• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS NOTA KESEPAHAMAN ANTARA BANK INDONESIA, POLRI, DAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 SEBAGAI MEKANISME PERCEPATAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERBANKAN KHUSUSNYA BANK INDONESIA SEBAGAI PIHAK PELAPOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS NOTA KESEPAHAMAN ANTARA BANK INDONESIA, POLRI, DAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 SEBAGAI MEKANISME PERCEPATAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERBANKAN KHUSUSNYA BANK INDONESIA SEBAGAI PIHAK PELAPOR"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS NOTA KESEPAHAMAN ANTARA BANK INDONESIA DENGAN POLRI DAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 SEBAGAI MEKANISME PERCEPATAN PENANGANAN TINDAK

PIDANA PERBANKAN KHUSUSNYA BANK INDONESIA SEBAGAI PIHAK PELAPOR

Oleh

Chandra Bangkit Saputra

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

ANALISIS NOTA KESEPAHAMAN ANTARA BANK INDONESIA, POLRI, DAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 SEBAGAI MEKANISME PERCEPATAN PENANGANAN TINDAK

PIDANA PERBANKAN KHUSUSNYA BANK INDONESIA SEBAGAI PIHAK PELAPOR

Oleh:

CHANDRA BANGKIT SAPUTRA

Perkembangan dalam industri perbankan dan teknologi informasi, disamping dampak positif dapat pula menimbulkan dampak negatif berupa semakin beragamnya tindak pidana perbankan. Bank dijadikan sarana dan sasaran untuk memperkaya diri sendiri, keluarga, atau kelompok tertentu scara melawan hukum dilakukan oleh anggota dewan sekretaris, direksi, pegawai bank, pihak terafilisasi, dan pemegang saham baik dilakukan secara sendiri maupun bersama-sama dengan pihak luar. Dalam rangka penanganan tindak pidana perbankan, Bank Indonesia melakukan koordinasi dengan beberapa instansi terkait, antara lain dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia yang dituangkan dalam bentuk Nota Kesepahaman. Penelitian ini akan membahas tentang mekanisme koordinasi penanganan tindak pidana perbankan yang diatur dalam nota kesepahaman dalam rangka percepatan tindak pidana perbankan dalam hal ini BI sebagai pelapor dan hambatan penyelesaian menggunakan mekanisme nota kesepahaman tersebut.

(3)

Hasil penelitian dan pembahasan mengenai Analisis Nota Kesepahaman Antara Bank Indonesia, Polri, dan Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2011 Sebagai Mekanisme Percepatan Penanganan Tindak Pidana Perbankan Khususnya Bank Indonesia Sebagai Pihak Pelapor yaitu, menjelaskan Peran penyidik kepolisian Republik Indonesia dalam menindaklanjuti laporan dari Bank Indonesia tentang tindak pidana perbankan masih berasal dari laporan transaksi keuangan yang mencurigakan dan dilaporkan oleh Bank Indonesia sesuai dengan mekanisme dalam Nota Kesepahaman. Berjalannya penyidikan tindak pidana perbankan yang berasal dari bank Indonesia tidak bersifat mandiri hal ini disebabkan karakteristik dari tindak pidana perbangkan sebagai tindak pidana yang terorganisir. Namun demikian terdapat beberapa faktor yang menghambat penanganaan tindak pidana perbankan menggunakan Nota Kesepahaman tersebut, diantaranya: faktor penegak hukumnya sendiri; faktor sarana dan fasilitas; dan faktor masyarakat dan budaya.

Adapun saran yang dapat diberikan peneliti antara lain: adanya peran aktif Polri dalam dalam menanggulangi tindak pidana perbankan, salah satunya dengan adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang tindak pidana perbankan ini agar supaya masyarakat dapat turut serta berpartisipasi dalam menanggulangi tindak pidana perbankan tersebut, serta untuk masa yang akan datang peraturan mengenai mekanisme tindak piana perbankan bisa dinasukan dalam sistem hukum pidana secara lengkap, karena penyelesaian tindakpidana perbankan menjadi tugas dan tanggung jawab penegak hukum yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan.

(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 8

E. Sistimatika Penulisan ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana dan Tindak Pidana Perbankan ... 13

B. Pengertian Nota Kesepahaman ... 20

C. Nota Kesepahaman Bank Indonesia dengan Polri dan Kejaksaan RI 21 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 24

B. Jenis dan Sumber Data ... 24

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 25

D. Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 26

E. Analisis Data ... 27

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 28

B. Mekanisme Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perbankan Yang Diatur Dalam Nota Kesepahaman Dalam Rangka Percepatan Tindak Pidana Perbankan Dalam Hal Ini BI Sebagai Pelapor... 29

(7)

B. Saran ... 52

(8)

1. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Perkembangan dalam industri perbankan dan teknologi informasi, disamping

dampak positif dapat pula menimbulkan dampak negatif berupa semakin

beragamnya tindak pidana perbankan. Bank dijadikan sarana dan sasaran untuk

memperkaya diri sendiri, keluarga, atau kelompok tertentu secara melawan

hukum dilakukan oleh anggota dewan sekretaris, direksi, pegawai bank, pihak

terafilisasi, dan pemegang saham baik dilakukan secara sendiri maupun

bersama-sama dengan pihak luar.

Dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pengawas bank, Bank Indonesia dapat

menemukan adanya dugaan Tindak pidana perbankan yang selanjutnya

penanganannya akan ditindak lanjuti melalui proses hukum. Tindak pidana

merupakan suatu perbuatan yang pelakunya diancam hukuman pidana

berdasarkan undang-undang. Unsur dari tindak pidana adalah subyek (pelaku)

dan wujud perbuatan baik yang bersifat positif yaitu melakukan suatu perbuatan,

maupun negatif yaitu tidak melakukan suatu perbuatan yang wajib dilakukan.

Tindak pidana perbankan melibatkan dana masyarakat yang disimpan di bank,

oleh karenanya tindak pidana perbankan merugikan kepentingan berbagai pihak,

(9)

sistem perbankan, otoritas perbankan, pemerintah dan masyarakat luas, sehingga

memerlukan penanganan yang tuntas.

