• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usulan Rancangan Perbaikan Metode Kerja dan Alat Bantu pada Bagian Pengisian Bantal di CV. Wolken

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Usulan Rancangan Perbaikan Metode Kerja dan Alat Bantu pada Bagian Pengisian Bantal di CV. Wolken"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)

DAFTAR PUSTAKA

Cross, Nigel. 1996. Engineering Design Methods: Strategies for Product Design. New York:

John Wiley dan Sons.

Kuorinka, I., Jonsson, B., Kilbom, A., Vinterberg, H., Biering-Sorensen, F., AnderssonG.,Jorgensen, K. 1987.Standardised Nordic Questionnaores(Applied Ergonomics)

Nurmianto, Eko.2008. ErgonomiKonsepDasardanAplikasinya. Surabaya: GunaWidya

Philips, Chandler Allen. 2000. Human Factors Engineering. New York: John Wiley dan Sons.

Ginting, Rosnani. 2007. SistemProduksi.Yogyakarta: GrahaIlmu. 2009. PerancanganProduk. Yogyakarta: GrahaIlmu.

Simoneau, Serge. 1996. Work-Related Musculoskeletal Disorder (MSDs). New York: ASP Metal Melectrique.

Sinulingga, Sukaria. 2011. MetodologiPenelitian. Medan: USU Press.

Stanton, Naville. 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. New York: CRC Press LLC.

Suhardi, Bambang; Rochman, Taufiq; dan Wiranta, Edy. 2013. Redesain Kursi Kuliah

dengan Pendekatan Antropometri. ISBN: 978-979-3514-66-6.

Ukur, Terang Hs.Ginting. 2015. Perancangan Alat Penyadap Karet Di Kabupaten Langkat

Sumatera Utara Dengan Metode QFD Dan Model Kano. Jurnal Teknik Industry

Usu. Medan

Wibowo, Deonalt Praharyo; Nasifah, Laila; Berlianty, Intan. 2011. Perancangan Ulang

Desain Kursi Penumpang Mobil Land Rover yang Ergonomis dengan Metode

(15)
(16)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Ergonomi

Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja, sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman, sehat, nyaman dan efisien1

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

. Adapun tujuan ergonomi adalah sebagai berikut:

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengolah dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial, baik selama waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif lagi.

3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis, dan budaya dari setiap sistem kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

1

(17)

3.2 Postur Kerja

Posisi tubuh dalam kerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh2

4. Objek yang dipegang tidak memerlukan tangan bekerja pada ketinggian . Bekerja dengan posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain: 1. Pembebanan pada kaki

2. Pemakaian energi dapat dikurangi

3. Keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi

Namun demikian kerja dengan sikap duduk terlalu lama dapat menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan melengkung sehingga cepat lelah. Mengingat posisi duduk mempunyai keuntungan dan kerugian, maka untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih baik tanpa pengaruh buruk pada tubuh, perlu dipertimbangkan pada jenis pekerjaan apa saja sesuai diterapkan posisi duduk. Untuk maksud tersebut, Pulat (1992) memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi duduk. Pekerjaan tersebut antara lain:

1. Pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki

2. Pekerjaan utama adalah menulis atau memerlukan ketelitian pada tangan 3. Tidak diperlukan tenaga dorong yang besar

lebih dari 15 cm dari landasan kerja

5. Diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi 6. Pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama

(18)

7. Seluruh objek yang dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan dengan posisi duduk

Selain posisi kerja duduk, posisi berdiri juga banyak ditemukan di perusahaan. Seperti halnya posisi duduk, posisi kerja berdiri juga mempunyai keuntungan maupun kerugian. Menurut Sutalaksana (2000) bahwa sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Pada dasarnya, berdiri lebih lelah daripada duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan duduk. Untuk meminimalkan pengaruh kelelahan dan keluhan subyektif maka pekerjaan harus didesain agar tidak terlalu banyak menjangkau, membungkuk, atau melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah. Untuk maksud tersebut, diberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri antara lain:

1. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut

2. Harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg) 3. Sering menjangkau ke atas, ke bawah dan ke samping. 5. Sering melakukan pekerjaan dengan menekan ke bawah 6. Memerlukan mobilitas tinggi

(19)

Tabel 3.1 Pemilihan Sikap Kerja Terhadap Jenis Pekerjaan yang Berbeda

Jenis Pekerjaan Sikap Kerja yang Dipilih

Pilihan Pertama Pilihan Kedua Mengangkat beban > 5kg Berdiri Duduk – Berdiri Bekerja di bawah tinggi siku Berdiri Duduk – Berdiri Menjangkau horizontal di luar

daerah jangkauan optimum Berdiri Duduk – Berdiri Pekerjaan ringan dengan

pergerakan berulang Duduk Duduk – Berdiri

Pekerjaan perlu ketelitian Duduk Duduk – Berdiri

Inspeksi dan monitoring Duduk Duduk – Berdiri

Sering berpindah-pindah Duduk – Berdiri Berdiri

Sumber: Helander (1995:60). A Guide to the Ergomic of Manufacturing.

3.3 Nordic Body Map (NBM)

Nurliah(2012) menyatakan salah satu metode untuk mengetahui keluhan MSDs adalah dengan menggunakan kuesioner nordic body map (NBM). NBM adalah peta tubuh untuk mengetahui bagian otot yang mengalami keluhan dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan pekerja. NBM membagi tubuh menjadi nomor 0 sampai 27 dari leher hingga kaki yang akan mengestimasi tingkat keluhan MSDs yang dialami pekerja3

3Nurliah, A, Analisis Risiko Muscoskeletal Disorders (MSDs) pada Operator Forklift di

PT.LLI, 2012.

(20)

Gambar 3.1 Peta Tubuh Keterangan:

0. Sakit leher bagian atas 1. Sakit leher bagian bawah 2. Sakit bahu kiri

3. Sakit bahu kanan 4. Sakit lengan atas kiri 5. Sakit punggung

6. Sakit lengan atas kanan 7. Sakit pinggang

8. Sakit bokong 9. Sakit pantat 10.Sakit siku kiri 11.Sakit siku kanan

12.Sakit lengan bawah kiri 13.Sakit lengan bawah kanan 14.Sakit pergelangan tangan kiri 15.Sakit pergelangan tangan kanan 16.Sakit tangan kiri

17.Sakit tangan kanan 18.Sakit paha kiri 19.Sakit paha kanan 20.Sakit lutut kiri

21.Sakit lutut kanan 22.Sakit betis kiri 23.Sakit betis kanan

24.Sakit pergelangan kaki kiri 25.Sakit pergelangan kaki kanan 26.Sakit kaki kiri

(21)

V-1 3.4 REBA (Rapid Entire Body Assesment)

REBA merupakan suatu metode penilaian postur untuk menilai faktor resiko gangguan tubuh keseluruhan. Data yang dikumpulkan adalah data mengenai postur tubuh, kekuatan yang digunakan, jenis pergerakan atau aksi, pengulangan, dan pegangan. Skor akhir REBA dihasilkan untuk memberikan semua indikasi tingkat resiko dan tingkat keutamaan dari sebuah tindakan yang harus diambil4

1. Grup A, terdiri atas:

.Pada masing-masing tugas, menilai faktor postur tubuh dengan penilaian pada masing-masing grup yang terdiri atas dua grup, yaitu:

a. Batang tubuh (trunk) b. Leher (neck)

c. Kaki (legs) 2. Grup B, terdiri atas:

a. Lengan atas (upper arm) b. Lengan bawah (lower arm) c. Pergelangan tangan (wrist)

Pada masing-masing grup, diberikan suatu skala skor postur tubuh dan suatu pernyataan tambahan. Diberikan juga faktor beban atau kekuatan dan

coupling.

REBA dapat digunakan ketika penilaian postur kerja diperlukan dalam sebuah pekerjaan:

4

(22)

1. Keseluruhan bagian badan digunakan.

2. Postur tubuh statis, dinamis, cepat berubah, atau tidak stabil.

3. Melakukan sebuah pembebanan seperti: mengangkat benda baik secara rutin ataupun sesekali.

4. Perubahan dari tempat kerja, peralatan, atau pelatihan pekerja sedang dilakukan dan diawasi sebelum atau sesudah perubahan.

