• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK CIPTA ATAS PRAKTIK PEMBAJAK LAGU DAN MUSIK DENGAN FORMAT MP3 (MOTION PICTURE LAYERS III)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK CIPTA ATAS PRAKTIK PEMBAJAK LAGU DAN MUSIK DENGAN FORMAT MP3 (MOTION PICTURE LAYERS III)"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK CIPTA ATAS PRAKTIK PEMBAJAK LAGU DAN MUSIK DENGAN FORMAT MP3

(MOTION PICTURE LAYERS III)

Oleh

Cindy Almira

Pembajakan terhadap musik dan lagu dengan format MP3 (Motion Picture Layers III) memang telah sejak lama menjadi fenomena sosial di Indonesia. Lagu dan musik merupakan salah satu kekayaan intelektual pribadi yang dimiliki seseorang dan merupakan suatu hak yang ekslusif yang tidak dapat dimiliki oleh siapa pun tanpa seizin pencipta atau pemegang hak tersebut. Namun kreatifitas para pencipta lagu mulai terganggu dengan maraknya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi seperti pembajakan terhadap karya cipta mereka. Terkait dengan masalah perlindungan terhadap hasil karya seni termasuk seni musik dan lagu, negara memberikan perlindungan secara ekslusif melalui Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Upaya perlindungan hukum pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3 merupakan suatu upaya yang cukup sulit di dalam era kemajuan teknologi yang ada pada saat ini. Kesadaran masyarakat untuk menghargai hasil karya orang lain masih jauh dari yang diharapkan. Berbagai pelanggaran hak cipta lagu yang terjadi tersebut bukan tidak mungkin bagi para pencipta lagu atau pemegang hak tersebut akan mengalami kerugian, baik secara materi, ekonomi dan sebagainya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3 (Motion Picture Layers III)? dan faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan perlindungan hukum pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3 (Motion Picture Layers III)? Tujuan dalam Penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum pemegang hak cipta dan faktor-faktor penghambatnya atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3.

(2)

Fakultas Hukum Universitas Lampung, Penyidik Polresta Bandar Lampung, Musisi Studio Musik Pondok Daud, dan Produser Rekaman Studio Pondok Daud Record. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan cara memeriksa dan mengkoreksi data, setelah data diolah kemudian dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan perlindungan hukum pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3 (Motion Picture Layers III) masih belum terwujud dengan baik. Realita yang ada sekarang ini, pelaksanaan perlindungan hukum pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3 yang semakin marak masih belum sepenuhnya terlaksana. Hal tersebut terjadi karena adanya faktor-faktor penghambat antara lain faktor hukum yaitu rendahnya sanksi pidana dan belum memberikan efek jera kepada para pelaku tindak pidana hak cipta dan proses penyidikan yang tidak mudah serta prosedurnya sulit, faktor penegak hukum yaitu belum adanya aparat penegak hukum yang sungguh-sungguh dalam memberantas pelanggaran hak cipta di bidang musik dan lagu, faktor fasilitas yaitu belum adanya Tim Pengawas yang berkoordinasi dengan pihak terkait yang khusus mengawasi pelanggaran terhadap karya cipta lagu, faktor masyarakat yaitu masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menghargai karya cipta orang lain, faktor budaya yaitu tradisi dan kebiasaan masyarakat Indonesia yang pada umumnya senang menggunakan barang-barang bajakan. Faktor dominan yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan perlindungan hukum pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3 adalah faktor masyarakat. Hal ini terjadi karena selain kurangnya kesadaran masyarakat, mereka juga bersikap acuh tak acuh sehingga menimbulkan ketidakpedulian dan menganggap perbuatan tersebut bukan merupakan suatu tindak kejahatan.

Adapun saran yang diberikan penulis yaitu untuk mewujudkan perlindungan hukum yang baik terhadap pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3 tersebut maka setiap ada pelanggaran harus segera ditindak dengan memproses pelaku tindak pidana sampai ke tingkat pengadilan dan memaksimalkan vonis pidana penjara dan denda agar mempunyai efek jera terhadap pelaku tindak pidana pelanggaran lainnya, pemerintah pun harus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait yang ada baik pihak kepolisian agar dapat bekerjasama dalam upaya pemberantasan pelanggaran terhadap lagu-lagu dan ciptaan dengan memperjelas struktur koordinasi antar pihak.

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak cipta terutama karya cipta lagu merupakan salah satu bentuk hak cipta yang paling sering kita dengar dan amat diminati seluruh masyarakat Indonesia. Namun kreatifitas para pencipta lagu di Indonesia mulai terganggu dengan maraknya Compact Disc (CD) dan Video Compact Disc (VCD) bajakan yang beredar di pasaran. Hal ini tentunya mendapat perhatian serius baik dari para insan seni sendiri seperti Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) juga Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) serta asosiasi sejenis maupun dari pemerintah, hingga muncul slogan Stop Pembajakan (Stop Piracy). Slogan hanya tetap slogan tetapi tanpa adanya kesadaran dari masyarakat itu sendiri maka beberapa tahun mendatang kita mungkin tidak dapat mendengar lagi kreatifitas dari para musisi untuk menciptakan lagu (Paul Goldstein, Terjemahan Indra Bahtiar, 1997 : 3).

(4)

oleh orang Indonesia asli, tetapi juga meliputi musik dan lagu yang diciptakan oleh orang dari luar negeri (pengarang lagu dan pemusik asing). Hal inilah yang sering menjadi bahan protes para pemusik dan pengarang lagu dari luar negeri yang merasakan bahwa perlindungan yang diberikan terhadap ciptaan mereka lemah sekali di Indonesia. Apabila hal ini dibiarkan saja maka akan membuat buruk nama Indonesia di dunia internasional yang pada akhirnya akan merugikan bangsa Indonesia sendiri.

(5)

Secara yuridis tidak ada kewajiban mendaftarkan setiap ciptaan pada Kantor Hak Cipta, karena hak cipta tidak diperoleh berdasarkan pendaftaran namun hak cipta terjadi dan dimiliki penciptanya secara otomatis ketika ide itu selesai diekspresikan dalam bentuk suatu karya atau ciptaan yang berwujud. Seandainya suatu ciptaan didaftar pada Kantor Hak Cipta, hal itu merupakan anggapan bahwa si pendaftar “dianggap” sebagai penciptanya kecuali ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya bahwa ia sebagai pencipta atau pemegang hak cipta. Namun demikian, apabila suatu ciptaan dapat dengan mudah dilanggar oleh pihak lain, misalnya mudah diperbanyak atau digandakan, maka disarankan ciptaan itu didaftarkan pada Kantor Hak Cipta. Hal ini untuk memudahkan pembuktiannya apabila timbul masalah yang berkaitan dengan ciptaan tersebut. Salah satu contoh kasus hak cipta di bidang musik dan lagu yang terjadi adalah:

Terjadinya pembajakan terhadap Album “Dewa 19”. Musisi Ahmad Dhani mendatangi Mabes Polri, Jumat (18/1). Ia berniat mendesak polisi agar segera menindaklanjuti laporannya atas kasus pelanggaran hak cipta, dua bulan silam. "Laporan saya soal pelanggaran hak cipta lagu Dewa 19 hingga kini belum tuntas," kata pentolan band Dewa 19 itu. Pada November 2007, Dhani melaporkan seseorang berinisial J ke Mabes Polri. Ia menuding J telah men-download sejumlah lagu Dewa 19 tanpa izin. J sempat ditahan selama beberapa hari. Namun, ia kembali dibebaskan karena Dhani tak memiliki bukti kuat. Padahal, menurut Dhani, tindakan ilegal yang dilakukan J sebenarnya sudah memenuhi unsur pidana (Liputan 6.com, Agustus 2011/ 13.25 WIB).

