• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Kreditur Pemegang Gadai Dalam Perjanjian Gadai Di Perum Pegadaian Wilayah II Pekanbaru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tanggung Jawab Kreditur Pemegang Gadai Dalam Perjanjian Gadai Di Perum Pegadaian Wilayah II Pekanbaru"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rangka membantu kelangsungan usaha masyarakat kecil, dimana modal menjadi masalah yang sulit, pemerintah melalui Perusahaan Umum (untuk selanjutnya disebut Perum) Pegadaian berusaha menyalurkan uang pinjaman (kredit) untuk lebih meningkatkan usaha dan taraf hidup mereka atas dasar hukum gadai dengan harapan mereka tidak terjerat oleh gadai gelap, praktek riba dan pinjaman tidak wajar lainnya. Pemberian pinjaman uang oleh Perum Pegadaian prosedurnya sangat sederhana, tidak berbelit–belit, dan dalam waktu singkat kurang lebih lima belas menit saja nasabah sudah dapat memperoleh uang pinjamannya dengan syarat menyerahkan harta geraknya sebagai jaminan.

Perum Pegadaian mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus memupuk keuntungan melalui pemberian pinjaman skala mikro, kecil, dan menengah serta melaksanakan usaha lainnya berdasarkan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan tujuan tersebut, Pegadaian menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai berikut:

1. Pemberian pinjaman atas dasar hukum gadai

2. Pemberian pinjaman atas dasar hukum yang menerapkan prinsip-prinsip fidusia;

▸ Baca selengkapnya: surat perjanjian gadai motor perorangan

(2)

3. Menjalankan usaha lainnya yang menunjang terwujudnya misi dan visi perusahaan.1

Pemerintah melalui Perum Pegadaian berupaya menyalurkan uang pinjaman (kredit) bagi masyarakat terutama pada mereka golongan ekonomi lemah. Perluasan fasilitas kredit memang sangat diperlukan, karena hal ini akan memberikan kemungkinan perusahaan-perusahaan kecil dan perusahaan-perusahaan pada umumnya dapat terdorong untuk maju sehingga dapat mempunyai pengaruh menaikan taraf hidup perekonomian masyarakat. Kebijakan yang longgar dalam perkreditan juga sangat diperlukan demi perlindungan terhadap pihak masyarakat ekonomi lemah yaitu para petani kecil, pegawai kecil.

Peran Perum Pegadaian dioptimalisasikan terus menerus bagi kehidupan masyarakat yang ditunjukan dengan berbagai perubahan kebijaksanaan, merupakan contoh konkrit lahirnya kebijakan-kebijakan baru dengan membenahi secara lebih fungsional pranata yang sudah ada sebelumnya. Kenyataan ini paling tidak menunjukan bahwa Perum Pegadaian dipandang oleh pemerintah sebagai institusi yang amat fungsional untuk menunjang perekonomian nasional dan pencapaian tujuan program pembangunan dalam pembangunan jangka panjang kedua.

Mekanisme gadai terbentuk antara kreditur atau Perum Pegadaian dengan debitur atau nasabah. Hubungan hukum dimulai pada saat seorang debitur atau nasabah yang membutuhkan suatu dana guna kepentingan usaha atau kepentingan

(3)

pribadi lainnya yang karena kebutuhan tersebut menyerahkan benda bergeraknya sebagai jaminan kepada Perum Pegadaian.

Perum Pegadaian sudah ada lebih dari 100 (seratus) tahun di kancah keuangan Indonesia. Perum Pegadaian hadir sebagai institusi penyedia pembiayaan jangka pendek dengan syarat mudah dan tidak bertele-tele. Cukup membawa agunan, seseorang bisa mendapat pinjaman sesuai dengan nilai taksiran barang tersebut. Agunan itu bisa berbentuk apa saja asalkan berupa benda bergerak dan bernilai ekonomis. Di samping itu, pemohon juga perlu menyerahkan surat kepemilikan dan identitas diri.

Kreditur atau Perum Pegadaian menerima barang bergerak milik debitur, dimana benda bergerak tersebut sebagai jaminan atas pinjaman yang dimohon oleh debitur ditaksir dan diberikan nilai taksiran yang selanjutnya diberikan kelayakan pinjaman. Prosedur diatas dilanjutkan dengan pernyataan lisan dari debitur tentang berapa besar nilai hutang yang dikehendaki dari jumlah besar nilai kelayakan pinjaman yang didasarkan pada nilai jual dari obyek pinjaman dengan harga sekarang. Besaran jumlah pinjaman diberikan setelah dikurangi biaya asuransi terhadap obyek jaminan. Biaya asuransi yang dikenakan juga variatif berdasarkan golongan dari benda atau obyek yang dijaminkan. Kegunaan dari pembebanan biaya asuransi adalah sebagai proteksi terhadap keamanan dan jaminan ganti rugi atau ganti kembali dari benda atau obyek jaminan apabila musnah atau rusak.

(4)

nasabah dalam bentuk format baku pada suatu klausula dari perjanjian kredit dengan jaminan barang bergerak yang tercantum pada halaman belakang dari Surat Bukti Kredit yang akan dipegang oleh nasabah atau debitur.

Besar jumlah penggantian asuransi yang disepakati antara Perum Pegadaian dan Perusahaan Asuransi adalah 125% dari nilai taksiran, tetapi Perum Pegadaian dalam hal ini tidak bertanggung jawab atas kerugian apabila terjadi force majeure, antara lain bencana alam, huru hara dan perang, dalam konteks yang demikian berarti terdapat konsekuensi bahwa nasabah karena sebab–sebab force majeure yang menyebabkan benda jaminannya rusak atau hilang tidak akan mendapatkan penggantian dari Pegadaian.2

Nasabah dari Perum Pegadaian secara umum adalah masyarakat yang selama ini tidak pernah mengetahui bagaimana aspek hukum perlindungan terhadap obyek jaminannya dari kemungkinan rusak atau hilang. Walaupun sebenarnya saat nasabah datang ke Perum Pegadaian untuk menggadaikan barangnya oleh petugas Perum Pegadaian dilihat dan dicatat model dan bentuk dari barang gadai tersebut, sehingga pada saat nasabah telah melunasi pinjamannya maka nasabah akan tetap mendapatkan barangnya seperti semula.

