• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Pelaksanaan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Hukum Pelaksanaan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

DEDY HUMALA MARPAUNG

067011111/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

Dedy Humala Marpaung : Analisis Hukum Pelaksanaan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan, 2009

(2)

ANALISIS HUKUM PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN

MENDIRIKAN BANGUNAN DALAM RANGKA

PEMELIHARAAN TATA RUANG KOTA MEDAN

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan

dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

DEDY HUMALA MARPAUNG

067011111/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Telah Diuji Pada

Tanggal : 16 Januari 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

2. Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum 3. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

(4)

Judul Tesis : Analisis Hukum Pelaksanaan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan

Nama Mahasiswa : Dedy Humala Marpaung

Nomor Pokok : 067011111

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr.Pendastaren Tarigan, SH, MS) Ketua

(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Notaris Syafnil Gani, SH,MHum)

Anggota Anggota

Ketua Program Direktur

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof.Dr.Ir.T. Chairun Nisa B, M.Sc)

(5)

ABSTRAK

Berbagai macam usaha pembangunan di kota telah dilaksanakan di Indonesia selama ini. Namun secara umum diketahui pula bahwa di balik hasil pembangunan fisik kota yang menunjang kesejahteraan masyarakat, tidak sedikit pula dampak pembangunan yang dirasa merugikan kehidupan fisik dan psikhis masyarakat. Pemerintahan Kota Medan tampaknya memang lebih senang membangun pusat kota dengan berbagai fasilitas modern yang tidak berdampak langsung pada masyarakat di pinggiran kota. Pembangunan yang terfokus di pusat kota hanya akan memperluas. kesenjangan sosial antara warga di inti dan warga pinggiran kota. Minimnya perencanaan Pemkot Medan untuk membangun kota yang berkesinambungan akan menimbulkan persoalan di kemudian hari. Kalau paradigma pembangunan Medan tidak segera diubah, apa yang menjadi persoalan di Jakarta sekarang pasti akan segera terjadi di Medan, sehingga sangat tidak sebanding pembangunan kota dengan nilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Medan yang pada tahun 2004 saja sudah mencapai Rp 1,13 triliun. Berdasarkan hal tersebut, di atas maka penulis mempunyai minat untuk meneliti lebih dalam tentang Izin Mendirikan Bangunan yang berkaitan dengan Tata Ruang Kota Medan dengan judul ”Analisis Hukum Pelaksanaan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan”, untuk mengkaji keabsahannya secara hukum, sehingga dengan demikian, akan terjawab kesimpulan yang sesuai dengan permasalahan yang terdapat di dalam penelitian ini.

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh, lengkap dan sistematis mengenai pelaksanaan pemberian izin mendirikan bangunan di kota Medan yang di kaitkan dengan pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan. Bersifat analisis karena gejala dan fakta yang dinyatakan oleh responden kemudian akan dianalisa terhadap berbagai aspek hukum baik dari segi hukum Pertanahan Nasional maupun hukum politik dan hukum Administrasi Negara. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan yuridis empiris yaitu suatu penelitian yang meneliti peraturan-peraturan hukum yang kemudian dihubungkan dengan data dan perilaku pejabat pemerintah dalam pelaksanaan pemberian izin mendirikan bangunan di kota Medan yang di kaitkan dengan pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan. Data atau materi pokok dalam penelitian ini diperoleh langsung dari para responden melalui penelitian lapangan atau field research yaitu Masyarakat warga Kota Medan serta aparat Pemerintah Kota Medan mulai dari Kepala Lingkungan, Lurah, Camat serta Staf Bidang Perizinan IMB pada Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan.

(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang

Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, maka tesis ini telah dapat

diselesaikan dengan judul ”Analisis Hukum Pelaksanaan Pemberian Izin Mendirikan

Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam

menyelesaikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Program Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan tesis ini telah banyak mendapat bantuan dari berbagai

pihak. Terima kasih yang mendalam dan tulus saya ucapkan secara khusus kepada

yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Dr.Pendastaren Tarigan,SH,MS selaku

Ketua Komisi Pembimbing serta Bapak Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN

dan Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum masing-masing selaku anggota Komisi

Pembimbing, yang telah memberikan pengarahan, nasehat serta bimbingan kepada

saya, dalam penulisan tesis ini.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih secara khusus kepada Ibu

Dr. Sunarmi, SH, M.Hum dan Ibu Chadijah Dalimunthe, SH, MS selaku dosen yang

selama ini telah membimbing dan membina penulis dan pada kesempatan ini

dipercayakan menjadi dosen penguji sekaligus sebagai panitia penguji tesis.

Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan

(8)

1. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp.A (K), selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada

kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister

Kenotariatan pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof.Dr.Ir. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN, dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi

Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister

Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar diantaranya Bapak

Prof.Dr.M.Solly Lubis,SH, Prof.Dr. Tan Kamello, Prof.Dr.Syafruddin

Kalo,SH,M.Hum, Ibu Hj. Chairani Bustami, SH, M.Kn, DR.Pendastaren

Tarigan,SH,MS, Dr.Budiman Ginting, SH, M.Hum, dan lain lain serta para

karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara diantaranya Ibu Fatimah, SH, Mbak Sari, Mbak Lisa,

Mbak Afni, Mas Adi, Mas Rizal dan lain-lain yang telah banyak membantu dalam

penulisan ini dari awal hingga selesai.

5. Rekan-rekan serta teman-temanku tercinta di Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara di Program Magister Kenotariatan yang selalu memberikan

semangat, memberikan dorongan, bantuan pikiran serta mengingatkan dikala lupa

kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini dalam rangka untuk

(9)

Secara khusus, penulis menghaturkan sembah dan sujud dan ucapan terima

kasih yang tak terhingga, kepada yang tercinta Ayahanda A.T Marpaung dan Ibunda

T Br. Silalahi yang telah bersusah payah melahirkan, membesarkan dengan penuh

pengorbanan, kesabaran, ketulusan dan kasih sayang, serta memberikan doa restu,

sehingga penulis dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi

Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan

kepada penulis, mendapat rahmat dari Tuhan Yang Maha Kasih, agar selalu

dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rejeki yang melimpah kepada

kita semua.

Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat

kepada semua pihak, terutama kepada penulis dan kalangan yang mengembangkan

ilmu hukum, khususnya dalam bidang ilmu Kenotariatan.

Medan, 15 Januari 2009

Penulis,

(10)

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Dedy Humala Marpaung

Tempat Tanggal Lahir : Medan, 22 November 1982

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Belum Menikah

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Turi No. 42 Medan

II. ORANG TUA

Nama Ayah : A.T Marpaung

Nama Ibu : T Br Silalahi

III. PEKERJAAN

Wiraswasta

IV. PENDIDIKAN

1. SD : SD Antonius I Medan (1988 – 1994)

2. SMP : SLTP Methodis 7 Medan (1994 – 1996)

3. SMA : SMU Methodis 7 Medan (1997 – 2000)

4. S – 1 : Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen (2005)

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian... 9

D. Manfaat Penelitian... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi ... 11

1. Kerangka Teori ... 11

2. Kerangka Konsepsi ... 24

G. Metode Penelitian ... 27

BAB II : PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DALAM RANGKA PEMELIHARAAN TATA RUANG KOTA MEDAN ... 31

A. Pengertian dan Dasar Hukum Izin Mendirikan Bangunan 31

B. Pengaturan IMB di Pemko Medan ... 34

C. Keterangan Rencana Peruntukan (KRP)... 43

(12)

E. Paradigma Penataan Ruang ... 55

F. Pemberian Izin Mendirikan Bangunan dan Pemeliharaan Tata Ruang ... 57

BAB III : KENDALA DALAM PELAKSANAAN PEMBERIAN

IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DALAM RANGKA

PEMELIHARAAN TATA RUANG KOTA MEDAN ... 61

A. Problematika IMB dan Tata Ruang Kota Medan ... 61

B. Bangunan Tanpa IMB di Medan Semakin Menjamur ... 63

C. Pemko Medan Tidak Tegas Tegakkan Aturan IMB dan Tata Ruang ... 64

D. Warga Kota Medan Menilai Repot dan Mahal Mengurus IMB ... 71

E. Masyarakat Minta Pemko Medan Tertibkan Oknum dan Calo IMB ... 73

F. Potensi Kerugian Negara Akibat Permasalahan IMB di

Medan ... 74

G. Kasus Korupsi Dokumen Rencana Tata Ruang Medan .... 75

BAB IV : UPAYA YANG DILAKUKAN PEMERINTAH KOTA MEDAN DALAM MENGHADAPI KENDALA PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DALAM RANGKA PEMELIHARAAN TATA RUANG KOTA MEDAN ... 79

A. Gambaran Umum Kota Medan ... 79

B. Struktur Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan ... 86

C. Penyampaian Informasi dan Penyuluhan IMB dan Tata Ruang ... 89

D. Pembuatan Perda Bangunan dengan Orientasi Tata Ruang ... 93

E. Kebijakan Pemberian IMB Diperketat ... 95

(13)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 100

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 101

DAFTAR KEPUSTAKAAN... 103

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbagai macam usaha pembangunan di kota telah dilaksanakan di Indonesia

selama ini. Namun secara umum diketahui pula bahwa di balik hasil pembangunan

fisik kota yang menunjang kesejahteraan masyarakat, tidak sedikit pula dampak

pembangunan yang dirasa merugikan kehidupan fisik dan psikhis masyarakat.1

Pertumbuhan kota Medan yang cepat, tidak seorang pun dapat membantah

fakta itu. Memang, di usianya yang bakal menginjak 418 tahun pada bulan Juli 2009

yang akan datang, Kota Medan terus bersolek merias wajahnya. Berbagai pusat

perbelanjaan modern, pasar tradisional, dan lampu yang terang benderang terus

dibangun, kota ini terus membangun untuk mewujudkan obsesinya menjadi kota

metropolitan.