Kemudian contoh kasus lain mengenai perebutan hak cipta lagu yaitu:

(6)

pengadilan. Dua band tersebut akan merebutkan lagu Geby pada 13 Desember 2008 mendatang (kilasberita.com, Kamis 11 September 2011/09.05 WIB).

Berkaitan dengan kasus di atas, meskipun Negara Republik Indonesia telah mempunyai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan telah diberlakukan sejak 29 Juli 2003, semestinya mampu membuat para pembajak jera melakukan tindak pidana tersebut, namun pada kenyataannya pelanggaran HKI (Hak Kekayaan Intelektual) masih saja terjadi bahkan cenderung kearah yang semakin memprihatinkan. Contohnya seperti kasus yang terjadi di Jakarta Utara pada tahun 2010 lalu dengan terdakwa Lie Riki Gunadi yang terbukti menggandakan ribuan CD (Compact Disc) original lagu berbagai judul menggunakan mesin duplikator menjadi ribuan keping MP3 (Motion Picture layers III ) bajakan sehingga merugikan pemilik hak cipta (detik.com, Rabu 28 September 2011/17.05 WIB).

(7)

Terkait dengan masalah perlindungan terhadap hasil karya seni termasuk seni musik dan lagu, negara memberikan perlindungan secara ekslusif melalui Undang-undang Hak Cipta. Berkaitan dengan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (selanjutnya disingkat UU Hak Cipta) yang menjelaskan bahwa: “seorang pencipta lagu memiliki hak eksklusif untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya ataupun memberikan ijin kepada pihak lain untuk melakukan hal tersebut”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UU Hak Cipta di atas berarti bahwa orang lain atau pihak lain yang memiliki keinginan untuk menggunakan karya cipta (lagu) milik orang lain, maka ia harus terlebih dahulu meminta ijin dari si pencipta lagu atau orang yang memegang hak cipta atas lagu tersebut. Sehubungan dengan hak eksklusif yang dimiliki oleh pemegang hak cipta lagu sebagaimana dijelaskan diatas, maka pemegang hak cipta dapat saja memberikan ijin kepada pihak lain untuk menggunakan lagu ciptaannya tersebut, pemberian ijin tersebut biasanya disebut sebagai pemberian lisensi yang ketentuannya diatur dalam Pasal 45 sampai Pasal 47 UU Hak Cipta. Bersamaan dengan pemberian lisensi tersebut, biasanya diikuti oleh pembayaran royalti kepada pemegang hak cipta lagu tersebut. Royalti itu sendiri dapat diartikan sebagai kompensasi bagi penggunaan sebuah ciptaan termasuk karya cipta lagu. Namun demikian walaupun telah ada peraturan yang mengatur mengenai perlindungan hak cipta disertai dengan sanksi yang berat bagi para pelanggarnya, akan tetapi di dalam prakteknya masih banyak para pelanggar hak cipta di bidang musik dan lagu.

(8)

yang dapat disertai denda sejumlah uang paling sedikit satu juta rupiah dan maksimal lima milyar rupiah. Adapaun ketentuan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana hak cipta diatur dalam Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menjelaskan sebagai berikut:

(1) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima milyar rupiah).

(2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).

(3) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).

(4) Barang siapa dengan sengaja melanggar pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.000,00 (Satu milyar rupiah).

(5) Barang siapa dengan sengaja melanggar pasal 19, pasal 20, atau pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah).

(6) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar pasal 24 atau pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah).

(7) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar pasal 25 dipidana dengan

(9)

Dilihat dari aspek kebijaksanaan hukum pidana, sikap/asumsi atau kebijakan mengenai sarana penal (sanksi pidana) tidak selalu digunakan dalam implementasinya. Kebijakan penggunannya harus sehemat mungkin, lebih berhati-hati dan cermat. Oleh karena itu sering dinyatakan bahwa sanksi/hukum pidana mempunyai fungsi “subsidair” yaitu sebagai upaya pengganti terakhir apabila sarana atau upaya-upaya lain sudah tidak memadai (Barda Nawawi Arief, 1998 : 139).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penulisan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Atas Praktik Pembajak Lagu dan Musik dengan Format MP3 (Motion Picture Layers III)”.

B. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, perlu dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3 (Motion Picture Layers III)?

b. Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan perlindungan hukum pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3 (Motion Picture Layers III)?

2. Ruang Lingkup

(10)

penghambat dalam pelaksanaan perlindungan hukum pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3 (Motion Picture Layers III). Ruang lingkup penelitian skripsi ini adalah pada wilayah hukum Kota Bandar Lampung.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3 (Motion Picture Layers III).

b. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan perlindungan hukum pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3.

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara teoritis penulisan skripsi ini diharapkan dapat dipergunakan untuk memperkaya serta lebih dapat mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu hukum pidana pada khususnya serta lebih jelas lagi mengenai perlindungan hukum pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3 (Motion Picture Layers III).

(11)

juga dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan bagi aparatur penegak hukum pada khususnya untuk menambah wawasan dalam berfikir dan dapat dijadikan sebagai masukan dalam rangka perlindungan hukum pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3 (Motion Picture Layers III).

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah kerangka-kerangka yang sebenar-benarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang relevan untuk penelitian (Soerjono Soekanto,1989 : 123).

Bertolak dari dasar pemikiran tentang ciptaan-ciptaan atau karya cipta, maka sudah sewajarnya apabila Negara berkewajiban menjamin sepenuhnya perlindungan segala macam ciptaan yang merupakan karya intelektual manusia sebagai produk olah pikirnya baik di bidang ilmu pengetahuan maupun seni dan sastra. Setiap pemegang hak cipta di bidang laku dan musik berhak memperoleh perlindungan secara yuridis atas karyanya dan Negara memiliki kewajiban untuk menjamin sepenuhnya perlindungan segala macam ciptaan yang merupakan karya intelektual.

Berkaitan dengan hal di atas, menurut Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka (1993: 11) menjelaskan bahwa:

(12)

Berkaitan dengan hak itu, dalam mengkaji kewajiban notebene atas kekayaan intelektual merupakan kewajiban dari Pemerintah maka harus juga melihat bagaimana tinjauan dari sosiologisnya. Menurut Soerjono Soekanto (1980: 251) menjelaskan bahwa:

“Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan yang sebenarnya merupakan wadah yang berisi hak dan kewajiban tertentu. Sedangkan hak dan kewajiban adalah merupakan peran (role), dengan demikian seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu disebut sebagai pemegang peran (role occupant), suatu hak adalah kewenangan yang dialah menanggung beban/tugas yang harus diemban”.

Kewajiban pemerintah dalam usaha perlindungan hukum terhadap pemegang hak cipta di bidang lagu dan musik merupakan unsur-unsur baku dalam sistem lapisan, dan mempunyai arti yang penting bagi sistem sosial yang diartikan sebagai sistem. Tindak pidana pembajakan lagu dan musik dapat dikatakan sebagai kejahatan yang dilakukan oleh kalangan masyarakat atas dengan kemampuan intelektual tertentu. Sehingga dalam pelaksanaannya kejahatan itu tidak menggunakan kekerasan terhadap korbannya. Namun, secara material korban mengalami kerugian yang sangat besar. Sebagai suatu bentuk tindak pidana yang dilakukan dengan sangat canggih dan merugikan dalam jumlah yang umumnya sangat besar dan terus menerus.

(13)

Sehubungan dengan hal tersebut, pelaksanaan fungsi hukum pidana dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak cipta lagu dan musik secara teoritis dapat diartikan sebagai sarana penanggulangan kejahatan atau tindak pidana yang bersifat subsidiaritas atau dikenal dengan istilah ultimum remedium, yang merupakan bagian dari upaya penanggulangan kejahatan atau politik kriminal (criminal policy) (Sudarto, 1983 : 69).

