HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR TEMPAT
TUMBUH DAN PERLAKUAN SILVIKULTUR TERHADAP
PRODUKTIVITAS KAYU BAWANG (
Dysoxylum mollissimum
Blume) DI HUTAN RAKYAT BENGKULU
EFRATENTA KATHERINA DEPARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Hubungan antara Faktor-Faktor Tempat Tumbuh dan Perlakuan Silvikultur terhadap Produktivitas Kayu Bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) di Hutan Rakyat Bengkulu adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2010
Efratenta Katherina Depari
NRP E451080011
ABSTRACT
EFRATENTA KATHERINA DEPARI. Relationship between Growth Site
Factors and Silvicultural Treatment on Productivity of Kayu Bawang (Dysoxylum
mollissimum Blume) in People’s Forest of Bengkulu. Under Direction of ISTOMO and OMO RUSDIANA.
Kayu bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) is a local species which is
considered as superior in Bengkulu and is used as construction wood. Wood of this species is resistant toward termite attack, has aroma like onion, and is bitter. Kayu bawang has good quality wood, belongs to resistance level B, or resistance level which ranges from fairly resistant to resistant toward termite attack. Kayu bawang has straight stem and is categorized as fast growing species. Planting of kayu bawang has varied productivity. This research was aimed at determining the relationship between growth site factors and silvicultural treatments on productivity of kayu bawang. This study conducted on communities forest in North and Central Bengkulu District, Province of Bengkulu. In this research, principal component analysis was used and silvicultural treatment was analyzed descriptively in qualitative manner. Research results showed that growth site factors which were negatively correlated with productivity of kayu bawang in the research location were slope, altitude, and percentage of light intensity. The optimum planting of kayu bawang in the research location was at slopes ranging between 0-20%, altitude ranging between 23-65 m asl, and percentage of light intensity ranging between 9-19%. Productivity of kayu bawang at poor condition of growth site could be improved through appropriate silvicultural treatment. Silvicultural treatments which had been practiced by the people were still not good yet. Planting stocks being planted were usually originated from natural regeneration. Planting was done in irregular manner (random). Activities of soil tillage, weeding, and prunning were seldom practiced. Besides that, activities of replanting of failure, fertilizer application and thinning were never conducted.
Tumbuh dan Perlakuan Silvikultur terhadap Produktivitas Kayu Bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) di Hutan Rakyat Bengkulu. Dibimbing oleh ISTOMO dan OMO RUSDIANA.
Pembangunan hutan rakyat merupakan salah satu upaya untuk menyediakan bahan baku dalam memenuhi kebutuhan kayu konsumsi nasional, hal ini dikarenakan semakin menurunnya persediaan bahan baku dari hutan alam produksi. Strategi meningkatkan produksi kayu dapat dilakukan membangun dan memperluas hutan rakyat di berbagai daerah. Jenis kayu yang telah dikembangkan di hutan rakyat antara lain sengon, pulai, gmelina, mindi, kayu afrika dan kayu bawang.
Kayu bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) adalah jenis lokal
unggulan di Bengkulu dimanfaatkan untuk kayu pertukangan. Kayu jenis ini memiliki keunggulan tahan terhadap serangan rayap, mempunyai aroma seperti bawang dan pahit. Kayu bawang memiliki kualitas kayu baik, termasuk tingkat ketahanan B atau tingkat ketahanan cukup tahan sampai tahan terhadap serangan rayap. Kayu bawang memiliki batang lurus dan tergolong jenis cepat tumbuh. Kayu bawang telah dikembangkan di hutan rakyat. Penanaman kayu bawang pada hutan rakyat memiliki produktivitas yang beragam. Perbedaan tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan perlakuan silvikultur dan faktor-faktor tempat tumbuh yang dapat mempengaruhi produktivitas tanaman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan faktor-faktor tempat tumbuh dan perlakuan silvikultur terhadap produktivitas kayu bawang, serta mengkaji perlakuan silvikultur kayu bawang yang telah dilakukan masyarakat. Penelitian dilaksanakan di hutan rakyat kayu bawang yang terdapat di tiga Desa, yaitu Desa Pasar Pedati di Kabupaten Bengkulu Tengah, Desa Sawang Lebar dan Desa Dusun Curup di Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. Waktu penelitian dilaksanakan bulan Maret sampai April 2010.
Pengumpulan data vegetasi meliputi tanaman budidaya dan tumbuhan bawah. Data yang dikumpulkan pada tanaman budidaya adalah jenis, diameter (cm) dan tinggi (m). Data-data hasil pengukuran tersebut digunakan untuk menghitung luas bidang dasar, volume, riap volume dan biomassa, sedangkan data tumbuhan bawah adalah biomassa tumbuhan bawah. Gambaran masing-masing pola tanam yang ada di lokasi penelitian dengan membuat profil tegakan
menggunakan Spatially Explicit Individual-based Forest Simulator (SExI-FS).
silvikultur yang telah dilakukan masyarakat dilakukan melalui studi literatur dan
wawancara semi terstruktur dengan snowball sampling.
Data-data perlakuan silvikultur yang diperoleh ditabulasikan dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif adalah uraian secara verbal terhadap data-data hasil penelitian yang ditujukan untuk penjelasan agar mudah dipahami, dimana data kualitatif dapat berupa tabel, kalimat atau gambar. Hubungan antara faktor-faktor tempat tumbuh terhadap produktivitas kayu
bawang dapat dilakukan dengan principal component analysis (PCA)
menggunakan program Minitab 15.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor tempat tumbuh yang berkorelasi negatif dengan produktivitas kayu bawang di lokasi penelitian adalah kelerengan, ketinggian tempat dan keterbukaan kanopi. Penanaman kayu bawang yang optimal di lokasi penelitian pada kelerengan berkisar 0-20%, ketinggian tempat berkisar 23-65 m dpl dan keterbukaan kanopi berkisar 9-19%. Produktivitas kayu bawang pada kondisi tempat tumbuh yang rendah dapat ditingkatkan dengan perlakuan silvikultur yang baik. Perlakuan silvikultur yang telah dilakukan masyarakat masih belum baik. Bibit yang ditanam umumnya berasal dari anakan alami serta jarak tanam yang digunakan tidak beraturan (acak). Kegiatan pengolahan tanah, penyiangan, pemangkasan masih jarang dilakukan, sedangkan penyulaman, pemupukan dan penjarangan tidak pernah dilakukan masyarakat.
Kata kunci: Dysoxylum mollissimum, faktor-faktor tempat tumbuh, perlakuan
Hak Cipta Milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kririk, atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
mollissimum Blume) di Hutan Rakyat Bengkulu
Nama : Efratenta Katherina Depari
NRP : E451080011
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Istomo, MS Dr. Ir. Omo Rusdiana, M.Sc
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi / Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana
Silvikultur Tropika
Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R., MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan, karena atas berkat-Nya
penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Hubungan antara Faktor-Faktor
Tempat Tumbuh dan Perlakuan Silvikultur terhadap Produktivitas Kayu Bawang
(Dysoxylum mollissimum Blume) di Hutan Rakyat Bengkulu”.
Terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis ucapkan kepada :
1. Dr.Ir. Istomo, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr.Ir. Omo
Rusdiana, M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak
memberi bimbingan, masukan dan saran dalam berbagai kesempatan diskusi
yang berkaitan dengan penelitian ini.
2. Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R., MS selaku Ketua Mayor Silvikultur Tropika dan
Dr.Ir. Nurheni Wijayanto, MS selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis
yang telah memberi banyak masukan dan saran.
3. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas beasiswa BPPS sehingga penulis
dapat mengikuti pendidikan di Mayor Silvikultur Tropika, Sekolah
Pascasarjana IPB.
4. Suami tercinta Jackson Sitepu, SP atas izin dan dukungan baik moril maupun
spiritual selama penulis mengikuti pendidikan S2 di IPB.
5. Bapak, Mamak, Abang, Adek dan keluarga besar dr. Kabar Sitepu atas segala
doa dan kasih sayangnya.
6. Rekan-rekan Pascasarjana Mayor Silvikultur Tropika angkatan 2008 atas
bantuan dan kebersamaan selama ini.
7. Sahabatku Yesy Rosalina dan berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu
persatu, untuk semua dorongan dan bantuan yang diberikan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan ini. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Agustus 2010
Penulis dilahirkan di Manna pada tanggal 8 November 1981 dari pasangan
Paham Depari, S.Pd dan Ibu Rustini Ginting, S.Pd Penulis merupakan anak ketiga
dari empat bersaudara.
Pada tahun 1999 penulis diterima pada Program Studi Budidaya Hutan,
Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu melalui jalur SPMB (Sistim Penerimaan
Mahasiswa Baru). Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 2003.
