ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO) INDONESIA
KE UNI EROPA
TESIS
Oleh
Nurul Fajriah Pinem 117039029/ MAG
PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO) INDONESIA
KE UNI EROPA
TESIS
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Oleh:
Nurul Fajriah Pinem 117039029/ MAG
PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
Judul : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia ke Uni Eropa Nama : Nurul Fajriah Pinem
Nim : 117039029
Program Studi : Magister Agribisnis
Menyetujui Komisi Pembimbing,
(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) (
Ketua Anggota
Dr. Ir. Surya Abadi Sembiring, MSi)
Ketua Program Studi,, Dekan,
Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada hari Rabu, 28 Agustus 2013.
Tim Penguji
Ketua : Dr. Ir. Tavi Supriana, MS
Anggota : 1. Dr. Ir. Surya Abadi Sembiring, MSi
: 2. Dr. Ir. Rahmanta Ginting, MSi
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul:
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
EKSPOR
CRUDE
PALM
OIL
(CPO)
INDONESIA
KE UNI EROPA
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, Agustus 2013 yang membuat pernyataan,
ABSTRAK
NURUL FAJRIAH PINEM. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia ke Uni Eropa (Di bawah bimbingan Dr. Ir. Tavi Supriana, MS sebagai ketua dan Dr. Ir. Surya Abadi Sembiring, MSi sebagai anggota).
Sejak tahun 2004, Crude Palm Oil (CPO) menjadi penyumbang terbesar terhadap produksi minyak nabati dunia. Indonesia memasok 47% kebutuhan CPO dunia, dan Malaysia menguasai 85% pasar CPO dunia. Sebagian besar diekspor ke Uni Eropa, India, China, dan Singapura. Harga pasar CPO dunia sampai saat ini masih dikendalikan di Eropa khususnya pasar Roterdam sebagai tolok ukurnya. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa. Data penelitian ini adalah data sekunder yang berjumah sebanyak 44 data triwulan yang dikumpulkan dari Tahun 2002-2012. Data dianalisis dengan menggunakan metode analisis regresi linier berganda.
Hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan kebijakan perdagangan CSPO dan konsumsi CPO Uni Eropa terhadap volume ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa. Harga CPO berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap volume ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa. Harga minyak rapeseed, harga minyak kedelai, PDB Uni Eropa dan konsumsi Uni Eropa berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap volume ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa. Harga CPO, harga minyak rapeseed, harga minyak kedelai, kebijakan perdagangan CSPO dan konsumsi CPO Uni Eropa bersifat inelastis, sementara PDB Uni Eropa bersifat elastis.
ABSTRACT
NURUL FAJRIAH PINEM. Analysis of Factors Affecting Exports of Crude Palm Oil (CPO) Indonesia to the European Union (Supervised by Dr. Ir. Tavi Supriana, MS and Dr. Ir. Surya Abadi Sembiring, MS ).
Since 2004, Crude Palm Oil (CPO) is the largest contributor to the production of vegetable oil. Indonesia supplies 47 % of the world's palm oil, and Malaysia dominate 85% of palm oil market in the world. Most of them exported to European Union, India, China, and Singapore. World market price of CPO is still under controlled by European market particulary. Rotterdam as the standar. The purpose of this study was to analyze the factors influenced the Indonesian CPO exports to the EU. The data of this research use secondary data comprises 44 quartely which collected between 2002 s/d 2012.
Based on data analysis, it is found that there is a positive significant effect of the CSPO trade policies and CPO consumption of Europan Union to Indonesian CPO export volume to the EU. The price of crude palm, rapeseed and soybean oil, GDP Europan Union and consumption of EU give positive effect but not significant to Indonesian CPO export volume to the EU. The price of crude palm, rapeseed and soybean oil, CSPO trade policies and EU CPO consumption give inelastict effect to Indonesian CPO export volume to the EU. While GDP Europan Union give elastict effect to Indonesian CPO export volume to the EU.
RIWAYAT HIDUP
NURUL FAJRIAH PINEM, lahir di Medan pada tanggal 28 April 1982 dari Bapak Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr dan Ibu Dra. Herawaty Ginting, M.Si Apt. Penulis merupakan anak ke satu dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:
1. Tahun 1988 masuk Sekolah Dasar Al-Azhar Medan, tamat tahun 1994.
2. Tahun 1994 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Medan, tamat
tahun 1997.
3. Tahun 1997 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri 15 Medan, tamat
tahun 2000.
4. Tahun 2000 diterima di Sosial Ekonomi Pertanian Jurusan Agribisnis
Universitas Sumatera Utara, tamat tahun 2005.
5. Tahun 2011 melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Magister Agribisnis
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah dan
rahmat-NYA penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan ia
dan motivasi dari Ibu Dr. Ir Tavi Supriana, M.S selaku ketua komisi pembimbing
dan Dr. Ir. Surya Abadi Sembiring, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang
telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis .
Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua
yang telah inspirasi kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi. Kepada kedua saudaraku tercinta Shabrina Harumi Pinem,
S.Sos, M.Si dan Rahmat Bukhari Pinem, Amd. Untuk seluruh sahabatku yang
telah memberikan waktu, tenaga dan masukan dalam penyusunan tesis ini Mifta
Elfahmi, Tuty Ningsih, Riantri Barus, Yudi Damanik, Tasya Chairuna Pane, Dian
Rachmawati dan seluruh teman di angkatan lima Magister Agribisnis.
Penulis menyadari bahwa materi dan isi yang disajikan dalam tesis ini
masih jauh dari sempurna karena keterbatasan waktu dan kemampuan yang
dimiliki. Dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
DAFTAR ISI
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 3
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 4
2.2 Landasan Teori ... 6
2.2.1 Perdagangan Internasional ... 6
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa ... 9
2.3 Kerangka Pemikiran ... 17
2.4 Hipotesis Penelitian ... 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data ... 21
3.3 Uji Asumsi Klasik... 22
3.3.1 Uji Autokorelasi ... 22
3.3.2 Uji Multikolinearitas ... 23
3.3.3 Uji Heteroskedastisitas ... 23
3.4 Uji Hipotesis ... 24
3.4.1 Uji F ... 24
3.4.2 Uji t ... 25
3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 25
3.5.1 Definisi ... 25
3.5.2 Batasan Operasional ... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Variabel Penelitian . ……….. 27
4.1.1 Perkembangan Ekspor CPO Indonesia……….. 27
26 4.1.2 Harga Minyak Nabati Dunia ... 28
4.1.3 PDB Uni Eropa ... 29
4.1.4 Konsumsi CPO Uni Eropa ... 30
4.2 Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa ………...32
4.2.1 Uji Penyimpangan Model Klasik ... 32
4.2.1.1 Uji Multikolinearitas ... 32
4.2.3 Hasil Estimasi Elastisitas Model Linier ... 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 43
5.2 Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
DAFTAR TABEL
No Judul Hal
1. Nilai Toleran Variabel Independen ………. 32
2. Tabel Run Test ……… 34
3. Tabel Uji Normalitas ……… 35
4. Tabel Hasil Estimasi Regresi Model Linier ……… 36
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Keseimbangan Harga di pasar Internasional ……….
Skema Kerangka Pemikiran ………..
Grafik Perkembangan Ekspor CPO Indonesia Tahun 2002-2012..
Grafik Fluktuasi Harga CPO, Minyak Rapeseed, Minyak Kedelai Dunia Tahun 2002-2012 ………...
Grafik Perkembangan PDB Uni Eropa Tahun 2002-201 2………..
Grafik Perkembangan Konsumsi CPO Uni Eropa
Tahun 2002-2012 ………..
