputi aspek
ekonomi, sosial dan lingkungan dan akan menguji faktor-faktor apa saja yang
dapat mempengaruhi perusahaan dalam mengungkapkan informasi mengenai
TBL. Penelitian ini bermaksud dapat menghasilkan bukti empiris mengenai
pengungkapan TBL perusahaan-perusahaan di Indonesia. Serta diharapkan
dapat memberikan masukan kesemua pihak yang berkepentingan, khususnya
pemerintah agar dapat membuat peraturan mengenai pengungkapan TBL.
Dalam penelitian terdahulu Yanti dan Rasmini (2015) meneliti tentang
perbandingan pengungkapan TBL perusahaan-perusahaan di Indonesia dan
Singapura. Oleh karena itu, dalam penelitian ini mengembangkan konsep
pengungkapan TBL hanya pada perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan
tujuan agar mengetahui seberapa besar pengungkapan TBL di Indonesia.
Berdasarkan latar belakang tersebut serta pendapat dalam penelitian
terdahulu maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Karakteristik Perusahaan dan Struktur Kepemilikan terhadap Luas
Pengungkapan Triple Bottom Line di Indonesia” Penelitian ini replikasi
dari Fitri Yanti dan Ni Ketut Rasmini (2015) dengan beberapa modifikasi dari
saran peneliti terdahulu 1) Mengganti sampel, yang tadinya sampel
perusahaan di Indonesia dan Singapura, penelitian ini menggunakan sampel
perusahaan manufaktur di Indonesia; 2) Mengganti variabel independen
Kepemilikan Asing dengan Kepemilikan Manajemen; 3) Serta mengganti
B. Batasan Masalah Penelitian
Karakteristik Perusahaan yang akan diteliti terdiri dari Leverage,
Profitabilitas, Likuiditas dan Jenis Industri. Struktur kepemilikan yang
meliputi Kepemilikan manajemen.
C. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Apakah leverage berpengaruh negatif terhadap luas pengungkapan triple
bottom line?
2. Apakah profitabilitas berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan
triple bottom line?
3. Apakah Likuiditas berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan triple
bottom line?
4. Apakah perusahaan dengan jenis industri berkategori high profile
berpengaruh terhadap luas pengungkapan triple bottom line dibanding
dengan jenis industri berkategori low profile?
5. Apakah perusahaan dengan jenis industri berkategori low profile
berpengaruh terhadap luas pengungkapan triple bottom line dibanding
dengan jenis industri berkategori high profile?
6. Apakah kepemilikan manajemen berpengaruh positif dengan luas
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris apakah leverage
berpengaruh negatif terhadap luas pengungkapan triple bottom line.
2. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris apakah profitabilitas
berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan triple bottom line.
3. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris apakah likuiditas
berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan triple bottom line.
4. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris apakah perusahaan
dengan jenis industri berkategori high profile berpengaruh positif terhadap
luas pengungkapan triple bottom line dibanding dengan jenis industri
berkategori low profile.
5. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris apakah perusahaan
dengan jenis industri berkategori low profile berpengaruh positif terhadap
luas pengungkapan triple bottom line dibanding dengan jenis industri
berkategori high profile.
6. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris apakah kepemilikan
manajemen berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan triple bottom
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah ilmu mengenai
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengungkapan triple bottom line.
Dan sebagai upaya untuk mendukung pengembangan ilmu akuntansi pada
umumnya, serta khususnya yang berkaitan dengan pengungkapan triple
bottom line.
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi alternatif rujukan bagi
penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pengungkapan
triple bottom line.
2. Praktis
a) Bagi Investor
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan yang
bermanfaat untuk pengambilan keputusan investasi khususnya dalam
menilai luasnya pengungkapan triple bottom line di Indonesia.
b) Bagi Masyarakat umum
Dapat dijadikan salah satu dasar untuk menilai tingkat pengungkapan
triple bottom line dalam suatu perusahaan melalui laporan keuangan
yang dipublikasikan.
c) Bagi lembaga-lembaga pembuat peraturan/standar
Bapepam, IAI dan lain sebagainya, hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi penyusunan standar
meningkatkan kualitas standar dan peraturan yang sudah ada
sebelumnya.
d) Bagi Peneliti Selanjutnya
Agar menjadi salah satu ketertarikan untuk meneliti pengaruh yang
ada di Indonesia. Karena kurangnya kemauan untuk mengetahui
bagaimana peran triple bottom line di Indonesia. Kebanyakan
penelitian TBL hanya dilakukan di negara-negara maju. Untuk Asia
Tenggara masih kurang diminati.
e) Bagi Perguruan Tinggi
Dapat dijadikan pertimbangan dalam membuat peraturan disekitar
kampus. Peraturan yang akan dibuat hendaknya juga memikirkan
bagaimana dampak terhadap lingkungan atau lebih tepatnya dengan
11
A. Landasan Teori
1. Teori Keagenan ( Agency Theory)
Pada hubungan agensi, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi
pengungkapan triple bottom line perusahaan antara lain biaya pengawasan,
biaya kontrak, visibilitas politis perusahaan membutuhkan biaya dalam
rangka memberikan informasi tentang pertanggung triple bottom line,
sehingga laba yang dilaporkanpun menjadi lebih rendah dibandingkan
dengan perusahaan tidak mengungkapkan TBL. Pengungkapan informasi
dalam triple bottom line memiliki hubungan positif dengan kinerja sosial,
tetapi kinerja ekonomi dan visibilitas politis memiliki hubungan negatif
dengan biaya kontrak dan pengawasan. Sandra (2011) menyatakan bahwa
shareholders melakukan price-protect untuk menghindari kecurangan
yang dilakukan oleh manajemen. Sehingga untuk menghindari hal tersebut
secara suka rela manajemen perusahaan mengambil beberapa tindakan
termasuk melakukan pengungkapan. Oleh karena itu, pengungkapan yang
dilakukan oleh perusahaan bertujuan agar konsep agensi dalam perusahaan
tidak menimbulkan slack yang dapat menimbulkan cost agency yang
2. Teori Sinyal ( Signalling Theory)
Teori ini mengatakann bahwa pengungkapan sukarela atau
pengungkapan triple bottom line adalah satu maksud bagi perusahaan atau
manajer untuk membedakan diri mereka dari yang lainnya,seperti kualitas
dan kinerja perusahaan. Signaling Theory mengemukakan tentang
bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada
pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa
yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan
pemilik. Dalam hubungannya dengan penelitian ini, perusahaan
memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan dengan
pengungkapan triple bottom line.