Pada tahun 2004 hingga 2006 penulis bekerja di PT. Agung Automall Bengkulu
sebagai Personil Admin. Tahun 2006 penulis lulus seleksi CPNS di lingkungan
Universitas Bengkulu dan bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Budidaya
Hutan, Fakultas Pertanian. Penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan
pasca sarjana pada tahun 2008 melalui beasiswa BPPS. Pendidikan pasca sarjana
ditempuh pada Program Studi Silvikultur Tropika, Sekolah Pascasarjana Institut
DAFTAR ISI
Faktor-Faktor Tempat Tumbuh ... 8
Perlakuan Silvikultur... 12
Produktivitas Tegakan ... 12
METODE PENELITIAN ... ... 15
Tempat dan Waktu Penelitian ... 15
Bahan dan Alat ... 15
Pengumpulan Data ... 15
Pengolahan Data ... 18
Analisis Data ... 20
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN... ... 21
Penyebaran dan letak objek penelitian ... 21
Aksesibilitas ... 21
Iklim ... 22
Pola Tanam Kayu Bawang ... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN ... ... 25
Produktivitas Tegakan ... 25
Faktor-Faktor Tempat Tumbuh ... 27
Perlakuan Silvikultur yang telah dilakukan Masyarakat ... 32
Hubungan Faktor-Faktor Tempat Tumbuh dan Perlakuan Silvikultur terhadap Produktivitas Kayu Bawang ... 36
KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 39
Kesimpulan ... 39
DAFTAR PUSTAKA ... 40
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Sifat-sifat tanah yang dianalisis dan metode yang digunakan ... 17
2 Persamaan alometrik penduga biomassa tanaman pisang,
kopi dan karet ... 19
3 Produktivitas kayu bawang pada setiap petak ukur penelitian ... 25
4 Data faktor-faktor tempat tumbuh pada setiap kelompok ... 29
5 Perlakuan silvikultur kayu bawang yang dilakukan masyarakat
pada setiap petak ukur penelitian ... 33
6 Hubungan faktor-faktor tempat tumbuh dan perlakuan silvikultur
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Bagan alir kerangka pemikiran ... 4
2 Kurva CAI dan MAI pola agroforestri kayu bawang
dengan kopi dan pola agroforestri multi jenis ... 14
3 Desain petak penelitian ... 16
4 Peta orientasi lokasi penelitian ... 21
5 Distribusi curah hujan bulanan (a) Pos pengamatan Baturoto (Kerkap) dan (b) Pos pengamatan Argamakmur selama 3 tahun (2007-2009) (BMKG Stasiun Klimatologi
Pulau Baai Bengkulu 2009) ... 22
6 Pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan pisang ... 23
7 (a) Pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan kopi
(b) Tanaman kopi yang berbuah di bawah tegakan kayu bawang ... 23
8 (a) Pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan kopi
dan karet (b) Karet yang sedang disadap ... 24
9 Hubungan umur terhadap volume kayu bawang ... 26
10 Hubungan kerapatan terhadap volume kayu bawang ... 26
11 Biplot hubungan antara faktor-faktor tempat tumbuh terhadap
produktivitas kayu bawang ... 27
12 Rumah masyarakat yang dibangun menggunakan kayu bawang
sebagai bahan kayu bangunan ... 35
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Profil tegakan pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan
Pisang ... 43
2 Profil tegakan pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan kopi ... 44
3 Profil tegakan pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan karet ... 45
4 Informasi tentang petak ukur penelitian ... 46
5 LBDS total pada setiap petak ukur penelitian ... 47
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan hutan rakyat merupakan salah satu upaya untuk
menyediakan bahan baku dalam memenuhi kebutuhan kayu konsumsi nasional,
hal ini dikarenakan semakin menurunnya persediaan bahan baku dari hutan alam
produksi. Status lingkungan hidup Indonesia tahun 2006 menyatakan kebutuhan
kayu nasional 57,1 juta m3/tahun dengan kemampuan hutan alam dan hutan
tanaman untuk menyediakan sebesar 45,8 juta m3/tahun (Kementerian
Lingkungan Hidup 2007), maka terjadi defisit kebutuhan kayu sebesar
11,3 juta m3/tahun. Strategi mengurangi defisit kebutuhan kayu yang terjadi
adalah membangun dan memperluas hutan rakyat di berbagai daerah. Luas hutan
rakyat di Indonesia tercatat sampai dengan tahun 2006 adalah 1.272.505,61 ha
(Direktorat Jenderal RLPS 2006). Jenis kayu yang telah dikembangkan di hutan
rakyat antara lain sengon, pulai, gmelina, mindi, kayu afrika dan kayu bawang.
Kayu bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) merupakan tanaman hutan
unggulan lokal Bengkulu yang telah lama dikenal dan dikembangkan terutama di
Kabupaten Bengkulu Utara (Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu 2003). Kayu
jenis ini memiliki keunggulan tahan terhadap serangan rayap, mempunyai aroma
seperti bawang dan pahit. Nuriyatin et al. (2003) menyatakan kayu bawang memiliki kualitas kayu baik, termasuk tingkat ketahanan B atau tingkat ketahanan
cukup tahan sampai tahan terhadap serangan rayap. Apriyanto (2003)
menambahkan kayu bawang memiliki batang lurus dan tergolong jenis cepat
tumbuh. Kayu dari jenis ini dapat dimanfaatkan untuk kayu pertukangan (Riyanto
2001).
Sebagai kayu pertukangan, volume pohon kayu bawang adalah hal penting
untuk diperhatikan. Volume pohon dapat digunakan sebagai penduga produksi
hasil kayu. Produksi hasil kayu dipengaruhi pertumbuhan pohon. Kramer &
Kozlowski (1960) menyatakan pertumbuhan pohon sangat ditentukan oleh
interaksi antara tiga faktor yaitu genetik, tempat tumbuh dan perlakuan silvikultur.
2
Ukuran produktivitas tegakan tergantung tujuan penggunaannya.
Produktivitas bagian tanaman kayu bawang yang bernilai ekonomi dapat diukur
dengan riap volume. Apriyanto (2003) menyatakan bahwa penanaman kayu
bawang di hutan rakyat secara monokultur pada umur 9 tahun memiliki riap
volume 24,42 m3/ha/tahun, yang lebih tinggi bila dibandingkan data penelitian
Siahaan (2009) menyatakan rata-rata riap volume kayu bawang umur 9 tahun
dengan pola tanam agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi adalah
13,98 m3/ha/tahun dan daur optimalnya pada umur 7 tahun, sedangkan pola
agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan karet adalah
10,68 m3/ha/tahun dan daur optimalnya pada umur 5 tahun. Perbedaan riap
volume diduga disebabkan oleh perbedaan perlakuan silvikultur dan faktor-faktor
tempat tumbuh yang dapat mempengaruhi produktivitas tanaman.
Tempat tumbuh sangat kompleks, di mana berbagai faktor berpengaruh
timbal balik satu sama lainnya dan dengan tanaman (Soerianegara & Indrawan
2008). Faktor-faktor tempat tumbuh merupakan semua faktor yang berhubungan
dan mempengaruhi produktivitas tanaman. Perubahan suatu faktor penyusun
tempat tumbuh akan berdampak terhadap produktivitas tanaman. Oleh karena itu,
pengetahuan mengenai hubungan faktor-faktor tempat tumbuh dan perlakuan
silvikultur terhadap produktivitas kayu bawang sangat diperlukan sebagai
pertimbangan dalam budidaya kayu bawang untuk menghasilkan produktivitas
kayu yang optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu.
Perumusan Masalah
Kayu bawang adalah jenis lokal yang telah lama dimanfaatkan untuk kayu
pertukangan, kayunya tahan terhadap serangan rayap. Kayu bawang merupakan
salah satu jenis andalan di Bengkulu yang telah lama dikembangkan terutama di
Kabupaten Bengkulu Utara. Kayu bawang mempunyai potensi untuk
dikembangkan di hutan rakyat. Penanaman kayu bawang di Bengkulu dengan
sistem agroforestri, yaitu pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan
tanaman semusim, agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan
agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan karet. Berdasarkan
yang beragam. Perbedaan tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan perlakuan
silvikultur dan faktor-faktor tempat tumbuh yang ada. Sampai saat ini, syarat
tumbuh dan aspek budidaya dari tanaman kayu bawang masih banyak yang belum
diketahui. Padahal, informasi tersebut dibutuhkan sebagai bahan pertimbangan
dalam penanaman kayu bawang di hutan rakyat untuk menghasilkan produktivitas
kayu bawang yang optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu.
Permasalahan pokok yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah:
hubungan faktor-faktor tempat tumbuh dan perlakuan silvikultur terhadap
produktivitas kayu bawang.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengkaji hubungan faktor-faktor tempat tumbuh dan perlakuan silvikultur
terhadap produktivitas kayu bawang.
