• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penerangan Terhadap Semangat Kerja Karyawan Usaha Konveksi X

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Penerangan Terhadap Semangat Kerja Karyawan Usaha Konveksi X"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENERANGAN TERHADAP SEMANGAT

KERJA KARYAWAN USAHA KONVEKSI X

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

LYDIA AGUSTINA SIREGAR

101301034

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :

Pengaruh Penerangan Terhadap Semangat Kerja

Karyawan Usaha Konveksi X

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, April 2014

LYDIA AGUSTINA SIREGAR

(3)

Pengaruh Penerangan Terhadap Semangat Kerja Karyawan Usaha Konveksi “X”

Lydia Agustina Siregar dan Gustiarti Leila, Dra., M.Psi., Psikolog

ABSTRAK

Semangat kerja yang tinggi akan meningkatkan kinerja karyawan, sehingga para karyawan akan melakukan pekerjaan secara lebih giat dan pekerjaan diharapkan akan selesai lebih cepat dan lebih baik. Semangat kerja karyawan dapat ditingkatkan dengan memperhatikan kondisi kerja karyawan untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik. Salah satunya adalah penerangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerangan terhadap semangat kerja karyawan usaha konveksi “X”. Penerangan ruang kerja di usaha konveksi “X” kurang memenuhi syarat untuk karyawan konveksi “X” yaitu sebesar 485.94 luks. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan modifikasi penerangan dengan menambah intensitas cahaya sebesar 500 – 1000 luks, sehingga diperoleh perubahan intensitas cahaya dari rata-rata 485.94 lux menjadi 633.37 lux. Penelitian ini dilakukan pada 7 orang karyawan usaha konveksi dengan rancangan one group pretest-posttest design. Analisis data menggunakan Wilcoxon Matched-Pairs Signed-Ranks Test. Penelitian menemukan bahwa penerangan berpengaruh terhadap semangat kerja karyawan usaha konveksi X, dimana ke 7 orang subjek mengalami peningkatan semangat kerja setelah diberikan perlakuan penambahan intensitas cahaya di ruang kerja karyawan.

(4)

The Effect of Lighting to Employee Morale Convection “X”

Lydia Agustina Siregar and Gustiarti Leila, Dra., M.Psi., Psikolog

ABSTRACT

High morale will improve the performance of the employee, so that the employee will perform the job harder and the work is expected to be completed faster and better. Employee morale can be improved by taking into account the working conditions of the employees to be able to carry out its activities properly. One of the factors that can affect the morale is the lighting of work environment. This research was to see how the effect of lighting toward employee’s morale in convection “X”. Workspace lighting in convection "X" less qualified for employees in the amount of 485.94 lux. Based on this, the modifications done to increase the intensity of light illumination at 500 - 1000 lux, the light intensity changes in order to obtain an average of 485.94 into 633.37 lux. This study was conducted in 7 employees convection with draft one group pretest-posttest design. Data analysis using a Wilcoxon Matched-Pairs Signed-Ranks Test. This research have found that the lighting effect on employee morale convection X, where all 7 subjects experienced an increase in morale after the addition of the treatment given the intensity of the light in the room employee.

(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan

kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan kekuatan sampai

akhirnya saya dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengaruh Penerangan Terhadap Semangat Kerja Karyawan Konveksi X”, guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa perlu banyak usaha, kerja keras dan kemauan

yang tinggi dalam setiap proses penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa

tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan

sampai penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan

skripsi ini. Terutama sekali penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua

orang tua penulis, Bangun Muda Siregar dan Roslaini Sitompul, dan keluarga

yang telah memberikan banyak perhatian, dukungan baik secara moril dan materil

serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis.

Penelitian ini juga tidak akan selesai tanpa bantuan dari banyak pihak.

Oleh karena itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati selaku dekan Fakultas Psikologi USU.

2. Ibu Dra. Gustiarti Leila, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing.

(6)

pikiran, juga atas segala bimbingan, bantuan, kritik dan saran-saran yang

membangun sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Kak Cherly Kemala, S.Psi., M.Psi, selaku dosen pembimbing. Terima

kasih kak, atas kesediannya meluangkan waktu, tenaga dan pikiran selama

proses penyusunan skripsi ini.

4. Untuk para subjek penelitian yang telah rela meluangkan waktunya. 5. Untuk teman-teman angkatan 2010 atas kebersamaannya selama ini,

khususnya, Nisa, Indah, Keke, Gati dan Ade.

6. Seluruh keluarga besar Fakultas Psikologi USU, yang telah membantu dan mempermudah segala urusan yang berkaitan dengan administrasi, baik saat masa perkuliahan maupun yang berhubungan dengan penelitian.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karenanya, penulis mengharapkan adanya masukan dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan penelitian ini agar menjadi lebih baik lagi.

Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi rekan –rekan semua.

Medan, April 2014

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR DIAGRAM ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

A. Semangat Kerja ... 12

1. Definisi Semangat Kerja ... 12

2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja ... 13

3. Aspek – Aspek Semangat Kerja ... 15

4. Indikasi Turunnya Semangat Kerja ... 16

(8)

1. Definisi Penerangan ... 20

2. Manfaat Penerangan yang Baik bagi Karyawan ... 20

3. Akibat Penerangan yang Kurang Baik bagi Karyawan ... 22

4. Pengendalian Masalah Penerangan di Tempat Kerja ... 24

5. Standar Penerangan di Tempat Kerja ... 25

C. Dinamika Penerangan dan Semangat Kerja ... 26

D. Hipotesa ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 31

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 31

B. Definisi Operasional ... 32

1. Definisi operasional semangat kerja ... 32

2. Definisi operasional penerangan ... 32

C. Populasi ... 33

D. Metode Pengumpulan Data ... 33

E. Uji Instrumen Penelitian ... 39

1. Validitas alat ukur ... 39

2. Reliabilitas alat ukur ... 40

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 41

G. Metode Analisis Data ... 44

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 45

(9)

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 45

2. Gambaran umum subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ... 45

3. Gambaran umum subjek penelitian berdasarkan usia ... 46

4. Gambaran umum subjek penelitian berdasarkan lama bekerja... 47

B. Hasil Penelitian... 48

C. Kategorisasi Hasil Penelitian ... 50

D. Pembahasan ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 58

1. Saran Praktis ... 58

2. Saran Metodologis ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 60

(10)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1. Distribusi Item‐Item Skala Pre-Test Semangat Kerja Sebelum Uji

Coba ……… 35

2. Tabel 2. Distribusi Item‐Item Skala Pre-Test Semangat Kerja Setelah Uji

Coba ……… 36

3. Tabel 3. Distribusi Item‐Item Skala Post-Test Semangat Kerja Sebelum Uji

Coba ……….. 37

4. Tabel 4. Distribusi Item‐Item Skala Post-Test Semangat Kerja Setelah Uji

Coba ……… 38

5. Tabel 5. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ………. 42 6. Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin 45

7. Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ……… 46 8. Tabel 8.Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Bekerja 47

9. Tabel 9. Deskriptif Hasil uji Wilcoxon Matched-Pairs Signed-Ranks Test

……… 49

10.Tabel 10. Hasil Uji Ranks Wilcoxon Matched-Pairs Signed-Ranks

……… 49

11.Tabel 11. Rangkuman Nilai Empirik dan Hipotetik Semangat Kerja

………. 50

12.Tabel 12. Perbedaan Semangat Kerja Sebelum dan Sesudah Penambahan

(11)

13.Tabel 13. Norma Semangat Kerja ……… 52 14.Tabel 14. Rangkuman Kategorisasi Data Semangat Kerja ……. 52 15.Tabel 15. Kategorisasi Semangat Kerja Sebelum dan Sesudah Penambahan

Intensitas Cahaya ……….... 53

16.Tabel 16. Penggolongan Subjek Penelitian ……… 54 17.Tabel 17. Hasil Pengukuran Lokasi Sebelum dan Sesudah Treatment

(12)

DAFTAR GAMBAR

(13)

DAFTAR DIAGRAM

(14)

