PENGARUH PEMBERIAN KUNYIT DAN TEMULAWAK
MELALUI AIR MINUM TERHADAP RESPON FISIOLOGIS
BROILER
Oleh
Bomy
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PETERNAKAN
pada
Jurusan Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN KUNYIT DAN TEMULAWAK MELALUI AIR MINUM TERHADAP RESPON FISIOLOGIS BROILER
Oleh
Bomy
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan kunyit dan temulawak dalam air minum terhadap respon fisiologis broiler dan mengetahui perlakuan yang terbaik terhadap respon fisiologis broiler. Penelitian dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan milik PT. Rama Jaya Lampung yang berada di Desa Fajar Baru II, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan. Ayam yang digunakan adalah broiler strain Cobb sebanyak 180 ekor. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam ulangan. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah P0 : air minum biasa; P1 : air rebusan kunyit 10 g/600 ml; dan P2 : air rebusan temulawak 10 g/600 ml. Pengambilan sampel respon fisiologis dilakukan sebanyak 10% dari jumlah satuan percobaan. Kemudian data yang diperoleh dianalisis ragam menggunakan taraf nyata 5% dan atau1% (Steel and Torrie, 1993). Peubah yang diamati adalah frekuensi pernafasan, denyut jantung, dan suhu rektal. Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa pemberian kunyit dan temulawak pada broiler umur 16 dan 24 hari tidak berpengaruh nyata terhadap frekuensi pernafasan, denyut jantung, dan suhu rektal.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.……….. xi
DAFTAR GAMBAR……….. xiii
I. PENDAHULUAN………. 1
1.1 Latar Belakang dan Masalah………. 1
1.2 Tujuan Penelitian……… 3
1.3 Kegunaan Penelitian………...…… 3
1.4 Kerangka Pemikiran……… 3
1.5 Hipotesis……….. 7
II.Tinjauan Pustaka……….. 8
2.1Broiler………. 8
2.2Kunyit……….. 9
2.2.1 Ekologi kunyit………... 9
2.2.2 Manfaat kunyit……… 9
2.2.3 Kandungan kunyit………... 9
2.3Temulawak………. 10
2.3.1 Ekologi temulawak………. 10
2.3.2 Manfaat temulawak………. 10
2.4 Kurkuminoid……….... 11
2.5 Gambaran Darah……… 12
2.6 Respon Fisiologis Broiler……….. 13
III. METODE PENELITIAN………... 16
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian……… 16
3.2 Alat dan Bahan Penelitian………. 16
3.2.1 Alat………. 17
3.2.2 Ayam……….. 17
3.2.3 Ransum……….. 18
3.2.4 Air rebusan kunyit dan temulawak……….... 18
3.2.5 Air minum……….. 19
3.2.6 Vaksin dan vitamin………. 20
3.3 Rancangan Penelitian………. 20
3.4 Analisis Data……….. 20
3.5 Pelaksaan Penelitian………... 21
3.5.1 Pola suhu dan kelembaban kandang……… 21
3.5.2 Persiapan kandang………... 21
3.5.3 Pelaksanaan penelitian……….... 22
3.6 Peubah yang Diamati……….. 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 25
4.1 Frekuensi Pernafasan………..………... 25
4.2 Denyut Jantung………..……… 30
V. SIMPILAN DAN SARAN………. 37
5.1 Simpulan………. 37
5.2 Saran……….... 37
DAFTAR PUSTAKA……….. 38
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan
untuk mencukupi kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani, karena broiler
adalah salah satu komiditi peternakan yang relatif mudah penanganannya dan
dapat dimanfaatkan dalam waktu yang relatif singkat.
Broiler adalah galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik
ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, masa
panen pendek, menghasilkan daging berserat lunak, timbunan daging baik, dan
dada lebih besar (North and Bell, 1990).
Kondisi lingkungan yang kurang ideal merupakan masalah yang serius dalam
penanganan broiler, karena dapat memengaruhi respon fisiologis broiler. Suhu
udara di Lampung cukup tinggi berkisar antara 29-- 34oC. Hal ini menjadi
masalah yang serius dalam pemeliharaan broiler, karena broiler merupakan
hewan homoeterm sehingga membutuhkan zone of normothermic yang ideal pada
suhu 18-- 21oC (Aksi Agraris Kanisius, 2003).
Respon fisiologis merupakan suatu kesatuan dari fungsi tubuh dalam upaya
2
oleh faktor lingkungan yang masuk ke dalam tubuh. Kondisi internal tubuh
unggas dapat diketahui dengan mengukur frekuensi pernafasan, denyut jantung,
dan suhu rektal. Sistem pengaturan suhu dalam tubuh disebut sistem
termoregulasi. Termoregulasi berkaitan dengan mekanisme homeostatis, dalam
hal ini broiler berusaha memelihara keseimbangan respon fisiologisnya
(Sturkie, 1986).
Perbaikan respon fisiologis broiler dapat dilakukan dengan cara memanipulasi
manajemen pemeliharaan, salah satunya dengan cara menggunakan suplemen.
Suplemenadalah produk kesehatan yang mengandung satu atau lebih zat yang
bersifat nutrisi atau obat yang dikemas dalam bentuk kapsul, tablet, bubuk atau
cairan yang berfungsi sebagai pelengkap kekurangan zat gizi dalam tubuh.