3. Teori Legitimasi
Teori legitimasi merupakan pengungkapan sosial berarti "deal"
terhadap tekanan politik dan social. Perusahaan adalah bagian dari tujuan
sosial. Dengan mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan,
perusahaan berusaha menyampaikan kepada stakeholder bahwa mereka
telah memenuhi tujuan sosial dan lingkungan yang dapat mengurangi
tekanan publik. Sehingga perusahaan akan melegitimasi kinerja mereka
dengan melakukan pengungkapan sosial dan lingkungan (M. Freedman, B.
Jaggi, 2005). Legitimasi teori banyak diuji dibeberapa studi empirik dan
4. Karakteristik Perusahaan
Suatu model pada perusahaan yang mana perusahaan itu
memasyarakatkan dirinya yaitu dengan jalan memberikan sarana bagi
masyarakat untuk masuk dalam perusahaannya, yaitu dengan menerima
penyertaan masyarakat dalam usahanya, baik dalam pemilikan maupun
dalam penetapan kebijakan pengelolaan. Go public merupakan salah satu
cara badan usaha untuk memperoleh dana yaitu dengan cara menjual dan
menawarkan untuk melepaskan hak atas saham dengan pembayaran.
Badan usaha dapat go public dengan cara menjual saham baru yang
berasal dari modal dasar maupun saham lama yang berasal dari modal
yang sudah disetorkan.
5. Struktur Kepemilikan
Para peneliti berpendapat bahwa struktur kepemilikan perusahaan
memiliki pengaruh terhadap perusahaan. Tujuan perusahaan sangat
ditentukan oleh struktur kepemilikan, motivasi pemilik dan kreditur
corporate governance dalam proses insentif yang membentuk motivasi
manajer. Pemilik akan berusaha membuat berbagai strategi untuk
mencapai tujuan perusahaan, setelah strategi ditentukan maka langkah
selanjutnya akan mengimplementasi strategi dan mengalokasikan sumber
daya yang dimiliki perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan.
Kesemua tahapan tersebut tidak terlepas dari peran pemilik dapat
keberlangsungan perusahaan. Dalam hal ini struktur kepemilikan
dibedakan menjadi dua yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan
institusional.
6. Leverage
Leverage adalah rasio antara jumlah jaminan dan dana yang dipinjam
yang dialokasikan untuk trading. Leverage melibatkan pinjaman sejumlah
uang yang dibutuhkan untuk berinvestasi dalam sesuatu. Leverage juga
memiliki arti penting bagi suatu perusahaan, dengan menggunakan
leverage dapat diketahui dampak leverage terhadap profitabilitas. Semakin
tinggi tingkat leverager besar kemungkinan akan melanggar perjanjian
kredit sehingga membuat perusahaan akan berusaha melaporkan laba yang
lebih tinggi dengan cara mengurangi biaya-biaya termasuk biaya
pengungkapan sosial suatu perusahaan.
Jika dihubungkan dengan agensi teori, perusahaan dengan raiso
leverage yang tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi.
Tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang
saham. Untuk mencapai hal tersebut, kecenderungan yang terjadi biasanya
manajemen berusaha memaksimalkan laba sekarang dengan cara
7. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan yang dicapai oleh perusahaan
dalam satu periode tertentu. Dasar penilaian profitabilitas adalah laporan
keuangan yang terdiri dari laporan neraca dan rugi-laba perusahaan.
Berdasarkan kedua laporan keuangan tersebut akan dapat ditentukan hasil
analisis sejumlah rasio dan selanjutnya rasio ini digunakan untuk menilai
beberapa aspek tertentu dari operasi perusahaan.
Profitabilitas juga merupakan bentuk pertanggungjawaban dari agen
yang memegang kendali pada suatu perusahaan maka dari itu perusahaan
pasti akan melakukan pengungkapan TBL dan pelaporannya. Konsep
legitimasi juga menghubungkan antara laba yang dihasilkan oleh
perusahaan dengan pengungkapan TBL. Jika suatu perusahaan memiliki
laba yang tinggi maka manajemen sebagai agen juga harus memberikan
aktifitas sosial dan lingkungan sebagai perwujudan kontrak sosial yang
terjadi dalam interaksi di masyarakat.
8. Likuiditas
Likuiditas merupakan posisi uang atau kas perusahaan yang
kemampuannya untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo tepat pada
waktunya atau kemampuan untuk memenuhi kewajiban membayar hutang
tepat waktu. Tingkat likuiditas perusahaan biasanya ditunjukkan dalam
bentuk angka-angka tertentu seperti angka rasio cepat, angka rasio lancar,
merupakan perbandingan antara tingkat aset lancar dengan jumlah
kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan.
9. Jenis Industri
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengelolaan bahan mentah
atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah
guna mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga
reparasi merupakan bagian dari industri. Hasil dari industri ini tidak hanya
berupa barang, akan tetapi juga dalam bentuk jasa. Pengertian jenis
industri sendiri yaitu macam-macam industri yang ada. Jenis industri high
profile dan jenis industri low profile.
10.Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh
pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola.
