• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRADISI KAKICERAN PADA MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATIN MARGA PUGUNG TAMPAK KECAMATAN PESISIR UTARA LAMPUNG BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TRADISI KAKICERAN PADA MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATIN MARGA PUGUNG TAMPAK KECAMATAN PESISIR UTARA LAMPUNG BARAT"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

TRADISI KAKICERAN PADA MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATIN MARGA PUGUNG TAMPAK

KECAMATAN PESISIR UTARA LAMPUNG BARAT

Oleh Ridhoni

Di dalam masyarakat Saibatin Marga Pugung Tampak terdapat tradisi dan cara tersendiri dalam melestarikan budaya Lampung. Mereka memanfaatkan momentum lebaran sebagai ajang untuk bermaaf-maafan secara massal dan memperkenalkan budaya Lampung kepada khalayak ramai. Tradisi tersebut dikenal dengan nama kakiceran. Tradisi kekiciran merupakan suatu pentas seni dan budaya yang dilakukan oleh muli mekhanai secara turun temurun dalam rangka memeriahkan hari raya idul fitri. Tradisi ini sangat aneh bagi masyarakat yang belum mengetahui secara jelas bagaimana pelaksanaan kakiceran. Berbagai opini negatif muncul mengenai tradisi tersebut seperti pemborosan uang, pemborosan waktu dan tenaga, ekploitasi anak-anak, maupun kegiatan yang tidak bermanfaat. Opini-opini tersebut tentu saja mempengaruhi keberlangsungan tradisi ini, sehingga jika tidak diluruskan maka secara bertahap tradisi ini akan hilang. Untuk menghilangkan opini-opini negatif tersebut, kita harus melihat secara jelas mengenai makna, fungsi dan proses pelaksanaan dari tradisi kakiceran.

Berdasarkan uraian di atas, muncul permasalahan sebagai berikut: (1) bagaimanakan proses pelaksanaan kakiceran? (2) apa makna dari pelaksanaan tradisi kakiceran? (3) apa fungsi tradisi kakiceran? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi kakiceran.

Dalam penelitian ini, penulis mengadakan penelitian di masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak Kecamatan Pesisir Utara Lampung Barat ketika diadakan acara kakiceran. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif. Sedangkan tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, studi pustaka dan observasi.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tradisi kakiceran masih dilaksanakan dengan baik dan layak untuk diketahui masyarakat umum karena tradisi ini memiliki fungsi dan kegunaan dalam rangka mempertahankan budaya asli Indonesia khususnya budaya Lampung. Untuk mengetahui tradisi ini, maka dapat dilihat dari proses pelaksanaannya.

(2)
(3)

I.

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Provinsi Lampung memiliki dua masyarakat adat yaitu Lampung Saibatin (jurai saibatin) dan

Lampung Pepadun (jurai pepadun) yang dikenal dengan istilah sang bumi rua jurai yang

berarti satu bumi terdapat dua kebudayaan. Lampung Saibatin merupakan suatu masyarakat yang tinggal di daerah pesisir dan Lampung Pepadun adalah masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman. Istilah Lampung Saibatin di sini adalah semua buay orang Lampung yang

meliputi daerah Lampung Barat, Tanggamus, Kedondong, Way Lima, Ratai, Padang Cermin,

Teluk Betung, dan Kalianda. Sedangkan Lampung Pepadun adalah semua buay Pubian Telu

Suku, Abung Sewo Mego, Sungkai, Tulang bawang, dan Way Kanan.

Dalam usaha melestarikan nilai-nilai budaya dan adat istiadat di Lampung yang merupakan

bagian dari kebudayaan nasional memerlukan dukungan dan uluran tangan dari masyarakat

dan pemerintahan Lampung itu sendiri. Bahkan hal ini tertuang dalam Peraturan Daerah

Provinsi Lampung Nomor 2 Tahun 2008 yaitu :

“ Bahwa kebudayaan Lampung yang merupakan bagian dari budaya bangsa Indonesia dan sekaligus sebagai asset nasional, keberadaannya perlu dijaga, diberdayakan, dibina, dilestarikan dan dikembangkan sehingga dapat berperan dalam upaya menciptakan masyarakat Lampung yang memiliki jati diri, berakhlak mulia, berperadaban dan mempertinggi pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai luhur budaya bangsa secara maksimal dengan berdasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” (Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 2 Tahun 2008).

Di dalam masyarakat adat Lampung terdapat pemerintahan persekutuan adat berdasarkan

buwai (keturunan) yang disebut paksi (kesatuan dari beberapa buwai inti) dan marga (kesatuan dari bagian buwai dalam kesatuan suku). Suku bangsa asli yang mendiami wilayah

(4)

pengaruh Sumatera Barat. Masyarakat Kabupaten Lampung Barat tergabung dalam 6 (enam)

Kebuayan, yaitu:

1. Buay Belunguh (Kenali) 2. Buay Pernong (Batu Brak)

3. Buay Bejalan Di Way (Kembahang) 4. Buay Nyerupa (Sukau)

5. Buay Bulan/Nerima (Lenggiring) 6. Buay Menyata/Anak Mentuha (Luas)

Dari enam kebuayan tersebut di atas, hanya empat yang menjadi Raja (Paksi Pak) yang

secara bersama-sama memerintah kerajaan Skala Brak, dan dua Buay yang tidak memerintah yaitu Buay Menyata/Anak Mentuha dan Buay Bulan/Nerima. Buay Menyata merupakan

penghuni terdahulu Kerajaan Skala Brak. Oleh karena itu, keempat Paksi mengangkatnya

sebagai Anak Mentuha atau yang dihormati, sedangkan Buay Nerima merupakan

Nakbar/Mirul (anak perempuan yang diambil orang).

Karena beberapa faktor, sebagian penduduk Skala Brak berpindah mencari daerah baru yang terbagi dalam dua arah yaitu melalui danau dan melalui pantai Pesisir. Penduduk yang

mengambil jalan melalui danau kebanyakan keturunan Paksi Pak, sedangkan penduduk yang

melalui pesisir merupakan keturunan Buay Bulan/Nerima yang menyebar sepanjang pantai

pesisir mulai dari Krui, Kota Agung, Teluk Betung, Kalianda sampai Labuhan Maringgai.

Pada tahun 1996, melalui survey yang dilakukan oleh para budayawan, dapat diungkapkan

bahwa di wilayah pesisir Kabupaten Lampung Barat terdapat 16 masyarakat hukum adat

(5)

No. G/362/B.II/HK/1996. Wilayah marga-marga di wilayah Pesisir memiliki batas yang

cukup jelas antara satu marga dengan marga lainnya.

Masing-masing marga tersebut di atas dipimpin oleh seorang Saibatin (Kepala Marga). Pada zaman pendudukan Inggris, Belanda hingga Jepang, urusan administrasi dipegang oleh

seorang Pesirah yang sebagian besar adalah Saibatin. Oleh karena itu, masyarakat Lampung Barat juga dikenal dengan masyarakat adat Saibatin (khususnya bagi keturunan Buay Paksi

Pak) dengan tujuh tingkatan Gelar yaitu: Suntan, Raja, Batin, Radin, Minak, Kimas dan Mas.

Nama-nama Marga di Wilayah Pesisir di Kabupaten Lampung Barat: 1. Belimbing Bandar Dalam Bengkunat

2. Bengkunat Sukamarga Bengkunat

3. Ngaras Negeri Ratu Ngaras Bengkunat

4. Ngambur Negeri Ratu Ngambur Pesisir Selatan

5. Tenumbang Negeri Ratu Tenumbang Pesisir Selatan

6. Way Napal Way Napal Pesisir Tengah

7. Pasar Krui Krui Pesisir Tengah

8. Ulu Krui Gunung Kemala Pesisir Tengah

9. Pedada (Penggawa V Ilir) Pedada Pesisir Tengah

10. Bandar (Penggawa V Tengah) Bandar Pesisir Tengah

11. Laay (Penggawa V Ulu) Laay Karya Penggawa

12. Way Sindi Karya Penggawa

13. Pulau Pisang Pesisir Utara

14. Pugung Tampak Pesisir Utara

15. Pugung Penengahan Lemong

(6)

Sumber: SK Gubernur Lampung Nomor: G/362/B.II/HK/1996

Marga Pugung Tampak merupakan bagian dari marga-marga yang beradat peminggir atau Jurai Saibatin, yang meliputi wilayah eks kewedanaan Krui yang terdiri dari 11 pekon yaitu Pekon Negeri Ratu, Pekon Kotakarang, Pekon Khuripan, Pekon Kerbang Dalam, Pekon

Kerbang Langgar, Pekon Waynarta, Pekon Balam, Pekon Baturaja, Pekon Sedau, Pekon

Walur dan Pekon Tajung atau Padang Rindu.

Masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak berada di wilayah Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Lampung Barat mempunyai tradisi dan cara tersendiri dalam melestarikan

budaya Lampung. Mereka memanfaatkan momentum lebaran sebagai ajang untuk

bermaaf-maafan secara massal dan memperkenalkan budaya Lampung kepada khalayak ramai. Setiap

pekon secara bergantian melaksanakan tradisi tersebut dengan menggunakan sistem undian yang ditetapkan sebelum pelaksanaanya. Dalam pelaksanaannya, cara yang digunakan tidak

terlalu berbeda antara satu pekon dengan pekon lainnya. Tradisi tersebut dikenal dengan

nama kakiceran.

Istilah kakiceran jika merujuk pada makna yang digunakan oleh orang tua dan tokoh adat setempat dapat diartikan sebagai ajang pertemuan atau silaturahmi (halal bil halal) antar

(7)

Setiap kebudayaan tentunya memiliki makna, fungsi, tujuan dan proses pelaksanaannnya.

Kita dapat mengetahui suatu kebudayaan secara jelas jika kita mengetahui proses

pelaksanaannya. Begitu juga dengan makna, fungsi dan tujuaannya, kita dapat melihat

seberapa bermanfaatkah tradisi tersebut untuk masyarakat sekitar maupun masyarakat

umummnya. Tradisi kakiceran adalah salah satu bentuk kebudayaan, maka tradisi ini juga memiliki makna, fungsi dan proses pelaksanaannya. Melihat dari proses pelaksanaannya,

tradisi ini memiliki keunikan yang berbeda dengan tradisi lainnya yang berkembang di

nusantara seperti waktu pelaksanaannya, tempat pelaksanaannya, maupun pesertanya.

Demikian juga dengan fungsi dan tujuannya, tradisi ini memiliki fungsi dan tujuan yang jelas

yaitu sebagai ajang silaturahmi dan salah satu usaha dalam melestarikan budaya.

Pada awalnya, kakiceran dilakukan hanya untuk mempererat silaturahmi saja, namun seiring dengan perkembangan zaman acara tersebut mendapatkan perhatian dari tokoh-tokoh adat

setempat untuk dilestarikan karena terdapat beberapa budaya Lampung yang harus

dipertahankan seperti tari adat (tari sembah, tari nyambai, tari piring, tari payung, tari lilin

dan lain sebagainya) maupun tari cipta dan wayak. Dengan mengetahui proses pelaksanaannya, maknanya dan fungsinya maupun tujuannya, maka secara tidak langsung itu

sudah merupakan salah satu cara untuk mempertahankan budaya ini agar tetap dilaksanakan.

Untuk itu, sudah selayaknya kita sebagai bangsa yang berbudaya untuk melihat secara jelas

bagaimana proses pelaksanaannya, fungsinya maupun tujuan dari tradisi ini. Pelaksanaan

tradisi kakiceran termasuk dalam perlombaan seni tari gembira karena dilaksanakan tanpa harus ada prosesi adat atau upacara-upacara adat.

“ Seni tari Lampung dapat dibedakan antara seni tari adat dan seni tari gembira.

Kedua macam seni tari itu sebenarnya bersifat hiburan, hanya saja seni tari adat dilakukan pada upacara-upacara adat menurut tata tertib adat dan oleh pelaku-pelaku pria wanita menurut adat, sedangkan seni tari gembira bisa saja diadakan sewaktu-waktu dan tidak terikat pada tata tertib adat, begitu pula para pelakunya bebas dari

(8)

Oleh karena itu, dengan adanya budaya dan adat-istiadat yang unik tersebut, maka sudah

sewajarnya sebagai warga negara Indonesia umumnya dan masyarakat Lampung khususnya

untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya dan adat istiadat tersebut.

Jika dilihat dari makna, fungsi atau tujuan dan proses pelaksanaannya, maka tradisi kakiceran wajib untuk dipertahankan karena mengandung kebudayaan. Kebudayaan dapat diartikan

sebagai hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia yang memiliki peranan penting dalam

kehidupan manusia. Kebudayaan memiliki unsur-unsur yang universal. Unsur-unsur

kebudayaan tersebut terdiri dari :

1. Sistem religi

2. Sistem kekerabatan

3. Sistem mata pencaharian

4. Sistem teknologi

5. Bahasa

6. Kesenian

7. Sistem pengetahuan

Istilah universal itu menunjukkan bahwa unsur-unsur tadi bersifat universal, jadi unsur-unsur

tadi ada dan bisa didapatkan di dalam semua kebudayaan dari semua bangsa di manapun di

dunia. (Koentjaraningrat, 1990 : 203).

Dengan melihat penjelasan di atas, maka penulis akan meneliti proses pelaksanaan dari

(9)

1.2 Identifikasi Masalah

Masalah yang harus dipecahkan atau dijawab melalui penelitian selalu tersedia dan cukup

banyak. Oleh karena itu, masalah tersebut perlu diidentifikasi terlebih dahulu. Adapun

identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu :

a. Proses pelaksanaan tradisi kakiceran pada masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak di Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Lampung Barat.

b. Makna tradisi kakiceran pada masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak di Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Lampung Barat.

c. Fungsi tradisi kakiceran pada masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak di Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Lampung Barat.

1.3 Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak melebar dan terlalu luas maka penulis membatasi masalah pada

proses pelaksanaan tradisi kakiceran pada masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak di Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Lampung Barat.

1.4 Rumusan Masalah

Sesuai dengan batasan masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

bagaimanakah proses pelaksanaan tradisi kakiceran pada masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak di Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Lampung Barat?

1.5Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi

(10)

1.6Kegunaan Penelitian

Setiap penelitian diharapkan memberikan kegunaan kepada pihak-pihak yang membutuhkan.

Adapun kegunaan penelitian ini adalah :

a. Untuk memperkaya materi pengajaran sejarah pada matakuliah Sejarah Lisan dan Tradisi

Lisan

b. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi

Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

c. Menambah wawasan penulis tentang tradisi kakiceran pada masyarakat Lampung Saibatin Marga PugungTampak di Kecamatan Pesisir Utara.

d. Sebagai salah satu usaha peneliti untuk melestarikan tradisi kakiceran pada masyarakat Lampung khususnya Lampung Saibatin.

e. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengetahuan tentang tradisi kakiceran pada suku Lampung Saibatin.

1.7Ruang Lingkup Penelitian

a. Subyek Penelitian : Masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak

(11)

c. Tempat Penelitian : Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Lampung

Barat

d. Waktu Penelitian : Tahun 2011

e. Ilmu : Antropologi Budaya

REFERENSI

Depdikbud. 1981/1982. Upacara Tradisional Daerah Lampung, Proyek

Inventarisasi dan Dokumentasi Daerah Lampung. Kanwil Prov. Lampung: Bandar Lampung. Hal 3

(12)
(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tinjauan Pustaka

2.1.1 Konsep Kakiceran Pada Masyarakat Lampung Saibatin

Masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak di Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Lampung Barat memiliki banyak sekali bentuk kebudayaan dan salah satunya

adalah tradisi kakiceran. Kakiceran merupakan suatu pentas budaya yang biasa dilakukan oleh muli mekhanai setempat secara turun temurun dalam rangka memeriahkan hari raya idul fitri. Dalam pelaksanaannya terdapat perlombaan tari menari yang dilakukan sepenuhnya

oleh muli mekhanai baik sebagai panitia maupun sebagai peserta lomba.

Secara terminologi kata kakiceran berasal dari bahasa lampung yaitu kicer yang artinya suara yang berisik yang disebabkan oleh suara tetabuhan rebana dalam rangka hiburan dan ajang

berkumpulnya muli mekhanai dalam rangka memeriah hari raya idul fitri. Jika artikan secara keseluruhan, maka kakiceran adalah ajang berkumpulnya muli mekhanai dalam rangka memeriahkan hari raya idul fitri yang berisikan perlombaan tari menari dengan diiringi oleh

suara rebana. Proses pelaksanaannya meliputi tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan

tahap penutup.