Makanan penunjang ini umumnya terbuat dari bahan-bahan alami yang diracik
tanpa tambahan zat-zat kimia, meskipun ada beberapa vitamin tertentu dibuat
secara sintetis (Kariyadi, 1998).
Suplemen-suplemen yang ada di pasaran pada saat ini umumnya adalah bahan
kimia sintetis yang dapat menimbulkan efek negatif bagi kesehatan tubuh.
Oleh karena itu, perlu dicari alternatif bahan alami yang tidak berbahaya bagi
kesehatan untuk menggantikan suplemen yang berasal dari bahan kimia sintetis.
Bahan-bahan suplemen alami yang dapat digunakan sebagai pengganti suplemen
sintetis yaitu dari jenis tanaman yang mengandung kurkumin.
Kurkumin menjadi pusat perhatian para peneliti yang mempelajari keamanan,
sifat antioksidan, antiinflamasi, dan efek hipotermik (Asghari et. al., 2009).
3
pada kunyit dan temulawak. Kedua tanaman tersebut jika digunakan sebagai
campuran di dalam air minum sehingga diharapkan dapat menjaga keseimbangan
respon fisiologis broiler. Alasan-alasan inilah yang mendorong peneliti
merancang penelitian untuk dapat mengetahui respon fisiologis broiler yang
dihasilkan dari pemberian kunyit dan temulawak melalui air minum.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
(1) mengetahui pengaruh penggunaan kunyit dan temulawak dalam air minum
terhadap respon fisiologis broiler;
(2) mengetahui perlakuan yang terbaik terhadap respon fisiologis broiler.
1.3 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
umum khususnya peternak tentang manfaat kunyit dan temulawak terhadap
respon fisiologis broiler. Selain itu, secara keilmuan penelitian ini diharapkan
dapat menjelaskan pengaruh pemberian kunyit dan temulawak terhadap respon
fisiologis broiler.
1.4 Kerangka Pemikiran
Aengwanich and Chinrasri (2002), menyatakan bahwa broiler termasuk golongan
hewan berdarah panas (homeoterm) yang suhu tubuhnya diatur dalam suatu
batasan yang sesuai. Secara normal, suhu tubuh broiler berkisar mulai dari
4
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang memengaruhi produktivitas
ternak baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung suhu dapat
memengaruhi sistem homeostatis tubuh, sedangkan secara tidak langsung
berpengaruh terhadap kualitas dan tersedianya pakan (Reksohadiprodjo, 1995).
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki suhu lingkungan yang cukup
tinggi, selain itu juga dipengaruhi dengan tingginya nilai kelembaban relatif.
Keadaan tersebut memaksa ternak untuk mengaktifkan mekanisme termoregulasi
yaitu peningkatan frekuensi pernafasan, denyut jantung, dan suhu rektal.
(Abbas, 2009).
Perubahan suhu lingkungan sangat berpengaruh pada kondisi fisiologis broiler
terutama jumlah sel darah merah dan hemoglobin. Adanya perubahan suhu dapat
menyebabkan penurunan jumlah sel darah merah dalam darah. Menurut Haryono
(1978), jumlah sel darah merah berbanding lurus dengan kadar hemoglobin,
sehingga penurunan sel darah merah diiringi pula dengan penurunan kadar
hemoglobin. Fungsi utama hemoglobin yaitu mengangkut oksigen dari paru-paru
ke jaringan dan mengangkut karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru.
Penurunan kadar hemoglobin mengakibatkan tubuh kekurangan oksigen, untuk
mengatasi hal tersebut broiler akan meningkatkan denyut jantung untuk
mempercepat sirkulasi darah. Meningkatnya denyut jantung menyebabkan
frekuensi nafas menjadi lebih cepat serta dapat mengakibatkan meningkatnya
suhu rektal. Hal ini terjadi karena sistem termoregulasi broiler tidak mampu
5
suplemen untuk menjaga keseimbangan respon fisiologis broiler supaya tetap
stabil.
Suplemen dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu suplemen alami dan
sintentis. Suplemen alami adalah hasil ekstrasi langsung dari bahan pangan yang
mengandung keunggulan zat gizi atau senyawa tertentu sedangkan suplemen
sintetis adalah senyawa kimia yang dibuat sama dengan struktur kimiawi bahan
alami (Gunawan, 1999). Oleh karena itu, perlu dicari alternatif bahan alami yang
tidak berbahaya bagi kesehatan untuk menggantikan suplemen yang berasal dari
bahan kimia sintetis. Bahan-bahan suplemen alami yang dapat digunakan sebagai
penggantisuplemen sintetis yaitu dari jenis tanaman yang mengandung kurkumin.
Kurkumin ini banyak terkandung pada tanaman rimpang-rimpangan terutama
pada kunyit dan temulawak.
Supriyanto (2004), melaporkan bahwa pemberian air rebusan kunyit dalam air
minum sebanyak 10 g/600 ml memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap
pertambahan bobot tubuh dan konsumsi ransum broiler. Tantalo (2009),
menambahkan bahwa penggunaan air seduhan kunyit 10 g/600 ml pada broiler
strain Cobb memberikan pengaruh yang nyata lebih baik daripada broilerstrain
Lohmann terhadap pertambahan bobot tubuh, konsumsi ransum, dan konsumsi air
minum.