Pengaruh Penerangan Terhadap Semangat Kerja Karyawan Usaha Konveksi “X”

Lydia Agustina Siregar dan Gustiarti Leila, Dra., M.Psi., Psikolog

ABSTRAK

Semangat kerja yang tinggi akan meningkatkan kinerja karyawan, sehingga para karyawan akan melakukan pekerjaan secara lebih giat dan pekerjaan diharapkan akan selesai lebih cepat dan lebih baik. Semangat kerja karyawan dapat ditingkatkan dengan memperhatikan kondisi kerja karyawan untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik. Salah satunya adalah penerangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerangan terhadap semangat kerja karyawan usaha konveksi “X”. Penerangan ruang kerja di usaha konveksi “X” kurang memenuhi syarat untuk karyawan konveksi “X” yaitu sebesar 485.94 luks. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan modifikasi penerangan dengan menambah intensitas cahaya sebesar 500 – 1000 luks, sehingga diperoleh perubahan intensitas cahaya dari rata-rata 485.94 lux menjadi 633.37 lux. Penelitian ini dilakukan pada 7 orang karyawan usaha konveksi dengan rancangan one group pretest-posttest design. Analisis data menggunakan Wilcoxon Matched-Pairs Signed-Ranks Test. Penelitian menemukan bahwa penerangan berpengaruh terhadap semangat kerja karyawan usaha konveksi X, dimana ke 7 orang subjek mengalami peningkatan semangat kerja setelah diberikan perlakuan penambahan intensitas cahaya di ruang kerja karyawan.

(15)

The Effect of Lighting to Employee Morale Convection “X”

Lydia Agustina Siregar and Gustiarti Leila, Dra., M.Psi., Psikolog

ABSTRACT

High morale will improve the performance of the employee, so that the employee will perform the job harder and the work is expected to be completed faster and better. Employee morale can be improved by taking into account the working conditions of the employees to be able to carry out its activities properly. One of the factors that can affect the morale is the lighting of work environment. This research was to see how the effect of lighting toward employee’s morale in convection “X”. Workspace lighting in convection "X" less qualified for employees in the amount of 485.94 lux. Based on this, the modifications done to increase the intensity of light illumination at 500 - 1000 lux, the light intensity changes in order to obtain an average of 485.94 into 633.37 lux. This study was conducted in 7 employees convection with draft one group pretest-posttest design. Data analysis using a Wilcoxon Matched-Pairs Signed-Ranks Test. This research have found that the lighting effect on employee morale convection X, where all 7 subjects experienced an increase in morale after the addition of the treatment given the intensity of the light in the room employee.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perusahaan atau organisasi yang mampu bertahan dalam menghadapi

krisis ekonomi yang berkepanjangan bukanlah perusahaan/organisasi yang hanya

mengandalkan keuangan perusahaan tersebut. Selain pendanaan, perusahaan

memiliki sumber daya yang lain yang tidak kalah pentingnya yaitu sumber daya

manusia. Sebuah perusahaan agar dapat mempertahankan daya saingnya, harus

memperhatikan 2 (dua) faktor penting yaitu faktor personil (SDM) dan teknologi

(Rayadi, 2012).

Sumber daya manusia merupakan elemen yang sangat penting dalam satu

perusahaan/organisasi. Kegagalan mengelola sumber daya manusia dapat

mengakibatkan timbulnya gangguan dalam pencapaian tujuan dalam organisasi,

baik dalam kinerja, profit, maupun kelangsungan hidup organisasi itu sendiri. Kondisi umum saat ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa perusahaan di

Indonesia masih lemah dalam beberapa hal, antara lain: manajemen yang tidak

efisien, keterbatasan dana dan teknologi serta kualitas SDM yang belum memadai

(Rayadi, 2012).

Nawawi (2006) menyatakan bahwa, sumber daya manusia adalah faktor

sentral di lingkungan organisasi mencari laba (perusahaan dan industri), nir laba

(instansi pemerintah) dan voluntir (organisasi/perkumpulan berdasarkan

(17)

lingkungan organisasi harus dikelola secara efektif dan efisien sehingga

tercapainya tujuan organisasi.

Berhasil tidaknya suatu organisasi ditentukan oleh unsur manusia yang

melakukan pekerjaan. Seorang karyawan perlu diperhatikan dengan baik agar

karyawan tetap bersemangat dalam bekerja. Hasibuan dalam Darmawan (2010)

menyebutkan bahwa organisasi bukan saja mengharapkan karyawan yang mampu,

cakap, dan terampil, namun yang lebih penting adalah mereka bersedia bekerja

dengan giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal.

Selanjutnya Dharmawan, Wahyuni, dan Kurniawan (2013) menambahkan bahwa

sumber daya manusia yang mampu, cakap, dan terampil serta memiliki keinginan

untuk bekerja dengan giat dalam usaha mencapai hasil kerja yang optimal

merupakan modal penting di dalam suatu perusahaan.

Dalam suatu instansi atau organisasi diperlukan suatu hal yang dapat

menunjang kinerja organisasi tersebut. Salah satunya adalah semangat kerja yang

tinggi. Semangat kerja merupakan keadaan yang harus ada bila aktivitas proses

kerja ingin berjalan lancar. Dengan adanya semangat kerja yang tinggi, maka

tujuan organisasi dapat tercapai sesuai rencana (Anwar, 2013).

Terdapat beberapa definisi semangat kerja yang diungkapkan para ahli.

Salah satunya ahli tersebut ialah Haddock dalam Ngambi (2011), semangat kerja

didefinisikannya sebagai suatu konsep intangible yang mengacu pada seberapa positif perasaan kelompok terhadap organisasi. Selanjutnya Seroka dalam Ngambi

(18)

atau keoptimisan individu atau kelompok terhadap organisasi yang akan

mempengaruhi kedisiplinan dan kesediaan individu dalam kegiatan organisasi.

Dengan semangat kerja yang tinggi, maka kinerja akan meningkat karena

para karyawan akan melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga pekerjaan

dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik. Begitu juga sebaliknya jika semangat

kerja turun maka kinerja akan turun juga yang akan berpengaruh terhadap kinerja

karyawan (Nurhendar, 2007).

Nurhendar (2007) dalam penelitiannya mengenai semangat kerja

menemukan bahwa diantara variabel stres kerja dan semangat kerja, variabel yang

paling berpengaruh terhadap kinerja karyawan adalah variabel semangat kerja.

Selanjutnya, terdapat beberapa alasan yang dikemukakan oleh para ahli

mengenai pentingnya semangat kerja. Salah satu ahli tersebut yaitu Millet (dalam

Ngambi, 2011) menyatakan bahwa terdapat enam alasan pentingnya semangat

kerja karyawan, yaitu meningkatkan produktifitas, meningkatkan performa dan

kreatifitas, mengurangi absen, meningkatkan perhatian, menjadikan tempat kerja

lebih aman, dan meningkatkan kualitas kerja. Selanjutnya tingginya semangat

kerja karyawan juga akan meningkatkan kemauan karyawan untuk datang tepat

waktu, meningkatkan komunikasi, mengurangi waktu untuk bergosip, dan

menambah kreatifitas (Mazin dalam Ngambi, 2011).

Menurut para ahli terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi semangat

kerja. Salah satunya yaitu Anoraga (1992), beberapa faktor yang mempengaruhi

(19)

advancement ), kondisi kerja yang menyenangkan, kepemimpinan yang baik, serta kompensasi, gaji, dan imbalan.

Selain itu, kondisi kerja juga mempengaruhi semangat kerja karyawan.

Menurut Stewart and Stewart (1983), kondisi kerja adalah sebagai serangkaian

kondisi atau keadaan lingkungan kerja dari suatu perusahaan yang menjadi tempat

bekerja dari para karyawan yang bekerja di dalam lingkungan tersebut ( Working condition can be defined as series of conditions of the working environment in

which become the working place of the employee who works there). Yang dimaksud disini adalah kondisi kerja yang baik yaitu nyaman dan mendukung

pekerja untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik, meliputi segala

sesuatu yang ada di lingkungan karyawan, seperti temperatur, kelambaban,

ventilasi, penerangan, kebersihan dan lain–lain yang dapat mempengaruhi kinerja, serta keselamatan dan keamanan kerja (jurnal-sdm.blogspot.com).

