ABSTRAK
PELAKSANAAN GANTI RUGI PERUM PEGADAIAN BERDASARKAN SURAT EDARAN DIREKSI PERUM PEGADAIAN
NOMOR: 30/UI.1.00211/2005
(Studi pada Perum Pegadaian Cabang Kedaton)
Oleh NURHIKMA M
Perum Pegadaian merupakan lembaga penyalur pinjaman uang dengan sistem gadai. Perjanjian gadai melibatkan dua pihak, yaitu nasabah sebagai pemberi gadai dan Perum Pegadaian sebagai penerima gadai. Perjanjian gadai ini dituangkan dalam bentuk tertulis di dalam Surat Bukti Kredit (SBK). Akibat perjanjian ini menimbulkan hak dan kewajiban antar pihak, salah satu kewajiban tersebut ialah Perum Pegadaian bertanggung jawab atas rusak atau hilangnya barang jaminan. Guna mengantisipasi hal tersebut, Perum Pegadaian mengansuransikan barang jaminan kepada asuransi PT Jasa Indonesia serta mengatur ketentuan ganti ruginya dalam SBK dan Surat Edaran Direksi Perum Pegadaian Nomor 30/UI.1.00211/2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pedoman Ganti Rugi Barang Jaminan. Permasalahan dalam penelitian ini ialah pelaksanaan ganti rugi pegadaian atas barang jaminan yang hilang berdasarkan Surat Edaran Direksi Perum Pegadaian Nomor 30/UI.1.00211/2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pedoman Ganti Rugi Barang Jaminan dengan pokok bahasan syarat dan prosedur pelaksanaan ganti rugi dan kendala-kendala yang dihadapi oleh Perum Pegadaian serta upaya penyelesaiannya.
Jenis penelitian yang digunakan adalah normatif terapan dengan tipe peneltiian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif terapan yang bersumber dari data sekunder, yang dikumpulkan dengan cara studi pustaka, studi dokumen dan wawancara. Analisis data dan pembahasan dilakukan secara kualitatif.
(lima) tahap, yaitu tahap pemberitahuan, tahap penyerahan, tahap pemeriksaan, tahap persetujuan, dan tahap pembayaran. Selama pelaksanaan ganti rugi Perum Pegadaian mengahadapi berbagai kendala seperti, tidak adanya kesepakatan ganti rugi, barang jaminan bukan milik nasabah dan hilangnya SBK. Guna menyelesaikannya Perum Pegadaian mengambil jalur musyawarah untuk mufakat dibandingkan menempuh jalur hukum atau pengadilan.
Berdasarkan hasil penelitian di atas disarankan sebaiknya Perum Pegadaian memuat nominal ganti rugi yang jelas serta sanksi (baik denda ataupun pidana) pada perjanjian gadai yang diterbitkan untuk meminimalisir kendala-kendala yang mungkin terjadi ketika proses ganti rugi.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring meningkatnya perekonomian Indonesia, maka semakin tinggi pula keinginan masyarakat dalam memenuhi tuntutan kebutuhan ekonominya. Faktor penting dalam pemenuhan tersebut adalah uang. Uang selalu saja dibutuhkan untuk membeli atau membayar berbagai keperluan. Namun, yang menjadi masalah terkadang kebutuhan yang ingin dibeli tidak dapat dicukupi hanya dengan uang yang dimiliki. Kalau sudah demikian, maka mau tidak mau kita mengurangi untuk membeli berbagai keperluan yang dianggap tidak penting, namun untuk kebutuhan yang sangat penting terpaksa harus dipenuhi dengan berbagai cara seperti meminjam dari berbagai sumber dana yang ada atau sering disebut kredit.
syarat-syarat yang tidak memberatkan masyarakat dan dengan jaminan yang mudah kepada masyarakat luas, khususnya kredit golongan menengah ke bawah yang banyak menginginkan kredit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan di golongan ekonomi ke atas dipergunakan untuk menambah modal usaha. Salah satu lembaga perkreditan non perbankan yang dapat melayani masyarakat dalam mendapatkan kredit dengan mudah yaitu Perusahaan Umum Pegadaian (Perum Pegadaian).
Perum Pegadaian merupakan lembaga perkreditan non perbankan yang dikelola pemerintah yang kegiatan utamanya memberikan pinjaman uang atau kredit atas dasar hukum gadai. Penyaluran uang pinjaman tersebut dilakukan dengan cara yang mudah, cepat, aman dan hemat sehingga tidak memberatkan bagi masyarakat yang melakukan pinjaman dan tidak menimbulkan masalah yang baru bagi peminjam setelah melakukan pinjaman di pegadaian. Sesuai motto Perum Pegadaian “Mengatasi Masalah Tanpa Masalah”.