Diagram Tebar ……….. 7
19
27
28
30
31
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Hal
1. Volume Ekspor CPO Indonesia Per Triwulan
Tahun 2002-2012 (Ton)……… ……….. 46
2. Harga CPO Per TriwulanTahun 2002-2012 (USD) ……… 47
3. Harga Minyak Rapeseed Per Triwulan Tahun 2002-2012 (USD)…..
48
4. Harga Minyak Kedelai Per Triwulan Tahun 2002-2012 (USD) …… 49
5. PDB Uni Eropa Per Triwulan Tahun 2002-2012 (Trilyun Dollar) ... 50
6. Konsumsi CPO Uni Eropa Per Triwulan Tahun 2002-2012
(Ribu Ton) ………... 51
7. Kebijakan CSPO Per Triwulan Tahun 2002-2012 ……….. 52
8. Data Volume Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa, Harga CPO Dunia, Harga Minyak Rapeseed Dunia, Harga Minyak Kedelai Dunia, PDB Uni Eropa, Konsumsi Uni Eropa dan Kebijakan
Perdagangan CSPO ………. 53
9. Data Volume Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa, Harga CPO Dunia, Harga Minyak Rapeseed Dunia, Harga Minyak Kedelai Dunia, PDB Uni Eropa, Konsumsi Uni Eropa dan Kebijakan
Perdagangan CSPO dalam logaritma natural ...……….. 56
10. Hasil Analisis Regresi Pengaruh Harga CPO Dunia, Harga Minyak Rapeseed Dunia, Harga Minyak Kedelai Dunia, PDB Uni Eropa, Konsumsi Uni Eropa dan Kebijakan Perdagangan CSPO terhadap Volume Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa per triwulan Tahun
ABSTRAK
NURUL FAJRIAH PINEM. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia ke Uni Eropa (Di bawah bimbingan Dr. Ir. Tavi Supriana, MS sebagai ketua dan Dr. Ir. Surya Abadi Sembiring, MSi sebagai anggota).
Sejak tahun 2004, Crude Palm Oil (CPO) menjadi penyumbang terbesar terhadap produksi minyak nabati dunia. Indonesia memasok 47% kebutuhan CPO dunia, dan Malaysia menguasai 85% pasar CPO dunia. Sebagian besar diekspor ke Uni Eropa, India, China, dan Singapura. Harga pasar CPO dunia sampai saat ini masih dikendalikan di Eropa khususnya pasar Roterdam sebagai tolok ukurnya. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa. Data penelitian ini adalah data sekunder yang berjumah sebanyak 44 data triwulan yang dikumpulkan dari Tahun 2002-2012. Data dianalisis dengan menggunakan metode analisis regresi linier berganda.
Hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan kebijakan perdagangan CSPO dan konsumsi CPO Uni Eropa terhadap volume ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa. Harga CPO berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap volume ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa. Harga minyak rapeseed, harga minyak kedelai, PDB Uni Eropa dan konsumsi Uni Eropa berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap volume ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa. Harga CPO, harga minyak rapeseed, harga minyak kedelai, kebijakan perdagangan CSPO dan konsumsi CPO Uni Eropa bersifat inelastis, sementara PDB Uni Eropa bersifat elastis.
ABSTRACT
NURUL FAJRIAH PINEM. Analysis of Factors Affecting Exports of Crude Palm Oil (CPO) Indonesia to the European Union (Supervised by Dr. Ir. Tavi Supriana, MS and Dr. Ir. Surya Abadi Sembiring, MS ).
Since 2004, Crude Palm Oil (CPO) is the largest contributor to the production of vegetable oil. Indonesia supplies 47 % of the world's palm oil, and Malaysia dominate 85% of palm oil market in the world. Most of them exported to European Union, India, China, and Singapore. World market price of CPO is still under controlled by European market particulary. Rotterdam as the standar. The purpose of this study was to analyze the factors influenced the Indonesian CPO exports to the EU. The data of this research use secondary data comprises 44 quartely which collected between 2002 s/d 2012.
Based on data analysis, it is found that there is a positive significant effect of the CSPO trade policies and CPO consumption of Europan Union to Indonesian CPO export volume to the EU. The price of crude palm, rapeseed and soybean oil, GDP Europan Union and consumption of EU give positive effect but not significant to Indonesian CPO export volume to the EU. The price of crude palm, rapeseed and soybean oil, CSPO trade policies and EU CPO consumption give inelastict effect to Indonesian CPO export volume to the EU. While GDP Europan Union give elastict effect to Indonesian CPO export volume to the EU.
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelapa Sawit merupakan tanaman perkebunan yang berkontribusi besar
terhadap perekonomian Indonesia dan juga digunakan sebagai sumber bahan baku
pembuatan minyak goreng.
Crude Palm Oil (CPO) adalah salah satu hasil turunan dari tanaman
kelapa sawit. CPO dijual dengan harga rendah tetapi mempunyai kegunaan yang
beraneka ragam, salah satunya adalah sebagai bahan baku pembuatan biodiesel.
Pemasaran CPO di dunia dikuasai oleh Malaysia sekitar 85 %, sementara
Indonesia sebagai produsen CPO di dunia hanya mampu memasok sekitar 47 %
dari total CPO dunia. Oleh sebab itu Indonesia harus dapat memperbaiki sistem
internal dari hulu ke hilir agar mempuyai keunggulan untuk dapat bersaing di
pasar Internasional.
Ekspor CPO memiliki tingkat permintaan yang paling tinggi karena nilai
jual yang tinggi dibandingkan beberapa jenis minyak nabati lainnya seperti
Coconut Oil, Cotton Seed Oil, Olive Oil, Palm Oil, Palm Kernel Oil,Peanut Oil,
Rape Seed Oil, Soybean Oil dan Sun Fower Oil. Sumber dari Foreign Agricultural
Service (FAS) menjelaskan untuk rata-rata persentase ekspor CPO dunia tahun
2002 - Januari 2012 adalah sebagai berikut: Coconut Oil (3,76%), Cotton Seed Oil
(0,28 %), Olive Oil (1,33%), Palm Oil (59,14%), Palm Kernel Oil (4,57%),
Peanut Oil (0,38%), Rapeseed Oil (3,94%), Soybean Oil (19,24%) dan Sun
Flower Oil (7,42%). Dari data terlihat bahwa tingkat permintaan CPO di dunia
Beberapa negara yang mengkonsumsi CPO di dunia antara lain adalah
negara China, Uni Eropa (UE), India, Indonesia, Malaysia dan beberapa negara
lainnya di dunia. Selain CPO, minyak kanola atau yang dikenal dengan rapeseed
oil juga memiliki jumlah permintaan yang cukup besar. Produk Indonesia akan
dapat merambah pasar Eropa asalkan memiliki standar produk yaitu ramah
lingkungan. Menurut Partiwi (2011) beberapa produk turunan utama dari CPO
yang diproduksi oleh Uni Eropa yaitu minyak makan dan biodiesel. Pada tahun
2010 Uni Eropa merupakan produsen dan pasar biodiesel terbesar di dunia dengan
target pasar sebesar 5,75% dari total konsumsi minyak diesel untuk transportasi.
Penduduk Uni Eropa saat ini sudah mencapai 500 juta jiwa dengan
keanggotaan dari 27 negara. Dengan bertambahnya penduduk Uni Eropa ada
kemungkinan bertambahnya keanggotaan Uni Eropa, maka diperkirakan akan
semakin besar kebutuhan akan CPO termasuk CPO dari Indonesia.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor CPO Indonesia ke
wilayah Uni Eropa.
2. Seberapa besar elastisitas masing masing faktor yang mempengaruhi ekspor
1.3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor CPO Indonesia ke
wilayah Uni Eropa.
2. Menganalisis elastisitas masing-masing faktor yang mempengaruhi ekspor
CPO Indonesia ke wilayah Uni Eropa.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi mengenai tren ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa.
2. Memberikan informasi mengenai faktor–faktor yang mempengaruhi ekspor
CPO Indonesia ke Uni Eropa.
3. Dapat dijadikan bahan pembanding dan referensi untuk
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian Suherwin (2012), tentang harga Crude Palm Oil dengan
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga CPO dunia. Tujuan umum
penelitian adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga
CPO dunia. Tujuan khusus penelitian menganalisis variabel-variabel seperti luas
kebun kelapa sawit dunia time lag 5 tahun, biaya produksi CPO, produksi minyak
kedelai dunia, harga minyak kedelai dunia, permintaan CPO dunia tahun
sebelumnya, dan harga minyak bumi dunia terhadap harga CPO dunia baik secara
langsung ataupun secara tidak langsung melalui intervening variabel.
Studi Wardani (2008), tentang Dampak Kebijakan Perdagangan di Sektor
Industri CPO terhadap Keseimbangan Pasar Minyak Goreng Sawit dalam Negeri
bertujuan untuk: Pertama, mengkaji faktor-faktor apakah yang mempengaruhi
ekspor CPO dan keseimbangan pasar minyak goreng sawit di Indonesia. Kedua,
menganalisis keterkaitan antar keduanya. Ketiga, untuk mengetahui dampak pajak
ekspor di sektor industri CPO terhadap keseimbangan pasar dan harga minyak
goreng sawit dalam negeri. Untuk tujuan tersebut, beberapa variabel yang diteliti
adalah ekspor CPO, produksi CPO, luas areal kelapa sawit, harga ekspor CPO,
harga CPO domestik, pendapatan nasional Indonesia, jumlah penduduk Indonesia,
pajak ekspor CPO, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, harga dan produksi
minyak goreng sawit dalam negeri, permintaan minyak goreng sawit dalam
goreng kelapa, impor minyak goreng sawit serta harga impor minyak goreng
sawit.
