Dolly Saputra
ABSTRAK
EVALUASI LIMA JENIS VARIETAS KEDELAI KELAS BREEDER SEED PADA CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI BENIH Oleh
Dolly Saputra
Untuk peningkatan produksi kedelai di lahan kering dapat ditempuh dengan cara menyediakan varietas yang adaptif atau toleran pada kondisi lingkungan setempat. Pengembangan varietas kedelai toleran cekaman kekeringan melalui pendekatan pemuliaan tanaman merupakan salah satu alternatif. Penanaman varietas berbagai varieatas yang toleran di lahan kering, merupakan salah satu alternatif dalam pengembangan dan peningkatan produksi kedelai. Metode seleksi untuk cekaman kekeringan yang telah dikembangkan ialah perlakuan kekeringan di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan varietas kedelai yang menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang baik, menentukan pengaruh tingkat cekaman air terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai, dan mengetahui apakah
pertumbuhan dan produksi yang dihasilkan berbagai varietas kedelai ditentukan oleh kondisi cekaman air tertentu.
Dolly Saputra cekaman kekeringan yang terdiri dari 1/3 kapasitas lapang, 2/3 kapasitas lapang, dan tanpa cekaman kekeringan. Anak petak adalah varietas yang terdiri dari kedelai Varietas Burangrang, Kaba, Agromulyo, Grobogan, dan Tanggamus. Kesamaan ragam antarperlakuan diuji dengan Uji Bartlet, sedangkan
kemenambahan model diuji dengan uji Tukey. Pengujian hipotesis diuji dengan uji perbandingan kelas pada taraf 1% dan 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) Varietas Tanggamus menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang baik ditunjukkan dengan jumlah daun dan jumlah polong yang lebih baik daripada varietas lainnya; (b) cekaman kekeringan yang semakin tinggi menurunkan pertumbuhan dan produksi ditunjukkan dengan jumlah daun, jumlah polong, bobot polong isi, dan jumlah benih semakin menurun; (c) Varietas Tanggamus memiliki toleransi terhadap cekaman
kekeringan yang ditunjukkan dengan menghasilkan bobot polong isi yang tinggi pada kondisi cekaman 2/3 KL daripada varietas lainnya; Varietas Agromulyo dan Grobogan masih toleran terhadap cekaman kekeringan 1/3 KL dan 2/3 KL yang ditunjukkan oleh bobot polong isi dan tinggi tanaman lebih tinggi daripada
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Teluk Betung, Bandar Lampung pada 9 Agustus 1990 dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Hasyim Wahab dan Ibu Agustinawati S.Pd. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1 Panjang Selatan pada 2001. Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 4 Bandar Lampung dan pada tahun 2004 melanjutkan pendidikan di SMAN 3 Bandar Lampung.
Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT,
kupersembahkan karya kecilku sebagai tanda hormat, cinta, dan baktiku kepada almarhum Papa Hasyim Wahab dan Mama Agustinawati serta Adik-adiku Bimo Dwi Patra dan M. Tri Akbar yang selalu menyayangiku dan mendo’akanku
Harta akan berkurang jika dibelanjakan sedangkan ilmu pengetahuan akan bertambah bila dibagi-bagikan
(Ali bin Abu Thalib).
Tidak penting seberapa lambat Anda berjalan, selama Anda tidak berhenti (Confucius).
Walk on.. Walk on... With hope in your heart.. And you’ll never walk alone...
i SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT. atas anugerah, dan kasih
sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dengan diselesaikannya skripsi ini maka penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Paul Benyamin Timotiwu, M.S., atas ide, saran, bimbingan,
nasehat, kritik, arahan, koreksi, dan perhatian yang diberikan kepada penulis
selama melakukan penelitian dan dalam rangka penyelesaian skripsi.
2. Ibu Ir. Ermawati, M.S., atas saran, bimbingan, nasehat, kritik, arahan,
koreksi, dan perhatian yang diberikan kepada penulis selama melakukan
penelitian dan dalam rangka penyelesaian skripsi.
3. Ibu Ir. Yayuk Nurmiaty, M.S., atas saran, nasehat, kritik, arahan, koreksi, dan
perhatian yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian dan
dalam rangka penyelesaian skripsi.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Budidaya
Pertanian dan Pembimbing Akademik Fakultas Pertanian Universitas
Lampung atas saran dan koreksi kepada penulis.
5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas saran dan
ii 6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
7. Orang tua dan keluarga penulis yang telah memberikan kasih sayang, waktu,
semangat, dan perhatiannya kepada penulis.
8. Heru Septiadi S.P., Juhanda, Lukas Hadinata Purba S.P., Andi Triyanto S.P.,
Widiya Wirawan S.P., yang telah memberikan saran, motivasi, waktu, dan
perhatian kepada penulis.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bandar Lampung, 22 September 2014
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 6
1.3 Landasan Teori ... 6
1.4 Kerangka Pemikiran ... 10
1.5 Hipotesis ... 13
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 14
2.1 Varietas Kedelai ... 14
2.2 Peranan Air dalam Tanaman ... 15
2.3 Respon Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan ... 17
III. BAHAN DAN METODE ... 21
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 21
3.2 Bahan dan Alat ... 22
3.3 Metode Penelitian ... 22
3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 24
3.5 Pengamatan ... 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
4.1 Tinggi Tanaman ... 28
iv
4.3 Jumlah Polong ... 32
4.4 Bobot Polong Isi ... 32
4.5 Jumlah Benih ... 39
4.6 Bobot 100 Butir ... 39
4.7 Pembahasan ... 42
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
5.1 Kesimpulan ... 48
5.2 Saran ... 49
PUSTAKA ACUAN ... 50
[image:13.595.115.511.82.342.2]v VAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1. Produksi kedelai di Indonesia tahun 2000—2013. ………….….... 2 2. Koefisien perbandingan kelas dari pertanyaan yang disusun. ... 22
3. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap tinggi tanaman lima
varietas kedelai. ... 30 4. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah daun lima
varietas kedelai. ... 31 5. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah polong lima
varietas kedelai. ... 33 6. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap bobot polong isi lima
