ANALISIS KAPASITAS DAYA DUKUNG TIANG PANCANG TUNGGAL
DENGAN PANJANG TIANG 21 METER DAN DIAMETER 0,6 METER
SECARA ANALITIS DAN METODE ELEMEN HINGGA
(PROYEK PEMBANGUNAN JALAN BEBAS HAMBATAN MEDAN
–
KUALANAMU LOKASI JEMBATAN SEI BATU GINGGING STA. 41 + 630)
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian
Sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh :
RIZKA LAZUARDI
11 0404 016
BIDANG STUDI GEOTEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan atas anugerah Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan
Tugas Akhir ini dengan baik yang merupakan syarat utama dalam memperoleh gelar
sarjana Teknik Sipil bidang studi geoteknik Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara, dengan judul :
“Analisis Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal dengan
Panjang Tiang 21 meter dan Diameter 0,6 meter Secara Analitis dan
Metode Elemen Hingga
(Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Medan – Kualanamu Lokasi
Jembatan Sei Batu Gingging STA. 41 + 630)”
.
Saya menyadari bahwa dalam penyelesaian Tugas Akhir ini tidak lepas dari
dukungan, bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini saya ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Keluarga tercinta,
terutama
kedua
orang
tua saya,
Ayahanda
Kamaruzzaman Akhmadi (Alm) dan Ibunda Ros Evi Yanti yang telah
membesarkan dan menyayangi saya sepenuh hati, serta Kakanda Nouva
Liza, S.P, Abangda Oky Hamzah dan Tante Ros Elida yang berperan
memberikan doa, semangat, dan dukungan baik moral maupun material.
2. Bapak Ir. Rudi Iskandar, M.T, selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan dan saran dalam
membantu saya untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, M.S.CE, selaku Koordinator Sub Jurusan
Geoteknik Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Ir. Sofian Asmirza S, M.Sc dan Ibu Ika Puji Hastuty S.T, M.T,
selaku Dosen Pembanding dan Penguji.
6. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara, terutama Ibu Adina Sari Lubis S.T, M.T dan
Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.
7. Bapak dan Ibu pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
8. Teristimewa buat sahabat yang selalu ada Iqbal N. Lazuardi sebagai orang
terkasih yang memberikan doa, dukungan, semangat dan arahan kepada
saya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
9. Sahabat-sahabat seperjuangan : Putri Aulia, Wilma Zahra, A.Md, Nugroho
Syahputra, M. Hafiz Pratama, Astari Khairunnisa, S.E, Maya Sari F.
Aritonga, S.Ked, Siti Tamara Harahap, Wira Priharto, M. Rizki Murtaza,
Faiz Syarif Hutabarat, Hazman yang telah memberikan motivasi.
10. Teman-teman angkatan 2011, terutama Rahmi, Sylda, Ade, Triana, Elvan,
Bang Amanu, Adriansyah, Reza Kurniawan, Evand, dan terkhusus buat
partner saya dalam penelitian Tugas Akhir ini Ovan K. Ompusunggu.
Angkatan 2009, terutama Bang Yazid, Bang Henriko, Kak Elisa, Kak
Hanna, Kak Nita, Kak Putri nurul. Angkatan 2010, terutama Kak Eka, Kak
Naurah, Kak Yanti, Kak Cilla, Kak Dila, Kak Melli, Kak Ica, Bang Arby,
Bang Iqbalsyah, Bang Bilher, Bang Ikhsan, Bang Luthfi, Bang Derry, Bang
Desindo, Bang Acong. Adik-adik junior angkatan 2012, 2013 dan 2014,
terutama Nurlely, Ahmed, Riska, Tria, Nabila, Dayah, Bella, Citra, Karin.
12. Pihak Satuan Kerja, Kontraktor, Konsultan pada Proyek Pembangunan
Jalan Bebas Hambatan Medan – Kualanamu, terutama Pak Aruan, Pak
Angga, Pak Ardi Marpaung, Pak Irawan, Pak Husein, Pak Saragih, Pak
Hendri yang telah membantu saya memberikan data-data yang saya
butuhkan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
13. Seluruh rekan-rekan yang belum saya tuliskan satu-persatu atas jasa dan
dukungannya sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Saya menyadari bahwa penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna
karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan. Oleh karena itu saya menerima
kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penyempurnaan Tugas Akhir ini.
Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga Tugas Akhir ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Juli 2015
Penulis
Analisis Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal
dengan Panjang Tiang 21 meter dan Diameter 0,6 meter
Secara Analitis dan Metode Elemen Hingga
ABSTRAK
Pondasi tiang berfungsi untuk meletakkan bangunan dan meneruskan beban bangunan atas ke dasar tanah yang cukup kuat mendukungnya dan harus diperhitungkan dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri dan gaya-gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi dan lain-lain serta tidak boleh terjadi penurunan pondasi dari batas tertentu dan digunakan jika tanah yang berada di bawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan beban yang bekerja padanya.
Tujuan dari studi ini adalah untuk menghitung dan membandingkan daya dukung aksial tiang pancang tunggal dari data SPT metode Mayerhof, data Kalendering metode ENR dan Danish dan dengan Metode Elemen Hingga. Sedangkan untuk perhitungan daya dukung lateral menggunakan metode Broms. Dan menghitung penurunan elastis yang terjadi. Metodologi pengumpulan data adalah dengan melalukan observasi serta pengambilan data dari konsultan dan perusahaan pemancangan.
Terdapat perbedaan nilai hasil perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi, baik ditinjau dari metode perhitungan dan lokasinya. Berdasarkan hasil perhitungan daya dukung aksial tiang tunggal dengan data SPT = 189,2 Ton, data Kalendering, ENR = 102, 889 Ton, Danish = 235,569 Ton, dengan Metode Elemen Hingga bernilai 320,83 Ton. Sedangkan perhitungan daya dukung lateral tiang tunggal dengan menggunakan metode Broms diperoleh hasil secara analitis = 23,09 Ton, secara grafis = 22,358 Ton. Dan penurunan elastis tiang tunggal = 12,743 mm, penurunan dengan Metode Elemen Hingga = 20,19 mm. Perbedaan daya dukung dan penurunan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan jenis tanah, cara pelaksanaan pengujian yang bergantung pada ketelitian operator dan perbedaan parameter yang digunakan dalam perhitungan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR NOTASI... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.5 Batasan Masalah ... 5
1.6 Metode dan Tahapan Penelitian ... 6
1.7 Lokasi Penelitian ... 7
1.8 Sistematika Penulisan ... 7
1.9 Bagan Alir Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 11
2.1 Pendahuluan ... 11
2.2 Tanah... 13
2.2.1 Definisi Tanah ... 13
2.2.2 Karakteristik Tanah ... 15
2.3 Pondasi ... 16
2.3.1 Definisi Pondasi... 17
2.3.2 Fungsi Pondasi ... 17
2.3.4 Jenis-Jenis Pondasi ... 19
2.4 Tiang Pancang ... 28
2.4.1 Definisi Tiang Pancang... 28
2.4.2 Tujuan Penggunaan Pondasi Tiang Pancang ... 31
2.4.3 Jenis-Jenis Tiang Pancang... 31
2.4.4 Jenis-Jenis Alat Pancang... 53
2.4.5 Metode Pemancangan Tiang ... 57
2.4.6 Alasan Menggunakan Pondasi Tiang Pancang ... 57
2.4.7 Kelebihan dan Kekurangan Pondasi Tiang Pancang ... 58
2.5 Penyelidikan dan Pemeriksaan Tanah di Lapangan (Soil Investigation)... 59
2.5.1 Pemboran ... 59
2.5.2 Sumur Percobaan (Test Pit)... 62
2.5.3 Pengambilan Contoh Tanah ... 62
2.5.4 Percobaan Penetrasi ... 63
2.6 Kalendering ... 66
2.7 Pile Driving Analyzer (PDA) ... 69
2.8 Metode Pelaksanaan Pemancangan Pondasi Tiang ... 78
2.9 Kapasitas Daya Dukung Aksial Tiang Pancang... 90
2.9.1 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil SPT ... 90
2.9.2 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil Kalendering ... 95
2.10 Kapasitas Daya Dukung Lateral Tiang Pancang ... 99
2.10.1 Hitungan Tahanan Beban Lateral Ultimit ... 101
2.10.2 Metode Broms ... 104
2.11 Faktor Keamanan... 115
2.12.1 Penurunan Tiang Tunggal dengan Rumus