Penelitian tentang produksi dan ekspor CPO yang dilakukan oleh Hansen
(2008), tentang Peramalan Produksi dan CPO Indonesia serta Implikasi Hasil
Ramalan terhadap Kebijakan. Besarnya jumlah produksi untuk ekspor ternyata
tidak hanya membawa pengaruh yang baik bagi kinerja perekonomian, tetapi
berpotensi menimbulkan kelangkaan CPO dalam negeri. Hal ini terjadi karena
insentif yang tinggi dari para pengusaha kelapa sawit untuk mengekspor
produknya sebagai respon dari meningkatnya harga CPO dunia. Oleh karena itu,
perlu kebijakan yang tepat dalam meredam laju ekspor dan mengimbanginya
untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Salah satu bagian dari perencanaan
tersebut menyangkut peramalan produksi dan ekspor yang akan terjadi di masa
yang akan datang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis data, mendapatkan
model peramalan terbaik dan menerapkan hasil peramalan tersebut dalam
kebijakan. Data pada penelitian diperoleh dari Sub Direktorat Tanaman
Perkebunan BPS yang berupa data triwulan produksi dan ekspor CPO Indonesia
dari tahun 1994 sampai 2007 yang kemudian diagregasi ke bentuk triwulan.
Penelitian tentang produksi dan ekspor CPO yang dilakukan oleh Susila
(2004), tentang Dampak Pajak CPO - Ekspor terhadap Beberapa Aspek Industri
CPO Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengontrol pasokan CPO
domestik, harga CPO dan harga minyak goreng. Pemerintah Indonesia telah
memberlakukan pajak CPO - ekspor sejak Agustus 1994. Industri CPO
memainkan peran penting dalam perekonomian Indonesia. Pemberlakuan pajak
investasi, produksi, perdagangan, pendapatan usaha tani dan distribusi
kesejahteraan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai dampak tersebut
menggunakan model ekonometrik industri. Hasil penelitian mengungkapkan
bahwa kebijakan pajak ekspor telah menghambat laju pertumbuhan investasi,
produksi, ekspor dan pendapatan usaha tani. Di sisi lain, kebijakan ini
telah menjadi instrumen yang efektif untuk mengendalikan CPO domestik dan
memasok harga minyak sawit dunia. Selain itu, kebijakan ini menjadi media untuk
mentransfer kesejahteraan substansial dari produsen ke konsumen dan pemerintah.
2.2. Landasan Teori
2.2.1 Perdagangan Internasional
Pada dasarnya beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan
internasional suatu negara dengan negara lainnya bersumber dari keinginan
memperluas pasaran komoditi ekspor, memperbesar penerimaan devisa bagi
kegiatan pembangunan, adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar
negara, serta akibat adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi
tertentu. Dalam teori mengenai timbulnya perdagangan internasional,
Heckser-Ohlin menganggap bahwa suatu negara dicirikan oleh faktor bawaan yang
berbeda, sedangkan fungsi produksi di semua negara adalah sama. Berdasarkan
asumsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan fungsi produksi yang sama dan
faktor bawaan yang berbeda antar negara. Suatu negara cenderung untuk
mengekspor komoditi yang menggunakan faktor produksi yang lebih banyak dan
secara relatif murah dan mengimpor barang-barang yang menggunakan
Secara teoritis, suatu negara (misal negara A) akan mengekspor suatu
komoditi (misal CPO) ke negara lain (misal negara B) karena harga domestik di
negara A lebih rendah jika dibandingkan dengan harga domestik di negara B.
Struktur harga yang relatif rendah di negara A tersebut disebabkan adanya
kelebihan penawaran (excess supply) yaitu produksi domestik yang melebihi
konsumsi domestik. Dalam hal ini faktor produksi di negara A relatif berlimpah.
Dengan demikian negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan
produksinya ke negara lain (Salvatore, 1997).
Di pihak lain, negara B terjadi kekurangan penawaran karena konsumsi
domestiknya melebihi produksi domestik (excess demand) sehingga harga
menjadi tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli komoditi
negara lain yang harganya relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi
antara negara A dan negara B, maka dapat terjadi perdagangan antara kedua
negara tersebut dimana negara A akan mengekspor komoditi CPO ke negara B
(Salvatore, 1997).
Jumlah dan harga komoditas yang diekspor dapat ditentukan setelah
diketahui kurva penawaran dan persediaan yang merupakan perangkat geometris
utama. Secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan internasional,
harga di negara A sebesar A, sedangkan di negara B sebesar B. Penawaran di
pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari A
sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional
lebih rendah dari B. Pada saat harga internasional sama dengan A atau B maka
tidak terjadi perdagangan internasional. Apabila harga internasional lebih besar
dari A maka terjadi excess supply (ES) pada negara A dan apabila harga
internasional lebih rendah dari B maka terjadi excess demand (ED) pada negara
B. Dengan demikian, dari A dan B tersebut akan terbentuk kurva ES dan ED di
pasar internasional, dimana perpotongan antara kurva ES dan ED akan
menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P.
Jenis kebijakan perdagangan internasional terdiri atas :
a. Kebijakan perdagangan bebas adalah kebijakan perdagangan yang
menginginkan adanya kebebasan dalam perdagangan, sehingga tidak ada
rintangan yang menghalangi arus produk dari dan ke luar negeri.
Manfaat dari perdagangan bebas menurut Teori Klasik adalah sebagai
berikut: Pertama dapat mendorong persaingan antar pengusaha, sehingga nantinya
akan mendorong terjadinya efisiensi biaya (cost) sehingga mampu menghasilkan
produk dengan harga yang mampu bersaing. Kedua, meningkatkan mobilitas
modal, tenaga ahli dan investasi (faktor produksi) ke berbagai negara sehingga
dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi. Ketiga, meningkatkan perolehan laba
sehingga memungkinkan para pengusaha berinvestasi lebih luas. Keempat
konsumen dapat lebih bebas dalam menentukan variasi dan pilihan produk yang
b. Kebijakan Perdagangan Proteksionis adalah kebijakan/ aturan perdagangan
yang berfungsi melindungi produk-produk dalam negeri agar mampu bersaing
dengan produk asing dengan melakukan cara membuat berbagai rintangan dan
hambatan arus produksi dalam dan keluar negeri.
Alasan dilakukan kebijakan proteksionis adalah: Pertama, hanya negara
maju saja yang dapat diuntungkan, karena memiliki modal dan teknologi tinggi.
Selain itu harga jual produk dari negara-negara maju dinilai terlalu tinggi
dibanding dengah harga bahan baku yang dihasilkan oleh negara-negara
berkembang. Kedua, untuk melindungi industri dalam negeri yang baru tumbuh.
Ketiga, untuk membuka lapangan kerja. Untuk membuat proteksi maka industri
dalam negeri dapat tetap hidup dan dengan demikian akan mampu membuka
lapangan kerja bagi masyarakat. Keempat, untuk menyehatkan neraca
pembayaran. Kelima untuk meningkatkan penerimaan negara
2.2.2 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Ekspor CPO Indonesia 2.2.2.1 Harga
Harga adalah satuan nilai yang diberikan pada suatu komoditi sebagai
informasi kontraprestasi dari produsen/ pemilik komoditi. Dalam teori ekonomi
disebutkan bahwa harga suatu barang atau jasa yang pasarnya kompetitif, maka
tinggi rendahnya harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran pasar. Oleh
karena itu dalam penelitian ini harga pasar CPO akan ditinjau dari sisi penawaran
dan permintaan pasar (Wardani, 2008). Harga CPO di dalam negeri sangat
merupakan insentif yang besar bagi pengusaha CPO domestik untuk mengekspor
CPO dan menghindarkan diri dari kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan CPO
dalam negeri. Ketika terjadi kenaikan harga CPO dunia, para produsen sawit
akan lebih memilih memasarkan produknya di pasar internasional (Wardani,
2008).
