• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA MILITER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA MILITER"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA MILITER

Oleh Alvin wijaya

Anggota militer atau prajurit yang tergabung dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dipilih dan ditunjuk oleh negara untuk menduduki status tertentu yang mempunyai otoritas karena diberi tugas memimpin baik kesatuan/dinas/jabatan atau bagian yang besar maupun yang kecil di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keberadaan TNI merupakan simbol keamanan negara yang sangat berarti untuk melindungi masyarakat pada umumnya dan negara pada khususnya dari serangan atau gangguan dari dalam maupun dari luar (ekstern/intern). Namun ada juga Oknum militer yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan Psikotropika, oleh karena itu negara harus memiliki anggota TNI yang telah diberi keterampilan militer sehingga cakap dalam menjalankan tugas-tugas sebagai bakti anak bangsa. Agar terciptanya ketertiban yang lebih berdisiplin dalam lingkungan TNI sehingga merupakan kelompok tersendiri untuk mencapai tujuan tugasnya yang pokok untuk itu diperlukan suatu hukum khusus dan peradilan yang tersendiri terpisah dari peradilan umum. Maka dirancang Undang-undang yang berlaku bagi anggota militer yaitu Kitab Undang-Undang Peradilan Miliiter. Keberadaan peradilan militer diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 mempunyai peradilan tersendiri dan komandan-komandan mempunyai kewenangan penyerahan perkara. Berdasarkan uraian di atas yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penyidikan tindak pidana penyalahgunaan psikotropika yang dilakukan oleh Anggota Militer, apakah faktor-faktor penghambat dalam proses penyidikan tindak pidana penyalahgunaan psikotropika yang dilakukan oleh Anggota Militer.

(2)

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diketahui bahwa 1). Proses penyidikan tindak pidana penyalahgunaan psikotropika yang dilakukan oleh Anggota Militer melalui tiga tahap yaitu a). Dengan proses penyidikan/pemeriksaan pendahuluan oleh penyidik, b). Proses pemeriksaan lanjutan, c). Penyerahan perkara dan penuntutan 2). Adapun yang menjadi faktor-faktor penghambat dalam proses penyidikan tindak pidana penyalahgunaan Psikotropika yang dilakukan oleh anggota militer adalah tidak ditemukannya saksi dikarenakan ia melarikan diri, Membutuhkan waktu yang lama untuk mengumpulkan barang bukti dikarenakan pemeriksaan urine dan darah dilakukan di pusat laboratorium forensik Polri cabang Palembang, di dalam lingkungan militer adanya sikap anggota militer yang tidak kooperatif dalam proses penyidikan dan adanya sikap atasan/komandan kesatuan yang cenderung kurang tegas dalam menetapkan hukuman serta kecenderungan untuk menutupi (melindungi) kesalahan yang dilakukan oleh bawahannya, Sedangkan dari masyarakat umum yang terjadi faktor panghambat proses penyidikan adalah adanya ketakutan untuk melaporkan dan memberikan kesaksian terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh oknum militer. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penegakkan hukum itu sendiri antara lain adalah faktor Undang-undang (hukumnya sendiri), faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakkan hukum, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan.

Setelah penulis melakukan penelitian tentang Penyidikan Tindak Pidana Penyalahgunaan Psikotropika yang dilakukan oleh Anggota Militer di Detasemen Polisi Militer II/3, maka penulis berpendapat bahwa a. Hendaknya penyidik dalam tindak pidana militer selalu tanggap dengan permasalahan yang timbul di masyarakat, karena di dalam masyaraka ada ketakutan untuk melaporkan anggota militer yang melakukan tindak pidana dan, b. Hendaknya penyidik lebih profesional dalam melakukaan penyidikan dan harus melakukan kerjasama agar penyelesaian tindak pidana yang dilakukan oleh anggota militer dapat dilakukan lebih cepat.

(3)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

D. Kerangka teoretis dan konseptual ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 12

DAFTAR PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Terbentuknya Tentara Nasional Indonesia ... ... 14

B. Penyidik ... 19

1. Pengertian Penyidik ... 19

2. Wewenang Penyidik ... 19

C. Tindak Pidana ... 20

1. Pengertian Tindak Pidana ... 20

2. Penggolongan Tindak Pidana ... 23

D. Pidana Militer ... 26

1. Pengertian Pidana Militer ... 26

2. Perbandingan Pidana Umum dengan Pidana Militer ... 26

3. Penyidikan dan Penyelidikan ... 27

E. Psikotropika ... 32

1. Pengertian Psikotropika ... 32

2. Pengaruh Psikotropika ... 32

(4)

III.METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah ... 34

B. Sumber dan Jenis Data ... 35

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 35

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 36

E. Analisis Data ... 37

DAFTAR PUSTAKA IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 39

B. Proses Penyidikan Tindak Pidana Penyalahgunaan Psikotropika yang dilakukan Oleh Anggota Militer ... 40

1. Azas Administrasi Penyidikan ... 44

2. Syarat Administrasi Penyidikan ... 46

3. Kegiatan Pencatatan ... 48

4. Kegiatan Laporan ... 48

5. Proses Penyidikan/pemeriksaan Pendahuluan Oleh Penyidik ... 50

6.Penangkapan dan Penahanan ... 52

C. Faktor-faktor Penghambat Proses Penyidikan Tindak Pidana Penyalahgunaan Psikotropika yang Dilakukan Oleh Anggota Militer ... 55

1. Faktor-faktor Penghambat Proses Penyidikan Tindak Pidana Penyalahgunaan Psikotropika yang Dilakukan Oleh Anggota Militer...55

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum ...56

DAFTAR PUSTAKA V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 63

(5)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Eko Raharjo S.H., M.H. ………

Sekretaris : Heni Siswanto S.H., M.H ………

Penguji

Bukan Pembimbing : Firganefi S.H., M.H. ………

2. Dekan Fakultas Hukum

Adius Semenguk, S.H., M.S.

NIP 195609011981031003

(6)

Judul Skripsi : ANALISIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA MILITER Nama Mahasiswa : Alvin Wijaya

Nomor Pokok Mahasiswa : 0542011023 Program Studi : Ilmu Hukum

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Eko Raharjo S.H., M.H Heni Siswanto S.H., M.H

NIP 196104061989031003 NIP 196502041990031004

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

(7)

ANALISIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA MILITER

(Skripsi)

Oleh Alvin Wijaya

0542011023

BAGIAN HUKUM PIDANA UNIVERSITAS LAMPUNG

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyalahgunaan obat (drug abuse) dalam dua tiga dekade terakhir bertambah secara global dan juga sudah mencapai keadaan serius diIndonesia. Narkotika dan psikotropika merupakan bahan-bahan yang dapat digunakan dalam kehidupan karena dapat menimbulkan efek terapeutik (efek pengobatan) dalam dunia pengobatan. Narkotika berasal dari bahasa Yunani yaitu Narkose yang artinya pingsan, kata ini juga berarti menidurkan yang sampai sekarang masih dipakai dibagian anatesis yang berarti menghilangkan kesadaran pasien pada waktu dilaksanakan operasi.

(9)

sesuai dan waktu pemberian yang tepat, tidak boleh melebihi waktu dan dosis yang sembarangan.

Penyimpangan-penyimpangan medis yang dilakukan sangatlah berbahaya, selain dapat menimbulkan ketergantungan obat-obatan juga dapat menimbulkan efek yang lebih parah jika dipakai dalam dosis yang besar, serta menimbulkan gejala berupa craving (keinginan yang sangat kuat untuk mendapatkan obat), mual, muntah, gelisah, demam, mencret, tidak suka makan, badan merasa sakit, mudah tersinggung dan susah tidur. Pada masyarakat dewasa ini sudah banyak yang mengerti bahaya dari narkotika dan psikotropika, namun masih banyak pula yang menyalahgunakannya. Faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan narkotika dan psikortopika yaitu untuk membuktikan keberanian seseorang dalam melakukan perbuatan yang sangat berbahaya atau untuk menumbuhkan rasa percaya diri, mendapatkan pengalaman-pengalaman secara emosional, menghilangkan rasa frustasi atau sekedar ingin tahu, dan melepaskan diri dari rasa kesepian.

