• Tidak ada hasil yang ditemukan

KELOMPOK 7 ideologi gender

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KELOMPOK 7 ideologi gender"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 7:

ANALISIS IDEOLOGI GENDER (Mata Kuliah Ekonomi Kependudukan)

Oleh : Kelompok 7

Puspa Ayu (1211021091)

Sunarti (1211021113)

Wayan Ari Suda (1211021126)

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya permasalahan gender di muka bumi telah ada sejak adanya manusia. Gender mencakup hal yang membedakan maskulin dengan feminim. Perbedaan itu didasarkan pada kondisi fisik, fungsi dan kemampuan. Perbedaan tersebut yang memerlukan adanya kesetaraan gender.

Gender pada jaman dahulu sebelum dikenalnya ilmu pengetahuan dan teknologi tidak menjadi permasalahan khususnya bagi kaum feminis. Hal ini disebabkan karena nilai-nilai budaya yang berkembang terkait dengan peran atau pembagian kerja, tanggung jawab serta citra baku laki-laki dan perempuan pada saat itu dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan sah-sah saja. Seiring dengan perkembangan jaman yang diikuti oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, perhatian masyarakat terutama kaum feminis terhadap fenomena sosial yang terkait dengan isu gender mulai menjadi fokus perhatian.

(3)

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini : 1. Apa pengertian dan konsep gender?

2. Apa model yang dapat digunakan dalam analisis gender?

3. Bagaiman gender dalam memepengaruhi pertumbuhan ekonomi?

1.3 Tujuan Makalah

Adapun tujuan dari makalah ini :

1. Untuk mengetahui pengertian dan konsep dasar gender

(4)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Gender

 Kata “Gender” berasal dari bahasa Inggris “gender” berarti “jenis kelamin”. Dalam Webter New World Dictionary, gender diartikan sebagai “perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku”.

 Di dalam Women Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membut pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.

 Hilany M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex and Gender, an Introduction mengatakan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultural ecpectations for women and men), Pendapat ini sejalan dengan pendapat umumnya kaum feminis seperli Linda L. Lindsey, yang menganggap semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-Iaki atau perempuan adalah termasuk bidang kajian gender (what A given society difines as masculine or feminine is a component of gender).  HT. Wilson dalam Sex and Gender mengartikan gender sebagai suatu dasar

untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-Iaki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan.

(5)

 Kantor Menteri Urusan Peranan Wanita dengan ejaan “gender”. Gender diartikan sebagai “interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan perempuan. Gender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian karya yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan.

Dari berbagli definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentilikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial budaya. Gender dalam arti ini mendefinisikan laki-laki dan perempuan dari sudut non biologis. Konsep gender yakni suatu hal yang melekat pada kaum laki-laki alan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural sejarah perbedaan gender (gender difference) antara manum jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu, terbentuknya perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosia1iasikan, diperkuat bahkan dikonstruksi secara sosil dan kultural melalui ajaran keagamaan maupun negara.

(6)

sesuatu yang permanen dan abadi sebagaimana permanen dan abadinya ciri biologis yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki.

Kata „gender‟ dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian gender adalah hasil kesepakatan antar manusia yang tidak bersifat kodrati. Oleh karenanya gender bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu waktu ke waktu berikutnya. Gender tidak bersifat kodrati, dapat berubah dan dapat dipertukarkan pada manusia satu ke manusia lainnya tergantung waktu dan budaya setempat. Definisi gender menurut berbagai pustaka adalah sebagai berikut:

Gender should be conceptualized as a set of relations, existing in social institutions and reproduced in interpersonal interaction“ (Smith 1987; West & Zimmerman 1987 dalam Lloyd et al. 2009: p.8) (gender diartikan sebagai suatu set hubungan yang nyata di institusi sosial dan dihasilkan kembali dari interaksi antar personal).

Gender is not a property of individuals but an ongoing interaction between actors and structures with tremendous variation across men s and women s‟ ‟ lives “individually over the life course and structurally in the historical context of race and class” (Ferree 1990 dalam Lloyd et al. 2009: p.8) (Gender bukan merupakan property individual namun merupakan interaksi yang sedang berlangsung antar aktor dan struktur dengan variasi yang sangat besar antara kehidupan laki-laki dan perempuan „secara individual sepanjang‟ siklus hidupnya dan secara struktural dalam sejarah ras dan kelas).

(7)

inilah merupakan ciptaan Tuhan, bersifat kodrat, tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan dan berlaku sepanjang zaman.

Namun demikian, kebudayaan yang dimotori oleh budaya patriarki menafsirkan perbedaan biologis ini menjadi indikator kepantasan dalam berperilaku yang akhirnya berujung pada pembatasan hak, akses, partisipasi, kontrol dan menikmati manfaat dari sumberdaya dan informasi. Akhirnya tuntutan peran, tugas, kedudukan dan kewajiban yang pantas dilakukan oleh laki-laki atau perempuan dan yang tidak pantas dilakukan oleh laki-laki atau perempuan sangat bervariasi dari masyarakat satu ke masyarakat lainnya. Ada sebagian masyarakat yang sangat kaku membatasi peran yang pantas dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan, misalnya tabu bagi seorang laki-laki masuk ke dapur atau mengendong anaknya di depan umum dan tabu bagi seorang perempuan untuk sering keluar rumah untuk bekerja. Namun demikian, ada juga sebagian masyarakat yang fleksibel dalam memperbolehkan laki-laki dan perempuan melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya perempuan diperbolehkan bekerja sebagai kuli bangunan sampai naik ke atap rumah atau memanjat pohon kelapa, sedangkan laki-laki sebagian besar menyabung ayam untuk berjudi.

2.2 Perbedaan Konsep Gender dan Jenis Kelamin

Pengertian gender itu berbeda dengan pengertian jenis kelamin (sex). Tabel berikut ini menyajikan perbedaan konsep gender dan jenis kelamin dan perbedaan konsep kodrati dan bukan kodrati.

Tabel 2.2.1. Perbedaan konsep jenis kelamin (sex)/ kodrati dan gender/ bukan kodrat beserta contoh-contohnya.