Indikator yang digunakan untuk mengukur kepemilikan manajerial adalah
persentase jumlah saham yang dimiliki pihak manajemen dari seluruh
modal saham perusahaan yang telah beredar. Jensen dan Meckling (1976)
menemukan bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme
untuk mengurangi masalah keagenan dari manajer dengan menyelaraskan
kepentingan-kepentingan manajer dengan pemegang saham. Sehingga
permasalahan keagenan dapat diasumsikan akan hilang apabila seorang
B. Penurunan Hipotesis
1. Leverage dan Pengungkapan Triple Bottom Line
Perusahaan yang mempunyai leverage yang tinggi beresiko memiliki
biaya monitoring yang tinggi pula (Jensen dan Meckling, 1976). Sehingga
manajemen secara konsisten mengungkapkan untuk tujuan monitoring
agar memastikan kepada kreditor kemampuan untuk membayar. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi biaya agensi. Jika perusahaan mempunyai
tingkat utang yang tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk melakukan
kegiatan dalam rangka penungkapan triple bottom line menjadi sulit. Oleh
karena itu, perusahaan yang memiliki tingkat leverage yang tinggi
cenderung untuk menurunkan pelaporan pengungkapan triple bottom line.
Seperti penelitian Belkaoui dan Karpik (1989), Yanti dan Rusmini (2015),
Ho dan Taylor (2007), Nur dan Priantinah (2012) dan Rawi dan Muchlish
(2010) menyatakan bahwa faktor tingkat leverage berpengaruh negatif
terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial.
Berdasarkan penelitian diatas maka hipotesis untuk menguji penelitian ini
adalah:
H1: Leverage berpengaruh negatif dengan luasnya pengungkapan triple bottom line
2. Profitabilitas dan Pengungkapan Triple Bottom Line
Sebagai bentuk pertanggung jawaban dari agen yang memegang
kendali pada perusahaan maka perusahaan pasti melakukan pengungkapan
juga menghubungkan antara laba yang dihasilkan perusahaan dengan
pengungkapan triple bottom line. Jika perusahaan memiliki laba yang
tinggi, manajemen juga harus memberikan akstifitas sosial dan
lingkungannya sebagai perwujudan kontrak sosial yang terjadi dalam
interaksi dimasyarakat. Sandra (2011) menyatakan bahwa, entitas dengan
kinerja ekonomi yang rendah cenderung tidak memiliki kemampuan
finansial untuk mengungkapkan informasi lebih lanjut. Beberapa
penelitian mendukung adanya hubungan yang positif antara profitabilitas
perusahaan dan tingkat pengungkapan TBL yaitu Yanti dan Rasmini
(2015), Ho dan Taylor (2007), dan Nur & Priantinah (2012) Berdasarkan
penelitian diatas maka hipotesis untuk menguji penelitian ini adalah:
H2: Profitabilitas perusahaan berpengaruh positif dengan luasnya pengungkapan triple bottom line.
3. Likuiditas dan Pengungkapan Triple Bottom Line
Ho dan Taylor (2007) mengatakan bahwa likuiditas perusahaan
adalah faktor utama penting bagi pengungkapan yang dilakukan
perusahaan, karena investor, kreditor dan pemangku kepentingan lainnya
sangat memperhatikan status going concern perusahaan. Sesuai konsep
agensi, manajer perusahaan sebagai agen berusaha untuk memenuhi
kepentingan para investor (prinsipal) antara lain dengan meningkatkan
nilai perusahaan dan menjaga kelangsungan operasi perusahaan dengan
menjaga likuiditasnya agar perusahaan dapat bertahan lama. Perusahaan
rincian lebih lanjut dalam pengungkapan perusahaan mereka tentang
kemampuan mereka untuk memenuhi kewajiban jangka pendek keuangan.
Sehingga semakin tinggi tingkat likuiditasnya maka semakin luas pula
pengungkapan triple bottom line perusahaan. Aulia (2011) dalam
penelitiannya mendapatkan hasil bahwa likuiditas berpengaruh positif
terhadap luas pengungkapan triple bottom line. Berdasarkan penelitian
diatas maka hipotesis untuk menguji penelitian ini adalah:
H3: Likuiditas perusahaan berpengaruh positif dengan luasnya pengungkapan triple bottom line.
4. Jenis Industri dan Pengungkapan Triple Bottom Line
Perusahaan pada jenis industri yang sejenis mempengaruhi penuh
kebijakan pengungkapan informasi dan informasi yang disampaikan
cenderung serupa, baik isi dan pengungkapannya. Jenis industri
dikategorikan berdasarkan low profile dan high profile. Perusahaan dengan
kategori high profile berusaha memberikan pengungkapan informasi yang
cenderung lebih luas. Hal ini dilakukan perusahaan untuk melegitimasi
kegiatan usahanya agar mengurangi tekanan dari masyarakat. Senada
dengan pernyataan tersebut Anggraini (2006), Nugroho dan Purwanto
(2013), Ho dan Taylor (2007) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa
jenis industri berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan triple
bottom line. Berdasarkan penelitian diatas maka hipotesis untuk menguji
H4a: Perusahaan dengan jenis industri berkategori high profile
berpengaruh lebih luas terhadap pengungkapan triple bottom line
dibanding perusahaan dengan jenis industri berkategori low profile.
H4b: Perusahaan dengan jenis industri berkategori low profile berpengaruh lebih luas terhadap pengungkapan triple bottom line dibanding perusahaan dengan jenis industri berkategori high profile.
5. Kepemilikan Manajemen dan Pengungkapan Triple Bottom Line
Rawi dan Muchlish (2010) juga mengatakan bahwa kepemilikan
manajemen berpengaruh positif terhadap pengeluaran program
tanggungjawab sosial dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan. Bila
dihubungkan dengan konsep agensi, jadi prinsipal dan agen menjadi satu
pihak yang tidak terpisah kan. Sehingga manajemen cenderung untuk
berbuat semaunya sendiri. Perusahaan dengan keweanangannya berusaha
untuk mengurangi kecurangan yang mungkin akan dilakukan oleh
manajemen dengan mengungkapkan pengungkapan triple bottom line
dengan tujuan mengurangi slack yang dapat membuat perusahaan merugi.