Berikut ini adalah faktor-faktor yang dinilai pada metode REBA. 1. Grup A, terdiri dari :

a. Batang tubuh (trunk)

Gambar 3.2 Postur Batang Tubuh (Trunk)

Tabel 3.2 Penilaian Batang Tubuh (Trunk)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Posisi normal 1

+1 jika batang tubuh berputar/bengkok/bungkuk 0 - 200 (ke depan dan belakang) 2

<-200 atau 20 - 600 3

(23)

b. Leher (neck)

Gambar 3.3 Postur Tubuh Bagian Leher (Neck)

Tabel 3.3 Penilaian Leher (Neck)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

0 - 200 1

+1 jika leher berputar/bengkok >200- ekstensi 2

c. Kaki (legs)

Gambar 3.4 Postur Tubuh Bagian Kaki (Legs)

Tabel 3.4 Penilaian Kaki (Legs)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Posisi normal/seimbang

(24)

d. Beban (load)

1 2 3

Gambar 3.5 Ukuran Beban (Load)

Tabel 3.5 Penilaian Beban (Load)

Pergerakan Skor Skor Pergerakan

<5 kg 0

+1 jika kekuatan cepat

5 - 10 kg 1

>10 kg 2

2. Grup B, terdiri dari:

a. Lengan atas (upper arm)

Gambar 3.6 Postur Tubuh Bagian Lengan Atas (Upper Arm)

Tabel 3.6 Penilaian Lengan Atas (Upper Arm)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

200 (ke depan dan belakang) 1 +1 jika bahu naik

+1 jika lengan berputar/bengkok -1 miring, menyangga berat lengan

>200 (ke belakang) atau 20 - 450 2

45 - 900 3

(25)

b. Lengan bawah (lower arm)

Gambar 3.7 Postur Lengan Bawah

Tabel 3.7 Skor Lengan Bawah

Pergerakan Skor

60 - 1000 1

<600 atau >1000 2

c. Pergelangan tangan (wrist)

Gambar 3.8 Postur Pergelangan Tangan Tabel 3.8 Skor Pergelangan Tangan (wrist)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

0-150 (ke atas dan bawah) 1

(26)

d. Coupling

Tabel 3.9Coupling

Coupling Skor Keterangan

Baik 0 Kekuatan pegangan baik

Sedang 1 Pegangan bagus tapi tidak ideal atau kopling cocok dengan bagian tubuh Kurang baik 2 Pegangan tangan tidak sesuai walaupun

mungkin

Tidak dapat diterima 3

Kaku, pegangan tangan tidak nyaman, tidak ada pegangan atau kopling tidak sesuai dengan bagian tubuh

Tabel 3.10 Skor Aktivitas

Aktivitas Skor Keterangan

Postur statik +1 1 atau lebih bagian tubuh statis/diam Pengulangan +1 Tindakan berulang-ulang

Ketidakstabilan +1

Tindakan menyebabkan jarak yang besar dan cepat pada postur (tidak stabil)

Skor REBA kemudian diperiksa terhadap tingkat tindakan (Tabel 2.11). ini adalah ketetapan dari nilai yang sesuai untuk meningkatkan urgensi untuk kebutuhan dalam melakukan perubahan.

Tabel 3.11 Tingkat Tindakan REBA

Skor REBA Tingkat Risisko Action Level Tindakan

1 Diabaikan 0 Tidak perlu

2-3 Rendah 1 Mungkin perlu

(27)

Tabel 3.11 Tingkat Tindakan REBA (Lanjutan)

Skor REBA Tingkat Risisko Action Level Tindakan

8-10 Tinggi 3 Perlu segera

11-15 Sangat tinggi 4 Sekarang juga

3.5 Beban Kerja

3.5.1 Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja

Secara umum beban kerja dan kapasitas kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks, baik faktor eksternal dan internal5

1. Beban kerja karena faktor eksternal

.

Faktor eksternal adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja, yang termasuk beban kerja eksternal adalah tugas (task) itu sendiri, organisasi dan lingkungan kerja. Ketiga faktor tersebut disebut stressor.

a. Tugas-tugas (tasks) yang dilakukan baik yang bersifat fisik, seperti stasiun kerja, kondisi atau medan, sikap kerja, dan lain-lain. Sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental seperti kompleksitas pekerjaan, atau tingkat kesulitan pekerjaan yang mempengaruhi tingkat emosi pekerja, tanggung pekerja, dan lain-lain.

b. Organisasi kerja yang dapat mempengaruhi beban kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, sistem kerja, musik kerja, pelimpahan dan wewenang kerja, dan lain-lain.

5

(28)

c. Lingkungan kerja yang dapat memberikan beban tambahan kepada pekerja adalah :

1) Lingkungan kerja fisik seperti: mikroklimat, intensitas kebisingan, intensitas cahaya, vibrasi mekanis, dan tekanan udara

2) Lingkungan kerja kimiawi seperti debu, gas-gas pencemar udara, dan lain-lain.

3) Lingkungan kerja biologis, seperti bakteri, virus, parasit, dan lain-lain.

4) Lingkungan kerja fisiologis seperti penempatan dan pemilihan karyawan, hubungan sesama pekerja, pekerja dengan atasan, pekerja dengan lingkungan sosial, dan lain-lain.

2. Beban kerja karena faktor internal

Faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri sebagai akibat adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Reaksi tersebut disebut strain, besar kecilnya strain dapat dinilai baik secara objektif maupun subjektif. Secara objektif yaitu melalui perubahan reaksi fisiologis, secara subjektif dapat melalui perubahan fisiologis dan perubahan perilaku. Secara singkat faktor internal meliputi :

a. Faktor somatic (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan, kondisi kesehatan).

(29)

3.6 Antropometri

Istilah Antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia (Wignjosoebroto, 1995)6

6

Sritomo wignjosoebroto, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu, Edisi Pertama, Cetakan keempat, (Surabaya: Guna Widya, 1995), h. 60

.

Anthopometri juga bisa diartikan suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia ukuran, bentuk, dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk pananganan masalah desain. Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran, (tinggi, lebar, dan sebagainya), berat, dan lain-lain yang berbeda satu dengan yang lainnya.

(30)

3.6.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengukuran Antropometri

Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi ukuran tubuhnya. Di sini ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus memperhatikan faktor-faktor tersebut yang antara lain adalah7

1. Umur. Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar,seiring dengan bertambahnya waktu, yaitu sejak awal kelahiranya sampai dengan umur sekitar 20 tahunan. Dari suatu penelitian yang dilakukan olehA.F.Roche dan G.H.Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan bahwa laki-laki akan tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia 21,2 tahun, sedangkan wanita 17,3 tahun, meskipun ada sekitar 10% yang masih terus bertambahtinggi sampai usia23,5 tahun (laki-laki) dan 21,1 tahun (wanita). Setelah itu, tidak akan terjadi pertumbuhan bahkan akan cendrung berubah menjadi penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan.

:

2. Jenis kelamin (sex). Dimensi ukuran tubuh laki-laki umunya akan lebih besar dibandingkan dengan wanita,terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul, dan sebagainya.

3. Suku/bangsa (ethnic). Setiap suku,bangsa ataupun kelompok etnik akan memilki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainya.

4. Jenis pekerjaan. Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan dalam seleksi karyawan/stafnya. Sepertinya misalnya: buruh dermaga/pelabuhan adalah harus mempunyai postur tubuh yang relatif lebih

7

(31)

besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran pada umumnya. Apalagi dibandingkan dengan jenis pekerjaan militer.

5. Cacat tubuh, dimana data antropometri disini akan diperlukan untuk perancangan produk bagi orang-orang cacat (kursi roda, kaki/tangan palsu, dan lain-lain).

6. Tebal/tipisnya pakaian yang harus dikenakan, dimana faktor iklim yang berbeda akan memberikan variasi yang berbeda-beda pula dalam bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian. Dengan demikian dimensi tubuh orangpun akan berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain.

7. Kehamilan (pregnancy), dimana kondisi semacam ini jelas akan mempengaruhi bentuk dan ukuran tubuh (khusus perempuan). Hal tersebut jelas memerlukan perhatian khusus terhadap produk-produk yang dirancang bagi segmentasi seperti ini.

3.6.2 Prinsip-prinsip Penggunaan Data Antropometri

(32)

1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim. Di sini rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2 sasaran produk, yaitu: bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya dan tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari populasi yang ada). Agar bisa memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran yang diaplikasikaan dengan cara: untuk memenuhi yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk umumnya didasarkaan pada nilai persentil yang tersebar seperti 90-th, 95-th, atau 99-th persentil. Contoh konkrit pada kasus ini dapat dilihat pada penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat. Untuk dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan nilai persentil yang paling rendah (1-th, 5-th, 10-th persentil) dari distribusi data antropometri yang ada. Sebagai contoh penetapan jarak jangkauan dari suatu mekanisme kontrol yang harus dioperasikan oleh seorang pekerja.

2. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang ukuran tertentu.

(33)

untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel, semacam ini maka data antropometri yang umum diaplikasikan adalah dalam rentang nilai 5-th sampai dengan 95-th persentil.

3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata

Dalam hal ini rancangan produk didasarkan pada rata-rata ukuran manusia. Problem pokok yang dihadapi dalam hal ini justru sedikit sekali mereka yang berbeda dalam ukuran rata-rata. Di sini produk dirancang dan dibuat untuk mereka yang berukuran sekitar rata-rata, sedangkan bagi mereka yang memilki ukuran ekstrim akan dibuat rancangan tersendiri.

3.6.3 Dimensi Tubuh Pengukuran Data Antropometri

Berkaitan dengan posisi tubuh manusia dikenal dua cara pengukuran, yaitu:

1. Antropometri Statis (Structural Body Dimensions)

Disini tubuh diukur dalam berbagai posisi standard dan tidak bergerak (tetap tegak sempurna). Dimensi tubuh yang diukur meliputi berat badan, tinggi tubuh, dalam posisi berdiri, maupun duduk, ukuran kepala, tinggi/panjang lutut, pada saat berdiri/duduk, panjang lengan, dan sebagainya.

2. Antropometri Dinamis (Functional Body Dimensions)

Disini pengukuran dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat berfungsi melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan yang harus diselesaikan (Wignjosoebroto, 1995).

(34)

diperlukanpengambilan ukuran dimensi anggota tubuh. Penjelasan mengenai pengukurandimensi antropometri tubuh yang diperlukan dalam perancangan dijelaskan pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9 Antropometri untuk Perancangan Produk Sumber: Wignjosoebroto, 1995

Keterangan :

1 : Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai sampai dengan ujung kepala).

2 : Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak. 3 : Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak.

4 : Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus).

5 : Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam gambar tidak ditunjukkan).

6 : Tinggi tubuh dalam posisi duduk (di ukur dari alas tempat duduk pantat sampai dengan kepala).

(35)

9 : Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus). 10 : Tebal atau lebar paha.

11 : Panjang paha yang di ukur dari pantat sampai dengan. ujung lutut.

12 : Panjang paha yang di ukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari lutut betis.

13 : Tinggi lutut yang bisa di ukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk. 14 : Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang di ukur dari lantai sampai dengan

paha.

15 : Lebar dari bahu (bisa di ukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk). 16 : Lebar pinggul ataupun pantat.

17 : Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak ditunjukkan dalam gambar).

18 : Lebar perut.

19 : Panjang siku yang di ukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam posisi siku tegak lurus.

20 : Lebar kepala.

21 : Panjang tangan di ukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari. 22 : Lebar telapak tangan.

23 : Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar kesamping kiri kanan (tidak ditunjukkan dalam gambar).

24 : Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak.

(36)

3.6.4 Aplikasi Distribusi Normal dalam Penetapan Data Antropometri Data antropometri sangat diperlukan agar rancangan suatu produk dapat sesuai dengan orang yang akan mengoperasikannya. Ukuran tubuh yang diperlukan pada hakikatnya tidak sulit diperoleh dari pengukuran secara individual, seperti halnya yang dijumpai untuk produk yang dibuat berdasarkan pesanan (job order)8.

Situasi menjadi berubah jika lebih banyak lagi produk standar yang harus dibuat untuk dioperasikan oleh banyak orang. Permasalahan yang timbul adalah ukuran siapakah yang digunakan sebagai acuan untuk mewakili populasi yang ada. Karena pastinya ukuran setiap individu akan bervariasi satu dengan populasi yang menjadi target sasaran produk yang akan dirancang.

Agar permasalahan yang terdapat adanya variasi ukuran sebenarnya akan lebih mudah dipecahkan jika dapat merancang produk yang memiliki fleksibilitas dan adjustabel dengan suatu rentang ukuran tertentu. Gambar 2.10. menjelaskan dalam antropometi, angka persentil 95 akan menggambarkan ukuran tubuh manusia yang terbesar dan persentil 5 menggambarkan ukuran tubuh manusia yang terkecil.

Gambar 3.10 Kurva Distribusi Normal dengan Persentil 95-th

8

(37)

Tabel 3.12 menunjukkan pemakaian nilai-nilai persentil yang diaplikasikan dalam perhitungan data Antropometri.

Tabel 3.12Persentil dan Cara Perhitungan Dalam Distribusi Normal

Persentil Perhitungan 1-th �̅ - 2.325 2.5-th �̅ - 1.96

5-th �̅ - 1.645 10-th �̅ - 1.28

50-th �̅

90-th �̅+ 1.28

95-th �̅ + 1.645 97.5-th �̅ + 1.96

99-th �̅ + 2.325

3.6.5 Aplikasi Antropometri dalam Perancangan Produk

Antropometri menyajikan data ukuran dari berbagai macam anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya dalam merancang suatu produk. Agar rancangan tersebut nantinya bisa disesuaikan dengan ukuran tubuh manusia yang akan mengoperasikan, maka prinsip-prinsip apayang harus diambil di dalam aplikasi data antropometri tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu seperti diuraikan berikut ini :

1. Prinsip Perancangan Produk Bagi Individual Dengan Ukuran Yang Ekstrim. Di sini rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2 (dua) sasaran produk, yaitu :

(38)

b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari ada).

Agar bisa digunakan untuk memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran tubuh yang diaplikasikan ditetapkan dengan cara :

a. Dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk umumnya didasarkan pada nilai persentil yang terbesar seperti 90-th, 95-th atau 99-th persentil. Contoh konkrit pada kasus ini bisa dilihat pada penetapan ukuran miinimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat, dan lain-lain.

b. Dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan nilai persentil yang paling rendah (1-th, 5-th atau 10-th percentile) daridistribusi data antropometri yang ada. Hal ini diterapkan untuk sebagai contoh dalam penerapan jarak jangkau dari suatu mekanisme kontrol yang harus dioperasikan oleh seorang pekerja.

Aplikasi data antropometri umumnya digunakan untuk perancangan produk ataupun fasilitas kerja akan menetapkan nilai 5-th persentil untuk dimensi maksimum dan 95-th persentil untuk dimensi minimumnya.

2. Prinsip Perancangan Produk Yang Bisa Dioperasikan di Antara Rentang Ukuran Tertentu.

(39)

sandarannya pun bisa berubah-ubah sesuai dengan yang diinginkan. Dalam kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksible, semacam ini maka data antropometri yang umum diaplikasikan adalah dalam rentang nilai 5-th s/d 95-th persentil.

3. Prinsip Perancangan Produk dengan Ukuran Rata-Rata.

Rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia. Problem pokok yang dihadapi dalam hal ini justru sedikit sekali mereka yang berbeda dalam ukuran rata-rata. Di sini produk dirancang dan dibuat untuk mereka yang berukuran sekitar rata-rata, sedangkan bagi mereka yang memiliki ukuran ekstrim akan dibuatkan rancangan tersendiri.

Maka adapun beberapa saran/rekomendasi yang bisa diberikan sesuai dengan langkah - langkah seperti berikut :

a. Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh yang mana yang nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut. b. Tentukan dimensi tubuh mana yang penting dalam proses perancangan

(40)

c. Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai “Market Segmentation” seperti produk mainan untuk anak-anak, peralatan rumah tangga untuk wanita dan lain-lain.

d. Pilih presentase populasi yang harus diikuti: 90-th, 95-th, 99-th ataukah nilai persentil yang lain yang dikehendaki.

e. Untuk setiap dimensi tubuh yang telah didefinisikan selanjutnya pilih/tetapkan nilai ukurannya dari tabel data antropometri yang sesuai. Aplikasikan data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan (gloves), dan lain lain.

3.6.6 Uji Keseragaman Data dan Kecukupan Data

Uji keseragaman data dimaksudkan untuk menentukan bahwa populasi data sampel yang digunakan memiliki penyeimbangan yang normal dari rata-ratanya pada tingkat kepercayaan/signifikansi9

9 Sritomo wignjosoebroto, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu, Edisi Pertama, Cetakan keempat, (Surabaya: Guna Widya), h 185.

(41)

berada di luar BKA dan BKB, maka data tersebut dikatakan berada dalam keadaan tidak terkendali.

