• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relationship between Growth Site Factors and Silvicultural Treatment on Productivity of Kayu Bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) in People’s Forest of Bengkulu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Relationship between Growth Site Factors and Silvicultural Treatment on Productivity of Kayu Bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) in People’s Forest of Bengkulu."

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR TEMPAT

TUMBUH DAN PERLAKUAN SILVIKULTUR TERHADAP

PRODUKTIVITAS KAYU BAWANG (

Dysoxylum mollissimum

Blume) DI HUTAN RAKYAT BENGKULU

EFRATENTA KATHERINA DEPARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Hubungan antara Faktor-Faktor Tempat Tumbuh dan Perlakuan Silvikultur terhadap Produktivitas Kayu Bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) di Hutan Rakyat Bengkulu adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2010

Efratenta Katherina Depari

NRP E451080011

(3)

ABSTRACT

EFRATENTA KATHERINA DEPARI. Relationship between Growth Site

Factors and Silvicultural Treatment on Productivity of Kayu Bawang (Dysoxylum

mollissimum Blume) in People’s Forest of Bengkulu. Under Direction of ISTOMO and OMO RUSDIANA.

Kayu bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) is a local species which is

considered as superior in Bengkulu and is used as construction wood. Wood of this species is resistant toward termite attack, has aroma like onion, and is bitter. Kayu bawang has good quality wood, belongs to resistance level B, or resistance level which ranges from fairly resistant to resistant toward termite attack. Kayu bawang has straight stem and is categorized as fast growing species. Planting of kayu bawang has varied productivity. This research was aimed at determining the relationship between growth site factors and silvicultural treatments on productivity of kayu bawang. This study conducted on communities forest in North and Central Bengkulu District, Province of Bengkulu. In this research, principal component analysis was used and silvicultural treatment was analyzed descriptively in qualitative manner. Research results showed that growth site factors which were negatively correlated with productivity of kayu bawang in the research location were slope, altitude, and percentage of light intensity. The optimum planting of kayu bawang in the research location was at slopes ranging between 0-20%, altitude ranging between 23-65 m asl, and percentage of light intensity ranging between 9-19%. Productivity of kayu bawang at poor condition of growth site could be improved through appropriate silvicultural treatment. Silvicultural treatments which had been practiced by the people were still not good yet. Planting stocks being planted were usually originated from natural regeneration. Planting was done in irregular manner (random). Activities of soil tillage, weeding, and prunning were seldom practiced. Besides that, activities of replanting of failure, fertilizer application and thinning were never conducted.

(4)

Tumbuh dan Perlakuan Silvikultur terhadap Produktivitas Kayu Bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) di Hutan Rakyat Bengkulu. Dibimbing oleh ISTOMO dan OMO RUSDIANA.

Pembangunan hutan rakyat merupakan salah satu upaya untuk menyediakan bahan baku dalam memenuhi kebutuhan kayu konsumsi nasional, hal ini dikarenakan semakin menurunnya persediaan bahan baku dari hutan alam produksi. Strategi meningkatkan produksi kayu dapat dilakukan membangun dan memperluas hutan rakyat di berbagai daerah. Jenis kayu yang telah dikembangkan di hutan rakyat antara lain sengon, pulai, gmelina, mindi, kayu afrika dan kayu bawang.

Kayu bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) adalah jenis lokal

unggulan di Bengkulu dimanfaatkan untuk kayu pertukangan. Kayu jenis ini memiliki keunggulan tahan terhadap serangan rayap, mempunyai aroma seperti bawang dan pahit. Kayu bawang memiliki kualitas kayu baik, termasuk tingkat ketahanan B atau tingkat ketahanan cukup tahan sampai tahan terhadap serangan rayap. Kayu bawang memiliki batang lurus dan tergolong jenis cepat tumbuh. Kayu bawang telah dikembangkan di hutan rakyat. Penanaman kayu bawang pada hutan rakyat memiliki produktivitas yang beragam. Perbedaan tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan perlakuan silvikultur dan faktor-faktor tempat tumbuh yang dapat mempengaruhi produktivitas tanaman.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan faktor-faktor tempat tumbuh dan perlakuan silvikultur terhadap produktivitas kayu bawang, serta mengkaji perlakuan silvikultur kayu bawang yang telah dilakukan masyarakat. Penelitian dilaksanakan di hutan rakyat kayu bawang yang terdapat di tiga Desa, yaitu Desa Pasar Pedati di Kabupaten Bengkulu Tengah, Desa Sawang Lebar dan Desa Dusun Curup di Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. Waktu penelitian dilaksanakan bulan Maret sampai April 2010.

Pengumpulan data vegetasi meliputi tanaman budidaya dan tumbuhan bawah. Data yang dikumpulkan pada tanaman budidaya adalah jenis, diameter (cm) dan tinggi (m). Data-data hasil pengukuran tersebut digunakan untuk menghitung luas bidang dasar, volume, riap volume dan biomassa, sedangkan data tumbuhan bawah adalah biomassa tumbuhan bawah. Gambaran masing-masing pola tanam yang ada di lokasi penelitian dengan membuat profil tegakan

menggunakan Spatially Explicit Individual-based Forest Simulator (SExI-FS).

(5)

silvikultur yang telah dilakukan masyarakat dilakukan melalui studi literatur dan

wawancara semi terstruktur dengan snowball sampling.

Data-data perlakuan silvikultur yang diperoleh ditabulasikan dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif adalah uraian secara verbal terhadap data-data hasil penelitian yang ditujukan untuk penjelasan agar mudah dipahami, dimana data kualitatif dapat berupa tabel, kalimat atau gambar. Hubungan antara faktor-faktor tempat tumbuh terhadap produktivitas kayu

bawang dapat dilakukan dengan principal component analysis (PCA)

menggunakan program Minitab 15.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor tempat tumbuh yang berkorelasi negatif dengan produktivitas kayu bawang di lokasi penelitian adalah kelerengan, ketinggian tempat dan keterbukaan kanopi. Penanaman kayu bawang yang optimal di lokasi penelitian pada kelerengan berkisar 0-20%, ketinggian tempat berkisar 23-65 m dpl dan keterbukaan kanopi berkisar 9-19%. Produktivitas kayu bawang pada kondisi tempat tumbuh yang rendah dapat ditingkatkan dengan perlakuan silvikultur yang baik. Perlakuan silvikultur yang telah dilakukan masyarakat masih belum baik. Bibit yang ditanam umumnya berasal dari anakan alami serta jarak tanam yang digunakan tidak beraturan (acak). Kegiatan pengolahan tanah, penyiangan, pemangkasan masih jarang dilakukan, sedangkan penyulaman, pemupukan dan penjarangan tidak pernah dilakukan masyarakat.

Kata kunci: Dysoxylum mollissimum, faktor-faktor tempat tumbuh, perlakuan

(6)

Hak Cipta Milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kririk, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)
(8)

mollissimum Blume) di Hutan Rakyat Bengkulu

Nama : Efratenta Katherina Depari

NRP : E451080011

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Istomo, MS Dr. Ir. Omo Rusdiana, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi / Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana

Silvikultur Tropika

Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R., MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan, karena atas berkat-Nya

penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Hubungan antara Faktor-Faktor

Tempat Tumbuh dan Perlakuan Silvikultur terhadap Produktivitas Kayu Bawang

(Dysoxylum mollissimum Blume) di Hutan Rakyat Bengkulu”.

Terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis ucapkan kepada :

1. Dr.Ir. Istomo, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr.Ir. Omo

Rusdiana, M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak

memberi bimbingan, masukan dan saran dalam berbagai kesempatan diskusi

yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R., MS selaku Ketua Mayor Silvikultur Tropika dan

Dr.Ir. Nurheni Wijayanto, MS selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

yang telah memberi banyak masukan dan saran.

3. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas beasiswa BPPS sehingga penulis

dapat mengikuti pendidikan di Mayor Silvikultur Tropika, Sekolah

Pascasarjana IPB.

4. Suami tercinta Jackson Sitepu, SP atas izin dan dukungan baik moril maupun

spiritual selama penulis mengikuti pendidikan S2 di IPB.

5. Bapak, Mamak, Abang, Adek dan keluarga besar dr. Kabar Sitepu atas segala

doa dan kasih sayangnya.

6. Rekan-rekan Pascasarjana Mayor Silvikultur Tropika angkatan 2008 atas

bantuan dan kebersamaan selama ini.

7. Sahabatku Yesy Rosalina dan berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu

persatu, untuk semua dorongan dan bantuan yang diberikan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan ini. Semoga

karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Agustus 2010

(10)

Penulis dilahirkan di Manna pada tanggal 8 November 1981 dari pasangan

Paham Depari, S.Pd dan Ibu Rustini Ginting, S.Pd Penulis merupakan anak ketiga

dari empat bersaudara.

Pada tahun 1999 penulis diterima pada Program Studi Budidaya Hutan,

Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu melalui jalur SPMB (Sistim Penerimaan

Mahasiswa Baru). Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 2003.