Pada saat perjanjian ini ditandatangani nasabah maka ia harus menyerahkan jaminan kepada Perum Pegadaian. Jaminan tersebut berupa benda bergerak seperti perhiasan, kendaraan bermotor, elektronik dan sejenisnya. Jaminan ini penting demi menjaga keamanan dan memberikan kepastian hukum bagi Perum Pegadaian dalam mendapatkan kembali atau mendapatkan kepastian mengenai pengembalian uang pinjaman yang telah diberikan oleh Perum Pegadaian kepada nasabah sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan disepakati bersama.
Barang yang dijaminkan harus ada dalam penguasaan pemberi pinjaman, jika tidak perjanjian gadai dianggap tak sah. Asas ini disebut asas Inbezitstelling yang merupakan syarat mutlak dalam perjanjian gadai. Penyerahan barang jaminan atas dasar hukum gadai ini bukanlah penyerahan dalam arti yuridis yang mengakibatkan penerima gadai memiliki barang secara utuh, melainkan penerima gadai hanyalah sebagai pemegang barang. Penyerahan barang ditujukan agar nasabah tidak menyalahgunakan barang jaminan selama dalam penguasaannya serta debitor dapat langsung mengambil barang jaminan jika nasabah tidak dapat melunasi atau juga wanprestasi.
Selama dalam penguasaan Perum Pegadaian, resiko yang timbul menjadi tanggung jawab pegadaian. Hal ini berdasarkan Pasal 1157 (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa:
“Si berpiutang adalah bertanggung jawab untuk hilangnya atau kemerosotan barangnya sekadar itu telah terjadi karena kelalainnya.”
kemerosotan nilai) ataupun hilang, Perum Pegadaian wajib melakukan ganti rugi terhadap nasabah sesuai hal-hal yang tercantum dalam perjanjian.
Rusaknya barang yang dijaminkan dapat dikarenakan terjadinya force majeure (bencana alam) atau juga dikarenakan kelalaian dari pihak Perum Pegadaian. Guna mengantisipasi jika terjadinya force majeure (seperti banjir, kebakaran ataupun gempa bumi) Perum Pegadaian telah mengansuransikan barang-barang jaminan milik nasabah kepada perusahaan asuransi (PT Jasa Indonesia atau Jasindo). Premi asuransi dibayar oleh Perum Pegadaian dan tidak dibebankan keapda nasabah. Nasabah hanya dibebankan biaya administrasi yang besarnya disesuaikan dengan jumlah pinjaman. Sedangkan, dalam hal ganti rugi atas hilangnya barang yang dijaminkan akibat kelalaian pihak Perum Pegadaian, Perum Pegadaian memuatnya dalam Surat Bukti Kredit (SBK) Pasal 4 yang isinya ganti rugi akan diberikan sebesar nilai barang pada saat itu setelah diperhitungkan dengan uang pinjaman dan sewa modal. Ganti rugi akan dibayarkan Perum Pegadaian kepada nasabah jika ada klaim terlebih dahulu sesuai ketentuan yang ada.
Seperti halnya yang terjadi pada Perum Pegadaian Unit di Jalan Pulau Legundi, Sukarame, bulan Juli 2011 lalu. Perampok berhasil menguras berangkas berisi 765 buah perhiasan dan uang tunai senilai Rp 64.000.000,00 (enam puluh empat juta rupiah) milik nasabah. Atas kejadian tersebut, Perum Pegadaian berkewajiban mengganti rugi barang jaminan yang hilang kepada nasabah.
Kedaton. Pelaksanaan ganti rugi yang dilakukan CPP Perum Pegadaian Kedaton sepenuhnya berpedoman pada Surat Edaran Direksi Perum Pegadaian Nomor: 30/UI.1.00211/2005 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pedoman Ganti Rugi Barang Jaminan.
Pada saat pelaksanaan ganti rugi seringkali Perum Pegadaian mengalami kendala, contoh kasusnya yaitu tidak setujunya nasabah jika emas yang hilang diganti rugi berupa uang, karena nasabah menilai uang tidaklah sepadan untuk mengganti emas. Sehingga kendala seperti ini terkadang dapat memperlambat proses pelaksanaan ganti rugi. Maka, Perum Pegadaian yang bersangkutan perlu melakukan upaya-upaya tertentu guna mengatasi kendala tersebut agar pelaksanaan penyelesaian klaim dapat berjalan baik.
B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan ganti rugi pegadaian atas barang jaminan yang hilang berdasarkan Surat Edaran Direksi Perum Pegadaian Nomor: 30/UI.1.00211/2005 dengan pokok bahasan adalah
a. Syarat dan prosedur pelaksanaan ganti rugi pegadaian atas barang jaminan yang hilang;
b. Kendala-kendala dan upaya penyelesaiannya dalam pelaksanaan ganti rugi pegadaian atas barang jaminan yang hilang.