(10)

3

Anggota militer atau prajurit yang tergabung dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dipilih atau ditunjuk oleh Negara untuk menduduki status tertentu yang mempunyai oteritet karena diberi tugas memimpin baik kesatuan/dinas/jabatan atau bagian yang besar maupun kecil di negara kesatuan Republik Indonesia. Keberadaan TNI merupakan simbol keamanan negara yang sangat berarti untuk melindungi masyarakat pada umumnya dan melindungi negara pada khususnya dari serangan maupun gangguan dalam bentuk apapun baik dari dalam maupun dari luar (ekstern/intern). Untuk itu negara harus memiliki anggota TNI yang telah diberi keterampilan dalam bidang militer sehingga cakap dalam menjalankan tugas-tugas negara sebagai bakti anak bangsa.

(11)

tersebut. Tujuan pemisahan peradilan ini adalah untuk menjaga kewibawaan kesatuan TNI agar lembaga ini dapat menjalankan hukum yang seadil-adilnya dengan memberikan sanksi yang sesuai dengan perbuatannya.

(12)

5

Keberadaan peradilan militer diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 20 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 yang menetukan bahwa Angkatan Bersenjata mempunyai peradilan tersendiri dan komandan-komandan mempunyai wewenang penyerahan perkara.

Pejabat militer yang mempunyai kewenangan sebagai penyidik seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Peradilan Militer Nomor 31 Tahun 1997 pada Pasal 69 butir (1) adalah sebagai berikut :

a. Atasan yang Berhak menghukum (Ankum) ; b. Polisi Militer ;

c. Oditur ;

d. Provos (AD,AL,AU) .

(13)

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan membuat skripsi dengan judul “Analisis Penyidikan Tindak Pidana Penyalahgunaan Psikotropika Yang dilakukan oleh Anggota Militer.”

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Bagaimanakah penyidikan tindak pidana penyalahgunaan psikotropika yang dilakukan oleh Anggota Militer?

b. Apakah faktor-faktor penghambat dalam proses penyidikan tindak pidana penyalahgunaan psikotropika yang dilakukan oleh Anggota Militer?

2. Ruang Lingkup

(14)

7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Bardasarkan permasalahan di atas dan bertitik tolak pada alasan pemilihan judul di atas, maka maksud dan tujuan untuk dapat memberikan gambaran yang jelas agar tidak terjadi kesalah pahaman tentang :

a. Untuk mengetahui penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh Anggota Militer

b. Untuk mengetahui faktor penghambat dalam proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh Anggota Militer

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah :

a. Kegunaan Teoritis, diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam pengkajian ilmu hukum mengenai penyidikan tindak pidana penyalahgunaan psikotropika yang dilakukan oleh anggota militer dan dapat menjadi pengetahuan awal untuk penelitian lebih lanjut.

(15)

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil-hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosisal yang dianggap relevan untuk suatu penelitian (Soerjono Soekanto, 1986 : 125). Pengertian penyidik menurut KUHAP adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

Dalam hukum pidana militer yang berwenang melakukan penyidikan adalah atasan yang berhak menghukum (Ankum), polisi militer, dan oditur militer. Akan tetapi karena atasan yang berhak menghukum adalah komandan suatu kesatuan, maka tidak mungkin ia melakukan penyidikan terhadap suatu peristiwa pidana. Oleh karena itu demi efektifnya pelaksanaan suatu kewenangan penyidikan dari atasan yang berhak menghukum tersebut dan untuk membantu supaya atasan yang berhak menghukum lebih memusatkan perhatian, tenaga, dan waktu dalam melaksanakan tugas pokoknya, pelaksanaan penyidikan tersebut dilaksanakan oleh penyidik polisi militer atau oditur militer. Sedangkan wewenang penyidik pembantu apabila ia melakukan penyidikan dibawah bimbingan polisi militer atau oditur militer.

(16)

9

penyidik polisi militer sedangkan atasan yang berhak menghukum (Ankum) dan perwira penyerah perkara (Papera) mempunyai wewenang untuk melakukan penahanan dan pelaksanaan penahanannya hanya dilaksanakan di rumah tahanan militer, karena di lingkungan peradilan militer hanya dikenal satu jenis penahanan yaitu penahanan di rumah tahanan militer.

Oditur penyidik sebagai penyidik dapat meminta pendapat dari perwira penyerah perkara (Papera) untuk memastikan apakah penyidikan terhadap anggota milter yang melakukan tindak pidana dapat dilanjutkan atau dihentikan. Apabila belum cukup bukti-bukti maka atas persetujuan perwira penyerah perkara (Papera) penyidikan itu dapat dihentikan dengan mendapat surat keputusan berdasarkan pendapat hukum dari Oditur Militer (Pasal 101 Undang-Undang Peradilan Militer).

(17)

2. Konseptual

Merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti atau ingin diketahui. Agar tidak terjadi kesalahan terhadap permasalahan maka penulis akan memberikan konsep yang bertujuan untuk menjelaskan dari istilah yang digunakan dalam pembahasan ini, adapun istilah yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Tindak Pidana Militer

Pada hakikatnya tindak pidana militer sama dengan tindak pidana umum, hanya saja penerapan hukum dan pelaku dari tindak pidana itu sendiri berbeda. Bagi seorang militer penjatuhan hukuman lebih dititik beratkan pada pendisiplinan saja atau pendidikan sedangkan bagi masyarakat umum penjatuhan pidana merupakan penjeraan. Namun apabila seorang militer melekukan tindak pidana umum maka penjatuhan hukuman seperti yang terdapat dalam KUHAP ditambah dengan yang terdapat dalam KUHPM (AHM-PTHM, 1981 (66)).

b. Penyidikan

(18)

11

c. Penyidik ABRI

Penyidik ABRI yang selanjutnya disebut penyidik adalah atasan yang berhak menghukum, pejabat polisi militer tertentu dan oditur militer yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan (UUPM Nomor 31 tahun 1997 Pasal 1 (11)).

d. Prajurit

Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang selanjutnya disebut prajurit adalah warga Negara yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk mengabdikan diri dalam usaha pembelaan negara dengan menyandang senjata, rela berkorban jiwa raga, dan berperan serta dalam pembangunan nasional serta tunduk kepada hukum militer (UUPM Nomor 31 Tahun 1997 Pasal 1 (42)).

e. Disiplin Prajurit

(19)

f. Hukum Disiplin

Hukum disiplin Angkatan Bersenjata Republik Indonesia adalah serangkaian peraturan dan norma untuk mengatur, menegakkan, dan membina disiplin atau tata kehidupan prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia agar setiap tugas dan kewajibannya dapat berjalan dengan sempurna (Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

E. Sistematika Penulisan

Secara keseluruhan Skripsi ini terdiri dari lima bab yang isinya mencerminkan susuna dari materi yang perinciannya sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang penguraian hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang permasalahan, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual serta diakhiri dengan sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

(20)

13

III. METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian yang meliputi pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan data dan pengolahan data serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan penjelasan yang menjelasakan bagaimana proses penyidikan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh anggota militer dan faktor pendukung serta penghambat dalam proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh anggota militer.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, Andi. 1990. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Soekanto, Soejono. 1986. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sianturi, S. 1998. Hukum Pidana Militer Di Indonesia. Alumni AHM PTHM. Jakarta.

(22)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang ditempuh adalah dengan menggunakan dua metode pendekatan, yaitu pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan secara yuridis empiris.

1. Pendekatan yuridis normatif

Yaitu suatu langkah pendekatan yang dilakukan dengan cara mempelajari ketentuan dan kaedah berupa aturan hukumnya atau ketentuan hukum yang ada hubungannya dengan judul skripsi ini dan berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) dan Undang-undang Peradilan Militer.