Dengan pengungkapan TBL, diharapkan agar beban-beban yang tadinya
besar karena kecurangan manajer, akan menjadi berkurang. Oleh karena
itu, luas pengungkapan triple bottom line pasti rendah. Informasi
pengungkapan yang disampaikan juga berbeda bila penerima informasi
bukan orang yang menyampaikan informasi tersebut.
Berdasarkan penelitian diatas maka hipotesis untuk menguji penelitian ini
adalah:
C. Model Penelitian
Variabel Independen
Variabel Dependen
Gambar 2.1
Model Penelitian
Leverage
-
Profitabilitas
Pengungkapan
Triple Bottom Line
Likuiditas
+ Jenis Industri
+ Kepemilikan manajemen
+
22
A. Subyek Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sedangkan subyek dalam penelitian ini berupa Laporan Keuangan Tahunan perusahaan Manufaktur yang dipublikasikan oleh BEI. Data yang digunakan adalah data tahun 2012-2014.
B. Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu berupa data kuantitatif atau angka yang disajikan dalam laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur yang kemudian digunakan untuk menghitung nilai variabel-variabel terkait dalam penelitian ini.
C. Teknik Pengambilan Sampel
Pemilihan sampel dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu pemilihan sampel tidak secara acak tetapi dengan menggunakan pertimbangan dan kriteria tertentu yang ditetapkan peneliti.
Kriteria pemilihan sampel yang digunakan yaitu:
b) Laporan keuangan yang memiliki data yang lengkap berkenaan variabel-variabel yang diteliti
D. Teknik Pengumpulan Sampel
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik dokumentasi, yaitu teknik yang mendokumentasikan data yang telah dipublikasikan. Data dokumentasi diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI).
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah luas pengungkapan triple bottom line. Indeks terdiri 90 items yang bersumber dari Global Reporting Initiative G4.
pengungkapan perusahaan dalam semua laporan yang menyediakan informasi TBL.
Penilaian dalam melakukan content analysis terdiri dari pemberian skor 1 dan 0. Jika perusahaan mengungkapkan atau menyediakan informasi TBL sesuai dengan banyaknya indikator yang terpenuhi. Menggunakan persentase. Berapa jumlah indikator yang diungkapkan oleh perusahaan lalu dibagi dengan 90 dari total indikator yang terdapat di Global Reporting Initiative G4.
2. Variabel Independen
Variabel independen merupakan variabel yang memengaruhi variabel dependen. Dalam penelitian ini, variabel yang menjadi variabel independen adalah leverage, profitabilitas, likuiditas, jenis industri dan kepemilikan manajemen.
a. Leverage
Leverage memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan untuk investasi dari hutang yang dimiliki, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya utang. Rasio leverage dapat diketahui bagaimana perusahaan dapat mempertanggungjawabkan hutang untuk suatu investasi. Dalam penelitian ini, indikator yang dipakai untuk mengukur tingkat leverage adalah Debt to Equity Ratio (DER).
b.Profitabilitas
Indikator yang digunakan untuk mengukur profitabilitas adalah Return of Asset (ROA) karena ROA merupakan ukuran efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aset yang dimilikinya. Pengukurannya dengan menggunakan rumus :
c. Likuiditas
Likuiditas dalam penelitian ini menggunakan proksi current ratio (rasio lancar). Raiso lancar sangat berguna untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam melunasi tanggung jawab kewajiban jangka pendek yang dimiliki. Dapat diketahui seberapa jauh sebenarnya jumlah aktiva lancar perusahaan dapat menjamin hutang lancarnya. Pengukuran likuiditas :
d.Jenis Industri
minuman, kertas, farmasi dan plastik. Sedangkan low profile meliputi bidang tekstil, produk personal dan produk rumah tangga. Variabel jenis industri diukur dengan cara dummy, yaitu untuk perusahaan masuk dalam kategori high profile diberi nilai 1 dan perusahaan yang masuk dalam kategori low profile diberi nilai 0.
e. Kepemilikan Manajemen
Kepemilikan manajerial merupakan saham yang dimiliki oleh manajemen secara pribadi maupun saham yang dimiliki oleh anak cabang perusahaan bersangkutan beserta afiliasinya (Susiana dan Herawaty, 2007). Kepemilikan manajemen diukur menggunakan skala rasio melalui persentase jumlah saham yang dimiliki pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang beredar.
J Jumla sa am ang dimiliki pi ak mana emen tal m dal sa am perusa aan ang beredar
F. Teknik Analisis Data
1. Uji Kualitas Instrumen dan Data
a. Statistik Deskriptif
Uji statistik deskriptif berfungsi untuk menunjukkan gambaran secara statistik data yang diteliti meliputi jumlah data, mean, dan standar deviasi dari masing-masing variabel penelitian. Maksimum-minimum digunakan untuk melihat nilai Maksimum-minimum dan maksimum dari polpulasi. Mean digunakan untuk menilai besar rata-rata populasi yang diperkirakan dari sampel. Standar deviasi digunakan untuk menilai dispersi rata-rata dari sampel. Pengukuran deskriptif menggunakan SPSS.
b.Uji Normalitas
Normalitas data diuji menggunakan metode uji Kolmogorov-Smirnov (KS) yang akan menunjukkan bahwa variabel akan terdistribusi secara normal maupun tidak normal. Data dapat dikatakan berdistribusi normal apabila nilai Sig > α (0,05). Jika terdapat variabel yang tidak berdistribusi normal, maka perlu dilakukan penghilangan data yang membuat variabel berdistribusi tidak normal, (Ghozali, 2016).
c. Uji Multikolinieritas
nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10 maka dapat dikatakan bahwa model regresi bebas dari multikolinieritas, (Ghozali, 2016).
d.Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi untuk menguji ada tidaknya korelasi antara pengganggu pada periode t dengan periode t-1 pada persamaan regresi linear. Apabila terjadi korelasi maka menunjukkan adanya masalah autokorelasi. Masalah autokorelasi dilihat berdasarkan data time seriesnya. Model regresi yang baik adalah model regresi yang bebas autokorelasi. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan melihat nilai Durbin-Watson (D-W). Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah dengan memerhatikan hal-hal dibawah ini, yaitu:
1. Nilai D-W dibawah -2 menunjukkan adanya autokorelasi positif. 2. Nilai D-W antara -2 sampai +2 menunjukkan tidak adanya
autokorelasi.
