• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal Diameter 0,6 Meter Berdasarkan Perhitungan Analitis dan Metode Elemen Hingga (Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Medan – Kualanamu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal Diameter 0,6 Meter Berdasarkan Perhitungan Analitis dan Metode Elemen Hingga (Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Medan – Kualanamu)"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN DAYA DUKUNG TIANG PANCANG

TUNGGAL DIAMETER 0,6 METER

BERDASARKAN PERHITUNGAN ANALITIS DAN

METODE ELEMEN HINGGA

(PROYEK PEMBANGUNAN JALAN BEBAS HAMBATAN

MEDAN

KUALANAMU)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian

Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

OVAN KLINSMAN OMPUSUNGGU

11 0404 111

BIDANG STUDI GEOTEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas anugerah Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagai syarat utama dalam memperoleh gelar sarjana Teknik dari Universitas Sumatera Utara dengan judul :

“Perbandingan Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal Diameter 0,6 meter berdasarkan Perhitungan Analitis dan Metode Elemen Hingga

(Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Medan – Kualanamu)”.

Dengan menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian Tugas Akhir ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari banyak pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Rudi Iskandar, M.T, selaku Dosen Pembimbing yang telah dengan sabar memberi bimbingan dan saran kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, M. T, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, M.S.CE, selaku koordinator Sub Jurusan Geoteknik Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Ir. Sofian Asmirza S, M.Sc dan Ibu Ika Puji Hastuty S.T, M.T, selaku Dosen Pembanding dan Penguji.

(3)

7. Bapak dan Ibu pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

8. Pihak Satuan Kerja, Kontraktor, Konsultan pada Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Medan-Kualanamu, terutama Pak Aruan, Pak Angga, Pak Ardi Marpaung, Pak Irawan, Pak Husein, Pak Saragih, Pak Hendri yang telah membantu saya memberikan data-data yang saya butuhkan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Secara khusus, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang tulus dan sedalam-dalamnya kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, atas kasih sayang, dukungan dan doa yang selalu menyertai penulis.

2. Kepada saudara-saudara saya Oki Suprada, Sumaher, dan Juan Kantona. 3. Kepada sahabat-sahabat saya Manimpan, Triboy, Candra, Defrin, Ivandy,

Michael, Immaniar, Rizky Batubara dan seluruh teman-teman seperjuangan angkatan 2011.

4. Terkhusus kepada partner skripsi penulis, Rizka Lazuardi yang telah mau menjadi teman seperjuangan dalam mengerjakan skripsi ini bersama-sama. 5. Kakak dan abang stambuk 2008, 2010 dan adik-adik stambuk 2014 yang

telah memberikan motivasi dan kekerabatan serta kerja sama selama ini. 6. Segenap pihak yang belum penulis sebut satu-persatu atas jasa dan

(4)

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis akan terbuka terhadap semua saran dan kritik mengenai Tugas Akhir ini. Penulis berharap Tugas Akhir ini juga memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2015

Penulis

(5)

Perbandingan Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal Diameter

0,6 meter berdasarkan Perhitungan Analitis dan

Metode Elemen Hingga

ABSTRAK

Pondasi yaitu bangunan bawah tanah (sub structure) dari suatu konstruksi yang merupakan bagian penting untuk meneruskan beban konstruksi di atasnya (upper structure) dan beban lainnya seperti gempa, angin dan lainnya ke lapisan tanah di bawah pondasi tersebut. Pondasi dibagi atas dua jenis, yaitu pondasi dangkal (shallow foundation) dan pondasi dalam (deep foundation). Pondasi dangkal digunakan untuk memikul beban konstruksi yang relatif kecil, sedangkan pondasi dalam untuk tipe konstruksi yang memiliki nilai beban yang besar.

Pada Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Medan – Kualanamu (Jembatan Irigasi Tawang Sta.40+750) akan mencari nilai daya dukung aksilal perencanaan pondasi tiang pancang berdasarkan data SPT memakai metode Mayerhoff, data Kalendering memakai metode ENR dan Danish dan dengan Metode Elemen Hingga. Daya dukung lateral menggunakan metode Broms. Dan menghitung penurunan elastis tiang pancang yang terjadi. Metode pengumpulan data adalah dengan melakukan observasi lapangan serta pengambilan data dari perusahaan jasa pemancangan.

Perhitungan daya dukung aksial tiang pancang dengan Metode Elemen Hingga pada titik Bore Hole 2 adalah 261,8 Ton. Nilai ini tidak berbeda jauh dari hasil perhitungan menggunakan data kalendering dengan metode ENR yaitu sebesar 107,604 Ton dan dengan metode Danish sebesar 250,76 Ton. Daya dukung lateral berdasarkan Metode Broms pada

Bore Hole 2 secara analitis sebesar 29,59 Ton dan secara grafis sebesar 32,95 Ton. Penurunan elastis yang dihasilkan sebesar 15,035 mm dan berdasarkan Metode Elemen Hingga sebesar 8,61 mm. Perbedaan daya dukung dan penurunan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan jenis tanah, cara pelaksanaan pengujian yang bergantung pada ketelitian operator dan perbedaan parameter yang digunakan dalam perhitungan.

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR NOTASI ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.2.1 Tujuan ... 2

1.2.2 Manfaat ... 3

1.3 Pembatasan Masalah ... 3

1.4 Metode Pengumpulan Data ... 4

1.5 Sistematika Penulisan ... 5

1.6 Bagan Alir Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Pengertian Umum ... 7

2.2 Tanah ... 7

2.2.1 Definisi Tanah ... 8

2.2.2 Karakteristik Tanah ... 9

2.3 Penyelidikan Tanah ( Soil Investigation) ... 10

2.3.1 Pengujian Pengeboran dengan Bor Mesin ... 10

2.3.2 Sumur Percobaan (Test Pit) ... 13

2.3.3 Pengambilan Contoh Tanah ... 13

(7)

2.4 Pondasi ... 16

2.4.1 Pondasi Tiang ... 18

2.4.2 Penggolongan Pondasi Tiang ... 19

2.5 Alat Pancang Tiang ... 39

2.6 Metode Pelaksanaan Pemancangan Tiang Pancang ... 43

2.6.1 Pekerjaan Persiapan ... 43

2.6.2 Proses Pengangkatan... 45

2.6.3 Proses Pemancangan ... 46

2.6.4 Quality Control ... 47

2.7 Kalendering ... 48

2.7.1 Tahap Pelaksanaan Kalendering ... 49

2.8 Pile Driving Analyzer (PDA) ... 51

2.9 Kapasitas Daya Dukung Aksial Pemancangan ... 54

2.9.1 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil SPT ... 54

2.9.2 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Data Kalendering ... 60

2.10 Kapasitas Daya Dukung Lateral ... 63

2.10.1 Menghitung Tahanan Beban Lateral Ultimit ... 64

2.10.2 Kapasitas Ultimit Tiang Pancang dengan Metode Broms ... 68

2.11 Faktor Keamanan ... 79

2.12 Penurunan Elastis Tiang Tunggal ... 80

2.12.1 Penurunan Tiang Tunggal dengan Rumus Poulus – Davis ... 80

2.12.2 Penurunan Tiang Elastis ... 85

2.13. Metode Elemen Hingga ... 86

(8)

2.14.1 Model Tanah Mohr – Coulomb ... 91

2.14.2 Pemilihan Parameter ... 92

2.14.3 Parameter Tanah ... 93

BAB III METODE PENELITIAN ... 100

3.1 Deskripsi Proyek ... 100

3.2 Data Teknis Tiang Pancang ... 102

3.3 Tahap Penelitian ... 103

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 107

4.1 Pendahuluan ... 107

4.2 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Aksial ... 107

4.2.1 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan Data SPT dengan Metode Meyerhof ... 107

4.2.2 Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan Data Kalendering ... 110

4.2.2.1 Perhitungan Kalendering dengan Metode ENR ... 110

4.2.2.2 Perhitungan Kalendering dengan Metode Danish ... 111

4.3 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Lateral ... 112

4.4 Perhitungan dengan menggunakan Metode Elemen Hingga .... 115

4.5 Menghitung Penurunan Elastis Tiang Tunggal (Single Pile) .... 124

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 130

5.1 Kesimpulan ... 130

5.2 Saran ... 132

Daftar Pustaka ... xix

Lampiran ... xxii

(9)

Lampiran 2, Tabel 1. Deskripsi Tanah Lobang Bor Mesin Titik 2 (BH-2) ... xxiii

Lampiran 3, Tabel 2. Nilai “N” Standard Penetration Test (SPT) ... xxiv

Lampiran 4, Tabel 3. Hasil Pengujian Laboratorium ... xxv

Lampiran 5, Jenis Tanah dari Hasil Pemboran ... xxvi

Lampiran 6, Tabel 4. Kedalaman Muka Air Tanah (Ground Water Level) ... xxvii

Lampiran 7, Drilling Log ... xxviii

Lampiran 8, Tabel 5. Daya Dukung Izin Pondasi Tiang Pancang ... xxix

Lampiran 9, Grafik 1. Daya Dukung Izin Pondasi Tiang dari Data SPT ... xxx

Lampiran 10, Tabel 6. Pile Driving Record ... xxxi

(10)

DAFTAR GAMBAR

No.