2. Mengkaji perlakuan silvikultur kayu bawang yang telah dilakukan
masyarakat di Bengkulu.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat memberikan informasi mengenai
faktor-faktor tempat tumbuh dan perlakuan silvikultur yang berpengaruh terhadap budi
daya kayu bawang serta perlakuan silvikultur yang telah dilakukan masyarakat,
sehingga dapat menjadi acuan untuk pengembangan kayu bawang dalam rangka
memenuhi kebutuhan kayu.
Kerangka Pemikiran
Informasi mengenai hubungan faktor-faktor tempat tumbuh dan perlakuan
silvikultur terhadap produktivitas kayu bawang dapat digunakan untuk
merumuskan faktor-faktor penduga produktivitas kayu bawang, sehingga menjadi
acuan dalam peningkatan produktivitas kayu bawang. Kerangka pemikiran yang
dikembangkan dalam menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini,
TINJAUAN PUSTAKA
Kayu Bawang (Dysoxylum mollissimum Blume)
Taksonomi
Nama daerah D. mollissimum Blume dikenal dengan nama Australian
pencil cedar, miva mahogani, saurauiria (En). Indonesia: bawang (Sumatera), ki
bawang (Sunda), tumbawa sela (Minahassa Sulawesi), Philipines: hairy-leaved
himamau (Filipino), malaaduas (Bikol), mata-mata (Tagalog) (Sosef et al. 1998),
sedangkan di Bengkulu dikenal dengan nama kayu bawang. Berdasarkan
taksonomi, kayu bawang digolongkan sebagai berikut:
Kingdom = Plantae
Spesies = Dysoxylum mollissimum Blume
D. mollissimum Blume dibagi menjadi dua subspesies, yang pertama (subsp. mollissimum) ada di Timur India ke Bali dan yang kedua (subsp. molle
(Miq.) Mabb.) ada di Flores dan Sulawesi bagian Timur. Sinonim D. mollissimum
Blume adalah D. floribundum Merr., D. muelleri Benth., D. richii (A. Gray) C. DC. (Sosef et al. 1998).
Penyebaran
Penyebarannya di India, Birma (Myanmar), China Bagian Selatan dan
hingga penjuru daerah Melanesia sampai Australia dan Samudera Pasifik, Timur
Gunung Fiji dan Samoa (Sosef et al. 1998). Kayu Bawang dapat ditemukan di Bengkulu terutama di Kabupaten Bengkulu Utara (Dinas Kehutanan Provinsi
Bengkulu 2003).
Persyaratan Tumbuh
Kayu bawang dapat tumbuh mulai dari ketinggian 0-1.000 m dpl.
Rata-rata curah hujan yang dikehendaki berkisar 500-3.500 mm/tahun. Jenis ini juga
6
pertumbuhan terbaik menghendaki kondisi tanah yang subur, gembur dan
mempunyai aerasi yang baik (Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu 2003).
Silvikultur
Tinggi pohon kayu bawang mencapai 30-40 m dan diameter 100-120 cm.
Kulit batang berwarna abu-abu sampai coklat muda dengan tekstur agak licin.
Daunnya majemuk tunggal berbentuk elips, ujungnya meruncing dengan tulang
daun menyirip. Buah bulat atau gepeng mempunyai daging buah. Bijinya
berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 2 cm dan diameter 1 cm serta
memiliki kulit luar keras (Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu 2003).
Tanaman kayu bawang dapat diperbanyak menggunakan biji dan bibit
cabutan berasal dari daerah penyebaran. Biji kayu bawang diduga bersifat
rekalsitran karena tidak dapat disimpan lama (Dinas Kehutanan Provinsi
Bengkulu 2003). Siahaan et al. (2008) menyatakan penurunan viabilitas biji kayu
bawang terjadi relatif cepat yang ditunjukkan oleh penurunan daya berkecambah
sebesar 55,5 % setelah disimpan selama 4 minggu meskipun kecepatan
berkecambah meningkat sebesar 9,1 hari. Penyimpanan pada lemari es dapat
meningkatkan daya berkecambah kayu bawang sebesar 5,8 % dibandingkan
penyimpanan di ruang suhu kamar. Selanjutnya, berdasarkan penelitian Siahaan
et al. (2006) menyimpulkan pemberian arang kompos sebagai campuran topsoil
untuk media semai kayu bawang secara nyata dapat meningkatkan pertumbuhan.
Pemberian arang kompos dapat memperbaiki struktur dan tekstur media,
meningkatkan kandungan unsur hara serta meningkatkan pH media dalam
polybag. Sedangkan pemberian paranet dengan tingkat kerapatan naungan 55 % juga dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kayu bawang.
Kayu bawang telah dikembangkan dalam bentuk pengelolaan berbasis
masyarakat sejak tahun 1990-an, dengan menanam jenis tersebut pada lahan milik
masyarakat yang dikenal dengan hutan rakyat. Hutan rakyat bermanfaat secara
ekonomi yaitu memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat apabila
dikelola dengan baik. Selain itu, hutan rakyat memberikan manfaat secara
ekologis dengan membentuk struktur tegakan yang menciptakan lingkungan
Praktek hutan rakyat kayu bawang pada umumnya telah diusahakan
dengan pola tanam monokultur dan agroforestri multi jenis. Pola tanam
monokultur umumnya dilakukan masyarakat yang mempunyai lahan luas dan
modal yang besar dengan menanam kayu bawang saja pada lahan mereka.
Apriyanto (2003) menyatakan penanaman kayu bawang secara monokultur di
Kabupaten Bengkulu Utara sampai pada umur 9 tahun memiliki riap diameter
1,93 cm/tahun, riap tinggi 2,11 m/tahun dan riap volume 24,42 m3/ha/tahun.
Berdasarkan besarnya riap pertumbuhan, maka tegakan monokultur kayu bawang
di Bengkulu Utara dapat dikategorikan sebagai tegakan yang produktif.
Pada hutan rakyat kayu bawang pola tanam agroforestri multi jenis,
tanaman kayu bawang ditanam bersama dengan beberapa jenis tanaman pertanian
sehingga lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Pola tanam yang
dikembangkan di hutan rakyat disesuaikan dengan kondisi dan luas lahan yang
tersedia serta kondisi pasar dan kebutuhan masyarakat (Winarno & Waluyo 2007).
Penanaman kayu bawang dengan sistem agroforestri di Bengkulu umumnya
dilakukan dengan mengkombinasikan kayu bawang dengan kopi dan kayu
bawang dikombinasikan dengan kopi dan karet. Daur optimal untuk pola tanam
agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi pada umur 7 tahun dan
umur 5 tahun untuk pola tanam agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan
kopi dan karet (Siahaan 2009).
Kegunaan
Kayu bawang memiliki kayu yang termasuk tingkat ketahanan B atau
tingkat ketahanan cukup tahan sampai tahan terhadap serangan rayap (Nuriyatin
et al. 2003), sehingga dapat digunakan untuk kayu pertukangan. Selain untuk kayu pertukangan, kayunya dapat digunakan untuk berbagai keperluan antara lain
kerajinan dan meubel. Kayunya halus sehingga mudah diolah (Dinas Kehutanan
Provinsi Bengkulu 2003). Di daerah Fiji buah kayu bawang dimanfaatkan untuk
8
Faktor-Faktor Tempat Tumbuh
Tempat tumbuh merupakan tempat yang dipandang dari segi faktor
ekologinya. Dengan kata lain, tempat tumbuh merupakan gabungan kondisi
biotik, iklim, dan tanah yang terdapat pada suatu tempat. Tempat tumbuh adalah
suatu sistem yang kompleks dimana berbagai faktor berpengaruh timbal balik satu
sama lain dan dengan tanaman. Suatu faktor atau beberapa faktor dikatakan
penting apabila pada suatu waktu tertentu faktor tersebut sangat mempengaruhi
hidup dan tumbuhnya tanaman.
Produktivitas lahan pada umumnya diartikan sebagai kualitas tempat
tumbuh yang diukur berdasarkan hasil kayu maksimal yang dapat diproduksi oleh
lahan hutan dalam waktu tertentu. Kualitas tempat tumbuh merupakan gabungan
dari banyak faktor lingkungan, misalnya jenis tanah, kedalaman tanah, tekstur
tanah, karakteristik profil tanah, komposisi mineral, kecuraman lereng, arah
lereng, dan iklim mikro (Daniel et al. 1987).
Faktor-faktor tempat tumbuh dapat dibagi menjadi faktor yang
berpengaruh secara langsung dan faktor yang tidak langsung. Faktor-faktor yang
berpengaruh secara langsung seperti radiasi matahari, kelembaban, dan air tanah.
Faktor tersebut berpengaruh langsung terhadap fungsi tanaman dan memprodusir
suatu efek yang terlihat jelas. Faktor yang berpengaruh secara tidak langsung
seperti lereng, flora dan fauna, yang mempengaruhi vegetasi hutan terutama
melalui efeknya terhadap faktor langsung. Soekotjo (1976) menyatakan
faktor-faktor tempat tumbuh dapat dibagi menjadi 4 (empat) golongan yaitu klimatis,
edafis, fisiografis dan biotis.
