• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Ekologi Tempat Perindukan Vektor Malaria Di Desa Sukamaju Kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Ekologi Tempat Perindukan Vektor Malaria Di Desa Sukamaju Kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Penyakit malaria ditemukan hampir di seluruh daerah di Indonesia. Salah satu daerah di Indonesia bagian barat yang belum terbebas dari penyakit malaria adalah Propinsi Lampung. Hampir semua kabupaten yang ada di Propinsi Lampung merupakan daerah endemis malaria. Annual Parasite Incidence(API) Malaria di Kabupaten Pesawaran tahun 2007-2011 menunjukkan angka fluktuatif. API Malaria tahun 2007 adalah 1,87 per 1000 penduduk dan terus menunjukkan peningkatan tahun 2008 menjadi (2,15‰), tahun 2009 menjadi (2,97‰), tahun 2010 menurun menjadi (1,65‰),dan tahun 2011 meningkat menjadi (4,76 ‰) (Dinkes Pesawaran, 2011).

Kabupaten Pesawaran memiliki daerah reseptif endemis malaria, khususnya di sepanjang pantai di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pedada. Total penderita malaria di Puskesmas Hanura sekitar 68.0%, 16.9% berada di

(2)

perindukan nyamuk seperti hutan, lagun, dan tambak terlantar (Dinkes Pesawaran, 2010).

Ernawati dkk (2011) melaporkan bahwa kasus malaria pada delapan desa endemis malaria yaitu desa Pulau Pahawang, Pagar jaya, Sukamaju, Bawang, Kota Jawa, Sukarame, Sukajaya Punduh, dan Kampung Baru di daerah Punduh Pedada, Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung pada tahun 2010 adalah 52,2% dari 414 jumlah sampel dengan jenis plasmodium seluruhnyaPlasmodium vivax, hal tersebut menunjukkan bahwa Kejadian Luar Biasa (KLB) di Punduh Pedada sangat besar dan perlu penanggulangan yang tepat. Kasus bayi positif

Plasmodium ditemukan pada tiga desa yaitu Sukamaju, Bawang, dan Kampung Baru yang berarti tingkat transmisi di daerah tersebut tinggi. Tingkat transmisi tinggi, menunjukkan adanya jentik nyamuk pada lingkungan Tempat Perindukan Vektor (TPV) di daerah tersebut.

(3)

Sushanti (1999) menyatakan bahwa selama proses perkembangan hidup nyamuk sebagai vektor penyakit dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi

geografis, cuaca, suhu, kelembaban, waktu dan tempat, serta kondisi lingkungan. Faktor biotik dan abiotik saling berinteraksi satu sama lain yang merupakan bagian dari ekosistem.

Daerah Punduh Pedada, khususnya desa Sukamaju memiliki kondisi tambak terlantar yang berpotensi sebagai tempat perindukan vektor. Puskesmas Pedada pada bulan Desember 2011 melaporkan bahwa kasus malaria di desa Sukamaju adalah 16,3% tertinggi kedua setelah desa Pulau Pahawang (34,9%), dan desa lainnya di bawah 10%. Upaya penanggulangan malaria dapat dilakukan dengan mengamati aspek ekologi tempat perindukan nyamuk untuk mengetahui kondisi lingkungan terhadap kehidupan larva vektor malaria. Oleh karena itu, penelitian tentang studi ekologi perindukan vektor malaria sangat penting guna memperoleh informasi dalam penentuan strategi pemberantasan penyakit malaria.

B. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor abiotik dengan kepadatan larva pada tempat perindukan vektor tambak terlantar.

C. Manfaat Penelitian

(4)

kondisi ekologis yang sangat berperan pada TPV tambak terlantar serta memberikan informasi dalam upaya penanggulangan nyamuk vektor malaria dengan memperhatikan tempat yang berpotensi sebagai tempat perindukan vektor malaria.

D. Kerangka Pemikiran

Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit protozoagenus

Plasmodium bentuk aseksual yang masuk ke dalam tubuh manusia. Plasmodium ini ditularkan oleh nyamukAnophelesbetina. Kepadatan populasi nyamuk

Anophelessp. dipengaruhi oleh adanya tempat perindukan. Kasus malaria di Kabupaten Pesawaran empat tahun terakhir cenderung fluktuatif dengan nilai AMI(Annual Malaria Incidence)per 1000 penduduk pada tahun 2008 (15,00‰), tahun 2009 (12,51‰) , tahun 2010 ( 8,76‰ ), dan tahun 2011 (14,77‰)(Dinkes Pesawaran, 2011). Berdasarkan laporan Puskesmas Pedada (2011), nilai AMI kasus malaria klinis Kecamatan Punduh Pedada adalah 28,8‰tertinggi kedua setelah Kecamatan Hanura. Untuk prevalensi penyakit malaria di Punduh Pedada memang cukup tinggi, sehingga daerah ini dapat dinyatakan sebagai daerah endemik malaria.

