• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK LARVASIDA EKSTRAK DAUN LIDAH BUAYA (Aloe vera) TERHADAP LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III LARVACIDE EFFECTS OF LEAF EXTRACT ALOE VERA (ALOE VERA) AGAINST THIRD INSTAR LARVA OF AEDES AEGYPTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEK LARVASIDA EKSTRAK DAUN LIDAH BUAYA (Aloe vera) TERHADAP LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III LARVACIDE EFFECTS OF LEAF EXTRACT ALOE VERA (ALOE VERA) AGAINST THIRD INSTAR LARVA OF AEDES AEGYPTI"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

LARVACIDE EFFECTS OF LEAF EXTRACT ALOE VERA (ALOE VERA) AGAINST THIRD INSTAR LARVA OF AEDES AEGYPTI

By

Shella Arivia

Cases of dengue fever in Indonesia has increased every year. Dengue is an infectious disease caused by dengue virus and transmitted by Aedes aegypti. Dengue prevention is done by controlling the chemical environment and if done continuously can cause resistance. This danger can be minimized by using natural larvacide the leaf Aloe vera (Aloe vera).

This study to determine the effectiveness of the LC50 and LT50 leaf extract Aloe vera (Aloe vera). The study design used was experimental, using completely randomized design. Treatment trials were divided into 6 groups, namely 0% (negative control), 0.25%, 0.5%, 0.75%, 1%, and abate 1% (positive control). Research using samples of 480 larvae and divided into 20 larvae for each group in a 200ml solution with varying concentrations, and performed 4 times repetition. Test used was one-way ANOVA (p <0.05) and Post-hoc Bonferroni (p <0.05) as well as probit test to calculate LC50 and LT50.

From the results, average number of larvae that died of 31.25% at a concentration of 0.25%, 41.25% at a concentration of 0.5%, 80% at a concentration of 0.75% and 98.75% at a concentration 1%. Based on these results the most effective concentration of the concentration of 1%. LC50 value was 2.041% in the 20th minute; 1.900% in the 40th minute; 1.685% in the 60th minute; 1.135% at minute 120; 0.720% at minute 240; 0.400% at minute 480 ; 0.245% in minute-1440, and 0.131% at minute 2880. LT50 value was 730.421 minutes at a concentration of 0.75% and 178.647 at a concentration of 1%.

(2)

ABSTRAK

EFEK LARVASIDA EKSTRAK DAUN LIDAH BUAYA (Aloe vera) TERHADAP LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

O l e h

Shella Arivia

Kasus penyakit DBD di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. DBD adalah penyakit menular yang disebabkan virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Pencegahan DBD dilakukan dengan pengendalian lingkungan dan kimiawi yang jika dilakukan terus-menerus dapat menyebabkan resisten. Bahaya ini dapat diminimalisir dengan menggunakan larvasida alami yaitu daun Lidah buaya (Aloe vera).

Penelitian ini bertujuan mengetahui efektifitas Lc50 dan Lt50 ekstrak daun Lidah buaya (Aloe vera). Desain penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan menggunakan rancangan acak lengkap. Perlakuan dibagi menjadi 6 kelompok uji yaitu 0% (kontrol negatif), 0,25%, 0,5%, 0,75%, 1%, dan abate 1% (kontrol positif). Penelitian menggunakan sampel 480 larva dan dibagi menjadi 20 larva untuk masing-masing kelompok dalam 200ml larutan dengan berbagai konsentrasi, dan dilakukan 4 kali pengulangan. Uji yang digunakan adalah one-way anova (p<0,05) dan Post-hoc Bonferroni (p<0,05) serta uji probit untuk menghitung LC50 dan LT50.

Dari hasil penelitian didapatkan rata-rata jumlah larva yang mati sebesar 31,25% pada konsentrasi 0,25%; 41,25% pada konsentrasi 0,5%; 80% pada konsentrasi 0,75%; dan 98,75% pada konsentrasi 1%. Berdasarkan hasil tersebut konsentrasi yang paling efektif yaitu konsentrasi 1%. Nilai LC50 adalah 2,041% di menit ke-20; 1,900% di menit ke-40; 1,685% di menit ke-60; 1,135% di menit 120; 0,720% di menit 240; 0,400% di menit 480; 0,245% di menit ke-1440; dan 0,131% di menit ke-2880. Nilai LT50 adalah 730,421 menit pada konsentrasi 0,75% dan 178,647 pada konsentrasi 1%.

(3)

EFEK LARVASIDA EKSTRAK DAUN LIDAH BUAYA (Aloe vera) TERHADAP LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

Oleh

SHELLA ARIVIA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

EFEK LARVASIDA EKSTRAK DAUN LIDAH BUAYA (

Aloe vera

)

TERHADAP LARVA NYAMUK

Aedes aegypti

INSTAR III

Skripsi

Oleh Shella Arivia

0918011078

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

viii DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori ……… 8

2. Kerangka Konsep ………. 9

3. Morfologi Aedes aegypti ………. 11

4. Telur Aedes aegypti ………. 12

5. Larva Aedes aegypti ……… 13

6. Pupa Aedes aegypti ………. 14

7. Nyamuk dewasa jantan dan betina Aedes aegypti ……….. 15

8. Tempat Perindukan Aedes aegypti ……….. 16

9. Lidah Buaya (Aloe vera) ………. 22

10.Diagram Alir ………. . 36

11.Grafik Nilai LC50 dari menit ke-120 sampai menit ke-4320 ………... 41

(6)

v

C. Tujuan Penelitian... 6

1. Tujuan Umum……….. . 6

2. Tujuan Khusus……….. .... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

E. Kerangka Penelitian ... 8

1. Kerangka Teori……… . 8

2. Kerangka Konsep……… . 9

F. Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Aedes aegypti... 10

1. Klasifikasi ... 10

2. Morfologi ... 11

3. Bionomik Aedes aegypti ... 15

4. Pengendalian Terhadap Nyamuk Aedes aegypti…….... 17

5. Insektisida... 17

B. Demam Berdarah Dengue... 19

C. Lidah buaya (Aloe vera)………...21

1. Klasifikasi ...21

2. Morfologi ...21

3. Manfaat ... 22

4. Kandungan kimia Lidah buaya ... 23

D. Ekstraksi... 24

(7)

