ANALISIS NOTA KESEPAHAMAN ANTARA BANK INDONESIA DENGAN POLRI DAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 SEBAGAI MEKANISME PERCEPATAN PENANGANAN TINDAK
PIDANA PERBANKAN KHUSUSNYA BANK INDONESIA SEBAGAI PIHAK PELAPOR
Oleh
Chandra Bangkit Saputra
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
ANALISIS NOTA KESEPAHAMAN ANTARA BANK INDONESIA, POLRI, DAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 SEBAGAI MEKANISME PERCEPATAN PENANGANAN TINDAK
PIDANA PERBANKAN KHUSUSNYA BANK INDONESIA SEBAGAI PIHAK PELAPOR
Oleh:
CHANDRA BANGKIT SAPUTRA
Perkembangan dalam industri perbankan dan teknologi informasi, disamping dampak positif dapat pula menimbulkan dampak negatif berupa semakin beragamnya tindak pidana perbankan. Bank dijadikan sarana dan sasaran untuk memperkaya diri sendiri, keluarga, atau kelompok tertentu scara melawan hukum dilakukan oleh anggota dewan sekretaris, direksi, pegawai bank, pihak terafilisasi, dan pemegang saham baik dilakukan secara sendiri maupun bersama-sama dengan pihak luar. Dalam rangka penanganan tindak pidana perbankan, Bank Indonesia melakukan koordinasi dengan beberapa instansi terkait, antara lain dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia yang dituangkan dalam bentuk Nota Kesepahaman. Penelitian ini akan membahas tentang mekanisme koordinasi penanganan tindak pidana perbankan yang diatur dalam nota kesepahaman dalam rangka percepatan tindak pidana perbankan dalam hal ini BI sebagai pelapor dan hambatan penyelesaian menggunakan mekanisme nota kesepahaman tersebut.
Hasil penelitian dan pembahasan mengenai Analisis Nota Kesepahaman Antara Bank Indonesia, Polri, dan Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2011 Sebagai Mekanisme Percepatan Penanganan Tindak Pidana Perbankan Khususnya Bank Indonesia Sebagai Pihak Pelapor yaitu, menjelaskan Peran penyidik kepolisian Republik Indonesia dalam menindaklanjuti laporan dari Bank Indonesia tentang tindak pidana perbankan masih berasal dari laporan transaksi keuangan yang mencurigakan dan dilaporkan oleh Bank Indonesia sesuai dengan mekanisme dalam Nota Kesepahaman. Berjalannya penyidikan tindak pidana perbankan yang berasal dari bank Indonesia tidak bersifat mandiri hal ini disebabkan karakteristik dari tindak pidana perbangkan sebagai tindak pidana yang terorganisir. Namun demikian terdapat beberapa faktor yang menghambat penanganaan tindak pidana perbankan menggunakan Nota Kesepahaman tersebut, diantaranya: faktor penegak hukumnya sendiri; faktor sarana dan fasilitas; dan faktor masyarakat dan budaya.
Adapun saran yang dapat diberikan peneliti antara lain: adanya peran aktif Polri dalam dalam menanggulangi tindak pidana perbankan, salah satunya dengan adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang tindak pidana perbankan ini agar supaya masyarakat dapat turut serta berpartisipasi dalam menanggulangi tindak pidana perbankan tersebut, serta untuk masa yang akan datang peraturan mengenai mekanisme tindak piana perbankan bisa dinasukan dalam sistem hukum pidana secara lengkap, karena penyelesaian tindakpidana perbankan menjadi tugas dan tanggung jawab penegak hukum yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan.
DAFTAR ISI
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 8
E. Sistimatika Penulisan ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana dan Tindak Pidana Perbankan ... 13
B. Pengertian Nota Kesepahaman ... 20
C. Nota Kesepahaman Bank Indonesia dengan Polri dan Kejaksaan RI 21 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 24
B. Jenis dan Sumber Data ... 24
C. Penentuan Populasi dan Sampel... 25
D. Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 26
E. Analisis Data ... 27
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 28
B. Mekanisme Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perbankan Yang Diatur Dalam Nota Kesepahaman Dalam Rangka Percepatan Tindak Pidana Perbankan Dalam Hal Ini BI Sebagai Pelapor... 29
B. Saran ... 52
1. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Perkembangan dalam industri perbankan dan teknologi informasi, disamping
dampak positif dapat pula menimbulkan dampak negatif berupa semakin
beragamnya tindak pidana perbankan. Bank dijadikan sarana dan sasaran untuk
memperkaya diri sendiri, keluarga, atau kelompok tertentu secara melawan
hukum dilakukan oleh anggota dewan sekretaris, direksi, pegawai bank, pihak
terafilisasi, dan pemegang saham baik dilakukan secara sendiri maupun
bersama-sama dengan pihak luar.
Dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pengawas bank, Bank Indonesia dapat
menemukan adanya dugaan Tindak pidana perbankan yang selanjutnya
penanganannya akan ditindak lanjuti melalui proses hukum. Tindak pidana
merupakan suatu perbuatan yang pelakunya diancam hukuman pidana
berdasarkan undang-undang. Unsur dari tindak pidana adalah subyek (pelaku)
dan wujud perbuatan baik yang bersifat positif yaitu melakukan suatu perbuatan,
maupun negatif yaitu tidak melakukan suatu perbuatan yang wajib dilakukan.
Tindak pidana perbankan melibatkan dana masyarakat yang disimpan di bank,
oleh karenanya tindak pidana perbankan merugikan kepentingan berbagai pihak,
sistem perbankan, otoritas perbankan, pemerintah dan masyarakat luas, sehingga
memerlukan penanganan yang tuntas.
Bank Indonesia ikut serta dalam penegakan hukum (law enforcement) dalam
bentuk investigasi dan pemeriksaan forensik terhadap Tindak pidana perbankan
yang terjadi pada suatu bank. Hasil investigasi dilaporkan kepada penegak hukum
sesuai dengan Hukum Acara Pidana yang berlaku, dan pada akhirnya
menghasilkan suatu putusan pengadilan.