Pemerintahan Kota Medan tampaknya memang lebih senang membangun

pusat kota dengan berbagai fasilitas modern yang tidak berdampak langsung pada

masyarakat di pinggiran kota. Pembangunan yang terfokus di pusat kota hanya akan

memperluas kesenjangan sosial antara warga di inti dan warga pinggiran kota.2

1

Teguh Wicaksono, Konsep Pembangunan Perkotaan Indonesia, (Jakarta, Penerbit : LP3IS, 2005), hal. 2.

2

(15)

Secara kasatmata, pembangunan pusat perbelanjaan dan bisnis elite di Kota

Medan memang dapat memacu peningkatan pendapatan daerah. Namun, secara riil,

manfaat dari peningkatan pendapatan daerah tersebut baru dirasakan oleh mereka

yang selama ini berdomisili di pusat atau inti kota.3

Pembuktian hal itu memang bukan persoalan yang sulit. Lihat saja di kawasan

Jalan Letda Sujono ujung, kawasan Medan Tembung menuju Perumnas Mandala.

Selanjutnya, di Jalan Karya Wisata di kawasan Medan Johor, warga di sana sudah

bertahun-tahun terguncang-guncang di dalam kendaraan atau melompat-lompat di

atas jok sepeda motor mereka setiap hari karena jalan berlubang nyaris tanpa aspal.4

Pemerataan ekonomi merupakan hal yang terpenting. Hal ini untuk mencegah

melebarnya kesenjangan perekonomian antarwarga pinggiran dan pusat kota. Konsep

pembangunan yang terpusat di inti kota juga tak sepenuhnya benar. Rendahnya

perhatian Pemkot Medan terhadap kawasan pinggiran, telah memacu arus urbanisasi

besar-besaran ke inti kota.

Minimnya perencanaan Pemkot Medan untuk membangun kota yang

berkesinambungan akan menimbulkan persoalan di kemudian hari. Kalau paradigma

pembangunan Medan tidak segera diubah, apa yang menjadi persoalan di Jakarta

sekarang pasti akan segera terjadi di Medan, sehingga sangat tidak sebanding

3

Ibid, hal. 9.

4

(16)

pembangunan kota dengan nilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota

Medan yang pada tahun 2004 saja sudah mencapai Rp 1,13 triliun.5

Tingginya pertumbuhan di Kota Medan memang baru dinikmati warga di

kawasan inti kota. Jalan yang mulus, lampu yang gemerlap, dan indahnya taman kota.

Ditambah lagi, pusat perbelanjaan modern yang saat ini sudah lebih dari 10 buah, 11

plaza serta tiga mal. Pembangunan di pusat kota hanya akan memancing sektor lain

untuk berkembang di pusat kota. Ketimpangan antara warga yang hidup di pusat kota

dan warga yang tinggal di pinggiran terasa sangat mencolok. Tahun 2007 saja,

2.135.499 orang sudah memadati Kota Medan yang luasnya 26.510 hektar atau

265,10 kilometer persegi.6

Direktur Lembaga Pengkajian Permukiman dan Perkotaan Medan Rafriandi

Nasution mengatakan, sejak awal seharusnya pemkot membuat rencana umum tata

ruang kota sebagai acuan pembangunannya. Dengan rencana umum tata ruang kota,

katanya, konsep pembangunan akan menjadi jelas sehingga Pemkot Medan tinggal

membuat rencana pembangunan berdasarkan skala prioritas.

Menurut dia, jika pembangunan dilaksanakan dari pinggiran kota, kawasan

inti kota akan lebih tertata untuk masa mendatang. Artinya, pembangunan suatu

kawasan akan tertata dengan rapi sehingga kawasan bisnis tidak bercampur dengan

perkantoran.

5

Siaran Pers dan Penjelasan Ikrimah Hamidy, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPRD Medan, dalam Temu Pers dengan Wartawan di Harian Warta Kita terbitan pada tanggal 15 Oktober 2007, hal. 5.

6

(17)

Strategi membangun Kota Medan berawal dari pusat kota ke pinggiran,

sebagai sesuatu kebijakan yang sah-sah saja. Hanya saja, perputaran ekonomi dan

kepesatan pembangun di pusat kota harus segera diikuti dengan sentuhan menyeluruh

ke pinggiran kota yang menjadi kawasan permukiman padat.7

Menurutnya, Idealnya pembangunan pasar-pasar tradisional di pinggiran juga

dibenahi dan diberi peran besar. Misalnya, dijadikan sentra penjualan barang-barang

lokal yang khas, yang tidak ada di mal atau plaza. Jika ada yang butuh tas bermerek

terkenal, sepatu atau parfum dari luar negeri, ia bisa datang ke mal dan plaza. Tetapi,

begitu mereka mau membeli ulos, bordiran, atau asinan Medan, ia akan mencari ke

pajak Sukarame, Simalingkar, atau pajak tradisional lainnya. Keseimbangan pusat

kota dan pinggiran kota seperti inilah yang seyogianya segera ditata di Kota Medan.8

Keadaan sebagai tergambar di atas telah merupakan keadaan yang umum di

negara-negara berkembang sebagai akibat dari pembangunan lebih berorientasikan

pada daerah perkotaan. Dengan pola pembangunan yang demikian menjadikan laju

urbansisasi berjalan dengan cepatnya. Namun urbanisasi tersebut tidak dibarengi

perubahan pola pikir masyarakat dari perdesaan menjadi pola pikir perkotaan.

Keadaan seperti ini justru merugikan para urbanisan sendiri, yang akibatnya menjadi

beban masyarakat kota pada umumnya, dan pengelola kota pada khususnya. Hal

tersebut tercermin dari lebih tingginya persentase penduduk miskin di daerah

perkotaan.

7

Jhon Tafbu Ritonga, Konsep Pembangunan Kota Medan, Memperhatikan Daerah Pinggiran, (Medan, Penerbit : Pascasarjana SPs USU, 2006), hal. 5.

8

(18)

Kiranya pemerintah telah menyadari bahwa perencanaan itu mahal. Namun

lebih mahal lagi adalah pembangunan tanpa perencanaan. Hal ini terasa sekali pada

pembangunan kota. Dalam hal perencanaan pembangunan kota, di Indonesia telah

lama dilaksanakan, diawali dengan diberlakukannya De Statuten van 1642, khusus

bagi kota Batavia yang sekarang bernama Jakarta. Periode berikutnya oleh

Pemerintah Indonesia ditetapkan Standsvorming Ordonantie, Staatblaad Nomor 168

tahun 1948. Ketentuan ini berlaku sampai dengan ditetapkannya Undang-Undang

Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, yang secara tegas mencabut

berlakunya Standsvorming Ordonantie, Staatblaad Nomor 168 tahun 1948, yang

berbau kolonial tersebut.9

Walau undang-undang tentang Penataan Ruang baru ditetapkan pada tahun

1992, yang tepatnya pada tanggal 13 Oktober 1992, hal ini tidak berarti bahwa

kegiatan perencanaan tata ruang kota tidak dilakukan Pemerintah. Sejak sekitar tahun

1970-an, perencanaan tata ruang secara komprehensif telah dilaksanakan di bawah

tanggung jawab Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, yang bekerjasama

dengan Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah atau Ditjen

PUOD Departemen Dalam Negeri RI. Pada umumnya pola penataan ruang pada masa

itu lebih mengacu pada pola penataan ruang di Eropah, yakni dengan pola

pemintakatan atau zoning yang ketat.10

9

Sunaryo, Perencanaan Pembangunan Kota di Indonesia, (Jakarta, Penerbit : Dep. Cipta Karya, 2005), hal. 2.

10

(19)

Dalam pelaksanaannya produk penataan ruang pola zoning tidak efektif,

sehingga terbit Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 1985, Tentang

Penegakan Hukum/ Peraturan Dalam Rangka Pengelolaan Daerah Perkotaan, yang

diikuti dengan terbitnya ;

a. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 1986 tentang Penetapan Batas

Wilayah Kota di Seluruh Indonesia

b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 2 tahun 1987 tentang Pedoman

Penyusunan Rencana Kota.