Klimatis
Klimatis adalah faktor yang berhubungan dengan keadaan atmosfir yang
mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Pengaruh faktor ini dapat
terasa secara regional atau lokal. Keadaan atmosfir yang menentukan iklim
regional dan lokal terutama berhubungan dengan temperatur, air, dan cahaya.
Faktor yang menentukan keadaan atmosfir tersebut adalah radiasi matahari,
temperatur udara, kelembaban udara, prespitasi, angin dan petir (Soekotjo 1976).
Tiap jenis tanaman mempunyai persyaratan tumbuh yang berhubungan
hujan. Untuk daerah dengan musim kering yang sedang sampai kuat, pemilihan
jenis dibatasi oleh ketahanan pohon akan kekurangan air (Soerianegara &
Indrawan 2008).
Edafis
Edafis adalah faktor yang berhubungan dengan keadaan tanah. Tanah
merupakan tempat untuk tumbuh dan berkembangnya pohon. Tanah memberi
dukungan mekanis dan menjadi tempat berjangkarnya akar, menyediakan ruang
tempat tumbuh dan berkembangnya akar, menyediakan air dan hara serta media
terjadinya interaksi antara jasad tanah dengan tanaman. Dajadi & Hardjono (1976)
dalam Indriyanto (2008) menyatakan bahwa tanah merupakan kumpulan bahan-bahan alami yang terdapat di permukaan bumi, tempat berpijak pepohonan,
terbentuk karena pengaruh iklim, kehidupan organisme pada bahan induk, relief
atau bentuk permukaan bumi dan waktu. Kesuburan tanah sangat penting untuk
diperhatikan karena tiap jenis tanaman membutuhkan kesuburan yang
berbeda-beda untuk mencapai hasil yang maksimal (Soerianegara & Indrawan 2008).
Faktor yang secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dan
produktivitas tanaman adalah tekstur, struktur, air tanah, temperatur tanah dan
unsur hara yang terdapat di dalam tanah (Soekotjo 1976). Para ahli meyakini sifat
fisik tanah lebih penting pengaruhnya dalam pertumbuhan dan produktivitas
tanaman dibanding sifat kimia dan biologi tanah. Hakim et al. (1986) menyatakan
bahwa tekstur tanah akan mempengaruhi sifat tanah yang lain seperti struktur,
porositas, kapasitas memegang air, bulk density. Fisiografis
Fisiografis adalah faktor yang berhubungan dengan keadaan yang
menentukan bentuk dan struktur dari permukaan tanah. Keadaan yang secara tidak
langsung mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman melalui efeknya
terhadap faktor langsung bersifat fisiografis antara lain ketinggian dari permukaan
laut, lereng dan aspek (Soekotjo 1976).
Efek tidak langsung dari bertambahnya ketinggian terhadap pohon sebagai
individu adalah pertumbuhan tinggi menurun secara teratur, riap total lambat laun
akan menurun, pohon memerlukan waktu yang lebih lama untuk menjadi dewasa,
10
Sedangkan efek dari bertambahnya ketinggian terhadap keseluruhan tegakan
adalah banyaknya batang per hektar bertambah, namun proporsi dari batang yang
mempunyai kelas diameter lebih besar menurun, tinggi dari rata-rata tegakan
menurun, riap tahunan rata-rata dari seluruh tegakan dewasa menjadi sangat turun
dan proporsi dari ranting-ranting dan cabang kayu meningkat (Soekotjo 1976).
Suhendang (1990) menyatakan ketinggian lahan dari permukaan laut
berpengaruh terhadap keadaan lingkungan tempat tumbuh tanaman, terutama
suhu, kelembaban, kadar oksigen di udara dan di tanah. Soerianegara & Indrawan
(2008) menyatakan setiap jenis tanaman mempunyai kisaran tumbuh terhadap
ketinggian tempat dari permukaan laut. Penanaman sebaiknya dilakukan pada
tempat-tempat dimana tinggi tempatnya termasuk dalam kisaran tumbuh tanaman
tersebut, sehingga tanaman dapat tumbuh maksimum.
Lereng dapat didefinisikan sebagai sudut yang dibentuk oleh permukaan
tanah dengan horizontal dan menunjukkan hubungan dari permukaan tempat
tumbuh terhadap horizon. Efek penting dari lereng adalah terhadap pengaliran air
di atas permukaan tanah dan drainase, sehingga berpengaruh terhadap kandungan
air tanah. Lereng dapat merubah intensitas pengeringan dengan merubah sudut
jatuhnya sinar matahari (Soekotjo 1976).
Aspek adalah arah dari lereng suatu daerah. Pengaruh arah lereng terhadap
tempat tumbuh berkaitan dengan intensitas cahaya matahari yang dapat diterima
tanaman. Pada umumnya lereng yang menghadap utara dan timur cenderung
memberikan kualitas tempat tumbuh yang lebih baik dari pada lereng yang
terletak di sebelah selatan dan barat (Suhendang 1990).
Lereng timur kena pengaruh sinar matahari pagi, tempat tumbuhnya
terlindungi dari pengaruh angin barat daya dan angin barat serta pengaruh sinar
matahari siang hari yang panas. Lereng timur baik untuk pertumbuhan pohon dan
seringkali ditandai oleh tegakan yang rapat yang tumbuh dengan kualitas yang
baik. Lereng utara juga terlindungi dari efek sinar matahari siang hari yang panas
dan juga terlindungi dari pengaruh angin. Lereng utara terdapat kelembaban udara
dan air tanah dalam jumlah yang maksimum, sehingga menghasilkan
dan panas akibat pengaruh angin dan pengaruh sinar matahari yang panas
(Soekotjo 1976).
Biotis
Biotis adalah faktor yang berhubungan dengan faktor langsung dan tidak
langsung disebabkan pengaruh flora dan fauna. Meskipun faktor klimatis dan
edafis suatu tempat tumbuh mempunyai pengaruh yang dominan terhadap
pertumbuhan dan produktivitas tanaman, namun dapat juga dipengaruhi oleh
interaksi kehidupan flora dan fauna, termasuk manusia. Soekotjo (1976)
menyatakan hubungan utama yang terdapat dalam faktor biotis adalah sebagai
berikut:
1. Reaksi terhadap ruang tumbuh (persaingan)
Diantara sesama pohon dalam tegakan terdapat persaingan akan cahaya, ruang
tumbuh, air tanah dan hara-hara mineral.
2. Interrelasi antara tumbuh-tumbuhan
Interrelasi antara tumbuh-tumbuhan mulai dari parasitisme sampai dengan
mutualisme. Bentuk parasitisme di mana pohon-pohon hutan merupakan
tumbuhan inang bagi macam-macam parasit yang dapat ditemukan pada setiap
hutan, satu jenis tumbuhan memberikan kepada jenis lainnya zat-zat makanan
dengan mengorbankan dirinya sendiri. Salah satu contoh hubungan mutualisme
adalah mikoriza. Mikoriza merupakan akar-akar tumbuhan yang berasosiasi
secara erat dengan jaringan cendawan, baik secara ectotrophic dan endotrophic.
3. Interrelasi antara tanaman hutan dan hewan-hewan
Interrelasi antara tanaman hutan dan hewan-hewan juga dapat berupa
parasitisme sampai mutualisme. Hewan-hewan ada yang mempunyai arti
konstruktif dan destruktif dalam hutan. Hewan-hewan membantu penyebaran
biji dan hewan yang membuang kotorannya ke tanah akan berati konstruktif,
sedangkan yang bersifat destruktif hewan-hewan yang memakan biji-bijian dan
merusak anakan maupun daun-daunan.
4. Campur tangan manusia
Dari semua faktor-faktor di atas, maka manusia merupakan faktor yang
mempunyai peranan besar dalam menyebabkan menghilangkan keseimbangan
12
membuka hutan untuk pertanian, eksploitasi hutan baik penebangan kayu
maupun pembukaan areal tambang di kawasan hutan, pengembalaan ternak di
hutan. Manusia juga melakukan tindakan pemeliharaan dan praktek lainnya
seperti pemupukan, pemangkasan, penjarangan, irigasi, permudaan vegetatif
dan sebagainya.
Perlakuan Silvikultur
Konsep dasar budidaya pohon pada hutan alam maupun pada hutan
tanaman adalah pemilihan perlakuan silvikultur yang tepat, bergantung pada
tingkat kontrol interaksi genotip-lingkungan terhadap perkembangan fisiologis
tegakan. Pertumbuhan setiap tumbuhan dikendalikan oleh interaksi
genotip-lingkungan, maka seorang kehutanan harus menyadari bahwa semua perlakuan,
termasuk pemungutan hasil hutan, penjarangan tegakan hutan, persiapan lokasi
tanam, dan pemupukan berpengaruh langsung terhadap interaksi tersebut. Oleh
karena itu, keberhasilan dalam mencapai tujuan pengelolaan hutan sangat
ditentukan oleh kemampuan seorang silvikulturis meramal berbagai alternatif
perlakuan dalam membentuk lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan pohon
(Indriyanto 2008).