Bank Indonesia ikut serta dalam penegakan hukum (law enforcement) dalam

bentuk investigasi dan pemeriksaan forensik terhadap Tindak pidana perbankan

yang terjadi pada suatu bank. Hasil investigasi dilaporkan kepada penegak hukum

sesuai dengan Hukum Acara Pidana yang berlaku, dan pada akhirnya

menghasilkan suatu putusan pengadilan.

Peranan perbankan yang strategis dan karakteristik bank sebagai lembaga

kepercayaan, maka setiap hal yang mengganggu kegiatan perbankan seperti

tindak pidana memerlukan penanganan yang baik. Mengingat, Bank Indonesia

tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan, maka penanganan

dugaan Tindak pidana perbankan memerlukan koordinasi dengan lembaga lain,

salah satunya adalah koordinasi antara Bank Indonesia dengan penegak hukum.

Seperti terdapat dalam Pasal 34 undang-undang no 23 tentang bank Indonesia

yang berbunyi “tugas mengawasi bank dilakukan oleh lembaga pengwasan sektor

jasa keuangan yang independen dan dibentuk dengan undang-undang”.

Selanjutnya, untuk memperlancar, mempercepat, dan mengoptimalkan

penanganan tindak pidana perbankan dilakukan koordinasi antara Bank

Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik

Indonesia yang ditetapkan dalam suatu Nota Kesepahaman.

Pemakaian istilah tindak pidana di bidang perbankan belum ada kesamaan

(10)

perundang-undangan yang memberikan pengertian tentang Tindak pidana perbankan dengan

tindak pidana di bidang perbankan1

Dalam rangka penanganan tindak pidana perbankan, Bank Indonesia melakukan

koordinasi dengan beberapa instansi terkait, antara lain dengan Kepolisian

Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia yang dituangkan

dalam bentuk Nota Kesepahaman. Tujuan dari koordinasi tersebut adalah untuk

penegakan hukum di lingkungan perbankan mengingat bank dapat digunakan

sebagai sarana atau sasaran tindak pidana perbankan, dan agar industri perbankan

menjadi bersih dari praktik penyimpangan yang dilakukan oleh bank ataupun

tindak pidana perbankan, serta untuk memperlancar, mempercepat dan

mengoptimalkan penanganan tindak pidana perbankan.

Koordinasi antara Bank Indonesia dan penegak hukum telah dilaksanakan sejak

tahun 1997 dengan penetapan Surat Keputusan Bersama Jaksa Agung Republik

Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Gubernur Bank

Indonesia No.KEP- 126/JA/11/1997, KEP/10/XI/1997, No.30/6/KEP/GBI

tanggal 6 November 1997 tentang Kerjasama Penanganan Kasus Tindak Pidana

di Bidang Perbankan. yang kemudian pada tanggal 20 Desember 2004 diganti

dengan Surat Keputusan Bersama No.KEP-902/A/J.A/12/2004;

No.POL:Skep/924/XII/2004; dan No.6/91/KEP.GBI/2004 tentang Kerjasama

Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perbankan (SKB Tindak pidana

perbankan).

1

(11)

Dan akhirnya pada tanggal 19 Desember 2011 diganti dengan Nota Kesepahaman

antara Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan

Kejaksaan Republik Indonesia No.13/104/KEP.GBI/2011, No.B/31/XII/2011,

No.Kep-261/A/JA/12/2011 tentang Koordinasi Penanganan Tindak pidana

perbankan (Nota Kesepahaman Penanganan Tindak pidana perbankan).

Surat Keputusan Bersama merupakan ketentuan baku dalam penanganan Tindak

pidana perbankan, hal ini diakui oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

melalui Surat No. S241/M.EKON/10/2005 tanggal 20 Oktober 2005 kepada

Presiden Republik Indonesia yang menginformasikan bahwa Bank Indonesia,

Kejaksaan RI, dan Kepolisian Negara RI sepakat penyelesaian dugaan Tindak

pidana perbankan dengan mengacu pada Surat Keputusan Bersama Tindak

pidana perbankan, yang berlaku pula untuk Nota Kesepahaman Penanganan

Tindak pidana perbankan sebagai pengganti dari Surat Keputusan Bersama

Tindak pidana perbankan.

Nota Kesepahaman Penanganan Tindak pidana perbankan terdiri dari 7 Bab dan

28 Pasal, dengan ruang lingkup koordinasi antara Bank Indonesia, Kepolisian

Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia dalam

penanganan Tindak pidana perbankan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 46

sampai dengan Pasal 50A Undang-Undang Perbankan, atau Pasal 59 sampai

dengan Pasal 66 Undang-Undang Perbankan Syariah, dengan bentuk koordinasi

meliputi pembahasan dan pelaporan dugaan tindak pidana perbankan, penyediaan

saksi dan ahli, pemblokiran rekening, penyitaan uang dan dokumen, tukar

(12)

Maksud Nota Kesepahaman Penanganan Tindak pidana perbankan adalah

sebagai landasan bagi Bank Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia,

dan Kejaksaan Republik Indonesia untuk melakukan koordinasi memperkuat

penerapan tata kelola kepemerintahan yang baik dan sekaligus penegakan hukum

pidana yang terjadi dalam ruang lingkup perbankan, Kepolisian Negara Republik

Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia. Adapun tujuan Nota Kesepahaman

ini adalah tercapainya koordinasi dalam rangka memperlancar, mempercepat, dan

mengoptimalkan penanganan Tindak pidana perbankan..

Bank Indonesia melakukan investigasi atas dugaan tindak pidana perbankan pada

bank, selanjutnya hasil investigasi dibahas pada rapat Tim Kerja dan apabila

diperlukan dibahas pula pada rapat Tim Pleno. Apabila hasil pembahasan

terdapat indikasi kuat adanya dugaanTindak pidana perbankan, maka selanjutnya

Bank Indonesia melaporkan kepada penyidik disertai informasi antara lain jenis

pelanggaran, kasus posisi, ketentuan yang dilanggar, barang bukti, dan pelaku.