Kedua peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut merupakan acuan para pihak

terlibat dalam penyusunan tata ruang kota, sebelum ditetapkannya Peraturan

Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Penataan Ruang.

Produk perencanaan tata ruang kota yang mengacu pada kedua peraturan

Menteri Dalam Negeri tersebut dirasa lebih luwes atau fleksible, karena lebih

mendasarkan pada kecenderungan yang terjadi, dan setiap 5 (lima) tahun dievaluasi

dan bila terjadi penyimpangan dapat direvisi kembali. Namun dengan tidak adanya

sanksi terhadap pelanggaran rencana tata ruang kota ini menunjukkan pula adanya

ketidakpastian dari rencana tata ruang kota yang telah ditetapkan sebagai peraturan

daerah tersebut.

Dari hal-hal terurai di atas dapat dikatakan bahwa penetapan peraturan daerah

tentang rencana tata ruang kota hanyalah sekedar formalitas, sesuai dengan ketentuan

(20)

dengan implementasi dan pelaksanaannya jauh dari apa yang diinginkan oleh

peraturan dasarnya.

Di Indonesia reformasi total telah digulirkan, dengan dimotori oleh unsur

mahasiswa, sebagai akibat telah membudayanya KKN (korupsi, kolusi, dan

nepotisme) di setiap aspek kehidupan masyarakat. Di dalam proses perencanaan kota

juga tidak luput dari KKN. Dimulai dari penunjukkan konsultan perencana yang

menyalahi prosedur, mark up anggaran, maupun proses penetapan peraturan daerah,

kesemuanya berbau KKN.11

Karenanya di dalam proses penyusunan rencana tata ruang kota sampai

dengan pelaksanaan perlu adanya reformasi, yang dimulai dari teori/konsepsi yang

dipergunakan, prosedur sampai dengan implementasi dan pelaksanaannya perlu

adanya perubahan/reformasi.

Tata Ruang kota yang berisi rencana penggunaan lahan perkotaan, menurut

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987, dibedakan dalam Rencana

Umum Tata Ruang Kota, yang merupakan rencana jangka panjang; Rencana Detail

Tata Ruang Kota, sebagai rencana jangka menengah, dan Rencana Teknis Tata Ruang

Kota, untuk jangka pendek. Ketiga jenis tata ruang kota tersebut disajikan dalam

bentuk peta-peta dan gambar-gambar yang sudah pasti atau blue print.12

Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang sedang berkembang, sangatlah dinamis

dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Terlebih lagi dengan

11

Teguh Wicaksono, op.cit, hal. 5.

12

(21)

pesatnya teknologi komunikasi dan transportasi di dalam era globalisasi. Pada kondisi

masyarakat yang demikian kiranya kurang tepat dengan diterapkannya perencanaan

tata ruang kota yang bersifat pasti atau blue print planning.13

Blue print planning lebih tepat diterapkan pada masyarakat yang sudah

mantap, karena pada masyarakat yang sudah mantap ini, perubahan-perubahan yang

terjadi sangatlah kecil. Sedang untuk masyarakat yang sedang berkembang lebih tepat

diterapkan model process planning.14

Kebijaksanaan selama ini yang mengejar pertumbuhan tingkat ekonomi

makro menjadikan rencana tata ruang kota berfungsi sebagai sarana penunjangnya.

Pembangunan kota lebih berorientasikan kepada si kaya dari pada kepada si miskin.

Karenanya si kaya semakin kaya, dan si miskin semakin tersingkir. Hal ini

menjadikan kota yang lebih egois, kurang manusiawi, dan dampaknya sebagai

tergambar di atas, serta terjadinya kecemburuan sosial, yang berakibat terjadinya

kerusuhan-kerusuhan masal. Karena itulah reformasi dalam perencanaan kota

merupakan suatu keharusan bagi pemerintah Indonesia saat ini.

Berdasarkan hal tersebut, di atas maka penulis mempunyai minat untuk

meneliti lebih dalam tentang Izin Mendirikan Bangunan yang berkaitan dengan

Tata Ruang Kota Medan dengan judul ”Analisis Hukum Pelaksanaan Pemberian

Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan”,

untuk mengkaji keabsahannya secara hukum, sehingga dengan demikian, akan

13

Ibid, hal. 6.

14

(22)

terjawab kesimpulan yang sesuai dengan permasalahan yang terdapat di dalam

penelitian ini.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka terdapat beberapa hal yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka

Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan ?

2. Apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan

Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan ?

3. Upaya apakah yang dilakukan Pemerintah Kota Medan dalam menghadapi

kendala pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata

Ruang Kota Medan ?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu kepada judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat

dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam

Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan.

2. Untuk mengetahui kendala dalam pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan

(23)

3. Untuk mengetahui Upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Medan dalam

menghadapi kendala pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka

Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan

ilmu pengetahuan hukum, khususnya dalam bidang pertanahan/agraria yang

menyangkut dalam hal pemberian izin mendirian bangunan dan penataan tata

ruang kota.

2. Secara praktis, bahwa penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi

ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pertanahan atau agraria. terutama bagi

praktisi hukum dan pejabat atau pegawai pemerintah, di dalam melaksanaan

pekerjaannya sebagai pejabat yang ditunjuk oleh undang-undang, untuk

melakukan tugas yang berkaitan dengan pemberian izin bangunan serta penataan

kota yang disesuaikan dengan tata ruang yang telah diatur dengan

undang-undang.

3. Disamping itu, penelitian ini dapat berguna bagi para Notaris dan PPAT, selaku

Pejabat Negara yang ditunjuk oleh Undang-Undang, untuk membuat Akta

Otentik, yang berkaitan dengan pembuatan akta-akta serta administrasi

pertanahan dalam rangka kepentingan urusan izin mendirikan bangunan dan tata

(24)

Demikian pula halnya bagi masyarakat pemilik tanah dan bangunan, hasil

penelitian ini di harapkan akan membuka cakrawala berfikir dalam menghadapi

permasalahan hukum yang berkaitan dengan izin mendirikan bangunan serta

penataan kota sesuai dengan konsep tata ruang yang ada..

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Universitas

Sumatera Utara bahwa penelitian mengenai judul belum pernah dilakukan peneliti

lain sebelumnya.

Sehubungan dengan penelusuran yang telah dilakukan, maka penelitian dalam

tesis ini belum pernah dilakukan oleh peneliti lain mengingat pembahasan utama

adalah analisis hukum tentang izin mendirikan bangunan dan pemeliharaan tata ruang

di kota Medan sehingga penelitian dalam tesis ini dapat dipertanggung jawabkan

keasliannya secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi

1. Kerangka Teori

Berbicara mengenai pembangunan kota, adalah bicara mengenai

konsep-konsep pembangunan. Konsep pembangunan kota harus memiliki beberapa dimensi

dan esensi. Esensi pembangunan, ideologi pembangunan, strategi pembangunan,

(25)

mengetahui sejauhmana konsep-konsep itu, ketika bicara tentang konsep

pembangunan perkotaan, harus lebih spesifik lagi, harus bicara tentang konseptual.15

Kota adalah suatu entitas yang utuh. Ada relasi fungsi sosial ekonomi, politik,

budaya dan lainnya. Yang prosesnya bukan serta merta ada begitu saja, tetapi ada

suatu proses kultural panjang, ungkapnya.16

Hubungan dan fungsi dalam konteks struktur dan sistem kota, mestinya ada

sistem tata ruang yang dieksplisitkan. Yang fungsi tata ruang itu harus fungsional.

Ada hubungan saling mempengaruhi dan tidak berdiri sendiri. Kota merupakan suatu

entitas yang sistematik atau utuh. Sebagai suatu entitas yang utuh, apapun realitas

kota merupakan wahana hidup bagi seluruh warganya.

Hal mendasar yang harus diperhatikan adalah, bagaimana sumber daya kota

secara materiil dan non materiil menjadi wahan hidup bagi seluruh warga. Kota mesti

punya peran menjembatani berbagai kehidupan masyarakatnya, baik secara ekonomi,

budaya, politik dan lainnya. Dalam konteks ini, warga harus punya daya hidup,

sebagai pedagang, pengrajin, pegawai atau lainnya.

Suatu kota dilihat secara sosial memiliki relasi antar kelompok etnik. Warga

punya hak dan daya hidup sebagai kelompok sosial, politik atau budaya dan

semuanya itu dapat layanan dan tidak dibedakan. Artinya sebagai suatu entitas yang

dimiliki tak hanya individu, tapi juga entitas kemanusiannya. Meski begitu, ada hak

15

Ripana Puntarasa, Pembangunan Perkotaan di Indonesia, (Jakarta, Penerbit : Institutional Development Spesialist, 2006), hal. 5.