Peranan perbankan yang strategis dan karakteristik bank sebagai lembaga
kepercayaan, maka setiap hal yang mengganggu kegiatan perbankan seperti
tindak pidana memerlukan penanganan yang baik. Mengingat, Bank Indonesia
tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan, maka penanganan
dugaan Tindak pidana perbankan memerlukan koordinasi dengan lembaga lain,
salah satunya adalah koordinasi antara Bank Indonesia dengan penegak hukum.
Seperti terdapat dalam Pasal 34 undang-undang no 23 tentang bank Indonesia
yang berbunyi “tugas mengawasi bank dilakukan oleh lembaga pengwasan sektor
jasa keuangan yang independen dan dibentuk dengan undang-undang”.
Selanjutnya, untuk memperlancar, mempercepat, dan mengoptimalkan
penanganan tindak pidana perbankan dilakukan koordinasi antara Bank
Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik
Indonesia yang ditetapkan dalam suatu Nota Kesepahaman.
Pemakaian istilah tindak pidana di bidang perbankan belum ada kesamaan
perundang-undangan yang memberikan pengertian tentang Tindak pidana perbankan dengan
tindak pidana di bidang perbankan1
Dalam rangka penanganan tindak pidana perbankan, Bank Indonesia melakukan
koordinasi dengan beberapa instansi terkait, antara lain dengan Kepolisian
Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia yang dituangkan
dalam bentuk Nota Kesepahaman. Tujuan dari koordinasi tersebut adalah untuk
penegakan hukum di lingkungan perbankan mengingat bank dapat digunakan
sebagai sarana atau sasaran tindak pidana perbankan, dan agar industri perbankan
menjadi bersih dari praktik penyimpangan yang dilakukan oleh bank ataupun
tindak pidana perbankan, serta untuk memperlancar, mempercepat dan
mengoptimalkan penanganan tindak pidana perbankan.
Koordinasi antara Bank Indonesia dan penegak hukum telah dilaksanakan sejak
tahun 1997 dengan penetapan Surat Keputusan Bersama Jaksa Agung Republik
Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Gubernur Bank
Indonesia No.KEP- 126/JA/11/1997, KEP/10/XI/1997, No.30/6/KEP/GBI
tanggal 6 November 1997 tentang Kerjasama Penanganan Kasus Tindak Pidana
di Bidang Perbankan. yang kemudian pada tanggal 20 Desember 2004 diganti
dengan Surat Keputusan Bersama No.KEP-902/A/J.A/12/2004;
No.POL:Skep/924/XII/2004; dan No.6/91/KEP.GBI/2004 tentang Kerjasama
Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perbankan (SKB Tindak pidana
perbankan).
1
Dan akhirnya pada tanggal 19 Desember 2011 diganti dengan Nota Kesepahaman
antara Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
Kejaksaan Republik Indonesia No.13/104/KEP.GBI/2011, No.B/31/XII/2011,
No.Kep-261/A/JA/12/2011 tentang Koordinasi Penanganan Tindak pidana
perbankan (Nota Kesepahaman Penanganan Tindak pidana perbankan).
Surat Keputusan Bersama merupakan ketentuan baku dalam penanganan Tindak
pidana perbankan, hal ini diakui oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
melalui Surat No. S241/M.EKON/10/2005 tanggal 20 Oktober 2005 kepada
Presiden Republik Indonesia yang menginformasikan bahwa Bank Indonesia,
Kejaksaan RI, dan Kepolisian Negara RI sepakat penyelesaian dugaan Tindak
pidana perbankan dengan mengacu pada Surat Keputusan Bersama Tindak
pidana perbankan, yang berlaku pula untuk Nota Kesepahaman Penanganan
Tindak pidana perbankan sebagai pengganti dari Surat Keputusan Bersama
Tindak pidana perbankan.
Nota Kesepahaman Penanganan Tindak pidana perbankan terdiri dari 7 Bab dan
28 Pasal, dengan ruang lingkup koordinasi antara Bank Indonesia, Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia dalam
penanganan Tindak pidana perbankan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 46
sampai dengan Pasal 50A Undang-Undang Perbankan, atau Pasal 59 sampai
dengan Pasal 66 Undang-Undang Perbankan Syariah, dengan bentuk koordinasi
meliputi pembahasan dan pelaporan dugaan tindak pidana perbankan, penyediaan
saksi dan ahli, pemblokiran rekening, penyitaan uang dan dokumen, tukar
Maksud Nota Kesepahaman Penanganan Tindak pidana perbankan adalah
sebagai landasan bagi Bank Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia,
dan Kejaksaan Republik Indonesia untuk melakukan koordinasi memperkuat
penerapan tata kelola kepemerintahan yang baik dan sekaligus penegakan hukum
pidana yang terjadi dalam ruang lingkup perbankan, Kepolisian Negara Republik
Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia. Adapun tujuan Nota Kesepahaman
ini adalah tercapainya koordinasi dalam rangka memperlancar, mempercepat, dan
mengoptimalkan penanganan Tindak pidana perbankan..
Bank Indonesia melakukan investigasi atas dugaan tindak pidana perbankan pada
bank, selanjutnya hasil investigasi dibahas pada rapat Tim Kerja dan apabila
diperlukan dibahas pula pada rapat Tim Pleno. Apabila hasil pembahasan
terdapat indikasi kuat adanya dugaanTindak pidana perbankan, maka selanjutnya
Bank Indonesia melaporkan kepada penyidik disertai informasi antara lain jenis
pelanggaran, kasus posisi, ketentuan yang dilanggar, barang bukti, dan pelaku.