Poulus – Davis... 117
2.12.2 Penurunan Tiang Elastis ... 123
2.13. Metode Elemen Hingga ... 124
2.14 Plaxis... 128
2.14.1 Model Tanah Mohr –Coulomb... 130
2.14.2 Pemilihan Parameter... 132
2.14.3 Parameter Tanah... 133
BAB III METODE PENELITIAN ... 140
3.1 Deskripsi Proyek... 140
3.2 Data Teknis Tiang Pancang... 142
3.3 Tahap Penelitian ... 143
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 147
4.1 Pendahuluan ... 147
4.2 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Aksial...147
4.2.1 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan Data SPT ... 147
4.2.2 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan Data Kalendering... 150
4.2.2.1 Perhitungan Kalendering dengan Metode ENR ... 150
4.2.2.2 Perhitungan Kalendering dengan Metode Danish ... 151
4.3 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Lateral ... 151
4.4 Menghitung Penurunan Tiang Tunggal ... 154
4.4.2 Penurunan Tiang Elastis ... 159
4.5 Perhitungan dengan Metode Elemen Hingga... 160
4.5.1 Data-Data Masukan ... 160
4.5.2 Proses Memasukkan Data... 163
4.6 Menghitung Penurunan Elastis Pada Metode Elemen Hingga.. 170
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 172
5.1 Kesimpulan... 172
5.2 Saran ... 175
Daftar Pustaka ... xx
Lampiran ... xxiv
Lampiran 1, Gambar 1. Layout Lokasi Proyek ... xxiv
Lampiran 2, Tabel 1. Deskripsi Tanah Lobang Bor Mesin Titik 2 (BH-2) ... xxv
Lampiran 3, Tabel 2. Nilai “N” Standard Penetration Test(SPT) ... xxvi
Lampiran 4, Tabel 3. Hasil Pengujian Laboratorium ... xxvii
Lampiran 5, Jenis Tanah dari Hasil Pemboran ... xxviii
Lampiran 6, Tabel 4. Kedalaman Muka Air Tanah (Ground Water Level)... xxviii
Lampiran 7, Drilling Log ... xxix
Lampiran 8, Tabel 5. Daya Dukung Izin Pondasi Tiang Pancang ... xxx
Lampiran 9, Grafik 1. Daya Dukung Izin Pondasi Tiang dari Data SPT ... xxxi
Lampiran 10, Tabel 6. Progress of Pile Driving Work... xxxii
Lampiran 11, Tabel 7. Pile Driving Record... xxxiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Bagan Alir Penelitian ...9
Gambar 2.1 Elemen-Elemen Tanah ...14
Gambar 2.2 Pondasi Umpak ...20
Gambar 2.3 Pondasi Batu Bata ...21
Gambar 2.4 Pondasi Batu Kali ...22
Gambar 2.5 Pondasi Bor Mini (Strauss Pile)...22
Gambar 2.6 Pondasi Rakit ...23
Gambar 2.7 Pondasi Telapak/Footplat...23
Gambar 2.8 Pondasi Sumuran ...25
Gambar 2.9 Pondasi Tiang Pancang Bulat Berongga ...26
Gambar 2.10 Pondasi Tiang Franki (Franki Pile)...26
Gambar 2.11 Pondasi Tiang Bor (Bored Pile)...28
Gambar 2.12 Tiang Pancang Beton Precast Concrete Pile...38
Gambar 2.13 Tiang Pancang Precast Prestressed Concrete Pile...39
Gambar 2.14 Tumpuan Ujung (End Bearing Pile)...49
Gambar 2.15 Tumpuan Geser/Sisi (Friction Pile)...50
Gambar 2.16 Skema Pemukul Tiang Pancang ...55
Gambar 2.17 Jenis-Jenis Bor Tangan...60
Gambar 2.18 Alat Percobaan Penetrasi Standard ...64
Gambar 2.19 Pembacaan Kalendering ...67
Gambar 2.20 Persiapan Pelaksanaan Kalendering...68
Gambar 2.21 Pelaksanaan Kalendering ...68
Gambar 2.22 Hasil Kalendering ...69
Gambar 2.23 Pile Driving Analyzer (PDA) Model Pax...69
Gambar 2.25 Tipikal Set-Up tes PDA...70
Gambar 2.26 Sensor PDA : Strain Transducer dan Accelerometer ...71
Gambar 2.27 Grafik Hasil Pengujian Tes PDA dan CAPWAP ...76
Gambar 2.28 Tiang Pancang yang Dibubuhi Tanda ...80
Gambar 2.29 Alat Pemancangan ...81
Gambar 2.30 Penyimpanan Tiang Pancang...81
Gambar 2.31 Bagian-Bagian dari Alat Pemancang ...83
Gambar 2.32 Pengangkatan Tiang Pancang dengan Dua Tumpuan...84
Gambar 2.33 Pengangkatan Tiang Pancang dengan Satu Tumpuan ...84
Gambar 2.34 Tiang Pancang Ditarik dengan Sling...85
Gambar 2.35 Tiang Pancang Dimasukkan pada Bagian Alat ...86
Gambar 2.36 Tiang Pancang Diluruskan ...86
Gambar 2.37 Kemiringan Dicek dengan Waterpass...87
Gambar 2.38 Pemancangan Tiang Pertama...87
Gambar 2.39 Penyambungan Tiang Pancang dengan Pengelasan ...88
Gambar 2.40 Nilai N-SPT untuk Desain Tahanan Ujung pada Tanah Pasiran ...94
Gambar 2.41 Grafik Hubungan antara Kuat Geser (Cu) dengan Faktor Adhesi(α)...95
Gambar 2.42 Tinggi Jatuh Hammer(h) ...98
Gambar 2.43 Aplikasi Pondasi Tiang dalam Menahan Beban Lateral ...100
Gambar 2.44 Tiang Pendek Dikenai Beban Lateral ...105
Gambar 2.45 Tiang Panjang Dikenai Beban Lateral ...105
Gambar 2.46 Defleksi dan Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang dengan Kondisi Kepala Tiang Bebas Akibat Beban Lateral pada Tanah Kohesif...107
Gambar 2.48 Defleksi dan Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang dengan Kondisi Kepala Tiang Terjepit Akibat Beban Lateral pada
Tanah Kohesif...109
Gambar 2.49 Defleksi dan Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang dengan Kondisi Kepala Tiang Bebas Akibat Beban Lateral pada Tanah Granular ...112
Gambar 2.50 Defleksi dan Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang dengan Kondisi Kepala Tiang Terjepit Akibat Beban Lateral pada Tanah Granular ...114
Gambar 2.51 Kapasitas Beban Lateral pada Tanah Granular ...115
Gambar 2.52 Faktor Penurunan I0...120
Gambar 2.53 Faktor Koreksi Angka Poissa, Rµ...120
Gambar 2.54 Faktor Koreksi Kompresi, Rk...121
Gambar 2.55 Faktor Koreksi Kedalaman, Rh...121
Gambar 2.56 Faktor Koreksi Kekakuan Lapisan Pendukung, Rb...122
Gambar 2.57 Variasi Jenis Bentuk Unit Tahanan Friksi (Kulit) Alami Terdistribusi Sepanjang Tiang Tertanam ke Dalam Tanah...124
Gambar 2.58 Jenis-Jenis Elemen ...127
Gambar 2.59 Titik Nodal dan Titik Integrasi ...128
Gambar 2.60 Model Pondasi Tiang Pancang ...129
Gambar 2.61 Tab Parameter untuk Model Mohr – Coulomb...133
Gambar 3.1 Lokasi Proyek ...141
Gambar 3.2 Lokasi Titik Bore Hole...142
Gambar 3.3 Alur Penelitian ...145
Gambar 4.1 Grafik Kapasitas Beban Lateral pada Tanah Granular ...153
Gambar 4.2 Faktor Penurunan I0...156
Gambar 4.4 Faktor Koreksi Kompresi, Rk...157
Gambar 4.5 Faktor Koreksi Kedalaman, Rh ...157
Gambar 4.6 Faktor Koreksi Kekakuan Lapisan Pendukung, Rb...158
Gambar 4.7 Lembar Tab Proyek dari Jendela Pengaturan Global...163
Gambar 4.8 Pemodelan Bore Hole2 Setelah Pendefinisian Material ...164
Gambar 4.9 Generate Mesh...165
Gambar 4.10 Kondisi Active Pore Pressure...166
Gambar 4.11 Kondisi Effective Stresses ...166
Gambar 4.12 Phase-Phase Perhitungan...167
Gambar 4.13 Proses Pendefinisian Beban RencanaPoint Load ...168
Gambar 4.14 Proses Perhitungan...168
Gambar 4.15 Nilai phi/c Reductionpada Phase 2 (Sebelum Konsolidasi)...169
Gambar 4.16 Nilai phi/c Reductionpada Phase 4 (Setelah Konsolidasi)...169
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jarak Pemboran...61
Tabel 2.2 Parameter Pengujian Tes PDA ...73
Tabel 2.3 Hasil Pengujian Tes PDA dan CAPWAP ...77
Tabel 2.4 Global Safety Factors-Allowable Stress Design Value...78
Tabel 2.5 Spesifikasi Diesel Hammer untuk Piles ...87
Tabel 2.6 Hal-Hal yang Perlu Dipertimbangkan Untuk Penentuan Harga N ...91
Tabel 2.7 Hubungan antara Angka Penetrasi Standar dengan Sudut Geser Dalam dan Kepadatan Relatif pada Tanah Pasir ...92
Tabel 2.8 Hubungan antara Harga N-SPT, Sudut Geser Dalam dan Kepadatan Relatif...92
Tabel 2.9 Hubungan antara Harga N-SPT dan Berat Isi Tanah...92
Tabel 2.10 Nilai Efisiensi Hammer...97
Tabel 2.11 Klasifikasi Tiang Pancang Bulat Berongga...97
Tabel 2.12 Koefisien Restitusi ...97
Tabel 2.13 Tinggi Jatuh Hammer(h) ...98
Tabel 2.14 Efisiensi Jenis Alat Pancang...99
Tabel 2.15 Karakteristik Alat Pancang Diesel Hammer...99
Tabel 2.16 Kriteria Pondasi Tiang Pendek dan Pondasi Tiang Panjang ...102
Tabel 2.17 Hubungan Modulus Subgrade(k1) dengan Kuat Geser Undraineduntuk Lempung Kaku Terkonsolidasi Berlebihan (Overconsolidated)...103
Tabel 2.18 Nilai-Nilai nhuntuk Tanah Granuler (c = 0) ...104
Tabel 2.19 Nilai-Nilai nhuntuk Tanah Kohesif ...104