Nilai batas kontrol atas dan batas kontrol bawah dapat dihitung apabila nilai standar deviasi telah diketahui. Berikut ini merupakan rumus untuk menghitung standar deviasi dari suatu kumpulan data.

σ

(

)

Berikut merupakan rumus yang digunakan untuk menghitung BKA dan BKB dari suatu kumpulan data.

σ

(42)

3.6.7Uji Kecukupan Data

Uji kecukupan data dimaksudkan untuk menentukan sampel minimum yang dapat diolah untuk proses selanjutnya. Uji kecukupan data ini dimaksudkan untuk menentukan apakah sampel data yang dikumpulkan sudah cukup atau belum. Uji ini memiliki lambang N dan N’.

Rumus umum :

�’ =

⎝ ⎛ �

����∑ �� 2

� −(∑ �)2 ∑ ��

⎠ ⎞ 2

Dimana :

N’ = Jumlah pengamatan teoritis yang diperlukan N = Jumlah pengamatan aktual yang dilakukan Xi = Data pengamatan ( hasil pengukuran ) k = Tingkat kepercayaan

s = Tingkat ketelitian dalam bentuk persen (%)

(43)

3.6.8 Uji Distribusi Normal dengan Kolmogorov – Smirnov Test

Uji kolmogorov smirov merupakan pengujian normalitas yang banyak digunakan. Uji Kolmogorov – Smirnovadalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat yang lain, yang sering terjadi pada uji normalitas dengan menggunakan grafik. Data yang mempunyai distribusi yang normal merupakan salah satu syarat dilakukannya

parametric-test. Untuk data yang tidak mempunyai distribusi normal tentu saja

analisisnya menggunakan non parametric-test10

10 Andi Supangat, Statistika dalam Kajian Deskriptif, Inferensi dan Nonparametrik,(Jakarta: Kencana, 2008) h.307-311.

.

Konsep dasar dari uji normalitas kolmogorov smirov adalah dengan membandingkan distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal baku. Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk Z-Score dan diasumsikan normal.

(44)

Yang diperbandingkan dalam suatu uji kolmogorov-smirnov adalah distribusi frekuensi komulatif hasil pengamatan dengan distribusi frekuensi komulatif yang diharapkan (actual observed cumulative frequency dengan

expected cumulative frequency)

Langkah-langkah yang diperlukan dalam pengujian ini adalah:

1. Susun data dari hasil pengamatan mulai dari nilai pengamatan terkecil sampai nilai pengamatan terakhir.

2. Kemudian susunlah ditribusi frekuensi kumulatif relatip dari pengamatan tersebut, dan notasikanlah dengan Fa (X)

3. Menghitung nilai Z dengan rumus:

σ

x X

Z = −

Dimana : Z = Satuan baku pada dsitribusi normal X = nilai data

x = mean

σ = standar deviasi

4. Menghitung distribusi frekuensi kumulatif teoritis (berdasarkan area kurva normal) dan notasikan dengan Fe (X)

5. Menghitung selisih antara Fa (X) dengan Fe (X)

6. Mengambil angka selisih maksimum dan notasikan dengan D

(45)

H0 diterima D ≤ Dα : H0 ditolak apabila D ≥ Dα

(46)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di CV. Wolkenyang berlokasi di Jl. Sempurna Ujung - Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni sampai September 2015.

4.2. Objek Penelitian

Adapun objek penelitian yang diamati adalah operator pada bagian pengisian bantal di CV. Wolken

4.3. Jenis Penelitian.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian terapan berupa penelitian deskriptif (deskriptif research) yaitu penelitian yang berusaha untuk memaparkan pemecahan masalah terhadap suatu masalah yang ada dan hasilnya dapat diterapkan secara langsung untuk memecahkan permasalahan yang ada secara sistematis dan aktual berdasarkan data. Penelitian ini meliputi proses pengumpulan, penyajian dan pengolahan data, serta analisis dan interpretasi data11

11

Sinulingga, Sukaria. 2011. Metodologi Penelitian. USU Press. Medan. Hal. 29-31.

(47)

4.4. Populasi dan Sampel

Sampel penelitian ini adalah seluruh anggota populasi operator pada bagian pengisian bantal yang berjumlah 2 orang.

4.5. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam penelitian dilakukan berdasarkan keluhan yang dirasakan pada beberapa bagian tubuh pekerja yang dipengaruhi oleh postur kerja operator dan fasilitas kerja pada bagian pengisian bantal. Keluhan yang dirasakan operator disebabkan tidak adanya fasilitas kerja dan postur kerja yang ergonomis sehingga dilakukan usulan perancangan fasilitas kerja sesuai dengan antropometri dan dimensi fasilitas aktual.

4.6. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa instrument untuk membantu dalam pengumpulan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Kuesioner Standard Nordic Questioner (SNQ) untuk mendapatkan data faktor individu (usia, jenis kelamin, masa kerja) dan tingkat keluhan MSDs perbagian tubuh yang dirasakan responden yang disebabkan karena kondisi kerja.

2. Kamera, untuk melihat kondisi postur kerja operator pada proses pengisian bantal.

3. Human Body Martin digunakan untuk mengukur antropometri tubuh pekerja.

(48)

4.7. Metode Penelitian

Pada bagian ini akan menjelaskan tentang metode pengumpulan data, pengolahan data, serta analisis pemecahan masalah.

4.7.1. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan meliputi : 1. Data Primer

a. Data mengenai keluhan rasa sakit pada bagian tubuh operator dengan menggunakan Standard Nordic Questioner (SNQ). Data ini berisi keluhan operator berdasarkan kategori sangat sakit diberi bobot 3, sakit diberi bobot 2, agak sakit diberi bobot 1 dan tidak sakit diberi bobot 0.

b. Data postur kerja tiap elemen gerakan pada bagian pengisian bantal.

c. Data dimensi fasilitas kerja aktual yang diperoleh dengan menggunakan meteran.

d. Data proses pengisian bantal yang diuraikan secara rinci. e. Data dimensi tubuh operator, yaitu:

1) Jangkauan tangan (JT)

2) Diameter genggaman tangan (DG) 2. Data Sekunder

(49)

4.7.2. Metode Pengolahan Data

Pada tahap ini, data yang diperoleh selama pengamatan diolah sesuai dengan teknik analisis data yang digunakan.

1. Kuesioner Standard Nordic Questioner (SNQ)dilakukan dengan mengumpulkan kuesioner dari responden penelitian serta memeriksa kelengkapan isian kuesioner apakah sudah terisi semua atau tidak. Hal ini dilakukan untuk menentukan bagian tubuh yang mengalami keluhan

musculoskeletal berdasarkan tingkat keluhannya.

2. Penilaian postur kerja dengan metode REBA. Metode REBA dilakukan dengan mengamati pekerjaan yang dianalisis dengan mengambil gambar responden dalam posisi kerjanya. Menghitung susdut antara posisi kerja dengan postur normal. Mengisi skor untuk setiap posisi kerja pada lembar penilaian REBA kemudian dihitung skornya.

(50)

4.8. Analisis Pemecahan Masalah

Analisis pemecahan masalah mengacu pada analisis kuisioner Standard

Nordic Questioner (SNQ),.Analisis terhadap postur kerja aktual. Analisis

terhadap fasilitas aktual dan rancangan fasilitas kerja usulan.

(51)

Gambar 4.2Block Diagram Penelitian

Keluhan Musculoskeletal disorders yang dialami operator karena fasilitas kerja yang tidak ergonomis dan usulan rancangan metode kerja yang baru.