vi

A. Rancangan Penelitian ... 27

B. Waktu dan Tempat ... 27

C. Alat dan bahan penelitian ... 27

D. Populasi dan sampel ... 29

E. Prosedur penelitian ... 31

F. Identifikasi variabel dan definisi operasional variabel ... 34

G. Diagram Alir ... 36

H. Pengolahan dan Analisis Data ... 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… ... 38

A. Hasil ……….… 38

1. Uji Efektivitas……… ... 38

2. Lethal Concentration 50 Lc50……… ... 40

3. Lethal Time 50 Lt50………. .. 41

B. Pembahasan ……….. .... 43

1. Uji Efektivitas………. .. 42

2. Lethal Concentration 50 Lc50……….. . 45

3. Lethal Time 50 Lt50………. .. 46

V. SIMPULAN DAN SARAN ………... 47

A. Simpulan ………... 47

B. Saran……….. 48

(8)

vii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Besar sampel ………...…… 30

2. Penentuan dosis ………...………. 33 3. Definisi operasional ……… 35 4. Persentase rata-rata kematian larva Aedes aegypti

pada berbagai konsentrasi ekstrak Lidah buaya ( Aloe vera)

dalam waktu 4320 menit (3X24 jam)……… 38 5. Uji statistik perbandingan antar kelompok

(analisis Post-hoc Bonferroni)……….. 39 6. Persentase rata-rata nilai LC50 ekstrak daun Lidah buaya

(Aloe vera) pada berbagai waktu

pengamatan……….………. 40

7. Nilai LT50 ekstrak daun Lidah buaya (Aloe vera) pada berbagai

(9)

viii DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka teori ………...……… 8

2. Kerangka konsep ……….. 9

3. Morfologi Aedes aegypti ………...… 11

4. Telur Aedes aegypti …….………..… 12

5. Larva Aedes aegypti ………..……… 13

6. Pupa Aedes aegypti ………..………. 14

7. Nyamuk dewasa jantan dan betina Aedes aaegypti ……….. 15

8. Tempat perindukan Aedes aegypti ……… 16

9. Lidah buaya (Aloe vera) ……….... 22

10.Diagram alir ……….………. 36

11.Grafik nilai LC50 dari menit ke-120 sampai menit ke-4320………. 41

(10)

Judul Skripsi : EFEK LARVASIDA EKSTRAK DAUN LIDAH BUAYA (Aloe vera) TERHADAP LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

Nama Mahasiswa : Shella Arivia

Nomor Pokok Mahasiswa : 0918011078

Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

dr.Betta Kurniawan, M.kes dr.Reni Zuraida, M.si NIP 19781009 200501 1 001 19790124 200501 2 015

2. Dekan Fakultas Kedokteran

(11)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : dr. Betta Kurniawan, M.kes

Sekretaris : dr. Reni Zuraida, Msi

Penguji

Bukan Pembimbing : Prof. Dr. dr. Efrida W, M.kes, Sp.MK

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M.Biomed NIP 19570424 198703 1 001

(12)

Kupersembahkan Hadiah

Kecil Ini Untuk

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi, Lampung Utara pada tanggal 31 Oktober 1991, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari Bapak Antun Rahmadi, Mph dan Ibu Maryatini, S.pd.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) R.A Tunas Harapan Kotabumi diselesaikan tahun 1997, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 4 Tanjung Aman, Kotabumi pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1 Kotabumi pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 3 Kotabumi pada tahun 2009.

(14)

ii SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan Judul “Efek Larvasida Ekstrak Daun Lidah Buaya (Aloe vera)

Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti Instar III ” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Sutyarso, M. Biomed, selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung;

2. dr. Betta Kurniawan, M.kes, selaku pembimbing I atas ketersediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik yang membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini;

3. dr. Reni Zuraida, Msi, selaku pembimbing II atas ketersediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik yang membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Prof. Dr. dr. Efrida Warganegara, M.kes, Sp.Mk, selaku Penguji Utama pada ujian skripsi. Terima kasih untuk bimbingan, saran, dan kritik yang

(15)

iii 5. dr. Muhartono, M.kes, Sp. PA dan dr. Rizki Hanriko selaku pembimbing

Akademik;

6. Seluruh Dosen, Karyawan dan Pegawai FK Unila yang mendukung penyelesaian skripsi ini;

7. Bapak Antun Rahmadi, M.Ph dan Ibu Maryatini, S.Pd, terima kasih untuk doa, kepercayaan, dan dukungan yang telah diberikan baik material maupun moril;

8. Saudariku Rafika Putri untuk dukungan yang diberikan;

9. Teman, sahabat, dan teman berkelahi Rahmat Prayogi terima kasih atas dukungannya dan sama-sama semangat sampai akhir.

10. Sahabat-sahabatku Eka cania, Aqsha Ramadhanisa, Rahmatika Lestari, Raissa Mahmudah dan Rahma Putri Kinasih, terimakasih atas dukungan dan kebersamaannya selama ini;

11. Teman-teman setim penelitian Parasitologi, Rahmatika Lestari dan Sri Puji Hartini, terima kasih atas kerja sama dan bantuannya dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini;

12. Teman-teman tim penelitian Mikrobiologi, Rosdiana, Hema Anggika, Nirmala Astri Prayogi, Fatrianda Cynintia, Erin Imaniar, dan Tri agung, terima kasih atas kerja sama dan bantuannya dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini;

(16)

iv 14. Teman-teman KKN Tematik Unila Kabupaten Waykanan, kecamatan Banjit, desa Simpang Asam, Fathia, Gana, Galang, Lidya, Imam, santy, Ardi, Tina, terimakasih atas dukungan dan kerja samanya selama ini.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, April 2013 Penulis

(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina Aedes aegypti. DBD ditunjukkan empat manifestasi klinis yang utama yaitu demam tinggi, manifestasi perdarahan, sering dengan hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi darah (Roose, 2008).