Pigmen kurkuminoid kunyit terdiri dari beberapa senyawa yaitu kurkumin,
desmetoksikurkumin, dan bisdesmetoksikurkumin, sedangkan pada temulawak
6
(Sidik et. al., 1992). Struktur kimia senyawa penyusun kurkuminoid dapat dilihat
pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur kimia senyawa penyusun kurkuminoid (Sidik et. al., 1992)
Keterangan :
A = senyawa kurkumin
B = senyawa desmetoksikurkumin C = senyawa bisdesmetoksikurkumin
Dengan cara membandingkan struktur kimia kurkumin, desmetoksikurkumin, dan
bisdesmetoksikurkumin aktivitas kurkumin memiliki peran yang sinergisme
dengan desmetoksikurkumin. Gugusan aktif pada kurkuminoid diduga terletak
pada gugus metoksil (CH3) karena pada bisdesmetoksikurkumin, kedua gugus
metoksil telah tersubstitusi oleh atom hidrogen (H) (Sidik et. al., 1992).
Afifah dan Lentera (2003), menyatakan bahwa kurkuminoid temulawak tidak
mengandung bisdesmetoksikurkumin, sehingga temulawak lebih efektif
dibandingkan dengan kunyit. Hal ini disebabkan aktivitas
7
bisdesmetoksikurkumin berlawanan atau antagonis dengan aktivitas kerja
kurkumin dan desmetoksikurkumin.
Seiring dengan masuknya kurkumin sebagai hipotermik ke dalam tubuh yang
berguna untuk menjaga kestabilan fisiologis broiler dengan cara pemberian air
minum rebusan kunyit dan temulawak diharapkan respon fisiologis broiler agar
dapat stabil. Mengingat tidak adanya senyawa penyusun kurkuminoid temulawak
yang memiliki aktivitas antagonis (bismetoksikurkumin) dengan senyawa
penyusun lainnya, maka pemberian temulawak akan lebih efektif daripada kunyit.
1.5 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah pemberian kunyit dan
temulawak melalui air minum memberikan pengaruh positif terhadap respon
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Broiler
Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern
dan broiler klasik. Broiler modern mempunyai pertumbuhan yang cepat dan
bobot tubuh pada 28 hari sudah mencapai 1,2 kg. Broiler klasik menggunakan
bahan nutrisi pakan untuk mempertahankan hidup (live ability rate), pada broiler
modern disamping untuk mempertahankan hidup, juga untuk penampilan akhir
(Unandar, 2003).
Menurut Tarmudji (2004), keunggulan karakteristik broiler menandakan
bahwa broiler merupakan strain unggul yang berasal dari daerah subtropis dan
produktivitasnya tidak dapat disamakan bila dipelihara di daerah tropis. Faktor
lingkungan, genetik, dan manajemen pemeliharaan menjadi penghambat dalam
pencapaian produksi, kemudian untuk mencapai pertumbuhan yang optimal usaha
yang diperlukan diantaranya dengan pemberian makanan yang bergizi tinggi,
perbaikan manajemen dengan pemberian temperatur lingkungan pemeliharaan
9
2.2 Kunyit
2.2.1 Ekologi kunyit
Menurut Taryono (2001), kunyit merupakan tanaman berbatang semu yang
tumbuh tegak dengan tinggi 28 -- 85 cm, lebar 10 -- 25 cm, dan batang berwarna
hijau kekuningan. Batang semu, tegak, dan berbentuk bulat. Setiap berdaun tiga
sampai delapan helai, panjang tangkai hingga pangkal daun beserta pelepah daun
sampai 70 cm. Helaian daun tunggal berbentuk lanset memanjang dengan ujung
dan pangkal runcing. Daun keseluruhan berwarna hijau dan ukuran panjang
20 -- 40 cm dan lebar 8 -- 12,5 cm.
2.2.2 Manfaat kunyit
Jitoe et. al., (1992), melaporkan bahwa aktivitas antioksidan dari kunyit lebih
kuat daripada jenis rempah-rempah atau tanaman obat lain kelompok jahe-jahean
(Zingiberance) serta aktivitas antioksidan dari tiga jenis kurkuminoid (kurkumin,
desmetoksikurkumin, dan bisdesmetoksikurkumin) masing-masing adalah 20,9
dan 8,0 kali lebih kuat daripada alfa tokoferol.
Kurkumin dapat menstimulasi kelenjar adrenal untuk mengeluarkan hormon
glukokortikoid sehingga meningkatkan jumlah leukosit khususnya heterofil dalam
sirkulasi darah yang berkaitan erat dengan respon fisiologis (Antony et. al., 1999).
2.2.3 Kandungan kunyit
Kandungan utama kunyit adalah kurkumin dan minyak atsiri berfungsi untuk
10
diarilhatanoid yang memberi warna kuning. Kandungan kimianya adalah
tumeron, zingiberen yang berfungsi sebagai anti bakteria, anti oksidan dan anti
inflamasi (anti radang) serta minyak pati yang terdiri dari turmerol, kanfer,
kurkumin, dan lain-lain. Adapun komponen kimia kunyit menurut Purwanti
(2008) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komponen kimia kunyit
Komponen Hasil Analisa
Kadar air (%)
Sumber : Purwanti (2008)
2.3 Temulawak
2.3.1 Ekologi temulawak
Rimpang induk temulawak berbentuk bulat seperti telur dan berwarna kuning tua
atau cokelat kemerahan yang bagian dalamnya berwarna jingga kecokelatan
(Afifah dan Lentera, 2003).