varietas kedelai. ... 37 7. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah benih lima
varietas vedelai. ... 40 8. Data nilai pengaruh cekaman kekeringan terhadap tanaman lima
varietas kedelai. ... 53 9. Uji homogenitas tinggi tanaman lima varietas kedelai. ... 54 10. Hasil analisis ragam pengaruh cekaman kekeringan terhadap
tinggi tanaman lima varietas kedelai. ... 55 11. Hasil analisis pebandingan kelas cekaman kekeringan terhadap
tinggi tanaman lima varietas kedelai. ... 56
12. Data pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah daun lima
[image:14.595.123.514.251.762.2]vi 14. Hasil analisis ragam pengaruh cekaman kekeringan terhadap
jumlah daun lima varietas kedelai. ... 60
15. Hasil analisis pebandingan kelas cekaman kekeringan terhadap jumlah daun lima varietas kedelai. ... 61
16. Data pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah polong tanaman lima varietas kedelai. ... 62
17. Uji homogenitas jumlah polong lima varietas kedelai. ... 63
. 18. Hasil analisis ragam pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah polong lima varietas kedelai. ... 64
19. Hasil analisis pebandingan kelas cekaman kekeringan terhadap jumlah polong lima varietas kedelai. ... 65
20. Data pengaruh cekaman kekeringan terhadap bobot polong isi lima varietas kedelai. ... 66
21. Uji homogenitas bobot polong isi lima varietas kedelai. ...….. 67
. 22. Hasil analisis ragam pengaruh cekaman kekeringan terhadap bobot polong isi lima varietas kedelai. ... 68
23. Hasil analisis pebandingan kelas cekaman kekeringan terhadap bobot polong isi lima varietas kedelai... 69
24. Data pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah benih lima varietas kedelai. ... 72
25. Uji homogenitas jumlah benih lima varietas kedelai. ...…... 73
26. Hasil analisis ragam pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah benih isi lima varietas kedelai. ... 74
27. Hasil analisis pebandingan kelas cekaman kekeringan terhadap jumlah benih isi lima varietas kedelai. ... 75
28. Deskripsi varietas Burangrang. ... 76
29. Deskripsi varietas Kaba. ... 78
30. Deskripsi varietas Agromulyo. ... 79
31. Deskripsi varietas Grobogan. ... 80
i DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1. Tata letak percobaan di lapangan. ... 23 2. Daya berkecambah benih lima varietas kedelai terhadap
cekaman kekeringan. ... 31 3. Bobot 100 butir benih lima varietas kedelai terhadap cekaman
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan
kebutuhan makanan yang bernilai gizi tinggi. Bahan makanan yang bernilai
gizi tinggi khususnya protein yang bersumber dari nabati, salah satunya adalah
kedelai. Kebutuhan kedelai berkembang pesat seiring dengan perkembangan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berminat pada makanan berprotein
nabati rendah kolesterol, berkembangnya usaha pertanian, dan sebagai bahan baku
industri.
Kebutuhan nasional untuk kedelai mencapai 2 juta ton per tahun, tetapi hanya 20
sampai 30 persen saja dari kebutuhan tersebut yang dapat dipenuhi oleh produksi
dalam negeri, sementara kekurangannya 70 sampai 80 persen bergantung pada
impor. Ketergantungan terhadap Impor yang tinggi membuat instansi terkait sulit
untuk mengontrol harga kedelai (BPS, 2013).
Data produksi kedelai, luas panen, dan produktivitas kedelai tahun 2000--2013
2 Tabel 1. Produksi kedelai di Indonesia tahun 2000—2013.
Tahun Luas Panen (ha) Produktivitas (ku/ha) Produksi (ton) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 824.484 678.848 544.522 526.796 565.155 621.541 580.534 459.116 590.956 722.791 672.242 622.254 567.624 550.797 12,34 12,18 12,36 12,75 12,80 13,01 12,88 12,91 13,13 13,48 13,46 13,68 14,85 14,16 1,017,634 826,932 673,056 671,600 723,483 808,353 747,611 592,534 775,710 974,512 905,015 851,286 843,153 780,163
Sumber: Badan Pusat Statistik (2014).
Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan komoditas pertanian pokok di
Indonesia. Kedelai digunakan sebagai bahan makanan manusia, pakan ternak,
bahan baku industri, dan bahan baku penyegar. Kedelai juga sebagai komoditas
ekspor berupa minyak nabati, pakan ternak, dan lain lain di berbagai negara di
dunia (Rukmana dan Yuyun, 1996).
Menurut Hamim(2007), peningkatan produksi pertanian di Indonesia termasuk
kedelai dilakukan melalui usaha intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi.
Dalam usaha ekstensifikasi, penggunaan lahan-lahan pertanian akan bergeser dari
3 atas lahan kering, lahan salin, gambut, dan lahan-lahan lain yang memiliki tingkat
produksi yang rendah. Indonesia memiliki lahan kering yang cukup luas
dibandingkan dengan lahan berpengairan dan cukup potensi bagi pengembangan
tanaman palawija seperti kedelai. Lahan kering di Indonesia masih cukup luas
bagi pengembangan areal pertanian termasuk perluasan areal kedelai. Luas lahan
kering yang terdapat di Pulau Sumatera sekitar 5 juta ha dan lahan terlantar sekitar
2,5 juta ha yang didominasi oleh lahan masam.
Definisi lahan kering yang diberikan oleh Soil Survey Staffs (1998 dalam Haryati
2002) bahwa hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air
selama periode sebagian besar waktu dalam setahun. Menurut Rismaneswati
(2006), permasalahan utama yang ditemui di lahan kering adalah masalah
ketersediaan air terutama pada saat musim kemarau dan ketersediaan hara.
Kendala kekurangan air terutama pada musim kemarau sering menyebabkan
tejadinya cekaman kekeringan yang mengakibatkan rendahnya produksi kedelai.
Masalah cekaman air akan berpengaruh terhadap berkurangnya kelarutan dan
serapan hara yang akan berdampak pada partumbuhan dan produksi tanaman
(Hanum , 2007).
Menurut Setyobudi et al. (2004 dalam Farid, 2006), kekurangan air pada jaringan
tanaman meskipun hanya beberapa saat dapat mengganggu pertumbuhan dan hasil
tanaman. Kekeringan akan mempengaruhi semua proses metabolisme tanaman.
Kekeringan merupakan faktor yang berhubungan dengan keseimbangan air yang
4 Pada tanaman sayuran, cekaman terjadi pada potensial air berkisar -0,5 MPa.
Untuk tanaman pangan dan hijauan ternak, pertumbuhan yang baik masih dapat
terjadi pada kondisi potensial air mendekati -1,6 MPa. Cekaman -0,06 MPa pada
kedelai dilaporkan telah menghambat proses perkecambahan benih (Heatherly and
Russel, 1979 dalam Widoretno, 2002).