Tahap perencanaan dilakukan sebelum acara kakiceran dimulai. Pada tahap ini diadakan himpun atau rapat yang terdiri atas himpun pekon dan himpun marga. Himpun pekon dilaksanakan ditiap pekon untuk membahas perencanaan biaya dan pembentukan panitia

dimasing-masing pekon untuk melaksanakan kakiceran, sedangkan himpun marga berisikan pembahasan mengenai hadiah untuk juara umum perlombaan tari menari pada acara

(14)

terbagi menjadi beberapa proses yaitu menentukan tempat pelaksanaan, menentukan waktu

pelaksanaan, pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kakiceran, beberapa jenis tari yang diperlombakan, dan penyusunan acara kakiceran. Tahap terakhir dalam proses pelaksanaan

kakiceran adalah tahap penutup. Pada tahap ini ditentukan juara umum untuk perlombaan tari

menari dan sekaligus menyerahkan trophy marga untuk juara umum. Ketiga tahap tersebut

merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat setempat agar pelaksanaan tradisi

kakiceran dapat berjalan dengan lancar.

Menurut Bapak Haryadi, selaku tokoh masyarakat setempat menjelaskan bahwa tradisi

kakiceran mulai dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda atau sekitar tahun 1800 an. Pada waktu itu, kakiceran dilakukan sebagai salah satu siasat masyarakat Saibatin Marga Pugung Tampak dalam menentang penjajahan Belanda. Para pejuang/orang tua memanfaatkan acara tersebut sebagai pengalih perhatian Belanda, sehingga perhatian Belanda hanya terfokus pada

acara kakiceran yang dilaksanakan oleh muli/mekhanai dan mereka tidak menyadari bahwa di suatu tempat yang dinamakan sesakhan, telah berkumpul pejuang/orang tua mereka untuk menyusun strategi perang. Kakiceran pada waktu dulu memiliki tujuan yang berbeda dengan waktu sekarang. Kakiceran pada waktu dulu memiliki nilai patriotik dan agamis, sedangkan saat ini, tujuan kakiceran lebih condong pada acara silaturahmi (halal bil halal) dan

melestarikan budaya. Nilai-nilai patriotisme mulai hilang begitu juga dengan nilai agamisnya.

Sehingga secara perlahan, tradisi ini akan hilang seiring dengan masuknya budaya-budaya

dari luar. (Wawancara dengan Bapak Haryadi dilaksanakan pada tanggal 9 September 2011

pukul 19.40 Wib di kediaman beliau)

Sedangkan menurut Bapak Musradin selaku pemuka adat setempat menjelaskan bahwa

(15)

raya Idul fitri dan bertujuan untuk melestarikan budaya dan mempererat silaturahmi antar

warga dan merupakan suatu tradisi yang dilaksanakan secara turun temurun yang bersifat

menghibur. Adapun tujuan dari tradisi ini adalah untuk mempererat silaturahmi antar warga

atau masyarakat, untuk melestarikan budaya dan sebagai ajang untuk mencari jodoh bagi

muli mekhanai setempat. (Wawancara dengan Bapak Musradin dilaksanakan pada tanggal 20

September 2011 pukul 13.00 di kediaman beliau)

2.1.2 Konsep Masyarakat

Di dalam masyarakat itu sendiri terdapat peranan-peranan dan kelompok-kelompok dalam

menjalankan aktivitasnya yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang mengakibatkan

terjadinya perlaku sosial masyarakat, dan selanjutnya akan mengarah pada pembentukan

budaya di lingkungannya. Masyarakat memiliki peran penting dalam pembentukan status

sosial budaya masyarakat di lingkungannya melalui pola pendidikan, pekerjaan dan

kebiasaan hidup sehari-hari, budaya tersebut akan terbentuk dalam waktu yang lama.

Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup bersama dan bercampur untuk waktu

yang lama, yang masing-masing memiliki keinginan-keinginan, perasaan-perasaan yang pada

akhirnya nanti akan menimbulkan peraturan-peraturan yang akan membentuk suatu

kebudayaan. (Sarjono Soekanto, 1990: 27).

Sedangkan menurut Koentjaraningrat masyarakat adalah semua kesatuan hidup manusia yang

bersifat menetap dan yang terikat oleh satuan adat istiadat dan rasa identitas bersama

(Koentjaraningrat, 1990 : 148).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi kakiceran merupakan bagian dari

kehidupan dan aktifitas masyarakat yang meliputi adat istiadat dan rasa kebersamaan yang

(16)

2.1.3 Konsep Budaya

Di dalam buku Pengantar Ilmu Sejarah Kebudayaan Indonesia jilid I dikatakan bahwa

kebudayaan adalah segala ciptaan manusia yang sesungguhnya hanyalah hasil usahanya

untuk mengubah dan memberi bentuk dan susunan baru kepada pemberian Tuhan sesuai

dengan kebutuhan jasmani dan rohaninya (R. Soekmono, 1939 : 9).

Kebudayaan adalah komplek yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,

hukum, adat istiadat, kemampuan serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota

dari masyarakat (Sarjono Soekanto, 1989 : 154).

Sedangkan menurut Koentjaraningrat kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,

tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik

diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1990 : 180).

Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kakiceran merupakan salah satu bentuk dari kebudayaan yang mana di dalamnya terdapat unsur-unsur dari

kebudayaan itu sendiri.

2.1.4 Konsep Tradisi

Pada masyarakat Indonesia, terdapat berbagai macam tradisi yang masih dilaksanakan dengan

baik maupun yang sudah hilang seperti tradisi pembersihan desa, tradisi dalam perkawinan,

tradisi tolak bala, tradisi lebaran dan masih banyak tradisi-tradisi yang tidak dapat disebutkan

secara menyeluruh. Tradisi-tradisi tersebut mengandung nilai-nilai budaya dan moral yang

memiliki tujuan yang baik untuk menciptakan masyarakat yang memiliki jati diri, berakhlak

(17)

Secara terminologis perkataan tradisi mengandung suatu pengertian tersembunyi tentang adanya

kaitan antara masa lalu dengan masa kini. Ia menunjuk kepada sesuatu yang diwariskan oleh

masa lalu, tetapi masih berwujud dan berfungsi pada masa sekarang. Oleh karena itulah tradisi

dalam pengertian yang paling elementer adalah sesuatu yang ditransimisikan atau diwariskan dari

masa lalu ke masa kini (http wordpress, 2009).

Tradisi adalah adat kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun dan masih dilaksanakan

pada masyarakat yang ada (J.S. Badudu.2003:349)

Salah satu dari sekian banyak tradisi tersebut adalah tradisi lebaran. Tradisi ini banyak

dilakukan oleh masyarakat diberbagai belahan bumi salah satunya adalah masyarakat

Indonesia. Kebiasaan masyarakat Indonesia dalam memeriahkan hari lebaran biasanya

dilakukan dengan berbagai cara. Seperti mudik lebaran (pulang kampung), tradisi

pertunjukan seni dan tari, tradisi bermaaf-maafan, tradisi memakai pakaian bagus, tradisi

makanan khas lebaran, dan lain sebagainya. Begitu juga dengan tradisi kakiceran. Tradisi ini termasuk dalam tradisi lebaran karena dilaksanakan ketika hari lebaran tepatnya tanggal 2

syawal sampai dengan 10 syawal dalam hitungan kalender hijriah. Selain itu, tradisi

kakiceran termasuk dalam kategori pertunjukan seni tari dan budaya bermaaf-maafan karena di dalam pelaksanaannya terdapat perlombaan tari menari dan wayak. Perlombaan tari menari dan wayak tersebut merupakan cara yang digunakan oleh masyarakat Saibatin Marga Pugung Tampak dalam memanfaatkan hari lebaran sebagai ajang untuk silaturahmi dan bermaf-maafan secara masal.

Dari penjelasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kakiceran merupakan salah satu bentuk tradisi lebaran yang dilakukan secara turun temurun dalam rangka memeriahkan

(18)

2.1.5 Konsep Orang Lampung Saibatin

Orang Lampung Saibatin pada dasarnya dapat diketahui dengan kesempatan untuk menduduki atau meningkatkan kedudukan dalam adat diperoleh dari keturunan, dan hanya

ada kemungkinan untuk meningkatkan kedudukannya hanya sampai pada Punyimbang Pekon dan kesempatan untuk Punyimbang Marga tidak dapat lagi, karena Punyimbang Marga dapat berlangsung secara dinasti (Depdikbud Lampung, 1981/1982;3).

Mengenai asal usul orang Lampung sendiri dikatakan bahwa mereka berasal dari Sekala Brak yang sudah ada sejak awal abad 14 masehi, sedangkan suku Lampung yang mendiami Sekala Brak adalah suku Lampung yang beradat Saibatin atau yang biasa disebut masyarakat Lampung Pesisir.