2. Pendekatan yuridis empiris

(23)

B. Sumber dan Jenis Data

Data yang dikumpulkan guna menunjang hasil penelitian adalah data primer dan data sekunder yang dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari pemberi data atau orang yang terlibat langsung dalam memberikan data, yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

2. Data sekunder

Data sekunder yang digunakan sebagai bahan hukum primer terdiri dari : a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 tentang

Undang-Undang Peradilan Militer, KUHP, KUHPM.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku hasil karya ahli-ahli hukum yang berkaitan dengan kemiliteran.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan informasi, petunjuk maupun penjelasan tentang bahan bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder seperti pedoman penulisan karya ilmiah dan kamus.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

(24)

36

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini akan ditentukan dengan cara-cara sebagai berikut :

a. Data Sekunder

Data sekunder didapatkan melalui rangkaian studi kepustakaan dengan cara membaca, mencatat dan mengutip serta menelaah peraturan perundang-undangan dan informasi laiinya yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.

b. Data Primer

Data primer diperoleh dengan mengadakan studi di polisi Militer II/3 Bandar Lampung. Adapun metode yang akan digunakan adalah wawancara yang dilakukan dengan tujuan mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden dengan menanyakan daftar pertanyaan dan data-data tertulis yang sudah disiapkan terlebih dahulu.

2. Pengolahan Data

Dalam pelaksanaan pengolahan data yang telah diperoleh penulis mengadakan kegiatan sebagai berikut :

(25)

b. Evaluasi, yaitu kegiatan memeriksa dan kelengkapan data, kejelasannya, konsistensinya dan relevansinya terhadap topik penulisan skripsi ini.

c. Sistematisasi, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada tiap pokok bahasan secara sistematis.

E. Analisis Data

(26)

38

DAFTAR PUSTAKA

Hanitijo, Soemitro, Ronni. 1998. Metodelogi Penelitian Hukum Dan Jurimetri.

Ghalia Indonesia. Jakarta.

Husin, Sanusi. 1999. Penuntun Praktis Penulisan Skripsi. Fakultas Hukum. Universitas Lampung.

Sangarimbun, Masridan Effendi, Sofian. 1989. Metode Penelitian Survay (Edisi Revisi). LP3ES. Jakarta.

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. 2005. Lampung University Press. Bandar Lampung.

(27)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Kajian atau pembahasan lebih lanjut tentang bagaimana proses penyidikan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anggota militer, maka penulis akan kemukakan terlebih dahulu tentang kerakteristik dari responden. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran objektif validitas dari data-data yang diberikan oleh responden.

Karakteristik Responden Penyidik Polisi Militer

Adapun responden yang dipilih adalah penyidik polisi militer sebagai berikut: 1. Nama : Letnan Asep Supriyatna, S.H.

Jabatan : Ba Unit Riksa (Bintara Unit Pemeriksa)

Agama : Islam

Umur : 34 Tahun

2. Nama : Letda Kurinci, S.H.

Jabatan : Wadan Satlak Idik (Penyidik Bintara).

Agama : Islam

Umur : 38 Tahun

(28)

40

B. Proses Penyidikan Tindak Pidana Penyalahgunaan Psikotropika yang dilakukan oleh Anggota Militer

Berdasarkan wawancara dengan Asep Supriyatna selaku Ba Unit Riksa Bandar Lampung dan sesuai Pasal 69 Undang-Undang Pidana Militer dapat diketahui bahwa yang berwenang melakukan penyidikan adalah:

1. Atasan Yang Berhak Menghukum (Ankum); 2. Polisi Militer;

3. Oditur Militer; 4. Provos (AD,AL,AU).

Penyidik itu adalah atasan yang berhak menghukum, akan tetapi katena atasan yang berhak menghukum adalah komandan suatu kesatuan maka tidak mungkin ia melakukan penyidikan terhadap suatu peristiwa pidana, maka ia mendelegasikan wewenangnya untuk melaksanakan penyidikan kepada polisi militer atau oditur militer.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Asep Supriyatna selaku Ba Unit Riksa Bandar Lampung, penyidik polisi militer dalam malaksanakan wewenangnya sesuai Pasal 71 dan 72 UU No. 31 tahun 1997 sebagai penyidik dapat melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang terjadinya suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana;

2. Melakukan tindakan pertama pada saat dan di tempat kejadian; 3. Mencari keterangan dan barang bukti;

(29)

5. Melakukan penangkapan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan surat-surat;

6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

7. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

8. Meminta bantuan pemeriksaan seseorang ahli atau mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

9. Mengadakan tindakan lain terhadap hukum yang bertanggung jawab

Peristiwa tindak pidana yang terjadi dimana penyidik yang menangani kasus tersebut diharapkan agar bisa membuat terangnya peristiwa tersebut guna melindungi kepentingan masyarakat dan dapat perlindungan hukum.

Peran penyidik antara lain adalah

a. Menyelenggarakan penyidikan dalam penanganan Polisi Militer.

b. Merumuskan perencanaan kegiatan, pengendalian tehnis dan evaluasi terhadap pelaksanaan penyidikan.

c. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan barang bukti guna kepentingan penyidikan.

d. Menyelesaikan perkara secara benar dan tepat waktu. e. Mencari dan menemukan pelaku yang belum tertangkap.

f. Melakukan koordinasi dengan instansi lain yang ada hubungannya dengan penyelesaian perkara pidana dilingkungan TNI.

(30)

42

h. Meminta bantuan atau mendatangkan tenaga ahli guna melakukan pemeriksaan sehubungan dengan penyidikan suatu perkara.

i. Menyelesaikan perkara pidana dilingkungan TNI sampai berkas perkara. j. Mengirim berkas perkara kepada Papera dan Odmil.

k.Memberikan saran kepada Ankum atau Papera guna menyelesaikan perkara pidana yang dilakukan oleh anggotanya.

l. Hasil kegiatan penyidikan digunakan dalam program pencegahan kejahatan. m. Tindakan lain berdasarkan Undang-undang yang dapat dipertanggung

jawabkan.

Proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan terhadap anggota militer dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu :

1. Proses penyidikan/pemeriksaan pendahuluan oleh penyidik 2. Proses pemeriksaan lanjutan

3. Penyerahan perkara dan penuntutan.

Kemungkinan penyelesain suatu tindak pidana secara hukum disiplin.

(31)

Disiplin Militer adalah suatu syarat mutlak untuk menetapi semua peraturan militer dan semua perintah kedinasan dari tiap-tiap atasan, pun yang mengenai hal yang kecil-kecil, dengan tertib, tepat dan sempurna. Faktor-faktor yang penting dalam pembentukan dan pembinaan disiplin dagi TNI antara lain motivasi, pendidikan, latihan, kepemimpinan, kesejahteraan dan penegakan disiplin melalui hukum.

Hukum disiplin Angkatan Bersenjata Republik Indonesia adalah serangkaian peraturan dan norma untuk mengatur, menegakkan, dan membina disiplin atau tata kehidupan prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia agar setiap tugas dan kewajibannya dapat berjalan dengan sempurna (Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Perbedaan pokok antara tindak pidana dan pelanggaran disiplin adalah bahwa suatu tindak pidana pada umumnya dirasakan sebagai mengganggu keseimbangan masyarakat, ketergangguan mana hanya mana dapat dipulihkan dengan penjatuhan pidana sebagai alat terakhir/senjata pamungkas kepada patindak. Sedangkan pelanggaran disiplin lebih merupakan perbuatan yang tidak pantas,

yang dapat ”diatasi” dengan cara pemberian tegoran atau hukuman yang lebih bersipat mendidik. Dapat juga disebutkan sebagai perbedaan : berat atau ringannya sifat suatu tindak pidana atau akibat-akibatnya. Akan tetapi dalam hal atau keadaan tertentu sering ditemukan kesulitan-kesulitan untuk memperbedakan sifat-sifat tertentu. Demikinlah misalnya ada suatu tindakan dalam masyarakat

(32)

44

disiplin militer, akan tetapi oleh masyarakat tertentu dianggap sebagai pantas untuk dipidana, contohnya perbuatan main-main ketika mengikuti suatu latihan pertempuran dapat merupakan suatu tindakan yang sifatnya ringan, akan tetapi perbuatan main-main itu dapat juga mencelakakan teman-temannya bahkan dapat menggagalkan seluruh latihan tersebut. Dengan perkataan lain adakalanya suatu tindak pidana (yang tentunya ringan sifatnya) dirasakan hanya sebagai pelanggaran disiplin saja atau sebaliknya. Mengingat bahwa pidana yang dijatuhkan kepada seseorang militer adalah juga merupakan pendidikan atau pembinaan baginya selama tidak dibarengi dengan pemecatan dari militer, maka adalah wajar apabila dimungkinkan penyelesaiaan suatu tindak pidana (sifatnya ringan) yang lebih mendekati ”golongan pelanggaran disiplin militer” secara hukum disiplin demi tujuan perbaikan seorang militer.