Menurut Sasli (1994), faktor kekeringan pada tanaman merupakan salah satu
masalah utama bagi pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Kekeringan
dapat memberikan pengaruh yang cukup berarti dan dampaknya bisa menjadi
permanen bila tidak diatasi dengan segera. Khusus dalam mengatasi ketersediaan
air dan antisipasi terhadap musim kering yang berkepanjangan di lahan-lahan
yang bermasalah dengan ketersediaan air, diperlukan suatu manajemen atau
pengelolaan air yang baik. Menurut Hidayat (2001 dalam Rahayu, 2008),
kekeringan pada tanaman kedelai menyebabkan efek fisiologis berupa tekanan
pertumbuhan dan produksi. Cekaman kekeringan merupakan salah satu kendala
pada budidaya kedelai. Air merupakan faktor pembatas pertanaman kedelai.
Masa kritis tanaman kedelai terhadap kekurangan air adalah pada masa
pembungaan dan pengisian polong atau biji. Cekaman kekeringan yang terjadi
selama pembungaan mengakibatkan meningkatnya jumlah bunga dan polong
muda yang gugur. Kondisi kekeringan berlanjut ke periode pembentukan dan
pengisian polong atau biji mengakibatkan berkurangnya hasil yang disebabkan
oleh menurunnya jumlah polong per tanaman (Suyamto, 2004 dalam Farid,
5 Sloane et al. (1990 dalam Agung, 2004) menyatakan bahwa cekaman air pada
masa generatif, misalnya pada saat pengisian polong akan menurunkan produksi.
Tanaman kedelai yang mengalami defisit air, akan mengakibatkan translokasi
fotosintat ke biji akan terhambat sehingga biji yang dihasilkan akan lebih kecil
dari ukuran normalnya.
Pada Varietas Burangrang, Kaba, Agromulyo, Grobogan, dan Tanggamus yang
mengalami cekaman kekeringan akan menghasilkan produksi benih yang berbeda
antarvarietasnya seperti ukuran benih. Kramer (1980 dalam Arabi, 2004)
menyatakan bahwa potensi genetik akan berbeda pada masing masing tanaman.
Jenis tanaman atau varietas mempunyai potensi genetik yang baik akan
memberikan hasil yang baik, terutama bila kondisi fakior lingkungan dapat
memberikan modifikasi dan fungsi yang baik terhadap tanaman.
Untuk peningkatan produksi kedelai di lahan kering dapat ditempuh dengan cara
menyediakan varietas yang adaptif atau toleran pada kondisi lingkungan setempat.
Pengembangan varietas kedelai toleran cekaman kekeringan melalui pendekatan
pemuliaan tanaman merupakan salah satu alternatif prospektif. Penanaman
varietas kedelai yang toleran di lahan kering, merupakan salah satu alternatif
dalam pengembangan dan peningkatan budidaya dan pertanaman kedelai. Upaya
tersebut dapat dilakukan jika tersedia sumber genetika dan metode seleksi yang
efektif. Metode seleksi untuk cekaman kekeringan yang telah dikembangkan
ialah perlakuan kekeringan di lapangan (Sloane et al., 1990, dalam Widoretno,
6 Dalam penelitian ini, solusi terhadap permasalahan yang telah dikemukakan dapat
didekati melalui metode pemberian cekaman kekeringan pada lima varietas
kedelai yang berbeda yaitu dengan cara pengaturan pemberian air pada
masing-masing varietas kedelai berdasarkan jumlah air yang diberikan hingga tanaman
berproduksi.
Berdasarkan latar belakang dan masalah, perlu dilaksanakan suatu penelitian
untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai
berikut:
(1) Varietas kedelai manakah menghasilkan pertumbuhan dan produksi benih
yang baik?
(2) Bagaimanakah pengaruh tingkat cekaman air terhadap pertumbuhan dan
Produksi benih?
(3) Apakah pertumbuhan dan produksi benih yang dihasilkan berbagai varietas
kedelai ditentukan oleh kondisi cekaman air tertentu?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian dirumuskan
sebagai berikut:
(1) Menentukan varietas kedelai yang menghasilkan pertumbuhan dan produksi
benih yang baik.
(2) Menentukan pengaruh tingkat cekaman air terhadap pertumbuhan dan
produksi benih kedelai.
(3) Mengetahui apakah pertumbuhan dan produksi benih yang dihasilkan
7 1.3 Landasan Teori
Air merupakan faktor utama yang sangat penting dalam mendukung kegiatan
fisiologi tanaman. Air merupakan reagen yang penting dalam proses-proses
fotosintesis dan dalam proses-proses hidrolik. Air juga merupakan pelarut
garam-garam, gas-gas, dan material-material yang bergerak ke dalam tumbuhan melalui
dinding sel dan jaringan esensial untuk menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan
sel, stabilitas bentuk daun, proses membuka dan menutupnya stomata serta
kelangsungan gerak struktur tumbuh-tumbuhan (Ismal, 1979).
Pengaruh cekaman kekeringan pada tanaman kedelai beragam bergantung pada
varietas, besar dan lamanya cekaman, dan masa pertumbuhan tanaman. Karakter
morfologi atau fenotipik yang umum untuk menduga tingkat toleransi tanaman
terhadap cekaman kekeringan dapat diketahui dengan mengamati perkembangan
perakaran yang dapat digunakan untuk membedakan tanaman yang tahan atau
tanaman peka (Vallejo dan Kelly, 1998 dalam Hanum, 2007).
Turner (1990 dalam Hamim, 1996) menyatakan bahwa toleransi tanaman terhadap
cekaman kekeringan dapat melalui beberapa mekanisme yaitu melepaskan diri
dari cekaman kekeringan, bertahan terhadap kekeringan dengan tetap
mempertahankan potensi air yang tinggi dalam jaringan atau yang biasa dikenal
sebagai mekanisme menghindar dari kekeringan dan bertahan terbadap
8 Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media
tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut.
Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat
mengalami cekaman (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan absorpsi
tidak dapat mengimbangi kehilangan air melalui proses transpirasi (Islami dan
Utomo, 1995).
Penutupan stomata pada kebanyakan spesies akibat kekurangan air pada
daun akan mengurangi laju penyerapan CO2 pada waktu yang sama dan pada
akhirnya akan mengurangi laju fotosintesis. Penutupan stomata merupakan faktor
yang sangat penting dalam perlindungan mesophyta terhadap cekaman air yang
berat (Fitter dan Hay, 1994).