Jenis Kelamin (Seks) Contoh kodrati

Gender

Contoh Bukan Kodrati Peran reproduksi kesehatan berlaku

sepanjang masa.

Peran sosial bergantung pada waktu dan keadaan.

Peran reproduksi kesehatan ditentukan oleh Tuhan atau kodrat.

(8)

Menyangkut perbedaan organ biologis laki-laki dan perempuan khususnya pada bagian alat-alat reproduksi.

Sebagai konsekuensi dari fungsi alat-alat reproduksi, maka perempuan mempunyai fungsi reproduksi seperti menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui; sedangkan laki-laki mempunyai fungsi membuahi (spermatozoid).

Menyangkut perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil kesepakatan atau hasil bentukan dari masyarakat.

Sebagai konsekuensi dari hasil kesepakatan masyarakat, maka pembagian peran laki-laki adalah mencari nafkah dan bekerja di sektor publik, sedangkan peran perempuan di sektor domestik dan bertanggung jawab masalah rumahtangga.

Peran reproduksi tidak dapat berubah; sekali menjadi perempuan dan mempunyai rahim, maka selamanya akan menjadi perempuan; sebaliknya sekali menjadi laki-laki, mempunyai penis, maka selamanya menjadi laki-laki.

Peran sosial dapat berubah:

Peran istri sebagai ibu rumahtangga dapat berubah menjadi pekerja/ pencari nafkah, disamping masih menjadi istri juga.

Peran reproduksi tidak dapat dipertukarkan: tidak mungkin peran laki-laki melahirkan dan perempuan membuahi.

Peran sosial dapat dipertukarkan

Untuk saat-saat tertentu, bisa saja suami dalam keadaan menganggur tidak mempunyai pekerjaan sehingga tinggal di rumah mengurus rumahtangga, sementara istri bertukar peran untuk bekerja mencari nafkah bahkan sampai ke luar negeri menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW).

Membuahi Bekerja di dalam rumah dan dibayar (pekerjaan publik/produktif di dalam rumah) seperti jualan masakan, pelayanan kesehatan, membuka salon kecantikan, menjahit/ tailor, mencuci pakaian/loundry, mengasuh dan mendidik anak orang lain (babbysitter/ pre-school).

Menstruasi Bekerja di luar rumah dan dibayar (pekerjaan publik di luar rumah).

(9)

Menyusui anak/ bayi dengan payudaranya bagi Perempuan

Mengasuh anak kandung, memandikan, mendidik, membacakan buku cerita, menemani tidur.

Menyusui anak bayi dengan menggunakan botol bagi laki-laki atau perempuan.

Sakit prostat untuk Laki-laki Mengangkat beban, memindahkan barang, membetulkan perabot dapur, memperbaiki listrik dan lampu, memanjat pohon/ pagar bagi laki-laki atau perempuan.

Sakit kanker rahim untuk Perempuan Menempuh pendidikan tinggi, menjadi pejabat publik, menjadi dokter, menjadi tentara militer, menjadi koki, menjadi guru TK/SD, memilih program studi SMK-Tehnik Industri, memilih program studi memasak dan merias bagi laki-laki atau perempuan.

Konsep gender menjadi persoalan yang menimbulkan pro dan kontra baik di kalangan masyarakat, akademisi, maupun pemerintahan sejak dahulu dan bahkan sampai sekarang. Pada umumnya sebagian masyarakat merasa terancam dan terusik pada saat mendengar kata “gender”. Berdasarkan diskusi dengan berbagai kalangan, keengganan masyarakat untuk menerima konsep gender disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:3.1

1. Konsep gender berasal dari negara-negara Barat, sehingga sebagian masyarakat menganggap bahwa gender merupakan propaganda nilai-nilai Barat yang sengaja disebarkan untuk merubah tatanan masyarakat khususnya di Timur.

2. Konsep gender merupakan gerakan yang membahayakan karena dapat memutarbalikkan ajaran agama dan budaya, karena konsep gender berlawanan dengan kodrati manusia.

(10)

4. Adanya mind-set yang sangat kaku dan konservatif di sebagian masyarakat, yaitu mind set tentang pembagian peran antara laki-laki dan perempuan adalah sudah ditakdirkan dan tidak perlu untuk dirubah (misalnya kodrati perempuan adalah mengasuh anak, kodrati laki-laki mencari nafkah). Namun mind-set ini sepertinya masih terus berlaku meskipun mengabaikan fakta bahwa semakin banyak perempuan Indonesia menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke luar negeri dan mengambil alih tugas suami sebagai pencari nafkah utama.

Ketidak adilan Gender :

Gender dan Marginalisasi Perempuan

Proses marginalisasi yang mengakibatkan kemiskinan. sesungguhnya banyak sekali terjadi dalam masyarakat dan negara yang menimpa kaum laki-laki dan perempuan yang disebabkan oleh berbagai kejadian, misalnya; penggusuran, bencana alam atau proses eksploitasi, namun adalah satu bentuk pemiskinan, disebabkan oleh gender. Ada beberapa perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan waktu serta mekanisme protes marginalisasi kaum perempuan karena perbedaan gender tersebut. Dari segi sumbernya bisa berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsir agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan.

(11)

panen. Berarti program revolusi hijau dirancang tanpa mempertimbankan aspek gender.

Marginalisasi kaum perempuan tidak saja terjadi di tempat pekerjaan, tetapi rugi dalam rumah tangga, masyarakat atau kultur atau bahkan bangsa. Marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi sejak di rumah tangga dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga yang laki-laki dan perempuan. Marginalisasi juga diperkuat oleh adat-istiadat maupun tafsir keagamaan misalnya banyak di antara suku-suku di Indonesia yang tidak memberi hak kepada perempuan untuk mendapatkan waris sama sekali. Sebagian tafsir keagamaan memberi hak waris setengah dari hak waris laki-laki terhadap kaum perempuan.

Gender dan Subordinasi

Pandangan gender ternyata bisa menimbulkan subordinasi terhadap perempuan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting.

Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu. Di Jawa, dulu ada anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh akhirnya akan ke dapur juga. Bahkan pemerintah pernah memiliki peraturan bahwa jika suami akan pergi belajar (jauh dari keluarga), dia bisa mengambil keputusan sendiri. Sedangkan bagi istri yang hendak tugas belajar ke luar negeri harus seizin suami. Dalam rumah tangga, masih sering terdengar jika keuangan keluarga sangat terbatas, dan harus mengambil kepulusan untuk menyekolahkan anaknya, maka anak-anak laki akan mendapatkan prioritas utama. Praktis/ perbuatan seperti itu sesungguhnya berangkat dari kesadaran gender yang tidak adil.

(12)

Secara umum stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Celakanya, stereotipe aelalu merugikan dan menimbulkan kelidakadilan. Stereotipe yang diberikan kepada suatu suku bangsa tertentu misalnya Yahudi di Barat, Cina dan Asia Tenggara, telah merugikan suku bangsa tersebut. Salah satu garis stereotipe itu adalah yang bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali ketidakadilan jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan yang bersumber dari penandaan (stereotipe) yang dilakukan pada mereka. Misalnya penandaan yang berawal dari asumsi bahwa perempuan bersolek adalah dalam rangka memancing perhatian lawan jenisnya, maka tiap ada kasus kekerasan atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan stereotipe ini. Bahkan jika ada pemerkosaan yang dialami oleh perempuan, masyarakat berkecenderungan menyalahkan korbannya. Masyarakat memiliki anggapan bahwa tugas utama kaum perempuan adalah melayani suami. Stereotipe ini berakibat wajar sekali bila pendidikan kaum perempuan dinomorduakan. Stereotipe terhadap kaum perempuan ini terjadi di mana-mana. Banyak peraturan pemerintah, aturan keagamaan, kultur dan kebiasan masyarakat yang dikembangkan karena stereotipe tersebut.

Gender dan Kekerasan

Kekerasan (violence) adalah serangan atau invansi (assault) terhadap fisik maupun integritas mental pslikologis seseorang. Kekerasan terhadap sesama manusia pada dasarya berawal dari berbagai sumber, namun jelas satu kekerasan terhadap satu jenis ke1amin tertentu yang disebabkan oleh bias gender ini. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related violence. Pada dasarnya, kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Banyak maestrim dan bentuk kejahatan yang bila dikategorikan sebagai kekerasan gender, di antaranya:

(13)

Kedua, tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi di rumah tangga (domestic violence), termasuk tindak kekerasan dalam bentuk penyiksaan terhadap anak-anak (cild abuse).

Ketiga, bentuk penyiksaan yang mengarah pada organ alat kelamin (genital mutilation), misalnya penyunatan terhadap anak perempuan.

Keempat, kekerasan dalam bentuk pelacuran (prostitution). Pelacuran merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan yang diselenggerakan oleh suatu mekanisme ekonomi yang merugikan kaum perempuan.

Kelima, kekerasan dalam bentuk propaganda pornografi adalah jenis kekerasan lain terhadap perempuan. Jenis kekerasan ini termasuk jenis kekerasan non-fisik, yakni pelecehan terhadap kaum perempuan dimana tubuh perempuan dijadikan obyek demikian juga dengan seseorang.

Keenam, kekerasan dalam bentuk sterilisasi dalam Keluarga berencana (enforced sterilization). Keluarga berencana di banyak tempat temyata telah menjadi sumber kekerasan terhadap perempuan.

Ketujuh, adalah jenis kekerasan terselubung (molestion), yakni memegang atau menyentuh bagian tertentu dari tubuh perempuan dari berbagai cara dan kesempatan tanpa kerelaan si pemilik tubuh. Jenis kekerasan seperli ini sering terjadi di tempat pekerjaan ataupun di tempat umum, seperti dalam bus.

Kedelapan, tindakan kejahatan terhadap perempuan yang paling umum dilakukan di masyarakat yakni yang dikenal dengan pelecehan seksual atau sexual and emotional harrasment.

Ada beberapa bentuk yang bisa dikategorikan pelecehan seksual, diantaranya adalah:

 Menyampaikan lelucon jorok secara vulgar kepada seseorang dengan cara dirasakan dengan sangat sensitif.

 Menyakiti atau membuat malu seseorang dengan omongan kotor.

 Menginterogasi seseorang tentang kehidupan atau kegiatan seksualnya atau kehidupan pribadinya.

(14)

 Menyentuh atau menyenggol bagian tubuh tanpa ada minat atau tanpa seizin dari yang bersangkutan.

Gender dan Beban Kerja (Double Burden)

Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab perempuan.

Manifestasi ketidakadilan gender dalam bentuk margina1isasi ekonomi, subordinasi, kekerasan, stereotipe dan beban kerja tersebut terjadi di berbagai tingkatan. Pertama, manifestasi ketidakadilan gender tersebut teljadi di tingkat negara. Kedua, manifestasi ketidakadilan gender terjadi di tempat kerja, organisasi, maupun dunia pendidikan. Ketiga, manifestasi ketidakadilan gender juga terjadi pada adapt-istiadat, masyarakat di banyak kelompok etnik, dalam kultur suku-suku atau dalam tradisi keagamaan.

Perpektif Teori Gender

Dalam studi gender dikenal beberapa teori yang cukup berpengaruh dalam menjelaskan latar belakang perbedaan dan persamaan peran gender laki-laki dan perempuan, antara lain sebagai berikut:

Teori Psikoanalisa/ Identifikasi

(15)

Teori Funsionalis Struktural

Teori ini berangkat dariuumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas berbagai bagian yang saling mempengaruhi. Teori ini mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di dalam suatu masyarakat, mengidentifikasi fungsi setiap unsur, dan menerangkan bagaimana fungsi unsur-unsur tersebut didalam masyarakat.

Sebenamya teori struktura1is dan teori fangsionalis dibedakan oleh beberapa ah1i, seperti Hilany M. Lips dan SA. Shield. Teori strukturalis lebih condong ke persoalan sosiologis, sedangkan teori fungsionalis lebih condong ke persoalan psikoiogs. R. Dahrendolf, salah seorang pendukung teori ini, meringkaskan prinsip-prinsip teori ini sebagai berikut:

- Suatu masyarakat adalah suatu kesatuan dari berbagai bagian.