Di Indonesia, penyakit DBD pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1986. Sejak saat itu penyakit ini menyebar ke berbagai provinsi di Indonesia hingga akhirnya pada tahun 1980 seluruh provinsi di Indonesia telah

terjangkit penyakit DBD (Depkes RI, 2007).

(18)

2

Kejadian DBD pada tahun 2011 di Provinsi Lampung berjumlah 1.494 dengan jumlah kematian 24 orang (Depkes RI, 2012). Menurut Depkes RI (2011) angka kematian akibat DBD di beberapa wilayah di Indonesia masih cukup tinggi di atas target nasional 1%, antara lain Provinsi Gorontalo (8,33%), Riau (5,80%), Sulawesi Utara (4,11%), Bengkulu (3,51%), Lampung (3,51%), Nusa Tenggara Timur (2,45%), Jambi (2,04%), Jawa Timur (1,21%), Sumatera Utara (1,21%) dan Sulawesi Tenggara (1,09%).

Upaya untuk mengurangi angka kejadian DBD yang terpenting adalah dengan pencegahan. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan pengendalian lingkungan dan kimiawi. Pengendalian lingkungan yang dapat dilakukan berupa menutup tempat penampungan air bersih, membuang dan mengubur barang bekas yang dapat menjadi tempat tergenangnya air. Sementara itu pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan cara penyemprotan menggunakan insektisida sintetik sebagai racun serangga, obat nyamuk semprot, obat nyamuk bakar, dan obat nyamuk oles. Pengendalian secara kimiawi ini dapat mengurangi vektor penyebab DBD yaitu Aedes aegypti secara efektif (Fauzan, 2007). Menurut Depkes RI 2010, pengendalian vektor DBD dengan membunuh nyamuk saja tidak cukup jika jentik-jentik nyamuk tetap dibiarkan hidup. Karena itu upaya yang paling tepat untuk mencegah DBD adalah dengan membasmi jentik-jentiknya. Upaya yang dapat dilakukan berupa menguras tempat penampungan air seminggu sekali,

(19)

3

hari, mengubur barang bekas yang dapat menampung air hujan, dan untuk tempat-tempat yang tidak mungkin dikuras ditaburi bubuk abate.

Pengendalian nyamuk sebagai vektor umumnya dilakukan dengan

menggunakan insektisida sintetik. Hal ini dikarenakan insektisida sintetik dianggap efektif, praktis, manjur dan dari segi ekonomi lebih

menguntungkan. Penggunaan insektisida sintetik secara terus menerus akan menyebabkan pencemaran lingkungan, kematian berbagai makhluk hidup lain, dan dapat menyebabkan hama dan larva menjadi resisten, bahkan dapat menyebabkan mutasi gen pada spesiesnya. Insektisida sintetik bersifat bioaktif, mengandung bahan kimia yang sulit didegradasi di alam sehingga residunya dapat mencemari lingkungan bahkan menurunkan kualitas lingkungan (Elena, 2006).

Berbagai jenis tumbuhan berfungsi sebagai sumber hayati yang penting bagi manusia, diantaranya dapat dimanfaatkan sebagai insektisida. Berbagai jenis tumbuhan telah diketahui mengandung senyawa seperti flavonoid,

fenilpropan, terpenoid, alkaloid, asetogenin, saponin dan tanin yang bersifat sebagai larvasida atau insektisida (Dalimartha, 2006).

Daun lidah buaya (Aloe vera) merupakan salah satu tumbuhan yang

(20)

4

merupakan senyawa yang berasa pahit, menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir. Flavonoid merupakan senyawa pertahanan tumbuhan yang dapat bersifat menghambat enzim saluran

pencernaan serangga dan juga bersifat toksis. Tanin ini terdapat pada berbagai tumbuhan berkayu dan herba, berperan sebagai pertahanan tumbuhan dengan cara menghalangi serangga dalam mencerna makanan. Serangga yang memakan tumbuhan dengan kandungan tanin tinggi akan memperoleh sedikit makanan, akibatnya akan terjadi penurunan pertumbuhan (Dinata, 2008).

(21)

5

B. Rumusan Masalah

Masih tinginya angka kejadian DBD di Indonesia menjadikan pencegahan baik berupa pencegahan lingkungan dan pencegahan kimiawi semakin giat dilakukan dalam upaya menurunkan angka kejadian DBD. Pencegahan tidak hanya dilakukan pada nyamuk dewasa tetapi juga pada jentik atau larva (Depkes RI, 2010). Penggunaan insektisida sintetik masih dianggap efektif, praktis, manjur dan ekonomis. Namun, penggunaan insektisida sintetik yang berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, kematian

berbagai makhluk hidup lain, dan dapat menyebabkan hama dan larva

menjadi resisten (Elena, 2006). Oleh karena itu dibutuhkan insektisida alami yang memiliki khasiat yang tidak kalah dibandingkan insektisida sintetik namun tidak menyebabkan kerusakan lingkungan.

Salah satu cara memutus perkembang-biakan larva Aedes aegypti adalah dengan menggunakan insektisida alami, salah satu tanaman yang dapat digunakan adalah daun Lidah buaya (Aloe vera). Kandungan yang terdapat dalam daun Lidah buaya (Aloe vera) adalah saponin, flavonoid dan tannin yang diduga memiliki efektivitas sebagai larvasida.

(22)

6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak daun Lidah buaya (Aloe vera) sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui konsentrasi yang paling efektif dari ekstrak daun Lidah buaya (Aloe vera) sebagai larvasida terhadap larva instar III Aedes aegypti.

2. Mengetahui Lethal Concentration50 (LC50) dari ekstrak daun Lidah buaya (Aloe vera) sebagai larvasida terhadap larva instar III Aedes aegypti.