Judul

Hal

2.1

Elemen-Elemen Tanah

(Braja M.Das, 1995)

8

2.2

Alat Percobaan Penetrasi Standard

15

2.3

Tiang Pancang Kayu

23

2.4

Gambar Tiang Pancang Beton

Precast Concrete Pile

24

2.5

Tiang Pancang

Precast Prestressed Concrete Pile

26

2.6

Tiang Pancang

Cast In Place Pile

27

2.7

Tiang Pancang Baja

29

2.8

Tumpuan Ujung (

End Bearing Pile

)

35

2.9

Tumpuan Geser/Sisi (

Friction Pile

)

36

2.10

Skema Pemukul Tiang

42

2.11

Pengangkatan Tiang dengan Dua tumpuan

45

2.12

Pengangkatan Tiang dengan Satu tumpuan

46

2.13

Urutan Pemancangan

48

2.14

Persiapan Pelaksanaan Kalendering

50

2.15

Pembacaan Kalendering

50

(11)

2.18

Grafik Hasil Pengujian Tes PDA dan CAPWAP

53

2.19

Nilai N-SPT untuk Desain Tahanan Ujung pada Tanah

Pasiran

59

2.20

Grafik Hubungan antara Kuat Geser (C

u

) dengan

Faktor Adhesi (α)

60

2.21

Tinggi Jatuh

Hammer

(h)

63

2.22

Tiang Pendek Dikenai Beban Lateral

68

2.23

Tiang Panjang Dikenai Beban Lateral

2.24

Defleksi dan Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang dengan

Kondisi Kepala Tiang Bebas Akibat Beban Lateral pada

Tanah Kohesif

2.25

Kapasitas Beban Lateral pada Tanah Kohesif

2.26

Defleksi dan Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang dengan

Kondisi Kepala Tiang Terjepit Akibat Beban Lateral pada

Tanah Kohesif

2.27

Defleksi dan Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang dengan

Kondisi Kepala Tiang Bebas Akibat Beban Lateral pada

Tanah Granular

2.28

Defleksi dan Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang dengan

Kondisi Kepala Tiang Terjepit Akibat Beban Lateral pada

Tanah Granular

2.29

Kapasitas Beban Lateral pada Tanah Granuler

68

70

72

73

76

77

79

2.30

Faktor penurunan I

0

82

2.31

Faktor penurunan R

µ

82

(12)

2.34

Faktor Penurunan R

b

84

2.35

Variasi Jenis Bentuk Unit Tahanan Friksi (Kulit) Alami

Terdistribusi Sepanjang Tiang Tertanam ke dalam Tanah

2.36

Jenis–Jenis Elemen

86

89

2.37 Titik Nodal dan Titik Integrasi

2.38 Model Pondasi Tiang Pancang

2.39 Tab Parameter untuk Model

Mohr – Coulomb

89

90

92

3.1

Lokasi Proyek

101

3.2

Lokasi Titik

Bore Hole

102

3.3

Alur Penelitian

105

4.1

Grafik Hubungan Tahanan Ultimit dengan Tahanan Lateral 114

4.2

Lembar Tab Proyek dari Jendela Pengaturan Global

118

4.3 Input Data Material Tanah ke dalam Pemodelan

119

4.4

Update Mesh Generation

sebelum Melakukan Kalkulasi

Perhitungan

120

4.5

Pemodelan Fase Sebelum Konsolidasi dan Setelahnya

121

4.6

Hasil Kalkulasi dan Besar Nilai MSF pada Fase 2

121

4.7

Nilai

Phi Reduction

Titik

Bore Hole

2 pada Fase 4 (Sesudah

Konsolidasi)

122

4.8

Besar Nilai Penurunan yang Terjadi Setelah Hasil

Perhitungan

(13)

4.10 Faktor Koreksi Angka Poisson, R

µ

4.11 Faktor Koreksi Kompresi, R

k

4.12 Faktor Koreksi Kedalaman, Rh

4.13 Faktor Kekakuan Lapisan Pendukung, R

b

126

126

127

(14)

DAFTAR TA

BEL

No.

Judul

hal

2.1

Jarak Pemboran

12

2.2 Hal-Hal yang Perlu Dipertimbangkan Untuk Penentuan

Harga N

55

2.3

Hubungan antara Angka Penetrasi Standard dengan Sudut

Geser Dalam dan kepadatan Relatif Pada Tanah Pasir

56

2.4

Hubungan antara Harga N-SPT, Sudut Geser Dalam, dan

Kepadatan Relatif

56

2.5

Hubungan antara Harga N-SPT dan Berat Isi Tanah

57

2.6

Effisiensi Jenis Alat Pancang

60

2.7

Karakteristik Alat Pancang

Diesel Hammer

61

2.8

Nilai Effisiensi

Hammer

61

2.9

Klasifikasi Tiang Pancang Bulat Berongga

62

2.10 Koefisien Restitusi

62

2.11 Tinggi Jatuh

Hammer

(h)

63

2.12

Hubungan Modulus

Subgrade

(k

1

) dengan Kuat Geser

Undrained

untuk Lempung Kaku Terkonsolidasi Berlebihan

(

Overconsolidated

)

(15)

2.1

3 Nilai-nilai n

h

untuk Tanah Granuler (c = 0)

66

v2.14 Nilai-nilai n

h

untuk Tanah Kohesif

2.15 Kriteria Tiang Kaku dan Tiang Tidak Kaku

67

67

2.16 Faktor Keamanan yang Disarankan

2.17

Nilai Koefisien Empiris (Cp)

2.18

Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah

2.19

Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada Tanah

Lempung

2.20

Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada Tanah Pasir

2.21

Hubungan Jenis Tanah, Konsistensi dan

Poisson’s Ratio

(μ)

2.22

Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah

4.1

Perhitungan Daya Dukung Tiang Berdasarkan Data SPT

4.2

Data Tiang Pancang

4.3

Input

Parameter Tanah untuk Program Plaxis Lokasi BH- I1

4.4

Penurunan Elastis tiang tunggal

79

86

94

95

95

96

99

109

116

117

119

(16)

DAFTAR NOTASI

A

p

= luas penampang tiang (m

2

)

B

= lebar atau diameter tiang (m)

BN

= jumlah pukulan

BPM

= jumlah pukulan permenit

BTA

= integritas tiang/keutuhan tiang (%)

CSX

= tegangan tekan maksimum pada posisi sensor (Mpa)

Cp

= koefisien empiris

Cs

= konstanta Empiris

c

= kohesi tanah (kg/cm²)

c

u

= kohesi undrained (kN/m

2

)

D

= diameter tiang (m)

Dr

= kerapatan relatif (%)

E

= energi alat pancang (kg-cm)

EMX

= energi maksimum yang ditransfer (ton-m)

E

b

= modulus elastisitas tanah di dasar tiang (kN/m

2

)

E

p

= modulus elastis tiang (kN/m

2

)

E

s

= modulus elastisitas tanah di sekitar tiang (kN/m

2

)

Es

= modulus elastisitas bahan tiang (kN/m

2

)

(17)

Gs

=

specific gravity

g

= jarak dari lokasi momen maksimum sampai dasar tiang (m)

H

= tebal lapisan (m)

h

= tinggi jatuh

hammer

(m)

I

= momen inersia tiang (cm

4

)

ID

= diameter dalam (m)

I

0

= faktor pengaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat

(

Incompressible

) dalam massa semi tak terhingga

K

= faktor kekakuan tiang

k

= koefisien permeabilitas

k

i

= modulus reaksi

subgrade

dari Terzaghi

k

h

= koefisien permeabilitas arah horizontal

k

v

= koefisien permeabilitas arah vertikal

L

= panjang tiang pancang (m)

L

b

= panjang lapisan tanah (m)

L

i

= tebal lapisan tanah, pengujian SPT dilakukan setiap

interval kedalaman pemboran (m)

M

y

= momen leleh (kN-m)

N-

SPT

= nilai N-SPT

n

= koefisien restitusi

(18)

p

u

= tahanan tanah ultimit

Q

= besar beban yang bekerja (kN)

Q

wp

= daya dukung yang bekerja pada ujung tiang dikurangi daya

dukung

friction

(kN)

Q

ws

= daya dukung

friction

(kN)