Menurut Manuaba (1992) bahwa lingkungan kerja yang nyaman sangat

dibutuhkan oleh pekerja untuk dapat berkerja secara optimal dan produktif.

Dengan demikian, lingkungan kerja harus ditangani atau didesain sedemikian rupa

sehingga menjadi kondusif terhadap pekerja untuk melaksanakan kegiatan dalam

suasana yang aman dan nyaman. Satria (2012) dalam penelitiannya menunjukkan

bahwa lingkungan fisik yang meliputi penerangan, dan sikap kerja mempunyai

pengaruh yang signifikan dengan semangat kerja perawat. Semangat kerja yang

lebih baik akan diperoleh apabila anggota merasa bahwa manajemen menaruh

perhatian kepada mereka dan suasana bekerja menyenangkan. Setiasih dalam

(20)

seseorang membutuhkan lingkungan kerja yang nyaman, seterampil apapun

seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya, jika dihadapkan pada suatu kondisi

lingkungan yang kotor, panas, dan intensitas cahaya yang kurang, maka akan

mengalami kesulitan dan mengurangi kegairahan untuk menyelesaikan pekerjaan

tersebut.

Lingkungan kerja merupakan bagian komponen yang sangat penting di

dalam karyawan melakukan aktivitas kerja. Dengan memerhatikan lingkungan

kerja yang baik atau menciptakan kondisi kerja yang mampu memberikan

motivasi untuk bekerja, maka akan membawa pengaruh terhadap kegairahan atau

semangat kerja (Sunyoto, 2012).

Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja

dan yang dapat memengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang

dibebankan, misalnya kebersihan, musik, penerangan dan lain-lain (Sunyoto,

2012). Rahayu (2013) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa lingkungan kerja

berpengaruh terhadap semangat kerja karyawan PT Telkom Pekanbaru.

Sihombing (2004) menyatakan bahwa didalam meningkatkan semangat

kerja pegawai tidak terlepas dari lingkungan tempat kerja yang harus mendukung

seperti kualitas lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah unsur yang harus

didayagunakan oleh organisasi sehingga menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan

dapat meningkatkan hasil kerja yang baik untuk meningkatkan kinerja organisasi

tersebut. Menurut Sihombing (2004), lingkungan fisik adalah salah satu unsur

yang harus didaya gunakan oleh organisasi sehingga menimbulkan rasa nyaman,

(21)

kinerja organisasi tersebut . Lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada

di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan

tugas-tugas yang dibebankan, misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak,

keamanan, kebersihan, musik dan lain-lain (Nawawi, 2001).

Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga

kerja dapat melihat objek-objek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa

upaya-upaya yang tidak perlu (Suma’mur, 1984). Penerangan yang cukup dan diatur secara baik juga akan membantu menciptakan lingkungan kerja yang

nyaman dan menyenangkan sehingga dapat memelihara kegairahan kerja.

Intenistas penerangan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya jelas akan dapat

meningkatkan produktivitas kerja (Tarwaka, Solichul, Bakri, Sudiajeng, 2004).

Ruang kerja yang silau atau terlalu terang juga dapat mengurangi kualitas kinerja

karena kenyamanan bekerja berkurang. Ukuran terang yang kita butuhkan

tergantung dari macam kerja apa yang kita lakukan di ruangan. Penerangan yang

baik dan penggunaan warna yang tepat dapat membuat suasana menjadi nyaman

(Moekijat, 1975).

Beberapa hasil penelitian di Inggris, Perancis, Jerman dan negara lainnya,

menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas, pengurangan produk gagal, dan

kecelakaan lebih sedikit terjadi setelah meningkatnya penerangan (Grandjean,

1988).

Sanders & McCormick dalam Tarwaka, Solichul, Bakri, Sudiajeng (2004)

menyimpulkan dari hasil penelitian pada 15 perusahaan, dimana seluruh

(22)

intensitas penerangan disesuaikan dengan jenis pekerjaan karyawan. Selanjutnya

hal tersebut diperkuat oleh Amstrong dalam Tarwaka, Solichul, Bakri, Sudiajeng

(2004) menyatakan bahwa intensitas penerangan yang kurang dapat menyebabkan

gangguan visibilitas dan eyestrain. Sebaliknya intensitas penerangan yang berlebihan juga dapat menyebabkan glare,reflection, excessive shadows, visibility

& eyestrain.

Usaha konveksi “X” beralamat di Jalan Amaliun Gg. Abadi No. 17 B. Usaha konveksi ini menghasilkan celana kain. Usaha ini termasuk usaha rumahan

karena kegiatan produksi sepenuhnya dilakukan di rumah. Karyawan yang bekerja

berjumlah 7 orang, diantaranya bekerja sebagai tukang potong bahan, jahit

pinggiran celana, jahit kantong, menggosok merek dan menjahit akhir (finishing). Lingkungan kerja fisik di ruang kerja karyawan, khususnya penerangan, kurang

memadai yaitu ± 485.94 luks. Besarnya ruang kerja karyawan yaitu sekitar 6 m x

9m. Ruangan tersebut hanya menggunakan satu buah lampu yang hanya

diletakkan di salah satu sisi. Oleh karena itu, karyawan akan membuka jendela – jendela yang ada di ruang kerja ketika cuaca mendung untuk menambah cahaya

sewaktu bekerja. Hal itu dikemukakan oleh salah satu karyawan, melalui

komunikasi interpersonal pada tanggal 20 Januari 2014 ,

Kalau lampu ya memang agak kurang dek, ya kayak gini la kalo mendung kan jadi susah jugak. Makanya ni jendelanya di buka “.

Penerangan yang ada di usaha konveksi tersebut kurang efektif bagi

(23)

menjahit. Menurut Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 7 Tahun 1964

dikatakan bahwa, penerangan yang diperlukan untuk pekerjaan yang membedakan

barang halus dengan kontras yang sedang dalam waktu yang lama, harus

mempunyai intensitas penerangan paling sedikit 500-1000 luks. Dalam hal ini usaha konveksi “X” termasuk dalam jenis pekerjaan yang membutuhkan

penerangan minimal 500-1000 luks.

Karyawan yang ada berjumlah 7 orang dimana terdapat 2 orang karyawan

yang baru bekerja selama 0-1 tahun. Hal tersebut mengindikasikan tingginya

turnover. Berdasarkan hal tersebut, menurut Azwar (2002) tingginya turnover termasuk indikator turunnya semangat kerja.

Berdasarkan hal di atas, peneliti tertarik untuk meneliti “Pengaruh

penerangan terhadap semangat kerja karyawan usaha konveksi “X””.

(24)

Gambar 2. Lokasi penelitian

B. Perumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh penerangan terhadap semangat kerja?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerangan

(25)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan mengenai

pengaruh penerangan ruangan terhadap semangat kerja.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui tingkat

semangat kerja karyawan usaha konveksi X, dapat memberikan infomasi

kepada pemilik konveksi mengenai kondisi semangat kerja karyawan,

serta mengetahui ada tidaknya pengaruh penerangan terhadap semangat

kerja karyawan usaha konveksi X.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

BAB I : Pendahuluan

Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang, perumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi

objek penelitian, meliputi landasan teori semangat kerja dan penerangan.

(26)

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini berisi metode yang digunakan dalam penelitian yang mencakup

variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi, sampel,

teknik pengambilan sampel, metode pengambilan data, uji validitas, uji daya

beda dan reliabilitas alat ukur, metode analisa data serta hasil uji coba alat

ukur penelitian.

BAB IV : Hasil Analisis Data

Bab ini berisi analisa data dan pembahasan berisi uraian singkat hasil

penelitian, interpretasi data dan pembahasan.