(5)

karena serangan penyakit terhadap udang. Tambak yang tidak digunakan lagi secara otomatis tidak akan terurus. Adanya kolam tambak yang tidak terawat menjadi pendukung tempat perkembangan dan perindukan vektor malaria. Desa Sukamaju dipilih sebagai lokasi penelitian dengan luas tambak terlantar 11,7 Ha.

Faktor lingkungan fisik, kimia, dan biologi mempengaruhi kehidupan larva nyamuk. Kondisi lingkungan yang mendukung kehidupan larva dapat

meningkatkan penyebaran penyakit yang disebabkan oleh vektor. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan dan datanya digunakan sebagai dasar dalam upaya penanggulangan malaria.

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(6)

A. Faktor Ekologi Larva Vektor Malaria

Nyamuk berkembang biak dengan baik bila lingkungannya sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan. Faktor abiotik antara lain curah hujan, suhu,

kelembaban, angin, cahaya, keseimbangan energi, sedangkan faktor biotik antara lain tumbuhan dan hewan, interaksi antara jasad, pemangsa, pemakan bangkai, simbiosis, parasitisme, dan manusia (Ewusie, 1980).

Hasil Penelitian Pebrianto (2008), menunjukkan bahwa kondisi ekologi

perindukan vektor malaria di pantai puri gading Kelurahan Sukamaju Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar Lampung mendukung kehidupan larva vektor

malaria. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa pada Bakau, Rawa, dan Empang terdapat hubungan antara faktor abiotik dengan kepadatan larva nyamuk

Anopheles sp.

(7)

1. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik yang sangat berpengaruh pada perkembangbiakan jentik nyamuk malaria dan nyamuk malaria, antara lain :

a.

Suhu

Nyamuk adalah binatang berdarah dingin sehingga proses metabolisme dan siklus kehidupannya tergantung pada suhu lingkungan. Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah tetapi proses metabolismenya menurun bahkan terhenti bila suhu turun sampai suhu kritis. Pada suhu yang lebih tinggi dari 35 ºC, juga mengalami perubahan. Suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk 25º–27ºC. Toleransi suhu tergantung pada spesies nyamuknya, spesies nyamuk tidak tahan pada suhu 5º–6ºC

(Depkes RI, 2001).

(8)

Suhu air sangat mempengaruhi perkembangbiakan larva ditempat hidupnya. Secara umum, nyamukAnopheleslebih menyukai temperatur yang tinggi jika dibandingkan dengan jenis Culicinae. Itulah sebabnya jenisAnopheleslebih banyak dijumpai di daerah tropis (Takken dan Knols, 2008).

b.

Kelembaban nisbi udara

Kelembaban nisbi udara adalah banyaknya kandungan uap air dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen (%). Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk

memungkinkan hidupnya nyamuk. Kelembaban juga berpengaruh terhadap kemampuan terbang nyamuk. Pada waktu terbang, nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak sehingga trachea terbuka. Dengan demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuh dari penguapan, maka jarak terbang nyamuk terbatas.

(9)

c.

Hujan

Hujan menyebabkan naiknya kelembaban nisbi udara dan menambah jumlah tempat perkembangbiakan (breeding places) dan terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis dan derasnya hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya nyamuk Anopheles (Harijanto, 2000). Menurut Departemen Kesehatan RI (2001), curah hujan yang cukup tinggi dengan jangka waktu yang lama akan memperbesar kesempatan nyamuk untuk berkembang biak secara optimal.

d. Ketinggian Lokasi

Setiap ketinggian naik 100 meter maka selisih suhu udara dengan tempat semula ½ ºC. Bila perbedaan tempat cukup tinggi, maka perbedaan suhu udara juga cukup banyak dan mempengaruhi faktor-faktor yang lain, termasuk penyebaran nyamuk, siklus pertumbuhan parasit di dalam nyamuk dan musim penularan. S ecara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah pada ketinggian di atas 2000 m jarang ada transmisi malaria (Harijanto, 2000).

e. Angin

(10)

–14 m/detik atau 25–31 mil/jam akan menghambat penerbangan nyamuk (Harijanto, 2000).