1. Azas Administrasi Penyidikan

a. Dalam pelaksanaan kegiatan administrasi penyidikan diperluakn adanya azas-azas administrasi penyidikan untuk mencapai hasil guna dan daya guna yang optimal sehingga tidak menyulitkan jalannya penyidikan yang dilakukan.

b. Azas-azas Administrasi Penyidikan a. Azas pencatatan meliputi :

1) Azas tujuan. Pencatatan harus diarahkan kepada pengorganisasian data yang beik sehingga dapat menjamin pendataan yang teratur ketepatan analisa dan kemingkinan pengolahan data secara otomatis untuk mencapai tujuan.

(33)

pengaturan perlu diperhatikan. Pengawasan perlu untuk mencegah data yang salah dijadikan data bahan analisa sedangkan pengaturan perlu dilakukan dilihat dari aspek materi dan sumber data.

3) Azas keamanan. Pencatatan harus menjamin bahwa data yang telah terkumpul tidak jatuh ketangan kepada orang yang tidak berhak, terpelihara dan selalu siap bila diperlukan.

4) Azas penghematan. Sistem pencatatan harus menjamin penghematan dalam pelaksanaannya. Hemat disini dilihat dari segi waktu, biaya dan tenaga. 5) Azas kesederhanaan. Sistem pencatatan harus menjamin bahwa seluruh

anggota dari setiap tingkat/satuan dapat melakukan pencatatan dengan baik.

b. Azas laporan meliputi :

1) Azas kepentingan masyarakat. Bahwa demi tegaknya keadilan dan ketertiban serta terpeliharanya keamanan dan masyarakat maka setiap pelanggaran dapat dijatuhi hukuman/tindakan yang setimpal dengan kesalahannya.

2) Azas kepentingan tersangka. Bahwa Si tersangka sesuai dengan hak asasi manusia yang beradao dan merdeka harus mendapatkan perlakuan sebagai praduga tidak bersalah sebelum ada keputusan dari mahkamah pengadilan mengenai kesalahan/kejahatannya.

c. Azas pengarsipan meliputi :

(34)

46

2) Azas keamanan. Arsip dalam pelaksanaannya harus tetap terratur dan terpelihara serta dapat menjamin tidak hilang atau jatuh ke tangan orang yang tidak berhak.

2. Syarat Administrasi Penyidikan

a. Dalam pelaksanaan kegiatan administrasi penyidikan diperlukan adanya syarat-syarat administrasi penyidikan untuk mencapai hasil guna dan daya guna yang optimal sehingga tidak menyulitkan jalannya penyidikan yang dilakukan.

b Syarat-syarat Administrasi Penyidikan. a. Syarat pencatatan :

Pencatatan data dan bahan keterangan/informasi yang harus diterima :

1) Mampu mencari secara teliti sehingga data bahan keterangan/informasi yang berguna bagi kepentingan analisa terpisah dari data dan bahan keterangan/informasi yang kurang ada kaitannya.

2) Menjamin keterangan data dan bahan keterangan /informasi yang mesuk sehingga tersusun dalam susunan yang rapi, mudah dicari dan aman.

b. Syarat-syarat laporan.

1) Laporan bidang penyidiakn harus mampu membantu pimpinan dengan kebutuhan menurut perkembangan situasi perkara yang terjadi.

2) Laporan bidang penyidikan harus mampu menjamin kebutuhan data dan keterangan-keterangan yang pasti, berlanjut dan tepat pada waktunya.

(35)

4) Memudahkan pencatatan dan pengguanaannya untuk kepentingan analisa. 5) Mempunyai nilai hemat yang optimal baik dari segi biaya, waktu maupun

tenaga.

6) Masalah/kasus yang dilaporkan harus jelas, mempunyai sistematika laporan dan memenuhi unsur-unsur siabidibame yang disampaikan secara berlanjut. 7) Laporan bidang penyidikan harus terdiri dari : Bab pendahuluan, inti dan

penutup yang memuat kesimpulan dan saran kalau ada (kecuali laporan kemajuan dan laporan penyelasaian perkara.

c. Syarat-syarat pengarsipan

1) Arsip surat-surat data dan bahan keterangan lainnya yang diterima dari instansi lain dicatat dalam buku agenda arsip.

2) Arsip harus disimpan dalam map atau ordner yang diberi nomor kode sesuai dengan apa yang tersusun didalamnya sehingga memudahkan dalam pencarian kembali.

3) Arsip harus dipelihara agar tidak lekas rusak atau hilang karena arsip merupakan sumber informasi / data masa lampau yang dapat dipertanggung jawabkan.

4) Arsip dapat dimisnahkan dalam waktu / tahap tertentu didasarkan pada nilai arsip, tingkat kegunaan dan jangka penyimpanannya.

(36)

48

3. Kegiatan Pencatatan

Pencatatan data secara teliti dan tersusun dalam suatu susunan yang rapi , teratur, sederhana, singkat dan padat serta mudah dimengerti akan mempermudah pancarian apabiila diperlukan sebagai bahan keterangan, sehingga pelaksanaan tugas dalam administrasi penyidikan dapat berjalan dengan baik dan benar.

4. Kegiatan Laporan

a. Laporan sebagai pertanggung jawaban terhadap kegiatan penyidikan dan dasar evaluasi, tentang keberhasilan, kemajuan yang dicapai, hambatan yang ditemui serta faktor yang mempengaruhi untuk pengembangan penyidikan lebih lanjut oleh pimpinan dalam rangka pengambilan keputusan.

b. Laporan adalah pertanggung jawaban seseorang anggota sebagai hasil pengolahan/penilaian secara subyektif tentang data kejadian/kegiatan yang berhubungan dengan fungsi dan tugasnya. Sesuatu lapooran harus dapat memberikan bahan-bahan secara tepat pada waktunya dan teratur, sehingga dapat digunakan untuk melakukan tindakan-tindakan maupun administrasi.

(37)

d. Laporan dibuat oleh setiap anggota yang diserahi jabatan baik suatu tugas rutin maupun tugas-tugas khusus ataupun kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan fungsi bidang penyidikan.

Isi laporan bidang penyidikan harus memenuhi, memuat unsur-unsur :

a Siapa. Maksudnya siapa sebagai pelaku, sebagai saksi, sebagai korban dari suatu perkara/tindak pidana yang dilaporkan (Identitas secara lengkap).

b Apa. Maksudnya apa yang telah terjadi, apakah suatu kejahatan atauu suatu pelanggaran. Bila suatu kejahatan, kejahatan apa sesuai dengan pasal yang dilanggar, demikian pula untuk pelanggaran.

c Bilamana. Maksudnya bilamana terjadi tindak pidana/pelanggaran tersebut (supaya dicamtumkan selengkap-lengkapnya mengenai tanggal, hari, bulan, tahun dan jamnya).

d Dimana. Maksudnya dimana terjadi kejahatan/pelanggaran tersebut supaya dilaporkan mulai dari Rt. Sampai tingkat Kabupaten/Kodya serta propinsi bila didalam asrama disebutkan satuannya.

e Bagaimana. Maksudnya bagaimana kejadian tindak pidana/pelanggaran tersebut.

f Mengapa. Maksudnya supaya dijelaskan mengapa sampai terjadi tindak pidana/pelanggaran tersebut.

(38)

50

5. Proses Penyidikan/pemeriksaan Pendahuluan Oleh Penyidik

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden Asep dapat diketahui bahwa penyidikan dilakukan setelah adanya laporan atau pengaduan dari orang yang menderita akibat terjadinya perbuatan tindak pidana tersebut (korban) atau orang yang berkaitan dengan tindak pidana yang terjadi.