Perlakuan silvikultur terdiri dari tiga fase yaitu fase permudaan, fase
pemeliharaan dan fase pemanenan dalam mencapai kelestarian hasil. Permudaan
dapat dilakukan secara alami atau buatan. Pemeliharaan antara lain kegiatan
pembebasan, pemangkasan, penjarangan, pemupukan serta kegiatan mencegah
dan mengatasi masalah hama dan penyakit. Pemanenan dapat dilakukan dengan
beberapa metode antara lain metode tebang habis, seleksi dan shelterwood.
Metode pemanenan harus disesuaikan dengan kondisi tegakan yang ada.
Produktivitas Tegakan
Setiap ekosistem atau komunitas atau bagian-bagian lain dalam organisasi
makhluk hidup memiliki produktivitas. Vickery (1984); Chapman dan Reiss
(1997) dalam Indriyanto (2006) menyatakan bahwa kecepatan energi radiasi
matahari diubah oleh tumbuh-tumbuhan hijau menjadi energi kimia dikenal
radiasi matahari yang disimpan melalui aktivitas fotosintesis dan kemosintesis
oleh organisme produsen dalam bentuk bahan organik (Odum 1993).
Produktivitas primer digolongkan menjadi dua, yaitu produktivitas primer
kotor dan produktivitas primer bersih. Produktivitas primer kotor merupakan
kecepatan total fotosintesis, meliputi bahan organik yang digunakan dalam
respirasi selama periode pengukuran. Produktivitas primer kotor disebut juga
fotosintesis total. Produktivitas primer bersih merupakan kecepatan menyimpan
bahan organik dalam jaringan tumbuhan sebagai kelebihan bahan organik yang
sebagian telah dipakai untuk respirasi tumbuhan selama proses pengukuran.
Produktivitas primer bersih disebut juga fotosintesis yang kelihatan.
Produktivitas bersih dibagi menjadi produktivitas primer bersih di atas
permukaan dan di bawah permukaan. Binkley et al. (1992) dalam Rusdiana
(2007) menyatakan bahwa ukuran produktivitas yang akan dipilih sangat
tergantung tujuan penggunaan dari ukuran produktivitas tersebut. Ahli kehutanan
memperhatikan produktivitas bagian tanaman yang bernilai ekonomi, bukan
efisiensi atau bobot tanamannya (Salisbury & Ross 1995a), sedangkan
berdasarkan satuan ukuran produktivitas dapat dinyatakan dalam bentuk luas
bidang dasar (m2/ha/tahun), biomassa (ton/ha/tahun), atau volume (m3/ha/tahun).
Riap volume pohon merupakan salah satu ukuran dari produktivitas hutan yang
sering digunakan para pengelola konsesi hutan. Prodan (1968) dalam Siahaan (2009) membedakan riap ke dalam riap tahunan berjalan (CAI) dan riap rata-rata
tahunan (MAI). CAI adalah riap dalam satu tahun berjalan sedangkan MAI adalah
riap rata-rata (per tahun) yang terjadi pada suatu periode tertentu. Daur optimal
suatu tegakan diperoleh pada saat terjadi perpotongan antara kurva CAI dan MAI,
yaitu pada saat MAI mencapai titik maksimum.
Titik perpotongan antara kurva CAI dan MAI berarti bahwa riap tahunan
berjalan sama dengan riap rata-ratanya. Umur pada saat terjadi titik perpotongan
adalah umur panen yang memberikan volume maksimum. Siahaan (2009)
menyatakan daur optimal kayu bawang di Bengkulu, untuk pola tanam
agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi pada umur 7 tahun dan
pola agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan karet pada umur
(a) (b)
Gambar 2 Kurva CAI dan MAI pola tanam (a) Agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan (b) Agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan karet (Siahaan 2009)
15
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di hutan rakyat kayu bawang yang terdapat di tiga
Desa, yaitu Desa Pasar Pedati di Kabupaten Bengkulu Tengah, Desa Sawang
Lebar dan Desa Dusun Curup di Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu.
Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Bengkulu. Waktu penelitian dilaksanakan bulan Maret sampai April
2010.
Bahan dan Alat
Bahan atau obyek dalam penelitian ini adalah tegakan kayu bawang pada
25 petak ukur penelitian yang berukuran 30 m x 30 m. Petak ukur terdiri dari tiga
pola tanam yaitu agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan tanaman
semusim, agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi, dan agroforestri
kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan karet, tali raffia, plastik 1 kg, label
sampel tanah, nomor sampel tanah.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global
Positioning System), pita ukur, clinometer, hagameter, kompas, parang, meteran gulung 50 meter, ring sample, peti penyimpanan ring, cangkul, lux meter, timbangan, oven, ballpoint OHP Fine, tally sheet, kamera digital, alat-alat tulis, kuisioner penelitian serta seperangkat komputer dengan program-program
pengolah data seperti Microsoft Office Excel, SExI-FS (Spatially Explicit Individual-based Forest Simulator) dan Minitab 15.
Pengumpulan Data
Data Vegetasi
Pengukuran dilakukan pada setiap petak ukur penelitian yang digunakan,
yaitu pada tanaman budidaya (kayu bawang, pisang, kopi dan karet) dan
tumbuhan bawah (rumput, ilalang, semak dan herba lainnya). Data yang
dikumpulkan pada tanaman budidaya adalah jenis, diameter (cm) dan tinggi (m).
volume, riap volume dan biomassa. Gambaran masing-masing pola tanam dibuat
profil tegakan menggunakan SExI-FS (Spatially Explicit Individual-based Forest
Simulator). Pada setiap petak ukur dibuat pula sub-petak berukuran 1 m x 1 m sebanyak 3 buah, untuk risalah tumbuhan bawah dilakukan dengan memanen
seluruhnya dalam sub-petak 1 m x 1 m tersebut. Selanjutnya diambil sampel
sebanyak ± 200 gram dari masing-masing tumbuhan bawah tersebut untuk
dianalisis di laboratorium. Desain petak penelitian disajikan pada Gambar 3.
Keterangan:
P x L = petak ukur berukuran 30 m x 30 m untuk tanaman budidaya
P’ x L’ = sub-petak berukuran 1 m x 1 m untuk tumbuhan bawah
Gambar 3.Desain petak penelitian
Data Kondisi Tempat Tumbuh
Data kondisi tapak yang dikumpulkan berupa data sekunder dan data
primer. Data sekunder meliputi data suhu, kelembaban udara dan curah hujan
yang diperoleh dari BMKG Stasiun Klimatologi Pulau Baai Bengkulu. Sedangkan
data primer berupa topografi, intensitas cahaya dan sifat tanah.
1. Pengamatan topografi dan intensitas cahaya
Pengamatan topografi meliputi kelerengan, arah lereng, letak geografis, dan
ketinggian di atas permukaan laut pada setiap petak ukur yang dibuat dengan
L
P’
L’
17
menggunakan clinometer dan GPS (Global Positioning System). Intensitas
cahaya (keterbukaan kanopi) diukur menggunakan lux meter.