3. Nilai D-W diatas 2 menunjukkan adanya autokorelasi negatif. e. Uji Heteroskedastisitas
homoskeidastisitas dan jika berbeda disebut heteroskeidastisitas. Tidak terjadi heteroskeidastisitas apabila nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel dan nilai signifikansi lebih besar dari 5%, (Ghozali,2016)
2. Uji Hipotesis dan Analisis Data
Model analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah model regresi. Model regresi untuk pengungkapan triple bottom line adalah sebagai berikut :
I DEXin α +β1 LEV+ β2PROFI + β3LIQUID+ β4IND+
β5MANJ+e
Keterangan :
INDEXin = Pengungkapan Triple Bottom Line
a = Konstanta
e = Eror
β = Koefisien Regresi
LEV = Leverage PROFIT = Profitabilitas LIQUID = Likuiditas IND = Jenis Industri
MANJ = Kepemilikan Manajemen
a. Uji Nilai Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen, (Ghozali, 2016).
b. Uji Signifikansi (Uji Nilai F)
Uji nilai F dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara bersama-sama. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan nilai signifikansi. Jika nilai sig <0,05 maka terdapat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama (Ghozali,2016)
c. Uji Signifikansi Parsial (Uji t)
31
BAB VI
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini menjelaskan gambaran hasil penelitian beserta hipotesis dengan pembahasan pada bagian akhir. Hasil penelitian dan pembahasan ditampilkan sendiri-sendiri. Penelitian ini menggunakan alat bantu yaitu perangkat lunak SPSS versi 15.0. Adapun penjelasan hasil penelitian dan pembahasan sebagai berikut ini :
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Penelitian ini mengambil sampel seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Tahun penelitian mencakup data pada tahun 2012 sampai dengan 2014, hal ini dimaksudkan agar lebih mencerminkan kondisi saat ini dan berkelanjutan. Penggunaan waktu tiga tahun dapat menunjukkan konsistensi dari perusahaan dalam mengungkapkan TBL.
Tabel 4.1
Prosedur Pemilihan Sampel
No Kriteria Sampel Jumlah
1 Perusahaan manufaktur yang masuk dalam Bursa Efek Indonesia
(BEI) tahun 2012,2013 dan 2014 415
2 Perusahaan yang hanya mengungkapkan CSR mengungkapkan
TBL pada tahun 2012,2013 dan 2014 283
3 Perusahaan yang tidak memenuhi memenuhi variabel yang sudah
digunakan 91
4 Total perusahaan yang dijadikan sampel 41
5 Sampel yang digunakan dalam penelitian
(41 x 3tahun) 123
6 Sampel yang mengalami outlier 30
7 Total sampel yang digunakan dalam penelitian 93 Sumber : Data diolah Peneliti
B. Uji Kualitas Intrumen dan Data
1. Analisis Statistik Deskriptif
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean
Std. Deviation LEV_X1 93 ,04118 7,71954 1,8534000 1,75207572 ROA_X2 93 ,00200 13,80000 3,6788538 3,37101359 LIQUID_X3 93 ,15745 5,77407 1,6014950 1,01264627 MANJ_X5 93 ,02000 7,66000 1,9171213 2,49606729 TBL_Y 93 ,233333 ,933333 ,63930705 ,197322109 Valid N
(listwise) 93
Sumber : Output SPSS 15.0
Tabel 4.2 menunjukkan hasil pengujian statistik deskriptif untuk masing-masing variabel non dummy. Jumlah unit analisis dalam penelitian (N) selama periode tiga tahun (2012-2014) adalah 93 data. Adapun hasil statistik deskriptif sebagai berikut: Variabel Triple Bottom Line (TBL_Y) memiliki nilai minimum sebesar 0,233333; nilai maksimum sebesar 0,933333; nilai rata-rata (mean) sebesar 0,63930705 dan simpangan baku (standar deviation) sebesar 0,197322109.
perusahaan sudah mengikuti aturan pemerintah tentang pengungkapan lingkungan, sosial dan ekonomi.
Variabel independen Leverage (LEV_X1) memiliki nilai minimum sebesar 0,04118; nilai maksimum sebesar 7,71954; nilai rata-rata (mean) sebesar 1,8534000 dan simpangan baku (standar deviation) sebesar 1,75207572.
Variabel Profitabilitas (ROA_X2) memiliki nilai minimum sebesar 0,00200; nilai maksimum sebesar 13,80000; nilai rata-rata (mean) sebesar 3,6788538 dan simpangan baku (standar deviation) sebesar 3,37101359. Nilai rata-rata (mean) sebesar 3,6788538 menunjukkan bahwa perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini telah memenuhi ketentuan dengan jumlah rata-rata profitabilitas yang dimiliki masuk dalam kriteria yang memadai. Simpangan baku (standar deviation) dalam variabel ini lebih rendah dari nilai rata-ratanya, hal ini menunjukkan bawah sebaran data perusahaan sampel memiliki proporsi profitabilitas yang sama.
rendah dari nilai rata-ratanya, hal ini menunjukkan bawah sebaran data perusahaan sampel memiliki proporsi likuiditas yang sama.
atau 45,2% berkategori low profile meliputi bidang tekstil, produk personal dan produk rumah tangga. Untuk 51 perusahaan atau 54,8% berkategori high profile meliputi bidang industri kontruksi, pertambangan, pertanian, kehutanan, perikanan, kimia, otomotif, barang konsumsi, makanan dan minuman, kertas, farmasi dan plastik.