Tabel 2.21 Nilai Koefisien Empiris (Cp)...124
Tabel 2.22 Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah ...135
Tabel 2.23 Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada Tanah Lempung...135
Tabel 2.24 Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada Tanah Pasir...136
Tabel 2.25 Hubungan Jenis Tanah, Konsistensi dan Poisson’s Ratio (μ).136 Tabel 2.26 Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah ...139
Tabel 4.1 Perhitungan Daya Dukung Tiang berdasarkan Data SPT (BH II) ...149
Tabel 4.2 Perkiraan Penurunan Tiang Tunggal ...159
Tabel 4.3 Data Tiang Pancang ...161
Tabel 4.4 Input Parameter Tanah untuk Metode Elemen Hingga...162
Tabel 5.1 Hasil Perhitungan Daya Dukung Aksial Tiang Pancang...178
Tabel 5.2 Hasil Perhitungan Daya Dukung Lateral Tiang Pancang...179
DAFTAR NOTASI
Ap = luas penampang tiang pancang (m2)
B = lebar atau diameter tiang (m) BN = jumlah pukulan
BPM = jumlah pukulan permenit
BTA = integritas tiang/keutuhan tiang (%)
C = konstanta empiris untuk energi hilang sewaktu pemancangan Cp = koefisien empiris
Cs = konstanta empiris
CSX = tegangan tekan maksimum pada posisi sensor (Mpa) c = kohesi tanah (kg/cm²)
cu = kohesi tanah undrained (kN/m2)
D = diameter tiang (m)
DMX = penurunan maksimum tiang (mm) Dr = kerapatan relatif (%)
E = energi alat pancang (kg-cm)
Eb = modulus elastisitas tanah di dasar tiang (kN/ m2) EMX = energi maksimum yang ditransfer (ton-m) Ep = modulus elastisitas dari bahan tiang (kN/ m2)
Es = modulus elastisitas tanah di sekitar tiang (kN/ m2)
e = angka pori
f’c = mutu beton (kg/cm2) FMX = gaya tekan maksimum (ton) FS = faktor keamanan
f = jarak momen maksimum dari permukaan tanah (m) Gs = specific gravity
g = jarak dari lokasi momen maksimum sampai dasar tiang (m) H = kedalaman total lapisan tanah; ujung tiang ke muka tanah Hu = beban lateral (kN)
h = tinggi jatuh hammer(m) I = momen inersia tiang (cm4) ID = diameter dalam (m)
I0 = faktor pengaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat
(incompressible) dalam massa semi tak terhingga Ip = momen inersia penampang tiang
i = kedalaman lapisan yang ditinjau (m)
Jc = nilai damping factor, tergantung dari jenis tanah K = faktor kekakuan tiang
K = modulus tanah
Khi = koefisien reaksi tanah dalam arah horizontal di titik i
k1 = modulus reaksi subgradedari Terzaghi
Kp = koefisien tekanan tanah pasif
k = koefisien permeabilitas
kv = koefisien permeabilitas arah vertikal
L = panjang tiang pancang (cm)
LE = panjang tiang di bawah instrument (cm)
Li = tebal lapisan tanah, pengujian SPT dilakukan setiap interval kedalaman pemboran (m)
LP = panjang tiang tertanam (cm) Mmax = momen maksimum (kN-m)
My = momen leleh (kN-m)
NSPT = jumlah pukulan yang diperlukan dari percobaan SPT
N1 = nilai Nrata-rata dari dasar ke 10D ke atas
N2 = nilai Nrata-rata dari dasar ke 4D ke bawah
n = jumlah tiang pancang
nh = koefisien variasi modulus tanah
OD = diameter luar (m) p = keliling tiang (m)
po = tekanan overburdenefektif
pu = tahanan tanah ultimit
Q = besar beban yang bekerja (kN) Qp = tahanan ujung ultimate (kN)
Q
ijin = kapasitas daya dukung ijin tiang (kN)
Qs = tahanan gesek ultimit dinding tiang (kN)
Q
ult = kapasitas daya dukung maksimal/akhir (kN)
Qwp = daya dukung yang bekerja pada ujung tiang dikurangi daya dukung
Qws = daya dukung friction (kN)
qc = nilai konus (Kg/cm 2
) qp = daya dukung ultimit (kN)
R = faktor kekakuan R = tahanan tanah total
Rb = faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung
Rh = faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah keras Rk = faktor koreksi kemudahmampatan tiang
RMX = daya dukung aksial tiang (ton)
Rμ = faktor koreksi angka poisson
S = penetrasi pukulan per cm (cm)
S = besar penurunan yang terjadi untuk tiang tunggal (mm) Se(1) = penurunan elastis dari tiang (mm)
Se(2) = penurunan tiang yang disebabkan oleh beban di ujung tiang (mm)
Se(3) = penurunan tiang yang disebabkan oleh beban di sepanjang batang tiang
(mm)
T = faktor kekakuan
TSX = tegangan tarik maksimum sepanjang tiang (Mpa) t1 = waktu impact dari tumbukan (detik)
α = koefisien adhesi antara tanah dan tiang
η = effisiensi alat pancang
τ = kekuatan geser tanah (kg/cm2)
σ = tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm2) ߛ = berat isi tanah (kN/m3)
γdry = berat jenis tanah kering (kN/m3) γsat = berat jenis tanah jenuh (kN/m3) μ = poisson’s ratio
Analisis Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal
dengan Panjang Tiang 21 meter dan Diameter 0,6 meter
Secara Analitis dan Metode Elemen Hingga
ABSTRAK
Pondasi tiang berfungsi untuk meletakkan bangunan dan meneruskan beban bangunan atas ke dasar tanah yang cukup kuat mendukungnya dan harus diperhitungkan dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri dan gaya-gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi dan lain-lain serta tidak boleh terjadi penurunan pondasi dari batas tertentu dan digunakan jika tanah yang berada di bawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan beban yang bekerja padanya.
Tujuan dari studi ini adalah untuk menghitung dan membandingkan daya dukung aksial tiang pancang tunggal dari data SPT metode Mayerhof, data Kalendering metode ENR dan Danish dan dengan Metode Elemen Hingga. Sedangkan untuk perhitungan daya dukung lateral menggunakan metode Broms. Dan menghitung penurunan elastis yang terjadi. Metodologi pengumpulan data adalah dengan melalukan observasi serta pengambilan data dari konsultan dan perusahaan pemancangan.
Terdapat perbedaan nilai hasil perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi, baik ditinjau dari metode perhitungan dan lokasinya. Berdasarkan hasil perhitungan daya dukung aksial tiang tunggal dengan data SPT = 189,2 Ton, data Kalendering, ENR = 102, 889 Ton, Danish = 235,569 Ton, dengan Metode Elemen Hingga bernilai 320,83 Ton. Sedangkan perhitungan daya dukung lateral tiang tunggal dengan menggunakan metode Broms diperoleh hasil secara analitis = 23,09 Ton, secara grafis = 22,358 Ton. Dan penurunan elastis tiang tunggal = 12,743 mm, penurunan dengan Metode Elemen Hingga = 20,19 mm. Perbedaan daya dukung dan penurunan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan jenis tanah, cara pelaksanaan pengujian yang bergantung pada ketelitian operator dan perbedaan parameter yang digunakan dalam perhitungan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam pembangunan suatu konstruksi, langkah pertama yang dikerjakan adalah pekerjaan pondasi. Pondasi diperlukan sebagai dasar bangunan yang kuat dan kokoh karena merupakan pendukung utama dari sebuah konstruksi sipil. Pondasi adalah bagian konstruksi bangunan bawah (sub structure) yang berfungsi untuk meneruskan beban konstruksi di atasnya (upper structure) termasuk berat sendiri pondasi dan beban lainnya seperti angin, gempa, dan sebagainya ke lapisan tanah di bawahnya tanpa mengakibatkan terjadinya pernurunan bangunan di luar batas toleransinya. Dalam pelaksanaannya, pondasi sebagai bagian dari konstruksi yang paling berpengaruh terhadap kestabilan suatu konstruksi, harus dapat memenuhi kapasitas daya dukung yang direncanakan sebagai penunjang konstruksi yang stabil. Suatu perencanaan pondasi dikatakan benar apabila beban yang diteruskan pondasi ke tanah tidak melampaui kekuatan tanah yang bersangkutan. Apabila kekuatan tanah dilampaui, maka penurunan yang berlebihan dan keruntuhan dari tanah akan terjadi. Kedua hal tersebut akan menyebabkan kerusakan pada konstruksi yang berada di atas pondasi tersebut.
permukaan cukup baik, biasanya digunakan pondasi dangkal, sedangkan jika konstruksi atas bebannya berat biasanya jenis pondasi yang digunakan adalah pondasi dalam.