Berkaitan dengan hal di atas, fungsi hukum pidana secara umum dapat dibedakan menjadi: 1. Fungsi Umum Hukum Pidana, yaitu untuk mengatur atau menyelenggarakan tata kehidupan

masyarakat.

2. Fungsi Khusus Hukum Pidana, yaitu untuk melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang hendak memperkosanya, dengan sanksi pidana yang sifatnya lebih tajam dari sanksi cabang hukum lainnya.

Fungsi khusus hukum pidana dalam rangka memberikan jaminan kepastian dan perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) fungsi, yaitu:

1. Fungsi Primer, yaitu sebagai sarana dalam penaggulangan kejahatan atau sarana untuk mengontrol atau mengendalikan masyarakat.

2. Fungsi Sekunder, yaitu untuk menjaga agar penguasa dalam menanggulangi kejahatan itu melaksanakan tugasnya sesuai dengan aturan yang digariskan dalam hukum pidana.

3. Fungsi Subsider, yaitu untuk melindungi masyarakat dari kejahatan hendaknya menggunakan upaya lain terlebih dahulu. Apabila dipandang sarana/upaya lain kurang memadai barulah digunakan hukum pidana(Ultimum Remedium).

(14)

1. faktor hukumnya sendiri atau peraturan itu sendiri.

2. faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum. 3. faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. faktor masyarakat, yakni faktor lingkungan dimana hukum tersebut diterapkan.

5. faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta rasa didasarkan ada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

(Soerjono Soekanto, 1983 : 5)

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang mengambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang merupakan kumpulan dalam arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin tahu akan diteliti (Soerjono Soekanto, 1986 : 132).

Penulisan skripsi ini mengungkapkan beberapa istilah yang cukup luas pengertiannya sehingga perlu dibatasi agar tidak menyulitkan dalam memahaminya sehubungan dengan yang berhubungan dengan istilah tersebut adalah :

a. Perlindungan Hukum

(15)

b. Pemegang Hak cipta

Pemegang Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak hasil ciptaannya yang tumbuh bersamaan dengan lahirnya suatu karya cipta baik itu di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra (Widyopramono, 1994 : 4).

c. Praktik Pembajak

Praktik Pembajak adalah menambah jumlah sesuatu ciptaan, dengan pembuatan yang sama, termasuk mengalihwujudkan sesuatu ciptaan secara ilegal (Paul Goldstein, 1997: 26).

d. Musik dan lagu

Musik dan lagu merupakan ekspresi perasaaan manusia, baik dari sisi pembuat lagu maupun penikmat dari musik tersebut, syair dan melodi/irama dari karya musik dapat mengungkap suatu peristiwa, karakter kolektif dari masyarakat, hingga proses akulturasi yang melatar belakanginya (Wikipedia Indonesia).

e. Format MP3 (Motion Picture Layers III)

Format MP3 adalah salah satu format pengodean suara yang memiliki kompresi yang baik (meskipun belum tentu berkualitas baik) sehingga ukuran berkas bisa memungkinkan menjadi lebih kecil (www.wikipedia.org/wiki/mp3).

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini bertujuan agar lebih memudahkan dalam memahami penulisan skripsi ini secara keseluruhan. Sistematika penulisannya sebagai berikut:

(16)

Bab ini berisi latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, dan sistematika penulisan, dalam uraian bab ini dijelaskan tentang perlindungan terhadap hasil karya seni khususnya seni musik dan lagu yang merupakan bentuk optimalisasi fungsi hukum pidana melalui Undang-undang Hak Cipta.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi Pengertian istilah Hak Cipta serta Lingkup dalam Lagu Ciptaan, Teori-teori tentang Hak Cipta, Hak Moral dan Hak Ekonomi, Pendaftaran dan Prosedur Perlindungan Lagu Ciptaan, Pengertian MP3, Pengertian Tindak Pidana Hak Cipta, Fungsi Hukum Pidana dan Penegakkan Hukum.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini berisi pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan populasi dan sampel, prosedur pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi karakteristik responden mengenai pelaksanaan perlindungan hukum pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3 (Motion Picture Layers III) dan faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan perlindungan hukum pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3.

V. PENUTUP

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman, Tri. 2007. Asas-asas dan Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia. Fakultas Hukum Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Arief, Barda Nawawi. 1998.Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti. Jakarta.

Atmadja, Hendratanu. 2003. Hak Cipta Musik atau Lagu. Program Pascasarjana. Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Jakarta.

Goldstein, Paul. 1997. Seluk Beluk Hak Cipta (Terjemahan Indra Bahtiar). Daharaprize. Surabaya.

Soekanto, Soerjono. 1986.Pengantar Penelitian Hukum. UI-PRESS. Jakarta. Cetakan Ketiga. ________________. 1989.Perbandingan Hukum. Bandung.

Sudarto. 1981.Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni. Bandung.

(18)

Widyapramono. 1994. Tindak pidana Hak Cipta, Analisis & Penyelesaiannya. Sinar Grafika. Jakarta.

Tim Penyusun Kamus. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai pustaka. Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

(19)

A. Pengertian istilah Hak Cipta serta Lingkup dalam Lagu Ciptaan

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap dan untuk mendapatkan perlindungan melalui Hak Cipta, tidak ada keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya semata-mata untuk keperluan pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan tersebut. Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda Hak Cipta.

Adapun istilah dan pengertian dalam lingkup Lagu Ciptaan adalah sebagai berikut:

a. Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

b. Lagu adalah karya yang bersifat utuh yang terdiri atas unsur lagu, melodi, syair atau lirik dan aransemennya termasuk notasi.

(20)

d. Pemegang Hak Cipta adalah pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, atau orang yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas.

e. Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.

f. Pengumuman adalah pembacaan, penyuaraan, penyiaran, atau penyebaran sesuatu ciptaan, dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara sedemikian rupa sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat oleh orang lain.

g. Perbanyakan adalah menambah jumlah suatu ciptaan, dengan pembuatan yang sama, hampir sama atau menyerupai ciptaan tersebut dengan mempergunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan sesuatu ciptaan.

h. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.

i. Royalti adalah kompensasi bagi penggunaan sebuah ciptaan termasuk karya cipta lagu.

(21)

Lagu Ciptaan adalah setiap hasil karya pencipta dalam bentuk apapun baik terdiri atas lagu, melodi, syair dan aransemennya.

B. Teori–Teori tentang Hak Cipta

Menurut (Hendratanu Atmadja, 2003 : 18) teori-teori yang dijadikan sebagai pijakan untuk mengatur hukum hak cipta dibagi dalam beberapa bentuk:

1. Teori hukum alam

Teori pertama adalah pemikiran mazhab atau dokrinal hukum alam yang menekankan pada faktor manusia dan penggunaan akal. Thomas Aquinas sebagai salah satu pelopor hukum alam dari negara-negara yang menganut sistem civil law mengatakan bahwa hukum alam merupakan hukum akal budi, oleh karena itu hanya diperuntukkan bagi hukum yang rasional. Hukum alam tidak lain adalah partisipasi makhluk itu sendiri dalam hukum abadi.

2. Teori kerja(Lockean labour theory)

Solusi Locke terhadap masalah hak-hak umum pemberian Tuhan dan pengambilan hak pribadi dimulai dengan asumsi bahwa ”every man has a property in this own person”. Asumsi ini membimbing Locke untuk mengklaim bahwa kerja individu juga menjadi milik individu itu sendiri.

3. Deklarasi universal tentang hak asasi manusia

Dalam deklarasi tersebut ditekankan bahwa setiap insividu berhak untuk turut serta dengan bebas dalam kehidupan kebudayaan masyarakat serta menikmati kesenian dan kemajuan ilmu pengetahuan sekaligus manfaatnya.