Angin mempengaruhi jarak terbang nyamuk. Jarak terbang nyamuk dapat diperpendek atau diperpanjang tergantung dari arah angin. Anophelesbetina dewasa tidak ditemukan lebih dari 2-3 km dari lokasi tempat perindukan vektor (TPV) dan mempunyai sedikit kemampuan untuk terbang jauh, namun angin kencang dapat membawaAnophelesterbang sejauh 30 km atau lebih

( Hoedojo, 1998).

f. Sinar matahari

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An. sundaicuslebih suka tempat yang teduh.An. hyrcanusdanAn.

punctulatuslebih menyukai tempat yang terbuka.An. barbirostrisdapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang (Harijanto, 2000).

g. Arus air

An. barbirostrismenyukai perindukan yang airnya statis/ mengalir lambat, sedangkanAn. minimusmenyukai aliran air yang deras danAn. letifer menyukai air tergenang (Depkes RI, 1993).

h. Kedalaman air

(11)

makan atau frekuensi pernafasan dari larva tersebut (Takken dan Knols, 2008).

2. Lingkungan Kimia

Lingkungan kimia yang paling mendukung terhadap kelanjutan perkembang-biakan vektor malaria adalah pH, salinitas, oksigen terlarut (DO), dan

kebutuhan oksigen biologi (BOD). pH mempunyai pengaruh besar terhadap pertumbuhan organisma yang berkembang biak di akuatik. pH air tergantung kepada suhu air, oksigen terlarut, dan adanya berbagai anion dan kation serta jenis stadium organisme (Takken dan Knols 2008).

a. Derajat Keasaman (pH air)

(12)

b. Salinitas

salinitas air sangat berpengaruh terhadap ada tidaknya malaria disuatu daerah. Adanya danau, genangan air, persawahan, kolam ataupun parit disuatu daerah yang merupakan tempat perindukan nyamuk, sehingga meningkatkan

kemungkinan timbulnya penularan penyakit malaria (Prabowo,2004). Salinitas merupakan ukuran yang dinyatakan dengan jumlah garam–garam yang larut dalam suatu volume air. Tinggi rendahnya salinitas ditentukan oleh banyaknya garam-garam yang larut dalam air. Berdasarkan kemampuannya untuk menyesuaikan diri terhadap salinitas, organisme perairan dapat digolongkan menjadi dua, yaitustenohalinedaneuryhaline. Stenohaline adalah organisme perairan yang mempunyai kisaran kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap salinitas sempit, sedangkan euryhalineadalah organisme perairan yang mempunyai kisaran kemampuan untuk

menyesuaikan diri terhadap salinitas yang lebar (Odum, 1998).

3. Lingkungan Biologi a. Predator nyamuk

(13)

Hasil penelitian Setyaningrum (1998), menunjukkan keberadaan ikan pada tempat perindukan mempengaruhi larva nyamuk, makin banyak ikan maka kepadatan larva semakin kecil.

Telah banyak diketahui bahwa ada beberapa jenis hewan yang menjadi musuh alami nyamuk, baik terhadap nyamuk dewasa maupun masih larva. Musuh-musuh alami tersebut bersama faktor-faktor lainnya berperan penting dalam mengatur keseimbangan untuk mencegah ledakan populasi nyamuk. Musuh alami atau predator nyamuk dewasa antara lain : Serangga, laba-laba, burung, kelelawar, sedangkan sebagai predator larva antara lain: coelenterata,

serangga air, dan ikan (Depkes RI, 2001).

Hasil Penelitian Wati (2008), menunjukkan bahwa jenis- jenis hewan akuatik yang ditemukan pada tempat perindukan nyamukAnopheles sp. di desa Way Muli adalah ikan kepala timah (Panchax phancax), ikan cere (Gambusia affinis), ikan mujair (Tilapia mossambica),udang air tawar (Palaemonetes sp), kecebong(Rana sp.),anggang-anggang(Gerris sp.),dan nimfa capung (Anac junius).

a. Pengaruh tumbuhan

(14)

merupakan indikator bagi jenis nyamuk tertentu. Tanaman air seperti lumut perut ayam (Heteromorpha, sp) dan lumut sutera (Enteromorpha, sp) yang terdapat di Lagun kemungkinan menunjukkan adanya larvaAnopheles sundaicus(Peter dan Gilles, 2002).