2. Pengambilan contoh tanah
Pengambilan contoh tanah dilakukan pada kedalaman 0 – 20 cm, dengan cara
mengambil dari tiga titik yang masih berada di dalam petak ukur, kemudian
dicampurkan. Selanjutnya contoh tanah tersebut dimasukkan ke dalam kantong
plastik sebanyak 1 kg dan diberi label sesuai lokasinya. Di samping itu,
dilakukan pengambilan contoh tanah utuh dengan ring sample untuk analisis
sifat fisik tanah. Contoh tanah dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Bengkulu, meliputi sifat fisik (kandungan liat, debu,
pasir dan bulk density) dan sifat kimia (pH, C-organik tanah, N-total tanah, bahan organik, KTK dan KB) serta jenis tanah. Metode analisisnya disajikan
pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Sifat-sifat tanah yang dianalisis dan metode yang digunakan
No Sifat-Sifat Tanah Metode Analisis
1 Tekstur tanah Hydrometer
2 Bulk density (g/cm3) Bobot kering per volume (ring sampel)
3 pH-H2O pHmeterelektrolisis
4 C-organik (%) Walkey dan Black
5 N-total Kjeldahl
6 KTK Destilasi
Data Perlakuan Silvikultur Kayu Bawang yang telah dilakukan Masyarakat
Pengumpulan data perlakuan silvikultur yang telah dilakukan masyarakat
dilakukan melalui studi literatur dan wawancara semi terstruktur dengan snowball
sampling (Bungin 2001). Wawancara berupa tanya-jawab sistematis meliputi: perlakuan silvikultur (pengadaan benih, pengadaan bibit, persiapan lahan,
penanaman, pemeliharaan dan pemanenan), perdagangan, pemanfaatan kayu dan
Pengolahan Data
Kerapatan Tegakan
1. Jumlah pohon per hektar
Jumlah pohon per hektar adalah jumlah pohon per petak ukur dibagi
dengan luas petak ukur dilakukan sebagai berikut:
Ket : N = jumlah pohon per hektar
N = jumlah pohon dalam petak ukur Lp = luas petak ukur (ha)
2. Luas bidang dasar (LBDS)
Luas bidang dasar seluruh tanaman diperoleh dari jumlah luas bidang
dasar individu tanaman dalam petak ukur dibagi dengan luas petak ukur dilakukan
sebagai berikut:
n = jumlah tanaman dalam petak ukur Lp = luas petak ukur (ha)
Volume tegakan
Volume tegakan diperoleh dari jumlah volume individu pohon dalam
petak ukur dibagi dengan luas petak ukur dilakukan sebagai berikut:
Volume individu pohon dalam petak ukur diperoleh dengan persamaan
penduga volume kayu bawang yang disusun oleh Sumadi et al. (2007):
19
Riap rata-rata tahunan dihitung dengan cara membagi volume yang
dihasilkan pada umur tertentu dengan umur tegakan tersebut, dilakukan sebagai
berikut:
Ket : VA = volume tegakan pada umur tertentu (m3/ha)
A = umur tegakan (tahun)
Pengukuran biomassa tanaman budidaya dan tumbuhan bawah
1. Biomassa tanaman budidaya
Penghitungan biomassa tanaman kayu bawang menggunakan rumus
sebagai berikut:
W = V x Bj
Ket : V = volume tanaman kayu bawang (m3)
Bj = berat jenis tanaman kayu bawang (0.56 g/cm3) W = biomassa tanaman kayu bawang (kg)
Biomassa tanaman pisang, kopi dan karet menggunakan persamaan alometrik
sebagai berikut:
Tabel 2 Persamaan alometrik penduga biomasaa tanaman pisang, kopi dan karet
No Jenis Persamaan Sumber
1 Pisang W = 0,03D2,13 Van Noordjwik et al. (2002)
2 Kopi W = 0,281D2,06 Van Noordjwik et al. (2002)
3 Karet W = 0,095D2,62 Indrawan (1999)
Ket : D = diameter (0,5 m dari permukaan tanah) tanaman pisang dan kopi, diameter (dbh) tanaman karet (cm), W = biomassa tanaman pisang, kopi dan karet (kg)
Ket : Wi = biomassa tanaman ke-i (kayu bawang, pisang, kopi dan karet) (kg)
Wt = total biomassa tanaman per petak ukur (kg/ha)
Lp = luas petak ukur (ha)
2. Biomassa tumbuhan bawah
Sampel tumbuhan bawah yang dibawa ke laboratorium dengan berat basah
contoh (BBc) sebanyak ± 200 gram kemudian dimasukkan ke dalam oven pada
suhu 80 ºC selama 48 jam. Setelah selesai di oven, contoh sampel tersebut
kemudian dilakukan pengukuran meliputi pengukuran kadar air, berat kering dan
biomassa tumbuhan bawah.
Untuk menghitung biomassa tumbuhan bawah dapat digunakan rumus:
BM = BK x 10/Lp
Perlakuan silvikultur kayu bawang yang telah dilakukan masyarakat
Data-data yang diperoleh ditabulasikan dan dianalisis secara deskriptif
kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif adalah uraian secara verbal terhadap
data-data hasil penelitian yang ditujukan untuk penjelasan agar mudah dipahami,
dimana data kualitatif dapat berupa tabel, kalimat atau gambar.
Hubungan antara faktor-faktor tempat tumbuh terhadap produktivitas kayu bawang
Hubungan antara faktor-faktor tempat tumbuh terhadap produktivitas kayu
bawang dapat dilakukan dengan principal component analysis (PCA) (Johnson &
21
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
Penyebaran dan Letak Objek Penelitian
Penelitian dilakukan pada 25 petak ukur penelitian yang berada di tiga
Desa. Tiga petak ukur penelitian terdapat di Desa Pasar Pedati, Kecamatan Pekik
Nyaring, Kabupaten Bengkulu Tengah. Delapan petak ukur penelitian di Desa
Sawang Lebar, Kecamatan Air Napal, Kabupaten Bengkulu Utara. Empat belas
petak ukur penelitian di Desa Dusun Curup, Kecamatan Air Besi, Kabupaten
Bengkulu Utara. Tanah pada lokasi penelitian termasuk jenis tanah ultisol.
Gambar 4 Peta orientasi lokasi penelitian
Aksesibilitas
Jarak dan waktu tempuh menggunakan mobil dari Kota Bengkulu menuju
Desa Pasar Pedati adalah sekitar 12 km selama 30 menit. Jarak dan waktu tempuh
dari Kota Bengkulu ke Desa Sawang Lebar adalah sekitar 32 km selama 1 jam
15 menit. Sedangkan jarak dan waktu tempuh dari Kota Bengkulu ke Desa Dusun
Curup adalah sekitar 42 km selama 2 jam. Waktu tempuh yang lama menuju
Iklim
BMKG Stasiun Klimatologi Pulau Baai Bengkulu (2010) menyatakan
bahwa pada lokasi penelitian menurut Smidth-Fergusson tergolong pada tipe A
dan menurut kriteria tipe wilayah agroklimat termasuk dalam tipe A1 yang
mempunyai jumlah bulan basah > 9 bulan dan bulan kering < 2 bulan. Suhu udara
rata-rata pada wilayah Bengkulu pada tahun 2009 adalah 26,5oC. Kelembaban
rata-rata (RH) pada tahun 2009 adalah 84,2%. Distribusi curah hujan per bulan
selama 3 tahun (2007-2009) disajikan pada Gambar 5.
(a) (b)
Gambar 5 Distribusi curah hujan bulanan pada (a) Pos pengamatan Baturoto (Kerkap) dan (b) Pos pengamatan Argamakmur selama 3 tahun (2007-2009) (BMKG Stasiun Klimatologi Pulau Baai 2009)
Pola Tanam Kayu Bawang
Penanaman kayu bawang di Propinsi Bengkulu telah dikombinasikan
dengan beberapa tanaman pertanian. Masyarakat menanami lahan mereka
umumnya tanpa mempertimbangkan jarak tanam. Jumlah setiap jenis tanaman
yang ditanam per satuan luas hanya disesuaikan dengan kemampuan kondisi
ekonominya dalam menyediakan bibit yang akan ditanam, baik bibit tanaman
pertanian maupun bibit kayu bawang. Petak ukur penelitian yang digunakan
terdiri dari pola tanam:
1. Agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan tanaman semusim (cabe /
kacang tanah / pisang).
Pola tanam ini adalah petak ukur penelitian 1 sampai 3, yang mana pada awal
penanaman kayu bawang telah dikombinasikan dengan tanaman semusim
23
naungan dari pohon sehingga tanaman pertanian kurang mendapat cahaya
matahari. Kurangnya cahaya yang diterima oleh tanaman pertanian
menyebabkan produksi tanaman menurun atau tidak menguntungkan lagi.
Pada petak ukur masih ditemukan tanaman pisang, namun hasilnya tidak
memuaskan lagi. Profil tegakan disajikan pada Lampiran 1.
Gambar 6 Pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan pisang
2. Agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi.
Pola tanam ini adalah petak ukur 4 sampai 15, kopi dapat dipanen lebih cepat
dari kayu bawang, sehingga dapat memenuhi kebutuhan selama menunggu
tanaman kayu bawang dapat dipanen. Kopi dapat mengurangi gulma yang
tumbuh di lahan, karena penutupan tajuk kopi selama kayu bawang belum
besar. Profil tegakan disajikan pada Lampiran 2.
(a) (b)
3. Agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan karet.
Pola tanam ini adalah petak ukur 16 sampai 25, yang mana kopi dan karet
dapat dipanen lebih cepat dari kayu bawang dengan periode panen yang
berbeda-beda. Kopi dapat dipanen setahun 4 kali dan karet 3 hari sekali dapat
disadap, sehingga dapat memenuhi kebutuhan selama menunggu tanaman
kayu bawang dapat dipanen. Kopi juga dapat mengurangi gulma yang tumbuh
di lahan, karena penutupan tajuk kopi selama kayu bawang belum besar.
Sedangkan tanaman karet dikombinasikan dengan kayu bawang diyakini oleh
beberapa masyarakat menyebabkan tanaman kayu bawang dapat tumbuh lurus
dan tinggi. Profil tegakan disajikan pada Lampiran 3.
(a) (b)
25
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produktivitas Tegakan
Berdasarkan Tabel 3 produktivitas masing-masing petak ukur penelitian
yaitu luas bidang dasar (LBDS), volume tegakan, riap volume tegakan dan
biomassa kayu bawang memiliki hubungan yang berbanding lurus.