2. Ruang Lingkup
Adapun lingkup permasalahannya adalah: a. Ruang lingkup keilmuan
Ruang lingkup kajian materi penelitian ini adalah ketentuan hukum mengenai pelaksanaan ganti rugi pegadaian atas barang jaminan yang hilang. Bidang ilmu ini adalah hukum keperdataan, khususnya hukum jaminan.
b. Ruang lingkup objek kajian
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
a) untuk menganalisis syarat dan prosedur pelaksanaan ganti rugi pegadaian atas barang jaminan yang hilang;
b) untuk menganalisis kendala-kendala yang dihadapi oleh Perum Pegadaian beserta upaya penyelesaiannya dalam pelaksanaan ganti rugi pegadaian atas barang jaminan yang hilang.
2. Kegunaan Penelitian a) Kegunaan Teoretis
Penelitian ini dilakukan sebagai upaya perluasan wawasan keilmuan dan peningkatan keterampilan menulis karya ilmiah dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan hukum keperdataan, khususnya hukum jaminan mengenai hak gadai.
b) Kegunaan Praktis
1) Menambah bahan bacaan dan sebagai sumber data bagi mereka yang mengadakan penelitian, khususnya hukum jaminan mengenai gadai;
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Gadai
1. Pengertian gadai
Istilah gadai berasal dari terjemahan dari kata pand (bahasa Belanda) atau vuistpand dan pledge atau pawn (bahasa Inggris), pfand atau faustfand (bahasa
Jerman). Sedangkan dalam hukum adat istilah gadai disebut cekelan. Kata “gadai” dalam undang-undang digunakan dalam dua arti pertama-tama untuk menunjuk kepada bendanya (benda gadai, vide Pasal 1152 KUH Perdata), kedua, tertuju kepada haknya (hak gadai, vide Pasal 1150 KUH Perdata).
Mengenai gadai diatur dalam Buku II Bab 20 Pasal 1150 KUH Perdata yang mana definisi gadai adalah:1
“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh penerima gadai atas suatu barang bergerak, yang diberikan kepadanya oleh pemberi gadai atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang, dan yang memberikan kewenangan kepada penerima gadai untuk mendapat pelunasan dari barang tersebut terlebih dahulu dari penerima gadai-penerima gadai lainnya, terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda-benda itu, biaya-biaya mana yang harus didahulukan”. Timbulnya hak gadai pertama-tama karena diperjanjikan. Perjanjian tersebut memang dimungkinkan berdasakran ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata yang
berbunyi segala barang-barang bergerak dan tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan pemberi gadai itu dan dipertegas bahwa untuk didahulukan diantara orang-orang berpiutang terbit dari hak-hak istimewa, hak gadai, dan hak hipotek.
2. Unsur-unsur gadai
Unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian gadai adalah:2 a) Adanya subyek gadai
Berdasarkan perumusan Pasal 1150 KUH Perdata, para pihak yang terlibat dalam perjanjian gadai ada 2, yaitu pihak yang memberikan jaminan gadai, disebut pemberi gadai, sedangkan pihak lain (kreditur) yaitu yang menerima jaminan, disebut penerima gadai. Karena jaminan tersebut umumnya dipegang oleh penerima gadai, maka ia disebut juga penerima gadai sebagai pemegang gadai. Tetapi tidak tertutup kemungkinan, bahwa atas persetujuan para pihak benda gadai dipegang oleh pihak ketiga (Pasal 1152 ayat (1) KUH Perdata). Jika barang gadai yang dipegang oleh pihak ketiga, maka pihak ketiga disebut pihak ketiga pemegang gadai.3
Pihak ketiga pun dapat terjadi pada pihak pemberi gadai berkaitan dengan kepemilikan atas barang yang digadaikan. Jika barang jaminan merupakan milik pemberi gadai sendiri, maka ia disebut pemberi gadai sesungguhnya, sedangkan kalau benda jaminan merupakan milik dan diberikan oleh pihak ketiga, maka disana muncul pihak yang disebut pihak ketiga pemberi gadai. Adanya pihak
2 Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 35.
ketiga pemberi gadai dapat juga muncul karena adanya pembelian barang gadai oleh pihak ketiga.
Mengenai hal tanggung jawab disini pihak ketiga berperan sebagai orang yang bertanggung jawab atas hutang (orang lain), tetapi tanggung jawab hanya sebatas yang ia berikan, selebihnya menjadi tanggung jawab pemberi gadai.
b) Adanya obyek gadai
Obyek gadai ini adalah benda bergerak. Benda bergerak ini dibagi menjadi dua macam yaitu benda bergerak berwujud dan tidak berwujud. Benda bergerak berwujud adalah benda yang dapat dipindah atau dipindahkan, yang termasuk dalam benda bergerak berwujud sepert emas, arloji dan lain-lain sedangkan benda bergerak yang tidak berwujud seperti piutang atas bawah tangan, piutang atas tunjuk, hak memungut hasil atas benda dan atas piutang.
c) Adanya kewenangan penerima gadai
Kewenangan penerima gadai adalah kewenangan untuk melakukan pelelangan terhadap barang pemberi gadai. Penyebab timbulnya pelelangan ini adalah karena pemberi gadai tidak melaksanakan prestasinya sesuai dengan isi kesepakatan yang dibuat antara penerima gadai dan pemberi gadai, walaupun pemberi gadai telah diberikan somasi oleh penerima gadai.