Dalam hal ini penulis mencoba mengkonsentrasikan Tugas Akhir kepada permasalahan pondasi dalam, yaitu tiang pancang. Tiang pancang berinteraksi dengan tanah akan menghasilkan daya dukung yang mampu memikul dan memberikan keamanan pada sruktur bagian atas. Kekuatan daya dukung tiang pancang ditentukan berdasarkan tahanan ujung (end bearing) dan peletakan tiang dengan tanah (friction). Tiang dukung ujung (end bearing pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Sedangkan tiang gesek adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh perlawanan gesek (Hardiyatmo, H.C, 2011).
didapatkan oleh pengujian tersebut berupa parameter pemancangan maka pengujian ini digolongkan pengujian dinamis (Hardiyatmo, H.C, 2011).
Daerah penelitian yang dipilih oleh penulis terletak pada proyek pembangunan jalan bebas hambatan Medan – Kualanamu, tepatnya pada borhole II Sei Batu Gingging STA. 41+ 630. Daerah penelitian merupakan daerah yang akan dibangun jembatan dengan kondisi tanah yang mempunyai jenis dan sifat tanah yang berbeda-beda pada kedalaman tertentu dengan kadar air yang tinggi. Dengan demikian pondasi tiang pancang sangat sesuai digunakan pada tanah lunak dimana lapisan tanah keras letaknya jauh berada dari permukaan tanah.
Tes SPT (Standard Penetration Test), tes kalendering, dan tes PDA (Pile Driving Analyzer) telah dilakukan pada tiang pancang Sei Batu Gingging STA. 41+ 630 yang memberikan analisis perbandingan perhitungan dari masing-masing metode yang dipakai dalam mencari kapasitas daya dukung dan penurunan elastis. Dan juga digunakan Metode Elemen Hingga untuk mengetahui besarnya kapasitas daya dukung dan penurunan elastis tiang pancang tunggal. Oleh karena itu dengan melihat perbandingan perhitungan dari hasil masing-masing metode yang akan disajikan dapat memberikan informasi yang akurat tentang kapasitas daya dukung sehingga diperoleh perencanaan pondasi yang aman.
1.2. Identifikasi Masalah
elemen hingga dan membandingkannya dengan perhitungan yang dilakukan secara empiris.
1.3. Tujuan Penelitian
Secara ringkas tujuan yang diharapkan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Menghitung besarnya kapasitas daya dukung aksial tiang pancang tunggal secara analitis dan numeris. Secara analitis dihitung berdasarkan data-data lapangan yang didapat yaitu SPT, Kalendering, dan PDA, sedangkan secara numeris dihitung menggunakan Metode Elemen Hingga.
2. Menghitung besarnya kapasitas daya dukung lateral pada pondasi tiang tunggal dengan rumus empiris yaitu menggunakan metode Broms. 3. Menghitung penurunan elastis tiang tunggal secara analitis dan dengan
Metode Elemen Hingga.
4. Membandingkan besarnya kapasitas daya dukung dan penurunan elastis tiang tunggal yang terjadi secara analitis dan numeris.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk :
1. Memperoleh daya dukung ultimit tiang pancang tunggal dengan menggunakan SPT, kalendering, dan PDA serta dapat membandingkan hasil yang diperoleh dengan perhitungan Metode Elemen Hingga. 2. Sebagai referensi untuk pembaca yang menghadapi masalah yang
sama.
1.5. Batasan Masalah
Penelitian yang penulis lakukan hanya berfokus pada :
1. Daerah penelitian terletak pada proyek pembangunan jalan bebas hambatan Medan – Kualanamu borhole II Sei Batu Gingging STA. 41+630.
2. Pondasi yang digunakan dalam perhitungan adalah pondasi tiang pancang tunggal.
3. Tiang pancang yang digunakan berdiameter 60 cm produksi WIKA Beton.
4. Hanya meninjau pondasi tiang tegak lurus. 5. Tidak menghitung beban kerja pada pondasi.
6. Pekerjaan penyelidikan, baik penyelidikan lapangan maupun penyelidikan laboratorium (data tanah) dilakukan oleh pihak Joint Operasional(JO) Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Medan – Kualanamu.
7. Menghitung daya dukung aksial tiang pancang tunggal secara analitis dari data Standard Penetration Test (SPT) dengan metode Mayerhof, data Kalendering memakai metode Engineering News Record (ENR) dan metodeDanish, dan Pile Driving Analyzer (PDA).
8. Menghitung daya dukung pondasi tiang pancang tunggal secara numeris yaitu menggunakan Metode Elemen Hingga dengan pemodelan Mohr - Coulombtanpa menghitung daya dukung lateral. 9. Menghitung daya dukung lateral tiang pancang tunggal menggunakan
metode Broms.
1.6. Metode dan Tahapan Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah studi pustaka, tinjauan lapangan (survey), dan analisis data. Dalam metode penelitian ini memiliki 5 tahap, yaitu : tahapan pendahuluan/pustaka, tahapan meninjau langsung ke lokasi, tahapan pengumpulan data, tahapan analisis data, dan tahapan penyusunan laporan.
Kegiatan penelitian yang dilakukan dengan beberapa tahap adalah sebagai berikut :
Tahapan pendahuluan, merupakan tahapan studi pustaka, yakni dengan
cara mengumpulkan dan mempelajari literatur-literatur yang terkait dengan penelitian ini. Hasil dari tahapan ini berupa sketsa dan penafsiran sementara tentang keadaan geologi daerah tersebut yang akan digunakan pada tahap pengambilan data.
Tahapan meninjau langsung ke lokasi proyek dan menentukan lokasi
pengambilan data yang dianggap perlu.
Tahapan pengumpulan data, data yang diperoleh adalah :
1. Data hasil SPT
2. Data hasil kalendering 3. Data uji laboratorium 4. Data tes PDA
Tahapan analisis dan interpretasi data, melakukan pengolahan data dari
menghitung daya dukung aksial tiang pancang menggunakan bantuan Metode Elemen Hingga, sedangkan secara lateral menggunakan rumus empiris yaitu dengan metode Broms. Dan menghitung penurunan elastis tiang pancang tunggal.
Tahapan penyusunan laporan, merupakan tahapan akhir dari tahap
penelitian dimana pada tahap ini disusun data-data dari tahap awal hingga akhir yang selanjutnya akan dirangkum menjadi sebuah laporan penelitian.
1.7. Lokasi Penelitian
Lokasi perkerjaan penyelidikan tanah (soil investigation) berlokasi di rencana Jalan Tol (Toll Road) Medan – Kualanamu, borhole II Sei Batu Gingging STA. 41+630, Propinsi Sumatera Utara.
1.8 Sistematika Penulisan
Rencana sistematika penulisan Tugas Akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab, yang diuraikan sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Berisi latar belakang penulisan, identifikasi masalah, tujuan dan manfaat, pembatasan masalah, metode dan tahapan penelitian.
Bab II : Tinjau Pustaka
Berisi dasar teori, rumus, dan segala sesuatu yang digunakan untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini, yang diperoleh dari buku literatur, tulisan ilmiah, website/search engine, dan hasil penulisan sebelumnya.
Bab III : Metodologi
Bab IV : Analisis dan Perhitungan
Berisi perhitungan kapasitas daya dukung aksial dan lateral serta perhitungan penurunan elastis tiang pancang tunggal dengan mengolah data-data yang diperoleh.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
1.9. Bagan Alir Penelitian
Pengolahan Data Dengan Metode Analitis dan Numeris MULAI
Judul : Analisis Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal dengan Panjang Tiang 21 meter dan
Diameter 0,6 meter Secara Analitis dan Metode Elemen Hingga
Studi Literatur
Identifikasi Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Pengumpulan Data
Data Pengujian SPT Data Pengujian Kalendering Data Pengujian PDA
Analitis dengan menggunakan tes SPT, Kalendering, dan PDA
Numeris dengan Metode Elemen Hingga
Gambar 1.1. Bagan Alir Penelitian
Perhitungan Daya Dukung Aksial Menggunakan:
-SPT metode Mayerhof
-Kalendering metode Engineering News Record (ENR) dan metodeDanish -PDA
- Metode Elemen Hingga
Perhitungan Daya Dukung Lateral Menggunakan:
-Metode Broms
A
Perhitungan Penurunan Elastis Tiang Pancang Tunggal Secara Analitis dan Numeris
Analisis dan Hasil
Perbandingan Daya Dukung aksial Secara Metode Analitis dan Numeris
Kesimpulan dan Saran
Selesai Analisis dan Hasil
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendahuluan
Setiap bangunan konstruksi baik berupa gedung, jembatan,
bendungan, atau jalan yang bertumpu pada tanah harus didukung oleh
suatu pondasi. Tanah mempunyai peranan penting dalam suatu pekerjaan
konstruksi bangunan, salah satunya adalah sebagai pondasi pendukung
pada bangunan. Pondasi harus mampu memikul beban-beban yang bekerja
pada bangunan tersebut termasuk berat sendiri pondasi. Jika lapisan tanah
cukup keras dan mampu untuk memikul beban bangunan maka pondasi
dapat dibangun langsung di atas permukaan tanah. Tetapi jika
dikhawatirkan tanah akan mengalami penurunan akibat berat beban yang
bekerja maka diperlukan suatu konstruksi seperti tiang pancang.