R

b

= faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung

R

h

= faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah keras

R

k

= faktor koreksi kemudahmampatan tiang

R

μ

= faktor koreksi angka poisson

S

= penetrasi pukulan per cm (cm)

Se

(1)

= penurunan elastis dari tiang (mm)

Se

(2)

= penurunan tiang yang disebabkan oleh beban di ujung tiang (mm)

Se

(3)

= penurunan tiang yang disebabkan oleh beban di sepanjang batang tiang

(mm)

S

= besar penurunan yang terjadi (mm)

Wp

= berat pile (Ton)

Wr

= berat

hammer

(Ton)

α

= koefisien adhesi antara tanah dan tiang

ŋ

= effisiensi alat pancang

Ø

= sudut geser dalam

(19)

γ

w

= berat isi air (kN/m

3

)

ξ

= koefisien dari

skin friction

μ

= poisson’s ratio

(20)

Perbandingan Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal Diameter

0,6 meter berdasarkan Perhitungan Analitis dan

Metode Elemen Hingga

ABSTRAK

Pondasi yaitu bangunan bawah tanah (sub structure) dari suatu konstruksi yang merupakan bagian penting untuk meneruskan beban konstruksi di atasnya (upper structure) dan beban lainnya seperti gempa, angin dan lainnya ke lapisan tanah di bawah pondasi tersebut. Pondasi dibagi atas dua jenis, yaitu pondasi dangkal (shallow foundation) dan pondasi dalam (deep foundation). Pondasi dangkal digunakan untuk memikul beban konstruksi yang relatif kecil, sedangkan pondasi dalam untuk tipe konstruksi yang memiliki nilai beban yang besar.

Pada Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Medan – Kualanamu (Jembatan Irigasi Tawang Sta.40+750) akan mencari nilai daya dukung aksilal perencanaan pondasi tiang pancang berdasarkan data SPT memakai metode Mayerhoff, data Kalendering memakai metode ENR dan Danish dan dengan Metode Elemen Hingga. Daya dukung lateral menggunakan metode Broms. Dan menghitung penurunan elastis tiang pancang yang terjadi. Metode pengumpulan data adalah dengan melakukan observasi lapangan serta pengambilan data dari perusahaan jasa pemancangan.

Perhitungan daya dukung aksial tiang pancang dengan Metode Elemen Hingga pada titik Bore Hole 2 adalah 261,8 Ton. Nilai ini tidak berbeda jauh dari hasil perhitungan menggunakan data kalendering dengan metode ENR yaitu sebesar 107,604 Ton dan dengan metode Danish sebesar 250,76 Ton. Daya dukung lateral berdasarkan Metode Broms pada

Bore Hole 2 secara analitis sebesar 29,59 Ton dan secara grafis sebesar 32,95 Ton. Penurunan elastis yang dihasilkan sebesar 15,035 mm dan berdasarkan Metode Elemen Hingga sebesar 8,61 mm. Perbedaan daya dukung dan penurunan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan jenis tanah, cara pelaksanaan pengujian yang bergantung pada ketelitian operator dan perbedaan parameter yang digunakan dalam perhitungan.

(21)

BAB

I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pondasi yaitu bangunan bawah tanah (substructure) dari suatu konstruksi yang merupakan bagian penting untuk meneruskan beban konstruksi di atasnya (upper structure) dan beban lainnya seperti gempa, angin dan lainnya ke lapisan tanah di bawah pondasi tersebut. Perencanaan pondasi harus didesain sedemikian rupa sehingga beban yang diteruskan dari pondasi ke tanah tidak melebihi kekuatan tanah yang menahannya. Kesalahan dalam penganalisaan pondasi dapat menyebabkan kerusakan hingga keruntuhan (failure) terhadap bangunan di atasnya.

Pondasi dibagi atas dua jenis, yaitu pondasi dangkal (shallow foundation) dan pondasi dalam (deep foundation). Pondasi dangkal digunakan untuk memikul beban konstruksi yang relatif kecil, sedangkan pondasi dalam untuk tipe konstruksi yang memiliki nilai beban yang besar. Pada Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Medan – Kualanamu (Jembatan Irigasi Tawang Sta.40+750) akan mencari nilai daya dukung perencanaan pondasi tiang tersebut melalui data SPT, Kalendering dan PDA serta mencari penurunan elastis tiang tunggal. Dari

(22)

Elemen Hingga. Perbedaan nilai tersebut kemudian akan dibandingkan untuk memperoleh perencanaan yang aman.

Adapun jenis pondasi yang digunakan pada Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Medan – Kualanamu (Jembatan Irigasi Tawang Sta.40+750) yaitu pondasi tiang. Pondasi tiang digunakan untuk memikul beban bangunan yang apabila tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk menahan semua beban bangunan tersebut. Kemungkinan lain yang mengharuskan penggunaan tiang pancang dalam pondasi yakni apabila tanah keras yang harus diambil letaknya sangat dalam.

Daya dukung tiang dapat diperoleh dari daya dukung ujung (end bearing capacity) yang diperoleh dari tekanan ujung tiang dan gaya geser (friction bearing capacity) yang diperoleh dari daya dukung gesek atau adhesi antara tiang dan tanah di sekelilingnya.

1.2. Tujuan dan Manfaat

1.2.1. Tujuan

Adapun tujan penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Menghitung besarnya kapasitas daya dukung aksial tiang pancang tunggal secara analitis dan numeris. Secara analitis dihitung berdasarkan data-data lapangan yang didapat yaitu SPT, Kalendering, dan PDA, sedangkan secara numeris dihitung menggunakan Metode Elemen Hingga.

(23)

3. Menghitung penurunan elastis tiang tunggal secara analitis dan dengan Metode Elemen Hingga.

4. Membandingkan besarnya kapasitas daya dukung dan penurunan elastis tiang tunggal yang terjadi secara analitis dan numeris.

1.2.2. Manfaat

Tugas Akhir ini diharapkan bermanfaat untuk :

1. Memperoleh daya dukung ultimit pondasi dengan menggunakan SPT, PDA dan Kalendering, serta dapat membandingkan hasil yang diperoleh dengan metode-metode yang dipakai pada perhitungan. 2. Menambah ilmu pengetahuan, wawasan, dan pengalaman penulis agar

mampu melakukan pekerjaan yang sama pada saat terjun ke lapangan. 3. Menjadi referensi khususnya mahasiswa lainnya apabila akan

mengambil topik bahasan yang sama. 1.3. Pembatasan Masalah

Batasan-batasan masalah pada Tugas Akhir ini antara lain :

1. Pondasi yang digunakan dalam perhitungan adalah pondasi tiang pancang tunggal.

2. Tiang pancang yang digunakan berdiameter 60 cm produksi WIKA Beton.

3. Hanya meninjau pondasi tiang tegak lurus. 4. Tidak menghitung beban kerja pada pondasi.

(24)

Operasional (JO) Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Medan – Kualanamu.

6. Menghitung daya dukung aksial tiang pancang tunggal secara analitis dari data Standard Penetration Test (SPT) dengan metode Mayerhoof,

data Kalendering memakai metode Engineering News Record (ENR)

danmetode Danish, dan Pile Driving Analyzer (PDA).

7. Menghitung daya dukung pondasi tiang pancang tunggal secara numeris yaitu menggunakan Metode Elemen Hingga dengan pemodelan Mohr - Coulomb tanpa menghitung daya dukung lateral.

8. Menghitung daya dukung lateral tiang pancang tunggal menggunakan metode Broms.

9. Menghitung penurunan elastis tiang pancang tunggal. 1.4. Metode Pengumpulan Data

1. Studi Literatur

Mengumpulkan tulisan-tulisan dalam bentuk buku maupun tulisan ilmiah yang berhubungan dengan Tugas Akhir ini.

2. Pengumpulan Data

(25)

3. Analisis Masalah

Melakukan analisa terhadap kasus dengan teori-teori yang dikumpulkan pada studi literatur.

1.5. Sistematika Penulisan

Rencana sistematika penulisan Tugas Akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab, yang diuraikan sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Berisi latar belakang penulisan, tujuan dan manfaat, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.

Bab II : Tinjau Pustaka

Berisi dasar teori, rumus, dan segala sesuatu yang digunakan untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini, yang diperoleh dari buku literatur, tulisan ilmiah, website / search engine, dan hasil penulisan sebelumnya.

Bab III : Metodologi

Berisi metodologi penulisan Tugas Akhir berupa pengumpulan data dan metode analisis.