16

(26)

tradisional yang tidak bisa diganggu gugat. Perkembangan lingkungan seperti kota

dan pedesaan, tanpa sentuhan dari luar komunitasnya, punya otoritas

mengembangkan kemampuan dan lingkungan sosial. Komunitas itu secara kultural

berkembang dengan kebutuhan tadi.17

Selain itu ada komitmen internasional yang sangat universal. Bahwa semua

manusia punya sepuluh hak dasar. Hak yang sama untuk hidup, beragama, sosial,

hidup layak, dapat mengakses air, kesehatan, pendidikan, seni, budaya dan hak atas

lingkungan hidup, paparnya.

Setiap warga, apakah sudah merasa hidup nyaman dan aman, ketika bekerja

atau menjalani kehidupan lainnya. Nyaman dan aman dalam hal ini adalah ketika

orang bekerja, ia tidak khawatir akan dipecat. Ketika orang berjualan, tidak khawatir

akan dirazia dan digusur.

Secara keseluruhan, hal itu belum terpenuhi. Apalagi ketika melihat berbagai

fenomena sosial tentang perkampungan dan kota. Semua masih menyisakan sesuatu

yang bermasalah. Salah satu contoh, rekomendasi yang dihasilkan dalam Rakernas

Apeksi, misalnya, yang menganjurkan pemenuhan hak dasar yang mengatakan bahwa

semua kota harus memenuhi hak dasar warga kotanya.18

Kalau konsep pembangunan kota harus dilihat secara makro dengan

memahami esensinya. Yang bisa menjamin hak hidup setiap orang. Sehingga setiap

17

Sunaryo, op.cit, hal. 5.

18

(27)

orang memiliki harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh. Sejahtera diartikan

bukan pada jumlah materi yang dimiliki. Tapi juga pada hidup itu sendiri. Hal ini

akan menjaga stabilitas manusia dan alam sekitarnya.19

Pembangunan kota harus berpegang pada sesuatu yang bersifat ideoligis.

Kalau konteks ideologi dikembalikan pada substansi hidup di Indonesia, berarti orang

harus bisa memenuhi apa yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Yaitu ikut

memajukan kesejahteraan bangsa, menjaga ketertiban dunia, berdasarkan keadilan

sosial dan lainnya.20

Sementara dalam konteks menuju proses pembangunan, berdasarkan

kebijakan maka kebijakan pembangunan mengacu pada amanat Negara, yang

mengandung kewajiban dari pemerintah secara strategis dalam konteks

pembangunan. Strategi dalam hal ini, bagaimana pembangunan harus dirancang,

direncanakan dan dikelola. Pembangunan harus direncanakan secara jangka pendek,

menengah dan panjang.

Menjadi pertanyaan mendasar, apakah pembangunan kota punya rencana

pembangunan strategis secara menyeluruh. Ketika bicara mengenai pembangunan

kota secara holistik, maka harus bicara mengenai banyak hal. Misalnya hak warga

untuk hidup, yang jadi pertanyaan, ada atau tidak langkah strategis seperti ini.

Perencanaan strategis harus mengandung aspek sejarah. Sejarah sosial

19

Ibid, hal. 5.

20

(28)

ekonomi, politik. Bicara mengenai kota, harus bicara mengenai sistem tata ruang kota

dan harus dikelola dengan baik. Sistem tata ruang menjadi referensi pembangunan

bagi pemerintah, swasta maupun rakyat. Selama sistem tata ruang tidak disusun

dengan baik, berdasarkan relasi-relasi fungsional maka tidak akan pernah tertata

dengan baik.21

Salah satu contoh relasi fungsional misalnya, pembangunan pusat pertokoan.

Ketika pertokoan dibangun, kehidupan disekitarnya juga terkait. Pusat pertokoan

dibangun tanpa harus menganggu lingkungan permukiman di sekitarnya.22

Tapi bagaimana lingkungan sekitarnya bisa dipelihara dengan baik, sehingga

pekerja pertokoan itu bisa tinggal di permukiman tersebut. Seharusnya pusat

pertokoan juga memberi ruang pada komoditas di sekitarnya untuk ditampung di

pertokoan. Pembangunan pusat pertokoan seharusnya tidak mematikan pedagang

kecil. Relasi perusahaannya harus diterjemahkan secara visual dan konseptual.23

Begitu pula unit pengembangan masyarakat, akan terkait dengan soal-soal

ekonomi, budaya, perumahan dan permukiman. Bagaimana sistem penataan dan

perumahan di kota memberi ruang pada yang tinggal di lingkungannya, tidak merasa

terganggu kenyamanan dan kenikmatan dalam hidup.

Dalam sejarahnya ada masalah pembangunan di Indonesia. Ketika

pembangunan masih bersifat sentralistik, ada berbagai rencana tata ruang. Semua

21

Ripana Puntarasa, op.cit, hal. 6.

22

Ibid, hal. 6.

23

(29)

diberikan dari pusat, padahal realitas sehari-hari dihadapi pemerintah daerah. Ketika

otonomi daerah mask, maka rencana pembangunan strategis daerah mesti dikaitkan

dengan kewenangan otoritas daerah untuk mengelola daerahnya. Sekarang ini

kewenangan daerah secara operasional atau teknis sangat tinggi.24

Wilayah taktis, ketika rencana kerja disusun, harus bekerjasama dengan siapa

saja. Apa masalah pembiayaannya, apa program pengorganisasiannya. Ketika

wilayah taktis ini dilakukan, maka rencana kerja strategis menjadi acuan dari

pemerintah melakukannya.

Dalam proses pembangunan kota, ada proses pelembagaan. Pemerintah kota

dapat memanfaatkannya secara maksimal dan memutuskan secara pragmatik.

Pembangunan kota harus bisa melihat masalah yang tidak bisa ditunda waktunya.

Misalnya, orang perlu makan, kerja. Harus ada langkah-langkah praktis dalam

setahun.25

Dalam APBD, diterjemahkan dalam program masyarakat dan lainnya, konteks

pembangunan kita secara umum harus bisa menjelaskan hal itu dengan baik. Seorang

pemimpin apakah itu gubernur, walikota, bupati, camat hingga kepala desa, harus

bisa menerjemahkan lima dimensi esensi pembangunan, strategi pembangunan,

dimensi taktis pembangunan dan dimensi pragmatis pembangunan. Kalau ini bisa

dikuasai, tidak akan terjadi pragmatisme pembangunan yang materialistik.

Seolah-olah hanya karena kebutuhan investasi, segera ingin tampak berhasil sebagai

24

Ibid, hal. 7.

25

(30)

gubernur atau walikota, hal ini segera dilakukan.

Yang selalu dimanfaatkan kekuatan penguasa pasar dan punya modal. Ini

yang selalu menjadi ancaman bagi warga, sehingga tidak nyaman tinggal di

lingkungan karena selalu dianggap kumuh. Sementara di lingkungan yang dianggap

kumuh itu ada pekerja kota, konsumen, warga sebagai konstituen pembangunan,

penyelenggara pemerintah dan lainnya26.

Pembangunan kota tidak boleh meninggalkan sejarah atau menghilangkan

pencapaiannya pada bangunan bersejarah. Hal ini harus dilihat, agar proses

pengembangan sosial, proses kesejarahan budaya bisa ditandai dengan baik. Sehingga

tidak ada budaya fandalis.

Ketika membangun sesuatu harus menghancurkan yang lama, bangun

kemudian. Namun kalau toh itu dilakukan, harus dibicarakan dengan publik.

Pembangunan kota harus ada proses teknis dan program pembelajaran kota yang

lebih populis dan humanis. Sehingga pemerintah bisa lebih punya legitimasi secara

politik, demokrasi dan pemerintahan yang transparan.

Dalam rangka menuju ke sana, tentu pemerintah daerah tidak boleh dibiarkan

melakukan proses itu sendiri. Orang atau lembaga yang peduli seperti jurnalis, LSM,

akademisi harus diorganisasikan untuk mengawal proses ini.

Beberapa hal yang penting dan relatif baru dari konsep rencana tata ruang

wilayah kota Medan 2016 dibanding dengan rencana tata ruang wilayah sebelumnya

26

(31)

ialah, Medan sudah memiliki masterplan atau rencana tata ruang wilayah 2 kali, yaitu

tahun 1975-2000 dan 1995-2005.27

Rencana tata ruang yang sekarang sudah kadaluwarsa dan syukur Pemko

Medan telah mempersiapkan gantinya, yaitu masterplan Medan 2016 dan dalam

proses pengesahan. Sayang pengesahan tidak dapat dilanjutkan karena dasar

penyusunan tadinya Undang-undang Nomor 24 tahun 1992 tentang penataan ruang,

padahal sekarang baru saja keluar undang Undang yang baru, yaitu Undang-undang

Nomor 26 tahun 2007, tentang hal yang sama. Judulnya memang sama tapi

substansinya banyak yang berbeda, lebih rinci, lebih luas dan lebih keras sanksinya

dan masa berlakunya lebih lama jadi 20 tahun sedangkan sebelumnya hanya 10

tahun.28

Rencana yang sudah selesai disusun memerlukan penyesuaian kembali.