Untuk menentukan perencanaan pondasi, terdapat dua hal yang
harus diperhatikan pada tanah bagian bawah pondasi, yaitu :
1. Daya dukung pondasi harus lebih besar daripada beban yang bekerja
pada pondasi.
2. Penurunan yang terjadi akibat pembebanan tidak boleh melebihi
penurunan yang diijinkan.
Menurut Sardjono HS, 1988, terdapat beberapa macam tipe
pondasi dan pemilihan tipe pondasi didasarkan atas :
Fungsi bangunan atas (upper structure) yang akan dipikul oleh pondasi.
Keadaan tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan.
Biaya pondasi dibandingkan dengan bangunan atas.
Dari beberapa macam tipe pondasi yang dapat dipergunakan
diantaranya adalah pondasi tiang pancang. Pondasi tiang adalah
bagian-bagian konstruksi yang dapat dibuat dari beton, kayu, atau baja yang
digunakan untuk meneruskan beban-beban ke lapisan tanah yang lebih
dalam (Bowles, 1984).
Penggunaan pondasi tiang pancang sebagai pondasi bangunan
apabila tanah yang berada di bawah dasar bangunan tidak mempunyai
daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat
bangunan beban yang bekerja padanya (Sardjono HS, 1988). Atau apabila
tanah yang mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul berat
bangunan dan seluruh beban yang bekerja berada pada lapisan yang sangat
dalam dari permukaan tanah, kedalaman > 8 m (Bowles, 1991). Jika hasil
pemeriksaan tanah menunjukkan bahwa tanah dangkal tidak stabil dan
kurang keras serta besarnya hasil estimasi penurunan tidak dapat diterima,
maka pondasi tiang pancang dapat menjadi bahan pertimbangan.
Tiang pancang berinteraksi dengan tanah akan menghasilkan daya
dukung yang mampu memikul dan memberikan keamanan pada sruktur
bagian atas. Kekuatan daya dukung tiang pancang ditentukan berdasarkan
tahanan ujung (end bearing) dan peletakan tiang dengan tanah (friction).
Tiang dukung ujung (End Bearing Pile) adalah tiang yang kapasitas
gesek adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh
perlawanan gesek (Hardiyatmo, H.C, 2002).
Pada umumnya tiang pancang dipancangkan tegak lurus ke dalam
tanah, tetapi apabila diperlukan untuk dapat menahan gaya horizontal
maka tiang pancang akan dipancang miring (batter pile) dengan
kemiringan yang dapat dicapai oleh tiang pancang tergantung dari alat
pancang yang dipergunakan serta disesuaikan dengan perencanaannya.
2.2. Tanah
Seperti sudah kita ketahui sebelumnya, tanah mempunyai peranan penting dalam suatu pekerjaan konstruksi bangunan yaitu sebagai pondasi
pendukung suatu bangunan.
Mengingat hampir semua bangunan itu dibuat di atas atau di bawah
permukaan tanah, maka harus dibuatkan pondasi yang dapat memikul
beban bangunan atau gaya yang bekerja melalui bangunan tersebut.
Pondasi harus terletak pada tanah yang mampu mendukungnya, tanpa
mengakibatkan kerusakan tanah atau terjadinya penurunan bangunan di
luar batas toleransinya.
2.2.1. Definisi Tanah
Dalam pengertian teknik secara umum tanah adalah material yang
terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi
(terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang
telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas
yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut
Tanah pada kondisi alam terdiri dari campuran butiran mineral
dengan atau tanpa kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut
dapat dipisahkan dengan air.
Tanah terdiri dari 3 komponen yaitu udara, air, dan bahan padat.
Udara dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat
mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang diantara butiran-butiran baik
sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Jika rongga terisi
air seluruhnya maka tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Jika terisi udara
dan air maka dikatakan tanah pada kondisi jenuh sebagian. Dan jika tanah
tersebut tidak mengandung air sama sekali atau kadar airnya nol maka
dikatakan tanah kering. Secara sederhana, elemen tanah dapat
[image:35.612.271.399.395.543.2]diilustrasikan pada Gambar (2.1) berikut :
Gambar 2.1. Elemen-Elemen Tanah
(Sumber : Das, B.M., 1995)
Istilah pasir, lempung, lanau atau lumpur digunakan untuk
menggambarkan ukuran partikel pada batas ukuran butiran yang telah
ditentukan. Akan tetapi, istilah tersebut juga digunakan untuk
tanah yang memiliki sifat kohesif dan plastis, sedangkan pasir
digambarkan sebagai tanah yang tidak kohesif dan tidak plastis.
Kebanyakan jenis tanah terdiri dari banyak campuran atau lebih
dari satu macam ukuran partikel. Material campurannya kemudian dipakai
sebagai nama tambahan di belakang material unsur utamanya. Contohnya,
lempung berlanau adalah tanah lempung yang mengandung lanau dengan
material utamanya adalah lempung.
Secara kualitatif, sifat-sifat agregat pasir dan kerikil diungkapkan
oleh istilah-istilah : lepas (loose), sedang (medium), dan padat (dense).
Sedangkan untuk lempung digunakan istilah: keras (hard), kaku (stiff),
sedang (medium), dan lunak (soft).
2.2.2. Karakteristik Tanah
Seperti telah dijelaskan bahwa tanah terdiri dari bahan padat, air
dan udara sehingga pada kenyataan tidak pernah dijumpai tanah berdiri
sendiri. Dalam ilmu mekanika tanah, volume tanah dibagi dua bagian yaitu
volume butir dan volume pori. Volume pori terdiri atas volume udara dan
volume air. Oleh sebab itu berbagai parameter tanah akan mempengaruhi
karakteristik tanah sebagai pendukung pondasi, seperti ukuran butiran
tanah, berat jenis tanah, kadar air tanah, kerapatan butiran, angka pori,
sudut geser tanah, dan sebagainya. Hal tersebut dapat diketahui dengan
melakukan penelitian tanah di lapangan dan di laboratorium.
Deskripsi dan klasifikasi tanah perlu dibedakan. Deskripsi tanah
sudah termasuk karakteristik-karakteristik, baik massa maupun material
benar-benar sama. Pada klasifikasi tanah, sebaliknya tanah ditempatkan
dalam salah satu dari beberapa kelompok berdasarkan hanya pada
karakteristik material saja (yaitu distribusi ukuran partikel dan plastisitas).
Jadi, klasifikasi tanah tidak tergantung pada kondisi massa di lapangan.
Jika tanah akan dikerjakan pada kondisi tak terganggu, misalnya untuk
mendukung pondasi, deskripsi lengkap akan sangat memadai dan bila
dikehendaki dapat ditambahkan klasifikasi tanah sembarang. Akan tetapi,
klasifikasi cukup penting dan berguna jika tanah yang ditinjau akan
dipakai untuk material konstruksi. Contohnya timbunan atau urugan.
Karakteristik tanah juga dipengaruhi oleh kekuatan geser tanah dan
kemampuan tanah dalam mengalirkan air. Karena kemampatan butiran
tanah atau air ke luar secara teknis sangat kecil, maka proses deformasi
tanah akibat beban luar dapat ditinjau sebagai suatu gejala atau akibat dari
penyusutan pori.
2.3. Pondasi
Semua konstruksi yang direkayasa untuk bertumpu pada tanah
harus didukung oleh suatu pondasi. Pondasi adalah komponen/struktur
paling bawah dari sebuah bangunan.
Pondasi harus didesain sedemikian rupa agar daya dukung pada
kedalaman tertentu tidak melampaui daya dukung yang diizinkan, dan
dibatasi agar penurunan yang terjadi masih dalam batasan yang dapat
diterima oleh struktur bangunan. Pondasi dangkal ditempatkan pada
kedalaman (D) di bawah permukaan tanah yang besarnya kurang dari lebar
2.3.1. Definisi Pondasi
Pondasi adalah suatu bagian dari konstruksi bangunan yang
bertugas meletakkan bangunan dan meneruskan beban bangunan atas
(upper structure/super structure) ke dasar tanah yang cukup kuat
mendukungnya dan harus diperhitungkan dapat menjamin kestabilan
bangunan terhadap berat sendiri, beban-beban berguna dan gaya-gaya luar
seperti tekanan angin, gempa bumi dan lain-lain serta tidak boleh terjadi
penurunan pondasi setempat ataupun penurunan pondasi yang merata dari
batas tertentu (Gunawan, Rudi. 1983).