Tabel 3Produktivitas kayu bawang pada setiap petak ukur penelitian
No. Pola tanam Umur Kerapatan LBDS Volume Riap volume Biomassa
Petak ukur penelitian tersebut memiliki umur yang berbeda dan ditanam
menyebabkan produktivitas semakin meningkat (Gambar 9), sedangkan dengan
meningkatnya kerapatan berarti jumlah pohon per hektarnya semakin banyak,
sehingga produktivitas juga meningkat.
Gambar 9 Hubungan umur terhadap volume kayu bawang
Gambar 10 Hubungan kerapatan terhadap volume kayu bawang
Hubungan kerapatan terhadap produktivitas kayu bawang, yaitu volume
kayu bawang, disajikan pada Gambar 10. Semakin tinggi kerapatan suatu tegakan
maka volume kayu bawang semakin meningkat. Menurut Davis et al. (2001) pada
tingkat kerapatan yang tinggi pertumbuhan individu tanaman akan menurun tetapi
total pertumbuhan per satuan luas akan meningkat, sedangkan pada tingkat
27
namun pertumbuhan individu tanaman meningkat, sehingga dapat menghasilkan
kayu lebih berharga. Sampai dengan saat ini, kayu bawang dimanfaatkan untuk
kayu pertukangan maka yang diperlukan pertumbuhan individu tanaman yang
meningkat dengan pengaturan ruang tumbuh bagi tanaman sehingga mendapatkan
pertumbuhan optimum dalam satuan luas.
Faktor-Faktor Tempat Tumbuh
Perbedaan umur, kerapatan dan faktor tempat tumbuh sangat
mempengaruhi produktivitas kayu bawang, maka dilakukan pengelompokan petak
ukur penelitian untuk mengkaji hubungan faktor-faktor tempat tumbuh terhadap
produktivitas kayu bawang dengan principal component analysis (PCA).
Pengelompokkan petak ukur penelitian didasarkan kemiripan karakteristik yang
dimilikinya.
Gambar 11 Biplot hubungan antara faktor-faktor tempat tumbuh terhadap produktivitas kayu bawang
Kontribusi First Component (PC1) sebesar 36,4 % dan Second Component
(PC2) sebesar 14,9 %. Dengan demikian dapat dikatakan sebanyak 51,3 % dari
penyebaran petak ukur penelitian sepanjang sumbu PC1 dan PC2, terdapat 4
kelompok. Petak ukur penelitian 14, 19, 20, 21, 22, 24 di kelompok I; 7, 11, 12,
13, 15, 18, 23, 25 di kelompok II; 2, 16, 17 di kelompok III; 1, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10
di kelompok IV.
Kelompok IV memiliki nilai PC1 dan PC2 yang semakin tinggi, kelompok
I memiliki nilai PC1 dan PC2 yang semakin rendah, sedangkan kelompok II dan
III salah satu PCnya ada yang rendah dan ada yang tinggi. Produktivitas kayu
bawang, salah satunya dapat dilihat dari volume. Berdasarkan gambar biplot di
atas, menunjukkan kecenderungan umur dan kerapatan berkorelasi positif dengan
volume kayu bawang. Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata volume tertinggi
hingga terendah berturut-turut adalah kelompok IV sebesar 144,6 m3/ha,
kelompok III sebesar 138,5 m3/ha, kelompok II sebesar 67,3 m3/ha dan kelompok
I sebesar 54,5 m3/ha. Tingginya rata-rata volume kelompok sangat dipengaruhi
oleh rata-rata umur kayu bawang, kelompok IV adalah 10,1 tahun, kelompok III
29
Tabel 4 Data faktor-faktor tempat tumbuh pada setiap kelompok
Faktor Satuan
Tempat Tumbuh 14 19 20 21 22 24 Rata2 7 11 12 13 15 18 23 25 Rata2 2 16 17 Rata2 1 3 4 5 6 8 9 10 Rata2
Ketinggian tempat m dpl 91 106 106 90 88 108 98,2 50 68 106 95 86 86 78 108 84,6 24 86 86 65,3 24 23 46 46 56 56 45 68 45,5
Kelerengan % 55 47 46 48 44 0 40 40 40 0 56 35 11 35 0 27,1 0 5 7 4 0 5 25 25 25 25 10 45 20
Keterbukaan kanopi % 8,5 42,6 54,1 26,4 10,6 27,9 28,3 45.8 50,3 10,9 9,1 13,6 13,1 16 26,6 23,2 4,4 11,8 11,7 9,3 4,6 5,5 2,3 2.5 42.7 44,1 44,2 4,4 18,8
Bulk density g/cm³ 0,9 1 1 0,9 1 0,9 1 0,9 1 1 1 1 1 1 0,9 1 1,1 1,1 1 1 1,2 1,2 1 1,1 0,9 0,9 0,9 1 1
Liat % 15,8 32,1 27,9 15,8 33,4 34 26 36 25,7 36,1 33,4 25,7 21,5 33,4 21,6 29,2 44,7 38,1 21,5 34,7 25,6 25,6 27,1 25,7 43,9 36 36 25,7 30,7
Debu % 15,3 17,3 15,2 15,3 13,1 4,5 13,4 8,9 8,7 6,7 13,1 8,7 11 13,1 8,9 9,9 25,7 11 6,6 14,4 9,1 9,1 13,2 15,2 9,5 8,9 8,9 8,7 10,3
Pasir % 69 50,6 56,9 69 53,2 61,5 60,1 55,1 65,6 57,3 53,2 65,6 67,5 53,2 69,5 60,9 30,3 51 71,9 51 65,2 65,2 59,7 59,1 51,7 55,1 55,1 65,6 59,6
pH 4 3,5 3,8 4 4,1 4,3 4 3,8 4,2 4,1 4,1 4,2 3,8 4,1 4 4 4 4 4,3 4,1 4,2 4,2 4,4 3,9 4,5 3,8 3,8 4,2 4,1
KTK me/100g 8,3 9,2 11,1 8,3 11,5 11,5 10 12,4 14 10,8 11,5 14 11,5 11,5 14,3 12,5 9,2 6,7 7,6 7,9 7,6 7,6 11,5 12,7 9,5 12,4 12,4 14 11
KB % 44,4 34,5 18,6 44,4 45,3 26,2 35,6 30,4 30,5 26,8 45,3 30,5 19,4 45,3 43,6 34 30,6 35,4 38,3 34,8 30,8 30,8 64,2 40,8 22,5 30,8 30,8 30,5 35,1
BO kg/m² 2,7 1,9 4 2,7 5,1 3,7 3,3 3,8 4,6 3,8 5,1 4,6 5,2 5,1 4,4 4,6 2,4 0,2 3,9 2,2 3,4 3,4 4,5 3,3 3,7 3,8 3,8 4,6 3,8
C-organik % 1,6 1,1 2,3 1,6 3 2,2 1,9 2,2 2,6 2,2 3 2,6 3 3 2,6 2,6 1,4 0,1 2,3 1,3 2 2 2,6 1,9 2,2 2,2 2,2 2,6 2,2
N total % 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 0,1 0,2 0,2 0,2 0,1 0,2 0,2 0,1 0,2 0,2 0,1 0,1 0,2 0,1 0,2 0,2 0,2 0,1 0,1 0,2 0,2 0,2 0,2
Umur tahun 7 6 6 6 4 3 5,3 7 9 7 7 7 7 6 3 6,6 8 7 7 7,3 8 8 13 12 9 9 12 10 10,1
Kerapatan pohon/ha 544 778 533 311 344 289 467 289 322 344 211 256 444 189 289 293 811 711 922 815 811 722 133 233 467 467 378 522 467
Volume m³/ha 99,6 61,6 72,6 50,1 27,8 15 54,5 48,5 90,3 95,3 81,3 55,7 101,5 50,8 15,3 67,3 203,1 98,9 113,6 138,5 155,9 122,6 164,1 157,1 94 102,8 202.3 158,1 144,6
Topografi dan Iklim Mikro
Pengukuran topografi meliputi ketinggian tempat dan kelerengan, serta
iklim mikro dilihat dari keterbukaan kanopi. Ketinggian tempat, kelerengan dan
keterbukaan kanopi memiliki kecenderungan berkorelasi negatif dengan
produktivitas kayu bawang, ditunjukkan dengan garis vektor ketinggian tempat,
kelerengan dan keterbukaan kanopi yang membentuk sudut tumpul dengan
produktivitas kayu bawang (Gambar 11). Dengan meningkatnya ketinggian
tempat, kelerengan dan keterbukaan kanopi akan menurunkan produktivitas kayu
bawang. Kelompok I dan II memiliki rata-rata ketinggian tempat, kelerengan dan
keterbukaan kanopi yang lebih tinggi dari kelompok III dan IV (Tabel 4) sehingga
kelompok III dan IV produktivitasnya lebih tinggi.