3. Perjanjian gadai
perjanjian pokonya atau dikatakan, bahwa ia merupakan perjanjian yang bersifat
accessoir (tambahan).
Perjanjian accessoir mempunyai ciri-ciri antara lain:
1) Tidak dapat berdiri sendiri;
2) Adanya/ timbulnya maupun hapusnya bergantung pada perikatan pokoknya;
3) Apabila perikatan pokoknya dialihkan, accessoir turut beralih.
Konsekuensi perjanjian gadai sebagai perjanjian accessoir adalah:
1) Bahwa sekalipun perjanjian gadainya sendiri mungkin batal karena melanggar ketentuan gadai yang bersifat memaksa, tetapi perjanjian pokoknya sendiri tetap berlaku, kalau ia dibuat secara sah;
2) Hak gadainya sendiri tak dapat dipindahkan tanpa turut sertanya perikatan pokoknya, tetapi sebaliknya pengoperan perikatan pokok meliputi pula semua
accessoirnya. Yang demikian sesuai dengan ketentuan Pasal 1533 KUH
Perdata.4
4. Hak dan Kewajiban Antara Pemberi Gadai dan Penerima Gadai
Sejak terjadinya perjanjian gadai antara pemberi gadai dan penerima gadai, maka sejak itulah timbul hak dan kewajiban para pihak. Di dalam Pasal 1155 KUH Perdata telah diatur tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Hak-hak penerima gadai antara lain :
1) Seorang penerima gadai dapat melakukan executie (eignmachtige verkoop) yaitu menjual atas kekuasaan sendiri benda-benda pemberi gadai dalam hal pemberi gadai lalai atau wanprestasi;
2) Penerima gadai berhak menjual benda bergerak milik pemberi gadai melalui perantara hakin dan disebut riell executie;
3) Sesuai dengan bunyi Pasal 1157 ayat 2 KUH Perdata, kerditur berhak mendapatkan penggantian dari pemberi gadai semua biaya yang bermanfaat yang telah dikeluarkan penerima gadai untuk keselamatan beda gadai;
4) Pasal 1158 KUH Perdata menyatakan, jika suatu piutang digadaikan dan piutang itu menghasilkan bunga maka penerima gadai berhak memperhitungkan bunga piutang tersebut untuk dibayarkan kepadanya;
5) Penerima gadai mempunya hak retentie yaitu hak penerima gadai untuk menahan benda penerima gadai sampai pemberi gadai membayar sepenuhnya hutang pokok ditambah bunga dan biaya- biaya lainnya yang telah dikeluarkan oleh penerima gadai untuk menjaga keselamatan benda gadai. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 1159 KUH Perdata.
Kewajiban penerima gadai antara lain:
1) Hanya menguasai benda selaku hounder bukan sebagai bezziter serta menjaga keselamatannya. Dengan demikian penerima gadai tidak boleh menikmati atau memindahtangankan benda- benda pemberi gadai yang dijaminkan;
dilakukan, diperbolehkan melalui pos yang berangkat pertama (Pasal 1156 ayat 2 KUH Perdata);
3) Penerima gadai bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya nilai benda gadai jika terjadi karena kelalaianya (Pasal 1157 KUH Perdata);
4) Penerima gadai wajib mengembalikan benda gadai setelah hutang pokok, bunga, biaya atau ongkos untuk penyelamatan benda yang bersangkutan telah dibayar lunas.
Hak-hak pemberi gadai antara lain:
1) Menerima uang gadai dari penerima gadai;
2) Berhak atas barang gadai, apabila hutang pokok, bunga dan biaya lainnya telah dilunasi;
3) Berhak menuntut kepada pengadilan supaya barang gadai dijual untuk melunasi hutang-hutangnya (Pasal 1157 KUH Perdata).
Kewajiban pemberi gadai antara lain:
1) Menyerahkan barang gadai kepada penerima gadai; 2) Membayar pokok dan sewa modal kepada penerima gadai;
3) Membayar biaya yang dikeluarkan untuk menyelamatkan barang-barang gadai (Pasal 1157 KUH Perdata).
dilakukan selama 3 kali dan pihak pemberi gadai tidak mengindahkan, maka pegadaian berhak melakukan lelang atas barang gadai.