2.3.2 Manfaat temulawak
Temulawak berkhasiat sebagai obat yang mampu mengobati berbagai penyakit
kelainan pada hati, kantong empedu, dan pankreas. Di samping itu, temulawak
11
meningkatkan sistem imunitas dalam tubuh, berkhasiat antibakteri, anti inflamasi,
dan anti oksidan (Rostiana dan Raharjo, 2003).
Pemberian infus temulawak menunjukkan penurunan suhu pada tubuh mencit
percobaan (Pudji et. al., 1988). Penelitian Yamazaki et. al., (1987; 1988),
menunjukkan bahwa ekstrak metanol rimpang temulawak mempunyai efek
penurunan suhu pada rektal tikus percobaan. Selanjutnya dibuktikan bahwa
germakron diidentifikasi sebagai zat aktif dalam rimpang temulawak yang
menyebabkan efek hipotermik tersebut.
2.3.3 Kandungan temulawak
Sidik et. al., (1995), menyatakan bahwa kadar seluruh fraksi kandungan bioaktif
pada temulawak tersebut bervariasi diantaranya pati (48 -- 59,64%), kurkuminoid
(1,6 -- 2,2%), dan minyak atsiri (1,48 -- 1,63%). Komponen kurkuminoid terdiri
dari dua senyawa yaitu kurkumin dan desmetoksikurkumin.
2.4 Kurkuminoid
Kurkuminoid adalah komponen yang memberikan warna kuning pada rimpang
temulawak dan kunyit. Kurkuminoid larut dalam aseton, alkohol, asam asetat
glasial, dan alkali hidroksida. Kurkuminoid tidak larut dalam air dan dietil eter.
Kurkuminoid mempunyai aroma yang khas dan bersifat toksik (Sidik et. al.,
1995). Zat ini berkhasiat menetralkan racun, menurunkan kadar kolesterol dan
trigliserida darah, antibakteri, dan sebagai antioksidan penangkal
12
Sidik et. al., (1995), menyatakan bahwa senyawa kurkuminoid pada temulawak
terdiri dari dua komponen senyawa kurkuminoid yaitu kurkumin dan
demetoksikurkumin. Lain halnya dengan kunyit mengandung kurkuminoid yang
terdiri dari tiga komponen senyawa turunan kurkuminoid yaitu senyawa
kurkumin, demetoksikurkumin, serta bisdemetoksikurkumin.
2.5 Gambaran Darah
Darah merupakan media transportasi yang membawa nutrisi dari saluran
pencernaan ke jaringan tubuh, membawa kembali produk sisa metabolisme sel ke
organ eksternal, mengalirkan oksigen ke dalam sel tubuh dan mengeluarkan
karbondioksida dari sel tubuh, dan membantu membawa hormon yang dihasilkan
kelenjar endokrin ke seluruh bagian tubuh (Hartono et. al., 2002).
Hemoglobin adalah senyawa organik yang komplek dan terdiri dari empat pigmen
forpirin merah (heme) yang masing-masing mengandung iron dan globin yang
merupakan protein globural dan terdiri dari empat asam amino. Hemoglobin
bergabung dengan oksigen di dalam paru-paru yang kemudian terbentuk
oksihemoglobin yang selanjutnya melepaskan oksigen ke sel-sel jaringan di dalam
tubuh (Frandson, 1992). Fungsi dari hemoglobin adalah mengangkut karbon
dioksida dari jaringan, mengambil oksigen dari paru-paru, memelihara
keseimbangan asam-basa, dan merupakan sumber bilirubin. Jumlah hemoglobin
di dalam darah dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, keadaan fisik, cuaca,
tekanan udara, penyakit, dan jumlah sel darah merah. Kadar hemoglobin
13
merah maka akan semakin tinggi pula kadar hemoglobin dalam sel darah merah
tersebut (Haryono, 1978).
2.6 Respon Fisiologis Broiler
Respon fisiologis merupakan suatu kesatuan dari fungsi tubuh dalam upaya
mempertahankan kondisi internal agar tetap stabil. Respon fisiologis dipengaruhi
oleh faktor lingkungan yang masuk ke dalam tubuh. Kondisi internal tubuh
unggas dapat diketahui dengan mengukur frekuensi pernafasan, denyut jantung,
dan suhu rektal.
Unggas seluruhnya termasuk golongan hewan homeoterm yaitu hewan yang
mampu mempertahankan suhu tubuhnya relatif tetap dalam kisaran normal
terhadap suhu lingkungan yang berubah-ubah. Sistem pengaturan suhu dalam
tubuh ini disebut sitem termoregulasi. Termoregulasi berkaitan dengan
mekanisme homeostatis, dalam hal ini unggas berusaha memelihara
keseimbangan (Sturkie, 1986).
Menurut Suprijatna et. al., (2005), broiler adalah vertebrata berdarah panas
dengan tingkat metabolisme tinggi. DOC memiliki suhu tubuh 39oC. Secara
bertahap, suhu tubuh anak ayam meningkat setelah hari ke- 4 sampai hari ke- 10
dicapai suhu normal maksimal. Suhu tubuh ayam dewasa rata-rata 40-- 40,5oC.
Suhu tubuh ayam meningkat sampai sore, kemudian sampai tengah malam.