2.3.2. Fungsi Pondasi
Kegagalan fungsi pondasi dapat disebabkan karena “base-shear
failure” atau penurunan yang berlebihan, dan sebagai akibatnya dapat
timbul kerusakan struktural pada kerangka bangunan atau kerusakan lain
seperti tembok retak, lantai ubin pecah dan pintu jendela yang sukar
dibuka. Agar dapat dihindari kegagalan fungsi pondasi, pondasi bangunan
harus diletakkan pada lapisan tanah yang cukup keras/padat serta kuat
mendukung beban bangunan tanpa timbul penurunan yang berlebihan dan
untuk mengetahui letak/kedalaman lapisan tanah padat dengan daya
dukung yang cukup besar maka perlu dilakukan penyelidikan tanah.
Fungsi pondasi adalah sebagai perantara untuk meneruskan beban
struktur yang ada di atas muka tanah dan gaya-gaya lain yang bekerja ke
tanah pendukung bangunan tersebut. Dalam teknik pondasi kriteria tanah
sesuai dengan kemampuan dalam menerima beban di atasnya yaitu tanah
akibatnya penurunan yang terjadi kecil. Pemilihan jenis pondasi
tergantung dari beban yang akan ditahan dan kedalaman tanah kerasnya.
2.3.3. Syarat-Syarat Pondasi
Menurut Bowles, 1991, sebuah pondasi harus mampu memenuhi
beberapa persyaratan stabilitas dan deformasi, seperti :
Kedalaman harus memadai untuk menghindarkan pergerakan tanah
lateral dari bawah pondasi, khusus untuk pondasi tapak dan rakit.
Kedalaman harus berada di bawah daerah perubahan volume
musiman yang disebabkan oleh pembekuan, pencairan, dan
pertumbuhan tanaman.
Sistem harus aman terhadap penggulingan, rotasi, penggelinciran
atau pergeseran tanah.
Sistem harus aman terhadap korosi atau kerusakan yang disebabkan
oleh bahan berbahaya yang terdapat di dalam tanah.
Sistem harus cukup mampu beradaptasi terhadap beberapa
perubahan geometri konstruksi atau lapangan selama proses
pelaksanaan dan mudah dimodifikasi jika perubahan diperlukan.
Metode pemasangan pondasi harus seekonomis mungkin.
Pergerakan tanah keseluruhan (umumnya penurunan) dan
pergerakan diferensial harus dapat ditolerir oleh elemen pondasi
dan elemen bangunan atas.
Pondasi dan konstruksinya harus memenuhi syarat standar untuk
Pondasi yang tidak cukup kuat dan kurang memenuhi persyaratan
di atas, dapat menimbulkan kerusakan pada bangunannya. Akibat yang
ditimbulkan akan memerlukan perbaikan dari bangunannya bahkan
kemungkinan seluruh bangunan menjadi rusak dan harus dibongkar.
Tanah tempat konstruksi pondasi diletakkan harus cukup kuat yang
didasarkan atas kekuatan tanah atau daya dukung tanah. Letak tanah kuat
untuk konstruksi pondasi pada masing-masing tempat tidak sama. Pada
tanah yang baik dapat dipasang konstruksi pondasi dangkal kedalaman
tanah yang kuat antara 70-100 cm di bawah permukaan tanah. Akan
tetapi pada tanah lunak harus dipasang konstruksi pondasi dalam, dengan
kedalaman 20 m atau lebih dari permukaan tanah.
2.3.4. Jenis-Jenis Pondasi
Bentuk pondasi ditentukan oleh berat bangunan dan keadaan tanah
di sekitar bangunan tersebut, sedangkan kedalaman pondasi ditentukan
oleh letak tanah padat yang mendukung pondasi.
Pada umumnya jenis pondasi dapat digolongkan menjadi 2 tipe,
yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam.
1. Pondasi Dangkal (Shallow Foundation)
Pada pondasi tipe ini beban diteruskan oleh kolom/tiang,
selanjutnya diterima pondasi dan disebarluaskan ke tanah. Dasar tanah
yang menerima beban tidak lebih dari 1 - 2 m dari permukaan tanah atau
D/B bernilai sekitar 1. Tembok-tembok, kolom, maupun tiang bangunan
Kekuatan pondasi dangkal ada pada luas alasnya, karena pondasi
ini berfungsi untuk meneruskan sekaligus meratakan beban yang diterima
oleh tanah. Pondasi dangkal ini digunakan apabila beban yang diteruskan
ke tanah tidak terlalu besar. Misalnya, rumah sederhana satu lantai, dua
lantai, bangunan ATM, pos satpam, dan sebagainya.
Jenis pondasi dangkal diantaranya :
Pondasi Umpak
Merupakan pondasi setempat, terletak di bawah kolom kayu atau
bambu. Biasanya menggunakan material batu kali yang dipahat,
pasangan batu ataupun pasangan bata yang biasanya digunakan
pada rumah adat, rumah kayu, atau rumah tradisional jaman dulu.
Berhubung rumah seperti itu menggunakan material kayu sebagai
struktur utamanya, berat sendiri bangunan cukup ringan, sehingga
[image:41.612.284.389.441.575.2]pondasi ini cukup kuat untuk meneruskan beban ke tanah.
Gambar 2.2. Pondasi Umpak
(Sumber : M. Hanif A.S, 2011)
Pondasi Batu Bata
Merupakan pondasi dengan bahan dasar batu bata. Pemasangannya
di atasnya dan meneruskanya ke tanah. Pada saat ini pondasi batu
bata telah lama ditinggalkan karena tergolong mahal dan
pemasangannya membutuhkan waktu yang lama karena batu-bata
merupakan bahan yang rentan terhadap air sehingga
pemasangannya harus dapat terselimuti dengan baik, serta tidak
memiliki kekuatan yang bisa diandalkan. Akan tetapi, pondasi ini
tetap digunakan untuk menahan beban ringan, misalnya pada teras.
Gambar 2.3. Pondasi Batu Bata
(Sumber : Architec Moo, 2014)
Pondasi Batu Kali
Bahan dasarnya adalah batu kali dan sering kita temui pada
bangunan-bangunan rumah tinggal. Pondasi ini masih digunakan,
karena selain kuat, pondasi ini masih tergolong murah. Bentuknya
yang trapesium dengan ukuran tinggi 60 – 80 cm, lebar pondasi
Gambar 2.4. Pondasi Batu Kali
(Sumber : Atadroe, 2011)
Pondasi bor mini (Strauss Pile)
Digunakan pada kondisi tanah yang jelek, seperti bekas empang
atau rawa yang lapisan tanah kerasnya berada jauh dari permukaan
tanah. Bisa juga digunakan untuk rumah tinggal sederhana atau
bangunan dua lantai. Kedalamannya 2 – 5 m dengan diameter
mulai dari 20, 30 dan 40 cm. Pengerjaannya dengan mesin bor atau
secara manual. Di atas pondasi bor mini ada blok beton (pile cap
yang merupakan media untuk mengikat kolom dengan sloof.
Gambar 2.5. Pondasi Bor Mini (Strauss Pile)
Pondasi Rakit
Digunakan bila pada kedalaman dangkal ditemui tanah yang lunak
untuk diletakkan pondasi. Selain itu, pondasi ini juga berguna
untuk mendukung kolom-kolom yang jaraknya terlalu berdekatan
tidak mungkin untuk dipasangi telapak satu per satu, tetapi
[image:44.612.264.410.234.345.2]diberikan solusi yaitu dijadikan satu kekakuan.
Gambar 2.6. Pondasi Rakit
(Sumber : M. Hanif A.S, 2011)
Pondasi Telapak/Footplat
Berbentuk seperti telapak kaki yang terbuat dari beton bertulang
diletakkan tepat pada kolom bangunan dan berguna untuk
mendukung kolom baik rumah satu lantai maupun dua lantai.
Dasar pondasi telapak bisa berbentuk persegi panjang atau persegi.
Gambar 2.7. Pondasi Telapak/Footplat
[image:44.612.260.414.523.638.2]2. Pondasi Dalam (Deep Foundation)
Beban diteruskan oleh kolom/tiang melalui perantaraan tumpuan
(poer pondasi, rooster kayu/balok kayu ataupun beton bertulang) yang
dipancangkan dalam tanah. Kedalaman tanah keras mencapai 4 - 5 m dari
permukaan tanah atau D/B bernilai sekitar 4 dan biasanya digunakan untuk
bangunan besar, jembatan dan struktur lepas pantai.