Dalam rangka mencapai maksud dan tujuan Nota Kesepahaman Penanganan

Tindak pidana perbankan, pelaksanaan koordinasi Nota Kesepahaman

Penanganan Tindak pidana perbankan dilakukan oleh Tim Koordinasi dengan

dibantu oleh Sekretariat yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Tim Koordinasi

terdiri atas Tim Pengarah, Tim Koordinasi Tingkat Pusat dan Tim Koordinasi

Tingkat Daerah, yang masing-masing terdiri dari Tim Pleno dan Tim Kerja. Tim

Pleno dan Tim Kerja terdiri dari perwakilan dari Bank Indonesia, Kepolisian

(13)

Tim Pengarah terdiri dari atas tiga anggota, yaitu Gubernur Bank Indonesia,

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Jaksa Agung Republik

Indonesia. Tim Pengarah mempunyai tugas memberikan arahan dan keputusan

yang bersifat strategis.

Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan kajian secara

mendalam tentang bagaimana mekanisme yang diatur dalam nota kesepahaman

antara Bank Indonesia (BI), POLRI dan Kejaksaan Republik Indonesia dalam

rangka percepatan penenganan tindak pidana perbankan. Selain itu penulis juga

ingin mengkaji hambatan yang ada dalam penyelesaian mengunakan mekanisme

nota kesepahaman ini. Untuk itu penulis melakukan penelitian dan hasilnya

dalam bentuk skripsi yang berjudul “Analisis Nota Kesepahaman Bank Indonesia

(BI), POLRI dan Kejaksaan Republik Indonesia Sebagai Mekanisme Percepatan

Penanganan Tindak pidana perbankan khususnya BI sebagai pelapor”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti membatasi masalah yang

menyangkut analisis nota kesepahaman anatara Bank Indonesia (BI), POLRI dan

Kejaksaan Republik Indonesia tahun 2011 sebagai mekanisme percepatan

penanganan tindak pidana perbankan, yaitu sebagai berikut :

a. Bagimanakah mekanisme koordinasi penanganan tindak pidana perbankan

yang diatur dalam nota kesepahaman dalam rangka percepatan tindak pidana

(14)

b. Bagaimanakah hambatan penyelesaian menggunakan mekanisme nota

kesepahaman koordinasi penanganan tindak pidana perbankan yang diatur

dalam nota kesepahaman dalam rangka percepatan tindak pidana perbankan

dalam hal ini BI sebagai pelapor?

2. Ruang Lingkup

Berdasarkan hukum pidana materil maupun hukum pidana formil, maka ruang

lingkup dalam penulisan skripsi ini, hanya terbatas pada mekanisme dalam

melaksanakan nota kesepahaman antara Bank Indonesia POLRI dan Kejaksaan

RI tentang koordinasi penanganan tindak pidana perbankan yang di laporkan oleh

Bank Indonesia dan hambatan dalam menggunakan mekanisme nota

kesepahaman tersebut.

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pokok bahasan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui bagaimanakah mekanisme yang diatur dalam nota

kesepahaman dalam rangka menindak lanjuti tindak pidana perbankan.

b. Untuk mengetahui bagaimana hambatan penyelesaian menggunakan

mekanisme nota kesepahaman tersebut.

2. Kegunaan Penelitian

(15)

Penelitian ini akan memperluas perkembangan ilmu hukum dan dapat

memberikan pemikiran ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum pidana

dalam tindak pidana perbankan.

b. Kegunaan Praktis

1) Sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu hukum dan pemecahan suatu

masalah hukum khususnya mengenai tindak pidana perbankan

2) Sumber acuan/referensi bagi praktisi hukum dalam mengembangan tugas

profesi hukum, pengusaha dan masyarakat

3) Sebagai referensi untuk penelitian mahasiswa selanjutnya

D.Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritits adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil

pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan

identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.

Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara dalam sistem

Pemerintahan Republik Indonesia. Keberadaaan POLRI memiliki hak dan

kewajiban yang diatur dalam perundang-undangan. Dilaksanakannya hak dan

kewajiban POLRI sebagai alat Negara dari Sistem Pemerintahan berdasarkan

peraturan perundang-undangan dikenal dengan istilah peranan. Secara umum

peranan adalah pelaksanaan dari hak dan kewajiban individu atau organisasi

(16)

Pengkajian mengenai tindak pidana perbankan mengalami perkembangan pesat yang

memunculkan berbagai teori tentang faktor-faktor penghambat yaitu:

1. Faktor penegak hukum,yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang

menerapkan hukum, dalam hal ini mentalitas dari pejabat Bank Indonesia serta

penengak hukum yang kurang mengetahui arti pentingnya dalam mencegah

tindak pidana perbankan

2. Faktor sarana atau fasilitas, dalam hal ini adalah skala usaha bank dan selana

ini laporan transaksi keuangan yang diterima unit khusus investigasi

perbankan masih dikomplikasi secara manual dalam sebuah data base yang

disampaikan kepada bank Indonesia menyulitkan dalam proses penyidikan.

3. Faktor masyarakat dan kebudayaan, yakni budaya hukum masyarakat yang

belum sepenuhnya memahami akan bahayanya tindak pidana perbankan.

Sebagai analisis dalam penulisan ini, penulis menggunakan teori keberlakuan

undang-undang. Teori keberlakuan undang-undang, menurut Bruggink, adalah

merupakan suatu satu kesatuan dari pernyataan yang saling berkaitan berkenaan

dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan

sistem tersebut untuk sebagian yang telah dipositifkan.