5. Barang Yang Dapat Digadaikan
Pada dasarnya, hampir semua barang bergerak dapat digadaikan di pegadaian dengan pengeculaian untuk barang-barang tertentu. Barang- barang bergerak yang dapat digadaikan adalah sebagai berikut:5
1) Barang perhiasan, perhiasan yang dibuat dari emas, perak, platina, intan, mutiara dan batu mulia;
2) Kendaraan seperti mobil, sepeda motor, sepeda, dan lain-lain;
3) Barang elektronik seperti kamera, refrigerator, freezer, radio, tape recorder, video player, televisi dan lain- lain;
4) Barang rumah tangga seperti perlengkapan dapur, perlengkapan makanan dan lain-lain;
5) Mesin-mesin; 6) Tekstil;
7) Barang lain yang dianggap bernilai oleh Perum Pegadaian.
Namun mengingat keterbatasan tempat penyimpanan, keterbatasan sumber daya manusia di pegadaian perlu diminimalkan resiko yang ditanggung oleh pegadaian, serta memperlihatkan peraturan yang berlaku, maka ada barang-barang tertentu yang tidak dapat digadaikan seperti binatang ternak, hasil bumi serta benda lainnya yang mudah rusak dan sulit ditaksir harganya.
6. Hapusnya gadai
Hapusnya gadai telah ditentukan di dalam Pasal 1152 KUH Perdata dan Surat Bukti Kredit (SBK). Berdasarkan Pasal 1152 KUH Perdata ditentukan 2 cara terhapusnya hak gadai, yaitu:
1) Barang gadai itu hapus dari kekuasaan gadai dan;
2) Hilangnya barang gadai atau dilepaskan dari kekuasaan penerima gadai surat bukti kredit.
Begitu juga dalam Surat Bukti Kredit (SBK) telah diatur tentang berakhirnya gadai. Salah satunya adalah jika jangka waktu gadai telah berakhir. Jangka waktu gadai itu adalah minimal 15 hari dan maksimal 120 hari. Ari Hutagalung (dalam Salim HS)6 telah menyistemisasi hapusnya hak gadai ada 5 cara hapusnya hak gadai, yaitu :
1) Hapusnya perjanjian pokok yang dijamin dengan gadai; 2) Terlepasnya benda gadai dari kekuasaan penerima gadai; 3) Hapus/ musnahnya benda jaminan;
4) Dilepasnya benda gadai secara sukarela;
5) Adanya percampuran, yaitu pemegang gadai menjadi pemilik barang gadai.
B. Tinjauan Umum Ganti Rugi
Menurut ketentuan Pasal 1243 KUH Perdata, ganti kerugian karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila pemberi gadai setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau
sesuatu yang harus diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.
Yang dimaksud dengan “kerugian” dalam pasal ini ialah kerugian yang timbul karena pemberi gadai melakukan wanprestasi (lalai memenuhi perikatan). Kerugian tersebut wajib diganti oleh pemberi gadai terhitung sejak ia dinyatakan lalai.7
Kewajiban ganti-rugi tidak dengan sendirinya timbul pada saat kelalaian. Ganti-rugi baru efektif menjadi kemestian pemberi gadai, setelah pemberi gadai dinyatakan lalaidalam bahasa belanda disebut dengan ”in gebrekke stelling” atau
”in morastelling”. Ganti kerugian sebagaimana termaksud dalam Pasal 1243
KUH Perdata di atas, terdiri dari tiga unsur yaitu:
1. Ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan, misalnya ongkos cetak, biaya materai, biaya iklan;
2. Kerugian karena kerusakan, kehilangan benda milik penerima gadai akibat kelalaian pemberi gadai, misalnya busuknya buah-buah karena kelambatan penyerahan, amburuknya rumah karena kesalahan konstruksi sehingga merusakkan perabot rumah tangga;
3. Bunga atau keuntungan yang diharapkan, misalnya bunga yang berjalan selama piutang terlambat diserahkan (dilunasi), keuntungan yang tidak diperoleh karena kelambatan penyerahan bendanya.
Ganti kerugian harus berupa uang, bukan barang kecuali jika diperjanjikan lain. Dalam ganti kerugian itu tidak selalu ketiga unsur tersebut harus ada.
Kemungkinan hanya kerugian yang sesungguhnya, atau mungkin hanya ongkos-ongkos atau biaya, atau mungkin kerugian sesungguhnya ditambah dengan ongkos atau biaya.
