ABSTRACT
POTENTION TEST OF PAPAYA (Carica papaya L.) LEAVES EXTRACT AS LARVACIDE FOR Aedes aegypti MOSQUITO LARVAE INSTARS III
By
Anggia Putri Saraswati
Aedes aegypti is dengue fever vector mosquito which still be a public health problem in Indonesia. Chemical insecticides are the most commonly used as larvacide to control and eradicate Aedes aegypti. However, the long use of chemical larvicides can caused resistance for these vectors. Dangers of using chemical larvicides can be minimized by using natural larvicides, one of the plants is leaves of papaya plant (Carica papaya L.) which is known contains flavonoids and saponins that have potentially as larvicides. This research objective was to know about potention of papaya leaves extract as larvacide for Aedes aegypti, also to know about Lethal Concentration value (LC50 and LC90) and Lethal Time value (LT50 and LT90). The experiment research using a completely randomized design was conducted with five levels of concentration of the extract , which is 0.2 % ; 0.4 % ; 0.6 % ; 0.8 % ; and 1 % with 4 times repetition at each concentration. Then, was observed number of larvae that die every 5 , 10 , 20 , 40 , 60 , 120 , 240 , 480 , 1440 , 2880, and 4320 minutes . Hypothesis test of one-way ANOVA resulted p value (sig) = 0.002 because of p<0.05 accordingly larvicides potention in each concentration are different. In the post hoc Tukey analysis was known effective concentration than controls (0%) was 1%. Probit analysis result showed that LC50 value was 1,0% in 1440 minutes ; 0,8% in 2880 and 4320 minutes, as well as LT50 value obtained was 2278.73 minutes at a concentration of 1.0 %. While the LC90 and LT90 values in this study was not obtained . The results showed that papaya leaves extract is potential as larvicides for Aedes aegypti mosquito.
ABSTRAK
UJI POTENSI EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III
Oleh
Anggia Putri Saraswati
Aedes aegypti merupakan vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Upaya pengendalian dan pemberantasan Aedes aegypti saat ini banyak dilakukan, salah satunya dengan menggunakan larvasida kimiawi. Tetapi penggunaan larvasida kimiawi secara berkelanjutan menimbulkan resistensi pada nyamuk vektor. Diketahui daun tanaman pepaya (Carica papaya L.) mengandung flavonoid dan saponin yang berpotensi sebagai larvasida. Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui potensi dari ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.), mengetahui nilai Lethal Concentration (LC50 dan LC90) dan Lethal Time (LT50dan LT90). Penelitian eksperimen yang menggunakan rancangan acak lengkap ini dilakukan dengan enam konsentrasi ekstrak, yaitu 0% sebagai kontrol; 0,2%; 0,4%; 0,6%; 0,8%; dan 1% dengan 4 kali pengulangan di setiap konsentrasi. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap jumlah larva yang mati setiap 5, 10, 20, 40, 60, 120, 240, 480, 1440, 2880, dan 4320 menit. Dari hasil Uji ANOVA yang diuji lanjut dengan Uji BNT diketahui konsentrasi yang paling efektif dibandingkan kontrol (0%) adalah 0,6%. Dari analisis probit diperoleh nilai LC50 sebesar 0,8%, sedangkan untuk nilai LC90 sebesar 1,3%. Nilai LT50 dan LT90 dari penelitian ini adalah 2.278,73 (37,97 jam) dan 15.820,22 (263,67 jam). Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) berpotensi sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III, dan konsentrasi ekstrak yang paling efektif adalah konsentrasi sebesar 0,6%.
Uji Potensi Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.) sebagai Larvasida terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti Instar III
(Skripsi)
Oleh
ANGGIA PUTRI SARASWATI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Anggia Putri Saraswati dilahirkan di Pringsewu
pada tanggal 13 Februari 1993, anak pertama dari
pasangan Bapak Drs. Januri dan Ibu Sri Rahayu,
S.H. Penulis mengawali pendidikan pertama di
Taman Kanak-kanak Kartika II-31 pada tahun
1997.
Tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Kartika II-6
Bandar Lampung. Setelah itu melanjutkan pendidikan di SMPN 9 Bandar
Lampung pada tahun 2004 dan SMAN 14 Bandar Lampung pada tahun 2007.
Tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalui jalur
Ujian Mandiri.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi kampus, yaitu
menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO) sebagai Anggota
Bidang Kaderisasi dan Kepemimpinan pada tahun 2011-2012, dan pernah
Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Kerja Praktik di Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Salatiga Jawa Tengah
selama 40 hari dengan judul “ Kemampuan Predasi Mesocyclops aspericornis
Betina terhadap Larva Aedes aegypti di Laboratorium Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Salatiga Jawa Tengah ”.
Pada tahun 2014 untuk mencapai gelar Sarjana Biologi (S.Si.), penulis
melaksanakan penelitian dan menyelesaikan tugas akhirnya dalam bentuk
skripsi yang berjudul “ Uji Potensi Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.)
Karya sederhana ini
ku persembahkan untuk
keluargaku,
para pendidikku,
sahabat-sahabatku,
“Dan bahwasanya setiap manusia itu tiada akan
memperoleh (hasil) selain apa yang telah di
usahakanya”
(QS.An-Najm-39)
“
Gagal di dalam kemuliaan itu lebih baik,
ketimbang menang di dalam rasa kehinaan dan kecurangan”
SANWACANA
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang tidak
pernah berhenti mencurahkan kasih sayang, kesabaran, serta rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Potensi Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.) sebagai Larvasida terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti Instar III”.
Penulis telah banyak menerima bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa
terima kasih kepada:
1. Ibu Dra. Endah Setyaningrum, M.Biomed. selaku Pembimbing Satu
yang telah dengan sabar membimbing dan meluangkan waktunya untuk
memberikan ide, nasihat, kritik, dan saran selama penulisan skripsi ini.
2. Ibu Dra. Ellyzarti, M.Sc. selaku Pembimbing Dua yang telah dengan
sabar memberikan bimbingan dan meluangkan waktu untuk memberi
3. Bapak Tugiyono, Ph.D. selaku Pembahas yang telah banyak
membimbing dan meluangkan waktu untuk memberikan
masukan-masukan yang bermanfaat dalam penulisan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Suharso, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
5. Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Biologi
FMIPA Universitas Lampung yang telah memberikan dukungan dan
motivasi serta memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian dan penyusunan skripsi.
6. Ibu Elly L. Rustiati, M.Sc. selaku Pembimbing Akademik.
7. Bapak dan Ibu dosen yang telah membekali penulis dengan berbagai
ilmu pengetahuan, serta segenap karyawan di Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Lampung atas bimbingan dan bantuannya kepada penulis.
8. Ibuku tercinta yang tiada henti memberikan kasih sayang, dukungan,
nasihat, dan doanya selama ini.