Pada tahun 2004 hingga 2006 penulis bekerja di PT. Agung Automall Bengkulu

sebagai Personil Admin. Tahun 2006 penulis lulus seleksi CPNS di lingkungan

Universitas Bengkulu dan bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Budidaya

Hutan, Fakultas Pertanian. Penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan

pasca sarjana pada tahun 2008 melalui beasiswa BPPS. Pendidikan pasca sarjana

ditempuh pada Program Studi Silvikultur Tropika, Sekolah Pascasarjana Institut

(11)

DAFTAR ISI

Faktor-Faktor Tempat Tumbuh ... 8

Perlakuan Silvikultur... 12

Produktivitas Tegakan ... 12

METODE PENELITIAN ... ... 15

Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Pengumpulan Data ... 15

Pengolahan Data ... 18

Analisis Data ... 20

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN... ... 21

Penyebaran dan letak objek penelitian ... 21

Aksesibilitas ... 21

Iklim ... 22

Pola Tanam Kayu Bawang ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN ... ... 25

Produktivitas Tegakan ... 25

Faktor-Faktor Tempat Tumbuh ... 27

Perlakuan Silvikultur yang telah dilakukan Masyarakat ... 32

Hubungan Faktor-Faktor Tempat Tumbuh dan Perlakuan Silvikultur terhadap Produktivitas Kayu Bawang ... 36

KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 39

Kesimpulan ... 39

(12)

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Sifat-sifat tanah yang dianalisis dan metode yang digunakan ... 17

2 Persamaan alometrik penduga biomassa tanaman pisang,

kopi dan karet ... 19

3 Produktivitas kayu bawang pada setiap petak ukur penelitian ... 25

4 Data faktor-faktor tempat tumbuh pada setiap kelompok ... 29

5 Perlakuan silvikultur kayu bawang yang dilakukan masyarakat

pada setiap petak ukur penelitian ... 33

6 Hubungan faktor-faktor tempat tumbuh dan perlakuan silvikultur

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bagan alir kerangka pemikiran ... 4

2 Kurva CAI dan MAI pola agroforestri kayu bawang

dengan kopi dan pola agroforestri multi jenis ... 14

3 Desain petak penelitian ... 16

4 Peta orientasi lokasi penelitian ... 21

5 Distribusi curah hujan bulanan (a) Pos pengamatan Baturoto (Kerkap) dan (b) Pos pengamatan Argamakmur selama 3 tahun (2007-2009) (BMKG Stasiun Klimatologi

Pulau Baai Bengkulu 2009) ... 22

6 Pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan pisang ... 23

7 (a) Pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan kopi

(b) Tanaman kopi yang berbuah di bawah tegakan kayu bawang ... 23

8 (a) Pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan kopi

dan karet (b) Karet yang sedang disadap ... 24

9 Hubungan umur terhadap volume kayu bawang ... 26

10 Hubungan kerapatan terhadap volume kayu bawang ... 26

11 Biplot hubungan antara faktor-faktor tempat tumbuh terhadap

produktivitas kayu bawang ... 27

12 Rumah masyarakat yang dibangun menggunakan kayu bawang

sebagai bahan kayu bangunan ... 35

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Profil tegakan pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan

Pisang ... 43

2 Profil tegakan pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan kopi ... 44

3 Profil tegakan pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan karet ... 45

4 Informasi tentang petak ukur penelitian ... 46

5 LBDS total pada setiap petak ukur penelitian ... 47

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan hutan rakyat merupakan salah satu upaya untuk

menyediakan bahan baku dalam memenuhi kebutuhan kayu konsumsi nasional,

hal ini dikarenakan semakin menurunnya persediaan bahan baku dari hutan alam

produksi. Status lingkungan hidup Indonesia tahun 2006 menyatakan kebutuhan

kayu nasional 57,1 juta m3/tahun dengan kemampuan hutan alam dan hutan

tanaman untuk menyediakan sebesar 45,8 juta m3/tahun (Kementerian

Lingkungan Hidup 2007), maka terjadi defisit kebutuhan kayu sebesar

11,3 juta m3/tahun. Strategi mengurangi defisit kebutuhan kayu yang terjadi

adalah membangun dan memperluas hutan rakyat di berbagai daerah. Luas hutan

rakyat di Indonesia tercatat sampai dengan tahun 2006 adalah 1.272.505,61 ha

(Direktorat Jenderal RLPS 2006). Jenis kayu yang telah dikembangkan di hutan

rakyat antara lain sengon, pulai, gmelina, mindi, kayu afrika dan kayu bawang.

Kayu bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) merupakan tanaman hutan

unggulan lokal Bengkulu yang telah lama dikenal dan dikembangkan terutama di

Kabupaten Bengkulu Utara (Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu 2003). Kayu

jenis ini memiliki keunggulan tahan terhadap serangan rayap, mempunyai aroma

seperti bawang dan pahit. Nuriyatin et al. (2003) menyatakan kayu bawang memiliki kualitas kayu baik, termasuk tingkat ketahanan B atau tingkat ketahanan

cukup tahan sampai tahan terhadap serangan rayap. Apriyanto (2003)

menambahkan kayu bawang memiliki batang lurus dan tergolong jenis cepat

tumbuh. Kayu dari jenis ini dapat dimanfaatkan untuk kayu pertukangan (Riyanto

2001).

Sebagai kayu pertukangan, volume pohon kayu bawang adalah hal penting

untuk diperhatikan. Volume pohon dapat digunakan sebagai penduga produksi

hasil kayu. Produksi hasil kayu dipengaruhi pertumbuhan pohon. Kramer &

Kozlowski (1960) menyatakan pertumbuhan pohon sangat ditentukan oleh

interaksi antara tiga faktor yaitu genetik, tempat tumbuh dan perlakuan silvikultur.

(17)

2

Ukuran produktivitas tegakan tergantung tujuan penggunaannya.

Produktivitas bagian tanaman kayu bawang yang bernilai ekonomi dapat diukur

dengan riap volume. Apriyanto (2003) menyatakan bahwa penanaman kayu

bawang di hutan rakyat secara monokultur pada umur 9 tahun memiliki riap

volume 24,42 m3/ha/tahun, yang lebih tinggi bila dibandingkan data penelitian

Siahaan (2009) menyatakan rata-rata riap volume kayu bawang umur 9 tahun

dengan pola tanam agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi adalah

13,98 m3/ha/tahun dan daur optimalnya pada umur 7 tahun, sedangkan pola

agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan karet adalah

10,68 m3/ha/tahun dan daur optimalnya pada umur 5 tahun. Perbedaan riap

volume diduga disebabkan oleh perbedaan perlakuan silvikultur dan faktor-faktor

tempat tumbuh yang dapat mempengaruhi produktivitas tanaman.

Tempat tumbuh sangat kompleks, di mana berbagai faktor berpengaruh

timbal balik satu sama lainnya dan dengan tanaman (Soerianegara & Indrawan

2008). Faktor-faktor tempat tumbuh merupakan semua faktor yang berhubungan

dan mempengaruhi produktivitas tanaman. Perubahan suatu faktor penyusun

tempat tumbuh akan berdampak terhadap produktivitas tanaman. Oleh karena itu,

pengetahuan mengenai hubungan faktor-faktor tempat tumbuh dan perlakuan

silvikultur terhadap produktivitas kayu bawang sangat diperlukan sebagai

pertimbangan dalam budidaya kayu bawang untuk menghasilkan produktivitas

kayu yang optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu.

Perumusan Masalah

Kayu bawang adalah jenis lokal yang telah lama dimanfaatkan untuk kayu

pertukangan, kayunya tahan terhadap serangan rayap. Kayu bawang merupakan

salah satu jenis andalan di Bengkulu yang telah lama dikembangkan terutama di

Kabupaten Bengkulu Utara. Kayu bawang mempunyai potensi untuk

dikembangkan di hutan rakyat. Penanaman kayu bawang di Bengkulu dengan

sistem agroforestri, yaitu pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan

tanaman semusim, agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan

agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan karet. Berdasarkan

(18)

yang beragam. Perbedaan tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan perlakuan

silvikultur dan faktor-faktor tempat tumbuh yang ada. Sampai saat ini, syarat

tumbuh dan aspek budidaya dari tanaman kayu bawang masih banyak yang belum

diketahui. Padahal, informasi tersebut dibutuhkan sebagai bahan pertimbangan

dalam penanaman kayu bawang di hutan rakyat untuk menghasilkan produktivitas

kayu bawang yang optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu.

Permasalahan pokok yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah:

hubungan faktor-faktor tempat tumbuh dan perlakuan silvikultur terhadap

produktivitas kayu bawang.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengkaji hubungan faktor-faktor tempat tumbuh dan perlakuan silvikultur

terhadap produktivitas kayu bawang.

2. Mengkaji perlakuan silvikultur kayu bawang yang telah dilakukan

masyarakat di Bengkulu.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini bermanfaat memberikan informasi mengenai

faktor-faktor tempat tumbuh dan perlakuan silvikultur yang berpengaruh terhadap budi

daya kayu bawang serta perlakuan silvikultur yang telah dilakukan masyarakat,

sehingga dapat menjadi acuan untuk pengembangan kayu bawang dalam rangka

memenuhi kebutuhan kayu.