Menurut Webster and Wilson (1980), suhu tubuh ternak adalah suhu darah yang
meninggalkan jantung dan suhu rektal pada umumnya 0,1-- 0,3oC lebih rendah
14
adalah panas tubuh yang berada dalam zona thermonetral pada saat aktivitas
tubuh terendah. Adapun kisaran normal fisiologis broiler dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Kisaran normal fisiologis broiler
Respon Fisiologis Kisaran Normal
Respirasi 18 -- 23 (kali/menit)
Denyut jantung 250 -- 470 (kali/menit)
Suhu rektal 41,5-- 41,9oC
Sumber : Frandson (1992) dan Smith (1998)
Respirasi adalah semua proses kimia maupun fisika dimana organisme melakukan
pertukaran udara dengan lingkungannya. Respirasi menyangkut dua proses yaitu
respirasi eksteral dan respirasi internal. Terjadinya pergerakan karbon dioksida ke
dalam udara alveolar ini disebut respirasi eksternal. Respirasi internal dapat
terjadi apabila oksigen berdifusi ke dalam darah. Respirasi eksternal tergantung
pada pergerakan udara kedalam paru-paru (Frandson, 1992).
Kasip (1995), menambahkan bahwa respirasi berfungsi sebagai parameter yang
dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengetahui fungsi organ-organ tubuh
bekerja secara normal. Pengukuran terhadap parameter terhadap fisiologis yang
biasa dilakukan di lapangan tanpa alat-alat laboratorium adalah pengukuran
frekuensi pernafasan, denyut jantung, dan suhu rektal.
Denyut jantung merupakan gelombang yang terjadi akibat naiknya tekanan sistole
mulai dari jantung dan kemudian menjalar sepanjang arteri dan kapiler. Fraksi
15
hewan yang bertubuh kecil semakin tinggi. Faktor yang memengaruhi denyut
jantung adalah temperatur lingkungan, pakan, aktifitas, dan tidur (Ganong, 1983).
Temperatur rektal digunakan sebagai ukuran temperatur suhu tubuh karena pada
suhu rektum merupakan suhu yang optimal. Hewan homeoterm sudah
mempunyai pengatur panas tubuh yang telah berkembangbiak. Temperatur rektal
pada ternak dipengaruhi beberapa faktor yaitu temperatur lingkungan, aktivitas,
pakan, minuman, dan pencernaan. Produksi panas oleh tubuh secara tidak
langsung bergantung pada makanan yang diperolehnya dan banyaknya persediaan
makanan dalam saluran pencernaan. Temperatur tubuh pada unggas berkisar
antara 39 -- 41ºC. Pada suhu kurang dari 80ºF, pembuangan panas tubuh
dilakukan dengan radiasi, konveksi, konduksi, dan seluruh permukaan tubuh
ayam. Temperatur udara lingkungan lebih dari 80ºF. Pembuangan panas
dilakukan dengan penguapan air lewat saluran pernafasan yang dilakukan secara
16
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan
milik PT. Rama Jaya Lampung yang berada di Desa Fajar Baru II, Kecamatan Jati
Agung, Kabupaten Lampung Selatan.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. thermometer digital;
2. steteskop;
3. counter number;
4. thermohigrometer;
5. brooder (pemanas);
6. hand sprayer, 2 buah;
7. chick feeder tray (tempat ransum baki) yang digunakan untuk ayam umur
1 -- 14 hari, 18 buah;
8. hanging feeder (tempat ransum gantung) yang digunakan untuk ayam umur
17
9. tempat air minum berbentuk tabung, 18 buah;
10. bambu untuk membuat sekat-sekat pada kandang;
11. sekam dan koran bekas sebagai alas;
12. plastik terpal untuk tirai;
13. bak air, 3 buah;
14. timbangan kapasitas 2 kg dengan ketelitian 0,01 g sebanyak 2 buah yang
digunakan untuk menimbang day old chick (DOC);
15. timbangan kapasitas 5 kg dengan ketelitian 0,1 g sebanyak 2 buah yang
digunakan untuk menimbang ayam dan ransum;
16. timbangan elektrik, 1 buah;
17. socorex untuk melakukan vaksinasi;
18. kompor dan panci digunakan untuk membuat air rebusan kunyit dan
temulawak;
19. blander untuk menghaluskan kunyit dan temulawak;
20. gelas ukur kapasitas 1 liter untuk mengukur jumlah air dalam pembuatan air
rebusan kunyit dan dan temulawak;
21. pisau dan plastik;
22. alat tulis dan kertas untuk mencatat data yang diperoleh.
3.2.2 Ayam
Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah broiler jantan umur 1 hari
sampai dengan umur 27 hari sebanyak 180 ekor. Strain ayam yang digunakan
18
3.2.3 Ransum
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum broiler komersial HP
611 MC (umur 1 -- 7 hari), HP 611 (umur 8 -- 21 hari), dan HP 612
(umur 22 -- 27 hari) yang diperoleh dari PT. Charoen Pokhpand Indonesia Tbk.