9. Adikku M. Prama Yudha yang selalu memberikan semangat dan doa.
10. Sahabat-sahabat terbaikku Biologi 2010, Arinjani D.H., Dewi
Chusniasih, Ismalia Husna, Meita Mahardianti, Rika Erviana, Rodi
Astuti, Septina Maulida dan Yunita Lestari yang telah memberikan
semangat, keceriaan, dan bantuannya selama ini.
11. Teman seperjuangan, Ismalia Husna, terima kasih atas bantuan dan
motivasinya hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
12. Teman-teman Kerja Praktik, Yunita Lestari, Ismalia Husna, dan Sasono
13. Teman-teman KKN-Tematik Desa Mulyosari, Ridho Hasyanah, Fani
Pangaribuan, Indah Aprianti, Wayan Diatniti, Cinthya C.D.I., Febrina
J.D., Obby Chandra, Julian F., Andrew Charlos A., M. Kafi. Terima
kasih atas kebersamaannya selama ini.
14. Teman-teman Biologi angkatan 2010, kakak tingkat, dan adik tingkat di
Jurusan Biologi terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya.
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu terselesaikannya skripsi ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini bermanfaat
bagi kita semua.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bandar Lampung, 20 Mei 2014
Penulis
DAFTAR ISI
A. Pepaya (Carica papaya L.) 1. Klasifikasi Tanaman Pepaya ... 9
2. Karakteristik Tanaman Pepaya ... 9
3. Kandungan Kimia Daun Pepaya ... 11
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN ... 31
A. Hasil Pengamatan ... 31
1. Uji Larvasida ... 31
2. Lethal Concentration 50% (LC50) dan 90% (LC90) ... 35
3. Lethal Time 50% (LT50) dan 90% (LT90) ... 38
B. Pembahasan ... 39
1. Uji Larvasida ... 39
2. Lethal Concentration 50% (LC50) dan 90% (LC90) ... 43
3. Lethal Time 50% (LT50) dan 90% (LT90) ... 44
V. KESIMPULAN ... 47
A. Simpulan ... 47
B. Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 48
LAMPIRAN ... 53
Lampiran 1 ... 53
Lampiran 2 ... 54
Lampiran 3 ... 55
Lampiran 4 ... 56
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Persentase rata-rata kematian larva Aedes aegypti pada berbagai
konsentrasi ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) ... 32
2. Hasil Analisis dengan ANOVA……….. 34
3. Rata – rata Jumlah Kematian Larva Aedes aegypti Setelah Diberi
Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.) ... 34
4. Persentase Rata-rata Nilai LC50 dan LC90 Larva Aedes aegypti…..… 36
5. Nilai LT50 dan LC90 kematian larva Ae. aegypti………... 38
6. Jumah Kematian Larva Aedes aegypti Setelah Diberi Ekstrak
Daun Pepaya (Carica papaya L.)………..….. 54
7. Uji BNT Terhadap Larva Aedes aegypti Setelah Diberi Ekstrak
Daun Pepaya……….... 57
8. Uji BNT Terhadap Larva Aedes aegypti Berdasarkan Lamanya
Waktu Kontak dengan Ekstrak Daun Pepaya……… 57
9. Uji BNT Terhadap Larva Instar III Aedes aegypti Berdasarkan Interaksi Antara Konsentrasi Ekstrak Daun Kemangi Hutan dan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 7. Respon konsentrasi ekstrak daun pepaya terhadap kematian larva uji dalam 4320 menit (72 jam)……….. 33
Gambar 8. Nilai LC50 Ekstrak Daun Pepaya dari menit pengamatan ke-480 sampai menit ke-4320………...…………. 37 Gambar 9. Nilai LC90 Ekstrak Daun Pepaya dari menit Pengamatan ke-480 sampai menit ke-4320……….... 37
Gambar 10. Nilai LT50 pada setiap konsentrasi……… 39
Gambar 11. Daun Pepaya yang Telah Dikering-anginkan……….. 66
Gambar 12. Cacahan Daun Pepaya yang Direndam dalam Etanol 96%... 66
Gambar 13. Proses Penyaringan Hasil Rendaman Daun Pepaya…………. 67
Gambar 14. Rotary evaporator yang Digunakan untuk Menguapkan Pelarut Etanol Ekstrak Daun Pepaya……... 67
Gambar 15. Proses Pengenceran Ekstrak Daun Pepaya……….. 68
Gambar 17. Penetasan Telur Aedes aegypti dalam Media Air………. 69
Gambar 18. Konsentrasi Ekstrak Daun Pepaya yang Digunakan
dalam Uji Sesungguhnya………. 69
Gambar 19. Pengambilan Larva Aedes aegypti yang Mati……….. 70
Gambar 20. Larva Aedes aegypti yang telah Terpapar
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara
dengan iklim tropis ini hanya memiliki dua musim, yaitu musim penghujan
dan musim kemarau. Pergantian musim yang terjadi sangat berpengaruh
terhadap perkembangbiakan nyamuk, terutama saat pergantian musim
kemarau ke musim penghujan. Di Indonesia banyak hidup berbagai jenis
nyamuk yang berbahaya seperti nyamuk Aedes aegypti, Aedes albopictus,
Aedes scutellaris, Aedes polymensiensis, Anopheles sp. dan lain-lain. Nyamuk yang paling berbahaya dan banyak ditemukan disekitaran
lingkungan masyarakat adalah nyamuk Aedes aegypti (Nuryadin, 2010).
Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk penyebab penyakit demam
berdarah dengue (DBD) yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
di Indonesia. Jumlah penderita DBD dari tahun ke tahun terus meningkat dan
penyebarannya pun semakin meluas karena cepatnya proses penularan, serta
dapat menyebabkan penderitanya meninggal dunia jika lambat mendapat
penanganan. Nyamuk Aedes aegypti menularkan virus dengue penyebab
2
Aedes aegypti mendapatkan virus dengue sewaktu menggigit atau menghisap darah orang yang sakit DBD, kemudian kembali menggigit orang yang sehat
sehingga orang tersebut tertular (Depkes RI, 2007).
Beragam cara telah dilakukan untuk memberantas nyamuk penyebab penyakit
demam berdarah ini, diantaranya dengan menggunakan insektisida kimiawi
seperti temephos (abate). Namun penggunaan insektisida kimiawi secara
terus-menerus akan menimbulkan dampak kontaminasi residu dalam air.
Selain itu penggunaan insektisida kimiawi memerlukan biaya yang cukup
besar, serta dapat menimbulkan resistensi pada berbagai spesies nyamuk
vektor penyakit (Panghiyangani et al, 2012). Di berbagai negara seperti
Bolivia, Argentina, Brazil, Karibia , Kuba, Thailand, bahkan Indonesia
dilaporkan telah terjadi resistensi larva Aedes aegypti terhadap temephos
(Raharjo, 2006).