Adanya tumbuh-tumbuhan sangat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk antara lain sebagai tempat meletakkan telur, tempat berlindung, tempat mencari makan, berlindung bagi larva serta tempat hinggap nyamuk dewasa pada waktu istirahat selama menunggu siklus gonotropik, yaitu pergerakan nyamuk dimulai dari tempat istirahat, mencari makan, kemudian menuju tempat berkembang biak dan kembali lagi ke tempat istirahat (Depkes RI, 2001).

B. Tempat Perindukan Larva Vektor Malaria

(15)

tanaman air dan genangan air di bawah hutan bakau yang kena sinar matahari dan berlumut (Hiswani, 2004).

Menurut Taken dan Knols (2008), tempat perindukan vektor dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe permanen seperti rawa-rawa, sawah non teknis dengan aliran air gunung, mata air, dan kolam. Sedangkan tipe temporer seperti muara sungai tertutup pasir di pantai, genangan air payau di pantai, genangan air di dasar sungai waktu musim kemarau, dan genangan air hujan / sawah tadah hujan.

Hasil dari aktivitas manusia banyak menyediakan terjadinya tempat perindukan yang cocok untuk pertumbuhan vektor malaria, seperti genangan air, selokan, cekungan-cekungan yang terisi air hujan, sawah dengan aliran air irigasi. Berbagai kegiatan manusia dalam pembangunan seperti kegiatan tambak yang terlantar, pembangunan bendungan, penambangan timah, dan pembukaan lahan untuk pertanian dan peternakan menyebabkan perubahan lingkungan yang menyebabkan timbulnya tempat perindukan nyamuk buatan manusia (man made breeding places)( Depkes RI, 2007).

Tabel dibawah ini menyajikan data tempat perindukan larva vektor malaria. Tabel 1. Tempat perindukan larvaAnopheles(Safar, 2010)

NO Vektor Tempat Perindukan Larva

(16)

di sepanjang pantai bekas galian yang terisi air payau, tempat penggaraman (Bali) di air tawar (Kalimantan Timur dan Sumatra)

2 An.aconitus Pesawahan dengan saluran irigasi, tepi sungai pada musim kemarau, kolam ikan dengan tanaman rumput di tepinya

3 An.subpictus Kumpulan air yang permanen/sementara, celah tanah bekas kaki binatang, tambak ikan dan bekas galian di pantai (pantai utara pulau Jawa)

4 An.barbirostris Sawah dan saluran irigasi, kolam, rawa, mata air, sumur dan lain-lain

5 An.balabacensis Bekas roda yang tergenang air, bekas jejak kaki binatang pada tanah berlumpur yang berair, tepi sungai pada musim kemarau, kolam atau kali yang berbatu di hutan atau daerah pedalaman

6 An.letifer Air tergenang (tahan hidup di tempat asam terutama dataran pinggir pantai)

7 An.nigerimus Sawah, kolam dan rawa yang ada tanaman air

8 An.sinensis Sawah, kolam dan rawa yang ada tanaman air 9 An.maculatus Mata air dan sungai dengan air jernih yang mengalir

(17)

1. Tambak Terlantar Berpotensi Sebagai tempat Perindukan

Keberadaan tambak-tambak tidak berproduksi di Punduh Pedada berpotensi menjadi tempat perindukan vektor malaria. Tambak yang tidak digunakan lagi secara otomatis tidak akan terurus, sehingga semakin banyak nyamuk yang berkembang biak di daerah tersebut. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten pesawaran, Harun Trijoko, mengemukakan kepada Antara News Lampung pada selasa 24 Agustus 2010.

Rata-rata di daerah pesisir yaitu Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung semakin banyak tambak yang ditinggalkan oleh pemiliknya karena serangan penyakit terhadap udang yang dibudidayakan oleh mereka. Tambak yang tidak digunakan lagi secara otomatis tidak akan terurus, sehingga semakin banyak nyamuk yang

berkembangbiak di daerah tersebut. Aktivitas sebagian warga pun tidak terlepas dari kawasan tambak tersebut sehingga faktor terjangkitnya malaria sangat tinggi. Kawasan hutan bakau juga merupakan sarang atau habitat dari nyamuk tersebut, namun semakin banyak hutan mangrove yang dihancurkan maka nyamuk-nyamuk tersebut pindah di sekitar rumah warga.