Kerangka Pemikiran

Informasi mengenai hubungan faktor-faktor tempat tumbuh dan perlakuan

silvikultur terhadap produktivitas kayu bawang dapat digunakan untuk

merumuskan faktor-faktor penduga produktivitas kayu bawang, sehingga menjadi

acuan dalam peningkatan produktivitas kayu bawang. Kerangka pemikiran yang

dikembangkan dalam menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini,

(19)
(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Kayu Bawang (Dysoxylum mollissimum Blume)

Taksonomi

Nama daerah D. mollissimum Blume dikenal dengan nama Australian

pencil cedar, miva mahogani, saurauiria (En). Indonesia: bawang (Sumatera), ki

bawang (Sunda), tumbawa sela (Minahassa Sulawesi), Philipines: hairy-leaved

himamau (Filipino), malaaduas (Bikol), mata-mata (Tagalog) (Sosef et al. 1998),

sedangkan di Bengkulu dikenal dengan nama kayu bawang. Berdasarkan

taksonomi, kayu bawang digolongkan sebagai berikut:

Kingdom = Plantae

Spesies = Dysoxylum mollissimum Blume

D. mollissimum Blume dibagi menjadi dua subspesies, yang pertama (subsp. mollissimum) ada di Timur India ke Bali dan yang kedua (subsp. molle

(Miq.) Mabb.) ada di Flores dan Sulawesi bagian Timur. Sinonim D. mollissimum

Blume adalah D. floribundum Merr., D. muelleri Benth., D. richii (A. Gray) C. DC. (Sosef et al. 1998).

Penyebaran

Penyebarannya di India, Birma (Myanmar), China Bagian Selatan dan

hingga penjuru daerah Melanesia sampai Australia dan Samudera Pasifik, Timur

Gunung Fiji dan Samoa (Sosef et al. 1998). Kayu Bawang dapat ditemukan di Bengkulu terutama di Kabupaten Bengkulu Utara (Dinas Kehutanan Provinsi

Bengkulu 2003).

Persyaratan Tumbuh

Kayu bawang dapat tumbuh mulai dari ketinggian 0-1.000 m dpl.

Rata-rata curah hujan yang dikehendaki berkisar 500-3.500 mm/tahun. Jenis ini juga

(21)

6

pertumbuhan terbaik menghendaki kondisi tanah yang subur, gembur dan

mempunyai aerasi yang baik (Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu 2003).

Silvikultur

Tinggi pohon kayu bawang mencapai 30-40 m dan diameter 100-120 cm.

Kulit batang berwarna abu-abu sampai coklat muda dengan tekstur agak licin.

Daunnya majemuk tunggal berbentuk elips, ujungnya meruncing dengan tulang

daun menyirip. Buah bulat atau gepeng mempunyai daging buah. Bijinya

berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 2 cm dan diameter 1 cm serta

memiliki kulit luar keras (Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu 2003).

Tanaman kayu bawang dapat diperbanyak menggunakan biji dan bibit

cabutan berasal dari daerah penyebaran. Biji kayu bawang diduga bersifat

rekalsitran karena tidak dapat disimpan lama (Dinas Kehutanan Provinsi

Bengkulu 2003). Siahaan et al. (2008) menyatakan penurunan viabilitas biji kayu

bawang terjadi relatif cepat yang ditunjukkan oleh penurunan daya berkecambah

sebesar 55,5 % setelah disimpan selama 4 minggu meskipun kecepatan

berkecambah meningkat sebesar 9,1 hari. Penyimpanan pada lemari es dapat

meningkatkan daya berkecambah kayu bawang sebesar 5,8 % dibandingkan

penyimpanan di ruang suhu kamar. Selanjutnya, berdasarkan penelitian Siahaan

et al. (2006) menyimpulkan pemberian arang kompos sebagai campuran topsoil

untuk media semai kayu bawang secara nyata dapat meningkatkan pertumbuhan.

Pemberian arang kompos dapat memperbaiki struktur dan tekstur media,

meningkatkan kandungan unsur hara serta meningkatkan pH media dalam

polybag. Sedangkan pemberian paranet dengan tingkat kerapatan naungan 55 % juga dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kayu bawang.

Kayu bawang telah dikembangkan dalam bentuk pengelolaan berbasis

masyarakat sejak tahun 1990-an, dengan menanam jenis tersebut pada lahan milik

masyarakat yang dikenal dengan hutan rakyat. Hutan rakyat bermanfaat secara

ekonomi yaitu memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat apabila

dikelola dengan baik. Selain itu, hutan rakyat memberikan manfaat secara

ekologis dengan membentuk struktur tegakan yang menciptakan lingkungan

(22)

Praktek hutan rakyat kayu bawang pada umumnya telah diusahakan

dengan pola tanam monokultur dan agroforestri multi jenis. Pola tanam

monokultur umumnya dilakukan masyarakat yang mempunyai lahan luas dan

modal yang besar dengan menanam kayu bawang saja pada lahan mereka.

Apriyanto (2003) menyatakan penanaman kayu bawang secara monokultur di

Kabupaten Bengkulu Utara sampai pada umur 9 tahun memiliki riap diameter

1,93 cm/tahun, riap tinggi 2,11 m/tahun dan riap volume 24,42 m3/ha/tahun.

Berdasarkan besarnya riap pertumbuhan, maka tegakan monokultur kayu bawang

di Bengkulu Utara dapat dikategorikan sebagai tegakan yang produktif.

Pada hutan rakyat kayu bawang pola tanam agroforestri multi jenis,

tanaman kayu bawang ditanam bersama dengan beberapa jenis tanaman pertanian

sehingga lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Pola tanam yang

dikembangkan di hutan rakyat disesuaikan dengan kondisi dan luas lahan yang

tersedia serta kondisi pasar dan kebutuhan masyarakat (Winarno & Waluyo 2007).

Penanaman kayu bawang dengan sistem agroforestri di Bengkulu umumnya

dilakukan dengan mengkombinasikan kayu bawang dengan kopi dan kayu

bawang dikombinasikan dengan kopi dan karet. Daur optimal untuk pola tanam

agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi pada umur 7 tahun dan

umur 5 tahun untuk pola tanam agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan

kopi dan karet (Siahaan 2009).

Kegunaan

Kayu bawang memiliki kayu yang termasuk tingkat ketahanan B atau

tingkat ketahanan cukup tahan sampai tahan terhadap serangan rayap (Nuriyatin

et al. 2003), sehingga dapat digunakan untuk kayu pertukangan. Selain untuk kayu pertukangan, kayunya dapat digunakan untuk berbagai keperluan antara lain

kerajinan dan meubel. Kayunya halus sehingga mudah diolah (Dinas Kehutanan

Provinsi Bengkulu 2003). Di daerah Fiji buah kayu bawang dimanfaatkan untuk

(23)

8

Faktor-Faktor Tempat Tumbuh

Tempat tumbuh merupakan tempat yang dipandang dari segi faktor

ekologinya. Dengan kata lain, tempat tumbuh merupakan gabungan kondisi

biotik, iklim, dan tanah yang terdapat pada suatu tempat. Tempat tumbuh adalah

suatu sistem yang kompleks dimana berbagai faktor berpengaruh timbal balik satu

sama lain dan dengan tanaman. Suatu faktor atau beberapa faktor dikatakan

penting apabila pada suatu waktu tertentu faktor tersebut sangat mempengaruhi

hidup dan tumbuhnya tanaman.

Produktivitas lahan pada umumnya diartikan sebagai kualitas tempat

tumbuh yang diukur berdasarkan hasil kayu maksimal yang dapat diproduksi oleh

lahan hutan dalam waktu tertentu. Kualitas tempat tumbuh merupakan gabungan

dari banyak faktor lingkungan, misalnya jenis tanah, kedalaman tanah, tekstur

tanah, karakteristik profil tanah, komposisi mineral, kecuraman lereng, arah

lereng, dan iklim mikro (Daniel et al. 1987).

Faktor-faktor tempat tumbuh dapat dibagi menjadi faktor yang

berpengaruh secara langsung dan faktor yang tidak langsung. Faktor-faktor yang

berpengaruh secara langsung seperti radiasi matahari, kelembaban, dan air tanah.

Faktor tersebut berpengaruh langsung terhadap fungsi tanaman dan memprodusir

suatu efek yang terlihat jelas. Faktor yang berpengaruh secara tidak langsung

seperti lereng, flora dan fauna, yang mempengaruhi vegetasi hutan terutama

melalui efeknya terhadap faktor langsung. Soekotjo (1976) menyatakan

faktor-faktor tempat tumbuh dapat dibagi menjadi 4 (empat) golongan yaitu klimatis,

edafis, fisiografis dan biotis.

Klimatis

Klimatis adalah faktor yang berhubungan dengan keadaan atmosfir yang

mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Pengaruh faktor ini dapat

terasa secara regional atau lokal. Keadaan atmosfir yang menentukan iklim

regional dan lokal terutama berhubungan dengan temperatur, air, dan cahaya.

Faktor yang menentukan keadaan atmosfir tersebut adalah radiasi matahari,

temperatur udara, kelembaban udara, prespitasi, angin dan petir (Soekotjo 1976).