(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Semangat Kerja

1. Definisi Semangat Kerja

Semangat kerja didefinisikan berbeda oleh beberapa ahli. Menurut

Nitisemito (1982), semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat,

sehingga dengan demikian pekerjaan akan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih

baik. Sementara Anoraga (1993) menyebutkan bahwa semangat kerja adalah

melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga pekerjaan cepat selesai dan lebih

baik serta biaya perunit dapat diperkecil. Definisi semangat kerja juga

dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya Saifudin Azwar (2002), menurut

Saifudin Azwar semangat kerja merupakan suatu gambaran perasaan yang

berhubungan dengan tabiat / jiwa semangat kelompok, kegembiraan/ kegiatan,

untuk kelompok-kelompok pekerja yang menunjukkan iklim dan suasana pekerja.

Selanjutnya Malayu SP. Hasibuan (2004) mengemukakan bahwa semangat kerja

adalah keinginan dan kesungguhan seseorang mengerjakan pekerjaannya dengan

baik serta berdisiplin untuk mencapai produktivitas yang maksimal. Selain itu,

Haddock dalam Ngambi (2011) juga mendefinisikan semangat kerja sebagai

suatu konsep yang yang mengacu pada seberapa positif perasaan kelompok

terhadap organisasi. Selanjutnya, Seroka dalam Ngambi (2011) juga

(28)

atau kelompok terhadap organisasi yang akan mempengaruhi kedisiplinan dan

kesediaan individu dalam kegiatan organisasi.

Dari beberapa pengertian semangat kerja di atas dapat disimpulkan bahwa

semangat kerja adalah gambaran perasaan, keinginan atau kesungguhan

individu/kelompok terhadap organisasi yang akan mempengaruhi kedisiplinan dan

kesediaan individu dalam kegiatan organisasi untuk mengerjakan tugas dengan

lebih baik dan lebih cepat.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja

Banyak faktor – faktor yang mempengaruhi semangat kerja yang diungkapkan oleh para ahli. Salah satunya adalah Nitisemito . Menurut Nitisemito

dalam Tohardi (2002 ), faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja adalah :

a. Gaji yang cukup

Setiap perusahaan seharusnya dapat memberikan gaji yang cukup kepada

pegawainya. Pengertian cukup disini relatif, artinya mampu dibayarkan

tanpa menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

b. Memperhatikan kebutuhan rohani

Selain kebutuhan materi yang berwujud gaji yang cukup, para karyawan

membutuhkan kebutuhan rohani. Kebutuhan rohani adalah menyediakan

tempat ibadah, menghormati kepercayaan orang lain.

c. Perlu menciptakan suasana santai

Suasana rutin sering kali menimbulkan kebosanan dan ketegangan bagi

(29)

sekali-kali menciptakan suasana santai seperti rekreasi bersama-sama,

mengadakan pertandingan olahraga antar karyawan dan lainnya.

d. Tempatkan karyawan pada posisi yang tepat

Setiap perusahaan harus mampu menempatkan karyawannya pada posisi

yang tepat, artinya menempatkan mereka pada posisi yang sesuai dengan

keterampilan mereka. Ketidaktepatan dalam penempatan karyawan bisa

membuat karyawan tidak bisa maksimal dalam menyelesaikan tugasnya.

e. Perasaaan aman dan masa depan

Semangat kerja akan terpupuk apabila para karyawan mempunyai

perasaan aman terhadap masa depan profesi mereka, kestabilan perusahaan

biasanya modal yang dapat diandalkan untuk menjamin rasa aman bagi.

f. Fasilitas yang memadai

Fasilitas yang memadai untuk karyawan hendaknya perlu disediakan oleh

setiap perusahaan . Hal tersebut akan menimbulkan rasa senang dan akan

menimbulkan semangat kerja karyawan.

Selain itu, Bukhari Zainudin (2001) mengemukakan bahwa faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi semangat kerja adalah sebagai berikut :

a. Hubungan yang harmonis antara atasan dan bawahan, terutama antara

pimpinan kerja yang sehari-hari berhubungan dan berhadapan dengan para

karyawan.

b. Terdapat suatu suasana dan iklim kerja yang bersahabat dengan

anggota-anggota lain organisasi, apalagi dengan mereka yang sehari-hari banyak

(30)

c. Rasa kemanfaatan bagi tercapainya tujuan organisasi yang merupakan

tujuan bersama mereka yang harus diwujudkan bersama-sama.

d. Adanya tingkat kepuasan ekonomi dan kepuasan-kepuasan materi lainnya

yang memadai, sehingga imbalan yang dirasakan akan adil terhadap jerih

payah yang telah diberikan terhadap organisasi.

e. Adanya ketenangan jiwa, jaminan kepastian serta perlindungan terhadap

segala yang dapat membahayakan diri pribadi dan karir pekerjaan dalam

perusahaan atau organisasi.

Dalam rangka membangun semangat kerja McGregor dan Maslow

(Luthans, 2006) mengatakan bahwa para karyawan dimotivasi oleh banyak faktor,

tidak hanya uang atau keinginan untuk mencapai kepuasan, tetapi juga kebutuhan

untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti bagi mereka. Pendapat

yang lebih jelas dikemukakan oleh B. Von Haller Gilnur (Kerlinger, et.al, 1987) dalam empat dimensi semangat kerja, yaitu bahwa semangat kerja mencakup

hal-hal sebagai berikut :

a. Kepuasan dalam pekerjaan.

b. Kebanggaan dalam kelompok kerja.

c. Kepuasan atas gaji dan kesempatan promosi.

d. Persamaan kelompok.

3. Aspek-aspek Semangat Kerja

Menurut Sugiyono dalam Utomo (2002 ), aspek-aspek semangat kerja

(31)

a. Disiplin yang tinggi.

Individu yang memiliki semangat kerja yang tinggi akan bekerja giat dan

sadar akan peraturan-peraturan yang berlaku dalam perusahaan

b. Kualitas untuk bertahan.

Individu yang mempunyai semangat kerja tinggi, menurut Alport, tidak

akan mudah putus asa dalam menghadapi kesukaran-kesukaran yang

timbul dalam pekerjaannya. Hal ini menunjukkan bahwa individu tersebut

mempunyai energi dan kepercayaan untuk memandang masa yang akan

datang dengan baik yang dapat meningkatkan kualitas seseorang untuk

bertahan.

c. Kekuatan untuk melawan frustasi.

Individu yang mempunyai semangat kerja tinggi, tidak memiliki sikap

yang pesimistis apabila menemui kesulitan dalam pekerjaannya.

d. Semangat berkelompok.

Adanya semangat kerja membuat karyawan lebih berfikir sebagai “ kami “ daripada sebagai “ saya “. Mereka akan saling tolong menolong dan tidak

saling bersaing untuk saling menjatuhkan.

4. Indikasi Turunnya Semangat Kerja

Indikasi turunnya semangat kerja sangat penting untuk diketahui suatu

perusahaan karena dengan pengetahuan tersebut akan dapat diketahui

sebab-sebabnya. Dengan demikian perusahaan dapat mengambil tindakan-tindakan

(32)

Terdapat indikator semangat kerja yang diungkapkan oleh beberapa ahli.

Salah satunya, Azwar (2002). Beberapa dimensi dan indikator semangat kerja

(Azwar, 2002), yaitu :

a. Sedikitnya prilaku yang agresif yang menimbulkan frustasi:

1. Konsentrasi Kerja

2. Ketelitian

3. Hasrat Untuk Maju

b. Individu bekerja dengan suatu perasaan yang menyenangkan:

1. Kebanggaan Karyawan

2. Kepuasan Karyawan

3. Labour Turn Over / Tingkat Absensi

c. Menyesuaikan diri dengan teman-teman sekerja :

1. Perlakuan yang baik dari atasan dan rekan kerja

d. Keterlibatan ego dalam bekerja

1. Tanggung Jawab

2. Lancarnya aktivitas

Menurut Kossen (1993) terdapat beberapa tanda-tanda peringatan

semangat kerja yang rendah, yaitu :

a. Kemangkiran.

b. Kelambatan.