Penggunaan benih bermutu merupakan kunci sukses pertama dalam usaha tani
kedelai. Syarat benih bermutu adalah murni dan diketahui nama varietasnya,
memiliki daya tumbuh yang tinggi (>85%) dan vigor baik (Balai Penelitian
Kacangkacangan dan Umbi-umbian Malang, 2007). Varietas kedelai yang
digunakan yaitu varietas Burangrang, kaba, Agromulyo, Grobogan, dan
Tanggamus merupakan varietas unggul kedelai yang telah dipakai oleh petani,
setiap varietas kedelai secara genetik mempunyai kemampuan yang berbeda
untuk bertahan pada cekaman kekeringan.
Cekaman kekeringan selama periode pengisian polong di lapang menurunkan
hasil 55% (Soegiyatni dan Suyamto, 2000 dalam Azra, 2010). Masalah
kekeringan (drought tolerance) dalam budidaya kedelai merupakan salah satu
9 mempunyai kemampuan untuk hidup dan berfungsi secara metabolis pada
cekaman tersebut. Ketahanan suatu tanaman terhadap kekeringan merupakan
suatu fenomena yang kompleks baik dalam fisiologi dan genetiknya. Gen-gen
yang terinduksi pada keadaan cekaman dibagi atas dua fungsional group yaitu gen
yang langsung melindungi tanaman terhadap cekaman lingkungan dan gen yang
terlibat dengan regulasi dan signal transduksi sebagai respon terhadap cekaman
lingkungan (Gao, 2003 dalam Azra, 2010).
Pengaruh cekaman air terhadap pertumbuhan tanaman tergantung pada
tingkat cekaman yang dialami dan jenis atau kultivar yang ditanam. Pengaruh
awal tanaman yang mendapat cekaman air adalah terjadinya hambatan terhadap
pembukaan stomata daun yang kemudian berpengaruh besar terhadap proses
fisiologis dan metabolisme dalam tanaman (PennyPacker et al., 1990 dalam
Mapegau, 2006).
Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup perubahan
ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada pertumbuhan tanaman,
volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi tebal, adanya
rambut pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata, penurunan
laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi
aktivitas enzim dan hormon, dan perubahan ekspresi (Sinaga, 2008).
Pengaruh cekaman kekeringan pada tanaman kedelai beragam bergantung
pada varietas, besar dan lama cekaman, dan fase pertumbuhan. Tanaman kedelai
memerlukan air yang cukup selama pertumbuhannya. Pada kondisi kelebihan air
10 kedelai terhadap kekeringan mulai pada saat pembentukan bunga hingga
pengisian biji (fase reproduktif) (Hendy, 2009).
Karakter morfologi atau fenotipik untuk menduga tingkat toleransi tanaman
terhadap cekaman kekeringan dapat diketahui dengan mengamati perubahan
struktur yang mengarah kepada bentuk yang menghindarkan tanaman dari bahaya
cekaman, misalnya perkembangan sistem perkaran, perubahan bentuk daun,
mekanisme penutupan stomata daun dan sebagainya, yang dapat digunakan untuk
membedakan tanaman yang tahan atau tanaman peka (Hamim, 1996).
Cekaman kekeringan yang terjadi pada saat pertumbuhan generatif, misalnya saat
pengisian polong, akan menurunkan produksi. Kekeringan dapat juga
menurunkan bobot biji, sebab bobot biji sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang
diberikan dalam musim tanam (Scott et al., 1987 dalam Agung, 2004).
Diduga respon berbagai varietas tanaman kedelai selama fase vegetatif dan
generatif sangat tergantung pada kondisi cekaman kekeringan. Varietas
Burangrang, kaba, Agromulyo, Grobogan, dan Tanggamus dalam kondisi
cekaman kekeringan akan menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang berbeda
satu sama lain, hal ini karena respon dari masing masing varirietas terhadap
cakaman kekeringan yang diberikan akan berbeda satu sama lain Menurut
Schmidt (dalam Suita, 2008),
1.4 Kerangka Pemikiran
Selama siklus hidup tanaman, air difungsikan mulai dari perkecambahan sampai
11 masuk ke dalam benih disebabkan nilai potensial air di dalam tanah lebih tinggi
daripada nilai potensial di dalam benih. Akibat pengkondisian cekaman
kekeringan, air yang terserap tidak maksimal mengakibatkan fungsi air dalam
perkecambahan tidak maksimal yaitu untuk mengaktifkan enzim-enzim hidrolitik
dan merombak cadangan makanan dalam bentuk tersedia. Hal ini mengakibatkan
proses perkecambahan relatif lama. Perbedaan akan sangat terlihat pada tanaman
kedelai yang tidak diaplikasikan cekaman kekeringan.
Pada saat vegetatif, tanaman kedelai berbagai varietas yang diaplikasikan
cekaman kekeringan akan mengakibatkan menurunnya air dalam jaringan
tanaman yang akan mempengaruhi pengaturan fisiologis tanaman, yakni
penutupan stomata dan serapan CO2 bersih, yang terjadi pada daun berjalan tidak
normal secara bersamaan. Proses asimilasi karbon akan menurun sebagai akibat
dari berkurangnya CO2 pada kloroplas dan penutupan stomata. Dengan
menurunnya air, dan CO2 senyawa organik yang disintesis tanaman akan
menurun. Hasil sintesis ini dimanfaatkan dalam proses pembelahan sel di seluruh
jaringan tanaman, penambahan ukuran sel, dan peningkatan pasokan bahan
organik dalam sel, akan tetapi hasil sintesis senyawa organik yang tidak maksimal
mengakibatkan pertumbuhan akan terhambat yaitu akan menghambat tinggi
tanaman dan pembentukan daun. Pada saat generatif tanaman kedelai yang
mengalami cekaman kekeringan akan berakibat terhambatnya pembentukan bunga
pada kedelai, banyaknya bunga yang gugur, terhambatnya proses pembentukan
polong, dan proses pengisian biji kedelai. Dengan demikian benih yang
dihasilkan akan mengalami penurunan kandungan cadangan makanan sehingga
12 Tiap jenis varietas kedelai yang digunakan yaitu Varietas Burangrang, Kaba,
Agromulyo, Grobogan, dan Tanggamus; secara genetik mempunyai sifat dan
kemampuan yang berbeda antar satu sama lain untuk beradaptasi terhadap setiap
lingkungan tempat hidup. Adanya perbedaan potensi genetik masing-masing
varietas kedelai akan menghasilkan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah polong,
bobot polong, jumlah benih, kemampuan bobot 100 butir yang berbeda sesuai
dengan lingkungan tempat hidupnya saat penanaman dan kemampuan setiap
varietas untuk beradaptasi pada tempat hidupnya.
