• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak di Kecamatan Pesisir Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak di Kecamatan Pesisir Utara"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Konsep Kakiceran Pada Masyarakat Lampung Saibatin

Masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak di Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Lampung Barat memiliki banyak sekali bentuk kebudayaan dan salah satunya adalah tradisi kakiceran. Kakiceran merupakan suatu pentas budaya yang biasa dilakukan oleh muli mekhanai setempat secara turun temurun dalam rangka memeriahkan hari raya idul fitri. Dalam pelaksanaannya terdapat perlombaan tari menari yang dilakukan sepenuhnya oleh muli mekhanai baik sebagai panitia maupun sebagai peserta lomba.

Secara terminologi kata kakiceran berasal dari bahasa lampung yaitu kicer yang artinya suara yang berisik yang disebabkan oleh suara tetabuhan rebana dalam rangka hiburan dan ajang berkumpulnya muli mekhanai dalam rangka memeriah hari raya idul fitri. Jika artikan secara keseluruhan, maka kakiceran adalah ajang berkumpulnya muli mekhanai dalam rangka memeriahkan hari raya idul fitri yang berisikan perlombaan tari menari dengan diiringi oleh suara rebana. Proses pelaksanaannya meliputi tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap penutup.

Tahap perencanaan dilakukan sebelum acara kakiceran dimulai. Pada tahap ini diadakan himpun atau rapat yang terdiri atas himpun pekon dan himpun marga. Himpun pekon dilaksanakan ditiap pekon untuk membahas perencanaan biaya dan pembentukan panitia dimasing-masing pekon untuk melaksanakan kakiceran, sedangkan himpun marga berisikan pembahasan mengenai hadiah untuk juara umum perlombaan tari menari pada acara kakiceran. Tahap pelaksanaan dilakukan pada waktu acara kakiceran dimulai. Tahap ini

(2)

terbagi menjadi beberapa proses yaitu menentukan tempat pelaksanaan, menentukan waktu pelaksanaan, pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kakiceran, beberapa jenis tari yang diperlombakan, dan penyusunan acara kakiceran. Tahap terakhir dalam proses pelaksanaan kakiceran adalah tahap penutup. Pada tahap ini ditentukan juara umum untuk perlombaan tari menari dan sekaligus menyerahkan trophy marga untuk juara umum. Ketiga tahap tersebut merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat setempat agar pelaksanaan tradisi kakiceran dapat berjalan dengan lancar.

Menurut Bapak Haryadi, selaku tokoh masyarakat setempat menjelaskan bahwa tradisi kakiceran mulai dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda atau sekitar tahun 1800 an. Pada waktu itu, kakiceran dilakukan sebagai salah satu siasat masyarakat Saibatin Marga Pugung Tampak dalam menentang penjajahan Belanda. Para pejuang/orang tua memanfaatkan acara tersebut sebagai pengalih perhatian Belanda, sehingga perhatian Belanda hanya terfokus pada acara kakiceran yang dilaksanakan oleh muli/mekhanai dan mereka tidak menyadari bahwa di suatu tempat yang dinamakan sesakhan, telah berkumpul pejuang/orang tua mereka untuk menyusun strategi perang. Kakiceran pada waktu dulu memiliki tujuan yang berbeda dengan waktu sekarang. Kakiceran pada waktu dulu memiliki nilai patriotik dan agamis, sedangkan saat ini, tujuan kakiceran lebih condong pada acara silaturahmi (halal bil halal) dan melestarikan budaya. Nilai-nilai patriotisme mulai hilang begitu juga dengan nilai agamisnya. Sehingga secara perlahan, tradisi ini akan hilang seiring dengan masuknya budaya-budaya dari luar. (Wawancara dengan Bapak Haryadi dilaksanakan pada tanggal 9 September 2011 pukul 19.40 Wib di kediaman beliau)

Sedangkan menurut Bapak Musradin selaku pemuka adat setempat menjelaskan bahwa tradisi kakiceran merupakan salah satu bentuk kebudayaan masyarakat Lampung Saibatin yang mana di dalamnya terdapat perlombaan tari menari dalam rangka memeriahkan hari

(3)

raya Idul fitri dan bertujuan untuk melestarikan budaya dan mempererat silaturahmi antar warga dan merupakan suatu tradisi yang dilaksanakan secara turun temurun yang bersifat menghibur. Adapun tujuan dari tradisi ini adalah untuk mempererat silaturahmi antar warga atau masyarakat, untuk melestarikan budaya dan sebagai ajang untuk mencari jodoh bagi muli mekhanai setempat. (Wawancara dengan Bapak Musradin dilaksanakan pada tanggal 20 September 2011 pukul 13.00 di kediaman beliau)

2.1.2 Konsep Masyarakat

Di dalam masyarakat itu sendiri terdapat peranan-peranan dan kelompok-kelompok dalam menjalankan aktivitasnya yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya perlaku sosial masyarakat, dan selanjutnya akan mengarah pada pembentukan budaya di lingkungannya. Masyarakat memiliki peran penting dalam pembentukan status sosial budaya masyarakat di lingkungannya melalui pola pendidikan, pekerjaan dan kebiasaan hidup sehari-hari, budaya tersebut akan terbentuk dalam waktu yang lama.

Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup bersama dan bercampur untuk waktu yang lama, yang masing-masing memiliki keinginan-keinginan, perasaan-perasaan yang pada akhirnya nanti akan menimbulkan peraturan-peraturan yang akan membentuk suatu kebudayaan. (Sarjono Soekanto, 1990: 27).

Sedangkan menurut Koentjaraningrat masyarakat adalah semua kesatuan hidup manusia yang bersifat menetap dan yang terikat oleh satuan adat istiadat dan rasa identitas bersama (Koentjaraningrat, 1990 : 148).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi kakiceran merupakan bagian dari kehidupan dan aktifitas masyarakat yang meliputi adat istiadat dan rasa kebersamaan yang tinggi.

(4)

2.1.3 Konsep Budaya

Di dalam buku Pengantar Ilmu Sejarah Kebudayaan Indonesia jilid I dikatakan bahwa kebudayaan adalah segala ciptaan manusia yang sesungguhnya hanyalah hasil usahanya untuk mengubah dan memberi bentuk dan susunan baru kepada pemberian Tuhan sesuai dengan kebutuhan jasmani dan rohaninya (R. Soekmono, 1939 : 9).

Kebudayaan adalah komplek yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota dari masyarakat (Sarjono Soekanto, 1989 : 154).

Sedangkan menurut Koentjaraningrat kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1990 : 180).

Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kakiceran merupakan salah satu bentuk dari kebudayaan yang mana di dalamnya terdapat unsur-unsur dari kebudayaan itu sendiri.

2.1.4 Konsep Tradisi

Pada masyarakat Indonesia, terdapat berbagai macam tradisi yang masih dilaksanakan dengan baik maupun yang sudah hilang seperti tradisi pembersihan desa, tradisi dalam perkawinan, tradisi tolak bala, tradisi lebaran dan masih banyak tradisi-tradisi yang tidak dapat disebutkan secara menyeluruh. Tradisi-tradisi tersebut mengandung nilai-nilai budaya dan moral yang memiliki tujuan yang baik untuk menciptakan masyarakat yang memiliki jati diri, berakhlak mulia, dan berperadaban.

(5)

Secara terminologis perkataan tradisi mengandung suatu pengertian tersembunyi tentang adanya kaitan antara masa lalu dengan masa kini. Ia menunjuk kepada sesuatu yang diwariskan oleh masa lalu, tetapi masih berwujud dan berfungsi pada masa sekarang. Oleh karena itulah tradisi dalam pengertian yang paling elementer adalah sesuatu yang ditransimisikan atau diwariskan dari masa lalu ke masa kini (http wordpress, 2009).

Tradisi adalah adat kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun dan masih dilaksanakan pada masyarakat yang ada (J.S. Badudu.2003:349)

Salah satu dari sekian banyak tradisi tersebut adalah tradisi lebaran. Tradisi ini banyak dilakukan oleh masyarakat diberbagai belahan bumi salah satunya adalah masyarakat Indonesia. Kebiasaan masyarakat Indonesia dalam memeriahkan hari lebaran biasanya dilakukan dengan berbagai cara. Seperti mudik lebaran (pulang kampung), tradisi pertunjukan seni dan tari, tradisi bermaaf-maafan, tradisi memakai pakaian bagus, tradisi makanan khas lebaran, dan lain sebagainya. Begitu juga dengan tradisi kakiceran. Tradisi ini termasuk dalam tradisi lebaran karena dilaksanakan ketika hari lebaran tepatnya tanggal 2 syawal sampai dengan 10 syawal dalam hitungan kalender hijriah. Selain itu, tradisi kakiceran termasuk dalam kategori pertunjukan seni tari dan budaya bermaaf-maafan karena di dalam pelaksanaannya terdapat perlombaan tari menari dan wayak. Perlombaan tari menari dan wayak tersebut merupakan cara yang digunakan oleh masyarakat Saibatin Marga Pugung Tampak dalam memanfaatkan hari lebaran sebagai ajang untuk silaturahmi dan bermaf-maafan secara masal.