- Sistem-sistem sosial senantiesa terpelihara karena mempunyai perangkat mekanisme kontrol.

- Ada bagian-bagian yang tidak berfungsi tetapi bagian-bagian itu dapat dipelihara dengan sendirinya atau hal itu melembaga dalam waktu yang cukup lama.

- Perubahan terjadi secara berangsur-angsur.

- Integrasi sosial dicapai melalui persepakatan mayoritas anggota masyarakat terhadap seperangkat nilai. Sistem nilai adalah bagian yang paling stabil di dalam suatu sistem masyarakat. .

Teori Konflik

Dalam soal gender, teori konflik diidentikkan dengan teoti Marx karena begitu kuat pengaruh Karl Marx di dalamnya. Teon ini berangkat dari usmsi bahwa dalam susunan di dalam suatu masyarakat terdapat beberapa kelas yang saling memperebutkan pengaruh dan kekuasaan. Siapa yang memiliki dan menguaai smber-sumber produksi dan distribusi merekalah yang memiliki peluang untuk memainkan peran utama di dalamnya.

(16)

perempuan, tidak disebabkan oleh perbedaan sosioiogis, tetapi merupakan bagian dari penindasan, dari kelas yang berkumpil dalam relasi produksi yang diterapkan dalam konsep keluarga (family). Hubungan suami dan istri tidak ubahnya dengan hubungan proletar dan borjuis, hamba dan tuan, pemeras dan yang diperas. Dengan kata lain, ketimpangan gender dalam masyarakat bukan karena faktor biologis atau pemberian Tuhan (divine creation), tetapi karena konstruksi masyarakat (social contribution).

2.3 Sejarah Pergerakan Feminisme

Gerakan feminisme merupakan gerakan konflik sosial yang dimotori oleh para pelopor feminisme dengan tujuan mendobrak nilai-nilai lama (patriarkhi) yang selalu dilindungi oleh kokohnya tradisi struktural fungsional. Gerakan feminism modern di Barat dimulai pada Tahun 1960-an yaitu pada saat timbulnya kesadaran perempuan secara kolektif sebagai golongan tertindas (Skolnick 1987; Porter 1987). Menurut Skolnick: Some feminists denounced the family as a trap that turned women into slaves (beberapa feminis menuduh keluarga sebagai perangkap yang membuat para perempuan menjadi budak-budak). Gerakan feminisme yang berdasarkan model konflik berkembang menjadi gerakan-gerakan feminisme liberal, radikal, dan sosialis atau Marxisme (Anderson 1983).

Berdasarkan berbagai literatur dapat disimpulkan bahwa filsafat feminism sangat tidak setuju dengan budaya patriarkhi. Budaya patriarki yang berawal dari keluargalah yang menjadi penyebab adanya ketimpangan gender di tingkat keluarga yang kemudian mengakibatkan ketimpangan gender di tingkat masyarakat. Laki-laki yang sangat diberi hak istimewa oleh budaya patriarki menjadi sentral dari kekuasaan di tingkat keluarga. Hal inilah yang menjadikan ketidaksetaraan dan ketidakadilan bagi kaum perempuan dalam kepemilikian properti, akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan akhirnya kurang memberikan manfaat secara utuh bagi eksistensi perempuan.

(17)

Kesetaraan gender tidak akan pernah dicapai kalau sistem patriarkat ini masih terus berlaku. Oleh karena itu, ciri khas dari gerakan feminisme adalah ingin menghilangkan institusi keluarga, atau paling tidak mengadakan defungsionalisasi keluarga, atau mengurangi peran institusi keluarga dalam kehidupan masyarakat (Megawangi 1999). Untuk memahami konsep feminisme berikut diuraikan berdasarkan sejarah berkembangnya gerakan feminisme yang mencakup dua gelombang:

1. Gerakan Gelombang Pertama lebih pada gerakan filsafat di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet yang pada Tahun 1785, suatu perkumpulan masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di Middelburg (Selatan Belanda). Seorang aktivis sosialis utopis bernama Charles Fourier pada Tahun 1837 memunculkan istilah feminisme yang kemudian tersebar ke seluruh Eropa dan Benua Amerika. Publikasi John Stuart Mill dari Amerika dengan judul The Subjection of Women pada Tahun 1869 yang melahirkan feminisme Gelombang Pertama.

2. Feminisme Gelombang Kedua dimulai pada Tahun 1960, dengan terjadinya liberalisme gaya baru dengan diikutsertakannya perempuan dalam hak suara di parlemen. Era Tahun 1960 merupakan era dengan mulai ditandainya generasi “baby boom” (yaitu generasi yang lahir setelah perang dunia ke-2) menginjak masa remaja akhir dan mulai masuk masa dewasa awal. Pada masa inilah, masa bagi perempuan mendapatkan hak pilih dan selanjutnya ikut dalam kancah politik kenegaraan.

2.4 Konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender

(18)

spermatozoa). Jenis kelamin biologis inilah merupakan ciptaan Tuhan, bersifat kodrat, tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan dan berlaku sepanjang zaman.

a. Kesetaraan gender: Kondisi perempuan dan laki-laki menikmati status yang setara dan memiliki kondisi yang sama untuk mewujudkan secara penuh hak-hak asasi dan potensinya bagi pembangunan di segala bidang kehidupan. Definisi dari USAID menyebutkan bahwa “Gender Equality permits women and men equal enjoyment of human rights, socially valued goods, opportunities, resources and the benefits from development results.3.5 (kesetaraan gender memberi kesempatan baik pada perempuan maupun laki-laki untuk secara setara/sama/sebanding menikmati hak-haknya sebagai manusia, secara sosial mempunyai benda-benda, kesempatan, sumberdaya dan menikmati manfaat dari hasil pembangunan).