3. Mengetahui Lethal Time50 (LT50) dari ekstrak daun Lidah buaya (Aloe vera) sebagai larvasida terhadap larva instar III Aedes aegypti.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang dilakukan adalah: 1. Manfaat Keilmuan

(23)

7

2. Manfaat Praktis a. Peneliti

Dapat menambah dan meningkatkan pengetahuan peneliti tentang efek ekstrak daun lidah buaya (Aloe vera ) sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III.

b. Institusi Pendidikan

(24)

8

E. Kerangka Penelitian

1. Kerangka Teori

Kerangka teori penelitian ini adalah :

Gambar 1. Kerangka Teori Lidah Buaya (Aloe vera)

Saponin Flavonoid

Larva Aedes aegypti mati

(25)

9

2. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini adalah :

Gambar 2. Kerangka Konsep

F. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ekstrak daun Lidah buaya (Aloe vera)

memiliki efek sebagai larvasida terhadap larva instar III nyamuk Aedes aegypti.

Ekstrak daun Lidah buaya dalam berbagai

konsentrasi

Efek larvasida ekstrak daun Lidah buaya (Aloe vera )

Jumlah kematian larva

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Aedes aegypti

1. Klasifikasi

Urutan klasifikasi dari nyamuk Aedes aegypti menurut Djakaria (2006) adalah sebagai berikut:

(27)

11

2. Morfologi

Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badannya terutama pada kakinya. Morfologi yang khas adalah gambaran lira (lyre-form) yang putih pada punggungnya. Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna: telur- larva – pupa – dewasa (Hoedojo, 2006).

Gambar 3. Morfologi Aedes aegypti (Sumber : Anonim, 2012)

a. Telur

(28)

12

Pada umumnya, nyamuk Aedes akan meletakkan telurnya pada suhu sekitar 200 C sampai 300 C. Pada suhu 300 C telur akan menetas setelah 1 sampai 3 hari dan pada suhu 160 C akan menetas dalam waktu 7 hari. Telur nyamuk Aedes aegypti sangat tahan terhadap kekeringan sehingga telur tersebut dapat bertahan selama beberapa hari sampai bulan

(Sudarmaja dan Mardihusodo, 2009).

Gambar 4. Telur Aedes aegypti (sumber : Anonim, 2012)

b. Larva

Larva mengalami empat tahap perkembangan, yaitu instar I, instar II, instar III dan instar IV. Waktu yang dibutuhkan sejak telur menetas hingga dewasa adalah 7 hari dalam kondisi optimal sedangkan pada suhu rendah dibutuhkan waktu beberapa minggu (Cahyati dan Suharyono, 2006).

(29)

13

1. Larva instar I; berukuran 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong pernapasan pada siphon belum jelas.

2. Larva instar II; berukuran 2,5-3,5 mm, duri-duri dada belum jelas, corong kepala mulai menghitam.

3. Larva instar III; berukuran 4-5 mm, duri-duri dada mulai jelas dan corong pernapasan berwarna coklat kehitaman.

4. Larva instar IV; berukuran 5-6 mm dengan warna kepala gelap.

Larva tidak menyukai genangan air yang bersentuhan langsung dengan tanah. Di tempat perindukan alamiah seperti kelopak daun tanaman, tempurung kelapa, dan lubang pohon seringkali ditemukan larva Ae.albopictus yang hidup bersama larva Ae.aegypti (Hoedojo, 2006).

Gambar 5. Larva Aedes aegypti (sumber : anonim 2012)

c. Pupa

(30)

14

terompet yang panjang dan kecil yang terletak di kepala pupa. Pupa berbentuk agak pendek, tidak makan tetapi aktif bergerak dalam air terutama bila terganggu. Pupa akan bergerak naik turun dari bagian dasar ke permukaan air. Dalam waktu 2 atau 3 hari perkembangan pupa sudah sempurna, maka kulit pupa pecah dan nyamuk dewasa akan segera keluar dan terbang (Sembel, 2009).

Gambar 6. Pupa Aedes aegypti (sumber : Anonim, 2012

d. Nyamuk dewasa

Morfologi yang khas dari nyamuk Aedes aegypti adalah terdapatnya

(31)

15

tunggal, sedangkan probosis nyamuk jantan berjumlah ganda (Djakaria S, 2006)

Gambar 7. Nyamuk Ae.aegypti dewasa jantan (kiri) betina (kanan) (sumber : Anonim, 2012)

3. Bionomik nyamuk Aedes aegypti

Menurut Hiswani (2004) bionomik nyamuk mencakup pengertian tentang prilaku, perkembangbiakan, umur, populasi, fluktuasi musiman, serta faktor-faktor lingkungan seperti lingkungan fisik, lingkungan kimiawi, dan

(32)

16

kelopak daun tanaman, tempurung kelapa, tonggak bambu dan lubang pohon yang berisi air hujan (Djakaria S, 2006).

Gambar 8. Tempat perindukan Ae.aegypti (Sumber : Anonim, 2012)

(33)

17

4. Pengendalian nyamuk Aedes aegypti

Menurut Djakaria (2006) pengendalian terhadap nyamuk Ae.aegypti dapat dilakukan dengan berbagai cara:

a. Perlindungan perorangan untuk mencegah terjadinya gigitan

Ae.aegypti yaitu dengan memasang kawat kasa di lubang-lubang angin di atas jendala atau pintu, tidur siang dengan kelambu, penyemprotan dinding rumah dengan insektisida dan penggunaan repellent pada saat berkebun.

b. Mengubur benda-benda di pekarangan atau di kebun yang dapat menampung air hujan seperti kaleng, botol dan ban mobil yang menjadi tempat perindukan Ae.aegypti.

c. Mengganti air atau membersihkan tempat-tempat air secara teratur seminggu sekali.

d. Pemberian temefos ke dalam tempat penampungan air (abatisasi). e. Melakukan fogging dengan malathion setidak-tidaknya 2 kali dengan

jarak 10 hari di daerah yang terkena wabah di daerah endemi DBD. f. Pendidikan kesehatan masyarakat melalui ceramah agar rakyat dapat

memelihara kebersihan lingkungan dan turut secara perorangan memusnahkan tempat perindukan Ae.aegypti.

5. Insektisida

(34)

18

serangga, macam bahan kimia, konsentrasi dan jumlah (dosis) insektisida (Hoedojo, R & Zulhasril, 2006).