Tiap jenis tanaman mempunyai persyaratan tumbuh yang berhubungan

(24)

hujan. Untuk daerah dengan musim kering yang sedang sampai kuat, pemilihan

jenis dibatasi oleh ketahanan pohon akan kekurangan air (Soerianegara &

Indrawan 2008).

Edafis

Edafis adalah faktor yang berhubungan dengan keadaan tanah. Tanah

merupakan tempat untuk tumbuh dan berkembangnya pohon. Tanah memberi

dukungan mekanis dan menjadi tempat berjangkarnya akar, menyediakan ruang

tempat tumbuh dan berkembangnya akar, menyediakan air dan hara serta media

terjadinya interaksi antara jasad tanah dengan tanaman. Dajadi & Hardjono (1976)

dalam Indriyanto (2008) menyatakan bahwa tanah merupakan kumpulan bahan-bahan alami yang terdapat di permukaan bumi, tempat berpijak pepohonan,

terbentuk karena pengaruh iklim, kehidupan organisme pada bahan induk, relief

atau bentuk permukaan bumi dan waktu. Kesuburan tanah sangat penting untuk

diperhatikan karena tiap jenis tanaman membutuhkan kesuburan yang

berbeda-beda untuk mencapai hasil yang maksimal (Soerianegara & Indrawan 2008).

Faktor yang secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dan

produktivitas tanaman adalah tekstur, struktur, air tanah, temperatur tanah dan

unsur hara yang terdapat di dalam tanah (Soekotjo 1976). Para ahli meyakini sifat

fisik tanah lebih penting pengaruhnya dalam pertumbuhan dan produktivitas

tanaman dibanding sifat kimia dan biologi tanah. Hakim et al. (1986) menyatakan

bahwa tekstur tanah akan mempengaruhi sifat tanah yang lain seperti struktur,

porositas, kapasitas memegang air, bulk density. Fisiografis

Fisiografis adalah faktor yang berhubungan dengan keadaan yang

menentukan bentuk dan struktur dari permukaan tanah. Keadaan yang secara tidak

langsung mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman melalui efeknya

terhadap faktor langsung bersifat fisiografis antara lain ketinggian dari permukaan

laut, lereng dan aspek (Soekotjo 1976).

Efek tidak langsung dari bertambahnya ketinggian terhadap pohon sebagai

individu adalah pertumbuhan tinggi menurun secara teratur, riap total lambat laun

akan menurun, pohon memerlukan waktu yang lebih lama untuk menjadi dewasa,

(25)

10

Sedangkan efek dari bertambahnya ketinggian terhadap keseluruhan tegakan

adalah banyaknya batang per hektar bertambah, namun proporsi dari batang yang

mempunyai kelas diameter lebih besar menurun, tinggi dari rata-rata tegakan

menurun, riap tahunan rata-rata dari seluruh tegakan dewasa menjadi sangat turun

dan proporsi dari ranting-ranting dan cabang kayu meningkat (Soekotjo 1976).

Suhendang (1990) menyatakan ketinggian lahan dari permukaan laut

berpengaruh terhadap keadaan lingkungan tempat tumbuh tanaman, terutama

suhu, kelembaban, kadar oksigen di udara dan di tanah. Soerianegara & Indrawan

(2008) menyatakan setiap jenis tanaman mempunyai kisaran tumbuh terhadap

ketinggian tempat dari permukaan laut. Penanaman sebaiknya dilakukan pada

tempat-tempat dimana tinggi tempatnya termasuk dalam kisaran tumbuh tanaman

tersebut, sehingga tanaman dapat tumbuh maksimum.

Lereng dapat didefinisikan sebagai sudut yang dibentuk oleh permukaan

tanah dengan horizontal dan menunjukkan hubungan dari permukaan tempat

tumbuh terhadap horizon. Efek penting dari lereng adalah terhadap pengaliran air

di atas permukaan tanah dan drainase, sehingga berpengaruh terhadap kandungan

air tanah. Lereng dapat merubah intensitas pengeringan dengan merubah sudut

jatuhnya sinar matahari (Soekotjo 1976).

Aspek adalah arah dari lereng suatu daerah. Pengaruh arah lereng terhadap

tempat tumbuh berkaitan dengan intensitas cahaya matahari yang dapat diterima

tanaman. Pada umumnya lereng yang menghadap utara dan timur cenderung

memberikan kualitas tempat tumbuh yang lebih baik dari pada lereng yang

terletak di sebelah selatan dan barat (Suhendang 1990).

Lereng timur kena pengaruh sinar matahari pagi, tempat tumbuhnya

terlindungi dari pengaruh angin barat daya dan angin barat serta pengaruh sinar

matahari siang hari yang panas. Lereng timur baik untuk pertumbuhan pohon dan

seringkali ditandai oleh tegakan yang rapat yang tumbuh dengan kualitas yang

baik. Lereng utara juga terlindungi dari efek sinar matahari siang hari yang panas

dan juga terlindungi dari pengaruh angin. Lereng utara terdapat kelembaban udara

dan air tanah dalam jumlah yang maksimum, sehingga menghasilkan

(26)

dan panas akibat pengaruh angin dan pengaruh sinar matahari yang panas

(Soekotjo 1976).

Biotis

Biotis adalah faktor yang berhubungan dengan faktor langsung dan tidak

langsung disebabkan pengaruh flora dan fauna. Meskipun faktor klimatis dan

edafis suatu tempat tumbuh mempunyai pengaruh yang dominan terhadap

pertumbuhan dan produktivitas tanaman, namun dapat juga dipengaruhi oleh

interaksi kehidupan flora dan fauna, termasuk manusia. Soekotjo (1976)

menyatakan hubungan utama yang terdapat dalam faktor biotis adalah sebagai

berikut:

1. Reaksi terhadap ruang tumbuh (persaingan)

Diantara sesama pohon dalam tegakan terdapat persaingan akan cahaya, ruang

tumbuh, air tanah dan hara-hara mineral.

2. Interrelasi antara tumbuh-tumbuhan

Interrelasi antara tumbuh-tumbuhan mulai dari parasitisme sampai dengan

mutualisme. Bentuk parasitisme di mana pohon-pohon hutan merupakan

tumbuhan inang bagi macam-macam parasit yang dapat ditemukan pada setiap

hutan, satu jenis tumbuhan memberikan kepada jenis lainnya zat-zat makanan

dengan mengorbankan dirinya sendiri. Salah satu contoh hubungan mutualisme

adalah mikoriza. Mikoriza merupakan akar-akar tumbuhan yang berasosiasi

secara erat dengan jaringan cendawan, baik secara ectotrophic dan endotrophic.

3. Interrelasi antara tanaman hutan dan hewan-hewan

Interrelasi antara tanaman hutan dan hewan-hewan juga dapat berupa

parasitisme sampai mutualisme. Hewan-hewan ada yang mempunyai arti

konstruktif dan destruktif dalam hutan. Hewan-hewan membantu penyebaran

biji dan hewan yang membuang kotorannya ke tanah akan berati konstruktif,

sedangkan yang bersifat destruktif hewan-hewan yang memakan biji-bijian dan

merusak anakan maupun daun-daunan.

4. Campur tangan manusia

Dari semua faktor-faktor di atas, maka manusia merupakan faktor yang

mempunyai peranan besar dalam menyebabkan menghilangkan keseimbangan

(27)

12

membuka hutan untuk pertanian, eksploitasi hutan baik penebangan kayu

maupun pembukaan areal tambang di kawasan hutan, pengembalaan ternak di

hutan. Manusia juga melakukan tindakan pemeliharaan dan praktek lainnya

seperti pemupukan, pemangkasan, penjarangan, irigasi, permudaan vegetatif

dan sebagainya.

Perlakuan Silvikultur

Konsep dasar budidaya pohon pada hutan alam maupun pada hutan

tanaman adalah pemilihan perlakuan silvikultur yang tepat, bergantung pada

tingkat kontrol interaksi genotip-lingkungan terhadap perkembangan fisiologis

tegakan. Pertumbuhan setiap tumbuhan dikendalikan oleh interaksi

genotip-lingkungan, maka seorang kehutanan harus menyadari bahwa semua perlakuan,

termasuk pemungutan hasil hutan, penjarangan tegakan hutan, persiapan lokasi

tanam, dan pemupukan berpengaruh langsung terhadap interaksi tersebut. Oleh

karena itu, keberhasilan dalam mencapai tujuan pengelolaan hutan sangat

ditentukan oleh kemampuan seorang silvikulturis meramal berbagai alternatif

perlakuan dalam membentuk lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan pohon

(Indriyanto 2008).

Perlakuan silvikultur terdiri dari tiga fase yaitu fase permudaan, fase

pemeliharaan dan fase pemanenan dalam mencapai kelestarian hasil. Permudaan

dapat dilakukan secara alami atau buatan. Pemeliharaan antara lain kegiatan

pembebasan, pemangkasan, penjarangan, pemupukan serta kegiatan mencegah

dan mengatasi masalah hama dan penyakit. Pemanenan dapat dilakukan dengan

beberapa metode antara lain metode tebang habis, seleksi dan shelterwood.

Metode pemanenan harus disesuaikan dengan kondisi tegakan yang ada.