Daya dukung pondasi dalam mengandalkan ujung (poing bearing),
gesekan (friction), lekatan (adhesive), dan gabungan.
Jenis pondasi dalam diantaranya, yaitu :
Pondasi Sumuran (cyclop beton)
Merupakan bentuk peralihan dari pondasi dangkal ke pondasi tiang
yang menggunakan beton berdiameter 60 – 80 cm dengan
kedalaman 1 – 2 meter dan harus memenuhi syarat 4 ≤ D / B < 10, dengan D = kedalaman pondasi dan B = diameter pondasi
sumuran. Di dalamnya dicor beton yang kemudian dicampur
dengan batu kali dan sedikit pembesian di bagian atasnya.
Biasanya dibor atau dikerjakan dengan bor jatuh sebab di
dalamnya tidak dapat digali. Pondasi ini digunakan apabila beban
kerja pada struktur pondasi cukup berat dan letak tanah keras atau
lapisan tanah dengan daya dukung tinggi relatif tidak terlalu dalam.
Pondasi ini kurang populer sebab banyak kekurangannya,
diantaranya boros adukan beton dan untuk ukuran sloof haruslah
Gambar 2.8. Pondasi Sumuran
(Sumber : Atadroe, 2011)
Pondasi tiang pancang (driven pile)
Yaitu bagian dari struktur yang digunakan untuk menerima dan
mentransfer beban dari struktur atas ke tanah penunjang yang
terletak pada kedalaman tertentu. Digunakan untuk pondasi
bangunan-bangunan tinggi. Tiang pancang pada dasarnya sama
dengan bored pile, hanya saja yang membedakan bahan dasarnya.
Tiang pancang menggunakan beton jadi langsung ditancapkan ke
tanah dengan menggunakan mesin pemancang. Karena ujung tiang
pancang lancip menyerupai paku, oleh karena itu tiang pancang
tidak memerlukan proses pengeboran. Tiang pancang bentuknya
panjang dan langsing yang menyalurkan beban ke tanah yang lebih
dalam. Bahan utama dari tiang adalah kayu, baja, dan beton. Tiang
pancang yang terbuat dari bahan ini adalah dipikul, dibor atau
(pier). Tergantung juga pada tipe tanah, material dan karateristik,
penyebaran beban tiang pancang diklasifikasikan berbeda-beda.
Gambar 2.9. Pondasi Tiang Pancang Bulat Berongga
(Sumber : PT. Wijaya Karya Beton)
Pondasi tiang franki (franki pile)
Tiang franki adalah salah satu dari tiang beton yang dicor di
[image:47.612.199.474.129.332.2]tempat.
Gambar 2.10. Pondasi Tiang Franki (Franki Pile)
(Sumber : Bowles, 1991)
Keterangan gambar di atas :
2. Dengan penumbuk jatuh bebas (drop hammer) sumbat beton
tersebut ditumbuk. Akibat dari tumbukan tersebut, pipa beton dan
sumbatnya akan masuk ke dalam tanah.
3. Pipa terus ditumbuk dan sudah mencapai lapisan tanah keras.
4. Setelah itu pipanya ditarik ke luar ke atas sambil dilakukan
pengecoran.
5. Tiang Franki sudah selesai, sumbat beton melebar sehingga ujung
bawah akan berbentuk seperti jamur (The Mushrom Base) sehingga
tahanan ujung menjadi besar. Sedangkan permukaan tiang tidak
lagi rata, sehingga lekatannya dengan tanah menjadi sangat kasar.
Pondasi tiang bor (bored pile)
Digunakan untuk pondasi bangunan-bangunan tinggi yang
kedalamanya > dari 2 m dan diameter > dari 20 cm yang fungsinya
sebagai penahan beban bangunan. Sebelum memasang bored pile,
permukaan tanah dibor terlebih dahulu dengan menggunakan
mesin bor atau alat mini crane hingga menemukan daya dukung
tanah yang sangat kuat untuk menopang pondasi. Setelah itu besi
tulangan dimasukkan ke dalam permukaan tanah yang telah dibor,
kemudian dicor dengan beton. Alat bored pile mini crane dapat
mengerjakan lobang bor berdiameter 30 cm, 40 cm, 50 cm dan 60
cm dengan kedalaman kurang dari 30 meter.
Pondasi bored pile adalah alternatif lain apabila dalam
pelaksanaan lokasinya sangat sulit atau beresiko apabila
mobilisasi peralatan, dampak yang ditimbulkan terhadap
lingkungan sekitar (getaran, kebisingan, kebersihan) dan kondisi
[image:49.612.288.419.156.260.2]lain yang dapat mempengaruhi kegiatan pekerjaan tersebut.
Gambar 2.11. Pondasi Tiang Bor (Bored Pile)
(Sumber : Atadroe, 2011)
2.4. Tiang Pancang
Pondasi tiang pancang (pile foundation) adalah bagian dari struktur
yang digunakan untuk menerima dan mentransfer (menyalurkan) beban
dari struktur atas ke tanah penunjang yang terletak pada kedalaman
tertentu dimana tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai
daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul beban berat
bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah pendukung yang
mempunyai daya dukung yang cukup letaknya sangat dalam. Pondasi tiang
dibuat menjadi suatu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal
tiang yang terdapat di bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi.
2.4.1. Definisi Tiang Pancang
Tiang pancang bentuknya panjang dan langsing yang menyalurkan
beban ke tanah yang lebih dalam. Pondasi tiang sudah digunakan sebagai
penerima beban dan sistem transfer beban selama bertahun-tahun. Oleh
Pada tahun 1740, Christoffoer Polhem menemukan peralatan pile
driving yang menyerupai mekanisme pile driving saat ini. Tiang baja
(Steel pile) sudah digunakan selama 1800 dan Tiang beton (concretepile)
sejak 1900. Revolusi industri membawa perubahan yang penting pada
sistem pile driving melalui penemuan mesin uap dan mesin diesel.
Dengan meningkatnya permintaan akan rumah dan konstruksi,
memaksa para pengembang memanfaatkan tanah-tanah yang mempunyai
karakteristik yang kurang bagus. Hal ini membuat pengembangan dan
peningkatan sistem Pile driving. Saat ini banyak teknik-teknik instalasi
tiang pancang bermunculan. Struktur yang menggunakan pondasi tiang
pancang apabila tanah dasar tidak mempunyai kapasitas daya pikul yang
memadai. Jika hasil pemeriksaan tanah menunjukkan bahwa tanah dangkal
tidak stabil dan kurang keras atau apabila besarnya hasil estimasi
penurunan tidak dapat diterima, pondasi tiang pancang dapat menjadi
bahan pertimbangan. Tiang pancang juga digunakan untuk kondisi tanah
yang normal untuk menahan beban horizontal. Tiang pancang merupakan
metode yang tepat untuk pekerjaan di atas air, seperti jetty atau dermaga.
Dalam mendesain pondasi tiang pancang mutlak diperlukan
informasi mengenai :
1. Data tanah dimana bangunan akan didirikan.
2. Daya dukung tiang pancang sendiri (baik single atau group pile).
3. Analisa negative skin friction (karena mengakibatkan beban
Gaya geser negatif (negative skin friction) adalah suatu gaya yang
bekerja pada sisi tiang pancang dan bekerja ke arah bawah sehingga
memberikan penambahan beban secara vertikal selain beban luar yang
bekerja. Negative skin frictionberbeda dengan positif skin friction, karena
positif skin frictionjustru membantu memberikan gaya dukung pada tiang
dalam melawan beban luar/vertikal yang bekerja dengan cara memberikan
perlawanan geser disisi-sisi tiang, dengan arah kerja yang berlawanan dari
arah gaya luar yang bekerja ataupun gaya dari negative skin friction.
Negatif skin friction terjadi ketika lapisan tanah yang diperkirakan
mengalami penurunan cukup besar akibat proses konsolidasi, dimana
akibat proses konsolidasi ini tiang mengalami gaya geser dorong ke arah
bawah yang bekerja pada sisi-sisi tiang (karena terbebani). Keadaan ini
disebut sebagai keadaan tiang mengalami gaya geser negatif (negative skin
friction). Jika jumlah gaya-gaya sebagai akibat dari beban luar dan gaya
geser negatif ini melebihi gaya dukung tanah yang diizinkan, akan terjadi
penurunan tiang yang disertai dengan penurunan tanah disekitarnya.
Keadaan ini bisa terjadi karena tanahnya yang lembek,
pemancangan pondasi pada daerah timbunan baru, atau akibat penurunan
air tanah pada tanah yang lembek, dimana kondisi tersebut memungkinkan
terjadinya penurunan atau konsolidasi tanah yang cukup besar. Pondasi
tiang pancang hendaknya direncanakan sedemikian rupa sehingga gaya
luar yang bekerja pada kepala tiang tidak melebihi gaya dukung tiang yang
diizinkan. Adapun yang dimaksud dengan gaya dukung tiang yang
tegangan pada bahan tiang perpindahan kepala tiang yang diizinkan, dan
gaya-gaya lain (seperti perbedaan tekanan tanah aktif dan pasif).