Kandungan nutrisi ransum yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan nutisi ransum HP 611 MC, HP 611, dan HP 612
Kandungan Nutrisi HP 611 MC HP 611 HP 612
Energi (kkal/kg) 3050 -- 3150 3050 -- 3150 3150 -- 3250
Air (%) 13 13 13
Protein (%) 22 -- 23 22 -- 23 20 -- 21
Lemak (%) 5 5 5
Serat (%) 5 5 5
Abu (%) 7 7 7
Kalsium (%) 0,90 0,90 0,90
Phospor (%) 0,60 0,60 0,60
Sumber : PT. Charoen Pokphand Indonesia dan Vista Grain (2013)
3.2.4 Air rebusan kunyit dan temulawak
Penelitian ini menggunakan air rebusan kunyit dan temulawak yang di blander
(masing-masing 10 g), kemudian direbus secara terpisah dengan menggunakan air
sebanyak 1 liter. Air rebusan tersebut diproses pada malam hari yang kemudian
diberikan dalam keadaan dingin pada pagi hari. Cara pembuatan air rebusan
kunyit dan temulawak adalah sebagai berikut :
1. mengambil rimpang kunyit dan temulawak sesuai kebutuhan;
2. mencuci bersih kunyit dan temulawak menggunakan air bersih, kemudian
19
3. menimbang kunyit dan temulawak masing-masing 10 g, kemudian
memasukkannya ke dalam blander untuk dihaluskan;
4. kunyit dan temulawak masing-masing direbus ke dalam 1 liter air biasa sampai
tersisa 600 ml;
5. air rebusan kunyit dan temulawak diberikan pada pagi hari (Sujatmiko, 2006).
3.2.5 Air minum
Air minum untuk ternak pada penelitian ini diberikan secara ad libitum baik air
minum biasa (kontrol) maupun air minum yang diberi perlakuan. Air minum
yang diberikan terdiri dari tiga macam yaitu :
P0 = air minum biasa
P1 = air rebusan kunyit 10 g/600 ml (16,67 g/l)
P2 = air rebusan temulawak 10 g/600 ml (16,67 g/l)
Pemberian perlakuan dilakukan secara berselang dengan intensitas pemberian
2 hari perlakuan dan 1 hari tanpa perlakuan (Tantalo, 2009). Jadwal pemberian
perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2.
Minggu
Gambar 2. Jadwal pemberian perlakuan
20
3.2.6 Vaksin dan vitamin
Pada saat pemeliharaan broiler, pemberian vaksin merupakan hal yang sangat
penting dilakukan untuk meningkatkan sistem imun terhadap suatu penyakit,
sehingga akan diperoleh hasil yang maksimal. Vaksin yang diberikan selama
penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Vaksin yang diberikan
Vaksin Cara Pemberian Waktu Pemberian
ND V4HR
Vaksin ND AI Inaktif (suntik) IBDM
3.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan tiga perlakuan dan enam ulangan. Setiap ulangan terdiri dari sepuluh
satuan percobaan. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah
P0 (air minum biasa), P1 (air rebusan kunyit; 10 g/600 ml (16,67 g/l)), dan
P2 (air rebusan temulawak; 10 g/600 ml (16,67 g/l)) (Tantalo, 2009).
3.4 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis ragam menggunakan taraf nyata 5% dan atau 1%
21
3.5 Pelaksanaan Penelitian
3.5.1 Pola suhu dan kelembaban kandang
Waktu pengambilan data ditentukan dengan cara melihat suhu dan kelembaban
yang ekstrim selama sehari dan didapatkan suhu ekstrim pada pukul berkisar
antara 13.00 -- 14.00 WIB (Gambar 3).
3.5.2 Persiapan kandang
Kandang dibersihkan 1 minggu sebelum DOC datang (chick in), kemudian
didesinfeksi menggunakan desinfektan. Tahapannya meliputi :
1. membuat kandang dari bambu dengan ukuran 1 x 1 x 0,8 m sebanyak
18 petak;
2. mencuci lantai kandang dengan menggunakan air dan disikat;
3. mencuci peralatan kandang seperti feed tray dan tempat minum;
4. memasang tirai kandang;
5. mengapur dinding, tiang, dan lantai kandang;
6. menyemprot kandang dengan desinfektan;
7. setelah kering, lantai kandang kemudian ditaburi dengan sekam setebal
5 -- 10 cm;
8. memasang koran sebagai alas di atas sekam yang telah ditaburkan;
9. memasang brooder (pemanas) di kandang;
10. membuat area brooding dan memberi sekat untuk membagi area brooding
22
3.5.3 Pelaksanaan penelitian
DOC yang telah tiba kemudian sexing untuk memisahkan antara jantan dan
betina, 180 DOC jantan hasil sexing ditimbang dengan menggunakan timbangan
kapasitas 2 kg. DOC yang telah ditimbang, dimasukkan ke dalam dalam area
brooding selama 5 hari. Kemudian DOCdiberi minum air yang telah dicampur
elektrolit untuk menggantikan energi yang hilang dan mengurangi stres akibat
perjalanan. SelanjutnyaDOC diberi pakan secara ad libitum dan air minum
sesuai dengan perlakuan. Setelah 5 hari, broiler kemudian ditimbang dan
dimasukkan ke dalam petak-petak kandang. Setiap petak kandang terdiri dari
10 ekor ayam. Pada petak kandang diberi nomor perlakuan untuk memudahkan
pelaksanaan penelitian.
Lampu penerangan mulai dihidupkan pada pukul 17.00 WIB sampai pukul
06.00 WIB. Ransum diberikan pada pukul 06.00 WIB, 12.00 WIB, 18.00 WIB,
dan 24.00 WIB, sedangkan air minum diberikan pada pukul 07.00 WIB hari
sesuai dengan jadwal pemberian perlakuan. Pengukuran konsumsi air minum
dilakukan setiap hari pada pukul 06.00 WIB, sedangkan konsumsi ransum
dilakukan pengukuran setiap minggunya. Penimbangan ayam dilakukan setiap
minggu untuk mengetahui pertambahan bobot tubuhnya.