Adanya kekurangan air akibat cekaman air yang diaplikasikan pada Varietas
Burangrang, kaba, Agromulyo, Grobogan, dan Tanggamus akan menyebabkan
respon yang berbeda pada setiap varietas kedelai. Akibat cekaman kekeringan
menyebabkan turgor sel tanaman kedelai menurun dan berakibat menurunnya
proses fisiologis. Jumlah pembukaan stomata yang menurun menyebabkan
tingginya laju kehilangan air yang diikuti dengan penutupan stomata. Penutupan
stomata ini menyebabkan serapan CO2 menurun pada daun. Asupan CO2,
ketersediaan air, dan hara yang larut menyebabkan menurunnya laju fotosintesis
serta fotosintat yang dihasilkan tanaman dan berakibat langsung pada penurunan
pembelahan dan pembesaran sel. Kondisi tersebut mengakibatkan gangguan pada
tanaman setiap varietas kedelai seperti tinggi tanaman dan jumlah daun. Cekaman
kekeringan yang berlanjut pada masa generatif tanaman akan berakibat
menurunkan produksi kedelai setiap varietas tersebut karena pembentukan bunga
tidak berjalan baik sehingga akan mengalami penurunanan jumlah polong per
tanaman lalu pengisian polong dipercepat sehingga mengakibatkan bobot polong
13 Varietas kedelai yang toleran terhadap cekaman kekeringan akan menghasilkan
pertumbuhan dan produksi yang baik, tetapi varietas kedelai yang tidak toleran
terhadap cekaman kekeringan mengakibatkan pertumbuhan dan produksi yang
dihasilkan rendah.
1.5 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
(1) Terdapat varietas yang toleran dan tetap menghasilkan pertumbuhan dan
produksi benih yang baik.
(2) Semakin tinggi tingkat cekaman air maka akan menghasilkan pertumbuhan
dan produksi benih yang semakin rendah.
(3) Tanggapan varietas yang berbeda akan menghasilkan pertumbuhan dan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Varietas Kedelai
(1) Varietas Burangrang
Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil
dari tanaman petani di Jember, Seleksi lini murni, tiga generasi asal segregat alamiah. Varietas ini dilepas tahun 1999. Varietas ini berumur 80–82 hari dengan potensi hasil 1,6–2,5 ton/ha. Varietas ini toleran karat daun. Varietas ini
memiliki sifat tahan rebah (Balitkabi, 2011)
(2) Varietas Kaba
Varietas Kaba berasal dari silang ganda 16 tetua. Varietas Kaba dilepas pada tahun 2001. Varietas ini berumur 85 hari dengan potensi hasil 2,13 ton/ha. Varietas ini toleran terhadap karat daun. Varietas ini mempunyai sifat polong tidak mudah pecah saat panen. Wilayah adaptasi varietas ini adalah lahan sawah (Balitkabi, 2011).
(3) Varietas Agromulyo
15 Varietas ini berumur 80–82 hari dengan potensi hasil 1,5–2,0 ton/ha. Varietas ini toleran karat daun. Varietas ini memiliki sifat tahan rebah (Balitkabi, 2011).
(4) Varietas Grobogan
Varietas Grobogan berasal dari pemurnian populasi Lokal Malabar Grobogan. Varietas Grobogan dilepas pada tahun 2008. Varietas ini berumur sekitar 76 hari dengan potensi hasil 3,40 ton/ha. Varietas ini mempunyai sifat polong masak tidak mudah pecah dan pada saat panen daun luruh 95–100%. Varietas Grobogan beradaptasi baik di beberapa kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda cukup besar, pada musim hujan dan daerah beririgasi baik (Balitkabi, 2011).
(5) Varietas Tanggamus
Varietas Tanggamus berasal dari hibrida (persilangan tunggal) Kerinci x No. 3911 varietas Tanggamus dilepas pada tahun 2001. Varietas ini berumur 88 hari. Varietas ini toleran terhadap moderat karat daun. Varietas ini mempunyai sifat, polong tidak mudah pecah saat panen. Wilayah adaptasi varietas ini adalah lahan kering masam (Balitkabi, 2011).
2.2 Peranan Air dalam Tanaman
16 faktor utama yang sangat penting. Tanaman tidak dapat hidup tanpa air, karena air adalah matrik dari kehidupan, bahkan makhluk lain akan punah tanpa air.
Air dalam jaringan tanaman selain berfungsi sebagai penyusun utama jaringan yang aktif mengadakan kegiatan fisiologis, juga berperan penting dalam
memelihara turgiditas yang diperlukan untuk pembesaran dan pertumbuhan sel kekurangan air di dalam jaringan tanaman dapat disebabkan oleh kehilangan air yang berlebihan pada saat transpirasi melalui stomata dan sel lain seperti kutikula atau disebabkan oleh keduanya. Transpirasi lebih dari 90% terjadi melalui stomata di daun. Selain berperan sebagai alat untuk penguapan, stomata juga berperan sebagai alat untuk pertukaran CO2 dalam proses fisiologi yang berhubungan dengan produksi (Kramer, 1963 dalam Lestari, 2005).
Stomata terdiri atas sel penjaga dan sel penutup yang dikelilingi oleh beberapa sel tetangga. Mekanisme menutup dan membukanya stomata tergantung dari tekanan turgor sel tanaman, atau karena perubahan konsentrasi karbondioksida,
berkurangnya cahaya dan hormon asam absisat (Lakitan, 1996).
Kramer (1980 dalam Haryati, 2008) menjelaskan bahwa pentingnya air bagi tumbuh-tumbuhan yakni air merupakan bagian dari protoplasma 80--90% dari bobot keseluruhan bagian hijau tumbuh-tumbuhan (jaringan yang sedang tumbuh) adalah air. Selanjutnya dikatakan bahwa air merupakan reagen yang penting dalam proses-proses fotosintesis dan dalam proses-proses hidrolik.
17 daun, proses membuka dan menutupnya stomata serta kelangsungan gerak
struktur tumbuh-tumbuhan (Ismal, 1979).
Menurut Harjadi (1996), air merupakan pelarut universal, air dapat melarutkan lebih banyak substansi atau zat daripada zat cair lainnya. Air merupakan sistem pelarut air dapat menjadi suatu medium untuk pengangkutan dalam tanah, dan air juga diperlukan sebagai hara untuk pembentukan persenyawaan baru. Sepertiga bobot karbohidrat dan protein berasal dari air yang disenyawakan secara kimia.
Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus- menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati. Kebutuhan air bagi tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis tanaman dalam hubungannya dengan tipe dan perkembangannya, kadar air tanah, dan kondisi cuaca (Fitter dan Hay, 1981 dalam Haryati, 2008).