2. Analisi Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan uji regresi terlebih dahulu melakukan pengujian asumsi klasik. Uji asumsi klasik merupakan syarat yang harus dipenuhi pada analisis regresi linear berganda yang berbasis Ordinary Least Square (OLS). Pengujian ini terdiri dari uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinieritas, dan uji heteroskedastisitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah data dalam regresi berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah One-Sample Kolmogorov Smirnov.
Tabel 4.4
a Test distribution is Normal. b Calculated from data. Sumber: Output SPSS 15.0
Berdasarkan Tabel 4.4 didapatkan hasil bahwa nilay Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,194 > α (0,05). Jadi dapat disimpulkan data pada penelitian berdistribusi normal.
b. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode waktu tertentu dengan kesalahan pengganggu pada waktu sebelumnya, (Ghazali,2016). Uji autokorelasi dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan DW (Durbin-Watson). Hasil uji autokorelasi dalam penelitian ini ditunjukkan pada tabel 4.5.
Tabel 4.5
a Predictors: (Constant), MANJ_X5, LEV_X1, IND_X4, ROA_X2, LIQUID_X3
b Dependent Variable: ABS_RES Sumber : Output SPSS 15.0
c. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah terdapat korelasi antar variabel independen dalam model regresi. Uji multikolinearitas dalam penelitian ini dapat dilihat dari nilai Tolerance atau Variance Inflation Factor (VIF). Hasil uji multikolinearitas dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6
LEV_X1 ,085 ,933 Non Multikolinearitas
ROA_X2 -,057 ,955 Non Multikolinearitas
LIQUID_X3 ,355 ,723 Non Multikolinearitas
IND_X4 ,033 ,974 Non Multikolinearitas
MANJ_X5 ,379 ,706 Non Multikolinearitas
a Dependent Variable: TBL_Y Sumber : Output SPSS 15.0
Berdasarkan Tabel 4.6 didapatkan hasil bahwa VIF masing-masing
variabel ≤ 10. Leverage (LEV_X1) sebesar 0,933; Profitabilitas
d. Uji Hesteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain dalam model regresi. Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan cara meregresikan antara variabel independen dengan nilai absolute residual. Jika nilai signifikansi antara variabel independen dengan absolute residual lebih dari 0,05 maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 4.7.
a Dependent Variable: ABS_RES Sumber : Output SPSS 15.0
Berdasarkan tabel 4.7 didapatkan hasil bahwa nilai signifikansi dari masing-masing variabel independen pada penelitian ini lebih besar
(ROA_X2) sebesar 0,540; Likuiditas (LIQUID_X3) sebesar 0,483; Jenis Industri (IND_X4) sebesar 0,815 dan Kepemilikan Manajemen (MANJ_X5) sebesar 0,229. Jadi dapat disimpulkan data pada penelitian ini tidak mengalami heteroskedastisitas.
C. Hasil Penelitian (Uji Hipotesis)
1. Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
Uji koefisien determinasi bertujuan untuk menguji kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi perubahan variabel dependen. Sedangkan nilai Adjust yang berada dibawah 0,5 berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat kecil. Hasil uji koefisien determinasi dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 4.8.
a Predictors: (Constant), MANJ_X5, LEV_X1, IND_X4, ROA_X2, LIQUID_X3
b Dependent Variable: ABS_RES Sumber : Output SPSS 15.0
(LEV_X1), profitabilitas (ROA_X2), Likuiditas (LIQUID_X3), jenis industri (IND_X4) dan kepemilikan manajemen (MANJ_X5). Sedangkan sisanya 22% (100%-78%) dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian. 2. Uji Signifikan Simultan (Uji F)
Uji signifikan simultan (Uji F) bertujuan untuk menguji apakah semua variabel independen mempunyai pengaruh secara simultan atau bersama-sama terhadap variabel dependen dalam model penelitian. Hasil uji signifikan simultan (Uji F) ditunjukkan pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9
Uji Signifikan Simultan (Uji F) ANOVA(b)
a Predictors: (Constant), MANJ_X5, LEV_X1, IND_X4, ROA_X2, LIQUID_X3 b Dependent Variable: TBL_Y
Sumber : Output SPSS 15.0
3. Uji Parsial (Uji t)
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji parsial (t test). Uji parsial (Uji t) bertujuan untuk menguji apakah variabel independen mempunyai pengaruh secara parsial terhadap variabel dependen dalam model penelitian. Hasil uji parsial (Uji t) dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10
a Dependent Variable: TBL_Y Sumber : Output SPSS 15.0
Berdasarkan pengujian pada Tabel 4.10 dapat dirumuskan model regresi sebagai berikut :
TBL = 0,618 + 0,001 LEV_X1 + 0,000 ROA_X2 + 0,008 LIQUID_X3 + 0,001 IND_X4 + 0,003 MANJ_X5
a. Pengujian Hipotesis Pertama (H1)
Hasil uji parsial (Uji t) Tabel 4.10 menunjukkan variabel leverage (LEV_X1) mempunyai nilai sig 0,933 > 0,05 dan arah koefisien regresi positif 0,001 yang berarti variabel leverage tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan triple bottom line. Dengan demikian hipotesis pertama (H1) yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap luas pengungkapan triple bottom lineditolak.
b.Pengujian Hipotesis Kedua (H2)
Hasil uji parsial (Uji t) menunjukkan variabel profitabilitas (ROA_X2) mempunyai nilai sig 0,955> 0.05 dan arah koefisien regresi positif 0,000 yang berarti variabel profitabilitas tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan triple bottom line. Dengan demikian hipotesis kedua (H2) yang menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan triple bottom line dinyatakan ditolak.