Ekspor merupakan kelebihan penawaran domestik yang tidak dikonsumsi
oleh konsumen negara itu sendiri dan tidak disimpan dalam bentuk stok. Sehingga
dapat dirumuskan sebagai berikut:
QXt = Qt – Ct – St-1
Dimana:
... (1)
QXt
Q
= Jumlah yang diekspor
t
Ct = Jumlah konsumsi = Jumlah produksi
St-1
Jumlah stok diasumsikan tetap dari tahun ke tahun, maka : = Stok pada tahun t
= Jumlah yang diekspor
t
QDt = Jumlah penawaran domestik (Rahardja dan Manurung, 2002) = Jumlah produksi
2.2.2.2 Elastisitas Permintaan
Elastisitas harga permintaan mengukur seberapa banyak permintaan
permintaan mempengaruhi total penerimaan yang diterima oleh penjual ataupun
produsen. Hubungan keduanya adalah sebagai berikut:
1. Permintaan tidak elastis sempurna (=0), perubahan harga tidak
mempengaruhi kuantitas yang diminta atas barang. Dengan demikian,
kenaikan harga akan meningkatkan total penerimaan.
2. Permintaan tidak elastis (< 1), persentase perubahan kuantitas yang diminta
lebih kecil dari persentase perubahan harga. Oleh karena itu, kenaikan harga
akan meningkatkan total penerimaan penjual/ produsen.
3. Permintaan uniter elastis (= 1), persentase perubahan kuantitas sama dengan
persentase perubahan harga. Dengan demikian, tidak ada pengaruh terhadap
total penerimaan.
4. Permintaan elastis (> 1), persentase perubahan kuantitas yang diminta lebih
besar dari persentase perubahan harga. Oleh karenanya, kenaikan harga
akan menurunkan total penerimaan penjual/ produsen.
5. Permintaan elastis sempurna (tak terhingga), kenaikan harga akan
menyebabkan permintaan turun jadi 0. Oleh karenanya, kenaikan harga
sekecil apapun akan menghilangkan total penerimaan. Sementara penurunan
harga akan menurunkan total penerimaan.
Q1 = Jumlah barang mula-mula ……….. (3)
Empat faktor utama dalam menentukan elastisitas permintaan:
1. Produk substitusi.
Semakin banyak produk pengganti (substitusi), permintaan akan semakin
elastis. Hal ini dikarenakan konsumen dapat dengan mudah berpindah ke
produk substitusi jika terjadi kenaikan harga, sehingga permintaan akan
produk akan sangat sensitif terhadap perubahan harga.
2. Jumlah pendapatan yang dibelanjakan.
Semakin tinggi bagian pendapatan yang digunakan untuk membelanjakan
produk tersebut, maka permintaan semakin elastis. Produk yang harganya
mahal akan membebani konsumen ketika harganya naik, sehingga konsumen
akan mengurangi permintaannya. Sebaliknya pada produk yang harganya
murah.
3. Produk mewah versus kebutuhan.
Permintaan akan produk kebutuhan cenderung tidak elastis, dimana
konsumen sangat membutuhkan produk tersebut dan mungkin sulit mencari
substitusinya. Akibatnya, kenaikan harga cenderung tidak menurunkan
permintaan. Sebaliknya, permintaan akan produk mewah cenderung elastis,
dimana barang mewah bukanlah sebuah kebutuhan dan substitusinya lebih
mudah dicari. Akibatnya, kenaikan harga akan menurunkan permintaan.
4. Jangka waktu permintaan dianalisis.
Semakin lama jangka waktu permintaan dianalisis, semakin elastis permintaan
akan suatu produk. Dalam jangka pendek, kenaikan harga yang terjadi di pasar
produk yang biasa dikonsumsi. Dalam jangka panjang, konsumen telah
menyadari kenaikan harga, sehingga mereka akan pindah ke produk substitusi
yang tersedia. Selain itu, dalam jangka panjang kualitas dan desain produk
juga berubah, sehingga lebih mudah menyebabkan konsumen pindah ke
produk lain (yasinta.wordpress.com, 2008).
2.2.2.3 Produk Domestik Bruto
Menurut Lipsey (1995), Gross Domestic Product (GDP) atau disebut
juga dengan Produk Domestik Bruto (PDB) adalah pendapatan nasional yang
diukur dari sisi pengeluaran yaitu jumlah pengeluaran konsumsi, investasi,
pengeluaran pemerintah dan ekspor-impor. PDB dikategorikan menjadi dua, yaitu
nominal dan riil. Dikatakan PDB nominal, apabila PDB total yang dinilai pada
harga-harga sekarang. Sedangkan PDB yang dinilai pada harga periode dasarnya
disebut PDB riil sering disebut sebagai pendapatan nasional riil. Pendapatan
nasional dapat dihitung berdasarkan dua harga yang telah ditetapkan pasar, yaitu
PDB harga berlaku dan PDB harga konstan.
Pendapatan nasional pada harga berlaku adalah nilai barang-barang dan
jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu menurut/
berdasarkan harga yang berlaku pada periode tersebut. Pendapatan nasional pada
harga konstan adalah nilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu
negara dalam periode tertentu, berdasarkan harga yang berlaku pada suatu tahun
tertentu yang dipergunakan seterusnya dalam menilai barang-barang dan jasa
2.2.2.4 Teori Konsumsi
1. Teori konsumsi Keynes terdiri dari konsep yaitu kecenderungan
mengkonsumsi marjinal (marginal propersity to consume), rasio konsumsi
terhadap pendapatan dan pendapatan sebagai determinan konsumsi yang
penting.
2. Teori konsumsi Kuznet menolak asumsi Keynes tentang kecenderungan
konsumsi rata-rata menurun saat pendapatan naik. Menurutnya rasio antara
konsumsi dengan pendapatan ternyata stabil dari dekade ke dekade, walaupun
telah terjadi kenaikan pendapatan.
3. Teori konsumsi berdasar hipotesis siklus hidup yang dikemukakan oleh Ando,
Brumberg dan Modigliani membagi konsumsi seseorang berdasarkan tiga
bagian yaitu bagian I adalah umur 0 sampai dengan t1 seseorang mengalami
dissaving, bagian II adalah umur t1 sampai dengan t2 seseorang mengalami
saving, dan bagian III adalah umur t2
4. Teori konsumsi pendapatan permanen oleh Friedman berasumsi konsumsi
seharusnya tergantung pada pendapatan permanen karena konsumen
menggunakan tabungan dan pinjaman untuk melancarkan konsumsi dalam
menanggapi perubahan pendapatan sementara.
dimana orang kembali melakukan
dissaving.
5. Dalam jangka panjang teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan relatif
yaitu kenaikan penghasilan masyarakat secara keseluruhan tidak akan
mengubah distribusi penghasilan seluruh masyarakat. Untuk jangka pendek
besarnya konsumsi seseorang dipengaruhi oleh besarnya penghasilan tertinggi
2.2.2.5 Teori Eksternalitas
Dalam suatu perekonomian modern, setiap aktivitas mempunyai
keterkaitan dengan aktivitas lainnya. Apabila semua keterkaitan antara suatu
kegiatan dengan kegiatan lainnya dilaksanakan melalui mekanisme pasar atau
melalui suatu sistem, maka keterkaitan antar berbagai aktivitas tersebut tidak
menimbulkan masalah. Akan tetapi banyak pula keterkaitan antar kegiatan yang
tidak melalui mekanisme pasar sehingga timbul berbagai macam masalah.
Keterkaitan suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme
pasar adalah apa yang disebut dengan eksternalitas (Ferry, 2010).
Eksternalitas adalah suatu efek samping dari suatu tindakan pihak tertentu
terhadap pihak lain, baik dampak yang menguntungkan maupun yang merugikan.
Eksternalitas digambarkan sebagai efek yang dirasakan oleh seseorang yang
ditimbulkan oleh tindakan orang lain. Definisi eksternalitas secara implisit
membedakan antara dua kategori yaitu eksternalitas dalam hal hubungan laba dan
eksternalitas konsumsi setiap kali tingkat utilitas terpengaruh.
Eksternalitas jika ditinjau dari segi pihak-pihak yang melakukan dan pihak yang
menerima akibat dari eksternalitasdapat dibagimenjadi empat yaitu:
1. Eksternalitas produsen terhadap produsen
Eksternalitas produsen terhadap produsen terjadi ketika output dan input yang
digunakan oleh suatu perusahaan mempengaruhi output dan input yang
digunakan oleh perusahaan lain.
2. Eksternalitas produsen terhadap konsumen
Dalam kasus eksternalitas produsen terhadap konsumen eksternalitas terjadi
3. Eksternalitas konsumen terhadap produsen
Jenis eksternalitas konsumen terhadap produsen jarang terjadi didalam
praktek. Eksternalitas konsumen terhadap produsen meliputi efek dari
kegiatan konsumen terhadap output perusahaan.