Vaksinasi yang diberikan terdiri dari vaksin AI, IBD, dan ND. Vaksin ND
diberikan saat ayam berumur 1 hari, 6 hari, dan 18 hari melalui spray, subkutan
leher, dan minum. Vaksin AI berikan saat ayam berumur 6 hari secara subkutan
23
Pengukuran suhu dan kelembaban kandang dilakukan setiap hari yaitu pada pukul
06.00 WIB, 12.00 WIB, 18.00 WIB, dan 24.00 WIB sebagai data penunjang.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan thermohigrometer yang dilakukan
pada bagian tengah kandang yang digantung sejajar dengan tinggi petak-petak
kandang.
Pengambilan sampel respon fisiologis dilakukan ketika broiler berumur 16 dan 24
hari. Waktu pengambilan sampel dilakukan pada suhu ekstrim pukul
13.00 -- 14.00 WIB (Gambar 3). Sampel respon fisiologis akan diambil sebanyak
10% dari jumlah unit percobaan (18 sampel). Pengamatan terhadap respon
fisiologis broiler meliputi frekuensi pernafasan, denyut jantung, dan suhu rektal.
3.6 Peubah yang Diamati
3.6.1 Frekuensi pernafasan
Pengamatan frekuensi pernafasan broiler dilakukan pada umur 16 dan 24 hari
diukur pada pukul 13.00 -- 14.00 WIB dengan cara mengamati dari gerakan
thorax broiler selama 1 menit kemudian dicatat hasilnya. Alat yang digunakan
adalah counter number dan stopwatch (Zhou dan Yamamoto, 1997).
3.6.2 Denyut jantung
Pengamatan denyut jantung broiler dilakukan pada umur 16 dan 24 hari diukur
pada pukul 13.00 -- 14.00 WIB dengan cara menempelkan stetoskop pada bagian
24
dicatat hasilnya. Alat yang digunakan adalah stetoskop,counter number, dan
stopwatch.
3.6.3 Suhu rektal
Pengamatan suhu rektal broiler dilakukan pada umur 16 dan 24 hari diukur pada
pukul 13.00 -- 14.00 WIB dengan thermometer digital. Thermometer digital
dimasukkan ke dalam rektum sedalam ±1/3 bagian thermometer sampai berbunyi
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian kunyit dan
temulawak pada broiler umur 16 dan 24 hari tidak berpengaruh nyata terhadap
frekuensi pernafasan, denyut jantung, dan suhu rektal.
5.2 Saran
Diharapkan ada penelitian lanjutan tentang tingkat konsentrasi kunyit dan
temulawak serta pola pemberiannya untuk meningkatkan respon fisiologis broiler.
38
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, M. 2009. Fisiologis Pertumbuhan Ternak. Universitas Andalas. Padang
Aengwanich, W. and O. Chinrasri. 2002. Effect of Heat Stress on Body Temperature and Hematological Parameters in Male Layers. Thai. J. Physiol. Sci. 15 : 27 -- 33
Afifah, E. dan T. Lentera. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak : Rimpang Penyembuhan Aneka Penyakit. Agromedia Pustaka. Jakarta
Aksi Agraris Kanisius. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke- 18. Kanisius. Jakarta
Antony, S., R. Kuttan, and G. Kuttan. 1999. Immunomodulatory Activity of Curcumin. Immunol Invest. Sci. 28 : 291 -- 303
Aruoma, O.I. 1999. Free Radicals, Antioxidants and International Nutrition. Asia Pacific. J. Clin.Nutr. 8 : 53 -- 63
Asghari, G.A., Mostajeran, and M. Shebli. 2009. Curcuminoid and Essential Oil Components of Turmeric at Different Stages of Growth Cultivated in School of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. Isfahan University of Medical Sciences. Isfahan. Iran
Banks, S. 1979. The Complete Handbook of Poultry Keeping. Van Nonstrand Reinnold Co. New York
Bartholomew, G.A. 1977. Homeostatis in The Desert Environment Homeostatis and Feedback Mechanism. Cambridge University Press. Cambridge
Bligh. 1985. Thermalphsiology. In: Yousef, M.K. Stress Physiology in Livestock. Vol. III. CRC. Yogyakarta
39
Charles, D.R. 1981. Practical Ventilation and Temperature Control for Poultry, in Environmental Aspects of Housing for Animal Production. by J.A. Clark. University of Nottingham
Esmay, M. L. 1978. Principles of Animal Enviroment. Avi Publishing Company. Wesport
Fahrurozi, N. 2013. Pengaruh Pemberian Kunyit dan Temulawak Melalui Air Minum Terhadap Gambaran Darah Pada Broiler. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Farrel, D.J. 1979. Pengaruh dari Suhu Tinggi Terhadap Kemampuan Biologis dari Unggas. Laporan Seminar Ilmu dan Industri Perunggasan I. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Ternak. Ciawi. Bogor
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi IV. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Ganong, W.F. 1983. Review of Medical Physiology. San Fransisco
Gunawan, S. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaringan Pengaman Sosial. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Guyton, A.C . 1983 . Fisiologi Kedokteran. Edisi 5. EGC. Jakarta
Hartono, M., S. Suharyati, dan P.E. Santosa. 2002. Dasar Fisiologi Ternak. Penuntun Praktikum. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Haryadi. 1995. Pengaruh Amonia Terhadap Kesehatan Hewan. Poultry Indonesia, Majalah Ekonomi Indonesia dan Teknologi Perunggasan Populer. GPPU. Jakarta
Haryono, B. 1978. Hematologi Klinik. Bagian Kimia Medik Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Jitoe, A.T., I.G.P. Masuda, D.N. Tengah, I.W. Suprapta, N. Gara, and Nakatani. 1992. Antioxidant Activity of Tropical Ginger Extracts Analysis of The
Contained Curcuminoids. J. Agric Food Chem. Sci. 40 : 1337 -- 1340
Kariyadi. 1998. Suplemen Untuk Siapa? http://www.indomedia.com. Diakses tanggal 19 April 2013
Kasip, L.M. 1995. Kemampuan Kerja, Dinamika Fisiologis, dan Metabolit Darah Sapi Bali Betina Dalam Mengolah Lahan Pertanian Berdasarkan Lebar Mata Bajak. Tesis S2. Program Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta
40
Naseem, M.T., S. Yunus, Z. Iqbal Ch., A. Ghafoor, A. Aslam, and S. Akhter. 2005. Effect of Pottasium Choride and Sodium Bicarbonate Supplem entation on Thermotolerance of Broiler Exposed to Heat Stress. Int. J. Poult. Sci.