Dalam rangka mencapai maksud dan tujuan Nota Kesepahaman Penanganan
Tindak pidana perbankan, pelaksanaan koordinasi Nota Kesepahaman
Penanganan Tindak pidana perbankan dilakukan oleh Tim Koordinasi dengan
dibantu oleh Sekretariat yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Tim Koordinasi
terdiri atas Tim Pengarah, Tim Koordinasi Tingkat Pusat dan Tim Koordinasi
Tingkat Daerah, yang masing-masing terdiri dari Tim Pleno dan Tim Kerja. Tim
Pleno dan Tim Kerja terdiri dari perwakilan dari Bank Indonesia, Kepolisian
Tim Pengarah terdiri dari atas tiga anggota, yaitu Gubernur Bank Indonesia,
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Jaksa Agung Republik
Indonesia. Tim Pengarah mempunyai tugas memberikan arahan dan keputusan
yang bersifat strategis.
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan kajian secara
mendalam tentang bagaimana mekanisme yang diatur dalam nota kesepahaman
antara Bank Indonesia (BI), POLRI dan Kejaksaan Republik Indonesia dalam
rangka percepatan penenganan tindak pidana perbankan. Selain itu penulis juga
ingin mengkaji hambatan yang ada dalam penyelesaian mengunakan mekanisme
nota kesepahaman ini. Untuk itu penulis melakukan penelitian dan hasilnya
dalam bentuk skripsi yang berjudul “Analisis Nota Kesepahaman Bank Indonesia
(BI), POLRI dan Kejaksaan Republik Indonesia Sebagai Mekanisme Percepatan
Penanganan Tindak pidana perbankan khususnya BI sebagai pelapor”.
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti membatasi masalah yang
menyangkut analisis nota kesepahaman anatara Bank Indonesia (BI), POLRI dan
Kejaksaan Republik Indonesia tahun 2011 sebagai mekanisme percepatan
penanganan tindak pidana perbankan, yaitu sebagai berikut :
a. Bagimanakah mekanisme koordinasi penanganan tindak pidana perbankan
yang diatur dalam nota kesepahaman dalam rangka percepatan tindak pidana
b. Bagaimanakah hambatan penyelesaian menggunakan mekanisme nota
kesepahaman koordinasi penanganan tindak pidana perbankan yang diatur
dalam nota kesepahaman dalam rangka percepatan tindak pidana perbankan
dalam hal ini BI sebagai pelapor?
2. Ruang Lingkup
Berdasarkan hukum pidana materil maupun hukum pidana formil, maka ruang
lingkup dalam penulisan skripsi ini, hanya terbatas pada mekanisme dalam
melaksanakan nota kesepahaman antara Bank Indonesia POLRI dan Kejaksaan
RI tentang koordinasi penanganan tindak pidana perbankan yang di laporkan oleh
Bank Indonesia dan hambatan dalam menggunakan mekanisme nota
kesepahaman tersebut.
C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada pokok bahasan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui bagaimanakah mekanisme yang diatur dalam nota
kesepahaman dalam rangka menindak lanjuti tindak pidana perbankan.
b. Untuk mengetahui bagaimana hambatan penyelesaian menggunakan
mekanisme nota kesepahaman tersebut.
2. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini akan memperluas perkembangan ilmu hukum dan dapat
memberikan pemikiran ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum pidana
dalam tindak pidana perbankan.
b. Kegunaan Praktis
1) Sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu hukum dan pemecahan suatu
masalah hukum khususnya mengenai tindak pidana perbankan
2) Sumber acuan/referensi bagi praktisi hukum dalam mengembangan tugas
profesi hukum, pengusaha dan masyarakat
3) Sebagai referensi untuk penelitian mahasiswa selanjutnya
D.Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritits adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil
pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan
identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.
Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara dalam sistem
Pemerintahan Republik Indonesia. Keberadaaan POLRI memiliki hak dan
kewajiban yang diatur dalam perundang-undangan. Dilaksanakannya hak dan
kewajiban POLRI sebagai alat Negara dari Sistem Pemerintahan berdasarkan
peraturan perundang-undangan dikenal dengan istilah peranan. Secara umum
peranan adalah pelaksanaan dari hak dan kewajiban individu atau organisasi
Pengkajian mengenai tindak pidana perbankan mengalami perkembangan pesat yang
memunculkan berbagai teori tentang faktor-faktor penghambat yaitu:
1. Faktor penegak hukum,yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang
menerapkan hukum, dalam hal ini mentalitas dari pejabat Bank Indonesia serta
penengak hukum yang kurang mengetahui arti pentingnya dalam mencegah
tindak pidana perbankan
2. Faktor sarana atau fasilitas, dalam hal ini adalah skala usaha bank dan selana
ini laporan transaksi keuangan yang diterima unit khusus investigasi
perbankan masih dikomplikasi secara manual dalam sebuah data base yang
disampaikan kepada bank Indonesia menyulitkan dalam proses penyidikan.
3. Faktor masyarakat dan kebudayaan, yakni budaya hukum masyarakat yang
belum sepenuhnya memahami akan bahayanya tindak pidana perbankan.
Sebagai analisis dalam penulisan ini, penulis menggunakan teori keberlakuan
undang-undang. Teori keberlakuan undang-undang, menurut Bruggink, adalah
merupakan suatu satu kesatuan dari pernyataan yang saling berkaitan berkenaan
dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan
sistem tersebut untuk sebagian yang telah dipositifkan.