Adapun tahapan pemeriksaan pendahuluan yaitu: 1. Pemeriksaan tersangka dan saksi

2. Penangkapan dan penahanan a. Pemeriksaan Tersangka dan saksi

Berdasarkan wawancara dengan Asep Supriyatna selaku unit pemeriksa pada DENPOM II/3 Bandar Lampung dengan contoh kasus bekas perkara Nomor : BP-18/A-12/VIII/2005 tentang penyalahgunaan Psikotropika.

Contoh :

(39)

oleh obat terlarang jenis ekstasi, dan bila ia mengetahui minuman tersebut telah dicampur maka ia tidak akan mau minum-minuman yang diberikan oleh temannya, setelah dilakukan penyidikan lebih lanjut oleh penyidik militer tidak dapat ditemukan orang yang memberikan minuman kepada tersangka tersebut oleh karna itu maka penyidik militer menyimpulkan bahwa kasus tersebut tidak dapat disidangkan, dikarnakan belum cukup bukti namun tersangka tersebuh diserahkan kepada ankumnya untuk menjalani proses disiplin.

Berdasarkan contoh kasus tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka anggota militer. Tersangka terbukti memenuhi kualifikasi perbuatan tindak pidana yaitu menggunakan obat-obatan terlarang (Psikotropika) berjenis Ekstasi, akan tetapi dalam tindak pidana ini terdapat hal-hal yang dapat meringankan yaitu tersangka tidak mengetahui bahwa minuman tersebut telah dicampur ekstasi dan tersangka terbukti baru pertama kali mengkonsumsi obat-obatan terlarang tersebut.

Walaupun tersangka terbukti melanggar pasal 59 UU RI NO.5 Tahun 1997 akan tetapi terhadap tersangka tetap dikenakan sanksi disiplin militer untuk mencegah terulang kembali perbuatan tersangka di kemudian hari yaitu berupa penahanan 21 hari perpanjangan 30 hari di sel militer.

(40)

52

diajukan ke pengadilan militer, tidak diajukannya suatu tindak pidana militer kepengadilan militer adalah dengan mempertimbangkan hal-hal yang lain, suatu perkara dapat diselesaikan diluar pengadilan dengan 2 (dua) cara yaitu : Penyelesaian menurut hukum disiplin sesuai dengan pasal 13 sampai dengan pasal 20 Undang-Undang Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit ABRI serta penutupan perkara. Sehingga walaupun suatu tindak pidana militer tidak diajukan ke pengadilan militer tetapi terhadap tersangka tetap dikenakan hukum disiplin. Terhadap contoh kasus Nomor BP-18/A-12/VIII/2005 tersangka tetap dikenakan hukum disiplin berupa penahanan 21 hari perpanjangan 30 hari di sel, hal ini bertujuan untuk mencegah terulang kembali perbuatan tersangka dikemudian hari.

6. Penangkapan dan Penahanan

Berdasarkan wawancara dengan responden Kurinci selaku Wadan Satlak Idik DENPOM II/3 Bandar Lampung dapat diketahui bahwa apabila anggota militer yang telah melakukan tindak pidana tidak melaporkan kejadian tindak pidana yang dilakukan kepada atasan/komandan satuannya maka terhadap anggota militer tersebut dapat dilakukan penangkapan.

a. Dalam suatu kasus tindak pidana dimana pelakunya tidak tertangkap tangan, maka dipanggil dua kali berturut-turut tidak hadir tanpa keterangan yang sah dilakukan penangkapan terhadap pelaku tindak pidana tersebut guna kepentingan penyidikan lebih lanjut agar tindak pidana yang terjadi menjadi jelas dan dapat diselesaikan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

(41)

yang mempermudah pemeriksaan dan pengusutan lebih lanjut dari tindak pidana yang terjadi.

c. Penyidik didalam melakukan tindakan penangkapan dan penahanan tersebut harus betul-betul memperhatikan aturan hukum yang berlaku dan sesuai dengan batas wewenang yang ada pada dirinya, karena tindakan penangkapan dan penahanan ini pada hakekatnya merupakan pengekangan sementara waktu terhadap kebebasan seseorang, sehingga kalu tindakan penangkapan dan penahanan dilakukan dengan sewenang-wenang akan sangan merugikan orang yang bersangkutan serta akan mengakibatkan efek yang negatif terhadap penyidik yang melakukan penangkapan selaku aparat penegak hukum.

d. Setiap petugas yang akan melaksanakan penangkapan harus dilengkapi dengan surat perintah penangkapan/penahanan sebagai dasar hukum dalam melaksanakan tugas tersebut, selanjutnya petugas melaporkan kepada Ankumnya.

e. Pelaksanaan penangkapan maupun penahanan pelaksanaanya terhadap anggota TNI serta terhadap orang sipil baik didalam maupun diluar markas, asrama, kesatrian haruslah memenuhi ketentuan-ketentuan yang ditentukan dalam Undang-undang yang berlaku, sehingga tidak terjadi suatu kesalahan yang menghambat proses penyidikan selanjutnya.

Dasar hukum penangkapan :

a. Untuk kepentingan penyidikan, seorang penyidik berwenang melakukan penangkapan ( Pasal 75 ayat 1 UURI Nomor 31 Tahun 1997).

(42)

54

ditempat tersangka ditemukan, berdasarkan permintaan dari penyidik yang menangani perkaranya dan disertai dengan surat perintah penangkapan dari Ankum (Pasal 75 ayat 2 dan 3 UURI Nomor 31 Tahun 1997).

c. Penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan suatu tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup (Pasal 76 ayat 1 UURI Nomor 31 Tahun 1997).

d. Sedangkan terhadap tersangka pelanggaran tidak dapat dilakukan penangkapan, kecuali apabila tersangka tersebut telah dua kali berturut-turut dipanggil secara sah tidak memenuhi panggilan tanpa alasan yang sah (Pasal 76 ayat 2 UURI Nomor 31 Tahun 1997).

e. Penangkapan dilakukan paling lama 1 (satu) hari sesuai Pasal 76 ayat 3 UURI Nomor 31 Tahun 1997).

Perbuatan tindak pidana yang dilakukan pada anggota militer dibagi 2 yaitu : 1. Murni / Asli yaitu semua perbuatan yang tidak tercantum dalam peraturan

perundang-undangan pidana, tetapi bertentangan dengan perintah dinas.

2. Tidak Murni yaitu semua perbuatan yang sebenarnya merupakan tindak pidana dan tercantum dalam peraturan perundang-undangan ketentuan pidana tetapi karena ringan sifatnya dapat diselesaikan melalui hukum disiplin militer.

(43)

Berdasarkan wawancara dengan Letnan Asep Supriyatna selaku Danyunit Riksa Bandar Lampung dapat diketahui bahwa dari 12 kasus tindak pidana yang terjadi di Polisi Militer daerah Militer 4 Sriwijaya Detasemen Polisi Militer II/3 Bandar Lampung semuanya dapat ditangani sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan terselesaikan.

Berdasarkan wawancara dengan beberapa responden dapat diketahui bahwa terdapat beberapa faktor penghambat dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anggota militer.

C. Faktor Penghambat dalam proses penyidikan tindak pidana penyalahgunaan Psikotropika yang dilakukan oleh Anggota Militer 1. Faktor penghambat dalam proses penyidikan tindak pidana penyalahgunaan Psikotropika yang dilakukan oleh Anggota Militer antara lain :

a. Ketakutan dari masyarakat sipil yang tidak berani memberitahukan adanya tindak pidana (penyalahgunaan psikotropika) yang dilakukan oleh oknum anggota militer.

b. Membutuhkan waktu yang lama untuk mengumpulkan barang bukti dikarnaka pemeriksaan urine dan darah dilakukan di pusat laboratorium forensik Polri cabang Palembang.

c. Tidak ditemukannya saksi dikarenakan melarikan diri.

d.Tindakan yang kurang tegas atasan yang berhak menghukum dalam bemberikan hukuman kepada bawahannya sehingga tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.