Keterlambatan yang berlebihan merupakan tanda bahaya semangat kerja

(33)

c. Pergantian yang tinggi.

Dalam setiap organisasi ada karyawan yang keluar dan ada karyawan lain

diterima kerja pada perusahaan tersebut. Apabila angka pergantian mulai

naik secara abnormal menunjukkan tanda bahaya dari semangat kerja yang

buruk.

d. Mogok dan sabotase.

Pemogokan dan sabotase merupakan contoh ekstrim ketidakpuasan dalam

angkatan kerja.

e. Ketiadaan kebanggaan dalam kerja.

Ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaan dan perusahaan tempat dia

bekerja sering kali menimbulkan sikap ketidakpedulian terhadap

pekerjaannya.

Selain itu, menurut Nitisemito dalam Tohardi (2002) menyebutkan bahwa

terdapat beberapa faktor yang harus diketahui oleh perusahaan sebagai indikasi

penurunan semangat kerja, yaitu :

a. Turunnya/rendahnya produktivitas

Salah satu indikasi turunnya semangat kerja adalah turunnya produktivitas.

Turunnya produktivitas merupakan indikasi turunnya semangat kerja.

b. Tingkat absensi yang naik/tinggi

Tingkat absensi yang tinggi juga merupakan salah satu indikasi turunnya

semangat kerja karyawan. Pada umumnya bila semangat kerja turun,

(34)

c. Labor turnover (tingkat perpindahan buruh) yang tinggi

Bila dalam suatu perusahaan tingkat keluar-masuk karyawan naik dari

tingkat sebelumnya, hal ini merupakan indikasi turunnya semangat kerja.

Keluar-masuknya karyawan yang meningkat disebabkan ketidaksenagan

mereka bekerja pada perusahaan tersebut.

d. Tingkat kerusakan yang tinggi

Indikasi lain yang menunjukan turunnya semangat karyawan adalah bila

tingkat kerusakan terhadap bahan baku, maupun peralatan yang

dipergunakan naik.

e. Kegelisahan dimana-mana

Kegelisahan dimana-mana akan terjadi bila semangat kerja turun,

kegelisahan itu dapat terwujud dalam bentuk ketidaktenangan bekerja,

keluh kesah, serta hal-hal lain.

f. Tuntutan sering kali terjadi

Sering terjadinya tuntutan juga merupakan indikasi turunnya semangat

kerja. Tuntutan yang terjadi berasal dari ketidakpuasan karyawan .

g. Pemogokan

Indikasi paling kuat tentang turunnya semangat kerja adalah terjadinya

pemogokan. Pemogokan merupakan perwujudan dari ketidakpuasan,

(35)

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menggunakan dimensi dan

indikator menurut Azwar (2002) yang menyebutkan dimensi dan indikator

semangat kerja.

B. Penerangan

1. Definisi Penerangan

Menurut peraturan pemerintah (1999), penerangan ditempat kerja adalah

jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan

kegiatan secara efektif yang dapat berasal dari cahaya alami dan buatan.

Penerangan adalah penting sebagai suatu faktor keselamatan dalam lingkungan

fisik pekerja. Selanjutnya Budiono (2003) mendefinisikan bahwa penerangan

adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi benda-benda di tempat kerja

(Budiono, 2003).

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penerangan adalah

sumber cahaya yang menerangi benda-benda di tempat kerja yang diperlukan

untuk melaksanakan kegiatan secara efektif yang dapat berasal dari cahaya alami

dan buatan.

2. Manfaat Penerangan yang Baik bagi Karyawan

Menurut Moekijat (1975), terdapat beberapa keuntungan penerangan yang

baik yaitu,

a. Perpindahan pegawai berkurang

(36)

c. Semangat kerja lebih tinggi

d. Hasil pekerjaan lebih banyak

e. Ketidakhadiran berkurang

f. Kesalahan berkurang

g. Keletihan berkurang

Selain itu, dikutip dari Moekijat (1975), menurut C.L. Littlefield dan R.L Peterson dalam buku mereka yang berjudul “Modern Office Management”,

keuntungan penerangan yang baik yaitu:

a. Produktivitas yang meningkat

Perubahan kondisi penerangan yang kurang menjadi kondisi penerangan

yang baik hampir selalu megakibatkan tambahan dalam tingkat hasil

pekerjaan.

b. Kualitas pekerjaan yang lebih baik.

Ketelitian dan kerapian pekerjaan kantor dapat diperbaiki dengan

memberikan penerangan yang cukup. Penerangan yang tidak cukup akan

lebih sering membuat kesalahan karena ketidakmampuan melihat dengan

seksama dalam penerangan yang kurang baik.

c. Mengurangi ketegangan mata dan kelelahan rohaniah.

Mengerjakan pekerjaan kantor dalam waktu yang lama dengan penerangan

yang kurang baik mengakibatkan ketegangan mata dan dapat

(37)

d. Semangat kerja pegawai yang lebih baik.

Semangat kerja yang lebih baik akan diperoleh apabila anggota merasa

bahwa manajemen menaruh perhatian kepada mereka dan suasana bekerja

menyenangkan. Penerangan yang baik dan penggunaan warna yang tepat

dapat membuat suasana demikian (Moekijat, 1975).

e. Prestige yang lebih baik untuk perusahaan.

Pemberian penerangan yang bagus dan menarik dapat memberi kesan yang

baik kepada semua tamu yang datang ke organisasi sehingga menambah

reputasi organisasi untuk kemajuan dan efisiensi pelaksanaan pekerjaan.

Penerangan yang baik dapat memberikan keuntungan pada tenaga kerja,

yaitu peningkatan produksi dan menekan biaya, memperbesar kesempatan

dengan hasil kualitas yang meningkat, menurunkan tingkat kecelakaan,

memudahkan pengamatan dan pengawasan, mengurangi ketegangan mata,

mengurangi terjadinya kerusakan barang-barang yang dikerjakan. Penerangan

yang buruk dapat berakibat kelelahan mata, memperpanjang waktu kerja, keluhan

pegal didaerah mata dan sakit kepala disekitar mata, kerusakan indra mata,

kelelahan mental dan menimbulkan terjadinya kecelakaan (Mieke Wardhani,

2004).

3. Akibat Penerangan yang Kurang Baik bagi Karyawan

Penerangan yang kurang baik dapat mengakibatkan kerugian bagi

(38)

disebabkan oleh penerangan yang kurang baik. Salah satu tokoh tersebut adalah

Grandjean. Menurut Grandjean dalam Sunyoto (2012), penerangan yang tidak

didesain dengan baik akan menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan

selama kerja. Pengaruh dari penerangan yang kurang memenuhi syarat akan

mengakibatkan :

a. Kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan efisiensi kerja.

b. Kelelahan mental.

c. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.

d. Kerusakan indera mata

Selanjutnya , terdapat beberapa akibat penerangan yang buruk (Zainuddin,

2003), yaitu sebagai berikut:

a. Kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi

kerja,

b. Kelelahan mental,

c. Keluhan pegal- pegal dan panas daerah mata,

d. Kerusakan alat penglihatan,

e. Meningkatkan kecelakaan,

f. Pusing dan mual.

Selanjutnya pengaruh kelelahan pada mata tersebut akan bermuara kepada

penurunan performansi kerja, termasuk :

a. Kehilangan produktivitas

(39)

c. Banyak terjadi kesalahan

d. Kecelakaan kerja meningkat

4. Pengendalian Masalah Penerangan di Tempat Kerja

Menurut Sunyoto (2012), terdapat langkah-langkah pengendalian masalah

penerangan di tempat kerja, seperti :

a. Modifikasi system penerangan yang sudah ada, seperti :

1. Menaikkan atau menurunkan letak lampu didasarkan pada objek kerja

2. Merubah posisi lampu

3. Menambah atau mengurangi jumlah lampu

4. Mengganti jenis lampu yang lebih sesuai, seperti, mengganti lampu

bola menjadi lampu neon

5. Mengganti tudung lampu

6. Mengurangi warna lampu yang digunakan

b. Modifikasi pekerjaan, seperti :

1. Membawa pekerjaan lebih dekat ke mata, sehingga objek dapat dilihat

dengan jelas

2. Merubah posisi kerja untuk menghindari baying-bayang pantulan,

sumber kesilauan dan kerusakan penglihatan

3. Modifikasi objek kerja sehingga dapat dilihat dengan jelas, seperti

memperbesar ukuran huruf.