Bab IV : Analisis dan Perhitungan

Berisi perhitungan kapasitas daya dukung aksial dan lateral serta perhitungan penurunan elastis tiang pancang tunggal dengan mengolah data-data yang diperoleh.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

(26)

1.6. Bagan Alir Penelitian

Gambar 1.1. Bagan Alir Penelitian PEMODELAN DAN ANALISIS NILAI DAYA DUKUNG PONDASI MENGGUNAKAN METODE

ELEMEN HINGGA

KESIMPULAN

SARAN

MENGECEK KESESUAIAN DATA YANG ADA DENGAN KONDISI PELAKSANAAN DI LAPANGAN

ANALISIS NILAI DAYA DUKUNG PONDASI DENGAN MENGGUNAKAN DATA SPT,

PDA DAN KALENDERING MULAI

PERSIAPAN

PENGAMBILAN DATA PROYEK JALAN BEBAS HAMBATAN MEDAN - KUALANAMU

(27)

BAB II

T

IN

JA

UAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Umum

Bangunan sipil (gedung, jembatan, jalan dan bendung) yang

direkayasa bertumpu pada tanah harus didukung oleh suatu pondasi.

Pondasi adalah bagian dari suatu sistem rekayasa yang meneruskan beban

yang ditopang oleh pondasi dan beratnya sendiri kepada tanah dan batuan

yang terletak di bawahnya (Joseph E. Bowles, 1993). Suatu perencanaan

pondasi dikatakan benar apabila beban yang diteruskan oleh pondasi ke

tanah tidak melampaui kekuatan tanah yang bersangkutan (Braja M.

Das,1995).

Dalam menentukan perencanaan pondasi suatu bangunan ada dua

hal yang harus diperhatikan pada tanah bagian bawah pondasi, yaitu :

 Daya dukung pondasi harus lebih besar daripada beban yang

bekerja pada pondasi baik beban statik maupun beban dinamiknya.

 Penurunan yang terjadi akibat pembebanan tidak boleh melebihi

penurunan yang diijinkan.

2.2. Tanah

Secara umum kita ketahui bahwa tanah merupakan material utama

(28)

bangunan di atasnya (upper structure) dan berat sendiri pondasi tersebut.

Dengan demikian, pondasi harus terletak pada tanah yang mampu

mendukungnya tanpa mengakibatkan kerusakan tanah atau terjadinya

penurunan pada bangunan tersebut.

2.2.1. Defenisi Tanah

Dalam pengertian secara teknis, tanah didefenisikan sebagai

material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang

tidak terikat secara kimia satu sama lain dan dari bahan-bahan organik

yang telah melapuk disertai zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang

kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Braja M Das, 1995).

Secara sederhana, elemen tanah dapat diilustrasikan pada gambar

berikut :

(29)

2.2.2. Karakteristik Tanah

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat tiga komponen

pada tanah, yaitu butiran tanah, air dan udara. Udara dianggap tidak

memiliki pengaruh secara teknis, sementara air sangat mempengaruhi

sifat-sifat teknis tanah. Ruang di antara butir-butir tanah dapat terisi oleh

air dan/atau udara. Bila rongga terisi air secara menyeluruh, maka tanah

dikatakan dalam kondisi jenuh air. Bila rongga tersebut terisi air dan udara

maka tanah pada kondisi jenuh sebagian (partially saturated).

Karakteristik tanah juga dipengaruhi oleh kekuatan geser tanah dan

kemampuan tanah mengalirkan air. Proses deformasi tanah akibat beban

luar dapat ditinjau sebagai suatu gejala atau akibat dari penyusutan pori

karena kemampatan butiran tanah atau air ke luar secara teknis sangat

kecil.

Dalam ilmu mekanika tanah, volume tanah dibagi menjadi dua

bagian yaitu : volume butir dan volume pori. Volume pori terdiri atas

volume udara dan volume air. Oleh sebab itu berbagai parameter tanah

akan mempengaruhi karakteristik tanah sebagai pendukung pondasi,

seperti : ukuran butiran tanah, berat jenis tanah, kadar air tanah, kerapatan

butiran, angka pori, sudut geser tanah, dan sebagainya. Hal tersebut dapat

diketahui dengan melakukan penelitian tanah di lapangan dan di

(30)

2.3. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)

Penyelidikan tanah (soil investigation) adalah proses pengambilan contoh (sample) tanah yang bertujuan untuk menyelidiki karakteristik

tanah tersebut. Dalam mendesain pondasi, kita harus mengetahui sifat

setiap lapisan tanah, (seperti berat isi tanah, daya dukung, ataupun daya

rembes), karakteristik kekuatan, deformasi dan hidrolik yang akan

mempengaruhi konstruksi termasuk perencanaan pondasi dan juga

ketinggian muka air tanah. Oleh sebab itu, soil investigation adalah

pekerjaan awal yang harus dilakukan sebelum memutuskan akan

menggunakan jenis pondasi dangkal atau pondasi dalam.

Ada dua jenis penyelidikan tanah, yaitu penyelidikan di lapangan

(in situ) dan penyelidikan di laboratorium (laboratory test). Jenis

penyelidikan di lapangan, seperti Standard Penetration Test (SPT),

pengeboran (hand boring ataupun machine boring), Cone Penetrometer

Test (sondir), Sand Cone Test dan Dynamic Cone Penetrometer.

Sedangkan jenis penyelidikan di laboratorium terdiri dari uji index

properties tanah (Atterberg Limit, Water Content, Spesific Gravity, Sieve

Analysis) dan engineering properties tanah (direct shear test, triaxial test,

consolidation test, permeability test, compaction test, dan CBR).

2.3.1. Pengujian Pengeboran dengan Bor Mesin

Penyelidikan tanah dengan pengeboran ini dilakukan dengan alat

bor mesin dengan peralatan dan bahan yang digunakan sebagai berikut:

 Bor Mesin.

(31)

 Tripot.

 Casing.

 Mata Bor (lengkap dengan core single/core barel).

 Kepala tabung.

 Kepala penumbuk.

 Tabung sample.

 Split spoon sample.

 Hammer berat 63.5 kg.

 Batang/pipa bor.

 Kunci-kunci, selang air, paraffin, dan perlengkapan serta bahan

lainnya.

Pengujian pengeboran bertujuan untuk membuat lobang pada

lapisan tanah untuk :

1. Mengetahui susunan lapisan tanah pendukung secara visual dan

terperinci.

2. Mengambil sampel tanah terganggu (disturbed sample) lapis demi

lapis sampai kedalaman yang diinginkan untuk deskripsi dan

klasifikasi tanah (visual soil clasification )dan juga digunakan sebagai

bahan pengujian di laboratorium.

3. Mengambil sampel tanah tak terganggu (undisturbed sample) untuk

bahan pengujian laboratorium.

4. Melaksanakan pengujian Standard Penetration Test (SPT) setiap

(32)

5. Mengamati dan melaksanakan pengukuran kedalaman muka air tanah

(Ground Water Level).

Pada waktu pengeboran, lobang bor dilindungi dengan casing agar

tidak terjadi kelongsoran sehingga diperoleh hasil pengeboran yang baik

dimana contoh tanah tidak terganggu oleh kelongsoran tersebut. Untuk

tanah lunak (soft soil) pengeboran harus dilakukan dengan casing berputar,

drilling rod dan mata casing diberi mata bor. Bila ditemui tanah keras

maka pengeboran harus dilakukan dengan diamond bit.

Pengambilan sampel tak terganggu dilakukan setelah pengambilan

contoh tanah (sample), tabung contoh (tube sample) ditutup dengan

paraffin untuk mencegah penguapan pada contoh tanah tersebut dan pada

tabung diberi kode titik bor dan kedalaman pengujian. Contoh tanah ini

dibawa ke laboratorium untuk bahan pengujian laboratorium.

Tabung contoh tanah yang digunakan adalah stainless tube sample

ukuran Outer Diameter (OD) 3 inch dan Internal Diameter (ID) 2 7/8

[image:32.595.200.467.512.632.2]

inch, tebal tabung 1/16 inch dan panjang 50 cm.

Tabel 2.1. Jarak Pemboran (Sumber : Djatmiko & Edy, 1997)

Proyek (ft) Jarak Boring (m)

Gedung tingkat satu 75-100 23-30

Gedung tingkat banyak 50-75 15-23

Jalan Raya 750-1000 230-305

Bendungan Tanah 75-150 23-46

Perencanaan Bangunan Tempat

(33)

2.3.2. Sumur Percobaan (Test Pit)

Penggalian tanah yang yang digunakan untuk penyelidikan suatu

tanah biasanya memiliki ukuran (1 X 1,5 – 2) m dengan kedalaman tanah

sesuai dengan maksud dan tujuan yang diperlukan. Tujuan pembuatan

sumur untuk mengetahui susunan tanah, warna tanah, tekstur tanah, dan

dapat digunakan untuk pengambilan sempel tanah yang selanjutnya

digunakan untuk penelitian di laboratorium. Pembuatan sumur percobaan

sering dikerjakan dalam hubungan dengan pekerjaan pembuatan jalan raya

atau landasan pesawat udara.