(44)

56

Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik bahwa yang menjadi faktor penghambat dalam proses penyidikan antara lain : tidak ditemukannya saksi dikarenakan melarikan diri, Membutuhkan waktu yang lama untuk mengumpulkan barang bukti dikarenaka pemeriksaan urine dan darah dilakukan di pusat laboratorium forensik Polri cabang Palembang, di dalam lingkungan militer adanya sikap anggota militer yang tidak kooperatif dalam proses penyidikan dan adanya sikap atasan/komandan kesatuan yang cenderung kurang tegas dalam menetapkan hukuman serta kecenderungan untuk menutupi (melindungi) kesalahan yang dilakukan oleh bawahannya, Sedangkan dari masyarakat umum yang terjadi faktor panghambat proses penyidikan adalah adanya ketakutan untuk melaporkan dan memberikan kesaksian terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh oknum militer.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Penegakan hukum mempunyai Konotasi menegakkan, melaksanakan ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Dalam pengertian yang lebih luas penegakan hukum berarti kelangsungan perwujudan konsep-konsep yang abstrak menjadi kenyataan (Soerjono Soekanto,1993 :5).

Pada konteks upaya penegakkan hukum secara umum senantiasa dipengaruhi oleh berbagai faktor yang bersifat positif dan dapat juga bersifat negatif, tergantung dari isi faktor itu sendiri. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penegakkan hukum itu sendiri antara lain adalah :

(45)

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakkan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan karsa yang didasarkan pada karya manusia di dalam pergaulan hidup.

1. Faktor Hukum (Undang-undang)

(46)

58

trakta, hukum yuridisprudensi, kebiasaan dan doktrin. Negara ideal unsur-unsur itu harus harmonis, artinya tidak bertentangan baik secara vertikal maupun secara horizontal antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya.

2. Faktor Penegak Hukum

(47)

a. Kepolisian, Tugas dan kewenangan Polri telah diatur dalam Pasal 13-19 UU No.2 Th.2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Secara umu tugas dan wewenang Polri adalah menegakkan hukum secara profesional dan proporsional dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia menuju kepada adanya kepastian hukum dan rasa keadilan dan rasa memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dengan tetap memperhatikan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b. Kejaksaan, Peran kejaksaan diberbagai negara dikelompokkan dalam dua sistem, pertama disebut mandatory prosecutorial system (kewenangan bidang penuntutan dibarengi kewenangan untuk melakukan penyidikan dan introgasi) dan kedua disebut discretionary prosecutorial system (kewenangan dibidang penuntutan terbatas hanya untuk menuntut).

Kejaksaan mempunyai peranan sebagai penegak hukum terutama bertugas sebagai penuntut umum dalam tindak pidana pada peradilan yang berwenang menjalankan putusan hakim dan mengadakan penyelidikan lanjutan terhadap kejahatan dan pelanggaran. Kejaksaan atau lazim disebut Korps Adiyaksa masuk ke dalam kedua kelompok tersebut, baik mandatory prosecutorial system di dalam penanganan perkara tindak pidana umum, dan discretionary prosecutorial system

khusus.

(48)

60

Pancasila. Adapun tugas pokok dari badan peradilan adalah menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan ke pengadilan.

d. Pemasyarakatan, merupakan lembaga yang berperan sebagai penegak hukum yang bertugas menjamin dilaksanakan putusan hakim oleh para terpidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga memalui peranan lembaga pemasyarakatan itu para narapidana dapat menghilangkan sifat jahat dan sifat buruknya sebelum masuk lembaga pemasyarakatan dan pada akhirnya diharapkan setelah keluar dapat menjadi masyarakat yang baik.

Para penegak hukum seperti yang disebutkan diatas diharapkan dapat menjadi panutan yang baik bagi masyarakat dalam menjalankan tugasnya mereka dapat bekerja secara profesional, sehingga tujuan dari penegak hukum itu sendiri dapat tercapai yaitu masyarakat dapat memperoleh keadilan dan kedamaian dalam hidupnya.

3. Faktor Sarana dan Fasilitas

Upaya penegakkan hukum sangat dipengaruhi pula oleh sarana atau fasilitas tertentu untuk mendukung kelancaran tugas suatu lembaga yang menangani penegakkan hukum. Tanpa adanya sarana dan fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakkan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain :

a. Tenaga manusia yang berpendidikan

(49)

atasi demi tegaknya hukum dan keadilan. Keadaan semacam ini sudah tentu membutuhkan adanya peningkatan sumber daya manusia baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Dengan adanya penambahan tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil akan mendorong percepatan penyelesaian tugas dengan baik dan benar sehingga keterlambatan dalam proses penyelesaian perkara dapat teratasi, dan hukum dapat ditegakkan.

b. Peralatan yang memadai

Disamping diperlukannya tenaga manusia yang berpendidikan, tidak kalah pentingnya bila diadakan peralatan dan fasilitas kerja seperti komputer, sarana mobilitas, sarana informasi dan komunikasi yang memadai sehingga dapat lebih mudah melaksanakan atau menyalesaikan tugas sesuai dengan fungsinya masing-masing.

c. Keuangan yang cukup

Masalah keuangan merupakan faktor penunjang dan sekaligus merupakan faktor penghambat dalam pelaksanaan tugas penegakkan hukum, hal ini dikarenakan uang merupakan dambaan setiap orang termasuk aparatur penegak hukum, oleh karena itu perlu mendapat perhatian yang khusus dalam penganggarannya.

4. Faktor Masyarakat

(50)

62

masyarakat dan pihak yang dirugikan adalah anggota masyarakat, sehingga merekalah yang pertama kali mengetahui adanya pelanggaran hukum itu terjadi.

Dari sudut pandang hukum pidana masyarakat berperan sebagai saksi pelapor yang wajib mendapat perlindungan hukum oleh negara atas hak asasinya. Dalam proses perkara pidana, saksi memegang peranan sangat penting, karena saksi merupakan salah satu alat bukti, jadi tanpa adanya saksi yang cukup, maka kebenaran terjadinya suatu peristiwa pidana sulit untuk dibuktikan dan pada akhirnya hukum sulit untuk ditegakan dengan baik dan benar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat mempunyai pengaruh yang besar dalam upaya penegakan hukum.

5. Faktor Budaya

Secara konsepsional dari berbagai jenis kebudayaan jika dilihat berdasarkan perkembangannya dan ruang lingkupnya di Indonesia, adanya super culture, culture, subculture, dan counter cultur. Beragam kebudayaan yang demikian banyak dapat menimbulkan persepsi-persepsi tertentu terhadap penegakan hukum, keanekaragaman tersebut sulit untuk diseragamkan, oleh karena itu penegakan hukum harus disesuaikan dengan kondisi setempat.

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Faisal Salam, Moch. 2002. Hukum Acara Pidana Militer Di Indonesia. Manda Maju, Bandung.

Moeljatno. 1993. Azas-Azas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta.

Sianturi, S. 1998. Hukum Pidana Militer di Indonesia. Alumni AHM PTHM, Jakarta.

Sjarif, Amiroeddin. 1996. Hukum Disiplin Militer Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

(52)

Keterangan :

1. Terjadi peristiwa pidana yang dilakukan oleh anggota militer atau menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang terjadinya suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana dan melakukan tindakan pertama pada saat dan di tempat kejadian. Komandan kesatuan memberikan wewenangnya untuk melaksanakan penyidikan kepada polisi militer, merumuskan perencanaan kegiatan, pengendalian tehnis dan evaluasi terhadap pelaksanaan penyidikan., melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan barang bukti guna kepentingan penyidikan (Proses penyidikan/pemeriksaan pendahuluan oleh penyidik).

2. Setelah menemukan barang bukti, saksi dan tersangka (penyidik dapat melakukan penahanan sementara guna kepentingan penyidikan) selanjutnya melakukan koordinasi dengan instansi lain yang ada hubungannya dengan penyelesaian perkara pidana dilingkungan TNI atau meminta bantuan atau mendatangkan tenaga ahli guna melakukan pemeriksaan sehubungan dengan penyidikan suatu perkara (Proses pemeriksaan lanjutan).