Batas–batas perlindungan terhadap debitur dalam suatu perjanjian gadai selama ini tidak banyak dimengerti masyarakat karena tanggung jawab yang diberikan Perum Pegadaian selalu didasarkan pada isi perjanjian kredit dengan jaminan barang bergerak yang tercantum dalam surat bukti kredit, padahal banyak

(5)

hak-hak debitur yang belum dilaksanakan dalam perjanjian tersebut misalnya pemberitahuan secara person sebelum terjadinya lelang.

Selain hal–hal tersebut diatas, sering juga dijumpai barang yang digadaikan adalah barang curian atau barang sewaan. Hal ini dikarenakan pihak Perum Pegadaian tidak pernah menanyakan kepada nasabah asal barang tersebut. Karena pihak Perum Pegadaian beranggapan bahwa barang yang dibawa oleh nasabah ke Perum Pegadaian untuk digadaikan adalah barang milik nasabah itu sendiri. Padahal bisa saja barang tersebut adalah milik orang lain yang disewa atau dicuri oleh nasabah yang kemudian digadaikan di Perum Pegadaian. Hal ini kerap terjadi disebabkan adanya anggapan bahwa barang yang akan digadai tersebut akan ditaksir oleh petugas biasanya 70-80 persen dari harga pasar dan setelah ketemu nominalnya mereka akan mendapat uang.

Hal-hal semacam itulah yang dikemudian hari akan menimbulkan persoalan baru. Apabila pemilik barang semula mengetahui bahwa barang miliknya baik yang disewakan ataupun dicuri oleh orang lain yang kemudian digadaikan oleh orang tersebut di Perum Pegadaian, maka persoalan ini dapat berlanjut menjadi persoalan hukum yang akan membawa aparat penegak hukum untuk menyelesaikannya.

(6)

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah perjanjian gadai antara kreditur dan debitur di Perum Pegadaian Pekanbaru ?

2. Bagaimanakah perlindungan hukum kreditur dan debitur dalam pelaksanaan gadai di Perum Pegadaian Pekanbaru ?

3. Bagaimanakah tanggung jawab Perum Pegadaian sebagai kreditur pemegang gadai dalam pejanjian gadai di Perum Pegadaian Pekanbaru ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian merupakan bagian pokok ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk lebih mendalami segala aspek kehidupan, disamping itu juga merupakan sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, baik dari segi teoritis dan praktis.3 Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisa perjanjian gadai yang tercantum dalam surat bukti kredit di Perum Pegadaian Pekanbaru.

2. Untuk mengetahui dan menganalisa perlindungan hukum kreditur dan debitur dalam pelaksanaan gadai di Perum Pegadaian Pekanbaru.

3. Untuk mengetahui tanggung jawab Perum Pegadaian sebagai kreditur pemegang gadai dalam perjanjian gadai di Perum Pegadaian Pekanbaru

(7)

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini kegunaan utama dari penelitian ini diharapkan tercapai, yaitu :

1. Kegunaan secara praktis

Hasil dan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dibidang hukum perdata, khususnya mengenai perjanjian gadai di Perum Pegadaian.

2. Kegunaan secara teoritis

Selain itu diharapkan juga hasil dari penelitian ini secara teoritis dapat berguna sebagai bahan referensi tambahan penelitian sejenis pada program studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik berdasarkan penelitian sebelumnya, khususnya pada Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dan sejauh yang telah diketahui penulis bahwa belum ditemui adanya penelitian yang berkaitan dengan judul tesis ini, yaitu “Tanggung jawab kreditur pemegang gadai dalam perjanjian gadai di Perum Pegadaian cabang Nangka Pekanbaru”. Sebelumnya ada beberapa penelitian dikantor Perum Pegadaian, antara lain sebagai berikut :

(8)

fidusia pada Perum Pegadaian (Studi di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama). Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah kewenangan notaris dalam pembuatan perjanjian kredit angsuran sistem fidusia pada Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, bagaimanakah kedudukan benda jaminan dalam perjanjian kredit angsuran sistem fidisia pada Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, bagaimanakah peran notaris dalam pelaksanaan perjanjian kredit angsuran sistem fidusia pada Perum Pegadaian Cabang Medan Utama.

2. Toto Edward Hutagalung, Magister Kenotariatan, tahun 2008, melakukan penelitian tentang “Pelelangan atas barang jaminan gadai di Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Medan”. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah : bagaimana prosedur pemberian dan pelunasan benda jaminan gadai pada lembaga pegadaian, bagaimana pelaksanaaan pelelangan di Indonesia pada umumnya, dan bagaimana pelaksanaan pelelangan atas barang jaminan gadai di Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Medan.

(9)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Menurut Soerjono Soekanto, teori adalah suatu sistem yang berisikan proposisi-proposisi yang telah diuji kebenarannya untuk menjelaskan aneka macam gejala sosial yang dihadapinya dan memberikan pengarahan pada aktifitas penelitian yang dijalankan serta memberikan taraf pemahaman tertentu.4

Fred N. Kerlinger dalam bukunya Fondation of Behavioral Research menjelaskan teori5 : “Suatu teori adalah seperangkat konsep, batasan dan proposisi yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan merinci hubungan antar variabel dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi gejala tersebut.”

Teori yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori keadilan berbasis perjanjian (John Rawls) yang menyebutkan keadilan yang memadai harus dibentuk dengan pendekatan perjanjian, dimana azas-azas keadilan yang dipilih bersama benar-benar merupakan kesepakatan para pihak, bebas, rasional dan sederajat.6

Melalui pendekatan perjanjian dari sebuah teori keadilan yang berbasis perjanjian (John Rawls) yang menyebutkan keadilan yang memadai harus dibentuk

4Ibid,hal. 6.

5Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, 2010,Dualisme Penelitian Hukum Normatif

dan Empiris,Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hal. 133.

6 Agus yudha hernoko,2008,hukum perjanjian azas proposionalitas dalam kontrak

(10)

dengan pendekatan perjanjian, dimana azas-azas keadilan yang dipilih bersama para pihak, bebas, rasional dan sederajat.

Melalui pendekatan perjanjian dari sebuah teori keadilan mampu untuk menjamin pelaksanaan hak dan sekaligus mendistribusikan kewajiban secara adil bagi semua orang. Oleh karenanya suatu konsep keadilan yang baik haruslah bersifat kontraktual, konsekuensinya setiap konsep keadilan yang tidak berbasis kontraktual haruslah dikesampingkan demi kepentingan keadilan itu sendiri.