Cara pengendalian secara biologi juga telah banyak dilakukan, contohnya
dengan menggunakan berbagai agen pengendali hayati seperti : Mesocyclops
aspericornis, Romanomermis iyengari, dan Bacillus thuringiensis. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan cara pengelolaan lingkungan, seperti
mengubur kaleng-kaleng bekas, menguras dan menutup penampungan air,
atau dengan pemasangan kelambu (Panghiyangani et al, 2012).
Penggunaan insektisida dalam memberantas nyamuk vektor dinilai lebih
3
yang ditimbulkan sangat cepat. Salah satu solusi pemecahan masalah yang
ditimbulkan akibat penggunaan insektisida kimiawi adalah dengan
menggunakan insektisida nabati. Hal ini dikarenakan aplikasi insektisida
nabati pada umumnya tidak menyebabkan resistensi nyamuk vektor dan tidak
menimbulkan residu sehingga aman bagi kesehatan manusia
(Hamijaya dan Asikin, 2005).
Menurut Subiyakto (2005), insektisida nabati dapat dibuat dari beberapa
bagian tanaman, yakni berupa akar, umbi, batang, daun, biji dan buah dengan
teknologi sederhana, seperti berupa larutan hasil perasan, perendaman,
ekstrak, dan rebusan. Salah satu tanaman yang dapat dijadikan insektisida
nabati adalah tanaman pepaya (Carica papaya L.). Daun pada tanaman
pepaya memiliki kandungan bahan aktif seperti enzim papain, alkaloid
karpaina, flavonoid, pseudokarpaina, glikosid, karposid, saponin, sakarosa,
dekstrosa, dan levulosa (Dalimarta dan Hembing, 1994). Bahan aktif yang
terkandung pada daun pepaya tersebut dapat mempengaruhi beberapa
aktifitas fisik serangga, seperti penghambatan aktifitas makan, pernapasan,
pertumbuhan dan perkembangan, serta kematian atau mortalitas serangga
(Dadang dan Prijono, 2008).
Penelitian yang dilakukan Alboneh (2012) memberikan hasil bahwa ekstrak
daun pepaya memiliki potensi sebagai insektisida terhadap nyamuk Aedes
4
nyamuk dewasa sehingga dapat menyebabkan kematian. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun pepaya dengan metode elektrik pada
konsentrasi 25% memiliki efek insektisida yang lebih besar jika dibandingkan
dengan konsentrasi 20% dan 15%.
Berdasarkan hasil penelitian Utomo et. al (2010), zat papain yang terkandung
dalam tanaman papaya berperan dalam proses pemecahan jaringan ikat
(proteolitik) dan juga apabila masuk ke dalam tubuh larva nyamuk Aedes
aegypti akan menyebabkan terhambatnya hormon pertumbuhan. Selain itu, alkaloid karpaina yang terkandung juga bersifat toksik terhadap larva Aedes
aegypti. Disebutkan juga dalam hasil penelitiannya bahwa dosis serbuk biji pepaya yang paling efektif adalah 200 mg/100 ml karena dapat membunuh
100 % larva Aedes aegypti setelah pemaparan 24 jam.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Wicaksana tahun (2012), menyebutkan
bahwa air perasan buah pepaya (Carica papaya L.) dengan metode elektrik
mempunyai efek sebagai insektisida nyamuk dewasa Culex sp. dan dengan
konsentrasi 70% dapat mengakibatkan kematian nyamuk Culex sp. dewasa
hingga 97%. Diketahui juga jika semakin tinggi konsentrasi yang digunakan
maka makin tinggi pula tingkat kematian nyamuk.
Krishna et. al.( 2008) mengemukakan bahwa bagian tanaman buah pepaya
seperti akar, daun, buah , dan biji mengandung bahan aktif yang dapat
5
nyamuk Aedes aegypti adalah dengan cara membunuh larvanya, sehingga
dapat memutus siklus hidup nyamuk tersebut (Nurhasanah, 2001).
Berdasarkan hal-hal tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk
menguji potensi ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) sebagai
larvasida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti instar III.
B. Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak daun pepaya
(Carica papaya L.) sebagai larvasida terhadap larva nyamuk Aedes
aegypti instar III.
2. Mengetahui Lethal Concentration 50% (LC50) dan Lethal Concentration
90% (LC90) ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) sebagai larvasida
terhadap larva nyamuk Aedes aegypti instar III.
3. Mengetahui Lethal Time 50% (LT50) dan Lethal Time 90% (LT90) ekstrak
daun pepaya (Carica papaya L.) sebagai larvasida terhadap larva nyamuk
Aedes aegypti instar III.
C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi ilmiah
bagi ilmu kajian parasitologi mengenai potensi ekstrak daun papaya
(Carica papaya L.) sebagai larvasida terhadap larva nyamuk Aedes
6
2. Memberikan informasi ilmiah bagi peneliti mengenai potensi ekstrak
daun papaya (Carica papaya L.) sebagai larvasida terhadap larva nyamuk
Aedes aegypti dan dapat mengembangkan wawasan ilmu bagi peneliti. 3. Memberikan informasi bagi masyarakat bahwa ekstrak daun papaya
(Carica papaya L.) dapat digunakan sebagai larvasida dalam usaha
menurunkan angka kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Indonesia.
D. Kerangka Pikir
Indonesia yang beriklim tropis sering kali mengalami pergantian musim yang
sangat berpengaruh terhadap perkembangbiakan nyamuk, terutama saat
pergantian musim kemarau ke musim penghujan. Di Indonesia banyak hidup
berbagai jenis nyamuk yang berbahaya, salah satunya nyamuk Aedes aegypti.
Aedes aegypti merupakan nyamuk penyebab penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Melalui gigitannya, nyamuk Aedes aegypti menularkan virus
dengue penyebab penyakit DBD.
Penggunaan insektisida kimiawi sebagai salah satu upaya pengendalian
vektor penyebab DBD secara terus-menerus dapat menimbulkan dampak
kontaminasi residu dan dapat menyebabkan resistensi pada berbagai spesies
7
sebagai solusi pemecahan masalah yang ditimbulkan oleh insektisida
kimiawi, karena insektisida nabati aman bagi kesehatan manusia.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian, ekstrak daun pepaya (Carica papaya
L.) dapat dijadikan sebagai insektisida nabati karena memiliki kandungan
bahan aktif seperti enzim papain, alkaloid karpaina, dan flavonoid, yang dapat
mempengaruhi beberapa aktifitas fisik serangga, seperti penghambatan
aktifitas makan, pernapasan, pertumbuhan dan perkembangan, serta kematian
serangga. Belum ada penelitian tentang ekstrak etanol daun pepaya (Carica
papaya L.) sebagai larvasida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti instar III. Digunakan larva Aedes aegypti instar III karena pada fase ini intensitas
makan larva lebih tinggi sehingga larva lebih sering membuka mulut dan juga
karena ukuran tubuhnya yang besar sehingga mudah untuk diamati.
