• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kawasan Basis Sektor Perikanan Dan Kelautan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kawasan Basis Sektor Perikanan Dan Kelautan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

SEKTOR PERIKANAN DAN KELAUTAN

Agus Nadeak

PNS Kabupaten Asahan Mahasiswa S2 PWD SPs USU

Abstract: At past, local government had encountered problems to build the means that needed in their region. But it was possible for them to have some special central government aid. Nowadays, the ability of central government to give this special aid has very limited. It means that the local government has started to pay attention in using the limited fund that given from central government and also has to be able to digging up the region income.

The exploit of base sector is one of the ways that could be done by district government in using the region resources. As a maritime country, those fisheries and marine resources are one of the base sectors that are very potential in our country. This will give an additional value to the region, as well as its community, if it is well manage.

Keywords: fisheries and marine resources

PENDAHULUAN

Sektor Perikanan dan Kelautan adalah salah satu sektor andalan yang dijadikan pemerintah sebagai salah satu potensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi baik dalam skala lokal, regional maupun negara. Sektor ini merupakan sektor yang selama ini belum dieksploitasi secara maksimal dan seringkali dianggap bagian dari sektor pertanian, padahal sebagai suatu negara maritim Indonesia memiliki gugusan ribuan pulau yang lebih dari 70 % wilayahnya terdiri dari lautan, belum lagi potensi akan perairan tawar (sungai) yang sangat banyak khususnya dibeberapa pulau besar seperti Sumatera dan Kalimantan.

Secara umum, persoalan yang dihadapi masyarakat yang bergerak di sektor perikanan dan kelautan berkisar pada hal-hal yang berhubungan dengan isue-isue: (1) kemiskinan dan kesenjangan sosial, (2) keterbatasan akses modal, teknologi dan pasar, (3) kualitas SDM yang rendah, (4) degradasi sumber daya lingkungan, dan (5) kebijakan pembangunan yang belum berpihak secara optimal pada sektor ini.

Bergulirnya era reformasi telah mengubah cara pandang Pemerintah akan upaya untuk memaksimalkan sektor perikanan dan kelautan, hal ini dapat dilihat dari terbentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan yang diikuti oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk Satuan Kerja Perangkat

Daerah (SKPD) dengan pembentukan Dinas Kelautan dan Perikanan atau Dinas Perikanan dan Kelautan, tergantung potensi unggulan utama di daerah masing-masing.

Hal ini juga membentuk pola dan pengertian baru akan kawasan sektor perikanan dan kelautan akan tetapi pola pengelolaan sektor ini masih dianggap sebagai sumberdaya milik umum dimana fungsi pengawasan serta regulasi guna pemanfaatan oleh Pemerintah sebagai regulator masih belum optimal.

Pengertian dasar atas sumberdaya alam sebagai segala sesuatu yang berada di bawah maupun di atas bumi, termasuk tanah itu sendiri seringkali menimbulkan pendapat bahwa “Milik semua orang yang berarti bukan milik siapa-siapa”, karena itu sumberdaya alam itu selagi masih dalam keadaan baik tidak perlu dihemat penggunaannya yang pada akhirnya menyebabkan penggunaannya dilakukan secara berlebihan. Dengan perkataan lain pernyataan diatas cenderung menyebabkan deplisi yang berlebihan.

(2)

Disinilah sektor perikanan dan kelautan seringkali terposisikan.

Dapat disimpulkan bahwa terjadi paradoks akan sektor perikanan dan kelautan, dimana satu sisi adalah potensi unggulan yang cukup besar dan belum dioptimalisasikan tetapi di sisi lain telah dieksploitasi secara serampangan sehingga cukup rentan akan kerusakan bahkan penghancuran terhadap sumberdaya alam tersebut.

Melalui pengembangan kawasan basis sektor perikanan dan kelautan diharapkan paradoks seperti di atas dapat dihilangkan, sehingga yang didapati adalah kondisi dimana sektor perikanan dan kelautan adalah sektor unggulan yang memiliki kontribusi nyata dalam pertumbuhan ekonomi lokal, regional dan nasional serta terjaganya kelestariannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN TEORI BASIS EKONOMI 1. Pengertian Dasar

Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan non basis dimana hanya kegiatan basis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah.