Sebagaimana teori pada umumnya, demikian pula teori keberlakuan

undang-undang mempunyai makna ganda yaitu teori keberlakuan undang-undang-undang-undang sebagai

produk dan teori keberlakuan undang-undang sebagai proses. Teori keberlakuan

undang-undang dikatakan sebagai produk, sebab rumusan suatu satu kesatuan

dari pernyataan yang saling berkaitan adalah merupakan hasil kegiatan teoritik

(17)

sebagai proses, adalah karena teori keberlakuan undang-undang tersebut

merupakan kegiatan teoritik tentang hukum atau bidang hukum. Berkaitan

dengan ruang lingkup penyeledikan teori keberlakuan undang-undang tersebut,

menurut Dias, meliputi: faktor-faktor apakah yang menjadi dasar berlakunya

suatu hukum, faktor-faktor apa yang mendasari kelangsungan berlakunya suatu

peraturan hukum, bagaimana berlakunya, dan dapatkah hukum itu

dikembangkan.2

Teori keberlakuan undang-undang tidak sama dengan apa yang kita pahami

dengan hukum positif3, hal ini perlu diperjelas untuk menghindarkan kesalah

pahaman. keberlakuan undang-undang dapat disebutsebagai kelanjutan dari usaha

mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalamurutan yang demikian itu kita

dapat merekonstruksikan kehadiran teori keberlakuan undang-undang itu

secara jelas. Pada saat orang mempelajari hukum posistif, maka ia sepanjang

waktu dihadapkan pada peraturan-peraturan hukum dengan segala cabang

kegiatan dan permasalahannya, seperti kesalahannya, penafsiran dan sebagainya.

Sudah merupakan sifat manusia yang tidak pernah puas dan selalu ingin bertanya

atau mempertanyakan segala sesuatu. Kemampuan manusia untuk melakukan

penalaran tidak ada batasnya, hal itu semakin mendorong rasa penasaran untuk

mencari sesuatu yang baru yang berbeda dengan apa yang telah ada. Kemampuan

untuk melakukan penalaran yang demikian itulah yang membawa manusia

kepada penjelasan yang lebih konkrit atau sebaliknya dari segala sesuatu yang

2

Dansur, Peranan Hakim Dalam Penemuan Hukum, Makalah, 1 Nopember 2006.

3

(18)

terinci naik sampai penjelasan-penjelasan yang bersifat filsafat. Khusus dalam

penanganan tindak pidana perbankan sendiri sebenarnya sudah diatur dan

diberlakukan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya

disebut UU Perbankan).

2. Keranka Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggabarkan hubungan antara

kopnsep-konsep khusus, yang merupakan kumpulan dalam arti-arti yang terkaitan dengan

istilah yang ingin tahu akan diteliti.

Adapun konseptual yang akan digunakan untuk penelitian skripsi ini adalah

sebagai berikut :

a) Nota kesepahaman (memorandum of understanding atau MOU) adalah sebuah

dokumen legal yang menjelaskan perstujuan antara dua belah pihak.

Memorandum Of Understanding atau MOU tidak seformal sebuah kontrak.4

b) Analisis adalah kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah bahasa guna

meneliti struktur bahasa tersebut secara mendalam.5

c) Bank Indonesia adalah adalah bank sentral Republik Indonesia yang bertugas

antara lain mengatur dan mengawasi bank.6

d) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di

Indonesia, yang bertanggung jawab langusung dibawah presiden. POLRI

mengemban tugas-tugas kepolisian diseluruh wilayah Indonesia. POLRI

4

http://wikipedia.org/wiki/nota_kesepahaman diakses pada tanggal 20 April 2013.

5

Kamus besar bahasa indonesia edisi III 2011.

6

(19)

dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonseia

(KAPOLRI).7

e) Kejaksaan Republik Indonesia adalah lemabaga pemerintahan yang

melaksanakan kekuasaan negara secara merdeka terutama pelaksanaan tugas

dan wewenangan dibidang penuntutan perkara tindak pidana korupsi dan

pelanggaran HAM berat serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.8

f) Tindak pidana dibidang perbankan adalah segala jenis perbuatan yang

melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan dalam

menjalankan usaha bank.9

F.Sistematika Penulisan

Agar dapat mempermudahan pemahaman terhadap penulisan skripsi ini secara

keseluruhan, maka penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan secara garis besar mengenai latar belakang pemilihan judul,

permasakahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, dan sistematika

penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi kepustakaan yang berupa pengertain-pengrtian umum dari

pokok-pokok bahasan analisis nota kesepahaman antara Bank Indonesia (BI), POLRI

7

http:/www.polri.go.id diakses pada tanggal 20 April 2013.

8

http://kejaksaan.go.id diakses pada tanggal 20 April 2013.

9

(20)

dan Kejaksaan Republik Indonesia tahun 2011 sebagai mekanisme percepatan

penanganan tindak pidana perbankan.

III. METODE PENELITIAN

Merupakan bab metode penelitian yang dimulai dari kegiatan pendekatan

masalah, sumber dan jenis data, penentuan populasi dan sempel prosedur

pengiumpulan dan pengolahan data dan analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menyajikan pembahasan dari hasil penelitian yang akan memberikan

penjelasan secara rinci menganai nota kesepahaman antara Bank Indonesia (BI),

POLRI dan Kejaksaan Republik Indonesia tahun 2011 sebagai mekanisme

percepatan penanganan tindak pidana perbankan.

V. PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian serta memuat saran-saran

mengenai analisis nota kesepahaman antara Bank Indonesia (BI), POLRI dan

Kejaksaan Republik Indonesia tahun 2011 sebagai mekanisme percepatan

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindak Pidana dan Tindak Pidana Perbankan

Istilah tindak pidana pada dasarnya merupakan terjemahan dari bahasa Belanda

Strafbaar feit yang memiliki banyak istilah lain yaitu delik, peristiwa pidana,

perbuatan pidana, perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, hal yang diancam

dengan hukum, perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukum, dan tindak

pidana. Menurut Moeljatno tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh

suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman atau sanksi yang berupa

pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.10

Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman

pidana.Dan pelaku ini dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana. Didalam

KUHP dikenal istilah strafbaar feit, sedangkan dalam kepustakaan dikenal

denganistilah delik. Pembuat undang-undang menggunakan istilah peristiwa pidana, perbuatan pidana dan tindak pidana.11

Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan

melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran pidana yang merugikan kepentingan

orang lain atau merugikan kepentingan umum. Beberapa sarjana hukum pidana di

10

Tri Andrisman, Hukum Pidana, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2009, hlm. 69.

11

(22)

Indonesia menggunakan istilah yang berbeda-beda dalam menyebut kata pidana

ada beberapa sarjana menyebutkan tindak pidana, perbuatan pidana atau delik.