(19)

Wujud dari Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam keluarga, yaitu sebagai berikut:

a. Akses diartikan sebagai “the capacity to use the resources necessary to be a fully active and productive (socially, economically and politically) participant in society, including access to resources, services, labor and employment, information and benefits”.3.4 (Kapasitas untuk menggunakan sumberdaya untuk sepenuhnya berpartisipasi secara aktif dan produktif (secara sosial, ekonomi dan politik) dalam masyarakat termasuk akses ke sumberdaya, pelayanan, tenaga kerja dan pekerjaan, informasi dan manfaat). Contoh: Memberi kesempatan yang sama bagi anak perempuan dan laki-laki untuk melanjutkan sekolah sesuai dengan minat dan kemampuannya, dengan asumsi sumberdaya keluarga mencukupi.

b. Partisipasi diartikan sebagai “Who does what?”3.3 (Siapa melakukan apa?). Suami dan istri berpartisipasi yang sama dalam proses pengambilan keputusan atas penggunaan sumberdaya keluarga secara demokratis dan bila perlu melibatkan anak-anak baik laki-laki maupun perempuan.

c. Kontrol diartikan sebagai ”Who has what?”3.3 (Siapa punya apa?). Perempuan dan laki-laki mempunyai kontrol yang sama dalam penggunaan sumberdaya keluarga. Suami dan istri dapat memiliki properti atas nama keluarga.

d. Manfaat. Semua aktivitas keluarga harus mempunyai manfaat yang sama bagi seluruh anggota keluarga.

2.5 Teori Gender atau Aliran Feminisme

(20)
[image:20.595.154.503.137.317.2]

Gambar 2.5.1 aliran-aliran feminisme (disarikan dari megawangi 1999)

Aliran-aliran feminisme terdiri atas (Megawangi 1999):

1. Perubahan Nature Perempuan

Tujuannya adalah untuk transformasi sosial dengan mengajak perempuan masuk ke dunia maskulin. dunia maskulin dapat direbut apabila para perempuan melepaskan kualitas femininnya dan mengadopsi kualitas maskulin.

a. Feminisme Eksistensialisme:

(1) Bergerak pada tataran individu tentang pentingnya sosialisasi androgini (persamaan pengasuhan dan perlakuan antara laki-laki dan perempuan).

(2) Eksistensi diri bukan merupakan kodrati bawaaan, namun dibentuk oleh lingkungan sosial (Simone De Beauvoir: The Second Sex 1949).

b. Feminisme Liberal:

(1) Tujuannya adalah transformasi sosial melalui perubahan undang-undang dan hukum agar perempuan dapat mengubah naturenya sehingga dapat mencapai kesetaraan dengan laki-laki.

(21)

c. Feminisme Sosialis/ Marxist:

(1) Tujuannya adalah mencapai masyarakat sosialis yang dilakukan mulai dari tingkat keluarga. Apabila sistem egaliter dapat tercipta dalam keluarga, maka hal ini akan tercermin pula dalam kehidupan sosial keluarga. Keluarga tradisional dikenal sebagai institusi pertama yang melahirkan kapitalisme dengan sistem patriarkinya. Oleh karena itu, intitusi keluarga inti harus digantikan dengan keluarga kolektif, termasuk dalam menjalankan fungsi-fungsi keluarga yang didominasi oleh kaum perempuan. Sebagai praksis adalah adanya proses penyadaran kepada para perempuan bahwa mereka adalah kelas yang tidak diabaikan. Disamping itu mulai ada propaganda negatif tentang eksistensi keluarga dan tentang status dan peran ibu sebagai “budak” dan “mengalami alienasi”. Tujuan propaganda ini adalah untuk menggalang emotional yang tinggi pada perempuan agar mendorongnya untuk mengubah keadaan. Jadi pemberdayaan perempuan dalam hal ini adalah untuk memperkuat basis material perempuan yang mengadopsi kualitas maskulin.

(2) Karl Marx dan Friedrich Engels, memformulasikan kaum perempuan yang kedudukannya sebagai kaum proletar pada masyarakat kapitalis Barat.

(3) Tujuannya adalah untuk menghilangkan kelas termasuk institusi keluarga.

d. Teologi Feminis:

(22)

melgitimasi pihak penguasa tetapi untuk meligitimasi pembebasan golongan tertindas, termasuk kaum perempuan.

(2) Merupakan sebuah praksis yaitu bergerak dalam tataran konseptual dengan mengubah penafsiran dan perubahan hukum-hukum agama.

2. Pelestarian Nature Perempuan

Tujuannya adalah untuk meruntuhkan sistem patriarki, tetapi bukan dengan menghilangkan nature, melainkan dengan menonjolkan kekuatan kualitas feminin. Apabila perempuan masuk ke dunia maskulin dengan cara mempertahankan kualitas femininnya, maka dunia dapat diubah dari struktur hirarkis (patriarkis) menjadi egaliter (matriarkis).

a. Feminisme Radikal:

(1) Berkembang di USA pada kurun 1960an -1970an.

(2) Ketidakadilan gender bersumber pada perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan yang hanya dapat termanifestasi dalam institusi keluarga; Adanya peraturan 1(satu) tahun cuti di Swedia untuk pekerja perempuan dan 3-6 bulan untuk pekerja laki-laki. (3) Lembaga perkawinan adalah lembaga formalisasi untuk menindas

perempuan sehingga tujuannya adalah untuk mengakhiri “the tyranny of the biological family”.

(4) Cenderung membenci makhluk laki-laki sebagai individu atau kolektif. Lesbian adalah salah satu pembebasan dari dominasi laki-laki.

b. Ekofeminisme:

(23)

(2) Tidak anti keluarga, melainkan mendukung peran keibuan, tetapi masih menganggap bahwa sistem patriarkis adalah sistem yang merusak.

(3) Mengkritik para feminis yang menyuruh perempuan membuang nature, karena dengan semakin banyaknya para perempuan yang mengadopsi kualitas maskulin, maka dunia tetap berstruktur maskulin, yaitu identik dengan penindasan.

(4) Sangat peduli dengan kerusakan lingkungan hidup karena menghilangnya kualitas pengasuhan dan pemeliharaan (kualitas feminin).

(5) Ekofeminisme mempunyai manifesto yang disebut “A Declaration of Interdependence”.

(6) Mengajak para perempuan untuk bangkit melestarikan kualitas feminin agar dominasi sistem maskulin dapat diimbangi sehingga kerusakan alam, degradasi moral yang semakin mengkhawatirkan dapat dikurangi.