4. Eksternalitas konsumen terhadap konsumen
Eksternalitas konsumen terhadap konsumen terjadi ketika kegiatan suatu
konsumen mempengaruhi utilitas konsumen lain.
Jenis-jenis eksternalitas yang lainnya adalah :
1. Eksternalitas uang/Pecuniary externalities
Menurut Dagupta dan Pearce, eksternalitas berupa uang merujuk pada
pengaruh produksi atau utilitas pada pihak ketiga karena perubahan
permintaan. Eksternalitas negatif berupa uang dapat terjadi ketika peningkatan
produksi suatu industri menyebabkan peningkatan harga input yang digunakan
oleh industri lain. Eksternalitas berupa uang juga mempengaruhi penawaran
pasar dan kondisi permintaan. Intinya eksternalitas uang hanya mempengaruhi
harga tanpa mempengaruhi kemungkinan teknis produksi atau komsumsi.
2. Eksternalitas teknikal/Technical Eksternalities
Eksternalitas teknikal mengacu pada efek dimana fungsi produksi atau fungsi
utilitas terpengaruh. Eksternalitas teknikal mengacu pada eksternalitas yang
secara langsung mempengaruhi produksi perusahaan dalam fungsi utilitas
individu. Jadi eksternalitas teknikal adalah tindakan seseorang dalam
konsumsi maupun produksi akan mempengaruhi tindakan konsumsi atau
2.2.2.6 RSPO
Dilatarbelakangi oleh anggapan bahwasannya
Certified Sustainable Palm Oil (CSPO) adalah kelanjutan daripada sistem
RSPO pada tahun 2004 adalah dimulainya perdagangan CSPO dimulai pada
Bulan September 2008. Adapun negara yang berkomitmen terhadap penggunaan
100 % minyak sawit berkelanjutan bersertifikat RSPO adalah Jerman, Inggris,
Belanda, Perancis dan Belgia (RSPO, 2013).
perkebunan kelapa sawit
berasal dari konversi hutan dan merusak lingkungan, maka munculah kebijakan
Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). RSPO bertujuan untuk
mempromosikan pengembangan dan penggunaan minyak kelapa sawit yang
berkelanjutan dengan kerjasama di antara mata rantai penyedia produksi. Sebagai
bukti penerapan RSPO, dilakukan audit dan sertifikasi oleh pihak ketiga yang
independen yang berperan sebagai lembaga sertifikasi (RSPO, 2013).
2.3Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori yang telah dibahas dan hasil penelitian
terdahulu ada beberapa variabel yang dimasukkan dalam skema kerangka
pemikiran yaitu Harga CPO dunia, harga minyak rapeseed dunia, harga minyak
kedelai dunia, PDB Uni Eropa, kebijakan perdagangan CSPO dan konsumsi Uni
Eropa.
Harga CPO yang semakin tinggi di pasar dunia dan belum terpenuhinya
kebutuhan dunia akan CPO menjadi salah satu variabel yang berpengaruh
terhadap volume ekspor CPO di Indonesia. Semakin tinggi harga CPO dunia akan
Harga minyak rapeseed dan minyak kedelai akan berpengaruh terhadap
volume ekspor Indonesia karena minyak rapeseed dan minyak kedelai merupakan
jenis minyak nabati yang fungsinya dapat menggantikan fungsi minyak CPO yaitu
sebagai bahan bakar biodiesel. Sebagai barang subtitusi pengaruh dari perubahan
harga minyak rapeseed dan minyak kedelai adalah semakin tinggi harga minyak
rapeseed dan minyak kedelai akan berdampak terhadap tingginya ekspor CPO
Indonesia ke Uni Eropa.
Perkembangan kegiatan dalam perekonomian menyebabkan jumlah barang
da
antara pertumbuhan ekonomi dengan kesejahteraan masyarakat, apabila
pertumbuhan ekonomi baik maka tingkat pendapatan masyarakat juga akan
meningkat. Semakin tinggi PDB Uni Eropa maka akan berpengaruh terhadap
meningkatnya volume ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa.
Minyak sawit berkelanjutan bersertifikat yang berskala dunia yang akan
berpengaruh terhadap pendapatan jumlah petani sawit independen dan plasma.
Kebijakan perdagangan CSPO dapat dijadikan sebagai salah satu variabel yang
berpengaruh terhadap besarnya volume ekspor Indonesia dengan menggunakan
sistem dummy. Volume ekspor CPO Indonesia diukur dengan menggunakan
penilaian sebelum adanya kebijakan CSPO tahun 2002 – Agustus 2008 dan
sesudah diberlakukannya kebijakan CSPO di Indonesia dari September 2008 –
Desember 2012. Dengan adanya kebijakan perdagangan CSPO, maka
perkebunan-perkebunan pemerintah maupun swasta yang menjalankan CSPO
Konsumsi menjadi salah satu variabel yang digunakan untuk melihat
jumlah volume ekspor CPO di Indonesia ke Uni Eropa. Berapa besar jumlah
konsumsi CPO Uni Eropa akan sangat berpengaruh terhadap besarnya jumlah
permintaan CPO Uni Eropa terhadap Indonesia. Semakin besar konsumsi CPO
Uni Eropa maka akan semakin tinggi volume ekspor CPO Indonesia ke Uni
Eropa.
Untuk lebih jelasnya faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor
CPO Indonesia ke Uni Eropa dapat dijelaskan pada skema kerangka pemikiran
pada pada Gambar 2.
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Ekspor CPO
Indonesia ke Uni Eropa
Harga CPO
Harga Minyak Rapeseed
Harga Minyak Kedelai
PDB Uni Eropa
Kebijakan Perdagangan CSPO
2.4 Hipotesis Penelitian
1. Harga CPO berpengaruh negatif dan tidak nyata terhadap volume ekspor
CPO Indonesia ke Uni Eropa. Harga minyak rapeseed, harga minyak kedelai,
PDB Uni Eropa berpengaruh positif dan tidak nyata terhadap volume ekspor
CPO Indonesia ke Uni Eropa. Sementara kebijakan perdagangan CSPO dan
konsumsi CPO Uni Eropa berpengaruh positif dan nyata terhadap volume
ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa.
2. Harga CPO, harga minyak rapeseed, harga minyak kedelai, kebijakan
perdagangan CSPO dan konsumsi CPO Uni Eropa bersifat inelastis.
III.
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder adalah data yang dicatat secara sistematis yang berbentuk data runtut
waktu (time series data). Data yang digunakan adalah data triwulan dari tahun
2002-2012 yang diperoleh dari berbagai sumber. Data dari Oil World, United
States Department of Agriculture (USDA), Foreign Agricultural Service (FAS),
Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Perdagangan dan Perindustrian dan
sumber-sumber lainnya.
3.2 Metode Analisis Data
Metode yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil atau method of
Ordinary Least Square (OLS) sedangkan operasional pengolahan data dilakukan
dengan software SPSS (Statistic Package for Social Science for Window 18).
Metode OLS mempunyai beberapa keunggulan yaitu secara teknis sangat mudah
dalam penarikan interpretasi dan perhitungan serta penaksiran BLUE (Best Linier
Unbiased Estimator).
Pengaruh masing-masing variabel bebas dalam penelitian ini adalah :
E= f (HCPO, HMR,HMK,PDB, KCSPO, C)……… (4)
Selanjutnya dari persamaan tersebut dijadikan model regresi linier berganda
sehinga diperoleh persamaan :
Untuk menguji elastisitas maka dapat dibuat dalam bentuk persamaan seperti
KCSPO : Kebijakan Perdagangan CSPO (Sebelum dan Sesudah)
C : Konsumsi Uni Eropa (Ribu/Ton)
β0 adalah perpotongan atau intercept
ei adalah variabel pengganggu
β1, β2 , β3, β4, β5, β6 adalah parameter
3.3 Uji Asumsi Klasik 3.3.1. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian obervasi yang
diurutkan menurut waktu (seperti deret waktu). Untuk mengetahui autokorelasi
digunakan uji Durbin Watson (DW). Adanya autokorelasi dalam regresi dapat
diketahui dengan menggunakan uji Durbin-Watson.Uji Durbin-Watson dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
i. Regresi model lengkap untuk mendapat nilai residual
iii. Hasil rumus tersebut (nilai d) kemudian dibandingkan dengan nilai d tabel
Durbin-Watson. Di dalam tabel itu dimuat 2 nilai yaitu nilai batas atas (du) dan
nilai batas bawah (dl) untuk berbagai nilai n dan k. Untuk autokorelasi positif (0 <
p < 1). Hipotesa nol (Ho) diterima, jika d > du, sebaliknya Ho ditolak jika d < dl.