Untuk mengetahui pengertian tindak pidana, maka akan diuraikan pendapat

sarjana yang lain baik pengertian perbuatan pidana, tindak pidana atau “strafbaar

feit”.Pengertian dati strafbaar feit menurut Pompe antara lain:

a. Definisi menurut teori memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu

pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar

dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan

menyelamatkan kesejahteraan umum.

b. Definisi menurut hukum positif merumuskan “strafbaar” adalah suatu

kejadian yang oleh peraturan perundang-undangan dirumuskan sebagai

perbuatan yang dapat dihukum.

Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) istilah umum yang

dipakai adalah tindak pidana karena bersifat netral, dan pengertian tersebut

meliputi perbuatan pasif dan aktif.Jadi dapat dikatakan bahwa pengertian tindak

pidana mempunyai arti perbuatan melawan hukum atau melakukan sesuatu yang

oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang

dan diancam dengan pidana.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas jelaslah bahwa dalam perbuatan tindak

pidana tersebut didapatkan unsur-unsur adanya suatu kejadian tertentu, serta

adanya orang-orang yang berbuat guna menimbulkan suatu akibat karena

melanggarperaturan perundang-undangan yang disertai ancaman/sanksi yang

(23)

mengandung unsur-unsur penyebab dan orang-orang yang terlibat didalam

perbuatan tersebut.

Pemakaian istilah tindak pidana di bidang perbankan belum ada kesamaan

pendapat. Apabila ditinjau dari segi yuridis tidak satupun peraturan

perundang-undangan yang memberikan pengertian tentang Tindak pidana perbankan dengan

tindak pidana di bidang perbankan.12

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Departemen Kehakiman

memberikan pengertian yang berbeda untuk kedua Tindak pidana perbankan dan

tindak pidana di bidang perbankan, yaitu13

a. Tindak pidana perbankan adalah:

1. Setiap perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun

1998 (Undang-Undang Perbankan).14

2. Tindak pidana yang dilakukan dalam menjalankan fungsi dan usahanya

sebagai bank berdasarkan Undang-Undang Perbankan.15

12

BPHN, Departemen Kehakiman, Laporan Akhir Penelitian Masalah-Masalah Hukum Kejahatan Perbankan, BPHN, Jakarta, 1992, hlm. 68.

13Ibid

, bandingkan dengan Marulak Pardede, Hukum Pidana Bank, PustakaSinar Harapan, Jakarta, 1995, hlm. 14,

14

BPHN, Departemen Kehakiman, Op. Cit., hlm. 18

15Ibid

(24)

b.Tindak pidana di bidang perbankan adalah:

1) Segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan

kegiatan dalam menjalankan usaha bank, baik bank sebagai sasaran maupun

sebagai sarana.

2) Tindak pidana yang tidak hanya mencakup pelanggaran terhadap

Undang-Undang Perbankan saja, melainkan mencakup pula tindak pidana penipuan,

penggelapan, pemalsuan dan tindak pidana lain sepanjang berkaitan dengan

lembaga perbankan.

Apabila ditinjau dari kedua pengertian istilah tersebut di atas, maka terlihat

perbedaan yang cukup mendasar.Secara terminologis, istilah tindak pidana

pebankan berbeda dengan tindak pidana di bidang perbankan. Tindak pidana di

bidang perbankan mempunyai pengertian yang lebih luas, yaitu segala jenis

perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan dalam

menjalankan usaha bank, sehingga terhadap perbuatan tersebut dapat diperlakukan

peraturanperaturan yang mengatur kegiatan-kegiatan perbankan yang memuat

ketentuan pidana maupun peraturan-peraturan Hukum Pidana umum/khusus,

selama belum ada peraturan-peraturan Hukum Pidana yang secara khusus dibuat

untuk mengancam dan menghukum perbuatan-perbuatan tersebut. Artinya tindak

pidana di bidang perbankan menyangkut perbuatan yang berkaitan dengan

perbankan dan diancam dengan pidana, meskipun diatur dalam peraturan lain,

atau disamping merupakan perbuatan yang melanggar ketentuan dalam

Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang-Undang-Undang Perbankan Syariah, juga merupakan

(25)

Undang-Undang Perbankan Syariah yang dikenakan sanksi berdasarkan antara

lain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Tindak

Pidana Korupsi, Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, perbuatan mana

berhubungan dengan kegiatan menjalankan usaha bank seperti money laundering

dan korupsi yang melibatkan bank. Sementara itu, Tindak pidana perbankan lebih

tertuju kepada perbuatan yang dilarang, diancam pidana yang termuat khusus

hanya dalam Undang-Undang yang mengatur perbankan.

Moch.Anwar membedakan pengertian Tindak pidana perbankan dengan tindak

pidana di bidang perbankan berdasarkan perlakuan peraturan terhadap

perbuatan-perbuatan yang telah melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan dalam

menjalankan usaha bank.16

Khusus untuk tindak pidana perbankan, Indriyanto Seno Adji melihat dalam dua

sisi pengertian, yakni sempit dan luas.Dalam pengertian sempit, tindak pidana

perbankan hanya terbatas kepada perbuatan yang dikategorikan sebagai perbuatan

pidana menurut Undang-Undang Perbankan. Sementara dalam pengertian luas,

tindak pidana perbankan tidak terbatas hanya kepada yang diatur oleh

Undang-Undang Perbankan, namun mencakup pula perbuatan-perbuatan yang dirumuskan

dalam perbuatan pidana yang mengganggu sektor ekonomi secara luas, yang juga

meliputi kejahatan pasar modal (capital market crime), kejahatan komputer

16

(26)

(computercrime), baik dengan itu timbul akibat kerugian pada perusahaan swasta,

maupun Pemerintah dan BUMN, fiskal dan bea cukai (custom crime).17

Dalam rangka kesamaan persepsi atas pengertian tindak pidana perbankan, Bank

Indonesia dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.12/35/INTERN tanggal 23 Juli

2010 tentang Pedoman Mekanisme Koordinasi Penanganan Dugaan Tindak

Pidana Perbankan, memberikan pengertian tindak pidana perbankan sebagai

tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46

sampai dengan Pasal 50A Undang-Undang Perbankan atau Pasal 59 sampai

dengan Pasal 66 Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

(Undang-Undang Perbankan Syariah). Unsur-unsur tindak pidana meliputi subyek

(pelaku) dan wujud perbuatannya baik yang bersifat positif yaitu melakukan suatu

perbuatan, maupun yang bersifat negatif yaitu tidak melakukan suatu perbuatan

yang wajib dilakukan.