C. Penyakit Malaria 1. Definisi Malaria

(18)

(1) Adanya penderita baik dengan adanya gejala klinis ataupun tanpa gejala klinis, (2) Adanya nyamuk atau vektor, (3) Adanya manusia yang sehat

( Depkes RI, 1995).

Malaria adalah salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Hampir 50% penduduk berisiko terinfeksi penyakit malaria. Insiden malaria pada ibu hamil berkisar 7-24% tergantung pada tingkat endemisitas. Risiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu dengan malariameningkat 2 kali dibandingkan dengan ibu hamil tanpa malaria. Penyakit malaria mengenai semua usai mulai dari bayi, balita, anak-anak, usia remaja bahkan usia produktif (Depkes RI, 2011).

2. Penyebaran Malaria di Propinsi Lampung

Penyakit malaria ditemukan hampir di seluruh daerah di Indonesia. Salah satu daerah di Indonesia bagian barat yang belum terbebas dari penyakit malaria

adalah Propinsi Lampung. Berdasarkan Annual Malaria Insidens per 1000 penduduk, situasi penyakit malaria baik di kota maupun kabupaten di Propinsi Lampung cukup tinggi. Jumlah penderita malaria klinis yang paling banyak

ditemukan adalah di Tanggamus sebesar (14,95 ‰), Lampung Utara (12,51

‰), Bandar Lampung dan Way Kanan (11,58 ‰), Lampung Selatan (9,89 ‰),

Lampung Barat (9,31 ‰), Tulang Bawang (3,37 ‰), Lampung Timur (0,77

‰), Lampung Tengah (0,71 ‰), dan yang terendah adalah Kota Metro dengan

(19)

Penyakit malaria tersebar luas di berbagai daerah, dengan derajat infeksi yang bervariasi. Di beberapa daerah yang telah belasan tahun tidak ada kasus malaria, tiba-tiba menjadi endemis kembali. Hal ini berkaitan dengan terjadinya perubahan lingkungan yang memudahkan perkembangan nyamuk vektor malaria. Malaria mudah menyebar pada sejumlah penduduk, terutama yang bertempat tinggal di daerah persawahan, perkebunan, kehutanan maupun pantai (Anies, 2005).

3. Jenis Malaria

(20)

D. Biologi Nyamuk Vektor

Nyamuk mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu telur-larva-pupa-dewasa. Stadium telur, larva,dan pupa hidup di dalam air, sedangkan stadium dewasa hidup beterbangan. Nyamuk betina dewasa biasanya menghisap darah manusia dan binatang sedangkan nyamuk jantan menghisap cairan

tumbuhan dan buah-buahan. Jumlah telur yang dikeluarkan oleh nyamuk betina dewasa pada umumnya berlainan sesuai dengan spesiesnya (Brown, 1979).

1. Morfologi NyamukAnopheles sp

Morfologi Anophelini berbeda dengan culicini. Stadium telur Anophelini yang diletakkan diletakkan satu per satu diatas permukaan air berbentuk seperti perahu yang bagian bawahnya konveks dan bagian atasnya konkaf,serta mempunyai sepasang poelampung yang terletak dibagian lateral. Stadium larva Anophelini di tempat perindukan tampak mengapung sejajar dengan permukaan air,mempunyai bagian badan yang khas yaitu spirakel pada bagian

(21)

sisik-sisik yang berkelompok hingga membentuk belang-belang hitam putih. Bagian posterior abdomen agak sedikit lancip (Safar R, 2010).

2. Klasifikasi NyamukAnopheles sp

Klasifikasi nyamukAnopheles spmenurut Borror dkk (1992) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Diptera

Famili : Culicidae

Genus : Anopheles

Spesies :Anopheles sp.

3.Siklus Hidup NyamukAnopheles sp

Nyamuk pada umumnya mengalami metamorfosis sempurna (Holometabola) yaitu stadium telur, larva, pupa dan dewasa serta menyelesaikan daur hidupnya selama 7-14 hari. Tahapan ini memerlukan dua habitat yang berbeda, yaitu lingkungan air (aquatic) dan di daratan (terrestrial). Lama siklus hidup

(22)

Telur diletakkan satu persatu di permukaan air. Setelah 2-4 hari telur menetas menjadi larva yang selalu hidup di dalam air. Pertumbuhan instar I sampai IV berlangsung dan bervariasi tergantung pada spesies, makanan, dan temperatur. Larva tumbuh menjadi pupa yang tidak makan, tetapi masih membutuhkan oksigen yang diambil melalui sepasang spirakel pada ujung posterior tubuh (Borror dkk,1992).