2.3.3. Pengambilan Contoh Tanah

Penggambilan contoh tanah terdiri dari dua macam, yaitu :

a. Contoh tanah tidak terganggu (Undisturbed Soil)

Suatu contoh tanah dikatakan tidak terganggu apabila contoh tanah

itu dianggap masih menunjukkan sifat-sifat asli tanah tersebut. Sifat asli

yang dimaksud adalah contoh tanah tersebut tidak mengalami perubahan

pada strukturnya, kadar air, atau susunan kimianya. Contoh tanah seperti

ini tidaklah mungkin bisa didapatkan, akan tetapi dengan menggunakan

teknik-teknik pelaksanaan yang baik, maka kerusakan-kerusakan pada

contoh tanah tersebut dapat diminimalisir. Undisturbed soil digunakan

untuk percobaan engineering properties.

b. Contoh tanah terganggu (Disturbed Soil)

Contoh tanah terganggu adalah contoh tanah yang diambil tanpa

(34)

Disturbed soildigunakan untuk percobaan uji analisa saringan, batas-batas

Atterberg, (Specific Gravity Test), pengujian berat jenis dan lain-lain.

2.3.4. Pengujian dengan Standard Penetration Test (SPT)

Pengujian Standard Penetration Test dilakukan setiap interval

kedalaman pemboran 2 meter. Tabung SPT harus mempunyai ukuran

Outer Diameter (OD) 2 inch, Internal Diameter (ID) 1 3/8 inch dan

panjang 24 inch dengan tipe split spoon sample.

Hammer yang dipakai mempunyai berat 140 lbs (63,5 kg) dan

tinggi jatuh bebas hammer adalah 30 inch (75 cm). Tabung SPT ditekan

kedalaman dasar lobang sedalam 15 cm, kemudian untuk setiap interval 15

cm dilakukan pemukulan dan perhitungan jumlah pemukulan untuk

memasukkan split spoon sample ke dalam tanah sedalam (3x15) cm.

Jumlah pukulan tersebut merupakan angka N dari pelaksanaan SPT

dimana nilai N yang diperhitungkan adalah jumlah pukulan pada 15 cm

(35)

Gambar 2.2. Alat Percobaan Penetrasi Standard (Sumber : Sosrodarsono & Nakazawa, 2005)

Tujuan Percobaan SPT yaitu :

 Untuk menentukan kepadatan relatif lapisan tanah tersebut dari

pengambilan contoh tanah dengan tabung.

 Dapat diketahui jenis tanah dan ketebalan dari setiap lapisan tanah.

 Untuk memperoleh data yang kumulatif pada perlawanan penetrasi

tanah dan menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi

yang biasanya sulit diambil sampelnya.

Pengamatan dan perhitungan SPT dilakukan sebagai berikut :

a. Mula-mula tabung SPT dipukul ke dalam tanah sedalam 45 cm yaitu

kedalaman yang diperkirakan akan terganggu oleh pengeboran.

b. Kemudian untuk setiap kedalaman 15 cm dicatat jumlah pukulan yang

(36)

c. Jumlah pukulan untuk memasukkan split spoon 15 cm pertama dicatat

sebagai N1. Jumlah pukulan untuk memasukkan 15 cm kedua adalah N2

dan jumlah pukulan untuk memasukkan 15 cm ketiga adalah N3 . Jadi

total kedalaman setelah pengujian SPT adalah 45 cm dan menghasilkan

N1, N2, dan N3.

d. Angka SPT ditetapkan dengan menjumlahkan 2 angka pukulan terakhir

(N2+N3) pada setiap interval pengujian dan dicatat pada lembaran

Drillig Log.

e. Setelah selesai pengujian, tabung SPT diangkat dari lubang bor ke

permukaan tanah untuk diambil contoh tanahnya dan dimasukkan ke

dalam kantong plastik untuk diamati di laboratorium.

Kemudian hasil dari pekerjaan bor dan SPT dituangkan dalam

lembaran drilling log.

2.4. Pondasi

Pada umumnya pondasi dibagi menjadi dua jenis yaitu :

a. Pondasi Dangkal ( Shallow Foundation )

Apabila terdapat lapisan tanah yang cukup tebal dengan kualitas

yang baik yang mampu mendukung bangunan itu pada permukaan tanah

atau sedikit di bawah permukaan tanah. Pada pondasi tipe ini beban

diteruskan oleh kolom/tiang, selanjutnya diterima pondasi dan

disebarluaskan ke tanah. Dasar tanah yang menerima beban tidak lebih

dari 1 - 2 m dari permukaan tanah atau D/B bernilai sekitar 1.

Tembok-tembok, kolom, maupun tiang bangunan berdiri dengan pelebaran kaki di

(37)

Kekuatan pondasi dangkal ada pada luas alasnya, karena pondasi

ini berfungsi untuk meneruskan sekaligus meratakan beban yang diterima

oleh tanah. Pondasi dangkal ini digunakan apabila beban yang diteruskan

ke tanah tidak terlalu besar. Misalnya, rumah sederhana satu lantai, dua

lantai, bangunan ATM, pos satpam, dan sebagainya.

b. Pondasi Dalam ( Deep Foundation )

Apabila lapisan tanah kerasnya berada di kedalaman yang letaknya

sangat dalam. Digunakan juga untuk mendukung bangunan yang menahan

gaya angkat ke atas, terutama pada bangunan-bangunan tingkat tinggi

yang dipengaruhi oleh gaya-gaya penggulingan akibat beban angin.

Kedalaman tanah keras mencapai 4 - 5 m dari permukaan tanah atau D/B

bernilai sekitar 4 dan biasanya digunakan untuk bangunan besar, jembatan

dan struktur lepas pantai.

Menurut Bowles, 1991, sebuah pondasi harus mampu memenuhi

beberapa persyaratan stabilitas dan deformasi, seperti :

 Kedalaman harus memadai untuk menghindarkan pergerakan tanah

lateral dari bawah pondasi, khusus untuk pondasi tapak dan rakit.

 Kedalaman harus berada di bawah daerah perubahan volume

musiman yang disebabkan oleh pembekuan, pencairan, dan

pertumbuhan tanaman.

 Sistem harus aman terhadap penggulingan, rotasi, penggelinciran

atau pergeseran tanah.

(38)

 Sistem harus cukup mampu beradaptasi terhadap beberapa

perubahan geometri konstruksi atau lapangan selama proses

pelaksanaan dan mudah dimodifikasi jika perubahan diperlukan.

 Metode pemasangan pondasi harus seekonomis mungkin.

 Pergerakan tanah keseluruhan (umumnya penurunan) dan

pergerakan diferensial harus dapat ditolerir oleh elemen pondasi

dan elemen bangunan atas.

 Pondasi dan konstruksinya harus memenuhi syarat standar untuk

perlindungan lingkungan.

2.4.1. Pondasi Tiang

Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar di

bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing

capacity) yang cukup untuk memikul beban berat bangunan dan beban

yang diterimanya atau apabila tanah pendukung yang mempunyai daya

dukung yang cukup letaknya sangat dalam. Pondasi tiang ini berfungsi

untuk menyalurkan beban-beban yang diterimanya dari konstruksi di

atasnya ke lapisan tanah dalam yang mampu memikul berat bangun

tersebut.

Pondasi tiang digunakan untuk beberapa maksud, antara lain :

- Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau

tanah lunak ke tanah pendukung yang kuat.

- Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai

(39)

memberikan dukungan yang cukup untuk mendukung beban

tersebut oleh gesekan dinding tiang dengan tanah disekitarnya.

- Untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat

ke atas akibat tekanan hidrostatis atau momen penggulingan.

- Untuk menahan gaya-gaya horizontal dan gaya yang arahnya

miring.

- Untuk memadatkan tanah pasir, sehingga kapasitas dukung tanah

tersebut bertambah.

- Untuk mendukung pondasi bangunan yang permukaan tanahnya

mudah tergerus air.

Dalam mendesain pondasi tiang pancang mutlak diperlukan

informasi mengenai :

 Data tanah dimana bangunan akan didirikan.

 Daya dukung tiang pancang sendiri (baik single atau group pile).

 Analisa negative skin friction (karena mengakibatkan beban

tambahan).

2.4.2. Penggolongan Pondasi Tiang

Pemilihan pondasi tiang pancang untuk berbagai jenis keadaan

tergantung beberapa faktor, diantaranya tipe tanah dasar, alasan teknis

pada waktu pemancangan, dan jenis bangunan yang dibangun. Terdapat

berbagai jenis pondasi yang digolongkan berdasarkan material yang

(40)

Pondasi tiang pancang dapat digolongkan berdasarkan pemakaian bahan, cara penyaluran beban, cara pemasangannya, dan berdasarkan

perpindahan tiang, berikut ini akan dijelaskan satu persatu.