(22)

Dalam teori ini menyebutkan bahwa tanpa hak yang sah dapat mencegah pihak lain melakukan peniruan terhadap penemuan atau ciptaannya, maka pencipta akan tergoda untuk berupaya merahasiakan ciptaanya, jika hal ini dilakukan maka akan ada pihak-pihak tertentu secara diam-diam berupaya untuk melakukan suatu tindak pidana seperti penciplakan dan peniruan secara tidak sah, kemudian memperbanyak penemuan tersebut.

5. The quality control principle

Hak ekslusif dianggap sebagai metode untuk melindungi inovasi dan ciptaan begitu diedarkan yang memungkinkan pemegang hak mempertahankan integritasnya.

6. The prospecting theory

Teori ini menganjurkan satu nilai dalam sistem hak ekslusif adalah yang berpusat pada penelitian dan pemegang hak memiliki insentif untuk sepenuhnya mengembangkan ide-idenya.

7. The profit incentif theory

Teori ini ingin membuktikan bahwa eksklusivitas diperlukan untuk melindungi para inovator dan pencipta dari serangn pembajak. Perlindungan ini diberikan karena biaya pembajakan jauh lebih murah dibanding dengan biaya, waktu dan tenaga yang telah dikorbankan untuk mencipta.

(23)

Hak cipta bertujuan melindungi hasil-hasil karya intelektual manusia dibidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra dengan memberikan hak khusus bagi penciptanya untuk dalam waktu tertentu memanfaatkan hak-haknya, secara umum hak cipta itu terdiri dari kumpulan hak-hak yang dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu hak ekonomi (Economic Right) dan hak moral (Moral Right) (Simorangkir, 1990 : 5).

Hak ekonomi terdiri dari hak-hak yang mempunyai nilai ekonomis atau keuangan. Biasanya dapat dialihkan serta dieksploitasi secara ekonomis. Hak-hak yang termasuk ke dalam kategori hak-hak ekonomi adalah sebagai berikut :

1. Hak untuk mengumumkan ciptaan (The right to communicate orbroadcasting) 2. Hak untuk memperbanyak ciptaan (The right to reproduce the work)

3. Hak untuk membuat terjemahan, adaptasi, gubahan dan transformasi lain dari suatu ciptaan (The right to make translation, adaptation, arrangement and other transformation of work) (Simorangkir, 1990 : 6).

Hak-hak moral pada dasarnya berasal dari ikatan pribadi antara pencipta dengan karya ciptanya. Hak moral adalah hak-hak yang berkenaan dengan mengadakan larangan bagi orang lain untuk mengubah karya ciptaannya, larangan untuk mengadakan perubahan terhadap judul ciptaan bagi pencipta untuk mengadakan perubahan karya ciptaannya (Harsono Adisumarto, 1990 : 5).

(24)

1. Paternity right, artinya pencipta berhak menuntut kepenciptaannya atas karyanya untuk mengharuskan agar namanya disebutkan dalam hasil ciptaannya.

2. Right of respect, artinya pencipta berhak menuntut terhadap penyimpanan, pengrusakan, atau perbuatan lain yang berhubungan dengan hasil ciptaannya, yang dapat merugikan kehormatan dan reputasi pencipta (Harsono Adisumarto, 1990 : 7).

Selain hak-hak tersebut di atas, peraturan perundangan-undangan tertentu (Konvensi Roma Tahun 1961) juga memberikan jenis hak lain yang dikenal sebagai hak berhampiran, yaitu hak khusus yang berdekatan/berkaitan dengan hak cipta. Jadi bukan merupakan hak cipta, namun merupakan hak untuk mengkomunikasikan suatu ciptaan pada masyarakat. Hak berhampiran diperuntukkan bagi :

a. Para pementas

Seperti penyanyi, pemusik, aktor dan orang lain yang mewujudkan ciptaan seni dan sastra. b. Produser rekaman

Mempunyai hak khusus untuk memperbanyak rekamannya, memberi ijin pihak lain untuk memperbanyak hasil rekamannya.

c. Badan siaran

Memperbanyak hak khusus untuk menyiarkan kembali siarannya, membuat rekaman, memperbanyak rekaman siarannya (Harsono Adi Sumarto, 1990 : 10).

Aspek lain terhadap hak cipta antara hak cipta dapat beralih atau dialihkan, hal ini disebutkan dalam Pasal 3 Ayat (2):

“Hak cipta dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena: a. Pewarisan;

(25)

d. Perjanjian tertulis; atau

e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan”.

Beralihnya atau dialihkannya Hak Cipta tidak dapat dilakukan secara lisan, akan tetapi harus dilakukan secara tertulis baik dengan maupun tanpa akta notaris.

Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, misalnya pengalihan yang disebabkan oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

D. Pendaftaran dan Prosedur Perlindungan Lagu Ciptaan

Kepedulian Pemerintah Indonesia terhadap nilai-nilai pengaturan kekayaan intelektual menjadi lebih berbobot dalam situasi sekarang ini, khususnya Hak Cipta yang dimulai dari peraturan kolonial sampai dengan dikeluarkannya undang-undang yang mengatur tentang Hak Cipta yaitu undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang telah mengalami beberapa kali revisi. Bahkan sebagai anggota dari beberapa organisasi dunia Pemerintah Indonesia telah ikut meratifikasi beberapa peraturan-peraturan internasional tentang Hak Kekayaan Intelektual, dengan meratifikasi Bern Convention of the Protection of Liberary and Artistik Works (Konvensi Bern 1886).

Konvensi Bern 1886 memuat prinsip-prinsip dasar yang mengatur standar minimum perlindungan hukum yaitu (Eddy Damian, 2004 : 6)

1. PrinsipNation Treatment

(26)

2. PrinsipAutomatic Protection

Prinsip ini artinya pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat apapun.

3. PrinsipIndependence of protection

Prinsip ini artinya suatu perlindungan hukum diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan perlindungan hukum negara asal pencipta.

Hak Cipta sebagai suatu hak khusus yang dimiliki oleh pencipta lagu, mengandung pengertian bahwa adanya pengakuan hak seseorang atas ciptaannya (sebagai pemilik atau pemegang) hak cipta, inklusif di dalamnya adalah untuk menikmati manfaat ekonomi dalam arti tertentu atas haknya. Para pencipta lagu khususnya sangat ingin memperoleh manfaat ekonomi atas apa yang telah mereka ciptakan. Pembajakan terhadap hak cipta merupakan perampasan terhadap hak ekonomi yang akan mereka peroleh. Maka pendaftaran terhadap hak cipta dirasa perlu mengingat masih banyaknya celah-celah yang digunakan oleh oknum tertentu yang ingin merampas hak tersebut baik melalui pembajakan atas lagu maupun penyerobotan atas lagu ciptaan.

Pada Pasal 35 Ayat (4) disebutkan:

“Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan hak cipta”.

(27)

suatu ciptaan baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar tetap dilindungi, hanya mengenai ciptaan yang tidak terdaftar akan lebih sukar dan lebih memakan waktu pembuktian hak ciptaan yang didaftarkan, satu prinsip perlunya diadakan pendaftaran hak cipta adalah untuk memudahakan pembuktian dalam hal sengketa mengenai hak cipta.

Perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapatkan surat pendaftaran hak ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut. Ciptaan dapat didaftarkan ke Kantor Hak Cipta, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen. HAKI), Departemen Hukum dan HAM.

Syarat-syarat yang perlu dilengkapi adalah sebagai berikut:

1. Permohonan pendaftaran ciptaan diajukan dengan cara mengisi formulir yang disediakan untuk itu dalam bahasa Indonesia dan diketik rangkap 2 (dua).