Dengan demikian dapat ditarik garis besar, sebenarnya aliran-aliran feminisme muncul karena adanya ketimpangan gender atau gender gap yang berkaitan dengan peran dan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan masyarakat. Untuk mencapai pembangunan yang berkeadilan dan berkesetaraan gender (gender equality) dan keadilan gender (gender equity), maka harus ada relasi gender yang harmonis antara laki-laki dan perempuan (Gambar 2.5.2)

(24)

Hubungan ketimpangan gender dengan pertumbuhan ekonomi telah banyak menjadi objek penelitian di berbagai negara. Laporan World Bank (2005) menyatakan bahwa biaya disparitas gender tinggi, karena disparitas gender tidak hanya mengurangi kesejahteraan perempuan, tetapi juga mengurangi kesejahteraan laki-laki dan anak-anak dan menghalangi pembangunan ekonomi. Rendahnya tingkat pendidikan perempuan menyebabkan human capital perempuan rendah dan rendahnya kualitas pelayanan untuk anak, serta percepatan penyebaran HIV. Berdasarkan laporan, diskriminasi gender dalam pasar tenaga kerja dan akses terhadap sumber daya menyebabkan terjadi inefisiensi dalam alokasi input dan hilangnya output. Seguino (2008) menyatakan beberapa argumentasi yang menjelaskan ketimpangan gender dapat berdampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi antara lain:

a. Kesenjangan gender dalam pendidikan akan mengurangi jumlah rata-rata modal manusia dalam masyarakat. Kesenjangan ini menghalangi bakat-bakat yang memiliki kualifikasi tinggi yang terdapat pada anak perempuan yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat pengembalian investasi sector pendidikan. b. Adanya eksternalitas dari pendidikan kaum wanita bagi penurunan tingkat

(25)

c. Pemerataan kesempatan dalam sektor pendidikan dan pekerjaan bagi setiap gender memberikan dampak positif bagi kemampuan bersaing suatu Negara dalam perdagangan internasional.

d. Bekal pendidikan dan kesempatan kerja di sektor formal yang lebih besar bagi kaum wanita akan meningkatkan bargaining power mereka dalam keluarga. Hal ini penting karena terdapat perbedaan pola antara perempuan dan laki-laki dalam perilaku menabung dan investasi ekonomi baik non ekonomi seperti kesehatan dan pendidikan anak yang akan meningkatkan modal manusia generasi mendatang dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi.

2.6 Pengertian dan Tehnik Analisis Gender

Analisis gender adalah suatu metode atau alat untuk mendeteksi kesenjangan atau disparitas gender melalui penyediaan data dan fakta serta informasi tentang gender yaitu data yang terpilah antara laki-laki dan perempuan dalam aspek akses, peran, kontrol dan manfaat. Dengan demikian analisis gender adalah proses menganalisis data dan informasi secara sistematis tentang laki-laki dan perempuan untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan kedudukan, fungsi, peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi. Syarat utama terlaksananya analisis gender adalah tersedianya data terpilah berdasarkan jenis kelamin. Data terpilah adalah nilai dari variabel variabel yang sudah terpilah antara laki-laki dan perempuan berdasarkan topik bahasan/hal-hal yang menjadi perhatian. Data terdiri atas data kuantitatif (nilai variabel yang terukur, biasanya berupa numerik) dan data kualitatif (nilai variabel yang tidak terukur dan sering disebut atribut, biasanya berupa informasi).

Di lain pihak alat analisis sosial yang telah ada seperti analisis kelas, analisis diskursus (discourse analysis) dan analisis kebudayaan yang selama ini digunakan untuk memahami realitas sosial tidak dapat menangkap realitas adanya relasi kekuasaan yang didasarkan pada relasi gender dan sangat berpotensi menumbuhkan penindasan. Dengan begitu analisis gender sebenarnya menggenapi sekaligus mengkoreksi alat analisis sosial yang ada yang dapat digunakan untuk meneropong realitas relasi sosial lelaki dan perempuan serta akibat-akibat yang ditimbulkannya.

(26)

diindentifikasi dan dianalisis secara tepat sehingga dapat ditemukan faktor-faktor penyebabnya serta langkah-langkah pemecahan masalahnya. Analisis gender sangat penting khususnya bagi para pengambil keputusan dan perencanaan serta para peneliti akademisi, karena dengan analisis gender diharapkan masalah gender dapat diatasi atau dipersempit sehingga program yang berwawasan gender dapat diwujudkan. Secara terinci analisis gender sangat penting manfaatnya, karena:

 Membuka wawasan dalam memahami suatu kesenjangan gender di daerah

pada berbagai bidang, dengan menggunakan analisis baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

 Melalui analisis gender yang tepat, diharapkan dapat memberikan gambaran

secara garis besar atau bahkan secara detil keadaan secara obyektif dan sesuai dengan kebenaran yang ada serta dapat dimengerti secara universal oleh berbagai pihak.

 Analisis gender dapat menemukan akar permasalahan yang melatarbelakangi

masalah kesenjangan gender dan sekaligus dapat menemukan solusi yang tepat sasaran sesuai dengan tingkat permasalahannya.

Istilah-istilah yang digunakan dalam Analisis Gender meliputi:

 Akses adalah peluang atau kesempatan dalam memperoleh atau menggunakan

sumberdaya tertentu.

 Peran adalah keikutsertaan atau partisipasi seseorang/ kelompok dalam suatu

kegiatan dan atau dalam pengambilan keputusan.

 Kontrol adalah penguasaan atau wewenang atau kekuatan untuk mengambil

keputusan.

 Manfaat adalah kegunaan sumberdaya yang dapat dinikmati secara optimal.

 Indikator adalah alat ukur berupa statistik yang dapat menunjukkan

perbandingan, kecenderungan atau perkembangan.

 Kegiatan produktif yaitu kegiatan yang dilakukan anggota masyarakat dalam

(27)

 Kegiatan reproduktif yaitu kegiatan yang berhubungan erat dengan

pemeliharaan dan pengembangan serta menjamin kelangsungan sumberdaya manusia dan biasanya dilakukan dalam keluarga. Kegiatan ini tidak menghasilkan uang secara langsung dan biasanya dilakukan bersamaan dengan tanggung jawab domestik atau kemasyarakatan dan dalam beberapa referensi disebut reproduksi sosial. Contoh peran reproduksi adalah pemeliharaan dan pengasuhan anak, pemeliharaan rumah, tugas-tugas domestik dan reproduksi tenaga kerja untuk saat ini dan masa yang akan datang (misalnya masak, bersih-bersih rumah).