Sebagaimana teori pada umumnya, demikian pula teori keberlakuan
undang-undang mempunyai makna ganda yaitu teori keberlakuan undang-undang-undang-undang sebagai
produk dan teori keberlakuan undang-undang sebagai proses. Teori keberlakuan
undang-undang dikatakan sebagai produk, sebab rumusan suatu satu kesatuan
dari pernyataan yang saling berkaitan adalah merupakan hasil kegiatan teoritik
sebagai proses, adalah karena teori keberlakuan undang-undang tersebut
merupakan kegiatan teoritik tentang hukum atau bidang hukum. Berkaitan
dengan ruang lingkup penyeledikan teori keberlakuan undang-undang tersebut,
menurut Dias, meliputi: faktor-faktor apakah yang menjadi dasar berlakunya
suatu hukum, faktor-faktor apa yang mendasari kelangsungan berlakunya suatu
peraturan hukum, bagaimana berlakunya, dan dapatkah hukum itu
dikembangkan.2
Teori keberlakuan undang-undang tidak sama dengan apa yang kita pahami
dengan hukum positif3, hal ini perlu diperjelas untuk menghindarkan kesalah
pahaman. keberlakuan undang-undang dapat disebutsebagai kelanjutan dari usaha
mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalamurutan yang demikian itu kita
dapat merekonstruksikan kehadiran teori keberlakuan undang-undang itu
secara jelas. Pada saat orang mempelajari hukum posistif, maka ia sepanjang
waktu dihadapkan pada peraturan-peraturan hukum dengan segala cabang
kegiatan dan permasalahannya, seperti kesalahannya, penafsiran dan sebagainya.
Sudah merupakan sifat manusia yang tidak pernah puas dan selalu ingin bertanya
atau mempertanyakan segala sesuatu. Kemampuan manusia untuk melakukan
penalaran tidak ada batasnya, hal itu semakin mendorong rasa penasaran untuk
mencari sesuatu yang baru yang berbeda dengan apa yang telah ada. Kemampuan
untuk melakukan penalaran yang demikian itulah yang membawa manusia
kepada penjelasan yang lebih konkrit atau sebaliknya dari segala sesuatu yang
2
Dansur, Peranan Hakim Dalam Penemuan Hukum, Makalah, 1 Nopember 2006.
3
terinci naik sampai penjelasan-penjelasan yang bersifat filsafat. Khusus dalam
penanganan tindak pidana perbankan sendiri sebenarnya sudah diatur dan
diberlakukan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya
disebut UU Perbankan).
2. Keranka Konseptual
Konseptual adalah kerangka yang menggabarkan hubungan antara
kopnsep-konsep khusus, yang merupakan kumpulan dalam arti-arti yang terkaitan dengan
istilah yang ingin tahu akan diteliti.
Adapun konseptual yang akan digunakan untuk penelitian skripsi ini adalah
sebagai berikut :
a) Nota kesepahaman (memorandum of understanding atau MOU) adalah sebuah
dokumen legal yang menjelaskan perstujuan antara dua belah pihak.
Memorandum Of Understanding atau MOU tidak seformal sebuah kontrak.4
b) Analisis adalah kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah bahasa guna
meneliti struktur bahasa tersebut secara mendalam.5
c) Bank Indonesia adalah adalah bank sentral Republik Indonesia yang bertugas
antara lain mengatur dan mengawasi bank.6
d) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di
Indonesia, yang bertanggung jawab langusung dibawah presiden. POLRI
mengemban tugas-tugas kepolisian diseluruh wilayah Indonesia. POLRI
4
http://wikipedia.org/wiki/nota_kesepahaman diakses pada tanggal 20 April 2013.
5
Kamus besar bahasa indonesia edisi III 2011.
6
dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonseia
(KAPOLRI).7
e) Kejaksaan Republik Indonesia adalah lemabaga pemerintahan yang
melaksanakan kekuasaan negara secara merdeka terutama pelaksanaan tugas
dan wewenangan dibidang penuntutan perkara tindak pidana korupsi dan
pelanggaran HAM berat serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.8
f) Tindak pidana dibidang perbankan adalah segala jenis perbuatan yang
melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan dalam
menjalankan usaha bank.9
F.Sistematika Penulisan
Agar dapat mempermudahan pemahaman terhadap penulisan skripsi ini secara
keseluruhan, maka penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut :
I. PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan secara garis besar mengenai latar belakang pemilihan judul,
permasakahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, dan sistematika
penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi kepustakaan yang berupa pengertain-pengrtian umum dari
pokok-pokok bahasan analisis nota kesepahaman antara Bank Indonesia (BI), POLRI
7
http:/www.polri.go.id diakses pada tanggal 20 April 2013.
8
http://kejaksaan.go.id diakses pada tanggal 20 April 2013.
9
dan Kejaksaan Republik Indonesia tahun 2011 sebagai mekanisme percepatan
penanganan tindak pidana perbankan.
III. METODE PENELITIAN
Merupakan bab metode penelitian yang dimulai dari kegiatan pendekatan
masalah, sumber dan jenis data, penentuan populasi dan sempel prosedur
pengiumpulan dan pengolahan data dan analisis data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini menyajikan pembahasan dari hasil penelitian yang akan memberikan
penjelasan secara rinci menganai nota kesepahaman antara Bank Indonesia (BI),
POLRI dan Kejaksaan Republik Indonesia tahun 2011 sebagai mekanisme
percepatan penanganan tindak pidana perbankan.
V. PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian serta memuat saran-saran
mengenai analisis nota kesepahaman antara Bank Indonesia (BI), POLRI dan
Kejaksaan Republik Indonesia tahun 2011 sebagai mekanisme percepatan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tindak Pidana dan Tindak Pidana Perbankan
Istilah tindak pidana pada dasarnya merupakan terjemahan dari bahasa Belanda
Strafbaar feit yang memiliki banyak istilah lain yaitu delik, peristiwa pidana,
perbuatan pidana, perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, hal yang diancam
dengan hukum, perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukum, dan tindak
pidana. Menurut Moeljatno tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh
suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman atau sanksi yang berupa
pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.10
Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman
pidana.Dan pelaku ini dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana. Didalam
KUHP dikenal istilah strafbaar feit, sedangkan dalam kepustakaan dikenal
denganistilah delik. Pembuat undang-undang menggunakan istilah peristiwa pidana, perbuatan pidana dan tindak pidana.11
Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan
melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran pidana yang merugikan kepentingan
orang lain atau merugikan kepentingan umum. Beberapa sarjana hukum pidana di
10
Tri Andrisman, Hukum Pidana, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2009, hlm. 69.