Produktivitas Tegakan

Setiap ekosistem atau komunitas atau bagian-bagian lain dalam organisasi

makhluk hidup memiliki produktivitas. Vickery (1984); Chapman dan Reiss

(1997) dalam Indriyanto (2006) menyatakan bahwa kecepatan energi radiasi

matahari diubah oleh tumbuh-tumbuhan hijau menjadi energi kimia dikenal

(28)

radiasi matahari yang disimpan melalui aktivitas fotosintesis dan kemosintesis

oleh organisme produsen dalam bentuk bahan organik (Odum 1993).

Produktivitas primer digolongkan menjadi dua, yaitu produktivitas primer

kotor dan produktivitas primer bersih. Produktivitas primer kotor merupakan

kecepatan total fotosintesis, meliputi bahan organik yang digunakan dalam

respirasi selama periode pengukuran. Produktivitas primer kotor disebut juga

fotosintesis total. Produktivitas primer bersih merupakan kecepatan menyimpan

bahan organik dalam jaringan tumbuhan sebagai kelebihan bahan organik yang

sebagian telah dipakai untuk respirasi tumbuhan selama proses pengukuran.

Produktivitas primer bersih disebut juga fotosintesis yang kelihatan.

Produktivitas bersih dibagi menjadi produktivitas primer bersih di atas

permukaan dan di bawah permukaan. Binkley et al. (1992) dalam Rusdiana

(2007) menyatakan bahwa ukuran produktivitas yang akan dipilih sangat

tergantung tujuan penggunaan dari ukuran produktivitas tersebut. Ahli kehutanan

memperhatikan produktivitas bagian tanaman yang bernilai ekonomi, bukan

efisiensi atau bobot tanamannya (Salisbury & Ross 1995a), sedangkan

berdasarkan satuan ukuran produktivitas dapat dinyatakan dalam bentuk luas

bidang dasar (m2/ha/tahun), biomassa (ton/ha/tahun), atau volume (m3/ha/tahun).

Riap volume pohon merupakan salah satu ukuran dari produktivitas hutan yang

sering digunakan para pengelola konsesi hutan. Prodan (1968) dalam Siahaan (2009) membedakan riap ke dalam riap tahunan berjalan (CAI) dan riap rata-rata

tahunan (MAI). CAI adalah riap dalam satu tahun berjalan sedangkan MAI adalah

riap rata-rata (per tahun) yang terjadi pada suatu periode tertentu. Daur optimal

suatu tegakan diperoleh pada saat terjadi perpotongan antara kurva CAI dan MAI,

yaitu pada saat MAI mencapai titik maksimum.

Titik perpotongan antara kurva CAI dan MAI berarti bahwa riap tahunan

berjalan sama dengan riap rata-ratanya. Umur pada saat terjadi titik perpotongan

adalah umur panen yang memberikan volume maksimum. Siahaan (2009)

menyatakan daur optimal kayu bawang di Bengkulu, untuk pola tanam

agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi pada umur 7 tahun dan

pola agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan karet pada umur

(29)
(30)

(a) (b)

Gambar 2 Kurva CAI dan MAI pola tanam (a) Agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan (b) Agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan karet (Siahaan 2009)

(31)

15

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di hutan rakyat kayu bawang yang terdapat di tiga

Desa, yaitu Desa Pasar Pedati di Kabupaten Bengkulu Tengah, Desa Sawang

Lebar dan Desa Dusun Curup di Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu.

Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian,

Universitas Bengkulu. Waktu penelitian dilaksanakan bulan Maret sampai April

2010.

Bahan dan Alat

Bahan atau obyek dalam penelitian ini adalah tegakan kayu bawang pada

25 petak ukur penelitian yang berukuran 30 m x 30 m. Petak ukur terdiri dari tiga

pola tanam yaitu agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan tanaman

semusim, agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi, dan agroforestri

kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan karet, tali raffia, plastik 1 kg, label

sampel tanah, nomor sampel tanah.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global

Positioning System), pita ukur, clinometer, hagameter, kompas, parang, meteran gulung 50 meter, ring sample, peti penyimpanan ring, cangkul, lux meter, timbangan, oven, ballpoint OHP Fine, tally sheet, kamera digital, alat-alat tulis, kuisioner penelitian serta seperangkat komputer dengan program-program

pengolah data seperti Microsoft Office Excel, SExI-FS (Spatially Explicit Individual-based Forest Simulator) dan Minitab 15.

Pengumpulan Data

Data Vegetasi

Pengukuran dilakukan pada setiap petak ukur penelitian yang digunakan,

yaitu pada tanaman budidaya (kayu bawang, pisang, kopi dan karet) dan

tumbuhan bawah (rumput, ilalang, semak dan herba lainnya). Data yang

dikumpulkan pada tanaman budidaya adalah jenis, diameter (cm) dan tinggi (m).

(32)

volume, riap volume dan biomassa. Gambaran masing-masing pola tanam dibuat

profil tegakan menggunakan SExI-FS (Spatially Explicit Individual-based Forest

Simulator). Pada setiap petak ukur dibuat pula sub-petak berukuran 1 m x 1 m sebanyak 3 buah, untuk risalah tumbuhan bawah dilakukan dengan memanen

seluruhnya dalam sub-petak 1 m x 1 m tersebut. Selanjutnya diambil sampel

sebanyak ± 200 gram dari masing-masing tumbuhan bawah tersebut untuk

dianalisis di laboratorium. Desain petak penelitian disajikan pada Gambar 3.

Keterangan:

P x L = petak ukur berukuran 30 m x 30 m untuk tanaman budidaya

P’ x L’ = sub-petak berukuran 1 m x 1 m untuk tumbuhan bawah

Gambar 3.Desain petak penelitian

Data Kondisi Tempat Tumbuh

Data kondisi tapak yang dikumpulkan berupa data sekunder dan data

primer. Data sekunder meliputi data suhu, kelembaban udara dan curah hujan

yang diperoleh dari BMKG Stasiun Klimatologi Pulau Baai Bengkulu. Sedangkan

data primer berupa topografi, intensitas cahaya dan sifat tanah.

1. Pengamatan topografi dan intensitas cahaya

Pengamatan topografi meliputi kelerengan, arah lereng, letak geografis, dan

ketinggian di atas permukaan laut pada setiap petak ukur yang dibuat dengan

L

P’

L’

(33)

17

menggunakan clinometer dan GPS (Global Positioning System). Intensitas

cahaya (keterbukaan kanopi) diukur menggunakan lux meter.

2. Pengambilan contoh tanah

Pengambilan contoh tanah dilakukan pada kedalaman 0 – 20 cm, dengan cara

mengambil dari tiga titik yang masih berada di dalam petak ukur, kemudian

dicampurkan. Selanjutnya contoh tanah tersebut dimasukkan ke dalam kantong

plastik sebanyak 1 kg dan diberi label sesuai lokasinya. Di samping itu,

dilakukan pengambilan contoh tanah utuh dengan ring sample untuk analisis

sifat fisik tanah. Contoh tanah dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas

Pertanian, Universitas Bengkulu, meliputi sifat fisik (kandungan liat, debu,

pasir dan bulk density) dan sifat kimia (pH, C-organik tanah, N-total tanah, bahan organik, KTK dan KB) serta jenis tanah. Metode analisisnya disajikan

pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1 Sifat-sifat tanah yang dianalisis dan metode yang digunakan

No Sifat-Sifat Tanah Metode Analisis

1 Tekstur tanah Hydrometer

2 Bulk density (g/cm3) Bobot kering per volume (ring sampel)

3 pH-H2O pHmeterelektrolisis

4 C-organik (%) Walkey dan Black

5 N-total Kjeldahl

6 KTK Destilasi

Data Perlakuan Silvikultur Kayu Bawang yang telah dilakukan Masyarakat

Pengumpulan data perlakuan silvikultur yang telah dilakukan masyarakat

dilakukan melalui studi literatur dan wawancara semi terstruktur dengan snowball

sampling (Bungin 2001). Wawancara berupa tanya-jawab sistematis meliputi: perlakuan silvikultur (pengadaan benih, pengadaan bibit, persiapan lahan,

penanaman, pemeliharaan dan pemanenan), perdagangan, pemanfaatan kayu dan

(34)

Pengolahan Data

Kerapatan Tegakan

1. Jumlah pohon per hektar

Jumlah pohon per hektar adalah jumlah pohon per petak ukur dibagi

dengan luas petak ukur dilakukan sebagai berikut:

Ket : N = jumlah pohon per hektar

N = jumlah pohon dalam petak ukur Lp = luas petak ukur (ha)

2. Luas bidang dasar (LBDS)

Luas bidang dasar seluruh tanaman diperoleh dari jumlah luas bidang

dasar individu tanaman dalam petak ukur dibagi dengan luas petak ukur dilakukan

sebagai berikut:

n = jumlah tanaman dalam petak ukur Lp = luas petak ukur (ha)

Volume tegakan

Volume tegakan diperoleh dari jumlah volume individu pohon dalam

petak ukur dibagi dengan luas petak ukur dilakukan sebagai berikut:

Volume individu pohon dalam petak ukur diperoleh dengan persamaan

penduga volume kayu bawang yang disusun oleh Sumadi et al. (2007):

(35)

19

Riap rata-rata tahunan dihitung dengan cara membagi volume yang

dihasilkan pada umur tertentu dengan umur tegakan tersebut, dilakukan sebagai

berikut:

Ket : VA = volume tegakan pada umur tertentu (m3/ha)

A = umur tegakan (tahun)

Pengukuran biomassa tanaman budidaya dan tumbuhan bawah

1. Biomassa tanaman budidaya

Penghitungan biomassa tanaman kayu bawang menggunakan rumus

sebagai berikut:

W = V x Bj

Ket : V = volume tanaman kayu bawang (m3)

Bj = berat jenis tanaman kayu bawang (0.56 g/cm3) W = biomassa tanaman kayu bawang (kg)

Biomassa tanaman pisang, kopi dan karet menggunakan persamaan alometrik

sebagai berikut:

Tabel 2 Persamaan alometrik penduga biomasaa tanaman pisang, kopi dan karet

No Jenis Persamaan Sumber

1 Pisang W = 0,03D2,13 Van Noordjwik et al. (2002)

2 Kopi W = 0,281D2,06 Van Noordjwik et al. (2002)

3 Karet W = 0,095D2,62 Indrawan (1999)

Ket : D = diameter (0,5 m dari permukaan tanah) tanaman pisang dan kopi, diameter (dbh) tanaman karet (cm), W = biomassa tanaman pisang, kopi dan karet (kg)

(36)

Ket : Wi = biomassa tanaman ke-i (kayu bawang, pisang, kopi dan karet) (kg)

Wt = total biomassa tanaman per petak ukur (kg/ha)

Lp = luas petak ukur (ha)

2. Biomassa tumbuhan bawah

Sampel tumbuhan bawah yang dibawa ke laboratorium dengan berat basah

contoh (BBc) sebanyak ± 200 gram kemudian dimasukkan ke dalam oven pada

suhu 80 ºC selama 48 jam. Setelah selesai di oven, contoh sampel tersebut

kemudian dilakukan pengukuran meliputi pengukuran kadar air, berat kering dan

biomassa tumbuhan bawah.

Untuk menghitung biomassa tumbuhan bawah dapat digunakan rumus:

BM = BK x 10/Lp

Perlakuan silvikultur kayu bawang yang telah dilakukan masyarakat

Data-data yang diperoleh ditabulasikan dan dianalisis secara deskriptif

kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif adalah uraian secara verbal terhadap

data-data hasil penelitian yang ditujukan untuk penjelasan agar mudah dipahami,

dimana data kualitatif dapat berupa tabel, kalimat atau gambar.

Hubungan antara faktor-faktor tempat tumbuh terhadap produktivitas kayu bawang

Hubungan antara faktor-faktor tempat tumbuh terhadap produktivitas kayu

bawang dapat dilakukan dengan principal component analysis (PCA) (Johnson &

(37)

21

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Penyebaran dan Letak Objek Penelitian

Penelitian dilakukan pada 25 petak ukur penelitian yang berada di tiga

Desa. Tiga petak ukur penelitian terdapat di Desa Pasar Pedati, Kecamatan Pekik

Nyaring, Kabupaten Bengkulu Tengah. Delapan petak ukur penelitian di Desa

Sawang Lebar, Kecamatan Air Napal, Kabupaten Bengkulu Utara. Empat belas

petak ukur penelitian di Desa Dusun Curup, Kecamatan Air Besi, Kabupaten

Bengkulu Utara. Tanah pada lokasi penelitian termasuk jenis tanah ultisol.

Gambar 4 Peta orientasi lokasi penelitian

Aksesibilitas

Jarak dan waktu tempuh menggunakan mobil dari Kota Bengkulu menuju

Desa Pasar Pedati adalah sekitar 12 km selama 30 menit. Jarak dan waktu tempuh

dari Kota Bengkulu ke Desa Sawang Lebar adalah sekitar 32 km selama 1 jam

15 menit. Sedangkan jarak dan waktu tempuh dari Kota Bengkulu ke Desa Dusun

Curup adalah sekitar 42 km selama 2 jam. Waktu tempuh yang lama menuju

(38)

Iklim

BMKG Stasiun Klimatologi Pulau Baai Bengkulu (2010) menyatakan

bahwa pada lokasi penelitian menurut Smidth-Fergusson tergolong pada tipe A

dan menurut kriteria tipe wilayah agroklimat termasuk dalam tipe A1 yang

mempunyai jumlah bulan basah > 9 bulan dan bulan kering < 2 bulan. Suhu udara

rata-rata pada wilayah Bengkulu pada tahun 2009 adalah 26,5oC. Kelembaban

rata-rata (RH) pada tahun 2009 adalah 84,2%. Distribusi curah hujan per bulan

selama 3 tahun (2007-2009) disajikan pada Gambar 5.

(a) (b)

Gambar 5 Distribusi curah hujan bulanan pada (a) Pos pengamatan Baturoto (Kerkap) dan (b) Pos pengamatan Argamakmur selama 3 tahun (2007-2009) (BMKG Stasiun Klimatologi Pulau Baai 2009)

Pola Tanam Kayu Bawang

Penanaman kayu bawang di Propinsi Bengkulu telah dikombinasikan

dengan beberapa tanaman pertanian. Masyarakat menanami lahan mereka

umumnya tanpa mempertimbangkan jarak tanam. Jumlah setiap jenis tanaman

yang ditanam per satuan luas hanya disesuaikan dengan kemampuan kondisi

ekonominya dalam menyediakan bibit yang akan ditanam, baik bibit tanaman

pertanian maupun bibit kayu bawang. Petak ukur penelitian yang digunakan

terdiri dari pola tanam:

1. Agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan tanaman semusim (cabe /

kacang tanah / pisang).

Pola tanam ini adalah petak ukur penelitian 1 sampai 3, yang mana pada awal

penanaman kayu bawang telah dikombinasikan dengan tanaman semusim

(39)

23

naungan dari pohon sehingga tanaman pertanian kurang mendapat cahaya

matahari. Kurangnya cahaya yang diterima oleh tanaman pertanian

menyebabkan produksi tanaman menurun atau tidak menguntungkan lagi.

Pada petak ukur masih ditemukan tanaman pisang, namun hasilnya tidak

memuaskan lagi. Profil tegakan disajikan pada Lampiran 1.

Gambar 6 Pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan pisang

2. Agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi.

Pola tanam ini adalah petak ukur 4 sampai 15, kopi dapat dipanen lebih cepat

dari kayu bawang, sehingga dapat memenuhi kebutuhan selama menunggu

tanaman kayu bawang dapat dipanen. Kopi dapat mengurangi gulma yang

tumbuh di lahan, karena penutupan tajuk kopi selama kayu bawang belum

besar. Profil tegakan disajikan pada Lampiran 2.

(a) (b)

(40)

3. Agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan karet.

Pola tanam ini adalah petak ukur 16 sampai 25, yang mana kopi dan karet

dapat dipanen lebih cepat dari kayu bawang dengan periode panen yang

berbeda-beda. Kopi dapat dipanen setahun 4 kali dan karet 3 hari sekali dapat

disadap, sehingga dapat memenuhi kebutuhan selama menunggu tanaman

kayu bawang dapat dipanen. Kopi juga dapat mengurangi gulma yang tumbuh

di lahan, karena penutupan tajuk kopi selama kayu bawang belum besar.

Sedangkan tanaman karet dikombinasikan dengan kayu bawang diyakini oleh

beberapa masyarakat menyebabkan tanaman kayu bawang dapat tumbuh lurus

dan tinggi. Profil tegakan disajikan pada Lampiran 3.

(a) (b)

(41)

25

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produktivitas Tegakan

Berdasarkan Tabel 3 produktivitas masing-masing petak ukur penelitian

yaitu luas bidang dasar (LBDS), volume tegakan, riap volume tegakan dan

biomassa kayu bawang memiliki hubungan yang berbanding lurus.

Tabel 3Produktivitas kayu bawang pada setiap petak ukur penelitian

No. Pola tanam Umur Kerapatan LBDS Volume Riap volume Biomassa

Petak ukur penelitian tersebut memiliki umur yang berbeda dan ditanam

(42)

menyebabkan produktivitas semakin meningkat (Gambar 9), sedangkan dengan

meningkatnya kerapatan berarti jumlah pohon per hektarnya semakin banyak,

sehingga produktivitas juga meningkat.

Gambar 9 Hubungan umur terhadap volume kayu bawang

Gambar 10 Hubungan kerapatan terhadap volume kayu bawang

Hubungan kerapatan terhadap produktivitas kayu bawang, yaitu volume

kayu bawang, disajikan pada Gambar 10. Semakin tinggi kerapatan suatu tegakan

maka volume kayu bawang semakin meningkat. Menurut Davis et al. (2001) pada

tingkat kerapatan yang tinggi pertumbuhan individu tanaman akan menurun tetapi

total pertumbuhan per satuan luas akan meningkat, sedangkan pada tingkat

(43)

27

namun pertumbuhan individu tanaman meningkat, sehingga dapat menghasilkan

kayu lebih berharga. Sampai dengan saat ini, kayu bawang dimanfaatkan untuk

kayu pertukangan maka yang diperlukan pertumbuhan individu tanaman yang

meningkat dengan pengaturan ruang tumbuh bagi tanaman sehingga mendapatkan

pertumbuhan optimum dalam satuan luas.