Menurut Hoedojo dan Zulhasril (2006) berdasarkan cara masuknya ke dalam badan serangga, insektisida dibagi menjadi :

a. Racun kontak

Insektisida masuk melalui eksoskelet ke dalam badan serangga dengan perantaraan tarsus (jari-jari kaki) pada waktu istirahat di permukaan yang mengandung residu insektisida. Pada umumnya dipakai untuk

memberantas serangga yang mempunyai bentuk mulut tusuk isap. b. Racun perut (stomach poisons)

Insektisida masuk ke dalam badan serangga melalui mulut, jadi harus dimakan. Biasanya serangga yang diberantas dengan menggunakan insektisida ini mempunyai bentuk mulut untuk menggigit, lekat isap, kerat isap dan bentuk mengisap.

c. Racun pernapasan (fumigants)

(35)

19

B. Demam Berdarah Dengue

Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Seseorang dapat tertular virus dengue jika digigit nyamuk Aedes aegypti yang mengandung virus dengue (Suhendro, 2006). Infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik, demam dengue, atau yang lebih berat yaitu demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom syok dengue (SSD). Orang yang terinfeksi virus dengue untuk pertama kali, umumnya hanya menderita demam dengue (DD) atau demam yang ringan dengan gejala dan tanda yang tidak spesifik atau bahkan tidak memperlihatkan tanda-tanda sakit sama sekali (asimptomatis). Penderita DD biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu 5 hari pengobatan (Depkes, 2005).

DBD terjadi bilamana pasien mengidap virus dengue sesudah terjadi infeksi sebelumnya oleh tipe virus dengue yang lain. Jadi, imunitas sebelumnya terhadap tipe virus dengue yang lain adalah penting dalam menghasilkan penyakit DBD yang parah. Infeksi oleh salah satu serotipe ini tidak menimbulkan imunitas dengan protektif-silang sehingga seseorang yang tinggal di daerah endemik dapat terinfeksi oleh demam dengue selama hidupnya (Sembel, 2009).

(36)

20

1. Kriteria klinis

a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari

b. Terdapat manifestasi perdarahan, sekurang-kurangnya uji Tourniquet (Rumple Leede) positif

c. Pembesaran hati d. Syok

2. Kriteria laboratori

a. Trombositopenia (jumlah trombosit ≤ 100.000/μl)

b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit ≥

20%.

Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk ke dalam lambung nyamuk, selanjutnya virus akan

memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah

penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Oleh karena itu, nyamuk Ae. aegypti yang telah mengisap virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue

(37)

21

C. Lidah buaya (Aloe vera)

1. Klasifikasi

Klasifikasi tanaman Lidah buaya menurut Sugati S.S dkk (1991) adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Famili : Liliales

Ordo : Liliaceae Genus : Aloe Spesies : Aloe vera

2. Morfologi Lidah buaya (Aloe vera)

Lidah buaya umumnya ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias atau tanaman obat, lendir digunakan untuk penyubur rambut. Tanaman yang sudah dibudidayakan ini juga ditemukan tumbuh liar di tempat-tempat yang berudara panas (Dalimartha, 2009).

(38)

22

daun pelindung panjang 8-15 mm. Buahnya kotak panjang 14-22 cm, berkatup dan warna hijau keputih-putihan (Dalimartha, 2009).

Gambar 9 : Lidah buaya (sumber : Anonim, 2012)

3. Manfaat Lidah buaya (Aloe vera)

Lidah buaya merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat. Daun lidah buaya dapat digunakan baik secara langsung atau dalam bentuk ekstrak, gel dan eksudat. Eksudat merupakan getah kental berwarna kuning yang keluar dari daun lidah buaya saat dilakukan pemotongan. Gel lidah buaya merupakan bagian berlendir yang diperoleh dengan cara menyayat bagian dalam daun. Gel lidah buaya memiliki berbagai kandungan zat aktif dan enzim yang berguna menyembuhkan berbagai penyakit (Fumawanthi, 2004).

(39)

23

mellitus, sembelit, radang tenggorokan dan mempercepat penyembuhan stomatitis aftosa.

4. Kandungan kimia daun Lidah buaya (Aloe vera)

Daun lidah buaya (Aloe vera) merupakan salah satu tumbuhan yang mengandung saponin, flavonoida, disamping itu daunnya juga mengandung tanin. Saponin dapat menghambat kerja enzim yang berakibat penurunan kerja alat pencernaan dan penggunaan protein bagi serangga. Saponin merupakan senyawa yang berasa pahit, menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir.

Flavonoid merupakan senyawa pertahanan tumbuhan yang dapat bersifat menghambat saluran pencernaan serangga dan juga bersifat toksis (Dinata, 2008).

Flavonoida merupakan salah satu jenis golongan fenol alam terbesar dan banyak ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru. Flavonoida bila masuk mulut serangga bisa menimbulkan kelayuan pada saraf dan kerusakan pada spirakel akibatnya serangga tidak bisa bernafas dan akhirnya mati (Lenny, 2006). Menurut Prajitno (2007) flavonoida sebagai anti bakteri

menghambat pertumbuhan dan metabolisme dengan cara merusak membran dan mendenaturasi protein sel.

(40)

24

mencerna makanan. Serangga yang memakan tumbuhan dengan

kandungan tanin tinggi akan memperoleh sedikit makanan, akibatnya akan terjadi penurunan pertumbuhan (Dinata, 2008).

5. Ekstraksi

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan, dan beberapa jenis ikan biota laut. Zat-zat aktif terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan pelarut tertentu untuk mengekstraknya (Dirjen POM, 1986).

Menurut Dirjen POM (1986) ada beberapa jenis ekstraksi senyawa organik bahan alam yang umum digunakan, antara lain:

a. Ekstraksi secara panas 1. Ekstraksi secara refluks

Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi secara berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam simplisia tersebut, demeikian seterusnya. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali diekstraksi selama 4 jam.