Dari penjelasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kakiceran merupakan salah satu bentuk tradisi lebaran yang dilakukan secara turun temurun dalam rangka memeriahkan hari raya idul fitri dan mempererat silaturahmi.

(6)

2.1.5 Konsep Orang Lampung Saibatin

Orang Lampung Saibatin pada dasarnya dapat diketahui dengan kesempatan untuk menduduki atau meningkatkan kedudukan dalam adat diperoleh dari keturunan, dan hanya ada kemungkinan untuk meningkatkan kedudukannya hanya sampai pada Punyimbang Pekon dan kesempatan untuk Punyimbang Marga tidak dapat lagi, karena Punyimbang Marga dapat berlangsung secara dinasti (Depdikbud Lampung, 1981/1982;3).

Mengenai asal usul orang Lampung sendiri dikatakan bahwa mereka berasal dari Sekala Brak yang sudah ada sejak awal abad 14 masehi, sedangkan suku Lampung yang mendiami Sekala Brak adalah suku Lampung yang beradat Saibatin atau yang biasa disebut masyarakat Lampung Pesisir.

Orang Lampung Saibatin adalah sekelompok masyarakat yang berusaha menjaga kemurnian daerah dalam kedudukan seseorang pada jabatan adat, yang pada kelompok adat disebut punyimbang. Masyarakat Lampung Saibatin memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Martabat kedudukan tetap, tidak ada upacara peralihan adat, 2) Jenjang kedudukan saibatin tanpa tahta,

3) Bentuk perkawinan jujokh dan semanda,

4) Pakaian adat hanya dimiliki dan dikuasai oleh saibatin (siger, mahkota sebelah), 5) Kebangsawanan keturunan hanya terbatas pada kerabat saibatin,

6) Hubungan kekerabatan kurang akrab, 7) Belum diketahui kitab pegangan adatnya, 8) Pengaruh agama Islam lebih kuat,

9) Peradilan adat mulai melemah. (Hadikusuma, 1989;119).

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa orang Lampung Saibatin adalah sekelompok masyarakat adat yang dominan bertempat tinggal di daerah pesisir dan menjaga kemurnian darah dalam kepunyimbangan. Orang Lampung Saibatin yang bertempat tinggal di Marga Pugung Tampak, Pesisir Utara Lampung Barat juga masih memegang teguh adat Lampung dan tetap menjaga kemurnian darah berdasarkan keturunan punyimbang.

(7)

2.2 Kerangka Pikir

Proses pelaksanaan tradisi kakiceran meliputi tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap penutupan acara. Tahap perencanaan kakiceran dilakukan pada malam 10 ramadhan atau tepatnya H-20 sebelum hari raya idul fitri. Pada tahap ini, ketua bujang dari masing-masing pekon akan berkumpul di lamban gedung untuk mengadakan himpun marga. Di dalam lamban gedung tersebut, ketua bujang dari masing-masing pekon yang dipimpin oleh ketua bujang marga akan membahas tentang pelaksanaan kekiceran.

Setelah diadakan himpun marga, ketua bujang masing-masing menyampaikan hasil rapat kepada muli dan mekhanai, baik mengenai iuran marga, tropy bergilir, maupun hasil undian pekonnya masing. Selama lebih kurang 2 (dua) minggu sebelum hari H, masing-masing pekon akan mempersiapkan anak tarinya yang dilatih oleh guru tari yang telah ditunjuk, dan berlatih dengan berbagai jenis tarian seperti tari cipta, tari adat, maupun tari adat kreasi. Dengan jangka waktu tersebut, guru tari masing-masing pekon akan berlomba-lomba mempersiapkan anak tarinya agar mendapatkan juara pada waktu pelaksanaan kakiceran nantinya.

Tahap kedua adalah pelaksanaan kakiceran atau Acara Inti. Tahap ini dimulai pada malam ke 2 (dua) setelah shalat idul fitri dan diakhiri pada malam ke 10 (sepuluh) bulan syawal. Setiap pekon yang telah mendapatkan giliran akan melaksanakan kakiceran yang sesuai dengan undian pada waktu himpun marga, Pekon yang mendapatkan giliran pertama akan bertindak sebagai tuan rumah, sedangkan peserta kakiceran adalah perwakilan dari masing-masing pekon. Sebagai contoh pelaksanaan kakiceran yang diambil adalah kakiceran di pekon Kotakarang yang dilaksanakan pada malam ke 3 (tiga) syawal. Pada pukul 10.00 pagi, muli mekhanai berkumpul di pekon. Setelah terkumpul, selanjutnya mereka menyusun posisi