Faktor-Faktor Tempat Tumbuh

Perbedaan umur, kerapatan dan faktor tempat tumbuh sangat

mempengaruhi produktivitas kayu bawang, maka dilakukan pengelompokan petak

ukur penelitian untuk mengkaji hubungan faktor-faktor tempat tumbuh terhadap

produktivitas kayu bawang dengan principal component analysis (PCA).

Pengelompokkan petak ukur penelitian didasarkan kemiripan karakteristik yang

dimilikinya.

Gambar 11 Biplot hubungan antara faktor-faktor tempat tumbuh terhadap produktivitas kayu bawang

Kontribusi First Component (PC1) sebesar 36,4 % dan Second Component

(PC2) sebesar 14,9 %. Dengan demikian dapat dikatakan sebanyak 51,3 % dari

(44)

penyebaran petak ukur penelitian sepanjang sumbu PC1 dan PC2, terdapat 4

kelompok. Petak ukur penelitian 14, 19, 20, 21, 22, 24 di kelompok I; 7, 11, 12,

13, 15, 18, 23, 25 di kelompok II; 2, 16, 17 di kelompok III; 1, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10

di kelompok IV.

Kelompok IV memiliki nilai PC1 dan PC2 yang semakin tinggi, kelompok

I memiliki nilai PC1 dan PC2 yang semakin rendah, sedangkan kelompok II dan

III salah satu PCnya ada yang rendah dan ada yang tinggi. Produktivitas kayu

bawang, salah satunya dapat dilihat dari volume. Berdasarkan gambar biplot di

atas, menunjukkan kecenderungan umur dan kerapatan berkorelasi positif dengan

volume kayu bawang. Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata volume tertinggi

hingga terendah berturut-turut adalah kelompok IV sebesar 144,6 m3/ha,

kelompok III sebesar 138,5 m3/ha, kelompok II sebesar 67,3 m3/ha dan kelompok

I sebesar 54,5 m3/ha. Tingginya rata-rata volume kelompok sangat dipengaruhi

oleh rata-rata umur kayu bawang, kelompok IV adalah 10,1 tahun, kelompok III

(45)

29

Tabel 4 Data faktor-faktor tempat tumbuh pada setiap kelompok

Faktor Satuan

Tempat Tumbuh 14 19 20 21 22 24 Rata2 7 11 12 13 15 18 23 25 Rata2 2 16 17 Rata2 1 3 4 5 6 8 9 10 Rata2

Ketinggian tempat m dpl 91 106 106 90 88 108 98,2 50 68 106 95 86 86 78 108 84,6 24 86 86 65,3 24 23 46 46 56 56 45 68 45,5

Kelerengan % 55 47 46 48 44 0 40 40 40 0 56 35 11 35 0 27,1 0 5 7 4 0 5 25 25 25 25 10 45 20

Keterbukaan kanopi % 8,5 42,6 54,1 26,4 10,6 27,9 28,3 45.8 50,3 10,9 9,1 13,6 13,1 16 26,6 23,2 4,4 11,8 11,7 9,3 4,6 5,5 2,3 2.5 42.7 44,1 44,2 4,4 18,8

Bulk density g/cm³ 0,9 1 1 0,9 1 0,9 1 0,9 1 1 1 1 1 1 0,9 1 1,1 1,1 1 1 1,2 1,2 1 1,1 0,9 0,9 0,9 1 1

Liat % 15,8 32,1 27,9 15,8 33,4 34 26 36 25,7 36,1 33,4 25,7 21,5 33,4 21,6 29,2 44,7 38,1 21,5 34,7 25,6 25,6 27,1 25,7 43,9 36 36 25,7 30,7

Debu % 15,3 17,3 15,2 15,3 13,1 4,5 13,4 8,9 8,7 6,7 13,1 8,7 11 13,1 8,9 9,9 25,7 11 6,6 14,4 9,1 9,1 13,2 15,2 9,5 8,9 8,9 8,7 10,3

Pasir % 69 50,6 56,9 69 53,2 61,5 60,1 55,1 65,6 57,3 53,2 65,6 67,5 53,2 69,5 60,9 30,3 51 71,9 51 65,2 65,2 59,7 59,1 51,7 55,1 55,1 65,6 59,6

pH 4 3,5 3,8 4 4,1 4,3 4 3,8 4,2 4,1 4,1 4,2 3,8 4,1 4 4 4 4 4,3 4,1 4,2 4,2 4,4 3,9 4,5 3,8 3,8 4,2 4,1

KTK me/100g 8,3 9,2 11,1 8,3 11,5 11,5 10 12,4 14 10,8 11,5 14 11,5 11,5 14,3 12,5 9,2 6,7 7,6 7,9 7,6 7,6 11,5 12,7 9,5 12,4 12,4 14 11

KB % 44,4 34,5 18,6 44,4 45,3 26,2 35,6 30,4 30,5 26,8 45,3 30,5 19,4 45,3 43,6 34 30,6 35,4 38,3 34,8 30,8 30,8 64,2 40,8 22,5 30,8 30,8 30,5 35,1

BO kg/m² 2,7 1,9 4 2,7 5,1 3,7 3,3 3,8 4,6 3,8 5,1 4,6 5,2 5,1 4,4 4,6 2,4 0,2 3,9 2,2 3,4 3,4 4,5 3,3 3,7 3,8 3,8 4,6 3,8

C-organik % 1,6 1,1 2,3 1,6 3 2,2 1,9 2,2 2,6 2,2 3 2,6 3 3 2,6 2,6 1,4 0,1 2,3 1,3 2 2 2,6 1,9 2,2 2,2 2,2 2,6 2,2

N total % 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 0,1 0,2 0,2 0,2 0,1 0,2 0,2 0,1 0,2 0,2 0,1 0,1 0,2 0,1 0,2 0,2 0,2 0,1 0,1 0,2 0,2 0,2 0,2

Umur tahun 7 6 6 6 4 3 5,3 7 9 7 7 7 7 6 3 6,6 8 7 7 7,3 8 8 13 12 9 9 12 10 10,1

Kerapatan pohon/ha 544 778 533 311 344 289 467 289 322 344 211 256 444 189 289 293 811 711 922 815 811 722 133 233 467 467 378 522 467

Volume m³/ha 99,6 61,6 72,6 50,1 27,8 15 54,5 48,5 90,3 95,3 81,3 55,7 101,5 50,8 15,3 67,3 203,1 98,9 113,6 138,5 155,9 122,6 164,1 157,1 94 102,8 202.3 158,1 144,6

(46)

Topografi dan Iklim Mikro

Pengukuran topografi meliputi ketinggian tempat dan kelerengan, serta

iklim mikro dilihat dari keterbukaan kanopi. Ketinggian tempat, kelerengan dan

keterbukaan kanopi memiliki kecenderungan berkorelasi negatif dengan

produktivitas kayu bawang, ditunjukkan dengan garis vektor ketinggian tempat,

kelerengan dan keterbukaan kanopi yang membentuk sudut tumpul dengan

produktivitas kayu bawang (Gambar 11). Dengan meningkatnya ketinggian

tempat, kelerengan dan keterbukaan kanopi akan menurunkan produktivitas kayu

bawang. Kelompok I dan II memiliki rata-rata ketinggian tempat, kelerengan dan

keterbukaan kanopi yang lebih tinggi dari kelompok III dan IV (Tabel 4) sehingga

kelompok III dan IV produktivitasnya lebih tinggi.

Ketinggian tempat berkorelasi negatif terhadap produktivitas. Menurut

Soekotjo (1976) ketinggian lahan dari permukaan laut berpengaruh terhadap

keadaan lingkungan tempat tumbuh tanaman, terutama suhu, kelembaban, kadar

oksigen di udara dan di tanah. Keadaan lingkungan tempat tumbuh itulah yang

selanjutnya berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon.

Peningkatan kelerengan suatu lahan akan meningkatkan aliran permukaan

yang akhirnya dapat menyebabkan hilangnya atau terangkutnya tanah di

permukaan (erosi). Menurut Hakim et al. (1986) erosi akan mempengaruhi

produktivitas tanaman.

Keterbukaan kanopi berkaitan dengan penerimaan intensitas cahaya

matahari. Salisbury & Ross (1995) menyatakan jika keterbukaan kanopi dalam

kondisi maksimal, maka faktor yang menjadi pembatas efektivitas proses

fotosintesis adalah ketersediaan air dari lingkungan sehingga akan mempengaruhi

produktivitas tanaman.