4. Pemeliharaan dan pembersihan lampu

(40)

6. Penggunaan korden dan perawatan jendela.

5. Standar Penerangan di Tempat Kerja

Standar Penerangan di Indonesia telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri

Perburuhan (PMP) No. 7 Tahun 1964, tentang syarat-syarat kesehatan, kebersihan

dan penerangan di tempat kerja (dalam Tarwaka, Solichul, Bakri, Sudiajeng,

2004). Secara ringkas intensitas penerangan yang dimaksud, yaitu :

a. Penerangan untuk halaman dan jalan-jalan lingkungan harus mempunyai

intensitas penerangan paling sedikit 20 luks.

b. Penerangan untuk pekerjaan-pekerjaan yang hanya membedakan barang

kasar dan besar paling sedikit mempunyai intensitas penerangan 50 luks.

c. Penerangan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan barang-barang

kecil paling sedikit mempunyai intensitas penerangan 100 luks.

d. Penerangan untuk pekerjaan yang membedakan barang-barang kecil agak

teliti paling sedikit mempunyai intensitas penerangan 200 luks.

e. Penerangan untuk pekerjaan yang membedakan barang-barang dengan

teliti dari barang-barang yang kecil dan halus, paling sedikit mempunyai

intensitas penerangan 300 luks.

f. Penerangan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan barang halus

dengan kontras yang sedang dalam waktu yang lama, harus mempunyai

(41)

g. Penerangan yang cukup untuk pekerjaan yang membeda-bedakan barang

yang sangat halus dengan kontras yang kurang dan dalam waktu yang

lama, harus mempunyai intensitas penerangan paling sedikit 2000 luks.

C. Dinamika Penerangan dan Semangat Kerja

Berhasil tidaknya suatu organisasi ditentukan oleh unsur manusia yang

melakukan pekerjaan. Seorang karyawan perlu diperhatikan dengan baik agar

karyawan tetap bersemangat dalam bekerja. Hasibuan dalam Darmawan (2010) ,

organisasi bukan saja mengharapkan karyawan yang mampu, cakap, dan terampil,

namun yang lebih penting adalah mereka bersedia bekerja dengan giat dan

berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Selanjutnya Dharmawan,

Wahyuni, dan Kurniawan (2013), sumber daya manusia yang mampu, cakap, dan

terampil serta memiliki keinginan untuk bekerja dengan giat dalam usaha

mencapai hasil kerja yang optimal merupakan modal penting di dalam suatu

perusahaan.

Dalam suatu instansi atau organisasi diperlukan suatu hal yang dapat

menunjang kinerja organisasi tersebut. Salah satunya adalah semangat kerja yang

tinggi. Semangat kerja merupakan keadaan yang harus ada bila aktivitas proses

kerja ingin berjalan lancar. Dengan adanya semangat kerja yang tinggi, maka

tujuan organisasi dapat tercapai sesuai rencana (Anwar, 2013). Diantara variabel

stress kerja dan semangat kerja, hal yang paling dominan mempengaruhi kinerja

(42)

Banyak organisasi yang mengalami perubahan dalam lingkungan yang

semakin kompetitif ketidakpuasan karyawan mungkin akan lebih banyak terjadi.

Ketika ketidakpuasan terjadi, stabilitas dan keberhasilan organisasi akan

terhambat (Munn, 1996). Dengan semangat kerja yang tinggi, maka kinerja akan

meningkat karena para karyawan akan melakukan pekerjaan secara lebih giat

sehingga pekerjaan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik. Begitu juga

sebaliknya jika semangat kerja turun maka kinerja akan turun juga. Jadi dengan

kata lain semangat kerja akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan (Nurhendar,

2007).

Sihombing (2004) menyatakan bahwa didalam meningkatkan semangat

kerja pegawai tidak terlepas dari lingkungan tempat kerja yang harus mendukung

seperti kualitas lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah unsur yang harus didaya

gunakan oleh organisasi sehingga menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan dapat

meningkatkan hasil kerja yang baik untuk meningkatkan kinerja organisasi

tersebut. Menurut Sihombing (2004), lingkungan fisik adalah salah satu unsur

yang harus didaya gunakan oleh organisasi sehingga menimbulkan rasa nyaman,

tentram, dan dapat meningkatkan hasil kerja yang baik untuk meningkatkan

kinerja organisasi tersebut . Lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada

di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan

tugas-tugas yang dibebankan, misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak,

keamanan, kebersihan, musik dan lain-lain (Nawawi, 2001).

Selanjutnya Analisa (2011) menambahkan bahwa lingkungan kerja tempat

(43)

kinerja karyawan. Dimana lingkungan kerja adalah kondisi – kondisi material dan psikologis yang ada dalam organisasi. Maka dari itu organisasi harus

menyediakan lingkungan kerja yang memadai seperti lingkungan fisik (tata ruang

kantor yang nyaman, lingkungan yang bersih, pertukaran udara yang baik, warna,

penerangan yang cukup maupun musik yang merdu), serta lingkungan non fisik

(suasana kerja karyawan, kesejahteraan karyawan, hubungan antar sesama

karyawan, hubungan antar karyawan dengan pimpinan, serta tempat ibadah).

Lingkungan kerja yang baik dapat mendukung pelaksanaan kerja sehingga

karyawan memiliki semangat bekerja dan meningkatkan kinerja karyawan.

Lingkungan kerja yang kondusif sangat mempengaruhi semangat kerja

karyawan dalam melaksanakan tugas sehari-hari, apabila lingkungan baik maka

karyawan akan lebih bersemangat untuk bekerja dan sebaliknya apabila

lingkungan kerja yang kurang baik maka akan menyebabkan penurunan semangat

kerja karyawan.

Dengan menciptakan lingkungan kerja yang baik di perusahaan maka akan

dapat mendukung suasana kerja yang baik pula dimana ini akan menimbulkan

motivasi kerja yang tinggi serta dapat membangkitkan semangat kerja para

karyawan guna mencapai tingkat produktifitas (Siagian, 2001).

Sedarmayanti dalam Anwar (2013), mengatakan bahwa penerangan sangat

besar manfaatnya untuk keselamatan bekerja dan kelancaran kerja bagi para

pegawai, maka diperlukan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak

menyilaukan. Penerangan di dalam lingkungan kerja maksudnya adalah cukupnya

(44)

tingkat penerangan yang cukup di dalam ruang kerja, akan mendorong pegawai

untuk bekerja lebih baik.

Penerangan merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu kantor

karena dapat memperlancar pekerjaan kantor. Apalagi seorang karyawan yang

pekerjaanya membedakan barang halus dengan kontras yang sedang dalam waktu

yang lama, khususnya menjahit, membutuhkan penerangan yang cukup tanpa

mengganggu pekerjaan maupun kesehatannya. Penerangan yang cukup akan

menambah semangat kerja pegawai, karena mereka dapat lebih cepat

menyelesaikan tugas-tugasnya, matanya tidak mudah lelah karena cahaya yang

terang, dan kesalahan-kesalahan dapat dihindari.

Penerangan yang tidak didesain dengan baik sesuai dengan jenis pekerjaan

karyawan akan menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan selama kerja,

misalnya kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan efisiensi kerja,

kelelahan mental, keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata,

kerusakan indera mata. Apabila keluhan-keluhan tersebut sudah dirasakan oleh

karyawan, maka hal tersebut dapat menyebabkan menurunnya semangat kerja

karyawan. Selain menurunnya semangat kerja, keluhan-keluhan tersebut juga

mengakibatkan kualitas kerja karyawan menurun, kesalahan sering terjadi ketika

bekerja, dan meningkatnya kecelakaan kerja.