(8)

tempat duduk peserta kakiciran sampai selesai pada pukul 17.00. Setelah shalat magrib, muli mekhanai kembali berkumpul di lokasi acara untuk mempersiapkan berbagai keperluan dan mengisi kekurangan demi kelancaran acara. Pukul 20.00 Wib peserta kakiceran mulai berdatangan ke lokasi/tempat acara. Mereka menuju ke rumah saudaranya di pekon tersebut untuk numpak. Mereka memanfaatkan rumah sanak saudaranya tersebut untuk mendandani anak tari ataupun latihan menari. Setelah mereka mengetahui tempat numpak tersebut, mereka menuju ke arena kakiceran dan menduduki kursi yang telah ditentukan.

Tahap terakhir adalah tahap penutupan kakiceran. Tahap ini dilaksanakan pada malam terakhir diadakan acara kakiciran atau tepatnya pada malam 10 syawal. Tahap ini adalah penentuan juara umum untuk memperebutkan trophy marga dan uang tunai yang telah disiapkan oleh marga. Trophy ini adalah trophy bergilir yang berasal dari iuran marga. Pekon yang mendapatkan nilai tertinggi dari semua ajang perlombaan akan mendapatkan trophy ini. Selain itu, acara kakiceran ditutup dan panitia kekiceran dibubarkan sambil menunggu tahun depan untuk mengadakan acara yang sama.

(9)

Keterangan :

: Garis Proses Pelaksanaan

REFERENSI

Sarjono Soekanto. 1985. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali. Jakarta. Hal 27 Tahap

Penutupan Acara Tahap

Perencanaan

Proses Pelaksanaan Kakiceran

Tahap Pelaksanaan (Acara Inti) 1. Himpun/rapat di tiap-tiap pekon 2. Himpun/rapat Marga di lamban gedung 3. Alokasi Dana 1. Tempat Pelaksanaan 2. Waktu Pelaksanaan 3. Peserta Kakiceran 4. Jenis Tari yang

Diperlombakan 5. Susunan Acara Kakiceran 1. Penentuan juara umum 2. Pembagian trophy marga

(10)

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta. Hal 148

R. Soekmono. 1993. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Indonesia I. Kanisius. Jakarta. Hal 9

Sarjono Soekanto. 1985. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali. Jakarta. Hal 154

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta. Hal 180

http://jupri.wordpress.com/2009/09/25/tradisi-idul-fitri/

J.S. Badudu. 2003. Kamus Kata-Kata Serapan Asing. Kompas. Jakarta Depdikbud. 1981/1982. Upacara Tradisional Daerah Lampung, Proyek

Inventarisasi dan Dokumentasi Daerah Lampung. Kanwil Prov. Lampung: Bandar Lampung.

Hadikusuma, Hilman. 1989. Masyarakat dan Adat Budaya Lampung. Mandar Maju. Bandung. Hal 119

Referensi

Dokumen terkait

yang optimal dari penelitian ini mempunyai kandungan bahan aktif sebesar 32% yang dihasilkan dari proses de- ngan kondisi suhu sulfonasi 90 0 C dan perbandingan mol

Penetrasi bank asing berpengaruh positif terhadap profitabilitas bank domestik secara parsial, yang artinya bahwa kehadiran bank asing di Indonesia dapat

Sedangkan dalam pasal 855 KUHPerdata yaitu; “ Bila seseorang meninggal tanpa meninggalkan keturunan dan suami atau isteri, dan bapak atau ibunya telah meninggal

Menyatakan bahwa skripsi dengan judul'6Penerapan Metode Pembelajaran Time Token Arend Pada Siswa Kelas VIII A SMP N I Prambanan Dalam Upaya Meningkatkan

BAKRIE PIPIE INDUSTRIES menggunakan metode Pengelasan Kampuh Kontinyu ( Continuous Seam Welding ) dan untuk mengetahui kekuatan dari pipa baja API 5L X-52 ( 24”

Persentase kejadian anemia juga lebih lebih banyak ditemukan pada responden dengan status gizi tidak normal dan tingkat pengetahuan yang kurang baik, tetapi tidak

Data dari gambar di atas, terlihat jelas bahwa hasil peningkatan kemampuan menyimak cerita dengan metode latihan pada siswa kelas I SDN 006 Pagaran Tapah Darussalam

Dalam penelitian ini, diperlukan metode untuk melakukan kajian mengenai rencana pengembangan sistem drainase berwawasan lingkungan di Kecamatan Cinambo Kota Bandung,