Sifat-Sifat Tanah

Sifat-sifat tanah meliputi sifat fisik dan kimia tanah pada setiap petak ukur

penelitian. Pengukuran sifat fisik tanah meliputi bulk density, kandungan pasir, debu dan liat tanah. Sedangkan sifat kimia tanah meliputi pH, KTK, KB, BO,

C-Organik dan N Total. Berdasarkan Gambar 11, sifat fisik tanah lebih berperan

(47)

31

liat tanah berkorelasi positif, sedangkan kandungan pasir tanah, KTK, KB, BO,

C-organik berkorelasi negatif. Korelasi negatif BO terhadap produktivitas

berkaitan dengan peningkatan kelerengan, ditunjukkan vektor BO yang

membentuk sudut sempit dengan vektor kelerengan. Peningkatan kelerengan akan

menyebabkan erosi semakin meningkat. Kerusakan yang dialami pada tanah

tempat erosi terjadi berupa kemunduran sifat kimia dan biologi tanah seperti

kehilangan unsur hara dan BO, dan meningkatnya kepadatan dan ketahanan

penetrasi tanah, menurunnya kapasitas infiltrasi tanah serta kemampuan tanah

menahan air. Akibat dari peristiwa ini adalah menurunnya produktivitas tanah,

dan berkurangnya pengisian air bawah tanah (Arsyad 2006). Para ahli menyakini

bahwa sifat fisik tanah lebih penting pengaruhnya dalam pertumbuhan dibanding

sifat kimia dan biologi tanah. Hakim et al. (1986) menyatakan tekstur tanah akan

mempengaruhi sifat tanah yang lain seperti struktur, porositas, kapasitas

memegang air dan bulk density.

Tabel 4 menunjukkan rata-rata bulk density dan kandungan pasir, liat, debu tanah pada setiap kelompok hampir sama. N total dan pH tidak

menunjukkan korelasi terhadap produktivitas kayu bawang (vektor N total dan pH

hampir membentuk sudut 900), hal ini dapat disebabkan N total dan pH tanah pada

setiap petak ukur penelitian seragam. Petak ukur penelitian yang digunakan

memiliki karakteristik tempat tumbuh yang hampir seragam, yang ditunjukkan

oleh banyaknya petak ukur berada di dekat perpotongan antara PC1 dan PC2 di

titik 0. Petak ukur yang berada di tengah-tengah tersebut, memiliki nilai yang

dekat dengan rata-rata faktor tempat tumbuh. Hal ini menunjukkan bahwa variasi

data sifat-sifat tanah yang ada belum cukup menerangkan variasi tempat tumbuh.

Petak ukur penelitian yang digunakan memiliki pH tanah berkisar 3,8-4,5.

Kriteria penilaian hasil analisis tanah menunjukkan bahwa kisaran pH tersebut

tergolong tanah sangat masam (≤4,5). Kapasitas tukar kation (KTK) petak ukur penelitian berkisar 6,7-14,3 me/100g. Nilai KTK tersebut menunjukkan

kemampuan menjerap dan mempertukarkan kation-kation dengan akar tanaman di

lokasi penelitian termasuk rendah. Kejenuhan basa (KB) petak ukur penelitian

tergolong sangat rendah hingga sedang. Kandungan bahan organik (BO) berkisar

(48)

(Sulaeman et al. 2005). Berdasarkan data di atas, kayu bawang merupakan tanaman yang mampu tumbuh pada tanah tidak subur, dengan KTK rendah dan

tanah yang masam. Hal ini sesuai dengan jenis tanah di lokasi penelitian termasuk

tanah ultisol. Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua, tanah bersifat

masam dan kejenuhan basa rendah (Hardjowigeno 2003).

Perlakuan Silvikultur yang telah dilakukan oleh Masyarakat

Kayu bawang telah lama dikembangkan di lahan masyarakat secara turun

temurun. Pada mulanya menanam kayu bawang merupakan tradisi

mempersiapkan bahan kayu bangunan rumah anak mereka dan menjadi investasi

masa mendatang. Berdasarkan Tabel 5 menyajikan perlakuan silvikultur kayu

bawang yang dilakukan masyarakat pada setiap kelompok meliputi pengadaan

benih, pengadaan bibit, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan.

Perlakuan silvikultur kayu bawang yang dilakukan masyarakat pada setiap

petak ukur penelitian masih kurang baik. Sumber benih yang digunakan berasal

dari pohon di sekitar desa, dengan kriteria pohon dengan umur ≥ 15 tahun,

memiliki kenampakan batang tinggi, lurus, bebas cabang tinggi dan kulit batang

retak-retak setelah berumur ≥ 15 tahun. Bibit yang ditanam umumnya berasal dari

anakan alam di bawah tegakan. Jarak tanam dilakukan tidak beraturan (acak).

Kegiatan pengolahan tanah, penyiangan, pemangkasan masih jarang dilakukan.

Sedangkan kegiatan penyulaman, pemupukan dan penjarangan tidak pernah

(49)

33

Tabel 5 Perlakuan silvikultur kayu bawang yang telah dilakukan masyarakat

Ket: √ = dilakukan pada setiap petak ukur penelitian 24, 25, dst = nomor petak ukur

Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV

Pengadaan Benih

b. Tanaman pertanian 24 25 2 1, 3

Pemangkasan

Rata-rata volume (m³/ha) 54,5 67,3 138,5 144,6

(50)

Rata-rata volume kayu bawang kelompok III dan IV sebesar 138,5 m3/ha

dan 144,6 m3/ha, lebih tinggi dibandingkan rata-rata volume kayu bawang

terendah kelompok I dan II sebesar 54,5 m3/ha dan 67,3 m3/ha. Hal ini

dikarenakan pada kelompok III dan IV telah melakukan perlakuan silvikultur

yang lebih baik dari kelompok lainnya. Bibit ditanam pada kelompok III dan IV

umumnya berasal dari benih yang disemai di polybag, sedangkan kelompok

lainnya bibit berasal dari benih yang ditanam lagsung ke lapangan atau anakan

alami yang ditanam tanpa proses seleksi bibit. Pada kegiatan persiapan lahan

kelompok III dan IV telah melakukan kegiatan penggemburan tanah, penyiangan

gulma dilakukan lebih rutin. Pemupukan kayu bawang di lokasi penelitian belum

pernah dilakukan, sedangkan pemupukan pada tanaman pertanian, masih sedikit

masyarakat yang melakukanya. Pemberian pupuk pada tanaman pertanian akan

berpengaruh juga pada tanaman kayu bawang.

Pemanenan

Tanaman kayu bawang telah dapat dipanen pada umur 15-20 tahun.

Namun seiring dengan meningkatnya kebutuhan kayu untuk berbagai

penggunaan, saat ini kayu bawang mulai dipanen umur 12 tahun ke atas, dan ada

juga kayu bawang yang dipanen masih umur 10 tahun.

Hasil penebangan kayu bawang, apabila untuk pemakaian sendiri kayu

dari tanaman kayu bawang disimpan dan disusun rapi di bawah rumah tinggi

(rumah panggung) atau dijemur kemudian disusun di bawah atap. Hal ini

dilakukan dengan tujuan kayu tetap kering, terlindung dari air hujan sehingga

tidak cepat lapuk. Namun ada juga masyarakat yang menjual kayu secara

langsung kepada pedagang kayu bawang yang ada di desa atau kepada pedagang

depot kayu yang berada di Kota Bengkulu.

Harga kayu bawang yang telah dibuat menjadi papan atau kasau per m3 di

lokasi penelitian untuk panjang 2 m sekitar Rp. 1.800.000,- dan 4 m sekitar

Rp. 2.100.000,-, sedangkan harga di depot kayu per m3 kayu kayu bawang

tersebut dijual ke masyarakat untuk panjang panjang 2 m sekitar Rp. 2.200.000,-

dan 4 m sekitar Rp. 2.500.000,- . Sedangkan, harga jual dari depot kayu ke

masyarakat di kota Bengkulu, per m3 kayu meranti panjang 4 m sekitar Rp.

Gambar

Gambar 1. Bagan alir kerangka pemikir
Gambar 2 Kurva CAI dan MAI pola tanam (a) Agroforestri kayu bawang
Gambar 4 Peta orientasi lokasi penelitian
Gambar 5 Distribusi curah hujan bulanan pada (a) Pos pengamatan Baturoto
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Memperhatikan kehidupan sosial masyarakat dari oramg tua anak sekolah minggu di Lingkungan Santo Lukas Wilayah Jebres Paroki Purbowardayan Surakarta, merupakan salah satu subjek

Karya tulis ilmiah ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF KEHAMILAN, PERSALINAN, BAYI BARU LAHIR, NIFAS DAN MASA ANTARA NY.S UMUR 27 TAHUN G2P1A0 UMUR KEHAMILAN 5 MINGGU DI BPM

Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mashami et al (2014) yang menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan hasil belajar

Piroksikam merupakan antiinflamasi non steroid (AINS) emmpunyai sifat tidak Piroksikam merupakan antiinflamasi non steroid (AINS) emmpunyai sifat tidak larut dalam air, asam-asam

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa upaya guru dalam mengembangkan motorik kasar melalui gerak manipulatif di TK Negeri Pembina Sukarame Bandar

ALLAH SWT atas ridho, rahmat serta hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis Rasio Likuiditas, Profitabilitas, Aktivas Dan

Lombok, Nusa Tenggara Barat sebagai strategi peningkatan investasi asing bidang kepariwisataan berupa insentif keringanan pajak sebesar 25 %, pemangkasan izin