PenetapanTujuan

- Mengetahui Bagian Tubuh yang memiliki Keluhan Musculoskeletal - Mengetahui Penilaian Postur Tubuh yang Perlu dilakukan Perbaikan - Merancang Fasilitas kerja usulan yang Ergonomis

- Merancang SOP Usulan berdasarkan Metode Kerja Usulan

Pengumpulan Data

Pengumpulan Data Primer

1. Keluhan Rasa Sakit yang dialami Pekerja (Penilaian Form SNQ) 2. Postur Kerja Pekerja

3. Dimensi Tubuh Pekerja (Pengukuran Antropometri)

Pengumpulan Data Sekunder

1. Informasi Mengenai Perusahaan (Wawancara)

2. Prosedur kerja (Pengamatan dan Wawancara)

Pengolahan Data

- Pengolahan SNQ

- Penentuan skor dan level resiko postur kerja aktual dengan REBA - Perolehan dimensi yang dibutuhkan untuk rancang fasilitas, serta - Pengujian keseragaman, kecukupan dan kenormalan data

AnalisisPemecahanMasalah

- Analisa Keluhan Operator berdasarkan Kuisioner SNQ

- Rancangan fasilitas kerja yang sesuai dengan sikap kerja yang aman

- Rancangan metode kerja usulan berdasarkan fasilitas kerja baru

- Perbandingan antara metode kerja usulan dengan metode kerja actual b

(52)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1 Pengumpulan Data

Data yangdikumpulkan dalampenelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Uraian proses kerja aktual

2. Data hasil keluhan Musculoskeletalberdasarkan kuisioner SNQ 3. Data postur kerja operator bagian stasiun pengisian bantal 4. Data dimensi tubuh operator

5.1.1. Uraian Proses Kerja Aktual

Adapun pembagian operator pada uraian proses kerja aktual pada stasiun pengisian bantal dapat dilihat pada Tabel 5.1

Tabel 5.1 Pembagian Operator Stasiun Pengisian Bantal

No. Operator Bagian Tugas

1 Pencacah dacron Memasukan dacron ke mesin

pencacah

2 Pencacah dacron Memasukan dacron ke mesin

pencacah

3 Pengisian bantal Mengumpulkan dacron setelah dacron dicacah dari mesin pencacah dan mengisi dacron ke sarung bantal

(53)

Layout dari proses kerja aktual yang terjadi pada bagian pengisian bantal dapat dilihat pada Gambar 5.1

Gambar 5.1 Layout Kegiatan Pengisian Bantal Keterangan :

1. Bagian pencacahan dacron 2. Bagian pengisian dacron 3. Gudang produk

4. Gudangbahan baku 5. Bagian penjahitan 6. Bagian administrasi 15 m

20 m

2 3

1 4 5

6

8 m

7 m

(54)

Uraian proses kerja aktual pada CV. Wolken dari pencacahan dacron sampai pengisian bantal dapat dilihat pada uraian dibawah ini :

6. Operator pencacahan dacron

a. Bahan baku utama dacron halus dan kasar dicampurkan, agar menyatu pada saat dicacah di dalam mesin.

Gambar 5.2 Dacron Kasar dan Dacron Halus

b. Operator mengembangkan dacron dengan menggunakan tangan yang akan dimasukan ke dalam mesin pencacah, tujuannya agar dacron tersebut lebih mudah mengembang pada saat pencacahan di dalam mesin.

(55)

c. Operator memasukan dacron kedalam mesin pencacah secara perlahan-lahan.

Gambar 5.4Operator Memasukan Dacron ke dalam Mesin Pencacah

7. Operator pengisian bantal

a. Operator mengumpulkan dacron setelah dicacah dalam mesin pencacah.

(56)

b. Hasil dari dacronyang sudah dikumpulkan kemudian diantar kebagian pengisiandacron ke sarung bantal.

Gambar 5.6 Operator Mengantar Dacron ke Tempat Pengisian Bantal

c. Operator mengisi dacron kedalam sarung bantal.

(57)

5.1.2 Data Standard Nordic Questionnaire (SNQ)

Standard Nordic Questionnaire (SNQ) dibuat untuk mengetahui keluhan

(58)

= Tidak Sakit = Agak Sakit = Sakit = Sangat Sakit

Gambar 5.8Keluhan Pada Operator 1

12

14 16

10 4

2

o

1

5

7

3

6

11

13

15 17 8

9

18 19

20 21

22 23

24 25

(59)

= Tidak Sakit = Agak Sakit = Sakit = Sangat Sakit

Gambar 5.9Keluhan Pada Operator 2

12

14 16

10 4

2

o

1

5

7

3

6

11

13

15 17 8

9

18 19

20 21

22 23

24 25

(60)

Kategori yang dirasakan saat bekerja adalah sebagai berikut:

1. Tidak sakit, artinya bahwa operator tidak terasa nyeri sedikitpun pada bagian tubuh karena kontraksi otot yang terjadi berjalan normal.

2. Agak sakit, artinya bahwa operator mulai terasa nyeri, namun rasa nyeri yang timbul tidak membuat operator jenuh atau cepat lelah.

3. Sakit artinya bahwa operator merasakan nyeri yang cukup hebat dan keadaan ini membuat operator mulai jenuh dan cepat lelah.

4. Sangat sakit, artinya bahwa operator merasakan nyeri yang sangat luar biasa disertai dengan ketegangan (kontraksi otot yang sangat hebat) sehingga membuat operator merasakan jenuh dan kelelahan yang cukup besar.

5.1.3 Data Postur Kerja Operator Bagian Pengisian Bantal

Postur kerja yang diamati adalah kegiatan yang akan dianalisa untuk mengetahui tindakan yang diperlukan untuk dilakukan perbaikan. Elemen kegiatan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Mengambil dacron yang berserakan di dinding area kerja pencacahan 2. Mengumpulkan dacron dari tempat pencacahan

3. Mengantar dacron yang telah terkumpul ke bagian pemasukan dacron 4. Memasukan dacron ke sarung bantal

(61)

Tabel 5.2 Kegiatan Operator Pengisian Bantal yang Diamati

No Kegiatan Gambar

1 Mengambil dacron yang

berserakan di dinding area kerja pencacahan.

2 Mengumpulkan dacron dari tempat pencacahan

3 Mengantar dacron yang telah terkumpul ke bagian pemasukan dacron

(62)

5.1.4. Data Waktu Keluhan Operator

Dari pengamatan yang diperoleh secara langsung terhadap pekerjaan pengisian bantal, maka diperoleh data waktu keluhan operator selama jam kerja lebih kurang 7 jam/hari pada pengisian bantal yang dapat dilihat pada Tabel.5.3

Tabel 5.3Data Waktu Keluhan Pengisian Bantal

No Elemen

Kegiatan Operator 10

2 Mengumpulkan dacron

Sumber : Pengambilan Data dari CV. Wolken

5.1.5. Data Fasilitas Kerja Aktual

Data fasilitas yang digunakan untuk merancang alat bantuadalah spesifikasi ukuran mesin pencacah dacron, dimana dari fasilitas aktual didapat ukuran dan tinggi mesin. Gambar mesin dapat di lihat pada Gambar 5.10 dan Gambar 5.11.

(63)

Gambar 5.11Dimensi Mesin Pencacah Dacron

5.1.6 Data Antropometri

Data antropometri diperoleh berdasarkan pengukuran yang dilakukan pada 2 operator pengisian bantal di CV. Wolken.Dimensi yang diambil berjumlah 2 dimensi tubuh yang terkait untuk merancang alat bantu berupa garpu, yaitu : 1. Diameter Genggaman (DG)12

2. Jangkauan Tangan (JT)1 digunakan sebagai penentuan ukuran panjang garpu. atau lebar telapak tangan digunakan sebagai penentuan ukuran diameter pegangan garpu.

12

Sritomo Wignjosoebroto.2008.Ergonomi Studi Gerakan dan Waktu.Hal:60 95 cm

18 cm

17 cm

40 cm

60 cm

25 cm

30 cm

(64)

Data dimensi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.4 dan Tabel 5.5. Tabel 5.4 Dimensi Tubuh Operator

No Nama Dimensi Tubuh

Sumber : Pengambilan Data Operator CV. Wolken

Data dimensi tubuh pekerja CV. Wolken tidak cukup sebagai acuan dalam perancangan fasilitas kerja usulan, sehingga dilakukan penambahan data dimensi tubuh peserta pratikum Laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja dapat dilihat pada Tabel 5.5

Tabel.5.5 Data Dimensi Tubuh Mahasiswa

No DG JT No DG JT

(65)

No DG JT No DG JT

Sumber: Laboratorium Ergonomi dan PSK

(66)

5.2.1. Keluhan Operator Berdasarkan Kuisioner SNQ

Hasil penyebaran kuisioner SNQ menghasilkan data berbagai keluhan yang dialami operator pengisian bantal, yaitu:

a. Merasakan sangat sakit bahu kiri, bahu kanan, lengan bawah kanan,lengan bawah kiri, pergelangan tangan kanan, pergelangan tangan kiri,tangan kiri, tangan kanan, lengan kanan, lengan kiri, pinggang, punggung.

b. Merasakan sakit pada paha kanan, paha kiri, betis kanan, betis kiri, pergelangan kaki kanan, pergelangan kaki kiri, pantat.