11
Indonesia menggunakan istilah yang berbeda-beda dalam menyebut kata pidana
ada beberapa sarjana menyebutkan tindak pidana, perbuatan pidana atau delik.
Untuk mengetahui pengertian tindak pidana, maka akan diuraikan pendapat
sarjana yang lain baik pengertian perbuatan pidana, tindak pidana atau “strafbaar
feit”.Pengertian dati strafbaar feit menurut Pompe antara lain:
a. Definisi menurut teori memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu
pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar
dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan
menyelamatkan kesejahteraan umum.
b. Definisi menurut hukum positif merumuskan “strafbaar” adalah suatu
kejadian yang oleh peraturan perundang-undangan dirumuskan sebagai
perbuatan yang dapat dihukum.
Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) istilah umum yang
dipakai adalah tindak pidana karena bersifat netral, dan pengertian tersebut
meliputi perbuatan pasif dan aktif.Jadi dapat dikatakan bahwa pengertian tindak
pidana mempunyai arti perbuatan melawan hukum atau melakukan sesuatu yang
oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang
dan diancam dengan pidana.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas jelaslah bahwa dalam perbuatan tindak
pidana tersebut didapatkan unsur-unsur adanya suatu kejadian tertentu, serta
adanya orang-orang yang berbuat guna menimbulkan suatu akibat karena
melanggarperaturan perundang-undangan yang disertai ancaman/sanksi yang
mengandung unsur-unsur penyebab dan orang-orang yang terlibat didalam
perbuatan tersebut.
Pemakaian istilah tindak pidana di bidang perbankan belum ada kesamaan
pendapat. Apabila ditinjau dari segi yuridis tidak satupun peraturan
perundang-undangan yang memberikan pengertian tentang Tindak pidana perbankan dengan
tindak pidana di bidang perbankan.12
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Departemen Kehakiman
memberikan pengertian yang berbeda untuk kedua Tindak pidana perbankan dan
tindak pidana di bidang perbankan, yaitu13
a. Tindak pidana perbankan adalah:
1. Setiap perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun
1998 (Undang-Undang Perbankan).14
2. Tindak pidana yang dilakukan dalam menjalankan fungsi dan usahanya
sebagai bank berdasarkan Undang-Undang Perbankan.15
12
BPHN, Departemen Kehakiman, Laporan Akhir Penelitian Masalah-Masalah Hukum Kejahatan Perbankan, BPHN, Jakarta, 1992, hlm. 68.
13Ibid
, bandingkan dengan Marulak Pardede, Hukum Pidana Bank, PustakaSinar Harapan, Jakarta, 1995, hlm. 14,
14
BPHN, Departemen Kehakiman, Op. Cit., hlm. 18
15Ibid
b.Tindak pidana di bidang perbankan adalah:
1) Segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan
kegiatan dalam menjalankan usaha bank, baik bank sebagai sasaran maupun
sebagai sarana.
2) Tindak pidana yang tidak hanya mencakup pelanggaran terhadap
Undang-Undang Perbankan saja, melainkan mencakup pula tindak pidana penipuan,
penggelapan, pemalsuan dan tindak pidana lain sepanjang berkaitan dengan
lembaga perbankan.
Apabila ditinjau dari kedua pengertian istilah tersebut di atas, maka terlihat
perbedaan yang cukup mendasar.Secara terminologis, istilah tindak pidana
pebankan berbeda dengan tindak pidana di bidang perbankan. Tindak pidana di
bidang perbankan mempunyai pengertian yang lebih luas, yaitu segala jenis
perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan dalam
menjalankan usaha bank, sehingga terhadap perbuatan tersebut dapat diperlakukan
peraturanperaturan yang mengatur kegiatan-kegiatan perbankan yang memuat
ketentuan pidana maupun peraturan-peraturan Hukum Pidana umum/khusus,
selama belum ada peraturan-peraturan Hukum Pidana yang secara khusus dibuat
untuk mengancam dan menghukum perbuatan-perbuatan tersebut. Artinya tindak
pidana di bidang perbankan menyangkut perbuatan yang berkaitan dengan
perbankan dan diancam dengan pidana, meskipun diatur dalam peraturan lain,
atau disamping merupakan perbuatan yang melanggar ketentuan dalam
Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang-Undang-Undang Perbankan Syariah, juga merupakan
Undang-Undang Perbankan Syariah yang dikenakan sanksi berdasarkan antara
lain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Tindak
Pidana Korupsi, Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, perbuatan mana
berhubungan dengan kegiatan menjalankan usaha bank seperti money laundering
dan korupsi yang melibatkan bank. Sementara itu, Tindak pidana perbankan lebih
tertuju kepada perbuatan yang dilarang, diancam pidana yang termuat khusus
hanya dalam Undang-Undang yang mengatur perbankan.