Dimensi bentuk tindak pidana di bidang perbankan dapat berupa tindak pidana

seseorang terhadap bank, tindak pidana bank terhadap bank lain, ataupun tindak

pidana bank terhadap perorangan, sehingga bank dapat menjadi korban ataupun

pelaku.Sedangkan dimensi ruang tindak pidana di bidang perbankan tidak terbatas

pada suatu tempat tertentu, namun dapat melewati batas-batas teritorial suatu

negara.Demikian pula dengan dimensi waktu, tindak pidana di bidang perbankan

dapat terjadi seketika, namun dapat pula berlangsung beberapa lama.Sementara

itu, ruang lingkup terjadinya tindak pidana di bidang perbankan dapat terjadi pada

17

(27)

keseluruhan lingkup kehidupan dunia perbankan atau yang sangat berkaitan

dengan kegiatan perbankan dan mencakup dengan lembaga keuangan lainnya.

Undang-Undang Perbankan membedakan sanksi pidana kedalam dua bentuk,

yaitu kejahatan dan pelanggaran. Tindak pidana perbankan dengan kategori

kejahatan terdiri dari tujuh, yaitu Pasal 46,47, 47A, 48 ayat (1), 49, 50, dan Pasal

50A. Sementara itu, Tindak pidana perbankan dengan kategori pelanggaran

dengan sanksi pidana yang lebih ringan daripada tindak pidana yang digolongkan

sebagai kejahatan, terdiri dari satu pasal, yaitu Pasal 48 ayat (2).Penggolongan

Tindak pidana perbankan ke dalam kejahatan didasarkan pada pengenaan

ancaman hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan pelanggaran. Hal ini

mengingat bahwa bank adalah lembaga yang menyimpan dana yang dipercayakan

masyarakat kepadanya, sehingga perbuatan yang dapat mengakibatkan rusaknya

kepercayaan masyarakat kepada bank, yang pada dasarnya juga akan merugikan

bank maupun masyarakat, perlu selalu dihindarkan. Harapan penggolongan

Tindak pidana perbankan sebagai kejahatan, agar dapat lebih terbentuk ketaatan

yang tinggi terhadap ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan. Sementara

Undang-Undang Perbankan Syariah tidak membedakan sanksitindak pidana

perbankan dan mencantumkannya ke dalam delapan pasal, yaitu Pasal 59 sampai

dengan Pasal 66.

Perbandingan antara Undang-Undang Perbankan yang mengenakan sanksi

kumulatif pidana penjara dengan pengenaan terendah 2 tahun sampai dengan

tertinggi selama 15 tahun ditambah denda terendah sebesar Rp.4 miliar dan

tertinggi sebesar Rp.200 miliar, dengan beberapa sanksi yang diatur dalam

(28)

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) yang hanya

mengenakan sanksi pidana penjara tertinggi selama 20 tahun ditambah denda

tertinggi sebesar Rp.10 miliar,14 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang

mengenakan sanksi pidana dengan empat variasi, yaitu kumulatif dengan

pengenaan pidana penjara terendah 1 tahun dan tertinggi seumur hidup ditambah

denda terendah sebesar Rp.50 juta dan tertinggi Rp.1 miliar, kumulatif dengan

sanksi tertinggi pidana penjara paling lama 3 tahun ditambah denda paling banyak

Rp.50 juta, kumulatif dan alternatif dengan sanksi tertinggi pidana penjara paling

lama 3 tahun dan pidana denda paling banyak Rp.150 juta, kumulatif dan

alternatif pidana penjara terendah 1 tahun dan tertinggi 20 tahun dan/atau pidana

denda terendah sebesar Rp.50 juta dan tertinggi Rp.1 miliar,15 dan KUHP, seperti

penggelapan yang mengenakan sanksi pidana penjara maksimal selama 4 tahun

dan denda maksimal sebesar Rp.900,-, maka sanksi pidana yang diatur dalam

Undang-Undang Perbankan untuk pidana penjara sudah seimbang dengan

pengaturan dalam Undang-Undang UU TPPU, Undang-Undang Tipikor, dan

KUHP, sementara untuk sanksi pidana denda, Undang-Undang Perbankan

mengenakan sangat tinggi bahkan tertinggi bias mencapai Rp.200 miliar.

B.Pengertian Nota Kesepahaman

Nota Kesepahaman adalah sama denganMemorandum of Understanding (MoU)

yang seringmenjadi dasar bagi suatu kerjasama diantara beberapalembaga.Nota

kesepahaman (memorandum of understanding atau MoU) adalah sebuah dokumen

legal yang menjelaskan persetujuan antara dua belah pihak.MoU tidak seformal

(29)

Nota kesepahaman yang dibuat antara subjek hukum yang satu dengan subjek

hukum lainnya, baik dalam suatu negara maupun antarnegara untuk melakukan

kerjasama dalam berbagai aspek kehidupan dan jangka waktunya tertentu. Dasar

penyusunan kontrak pada masa datang yang didasarkan pada hasil permufakatan

para pihak, baik secara tertulis maupun secara lisan (Black’s Law Dictionary).

Perjanjian pendahuluan, dalam arti nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam

perjanjian lain yang mengaturnya secara detail, karena itu, memorandum of understanding berisikan hal-hal yang pokok saja.