Penerangan yang dirancang sesuai dengan jenis pekerjaan karyawan dapat

meningkatkan semangat kerja karyawan. Selain itu, penerangan yang cukup juga

dapat menurunkan kesalahan dan keletihan ketika bekerja, serta menjadikan hasil

(45)

D. Hipotesa Penelitian

Oleh karena itu, hipotesa dalam penelitian ini, yaitu :

a. Hipotesa nol : tidak ada pengaruh penerangan terhadap semangat kerja

karyawan.

(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental.

Tujuan metode penelitian eksperimental adalah untuk menyelidiki kemungkinan

saling hubungan sebab-akibat dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih

kelompok eksperimental satu atau lebih perlakuan dan membandingkan hasilnya

dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan

(mendeteksi sejauhmana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan

variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi

(Suryabrata, 2003). Desain ekperimen yang digunakan adalah desain

pre-eksperimen yang menggunakan one group pre test-post test design .

Digunakannya one group pre test-post test design, dikarenakan pengukuran awal dan setelah pemberian perlakuan hanya dikenakan pada satu kelompok saja.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Adapun variabel yang terlibat dalam penelitian ini antara lain :

1. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau

yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2009).

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah semangat kerja.

2. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi

sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2009).

(47)

B. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Definisi Operasional Semangat Kerja

Semangat kerja adalah derajat kesungguhan individu untuk mengerjakan

tugas dengan lebih baik dan lebih cepat yang dapat dilihat berdasarkan konsentrasi

kerja karyawan ketika menjahit, ketelitian dalam menjahit, hasrat untuk maju,

kebanggan karyawan, kepuasan karyawan, tingkat absensi, perlakuan yang baik

dari atasan dan rekan kerja, tanggung jawab, dan lancarnya aktifitas terhadap

usaha konveksi X yang diketahui melalui pemberian skala semangat kerja

berbentuk Likert berdasarkan dimensi dan indikator semangat kerja menurut

Anwar (2002). Skala ini terdiri dari 17 pernyataan dengan lima pilihan, yaitu STS

(sangat tidak sesuai), TS (tidak sesuai), N (netral), S (sesuai), dan SS (sangat

sesuai). Skor dari skala ini bergerak dari 1 sampai 5 (STS = 1, TS = 2, N = 3, S =

4, SS = 5) dengan nilai tertinggi yaitu 85 dan nilai terendah yaitu 17. Total skor

menunjukkan semangat kerja karyawan usaha konveksi X. Semakin tinggi skor

menunjukkan tingginya semangat kerja karyawan dan semakin rendah skor

menunjukkan rendahnya semangat kerja karyawan.

2. Definisi Operasional Penerangan

Penerangan adalah sumber cahaya yang menerangi benda-benda di usaha

konveksi X yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan menjahit. Penerangan

(48)

Penerangan yang sesuai untuk pekerjaan yang membedakan barang halus dengan

kontras yang sedang dalam waktu yang lama, khususnya menjahit, harus

mempunyai intensitas penerangan minimal 500-1000 luks.

C. Populasi

Populasi adalah keseluruhan individu yang akan diselidiki dan mempunyai

minimal satu sifat yang sama atau ciri–ciri yang sama dan untuk siapa kenyataan yang diperoleh dari subjek penelitian hendak digeneralisasikan (Hadi, 2000).

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan yang di usaha konveksi “X” berjumlah 7 orang.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data primer yang menggunakan skala yang berbentuk skala likert dengan beberapa

pilihan, yaitu STS, TS, N, S, dan SS. Tinggi rendahnya skor menunjukkan tinggi

rendahnya semangat kerja yang dimiliki karyawan. Skor diperoleh dengan cara

menyebarkan skala kepada karyawan yang berisi daftar pertanyaan yang telah

disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga subjek penelitian dapat mengisi

dengan mudah.

Skala Semangat Kerja

Skala ini disusun berdasarkan dimensi dan indikator semangat kerja

menurut Anwar (2002), yaitu : sedikitnya perilaku agresif karyawan yang

menimbulkan frustasi, individu bekerja dengan perasaan yang menyenangkan,

(49)

Skala ini berbentuk skala Likert dengan beberapa pilihan, yaitu STS (sangat tidak sesuai), TS (tidak sesuai), N (netral), S (sesuai), dan SS (sangat sesuai). Skor dari

skala ini bergerak dari 1 sampai 5 (STS = 1, TS = 2, N = 3, S = 4, SS = 5).

Dimana semakin tinggi skor nilai menunjukkan tingginya semangat kerja yang

dimiliki karyawan, sebaliknya rendahnya skor menunjukkan rendahnya semangat

(50)

Tabel 1. Distribusi Item‐Item Skala Pre-Test Semangat Kerja Sebelum Uji Coba

No Dimensi Semangat Kerja

Indikator Semangat

Kerja

Nomor Item Total (%)

1 Sedikitnya perilaku agresif yang

menimbulkan frustasi

3 Penyesuaian diri 1. Perlakuan yang

baik dari atasan

4 Keterlibatan ego 1. Tanggung Jawab

2. Lancarnya aktivitas

(51)

Tabel 2. Distribusi Item‐Item Skala Pre-Test Semangat Kerja Setelah Uji Coba No Dimensi Semangat Kerja Indikator Semangat

Kerja

Item Total (%)

1 Sedikitnya perilaku agresif yang

menimbulkan frustasi

3 Penyesuaian diri 1. Perlakuan yang

baik dari atasan

4 Keterlibatan ego 1. Tanggung Jawab

(52)

Tabel 3. Distribusi Item‐Item Skala Post-Test Semangat Kerja Sebelum Uji Coba No Dimensi Semangat Kerja Indikator Semangat

Kerja

Item Total (%)

1 Sedikitnya perilaku agresif yang

menimbulkan frustasi

3 Penyesuaian diri 1. Perlakuan yang

baik dari atasan

4 Keterlibatan ego 1. Tanggung Jawab

2. Lancarnya aktivitas

10,16,24

2,8

5 21

(53)

Tabel 4. Distribusi Item‐Item Skala Post-Test Semangat Kerja Setelah Uji Coba No Dimensi Semangat Kerja Indikator Semangat

Kerja

Item Total (%)

1 Sedikitnya perilaku agresif yang

menimbulkan frustasi

3 Penyesuaian diri 1. Perlakuan yang

baik dari atasan

4 Keterlibatan ego 1. Tanggung Jawab

2. Lancarnya aktivitas

11, 17

7

3 17

(54)

E. Uji Instrumen Penelitian

Jenis alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengolah data

yang didapat dari lapangan, penelitian ini menggunakan koefisien korelasi dengan

analisi regresi yang dapat diperoleh melalui analisa data dengan menggunakan

program software SPSS version 17,0 for windows.

1. Validitas Alat Ukur

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau

kesahihan sesuatu instrument. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu

mengukur apa yang diinginkan dan apabila dapat mengungkapkan data darivariabel yang

diteliti secara tepat (Arikunto, 2006). Menurut Sugiyono (2007), penelitian yang valid

artinya bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang

sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti.

Penelitian ini menggunakan content validity dan face validity. Menurut

Gregory (2000) content validity (validitas isi) menunjukkan sejauhmana pertanyaan, tugas atau butir dalam suatu tes atau instrumen mampu mewakili

secara keseluruhan dan proporsional perilaku sampel yang dikenai tes tersebut.

Artinya tes mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang diujikan atau

yang seharusnya dikuasai secara proporsional. Untuk mengetahui apakah tes itu

valid atau tidak, validitas ini ditegakkan pada langkah telaah dan revisi butir

pernyataan berdasar pendapat professional (professional judgement) para penelaah

(Suryabrata, 2008), dalam hal ini professional judgement yang digunakan yaitu dosen pembimbing untuk memastikan bahwa soal-soal tes itu sudah mewakili atau

(55)

proporsional. Ebel (dalam Nazir, 1988) menyebutkan bahwa face validity

(validitas muka) adalah validitas yang berhubungan apa yang nampak dalam

mengukur sesuatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur.