Memang repot karena kontrak dengan konsultan telah selesai, tapi karena tuntutan

Undang-undang harus dilakukan.

Pusat primair kota dibuat dua, yaitu di kawasan eks bandara Polonia dan pusat

primer di Belawan. Idenya tentu baik karena bentuk kota yang agak memanjang, jadi

kurang efisien kalau hanya satu.29

Bagian wilayah Kota (BWK) Medan dijadikan 9 yaitu Belawan, Marelan

Labuhan, Timur, Perjuangan, Helvetia, Selayang dan Area. Dalam tata ruang wilayah

27

Budi Derita Sinulingga, Konsep Ruang Kota Medan, (Medan, Penerbit : BAPPEDA Kota Medan, 2005), hal. 1.

28

Ibid, hal. 1.

29

(32)

1995-2005 hanya 5. Pembuatan BWK menjadi 9 lebih realistis mengingat

berkembang pesatnya seluruh wilayah kota.Satu BWK seyogianya memiliki

kesamaan dalam isu perkembangan kota.30

Pusat pemerintahan dipindahkan ke kawasan Tanjung Mulia dekat

persimpangan jalan Tol. Pusat pemerintahan ini mencakup pemerintahan provinsi

pemerintahan kota dan unsur unsur pemerintah pusat dan lembaga tinggi negara

lainnya. Dasar pemikirannya karena adanya dua pusat primair maka perlu diikat

dengan pusat pemerintahan yang terletak di tengah kedua pusat primair tersebut.31

Menyediakan ruang terbuka hijau publik seluas 20 % dari luas kota. Total

luasnya 5560 ha dengan rincian hutan mangrove Belawan 1029 ha, kawasan lindung

sempadan sungai 666 ha, sekitar danau (luasnya tak dicantumkan), taman kota dan

taman lingkungan 612 ha termasuk yang ada sekarang 22 ha (betapa besarnya taman

yang harus diadakan), sempadan jalan 3050 ha, tidak jelas apakah maksudnya lahan

pekarangan masyarakat yang dibuat hijau, karena kalau demikian bukan ruang

terbuka hijau publik lagi namanya, tapi ruang terbuka privat.32

Pengembangan kawasan Utara yang mencakup pembangunan kawasan

industri hitech, waterfront city, Kawasan Ekonomi Khusus, kawasan proses ekspor.33

Pengembangan transportasi massal dengan menghidupkan lintasan kereta api

dan membuat lintasan dengan jalan raya tidak sebidang dan kemungkinan membuat

(33)

sistem monorail yang memerlukan studi lebih lanjut.34

Pengembangan perumahan dengan kewajiban membangun sistem sumur

resapan air untuk mengurangi resiko banjir.35

Pasal 65 Undang-undang No 26 tahun 2007 mengatakan, (1) Penyelenggraran

penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan masyarakat. (2) Peran

serta masyarakat sebagaimana ayat 1 dilakukan antara lain melalui :36

a. partisipasi dalam penyusunan tata ruang,

b. partisipiasi dalam pemanfaatan ruang,

c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang

Dari ketentuan pasal 65 ini maka dapat dilihat bahwa masyarakat termasuk

korporasi atau lembaga pemerintah lainnya, harus memberikan masukan

sebaik-baiknya dalam penataan ruang apakah telah mengikuti asas penataan ruang yang

digariskan dalam pasal 2 yaitu ;

a) keterpaduan

b) keserasian, keselarasan dan keseimbangan

c) keberlanjutan

d) keberdayaangunaan dan keberhasilgunaan

e) keterbukaan

f) kebersamaan dan kemitraan

g) perlindungan kepentingan umum

34

Ibid, hal. 3.

35

Ibid, hal. 4.

36

(34)

h) kepastian hukum dan keadilan dan

i) akuntabilitas.

Pemindahan pusat pemerintahan ke Tanjung Mulia yang meliputi luas 100 ha,

perlu diminta pendapat dari instansi pemerintah provinsi dan pusat apakah mereka

merasa perlu pindah ke Tanjung Mulia, sehingga hendak mau diapakan kantor

gubernur yang begitu megah dan telah dibiayai dengan pelepasan aset provinsi yang

demikian banyak.37

Masyarakat mungkin akan bertanya pada pemerintah provinsi apakah

keberdayagunaan dan keberhasilgunaan dari pemindahan pusat pemerintahan provinsi

dari segi kepentingan masyarakat.

Hal yang sama akan terjadi pada kantor kejaksaan maupun pengadilan.

Ditinjau dari segi pelayanan permerintah kota maka walaupun lokasinya agak di

tengah antara jarak Utara dan Selatan tapi penduduk banyak berkonsentrasi di

kawasan Selatan sehingga lebih banyak penduduk yang merasakan berkurang

kenyamanannya apabila dipindahkan.38

Mungkin konsepnya ingin meniru pusat pemerintahan di Kuala Lumpur yang

di pindahkan ke Putrajaya, akan tetapi kalau dicermati lebih dalam kasusnya sangat

berbeda dengan Medan, yaitu, Bahwa semua kantor kantor pemerintahan yang

dipindahkan ke Putrajaya berada dalam satu komando yaitu kantor perdana menteri.

Karena yang dipindahkan kantor pemerintah pusat sementara itu kantor kantor

37

Budi Derita Sinulingga, op.cit, hal. 5.

38

(35)

pemerintahan tingkat lainnya termasuk kantor Walikota tidak dipindahkan, sedangkan

di Medan menyangkut kantor kantor dari 3 tingkatan pemerintahan.

Pemerintah Malaysia punya dana dan memang mereka jauh lebih kaya dari

kita untuk membeli tanah tanpa harus menjual lokasi yang lama. Untuk kasus Medan

patut dipertanyakan bagaimana menyediakan uang untuk membeli lahan yang 100 ha

itu agar segera dapat dibebaskan karena nilainya bisa mencapai Rp 700 miliar sampai

Rp 1 triliun belum termasuk prasarananya.39

Kalau semua pemilik kantor pemerintahan memang sudah sepakat untuk

memindahkan kantornya, maka tanah seluas 100 ha itu harus segera dibebaskan.

Siapa pemikul dana pembebasan? Sistem tukar guling sangat tidak mudah karena

demikian banyaknya objeknya dan sesuai ketentuan yang berlaku harus ditenderkan

dan pemegang kewenangan terdiri dari berbagai instansi dan akan mengundang

masalah yang berkaitan dengan hukum.40

Oleh karena itu meletakkan kawasan pemerintahan di eks Bandara Polonia

merupakan alternatif yang layak dipertimbangkan dalam rencana tata ruang wilayah

kota Medan, terlebih semua kantor penting itu masih dalam satu BWK. Dan yang

perlu dipindahkan hanyalah kantor Walikota dan DPRD nya karena memang tidak

representatif lagi.41

Penyediaan ruang terbuka hijau Luas taman kota dan taman kota yang

39

Bangun Tampubolon, Melihat Konsep Pembangunan Malaysia Sebuah Impian, (Medan, Penerbit : Analisa, 2006), hal. 8.

40

Ibid, hal. 8.

41

(36)

direncanakan ialah 612 ha termasuk 22 ha yang ada sekarang, berarti diperlukan 590

ha lagi. Ini suatu jumlah yang besar. Pengadaan hutan kota setidaknya 50 ha

selayaknya ditempatkan di kawasan eks Bandara Polonia karena kawasan ini akan

diarahkan jadi kawasan bisnis dengan bangunan tinggi dengan aktivitas penduduk

yang intensif sehingga memerlukan ruang terbuka hijau yang banyak. Selanjutnya

direncanakan kawasan terbuka hijau di sempadan sungai, rasanya melihat susahnya

membebaskan tanah maka sempadan sungai yang 15 m agak terlalu optimis, untuk itu

sangat di harapkan agar masterplan yang dibuat itu dapat direalisasikan.42

Belum dibuat arahan tentang kawasan evakuasi bencana seperti yang

diarahkan oleh Undang-undang Nomor 26 tahun 2007, sehingga dengan demikian

sistem drainase dan pengendalian banjir masih mengikuti pola lama, yang bertumpu

pada sungai sungai yang ada. Dalam pola lama areal pelayanan Sei Sikambing terlalu

luas, sedangkan kapasitasnya kecil dan susah untuk ditingkatkan mengingat banyak

yang sudah di lining atau ditembok. Layak dipikirkan mini floodway ke Sei Belawan

untuk mengurangi bebannya. Bandara Kuala Namu akan dapat dioperasikan pada

tahun 2009.43

42

Ibid, hal. 8.