2. Pemohon wajib melampirkan surat kuasa khusus apabila permohonan diajukan melalui kuasa.

3. Notasi atau syair sebanyak 10 (sepuluh) buah untuk 1 (satu) lagu. 4. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP).

(28)

E. Pengertian MP3 (Motion Picture Layers III) dan Tindak Pidana Hak Cipta

1. Pengertian MP3 (Motion Picture Layers III)

Salah satu dampak yang sangat signifikan dari perkembangan tekhnologi komputer adalah semakin banyaknya alat atau objek yang semula bersifat analog berubah menjadi besifat digital. Diantara berbagai fenomena yang terjadi, salah satu hal yang menarik untuk dibahas adalah fenomena musik digital dengan format Motion Picture Experts Group (MPEG). MPEG-1 Layer III(atauMPEG Audio Layer III) yang lebih dikenal sebagai MP3 adalah salah satu bentuk format file kompresi. Format ini menggunakan hitungan-hitungan algoritma yang berfungsi memadatkan file musik untuk mengurangi ukuran secara signifikan, tetapi tetap dapat mempertahankan kualitas yang dihasilkan.

Pemahaman terhadap MP3 terlebih dahulu dimulai dari pemahaman mengenai form atau bentuk dan substance atau isi dari MP3. Dilihat dari bentuknya, MP3 adalah sebuah software atau perangkat lunak. MP3 dapat dikategorikan secara bentuk sebagai software karena memiliki karakteristik sebuah software, yaitu dibangun berdasarkan algoritma tertentu, menggunakan suatu bahasa program (MP3 pertama kali ditulis menggunakan bahasa C), dan telah melalui proses coding dan decoding sehingga dapat dikenali oleh suatu operation system. (wikipedia.org/wiki/mp3, akses 2 Oktober 2011, 19.30 WIB).

(29)

America dan Jepang. Sesungguhnya MP3 dikatakan sebagai sebuah software karena MP3 menjalankan suatu fungsi komputasi tertentu, yaitu melakukan konversi dan kompresi data audio dengan encoding MP3 hingga dapat didengarkan menggunakan MP3 player (wikipedia.org/wiki/mp3, akses 3 Oktober 2011, 07.45 WIB).

Format MP3 (Motion Picture layers III). MP3 (Motion Picture layers III) merupakan format kompresi audio yang memiliki sifat “menghilangkan”. Maksudnya,pada saat pengkompresian suatu konten audio kedalam format MP3 (Motion Picture layers III), aspek-aspek yang tidak signifikan pada pendengaran manusia dari sebuah konten dihilangkan dengan tujuan untuk mengurangi ukuran dari sebuah file.

MP3 (Motion Picture layers III) merupakan ketiga pengkompresian data khususnya musik digital yang menggunakan algoritma-algoritma tertentu. Pengaruh adanya MP3 (Motion Picture layers III) tidak dapat dipungkiri lagi. MP3 (Motion Picture layers III) secara revolusioner mengubah kebiasaan kita dalam memperoleh dan mendengarkan musik. Bagaimana tidak, saat ini kita tidak perlu lagi bersusah payah untuk pergi ketoko kaset untuk membeli kaset atau Compact Disc (CD) yang kita sukai. Akan tetapi, sebagai gantinya kita cukup menghidupkan komputer danmendowloadlagu-lagu yang kita inginkan dari internet. Dengan cara itu keinginan untuk mendengarkan musik terpenuhi. Sebagian besar konten MP3 (Motion Picture layers III) adalah sebuah musik atau lagu. Lagu tersebut biasanya berasal dari Compact Disc (CD) yang orisinil, kemudian lagu tersebut di kompresi menggunakan encoding software MP3 (Motion Picture layers III) sehingga menjadi data MP3 (Motion Picture layers III).

(30)

(Motion Picture layers III), besar data masing-masing berkisar lima hingga enam megabyte. Setelah mencapai besaran yang terkompresi, data-data tersebut dapat didistribusikan melalui internet. Data tersebut dapat didistribusikan melalui surat elektronik (e-mail) melalui proses upload. Ke server tertentu kemudian didownload, atau dapat juga melalui pertukaran data orang perorang yang biasa disebut denganpeer to peer networking.

Para pengguna MP3 (Motion Picture layers III) dapat menikmati konten yang ada dengan bermacam-macam cara. Mereka dapat mendengarkan dengan menggunakan portable MP3 (Motion Picture layers III) player, atau dapat mendengarkan secara langsung dari hard disk mereka, dapat pula dikirimkan melalui email kepada pengemar-pengemar mereka atau diupload di internet agar semua orang dapat menikmatinya.

(31)

menyimpan dikomputer utama (server), lagu-lagu lainnya tersimpan dikomputer milik penggunanya yang di sharing secara online. Inilah yang dikenal dengan konsep peer to peer sharing (P2P).

2. Tindak Pidana Hak Cipta

Tindak pidana hak cipta adalah suatu kegiatan perbuatan, kebanyakan, penyiaran, pengedaran tanpa izin dari pencipta maupun penerima hak dari penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta. Didalam masyarakat perwujudan dan pelanggaran terhadap hak-hak pencipta akan timbul dalam berbagai bentuk, sebagaimana dapat dijabarkan berikut ini:

a. Pembajakan karya rekaman musik dan lagu

Pembajakan atas rekaman musik atau lagu merupakan perbuatan kejahatan yang timbul seiring dengan adanya industri musik baik nasional maupun internasional.

Dalam industri musik di Indonesia pembajakan yang terjadi tidak hanya atas karya rekaman musik dalam negri tetapi juga meliputi karya rekaman asing. Sehubungan dengan karya rekaman yang beredar di masyarakat, tidak hanya karya rekaman produksi nasional tetapi beredar pula karya rekaman asing. Ada tiga macam bentuk pembajakan atas karya rekaman suara yang dikenal dalam industri musik internasional yaitu:Counterfeit,Piracy,Boat Ledging.

1). Counterfeit

Adalah bentuk pembajakan dengan melakukan penggadaan ulang suatu album karya rekaman, dalam bentuk sama sekali mirip dengan aslinya baik dalam kemasan album, ilustri cover maupun susunan lagunya. Kualitas dari album bajakan ini tentu saja tidak terjamin. Counterfeitlebih dikenal sebagai album rekaman aspal (asli atau palsu).

(32)

Adalah bentuk pembajakan karya rekaman yang dilakukan dengan menggunakan berbagai lagu dari yang sedang populer, dikenal dengan istilah “seleksi” atau ketikan. Bentuk pembajakan ini paling ditakuti dalam industri musik karena dapat mematikan kesempatan penjualan dari beberapa album rekaman secara bersamaan.

3). Boat Ledging

Adalah bentuk pembajakan yang dilakukan dengan cara merekam langsung suatu pertunjukkan musik dari seorang penyanyi. Dan album rekaman ini digandakan lalu dijual sebagai album khusus dari penyanyi tersebut.

b. Peniruan karya cipta musik

Perbuatan ini dikaitkan sebagai pelanggaran hak cipta apabila karya cipta yang diciptakan oleh seorang pencipta mempunyai kemiripan yang hampir seratus persen sama dengan hasil karya musik atau lagu pencipta lainnya, baik notasi, melodi dasar, irama, atau warna musiknya.

c. Pengumuman suatu karya cipta secara tidak sah

Pengumuman suatu karya cipta secara tidak sah terjadi apabila pengguna lagu dalam melakukan kegiatan usahanya yang menggunakan karya cipta lagu untuk tujuan komersial dilakukan tanpa adanya izin dari pencipta atau pemegang hak cipta dan pengguna dapat bebas dari kewajiban membayar royalti

(33)

pembajakan lagu dan musik dengan format MP3 (Motion Picture Experts layer III) termasuk pelanggaran undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kemajuan teknologi dapat mempermudah atas suatu karya dalam melaksanakan reproduksi hasil karya musik. Karya musik yang dipasarkan oleh suatu perusahaan rekaman merupakan proses yang resmi yang dilindungi undang-undang.