c. Pengujian Hipotesis Ketiga (H3)
d.Pengujian Hipotesis Keempat (H4)
Hasil uji parsial (Uji t) variabel jenis industri (IND_X4) mempunyai nilai sig 0,974 > 0.05 dan arah koefisien regresi positif 0,001 yang berarti variabel jenis industri tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan triple bottom line. Dengan demikian hipotesis keempat (H4) yang menyatakan jenis industri berpengaruh positif terhadap pengungkapan triple bottom line dinyatakan ditolak.
e. Pengujian Hipotesis Kelima (X5)
Hasil uji parsial (Uji t) variabel kepemilikan manajemen (MANJ_5) mempunyai nilai sig 0,706 > 0.05 dan arah koefisien regresi positif 0,003 yang berarti variabel kepemilikan manajemen tidak berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan triple bottom line. Dengan demikian hipotesis kelima (H5) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajemen berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan triple bottom line dinyatakan ditolak.
D. Pembahasan (Interpretasi)
a. Hubungan Leverage terhadap Luas Pengungkapan Triple Bottom Line
Konsentrasi perusahaan yang utama adalah berupaya untuk memenuhi perjanjian hutang, memungkinkan perusahaan lebih berhati-hati dalam mengungkapkan triple bottom line (Nugroho dan Purwanto,2013).
Hasil uji parsial menunjukkan bahwa leverage tidak berpengaruh negatif terhadap luas pengungkapan triple bottom line yang berarti hasil penelitian ini menolak hipotesis pertama (H1). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aulia dan Wijaya (2011), Yanti dan Rasmini (2015), Anggraini (2006, Rawi (2010) dan Siregar (2016) bahwa leverage tidak berpengaruh negatif terhadap pengungkapan triple bottom line.
Tidak berpengaruhnya variabel leverage dalam penelitian ini disebabkan adanya perbedaan pada kebijakan perusahaan yang menyebabkan hasil ini berbeda. Dalam teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan yang memiliki rasio leverage yang tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi. Dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio leverage yang rendah, Nugroho dan Purwanto (2013).
sebelumnya, leverage berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan triple bottom line. seperti penelitian Yanti dan Rusmini (2015), Ho dan Taylor (2007), Nur dan Priantinah (2012) dan Rawi dan Muchlish (2010) mendapatkan hasil leverage berpengaruh secara signifikan terhadap luas pengungkapan triple bottom line. Adanya peraturan yang sah mengenai pengungkapan TBL di negara-negara maju, namun masih jarang untuk negara berkembang seperti Indonesia. Dengan tidak adanya peraturan yang baku, membuat perusahaan masih enggan untuk mengungkapkan triple bottom line secara suka rela.
b. Hubungan Profitabilitas terhadap Luas Pengungkapan Triple Bottom
Line
Profitabilitas sebagai bentuk pertanggungjawaban dari agen yang memegang kendali pada perusahaan maka perusahaan pasti melakukan pengungkapan ekonomi, sosial dan lingkungan serta pelaporannya. Sesuai dengan teori legitimasi yang juga menghubungkan antara laba yang dihasilkan perusahaan dengan pelaporan triple bottom line. Jika suatu perusahaan memiliki laba yang cukup tinggi, pihak manajemen juga harus memberikan aktifitas sosial dan lingkungan sebagai perwujudan kontrak sosial yang terjadi dalam interaksi di masyarakat.
ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aulia dan Wijaya (2011), Nughroho dan Purwanto (2013), Belkaoui dan Karpik (1989), Anggraini 2006 dan Siregar (2016) bahwa profitabilitas tidak berpengaruh positif terhadap pengungkapan triple bottom line.
Tidak berpengaruhnya variabel profitabilitas dalam penelitian ini disebabkan karena rata-rata profitabilitas dalam penelitian ini relatif kecil yaitu 3.68 persen sehingga kurang menjelaskan pengungkapan triple bottom line. Secara teori tingkat profitabilitas bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan atau profitabilitas pada tingkat penjualan, aset dan modal saham tertentu. Oleh karena itu, jika perusahaan mengalami keuntungan yang tinggi, perusahaan tersebut tidak akan mengungkapkan informasi yang lebih lengkap dalam pelaporan keuangannya, (Nugroho dan Purwanto,2013).
untuk negara berkembang seperti Indonesia. Dengan tidak adanya peraturan yang baku, membuat perusahaan masih enggan untuk mengungkapkan triple bottom line secara suka rela. Di Indonesia semakin tinggi tingkat profitabilitas atau tingkat perusahaan mendapatkan keuntungan, maka semakin kecil pula perusahaan tersebut mengungkapkan TBL.
c. Hubungan Likuiditas terhadap Luas Pengungkapan Triple Bottom
Line
Likuiditas merupakan salah satu faktor penting bagi pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan, karena investor, kreditor dan pemangku kepentingan lainnya sangat memperhatikan status going concern perusahaan. Sesuai dengan teori agensi dalam hubungannya manajer sebagai agen berusaha untuk memenuhi kepentingan investor (prinsipal) dengan meningkatkan nilai perusahaan dan menjaga kelangsungan operasi perusahaan dengan menjaga likuiditasnya agar perusahaan dapat bertahan dengan lama. Jika suatu perusahaan sangat likuid kemungkinan besar perusahaan tersebut memberikan rincian lebih lengkap terhadap pengungkapan triple bottom line guna untuk kelangsungan hidup perusahaannya.
dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jennifer Ho dan Taylor (2007), Yanti dan Rasmini (2015) dan Siregar (2016).