1. Pondasi Tiang Pancang menurut Pemakaian Bahan

Tiang pancang dapat dibagi ke dalam beberapa kategori (Bowles,

1991), antara lain :

A.Tiang Pancang Kayu

Tiang pancang kayu dibuat dari batang pohon yang

cabang-cabangnya telah dipotong dengan hati-hati, biasanya diberi bahan

pengawet dan didorong dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang

runcing. Terkadang, ujungnya yang besar didorong untuk maksud-maksud

khusus, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana tanah tersebut

akan bergerak kembali melawan poros. Kadang kala ujungnya runcing

dilengkapi dengan sebuah sepatu pemancangan yang terbuat dari logam

bila tiang pancang harus menembus tanah keras atau tanah kerikil.

Pemakaian tiang pancang kayu ini merupakan cara tertua dalam

penggunaan tiang pancang sebagai pondasi. Tiang kayu akan tahan lama

dan tidak mudah busuk jika tiang dalam keadaan selalu terendam penuh di

bawah muka air tanah. Tiang pancang kayu akan lebih cepat rusak atau

busuk jika dalam keadaan kering dan basah yang selalu berganti.

Sedangkan pengawetan untuk kayu hanya akan menunda atau

memperlambat kerusakan kayu, akan tetapi tetap tidak akan dapat

(41)

biasanya tidak diijinkan untuk menahan muatan lebih besar dari 25 sampai

30 ton untuk setiap tiang.

Tiang pancang kayu ini sangat cocok untuk daerah rawa dan

daerah-daerah yang sangat banyak terdapat hutan kayu seperti daerah

Kalimantan, sehingga mudah memperoleh balok/tiang kayu yang panjang

dan lurus dengan diameter yang cukup besar untuk digunakan sebagai

tiang pancang.

Persyaratan dari tiang ini adalah bahan yang dipergunakan harus

cukup tua, berkualitas baik dan tidak cacat, contohnya kayu berlian. Tiang

pancang harus diperiksa dahulu sebelum dipancang untuk memastikan

bahwa tiang pancang tersebut memenuhi ketentuan dari bahan dan

toleransi yang diijinkan. Semua kayu lunak yang digunakan untuk tiang

pancang memerlukan pengawetan yang harus dilaksanakan sesuai dengan

AASHTO M133–86 dengan menggunakan instalasi peresapan bertekanan.

Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu, yaitu :

a. Relatif lebih ringan sehingga mudah dalam pengangkutan.

b. Kekuatan tarik besar sehingga pada waktu pengangkatan untuk

pemancangan tidak menimbulkan kesulitan seperti misalnya pada tiang

pancang beton precast .

c. Mudah untuk pemotongannya apabila tiang kayu ini sudah tidak dapat

masuk lagi ke dalam tanah.

d. Tiang pancang kayu ini lebih baik untuk friction pile dari pada untuk

(42)

e. Karena tiang kayu ini relatif flexible terhadap arah horizontal

dibandingkan dengan tiang-tiang pancang selain dari kayu, maka

apabila tiang ini menerima beban horizontal yang tidak tetap, tiang

pancang kayu ini akan melentur dan segera kembali ke posisi setelah

beban horizontal tersebut hilang. Hal seperti ini sering terjadi pada

dermaga dimana terdapat tekanan ke samping dari kapal dan perahu.

Kerugian pemakaian tiang pancang kayu, yaitu :

a. Karena tiang pancang harus selalu terletak di bawah muka air tanah

yang terendah agar dapat tahan lama, jika air tanah yang terendah itu

letaknya sangat dalam, hal ini akan menambah biaya untuk penggalian.

b. Tiang pancang yang dibuat dari kayu mempunyai umur yang relatif

kecil dibandingkan tiang pancang yang di buat dari baja atau beton

terutama pada daerah yang muka air tanahnya sering naik dan turun.

c. Pada waktu pemancangan pada tanah yang berbatu (gravel) ujung tiang

pancang kayu dapat berbentuk berupa sapu atau dapat pula ujung tiang

tersebut hancur. Apabila tiang kayu tersebut kurang lurus, maka pada

waktu dipancangkan akan menyebabkan penyimpangan terhadap arah

yang telah ditentukan.

d. Tiang pancang kayu tidak tahan terhadap benda-benda yang agresif dan

(43)

Gambar 2.3. Tiang Pancang Kayu (Sumber : Bowles, 1991)

B. Tiang Pancang Beton

Tiang pancang beton terdiri dari 3 macam, yaitu :

1. Precast Reinforced Concrete Pile

Precast reinforced concrete pile adalah tiang pancang dari beton

bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting), kemudian

setelah cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik

beton adalah kecil dan praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat

sendiri beton adalah besar, maka tiang pancang beton ini haruslah diberi

penulangan-penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur

yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan. Karena

berat sendiri besar, biasanya pancang beton ini dicetak dan dicor di tempat

pekerjaan, jadi tidak kesulitan saat pengangkutan.

Tiang pancang ini dapat memikul beban yang besar (> 50 ton untuk

setiap tiang), hal ini tergantung dari dimensinya. Dalam perencanaan tiang

pancang beton precast ini panjang dari tiang harus dihitung dengan teliti,

(44)

dilakukan penyambungan, hal tersebut akan sulit dan banyak memakan

[image:44.595.168.510.131.352.2]

waktu.

Gambar 2.4. Tiang Pancang Beton Precast Concrete Pile (Sumber : Bowles, 1991)

Keuntungan pemakaian precast concrete reinforced pile, yaitu :

a. Precast concrete reinforced pile ini mempunyai tegangan tekan yang

besar, hal ini tergantung dari mutu beton yang digunakan.

(45)

c. Karena tiang pancang beton ini tidak berpengaruh oleh tinggi muka air

tanah seperti tiang pancang kayu, maka disini tidak memerlukan galian

tanah yang banyak untuk poernya.

d. Tiang pancang beton dapat tahan lama sekali, serta tahan terhadap

pengaruh air maupun bahan-bahan yang corrosive asal beton

dekkingnya cukup tebal untuk melindungi tulangannya.

Kerugian pemakaian precast concrete reinforced pile, yaitu :

a. Karena berat sendirinya maka transportnya akan mahal, oleh karena itu

precast concrete reinforced pile ini dibuat di lokasi pekerjaan.

b. Memerlukan waktu yang lama untuk menunggu sampai tiang beton ini

dapat dipergunakan karena dipancang setelah cukup keras.

c. Bila memerlukan pemotongan maka dalam pelaksanaannya akan lebih

sulit dan memerlukan waktu yang lama.

d. Bila panjang tiang pancang kurang, karena panjang dari tiang pancang

ini tergantung dari pada alat pancang (pile driving) yang tersedia maka

untuk melakukan panyambungan adalah sukar dan memerlukan alat

penyambung khusus.

2. Precast Prestressed Concrete Pile

Precast prestressed concrete pile adalah tiang pancang dari beton

prategang yang menggunakan baja penguat dan kabel kawat sebagai gaya

(46)

Gambar 2.5. Tiang Pancang Precast Prestressed Concrete Pile (Sumber : Bowles, 1991)

Keuntungan pemakaian precast prestressed concrete pile, yaitu :

a. Kapasitas beban pondasi yang dipikulnya tinggi.

b. Tiang pancang tahan terhadap karat.

c. Kemungkinan terjadinya pemancangan keras dapat terjadi.

Kerugian pemakaian precast prestressed concrete pile, yaitu :

a. Pondasi tiang pancang sukar untuk ditangani.

b. Biaya permulaan dari pembuatannya tinggi.

c. Pergeseran cukup banyak sehingga prategang sukar untuk disambung.

3. Cast in Place Pile

Pondasi tiang pancang tipe ini adalah pondasi yang dicetak di

tempat dengan jalan dibuatkan lubang terlebih dahulu dalam tanah dengan

cara mengebor tanah seperti pada pengeboran tanah pada waktu

penyelidikan tanah.

Pada cast in place ini dapat dilaksanakan dua cara, yaitu :

1. Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi

(47)

2. Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi

dengan beton, sedangkan pipa tersebut tetap tinggal di dalam tanah.

Keuntungan pemakaian cast in place, yaitu :

a. Pembuatan tiang tidak menghambat pekerjan.

b. Tidak ada resiko rusak dalam transport karena tiang tidak diangkat.

c. Panjang tiang dapat disesuaikan dengan keadaan dilapangan.

Kerugian pemakaian cast in place, yaitu :

a. Pada saat penggalian lubang, membuat keadaan sekelilingnya menjadi

kotor akibat tanah yang diangkut dari hasil pengeboran tanah tersebut.

b. Pelaksanaannya memerlukan peralatan yang khusus.