Untuk melindungi pemberi gadai dari tuntutan sewenang-wenang pihak penerima gadai, undang-undang memberikan batasan-batasan ganti kerugian yang harus diberikan oleh pemberi gadai sebagai akibat dari kelalaiannya (wanprestasi) yang meliputi:
1. Kerugian yang dapat diduga ketika membuat perikatan (Pasal 1247 KUH Perdata);
2. Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi pemberi gadai, seperti yang ditentukan dalam Pasal 1248 KUH Perdata. Untuk menentukan syarat ”akibat langsung” dipakai teori adequate. Menurut teori ini, akibat langsung
ialah akibat yang menurut pengalaman manusia normal dapat diharapkan atau diduga akan terjadi. Dengan timbulnya wanprestasi, pemberi gadai selaku manusia normal dapat menduga akan merugikan penerima gadai;
C. Gambaran Umum Pegadaian di Indonesia
1. Sejarah Pegadaian di Indonesia
Usaha pegadaian di Indonesia dimulai pada zaman penjajahan Belanda (VOC) di mana pada saat itu tugas pegadaian (dengan nama Bank Van Leening) adalah membantu masyarakat untuk meminjamkan uang dengan jaminan gadai. Pada mulanya usaha ini dijalankan oleh pihak swasta, namun dalam perkembangan selanjutnya usaha pegadaian ini diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda.
Kemudian dijadikan perusahaan negara, menurut undang-undang pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu dengan status Dinas Pegadaian.
Pada sejarah dunia usaha pegadaian pertama kali dilakukan di Italia. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya meluas ke wilayah-wilayah Eropa lainnya seperti Inggris, Perancis, dan Belanda. Oleh orang-orang Belanda lewat pihak VOC usaha pegadaian dibawa masuk ke Hindia Belanda
2. Sumber Dana Pegadaian
Pegadaian sebagai Lembaga Keuangan Non Bank tidak diperkenankan untuk menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan, misalnya giro, deposito, dan tabungan sebagaimana halnya sumber dana konvensional perbankan. Untuk memenuhi kebutuhan dananya, Perum Pegadaian memilik sumber-sumber dana antara lain dari:8
a) Modal sendiri, modal awal pegadaian senilai Rp 205 miliar dan secara bertahap pemerintah memberikan tambahan modal sebaga Penyertaan Modal Pemerintah.
b) Pinjaman jangka pendek yang berasal dari perbankan.
c) Pinjaman jangka panjang dari Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). d) Penerbitan obligasi.
3. Struktur Organisasi Pegadaian
Struktur organisasi Kantor Cabang secara sederhana dapat dilihat pada Bagan Struktural Organisasi Kantor Cabang Sebagai berikut:
8 Julius R. Latumaerissa, Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2011), hal. 478.
Manajer Cabang
Keterangan:
1. Manajer Kantor Cabang
Manajer Kantor Cabang mempunyai tugas melaksanakan kegiatan operasional Pemberian Kredit atas dasar hukum gadai dan melaksanakan usaha–usaha lainnya serta mewakili kepentingan perusahaan dalam hubungan dengan pihak lainnya atau masyarakat sesuai ketentuan yang berlaku dalam rangka melaksanakan misi Perusahaan.
2. Penaksir Barang Jaminan
Bertugas melakukan penilaian dan penentuan besar kecilnya jaminan atas barang yang akan digadaikan. Hasil penilaian dan penentuan besar kecilnya jumlah pinjaman yang dapat diterima oleh nasabah kemudian ditulis dalam Surat Bukti Kredit (SBK) yang selanjutnya diserahkan kepada nasabah untuk bahan pengambilan uang pinjaman kepada kasir.
3. Kasir
Bertugas membayar uang pinjaman kepada nasabah, mencatat setiap pembayaran pinjaman serta selanjutnya dilaporkan kepada petugas Tata Usaha dan Akuntansi yang akan digunakan sebagai bahan Laporan keuangan.
4. Penjaga Gudang
Petugas yang melaksanakan tugas menerima, menyimpan dan memelihara, serta mengeluarkan kembali setiap ada pelunasan barang jaminan gudang. 5. Penyimpan Barang Jaminan Emas
6. Petugas Tata Usaha
Petugas tata usaha melakukan tugas–tugas penyusunan Akuntansi penyaluran laporan keuangan hasil pelaksnaan kegiatan penyaluran kredit.
4. Produk/ Layanan Pegadaian
a) Bisnis inti
1. KCA (Kredit Cepat Aman)
KCA adalah layanan kredit berdasarkan hukum gadai dengan pemberian pinjaman mulai dari Rp 20.000,00 sampai dengan Rp 20.000.000,00.
2. Kreasi (Kredit Angsuran Fidusia)
Layanan ini ditujukan kepada pengusaha mikro dan kecil sebagai alternatif pemenuhan modal usaha dengan penjaminan secara fidusia dan pengembaliannya dilakukan melalui angsuran.
3. Krasida (Kredit Angsuran Gadai)
Merupakan pemberian pinjaman kepada para pengusaha mikro-kecil (dalam rangka pengembangan usaha).
4. Krista (Kredit Usaha Rumah Tangga)
Merupakan pemberian pinjaman kepada ibu-ibu kelompok usaha rumah tangga sangat mikro yang membutuhkan dana dalam bentuk pinjman modal kerja yang pengembalian pinjamannya melalui angsuran.