2.3 Respons Tanaman terhadap Kekeringan
Cekaman kekeringan merupakan istilah untuk menyatakan bahwa tanaman
mengalami kekurangan air akibat keterbatasan air dari lingkungannya yaitu media tanam. Menurut Lakitan (1996), cekaman kekeringan pada tanaman dapat
18 Pengaruh ketersediaan air terhadap pertumbuhan tanaman sangat besar.
Kekurangan air pada tanaman yang diikuti berkurangnya air di daerah perakaran berakibat pada aktivitas fisiologis tanaman. Mekanisme yang terjadi pada tanaman yang mengalami cekaman kekeringan adalah dengan mengembangkan mekanisme respon terhadap kekeringan. Pengaruh yang paling nyata adalah mengecilnya ukuran daun untuk meminimumkan kehilangan air. Mekanisme ini disatu pihak mempertahankan kelangsungan hidup tanaman tetapi dilain pihak mengurangi bobot kering tanaman (Gardner et al. 1991 dalam Khaerana, 2008).
Beberapa tanaman beradaptasi terhadap cekaman kekeringan dengan cara mengurangi ukuran stomata dan jumlah stomata. Mekanisme membuka dan menutup stomata pada tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan sangat efektif sehingga jaringan tanaman dapat menghindari kehilangan air melalui penguapan (Price dan Courtois,1991; Pugnaire dan Pardos,1999 dikutip Widoretno, 2002).
19 Tanggapan pertumbuhan dan hasil tanaman terhadap cekaman air tergantung fase pertumbuhan saat cekaman air tersebut terjadi. Jika cekaman air terjadi pada fese pertumbuhan vegetatif yang cepat, pengaruhnya akan lebih merugikan dibandingkan dengan jika cekaman air terjadi pada fese pertumbuhan lainnya. (Islami dan Utomo, 1995).
Secara umum tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila mengalami cekaman kekeringan. Respon tanaman terhadap cekaman kekeringan sangat ditentukan oleh tingkat cekaman kekeringan yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman. Bila tanaman dihadapkan pada kondisi kering terdapat dua macam tanggapan yang dapat memperbaiki status air yaitu tanaman mengubah distribusi asimilat baru untuk mendukung pertumbuhan akar dengan mengorbankan tajuk, sehingga dapat meningkatkan kapasitas akar menyerap air serta menghambat pemekaran daun untuk mengurangi transpirasi dan tanaman akan mengatur derajat pembukaan stomata untuk menghambat kehilangan air lewat transpirasi (Mansfield dan Atkinson, 1990 dalam Sinaga, 2007).
20 mentoleransi dehidrasi. Penundaan dehidrasi mencakup peningkatan sensitivitas stomata dan perbedaan jalur fotosintesis, sedangkan toleransi dehidrasi mencakup penyesuaian osmotik.
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada Agustus 2011 sampai dengan Maret 2012. Penanaman kedelai dan aplikasi cekaman kekeringan ke tanah dalam polibag pada
tanaman dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu benih kedelai Varietas Burangrang, Kaba,
Agromulyo, Grobogan, dan Tanggamus, polibag, air, dan sampel tanah.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, alat tulis, ayakan
tanah, oven, cutter, dan alat ukur, germinator, gelas ukur, polibag, dan alat tulis.
3.3 Metode Penelitian
Untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah dan untuk menguji
hipotesis, rancangan perlakuan disusun sebagai rancangan faktorial. Rancangan
percobaan yang digunakan adalah rancangan petak terbagi dalam RKTS dengan
tiga kelompok. Petak utama adalah cekaman kekeringan yang terdiri dari 1/3
kapasitas lapang, 2/3 kapasitas lapang, dan tanpa cekaman kekeringan. Anak
22 Agromulyo, Grobogan, dan Tanggamus. Kesamaan ragam antarperlakuan diuji
dengan Uji Bartlet, sedangkan kemenambahan model diuji dengan uji Tukey.
Pengujian hipotesis diuji dengan uji perbandingan kelas. Pada taraf 1% dan 5%.
[image:38.595.113.518.246.538.2]Koefisien perbandingan kelas dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Koefisien perbandingan kelas dari pertanyaan yang disusun.
Pembanding a0 a1 a2
b5 b1 b2 b3 b4 b5 b1 b2 b3 b4 b5 b1 b2 b3 b4
P1: a0 vs a1, a2 2 2 2 2 2 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1
P2: a1 VS a2 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1
P3: b5 VS b1, b2, b3, b4 4 -1 -1 -1 -1 4 -1 -1 -1 -1 4 -1 -1 -1 -1
P4: b1 VS b2, b3, b4 0 3 -1 -1 -1 0 3 -1 -1 -1 0 3 -1 -1 -1
P5: b2 VS b3, b4 0 0 2 -1 -1 0 0 2 -1 -1 0 0 2 -1 -1
P6: b3 VS b4 0 0 0 1 -1 0 0 0 1 -1 0 0 0 1 -1
P7: P1 X P3 8 -2 -2 -2 -2 -4 1 1 1 1 -4 1 1 1 1
P8: P1XP4 0 6 -2 -2 -2 0 -3 1 1 1 0 -3 1 1 1
P9: P1 X P5 0 0 4 -2 -2 0 0 -2 1 1 0 0 -2 1 1
P10: P1 X P6 0 0 0 2 -2 0 0 0 -1 1 0 0 0 -1 1
P11: P2 X P3 0 0 0 0 0 4 -1 -1 -1 -1 -4 1 1 1 1
P12: P2 X P4 0 0 0 0 0 0 3 -1 -1 -1 0 -3 1 1 1
P13: P2 X P5 0 0 0 0 0 0 0 2 -1 -1 0 0 -2 1 1
P14 : P2 X P6 0 0 0 0 0 0 0 0 1 -1 0 0 0 -1 1
Keterangan: a1 = penyiraman 1/3 kapasitas lapang a2 = penyiraman 2/3 kapasitas lapang a3 = penyiraman tanpa cekaman kekeringan b1 = Varietas Burangrang
23
I II III
a2b1 a0b2 a1b2
a2b4 a0b1 a1b1
a2b2 a0b5 a1b3
a2b5 a0b3 a1b5
a2b3 a0b4 a1b4
a0b4 a1b2 a2b5
a0b1 a1b3 a2b3
a0b3 a1b5 a2b1
a0b5 a1b4 a2b2
a0b2 a1b1 a2b4
a1b1 a2b2 a0b2
a1b5 a2b4 a0b4
a1b2 a2b1 a0b5
a1b4 a2b3 a0b3
a1b3 a2b5 a0b1
Gambar 1. Tata letak percobaan di lapang.