(41)

25

Penyulingan dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk simplisia yang mengandung komponen kimia yang memiliki titik didih yang tinggi dengan tekanan yang normal, yang pada

pemanasan biasanya terjadi kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, maka penyari dilakukan dengan penyulingan.

b. Ekstraksi secara dingin

1. Ekstraksi secara soxhletasi

Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi secara

berkesinambungan. Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih. Uap penyari akan naik melalui pipa samping, kemudian

diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Cairan penyari turun untuk menyari zat aktif dalam simplisia. Selanjutnya bila cairan penyari mencapai sifon, maka seluruh cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses sirkulasi. Demikian seterusnya sampai zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersari seluruhnya yang ditandai jernihnya cairan yang lewat pada tabung sifon. 2. Ekstraksi secara perkolasi

Perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok, menggunakan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari dimasukkan dalam bejana tertutup

(42)

26

Perkolator ditutup dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dengan kecepatan 1 ml permenit, sehingga simplisia tetap

terendam. Filtrat dipindahkan ke dalam bejana, ditutup dan dibiarkan selama 2 hari pada tempat terlindung dari cahaya. 3. Ekstraksi secara maserasi

Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian simplisia dengan derajat yang cocok ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan penyari 75 bagian, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya sambil diaduk sekali-kali setiap hari lalu diperas dan ampasnya dimaserasi kembali dengan cairan penyari. Penyarian diakhiri setelah pelarut tidak berwarna lagi, lalu

(43)

III.METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian efek ekstrak daun lidah buaya (Aloe vera) sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III dilaksanakan pada bulan November 2012. Pembuatan ekstrak daun lidah buaya dilaksanakan di Laboratorium MIPA Kimia Universitas Lampung, dan pelaksanaan uji efektivitas

dilaksanakan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

C. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat

(44)

28

1) Nampan plastik ukuran 30 x 15 cm untuk tempat memelihara larva 2) Kain kasa untuk memisahkan larva dengan air

3) Gelas plastik ukuran + 400 ml untuk tempat meletakkan larva uji 4) Sangkar nyamuk untuk meletakkan gelas tersebut pada waktu

dilakukan uji

b. Alat untuk membuat ekstrak daun lidah buaya

1) Timbangan untuk menimbang daun Lidah buaya (Aloe vera) yang diperlukan

2) Oven untuk mengeringkan daun Lidah buaya (Aloe vera) 3) Blender untuk menghaluskan daun Lidah buaya (Aloe vera) 4) Saringan untuk mengayak daun Lidah buaya (Aloe vera) sehingga

dihasilkan serbuk daun Lidah buaya(Aloe vera) kering

5) Baskom sebagai tempat atau wadah untuk merendam serbuk dengan etanol 96% sebagai pelarut

6) Toples sebagai wadah penyimpan hasil ekstrak daun Lidah buaya (Aloe vera)

c. Alat untuk Uji efektifitas

1) Gelas ukur 250ml untuk mengukur jumlah air yang diperlukan 2) Batang pengaduk untuk mengetahui jumlah larva yang mati 3) Pipet larva untuk mengambil larva

(45)

29

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun lidah buaya sebanyak 4 kg yang dikeringkan menggunakan oven kemudian diblender untuk dijadikan serbuk, etanol 96% sebagai pelarut saat pembuatan stock ekstrak, dan aquadest 100 ml sebagai pengencer stock ekstrak untuk mendapat konsentrasi yang diinginkan. Penelitian ini juga memerlukan pelet kelinci dalam bentuk padat sebagai makanan larva. Pakan berupa pelet kelinci digunakan untuk menghindari terjadinya kekeruhan pada tempat pertumbuhan larva.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva instar III Aedes aegypti. Telur nyamuk ini diperoleh dari Loka Litbang P2B2 Ciamis dalam bentuk kering dengan media kertas saring.

2. Sampel

(46)

30

berukuran cukup besar dan memiliki waktu lebih lama untuk berkembang menjadi nyamuk dewasa (3 hari/4320 menit).

a. Kriteria Inklusi

1) Larva Aedes aegypti instar III 2) Larva begerak aktif

b. Kriteria Eksklusi

1) Larva sudah mati sebelum pengujian c. Besar Sampel

Berdasarkan acuan WHO (2005) untuk penelitian yang menggunakan larva nyamuk dibutuhkan jumlah larva 20-30 ekor untuk tiap kelompok perlakuan dengan pengulangan sebanyak 4-5 kali, maka pada penelitian ini dibutuhkan total larva sebanyak 480 larva dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 1. Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian

Perlakuan Jumlah larva x jumlah

pengulangan

Jumlah total larva yang dipakai dalam penelitian

(47)

31

d. Tahapan Penentuan Larva Instar III adalah sebaga berikut:

1) Memilih larva yang berumur 4-5 hari sejak telur direndam dalam air.

2) Memilih larva berukuran sedang (4-5mm).

3) Melihat duri dada pada larva sudah mulai jelas, larva yang memiliki duri dada sudah sangat jelas dan banyak disingkirkan, karena kemungkinan larva tersebut adalah larva instar IV.

4) Melihat corong pada kepala larva berwarna kecoklatan, larva yang memiliki corong berwarna coklat kehitaman disingkirkan, karena kemungkinan larva tersebut adalah larva instar IV.

E. Prosedur Penelitian

1. Preparasi bahan uji

(48)

32

2. Pembuatan larutan uji

Pembuatan ekstrak daun Lidah buaya (Aloe vera) ini menggunakan daun lidah buaya (Aloe vera) yang didapat dari lingkungan sekitar tempat tinggal peneliti yaitu di daerah Rajabasa. Lidah buaya yang digunakan memiliki ciri tinggi 30-50cm, berdaun tunggal berwarna hijau dan terdapat duri dipinggiran daunnya. Pelarutnya berupa etanol 96%. Sebanyak 4 kg daun lidah buaya (Aloe vera) yang telah dicuci besih menggunakan air kemudian dioven sampai kering. Setelah kering, daun lidah buaya (Aloe vera) dicacah halus atau diblender tanpa menggunakan air. Setelah diblender daun lidah buaya (Aloe vera) ditimbang terlebih dahulu kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Setelah kering potongan daun lidah buaya (Aloe vera) direndam dalam etanol 96% selama 24 jam. Setelah direndam selanjutnya bahan tersebut disaring sehinggga diperoleh hasil akhirnya berupa ekstrak daun Lidah buaya (Aloe vera) dengan konsentrasi 100%.