Hukum Perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata menganut sistem terbuka, artinya memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada siapa saja untuk mengadakan perjanjian yang berupa dan berisi apa saja asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

Definisi yang diberikan oleh Pasal 1313 KUHPerdata berbunyi: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Dengan adanya pengertian tentang perjanjian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa kedudukan antara pihak yang mengadakan perjanjian adalah sama dan seimbang.

(11)

lebih mengikatkan dirinya pada pihak lainnya dan sama sekali tidak menentukan untuk tujuan apa suatu perjanjian tersebut dibuat.

Mariam Darus Badrulzaman menyatakan bahwa walaupun definisi perjanjian tersebut sudah otentik namun rumusannya disatu sisi adalah tidak lengkap karena hanya menekankan pada perjanjian sepihak saja dan di sisi lain terlalu luas karena dapat mengenai hal-hal yang berhubungan dengan janji kawin yaitu sebagai perbuatan yang terdapat dalam bidang hukum keluarga7

Akibat daripada tidak lengkap dan terlalu luasnya rumusan perjanjian yang diberikan oleh pembentuk Undang-undang tersebut di atas akibatnya timbul berbagai pandangan sebagai doktrin tentang definisi yang diberikan oleh para ahli hukum

Subekti berpendapat bahwa suatu perjanjian atau persetujuan itu adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal8

Tim penyusun ketrampilan perancangan hukum berpendapat bahwa perjanjian itu adalah kesepakatan yang timbal balik di antara dua pihal atau lebih yang memuat persyaratan-persyaratan tertentu mengenai objek tertentu yang melahirkan persetujuan di antara para pihak.9

Disamping beberapa definisi di atas yang menekankan perjanjian sebagai melahirkan kewajiban secara timbal balik yang belum nampak aspek hukumnya ada

7 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Edisi I, Cetakan I, Alumni,Bandung,2004,hal.18.

8 R.Subekti, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Cetakan; XVIII, Jakarta,2001,hal.1.

(12)

juga yang memberikan definisi lebih luas bahwa perjanjian itu adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan di antara dua orang atau lebih pihak yang dapat menimbulkan,memodifikasi atau menghilangkan hubungan hukum10

Definisi dari berbagai pendapat tersebut di atas bahwa perjanjian adalah perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih saling mengikatkan dirinya dengan satu orang atau lebih yang bertujuan untuk melahirkan, memodifikasi atau mengakhiri hubungan hukum yang terletak di bidang harta kekayaan.

Oleh karena itu suatu perjanjian akan lebih luas dan tegas artinya jika pengertian mengenai perjanjian tersebut diartikan sebagai suatu persetujuan di mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.11

Selanjutnya dalam suatu perjanjian, pasal-pasal yang mengatur tentang perjanjian tersebut biasa dinamakan dengan optional law, karena ketentuan dari pasal-pasal yang mengaturnya boleh dikesampingkan oleh pihak yang membuat suatu perjanjian.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas dalam Pasal 1313 KUH Perdata dikatakan “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih” sehingga dari rumusan pasal tersebut dapat dikemukakan unsur-unsur perjanjian adalah sebagai berikut:12

10Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung,1994,halaman.4

11R. Subekti,Hukum Perjanjian,PT. Intermasa, Jakarta, 1987, hal. 13

(13)

a. Ada pihak-pihak

Sedikitnya dua orang pihak ini disebut subyek perjanjian dapat manusia maupun badan hukum dan mempunyai wewenang melakukan perbuatan hukum seperti yang ditetapkan undang-undang.

b. Ada persetujuan antara pihak-pihak

Persetujuan antara pihak-pihak tersebut sifatnya tetap bukan merupakan suatu perundingan. Dalam perundingan umumnya dibicarakan mengenai syarat-syarat dan obyek perjanjian maka timbulah persetujuan.

c. Ada tujuan yang akan dicapai

Mengenai tujuan para pihak hendaknya tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dilarang oleh undang-undang.

d. Ada prestasi yang dilaksanakan

Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian, misalnya pembeli berkewajiban untuk membayar harga barang dan penjual berkewajiban menyerahkan barang.

e. Ada bentuk tertentu lisan atau tertulis

Perlunya bentuk tertentu karena ada ketentuan Undang-undang yang menyebutkan bahwa dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan bukti yang kuat.

(14)

Dari syarat-syarat tertentu dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak. Syarat-syarat ini terdiri dari Syarat-syarat pokok yang menimbulkan hak dan kewajiban pokok.

Suatu perjanjian dinyatakan sah dan mempunyai akibat hukum yang mengikat para pihak, apabila perjanjian tersebut memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam undang-undang. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesewenangan, penyalahgunaan keadaan dan ketidaktentuan.

Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi 4 (empat) unsur yaitu:13

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu dan;

4. Suatu sebab yang halal.

Syarat pertama dan kedua mengenai subyeknya atau pihak-pihak dalam perjanjian sehingga disebut syarat subyektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif karena mengenai obyeknya suatu perjanjian.

Harus dibedakan antara syarat subyektif dengan syarat obyektif, dalam hal syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu

(15)

perikatan hukum adalah gagal, dengan demikian maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Dalam bahasa Inggris dikenal dengannull and void.14

Dalam hal syarat subyektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas. Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu mengikat juga selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi. Nasib suatu perjanjian seperti di atas tidaklah pasti dan bergantung pada kesediaan suatu pihak untuk menaatinya. Perjanjian yang demikian dinamakan voidable (bahasa Inggris) atau vernietigbaar(bahasa Belanda) ia selalu diancam dengan bahaya pembatalan.15 Asas-asas umum dalam perjanjian meliputi:

1. Asas konsensualisme (concsensualism)

Setiap perjanjian yang dibuat dengan sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya. Rumusan ini dapat ditemukan dalam Pasal 1338 Ayat (1) KUHPer, selanjutnya dipertegas kembali dengan ketentuan Ayat (2) nya yang menyatakan bahwa perjanjian yang telah disepakati tersebut tidak dapat ditarik kembali secara sepihak oleh salah satu pihak dalam perjanjian tersebut tanpa adanya persetujuan dari lawan pihaknya dalam perjanjian atau dalam hal-hal di mana oleh Undang-undang dinyatakan cukup adanya alasan untuk itu.