(53)
(54)

MOTTO

“Kebenaran Itu Adalah Dari Tuhanmu, Sebab Itu Jangan Sekali

-Kali

Kamu Termasuk Orang Yang Ragu”

(Qs : Al Baqarah :147)

“Pengetahuan Adalah Cahaya, Memperkaya Hangatnya Kehidupan,

Dan Semua Dapat Mengambil Bagian Mereka Yang Mencarinya

(Kahlil Gibran)

“Keadilan Adalah Keutamaan Jiwa Untuk Merek

a Yang Setiap Orang

Layak Menerimanya

(Aristoteles)

“Jangan Pernah Berhenti Untuk Belajar Ikhlas Dan Sabar”

“Hidup Tanpa Cinta Bagai Taman Tak berbunga”

(55)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan Karya Sederhana ini

Kepada Allah SWT dan Junjungan Besar Nabi Muhammad SAW

Atas Berkat dan Rahmad-Nya sehingga selesainya skripsi ini

Kepada kedua orang tuaku, Papa dan Mama yang selalu

menyayangiku, menasihatiku, dan tak henti-hentinya mendoakan

keberhasilanku dalam setiap sujudnya

Kakak ku tercinta Ari Tama dan Melia Sari S.T serta adikku yang

kusayangi Ayu Amalia serta keponakan ku Alisia dan Arka yang

senantiasa membuatku tersenyum dikala aku sedih

Keluarga besarku yang senantiasa mendoakan keberhasilanku

(56)

POLISI MILITER DAERAH MILITER II/SRIWIJAYA

DETASEMEN POLISI MILITER II/3 B. Lampung, 07 Januari 2010 Nomor : B/ / I / 2010

Klasifikasi : Biasa Lampiran : -

Perihal : Surat Balasan Permohonan

Penelitian Hukum Pidana Kepada

Yth. Dekan Fakultas Hukum UNILA Di

Bandar Lampung

1. Berdasarkan surat Dekan Fakultas Hukum Unila Nomor 2695/H.26.2/PL/2009 tentang Permohonan penelitian.

2. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, diberikan ijin untuk mengadakan Research/Penelitian di lingkungan Detasemen Polisi Militer II/3 Bandar Lampung tanggal 07 Desember 2009 s/d 07 Januari 2010 kepada :

a. Nama : Alvin Wijaya

b. Nomor Pokok Mahasiswa : 0542011023 c. Semester/Tahun : IX/2009

3. Demikian disampaikan terimakasih atas perhatian.

Komandan Detasemen Polisi Militer

Agus Eko Wahyudi,S.H. Letnan Kolonel Cpm NRP 33848 Tembusan :

(57)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Jaya, Lampung Tengah pada tanggal 22 April 1987, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Ayahanda Ali Musa dan Ibunda Rosmalina.

Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK)Aba Bandar Jaya Lampung Tengah diselesaikan tahun 1993, Sekolah Dasar diselesaikan di SD Negeri 3 Bandar Jaya Lampung Tengah tahun 1999, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Negeri 1 Poncowati Lampung Tengah pada tahun 2002, dan Sekolah Menengah Umum (SMU) di SMU Negeri 1 Terbanggi Besar Lampung 2005.

(58)

ANALISIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA MILITER

Oleh ALVIN WIJAYA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(59)

SANWACANA

Puji sukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Analisis Penyidikan Tindak Pidana Penyalahgunaan Psikotropika Yang dilakukan oleh Anggota Militer” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Hukum di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Adius Semenguk S.H.,M.S Dekan Fakultas Hukum Unila; 2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H. Ketua Bagian HukumPidana;

3. Bapak Eko Raharjo S.H., M.H. selaku Pembimbing I atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Bapak Heni Siswanto S.H.,M.H. selaku Pembimbing II atas kesediaan memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Ibu Firganefi S.H., M.H. selaku Penguji I pada ujian skripsi. Terimakasih untuk masukan dan saran-saranya saat seminar ;

(60)

7. Bapak Shofie Akrabi S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik; 8. Bapak Sutarno, Mas Narto dan Bak Sri sebagai staf Bagian Hukum; 9. Seluruh Dosen Pengajar di Fakultas Hukum, Unila

10.Letnan Asep Supriatna S,H. dari Denpom Sriwijaya II/3 Bandar Lampung; 11.Letnan Kurinci S,H. dari Denpom II/3 Sriwijaya Bandar Lampung;

12.Sahabat-sahabatku Abank T.OCTO.S (alm), Sri Winarsih S.H (Jenk), Ria Angraini S.H (Bundo), Ana Fitria S.H (Kucing), Septiana, Puji Rahayu S.H, Yesta S.H, Berian Brisma Suryalam S.H (Nay), Chandra (Soglex), Eko (Guru), Mba’ Risti S.H, Atu Mira S.H, Terima kasih untuk persahabatan yang sangat indah dan tidak terlupakan;

13.Sahabat-sahabatku seperjuangan selama dikosan Dodi Chandra (Cek), Zaidar Ali (Bank jek), Wanda Russalam S.Kom (Kanjeng), Firman Wahyudi, Aris, Herman, Ayi, Andre, Mba’ Lis, Mba’ Tina, Odo, Mba’ Vera, Bang Weli, Bang Tori, UMA, Bule Erna, Inun, Kini, Panji, Majid, Darwis, Pancha, Irham, Usman, Uchi, Winda, Yulisa Wulandari dan Dedi Saputra;

14.Padilah Fitriana Sari Spd (Cha) yang senantiasa memberikan motivasi dan dorongan sehingga aku bersemangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 16 Februari 2010 Penulis

(61)

3 SKEP 711/X/1989 PANGAB

STAL TUN TIB MIL LEMBAGA MILITER

(62)

POLISI MILITER DAERAH MILITER II/SRIWIJAYA DETASEMEN POLISI MILITER II/3

SURAT KETERANGAN SK / / I / 2010

1. Yang bertanda tangan di bawah ini :

a. Nama : Agus Eko Wahyudi, S.H. b. Pangkat / NRP : Letnan Kolonel NRP 33848 c. Jabatan : Dandenpom II/3

d. Kesatuan : Denpom II/3 Lampung

2. Berdasarkan Surat Dekan Fakultas Hukum Unila Nomor 2695/H.26.2/PL/2009 tentang Permohonan Penelitian.

3. Menerangkan dengan sesungguhnya bahwa :

a. Nama : Alvin Wijaya

b. Nomor Pokok Mahasiswa : 0542011023 c. Bagian Hukum : Hukum Pidana d. Semester/Tahun : IX/2009

Telah selesai melaksanakan Research / Penelitian dalam rangka pengurusan

skripsi dengan judul “ ANALISIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA

PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA YANG DILAKUKAN OLEH

ANGGOTA MILITER” di lingkungan Detasemen Polisi Militer II/3 Bandar Lampung.

Demikian surat keterangan ini dibuat dengan sebenarnya dan dipergunakan seperlunya, apabila dikemudian hari ada kesalahan akan diperbaiki sebagaimana mestinya.

Bandar Lampung, 08 Januari 2010 Komandan Detasemen Polisi Militer

(63)

TENTANG

HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

a. bahwa Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dalam fungsinya sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan kekuatan sosial politik merupakan bagian tidak terpisahkan dari rakyat Indonesia, lahir dari kancah perjuangan kemerdekaan bangsa, dibesarkan, dan berkembang bersama-sama rakyat Indonesia dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan;

b. bahwa dalam rangka mengemban fungsi sebagaimana dimaksud pada huruf a, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia tetap konsisten dengan sikap dan tekadnya sebagai prajurit pejuang dan pejuang prajurit untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan serta melestarikan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana dimaksud dalam Sapta Marga dan Sumpah Prajurit;

(64)

d. bahwa hukum disiplin prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang saat ini masih diatur dalam Wetboek van Krijgstucht voor Nederlands Indie (Staatsblad 1934 Nomor 168) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1947, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan Republik Indonesia dan pertumbuhan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sehingga Undang-undang tersebut perlu dicabut dan diganti; e. bahwa berdasarkan hal-hal sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu menetapkan

Undangundang tentang Hukum Disiplin Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia; Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor REFR DOCNM="82uu020">20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3368);

(65)

MEMUTUSKAN : Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Disiplin prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia adalah ketaatan dan kepatuhan yang sungguh-sungguh setiap prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang didukung oleh kesadaran yang bersendikan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit untuk menunaikan tugas dan kewajiban serta bersikap dan berperilaku sesuai dengan aturan-aturan atau tata kehidupan prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

2. Hukum disiplin prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia adalah serangkaian peraturan dan norma untuk mengatur, menegakkan, dan membina disiplin atau tata kehidupan prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia agar setiap tugas dan kewajibannya dapat berjalan dengan sempurna.