43

(37)

2.Kerangka Konsepsi

Agar tidak terjadi perbedaan pengertian tentang konsep-konsep yang

dipergunakan dalam penelitian ini, maka perlu diuraikan pengertian-pengertian

konsep yang dipakai, yaitu sebagai berikut :

Izin Mendirikan Bangunan adalah Izin untuk mendirikan bangunan yang

meliputi kegiatan penelitian tata letak dan desain bangunan, pengawasan pelaksanaan

bangunannya agar tetap sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku dan rencana

teknis bangunan dengan tetap memperhatikan Koefisien Dasar Bangunan (KDB),

Koefisien Luas Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Bangunan (KKB) meliputi

pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagai yang

menempati bangunan tersebut.

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang,

sehingga dapat dipaksakan, dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak

dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi

barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Lembaga

Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat

Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di

bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau yang diberikan oleh

(38)

Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan

oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingandan kemanfaatan umum serta dapat

dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

Retribusi Perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah

daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang

dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas

kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana,

sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga

kelestarian lingkungan.

Retribusi Peruntukan Penggunaan Tanah adalah pemungutan daerah sebagai

pembayaran atas pemberian pelayanan peruntukan penggunaan tanah kepada orang

pribadi atau badan yang dilaitkan dengan rencana tata ruang kota medan berupa

Keterangan Rencana Peruntukan (KRP), perubahan peruntukan penggunaan tanah,

penghapusan rencana jalan dan dispensasi Garis Sempadan Bangunan (GSB), dan

pengukuran tanah.

Rencana Tata Ruang Kota adalah hasil perencanaan tata ruang kota medan

berupa rencana umum tata ruang kota, rencana detail tata ruang kota dan rencana

teknik ruang kota.

Keterangan Rencana Peruntukan adalah keterangan yang menyatakan

(39)

Perubahan Peruntukan Penggunaan tanah adalah perubahan atas rencana

peruntukan penggunaan tanah yang telah ditetapkan daalm rencana tata ruang kota

atas suatu persil tanah menjadi peruntukan penggunaan lainnya.

Penghapusan rencana jalan adalah pembatalan/penghapusan rencana jalan

yang telah ditetapkan daalm rencana tata ruang kota.

Dispensasi Garis Sempadan Bangunan adalah dispensasi terhadap garis atau

batas sempadan bangunan terhadap jalan atas suatu persil tanah dari besaran yang

telah ditetapkan dalam rencana tata ruang kota menjadi besaran tertentu.

Sempadan Bangunan adalah ruang yang membatasi bagian persil tanah yang

boleh dan tidak boleh dibangun, terdiri dari sempadan muka bangunan, sempadan

samping bangunan dan sempadan belakang bangunan.

Pengukuran Tanah adalah pengukuran bentuk dan luas tanah.

Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung dan budaya.

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang

udara sebagai suatu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup

dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.

Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik

direncanakan maupun tidak.

Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap

unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek

(40)

Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan

pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,

pemusatan dan distribusi jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang bertujuan untuk

memperoleh gambaran yang menyeluruh, lengkap dan sistematis mengenai

pelaksanaan pemberian izin mendirikan bangunan di kota Medan yang di kaitkan

dengan pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan.

Bersifat analisis karena gejala dan fakta yang dinyatakan oleh responden

kemudian akan dianalisa terhadap berbagai aspek hukum baik dari segi hukum

Pertanahan Nasional maupun hukum politik dan hukum Administrasi Negara.

Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan yuridis empiris yaitu suatu penelitian

yang meneliti peraturan-peraturan hukum yang kemudian dihubungkan dengan data

dan perilaku pejabat pemerintah dalam pelaksanaan pemberian izin mendirikan

bangunan di kota Medan yang di kaitkan dengan pemeliharaan Tata Ruang Kota

Medan.

Data atau materi pokok dalam penelitian ini diperoleh langsung dari para

responden melalui penelitian lapangan atau field research yaitu Masyarakat warga

(41)

Lurah, Camat serta Staf Bidang Perizinan IMB pada Dinas Tata Kota dan Tata

Bangunan Kota Medan.

Data sekunder diperoleh melalui bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder serta bahan hukum tertier yaitu melalui penelitian kepustakaan atau library

research berupa peraturan Perundang-undangan, buku-buku, laporan hasil penelitian

terdahulu, dokumen resmi dan bahan-bahan kepustakaan lainnya berbentuk tertulis

yang ada kaitannya dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Kota Medan, dengan melakukan penelitian di

kantor Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Pemko Medan.

3. Wawancara dan Nara Sumber

Dalam melakukan penelitian ini, maka penulis melakukan tehnik wawancara

dengan beberapa sumber, yaitu Pejabat Pemko Medan yang terdiri dari Staf Bidang

Perijinan IMB Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan, Camat, Lurah dan Kepala

Lingkungan untuk mengetahui prosedur pelaksanaan pemberian izin mendirikan

bangunan di kota Medan yang di kaitkan dengan pemeliharaan Tata Ruang Kota

Medan serta anggota DPRD Kota Medan dari segi pembuatan Peraturan Daerah serta

tanggapan beberapa masyarakat dalam melakukan pengurusan izin mendirikan

(42)

Untuk menunjang kelengkapan data maka diambil sebagai nara sumber atau

informan tambahan sebanyak 5 (lima) orang dengan perincian sebagai berikut :

1. 1 (satu) orang Camat di Pemko Medan.

2. 1 (satu) orang Pejabat Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Pemko Medan.

3. 1 (satu) orang Pejabat Bagian Hukum dan Pemerintahan Pemko Medan.

4. 1 (satu) orang Anggota DPRD Kota Medan.

5. 1 (satu) orang Lurah di Pemko Medan.44

4. Alat Pengumpul Data

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan alat :

a. Studi Dokumentasi

Untuk memperoleh data sekunder perlu dilakukan studi dokumentasi yaitu dengan

cara mempelajari peraturan-peraturan, teori dan dokumen-dokumen lain yang

berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti.

b. Wawancara

Untuk memperoleh data primer, dilakukan wawancara dengan 10 (sepuluh)

masyarakat warga Kota Medan yang terkait dengan pengurusan Izin Mendirikan

Bangunan dengan mempergunakan pedoman wawancara dan daftar pertanyaan.

44

(43)

5. Analisis Data

Semua data yang diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh di

lapangan dianalisa secara kualitatif. Metode analisa yang dipakai adalah metode

deduktif. Melalui metode deduktif, data sekunder yang telah diuraikan dalam tinjauan

pustaka secara komparatif akan dijadikan pedoman dan dilihat pelaksanaannya dalam

melihat pelaksanaan pemberian izin mendirikan bangunan di kota Medan yang di

kaitkan dengan pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan.

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisa dengan cara ”kwalitatif,

selanjutnya dilakukan proses pengolahan data. Setelah selesai pengolahan data baru

ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif.”45

Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan pemeriksaan terhadap data yang

terkumpul baik melalui wawancara yang dilakukan, inventarisasi karya ilmiah,

peraturan Perundang-undangan, yang berkaitan dengan judul penelitian baik media

cetak dan laporan-laporan hasil penelitian lainnya untuk mendukung studi

kepustakaan. Kemudian baik data primer maupun data sekunder dilakukan analisis

penelitian secara kuantitatif dan untuk membahas lebih mendalam dilakukan secara

kualitatif. Sehingga dengan demikian diharapkan dapat menjawab segala

permasalahan hukum yang ada dalam tesis ini.

45

(44)

BAB II

PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN

BANGUNAN DALAM RANGKA PEMELIHARAAN

TATA RUANG KOTA MEDAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Izin Mendirikan Bangunan

Ijin Mendirikan Bangunan atau di singkat IMB adalah ijin untuk mendirikan,

memperbaiki, menambah, mengubah, atau merenovasi suatu bangunan, termasuk ijin

kelayakan menggunakan bangunan atau untuk bangunan yang sudah berdiri yang

dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah.46

Dasar pengaturan IMB adalah Undang-Undang Nomor 34 tahun 2001 tentang

pajak dan retribusi daerah, yang kemudian dijabarkan di masing-masing daerah

menjadi Peraturan Daerah. Badan yang berwenang menerbitkan IMB di

masing-masing daerah memiliki sebutan yang berbeda-beda. Untuk Pemerintahan Kota

Medan misalnya, namanya adalah Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan. Sedang untuk

daerah lain ada yang bernama Dinas Bangunan, Dinas Tata Bangunan, Dinas Tata

Kota dan lain-lain.46

Pada prinsipnya, IMB bertujuan agar terjadi keserasian antara lingkungan dan

bangunan. Selain itu, dengan IMB diharapkan agar bangunan yang akan dibangun

aman bagi keselamatan jiwa penghuninya. Sebab dalam pemberian IMB, seharusnya

46

Kusno Wijoyo, Mengurus IMB dan Permasalahannya, (Jakarta, Penerbit : Pemko Bekasa, 2006), hal. 2.