5.2.2. Penentuan Level Tindakan Postur Kerja dengan Metode REBA Penilaian dilakukan terhadap tubuh bagian kanan dan kiri dengan menggunakan lembar penilaian Rapid Entire Body Assesesment (REBA)

Assessment Worksheet. Faktor postur tubuh yang dinilai dibagi atas dua kelompok

(67)

1. Operator mengambil dacron yang berserakan di dinding area kerja pencacahan(kanan)

a. Postur Tubuh Grup A 1) Batang tubuh (trunk)

Batang tubuh tegakdiberi skor = 2 2) Postur tubuh bagian leher (neck)

Leher membentuk sudut 20o diberi skor = 2 3) Postur tubuh bagian kaki (legs)

Kaki berdiridengan skor = 1 Beban (load)

Beban <5Kg dengan skor = 0 Skor A = Tabel A + Skor Beban =3 +0= 3

(68)

b. Postur tubuh Grup B

1) Postur tubuh bagian lengan atas (upper arm) Lengan atas membentuk sudut +90o diberi skor = 4 2) Postur tubuh bagian lengan bawah (lower arm)

Lengan bawah membentuk sudut 600 – 1000, skor = 1 3) Postur tubuh bagian pergelangan tangan (wrist)

Sudut pergelangan tangan >15o diberi skor = 2

Coupling

Kekuatan pegangan cukup baik tapi tidak ideal dengan skor = 1 Skor B = Tabel B + Skor Coupling = 5+ 1 = 6

(69)

Kaki 1 2 3

(70)

2. Operator mengambil dacron yang berserakan di dinding area kerja pencacahan (kiri)

c. Postur Tubuh Grup A 4) Batang tubuh (trunk)

Batang tubuh tegakdiberi skor = 2 5) Postur tubuh bagian leher (neck)

Leher membentuk sudut 20o diberi skor = 2 6) Postur tubuh bagian kaki (legs)

Kaki berdiri dengan skor = 1 Beban (load)

(71)

d. Postur tubuh Grup B

4) Postur tubuh bagian lengan atas (upper arm)

Lengan atas membentuk sudut 20 - 45o diberi skor = 2 5) Postur tubuh bagian lengan bawah (lower arm)

Lengan bawah membentuk sudut 600 – 1000, skor = 2 6) Postur tubuh bagian pergelangan tangan (wrist)

Sudut pergelangan tangan >15o diberi skor = 2

Coupling

Kekuatan pegangan cukup baik tapi tidak ideal dengan skor = 1 Skor B = Tabel B + Skor Coupling = 3+ 1 = 4

(72)

Kaki 1 2 3

Perlu tindakan

3 1

(73)

Berdasarkan penilaian REBA yang telah dilakukan terhadap tubuh bagian kanan dan kiri, didapatkan nilai skor REBA adalah 4, 5, 6, 7, 8 dan10. Dapatdisimpulkan bahwa kegiatan berada dalam level sedang sehingga diperlukan tindakan.Rekapitulasi hasil perhitungan postur kerja ditunjukkan pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6Rekapitulasi Hasil Perhitungan Postur Kerja

No Elemen

Kegiatan

Bagian

Tubuh Skor Tindakan Perbaikan

Tingkat Aktivitas

Tingkat

Resiko Tindakan

1 Mengambil 2 Mengumpulkan

dacron

Kanan 10 Perlu perbaikan secepatnya

3 Tinggi Perlu segera Kiri 10 Perlu perbaikan

secepatnya

3 Tinggi Perlu segera

Sumber : Pengolahan Data

(74)

Data antropometri yang sudah diperoleh dari operator selanjutnya ditentukan nilai rata-rata, standar devisiasi, nilai maksimum dan minimum untuk masing-masing item pengukuran. Data dimensi yang telah diukur dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel5.7Data Dimensi Tubuh

No DG JT No DG JT No DG JT

(75)

No DG JT No DG JT

Sumber: Laboratorium Ergonomi & PSK dan CV. Wolken

5.2.3.1 Perhitungan Rata-rata, Standar Deviasi, Nilai Maksimum, dan Minimum

Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan minimum pada masing-masing dimensi tubuh hasil pengukuran akan dijabarkan sebagai berikut.

5.2.3.2 Perhitungan Rata-rata

Untuk menentukan nilai rata-rata pada masing-masing dimensi tubuh hasil pengukuran dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

(76)

Dimana :

Nilai rata-rata pada data diameter gengaman tangan (DG)adalah:

3,8

Nilai rata-rata pada jangkauan tangan (JT)

2

5.2.3.3 Perhitungan Standar Deviasi

Untuk menentukan nilai standar deviasi yaitu standar penyimpangan dari nilai rata-ratanya pada masing-masing dimensi tubuh hasil pengukuran dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

σ

(

)

Nilai standar deviasi pada data diameter gengaman tangan (DG) adalah:

(77)

Nilai standar deviasi pada data jangkauan tangan (JT) adalah:

5.2.3.4 Perhitungan Nilai Minimum dan Maksimum

Nilai minimum adalah nilai terkecil dari hasil pengukuran setelah data diurutkan, sedangkan nilai maksimum adalah nilai yang terbesar dari data hasil pengukuran setelah data diurutkan.

Contoh:

Nilai minimum dan maksimum pada pada data diameter genggaman (DG)adalah:

2

Perhitungan rata-rata, standar deviasi, nilai minimum dan maksimum dari data hasil pengukuran dimensi tubuh dapat dilihat pada Tabel 5.8berikut:

Tabel 5.8 Hasil Pengukuran dengan X, σ, Xmin dan Xmaks

No. Pengukuran X(cm) σ(cm) Xmin (cm) Xmaks (cm)

1 DG 3,8 0,62 2,4 5,2

2 JT 68,2 4,61 60 80

Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Microsoft Excel

5.2.3.5 Uji Keseragaman Data Antropometri

(78)

dilakukan revisi pada data tidak seragam dengan cara membuang data yang out of control tersebut dan melakukan perhitungan kembali.

Untuk menguji keseragaman data digunakan peta kontrol dengan persamaan berikut:

k

Contohuji keseragaman data untukdiameter genggam (DG) dengan tingkat kepercayaan 95% (nilai k = 2)adalah:

Peta kontrol untuk dimensi diameter genggam dapat dilihat pada Gambar 5.14.

Gambar 5.14 Peta Kontrol Dimensi Diameter Genggaman (DG)

Hasil perhitungan keseragaman data untuk masing-masing elemen pengukuran dapat dilihat pada Tabel 5.9.

0

1 3 5 7 9 1113151719212325272931333537394143454749515355575961

Peta Kontrol Genggaman Tangan (DG)

(79)

Tabel 5.9 Uji Keseragaman Data

No. Pengukuran Xmin (cm) Xmaks (cm) BKA BKB Keterangan

1 DG 2,4 5,2 5,06 2,56 Tidak Seragam

2 JT 60 80 81,46 59,05 Seragam

Sumber: Pengolahan Data

Padadiameter genggam (DG)terdapat dua data di luar batas kontrol sehingga perlu dilakukan perhitungan kembali nilai rata-rata, standar deviasi, BKA, dan BKB yaitu sebagai berikut :

Peta kontrol revisi I untuk data diameter genggam (DG) dapat dilihat pada Gambar 5.15.

Gambar 5.15 Peta Kontrol Revisi I Diameter Genggaman (DG)

0

Peta Kontrol Revisi I Diameter Genggam (DG)

(80)

Revisi uji keseragaman data dapat dilihat pada Tabel 5.10.

Tabel 5.10 Uji Keseragaman Data

No. Pengukuran Xmin (cm) Xmaks (cm) BKA BKB Keterangan

1 DG 3 5 4,86 2,65 Tidak Seragam

Sumber: Pengolahan Data

Data Diameter genggam (DG))masih terdapat empatdata di luar batas kontrol sehingga perlu dilakukan perhitungan kembali nilai rata-rata, standar deviasi, BKA, dan BKB yaitu sebagai berikut :

Peta kontrol revisi II untuk data diameter genggam (DG) dapat dilihat pada Gambar 5.16.

Gambar 5.16 Peta Kontrol Revisi II Diameter Genggam (DG)

0

Peta Kontrol Revisi II Diameter Genggam (DG)

(81)

Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa dimensi tubuh diameter genggam (DG) tidak mempunyai data yang out of controlhal ini menunjukan bahwa data sudah seragam.

Hasil perhitungan keseragaman data untuk masing-masing elemen pengukuran dapat dilihat pada Tabel 5.11.