3. Penentuan Dosis Ekstrak Daun Lidah Buaya (Aloe vera)

Untuk membuat berbagai konsentrasi yang diperlukan dapat digunakan rumus VІ MІ = VЇ MЇ.

Keterangan:

VІ = Volume larutan yang akan diencerkan (ml)

(49)

33

VЇ = Volume larutan (air + ekstrak daun Lidah buaya ) yang diinginkan

(ml)

MЇ = Konsentrasi ekstrak daun Lidah buaya yang akan dibuat (%)

Tabel 2. Jumlah ekstrak daun Lidah buaya yang Dibutuhkan

M V M V = V . M

4. Uji Efektifitas ekstrak daun lidah buaya (Aloe vera)

Larutan uji berupa ekstrak daun Lidah buaya (Aloe vera) dengan

konsentrasi 0% (kontrol negatif), abate 1% (kontrol positif), 1 %, 0,75%, 0,5% dan 0,25% sebagai perlakuan yang ditambahkan ke dalam gelas ukur yang berisi larva Aedes aegypti instar III. Kontrol negatif dalam penelitian ini berupa aquades.

(50)

34

sebanyak 250 ml aquades yang berisi konsentrasi dari larutan ekstrak daun Lidah buaya (Aloe vera) pada tiap ulangan. Pada masing-masing

perlakuan berisi 20 larva Aedes aegypti instar III, berdasarkan WHO Guideline For Laboratory and Field Testing For Larvacide jumlah pengulangan sebanyak 4 kali.

Pengukuran pada kelompok-kelompok sampel dilakukan dalam 24 jam menurut WHO (2005) dan peneliti membagi pencatatan waktu selama perlakuan yaitu dengan interval waktu 5, 10, 20, 40, 60, 120, 240, 480, 1440, 2880, 4320 menit. Pengukuran berakhir pada menit ke 4320 dengan cara menghitung larva yang mati.

5. Menentukan Nilai Lethal Concentration50 (LC50) dan Lethal Time50

(LT50)

Kelompok perlakuan terdiri dari 1 kontrol negatif, 4 konsentrasi daun Lidah buaya (Aloe vera) dan 1 kontrol positif. Tiap kelompok perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali dan diamati pada menit ke-5, 10, 20, 40, 60, 120, 240, 480, 1440, 2880 dan 4320. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah larva yang mati kemudian dicatat dan dihitung hingga diperoleh nilai LC50 dan LT50.

F. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional

1. Identifikasi Variabel

(51)

35

a. Variabel Terikat

Larva Aedes aegypti instar III yang mati. b. Variabel Bebas

Berbagai larutan konsentrasi ekstrak daun Lidah buaya (Aloe vera) dengan lima taraf konsentrasi yaitu 0%, 1%, 0,75%, 0,5% dan 0,25%.

2. Definisi Operasional Variabel

Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian dan agar penelitian tidak menjadi terlalu luas maka dibuat definisi operasional sebagai berikut:

Tabel 3. Definisi Operasional

Variabel Definisi Skala Ukur

Variabel Bebas :

Berbagai konsentrasi ekstrak daun Lidah buaya (Aloe vera)

Variabel Terikat :

Larva Aedes aegypti yang mati

Ekstrak daun Lidah buaya (Aloe vera) dinyatakan dalam persen

(%).Masing-masing konsentrasi dibuat dengan cara pengenceran. Konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini 1%, 0,75%, 0,5%, 0,25% dan kontrol 0% yang kemudian akan dicari dosis subletalnya yaitu LC50 yang akan

dihitung dengan analisis probit.

Larva yang tidak bergerak saat disentuh dengan jarum di daerah siphon atau lehernya. Larva yang hampir mati juga dikategorikan kedalam larva yang mati dimana ciri-ciri larva yang hampir mati adalah larva terebut tidak dapat meraih permukaan air atau tidak bergerak ketika air digerakkan (WHO

guideline, 2005).

Nominal

(52)

36

G. Diagram Alir

Untuk memudahkan peneliti dalam melakukan proses penelitian, maka dibuat diagram alir seperti di bawah ini:

Gambar 10. Diagram Alir Uji Efek ekstrak daun Lidah buaya (Aloe vera) sebagai Larvasida

Ekstrak daun Lidah buaya 100%

Konsentrasi

Tiap kelompok perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali Diamati setiap menit

ke-5, 10, 20, 40, 60, 120, 240, 480, 1440, 2880 dan 4320

Hitung jumlah larva yang mati

(53)

37

H. Pengolahan dan analisis data

1. ANOVA satu arah

Pada penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan antara perlakuan yang diberikan maka digunakan analisis ANOVA satu arah. Digunakan analisis ANOVA satu arah karena data yang dihasilkan merupakan data komparatif numerik tidak berpasangan lebih dari dua kelompok, dengan sebaran data normal dan varians data sama. Pada uji tersebut didapatkan hasil yang signifikan (bermakna) yaitu p value < 0,05 maka dilakukan analisis post-hoc Bonferroni untuk mengetahui kelompok perlakuan yang bermakna.

2. Analisis Probit

(54)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan yaitu : 1. Konsentrasi ekstrak daun Lidah buaya (Aloe vera) yang paling efektif

dalam membunuh larva nyamuk Aedes aegypti instar III adalah konsentrasi 1%.

2. Nilai LC50 dari ekstrak daun Lidah buaya (Aloe vera) sebagai larvasida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti instar III adalah 0,720 di menit 240; 0,400 di menit 480; 0,245 di menit 1440; 0,131 di menit ke-2880.

(55)

48

B. Saran

Dari hasil penelitian peneliti menyarankan agar :

1. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai senyawa-senyawa lainnya yang terkandung dalam daun Lidah buaya (Aloe vera) dan mengenai efek senyawa tersebut yang dapat dijadikan larvasida alami.