Dokumen yang memuat saling pengertian di antara para pihak sebelum perjanjian

dibuat. Isi dari memorandum of understanding harus dimasukkan ke dalam kontrak, sehingga ia mempunyai kekuatan mengikat.Suatu perjanjian

pendahuluan, dalam arti akan diikuti perjanjian lainnya.18

C.Nota kesepahaman Bank Indonesia dengan POLRI dan Kejaksaan RI

Koordinasi antara Bank Indonesia dan penegak hukum telah dilaksanakan sejak

tahun 1997 dengan penetapan Surat Keputusan Bersama Jaksa Agung Republik

Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Gubernur Bank

Indonesia No.KEP- 126/JA/11/1997, KEP/10/XI/1997, No.30/6/KEP/GBI tanggal

6 November 1997 tentang Kerjasama Penanganan Kasus Tindak Pidana di Bidang

Perbankan, yang kemudian pada tanggal 20 Desember 2004 diganti dengan Surat

Keputusan Bersama No.KEP-902/A/J.A/12/2004;No.POL:Skep/924/XII/ 2004;

dan No.6/91/KEP.GBI/2004 tentang Kerjasama Penanganan Tindak Pidana di

Bidang Perbankan (SKB Tindak pidana perbankan), dan akhirnya pada tanggal 19

18

(30)

Desember 2011 diganti dengan Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia dengan

Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia

No.13/104/KEP.GBI/2011,No.B/31/XII/2011,No.Kep-261/A/JA/12/2011 tentang

Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perbankan.

Maksud nota kesepahaman ini adalah sebagai landasan bagi BI POLRI dan

kejaksaan RI untuk melakukan koordinasi memperkuat penerapan tata kelola

kepemerintahan yang baik dan bersih di lingkungan bank Indonesia,kepolisian

Negara republikIndonesia dan kejaksaan republik Indonesia.Tujuannya

tercapainya koordinasi dalam rangka mempelancar,mempercepat,dan

mengoptimalkan penanganan tindak pidana perbankan.19

Ruang lingkup dalam penanganan tindak pidana perbankan sebagaimana diatur

dalam pasal 46 sampai dengan pasal 50undang undang no 7 tahun 1992 tentang

perbankansebagai mana telah diubah dengan UU NO 10 tahun 1998 atau pasal 59

sampai dengan pasal 66 UU NO 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah.Bentuk

koordinasi penanganan tindak pidana perbankan meliputi:

a. Pembahasan dugaan tindak pidana perbankan.

b. Pelaporan tindak pidana perbankan.

(31)

h. Evaluasi

i. Kegiatan lainnya.

Dalam pelaksanan nota kesepahaman ini di bagi menjadi beberapa tim yaitu :

1. Tim koordinasi

2. Tim pengarah

3. Tim pleno

4. Tim kerja

Nota kesepahaman ini berlaku untuk jangka waktu tiga tahun sejak terhitung

tanggal di tandatanganinya nota kesepahaman ini.dapat diperpanjang berdasarkan

persetujuan BI, POLRI dan Kejaksaan RI dengan terlebih dahulu melakukan

koordinasi paling lambat tiga bulan sebelum perubahan atau tiga bulan sebelum

berakhirnya nota kesepahaman ini.Nota kesepahaman ini dapat diakhiri sebelum

jangka waktu dengan ketentuan pihak yang mengakhiri nota kesepahaman

memberitahu maksud tersebut secara tertulis kepada pihak lainnya paling lambat

tiga bulan sebelum berakhirnya nota kesepahaman ini. Biaya yang timbul dari

kegiatan ini dibebankan oleh bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang

(32)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penulisan skripsi ini mengunakan metode pendekatan yuridis normatif dan

pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan

mempelajari dan menelaah teori-teori, konsep-konsep serta peraturan yang

berkaitan dengan pokok bahasan. Pendekatan yuridis empiris yaitu dengan

mengumpulkan data primer yang diperoleh secara langsung melalui penelitian

terhadap objek dengan cara observasi dan wawancara dengan responden dan

narasumber yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam

penelitian ini.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari penelitian dilapangan.

Data primer ini didapatkan dengan cara melakukan wawancara dengan pihak

bank indonesia,pihak kepolisian serta pihak kejaksaan.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan.Data

(33)

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, antar lain:

nota kesepahaman anatara bank indonesia, polri, dan kejaksaan republik

indonesia tahun 2011.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat hubungannya dengan

bahan hukum primer, seperti undang-undang, hasil-hasil penelitian, dan

petunjuk pelaksanaan maupun teknis yang berkaitan dengannota

kesepahaman antara bank Indonesia dengan POLRI dan kejaksaan RI.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang mencakup bahan-

bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan sekunder,

seperti bibliografi, ensiklopedi, kamus dan sebagainya.

C. Penentuan Narasumber

Populasi dalam penelitian ini adalahbank indonesia, POLRI dan kejaksaan serta

dosen bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Sehubungan dengan

penulisan yang akan dilakukan, maka dalam menentukan sampel dan populasi

yang akan diteliti menggunakan metode purposive sampling yaitu dengan menunjuk responden yang akan memberikan jawaban dengan keyakinan respoden

memahami dan mengerti berkaitan dengan masalah yang akan ditulis. Responden

dalam penelitian ini sebanyak 3 pihak. Sampelnara sumber dalam penelitian ini

(34)

1. Pihak bank Indonesia : 1 orang

2. Pihak POLRI : 1 orang

3. Pihak kejaksaan : 1 orang

4. Akademisi : 1 orang +

Jumlah 4 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

a. Studi Kepustakaan

Studi Kepustakaan adalah prosedur yang dilakukan dengan serangkaian

kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku, serta

melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan

terkait dengan permasalahan.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan adalah prosedur yang dilakukan dengan kegiatan wawancara

(interview) kepada responden penelitian sebagai usah amengumpulkan

berbagai data dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan

yang dibahas dalam skripsi.

2. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis yang telah diperoleh

sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Pengolahan data dilakukan dengan

(35)

a. Seleksi data, adalah kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan

data, selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti

dalam penelitian ini.

b. Klasifikasi data, adalah kegiatan penempatan data menurut

kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang

benar-benar diperlukan dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut.

c. Penyusunan data, adalah kegiatan menyusun data yang saling

berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada

subpokok bahasan sehingga mempermudah interpretasi data.

d. Sistematika yaitu data yang telah diklasifikasikan kemudian ditempatkan

sesuai dengan posisi pokok permasalahan secara sistematis.