Pembuatan ekstrak daun pepaya dilakukan dengan metode maserasi, yaitu
dengan merendam cacahan daun pepaya yang sudah dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan sebanyak 300 gram dengan 2,5 L pelarut etanol 96%
selama 24 jam. Kemudian hasil rendaman disaring dan dipekatkan. Untuk
mendapatkan tingkat konsentrasi yang paling efektif, maka dibuatlah
pengenceran dengan akuades dengan konsentrasi yaitu 0% sebagai kontrol,
0,2%; 0,4%; 0,6%; 0,8%; dan 1% (konsentrasi ditentukan berdasarkan uji
pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya) untuk kemudian di berikan
8
Kemudian dilakukan pengamatan hingga 72 jam setelah diberikan
pemaparan, lama waktu pengamatan disesuaikan dengan kriteria WHO tahun
2005. Pengamatan dilakukan dengan menghitung dan mencatat jumlah larva
yang mati, untuk kemudian dihitung presentase rata-rata kematian larva pada
setiap kelompok perlakuan. Data yang telah diperoleh lalu dianalisis dengan
menggunakan analisis ANOVA dan analisis probit.
E. Hipotesis
1. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) yang
diberikan akan menimbulkan kematian yang tinggi pada larva nyamuk
Aedes aegypti instar III.
2. Nilai LC50 dan LC90 ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) sebagai
larvasida terhadap larva Aedes aegypti terjadi pada konsentrasi di atas
0,2%.
3. Nilai LT50 dan LT90 ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) sebagai
larvasida terhadap larva Aedes aegypti terjadi setelah menit pengamatan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pepaya (Carica papaya L.)
1. Klasifikasi Tanaman Pepaya
Klasifikasi tanaman pepaya adalah sebagai berikut (Yuniarti, 2008):
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Cistales
Family : Caricaceae
Genus : Carica
Species : Carica Papaya L.
2. Karakteristik Tanaman Pepaya
Pepaya (Carica papayaL.) merupakan tanaman yang berasal dari
Amerika Tengah. Pepaya dapat tumbuh dengan baik di daerah yang
10
disebarluaskan ke berbagai penjuru dunia. Negara penghasil pepaya
antara lain Costa Rica, Republik Dominika, Puerto Riko, dan lain-lain.
Brazil, India, dan Indonesia merupakan penghasil pepaya yang cukup
besar (Warisno, 2003).
Haryoto (1998) mengatakan bahwa tanaman papaya (Carica papaya L.)
baru dikenal secara umum sekitar tahun 1930 di Indonesia, khususnya
dikawasan Pulau Jawa. Tanaman pepaya ini sangat mudah tumbuh di
berbagai cuaca. Menurut Warisno (2003), tanaman pepaya merupakan
herba menahun, dan termasuk semak yang berbentuk pohon. Batang,
daun, bahkan buah pepaya bergetah, tumbuh tegak, dan tingginya dapat
mencapai2,5-10 m. Batang pepaya tak berkayu, bulat, berongga, dan
tangkai di bagian atas terkadang dapat bercabang (Gambar 1). Pepaya
dapat hidup pada ketinggian tempat 1 m-1.000 m dari permukaan laut
dan pada kisaran suhu 22°C-26°C.
11
Dalimartha dan Hembing (1994) mengatakan bahwa pada tanaman
pepaya daunnya berkumpul di ujung batang dan ujung percabangan,
tangkainya bulat silindris, juga berongga, panjang 25-100 cm. Helaian
daun bulat telur dengan diameter 25-75 cm, daun berbagi menjari, ujung
daun runcing, pangkal berbentuk jantung, warna permukaan atas hijau
tua, permukaan bawah warnanya hijau muda, tulang daun menonjol di
permukaan bawah daun. Bunga jantan berkumpul dalam tandan,
mahkota berbentuk terompet, warna bunganya putih kekuningan. Pepaya
memiliki bermacam-macam bentuk, warna, dan rasa. Pepaya muda
memiliki biji yang berwarna putih sedangkan yang sudah matang
berwarna hitam. Tanaman ini dapat berbuah sepanjang tahun dimulai
pada umur 6-7 bulan dan mulai berkurang setelah berumur 4 tahun.
3. Kandungan Kimia Daun Pepaya
Dari beberapa kandungan yang ada pada daun pepaya tersebut yang
diduga memiliki potensi sebagai larvasida adalah enzim
papain, saponin, flavonoid, dan tanin (Priyono, 2007).
a. Enzim Papain
Enzim papain adalah enzim proteolitik yang berperan dalam
pemecahan jaringan ikat, dan memiliki kapasitas tinggi untuk
12
ikatan peptida dalam protein sehingga protein akan menjadi terputus
(Nani dan Dian, 1996).
Enzim papain dapat banyak ditemukan pada daun pepaya (Gambar
2). Walaupun dalam dosis yang rendah, dan apabila enzim papain
masuk ke dalam tubuh larva nyamuk Aedes aegypti akan
menimbulkan reaksi kimia dalam proses metabolisme tubuh yang
dapat menyebabkan terhambatnya hormon pertumbuhan. Bahkan
akibat dari ketidakmampuan larva untuk tumbuh akibatnya dapat
menyebabkan kematian pada larva (Nani dan Dian, 1996).
Gambar 2. Daun tanaman pepaya ( Sumber : Koleksi Pribadi )
b. Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu senyawa yang bersifat racun yang
13
flavonoid yaitu memiliki bau yang sangat tajam, rasanya yang pahit,
dapat larut dalam air dan pelarut organik, dan juga mudah terurai
pada temperatur tinggi. Dinata (2008), mengatakan bahwa flavonoid
merupakan senyawa yang dapat bersifat menghambat makan
serangga. Flavonoid berfungsi sebagai inhibitor pernapasan
sehingga menghambat sistem pernapasan nyamuk yang dapat
mengakibatkan nyamuk Aedes aegypti mati (Dinata, 2008). Bagi
tumbuhan pepaya itu sendiri flavonoid memiliki peran sebagai
pengatur kerja antimikroba dan antivirus.
c. Saponin
Senyawa lainpada daun pepaya yang memiliki peran sebagai
insektisida dan larvasida adalah saponin. Saponin merupakan
senyawa terpenoid yang memiliki aktifitas mengikat sterol bebas
dalam sistem pencernaan, sehingga dengan menurunnya jumlah
sterol bebas akan mempengaruhi proses pergantian kulit pada
serangga (Dinata, 2009).