5. Kremada (Kredit Perumahan Swadaya)
6. KTJG (Kredit Tunda Jual Gabah)
Layanan kredit ini ditujukan untuk membantu para petani pasca panen agar tehindar dari akibat fluktuasi harga dan permainan harga para tengkulak. 7. Investa (Gadai Efek)
Gadai efek merupakam pemberian pinjaman kepada masyarakat dengan agunan berupa saha dengan sistem gadai.
8. Kucica ( kiriman Uang Cara Instan, Cepat dan Aman)
Adalah produk pengiriiman uang dalam dan luar negeri yang bekerjasama dengan western union.
9. Kagum (Kredit Serba Guna Untuk Umum)
Merupakan layanan kredit yang ditujukan bagi pegawai berpenghasilan tetap. 10.Jasa Taksiran dan Jasa Titipan
Jasa taksiran adalah pemberian pelayanan kepada masyarakat yang ingin mengetahui seberapa besar nilai sesungguhnya dari barang yang dimiliki seerti emas, berlian, batu permata dan lain- lain. Jasa Titipan adalah pelayanan kepada masyarakat yang ingin menitipkan barang-barang atau surat berharga yang dimiliki terutama mereka yang akan pergi meninggalkan rumah dalam waktu yang lama.
b) Bisnis Lain
1. Properti
2. Jasa Lelang
D. Kerangka Pikir
Keterangan
Berdasarkan ketentuan Surat Edaran Direksi Perum Pegadaian Nomor: 30/UI.1.00211/2005, penerima gadai (Perum Pegadaian) berkewajiban untuk membayarkan ganti rugi atas wanprestasi yang terjadi kepada pemberi gadai (nasabah).
Untuk mengajukan permohonan pembayaran ganti rugi pemberi gadai harus memenuhi prosedur yang telah ditentukan berdasarkan Surat Edaran Direksi Perum Pegadaian Nomor: 30/UI.1.00211/2005 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pedoman Pembayaran Ganti Rugi. Jika semua syarat telah terpenuhi, maka pemberi gadai akan segera mendapatkan ganti rugi dari Perum Pegadaian.
Dalam pembayaran ganti rugi memiliki kendala-kendala dan upaya penyelesaian kendala tersebut.
Syarat dan Prosedur Ganti Rugi
Kendala-Kendala Yang Dihadapi
Surat Edaran Direksi PerumPegadaian Nomor: 30/UI.1.00211/2005
Pemberi Gadai (Nasabah) Penerima Gadai
(Perum Pegadaian)
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif terapan. Fokus penelitian hukum normatif terapan adalah pada
penerapan atau implementasi ketentuan normatif (in abstacto) pada peristiwa
hukum (in concreto) tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Penelitian dilakukan
dengan cara mengkaji dan menganalisis ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
buku literatur, peraturan perundang-undangan maupun dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan pelaksanaan ganti rugi pegadaian atas barang jaminan.
B. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Adapun yang
dimaksud penelitian deskriptif ialah penelitian bersifat pemaparan dan bertujuan
untuk memperoleh gambaran lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di
tempat tertentu dan pada saat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada, atau
peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.9
C. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
normatif terapan, karena dilakukan dengan menelaah peraturan-peraturan,
ketentuan-ketentuan yang sudah baku dan bahan-bahan kepustakaan yang
berkaitan dengan pelaksanaan ganti rugi pegadaian atas barang jaminan yang
hilang serta penerapannya pada peristiwa hukum di lokasi penelitian.
D. Jenis dan Sumber Data
Penelitian hukum ini tergolong penelitian hukum normatif terapan, maka data
yang diperlukan ialah data sekunder. Data sekunder berupa studi kepustakaan dan
dokumen serta wawancara sebagai penunjang data penelitian.
Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
bahan hukum tersier, yaitu:
a. Bahan hukum primer, yaitu merupakan bahan-bahan hukum yang bersifat
mengikat seperti peraturan perundang-undangan. Bahan hukum primer antara
lain:
1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata;
2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 Tentang
Perusahaan Umum (PERUM);
3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2000
4) Surat Edaran Direksi Perum Pegadaian Nomor: 30/UI.1.00211/2005
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pedoman Ganti Rugi Barang Jaminan;
5) Salah satu dokumen perjanjian yaitu dokumen perjanjian gadai antara
perum pegadaian dan nasabah yaitu berupa Surat Bukti Kredit (SBK).
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer berupa literatur-literatur yang menjelaskan
mengenai penelitian ini, meliputi buku-buku ilmu hukum, hasil karya dari
kalangan hukum dan lainnya.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang meberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti surat kabar,
internet, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan buku penelitian hukum.
E. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di CPP Perum Pegadaian Kedaton. Adapun
pemilihan lokasi tersebut adalah dengan pertimbangan bahwa CPP Perum
Pegadaian Kedaton merupakan salah satu pegadaian yang kegiatan usahanya
memberikan pinjaman uang bagi masyarakat khususnya menengah ke bawah dan
juga sebagai Perum Pegadaian yang menangani kasus kehilangan yang terjadi di
UCP Perum Pegadaian Legundi sehingga permasalahan yang ada pada Perum
Pegadaian cukup mewakili permasalahan yang ada pada Perum Pegadaian lainnya
sehubungan dengan hilangnya barang jaminan
F. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Apabila data dan sumbernya telah diketahui, maka tindakan selanjutnya adalah
melakukan pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan dengan cara:
a. Studi kepustakaan, yaitu dengan membaca, mengutip dari buku-buku dan
perundang-undang serta mengklasifikasikan data yang mempunyai relevansi
dengan pokok bahasan.
b. Studi dokumen, yaitu dilakukan dengan cara meneliti dan mempelajari
dokumen-dokumen yang ada kaitannya dengan pokok bahasan.
c. Wawancara, yaitu kegiatan pengumpulan data primer dengan model
pertanyaan terbuka dengan daftar pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya
oleh peneliti. Wawancara dilakukan secara langsung di CPP Perum Pegadaian
Kedaton kepada Bapak Nofal HR selaku Penaksir Mayda sekaligus Panitia
Ganti Rugi Kerampokan UPC Sukarame yang ditunjuk dengan SK Pimpinan
Wilayah berdasarkan Instruksi Direksi Perum Pegadaian.
Setelah semua data terkumpul, baik dari hasil pustaka maupun wawancara.
Seanjutnya dilakukan pengolahan data dengan melalui tahap-tahap sebagai
berikut:
1) Pemeriksaan data (editing);
2) Penandaan data (coding);
3) Rekronstruksi data (reconstructing);
G. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif, komprehensif, dan lengkap. Analisis
kualitatif artinya menguraikan data secara bermutu dalam kalimat yang teratur,
runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif sehingga memudahkan
pembahasan dan pemahaman serta interprestasi data. Komprehensif artinya
pembahasan data secar mendalam dari berbagaiaspek sesuai dengan lingkungan
penelitian. Lengkap artinya tidak ada bagian yang terlupakan, semuanya sudah
masuk dalam pembahasan. Hasil analisis data disajikan secara ringkas dalam
kesimpulan sebagai jawaban singkat dari pokok bahasan dan masalah yang
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian dan pembahasan pada hasil penelitian yang dilakukan
di Perum Pegadaian Cabang Kedaton dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Syarat-syarat dan prosedur dalam pelaksanaan ganti rugi atas barang jaminan
yang hilang adalah sebagai berikut:
Syarat-syarat yang harus dipenuhi nasabah untuk mendapatkan ganti rugi
cukup mudah, nasabah hanya perlu membawa SBK asli , fotokopi Kartu
Identitas serta mengisi Formulir Klaim yang tersedia di kantor cabang. Bagi
nasabah yang berhalangan tetap, dilampirkan juga Surat Kuasa dari
Kelurahan. Jika salah satu syarat tidak dapat dipenuhi, klaim yang diajukan
dianggap batal.
Prosedur dalam pelaksanaan ganti rugi ada 5 (lima) tahap yaitu, tahap
pemberitahuan, tahap penyerahan, tahap pemeriksaan, tahap persetujuan dan
tahap pembayaran dengan daluarsa pengajuan klaim ganti rugi ialah 12 bulan
(1 tahun) sejak pemberitahuan kepada nasabah, jika melebihi waktu tersebut
ganti rugi dianggap hilang. Pembayaran atas ganti rugi akan dibayarkan
langsung pada hari pengajuan setelah syarat disetujui dan nasabah
2. Kendala-kendala yang dihadapi Perum Pegadaian dalam pelaksanaan ganti
rugi, yaitu tidak adanya kesepakatan ganti rugi, tidak sabarnya nasabah dalam
melalui proses ganti rugi, benda yang digadaikan ternyata benda curian,
barang yang digadaikan bukan milik nasabah, kredit gadai yang dilakukan
tidak sesuai dengan ketentuan dan norma-norma yang telah ditetapkan oleh
perusahaan, hilangnya Surat Bukti Kredit (SBK) atau kuitansi pembayaran
gadai.
Penyelesaian kendala-kendala yang terkait dalam pelaksanaan ganti rugi
sejauh ini dapat terselesaikan dengan cara musyawarah tanpa harus menempuh
jalur hukum atau pengadilan.
B. Saran
Adapun saran yang penulis dapat berikan dalam penelitian ini adalah Perjanjian
gadai yang diterbitkan oleh Perum Pegadaian sebagai pihak Penerima gadai
sebaiknya memuat nominal ganti rugi yang jelas serta sanksi (baik denda ataupun
pidana) untuk meminimalisir kendala-kendala yang mungkin terjadi ketika proses