Tabel 5.11Uji Keseragaman Data

No. Pengukuran Xmin (cm) Xmaks (cm) BKA BKB Keterangan N

1 Diameter Genggam 3 4,9 4,96 2,95 Seragam 56

2 Jangkauan Tangan 60 80 81,46 59,05 Seragam 62

Sumber : Hasil Pengolahan Microsoft Excell

5.2.3.6 Uji Kecukupan Data

Uji kecukupan data digunakan untuk menganalisis jumlah pengukuran sampel apakah sudah representatif terhadap populasi yang diwakilinya atau tidak. Untuk uji kecukupan data dengan tingkat ketelitian 5% dan tingkat kepercayaan 95% (harga k adalah 2) dapat digunakan persamaan sebagai berikut:

( )

( )

2

Jika, N`< N maka data sudah cukup untuk melakukan perancangan. N`> N maka data belum cukup untuk melakukan perancangan. Contoh :

Perhitungan data diameter genggam (DG) adalah sebagai berikut : N= 56

(82)

∑ Xi = 3,5+3,7+3,9 + …. + 4,2 + 3,6 = 221,8

Kesimpulan:Data hasil pengukuran yang dilakukan sudah cukup untuk menjadi acuan perancangan fasilitas.

Dengan cara yang sama seperti di atas, maka hasil uji kecukupan data yang diperoleh pada masing-masing elemen pengukuran untuk fasilitas kerja dapat dilihat pada Tabel 5.12 di bawah ini:

Tabel 5.12Uji Kecukupan Data

No. Pengukuran N N’ Keterangan

1 DG 56 25,41 Data Cukup

2 JT 62 7,18 Data Cukup

Sumber: Pengolahan Data

5.2.3.7 Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov

(83)

parameter/statistik data (rata-rata, standar deviasi, dan sebagainya), merupakan data kontinu (hasil pengukuran),sehingga metode kolmogorov-smirnov dapat digunakan untuk melakukan uji kenormalan data.Pengujian kenormalan data dengan kolmogorov-smirnov menggunakansoftware SPSS 17.Hasil pengujian data dengan Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat pada Tabel 5.13.

Tabel 5.13 Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov

Hasil uji dengan software Kolmogorov-Smirnovmenunjukan data tersebut berdistribusi normal.

5.2.3.8 Perhitungan Persentil

Setelah diperoleh data antropometri dari pengukuran seluruh pekerja, selanjutnya ditentukan nilai persentil.Nilai persentil yang dicari adalah persentil 5, 50 dan 95. Cara penentuan nilai persentil data antropometri tersebut adalah sebagai berikut:

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

DG JT

N 56 62

Normal Parametersa,,b Mean 78.9900 8.6548 Std. Deviation 3.88606 9.0559 Most Extreme Differences Absolute .126 .127

Positive .078 .090

Negative -.126 -.127

Kolmogorov-Smirnov Z .799 .825

Asymp. Sig. (2-tailed) .546 .504

(84)

1. Persentil 5

Harga persentil 5 dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut: P5= x� -1,645σx

Dimana:

P5 = Besar persentil 5

x� = Rata-rata

σx = Standar Deviasi dari data x

Diameter genggaman (DG) P5 = x� -1,645σx

= 3,9– 1,645(0,49) = 3,09 cm

2. Persentil 50

Harga persentil 50 dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut: P50 = x�

Dimana:

P50 = besar persentil 50

x� = rata-rata x

Diameter genggaman (DG) P50 = x�

= 3,9 cm 3. Persentil 95

(85)

Dimana:

P95 = besar persentil 95

x� = rata-rata x σx = standar deviasi

Diameter genggaman (DG) P95 = x�+ 1,645σx

= 3,9 + 1,645(0,49) = 4,7cm

Rekapitulasi perhitungan persentil 5, 50 dan 95 untuk masing-masing data dimensi antropometri dapat dilihat pada Tabel 5.14.

Tabel 5.14 Perhitungan Persentil 5, 50 dan 95 untuk Seluruh Dimensi Antropometri

No Dimensi Antropometri P5 (cm) P50 (cm) P95 (cm) 1 Diameter Genggaman (DG) 3,09 3,9 4,7 2 Jangkauan Tangan (JT) 53,31 68,2 83,08

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Berdasarkan data diatas, data dimensi fasilitas usulan garpu yang digunakan yaitu persentil 50

dengan alasan agar sebagian populasi yang ada dapat menggunakan fasilitas yang dirancang.

BAB VI

(86)

6.1. Analisis Kondisi Kerja Aktual

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai analisis tingkat keluhan musculoskeletal berdasarkan SNQ dan postur kerja.

6.1.1. Analisis Keluhan Musculoskletal Disorders Berdasarkan SNQ

Penilaian berdasarkan Standard Nordic Questionaire (SNQ) menunjukan bahwa adanya persamaan dan perbedaan kategori sakit yang dirasakan oleh operator pada proses pengisian bantal. Untuk kategori sakit yang dialami oleh operator pada bagian :

1. Kategori sangat sakit

Terdapat pada bagian bahu kiri, bahu kanan, tangan kiri, tangan kanan, lengan bawah kanan, lengan bawah kiri, pergelangan tangan kanan, pergelangan tangan kiri, pinggang, punggung. Hal ini disebabkan karena operator mengerjakan aktivitas pengisian bantal yang berulang dengan postur kerja yang tidak alamiah.

2. Kategori sakit

Terdapat pada bagian leher bagian atas dan bawah, pergelangan kaki kiri, pergelangan kaki kanan, betis kiri, betis kanan, paha kiri, paha kanan dan pantat. Hal ini disebabkan karena aktivitas yang dilakukan secara berulang pada bagian pengisian bantal.

6.1.2 Analisis SNQ setelah Usulan Fasilitas Kerja baru

(87)

musculoskeletal disorder pada beberapa bagian tubuh pekerja diantaranya pada bahu, tangan,

punggung, pinggang dan kakidikarenakan terjadinya perubahan postur tubuh pekerja dari operator mengumpulkan dacron berserakan di lantai dan di dinding menjadi menampung dacron serta operator dari duduk di lantai menjadi berdiri dalam pengisian dacron ke sarung bantal.

6.1.3 Analisis dan Evaluasi Postur Kerja Operator dengan REBA

Dari hasil penilaian postur kerja dengan menggunakan metode REBA. Seluruh elemen gerakan pada proses pengisian bantal dilakukan dengan postur kerja yang kurang ergonomis. Penilaian level tindakan REBA dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1. Hasil Penilaian Postur Kerja Aktual dengan Metode REBA

No Elemen Kegiatan Bagian Tubuh Skor Tindakan Perbaikan Skor Resiko Tinda 1 Mengambil dacron Kanan 8 Perlu perbaikan secepatnya 8-10 Tinggi Perlu sege

Kiri 6 Perlu perbaikan 4-7 Sedang Perl

2 Mengumpulkan dacron Kanan 5 Perlu perbaikan 4-7 Sedang Perl

Kiri 5 Perlu perbaikan 4-7 Sedang Perl

3 Mengantar dacron Kanan 8 Perlu perbaikan secepatnya 8-10 Tinggi Perlu sege

Kiri 7 Perlu perbaikan 4-7 Sedang Perl

4 Memasukan dacron Kanan 10 Perlu perbaikan secepatnya 8-10 Tinggi Perlu sege Kiri 10 Perlu perbaikan secepatnya 8-10 Tinggi Perlu sege

Pengumpulan Data

Dari penilaian postur kerja aktual dengan REBA dapat disimpulkan bahwa terjadi postur kerja kurang ergonomis yang dilakukan oleh operator pada saat melakukan pekerjaannya yaitu :

1. Aktivitas mengambil dacron

(88)

belakang dan kedua tangan memegang sapu untuk menjangkau dacron. Aktivitas ini menyebabkan keluhan musculoskeletal pada operator seperti bagian pinggang, kaki, tangan dan pergelangan tangan.

2. Aktivitas mengumpulkan dacron

Diperlukan perbaikan, hal ini disebabkan karena operator mengumpulkan dacron yang berserakan di lantai dalam posisi berdiri dengan kepala membentuk sudut sekitar 20o kedepan dan kedua tangan memegang sapu untuk mengumpulkan dacron. Aktivitas ini menyebabkan keluhan musculoskeletal pada operator seperti bagian pinggang, leher, tangan, kaki, pergelangan tangan dan kaki.

3. Aktivitas mengantar dacron

Diperlukan perbaikan, hal ini disebabkan karena operator mengantar dacron yang telah terkumpul ke bagian pemasukan dacron ke sarung bantal dalam posisi berdiri dan kedua tangan mendorong dacron dengan sapu. Aktivitas ini menyebabkan keluhan

musculoskeletal pada operator seperti pada bagian pinggang, kaki, tangan, dan

pergelangan tangan. 4. Aktivitas Mengisi dacron

Diperlukan perbaikan, hal ini disebabkan karena operator mengisi dacron ke sarung bantal dalam posisi duduk di lantai dan kedua tangan menjangkau dacron.