(16)

2. Asas kebebasan berkontrak.

Asas kebebasan berkontrak adalah kebebasan para pihak untuk membuat perjanjian baik mengenai bentuk maupun isinya. Asas ini disebut juga asas otonom yaitu adanya kewenangan mengadakan hubungan hukum yang mereka pilih di antara mereka.Asas kebebasan berkontrak ini berhubungan dengan isi perjanjian16 Asas kebebasan berkontrak, menurut Subekti adalah bahwa setiap orang pada dasarnya bebas membuat perjanjian yang berisi dan macam apa saja, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum. Dengan pengertian lain asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja dan dalam bentuk apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.17

3. Asas kepercayaan

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain harus dapat menumbuhkan kepercayaan diantara kedua pihak bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasinya di kemudian hari. Tanpa adanya kepercayaan, maka perjanjian itu tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak, dengan kepercayaan ini kedua pihak mengikatkan dirinya kepada perjanjian yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.18

4. Asas kekuatan mengikat

16Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum,Liberty, Jogjakarta,1998,hal.97 17R.Subekti,Hukum Perjanjian,PT Intermasa, Jakarta,1987I, hal. 82

(17)

Di dalam suatu perjanjian terikatnya para pihak pada apa yang diperjanjikan dan juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatuhan dan kebiasaan akan mengikat para pihak.

5. Asas persamaan hak

Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan walaupun ada perbedaan warna kulit bangsa, kepercayaan, kekuasaan, jabatan, dan lain-lain, masing- masing pihak wajib melihara adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan Tuhan.19asas keseimbangan

Asas ini menghendaki kedua pihak untuk memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu, asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan, kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat di sini bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.

6. Asas moral

Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, dimana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontraprestasi dari pihak debitur. Juga hal ini terlihat di dalam zaakwaarneming,dimana seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sukarela (moral) yang bersangkutan

(18)

mempunyai kewajiban (hukum) untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya, asas ini terdapat dalam Pasal 1339 KUHPerdata.

7. Asas kepatutan

Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUHPerdata, asas kepatutan di sini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian.

8. Asas kebiasaan

Asas ini diatur dalam Pasal 1339 juncto Pasal 1347 KUHPerdata, yang dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang diatur secara tegas, tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang diikuti.asas kepastian hukum.

Perjanjian sebagai suatu figure hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak.20

Pada umumnya ada beberapa cara untuk mengadakan pembedaan jenis-jenis perjanjian antara lain:

1. Perjanjian timbal balik, yaitu perjanjian dimana kedua belah pihak timbul kewajiban pokok, seperti jual beli, sewa menyewa, penjual harus menyerahkan barang yang dijual sedangkan pembeli membayar harga dari barang itu,yang menyewakan berkewajiban memberikan kenikmatan dari

(19)

barang yang disewakan, penyewa membayar harga sewanya. Prestasi kedua belah pihak kira-kira adalah seimbang.

2. Perjanjian timbal balik tidak sempurna (Perjanjian dua pihak secara kebetulan) di mana salah satu pihak timbul prestasi pokok sedangkan pihak lain ada kemungkinan untuk kewajiban sesuatu tanpa dapat dikatakan dengan pasti bahwa kedua prestasi itu adalah seimbang.

3. Perjanjian sepihak yaitu perjanjian yang hanya salah satu pihak saja yang mempunyai kewajiban pokok.21 Perjanjian yang dibuat secara sepihak dan pihak lainnya hanya mempunyai pilihan untuk menerima atau menolak perjanjian tersebut tanpa diberi kesempatan untuk merundingkan isinya22 4. Perjanjian bernama dan tak bernama. Perjanjian bernama adalah perjanjian

yang sudah mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar-menukar, pertanggungan, pengangkutan, melakukan pekerjaan. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

5. Perjanjian konsensuil dan riil. Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang terjadinya itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi pihak-pihak. Tujuan perjanjian baru tercapai apabila ada tindakan realisasi

(20)

hak dan kewajiban tersebut. Perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya itu sekaligus realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.23

6. Perjanjian obligator dan perjanjian kebendaan. Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban, misalnya dalam jual beli, sejak terjadi konsensus mengenai benda dan harga, penjual wajib menyerahkan benda dan pembeli wajib membayar harga, penjual berhak atas pembayaran harga, pembeli berhak atas benda yang dibeli. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam jual beli, hibah,tukar-menukar. Sedangkan dalam perjanjian lainnya hanya memindahkan penguasaan atas benda (bezit), misalnya dalam menyewa, pinjam pakai, gadai.

Dalam KUHPerdata dikenal adanya hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan dan hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan. Hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan senantiasa tertuju kepada benda milik orang lain, benda milik orang lain dapat berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Untuk benda jaminan milik orang lain yang berupa benda bergerak maka hak kebendaan tersebut adalah hak gadai, sedangkan benda jaminan milik orang lain yang berupa benda tidak bergerak maka hak kebendaan tersebut adalah hipotik (sekarang hak tanggungan).

(21)

Objek gadai adalah benda bergerak. Benda bergerak ini dibagi atas dua jenis, yaitu benda bergerak berwujud dan tidak berwujud. Benda bergerak berwujud adalah benda yang dapat berpindah atau dipindahkan. Yang termasuk dalam benda berwujud, seperti emas, arloji, sepeda motor, dan lain-lain. Sedangkan benda bergerak yang tidak berwujud seperti, piutang atas bawah, piutang atas tunjuk, hak memungut hasil atas benda dan atas piutang.24

Gadai merupakan jaminan dengan menguasai bendanya, sedangkan hipotik merupakan jaminan dengan tanpa menguasai bendanya. Gadai di Indonesia dalam praktek perbankan sedikit sekali dipergunakan, kadang-kadang hanya sebagai jaminan tambahan dari jaminan pokok yang lain. Hal demikian terjadi karena terbentur pada syarat inbezitstelling pada gadai, padahal si debitor masih membutuhkan benda jaminan tersebut.25

Penguasaan benda gadai oleh kreditur merupakan syarat esensial bagi lahirnya gadai. Selain itu ketentuan tentang bentuk perjanjian gadai dapat dilihat dalam Pasal 1151 KUHPerdata yang berbunyi “Perjanjian gadai harus dibuktikan dengan alat yang diperkenankan untuk membuktikan perjanjian pokoknya”.

Gadai merupakan pemberian berupa benda bergerak untuk dijadikan sebagai jaminan utang. Dalam hal jaminan yang mudah dijadikan uang untuk dapat menutup pinjaman apabila tidak dapat dilunasi oleh si peminjam atau debitur.26 Jaminan

24Ibid.

25Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2000, hal. 12

(22)

dengan menguasai bendanya pada gadai tertuju pada benda bergerak yang memberikan hak preferensi(droit de preference) dan hak yang senantiasa mengikuti bendanya (droit de suit).Pemegang gadai juga mendapat perlindungan terhadap pihak ketiga ia sebagai pemiliknya sendiri dari benda tersebut. Ia mendapat perlindungan jika menerima benda tersebut dengan iktikad baik, yaitu mengira bahwa si debitur tersebut adalah pemilik yang sesungguhnya dari benda itu.27

Dalam rangka mengamankan piutang kreditor, maka secara khusus oleh debitur kepada kreditur diserahkan suatu kebendaan bergerak sebagai jaminan pelunasan utang debitur, yang menimbulkan hak bagi kreditur untuk menahan kebendaan bergerak yang digadaikan tersebut sampai dengan pelunasan utang debitur.28

Masalah gadai ini diatur dalam Buku II Titel 20 Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1161 KUHPerdata. Menurut Pasal 1150 KUHPerdata pengertian dari gadai adalah “Suatu hak yang diperoleh seorang kreditor atas suatu barang bergerak yang bertubuh maupun tidak bertubuh yang diberikan kepadanya oleh debitor atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang, dan yang memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu daripada kreditor-kreditor lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-biaya mana harus didahulukan.”

(23)

Dari definisi gadai tersebut terkandung adanya beberapa unsur pokok, yaitu:29 1. Gadai lahir karena perjanjian penyerahan kekuasaan atas barang gadai kepada

kreditor pemegang gadai;

2. Penyerahan itu dapat dilakukan oleh debitor atau orang lain atas nama debitor; 3. Barang yang menjadi obyek gadai hanya barang bergerak, baik bertubuh

maupun tidak bertubuh;

4. Kreditor pemegang gadai berhak untuk mengambil pelunasan dari barang gadai lebih dahulu daripada kreditor-kreditor lainnya.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia gadai berarti:

1. Suatu pinjam-meminjam uang dalam batas waktu tertentu dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan, jika telah sampai batas waktunya tidak ditebus, barang menjadi hak yang memberi pinjaman.

2. Barang yang diserahkan sebagai tanggungan hutang.

3. Kredit jangka pendek dengan jaminan sekuritas yang berlaku tiga bulan dan setiap kali dapat diperpanjang apabila tidak dihentikan oleh salah satu pihak yang bersangkutan.30

Beberapa ahli juga memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai gadai, menurut Wiryono Projodikoro gadai adalah sebagai sesuatu hak yang didapatkan si berpiutang atau orang lain atas namanya untuk menjamin pembayaran hutang dan memberi hak kepada si berpiutang untuk dibayar lebih dahulu dari siberpiutang lain

29Ibidhal 13

(24)

dari uang pendapatan penjualan barang itu.31 Sedangkan Subekti mengatakan pandrecht adalah : “suatu hak kebendaan atas suatu benda yang bergerak kepunyaan orang lain, yang semata-mata diperjanjikan dengan menyerahkan bezit atas benda tersebut, dengan tujuan untuk mengambil pelunasan suatu utang dari pendapatan penjualan benda itu, lebih dahulu dari penagih-penagih lainnya”.32

Pendapat Ter Haar menerangkan : “Di kalangan masyarakat Batak gadai itu

disebut tahan, dikalangan masyarakat Jawa dipergunakan istilah tanggungan dan

jonggolan, dan dikalangan masyarakat Bali dikenal istilah makantah”.33

Gadai berasal dari terjemahan dari katapandatauvuistpand(bahasa Belanda), atau pledge atau pawn (bahasa Inggris), pfand atau faustpfand (bahasa Jerman), sedangkan dalam hukum adat istilah gadai ini disebut dengan cekelan.34

Dalam hukum adat, gadai juga dikenal dengan istilah “Jual Gadai” yaitu menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang secara tunai dengan ketentuan si penjual tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan jalan menebusnya kembali.35 Dalam jual gadai penerima gadai (kreditur) berhak untuk mengerjakan dan menikmati manfaat yang melekat pada tanah itu. Transaksi jual gadai ini biasanya disertai dengan perjanjian tambahan seperti :

31Wiryono Projowikoro,Hukum Perdata Tentang Hak-Hak Atas Benda,Cetakan ke- V, PT. Intermasa, Jakarta, 1986, hal. 153.

32

Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata,Cetakan ke- XVI, Intermasa, Jakarta, 1982, hal. 79.

33

B. Ter Haar Bzn, Terjemahan K. Ng. Soebakti Poesponoto,Asas-Asas Dan Susunan Hukum Adat,Pradnya Paramita, Jakarta, 1980, hal. 131.

34Ibid, hal. 103.

(25)

1. Kalau tidak ditebus dalam masa yang dijanjikan maka tanah menjadi milik yang membeli gadai.

2. Tanah tidak boleh ditebus selama satu, dua atau beberapa tahun dalam tangan pembeli gadai.36

Dari beberapa pengertian diatas, maka ada beberapa unsur yang terkait dalam gadai yaitu:

1. Adanya subjek gadai, yaitu kreditur (penerima gadai) dan debitur (pemberi gadai).

2. Adanya objek gadai, yaitu barang bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud.

3. Adanya kewenangan debitur.37

Subjek gadai terdiri atas dua pihak, yaitu pemberi gadai (pandgever) dan penerima gadai (pandnemer). Pemberi gadai (pandgever) yaitu orang atau badan hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga. Unsur-unsur pemberi gadai yaitu:

1. Orang atau badan hukum;

2. Memberikan jaminan berupa benda bergerak; 3. Kepada penerima gadai;

36Setelah keluar UU. No 5 Tahun 1960 atau yang dikenal dengan UUPA maka peraturan ini tidak berlaku lagi, dan gadai tanah tidak diperbolehkan lagi, akan tetapi pada prakteknya dalam masyarakat adat gadai tanah masih tetap berlangsung, walaupun telah diberlakukan Hukum Nasional, akan tetapi Hukum Nasional ini disingkirkan oleh Hukum Adat yang masih hidup.