Saponin terdapat pada seluruh bagian tanaman pepaya seperti akar,
daun, batang, dan bunga. Senyawa aktif pada saponin
berkemampuan membentuk busa jika dikocok dengan air dan
14
permukaan sehingga dapat merusak membran sel serangga
(Mulyana, 2002).
d. Tanin
Tanin merupakan salah satu senyawa yang termasuk ke dalam
golongan polifenol yang terdapat dalam tanaman pepaya.
Mekanisme kerja senyawa tanin adalah dengan mengaktifkan sistem
lisis sel karena aktifnya enzim proteolitik pada sel tubuh serangga
yang terpapar tanin (Harborne , 1987).
Menurut Harborne (1987), senyawa kompleks yang dihasilkan dari
interaksi tanin dengan protein tersebut bersifat racun atau toksik
yang dapat berperan dalam menghambat pertumbuhan dan
mengurangi nafsu makan serangga melalui penghambatan aktivitas
enzim pencernaan.
Tanin mempunyai rasa yang sepat dan memiliki kemampuan
menyamak kulit. Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh,
dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu.
Umumnya tumbuhan yang mengandung tanin dihindari oleh hewan
pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Salah satu fungsi
tanin dalam tumbuhan adalah sebagai penolak hewan herbivore dan
15
B. Nyamuk Aedes aegypti
1. Klasifikasi Aedes aegypti
Klasifikasi Aedes aegypti adalah sebagai berikut (Boror dkk, 1989):
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Culicidae
Genus : Aedes
Species : Aedes aegypti
2. Morfologi Nyamuk Aedes aegypti
Aedes aegypti dewasa mempunyai ukuran tubuh yang kecil, mempunyai warna dasar tubuh yang hitam dengan bintik-bintik putih pada beberapa
bagian badannya, terutama pada kakinya (Gambar 3). Aedes aegypti
dikenal dari bentuk morfologinya yang khas, yaitu terdapat dua garis
melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan mesonotum
16
Gambar 3. Nyamuk Aedes aegypti ( Sumber : Aditya, 2010)
Alat tusuk atau yang disebut proboscis terdapat dibagian kepala.
Proboscis pada Aedes aegypti memiliki permukaan yang halus serta
panjang dan langsing. Proboscis pada nyamuk betina berfungsi sebagai
alat penghisap darah, sedangkan pada nyamuk jantan untuk menghisap
nektar pada bunga dan sari buah-buahan. Pada sisi kanan proboscis
nyamuk terdapat palpus sebagai alat peraba (Ridadet al, 1999). Ukuran
palpus ini lebih pendek daripada proboscisnya (Aradilla, 2009). Antena
nyamuk jantan lebih lebat daripada nyamuk betina, disebut plumose.
Sedangkan pada nyamuk betina antenanya jumlahnya lebih sedikit,
disebut pilose.
Mesonotum (sebagian thorax yang tampak) diliputi bulu-bulu halus.
Pada mesonotum terdapat skutelum, yang membentuk tiga lobi (tiga
lengkungan). Sepasang sayap yang panjang dan langsing dengan
17
yang terdiri dari coxae, trochanter, femur, tibia, dan lima tarsus yang
berakhir sebagai cakar (Aradilla, 2009).
Aedes aegypti mempunyai abdomen yang panjang dan langsing. Bagian abdomen terdiri dari 10 ruas, dimana dua ruas terakhir berubah menjadi
alat kelamin, yang mana pada nyamuk jantan disebut hypopigidium dan
pada betina disebut cerci.
3. Perilaku Aedes aegypti
Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk
betina yang menghisap darah. Nyamuk betina memperoleh asupan
protein yang diperlukannya dari darah, serta untuk memproduksi dan
mematangkan telurnya (Womack, 1993). Sedangkan nyamuk jantan
memperoleh energinya dari nektar bunga, sari buah, ataupun tumbuhan.
Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga sore
hari.
Nyamuk Aedes aegypti senang hinggap di area yang gelap dan
benda-benda berwarna hitam atau merah (WHO, 1999). Menurut Chahaya
(2003), tempat perindukan alamiah Aedes aegypti berupa genangan air
pada pohon, seperti pohon pisang, pohon kelapa, pohon aren, potongan
18
4. Siklus Hidup Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis yang sempurna
(holometabola), terdiri dari telur, larva, pupa, dan nyamuk dewasa
(Nurmaini, 2003).
a. Stadium Telur
Menurut Womack (1993), telur Aedes aegypti berwarna hitam dan
berbentuk elips, mempunyai dinding yang bergaris-garis dan
membentuk bangunan yang menyerupai gambaran kain kasa,
memiliki panjang 0,80 mm, dan berat 0,0010-0,015 mg (Gambar 4).
Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100 telur
tiap kali bertelur pada permukaan air bersih secara individual,
terpisah satu dengan yang lain, dan menempel pada dinding tempat
perindukkannya (Djakaria, 2000).
Telur Aedes aegypti tahan pada keadaan kering, dan pada kondisi
normal telur yang terendam air akan menetas dalam waktu satu
hingga dua hari. Beberapa faktor dapat mempengaruhi daya tetas
telur, diantaranya suhu, pH, air perindukan, cahaya, serta
19
Gambar 4. Telur Aedes aegypti
( Sumber : Center for Disease Control Public Health Image Library )
b. Stadium Larva
Larva Aedes aegypti membentuk sudut 450 pada bidang permukaan
air saat beristirahat. Larva Aedes aegypti berbentuk silindris terdiri
dari caput yang berbentuk globuler, thorax, dan abdomen yang
terdiri dari 8 segmen. Bagian caput terdapat bulu sikat yang
digunakan untuk mencari makan. Pada abdomen segmen ke-8
terdapat siphon sebagai alat pernafasan (Gambar 5).
Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut
instar. Perkembangan dari instar I ke instar IV memerlukan waktu
sekitar 5-8 hari. Setelah mencapai instar IV, larva berubah menjadi
pupa dan larva memasuki masa dorman. Pupa bertahan selama dua
hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa
20
Gambar 5. Larva Aedes aegypti
( Sumber : Center for Disease Control Public Health Image Library )
c. Stadium Pupa
Pada stadium pupa terjadi perubahan bentuk, yaitu cephalothorax
yang menjadi lebih besar daripada abdomen. Larva yang memasuki
tahap pupa memiliki bentuk tubuh yang membengkok seperti tanda
koma. Dalam pertumbuhannya terjadi proses pembentukan sayap,
kaki, dan alat kelamin (Depkes RI, 2007).