4 (11) : 891 -- 895
North, M.O. and D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Edition. Van Nostrand Rainhold. New York
Okolwski, A. 2005. Patho-Physiology of Heart Failure in Broiler Chikens : Structural Biochemical and Molecular Symposium : Metabolic and
Cardoivasculer in Poultry Nutrisional and Physiological Aspects. J. Poult. Sci. 142
PT. Charoen Pokphand Indonesia. 2013. Pakan Komplit Butiran Masa Awal Ayam Pedaging. Lampung
PT. Vista Grain. 2013. Pakan Komplit Butiran Masa Akhir Ayam Pedaging. Lampung
Pudji, A., B. Dzulkarnain, Nuratmi, dan Budi. 1988. Toksisitas Akut (LD50) dan Pengaruh Beberapa Tanaman Obat Terhadap Mencit Putih. Cermin Dunia
Kedokteran. 53 : 44 -- 47
Purwanti, S. 2008. Kajian Efektifitas Pemberian Kunyit, Bawang Putih dan Mineral Zink Terhadap Performa, Kadar Lemak, dan Status Kesehatan Broiler. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
Rasyaf, M. 1994. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta
Reksohadiprodjo, S. 1995. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. BPFE. Yogyakarta
Rostiana dan Raharjo. 2003. Standar Prosedur Operasional Budidaya Temulawak. http:// typecat.com. Diakses tanggal 30 Desember 2012
Sidik, M.W., Mulyono, dan A. Muhtadi. 1992. Temulawak (Curcuma
Xanthorriza Roxb). Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica. Jakarta
. 1995. Temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb). Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica. Jakarta
Smith, B.J. 1998. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Cobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press. Jakarta
41
Steel, C.J. and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. Gramedia. Jakarta
Sturkie, P.D. 1986. Avian Physiology. Third Edition. Spinger Verlag. New York
Sujatmiko, W. 2006. Pengaruh Level Pemberian Kombinasi Air Rebusan Kunyit dan Daun Sirih Melalui Air Minum Terhadap Retensi Bahan Kering, Bahan Organik, dan Kecernaan Lemak Pada Broiler. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Sumaryadi, M.Y. dan I. Budiman. 1986. Fisiologi Guna Laksana Lingkungan. Diktat Fakultas Peternakan. Unsud. Purwokerto
Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan K. Ruhyat. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta
Supriyanto, A. 2004. Pengaruh Pemberian Kunyit dan Daun Sirih serta Kombinasinya Melalui Air Minum Terhadap Pertumbuhan Broiler. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Suwiyah, A. 2005. Pengaruh Perlakuan Bahan dan Jenis Pelarut Yang Digunakan Pada Pembuatan Temulawak Instan Terhadap Rendaman dan Mutunya. Skripsi. IPB. Bogor
Tantalo, S. 2009. Perbandingan Performans Dua Strain Broiler Yang Mengonsumsi Air Kunyit. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Tarmudji. 2004. Mendeteksi Munculnya Ayam Kerdil. Tabloid Sinar Tani (7 Juli 2004). Jakarta
Unandar, T. 2003. Ada Apa dengan Broiler. Makalah disampaikan dalam temu Plasma Pintar. Bandar Lampung
Venkatesan, P., M.K. Unnikrishnan, and S.M. Kumar. 2003. Effect Of Curcumin Analogues On Oxidation Of Haemoglobin and Lysis Of Erythrocytes. J. Sci. 84 : 74 -- 78
Webster and Wilson. 1980. Breed Differences in Heat Tolerance of Day Old Baby Chick. J. Poult. Sci. 3 (1) : 25
42
Yamazaki, Mikio, Maebayashi, Yukio, Iwase, Nobuhisa, Kaneko, and Toshiyuki. 1988. Studies on Pharmacologically Active Principles From Indonesian Crude Drugs. II. Principle Prolonging Pentobarbital Induced Sleeping Time Fom
Curcuma Xanthorrhiza Roxb. Chemical and Pharmaceutical Bulletin. Sci. 36 (6): 2070 -- 2074
Yoshikawa, T. and Y. Naito. 2002. What Is Oxidative Stress ?. J. Maj. 45 : 271 -- 276
Yuwanta, T. 2000. Dasar Ternak Unggas. Kanisius. Yogyakarta