(26)

4. Adanya pinjaman uang;

Untuk terjadinya gadai harus dipenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan sesuai dengan jenis benda yang digadaikan. Adapun cara-cara terjadinya gadai adalah sebagai berikut:38

1. Cara terjadinya gadai pada benda bergerak a. Perjanjian gadai

Dalam hal ini antara debitor dengan kreditor mengadakan perjanjian pinjam uang (kredit) dengan janji sanggup memberikan benda bergerak sebagai jaminan gadai atau perjanjian untuk memberikan hak gadai (perjanjian gadai). Perjanjian ini bersifat konsensual dan obligatoir.

Dalam pasal 1151 KUHPerdata disebutkan bahwa: “Perjanjian gadai dapat dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian perjanjian pokok” Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa bentuk perjanjian gadai tidak terikat pada formalitas tertentu (bentuknya bebas), sehingga dapat dibuat secara tertulis maupun lisan.39

b. Penyerahan benda gadai

Dalam pasal 1152 Ayat (2) KUHPerdata disebutkan: “Tidak ada hak gadai atas benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan si debitor ataupun yang kembali dalam kekuasaan debitor atas kemauan kreditor”. Dengan demikian hak gadai terjadi dengan dibawanya barang gadai keluar dari kekuasaan si

38Purwahid Patrik dan Kashadi,Op.Cit.,hal. 18-22

39Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,Pokok Hukum Jaminan di Indonesia Pokokpokok

(27)

debitor pemberi gadai. Syarat bahwa barang gadai harus dibawa keluar dari kekuasaan si pemberi gadai ini merupakan syarat inbezitstelling yang merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam gadai.

Barang dikatakan dibawa ke luar dan kekuasaan pemberi gadai jika barang gadai diserahkan oleh pemberi gadai kepada kreditor atau pihak ketiga (sebagai pemegang gadai) yang disetujui oleh kreditor. Mengingat benda gadai harus dibawa keluar dari kekuasan pemberi gadai maka diperlukan suatu penyerahan. Penyerahan benda gadai dapat dilakukan secara nyata, simbolis,traditto brevt manuataupuntraditio longa manu. Panyerahan secara constitutum possessorium tidak menimbulkan hak gadai karena tidak memenuhi syaratinbezitstelling.

2. Cara terjadinya gadai pada piutang atas bawa (atas tunjuk atauaantoonder) a. Perjanjian gadai

Antara debitor dengan kreditor dibuat perjanjian untuk memberikan hak gadai. Perjanjian ini bersifat konsensual,obligatoirdan bentuknya bebas. b. Penyerahan surat buktinya

Pasal 1152 Ayat (1) KUHPerdata mengatakan bahwa: “Gadai surat atas bawa terjadi dengan menyerahkan surat itu ke dalam tangan pemegang gadai atau pihak ketiga yang disetujui kedua belah pihak.” Perlu diketahui bahwa piutang atas bawa (atas tunjuk) selalu ada surat buktinya, dimana surat bukti ini mewakili piutang.

(28)

a. Perjanjian gadai

Antara kreditor dan debitor membuat perjanjian gadai yang bersifat konsensual,obligatoirdan bentuknya bebas.

b. Adanya endosemen yang diikuti dengan penyerahan surat

Pasal 1152 KUHPerdata menyebutkan bahwa: “Untuk mengadakan hak gadai piutang atas tunjuk, diperlukan adanya endosemen pada surat hutangnya dan diserahkannya surat hutang kepada pemegang gadai.”

Piutang atas tunjuk ini juga selalu ada surat buktinya, dimana surat bukti ini mewakili piutang. Endosemen adalah pernyataan penyerahan piutang yang ditandatangani kreditor (endosen) yang bertindak sebagai pemberi gadai dan harus memuat nama pemegang gadai (geendosseerde). Bentuk gadai piutang atas order misalnya wesel. Wesel adalah surat yang mengandung perintah dari penerbit (trekker) kepada tersangkut (betrakken) untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang (houder).

Hak yang timbul dari wesel itu, oleh pemegang wesel dapat diletakkan sebagai jaminan kredit kepada pemberi kredit.

4. Cara terjadinya gadai pada piutang atas nama(opnaam) a. Perjanjian gadai

Debitor dengan kreditor membuat perjanjian gadai yang bersifat konsensual, obligatoirdan bentuknya bebas.

(29)

Pasal 1153 KUHPerdata menyebutkan bahwa: “Hak gadai piutang atas nama diadakan dengan memberitahukan akan penggadaiannya (perjanjian gadainya) kepada debitor.”

Dalam memberitahukan ini debitor dapat meminta bukti tertulis perihal penggadaiannya dan persetujuan dari pemberi gadai. Setelah itu debitor hanya dapat membayar hutangnya kepada pemegang gadai. Bentuk pemberitahuan ini dapat dilakukan baik secara tertentu maupun secara lisan. Pemberitahuan dengan perantaraan jurusita perlu dilakukan apabila si debitor tidak bersedia memberikan keterangan tertulis tentang persetujuan pemberian gadai itu. Dalam gadai piutang atas nama tersangkut tiga pihak seperti penyerahan piutang atas nama (cessie). Gadai piutang atas nama juga dinamakan cessie, karena di sini yang digadaikan adalah piutang atas nama, sedang penyerahan piutang atas nama dilakukan dengancessie.40

Adapun sifat-sifat dari gadai secara umum adalah:41 1. Gadai adalah hak kebendaan

Dalam Pasal 1150 KUH Perdata tidak disebutkan sifat ini, namun demikian sifat kebendaan ini dapat diketahui dari Pasal 1152 Ayat (3) KUHPerdata yang mengatakan bahwa: “Pemegang gadai mempunyai hak revindikasi dari Pasal 1977 Ayat (2) KUHPerdata apabila barang gadai hilang atau dicuri” oleh karena

(30)

hak gadai mengadung hak revindikasi, maka hak gadai merupakan hak kebendaan sebabrevindikasimerupakan ciri khas dari hak kebendaan.42

2. Hak gadai bersifataccessoir

Hak gadai hanya merupakan tambahan saja dari perjanjian pokoknya, yang berupa perjanjian pinjam uang. Sehingga boleh dikatakan bahwa seseorang akan mempunyai hak gadai apabila ia mempunyai, dan tidak mungkin seseorang dapat mempunyai hak gadai tanpa mempunyai piutang. Jadi hak gadai merupakan hak tambahan atauaccessoir, yang ada dan tidaknya tergantung dari ada dan tidaknya piutang yang merupakan perjanjian pokoknya. Dengan demikian hak gadai akan hapus jika perjanjian pokoknya hapus.

3. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi

Karena hak gadai tidak dapat dibagi-bagi, maka dengan dibayarnya sebagian hutang tidak akan membebaskan sebagian dari benda gadai. Hak gadai tetap membebani benda gadai secara keseluruhan.

Dalam Pasal 1160 KUHPerdata disebutkan bahwa: “Tak dapatnya hak gadai dibagi-bagi dalam hal kreditor atau debitor meninggal dunia dengan meninggalkan beberapa ahli waris”.

4. Hak gadai adalah hak yang didahulukan

Hak gadai adalah hak yang didahulukan, ini dapat diketahui dari ketentuan Pasal 1133 dan Pasal 1150 KUHPerdata. Karena piutang dengan hak gadai

(31)

mempunyai hak untuk didahulukan daripada piutang-piutang lainnya, maka kreditor pemegang gadai mempunyai hak mendahulu(droit de preference). 5. Benda yang menjadi obyek gadai adalah benda bergerak, baik yang bertubuh

maupun tidak bertubuh.

6. Hak gadai adalah hak yang kuat dan mudah penyitaannya.43

Secara umum gadai dapat diartikan sebagai suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak. Gadai diperjanjikan dengan maksud untuk memberikan jaminan atas suatu kewajiban prestasi tertentu, yang pada umumnya tidak selalu merupakan perjanjian utang piutang dan karenanya dikatakan, bahwa perjanjian gadai mengabdi kepada perjanjian pokoknya atau merupakan perjanjian yang bersifat accessoir. Pada prinsipnya (barang) gadai dapat dipakai untuk menjamin setiap prestasi tertentu.44 Dalam hal perjanjian pokok yang menjadi dasar pemberian gadai adalah suatu perjanjian yang tidak memerlukan suatu bentuk formalitas bagi sahnya perjanjian pokok tersebut, maka berarti gadai juga dapat diberikan dengan cara yang sama, yaitu menurut ketentuan yang berlaku bagi sahnya perjanjian pokok tersebut. Dengan demikian berarti sahnya suatu pemberian gadai atau perjanjian gadai harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian secara umum sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

43 P.J. Soepratiknya, Pokok – Pokok Hukum Perdata, Hukum Benda Jilid 2, Seksi Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 1983, hal. 54

(32)

Selain itu juga, bahwa perjanjian gadai pada dasarnya sama dengan perjanjian pada umumnya yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, hanya saja perbedaannya disini terdapat pada adanya barang jaminan dalam perjanjian gadai, yang digunakan sebagai jaminan bahwa debitur akan melunasi hutangnya kepada kreditur. Perjanjian gadai dapat diartikan sebagai perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang yang dijamin pelunasannya dengan kebendaan bergerak, baik kebendaan bergerak yang berwujud maupun kebendaan bergerak yang tidak berwujud.45

Perjanjian gadai pada dasarnya akan terjadi bila barang-barang yang digadaikan berada di bawah penguasaan kreditur (pemegang gadai) atau atas kesepakatan bersama ditunjuk seorang pihak ketiga untuk mewakilinya.

Kata sepakat dalam suatu perjanjian merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kedua belah pihak sama-sama tidak menolak apa yang diinginkan pihak lawannya. Dengan adanya kata sepakat, maka perjanjian itu telah ada, mengikat kedua belah pihak dan dapat dilaksanakan. Untuk mengetahui kapan terjadinya kata sepakat, KUHPerdata sendiri tidak mengaturnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan terdapat beberapa teori yang mencoba memberikan penyelesaian persoalan sebagai berikut:

a. Teori kehendak (wilstheorie)

Dalam teori terjadi jika para pihak menyatakan kehendaknya untuk mengadakan suatu perjanjian.

(33)

b. Teori kepercayaan (vetrouwenstheorie)

Berdasarkan teori kepercayaan, kata sepakat dalam perjanjian dianggap telah terjadi pada saat pernyataan salah satu pihak dapat dipercaya secara obyektif oleh pihak yang lainnya.

c. Teori ucapan (uitingstherie)

Dalam teori ini yang dilihat adalah ucapan (jawaban) debitur. Kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat debitur mengucapkan persetujuannya terhadap penawaran yang dilakukan kreditur.

d. Teori pengiriman (verzenuingstheorie)

Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat debitur mengirimkan surat jawaban kepada kreditur. Jika pengiriman dilakukan lewat pos, maka kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat surat jawaban tersebut distempel oleh kantor pos.

e. Teori penerimaan (ontvangstheorie)

Menurut teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat kreditur menerima kemudian membaca surat jawaban dari debitur, karena saat itu dia mengetahui kehendak dari debitur.

f. Teori pengetahuan (vernemingstheorie)

Menurut teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat debitur mengetahui bahwa debitur telah menyatakan menerima tawarannya.46

(34)

2. Konsepsional

Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain, seperti asas dan standard. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analistis.47

Kerangka konsep mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.48

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian (karya ilmiah) ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut Operational definition.49

Pentingnya difinisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Kegunaan dari adanya konsepsi agar supaya ada pegangan dalam melakukan penelitian atau penguraian, sehingga dengan demikian memudahkan bagi orang lain untuk memahami batasan-batasan atau pengertian-pengertian yang dikemukakan.

47Satjipto Rahardjo, 1996,Ilmu Hukum,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 397.

48Soerjono Soekanto dan Sri mamuji, 1995, Penelitian Hukum Noramtif Sesuatu Tinjauan

(35)

Dalam hal ini seolah-olah ia tidak berbeda dari suatu teori, tetapi perbedaaannya terletak pada latar belakangnya. Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain, seperti asas dan standar. Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dirumuskan kerangka konsep sebagai berikut :

1. Suatu perjanjian akan lebih luas dan jelas artinya, jika batasan mengenai perjanjian tersebut diartikan sebagai suatu persetujuan dimana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.

2. Dalam perjanjian dikenal adanya asas kebebasan berkontrak atauFreedom Of Contrac.Maksud dari asas tersebut adalah bahwa setiap orang pada dasarnya bebas untuk membuat perjanjian dengan berbagai isi dan jenisnya, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.

(36)

G. Metode Penelitian

Metodologi penelitian berasal dari kata “Metode dan logos”, metode yang artinya adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu, dan logos yang artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan.