Orang Lampung Saibatin adalah sekelompok masyarakat yang berusaha menjaga kemurnian daerah dalam kedudukan seseorang pada jabatan adat, yang pada kelompok adat disebut

punyimbang. Masyarakat Lampung Saibatin memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Martabat kedudukan tetap, tidak ada upacara peralihan adat,

2) Jenjang kedudukan saibatin tanpa tahta, 3) Bentuk perkawinan jujokh dan semanda,

4) Pakaian adat hanya dimiliki dan dikuasai oleh saibatin (siger, mahkota sebelah), 5) Kebangsawanan keturunan hanya terbatas pada kerabat saibatin,

6) Hubungan kekerabatan kurang akrab, 7) Belum diketahui kitab pegangan adatnya, 8) Pengaruh agama Islam lebih kuat,

9) Peradilan adat mulai melemah. (Hadikusuma, 1989;119).

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa orang Lampung Saibatin adalah sekelompok masyarakat adat yang dominan bertempat tinggal di daerah pesisir dan menjaga

(19)

2.2Kerangka Pikir

Proses pelaksanaan tradisi kakiceran meliputi tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap penutupan acara. Tahap perencanaan kakiceran dilakukan pada malam 10 ramadhan atau tepatnya H-20 sebelum hari raya idul fitri. Pada tahap ini, ketua bujang dari masing-masing pekon akan berkumpul di lamban gedung untuk mengadakan himpun marga. Di dalam lamban gedung tersebut, ketua bujang dari masing-masing pekon yang dipimpin oleh ketua bujang marga akan membahas tentang pelaksanaan kekiceran.

Setelah diadakan himpun marga, ketua bujang masing-masing menyampaikan hasil rapat kepada muli dan mekhanai, baik mengenai iuran marga, tropy bergilir, maupun hasil undian

pekonnya masing. Selama lebih kurang 2 (dua) minggu sebelum hari H, masing-masing pekon akan mempersiapkan anak tarinya yang dilatih oleh guru tari yang telah ditunjuk, dan berlatih dengan berbagai jenis tarian seperti tari cipta, tari adat, maupun tari adat kreasi. Dengan jangka waktu tersebut, guru tari masing-masing pekon akan berlomba-lomba mempersiapkan anak tarinya agar mendapatkan juara pada waktu pelaksanaan kakiceran nantinya.

Tahap kedua adalah pelaksanaan kakiceran atau Acara Inti. Tahap ini dimulai pada malam ke 2 (dua) setelah shalat idul fitri dan diakhiri pada malam ke 10 (sepuluh) bulan syawal. Setiap

pekon yang telah mendapatkan giliran akan melaksanakan kakiceran yang sesuai dengan undian pada waktu himpun marga, Pekon yang mendapatkan giliran pertama akan bertindak sebagai tuan rumah, sedangkan peserta kakiceran adalah perwakilan dari masing-masing pekon. Sebagai contoh pelaksanaan kakiceran yang diambil adalah kakiceran di pekon

Kotakarang yang dilaksanakan pada malam ke 3 (tiga) syawal. Pada pukul 10.00 pagi, muli

(20)

tempat duduk peserta kakiciran sampai selesai pada pukul 17.00. Setelah shalat magrib, muli mekhanai kembali berkumpul di lokasi acara untuk mempersiapkan berbagai keperluan dan mengisi kekurangan demi kelancaran acara. Pukul 20.00 Wib peserta kakiceran mulai berdatangan ke lokasi/tempat acara. Mereka menuju ke rumah saudaranya di pekon tersebut

untuk numpak. Mereka memanfaatkan rumah sanak saudaranya tersebut untuk mendandani anak tari ataupun latihan menari. Setelah mereka mengetahui tempat numpak tersebut, mereka menuju ke arena kakiceran dan menduduki kursi yang telah ditentukan.

Tahap terakhir adalah tahap penutupan kakiceran. Tahap ini dilaksanakan pada malam terakhir diadakan acara kakiciran atau tepatnya pada malam 10 syawal. Tahap ini adalah

penentuan juara umum untuk memperebutkan trophy marga dan uang tunai yang telah disiapkan oleh marga. Trophy ini adalah trophy bergilir yang berasal dari iuran marga. Pekon yang mendapatkan nilai tertinggi dari semua ajang perlombaan akan mendapatkan trophy ini.

Selain itu, acara kakiceran ditutup dan panitia kekiceran dibubarkan sambil menunggu tahun depan untuk mengadakan acara yang sama.

(21)

Keterangan :

: Garis Proses Pelaksanaan

REFERENSI

Sarjono Soekanto. 1985. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali. Jakarta. Hal 27 Tahap

Penutupan Acara Tahap

Perencanaan

Proses Pelaksanaan Kakiceran

Tahap Pelaksanaan

(Acara Inti)

1. Himpun/rapat di tiap-tiap pekon 2. Himpun/rapat

Marga di lamban gedung

3. Alokasi Dana

1. Tempat Pelaksanaan 2. Waktu Pelaksanaan 3. Peserta Kakiceran 4. Jenis Tari yang

Diperlombakan 5. Susunan Acara

(22)

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta. Hal 148

R. Soekmono. 1993. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Indonesia I. Kanisius. Jakarta. Hal 9

Sarjono Soekanto. 1985. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali. Jakarta. Hal 154

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta. Hal 180

http://jupri.wordpress.com/2009/09/25/tradisi-idul-fitri/

J.S. Badudu. 2003. Kamus Kata-Kata Serapan Asing. Kompas. Jakarta Depdikbud. 1981/1982. Upacara Tradisional Daerah Lampung, Proyek

Inventarisasi dan Dokumentasi Daerah Lampung. Kanwil Prov. Lampung: Bandar Lampung.

(23)

II. METODE PENELITIAN

Dalam memecahkan suatu permasalahan yang ada pada setiap penelitian, berbagai metode

digunakan oleh para peneliti. Dengan penggunaan metode, suatu permasalahan dalam

penelitian tidak akan terlalu sulit untuk dipecahkan.

Metode di sini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses

penelitian itu sendiri diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan

untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati, dan sistematis

untuk mewujudkan kebenaran ” (Mardalis, 2004 : 24).

Metode deskriftif adalah metode yang digunakan untuk penelitian ilmiah yang diajukan pada

pemecahan masalah yang ada sekarang dan pelaksanaannya tidak terbatas kepada

pengumpulan tetapi juga meliputi analisis dan interpretasi tentang arti data (Winarno

Surahmad, 1978 : 131).

Dari pendapat-pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa metode merupakan cara kerja

atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian

deskriptif. Dalam penelitian ini hanya menggambarkan tentang keadaan-keadaan atau

situasi-situasi yang ada.

Menurut Mardalis, penelitian ini tidak menguji hipotesa, atau tidak menggunakan hipotesa,

melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel-variabel

yang diteliti (Mardalis, 2004 : 26).

Seperti halnya yang dinyatakan oleh Mohammad Musa dan Titi Nurfitri, bahwa :

“ Secara harafiah, penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk

(24)

mendapatkan makna dan implikasi walaupun penelitian yang bertujuan untuk menemukan hal-hal tersebut dapat mencakup juga metode deskriptif “ (Mohammad Musa dan Titi Nurfitri, 1988 : 8).

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa metode

deskriptif adalah metode yang memaparkan serangkaian peristiwa tentang objek yang diteliti.

2.1Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

2.1.1 Variabel Penelitian

Dalam suatu penelitian, variabel merupakan suatu yang sangat penting dan tidak dapat

ditinggalkan begitu saja karena dengan variabel kita lebih dapat memfokuskan apa yang

menjadi objek penelitian kita sehingga akan lebih mempermudah cara kerja.

Variabel pada dasarnya akan memberikan jalan bagi suatu penelitian karena suatu penelitian

pasti akan memiliki keragaman nilai yang akan menjadikan suatu pengetahuan baru.

Variabel dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi obyek penelitian sering

pula dinyatakan variabel penelitian itu sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa

atau gejala yang akan diteliti (Sumardi Suryabrata, 1983: 79).

Variabel adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian dari suatu penelitian.

(Suharsimi Arikunto, 1989 : 91).

Berdasarkan semua pendapat di atas, maka dapat diartikan bahwa variabel penelitian adalah

segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan dalam meneliti sesuatu. Adapun

variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal, yaitu proses pelaksanaan tradisi

(25)

2.1.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara

mengukur suatu variable atau dengan kata lain semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana

cara mengukur variable (Masri Singaribun, 1991 : 46).