Untuk autokorelasi negatif, Hipotesa nol (Ho) diterima jika (4-d) > du, sebaliknya
ditolak jika (4-d) < dl (Gujarati, 2003).
3.3.2. Uji Multikolinearitas
Masalah multikolinearitas muncul jika terdapat hubungan yang sempurna
atau pasti di antara beberapa variabel atau semua variabel independen dalam
model. Pada kasus multikolinearitas yang serius, koefisien regresi tidak lagi
menunjukkan pengaruh murni dari variabel independen dalam model. Ada
beberapa model untuk mendeteksi keberadaan multikolinearitas. Untuk
mendeteksi multikolinearitas digunakan uji pada variabel-variabel bebas dengan
pengukuran terhadap Varian Inflatio Factor (VIF). Apabila nilai VIF berada di
bawah 10 dikatakan bahwa persamaan tidak mengandung multikolinearitas
(Gujarati, 2003).
3.3.3 Uji Heterokedastisitas
Uji Heterokedastisitas dilakukan dengan uji Glejser mengusulkan untuk
meregresi nilai absolut residual terhadap variabel bebas, dengan persamaan
regresi sebagai berikut :
Ut = α + β Xt + vi ... (7)
heterokedastisitas. Apabila ternyata tidak signifikan bisa menerima asumsi
homokedastisitas (Ghozali, 2001).
3.4 Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dapat didasarkan dengan menggunakan dua hal, yaitu:
tingkat signifikansi atau probabilitas (α) dan tingkat kepercayaan atau confidence
interval. Didasarkan tingkat signifikansi pada umumnya orang menggunakan
0,05. Kisaran tingkat signifikansi mulai dari 0,01 sampai dengan 0,1. Tingkat
signifikansi adalah probabilitas melakukan kesalahan tipe I, yaitu kesalahan
menolak hipotesis ketika hipotesis tersebut benar. Tingkat kepercayaan pada
umumnya ialah sebesar 95%, yang dimaksud dengan tingkat kepercayaan ialah
tingkat dimana sebesar 95% nilai sampel akan mewakili nilai populasi dimana
sampel berasal. Dalam melakukan uji hipotesis terdapat dua hipotesis, yaitu: H0
(hipotesis nol) dan H1 (hipotesis alternatif).
3.4.1 Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui variabel bebas secara bersama-sama
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Signifikan berarti
hubungan yang terjadi dapat berlaku untuk populasi. Tingkat signifikansi
menggunakan α= 5% atau 0,05.
Kriteria Ho adalah sebagai berikut :
a. Jika nilai F hitung > α maka Ho ditolak dan H1 diterima. Artinya
berpengaruh nyata.
b. Jika nilai F hitung < α maka Ho diterima dan H1 ditolak. Artinya tidak
3.4.2 Uji t
Uji t digunakan untuk menguji secara parsial masing-masing variabel. Hasil
uji t dapat dilihat pada tabel coefficients pada kolom sig (significance). Jika
probabilitas nilai t atau signifikansi < 0,05, maka dapat dikatakan bahwa terdapat
pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Atau jika probabilitas
nilai t atau signifikansi > 0,05, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
pengaruh yang signifikan masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat.
3.5 Definisi dan Batasan Operasional 3.5.1 Definisi
1. Volume ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa adalah banyaknya jumlah
permintaan CPO Uni Eropa setiap tahunnya (Ribu Ton).
2. Harga CPO dunia adalah harga CPO yang berlaku di pasar Internasional
(Dollar).
3. Harga minyak rapeseed adalah harga minyak rapeseed yang dihitung dari
harga yang berlaku di pasar Internasional (Dollar).
4. Harga minyak kedelai adalah harga minyak kedelai yang dihitung dari harga
yang berlaku di pasar Internasional (Dollar).
5. Produk Domestik Bruto Uni Eropa yaitu perubahan jumlah produksi semua
total barang dan jasa yang dihasilkan Uni Eropa selama 1 tahun (Juta Dollar).
6. KCSPO adalah kebijakan perdagangan RSPO yang digunakan untuk
mengetahui pengaruh perdagangan CSPO terhadap ekspor CPO Indonesia ke
Uni Eropa.
7. Konsumsi Uni Eropa adalah besarnya jumlah penggunaan CPO Uni Eropa
3.5.2 Batasan Operasional
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Variabel Penelitian
4.1.1 Perkembangan Ekspor CPO Indonesia
Sejak tahun 2002, Indonesia merupakan pemasok CPO terbesar bagi pasar
dunia. Ekspor CPO memiliki prospek yang sangat cerah disebabkan oleh
peningkatan kosumsi produk-produk yang berbahan baku CPO yang sejalan
dengan pertumbuhan produk di berbagai negara. Untuk perkembangan konsumsi
minyak sawit (CPO) dunia dari tahun ke tahun terus menunjukkan cenderung
meningkat. China merupakan negara yang paling besar mengkonsumsi CPO
dunia. Selain itu negara Uni Eropa juga termasuk konsumen kedua terbesar yang
mengkonsumsi CPO di dunia. Adapun perkembangan volume ekspor CPO
Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Perkembangan Ekspor CPO Indonesia
Sumber : FAS. USDA, diolah
Dari Gambar 3. dapat dilihat pola ekspor CPO Indonesia dari tahun 2002
sampai dengan 2012. Grafik perkembangan ekspor CPO Indonesia dari tahun
2002 sampai dengan 2012 terjadi kenaikan secara keseluruhan. Kenaikan ekspor
CPO dimulai dari tahun 2007 sampai semester keempat tahun 2009 sekitar
1.009.201,32 ton. Hal ini disebabkan karena negara-negara Uni Eropa sedang
mengalami krisis finansial yang cukup parah. Oleh karena itu, permintaan CPO
Uni Eropa terhadap semakin meningkat tajam, karena harga CPO lebih murah
dibandingkan harga minyak nabati lainnya.
4.1.2 Harga Minyak Nabati Dunia
Salah satu faktor yang menjadi variabel dalam kegiatan perdagangan
adalah harga barang. Harga minyak nabati dunia yang dilihat adalah harga CPO,
harga minyak rapeseed dan harga minyak kedelai. CPO, minyak rapeseed dan
minyak kedelai sebagai barang subtitusi yang dapat saling menggantikan
fungsinya. Apabila harga CPO naik, maka dapat digantikan oleh minyak rapeseed
atau minyak kedelai tergantung daripada harga masing-masing minyak tersebut di
pasar dunia. Fungsi dari ketiga minyak ini adalah sebagai bahan baku daripada
biodiesel. Untuk mengetahui fluktuasi harga CPO, harga minyak rapeseed dan
harga minyak kedelai dunia dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Fluktuasi Harga CPO, Minyak Rapeseed, Minyak Kedelai Dunia
Sumber: FAS, USDA 2013, diolah
Dari Gambar 4. dapat dilihat fluktuasi harga CPO, harga minyak rapeseed
dan harga minyak kedelai secara bersamaan mengalami kenaikan dari tahun
2002-2012. Harga CPO mengalami kenaikan sejak awal tahun 2009 dan harga tertinggi
pada tahun 2011. Sementara harga minyak rapeseed mengalami peningkatan
dimulai pada tahun 2007, kemudian cenderung semakin meningkat dari tahun
2011 sampai 2012. Minyak kedelai mulai mengalami peningkatan harga sejak
tahun 2008 dan tahun 2011 sampai 2012 seterusnya.
4.1.3 Produk Domestik Bruto (PDB) Uni Eropa
Salah satu indikator perekonomian suatu negara atau kawasan dapat
dilihat dari besaran PDB. PDB adalah sumber terbesar dari anggaran
negara-negara Uni Eropa yang saat ini menggunakan basis pengenaan yang sama untuk
setiap negara anggota yakni sebesar 1,24 % dari total PDB. Seluruh aktivitas
Gambar 5. Perkembangan PDB Uni Eropa Tahun 2002-2012
Sumber : Eurostat 2013, diolah
Dari Gambar 5. terlihat adanya kecenderungan kenaikan PDB Eropa dari
tahun ke tahun. Kenaikan PDB tidak terlalu besar setiap tahunnya. Hal ini
disebabkan Uni Eropa merupakan negara-negara makmur dan telah memiliki
kesejahteraan yang cukup baik dibandingkan negara-negara berkembang lainnya.
PDB Uni Eropa tahun 2002 berkisar 2,5 triliun dollar dan mengalami kenaikan
sampai dengan 3,2 triliun dollar pada akhir tahun 2012.