Kejahatan yang dihadapi di masyarakat adalah dari berbagai macam hasil karya musik tersebut dapat diperbanyak dengan mudah dan mendapatkan suatu hasil karya musik sehingga dengan biaya murah dapat memperoleh suatu karya musik yang disukainya, dengan modal suatu server atau sebuah komputer dapat memperbanyak suatu ciptaan musik tanpa harus membayar izin kepada yang punya hak. Dalam hal ini dapat dikategorikan sebagai suatu penadah hasil dari suatu kejahatan yang berusaha mendapatkan keuntungan yang bersifat komersial dapat dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.

F. Fungsi Hukum Pidana dan Penegakan Hukum Hak Cipta

(34)

Menurut Widyopramono: banyaknya tindak pidana hak cipta di Indonesia tidak hanya terbatas pada ciptaan orang Indonesia saja, bahkan juga terhadap ciptaan asing baik itu berupa karya rekaman, program komputer atau komputer program. Demikian juga tindak pidana Hak Cipta Musik berupa pembajakan kaset menunjukkan dalam intensitas yang tinggi, bahwa dari peredaran kaset bajakan di pasar, pihak industri rekaman dan pencipta lagu dirugikan sedikitnya Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) setiap bulan. Hal ini terasa memberatkan bagi para pencipta lagu maupun pemegang hak cipta, mengingat perbandingan kaset asli dengan bajakan di pasaran bisa mencapai satu banding tiga. (Widyopramono, 1991: 17).

Fungsi Hukum Pidana dapat dibedakan menjadi:

1. Fungsi Umum Hukum Pidana, yaitu untuk mengatur atau menyelenggarakan tata kehidupan masyarakat.

2. Fungsi Khusus Hukum Pidana, yaitu untuk melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang hendak memperkosanya, dengan sanksi pidana yang sifatnya lebih tajam dari sanksi cabang hukum lainnya.

Fungsi khusus hukum pidana ini dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) fungsi, yaitu:

1. Fungsi Primer, yaitu sebagai sarana dalam penaggulangan kejahatan atau sarana untuk mengontrol atau mengendalikan masyarakat.

2. Fungsi Sekunder, yaitu untuk menjaga agar penguasa dalam menanggulangi kejahatan itu melaksanakan tugasnya sesuai dengan aturan yang digariskan dalam hukum pidana.

3. Fungsi Subsider, yaitu untuk melindungi masyarakat dari kejahatan hendaknya menggunakan upaya lain terlebih dahulu. Apabila dipandang sarana/upaya lain kurang memadai barulah digunakan hukum pidana(Ultimum Remedium).

(35)

tidak dapat menaggulangi kejahatan, digunakan sarana hukum pidana sebagai upaya sarana yang terakhir (Tri Andrisman, 2007 : 43)

Secara konsepsional, inti dari penegakkan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup (Soerjono Soekanto, 1989 : 3).

Menurut Soerjono Soekanto, penegakkan hukum di Indonesia dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Peraturan perundang-undangan, substansi hukum

Bahwa semakin baik suatu peraturan hukum akan semakin memungkinkan penegakkannya, sebaliknya semakin tidak baik suatu peraturan hukum akan semakin sukar penegakkannya. Secara umum bahwa peraturan hukum yang baik adalah peraturan hukum yang berlaku secara yuridis, sosiologis dan filosofis.

2. Faktor penegak hukum

Bahwa faktor penegak hukum ini menentukan proses penegakkan hukum yaitu pihak-pihak yang menerapkan hukum tersebut. Adapun pihak-pihak yang langsung terkait dalam berfungsinya hukum pidana terhadap perlindungan hak cipta di bidang musik dan lagu adalah Kehakiman, Kepolisian, dan para pelaku industri musik terutama pencipta lagu.

3. Faktor Sarana atau Fasilitas

(36)

yang berpendidikan dan trampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya.

4. Faktor Masyarakat

Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut.

5. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari).

Berkaitan dengan hal tersebut telah dirumuskan bahwa dilihat dari proses kebijakan, penegakkan hukum pidana pada hakikatnya merupakan penegakkan kebijakan melalui beberapa tahap:

1. Tahap Formulasi, yaitu tahap penegakkan hukum pidana in abstracto oleh pembuat undang-undang. Tahap ini dapat pula disebut kebijakan legislatif.

2. Tahap Aplikasi, yaitu tahap penerapan pidana oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian sampai pengadilan. Tahap ini disebut pula tahap kebijakan yudikatif.

(37)

Ketiga tahap ini dilihat sebagai suatu usaha atau proses rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu dan merupakan suatu keterpaduan yang harus dicapai secara selaras dan seimbang. Dalam penanggulangan kejahatan, hukum pidana dalam hubungannya dengan hukum administratif merupakan upaya terakhir apabila upaya administratif sudah tidak mampu.

Sudarto (1983:73) mengatakan, masalah pemberian pidana dipandang mempunyai dua arti yaitu: 1. Dalam arti umum ialah menyangkut pembentuk undang-undang. Ialah yang menetapkan

stesel sanksi hukum pidana (pemberian pidanain abstracto).

2. Dalam arti konkrit ialah menyangkut berbagai badan atau jawaban yang kesemuanya mendukung dan melaksanakan stelsel sanksi hukum pidana.

Suatu sistem hukum berdasarkan fungsi hukum baik hukum sebagai sarana rekayasa sosial maupun sebagai sarana kontrol sosial maka setiap peraturan yang dibuat adalah untuk dijalankan sesuai dengan tujuan dan makna yang dikandungnya. Oleh karena itu persoalan hak ekonomi yang terkandung dalam lisensi pengumuman musik untuk memperoleh perlindungan dari suatu sistem hukum, akan berkaitan dengan upaya pihak-pihak yang terkait agar bekerjanya hukum dapat efektif.

(38)

Berlakunya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta merupakan suatu bentuk upaya penal yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal penegakkan hukum. Upaya penal tersebut dapat ditinjau dari peraturan-peraturan hukum pidana dan sanksinya, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan pada tindak pidana hak cipta. Di samping itu, dapat dilihat dari prosedur hukum dan mekanisme pelaksanaan (pidana) dalam upaya penegakan hak cipta.

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Adisumarto, Harsono. 1990.Hak Milik Intelektual Khususnya Hak Cipta. Akademika Pressindo. Jakarta.

Arief, Barda Nawawi. 2000. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan.Citra Aditya Bakti. Bandung.

Tim Penyusun. 2005. Buku Panduan Permohonan Hak Cipta Bagi Sivitas Akademika IPB. Kantor HKI-IPB. Bogor.

Damian, Eddy. 2004.Hukum Hak Cipta. Bandung: PT. Alumni. Soekanto, Soerjono. 1989.Perbandingan Hukum. Bandung. Sudarto. 1981.Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni. Bandung.

Shafruddin. 1998.Politik Hukum Pidana (Buku Ajar).Universitas Lampung. Bandar Lampung. Widyapramono. 1994. Tindak pidana Hak Cipta, Analisis & Penyelesaiannya. Sinar Grafika.

Jakarta.

Tim Penyusun Kamus. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai pustaka. Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

(40)
(41)

III. METODE PENELITIAN

Metode adalah suatu bentuk atau cara yang akan dipergunakan dalam pelaksanaan suatu penelitian guna mendapatkan, mengolah dan menyimpulkan data yang dapat memecahkan suatu permasalahan (Soekanto, 1996 : 5).