 Kegiatan kemasyarakatan yang berkaitan dengan politik dan sosial budaya

yaitu kegiatan yang dilakukan anggota masyarakat yang berhubungan dengan bidang politik, sosial dan kemasyarakatan dan mencakup penyediaan dan pemeliharaan sumberdaya yang digunakan oleh setiap orang seperti air bersih/ irigasi, sekolah dan pendidikan, kegiatan pemerintah lokal dan lain-lain. Kegiatan ini bisa menghasilkan uang dan bisa juga tidak menghasilkan uang.

Ada beberapa teknik analisis gender yang sering digunakan, yaitu Model Harvard; Model Moser; Model SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and Threat) atau Model Kekuatan, Kelemahan, Kesempatan dan Ancaman; Model GAP (Gender Analysis Pathway) atau Model Analisis Alur Gender; dan Model ProBA (Problem Based Approach) atau Model Pendekatan Berbasis Masalah. Dalam buku ini analisis gender yang dibahas hanya dibatasi pada Model Harvard dan Model Moser saja karena kedua model ini tepat digunakan untuk analisis kesenjangan gender di tingkat individu dan keluarga.

Teknik Analisis Gender Model Harvard

(28)

merancang proyek yang lebih efisien dan memperbaiki produktivitas kerja secara menyeluruh, (3) Mencari informasi yang lebih rinci sebagai dasar untuk mencapai tujuan efisiensi dengan tingkat keadilan gender yang optimal, (4) Memetakan pekerjaan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat dan melihat faktor penyebab perbedaan.

Penggunaan kerangka analisis Harvard lebih cocok untuk perencanaan proyek dibandingkan dengan perencanaan program atau kebijakan. Kerangka ini juga dapat digunakan sebagai titik masuk (entry point) gender netral dan digunakan bersamaan dengan kerangka Analisis Moser untuk mencari gagasan dalam menentukan kebutuhan strategik gender. Kerangka Harvard pada mulanya diuraikan di dalam Overholt, Anderson, Cloud and Austin, Gender Roles in Development Projects: A Case Book, 1984, Kumarian Press: Connecticut. Kerangka ini terdiri atas sebuah matriks yang mengumpulkan data pada tingkat mikro (masyarakat dan rumahtangga), meliputi empat komponen yang berhubungan satu dengan lainnya.

Secara garis besar kerangka Harvard dapat disimpulkan sebagai berikut:

 Tujuan/ Asumsi adalah: (a) Menunjukkan investasi dan kontribusi ekonomi gender, (b) Membantu perencanaan proyek yang efisien dan efektif, (c) Mencari informasi rinci (efisiensi proyek dan pencapaian keadilan dan kesetaraan gender) dan (d) Memetakan tugas perempuan dan laki-laki di tingkat masyarakat beserta faktor pembeda.

 Komponen/ Langkah meliputi analisis profil kegiatan 3 (tiga) peran atau triple roles (terdiri atas peran publik dengan kegiatan produktifnya, peran domestik dengan kegiatan reproduktifnya dan peran kemasyarakatan dengan kegiatan sosial budayanya), profil akses dan kontrol dan faktor yang mempengaruhi kegiatan akses dan kontrol.

Teknik Analisis Gender Model Moser

(29)

Pembangunan (Women in Development/ WID). Kerangka ini kadang-kadang diacu sebagai ”Model Tiga Peranan (Triple Roles Models). Adapun tujuan dari kerangka pemikiran perencanaan gender dari Moser adalah: (1) Mempengaruhi kemampuan perempuan untuk berpartisipasi dalam intervensi-intervensi yang telah direncanakan, (2) Membantu perencanaan untuk memahami bahwa kebutuhan-kebutuhan perempuan adalah seringkali berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan-kebutuhan-kebutuhan laki-laki, (3) Mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan melalui pemberian perhatian kepada kebutuhan praktis perempuan dan kebutuhan-kebutuhan gender strategis, (4) Memeriksa dinamika akses kepada dan kontrol pada penggunaan sumber-sumberdaya antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai konteks ekonomi dan budaya yang berbeda-beda, (5) Memadukan gender kepada semua kegiatan perencanaan dan prosedur dan (6) Membantu pengklarifikasian batasan-batasan politik dan teknik dalam pelaksanaan praktek perencanaan.

Ada 6 alat yang dipergunakan kerangka ini dalam perencanaan untuk semua tingkatan, mulai dari tingkatan proyek sampai ke tingkatan perencanaan daerah, yaitu:

 Alat 1 :Identifikasi Peranan Gender (“Tiga-Peran”, yang mencakup peran produkstif, reproduktif, dan kemasyarakatan/ kerja sosial) yang mencakup penyusunan pembagian kerja gender/ pemetaan aktivitas laki-laki dan perempuan (termasuk anak perempuan dan anak laki-laki) dalam rumahtangga selama periode 24 jam.

 Alat 2 :Penilaian Kebutuhan Gender. Moser mengembangkan alat ini berdasarkan konsep yang dikembangkan oleh Maxine Molyneux pada 1984. Penilaian kebutuhan gender didasari atas kebutuhan perempuan yang berbeda dengan laki-laki karena dan mempertimbangkan posisi subordinat perempuan terhadap laki-laki dalam masyarakat. Kebutuhan-kebutuhan dibedakan atas:

(30)

Mengidentifikasi kebutuhan praktis perempuan sangat penting untuk memperbaiki kondisi kehidupan kaum perempuan meskipun masih belum dapat merubah posisi subordinat perempuan.