Moch.Anwar membedakan pengertian Tindak pidana perbankan dengan tindak
pidana di bidang perbankan berdasarkan perlakuan peraturan terhadap
perbuatan-perbuatan yang telah melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan dalam
menjalankan usaha bank.16
Khusus untuk tindak pidana perbankan, Indriyanto Seno Adji melihat dalam dua
sisi pengertian, yakni sempit dan luas.Dalam pengertian sempit, tindak pidana
perbankan hanya terbatas kepada perbuatan yang dikategorikan sebagai perbuatan
pidana menurut Undang-Undang Perbankan. Sementara dalam pengertian luas,
tindak pidana perbankan tidak terbatas hanya kepada yang diatur oleh
Undang-Undang Perbankan, namun mencakup pula perbuatan-perbuatan yang dirumuskan
dalam perbuatan pidana yang mengganggu sektor ekonomi secara luas, yang juga
meliputi kejahatan pasar modal (capital market crime), kejahatan komputer
16
(computercrime), baik dengan itu timbul akibat kerugian pada perusahaan swasta,
maupun Pemerintah dan BUMN, fiskal dan bea cukai (custom crime).17
Dalam rangka kesamaan persepsi atas pengertian tindak pidana perbankan, Bank
Indonesia dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.12/35/INTERN tanggal 23 Juli
2010 tentang Pedoman Mekanisme Koordinasi Penanganan Dugaan Tindak
Pidana Perbankan, memberikan pengertian tindak pidana perbankan sebagai
tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
sampai dengan Pasal 50A Undang-Undang Perbankan atau Pasal 59 sampai
dengan Pasal 66 Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
(Undang-Undang Perbankan Syariah). Unsur-unsur tindak pidana meliputi subyek
(pelaku) dan wujud perbuatannya baik yang bersifat positif yaitu melakukan suatu
perbuatan, maupun yang bersifat negatif yaitu tidak melakukan suatu perbuatan
yang wajib dilakukan.
Dimensi bentuk tindak pidana di bidang perbankan dapat berupa tindak pidana
seseorang terhadap bank, tindak pidana bank terhadap bank lain, ataupun tindak
pidana bank terhadap perorangan, sehingga bank dapat menjadi korban ataupun
pelaku.Sedangkan dimensi ruang tindak pidana di bidang perbankan tidak terbatas
pada suatu tempat tertentu, namun dapat melewati batas-batas teritorial suatu
negara.Demikian pula dengan dimensi waktu, tindak pidana di bidang perbankan
dapat terjadi seketika, namun dapat pula berlangsung beberapa lama.Sementara
itu, ruang lingkup terjadinya tindak pidana di bidang perbankan dapat terjadi pada
17
keseluruhan lingkup kehidupan dunia perbankan atau yang sangat berkaitan
dengan kegiatan perbankan dan mencakup dengan lembaga keuangan lainnya.
Undang-Undang Perbankan membedakan sanksi pidana kedalam dua bentuk,
yaitu kejahatan dan pelanggaran. Tindak pidana perbankan dengan kategori
kejahatan terdiri dari tujuh, yaitu Pasal 46,47, 47A, 48 ayat (1), 49, 50, dan Pasal
50A. Sementara itu, Tindak pidana perbankan dengan kategori pelanggaran
dengan sanksi pidana yang lebih ringan daripada tindak pidana yang digolongkan
sebagai kejahatan, terdiri dari satu pasal, yaitu Pasal 48 ayat (2).Penggolongan
Tindak pidana perbankan ke dalam kejahatan didasarkan pada pengenaan
ancaman hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan pelanggaran. Hal ini
mengingat bahwa bank adalah lembaga yang menyimpan dana yang dipercayakan
masyarakat kepadanya, sehingga perbuatan yang dapat mengakibatkan rusaknya
kepercayaan masyarakat kepada bank, yang pada dasarnya juga akan merugikan
bank maupun masyarakat, perlu selalu dihindarkan. Harapan penggolongan
Tindak pidana perbankan sebagai kejahatan, agar dapat lebih terbentuk ketaatan
yang tinggi terhadap ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan. Sementara
Undang-Undang Perbankan Syariah tidak membedakan sanksitindak pidana
perbankan dan mencantumkannya ke dalam delapan pasal, yaitu Pasal 59 sampai
dengan Pasal 66.
Perbandingan antara Undang-Undang Perbankan yang mengenakan sanksi
kumulatif pidana penjara dengan pengenaan terendah 2 tahun sampai dengan
tertinggi selama 15 tahun ditambah denda terendah sebesar Rp.4 miliar dan
tertinggi sebesar Rp.200 miliar, dengan beberapa sanksi yang diatur dalam
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) yang hanya
mengenakan sanksi pidana penjara tertinggi selama 20 tahun ditambah denda
tertinggi sebesar Rp.10 miliar,14 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang
mengenakan sanksi pidana dengan empat variasi, yaitu kumulatif dengan
pengenaan pidana penjara terendah 1 tahun dan tertinggi seumur hidup ditambah
denda terendah sebesar Rp.50 juta dan tertinggi Rp.1 miliar, kumulatif dengan
sanksi tertinggi pidana penjara paling lama 3 tahun ditambah denda paling banyak
Rp.50 juta, kumulatif dan alternatif dengan sanksi tertinggi pidana penjara paling
lama 3 tahun dan pidana denda paling banyak Rp.150 juta, kumulatif dan
alternatif pidana penjara terendah 1 tahun dan tertinggi 20 tahun dan/atau pidana
denda terendah sebesar Rp.50 juta dan tertinggi Rp.1 miliar,15 dan KUHP, seperti
penggelapan yang mengenakan sanksi pidana penjara maksimal selama 4 tahun
dan denda maksimal sebesar Rp.900,-, maka sanksi pidana yang diatur dalam
Undang-Undang Perbankan untuk pidana penjara sudah seimbang dengan
pengaturan dalam Undang-Undang UU TPPU, Undang-Undang Tipikor, dan
KUHP, sementara untuk sanksi pidana denda, Undang-Undang Perbankan
mengenakan sangat tinggi bahkan tertinggi bias mencapai Rp.200 miliar.
B.Pengertian Nota Kesepahaman
Nota Kesepahaman adalah sama denganMemorandum of Understanding (MoU)
yang seringmenjadi dasar bagi suatu kerjasama diantara beberapalembaga.Nota
kesepahaman (memorandum of understanding atau MoU) adalah sebuah dokumen
legal yang menjelaskan persetujuan antara dua belah pihak.MoU tidak seformal
Nota kesepahaman yang dibuat antara subjek hukum yang satu dengan subjek
hukum lainnya, baik dalam suatu negara maupun antarnegara untuk melakukan
kerjasama dalam berbagai aspek kehidupan dan jangka waktunya tertentu. Dasar
penyusunan kontrak pada masa datang yang didasarkan pada hasil permufakatan
para pihak, baik secara tertulis maupun secara lisan (Black’s Law Dictionary).