[image:47.595.228.452.401.573.2]

c. Beton yang dikerjakan secara cast in place tidak dapat dikontrol.

Gambar 2.6. Tiang Pancang Cast In Place Pile

(48)

C. Tiang Pancang Baja

Kebanyakan tiang pancang baja ini berbentuk profil H. Karena

terbuat dari baja maka kekuatan dari tiang ini sendiri sangat besar sehingga

dalam pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah

seperti halnya pada tiang beton precast . Jadi pemakaian tiang pancang

baja ini akan sangat bermanfaat apabila kita memerlukan tiang pancang

yang panjang dengan tahanan ujung yang besar.

Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda-beda

terhadap tekstur tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah dan

keadaan kelembaban tanah. Pada umumnya tiang pancang baja akan

berkarat di bagian atas yang dekat dengan permukaan tanah. Hal ini

disebabkan karena Aerated-Condition (keadaan udara pada pori-pori

tanah) pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organik dari air

tanah. Hal ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja tersebut

dengan ter (coaltar) atau dengan sarung beton sekurang-kurangnya 20” ( ±

60 cm ) dari muka air tanah terendah.

Karat/korosi yang terjadi karena udara (atmosphere corrosion)

pada bagian tiang yang terletak di atas tanah dapat dicegah dengan

pengecatan seperti pada konstruksi baja biasa.

Keuntungan pemakaian tiang pancang baja, yaitu :

a. Tiang pancang ini mudah dalam dalam hal penyambungannya.

b. Tiang pancang ini memiliki kapasitas daya dukung yang tinggi.

c. Dalam hal pengangkatan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya

(49)

Kerugian pemakaian tiang pancang baja, yaitu :

a. Tiang pancang ini mudah mengalami korosi.

[image:49.595.197.475.168.316.2]

b. Bagian H pile dapat rusak atau dibengkokan oleh rintangan besar.

Gambar 2.7. Tiang Pancang Baja (Sumber : Bowles, 1991)

D. Tiang Pancang Komposit

Tiang pancang komposit adalah tiang pancang yang terdiri dari dua

bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu

tiang. Kadang-kadang pondasi tiang dibentuk dengan menghubungkan

bagian atas dan bagian bawah tiang dengan bahan yang berbeda, misalnya

dengan bahan beton di atas muka air tanah dan bahan kayu tanpa

perlakuan apapun di sebelah bawahnya. Biaya dan kesulitan yang timbul

dalam pembuatan sambungan menyebabkan cara ini diabaikan.

Tiang pancang komposit ini terdiri dari :

1. Water Proofed Steel and Wood Pile

Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian yang di

(50)

mengetahui bahwa kayu akan tahan lama/awet bila terendam air, karena

itu bahan kayu diletakan di bagian bawah yang selalu terletak di bawah air

tanah.

Kelemahan tiang ini adalah pada tempat sambungan apabila tiang

pancang ini menerima gaya horizontal yang permanen. Adapun cara

pelaksanaanya secara singkat sebagai berikut :

a. Casing dan core (inti) dipancang bersama-sama dalam tanah hingga

mencapai kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakan tiang

pancang kayu tersebut dan ini harus terletak di bawah muka air tanah

yang terendah.

b. Kemudian core ditarik ke atas dan tiang pancang kayu dimasukan

dalam casing dan terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras.

c. Secara mencapai lapisan tanah keras pemancangan dihentikan dan core

ditarik ke luar dari casing. Beton dicor ke dalam casing sampai penuh

terus dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing.

2. Composite Dropped in – Shell and Wood Pile

Tipe tiang ini hampir sama dengan tipe di atas hanya bedanya tiang

ini memakai shell yang terbuat dari bahan logam tipis permukaannya

diberi alur spiral. Secara singkat pelaksanaanya sebagai berikut :

a. Casing dan core dipancang bersama-sama sampai mencapai kedalaman

yang telah ditentukan di bawah muka air tanah.

b. Setelah mencapai kedalaman yang dimaksud core ditarik ke luar dari

casing dan tiang pancang kayu dimasukkan dalam casing terus

(51)

tiang pancang kayu ini harus diperhatikan benar-benar agar kepala tiang

tidak rusak atau pecah.

c. Setelah mencapai lapisan tanah keras core ditarik ke luar lagi dari

casing.

d. Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan

dalam casing. Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan

berbentuk sangkar yang mana tulangan ini dibentuk sedemikian rupa

sehingga dapat masuk pada ujung atas tiang pancang kayu tersebut.

e. Beton kemudian dicor ke dalam shell. Setelah shell cukup penuh dan

padat casing ditarik ke luar sambil shell yang telah terisi beton tadi

ditahan terisi beton tadi ditahan dengan cara meletakkan core di ujung

atas shell.

3. Composite Ungased – Concrete and Wood Pile

Dasar pemilihan tiang composiet tipe ini adalah :

 Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak

memungkinkan untuk menggunakan Cast in Place concrete pile,

sedangkan kalau menggunakan precast concrete pile terlalu

panjang, akibatnya akan susah dalam transport dan mahal.

 Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga bila menggunakan

tiang pancang kayu akan memerlukan galian yang cukup dalam

agar tiang pancang kayu tersebut selalu berada di bawah

(52)

Prinsip pelaksanaan tiang composite ini adalah sebagai berikut : a. Casing baja dan core dipancang bersama-sama dalam tanah sehingga

sampai pada kedalaman tertentu (di bawah muka air tanah).

b. Core ditarik ke luar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan

casing terus dipancang sampai kelapisan tanah keras.

c. Setelah sampai pada lapisa tanah keras core dikeluarkan lagi dari casing

dan beton sebagian dicor dalam casing. Kemudian core dimasukkan

lagi dalam casing.

d. Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak

tertentu sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti

bola di atas tiang pancang kayu tersebut.

e. Core ditarik lagi ke luar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi

sampai padat setinggi beberapa sentimeter di atas permukaan tanah.

Kemudian beton ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik

ke atas sampai ke luar dari tanah.

f. Tiang pancang composit telah selesai.

Tiang pancang composit seperti ini sering dibuat oleh The Mac

Arthur Concrete Pile Corp.

4. Composite Dropped – Shell and Pipe Pile

Dasar pemilihan tipe tiang seperti ini adalah :

 Lapisan tanah keras letaknya terlalu dalam bila digunakan Cast in

placeconcrete.

 Muka air tanah terendah terlalu dalam kalau digunakan tiang

(53)

Cara pelaksanaan tiang tipe ini adalah sebagai berikut :

a. Casing dan core dipasang bersama-sama sehingga casing seluruhnya

masuk dalam tanah. Kemudian core ditarik.

b. Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah

dimasukkan dalam casing terus dipancang dengan pertolongan core

sampai ke tanah keras.

c. Setelah sampai pada tanah keras kemudian core ditarik ke atas kembali.

d. Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam

casing hingga bertumpu pada penumpu yang terletak di ujung atas tiang

pipa baja. Bila diperlukan pembesian maka besi tulngan dimasukkan

dalam shell dan kemudian beton dicor sampai padat.

e. Shell yang telah terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan

casing ditarik ke luar dari tanah. Lubang disekeliling shell diisi dengan

tanah atau pasir. Variasi lain pada tipe tiang ini dapat pula dipakai tiang

pemancang baja H sebagai ganti dari tiang pipa.

5. Franki Composite Pile

Prinsip tiang hampir sama dengan tiang franki biasa hanya bedanya

pada bagian atas dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil

H dari baja.

Adapun cara pelaksanaan tiang composit ini adalah sebagai berikut :

a. Pipa dengan sumbat beton dicor terlebih dahulu pada ujung bawah pipa

baja dipancang dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah

(54)

b. Setelah pemancangan sampai pada kedalaman yang telah direncanakan,

pipa diisi lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer

sambil pipa ditarik lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton

seperti bola.

c. Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai

bertumpu pada bola beton pipa ditarik ke luar dari tanah.

d. Rongga disekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan

kerikil atau pasir.

2. Pondasi Berdasarkan Cara Penyaluran Beban

A. Tumpuan Ujung (End Bearing Pile)

Menurut Hardiyatmo, 2002, Tiang dukung ujung (End Bearing

Pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya ditentukan oleh tahanan

ujung tiang. Umumnya tiang dukung ujung berada dalam zone tanah yang

lunak yang berada di atas tanah keras. Tiang-tiang dipancang sampai

mencapai batuan dasar atau lapisan keras lain yang dapat mendukung

beban yang diperkirakan tidak mengakibatkan penurunan berlebihan.