4. Habitat

Anopheles spmempunyai habitat pada tempat-tempat air yang tidak mengalir, air yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah, di air payau, di tempat yang terlindung matahari dan ada juga yang mendapat sinar matahari langsung (Anonim, 2009).

5. Perilaku NyamukAnopheles sp

NyamukAnopheles spmenggigit manusia untuk mendapatkan makan. Sebagian besar nyamukAnophelesbersifat krepuskular atau nokturnal, maka kegiatan menggigit nyamuk selalu aktif pada tengah malam, dimulai pukul 18.00-06.00 dan mencapai puncaknya pada tengah malam yaitu pukul 24.00-01.00

(Depkes,2007).

(23)

(endophylic) sementara yang lain lebih suka untuk beristirahat di luar rumah (exophylic) (CDC, 2008).

Perilaku nyamuk sangat menentukan dalam proses penularan malaria. Beberapa perilaku nyamuk yang penting menurut Rumbiak (2006) adalah: a) Tempat hinggap atau beristirahat

- Eksofilik adalah jenis nyamuk yang lebih suka hinggap atau istirahat di luar rumah.

- Endofilik adalah jenis nyamuk yang lebih suka hinggap atau istirahat di dalam rumah.

b) Tempat menggigit

- Eksofagik adalah jenis nyamuk yang lebih suka menggigit di luar rumah.

- Endofagik adalah jenis nyamuk yang lebih suka menggigit di dalam rumah.

c) Obyek yang digigit

(24)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan sampel sebagai studi pendahuluan dilakukan di Desa Sukarame, Kampung baru, dan Sukamaju pada bulan Oktober–Desember 2011. Penelitian lanjutan telah dilaksanakan pada bulan April–Mei 2012 di Desa Sukamaju Kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran.

a. Deskripsi Lokasi Penelitian

(25)

b. Peta Lokasi Penelitian

Keterangan :

1. Penyandingan 12. Kota Jawa 2. Sukajaya 13. Banding Agung 3. Maja 14. Rusabana 4. Tajur 15. Sukajaya P 5. Umbul Limus 16. Baturaja 6. Pekon Ampai 17. Bangun Rejo 7. Kunyaian 18. Bawang 8. Kekatang 19. Sukamaju 9. Kampung Baru 20. Pager Jaya 10. P. Pahawang 21. P. Legundi 11. Sukarame

Gambar 1. Lokasi Penelitian Desa Sukamaju B. Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode survai dengan tujuan untuk menentukan tempat perindukan nyamuk vektor malaria sebagai stasiun pengamatan yang berupa tambak terlantar pada ekosistem pantai di daerah endemis malaria, yaitu Desa Sukamaju di Kecamatan Punduh Pedada. TPV yang diamati terdiri dari tiga Tambak terlantar, diantaranya Tambak terlantar 1 dengan luas area ± 234 m2

Kecamatan Punduh Pedada

(26)

(Gambar 2.a), Tambak terlantar 2 dengan luas area ± 360 m2(Gambar 2.b), dan Tambak terlantar 3 dengan luas area ± 510 m2(Gambar 2.c) .

Gambar 2.a. Tempat Gambar 2.b. Tempat Gambar 2.c. Tempat Perindukan Vektor Perindukan Vektor Perindukan Vektor Tambak Terlantar 1 Tambak Terlantar 2 Tambak Terlantar 3 Pengamatan langsung pada obyek penelitian dengan cara mengukur dan mengamati beberapa faktor ekologi di tempat perindukan vektor malaria. Faktor ekologi yang diukur dan diamati adalah faktor fisik dan kimia (suhu air, salinitas air, pH air, kadar oksigen terlarut ( DO), dan kedalaman air), kemudian faktor biologi yang diamati yaitu jenis tumbuhan air, berbagai jenis hewan air yang terdapat disekitar tempat perindukan, dan kepadatan larva.

C. Cara Kerja

1. Penentuan tempat perindukan vektor

(27)

pendahuluan. Survai ini dilakukan untuk mengetahui tempat perindukan vektor yang ditandai dengan adanya jentik nyamuk dan lokasi ini yang nantinya akan dijadikan sebagai tempat pengambilan sampel.

2. Pengamatan faktor-faktor ekologi

Melakukan pengamatan langsung terhadap faktor-faktor ekologi pada tempat perindukan nyamuk yang berupa faktor fisik, kimia, dan biologi.