2.4.2. Tujuan Penggunaan Pondasi Tiang Pancang
Pondasi tiang digunakan untuk beberapa tujuan, antara lain :
Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau
tanah lunak ke tanah pendukung yang kuat.
Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai
kedalaman tertentu sehingga pondasi bangunan mampu
memberikan dukungan yang cukup untuk mendukung beban
tersebut oleh gesekan dinding tiang dengan tanah disekitarnya.
Untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat
ke atas akibat tekanan hidrostatis atau momen penggulingan.
Untuk menahan gaya horizontal dan gaya yang arahnya miring.
Untuk memadatkan tanah pasir, sehingga kapasitas dukung tanah
tersebut bertambah.
Untuk mendukung pondasi bangunan yang permukaan tanahnya
mudah tergerus air.
2.4.3. Jenis-Jenis Tiang Pancang
Pondasi tiang pancang dapat digolongkan berdasarkan pemakaian
bahan, cara penyaluran beban, cara pemasangannya, dan berdasarkan
perpindahan tiang, berikut ini akan dijelaskan satu persatu.
1. Pondasi tiang pancang menurut pemakaian bahan
Tiang pancang dapat dibagi ke dalam beberapa kategori (Bowles,
A. Tiang Pancang Kayu
Tiang pancang tertua dalam penggunaan tiang pancang sebagai
pondasi dengan bahan material kayu dapat digunakan pada suatu dermaga.
Tiang pancang kayu dibuat dari batang pohon yang cabang-cabangnya
telah dipotong dengan hati-hati, biasanya diberi bahan pengawet dan
didorong dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing.
Kadang-kadang ujungnya yang besar didorong untuk maksud-maksud
khusus, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana tanah tersebut
akan bergerak kembali melawan poros. Kadang ujungnya runcing
dilengkapi dengan sebuah sepatu pemancangan yang terbuat dari logam
bila tiang pancang harus menembus tanah keras atau tanah kerikil.
Tiang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk jika tiang
dalam keadaan selalu terendam penuh di bawah muka air tanah. Tiang
pancang kayu akan lebih cepat rusak atau busuk jika dalam keadaan kering
dan basah yang selalu berganti. Sedangkan pengawetan dan pemakaian
obat-obatan pengawet untuk kayu hanya akan menunda atau
memperlambat kerusakan kayu, tetapi tidak dapat melindungi untuk
seterusnya. Pemakaian tiang pancang kayu biasanya tidak diijinkan untuk
menahan muatan lebih besar dari 25 sampai 30 ton untuk setiap tiang.
Tiang ini sangat cocok untuk daerah rawa dan daerah-daerah yang
sangat banyak terdapat hutan kayu seperti daerah Kalimantan, sehingga
mudah memperoleh balok/tiang kayu yang panjang dan lurus dengan
Persyaratan dari tiang ini adalah bahan yang dipergunakan harus
cukup tua, berkualitas baik dan tidak cacat, contohnya kayu berlian. Tiang
pancang harus diperiksa dahulu sebelum dipancang untuk memastikan
bahwa tiang pancang tersebut memenuhi ketentuan dari bahan dan
toleransi yang diijinkan. Semua kayu lunak yang digunakan untuk tiang
pancang memerlukan pengawetan yang harus dilaksanakan sesuai dengan
AASHTO M133–86 dengan menggunakan instalasi peresapan bertekanan.
Bila instalasi tidak tersedia, pengawetan dengan tangki terbuka
secara panas dan dingin harus digunakan. Beberapa kayu keras dapat
digunakan tanpa pengawetan. Pada umumnya kebutuhan mengawetkan
kayu keras tergantung jenis kayu dan beratnya kondisi pelayanan.
Kepala Tiang Pancang
Sebelum pemancangan, tindakan pencegahan kerusakan pada
kepala tiang pancang harus diambil yaitu dengan pemangkasan kepala
tiang pancang sampai penampang melintang menjadi bulat dan tegak lurus
terhadap panjangnya dan diberi bahan pengawet sebelum pur (pile cap)
dipasang serta memasang cincin baja/ besi yang kuat.
Bila tiang pancang kayu lunak membentuk pondasi struktur
permanen dan akan dipotong sampai di bawah permukaan tanah, maka
perhatian khusus harus diberikan untuk memastikan bahwa tiang pancang
tersebut telah dipotong di bawah permukaan air tanah yang terendah yang
diperkirakan. Jika digunakan pur (pile cap) dari beton, kepala tiang
pancang harus tertanam dalam pur dengan kedalaman yang cukup
pancang paling sedikit 15 cm dan harus diberi baja tulangan untuk
mencegah terjadinya keretakan.
Sepatu Tiang Pancang
Harus dilengkapi dengan sepatu yang cocok untuk melindungi
ujung tiang selama pemancangan, kecuali jika seluruh pemancangan
dilakukan pada tanah yang lunak. Sepatu harus benar-benar konsentris
(pusat sepatu sama dengan pusat tiang pancang) dan dipasang dengan
kuat pada ujung tiang. Bidang kontak antara sepatu dan kayu harus cukup
untuk menghindari tekanan yang berlebihan selama pemancangan.
Pemancangan
Pemancangan berat mungkin merusak kepala tiang pancang, memecah
ujung dan menyebabkan retak tiang pancang dan harus dihindari dengan
membatasi tinggi jatuh palu dan jumlah penumbukan pada tiang pancang.
Umumnya, berat palu harus sama dengan beratnya tiang untuk
memudahkan pemancangan. Perhatian khusus harus diberikan selama
pemancangan untuk memastikan bahwa kepala tiang pancang harus selalu
berada sesumbu dengan palu, tegak lurus terhadap panjang tiang pancang.
Penyambungan
Bila diperlukan untuk menggunakan tiang pancang yang terdiri
dari dua batang atau lebih, permukaan ujung tiang pancang harus dipotong
sampai tegak lurus terhadap panjangnya untuk menjamin bidang kontak
seluas seluruh penampang tiang pancang. Pada tiang pancang yang
digergaji, sambungannya harus diperkuat dengan kayu atau pelat
dilas menjadi satu membentuk kotak yang dirancang untuk memberikan
kekuatan yang diperlukan. Tiang pancang bulat harus diperkuat dengan
pipa penyambung. Sambungan di dekat titik-titik yang mempunyai
lendutan maksimum harus dihindarkan.
Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu, yaitu :
a. Relatif lebih ringan sehingga mudah dalam pengangkutan.
b. Kekuatan tarik besar sehingga pada waktu pengangkatan untuk
pemancangan tidak menimbulkan kesulitan seperti misalnya pada tiang
pancang beton precast.
c. Mudah untuk pemotongannya apabila tiang kayu ini sudah tidak dapat
masuk lagi ke dalam tanah.
d. Tiang pancang kayu ini lebih baik untuk friction pile dari pada untuk
end bearing pile sebab tegangan tekanannya relatif kecil.
e. Karena tiang kayu ini relatif flexible terhadap arah horizontal
dibandingkan dengan tiang-tiang pancang selain dari kayu, maka
apabila tiang ini menerima beban horizontal yang tidak tetap, tiang
pancang kayu ini akan melentur dan segera kembali ke posisi setelah
beban horizontal tersebut hilang. Hal seperti ini sering terjadi pada
dermaga dimana terdapat tekanan ke samping dari kapal dan perahu.
Kerugian pemakaian tiang pancang kayu, yaitu :
a. Karena tiang pancang harus selalu terletak di bawah muka air tanah
yang terendah agar dapat tahan lama, jika air tanah yang terendah itu
b. Tiang pancang yang dibuat dari kayu mempunyai umur yang relatif
kecil dibandingkan tiang pancang yang di buat dari baja atau beton
terutama pada daerah yang muka air tanahnya sering naik dan turun.
c. Pada waktu pemancangan pada tanah yang berbatu (gravel) ujung tiang
pancang kayu dapat berbentuk berupa sapu atau dapat pula ujung tiang
tersebut hancur. Apabila tiang kayu tersebut kurang lurus, maka pada
waktu dipancangkan akan menyebabkan penyimpangan terhadap arah
yang telah ditentukan.
d. Tiang pancang kayu tidak tahan terhadap benda-benda yang agresif dan
jamur yang menyebabkan kebusukan.
B. Tiang Pancang Beton
Keuntungannya yaitu :
a. Karena tiang dibuat di pabrik dan pemeriksaan kualitas ketat dapat
dilakukan setiap saat, hasilnya lebih dapat diandalkan.
b. Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah.
c. Daya dukung dapat diperkirakan berdasarkan rumus tiang pancang
sehingga mempermudah pengawasan pekerjaan konstruksi.
d. Cara penumbukan sangat cocok untuk mempertahankan daya dukung
vertikal.
Kerugiannya yaitu :
a. Karena dalam pelaksanaannya menimbulkan getaran dan kegaduhan
maka pada daerah yang berpenduduk padat di kota dan desa, akan
menimbulkan masalah disekitarnya.
c. Bila panjang tiang pancang kurang, maka un