6.2. Pemecahan Masalah

(89)

aktivitas tersebut dikerjakan dengan posisi tubuh lama berdiri dan duduk di lantai. Maka dari itu, rancangan fasilitas kerja baru perlu diusulkan untuk mengurangi keluhan musculoskeletal tersebut. Adapun fasilitas kerja usulan wadah penutup pada tempat pengeluaran dacron dari mesin, penampung dacron dan garpu. Fasilitas usulan yang digunakan sudah sesuai dengan dimensi mesin dan dimensi tubuh operator. Fasilitas usulan yang dirancang dapat dilihat pada Gambar 6.1, Gambar 6.2, Gambar 6.3, Gambar 6.4, Gambar 6.5.

1. Wadah Penutup pada Tempat pengeluaran Dacron

Gambar 6.1Dimensi Wadah Penutup pada Tempat Pengeluaran Dacron

Wadah Penutup pada Tempat pengeluaran dacron berguna untuk agar dacron yang keluar dari mesin pencacah tidak berhamburan keluar dan mempermudah pengumpulan dacron, sehingga operator tidak perlu lagi mengumpulkan dacron menggunakan metode kerja dan postur kerja yang lama. Perancangan fasilitas usulan ini dapat mengurangi / menghilangkan keluhan musculoskeletal pada operator.

16 cm

2 cm

30 cm

17 cm 13 cm

(90)

Dimensi yang di gunakan pada perancangan fasilitas usulan Wadah Penutup pada Tempat pengeluaran dacron di dapat dari dimensi mesin pencacah dacron, adapun dimensi fasilitas usulan Wadah Penutup pada Tempat pengeluaran dacron dari mesin pencacah yaitu :

• Tinggi = 30 Cm

• Panjang = 30 Cm

• Lebar = 16 Cm

• Bahan = Plat besi

• Ketebalan = 3 Cm

2. Penampung Dacron

Gambar 6.2 Penampung Dacron

(91)

Gambar 6.3Dimensi Penampung Dacron

Penampung dacron berguna untuk menampung dacron yang keluar dari mesin pencacah melalui tempat pengeluaran dacron dari mesin pencacah dan mempermudah operator mengantar dacron ke bagian pemasukan dacron serta mempermudah operator untuk memasukan dacron ke dalam sarung bantal, sehingga operator tidak perlu lagi mengumpul dan mengantar dacron menggunakan metode kerja dan postur kerja aktual yang lama. Perancangan fasilitas usulan ini dapat mengurangi / menghilangkan keluhan musculosceletal pada operator pada pengisian bantal. Dimensi yang digunakan pada perancangan fasilitas usulan penampung dacron di dapat dari dimensi mesin pencacah dacron dan melakukan percobaan dengan menggunakan 3 dimensi penampungan dacron. Berikut Percobaan yang dilakukan dengan menggunakan 3 dimensi penampungan dacron dapat dilihat pada Tabel 6.2.

Tabel 6.2 Percobaan Penampungan Dacron

(92)

2 80 x 80 x 65 102 1950 18,62 600 700 29

3 100 x 100 x 75 125 2550 20,4 600 700 29

Sumber: Pengumpulan Data dan Percobaan

Dari 3 percobaan di atas, maka terpilih lah dimensi penampung 100cm x 100cm x 75cm dengan waktu penampungan 125 detik dan waktu pengisian bantal 29 detik, sehingga dapat mengisi bantal sebanyak kurang lebih 5 kali pengisian bantal. Adapun dimensi perancangan fasilitas usulan penampung dacron yaitu :

• Tinggi penampung = 75 cm

• Panjang penampung = 100 cm

• Lebar penampung = 100 cm

• Bahan = kayu

(93)

3. Garpu Menjangkau Dacron

Gamabar 6.4 Garpu Penjangkau Dacron

Gamabar 6.5 Dimensi Garpu Penjangkau Dacron

Perancangan fasilitas usulan garpu berguna untuk menjangkau sisa-sisa dacron yang berserakan. Perancangan fasilitas usulan ini mengurangi keluhan pada operator. Dimensi yang digunakan untuk perancangan fasilitas usulan di dapat dari dimensi tubuh operator. Panjang garpu usulan ditentukan dari jangkauan tangan (JT), diameter

(94)

genggaman garpu usulan ditentukan diameter genggam tangan (DG). Adapun dimensi perancangan fasilitas garpu usulan yaitu :

• Panjang garpu = 68,2 cm

• Diameter pegangan garpu = 3,9 cm

• Bahan = Kayu

Gambar 6.6 Fasilitas Kerja Usulan

(95)

dacron pada tempat pengeluaran dacron. Setelah penampung penuh operator tinggal mengganti tempat penampung dacron yang kosong, sehingga operator pengisian bantal tinggal mengisi bantal dari tempat penampungan dacron. Penampung dacron di buat 3 unit, supaya operator bisa mengganti-ganti tempat penampungan jika sudah penuh. Prosedur kerja menggunakan alat bantu usulan garpu untuk mengumpulkan sisa-sisa dacron yang berserakan di lantai dari penampung dacron setiap 1 jam sekali. Dacron yang berjatuhan di lantai hanya sisa-sisa dari tempat penampung dacron.

6.3 Analisis Kondisi Kerja Setelah Perbaikan

Dengan menggunakan fasilitas kerja yang telah dirancang, terdapat perubahan aktivitas kerja. Simulasi metode kerja baru dapat dilihat pada Gambar 6.7.

(96)

(b)

(97)

(d)

Gambar 6.7 Aktivitas Kerja Setelah Rancangan (a) Operator Menampung Dacron (b) Operator Mengganti Tempat Penampung yang Telah Penuh (c)Operator Membawa Tempat Penampung Dacron yang Telah Penuh (d)Operator Mengisi Dacron ke Sarung

Bantal

Pada metode kerja usulan kegiatan mengumpulkan dacron yang berserakan di lantai sudah dihilangkan. Operator tidak perlu mengumpulkan dacron dengan menggunakan sapu, operator cukup meletakan penampung dacron pada tempat pengeluaran dacron. Setelah penampung penuh operator tinggal mengganti tempat penampung dacron yang kosong, sehingga operator pengisian bantal tinggal mengisi bantal dari tempat penampungan dacron dan fasilitas usulan garpu mengumpulkan sisa-sisa dacron yang berserakan di lantai dari tempat penampung dacron setiap 1 jam sekali.

Perbandingan metode kerja aktual dengan metode kerja usulan dapat dilihat pada Tabel 6.3.

Gambar

Gambar 4.2Block Diagram Penelitian
Gambar 5.1 Layout Kegiatan Pengisian Bantal
Gambar 5.3Operator Mengembangkan Dacron
Gambar 5.4Operator Memasukan Dacron ke dalam Mesin Pencacah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Kamis tanggal dua puluh satu bulan Juni tahun dua ribu dua belas (21-06-2012), kami yang bertanda tangan di bawah ini Panitia Pengadaan

Data kecelakaan mencakup: frekuensi kecelakaan yang dialami responden sewaktu mengendarai sepeda motor roda dua, tipe luka, kecepatan waktu kecelakaan, daerah luka, apakah

Selanjutnya, kondisi interface Pantai Siung adalah sebagai berikut: (a) mempunyai hamparan pasir putih yang luas; (b) mempunyai kondisi ombak sedang; (c) mempunyai bukit karang

Tetapi semua itu tidak berlaku dalam logika televisi karena yang terpenting.. adalah tingginya ratting yang berimplikasi pada berapa iklan yang masuk ke acara

Legato Bowing adalah teknik tangan kanan menggesek lebih dari satu nada secara berurutan dalam satu arah gerakan bow turun atau naik, biasanya digunakan untuk

Dengan cara ini mobil atau motor diparkir tegak lurus, berdampingan, menghadap tegak lurus ke lorong/gang, trotoar, atau dinding. Jenis parkir ini lebih terukur

Pembinaan jiwa korps bertujuan untuk mewujudkan budaya kerja yang dijiwai oleh rasa persatuan dan kesatuan,solidaritas,kebersamaan,tanggung jawab,dedikasi,kreativitas,kebanggaan

Jalan Jenderal Sudirman termasuk koridor Dukuh Atas – Semanggi yang memiliki banyak gedung-gedung tinggi sebagai brand- image konsep Arsitektur Bangunan Tinggi di