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini disebabkan oleh karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodelogi dan konsisten, serta diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah. (Soekanto & Sri, 2001 : 1)

A. Pendekatan Masalah

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya (Soerjono Soekanto, 1986: 43).

(42)

pandangan, peraturan-peraturan hukum serta hukum yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini.

Pendekatan yuridis empiris adalah suatu pendekatan melalui penelitian lapangan yang dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan baik berupa penilaian, perilaku, pendapat, sikap yang berkaitan dengan perlindungan hukum pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3 (Motion Picture Layers III).

B. Sumber dan Jenis Data

Jenis data dapat di lihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka (Soerjono Soekanto, 1986: 11).

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari observasi di lapangan. Dalam rangka penelitian lapangan terutama yang menyangkut pokok bahasan skripsi ini. Dalam hal ini data diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap beberapa penegak hukum dari Kepolisian, Musisi, Produser Rekaman, dan juga Dosen yang terkait dengan perlindungan hukum pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3 (Motion Picture Layers III).

2. Data Sekunder

(43)

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. dalam hal ini bahan hukum primer terdiri dari :

1. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 jo Undang-Undang Nomor 73 tahun 1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

2. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI. 3. Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.

4. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu dalam menganalisa serta memahami bahan hukum primer, seperti literatur dan norma-norma hukum yang berhubungan dengan masalah yang di bahas dalam skripsi ini. Bahan hukum sekunder penelitian ini meliputi:

1. Peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP. 2. Keppres Nomor 19 tahun 1997 tentang pengesahan World Intellectual Property

Organization (WIPO) Copyright Treaty.

3. Keppres Nomor 4 tahun 2006 tentang pembentukan Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual.

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 tahun 1986 tentang Dewan Hak Cipta.

(44)

jurnal, internet yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas atau diteliti dalam skripsi ini.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Menurut Soerjono Soekanto (1986: 172) yang dimaksud dengan populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang sama. Populasi dalam penulisan skripsi ini adalah pihak-pihak yang berkaitan dengan perlindungan hukum pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3 (Motion Picture Layers III). Penentuan populasi dalam penelitian ini adalah Kepolisian, Musisi, Produser Rekaman, dan juga Dosen/Akademisi.

Adanya populasi dalam penelitian ini secara otomatis akan menimbulkan adanya sampel. Adapun sampel dari penelitian ini adalah Penyidik Kepolisian Polresta Bandar Lampung, Musisi Pondok Daud, Produser Rekaman Studio Pondok Daud, dan Dosen yang Fakultas Hukum Universitas Lampung. Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (1987: 172) memberikan pengertian mengenai sampel yaitu sejumlah obyek yang jumlahnya kurang dari populasi. Dan Burhan Ashshofa (1996: 91) memberikan pengertian mengenai prosedur sampling dalam penelitian adalah Purposive Sampling, yaitu suatu metode pengambilan sampling yang dalam penentuan dan pengambilan anggota sampel berdasarkan atas pertimbangan dan tujuan penulis yang telah ditetapkan.

Adapun Responden dalam penelitian ini sebanyak 5 (lima) orang, yaitu:

(45)

3. Produser Rekaman StudioPondok Daud Record = 1 orang 4. Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung = 1 orang +

Jumlah = 5 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penulisan skipsi ini, dilakukan dengan menggunakan dua cara sebagai berikut, yaitu:

a. Studi Kepustakaan (library research)

Studi kepustakaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan penulis dengan maksud untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, mencatat dan mengutip dari berbagai literatur, per-undang-undangan, buku-buku, media massa dan bahas tertulis lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan.

b. Studi Lapangan (field research)

Studi lapangan merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara wawancara (interview) yaitu sebagai usaha mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan, maupun dengan menggunakan pedoman pertanyaan secara tertulis.

2. Pengolahan Data

(46)

a. Editing, yaitu memeriksa kembali kelengkapan, kejelasan, dan relevansi dengan penelitian. b. Klasifikasi Data yaitu mengklasifikasi/mengelompokan data yang diperoleh menurut

jenisnya untuk memudahkan dalam menganalisis data.

c. Sistematisasi Data, yaitu malakukan penyusunan dan penempatan data pada setiap pokok secara sistematis sehingga mempermudah interpretasi data dan tercipta keteraturan dalam menjawab permasalahan.

E. Analisis Data

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, Abdulkadir. 2004.Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya. Bandung. Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1989.Metode Penelitian Survey. Jakarta Soemitro, Ronny Hanitijo. 1990.Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,

Ghalia Indonesia. Jakarta.

(48)

Tim Penyusun Kamus. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai pustaka. Jakarta.

(49)

1

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan perlindungan hukum pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3 (Motion Picture Layers III) masih belum terwujud dengan baik. Hal ini dikarenakan adanya beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan perlindungan hukum pidana tersebut. Hal tersebut terlihat dari tidak berfungsinya hukum pidana secara langsung jika terjadi pelanggaran. Pelanggaran terhadap hak cipta khususnya praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3 sampai saat ini masih berkembang secara terus-menerus. Sehingga perlindungan hukum pidana yang seharusnya bertujuan dan berdampak pada berkurangnya pelanggaran hukum namun dalam pelaksanaannya tidak berjalan sebagaimana mestinya.

2. Faktor penghambat dalam pelaksanaan perlindungan hukum pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3 antara lain:

a. Faktor hukum

(50)

2

b. Faktor penegak hukum

Belum adanya aparat penegak hukum yang sungguh-sungguh dalam memberantas pelanggaran hak cipta di bidang musik dan lagu, contohnya saja masih banyak terjadinya pembajakan lagu ciptaan. Selain itu, tindakan dan sikap aparatur penegak hukum yang masih koruptif dalam menegakkan hukum. Sehingga membuat pelaksanaan fungsi hukum juga kurang efisien.

c. Faktor fasilitas

Tidak adanya anggaran khusus dari negara untuk penegakkan di bidang hak kekayaan intelektual seperti belum dibentuknya Tim Pengawas yang berkoordinasi dengan pihak terkait yang khusus mengawasi pelanggaran terhadap karya cipta lagu.

a. Faktor masyarakat

Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menghargai karya cipta orang lain. Selain itu masyarakat bersikap acuh tak acuh, tidak ada kepedulian karena perbuatan tersebut oleh masyarakat dianggap bukan merupakan tindak kejahatan.

b. Faktor budaya

Budaya mayarakat Indonesia yang pada umumnya senang menggunakan barang-barang bajakan.

(51)

3

menimbulkan ketidakpedulian dan menganggap perbuatan tersebut bukan merupakan suatu tindak kejahatan.

B. Saran

Adapun saran yang akan diberikan penulis mengenai perlindungan hukum pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3 (Motion Picture Layers III) antara lain:

1. Untuk menjamin perlindungan hukum pemegang hak cipta atas praktik pembajak lagu dan musik dengan format MP3 (Motion Picture Layers III) tersebut maka setiap ada pelanggaran harus segera ditindak dengan memproses pelaku tindak pidana sampai ke tingkat pengadilan dan memaksimalkan vonis pidana penjara dan denda agar mempunyai efek jera terhadap pelaku tindak pidana pelanggaran lainnya, pemerintah harus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait yang ada baik pihak kepolisian agar dapat bekerjasama dalam upaya pemberantasan pelanggaran terhadap lagu-lagu ciptaan dengan memperjelas struktur koordinasi antarpihak contohnya dalam menanggulangi pelanggaran hak cipta musik dan lagu sehingga fungsi hukum pidana dapat berjalan dengan baik.