4.1.4 Konsumsi CPO Uni Eropa
Peningkatan konsumsi biodiesel dunia mempengaruhi permintaan CPO
dunia semakin tinggi. Impor CPO negara Uni Eropa tidak hanya digunakan
untuk kepentingan pangan dan industri tetapi juga pengembangan biodiesel
masing-masing negara Uni Eropa. Kebutuhan konsumsi CPO Uni Eropa sangat
mempengaruhi besarnya volume Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa. Besarnya
jumlah konsumsi CPO Uni Eropa dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Perkembangan Konsumsi CPO Uni Eropa
Sumber : Eurostat 2013, diolah
Dari Gambar 6. dapat dilihat terjadi konsumsi CPO Uni Eropa fluktuasinya
cukup tajam. Perkembangan konsumsi CPO Uni Eropa pada awal tahun 2002
adalah 1.200.000 ton. Kemudian meningkat pada triwulan keempat tahun 2004
sekitar 2.900.000 ton. Jumlah konsumsi CPO Uni Eropa terbesar terjadi pada saat
resesi keuangan Eropa di akhir Tahun 2009 yaitu mencapai 3.200.000 ton.
Fluktuasi perkembangan konsumsi CPO Uni Eropa cukup tinggi, hal ini
disebabkan karena Uni Eropa tidak hanya mengkonsumsi CPO saja, tetapi juga
mengkonsumsi jenis minyak nabati lainnya seperti minyak rapeseed dan minyak
4.2 Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa
4.2.1 Uji Penyimpangan Model Klasik
4.2.1.1 Multikolinearitas
Salah satu asumsi regresi linier klasik adalah tidak adanya
multikolinieritas sempurna (no perfect multicollinearity). Suatu model regresi
dikatakan multikolinearitas bila terjadi hubungan linier antara semua variabel
bebas dari suatu model regresi. Akibatnya akan kesulitan untuk dapat melihat
pengaruh variabel penjelas terhadap variabel yang dijelaskan (Gujarati, 2003).
Nilai korelasi antar variabel independen dapat dijadikan untuk menentukan
ada tidaknya multikolinearitas antar masing-masing variabel. Hasil analis data
penelitian disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Toleran Variabel Independen
Variabel Kolinearitas Statistik Keputusan
Toleran VIF
HCPO 0.112 8.907 Bebas multikolinearitas
HMR 0.100 9.964 Bebas multikolinearitas
HMK 0.227 4.409 Bebas multikolinearitas
PDB 0.145 6.903 Bebas multikolinearitas
KCSPO 0.356 2.812 Bebas multikolinearitas
Consumption UE 0.726 1.378 Bebas multikolinearitas Sumber : Data penelitian yang diolah, Lampiran 10
Dari Tabel 1. dapat dilihat bahwa hasil perhitungan VIF untuk variabel
tersebut <10, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolenieritas antar
setiap variabel bebas dalam model regresi (Ghozali, 2001).
4.2.1.2 Autokorelasi
Autokorelasi (autocorelation) dapat didefinisikan sebagai korelasi/
(Gujarati, 2003). Untuk mengetahui ada atau tidaknya gejala autokoreklasi dalam
perhitungan regresi atas penelitian ini maka digunakan Durbin-Watson Test (DW
Test). Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai Durbin-Watson Test d= 2,151.
Dengan menggunakan tabel statistik d dan derajat kepercayaan 95% jumlah
observasi 44, serta jumlah variabel bebas sebanyak 6 maka diperoleh d = 2,178
angka dl =1,226 dan du = 1,837. Nilai 4-du = 2,163 dan 4-dl = 2,774. Dengan
menggunakan uji statistik Durbin Watson dua ujung (two tailed) maka
patokan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. d < dl = menolak Ho, artinya ada autokorelasi positif.
2. d > 4-dl = menolak Ho, artinya ada autokorelasi negatif.
3. du < d < 4-du = tidak menolak Ho artinya tidak ada autkorelasi.
4. dl < d <du atau 4-du < d < 4-dl = daerah tidak meyakinkan (ragu-ragu).
Jika nilai DW-test berada pada daerah ragu-ragu maka dapat dilakukan
Runs-test untuk memastikan ada tidaknya autokorelasi. Jika tingkat signifikansi
Runs-test > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi.
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji korelasi variabel dengan
nilai Durbin Watson adalah sebesar 2.178 maka diperoleh hasil : 4-du < d < 4-dl
= daerah tidak meyakinkan (ragu-ragu). Artinya belum dapat dipastikan apakah
terdapat autokorelasi antara setiap variabel pada persamaan di atas, oleh sebab itu
harus dilakukan uji Run Test untuk memastikan ada atau tidaknya autokorelasi
Tabel 2. Tabel Run Test
Run Test
Unstandardized Residual
Test Valuea 0.03563
Cases < Test Value 22 Cases >= Test Value 22
Total Cases 44
Number of Runs 26
Z 0.763
Asymp. Sig. (2-tailed) 0.446
Sumber : Data Penelitian Diolah, Lampiran 10
Dari hasil tabel Run Test, nilai signifikansi adalah 0,446. Artinya lebih
besar dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada persamaan
diatas bebas autokorelasi.
4.2.1.3 Heterokedastisitas
Dalam penelitian ini digunakan data deret waktu (time series) sehingga
kemungkinan terjadinya gangguan heterokedastisitas sangat kecil, namun
demikian tidak ada salahnya untuk melakukan uji heterokedastisitas dalam model
penelitian ini. Dalam bahasa ekonometrika situasi dimana varian (σ2) dari faktor
pengganggu atau error term/ disturbance term adalah sama untuk semua
observasi atau pengamatan atas variabel bebas (αi). Maka sering disebut dengan homokedastisitas (homoscedasticity). Dari hasil regresi linier berganda dapat
dilihat pada gambar scatter plot bahwasannya titik-titik menyebar secara merata
Gambar 7. Diagram Tebar
4.2.1.4 Normalitas
Hasil analisis data menunjukkan untuk uji Normalitas (Kolmogorov
Smirnov Z) diperoleh data signifikansi pada normal parameter sebesar 0,610.
Dengan tingkat kepercayaan > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data
yang digunakan dalam penelitian ini terdistribusi secara normal. Hasil analisis
data dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tabel Uji Normalitas
One Sample Kolmogorov – Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 44
Mean 0.0000000
Std. Deviation 0.21918923
Absolute 0.092
Positive 0.092
Negative -0.092
Kolmogorov – Smirnov Z 0.610
Asymp. Sig. (2 tailed) 0.850
4.2.2 Hasil Estimasi Model Linear Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa
Untuk memperoleh model regresi yang terbaik yang secara statistik
disebut BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) beberapa kriteria berikut harus
dipenuhi. Berdasarkan pengujian model akan didapatkan pula koefisien
determinasi (R2), dimana semakin tinggi koefisien determinasi maka akan
semakin baik model tersebut dalam arti semakin besar kemampuan variabel bebas
menerangkan variabel tergantung. Nilai R2 akan meningkat dengan bertambahnya
jumlah variabel bebas dalam persamaan. Namun dengan menambah jumlah
variabel bebas maka derajat bebas akan semakin kecil. Oleh sebab itu
dipergunakan R2 adjusted yang sudah mempertimbangkan derajat bebas,
disamping itu dapat pula diketahui koefisien determinasi partial R2
Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat
digunakan linier berganda dan metode yang digunakan adalah metode kuadrat
terkecil atau method of ordinary least square (OLS). Setelah dilakukan
pengolahan data menggunakan program SPSS 18 diperoleh hasil regresi dari
beberapa model linier seperti terlihat pada Tabel 4.
yang
menunjukkan seberapa besar kemampuan masing-masing variabel bebas
mempengaruhi variabel tergantung.
Tabel 4. Hasil Estimasi Regresi Model Linier
Variabel Koefisien t statistik Sig
(Constant) -11.163 -0.801 0.428
4.2.2.1 Uji F
Setelah dilakukan olah data diperoleh nilai signifikansi F 0,000 < 0,05.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Harga CPO, Harga Minyak Rapeseed, Harga
Minyak Kedelai, PDB Uni Eropa, Kebijakan Perdagangan CSPO dan Konsumsi
CPO Uni Eropa secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap volume ekspor
CPO Indonesia ke Uni Eropa.