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Bangkit, A.P. dkk. 2009. Pemanfaatan Ekstrak Daun Pandan Wangi sebagai Larvasida Alami. Universitas Muhamadiyah Surakarta, Surakarta. Diakses tanggal 11 januari 2013.

http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/2071/2.pdf

Cahyati WH, Suharyo. 2006. Dinamika Aedes aegypti sebagai vektor penyakit. Kemas 2: 38-48.

Dalimartha, S. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 5. Pustaka Bunda. Jakarta. 160 hlm.

Dalimartha, S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 1. Jakarta : Trubus

Agriwidya.

Depkes RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan DBD di Indonesia. Jakarta:

depkes RI.

Depkes RI. 2007. INSIDE (Inspirasi dan Ide) Litbangkes P2B2 vol II : Aedes aegypti Vampir Mini yang Mematikan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Jakarta.

Depkes RI. 2010. Sudahkah Anda Mencegah Demam Berdarah?. Jakarta: Depkes RI. Diakses tanggal 11 Oktober 2012. www.depkes.go.id/downloads/DBD.PDF

Depkes RI, 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Depkes RI. Diakses tanggal 28 Oktober 2012.

(57)

Dinata, Arda. 2008. Ekstra Kulit Jengkol Atasi Jentik DBD. Diakses: 11 Oktober 2012.

http://artikel.prianganonline.com/index.php?act=artikel&aksi=lihat&id=274.

Ditjen PP dan PL. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Depkes RI. Jakarta. 120 hlm.

Ditjen POM. 1986.Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Djakaria, S. 2006. Vektor Penyakit Virus, Riketsia, Spiroketa dan Bakteri. Dalam: Srisasi Gandahusada, Herry D. Ilahude, Wita Pribadi. Parasitologi Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Djakaria, S. 2006. Pendahuluan Entomologi. Dalam: Srisasi Gandahusada, Herry D. Ilahude, Wita Pribadi. Parasitologi Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Elena. 2006. Pengaruh Ekstrak Daun Eupatorium riparium Terhadap Mortalitas dan Perkembangan Larva Nyamuk Aedes aegypti. Semarang: Jurusan Biologi Fakultas MIPA UNDIP, Semarang.

Fauzan, F. 2007. Semua Obat Anti Nyamuk Berbahaya. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI). Jakarta.

Fumawanthi, I. 2004. Khasiat & Manfaat Lidah Buaya Si Tanaman Ajaib. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Hiswani, 2004. Gambaran Penyakit dan Vektor Malaria di Indonesia. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 10 hlm. Diakses tanggal 7 Oktober 2012.

http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3760/.../fkm-hiswani11.pdf

(58)

Hoedojo, R. dan Zulhasril. 2004. Insektisida dan Resistensi. Parasitologi Kedokteran Edisi Ke-3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 343 hlm.

J. Rio Purbaya. 2003; Mengenal dan Memanfaatkan Khasiat Aloe Vera(Lidah Buaya). Bandung: Pionir Jaya.

Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida dan Alkaloida. Karya Ilmiah. Medan: Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatra Utara.

Prajitno, A. 2007. Uji Sensitifitas Flavonoid Rumput Laut (Eucheuma Cottoni) Sebagai Bioaktif Alami Terhadap Bakteri Vibrio Harveyi. Universitas Brawijaya. Vol 15. No 2, hal : 71. Diakses tanggal 30 September 2012. http://ejurnal.umm.ac.id/index.php/protein/article/viewFile/172/185umm_scie ntific_journal.doc

Roose, A. 2008. Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan Dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008. Medan: Program Studi Administrasi dan Kesehatan/ Epidemiologi Sekolah Pascasarjana USU. 108 hlm.

Sembel, D.T. 2009. Entomologi Kedokteran. ANDI : Yogyakarta

Soegijanto, S. 2006. Demam Berdarah Dengue edisi kedua. Airlangga University Press. Surabaya.

Sparg, S. 2004. Biological activities and distribution of plant saponin. Jurnal Ethopharmacol. ISSN 219-243. Diakses tanggal 2 maret 2013.

Sudarmaja IM, Mardihusodo SJ. 2009. Pemilihan tempat bertelur nyamuk Aedes aegypti pada air limbah rumah tangga di laboratorium. Vet 10 ( 4): 205-207.

(59)

Suhendro. 2006. Demam Berdarah Dengue. Fakultas Kedokteran UI: Jakarta. 40 hlm.

World Health Organization. 2005. Guiedlines for Laboratory and Field Testing of Mosquito Larvacidies. Diakses : 20 September 2012.

(60)

Gambar

Gambar
Gambar 1. Kerangka Teori
Gambar 2. Kerangka Konsep
Gambar 3. Morfologi Aedes aegypti (Sumber : Anonim, 2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perancangan ini berbentuk karya foto pre- wedding bertema dekonstruksi, diperuntukkan bagi vendor-vendor di Surabaya sebagai inspirasi dan pengenalan suatu cara

Gambar 4 Kromatogram ekstrak metanol bebas-tanin pada berbagai eluen Dengan eluen etil asetat, masih terdapat noda yang belum memisah sempurna, maka dibuat komposisi

[r]

Diperkuat lagi dari hasil penelitian Sari, (2013) yang menyatakan penggunaan alat peraga praktikum beserta LKS mencapai tujuan pembelajaran baik dari aspek

Wa h a i p a r a o r a n g t u a , bukankah kita akan menghargai dan bangga terhadap prestasi anak ketika itu sesuai dengan minat dan harapan kita? Bagaimana kalau

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan penyebaran kandungan logam berat pada berbagai ukuran dengan bagian tubuh kerang hijau ( Perna viridis ) yaitu bagian daging, insang,

Pada kasus Ny .S ditemukan data yang mendukung diagnosa keperawatan diatas yaitu : pasien mengatakan sesak nafas, pasien mengatakan hanya bisa tidur menggunakan lebih dari 2

Akhirnya penyusun berharap semoga Tugas Akhir dengan judul Perencanaan Struktur Rumah Tinggal 2 Lantai ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan semua Civitas