(52)

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK CIPTA ATAS PRAKTIK PEMBAJAK LAGU DAN MUSIK DENGAN FORMAT MP3

(MOTION PICTURE LAYERS III) (Skripsi)

Oleh Cindy Almira

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(53)

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK CIPTA ATAS PRAKTIK PEMBAJAK LAGU DAN MUSIK DENGAN FORMAT MP3

(MOTION PICTURE LAYERS III)

Oleh Cindy Almira

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(54)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup ... 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... 9

E. Sistematika Penulisan ... 15

DAFTAR PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian istilah Hak Cipta serta Lingkup dalam Lagu Ciptaan ... 18

B. Teori-Teori tentang Hak Cipta ... 20

C. Hak Moral dan Hak Ekonomi ... 22

D. Pendaftaran dan Prosedur Perlindungan Lagu Ciptaan... 25

E. Pengertian MP3 (Motion Picture Layers III) dan Tindak Pidana Hak Cipta ... 28

F. Fungsi Hukum Pidana dan Penegakan Hukum Hak Cipta ... 34

DAFTAR PUSTAKA III.METODE PENELITAN A. Pendekatan Masalah ... 41

B. Sumber dan Jenis Data ... 42

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 44

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 45

(55)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden ... 48 B. Pelaksanaan Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta atas Praktik

Pembajak Lagu dan Musik dengan Format MP3 (Motion Picture Layers III) ... 51 C. Faktor-Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Perlindungan Hukum

Pemegang Hak Cipta atas Praktik Pembajak Lagu dan Musik dengan Format MP3 (Motion Picture Layers III) ... 74 DAFTAR PUSTAKA

V. PENUTUP

(56)

Judul Skripsi :PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK CIPTA ATAS PRAKTIK PEMBAJAK LAGU DAN MUSIK DENGAN FORMAT MP3 (MOTION PICTURE LAYERS III)

Nama Mahasiswa :Cindy Almira

No. Pokok Mahasiswa : 0812011139

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Firganefi, S.H., M.H. Maya Shafira, S.H., M.H.

NIP 19631217 198803 2 003 NIP 19770601 200501 2 002

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H.

(57)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua :Firganefi, S.H., M.H.

...

Sekretaris/Anggota :Maya Shafira, S.H., M.H.

...

Penguji Utama :Diah Gustiniati Maulani S.H., M.H.

...

2. Pj. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H. M.S.

NIP 19621109 198703 1 003

(58)

RIWAYAT HIDUP

Cindy Almira dilahirkan di Bandar Lampung 8 Juli 1990, yang merupakan anak ke pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak H. Cinatra Pahlevi dan Ibu H. Tati Rosmawati, S.Pd.

Penulis melaksanakan studi di Sekolah Dasar Muhammadiyah Pringsewu pada tahun 2002, penulis melanjutkan studinya di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pringsewu pada tahun 2005 dan Sekolah Menengah Atas Xaverius Pringsewu pada tahun 2008. Dengan mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa akhirnya penulis diterima di Fakultas Hukum Universitas Lampung pada Tahun 2008.

(59)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNYA, maka dengan ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan dan jerih payahku,

aku persembahkan sebuah karya ini kepada :

Papa Cinatra Pahlevi dan mama Tati Rosmawati tercinta atas kasih sayang, pengorbanan serta doa tulus dari setiap sujudmu yang selalu mengiringi setiap

langkahku dan menanti keberhasilanku.

Adikku M. Kaisar Nazhif Umra yang senantiasa menemaniku dengan keceriaan dan kasih sayang

Guru-guruku

Semoga ilmu yang telah kalian berikan dapat berguna bagiku dan menjadi ladang amal bagimu

Sahabat-sahabatku yang selalu hadir menemaniku dalam suka maupun duka

(60)

MOTTO

Kebahagiaan itu bukan keadaan yang mesti ditunggu, tapi keputusan yang harus dibuat.

“ You can’t always get whatyou want, but if you try, sometimes you just might find you get what you need”

(Mick Jagger)

(61)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamien. Segala puji syukur hanyalah milik Allah SWT,

Rabb seluruh Alam yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyeleasaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan judul : PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK CIPTA ATAS PRAKTIK PEMBAJAK LAGU DAN MUSIK DENGAN FORMAT MP3 (MOTION PICTURE LAYERS III).

Penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Pj. Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung

(62)

banyak memberikan kritikan, koreksi dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Firganefi, S.H., M.H. selaku Pembimbing Pertama yang telah memberikan saran dan meluangkan waktunya sehingga proses penyelesaian skripsi dapat berjalan dengan baik.

4. Ibu Maya Shafira, S.H., M.H. selaku Pembimbing II yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama penyelesaian skripsi ini. 5. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H. sebagai Pembahas Kedua yang telah

banyak memberikan kritikan, koreksi dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak BrigPol. Suryadi dan Bapak Briptu M. Wilhan selaku responden dari Polresta Bandar Lampung, Bapak Dodo Mika dan Bapak Ilzar Prakoso selaku responden dari Pondok Daud Music Studio-Record, serta Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H., yang telah meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara demi penelitian skripsi ini.

7. Para Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tak bisa disebutkan satu persatu, atas bimbingan dan pengajarannya selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu penulis dalam proses akademis dan kemahasiswaan atas bantuannya selama penyusunan skripsi.

(63)

10. Saudara-saudaraku: Farahdiba, Mbak Nana, Bibi Cantik, Tante Lili, Bude Ira, Bude Lina, Nabilla Inggrid, iyay Ardian Saputra, beserta seluruh keluarga besar Sarinongko dan keluarga besar Ridwan Munir terimakasih atas dukungan dan do’a yang selama ini telah diberikan.

11. M. Wilhan Rifa’i terimakasih daing atas do’a, dukungan, kesabaran perhatian dan semangatnya.

12. Sahabat-sahabatku: Memey, Windy, Wenny, Rika, Tika, Nadia, Edun, Dodi, Togar, Uci, Ayu, Ghea, Chyntia, terimakasih atas kebersamaan dan keceriaan selama ini.

13. Teman-teman Fakultas Hukum 2008 dan KKN: Rateh, Iqbal, Kamil, Habi, Colip, Ria , Cici , Uwel , Icha, Dimas, Devi, Ika, Yusni, Ete, Gilang, Zerry, Fajri, Ulek, Ogas, Meity, Heru, Messa, dan teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu terimakasih atas kebersamaannya .

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Februari 2012 Penulis

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu modul dari E-Health adalah Aplikasi Daftar Online Rumah Sakit (ADORS). ADORS merupakan aplikasi untuk mendaftar dan mengambil nomor antrean secara online di

Melihat kembali konteks pemilihan kepala daerah yang terdapat dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan: “Gubernur, Bupati dan Walikota masing- masing

Hasil perbandingan peta tersebut dapat terlihat bahwa secara umum peta bahaya banjir yang dihasilkan dari model matematik telah terjadi banjir setiap tahun dan

“Adanya post reply yang tercampur jadi satu dengan post reply dengan topik berbeda ini, jadi ya tidak dapat terlihat secara benar mengenai partisipan yang memasang thread dan

Keindahan alam yang eksotis, masih alami dan belum banyak dijamah orang, sehingga dibuatlah media yang mempromosikan pulau ini dalam bentuk video

Proses sheeting yang kurang dari 10 kali akan menghasilkan adonan yang rapuh karena serat gluten ditarik terlalu drastis dari bahan pangan sehingga adonan mi

Berdasarkan Tabel 1 juga dapat diketahui bahwa pemberian pupuk anorganik dan kompos menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap jumlah batang pada tanaman

Sebagai lembaga yang baru berdiri, LPPM Bina Mandiri selalu berupaya untuk melakukan  Sebagai lembaga yang baru berdiri, LPPM Bina Mandiri selalu berupaya untuk melakukan  yang