2.1 Pengukuran faktor fisik dan kimia

Pengukuran faktor fisik dan kimia diamati pada tiga tempat perindukan vektor yang terdiri dari tiga tambak terlantar. TPV masing–masing tambak dibagi menjadi 6 stasiun pengamatan sehingga total stasiun pengamatan berjumlah 18 di tiga tempat perindukan, karena adanya perbedaan luas dari masing - masing tambak maka luas tiap stasiun berbeda. Pada tambak 1, luas tiap stasiun pengambilan sampel adalah

6,5 x 6 m, tambak 2 yaitu 8 x 7,5 m, dan tambak 3 yaitu 10 x 8,5 m. Pada tiap stasiun pengamatan dilakukan pengulangan sebanyak 5 kali.

Pengukuran faktor fisik dan kimia meliputi : a. Suhu air

(28)

b. Derajat keasaman (pH air)

Pengukuran pH air dengan menngunakan pH stick. Bagian ujung kertas pH stick dimasukkan ke dalam air,ditunggu 3-5 menit kemudian

dicocokkan warna yang dihasilkan dengan warna pH standard. Warna yang sama menunjukkan pH air tersebut.

c. Salinitas air

Pengukuran salinitas air dengan menggunakan refraktometer, yaitu dengan cara mengambil 1 tetes air sampel dan diteteskan pada kaca refraktometer setelah itu ditutup. Skala dibaca lewat lubang pengintai dan alat diarahkan ke sumber cahaya matahari (Mulyanto,1992).

d. Kadar oksigen terlarut (DO)

Pengukuran kadar oksigen dilakukan dengan menggunakan DO meter, yaitu dengan cara memasukkan probe ke dalam air sampel lalu digerak-gerakkan, nilai skala dapat dilihat pada pencatat DO meter sampai angka menunjukkan konstan.

e. Kedalaman air

Pengukuran kedalaman air dengan cara memasukkan kayu ke dalam air sampai dasar, kemudian ditandai sampai batas kedalamannya dan diukur berapa kedalamannya menggunakan meteran.

2.2 Pengamatan faktor biologi

(29)

Mengambil sampel setiap tumbuhan air yang hidup di sekitar tempat perindukan dan difoto menggunakan kamera digital, kemudian

memasukkannya ke dalam kantung plastik untuk diamati dan diidentifikasi di Laboratorium Zoologi FMIPA Universitas Lampung.

b. Jenis-jenis ikan dan hewan air yang hidup di daerah perindukan nyamuk

Mengambil sampel ikan dan hewan air yang hidup di tempat perindukan, kemudian difoto dan sampel dimasukkan ke dalam plastik untuk diamati dan diidentifikasi di Laboratorium Zoologi FMIPA Universitas Lampung. c. Kepadatan larva nyamuk

Larva nyamuk diambil dari genangan air dengan menggunakan penciduk gayung yang berukuran 250 ml, kemudian dituangkan di kantung plastik untuk dihitung kepadatannya. Setiap titik sampel pada masing–masing tambak diambil 5 kali ulangan.

Larva nyamuk yang diperoleh dari tiap titik dihitung dengan menggunakan rumus yang dipergunakan Depkes RI (1999) :

Kepadatan larva=Jumlah larva yang didapat (ekor/250 ml) Jumlah cidukan

D. Analisis Data

(30)

hubungan antara faktor abiotik terhadap kepadatan larva dianalisis dengan korelasi Pearson program SPSS for Windows version 17.0.

E. Bagan Alir Penelitian

Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Bagan Alir Penelitian

Pengamatan faktor–faktor ekologi

Pengamatan faktor biotik Pengamatan faktor abiotik

Analisis Data

Survai pendahuluan dan penentuan tempat perindukan vektor malaria di Daerah Punduh Pedada

Jenis tumbuhan dan hewan yang hidup di tempat perindukan Pengukuran Suhu, PH,salinitas,

DO, dan kedalaman air

Sampling kepadatan larva nyamuk Laboratorium

Data faktor ekologi disajikan dalam bentuk tabel dan gambar

Data faktor abiotik dengan kepadatan larva dianalisis dengan

menggunakan korelasi pearson

(31)

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa:

1. Pada Tambak terlantar 1 terdapat hubungan antara suhu dan kedalaman air dengan kepadatan larvaAnopheles, pada Tambak 2 terdapat hubungan antara DO dengan kepadatan larva, dan pada Tambak 3 terdapat hubungan antara kedalaman air dengan kepadatan larva.