Pupa sangat sensitif jika terkena getaran atau gangguan, pupa akan
menyelam dengan cepat untuk kemudian kembali lagi ke permukaan
air. Stadium pupa memerlukan waktu 1 sampai 2 hari untuk
21
Gambar 6. Pupa Aedes aegypti
( Sumber : Center for Disease Control Public Health Image Library )
d. Nyamuk Dewasa
Nyamuk jantan keluar terlebih dahulu dari kepompong, kemudian
disusul dengan nyamuk betina, dan nyamuk jantan akan tetap tinggal
dekat sarang sampai nyamuk betina keluar dari kepompong. Setelah
nyamuk betina keluar dari kepompong maka nyamuk jantan akan
langsung mengawini nyamuk betina sebelum mencari darah. Selama
hidupnya, nyamuk betina hanya sekali mengalami perkawinan
(Nurmaini, 2003).
Nyamuk dewasa setelah keluar dari kepompong memiliki tiga
bagian, yaitu kepala (caput), dada (thorax), dan perut (abdomen).
Fase akuatik berlangsung selama 8-12 hari, dimana stadium larva
selama 6-8 hari dan stadium pupa (kepompong) berlangsung 2-4
22
nyamuk dewasa membutuhkan waktu 10-14 hari. Umur nyamuk
Aedes aegypti dewasa dapat mencapai 2-3 bulan (Ridadet al, 1999).
5. Pengendalian Aedes aegypti
a. Pengelolaan Lingkungan
Upaya yang dapat dilakukan untuk pengendalian nyamuk vektor
adalah dengan cara pengelolaan lingkungan sehingga lingkungan
menjadi tidak kondusif sebagai habitat perkembangbiakan nyamuk
Aedes aegypti, seperti mengubur kaleng-kaleng bekas, menguras dan menutup penampungan air (Panghiyanganiet al, 2012).
b. Pengendalian Secara Fisik
Pengendalian secara fisik adalah pengendalian untuk menghilangkan
perindukan vektor (Anggraeni, 2010). Beberapa diantaranya yaitu :
1. Pakaian pelindung, dengan menggunakan pakaian yang cukup
tebal atau longgar, yang dapat melindungi tangan dan kaki agar
terhindar dari gigitan nyamuk.
2. Perlindungan diri dengan menggunakan raket listrik untuk
perlindungan diri dari nyamuk. Bahan penolak serangga yang
alami banyak juga digunakan untuk perlindungan diri seperti
23
3. Kelambu dan gorden yang banyak digunakan masyarakat untuk
menghindari dari gigitan nyamuk.
4. Pemasangan kawat kasa yang dipasang pada ventilasi rumah
dapat menghalangi nyamuk dewasa masuk kedalam rumah
(Anggraeni, 2010).
c. Pengendalian Secara Biologis
Menurut Anggraeni (2010), pengendalian biologis dapat dilakukan
dengan menyebarkan musuh alami seperti parasit dan predator di
daerah terjangkit atau daerah endemis, diantaranya seperti :
1. Berbagai jenis ikan pemakan larva dapat membantu program
pengendalian larva nyamuk vektor, seperti ikan nila merah
(Oreochromis niloticus), nila hitam (Tilapia nikotika), ikan mas
(Cyprinus carpio), dan lain-lain.
2. Pengendalian vektor dengan bakteri Bacillus thuringiensis yang
memproduksi toksin yang terdapat dalam bentuk kristal yang
sangat beracun.
3. Toxorhynchites sp. adalah salah satu dari beberapa jenis nyamuk yang tidak mengisap darah mamalia. Larva nyamuk ini
memangsa larva nyamuk yang berukuran lebih kecil.
24
tersebut keluar dengan jalan menyobek dinding tubuh inang
sehingga menyebabkan kematian inang tersebut.
d. Pengendalian Secara Kimiawi
Pemberantasan secara kimiawi yaitu pengendalian DBD dengan
menggunakan bahan kimia, menurut Depkes RI (2007) dapat
ditempuh dengan beberapa teknik, yaitu:
1. Pengasapan (fogging), yaitu suatu teknik untuk mengurangi
penularan penyakit DBD sampai batas waktu tertentu dengan
menggunakan senyawa kimia malathion dan fenthion.
2. Pemberantasan larva nyamuk dengan larvasida kimiawi yang
diberikan pada tempat perkembangbiakan larva vektor DBD
seperti pada penampungan air, maka larvasida harus efektif pada
dosis rendah, tidak bersifat racun bagi manusia/mamalia, tidak
menyebabkan perubahan rasa, warna dan bau, dan efektivitasnya
lama, seperti temephos (abate).
C. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan pembuatan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan
ataupun hewan yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari
25
Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk simplisia
kering, kemudian dengan peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu.
Kemudian dilakukan perendaman dengan pelarut yang sesuai. Cairan pelarut
dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik bagi senyawa aktif
yang terkandung dalam bahan yang akan di buat ekstraknya, dengan demikian
senyawa tersebut dapat terpisah dari bahan dan dari senyawa kandungan yang
lain. Senyawa aktif akan larut dalam pelarut organik karena adanya
perbedaan konsentrasi antara di dalam dan di luar sel, mengakibatkan difusi
pelarut organik yang mengandung zat aktif keluar sel dan proses ini akan
terus berlangsung hingga terjadi keseimbangan (Depkes RI, 1986).
Flavonoid merupakan salah satu dari beberapa senyawa aktif yang berperan
sebagai larvasida pada daun pepaya, flavonoid dapat larut dengan baik pada
pelarut polar seperti akuades, etanol, dan methanol. Etanol dipertimbangkan
sebagai cairan penyari karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh
dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, etanol dapat bercampur
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan
Januari 2014. Ekstraksi daun pepaya (Carica papaya L.) dilakukan di
Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian diantaranya gelas ukur untuk
mengukur jumlah hasil ekstraksi, bejana kaca untuk tempat pembuatan
ekstrak, labu ukur untuk pengenceran ekstrak, pengaduk untuk
meratakan hasil rendaman, kertas saring untuk memisahkan ekstraksi,
vacuum rotary evaporator yaitu alat yang berfungsi untuk memekatkan hasil ekstraksi, nampan plastik yang berukuran sama sebagai tempat
27
tempat pengamatan, pipet larva berbahan plastik untuk memindahkan
larva, saringan larva, pipet tetes, kertas label, alat tulis, kertas tisu,
counter, dan stopwatch sebagai alat pencatat waktu pengamatan.
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun pepaya
yang dikering-anginkan dan kemudian dihancurkan sebanyak 300 gram,
larva nyamuk Aedes aegypti instar III sebagai larva uji, etanol 96%
sebagai pelarut sebanyak 2,5 L, akuades sebagai pengencer ekstrak
daun pepaya, dan dog food sebagai pakan larva.