Keterangan: a1 = penyiraman 1/3 kapasitas lapang a2 = penyiraman 2/3 kapasitas lapang a3 = penyiraman tanpa cekaman kekeringan b1 = Varietas Burangrang
24 3.4 Pelaksanaan Penelitian
1. Penetapan kapasitas lapang
Kapasitas lapang yang digunakan ditentukan dengan cara mengumpulkan tanah 10
kg secara komposit di lahan yang telah terpilih dan tanah terlebih dahulu
dikeringkan. Tanah sebanyak 10 kg yang telah didapatkan dimasukkan ke dalam
polibag hitam berdiameter 50 cm kemudian disiram air sampai keluar tetesan air
pertama, penuangan air sampai tetesan pertama adalah 1,5 l sebagai kapasitas
lapang. Tanah didiamkan selama 24 jam, setelah 24 jam kadar air dihitung
dengan cara mengambil sampel tanah dari polibag yang telah didiamkan selama
24 jam sebanyak 10 g sebanyak 3 kali ulangan, kemudian tanah dikeringkan
dalam oven dengan 600C selama 24 jam. Bobot tanah yang didapatkan setelah
dioven adalah 7,5 g dengan 3 kali ulangan kemudian kadar air tanah ditentukan
dengan rumus berikut.
KA tanah (%) = bobot awal sebelum dioven – bobot akhir setelah dioven X 100% bobot awal sampel setelah dioven
= 10,0 g -- 7,5 g X 100% = 25% 10 g
Kapasitas lapang 1/3 dan 2/3 dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut
KL 1/3 = 1/3 X (KL – (KL X 25%))
= 1/3 X (1,500 l – ( 1,500 l X 0,250)) = 1/3 X (1,500 l – 0,375 l)
25 KL 2/3 = 2/3 X (KL – (KL X 25%))
= 2/3 X (1,5 l – ( 1,500 l X 0,250)) = 2/3 X (1,500 l – 0,375 l)
= 2/3 X (1,125 l) = 0,750 l
Dari perhitungan di atas diperoleh kadar air tanah sebesar 25%, kapasitas lapang
1/3 didapat volume penyiraman sebesar 0,375 l; dan kapasitas lapang 2/3 sebesar
0,750 l.
2. Penyiapan media tanam
Media yang digunakan adalah tanah yang diambil dari lahan Politeknik Negeri
Lampung. Tanah diambil pada kedalaman 0—30 cm secara komposit. Tanah
diayak dengan ayakan 2 mm. Tanah sebanyak 10 kg yang telah dikeringkan,
kemudian tanah dimasukkan ke dalam polibag.
3. Aplikasi perlakuan
Tanah ditimbang sebanyak 10 kg yang telah dikeringkan dan tanah dimasukkan ke
dalam polibag kemudian diberikan cekaman air yang telah ditentukan dengan
menggunakan gelas ukur yaitu 1/
3 kapsitas lapang yaitu 0,375 l; 2/3 kapasitas
lapang 0,750 l; dan 3/
3 kapasitas lapang yaitu 1,500 l. Pemberian cekaman
kekeringan dilakukan secara teratur pukul 08.00 pagi.
4. Penanaman benih tanaman
Benih yang telah dipilih secara acak baik dan seragam. Benih ditanam pada
polibag yang telah berisi tanah yang sudah diaplikasikan kapasitas lapang sesuai
26 kedalaman sekitar 3 cm selanjutnya polibag tersebut diletakkan dalam rumah
kaca. Penyulaman dilakukan seminggu setelah tanam, bila benih tidak tumbuh.
3.5 Pengamatan
1. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman yang diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh, dilakukan
pada minggu keempat minggu pertama setelah tanam. Pengukuran dilakukan
dalam satuan sentimeter dan alat yang digunakan alat pengukur panjang.
2. Jumlah daun
Jumlah daun dihitung dari daun yang telah membuka sempurna sedangkan daun
yang belum terbuka sempurna tidak dihitung.
3. Jumlah polong per tanaman
Pengamatan dilakukan pada saat panen dengan menghitung jumlah polong total
per tanaman.
4. Bobot polong per tanaman
Pengukuran jumlah polong dihitung dari seluruh jumlah polong yang dihasilkan,
kemudian polong terlebih dahulu dikeringkan dibawah sinar matahari lalu
ditimbang dengan timbangan ohaus sensitivitas 0,1 gram. Pengukuran dilakukan
27 5. Jumlah benih per tanaman
Jumlah benih yang dihitung dari polong tanaman kedelai pada masing-masing
varietas.
6. Bobot 100 butir
Benih dihitung sebanyak 100 butir. Sampel diambil dengan alat pembagi tepat
benih (seed devider) yang kemudian diukur bobotnya dengan timbangan ohaus
. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Varietas Tanggamus menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang lebih
tinggi ditunjukkan dengan jumlah daun dan jumlah polong yang lebih baik
daripada varietas lainnya.
2. Cekaman kekeringan yang semakin tinggi menurunkan pertumbuhan dan
produksi ditunjukkan dengan jumlah daun, jumlah polong,bobot polong isi,
dan jumlah benih semakin menurun.
3. Varietas Tanggamus memiliki toleransi terhadap cekaman kekeringan yang
ditunjukkan dengan menghasilkan bobot polong isi yang tinggi pada kondisi
cekaman 2/3 KL daripada varietas lainnya. Varietas Agromulyo, dan
Grobogan masih toleran terhadap cekaman kekeringan 1/3 KL dan 2/3 KL
yang ditunjukkan oleh bobot polong isi dan tinggi tanaman lebih tinggi
daripada Varietas Kaba. Varietas Agromulyo masih toleran tehadap cekaman
2/3 KL yang ditunjukkan oleh bobot polong isi dan jumlah benih lebih tinggi
48
5.2 Saran
Berdasarakan hasil penelitian yang telah dikemukakan dapat disarankan untuk
penelitian selanjutnya untuk memakai varietas toleran cekaman kekeringan selain
varietas Tanggamus, karena varietas Tanggamus tidak sensitif terhadap cekaman
PUSTAKA ACUAN
Agung, T., 2004. Analisis Efisiensi Serapan N, Pertumbuhan, dan Hasil Beberapa Kultivar Kedelai Unggul Baru dengan Cekaman
Kekeringan dan Pemberian Pupuk Hayati. Agrosains. 6(2): 70–74.
Arabi, M. 2004. Uji Ketahanan Beberapa Varietas Kedelai terhadap Kekeringan
pada berbagai Konsentrai PolyethileGligol (PEG).http://elib.pdii.lipi.go.id/ katalog/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/271344/11_01376.pdf.