(66)

4. Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan oleh Atasan yang Berhak Menghukum terhadap prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang atas dasar ketentuan Undang-undang ini melakukan pelanggaran hukum disiplin prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

5. Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Prajurit adalah warga Negara yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk mengabdikan diri dalam usaha pembelaan negara dengan menyandang senjata, rela berkorban jiwa raga, berperan serta dalam pembangunan nasional, dan tunduk pada hokum militer.

6. Bawahan adalah setiap prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang karena pangkat dan/atau jabatannya berkedudukan lebih rendah daripada prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang lain.

7. Atasan adalah setiap prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang karena pangkat dan/atau jabatannya berkedudukan lebih tinggi daripada prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang lain.

8. Atasan langsung adalah atasan yang mempunyai wewenang komando langsung terhadap bawahan yang bersangkutan.

9. Atasan yang Berhak Menghukum yang selanjutnya disingkat Ankum adalah atasan yang oleh atau atas dasar Undang-undang ini diberi kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin kepada setiap prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang berada di bawah wewenang komandonya.

(67)

a. prajurit;

b. mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan tunduk pada hukum yang berlaku bagi prajurit.

(2) Ketentuan dalam Undang-undang ini tidak berlaku bagi prajurit yang sedang menjalani penahanan, pidana penjara, kurungan, dan tutupan.

BAB II

DISIPLIN PRAJURIT , PELANGGARAN HUKUM DISIPLIN PRAJURIT, TINDAKAN DISIPLIN,

DAN HUKUMAN DISIPLIN Bagian Kesatu

Disiplin Prajurit Pasal 3

(1) Untuk menegakkan tata kehidupan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, setiap prajurit dalam menunaikan tugas dan kewajibannya wajib bersikap dan berperilaku disiplin.

(68)

Pasal 4

(1) Disiplin prajurit diatur dalam peraturan disiplin dan ketentuan-ketentuan tata tertib prajurit. (2) Peraturan dis iplin dan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih

lanjut olehPanglima.

Bagian Kedua

Pelanggaran Hukum Disiplin Prajurit Pasal 5

(1) Pelanggaran hukum disiplin prajurit meliputi pelanggaran hukum disiplin murni dan pelanggaran hokum disiplin tidak murni.

(2) Pelanggaran hukum disiplin murni merupakan setiap perbuatan yang bukan tindak pidana, tetapi bertentangan dengan perintah kedinasan atau peraturan kedinasan atau perbuatan yang tidak sesuai dengan tata kehidupan prajurit.

(3) Pelanggaran hukum disiplin tidak murni merupakan setiap perbuatan yang merupakan tindak pidana yang sedemikian ringan sifatnya sehingga dapat diselesaikan secara hukum disiplin prajurit.

(4) Penentuan penyelesaian secara hukum disiplin prajurit tersebut pada ayat (3) merupakan kewenangan Perwira Penyerah Perkara yang selanjutnya disingkat Papera setelah menerima saran pendapat hokum dari Oditurat.

Pasal 6

(1) Setiap prajurit yang nyata-nyata telah melakukan pelanggaran hukum disiplin prajurit diambil tindakan disiplin dan/atau dijatuhi hukuman disiplin.

(69)

Tindakan Disiplin Pasal 7

(1) Setiap Atasan berwenang mengambil tindakan disiplin terhadap setiap bawahan yang melakukan pelanggaran hukum disiplin prajurit dan segera melaporkan kepada Ankum yang bersangkutan. (2) Tindakan disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa tindakan fisik dan/atau

teguran lisan untuk menumbuhkan kesadaran dan mencegah terulangnya pelanggaran hukum disiplin prajurit.

(3) Tindakan disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghapuskan kewenangan Ankum untuk menjatuhkan hukuman disiplin.

Bagian Keempat Hukuman Disiplin

Pasal 8 Jenis hukuman disiplin prajurit terdiri dari :

a. teguran;

b. penahanan ringan paling lama 14 (empat belas) hari; c. penahanan berat paling lama 21 (dua puluh satu) hari.

Pasal 9

(1) Dalam hal-hal khusus, jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dan c dapat diperberat dengan tambahan waktu penahanan paling lama 7 (tujuh) hari.

(70)

b. dalam kegiatan operasi militer;

c. dalam suatu kesatuan yang disiagakan;

d. seorang prajurit yang telah dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 2 (dua) kali dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan.

BAB III

PENYELESAIAN PELANGGARAN HUKUM DISIPLIN PRAJURIT

Bagian Kesatu

Atasan yang Berhak Menghukum Pasal 10

(1) Ankum di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, secara berjenjang adalah sebagai berikut :

a. Ankum berwenang penuh; b. Ankum berwenang terbatas; c. Ankum berwenang sangat terbatas.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Panglima. Pasal 11

(71)

wewenang komandonya, kecuali penahanan berat terhadap Perwira.

(3) Ankum berwenang sangat terbatas mempunyai wewenang untuk menjatuhkan hukuman disiplin teguran dan penahanan ringan kepada setiap Bintara dan Tamtama yang berada di bawah wewenang komandonya.

Pasal 12 (1) Setiap Ankum berwenang :

a. melakukan atau memerintahkan melakukan pemeriksaan terhadap prajurit yang berada di bawah wewenang komandonya;

b. menjatuhkan hukuman disiplin terhadap setiap prajurit yang berada di bawah wewenang komandonya;

c. menunda pelaksanaan hukuman disiplin yang telah dijatuhkannya. (2) Ankum Atasan berwenang :

a. menunda pelaksanaan hukuman;

b. memeriksa dan memutus pengajuan keberatan;

c. mengawasi dan mengendalikan Ankum di bawahnya, agar kewenangan-kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang ini dilaksanakan secara adil, bijaksana, dan tepat.

Referensi

Dokumen terkait

menyelesaikan penulisan Laporan Tugas Akhir ini yang berjudul “ Perancangan Aplikasi Game Sains Ekserimen Sebagi Media Bantu Belajar Anak”.. Laporan Tugas Akhir ini disusun

Dilihat dari tujuan komunkasi tersebut maka komunikasi yang dilakukan oleh seorang petugas lapangan khususnya pada kegiatan penjangkauan dan pendampingan pada pengguna

Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara rerata Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rerata skor DMFT tanpa PUFA pada anak usia 12-14 tahun di Kecamatan Medan Polonia dan Medan

Dari nilai tersebut telah dibuat diagram lingkungan pengendapan (fasies) lapisan batubara untuk Daerah Doi-Doi, seperti yang terlihat pada gambar 1.. Berdasarkan diagram

Lebih lanjut, Permendagri ini menyatakan bahwa ada mixed- approach sebagai pengejawantahan prinsip-prinsip tersebut, “Orientasi Proses Pendekatan Perencanaan Politik (penjabaran

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) variabel citra merek berpengaruh terhadap keputusan pembelian Kosmetik Wardah, dibuktikan dengan nilai t hitung berada di

Oleh karena itulah, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menge- tahui perbedaan hasil kualitas hidup antara berbagai metode manajemen nyeri pada pasien nyeri

 Manusia memiliki hak untuk memodifikasi lingkungan alam agar sesuai dengan kebutuhan mereka.  Tanaman dan hewan memiliki hak sebanyak manusia untuk eksis.  Manusia