C. Rancangan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental
laboratorium dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan dengan
perlakuan tunggal yang menggunakan 6 jenis konsentrasi yaitu 0% sebagai
kontrol; 0,2%; 0,4%; 0,6%; 0,8%; dan 1% yang ditentukan berdasarkan
hasil dari uji pendahuluan, serta dilakukan 4 kali pengulangan.
D. Prosedur Penelitian
28
1. Tahap Persiapan
a. Preparasi Bahan Uji
Telur nyamuk Aedes aegypti yang digunakan dalam penelitian ini
diperoleh dari Loka Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan
Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) Ciamis Jawa Barat.
b. Rearing Larva
Telur kemudian ditetaskan dalam nampan plastik yang berisi air
bersih untuk pemeliharaan larva nyamuk. Telur menetas dalam
waktu 2 hari dan setelah menetas diberi makan berupa dog food.
Dalam waktu kurang lebih 4 hari, larva nyamuk tumbuh mencapai
instar III.
c. Pembuatan Ekstrak Daun Pepaya
Pembuatan ekstrak daun papaya (Carica papaya L.) menggunakan
metode maserasi dan dengan pelarut berupa etanol 96%. Daun
pepaya tua dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dalam
ruangan, dan tidak dengan dijemur dibawah terik matahari karena
dapat menghilangkan senyawa aktif yang terkandung di dalam daun
pepaya. Kemudian daun pepaya kering dihancurkan dengan cara
diblender tanpa menggunakan air. Selanjutnya 300 gram cacahan
daun pepaya kering direndam dalam pelarut etanol 96% sebanyak
29
karena etanol merupakan pelarut yang bersifat polar sehingga
senyawa aktif seperti flavonoid dalam daun pepaya yang juga
bersifat polar dapat larut dengan baik. Rendaman tersebut kemudian
disaring dengan kertas saring untuk mendapatkan ekstrak yang
diinginkan. Ekstrak yang sudah disaring kemudian dipekatkan
dengan dengan alat vacuum rotary evaporator sehingga diperoleh
ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 100% (Depkes RI, 1986).
Hasil ekstraksi kemudian diencerkan dengan akuades sebanyak
enam konsentrasi yaitu 0% sebagai kontrol; 0,2%; 0,4%; 0,6%;
0,8%; dan1% (konsentrasi ditentukan berdasarkan hasil dari uji
pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya).
2. Tahap Penelitian
Ekstrak daun papaya (Carica papaya L.) dengan konsentrasi 0%
sebagaikontrol; 0,2%; 0,4%; 0,6%; 0,8%; dan 1% dimasukkan ke dalam
gelas plastik. Perlakuan menggunakan ekstrak daun papaya (Carica
papaya L.) yang diberikan sebanyak 200 ml pada setiap gelas plastik. Kemudian 20 ekor larva nyamuk Aedes aegypti diletakkan ke dalam
masing-masing gelas plastik yang telah berisi berbagai konsentrasi
ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) dengan menggunakan saringan
larva. Setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali sehingga
30
E. Pengamatan
Menurut WHO (2005), setiap perlakuan diamati pada 11 interval waktu yaitu
pada menit 5, 10, 20, 40, 60, 120, 240, 480,
ke-1440, ke-2880, dan ke-4320 setelah diberi perlakuan dengan menghitung
jumlah larva yang mati disetiap interval waktu pengamatan tersebut. Dan
jumlah larva yang mati di setiap menitnya dikalkulasikan.
F. Analisis Data
Hasil pengamatan yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan ANOVA,
agar dapat mengetahui adanya perbedaan rata-rata kematian larva nyamuk di
setiap perlakuan yang diberikan. Kemudian dilakukan uji lanjut dengan BNT
(Beda Nyata Terkecil) karena ada perbedaan kematian larva nyamuk pada
setiap perlakuan.
Dilakukan uji dengan menggunakan analisis Probit untuk mengetahui nilai
V. KESIMPULAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) dengan konsentrasi 0,6% efektif
sebagai larvasida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti instar III.
2. Nilai LC50 ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) sebagai larvasida
terhadap larva Aedes aegypti instar III adalah 0,9% pada menit ke-1440 ;
0,8% pada menit ke- 2880 dan ke-4320, sedangkan nilai LC90 belum dapat
dicapai dengan konsentrasi ekstrak daun pepaya yang digunakan.
3. Nilai LT50 ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) sebagai larvasida
terhadap larva Aedes aegypti instar III adalah 49,4 jam pada konsentrasi
0,8% dan 37,9 jam pada konsentrasi 1,0%, sedangkan nilai LT90 belum
dapat dicapai dengan konsentrasi ekstrak daun pepaya yang digunakan
48
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti menyarankan agar :
1. Dilakukan penelitian dengan menggunakan bagian-bagian tumbuhan
lainnya dari tanaman pepaya (Carica papaya L.) seperti bunga, batang,
biji dan buah.
2. Dilakukan penelitian dengan menggunakan metode pengekstrakan dan
pelarut yang berbeda untuk mendapatkan senyawa kimia lain yang
berpotensi sebagai larvasida.
3. Dilakukan penelitian dengan menggunakan spesies nyamuk lainnya
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, D. 2010. Mengenal Makhluk yang Bernama “Nyamuk”. http://dhony aditya .wordpress.com/2010/11/26/mengenal-makhluk-yang-bernama-nyamuk/. Diakses tanggal 22 November 2013.Pukul 14.34 WIB.
Alboneh, F. H. 2012. Uji Potensi Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya) Sebagai Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes Sp dengan Metode listrik.(Skripsi). Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang. Ansel, H.C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. UI Press.
Jakarta
Anggraeni, D.S. 2010. Stop Demam Berdarah Dengue. Bogor
Aradilla, A.S. 2009.Uji Efektifitas Larvasida Ekstrak Etanol Daun Mimba (Azadira chtaindica) terhadap Larva Aedes aegypti.(Skripsi). Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.
Ariyati, Tutik. 2013. Efektifitas Ekstrak Kulit Batang Pepaya (Carica papaya L.) sebagai Larvasida Nyamuk Aedes aegypti. Tesis.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember. Jember.
Borror, D.J., Tripelhorn,C.A., Johnson, N.F. 1989. An introduction to the study of insects. Saunders College Publishing. USA.
Chahaya, I. 2003. Pemberantasan Vektor Demam Berdarah di Indonesia. USU digital library.
DadangdanPrijono D. 2008.Insektisida Nabati :Prinsip, Pemanfaatan, dan
Pengembangan. Departemen Proteksi Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Dalimarta, S danHembing, W. 1994.Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia jilid ke-3.PustakaKartini. Jakarta.
49
Depkes RI. 2007.Aedes aegypti Vampir Mini yang Mematikan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Jakarta. Inside (Inspirasidan Ide) Litbangkes P2B2.Vol 2.