46

(45)

dilakukan analisis terhadap desain bangunan tersebut, apakah sudah memenuhi

persyaratan bangunan dan lingkungan.47

Persyaratan lingkungan meliputi penentuan garis sempadan atau jarak

maksimum bangunan terhadap batas jalan, jarak bebas muka samping dan belakang

bangunan, batas-batas persil pembangunan dan jarak antarbangunan, keadaaan tanah

tempat bangunan,dan lain-lain. Sedangkan persyaratan bangunan antara lain meliputi

luas denah bangunan, tinggi bangunan, ukuran-ukuran ruang, pencahayaan dan

pengudaraan.48

Sekilas, peraturan yang diberlakukan dalam proses IMB terasa

menjengkelkan. Misalnya, untuk mendirikan rumah, wajib mundur 3-8 meter dari

batas depan tanah. Rasanya seperti menyia-nyiakan lahan, apalagi jika luas lahan

yang dimiliki terbatas. Padahal pembuatan garis sempadan ini sesungguhnya

dimaksudkan untuk kenyamanan dan keamanan si penghuni. Dengan adanya batas

sempadan itu, maka terpaan debu dan kebisingan dari jalan bisa diredam supaya tidak

langsung masuk ke dalam rumah.49

Lalu ada pula larangan untuk meningkat rumah di daerah tertentu. Hal ini

berkaitan erat dengan konstruksi bangunan dan kondisi tanah di daerah tersebut. Bisa

jadi kondisi tanah di daerah tersebut tidak mendukung untuk konstruksi rumah

47

Ibid, hal. 2.

48

Pengumuman Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Pemko Medan Tentang Pengurusan

IMB, (Medan, Penerbit : Pemko Medan, 2006), hal. 1.

49

(46)

bertingkat. Jika tetap memaksa, alih-alih tampil mentereng, bisa-bisa rumah cepat

ambruk karena kondisi tanah yang labil.

Dengan memiliki IMB, pemilik lahan juga memiliki kepastian hukum untuk

bangunan yang dimiliki. Tentunya pemilik lahan tak ingin rumah yang sudah susah

payah dibangun tiba-tiba diserobot orang lain yang memalsukan surat kepemilikan.

Selain itu, dengan memiliki IMB, dapat lebih mudah dalam dapat mengurus kredit

bank, ijin usaha, dan dapat meyakinkan pihak-pihak yang memerlukannya untuk

transaksi jual-beli, sewa-menyewa dan lain-lain.

Dari segi arsitektur, IMB juga berguna untuk melestarikan warisan budaya.

Bila ternyata rumah yang akan direnovasi termasuk salah satu warisan budaya, maka

tidak diperkenankan untuk mengubahnya. Langkah yang diijinkan hanya untuk

memugarnya.50

Sebelum memulai mendirikan bangunan, sudah menjadi ketentuan untuk

segera melakukan pengurusan ijin mendirikan bangunan atau IMB dalam upaya

memiliki kepastian hukum atas kelayakan, kenyamanan, keamanan sesuai dengan

fungsinya. IMB tidak hanya diperlukan untuk mendirikan bangunan baru saja, tetapi

juga dibutuhkan untuk membongkar, merenovasi, menambah, mengubah, atau

memperbaiki yang mengubah bentuk atau struktur bangunan.

Tujuan diperlukannya IMB adalah untuk menjaga ketertiban, keselarasan,

kenyamanan, dan keamanan dari bangunan itu sendiri terhadap penghuninya maupun

lingkungan sekitarnya. Selain itu IMB juga diperlukan dalam pengajuan kredit bank.

50

(47)

IMB sendiri dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat Dalam pengurusan IMB

diperlukan pengetahuan akan peraturan-peraturannya, sehingga dalam mengajukan

IMB, informasi mengenai peraturan tersebut sudah didapatkan sebelum pembuatan

gambar kerja arsitektur.51

B. Pengaturan IMB Di Pemko Medan

Surat Izin Mendirikan Bangunan yang diterbitkan oleh Dinas Tata Kota dan

Tata Bangunan yang wajib dimiliki oleh pemohon untuk mendirikan bangunan di

dalam wilayah administratif Pemerintah Kota Medan. Izin Mendirikan Bangunan

diberikan dengan tujuan penataan bangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang

kota. Pelaksanaannya berdasarkan Perda Nomor 9 Tahun 2002, dengan masa berlaku

6 (enam) bulan.

Ijin Mendirikan Bangunan selanjutnya disingkat IMB adalah ijin yang

diberikan untuk mengatur, mengawasi serta mengendalikan terhadap setiap kegiatan

membangun, memperbaiki dan merombak dan merobohkan bangunan. Peraturan

Daerah Kota Medan Nomor 35 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah

Kota Medan Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja

Dinas-Dinas Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Medan.52

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 9 Tahun 2002 tentang Izin Mendirikan

Bangunan. Pelaksanaan Perda tersebut diatur melalui Keputusan Walikota Medan

51

Ibid, hal. 4.

52

(48)

Nomor 34 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Perda Nomor 9/2002 dan Keputusan

Walikota Medan Nomor 62 Tahun 2002 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 9 Tahun 2002.53

Gambar 1. Skema Pengurusan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Pemerintahan Kota Medan

Mendirikan bangunan adalah pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya

atau sebagian termasuk menggali, menimbun, meratakan tanah yang berhubungan

dengan pekerjaan mengadakan bangunan, memperbaiki atau renovasi serta

menambah bangunan.

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2002, maka di Kota Medan,

IMB dibuat berdasarkan rencana Tata Kota dan memuat penjelasan mengenai:

a. Bentuk dan ukuran persil

b. Alamat persil

c. Jalan dan rencana jalan di sekeliling persil

53

(49)

d. Penggunaan bangunan dan jumlah lantai

e. Peruntukan tanah diatas persil

f. Garis-garis sempadan

g. Arah mata angin

h. Skala gambar

i. Tanah yang dikosongkan untuk rencana jalan dan sarana utilitas umum lainnya

j. Biaya retribusi KRP

Persyaratan permohonan IMB ditujukan kepada Walikota Medan, yang dalam

hal ini di tujukan kepada Kepala Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan dengan mengisi

formulir yang telah disediakan dan dengan melengkapai persyaratan yang terdiri

dari :

1. Pengisian Formulir Surat Permohonan IMB.

2. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku.

3. Fotocopy SPPT dan Pelunasan PBB tahun terakhir.

4. Fotocopy Hak Atas Tanah yang telah dilegalisir oleh pejabat yang berwenang,

antara lain :

a. Fotocopy Sertifikat yang dilegalisir oleh BPN ataupun Notaris.

b. Fotocopy Akta Jual Beli dari Notaris atau Camat Akta yang

dikeluarkanolehNotarisdilegalisirolehNotaris.Aktayangdikeluarkan oleh

(50)

c. AsliSuratTidakSilangSengketa.yangdikeluarkanolehLurahdandiketaui oleh

Camat setempat; bagi surat tanah yang bukan Sertifikat dan SK Camat.

d. Asli Rekomendasi dari Bank bagi tanah yang sedang diagunkan.

5. Rekomendasi dari Instansi terkait untuk pembangunan tempat ibadah, tempat

persemayaman mayat, galon (SPBU), dan pendidikan.

Sedangkan, dalam pengurusan IMB pemohon diwajibkan untuk melengkapi

berkas dan dokumen yang diperlukan adalah :

a. Formulir permohonan IMB

b. Fotokopi KTP

c. Fotokopi pembayaran PBB terakhir

d. Fotokopi sertifikat/akte jual-beli/surat keterangan kepemilikan tanah yang sah

sesuai ketentuan

e. Gambar arsitektur dan gambar situasi bangunan yang akan didirikan

f. Gambar Peta Rencana Kota yang diperoleh dari Sudin Tata Kota (operasional).

Demikian juga dengan tarif yang berlaku, umumnya berbeda-beda

antardaerah. Hal ini disebabkan IMB sebenarnya terkait erat dengan pendapatan asli

daerah (PAD). Dari sinilah ditengarai munculnya kasus-kasus penyelewengan dalam

pengurusan IMB oleh oknum tertentu. Beberapa oknum memandang IMB

semata-mata sebagai retribusi guna meningkatkan PAD. Selain itu masih ada juga oknum

yang memiliki pola pikir, jika bisa dipersulit, mengapa dibuat mudah. Hal-hal seperti

(51)

Secara umum, tahapan dalam proses pengurusan IMB diawali dengan

pengajuan pembuatan IMB. Setelah lima hari, diterbitkan IP (Ijin Pembangunan), dan

20 hari kemudian baru diterbitkan IMB. Setelah itu masih dilaksanakan kontrol

lapangan dan evaluasi.