Sedangkan menurut Sumardi Suryabrata, definisi operasional variabel adalah definisi yang

didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati. (Sumadi Suryabrata,

2000 : 76).

Berdasarkan pendapat di atas, maka definisi operasional variable adalah definisi yang

memberikan arti atau menspesifikasikan suatu kegiatan sehingga objek yang diteliti dapat

diamati dan diukur dengan jelas. Adapun definisi operasional variable dalam penelitian ini

adalah rangkaian proses pelaksanaan tradisi kakiceran secara menyeluruh yang meliputi tahap perencanaan, tahap pelaksanaan atau acara inti dan tahap penutup.

2.2Sumber Data

Sumber data merupakan hal yang amat penting dalam setiap penelitian. Sumber data dapat

berasal dari mana saja, baik itu sumber tertulis maupun lisan. Dan karena penelitian ini

memerlukan sumber data yang berasal dari warga masyarakat maka peneliti memerlukan

tanggapan responden. Suharsimi Arikunto menyatakan bahwa :

“ Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat

(26)

Berdasarkan pendapat di atas, sumber data pada penelitian ini diperoleh dari wawancara

terhadap tokoh adat dan masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak di Kecamatan Pesisir Utara Lampung Barat

2.3Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah suatu prosedur yang sistematis dan standar untuk

memperoleh data yang diperlukan. Oleh sebab itu, diharapkan dengan adanya penggunaan

teknik-teknik tertentu yang sistematis dan standar akan dapat memperoleh data-data yang

dapat menjawab apa yang menjadi permasalahan dari penelitian yang direncanakan. Agar

peneliti mendapatkan data-data yang akurat dan relevan maka peneliti menggunakan teknik

pengumpulan data dengan cara :

3.3.1 Teknik Wawancara

Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data yang sering digunakan dalam kegiatan penelitian tertentu. Teknik ini mencoba untuk mendapatkan informasi mengenai

objek penelitian sumber seorang responden dengan cara bercakap-cakap secara berhadapan

(Koentjaraningrat 1997 : 162).

Teknik ini untuk mencari keterangan secara lengkap. Bentuk wawancara yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.

a. Wawancara Terstruktur

Wawancara terstruktur adalah wawancara yang dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun

pertanyaan dalam bentuk daftar pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada informasi.

Jawaban yang akan muncul biasanya telah dibatasi. Hal ini dilakukan agar informan

memberikan keterangan tidak ngelantur kemana-mana. Untuk tahap persiapan, bentuk

(27)

1. Syarat-syarat melakukan dalam melaksanakan tradisi kakiceran

a. Apakah ada syarat yang harus dipersiapkan sebelum melaksanakan acara kakiceran? b. Apakah ada syarat umur dalam melaksanakan kakiceran?

c. Apakah ada syarat jenis dalam melaksanakan kakiceran?

2. Peran pemuka adat dalam tahap persiapan acara kakiceran? a. Apa tugas pemuka adat dalam tahap persiapan kakiceran?

b. Seberapa penting peran pemuka adat dalam tahap persiapan kakiceran atau himpun marga?

c. Apakah ada kriteria-kriteria tertentu untuk menjadi pemuka adat?

3. Waktu yang digunakan dalam pelaksanaan kakiceran a. Pada bulan apakah tradisi kakiceran dilaksanakan? b. Pada tanggal berapakah tradisi kakiceran dilaksanakan?

c. Kapankah waktu yang digunakan dalam melaksanakan kakiceran (siang apa malam)? d. Pada pukul berapa acara kakiceran dimulai?

e. Apakah bisa tradisi kakiceran dilaksanakan pada waktu/tanggal yang berbeda?

4. Peserta dalam melaksanakan kakiceran

a. Siapakah yang menjadi peserta dalam persiapan melaksanakan kakiceran? b. Berapa orang yang ikut atau terlibat dalam persiapan acara kakiceran? c. Apakah hanya orang lampung saja yang bisa ikut sebagai peserta kakiceran?

d. Apakah hanya masyarakat Saibatin Marga Pugung Tampak saja yang bisa ikut andil dalam pelaksanaan kakiceran?

5. Sarana dan prasarana dalam pelaksanaan kakiceran

a. Alat-alat apa sajakah yang digunakan dalam pelaksanaan acara kakiceran? b. Dimana tempat acara kakiceran berlangsung?

c. Berapakah dana yang digunakan dalam acara kakiceran?

d. Berasal dari manakah dana yang digunakan dalam pelaksanaan kakiceran?

(28)

1. Tempat pelaksanaan acara kakiceran

a. Mengapa acara kakiceran harus dilaksanakan di tiap-tiap pekon?

b. Mengapa acara kakiceran dilaksanakan oleh tiap-tiap pekon secara bergantian? c. Apakah ada posisi tempat duduk peserta kakiceran yang telah ditetapkan berdasarkan

ketetapan adat?

d. Apakah ada tempat khusus yang selalu digunakan dalam melaksanakan acara kakiceran?

2. Waktu yang digunakan dalam pelaksanaan kakiceran

a. Apakah acara kakiceran dilaksanakan pada waktu siang atau malam hari?

b. Apakah wajib kakiceran dilaksanakan pada tanggal 1 syawal sampai dengan 10 syawal?

c. Apakah acara kakiceran wajib dilaksanakan tiap tahunnya? d. Pada pukul berapa acara kakiceran dimulai?

e. Membutuhkan berapa jam dalam melaksanakan kakiceran sampai selesai?

3. Peserta yang terlibat dalam pelaksanaan kakiceran

a. Siapa sajakah yang menjadi peserta dalam melaksanakan kakiceran? b. Apakah ada kriteria untuk peserta kakiceran?

c. Apakah peserta kakiceran hanya masyarakat Marga Pugung Tampak saja? d. Apakah ada ketentuan batas umur untuk peserta kakiceran?

e. Siapakah yang menjadi penonton dalam acara kakiceran?

4. Jenis tari yang diperlombakan dalam pelaksanaan kakiceran a. Jenis tari apa sajakah yang diperlombakan dalam kakiceran? b. Adakah kriteria tarian yang dinilai dalam pelaksanaan kakiceran? c. Adakah tarian khusus sebagai ciri khas dari acara kakiceran? d. Bagaimanakah sistem penilai pada acara kakiceran?

5. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kakiceran

a. Siapa sajakah yang mengikuti dalam pelaksanaan kakiceran?

(29)

Pada tahap penutup, bentuk pertanyaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Waktu dalam tahap penutupan tradisi kakiceran

a. Kapankah waktu yang digunakan dalam tahap penutupan pada acara kakiceran? b. Pada pukul berapa acara penutupan dimulai?

c. Apakah ada ketetapan waktu yang digunakan dalam tahap penutupan acara kakiceran?

2. Kategori hadiah dalam penutupan acara kakiceran

a. Apa sajakah hadiah yang diberikan kepada pemenang lomba tari pada acara penutupan kakiceran?

b. Adakah satu jenis hadiah yang menjadi ciri khas dalam acara penutupan kakiceran? c. Digunakan untuk apa hadiah-hadiah tersebut oleh pemenang lomba tari menari? d. Adakah bentuk hadiah lain selain dari trophy dalam acara kakiceran?

e. Darimanakah sumber dana untuk membeli hadiah-hadiah tersebut ?

b. Wawancara Tidak Terstruktur

Wawancara tidak terstruktur biasanya dilakukan pada awal penelitian, karena terkadang

ketika informan memberikan keterangan kadang muncul jawaban yang tidak terduga yang

tidak akan muncul saat wawancara terarah dilakukan dan hal itu bisa menambah informasi

yang ingin diperoleh terkait dengan objek yang akan diteliti.

Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi yang lengkap dari informan sehubungan

dengan masalah yang akan diteliti. Menurut Sutrisno Hadi (1981:50), Teknik wawancara

adalah teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara

sistematis, berdasarkan tujuan penyelidikan, pada umumnya dua atau lebih orang yang hadir

dalam proses tanya jawab itu secara fisik masing-masing pihak dapat menggunakan saluran

komunikasi secara wajar dan lancar. Dalam penelitian ini, yang akan diwawancara adalah

(30)

Berdasarkan definisi di atas, maka peneliti akan melakukan teknik wawancara untuk

memperoleh data tentang proses pelaksanaan kekiciran terhadap tokoh adat dan tokoh masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak di Kecamatan Pesisir Utara sebagai narasumber dengan jumlah narasumber sebanyak 3 (tiga) orang.