Perjanjian pendahuluan, dalam arti nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam
perjanjian lain yang mengaturnya secara detail, karena itu, memorandum of understanding berisikan hal-hal yang pokok saja.
Dokumen yang memuat saling pengertian di antara para pihak sebelum perjanjian
dibuat. Isi dari memorandum of understanding harus dimasukkan ke dalam kontrak, sehingga ia mempunyai kekuatan mengikat.Suatu perjanjian
pendahuluan, dalam arti akan diikuti perjanjian lainnya.18
C.Nota kesepahaman Bank Indonesia dengan POLRI dan Kejaksaan RI
Koordinasi antara Bank Indonesia dan penegak hukum telah dilaksanakan sejak
tahun 1997 dengan penetapan Surat Keputusan Bersama Jaksa Agung Republik
Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Gubernur Bank
Indonesia No.KEP- 126/JA/11/1997, KEP/10/XI/1997, No.30/6/KEP/GBI tanggal
6 November 1997 tentang Kerjasama Penanganan Kasus Tindak Pidana di Bidang
Perbankan, yang kemudian pada tanggal 20 Desember 2004 diganti dengan Surat
Keputusan Bersama No.KEP-902/A/J.A/12/2004;No.POL:Skep/924/XII/ 2004;
dan No.6/91/KEP.GBI/2004 tentang Kerjasama Penanganan Tindak Pidana di
Bidang Perbankan (SKB Tindak pidana perbankan), dan akhirnya pada tanggal 19
18
Desember 2011 diganti dengan Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia dengan
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia
No.13/104/KEP.GBI/2011,No.B/31/XII/2011,No.Kep-261/A/JA/12/2011 tentang
Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perbankan.
Maksud nota kesepahaman ini adalah sebagai landasan bagi BI POLRI dan
kejaksaan RI untuk melakukan koordinasi memperkuat penerapan tata kelola
kepemerintahan yang baik dan bersih di lingkungan bank Indonesia,kepolisian
Negara republikIndonesia dan kejaksaan republik Indonesia.Tujuannya
tercapainya koordinasi dalam rangka mempelancar,mempercepat,dan
mengoptimalkan penanganan tindak pidana perbankan.19
Ruang lingkup dalam penanganan tindak pidana perbankan sebagaimana diatur
dalam pasal 46 sampai dengan pasal 50undang undang no 7 tahun 1992 tentang
perbankansebagai mana telah diubah dengan UU NO 10 tahun 1998 atau pasal 59
sampai dengan pasal 66 UU NO 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah.Bentuk
koordinasi penanganan tindak pidana perbankan meliputi:
a. Pembahasan dugaan tindak pidana perbankan.
b. Pelaporan tindak pidana perbankan.
h. Evaluasi
i. Kegiatan lainnya.
Dalam pelaksanan nota kesepahaman ini di bagi menjadi beberapa tim yaitu :
1. Tim koordinasi
2. Tim pengarah
3. Tim pleno
4. Tim kerja
Nota kesepahaman ini berlaku untuk jangka waktu tiga tahun sejak terhitung
tanggal di tandatanganinya nota kesepahaman ini.dapat diperpanjang berdasarkan
persetujuan BI, POLRI dan Kejaksaan RI dengan terlebih dahulu melakukan
koordinasi paling lambat tiga bulan sebelum perubahan atau tiga bulan sebelum
berakhirnya nota kesepahaman ini.Nota kesepahaman ini dapat diakhiri sebelum
jangka waktu dengan ketentuan pihak yang mengakhiri nota kesepahaman
memberitahu maksud tersebut secara tertulis kepada pihak lainnya paling lambat
tiga bulan sebelum berakhirnya nota kesepahaman ini. Biaya yang timbul dari
kegiatan ini dibebankan oleh bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Penulisan skripsi ini mengunakan metode pendekatan yuridis normatif dan
pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan
mempelajari dan menelaah teori-teori, konsep-konsep serta peraturan yang
berkaitan dengan pokok bahasan. Pendekatan yuridis empiris yaitu dengan
mengumpulkan data primer yang diperoleh secara langsung melalui penelitian
terhadap objek dengan cara observasi dan wawancara dengan responden dan
narasumber yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini.
B. Sumber dan Jenis Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari penelitian dilapangan.
Data primer ini didapatkan dengan cara melakukan wawancara dengan pihak
bank indonesia,pihak kepolisian serta pihak kejaksaan.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan.Data
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, antar lain:
nota kesepahaman anatara bank indonesia, polri, dan kejaksaan republik
indonesia tahun 2011.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat hubungannya dengan
bahan hukum primer, seperti undang-undang, hasil-hasil penelitian, dan
petunjuk pelaksanaan maupun teknis yang berkaitan dengannota
kesepahaman antara bank Indonesia dengan POLRI dan kejaksaan RI.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang mencakup bahan-
bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan sekunder,
seperti bibliografi, ensiklopedi, kamus dan sebagainya.
C. Penentuan Narasumber
Populasi dalam penelitian ini adalahbank indonesia, POLRI dan kejaksaan serta
dosen bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Sehubungan dengan
penulisan yang akan dilakukan, maka dalam menentukan sampel dan populasi
yang akan diteliti menggunakan metode purposive sampling yaitu dengan menunjuk responden yang akan memberikan jawaban dengan keyakinan respoden
memahami dan mengerti berkaitan dengan masalah yang akan ditulis. Responden
dalam penelitian ini sebanyak 3 pihak. Sampelnara sumber dalam penelitian ini
1. Pihak bank Indonesia : 1 orang
2. Pihak POLRI : 1 orang
3. Pihak kejaksaan : 1 orang
4. Akademisi : 1 orang +
Jumlah 4 orang
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Prosedur Pengumpulan Data
a. Studi Kepustakaan
Studi Kepustakaan adalah prosedur yang dilakukan dengan serangkaian
kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku, serta
melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
terkait dengan permasalahan.
b. Studi Lapangan
Studi lapangan adalah prosedur yang dilakukan dengan kegiatan wawancara
(interview) kepada responden penelitian sebagai usah amengumpulkan
berbagai data dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan
yang dibahas dalam skripsi.