Tidak berpengaruhnya variabel likuiditas dalam penelitian ini dapat dikarenakan jika suatu likuiditas yang tinggi membuat perusahaan tidak mampu mengurangi ketidakpastian saham. Perusahaan yang memiliki likuiditas yang baik dianggap mampu mengatur bisnisnya sehingga memiliki tingkat resiko yang lebih kecil. Jadi kesimpulannya bahwa semakin likuid perusaahan tersebut maka akan semakin rendah tingkat resiko yang dimiliki dan menyebabkan pengungkapan triple bottom line yang lebih terbatas.
d. Hubungan Jenis Industri terhadap Luas Pengungkapan Triple Bottom
Line
Jenis industri dapat dikategorikan berdasarkan low profile dan high profile. Perusahaan dengan kategori high profile berusaha memberikan pengungkapan informasi yang cenderung lebih luas hal ini dikarenakan perusahaan yang berkategori high profile berusaha melegitimasi kegiatan usahanya agar mengurangi tekanan dari masyarakat. Jika perusahaan mengungkapkan atau melakukan triple bottom line maka masyarakat tidak akan banyak menuntut banyak.
Hasil uji parsial menunjukkan bahwa jenis industri tidak berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan triple bottom line yang berarti hasil penelitian ini menolak hipotesis keempat (H4). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aulia dan Wijaya (2011) dan Siregar (2016).
Tidak berpengaruhnya variabel jenis industri dalam penelitian ini karena dapat diindikasikan perusahaan high profile maupun low profile melakukan pengungkapan berdasarkan dengan peraturan yang ada yang berlaku untuk jenis industri manapun. Jika perusahaan itu dalam kategori high profile namun peraturan yang ada tidak mengungkapkan TBL maka tidak dapat mengungkapkan TBL.
yang berhubungan dengan pengungkapan triple bottom line. Berbeda dengan negara-negara maju yang telah dilakukan oleh penelitian-penelitian sebelumnya, jenis industri berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan triple bottom line. pada negara-negara maju jenis industri berpengaruh secara signifikan karena adanya peraturan mengenai pengungkapan TBL itu sendiri. Berbeda dengan Indonesia, belum adanya peraturan yang mengatur tentang pengungkapan TBL membuat perusahaan yang berada dalam jenis industri yang ada tidak secara suka rela mengungkapan TBL. Perusahaan yang masuk dalam kategori low profile atau high profile tetap pada peraturan perusahaan itu sendiri.
e. Hubungan Kepemilikan Manajemen terhadap Luas Pengungkapan
Triple Bottom Line
Kepemilikan manajemen merupakan presentase suara yang berkaitan dengan saham dan option yang dimiliki oleh manajer atau direksi suatu perusahaan (Mathiesen, 2004). Kepemilikan manajerial juga dapat menjadi bonding mechanism yang digunakan untuk mengurangi konflik keagenan antara manajemen dengan pemegang saham (Megginson, 1997: 375). Jika suatu manajemen yang terkait dengan nilai perusahaan diharapkan akan membuat manajemen dapat bertindak demi meningkatkan nilai perusahaan dengan sendirinya.
yang berarti hasil penelitian ini menolak hipotesis kelima (H5).Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nugroho dan Purwanto (2013) bahwa kepemilikan manajemen tidak berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan triple bottom line.
Tidak berpengaruhnya variabel kepemilikan manajemen dalam penelitian ini karena jumlah kepemilikan manajerial dalam penelitian ini cukup kecil. Konflik kepentingan antara manajer dengan pemilik menjadi semakin besar ketika kepemilikan manajer terhadap perusahaan semakin kecil. Semakin banyak kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan membuat manajer tidak akan mengungkapankan TBL karena pengungkapan TBL menambah beban yang harus ditanggung. Penambahan biaya ini menjadikan pihak manajerial yang memiliki saham tidak mengungkapkan secara suka rela.
TABEL 4.11
RINGKASAN SELURUH HASIL PENGUJIAN HIPOTESIS
KODE HIPOTESIS HASIL
H1
Leverage berpengaruh negatif terhadap luas pengungkapan triple bottom line
Ditolak
H2
Profitabilitas berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan triple bottom line
Ditolak
H3
Likuiditas berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan triple bottom line
Ditolak
H4a
Perusahaan dengan jenis industri berkategori high profile berpengaruh lebih luas terhadap pengungkapan triple bottom line dibandingkan perusahaan dengan jenis industri berkategori low profile
Ditolak
H4b
Perusahaan dengan jenis industri berkategori low profile berpengaruh lebih luas terhadap pengungkapan triple bottom line dibandingkan perusahaan dengan jenis industri berkategori high profile
Ditolak
H5
Kepemilikan manajemen berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan triple bottom line
54
BAB V
SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN
A. Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada luas pengungkapan triple bottom line dengan bahan observasi pengungkapan laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2012-2014. Berdasarkan analisis dan pengujian data dalam penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Leverage tidak berpengaruh negatif terhadap luas pengungkapan triple bottom line.
2. Profitabilitas tidak berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan triple bottom line.
3. Likuiditas tidak berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan triple bottom line.
4. Jenis industri tidak berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan triple bottom line.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat beberapa saran untuk perbaikan penelitian kedepannya sebegai berikut :
1. Menambah jumlah sampel penelitian dengan memanjangkan periode waktu penelitian agar hasil penelitian dapat lebih mencerminkan kondisi yang sesungguhnya.
2. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah beberapa variabel dari struktur kepemilikan seperti kepemilikan institusional atau kepemilikan publik.
3. Penelitian selanjutnya diharapkan mempertimbangkan pengukuran lain dari pengungkapan Triple Bottom Line.
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa keterbatasan penelitian yang dengan keterbatasan tersebut dapat berpengaruh terhadap hasil penelitian. Keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam penelitian ini adalah sebegai berikut :
1. Perusahaan yang digunakan sebagai sampel dirasa kurang banyak sehingga tidak dapat mencerminkan kondisi perusahaan manufaktur yang ada di Bursa Efek Indonesia (BEI).