3.3.2 Studi Pustaka

Studi pustaka merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti

untuk memperoleh data yang berasal dari literatur-literatur. Literatur-literatur tersebut tidak

hanya berupa buku-buku saja, tetapi juga dapat berasal dari sumber bacaan lain yang dapat

menunjang penelitian.

Menurut Mestika Zed, apa yang disebut dengan riset kepustakaan atau sering juga disebut

studi pustaka, ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data

pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian (Mestika Zed, 2004 : 3).

3.3.3 Observasi

S. Nasution berpendapat bahwa, Observasi sebagai alat pengumpul data harus sistematis,

artinya observasi serta pencatatannya dilakukan menurut prosedur dan aturan-aturan tertentu

sehingga dapat diulangi kembali oleh peneliti lain. Selain itu hasil observasi itu harus

memberi kemungkinan untuk menafsirkannya secara ilmiah (S. Nasution, 1996 : 107).

Dalam penelitian ini, teknik observasi digunakan untuk memperoleh gambaran umum tentang

tempat penelitian.

(31)

Sebelum data dianalisis terlebih dahulu data diseleksi dan diolah dengan cara

menginterpretasikan atau menafsirkan hasil pengamatan dan hasil wawancara serta

mengklarifikasikan hasil pengamatan dan hasil wawancara sejenis dan memisahkan hasil

pengamatan dan hasil pengamatan yang tidak sejenis yang diperoleh di lapangan serta

membuat suatu kesimpulan.

Menurut Robert C. Bogdan dan Sari Knopp Bikklen, analisis data merupakan proses

penemuan yang sistematis dari catatan interview, catatan lapangan dan bahan-bahan lain yang

telah dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap data tersebut, sehingga

penemuan itu dapat disajikan (Didi Tahyudin, 1998 : 1974).

Pada penelitian ini, data yang dioleh kemudian dianalisa, kemudian dilanjutkan dengan

menarik suatu kesimpulan induktif yaitu cara berfikir didasarkan pada fakta-fakta yang

bersifat khusus yang kemudian diambil satu kesimpulan secara umum dan dituangkan ke

dalam bentuk tulisan.

Sedangkan analisis data menurut Moloeng (1998;103) adalah proses mengorganisasikan dan

mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan

tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

Untuk menganalisis data yang diperoleh, maka langkah-langkah yang dilakukan dalam

menganalisis data menurut Moloeng adalah sebagai berikut:

2.4.1 Reduksi Data

Data dari lapangan berupa sumber lisan maupun tulisan yang kemudian ditulis, direduksi,

dirangkum, difokuskan kepada hal yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti yaitu

(32)

memberi gambaran yang tajam tentang hasil pengamatan peneliti dalam mencari kembali

data yang diperlukan. Dalam penelitian, data yang dikumpulkan merupakan data kualitatif

tentang keadaan sosial masyarakat dari berbagai aspek baik ekonomi, ideologi, politik, dan

budaya masyarakat di Kecamatan Pesisir Utara Lampung Barat.

2.4.2 Display (Penyajian Data)

Display atau penyajian data digunakan untuk melihat gambaran keseluruhan atau

bagian-bagian tertentu dari penelitian harus diusahakan membuat deskripsi secara naratif disertai

dengan label dan gambar atau photo tentang kondisi objek penelitian baik berupa kondisi

kecamatan pesisir utara maupun proses pelaksanaan tradisi kakiceran.

2.4.3 Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi

Mengambil kesimpulan dan verifikasi yaitu berusaha mencari penjelasan alur sebab akibat

melalui penambahan data baru yang berkaitan dengan objek penelitian tentang proses

pelaksanaan tradisi kakiceran. Data yang ditambahkan adalah data yang relevan dari berbagai

sumber buku-buku yang berkaitan dengan proses pelaksanaan kakiceran. Setelah data-data

diperoleh dari berbagai sumber baik tulisan maupun lisan dilakukan pengecekan kembali,

kemudian dianalisis serta ditafsirkan untuk menghasilkan karya berupa tulisan yang lengkap

(33)

REFERENSI

Mardalis. 2004. Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal). Bumi Aksara. Jakarta. Hal 24

Suryabrata, Sumadi. 2000. Metodologi Penelitian. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hal 131

Mardalis. 2004. Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal). Bumi Aksara. Jakarta. Hal 26

Musa, Mohammad dan Titi Nurfitri. 1988. Metodologi Penelitian. Fajar Agung. Jakarta. Hal 8

Suryabrata, Sumadi. 2000. Metodologi Penelitian. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hal 79

Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Survey. Rineka Cipta. Jakarta. Hal 91

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta. Hal 46

Suryabrata, Sumadi. 2000. Metodologi Penelitian. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hal 76

Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Survey. Rineka Cipta. Jakarta. Hal 102

Koentjaraningrat. 1973. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia Jakarta. Hal 162

(34)

Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Hal 3

Nasution, S. 1996. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Bumi Aksara. Jakarta. Hal 107

Hadari. Nawawi dan Nartini. 1995. Insterumen Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada Universitas : Bandung Hal 24

Hadari, Nawawi. 1996. Penelitian Terapan. Gajah Mada Press: Yogyakarta. Hal 133.

(35)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

1.1KESIMPULAN

Kakiceran merupakan suatu tradisi dan budaya orang Lampung terutama yang beradat pesisir dalam bersilaturahmi dengan sanak saudaranya yang tinggal berjauhan. Tradisi ini

dilaksanakan pada hari lebaran dikarenakan sanak family yang tinggal jauh seperti di Jakarta,

Bandar Lampung, dan di daerah lainnya akan pulang kampung dan berkumpul di pekonnya masing-masing. Sehingga mereka dapat bertemu dengan sanak saudaranya yang lain ketika

diadakan kakiceran. Tradisi ini telah ada sejak dulu kala hingga sekarang dan masih dilaksanakan oleh masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Lampung Barat.

Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian penulis, maka penulis mengambil kesimpulan

bahwa:

1. Proses pelaksanaan kakiceran meliputi 3 (tiga) tahap yaitu tahap perencanaan, tahap

pelaksanaan dan tahap penutup.

2. Tahap perencanaan kakiceran meliputi alokasi dana untuk pelaksanaan kekiceran, mengadakan himpun atau rapat di tiap-tiap pekon yang berada di wilayah Saibatin Marga

Pugung Tampak, dan mengadakan himpun atau rapat marga di rumah raja adat setempat.

3. Tahap pelaksanaan kakiceran meliputi waktu pelaksanaan, tempat pelaksanaan, pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kekiceran, jenis tari yang diperlombakan dan susunan

acara kakiceran.

4. Tahap penutupan meliputi penentuan juara umum lomba kakiceran dan pembagian hadiah

(36)

5. Tradisi kakiceran masih dilaksanakan hingga saat ini dan terus mengalami perkembangan.

1.2SARAN

Terkait dengan kesimpulan di atas, penulis menyampaikan saran-saran sebagai berikut:

1. Kakiceran merupakan salah satu budaya pada masyarakat Lampung khususnya masyarakat Saibatin Marga Pugung Tampak Kecamatan Pesisir Utara Lampung Barat, jadi sudah selayaknya bagi masyarakat setempat untuk mempertahankan dan melestarikan

budaya tersebut.

2. Tradisi kakiceran berisikan perlombaan tari menari baik tari adat, tari cipta maupun tari adat kreasi, maka kepada muli mekhanai masyarakat setempat untuk tetap melaksanakan kakiciran sampai kapanpun agar generasi berikutnya dapat mengetahui adat dan budayanya.

3. Kakiceran adalah salah satu bentuk dari keunikan budaya Indonesia, maka sudah selayaknyanya kita sebagai bangsa yang beradat untuk tetap menjaga dan

(37)

TRADISI KAKICERAN PADA MASYARAKAT LAMPUNG

SAIBATIN MARGA PUGUNG TAMPAK

KECAMATAN PESISIR UTARA

LAMPUNG BARAT

Oleh

Ridhoni

Skripsi Diajukan

Sebagai Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(38)

TRADISI KAKICERAN PADA MASYARAKAT LAMPUNG

SAIBATIN MARGA PUGUNG TAMPAK

KECAMATAN PESISIR UTARA

LAMPUNG BARAT

(Skripsi)

Oleh RIDHONI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(39)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekon Kotakarang Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten

Lampung Barat pada tanggal 28 April 1987 sebagai anak kedua dari lima

bersaudara dari pasangan Bukri, S.Pd dan Nelyati.

Penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Kotakarang Kecamatan

Pesisir Utara selesai pada tahun 1998, setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah

Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Pesisir Utara dan selesai pada tahun 2002. Kemudian

penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Lemong

Kabupaten Lampung Barat dan selesai pada tahun 2005.

Pada tahun 2006, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas Lampung (Unila) pada

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Sosial (IPS), Program Studi Pendidikan Sejarah. Pada tahun 2010 penulis melaksanakan

(40)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal.

1. Struktur Pemerintahan Kecamatan Pesisir Utara ... 41

2. Diagram Tingkat Pendidikan di Kecamatan Pesisir Utara ... 44

3. Denah Lokasi Pelaksanaan Kakiceran Ditiap Pekon di Saibatin Marga Pugung Tampak ... 55

4. Suasana Himpun Marga di Lamban Gedung (Pekon Negeri Ratu) ... 77

5. Trophy Marga yang diperebutkan pada acara penutupan kakiceran ... 77

6. Drs. A.E. Wardana Kesuma, Raja Adat Marga Pugung Tampak sedang menyampaikan sambutan pada acara Himpun Marga ... 78

7. Jajaran Panitia Kakiceran di Pekon Kotakarang ... 78

8. Anak tari sedang memperagakan tari cipta yang berjudul Adik Ngelangkah khua Kakakni ... 79

9. Salah satu jenis tari adat yang berjudul Tari Sembah ... 79

10. Salah satu jenis tari adat Kreasi yang berjudul Tari Sembah Ratu Agung ... 80

11. Suasana kemeriahan penonton saat melihat acara kakiceran ... 80

12. MC yang menjalankan acara kakiceran (sebelah kanan) dan guru tari yang sedang menabuh rebana untuk mengiringi tari cipta (sebelah kiri) ... 81

13. a. Dewan juri yang sedang menilai pertunjukan tari menari ... 81

13. b. Dewan juri yang sedang menilai pertunjukan tari menari ... 82

14. Guru tari dan anak tari sedang belajar menari sebelum acara kakiceran ... 83

15. Para pemenang yang mendapatkan tropy bergilir pada acara penutupan kakiceran ... 83

16. Lokasi atau Tempat Dilaksanakannya Kakiceran ... 84

17. Lokasi atau Tempat Panitia Kakiceran ... 84

[image:40.612.117.518.168.583.2]
(41)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... ii

HALAMAN JUDUL ... .... iv

HALAMAN PERSETUJUAN ... .... v

HALAMAN PENGESAHAN ... .... vi

HALAMAN PERNYATAAN ... .... vii

RIWAYAT HIDUP ... .... viii

MOTTO ... .... ix

PERSEMBAHAN ... .... x

SANWACANA ... .... xi

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... . 1

1.2 Identifikasi Masalah ... ... 8

1.3 Pembatasan Masalah ... .... 8

1.4 Rumusan Masalah ... ... 8

1.5 Tujuan Penelitian ... ... 9

1.6 Kegunaan Penelitian ... ... 9

1.7 Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1Tinjauan Pustaka ...………. 11

2.1.1. Konsep Kakiceran ………...………... 11

2.1.2. Konsep Masyarakat ...………. 13

2.1.3. Konsep Budaya ...………... 14

2.1.4. Konsep Tradisi ...………... 15

2.1.5. Konsep Orang Lampung Saibatin ... 16

1.2Kerangka Pikir ………... 18

1.3Paradigma ………..…... 20

III. METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ………... 22

3.1.1 Variabel Penelitian ………. 22

3.1.2 Definisi Operasional Variabel ………..…... 23

3.2. Sumber Data ………..…… 24

3.3. Teknik Pengumpulan Data ………. 24

3.3.1 Wawancara ...……… ………... 25

A. Wawancara Terstruktur ... ... 25

B. Wawancara Tidak Terstruktur ... 28

3.3.2 Studi Pustaka ………...…...……….. 29

3.3.2 Observasi ... 30

3.4. Teknik Analisis Data………. 30

(42)

3.4.2 Display (Penyajian Data) ... 31

3.4.3 Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi ... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI WILAYAH 4.1Deskripsi Kabupaten Lampung Barat ... 33

4.2Deskripsi Kecamatan Pesisir Utara ... 37

4.2.1 Sejarah Kecamatan Pesisir Utara ... 37

4.2.2 Letak dan Keadaan Geografis ... 38

4.2.3 Kependudukan ... 41

4.2.3.1Jumlah Penduduk ... 41

4.2.3.2Mata Pencaharian ... 42

4.2.3.3Sosial dan Budaya ... 42

4.2.3.4Agama ... 43

4.2.3.5Struktur Pemerintahan... 43

4.2.3.6Pendidikan ... 46

B. HASIL 4.3Tradisi Kakiceran Pada Masyarakat Saibatin Marga Pugung Tampak ... 47

4.3.1 Sejarah dan Pengertian Kakiceran ... 49

4.3.2 Proses Pelaksanaan Kakiceran ... 52

4.3.2.1Tahap Perencanaan Kakiceran ... 52

A. Himpun Marga ... 52

B. Himpun Pekon ... 53

C. Alokasi Dana ... 54

4.3.2.2Tahap Pelaksanaan Kakiciran ... 55

A. Waktu Pelaksanaan Kakiceran ... 55

B. Tempat Pelaksanaan Kakiceran ... 58

C. Pihak yang Terlibat Dalam Pelaksanaan Kakiceran... 59

D. Jenis Tari yang Diperlombakan ... 61

E. Susunan Acara Kakiceran ... 63

4.3.2.3Tahap Penutupan Kakiceran ... 67

A. Penentuan Juara Umum ... 67

B. Pembagian Trophy Marga ... 68

C. PEMBAHASAN 4.4Proses Pelaksanaan Kakiceran Pada Masyarakat Saibatin Marga Pugung Tampak ... 69

4.4.1 Tahap Perencanaan Kakiceran ... 70

4.4.2 Tahap Pelaksanaan Kakiciran ... 71

A. Waktu Pelaksanaan Kakiceran ... 71

B. Tempat Pelaksanaan Kakiceran ... 72

C. Pihak yang Terlibat Dalam Pelaksanaan Kakiceran... 73

(43)

E. Susunan Acara Kakiceran ... 76 4.4.3 Tahap Penutupan Kakiceran ... 77

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 78 5.2 Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR ISTILAH LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 1984. Ensiklopedi Indonesia. Depdikbud. Jakarta

Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Survey. Rineka Cipta. Jakarta

________________ . 1986. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Bina Aksara. Jakarta.

Depdikbud. 1981/1982. Upacara Tradisional Daerah Lampung, Proyek

Inventarisasi dan Dokumentasi Daerah Lampung. Kanwil Prov. Lampung: Bandar Lampung. Hal 3

Hadikusuma, Hilman. 1989. Masyarakat dan Adat Budaya Lampung. Mandar Maju. Bandung.

J.S. Badudu. 2003. Kamus Kata-Kata Serapan Asing. Kompas. Jakarta Koentjaraningrat. 1973. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia

Jakarta.

_____________ . 1981. Pengantar Ilmu Antropologi. Raden Jaya Offset. Jakarta. _____________ . 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta.

Lexi, J Moloeng. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Resdakarta: Bandung, Hal 103

Mardalis. 2004. Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal). Bumi Aksara. Jakarta.

Monografi Kecamatan Pesisir Utara Tahun 2011

Musa, Mohammad dan Titi Nurfitri. 1988. Metodologi Penelitian. Fajar Agung. Jakarta. Nasution, S. 1996. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Bumi Aksara. Jakarta.

Hadari. Nawawi dan Nartini. 1995. Insterumen Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada Universitas : Bandung Halaman 47

Hadari, Nawawi. 1996. Penelitian Terapan. Gajah Mada Press: Yogyakarta. Hal 133.

R. Soekmono. 1993. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Indonesia I. Kanisius. Jakarta

(45)

Penelitian. UNSRI. Palembang

Sarjono Soekanto. 1985. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali. Jakarta

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta.

Suryabrata, Sumadi. 2000. Metodologi Penelitian. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sutrisno Hadi. 1981. Metode Research. Fakultas Psikologi UGM. Yogyakarta Winarno Surachmad. 1978. Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodelogi.

Ilmiah. Bandung

Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Sumber Internet :

http:/www.djpp.depkumham.go.id/files/Id/2008/lampung

http://jupri.wordpress.com/2009/09/25/tradisi-idul-fitri/

(46)

DAFTAR TABEL

Tabel: Hal.