2. Prosedur Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis yang telah diperoleh
sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Pengolahan data dilakukan dengan
a. Seleksi data, adalah kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan
data, selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti
dalam penelitian ini.
b. Klasifikasi data, adalah kegiatan penempatan data menurut
kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang
benar-benar diperlukan dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut.
c. Penyusunan data, adalah kegiatan menyusun data yang saling
berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada
subpokok bahasan sehingga mempermudah interpretasi data.
d. Sistematika yaitu data yang telah diklasifikasikan kemudian ditempatkan
sesuai dengan posisi pokok permasalahan secara sistematis.
E. Analisis Data
Pada penulisan skripsi, data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif,
yaitu mendeskripsikan kenyataan-kenyataan yang didasarkan atas hasil penelitian
kedalam bentuk penjelasan dan ditunjang pula dengan analisis secara kualitatif
dengan mendeskripsikan data yang dihasilkan. Berdasarkan analisis data tersebut
dilanjutkan dengan menarik kesimpulan induktif, yaitu suatu cara berpikir yang
didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat khusus lalu dilanjutkan dengan
mengambil kesimpulan secara umum.20
V. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat dibuat
kesimpulan sebagai berikut:
1. Mekanisme yang diatur dalam nota kesepahaman dalam rangka menindak lanjuti
tindak pidana perbankan didasari Bank Indonesia yang tidak memiliki kewenangan
untuk melakukan penyidikan, oleh karenanya penanganan dugaan Tindak pidana
perbankan memerlukan koordinasi dengan lembaga lain antara lain penegak hukum.
Koordinasi penanganan Tindak pidana perbanka ditetapkan dalam suatu Nota
Kesepahaman antara Bank Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan
Kejaksaan Republik Indonesia Tujuan Nota Kesepahaman Penanganan Tindak pidana
perbankan adalah untuk memperlancar, mempercepat, dan mengoptimalkan
penanganan Tindak pidana perbankan . Apabila terjadi pelanggaran atau kelalaian
atas Nota Kesepahaman Penanganan tindak pidana perbankan, maka para pihak tidak
2. Hambatan penyelesaian menggunakan mekanisme nota kesepahaman terletak
penyidik kepolisian Republik Indonesia dalam menindak lanjuti laporan dari Bank
Indonesia tentang tindak pidana perbankan masih berasal dari laporan transaksi
keuangan yang mencurigakan dan dilaporkan oleh Bank Indonesia. Penyelidikan dan
penyidikan dari tindak pidana asal telah dilakukan tetapi kasus yang ditangani tidak
banyak. Sedangkan penyidikan tindak pidana perbankan yang berasal dari laporan
orang perseorangan tidak ada. Meskipun demikian partisipasi orang perseorangan
telah dibuka dalam melaporkan adanya aktifitas tindak pidana perbankan.
Berjalannya penyidikan tindak pidana perbankan yang berasal dari bank Indonesia
tidak bersifat mandiri hal ini disebabkan karakteristik dari tindak pidana perbankan
sebagai tindak pidana yang terorganisir.
B. Saran
Adapun saran yang akan diberikan penulis berkaitan dengan analisis Nota
Kesepahaman antara Bank Indonesia dengan POLRI dan Kejakasaan Republik
Indonesia 2011 dalam percapatan tindak pidaana perbankan khusnya BI sebagai
pelapor sebagai berikut ;
1. Adanya peran aktif Polri dalam dalam menanggulangi tindak pidana perbankan,
salah satunya dengan adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang tindak pidana
perbankan ini agar supaya masyarakat dapat turut serta berpartisipasi dalam
2. Untuk masa yang akan datang peraturan mengenai mekanisme tindak pidana
perbankan bisa dimasukan dalam sistem hukum pidana secara lengkap, karena
penyelesaian tindak pidana perbankan menjadi tugas dan tanggung jawab penegak
DAFTAR PUSTAKA
Poernomo, Bambang, Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Yogyakarta, 1982.
Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing Co, St Paul Minn, 1997.
BPHN, Departemen Kehakiman, Laporan Akhir Penelitian Masalah-Masalah Hukum Kejahatan Perbankan, BPHN,Jakarta, 1992.
Dansur, Peranan Hakim Dalam Penemuan Hukum, Makalah, 1 Nopember 2006.H.A.K. Moch. Anwar, Tindak Pidana di Bidang Perbankan, Cet.2, Alumni, Bandung, 1986.
Reksodiputro, Marjono, Kemajuan Pembangunan Ekonomi dan Kejahatan, Kumpulan Karangan, Buku Kesatu, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta, 1994.
Pardede, Marulak, Hukum Pidana Bank, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995
Jumhana,Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996
N.H.T. Siahaan, Money Laundering & Kejahatan Perbankan, Edisi Ketiga, Cetakan Ketiga, Jala Permata, Jakarta, 2008
Salman, Prof. Dr. H.R. Otje S., SH & Anton F. Susanto, SH. M.Hum, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Refika Aditama R. Wirjono Prodjodikoro, SH, Prof. Dr. Azas-Azas Hukum Perjanjian, Cetakan Ke-IX, Mandar Maju, Bandung, 2011.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2009.
Andrisman , Tri, Hukum Pidana, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2009.
UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998.
http://en.wikipedia.org/wiki/Memorandum_of_understanding, diakses pada 21 April 2013.
http://kejaksaan.go.id diakses pada tanggal 20 April 2013.
http://wikipedia.org/wiki/nota_kesepahaman, diakses pada tanggal 20 April 2013.