Sebenarnya setelah IMB, masih ada satu surat lagi yakni IPB yaitu Ijin

Penggunaan Bangunan. Ketentuan ini memang belum begitu memasyarakat, padahal

sebenarnya sudah cukup lama diberlakukan. IPB diterbitkan setelah di lapangan

dilaksanakan proses kontrol dan evaluasi. Untuk bangunan hunian rumah tangga, IPB

berlaku selama 10 tahun. Sementara untuk bangunan non-hunian, berlaku selama 5

tahun.

Setelah IPB habis masa berlakunya, maka pemilik lahan harus mengajukan

Permohonan Kelayakan Menggunakan Bangunan (PKMB). Jika setelah dilakukan

pengecekan ke lapangan ternyata bangunan sudah sangat rapuh konstruksinya, maka

pemilik bangunan wajib merenovasi bangunan dan prosesnya menjadi sama seperti

saat pengajuan IMB. Pengecekan lapangan untuk PKMB dilakukan oleh Seksi

Pengawasan Kelayakan Bangunan.

Disamping itu, para pemohon di wajibkan dalam surat permohonan Izin

Mendirikan Bangunan menyampaikan persyaratan teknis yang terdiri dari ;

1. Gambar Rencana Bangunan rangkap 3 yang terdiri dari ;

a. Denah / Site Plan

b. Tampak (depan dan samping)

(52)

d. Gambar Konstruksi (pondasi, sloop, kolom, balok, lantai, tangga, rencana

atap/kap, kecuali untuk bangunan rumah tempat tinggal 1 (satu) lantai.

e. Sumur peresapan, septic tank, dan bak kontrol.

f. Untuk Bangunan Pagar (Denah, Tampak Potongan dan Situasi)

2. Perhitungan konstruksi yang dibuat oleh konsultan dan ditandatangani oleh

perencana, bagi bangunan dengan :

a. Bentangan balok lebih dari 6 (enam) meter.

b. Ketinggian 2 (dua) lantai atau lebih bagi bangunan yang digunakan untuk

kepentingan umum.

c. Ketinggian bangunan lebih dari 3 (tiga) lantai.

d. Konstruksi baja atau kayu yang bentangnya lebih dari 12 meter.

e. Konstruksi baja atau kayu yang ketinggian tiangnya lebih dari 6 (enam) meter

perlantai.

3. Perhitungan rencana anggaran biaya (RAB) untuk bangunan Tower/Menara,

Tanki, Gapura/Tugu dan Cerobong asap, serta renovasi bangunan.

Dalam kaitan permohonan surat izin mendirikan bangunan, Pemerintah Kota

Medan dapat menolak permohonan IMB jika ;

1. Tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan.

2. Bertentangan dengan rencana kota.

a. Bangunan yang direncakan tidak sesuai dengan peruntukan tanah pada lokasi

(53)

b. Diatas persil dimohon terdapat rencana jalan / pelebaran sehingga sisa luas

tanah tidak dapat dibangun sesuai dengan persyaratan peruntukan.

c. Bangunan yang dimohon tidak sesuai ketentuan teknis lainnya.

3. Mengganggu dan mengakibatkan kerusakan terhadap kelestarian, keserasian dan

keseimbangan lingkungan.

4. Bertentangan dengan ketentuan perundangan yang berlaku.

Disamping itu diatur juga ketentuan lain berupa ;

1. IMB dicabut apabila melanggar ketentuan izin yang diberikan atau dikemudian

hari diketahui bahwa salah satu atau beberapa syarat-syarat untuk memperoleh

izin mendirikan bangunan dimaksud tidak benar keabsahannya.

2. Pekerjaan mendirikan bangunan dapat dimulaai setelah IMB diberikan oleh

Kepala Daerah. Apabila pekerjaan mendirikan bangunan tidak dimulai setelah 6

(enam) bulan sejak izin diterbitkan tanpa alasan yang dapat diterima Kepala

Daerah, maka izin dapat dicabut.

3. Bangunan dapat dibongkar, apabila :

a. Pelaksanaan mendirikan bangunan bertentangan, tidak sesuai atau

menyimpang dari izin yang telah diberikan.

b. Pelaksanaan mendirikan bangunan tidak memiliki izin.

Dalam hal pejabat yang berwenang dalam melakukan penanda tanganan dan

pengesahan surat izin mendirikan bangunan di Kota Medan diatur berdasarkan luas

(54)

1. Luas Bangunan ≤ 200 m² ditandatangani oleh Kepala Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan.

2. Luas Bangunan ≥ 200 m² ditandatangani oleh Walikota Medan.

Sedangkan proses dan lama waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan KSB/

IMB adalah 16 hari kerja, dengan biaya dan besar retribusi yang wajib di serahkan

oleh Pemohon untuk membayar retribusi ke Kas Pemko Medan melalui

Bendaharawan Penerima Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan sebelum mengambil

IMB yang terbit, dengan besarnya biaya retribusi itu di tetapkan berdasarkan luas

permeter Bangunan di kalikan dengan Luas Bangunan. Secara prinsip, bila dokumen

lengkap, 5-7 hari kemudian akan diterbitkan Izin Prinsip atau IP. Dengan IP kita sudh

bisa mulai membangun sambil menunggu IMB yang keluar 20-30 hari kemudian.

Selama pembangunan, petugas daerah akan melakukan control berkala dan

evaluasi di lapangan. IMB memiliki masa berlaku 1 tahun. Apabila dalam 1 tahun

pembanguna belum selesai, maka harus mengajukan permohonan perpanjangan IMB.

Bila tahun berikutnya masih belum selesai, maka harus mengajukan permohonan

pembuatan IMB baru.

Setelah bangunan selesai, masih ada surat yang diperlukan yaitu IPB atau Ijin

Penggunaan Bangunan. IPB memiliki masa berlaku 10 tahun untuk rumah tinggal dan

5 tahun untuk bangunan non hunian. Bila masa IPB habis, maka pemilik harus

(55)

proses tersebut petugas akan memeriksa kelayakan bangunan tersebut, terutama dari

segistruktur dan konstruksinya.

Pengukuran Tanah adalah pengukuran bentuk dan luas tanah dalam bentuk

Gambar Situasi diberlakukan bagi permohonan Izin Mendirikan Bangunan untuk

persil tanah yang belum beralaskan hak sertifikat atau tidak dilengkapi Surat

Keterangan Pendaftaran Tanah dan Gambar Situasi Tanah dari Kantor Pertanahan.

Hasil pengukuran tanah berupa Gambar Situasi diterbitkan oleh Dinas Tata Kota dan

Tata Bangunan setelah diketahui oleh Lurah setempat.

Struktur dan besarnya tarif retribusi pengukuran tanah adalah ; 54

Jenis Pengukuran Besar Tarif

a Luas tanah s/d 100 m ² Rp. 30.000,-

b Luas tanah > 100 m ² s/d 500 m ² Rp. 40.000,-

c Luas tanah > 500 m ² s/d 1000 m ² Rp. 60.000,-

d Luas tanah > 1000 m ² s/d 2000 m ² Rp. 80.000,-

e Luas tanah > 2000 m ² s/d 3000 m ² Rp. 100.000,-

f Luas tanah > 3000 m ² s/d 4000 m ² Rp. 120.000,-

g Luas tanah > 4000 m ² s/d 5000 m ² Rp. 140.000,-

h Luas tanah > 5000 m ², setiap kelebihan s/d 1000 m ²

dikenakan tambahan sebesar Rp. 150.000,-

54

Gambar

Gambar 1. Skema Pengurusan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Pemerintahan Kota Medan
Gambar Situasi diberlakukan bagi permohonan Izin Mendirikan Bangunan untuk
Gambar 2. Skema Pengurusan Keterangan Rencana Peruntukan atau KRP di Pemerintahan Kota Medan
Tabel I Struktur Kedudukan dan Organisasi Jajaran Pemerintahan Kota Medan
+7

Referensi

Dokumen terkait

NIM NAMA MAHASISWA NO.. NIM NAMA

Muna mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa untuk pelaksanaan kegiatan tahun anggaran2ol2,seperti tersebut dibawah ini:.. No NAMA PAKET PEKERJMN VOLUME

JADWAL PERKULIAHAN SEMESTER III (GANJIL) TAHUN AKADEMIK 2015/2016 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA (S1). KELAS NON

[r]

Aplikasi ini dibuat dengan tujuan membantu kita dalam melihat nama tamu yang menginap, sehingga pada suatu saat apabila terdapat kline tamu yang akan mengadakan pertemuan dapat

[r]

Aplikasi permainan ini jika dijalankan akan menampilkan permainan game untuk anak umur 4-5 Tahun, Dalam pengopersiannya, program ini dilengkapi dengan menu untuk masuk ke menu

Proses registrasi dilakukan agar aplikasi yang sudah digunakan oleh orang yang sudah mempunyai kesepakatan dengan pembuat aplikasi tidak dapat digunakan lagi oleh orang lain dalam