Dinata, A. 2009.Mengatasi DBD dengan Kulit Jengkol .www.miqra indonesia .blogspot.com. Diakses tanggal 22 November 2013.Pukul 11.23 WIB.
Dinata.2008.Lawan Alzheimer dengan Flavonoid. http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl /common/banner.aspx?x=cybermed&id=18. Diakses tanggal 21
November2013.Pukul 17.23 WIB.
Djakaria. 2000. Vektor penyakit virus, riketsia, spiroketa dan bakteri. Parasitologi Kedokteran. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 235-237.
Dzulkarnain, B. 1996.Tinjauan Hasil Penelitian Tanaman Obat di Berbagai Institusi. Dit.Jen POM, Dep.Kes RI. Jakarta. hal. 26. Hamijaya, M.Z. dan Asikin, A. 2005. Teknologi ”Indiggenous” dalam
mengendalikan hama padi di Kalimantan Selatan. Dalam Simposium Nasional, Ketahanan dan Keamanan Pangan pada Era Otonomi dan Globalisasi. Bogor.
Haryoto. 1998. Membuat Saus Pepaya. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. JakaElektrik Kanisius. Malang
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. ITB. Bandung.
Hidayatulloh, N. 2013.Efektifitas Pemberian Ekstrak Ethanol 70% Akar
Kecombrang (Etlingeraelatior) terhadap Larva Instar III Aedes aegypti sebagai Biolarvasida Potensial.(Skripsi). Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. Lampung.
Ismatullah, Ahmad. 2014. Uji Efektifitas Larvasida Ekstrak Daun Binahong (Anreder acordifolia (Ten.) Steenis) terhadap Larva Aedes aegypti instar III. (Skripsi). Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Lampung. Krishna, K.L., Paridhavi, M., Patel, J.A. 2008.Review on Nutrional, Medicinal,
and Pharmacological Properties of Papaya (Carica papaya L.). Natural Product Radiance Vol7(4), p.364-73.
Linda. 2009. Carica papaya.http://herselfshoustongarden.com/2009/08/papaya-tree-carica-papaya.html/papaya-tree.Diaksestanggal 22 November 2013.Pukul 13.09 WIB.
Listiawati, Y. 2010. Uji Efek Antipiretik Ekstrak Etanol Daun Legundi (Vitex trifolia Linn) pada Kelinci yang Diinduksi Vaksin Dpt-Hb.
50
Lianawati H. 2008. Uji Efikasi Daun Pare (Momordica charantia Linnaeus) TerhadapKematian Larva Nyamuk Aedes aegypti Linnaeus. FKM UNDIP. Semarang.
Muhaeni,Dina. 2007.Pengendalian Larva Anopheles aconitus Sebagai Vektor Malaria Dengan Air Rendaman Gadung.(Skripsi). Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Mulyana. 2002. Ekstraksi senyawa Aktif Alkaloid, Kuinon, Saponin dari Tumbuhan Kecubung sebagai Larvasida dan Insektisida terhadap Nyamuk Aedes aegypti. (Skripsi). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nani S. dan Dian S. 1996.Tinjauan Hasil Penelitian Tanaman Obat di Berbagai Institut III. Jakarta.
Nopitasari.2013. Uji Aktifitas Ekstrak n-Heksana Biji Langsat (Lansium
domesticum Cor.) sebagai Larvasida Aedes aegypti. (Skripsi). Fakultas Kedokteran. Universitas Tanjungpura. Pontianak.
Nurhasanah,S.2001.Efek Mematikan Ekstrak Biji Sirsak (Annona muricata)
Terhadap Larva Aedes aegypti. Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Nurmaini. 2003. Identifikasi, Vektor Dan Binatang Pengganggu Serta
Pengendalian Anopheles Aconictus Secara Sederhana. USU. Medan Nuryadin, A. 2010.Makalah Demam Berdarah Dengue
.http://www.adinnagrak.blogspot.com/2013/11/makalah-demam-berdarah-dengue-latar.html.Diaksestanggal 19 November 2013.Pukul 20.34 WIB
Panghiyangani R., Marlinae L., Yuliana, Fauzi R., Noor D., danAnggriyani W.P., 2012. Potential of Turmeric Rhizome Essential Oils Against
Aedes aegypti Larvae. Universa Medicina. Vol 31, no. 1 Priyono.2007. Enzim Papain dari Pepaya (Carica papaya).
http://priyonoscience.blogspot.com/2009/07enzim-papainpepaya. html, diaksestanggal 20 November 2013. Pukul 21.09 WIB
Raharjo, B. 2006.Uji kerentanan Aedes aegypti dari Surabaya, Palembang serta Beberapa wilayah di Bandung terhadap Temephos. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Ridad A., Ochadian H., Natadisastra D. 1999. Bunga Rampai Entomologi Medik. Edisi ke 2.Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas
51
Riyanti, H. 2005. Toksikologi Limbah Cair Kelapa Sawit terhadap Ikan Nila (Aeromonas Sp). (Skripsi). FKIP Universitas Riau.Pekanbaru.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB Press. Bandung.
Soedarto, D.T.M.H. 1992. Atlas Entomologi Kedokteran. EGC. Surabaya
Subiyakto. 2005. Pestisida Nabati: Pembuatan dan Pemanfaatannya. Penerbit Kanisius. Cetakan I. ISBN 979-21-1004-6.58 hlm.
Utomo M., Amaliah S., Suryati F.A. 2010. Daya Bunuh Bahan Nabati Serbuk Biji Papaya terhadap Kematian Larva Aedes aegypti Isolat
Laboratorium B2P2VRP Salatiga. Salatiga.p152-158. Warisno. 2003. Budidaya Pepaya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Wardani, R.S., Mifbakhudin, Kiky Y. 2010. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Tembelekan (Lantana camara) terhadap Kematian Larva Aedes aegypti. Universitas Muhammadiyah Semarang.Vol 6, no.2.
Wicaksana W, P. 2012. Uji Potensi Air Perasan Buah Pepaya (Carica
papaya L.) Sebagai Insektisida Pada Nyamuk Culex sp. Dengan Metode Elektrik. (Skripsi). Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang Wijana dan Ngurah.1982. Beberapa Karakter Aedes aegypti Sebagai Vektor
Demam Berdarah Dengue. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Bali
Womack, M., 1993.The yellow fever mosquito, Aedesaegypti. Wing Beats. Vol5(4):4
World Health Organization. 1999. Regional Office for South-East Asia, New Delhi. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Hemmorhagic Fever in Small Hospitals.
Wulandari, Sri. Arnentis. Sri R. 2012. Potensi Getah Buah Pepaya (Carica papaya L) terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Aedes albopictus.Universitas Riau. Pekanbaru.Vol9 , no.1. p66-76.