E. Analisis Data

Pada penulisan skripsi, data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif,

yaitu mendeskripsikan kenyataan-kenyataan yang didasarkan atas hasil penelitian

kedalam bentuk penjelasan dan ditunjang pula dengan analisis secara kualitatif

dengan mendeskripsikan data yang dihasilkan. Berdasarkan analisis data tersebut

dilanjutkan dengan menarik kesimpulan induktif, yaitu suatu cara berpikir yang

didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat khusus lalu dilanjutkan dengan

mengambil kesimpulan secara umum.20

(36)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat dibuat

kesimpulan sebagai berikut:

1. Mekanisme yang diatur dalam nota kesepahaman dalam rangka menindak lanjuti

tindak pidana perbankan didasari Bank Indonesia yang tidak memiliki kewenangan

untuk melakukan penyidikan, oleh karenanya penanganan dugaan Tindak pidana

perbankan memerlukan koordinasi dengan lembaga lain antara lain penegak hukum.

Koordinasi penanganan Tindak pidana perbanka ditetapkan dalam suatu Nota

Kesepahaman antara Bank Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan

Kejaksaan Republik Indonesia Tujuan Nota Kesepahaman Penanganan Tindak pidana

perbankan adalah untuk memperlancar, mempercepat, dan mengoptimalkan

penanganan Tindak pidana perbankan . Apabila terjadi pelanggaran atau kelalaian

atas Nota Kesepahaman Penanganan tindak pidana perbankan, maka para pihak tidak

(37)

2. Hambatan penyelesaian menggunakan mekanisme nota kesepahaman terletak

penyidik kepolisian Republik Indonesia dalam menindak lanjuti laporan dari Bank

Indonesia tentang tindak pidana perbankan masih berasal dari laporan transaksi

keuangan yang mencurigakan dan dilaporkan oleh Bank Indonesia. Penyelidikan dan

penyidikan dari tindak pidana asal telah dilakukan tetapi kasus yang ditangani tidak

banyak. Sedangkan penyidikan tindak pidana perbankan yang berasal dari laporan

orang perseorangan tidak ada. Meskipun demikian partisipasi orang perseorangan

telah dibuka dalam melaporkan adanya aktifitas tindak pidana perbankan.

Berjalannya penyidikan tindak pidana perbankan yang berasal dari bank Indonesia

tidak bersifat mandiri hal ini disebabkan karakteristik dari tindak pidana perbankan

sebagai tindak pidana yang terorganisir.

B. Saran

Adapun saran yang akan diberikan penulis berkaitan dengan analisis Nota

Kesepahaman antara Bank Indonesia dengan POLRI dan Kejakasaan Republik

Indonesia 2011 dalam percapatan tindak pidaana perbankan khusnya BI sebagai

pelapor sebagai berikut ;

1. Adanya peran aktif Polri dalam dalam menanggulangi tindak pidana perbankan,

salah satunya dengan adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang tindak pidana

perbankan ini agar supaya masyarakat dapat turut serta berpartisipasi dalam

(38)

2. Untuk masa yang akan datang peraturan mengenai mekanisme tindak pidana

perbankan bisa dimasukan dalam sistem hukum pidana secara lengkap, karena

penyelesaian tindak pidana perbankan menjadi tugas dan tanggung jawab penegak

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Poernomo, Bambang, Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Yogyakarta, 1982.

Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing Co, St Paul Minn, 1997.

BPHN, Departemen Kehakiman, Laporan Akhir Penelitian Masalah-Masalah Hukum Kejahatan Perbankan, BPHN,Jakarta, 1992.

Dansur, Peranan Hakim Dalam Penemuan Hukum, Makalah, 1 Nopember 2006.H.A.K. Moch. Anwar, Tindak Pidana di Bidang Perbankan, Cet.2, Alumni, Bandung, 1986.

Reksodiputro, Marjono, Kemajuan Pembangunan Ekonomi dan Kejahatan, Kumpulan Karangan, Buku Kesatu, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta, 1994.

Pardede, Marulak, Hukum Pidana Bank, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995

Jumhana,Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996

N.H.T. Siahaan, Money Laundering & Kejahatan Perbankan, Edisi Ketiga, Cetakan Ketiga, Jala Permata, Jakarta, 2008

Salman, Prof. Dr. H.R. Otje S., SH & Anton F. Susanto, SH. M.Hum, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Refika Aditama R. Wirjono Prodjodikoro, SH, Prof. Dr. Azas-Azas Hukum Perjanjian, Cetakan Ke-IX, Mandar Maju, Bandung, 2011.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2009.

Andrisman , Tri, Hukum Pidana, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2009.

UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998.

(40)

http://en.wikipedia.org/wiki/Memorandum_of_understanding, diakses pada 21 April 2013.

http://kejaksaan.go.id diakses pada tanggal 20 April 2013.

http://wikipedia.org/wiki/nota_kesepahaman, diakses pada tanggal 20 April 2013.

Referensi

Dokumen terkait

Saya mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro meminta kesediaan orang tua/wali siswa untuk turut mengambil bagian dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh

Semua delegasi dalam suatu pertemuan internasional yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi tidak memiliki kemampuan komunikasi yang baik!. Sebagian delegasi dalam suatu

- Lebih banyak orang muda yang hanya memikirkan kepentingan dan kepuasan diri sendiri, dan amat sedikit orang muda rela mengorbankan kepentingan atau kepuasan

Berdasarkan rentetan fenomena di atas, secara sederhana mengindikasikan bahwa PAN walaupun sebagai partai terbesar di kabupaten Majene, namun kaderisasi internal yang

Topik berita selebriti yang ditayangkan sesuai dengan perkembangan dunia politik yang sedang terjadi.

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu sendiri memiliki tugas yang sudah tertulis pada Perpres Nomor 7 Tahun 2018, yakni membantu Presiden dalam merumuskan

distribusi frekwensi yang didasarkan pada data-data kontinue  data yang berdiri sendiri dan merupakan suatu

12 Penyediaan komponen instalasi listrik/penerangan bangunan kantor BPMP 26 jenis komponen instalasi listrik/ penerangan bangunan kantor 0,00 1 fi 7Qn nnn no