Ketinggian tempat berkorelasi negatif terhadap produktivitas. Menurut
Soekotjo (1976) ketinggian lahan dari permukaan laut berpengaruh terhadap
keadaan lingkungan tempat tumbuh tanaman, terutama suhu, kelembaban, kadar
oksigen di udara dan di tanah. Keadaan lingkungan tempat tumbuh itulah yang
selanjutnya berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon.
Peningkatan kelerengan suatu lahan akan meningkatkan aliran permukaan
yang akhirnya dapat menyebabkan hilangnya atau terangkutnya tanah di
permukaan (erosi). Menurut Hakim et al. (1986) erosi akan mempengaruhi
produktivitas tanaman.
Keterbukaan kanopi berkaitan dengan penerimaan intensitas cahaya
matahari. Salisbury & Ross (1995) menyatakan jika keterbukaan kanopi dalam
kondisi maksimal, maka faktor yang menjadi pembatas efektivitas proses
fotosintesis adalah ketersediaan air dari lingkungan sehingga akan mempengaruhi
produktivitas tanaman.
Sifat-Sifat Tanah
Sifat-sifat tanah meliputi sifat fisik dan kimia tanah pada setiap petak ukur
penelitian. Pengukuran sifat fisik tanah meliputi bulk density, kandungan pasir, debu dan liat tanah. Sedangkan sifat kimia tanah meliputi pH, KTK, KB, BO,
C-Organik dan N Total. Berdasarkan Gambar 11, sifat fisik tanah lebih berperan
31
liat tanah berkorelasi positif, sedangkan kandungan pasir tanah, KTK, KB, BO,
C-organik berkorelasi negatif. Korelasi negatif BO terhadap produktivitas
berkaitan dengan peningkatan kelerengan, ditunjukkan vektor BO yang
membentuk sudut sempit dengan vektor kelerengan. Peningkatan kelerengan akan
menyebabkan erosi semakin meningkat. Kerusakan yang dialami pada tanah
tempat erosi terjadi berupa kemunduran sifat kimia dan biologi tanah seperti
kehilangan unsur hara dan BO, dan meningkatnya kepadatan dan ketahanan
penetrasi tanah, menurunnya kapasitas infiltrasi tanah serta kemampuan tanah
menahan air. Akibat dari peristiwa ini adalah menurunnya produktivitas tanah,
dan berkurangnya pengisian air bawah tanah (Arsyad 2006). Para ahli menyakini
bahwa sifat fisik tanah lebih penting pengaruhnya dalam pertumbuhan dibanding
sifat kimia dan biologi tanah. Hakim et al. (1986) menyatakan tekstur tanah akan
mempengaruhi sifat tanah yang lain seperti struktur, porositas, kapasitas
memegang air dan bulk density.
Tabel 4 menunjukkan rata-rata bulk density dan kandungan pasir, liat, debu tanah pada setiap kelompok hampir sama. N total dan pH tidak
menunjukkan korelasi terhadap produktivitas kayu bawang (vektor N total dan pH
hampir membentuk sudut 900), hal ini dapat disebabkan N total dan pH tanah pada
setiap petak ukur penelitian seragam. Petak ukur penelitian yang digunakan
memiliki karakteristik tempat tumbuh yang hampir seragam, yang ditunjukkan
oleh banyaknya petak ukur berada di dekat perpotongan antara PC1 dan PC2 di
titik 0. Petak ukur yang berada di tengah-tengah tersebut, memiliki nilai yang
dekat dengan rata-rata faktor tempat tumbuh. Hal ini menunjukkan bahwa variasi
data sifat-sifat tanah yang ada belum cukup menerangkan variasi tempat tumbuh.
Petak ukur penelitian yang digunakan memiliki pH tanah berkisar 3,8-4,5.
Kriteria penilaian hasil analisis tanah menunjukkan bahwa kisaran pH tersebut
tergolong tanah sangat masam (≤4,5). Kapasitas tukar kation (KTK) petak ukur penelitian berkisar 6,7-14,3 me/100g. Nilai KTK tersebut menunjukkan
kemampuan menjerap dan mempertukarkan kation-kation dengan akar tanaman di
lokasi penelitian termasuk rendah. Kejenuhan basa (KB) petak ukur penelitian
tergolong sangat rendah hingga sedang. Kandungan bahan organik (BO) berkisar
(Sulaeman et al. 2005). Berdasarkan data di atas, kayu bawang merupakan tanaman yang mampu tumbuh pada tanah tidak subur, dengan KTK rendah dan
tanah yang masam. Hal ini sesuai dengan jenis tanah di lokasi penelitian termasuk
tanah ultisol. Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua, tanah bersifat
masam dan kejenuhan basa rendah (Hardjowigeno 2003).
Perlakuan Silvikultur yang telah dilakukan oleh Masyarakat
Kayu bawang telah lama dikembangkan di lahan masyarakat secara turun
temurun. Pada mulanya menanam kayu bawang merupakan tradisi
mempersiapkan bahan kayu bangunan rumah anak mereka dan menjadi investasi
masa mendatang. Berdasarkan Tabel 5 menyajikan perlakuan silvikultur kayu
bawang yang dilakukan masyarakat pada setiap kelompok meliputi pengadaan
benih, pengadaan bibit, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan.
Perlakuan silvikultur kayu bawang yang dilakukan masyarakat pada setiap
petak ukur penelitian masih kurang baik. Sumber benih yang digunakan berasal
dari pohon di sekitar desa, dengan kriteria pohon dengan umur ≥ 15 tahun,
memiliki kenampakan batang tinggi, lurus, bebas cabang tinggi dan kulit batang
retak-retak setelah berumur ≥ 15 tahun. Bibit yang ditanam umumnya berasal dari
anakan alam di bawah tegakan. Jarak tanam dilakukan tidak beraturan (acak).
Kegiatan pengolahan tanah, penyiangan, pemangkasan masih jarang dilakukan.
Sedangkan kegiatan penyulaman, pemupukan dan penjarangan tidak pernah
33
Tabel 5 Perlakuan silvikultur kayu bawang yang telah dilakukan masyarakat
Ket: √ = dilakukan pada setiap petak ukur penelitian 24, 25, dst = nomor petak ukur
Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV
Pengadaan Benih
b. Tanaman pertanian 24 25 2 1, 3
Pemangkasan
Rata-rata volume (m³/ha) 54,5 67,3 138,5 144,6
Rata-rata volume kayu bawang kelompok III dan IV sebesar 138,5 m3/ha
dan 144,6 m3/ha, lebih tinggi dibandingkan rata-rata volume kayu bawang
terendah kelompok I dan II sebesar 54,5 m3/ha dan 67,3 m3/ha. Hal ini
dikarenakan pada kelompok III dan IV telah melakukan perlakuan silvikultur
yang lebih baik dari kelompok lainnya. Bibit ditanam pada kelompok III dan IV
umumnya berasal dari benih yang disemai di polybag, sedangkan kelompok
lainnya bibit berasal dari benih yang ditanam lagsung ke lapangan atau anakan
alami yang ditanam tanpa proses seleksi bibit. Pada kegiatan persiapan lahan
kelompok III dan IV telah melakukan kegiatan penggemburan tanah, penyiangan
gulma dilakukan lebih rutin. Pemupukan kayu bawang di lokasi penelitian belum
pernah dilakukan, sedangkan pemupukan pada tanaman pertanian, masih sedikit
masyarakat yang melakukanya. Pemberian pupuk pada tanaman pertanian akan
berpengaruh juga pada tanaman kayu bawang.
Pemanenan
Tanaman kayu bawang telah dapat dipanen pada umur 15-20 tahun.
Namun seiring dengan meningkatnya kebutuhan kayu untuk berbagai
penggunaan, saat ini kayu bawang mulai dipanen umur 12 tahun ke atas, dan ada
juga kayu bawang yang dipanen masih umur 10 tahun.
Hasil penebangan kayu bawang, apabila untuk pemakaian sendiri kayu
dari tanaman kayu bawang disimpan dan disusun rapi di bawah rumah tinggi
(rumah panggung) atau dijemur kemudian disusun di bawah atap. Hal ini
dilakukan dengan tujuan kayu tetap kering, terlindung dari air hujan sehingga
tidak cepat lapuk. Namun ada juga masyarakat yang menjual kayu secara
langsung kepada pedagang kayu bawang yang ada di desa atau kepada pedagang
depot kayu yang berada di Kota Bengkulu.
Harga kayu bawang yang telah dibuat menjadi papan atau kasau per m3 di
lokasi penelitian untuk panjang 2 m sekitar Rp. 1.800.000,- dan 4 m sekitar
Rp. 2.100.000,-, sedangkan harga di depot kayu per m3 kayu kayu bawang
tersebut dijual ke masyarakat untuk panjang panjang 2 m sekitar Rp. 2.200.000,-
dan 4 m sekitar Rp. 2.500.000,- . Sedangkan, harga jual dari depot kayu ke
masyarakat di kota Bengkulu, per m3 kayu meranti panjang 4 m sekitar Rp.