Apabila isi alat ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin diukur maka

dapat dikatakan validitas muka telah terpenuhi.

2. Reabilitas Alat Ukur

Arikunto (2006) menyebutkan bahwa reabilitas menunjuk pada suatu pengertian

bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat ukur

pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.

Uji reabilitas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan konsistensi internal reliability. Estimasi reliabilitas dengan pendekatan

konsistensi internal didasarkan pada data dari sekali pengenaan satu bentuk alat

ukur pada sekali subjek ( single trial administration ). Untuk mengetahui reabilitas tes, peniliti menggunakan rumus Alpha Cronbach’s dan diolah dengan

komputer program SPSS versi 17.0 for Windows. Batasan penerimaan reliabilitas

(56)

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Skema : O X O

Rancangan Eksperimen

KELOMPOK PRE TEST TREATMENT POST TEST

EKSPERIMEN T1 X T2

Keterangan : T1 = pre test (sebelum perlakuan)

X = treatment (perlakuan)

T2 = post test (setelah perlakuan)

Penelitian ini dilakukan melalui 3 tahap, yaitu tahap persiapan,

pelaksanaan dan tahap akhir (pengolahan data). Pada tahap persiapan, beberapa

hal yang dilakukan yaitu, menentukan materi yang akan dikaji, membuat

instrument penelitian, melakukan validasi instrument pada ahli khususnya dosen,

melakukan uji coba alat ukur, analisa alat ukur, merevisi alat ukur, menemukan

lokasi penelitian, mempersiapkan surat izin penelitian, serta penentuan subyek

penelitian. Pada tahap pelaksanaan, hal-hal yang dilakukan adalah mengukur

intensitas cahaya yang ada di ruang kerja dengan menggunakan luxmeter,

kemudian memberikan skala kepada seluruh karyawan untuk mengetahui

semangat kerja karyawan sebelum diberikan perlakuan. Beberapa hari kemudian

diberikan tambahan penerangan di tempat kerja dengan menambah 1 buah

intensitas di ruang kerja sebagai perlakuan, kemudian selang beberapa hari diukur

kembali intensitas cahaya dengan menggunakan luxmeter, kemudian akan

(57)

semangat kerja sebelum dan sesudah perlakuan. Pada tahap akhir (pengolahan

data), hal-hal yang dilakukan adalah mengolah data hasil penelitian, menganalisis

dan membahas hasil temuan penelitian, serta menarik kesimpulan dari hasil

penelitian.

Tabel 5. ProsedurPelaksanaan Penelitian

Tahapan Rincian Kegiatan

1. Tahap Persiapan Pada tahap ini hal-hal yang dilakukan

adalah sebagai berikut :

- menentukan materi-materi yang

akan dikaji,

- membuat instrument penelitian,

- melakukan validasi instrument

pada ahli khususnya dosen

pembimbing,

- melakukan uji coba alat ukur,

- analisa alat ukur, merevisi alat

ukur,

- menemukan lokasi penelitian,

- mempersiapkan surat izin

penelitian, dan

- penentuan subyek penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan Pada tahap ini hal yang dilakukan

(58)

- Pada 25 Januari 2014, dilakukan

pengukuran intensitas penerangan

yang ada di tempat kerja terlebih

dahulu,

- Pada 27 Januari 2014, diberikan

alat ukur berupa skala kepada 7

orang karyawan,

- Pada 2 Februari 2014, dilakukan

penambahan 1 buah lampu TL 40

watt lampu.

- Pada 8 Februari, diberikan kembali

skala semangat kerja kepada 7

orang karyawan.

3. Tahap Pengolahan Pada tahap ini hal yang dilakukan

adalah pengolahan data dengan

menggunakan SPSS versi 17.0 for Windows. Proses pengolahan data

(59)

G. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mendapatkan jawaban

tentang pengaruh penerangan terhadap semangat kerja. Proses pengolahan data

dilakukan dengan menggunakan statistik nonparametrik karena subjek penelitian

yang berjumlah 7 orang. Pengolahan data yang dilakukan menggunakan uji

hipotesis Wilcoxon Matched-Pairs Signed-Ranks Test melalui program SPSS versi 17.0 for Windows. Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan antara dua

(60)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini memberikan uraian mengenai keseluruhan hasil penelitian. Bab

analisis data dan pembahasan dimulai dengan memberikan gambaran umum

subjek penelitian, hasil penelitian dan pembahasan mengenai hasil analisis data.

A. Analisis Data

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek penelitian berjumlah 7 orang karyawan konveksi rumah tangga

Bapak Sarifuddin. Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia

dan lama bekerja.

a. Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

Gambaran jenis kelamin subjek dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Jumlah Persentase (%)

Pria 3 orang 42 %

Wanita 4 orang 58 %

Jumlah 7 orang 100 %

Pada tabel 6 terlihat bahwa dari 7 orang sampel yang digunakan sebanyak

(61)

Bagan 1. Diagram Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

b. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Gambaran usia subjek penelitian dapat dikategorikan berdasarkan

pembagian usia kerja di Indonesia (Kasmadi, 2010). Pembagian usia

tersebut dapat dilihat pada tabek berikut ini :

Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Usia Jumlah Persen (%)

0 – 14 tahun (tidak produktif) 0 orang 0 %

15 – 64 tahun (produktif) 7 orang 100 %

>64 tahun (tidak produktif) 0 orang 0 %

Jumlah 7 orang 100 %

Diagram subjek penelitian

berdasarkan jenis kelamin

wanita

(62)

Tabel 7 menunjukkan bahwa subjek penelitian yang berusia 0 – 14 tahun (tidak produktif) tidak ada (0%), berusia 15 – 64 tahun (produktif) ada 7 orang (100%), >64 tahun (tidak produktif) tidak ada. Keseluruhan usia subjek penelitian

berada di usia produktif.

Bagan 2. Diagram Subjek Penelitian Berdasarkan Usia c. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Bekerja

Gambaran lama bekerja subjek penelitian dapat dikategorikan

sebagai berikut ( Handoko, 1992) :

Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Bekerja

Lama Bekerja Jumlah Persen (%)

0 – 1 tahun (baru) 2 orang 28.6 %

1 – 3 tahun (sedang) 3 orang 42.8 %

>3 tahun (lama) 2 orang 28.6 %

Jumlah 7 orang 100 %

Diagram subjek penelitian

berdasarkan usia

0 - 14 tahun

15 - 64 tahun

Gambar

Gambar  1. Lokasi penelitian
Gambar  2. Lokasi penelitian
Tabel 1. Distribusi Item‐Item Skala Pre-Test Semangat Kerja Sebelum Uji Coba
Tabel 2. Distribusi Item‐Item Skala Pre-Test Semangat Kerja Setelah Uji Coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis bivariat adalah analisis data yang dilakukan untuk mencari korelasi atau pengaruh antara 2 variabel atau lebih yang diteliti.. Pada penelitian ini

Pengendalian hama dengan pengelolaan agroekosistem pada dasarnya adalah teknik pengendalian hayati dengan mengoptimalkan peran musuh alami sebagai faktor pembatas

Jika bilangan terbesar di tambah 12 maka ketiga bilangan tersebut membentuk deret geometri. Bilangan terkecil dari ketiga bilangan

Sistem e-Beasiswa yang rancang akan memudahkan pemerintah kabupaten/kota di Tanah Papua mengelola data mahasiswa (biodata), data akademik (kartu studi, jadwal kuliah, hasil

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa gejala bahasa merupakan perubahan bentuk kata dalam suatu bahasa yang mengakibatkan makna

Met ode penelit ian dalam k aj ian ini m enggunak an m et ode k ualit at if, dengan m enggunak an focus gr oup discussion ( FGD) dalam pengum pulan dat a, dan dat

perguruan tinggi) perlu menurunkan standar dalam panduan juklak dan juknis untuk hal- hal yang umum/generik... Peran

Ketiga, Dari hasil wawancara dapat disimpulkan sarana dan prasarana dalam pemeliharaan ekosistem mangrove di wilayah pesisir pantai kecamatan bungus teluk kabung