2. Kepadatan larva paling tinggi terdapat pada Tambak terlantar 3 yaitu 15,3 ekor/250 ml kemudian jenis tumbuhan yang ditemukan di sekitar tempat perindukan yaitu bakau (Rhizophorasp),ganggang, dan lumut serta hewan air berupa kepiting (Uca pugnax), udang (Palaemonete sp), kecebong (Ranasp.), dan bentos.

B. Saran

(32)
(33)

1. Judul Skripsi : Studi Ekologi Tempat Perindukan Vektor Malaria Di Desa Sukamaju

Kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung

2. Nama Mahasiswa / NPM : Linda Septiani / 0817021009

3. Komisi Pembimbing Skripsi

Pembimbing I : Dra. Endah Setyaningrum, M.Biomed

Pembimbing II : Kholis Ernawati, S.Si., M.Kes

Pembahas : Drs. Suratman Umar, M.Sc

4. Jurusan / Prog. Studi : Biologi / S1 Biologi

5. Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

6. Bidang Keilmuan(a) : Parasitologi

7. Abstrak Skripsi(b)

ABSTRAK

Malaria merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu parasit (agent), manusia (hospes),nyamuk Anopheles (vektor),dan lingkungan (environment). Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamukAnophelessp. Banyaknya tambak terlantar pada pantai di Desa Sukamaju Kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran diduga merupakan tempat perindukan nyamuk Anopheles sp. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara faktor abiotik dengan kepadatan pada tempat perindukan vektor (tambak terlantar).

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Mei 2012 dengan metode survai. Pengamatan berupa beberapa faktor ekologi (fisik, kimia, dan biologi) di tempat perindukan nyamuk serta pengambilan larva nyamuk untuk dihitung kepadatannya dan diidentifikasi. Data hubungan kepadatan larva dan faktor abiotik dianalisis menggunakan korelasi pearson.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor abiotik seperti suhu air, oksigen terlarut (DO), dan kedalaman air memiliki korelasi terhadap kepadatan larva Anopheles sp. pada taraf nyata 5%. Kondisi ekologi perindukan nyamuk mendukung kehidupan larva dengan suhu tertinggi 31,330C,

salinitas 2,78 ‰, pH berkisar 5-6, DO berkisar 5- 6,23 mg/L, dan kedalaman air tertinggi 57,83 cm. Kepadatan larva paling tinggi terdapat pada tambak 3 yaitu 15,3 ekor/250 ml. Pengamatan faktor biologi ditemukan jenis tumbuhan air berupa ganggang dan lumut serta hewan air berupa kepiting (Uca pugnax), udang (Palaemonete sp), kecebong (Ranasp.), dan bentos.

Kata Kunci(c):Ekologi, Perindukan,Vektor, Malaria, Punduh Pedada

(a)bidang keilmuan diisi sesuai dengan konsentrasi bidang ilmu skripsi

(b)abstrak diisi sesuai dengan yang tercantum diskripsi. Minimal 500 kata.

(34)

Gambar

Tabel  1. Tempat perindukan larva Anopheles (Safar, 2010)
Gambar 1. Lokasi Penelitian Desa Sukamaju
Gambar 2.a. Tempat
Gambar 3.  Bagan Alir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini didukung oleh hasil hasil penelitian sebelumnya di SMA Negeri 6 Surabaya yang menyatakan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat

Untuk analisis dengan Kromatografi Gas-Spektra Massa menunjukan terdapat 8 komponen utama penyusun minyak atsiri bunga tanjung.. Minyak atsiri bunga tanjung memiliki kadar

Munculnya PTK- PNF yang bervirus N-Ach harus diimbangi dengan tumbuhnya “virus sosial” di lembaga PNF, agar hambatan-hambatan struktural tidak menghalangi

Hubungan yang dijalin oleh Kepala Desa dengan BPD Buluh Cina dalam membentuk Peraturan Desa (Perdes) adalah bentuk kemitraan yaitu saling mendukung dengan

Setelah survei dilakukan kemudian dilanjutkan dengan proses analisis data. Proses analisis data dilakukan dengan metode pembobotan. Pembobotan akan dilakukan pada seti- ap tahapan

Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah untuk menganalisis Pengaruh Varian Model Propagasi Terhadap Komunikasi Data pada Protokol Routing TORA, MDART dan ZRP di Jaringan VANET

[r]