Kebutuhan Strategis Gender berkaitan dengan keadaan yang dibutuhkan untuk mengubah posisi subordinat perempuan. Hal ini berhubungan dengan isu kekuasaan dan kontrol, sampai dengan eksploitasi pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin. Kebutuhan strategis berhubungan dengan perjuangan penyusunan jaminan hukum terhadap hak-hak legal, penghapusan tindak kekerasan, upah yang sama/ setara, kesetaraan dalam memiliki properti, akses untuk mendapatkan kredit dan sumberdaya lainnya dan kontrol perempuan atas tubuhnya sendiri.

 Alat 3 :Pemisahan data/informasi berdasarkan jenis kelamin tentang kontrol atas sumberdaya dan pengambilan keputusan dalam rumahtangga (alokasi sumberdaya intra-rumahtangga dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan dalam rumahtangga). Alat ini digunakan untuk menemukan siapa yang mengontrol sumberdaya dalam rumahtangga, siapa yang mengambil keputusan penggunaan sumberdaya dan bagaimana keputusan itu dibuat.

 Alat 4 :Menyeimbangkan peran gender antara laki-laki dan perempuan dalam mengelola tugas-tugas produktif, reproduktif dan kemasyarakatan mereka. Perlu juga diidentifikasi apakah suatu intervensi yang direncanakan akan meningkatkan beban kerja perempuan atau menambah penderitaan kaum perempuan.

 Alat 5 :Matriks Kebijakan WID (Women In Development) dan GAD (Gender And Development) yang akan memberikan masukan untuk pengarusutamaan gender.

(31)

Proses Analisis Model Moser dapat diilustrasikan sebagai berikut:

 Analisis Pola Pembagian Kerja melalui Curahan Kerja (Profil Kegiatan) untuk laki-laki maupun perempuan baik peran produktif, reproduktif, maupun sosial kemasyarakatan di tingkat keluarga. Melalui analisis pola pembagian kerja dalam keluarga akan memberikan gambaran sejauh mana laki-laki mengambil bagian peran domestik, dan sejauh mana perempuan mengambil bagian peran produktif. Disamping itu melalui analisis ini diketahui pula seberapa jauh perempuan masih mempunyai waktu luang untuk melakukan kegiatan produktif, kapan waktu itu tersedia agar tepat dalam memberikan masukan ketrampilan teknis pada perempuan. Analisis ini juga memberikan informasi tentang peluang baik laki-laki maupun perempuan dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada baik modal, alat-alat produksi, teknologi, media informasi, pendidikan, dan sumberdaya alam yang tersedia. Akhirnya, analisis ini memberikan informasi tentang kekuatan pengambilan keputusan dan peluang untuk mendistribusikan kekuatan tersebut antara laki-laki dan perempuan. Analisis Profil Akses (peluang) dan Kontrol (kekuatan dalam pengambilan keputusan) yang berkaitan dengan sumberdaya fisik (tanah, modal, alat-alat produksi), situasi dan kondisi pasar (komoditi, tenaga kerja, pemasaran, kredit modal, informasi pasar), serta sumberdaya sosial-budaya (media informasi, pendidikan, pelatihan ketrampilan).

(32)
(33)

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari makalah ini yaitu :

1. Gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentilikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial budaya. Gender dalam arti ini mendefinisikan laki-laki dan perempuan dari sudut non biologis. Konsep gender yakni suatu hal yang melekat pada kaum laki-laki alan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural sejarah perbedaan gender (gender difference) antara manum jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Pengertian gender itu berbeda dengan pengertian jenis kelamin (sex). Tabel berikut ini menyajikan perbedaan konsep gender dan jenis kelamin dan perbedaan konsep kodrati dan bukan kodrati 2. konsep gender berasal dari negara-negara Barat, sehingga sebagian

(34)

3. Dalam studi gender dikenal beberapa teori yang cukup berpengaruh dalam menjelaskan latar belakang perbedaan dan persamaan peran gender laki-laki dan perempuan: Teori Psikoanalisa/ Identifikasi, Teori Funsionalis Struktural, Teori Konflik

4. Aliran aliran feminisme terbagi dalam 2 (dua) kluster yaitu kluster yang merubah nature (kodrati) perempuan, dan yang melestarikan nature perempuan. Kluster merubah nature perempuan terdiri atas aliran-aliran Feminisme Eksistensialisme, Feminisme Liberal, Feminisme Sosialis/ Marxis dan Teologi Feminis. Adapun kluster melestarikan nature perempuan terdiri atas aliran-aliran Feminisme Radikal dan Ekofeminisme

(35)

DAFTAR PUSTAKA

http://wikipedia.com

. 2000. Rangkuman Bank Dunia : Pembangunan Perspektif Gender. Bank Dunia

Harahap, Fahmi FA. 2014.Analisis Pengaruh Ketimpangan Gender Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Jawa Tengah. Universitas Diponegoro

Gambar

Gambar 2.5.1 aliran-aliran feminisme (disarikan dari megawangi 1999)

Referensi

Dokumen terkait

menggunakan sumur dalam. Hasil analisis menunjukkan bahwa strategi keruangan yang dibutuhkan untuk masing-masing sistem, yaitu: untuk skenario air permukaan, strategi

Sehingga diharapkan makalah ini akan menjadi acuan pembelajaran apa saja yang telah dilakukan pemerintah sebelumnya dalam mengatasi pangan sehingga dapat membuat kebijakan yang

Kajian ini bertujuan untuk mengenalpasti tahap penggunaan strategi terjemahan dalam pembelajaran bahasa Arab dalam kalangan pelajar universiti. Kajian ini mensasarkan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah usulan investasi penambahan perangkat baru pada Warung Internet “Mega Net”,Yogyakarta layak untuk dilaksanakan dilihat

a) Koleksi bahan pustaka di perpustakaan SMK Negeri 4 Makassar sudah sesuai dengan kebutuhan siswa, jumlah koleksi bahan pustaka sudah mencukupi dan bahan pustaka lengkap

KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA SABTU MALAM KEMBALI BERKUMANDANG // MALAM ITU / RIBUAN JAMAAAH DARI BERBAGAI PENJURU MENGIKUTI SHALAWAT DAN DOA YANG DIPIMPIN LANGSUNG OLEH AL

Dari hasil pengujian program menunjukkan bahwa aplikasi ini mampu memproses data administrasi yang meliputi data siswa, data pembayaran, jadwal belajar maupun data nilai dengan