1. Luas Areal Semak, Belukar dan Hutan Rakyat di Wilayah Kecamatan Pesisir Utara ... 37

2. Luas Wilayah Pekon dan Jumlah Pemangku di Kecamatan Pesisir Utara ... 37

3. Rincian Jumlah Penduduk di Kecamatan Pesisir Utara ... 38

4. Komposisi Penduduk Menurut Agama di Kecamatan Pesisir Utara ... 40

5. Daftar Nama Camat Pesisir Utara Periode Tahun 1945 Sampai Dengan Sekarang ... 41

6. Daftar Nama Peratin yang memerintah di masing-masing Pekon ... 43

7. Daftar Urutan Nama Pekon dalam Pelaksanaan Kakiceran Tahun 2011 ... 52

8. Daftar Urutan Pekon Berdasarkan Tingkat Kedudukan Tertua dalam Silsilah Marga Pugung Tampak ... 53

9. Daftar Nama dan Jenis Tari Yang Diperlombakan Selama Diadakan Tradisi Kakiceran ... 58

(47)

MOTTO

Orang terkuat bukan mereka yang selalu menang,

melainkan mereka yang tetap tegar meskipun mereka jatuh

Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya; hidup di

tepi jalan dan dilempari orang dengan batu, tetapi dibalas

dengan buah.

(48)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua

: Drs. Ali Imron, M.Hum ...

Sekretaris : Drs. Syaiful. M, M.Si ...

Penguji Utama

: Drs. Iskandar Syah, M.H ...

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Bujang Rahman, M.Si

NIP. 196003151985031003

(49)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Jln. Prof. Dr. Soemantri Bojonegoro No. 1 Bandar Lampung Telp (0721) 704624 Faxe (0721) 704624

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini adalah

1. Nama : Ridhoni

2. No. Pokok Mahasiswa : 0643033034

3. Program Studi : Pendidikan Sejarah

4. Jurusan : Pendidikan IPS - FKIP Unila

5. Alamat : Jln.Nunyai Indah Blok. C No. 15A Rajabasa Bandar Lampung, (Telp/Hp) 085367058373

Dengan ini membuat pernyataan, bahwa skripsi penulis yang berjudul “Tradisi Kakiceran Pada Masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak Kecamatan Pesisir Utara Lampung Barat”.

Tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Demikianlah surat pernyataan ini penulis buat dengan sebenarnya dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bandar Lampung, 13 Januari 2012 Yang membuat pernyataan

Ridhoni

(50)

PERSEMBAHAN

Puji syukur khadirat Allah SWT

dan sholawat serta salam selalu tercurahkan

kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.

Dengan hati yang ikhlas, skripsi ini kupersembahkan kepada :

Kedua orang tua ku tercinta ayahanda Bukri, S.Pd

dan ibunda Nelyati, yang telah mengasuhku, membesarkanku,

menasehatiku, mendidikku, mendo’akanku, dan memberikan du

kungan

dalam keberhasilan cita-citaku.

Kakakku tersayang Della Septarina, S.H

dan adikku tercinta Budiman, S.Pd, Siska Oktapiani,

Reni Putriyani, Para Personil V Love Band, dan Seseorang yang

memiliki pengaruh dalam hidupku, yang selalu memberikan semangat dan

do’a, Puti Nidya Winarni.

Para dosen Program Studi Pendidikan Sejarah

(51)

Judul Skripsi : TRADISI KAKICERAN PADA MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATIN MARGA PUGUNG

TAMPAK KECAMATAN PESISIR UTARA LAMPUNG BARAT

Nama Mahasiswa :

RIDHONI

No. Pokok Mahasiswa : 0643033034

Jurusan : Pendidikan IPS

Program Studi : Pendidikan Sejarah

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Ali Imron, M.Hum Drs. Syaiful. M, M.Si

NIP. 195708171985031002 NIP. 19610703 1985031 004

2. Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Ketua. Prodi. Pend. Sejarah

Drs. Iskandar Syah, M.H Drs. Maskun, M.H

(52)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur khadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “TRADISI KAKICERAN PADA MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATIN MARGA PUGUNG TAMPAK KECAMATAN PESISIR UTARA LAMPUNG BARAT”. Shalawat serta salam semoga senantiasa selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang

selalu kita nantikan syafa’at-Nya di hari akhir kelak.

Penulisan skripsi ini merupakan syarat dalam menyelesaikan studi, di mana dalam proses

penyelesaiannya penulis mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu

pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Unila,

2. Bapak Dr. M. Thoha B.S. Jaya, M.S., selaku Pembantu Dekan I FKIP Unila,

3. Bapak Drs. Arwin Ahmad, M.Si., selaku Pembantu Dekan II FKIP Unila,

4. Bapak Drs. Iskandar Syah, M.H., selaku Pembantu Dekan III FKIP Unila dan sekaligus

sebagai penguji, yang telah banyak memberikan masukan, ilmu dan motivasi selama

perbaikan, dengan penuh perhatian dan sabar selama penulis menuntut ilmu di FKIP

Unila,

5. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila,

6. Bapak Drs. Maskun, M.H., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unila,

(53)

7. Bapak Drs. Syaiful M, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus sebagai

pembimbing kedua. Terima kasih semoga bekal ilmu yang telah diberikan kepada penulis

dapat bermanfaat bagi nusa, bangsa dan agama,

8. Bapak Drs. Ali Imron, M.Hum., selaku dosen pembimbing pertama. Terima kasih semoga

apa yang telah diberikan kepada penulis baik berupa masukan, kritik, saran maupun ilmu

pengetahuan dapat menjadi landasan dan bekal penulis dalam menggapai cita-cita di masa

yang akan datang.

9. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unila, semoga bekal ilmu

yang telah diberikan dapat bermanfaat dan dapat menjadi modal untuk menggapai masa

depan yang lebih cerah,

10.Bapak Drs. A.E. Wardana Kusuma, gelar Suntan Kesuma Ningrat (Raja Adat Saibatin

Marga Pugung Tampak), Bapak Haryadi (Tokoh Masyarakat), Bapak Musradin (Tokoh

Adat) dan semua narasumber yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan

skripsi ini,

11.Bapak Drs. Azhari, M.M., selaku camat di Kecamatan Pesisir Utara Lampung Barat,

Bapak Indra Gunawan, S.Sos (Aparat Kecamatan Pesisir Utara), yang telah banyak

membantu kelancaran dalam penulisan skripsi ini,

12.Teman-temanku yang terbaik, Yudianto, Febri Mardiansyah, Hendriyanto, M. Haris

Maulana dan teman-teman mahasiswa Pendidikan Sejarah Unila, Personil V Love Band,

jajaran panitia kakiceran, muli mekhanai Marga Pugung Tampak, yang selalu memberikan semangat serta dukungan kepadaku sehingga penulis dapat menyelesaikan

(54)

Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan atas semua kebaikan

dan pengorbanan semua pihak yang telah membantu penulis dan semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamualaikum, Wr. Wb.

Bandar Lampung, 13 Januari 2012 Penulis

Ridhoni

Gambar

Gambar

Referensi

Dokumen terkait

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah tata cara pelaksanaan Daduwai pada perkawinan Ulun Lampung Saibatin di pekon Way Beluah Kecamatan

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah tata cara pelaksanaan Daduwai pada perkawinan Ulun Lampung Saibatin di pekon Way Beluah Kecamatan

Penjelasan yang dipaparkan tokoh adat marga Ngambur memberikan pengertian bahwa dalam pelaksanaan tradisi Ngejalang yang diawali dari satu hari sebelum bulan Ramadhan

Makna Filosofis Sigokh Pada Masyarakat Adat Lampung Saibatin Marga Pugung Penegahan Kecamatan Lemong Kabuten Pesisr Barat. Sigokh sebagai simbol adat masyarakat

(d) Persiapan peralatan Mitoni peralatan yang dibutuhkan namun pada masyarakat Desa Marga kaya hanya menggunakan sebagian besar peralatan yang mudah untuk didapat,

a) Pertunjukan pembuka, dibuka dengan pertunjukan dua kesenian tari adat dari desa Way Narta sebagai karya seni dari pihak baya dan panitia. b) Pertunjukan 10 peserta lomba. Poin

a) Pertunjukan pembuka, dibuka dengan pertunjukan dua kesenian tari adat dari desa Way Narta sebagai karya seni dari pihak baya dan panitia. b) Pertunjukan 10 peserta lomba. Poin

hidup orang Lampung yakni Sakai Sambayan yaitu suatu tradisi yang berupa tolong menolong dalam acara perkawinan adat pada masyarakat Lampung Saibatin khususnya di