Diunduh tanggal 18 Juni 2011.
Azra, A. 2010. Studi karakter Morfologi dan Respon Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merril) Mutan Argomulyo Pada Generasi M2.(skripsi)
Sarjana Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara. Hlm. 20-24.
Badan Pusat Statistik dan Direktorat jendral Bina Produksi Tanaman Pangan. 2013. Tabel Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Kedelai Provinsi Indonesia.file:///C:/Users/USER/Downloads /Statistics% 20 Indonesia.htm. Diunduh pada Tanggal 10 Maret 2013.
Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-umbian. 2011. Deskripsi Varietas Kedelai. http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/images/PDF/
deskripsi_kedelai.pdf. Diunduh tanggal 15 Juni 2011.
Farid, M. 2006. Seleksi Kedelai Tahan Kekeringan dan Salinitas Secara In
Vitro Dengan NaCl. Agrivigor. 6 (1): 65-74.
Hanum, C. 2007. Pertumbuhan Akar Kedelai pada Cekaman Aluminium,
Kekeringan dan Cekaman Ganda Aluminium dan Kekeringan. Agritrop.
26 (1) : 13–18.
Hamim. 1996. Beberapa Karakteristik Morfologi dan Fisiologi Kedelai
Toleran dan Peka tcrhadap Cekaman Kekeringan. Hayati. 3 (1) : 30–34.
Hidayat. 2002. Cekaman Pada Tumbuhan. http://www.scribd.com /document_
downloads/ 13096496?extension=pdf&secret_password=. Diakses pada tanggal 5 Juli 2009.
Harjadi. M.M. Sri Setyati. 1996. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka.
50
Haryati, U. 2002. Keunggulan dan Kelemahan Sistem Alley Cropping Serta Peluang dan Kendala Adopsinya Di Lahan Kering DAS Bagian Hulu. http://216.239.33.100/search?q:rudyct.tripod.com/sem1_023/umi_ha ryti.htm+lahan+kering&hl. Diunduh pada tanggal 9 Juni 2011.
Haryati. 2008. Pengaruh Cekaman Air terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman. http://library.usu.ac.id/download/fp/hslpertanian-haryati2.pdf. Diunduh pada tanggal 5 Maret 2011.
Ismal, G. 1979. Ekologi Tumbuh-tumbuhan dan Tanaman Pertanian.
UNAND. Padang. Hlm. 54–76.
Islami, T. dan W.H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, air, dan Tanaman. IKIP
Semarang Press. Semarang. Hlm. 40–48.
Khaerana. 2008. Pengaruh Cekaman Kekeringan dan Umur Panen terhadap
Pertumbuhan dan Kandungan Xanthorrhizol Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza roxb.). Buletin Agronomi. 36(3): 241–247.
Lakitan, B. 2004. Dasar dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm 73–80.
Lestari, E. 2005. Hubungan antara Kerapatan Stomata dengan Ketahanan Kekeringan pada Somaklon Padi Gajahmungkur, Towuti, dan IR 64.
Biodiversitas. 7(1): 44–48.
Liu, F. 2004. Physiological regulation of pod set in soybean (Glycine maxL. Merr.) during drought atearly reproductive stages. Ph.D.
Dissertation.Department of Agricultural Sciences, The Royal Veterinary and Agricultural University, Copenhagen. 45p.
Manaree, 2009. Besar Benih, Pengaruhnya pada Kecepatan Berkecambah, Pemunculan dan Pertumbuhan Bibit. http://manaree.blogspot.com/2009 /06/besar-benih-pengaruhnya-pada-kecepatan.html. Diunduh pada Tanggal 30 Mei 2011
Mapegau, 2006. Pengaruh Cekaman Air terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai(Glycine max L. Merr). Pengajar di Program Studi Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Jambi. Jurnal Ilmiah Pertanian Kultura . 41(1): 24–30.
Mubiyanto, B.M. 1997. Tanggapan tanaman kopi terhadap cekaman air. Warta
51
Rahayu, S. 2008. Kajian Kemampuan PEG 6000 pada tahap Perkecambahan
Untuk Menduga Ketahanan 2 Varietas Kedelai (Glycine max L) terhadap
Kekeringan. (Skripsi). Sarjana Pertanian Fakultas Pertanian
UniversitasLampung. Hlm. 14–18.
Rismaneswati. 2006. Pengaruh Teracottem, Kompos dan Mulsa Jerami terhadap Sifat Fisik Tanah, Pertumbuhan dan Produksi Kedelelai pada Tanah
Alfisols. Agrivigor. 6 (1): 49–56.
Rukmana, R. dan Y.Yuniarsih, 1996. KedelaiBudidaya dan Pasca
Panen. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hlm. 50–60.
Sasli, I. 2004. Peranan Mikoriza Vesikula Arbuskula (Mva) dalam Peningkatan Resistensi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan. Makalah pribadi. Sekolah Pasca Sarjana / S3. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hlm. 3–4. www.ipb.ac.id Diunduh pada tanggal 10 Maret 2011
Sinaga, S. 2007. Peran Air Bagi Tanaman. http://puslit. mercubuana
.ac.id/file/8 Artikel %20Sinaga.pdf. Diunduh pada tanggal 17 Maret 2011.
Sinaga, S. 2008. Asam Absisik Sebuah Mekanisme Adaptasi Tanaman
terhadap Cekaman Kekeringan.http://research.mercubuana.ac.id. Diunduh
pada tanggal 18 Maret 2011.
Sitompul, S.M dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hlm. 60–69.
Suhartina, 2011. Pemulian Tanaman Kedelai Toleran terhadap Cekaman
Kekeringan. Bul. Palawija. 21: 26–38.
Suita, E. 2008. Pengaruh Ukuran Benih terhadap Perkecambahan dan
Pertumbuhan Bibit Tanjung (Mimusops elengi L.). Jmht. 14 (2): 41–46.
Hendi, H. 2009. Pedoman Umum PTT Kedelai. BPTP, Jawa Barat.
http://jabar.litbang.deptan.go.id. Diunduh pada tanggal 22 Maret 2011.
Sutopo, L. 1998. Teknologi Benih. PT Rajagrafindo Persada, Jakarta. 134 hlm.
Widoretno, W. 2002. Efektivitas Polietilena Glikol untuk Mengevaluasi Tanggapan Genotipe Kedelai terhadap Cekaman Kekeringan pada Fase
Perkecambahan. Hayati. 9(2): 33–36.
Yasemin. 2005. The Effect of Drought on Plant and Tolerance Mechanisms. G.U.