4.2.2.2 Uji t
Untuk uji t digunakan α 0,05 dengan membandingkan nilai signifikansi antara setiap variabel yang ada. Dari Tabel 5 dapat dilihat untuk variabel yang
berpengaruh secara nyata adalah kebijakan perdagangan CSPO dan konsumsi
CPO Uni Eropa (<0,05). Sementara harga CPO, harga minyak rapeseed, harga
minyak kedelai dan PDB Uni Eropa tidak berpengaruh nyata terhadap volume
ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa karena nilainya lebih besar dari 0,05.
4.2.3 Hasil Estimasi Elastisitas Model Linier
Untuk mengetahui elastisitas digunakan model regresi linier yang telah
dikonversi dalam bentuk logaritma natural (ln). Sementara data koefisien dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Koefisien Regresi Linier
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
Model Regresi Linier Elastisitas
Dari Tabel 6 diatas dapat dibuat dalam bentuk persamaan linier elastisitas faktor-
faktor yang mempengaruhi ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa sebagai berikut
ini.
E = - 0,272 ln HCPO + 0,153 ln HMR + 0,042 ln HMK + 1,378 ln PDB
(0,259) + (0,370) + (0,194) + (1,058)
+ 0,293 ln KCSPO + 0,528 ln C
+ (0,121) + (0,159)
R2 = 0,599
Harga CPO berpengaruh negatif terhadap volume ekspor CPO Indonesia
ke Uni Eropa dengan elastisitas sebesar 0,272. Artinya setiap kenaikan harga CPO
sebesar 1%, maka volume CPO Indonesia ke Uni Eropa akan turun sebesar 0,272
% dari volume ekspor CPO Indonesia ke Eropa. Sesuai dengan teori permintaan
yang menjelaskan bahwa harga dipengaruhi oleh permintaan. Ketika permintaan
CPO dunia naik, maka harga CPO pun akan ikut naik. Akan tetapi, jika jumlah
permintaan CPO turun, maka harga CPO pun akan mengalami penurunan.
Dalam teori permintaan dijelaskan turunnya permintaan disebabkan oleh
naiknya atau terlalu tingginya harga di pasar, sehingga masyarakat berfikir ulang
untuk mengeluarkan biaya. Beberapa faktor lainnya yang menyebabkan
berkurangnya permintaan CPO adalah bergesernya selera konsumen. CPO
dianggap sebagai produk yang tidak ramah lingkungan dapat menyebabkan
berkurangnya selera masyarakat terhadap penggunaan CPO.
Faktor-faktor lainnya yang menyebabkan berkurangnya permintaan
terhadap CPO selain harga adalah adanya barang subtitusi seperti minyak
dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan produk turunan CPO seperti
minyak makan dan biodiesel. Tingkat pendapatan masyarakat juga mempengaruhi
jumlah permintaan terhadap CPO. Apabila pendapatan masyarakat semakin tinggi
maka masyarakat akan memilih minyak nabati lainnya untuk dikonsumsi dengan
alasan lebih ramah lingkungan dan lebih baik kualitasnya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi harga CPO maka akan berpengaruh negatif
terhadap volume ekspor CPO Indonesia.
Harga CPO bersifat inelastis dengan nilai koefisien <1. Hal ini disebabkan
karena CPO adalah produk turunan dari kelapa sawit yang telah mengalami proses
pengolahan dan dapat disimpan dalam jangka waktu cukup lama. Sehingga
sifatnya tidak mudah rusak, tahan lama dan harganya tergantung dari pada harga
pasar yang berlaku.
Harga minyak rapeseed berpengaruh positif terhadap volume ekspor CPO
Indonesia ke Uni Eropa dengan elastisitas sebesar 0,153. Artinya setiap kenaikan
harga minyak rapeseed sebesar 1%, maka volume ekspor CPO Indonesia ke Uni
Eropa akan naik sebesar 0,153 % dari volume ekspor CPO Indonesia ke Eropa.
Volume ekspor CPO dapat mengalami peningkatan ataupun penurunan
sesuai dengan teori permintaan yang menjelaskan bahwa barang pengganti
(subsitusi) dapat mengubah jumlah permintaan yang berpengaruh terhadap harga
dan penawaran. Munculnya barang pengganti yang lebih baik kualitasnya dengan
harga yang sesuai, kemungkinan besar akan mendorong sebagian besar konsumen
untuk memilih barang subsitusi tersebut. Minyak rapeseed dan minyak kedelai
adalah sebagai barang subtitusi dari CPO. Apabila harga minyak rapeseed naik,
baku utama dan sebaliknya.
Harga minyak kedelai juga berpengaruh positif terhadap volume ekspor
CPO Indonesia ke Uni Eropa karena minyak kedelai juga sebagai barang subtitusi
CPO. Artinya kenaikan harga minyak kedelai sebesar 1 % akan menyebabkan
volume ekspor CPO ke Uni Eropa akan naik sebesar 0,042 %. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwasannya peningkatan harga minyak rapeseed dan kedelai
memberikan pengaruh yang positif karena akan menyebabkan semakin tingginya
jumlah permintaan ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa.
Minyak rapeseed dan minyak kedelai bersifat inelastis karena termasuk
sebagai produk turunan yang telah mengalami proses pengolahan dan dapat
disimpan dalam jangka waktu cukup lama. Sehingga sifatnya tidak mudah rusak,
tahan lama dan harganya tergantung dari pada harga pasar yang berlaku.
Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan jumlah nilai produk berupa
barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah
suatu negara selama satu tahun. Selain bertujuan untuk mengukur tingkat
kemakmuran suatu negara manfaat lain diantaranya untuk mengetahui struktur
perekonomian nasional. PDB dapat digunakan untuk menentukan besarnya
kontribusi berbagai sektor perekonomian terhadap pendapatan nasional, misalnya
sektor pertanian, pertambangan, industri, perdagangan, jasa, dan sebagainya.
Semakin besar PDB suatu negara maka akan semakin banyak aktivitas ekonomi
yang berlangsung. Hal ini akan berpengaruh positif terhadap agregat permintaan
dan penawaran.
Produk Domestik Bruto Uni Eropa berpengaruh positif terhadap ekspor
PDB Uni Eropa sebesar 1% akan meningkatkan volume ekspor CPO ke Uni
Eropa sebesar 0,378 %. Artinya semakin baik PDB Uni Eropa maka akan
berpengaruh terhadap meningkatnya ekspor CPO Indonesia.
PDB Uni Eropa bersifat elastis, karena nilai koefisien > 1. Perubahan PDB
Uni Eropa cukup besar setiap tahunnya karena Uni Eropa merupakan negara maju
yang telah memiliki kestabilan dan kesejahteraan ekonomi yang cukup baik
dibandingkan negara-negara berkembang lainnya.
Kebijakan Perdagangan CSPO memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap volume ekspor CPO Indonesia. Nilai koefisien yang diperoleh dari hasil
analisis sebesar 0,293. Setiap kenaikan perdagangan CSPO 1 % akan
meningkatkan volume ekspor CPO ke Uni Eropa sebesar 0,293 %. Hal ini
disebabkan perdagangan CSPO memberikan keuntungan bagi investor setelah
diberlakukan kebijakan. Kebijakan perdagangan CSPO memiliki pengaruh positif
terhadap ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa. Karena setelah diberlakukan
Kebijakan Perdagangan CSPO maka volume ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa
mengalami peningkatan. Kebijakan perdagangan CSPO bersifat inelastis karena
diasumsikan dalam model dummy yaitu sebelum dan sesudah adanya kebijakan.
Konsumsi adalah pengeluaran total untuk memperoleh barang-barang dan
jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu. Teori konsumsi
menjelaskan bahwa besarnya konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya pendapatan, tingkat kemakmuran dan demografi suatu penduduk. Uni
Eropa dari segi komposisi penduduk adalah negara yang memiliki pendapatan
penduduk Uni Eropa membutuhkan CPO untuk bahan baku dalam pembuatan
bahan bakar biodiesel.
Konsumsi CPO Uni Eropa berpengaruh positif terhadap volume ekspor
CPO Indonesia ke Uni Eropa dengan elastisitas sebesar 0,528. Artinya setiap
kenaikan konsumsi CPO sebesar 1%, maka volume CPO Indonesia ke Uni Eropa
akan naik sebesar 0,528 %. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwasannya
konsumsi CPO Uni Eropa memberikan pengaruh yang positif terhadap volume
ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa. Semakin besar konsumsi CPO Uni Eropa
maka akan semakin besar volume ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa.
Konsumsi CPO Uni Eropa bersifat inelastis, dilihat dari nilai koefisien <1. Hal ini
bisa terjadi karena peningkatan konsumsi searah dengan peningkatan permintaan.