Kapasitas tiang sepenuhnya ditentukan dari tahanan dukung lapisan keras

(55)

Gambar 2.8. Tumpuan Ujung (End Bearing Pile) (Sumber : Hardiyatmo, 2002)

B. Tumpuan Geser/Sisi (Friction Pile)

Penyaluran beban dimana sebagian besar daya dukungnya adalah

akibat dari gesekan antara tanah dengan sisi-sisi tiang pancang, atau

dengan kata lain kemampuan tiang pancang dalam menahan beban hanya

mengandalkan gaya geseran antara tiang dengan tanah disekelilingnya.

Hal ini bisa terjadi karena pada dasarnya kenyataan di lapangan mengenai

data kondisi tanah tidak bisa diprediksi, sehingga sering kita jumpai suatu

keadaan dimana lapisan yang memenuhi syarat sebagai lapisan pendukung

yang baik ditemui pada kedalaman yang dalam, sehingga akan

menyebabkan biaya yang sangat mahal.

Pada kenyataan seperti ini praktis daya dukung yang didapat adalah

dari gesekan antara sisi tiang dengan tanah disekelilingnya namun bukan

berarti perlawanan di ujungnya kita anggap melempem atau tidak ada, tapi

pada kenyataannya tumpuan di ujung ini juga memiliki andil dalam

memberikan daya dukung walaupun kecil.

Perbedaan dari kedua jenis tiang pancang ini, semata-mata hanya

(56)

sebagai kombinasi antara friction pile (tumpuan sisi) dan end bearing pile

(tumpuan ujung). Kecuali tiang pancang yang menembus tanah yang

sangat lembek sampai lapisan tanah dasar yang padat.

Menurut Hardiyatmo, 2002, Tiang gesek (friction pile) adalah tiang

yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh perlawanan gesek antara

dinding tiang dan tanah disekitarnya (Gambar 2.9). Tahanan gesek dan

pengaruh konsolidasi lapisan tanah di bawahnya diperhitungkan pada

[image:56.595.237.446.287.406.2]

hitungan kapasitas tiang.

Gambar 2.9. Tumpuan Geser/Sisi (Friction Pile) (Sumber : Hardiyatmo, 2002)

3. Pondasi Tiang Pancang menurut Pemasangannya

Pondasi tiang pancang menurut pemasangannya dibagi menjadi dua

yaitu tiang pancang pracetak dan tiang pancang yang dicor di tempat.

A. Tiang pancang pracetak

Tiang pancang pracetak adalah tiang pancang yang dicetak dan

dicor di dalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat lalu

diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang pracetak ini menurut cara

(57)

1. Cara penumbukan

Dimana tiang pancang tersebut dipancangkan ke dalam tanah dengan cara

penumbukan oleh alat penumbuk (hammer).

2. Cara penggetaran

Dimana tiang pancang tersebut dipancangkan ke dalam tanah dengan cara

penggetaran oleh alat penggetar (vibrator).

3. Cara penanaman

Dimana permukaan tanah dilubangi terlebih dahulu sampai kedalaman

tertentu, lalu tiang pancang dimasukkan, kemudian lubang tadi ditimbun

lagi dengan tanah.

Cara penanaman ini ada beberapa metode yang digunakan, yaitu :

a. Cara pengeboran sebelumnya, yaitu dengan cara mengebor tanah

sebelumnya lalu tiang dimasukkan kedalamnya dan ditimbun kembali.

b. Cara pengeboran inti, yaitu tiang ditanamkan dengan mengeluarkan

tanah dari bagian dalam tiang.

c. Cara pemasangan dengan tekanan, yaitu tiang dipancangkan ke dalam

tanah dengan memberikan tekanan pada tiang.

d. Cara pemancaran, yaitu tanah pondasi diganggu dengan semburan air

yang ke luar dari ujung serta keliling tiang, sehingga tidak dapat

dipancangkan ke dalam tanah.

B. Tiang yang dicor di tempat (Cast in Place Pile)

Tiang yang dicor di tempat (cast in place pile) ini menurut teknik

(58)

1. Cara penetrasi alas

Cara penetrasi alas yaitu pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah

kemudian pipa baja tersebut dicor dengan beton.

2. Cara penggalian

Cara ini dapat dibagi lagi urut peralatan pendukung yang digunakan

antara lain :

a. Penggalian dengan tenaga manusia

Penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga manusia adalah

penggalian lubang pondsi yang masih sangat sederhana dan merupakan

cara konvensional. Hal ini dapat dilihat dengan cara pembuatan pondasi

dalam, yang pada umumnya hanya mampu dilakukan pada kedalaman

tertentu.

b. Penggalian dengan tenaga mesin

Penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga mesin adalah

penggalian lubang pondasi dengan bantuan tenaga mesin, yang memiliki

kemampuan lebih baik dan lebih canggih.

4. Pondasi Tiang Berdasarkan Perpindahannya

A. Tiang Perpindahan besar (Large Displacement Pile)

Yaitu tiang pejal atau berlubang dengan ujung tertutup dipancang

ke dalam tanah sehingga terjadi perpindahan volume tanah yang relative

besar seperti tiang kayu, tiang beton pejal, tiang beton prategang (pejal

(59)

B. Tiang perpindahan Kecil (Small Displacement Pile)

Yaitu sama seperti tiang kategori pertama hanya volume tanah

yang dipindahkan saat pemancangan relative kecil, contohnya tiang beton

berlubang dengan ujung terbuka, tiang beton prategang berlubang dengan

ujung terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat ujung terbuka, dan tiang ulir.

C. Tiang Tanpa Perpindahan (Non Displacement Pile)

Terdiri dari tiang yang dipasang di dalam tanah dengan cara

menggali atau mengebor tanah seperti bored pile, yaitu tiang beton yang

pengecorannya langsung di dalam lubang hasil pengeboran tanah (pipa

baja diletakkan di dalam lubang dan dicor beton) (Hardiyatmo, 2002).

2.5. Alat Pancang Tiang

Dalam pemasangan tiang ke dalam tanah, tiang dipancang dengan

alat pemukul berupa pemukul (hammer) mesin uap, pemukul getar atau

pemukul yang hanya dijatuhkan. Penutup (pile cap) biasanya diletakkan

menutup kepala tiang yang kadang-kadang dibentuk dalam geometri

tertutup.

A. Pemukul Jatuh (Drop Hammer)

Pemukul jatuh terdiri dari blok pemberat yang dijatuhkan dari atas.

Pemberat ditarik dengan tinggi jatuh tertentu kemudian dilepas dan

menumbuk tiang. Pemakaian alat tipe ini membuat pelaksanaan

pemancangan berjalan lambat, sehingga alat ini hanya dipakai pada

(60)

B. Pemukul Aksi Tiang (Single-acting Hammer)

Pemukul aksi tunggal berbentuk memanjang dengan ram yang

bergerak naik oleh udara atau uap yang terkompresi, sedangkan gerakan

turun ram disebabkan oleh beratnya sendiri. Energi pemukul aksi tunggal

adalah sama dengan berat ram dikalikan tinggi jatuh.

C. Pemukul Aksi Double (Double-acting Hammer)

Pemukul aksi double menggunakan uap atau udara untuk

mengangkat ram dan untuk mempercepat gerakan ke bawahnya.

Kecepatan pukulan dan energi output biasanya lebih tinggi daripada

pemukul aksi tunggal.

D. Pemukul Diesel (DieselHammer)

Pemukul diesel terdiri dari silinder, ram, balok anvil dan sistem

injeksi bahan bakar. Pemukul tipe ini umumnya kecil, ringan dan

digerakkan dengan adalah jumlah benturan dari ram ditambah energi hasil

(61)

Gambar

Tabel 2.1. Jarak Pemboran
Gambar 2.4. Tiang Pancang Beton Precast  Concrete Pile
Gambar 2.6. Tiang Pancang Cast In Place Pile
Gambar 2.7. Tiang Pancang Baja
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pondasi tiang pancang adalah batang yang relative panjang dan langsing yang digunakan untuk menyalurkan beban pondasi melewati lapisan tanah dengan daya dukung rendah kelapisan

yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban diatasnya, dan juga bila letak tanah keras yang memiliki daya dukung yang cukup untuk memikul berat dari beban bangunan di

Menghitung daya dukung aksial tiang pancang tunggal secara analitis. dari data Standard Penetration Test (SPT) dengan metode

Tujuan dari studi ini adalah untuk menghitung dan membandingkan daya dukung aksial tiang pancang tunggal dari data SPT metode Mayerhof, data Kalendering metode

Perhitungan dengan berbagai metode menggunakan data yang diperoleh dari hasil tes SPT dan Kalendering, serta menghitung daya dukung aksial tiang pancang menggunakan bantuan

Penggunaan pondasi tiang pancang sebagai pondasi bangunan apabila tanah yang berada dibawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang

Dalam pembangunan yang tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang diterimanya

Dalam pembangunan yang tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung bearing capacity yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang diterimanya atau