Sedangkan “Penelitian” adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai menyusun laporannya.50

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya kecuali itu juga diadakan pelaksanaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.51

Penelitian sebagai suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran-kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten, karena melalui proses penelitian tersebut diadakan analisis dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.52

1. Sifat dan Jenis Penelitian

50Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi,Metodologi Penelitian. PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2002. hal. 1

51Soerjono Soekanto,Op.Cit, hal 43.

(37)

Spesifikasi penelitian dalam proposal ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data awal yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala–gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu didalam memperkuat teori-teori lama atau didalam kerangka menyusun teori baru.53

Metode deskriptif ini dipergunakan untuk melaporkan atau menggambarkan hasil suatu penelitian dengan cara mengumpulkan data, menyusun data, mengklasifikasikannya, menganalisa dan menginterpretasikan data yang ada.

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis normative yang didukung oleh empiris. Menurut metode ini, berdasarkan pada peraturan perundang-undangan dan didukung dengan penelitian di lapangan. Metode ini memberikan kerangka pembuktian atau kerangka pengujian untuk memastikan kebenaran.54

Pendekatan ini dimaksudkan untuk mendapat penjelasan atas masalah yang diteliti dengan hasil penelitian yang diperoleh, dalam hubungannya dengan aspek– aspek hukum.

2. Sumber Data

Populasi adalah seluruh obyek atau seluruh individu atau seluruh gejala atau seluruh kejadian atau seluruh unit yang akan diteliti.55 Oleh karena itu populasi

53Soerjono Soekanto,Op Cit, hal. 10

54 Rony Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Yurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, hal. 36

(38)

meliputi seluruh aspek yang akan diteliti. Sedangkan sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel diperlukan apabila peneliti tidak mungkin untuk mempelajari semua yang ada pada populasi. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan waktu, biaya dan tenaga.

Sebagai subyek didalam penelitian ini adalah tanggung jawab dari kreditur dalam perjanjian gadai apabila barang yang digadai hilang atau rusak atau benda gadai adalah barang milik orang lain bukan milik debitur serta perlindungan hukum terhadap debitur. Sedangkan obyeknya adalah Perum Pegadaian cabang Nangka Pekanbaru.

Teknik sampling adalah salah satu cara untuk menentukan sampel, jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat–sifat dan penyebaran populasi agar dapat diperoleh sampel yang mewakili (representative).56

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah representative, yaitu nasabah Perum Pegadaian yang ditemui saat dilakukannya penelitian yang mempunyai hubungan erat dengan permasalahan yang diteliti.

Adapun responden sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah : 1. Manager Operasional dan Kepala Cabang Perum Pegadaian Pekanbaru

2. 5 (lima) orang nasabah yang melakukan perjanjian gadai di Perum Pegadaian Pekanbaru.

(39)

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, dikaitkan dengan jenis penelitian hukum yang bersifat normatif, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan(Library Research)dan Penelitian Lapangan(Field Research).

a. Penelitian Kepustakaan

Yaitu untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan dengan objek penelitian, dapat berupa buku-buku kepustakaan, peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.

b. Penelitian Lapangan

Sebagai data penunjang dalam penelitian ini juga didukung penelitian lapangan (Field Research) untuk mendapatkan data primer guna akurasi terhadap hasil yang dipaparkan, yang dapat berupa pendapat dari nasabah, responden, laporan-laporan perusahaan dan lain-lain yang relevan dengan objek yang diteliti.Selain itu peneliti juga melakukan observasi langsung ke Perum.Pegadaian Pekanbaru.

4. Alat Pengumpulan Data

(40)

diperlukan untuk selanjutnya dianalisis sesuai dengan yang diharapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan dalam penelitian ini digunakan teknik wawancara. Wawancara yaitu cara memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada pihak-pihak yang diwawancarai terutama orang-orang yang berwenang mengetahui dan terkait dengan perjanjian gadai, khususnya di Perum Pegadaian cabang Nangka Pekanbaru.

Sistem wawancara yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin, artinya terlebih dahulu dipersiapkan daftar pertanyaan sebagai pedoman tetapi masih dimungkinkan adanya variasi pertanyaan yang disesuaikan dengan situasi pada saat wawancara dilakukan.57

Sedangkan data sekunder diperoleh dengan cara menelusuri dan melakukan analisis terhadap berbagai dokumen yang dapat berupa buku–buku, tulisan–tulisan serta berbagai peraturan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

5. Analisis Data

Setelah data terkumpul baik primer maupun sekunder, kemudian dianalisis secara kualitatif mengingat data yang terkumpul bersifat deskriptif. Sehubungan dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan di atas, maka analisis kualitatif ini berusaha untuk menghubungkan fakta yang ada dengan berbagai peraturan yang

(41)

berlaku yang mengatur tentang Perum Pegadaian dan aturan hukum mengenai tanggung jawab Perum Pegadaian terhadap benda jaminan apabila rusak atau hilang ataupun barang yang digadai adalah hasil curian dan juga aspek–aspek sosiologisnya yang dapat mempengaruhi pelaksanaan dari berbagai ketentuan tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah pendamping sosial yang meningkat Pemahanan dan Keterampilannya tentang PMKS 148 Desa / Kelurahan 148 Desa / Kelurahan 148 Desa / Kelurahan 148 Desa / Kelurahan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian ekstrak etanol daun Spondias pinnata pada periode organogenesis terhadap struktur skeleton fetus

Oleh karena itu penelitian selanjutnya disarankan untuk melibatkan sempel lainnya seperti , auditor dan dosen jurnal ini juga hanya fokus membahas PSAK No.55(revisi 2006)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model Circuit Learning yang dilaksanakan sesuai langkah yang tepat dapat meningkatkan karakter dan hasil belajar PKn

Diperoleh hasil bahwa terjadi rekondisi konsep awal alun-alun pada waktu tertentu yang disebabkan oleh kultur bahwa masjid dan alun- alun merupakan satu kesatuan, orientasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan diuretik pada pasien sirosis dengan asites di Instalasi Rawat Inap RSUD Kabupaten Sidoarjo yang ditandai

Pengeplotan ini adalah untuk memvisualisasikan hasil pengolahan data, yanag pertama yaitu nilai anomali TEC di setiap stasiun pengamatan, dan yang kedua adalah posisi

Tidak hanya pada tokoh Tenggar, secara keseluruhan, akhir cerita masing- masing tokoh pada novel ini harus berakhir pada kejayaan konstruksi patriarkis di Indonesia