Investasi adalah faktor penting dalam teori basis ekonomi. Akan tetapi tidak semua investasi dapat memacu pertumbuhan ekonomi pada suatu wilayah (secara berkelanjutan). Apabila kegiatan itu hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal dan kebutuhan lokal itu bertambah, munculnya seorang investor baru jusru akan mengakibatkan kerugian pada investor yang sudah ada sebelumnya atau keuntungan rata-rata pengusaha menjadi menurun. Perlu dicatat bahwa apabila rata-rata pengusaha (investor) tidak lagi mendapat untung yang wajar maka laju pertumbuhan ekonomi dapat terganggu. Modal untuk investasi seringkali berasal dari akumulasi keuntungan yang ditahan. Apabila pengusaha tidak memiliki akumulasi keuntungan yang memadai maka kemampuan berinvestasi menjadi menurun. Apabila kegiatan di sektor ini diperkirakan tidak lagi memberikan keuntungan yang

memadai, investor akan kurang berminat menanamkan modalnya di sektor tersebut. Kurangnya investasi akan berakibat kurangnya lapangan kerja baru sehingga tidak mampu menyerap angkatan kerja baru yang setiap tahun akan terus bertambah. Keuntungan pengusaha yang semakin mengecil juga berdampak terhadap penerimaan sektor pajak semakin kecil. Apabila penerimaan pemerintah tidak meningkat maka kemampuan pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja baru menjadi menurun. Hal ini berbeda misalnya investor itu menghasilkan produk yang ditujukan untuk ekspor. Kegiatan ini menciptakan nilai tambah, mendorong sektor lain untuk turut berkembang tetapi tidak ada sektor lain yang dirugikan.

Dalam pengertian ekonomi regional, ekspor adalah menjual produk/jasa keluar wilayah lain di dalam negara atau keluar negeri. Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis adalah fungsi permintaan yang bersifat exogenous (tidak tergantung pada kekuatan intern / permintaan lokal).

Sebaliknya semua kegiatan lain yang bukan kegiatan basis termasuk dalam kegiatan sektor service/pelayanan, tetapi tidak untuk menciptakan pengertian yang keliru tentang arti service dapat disebut saja sektor non basis. Karena itu sektor non basisi (service) adalah untuk memenuhi kebutuhan lokal. Karena sifatnya yang memenuhi kebutuhan lokal, permintaan akan sektor ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat. Oleh sebab itu, kenaikannya sejalan dengan kenaikan pendapatan setempat. Dengan demikian, sektor ini terikat terhadap kondisi ekonomi setempat dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan di wilayah tersebut. Atas dasar anggapan inilah dapat disimpulkan bahwa satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian suatu wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah sektor basis, dimana sektor perikanan dan kelautan masuk dalam kategori sektor basis.

2. Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang Harus Diberdayakan

(3)

di daerah pantai dan pesisir sepanjang 81.000 km. Dari 60 juta penduduk tersebut memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Brutto (PDB) sebesar 22 % (Sarwono Kusumaatmaja). Wilayah pesisir dan pesisir dan pulau-pulau kecil harus diberdayakan dan harus ditingkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Masyarakat pesisir pada umumnya mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan yang mempunyai tingkat kesejahteraan sangat rendah bila dibandingkan dengan masyarakat dataran rendah dan dataran tinggi, apalagi dibandingkan masyarakat perkotaan.

Pada umumnya nelayan lemah dalam permodalan, peralatan, pemasaran, serta keterbatasan teknologi penangkapan ikan. Sangat sedikitnya investasi di sektor perikanan dan kelautan juga menjadi kendala yang membuat nelayan dan pekerja lain di sektor ini tidak mampu bersaing dengan perusahaan perikanan (khususnya dari luar kawasan) yang bermodal besar dan daerah operasinya luas.

Selain keterbatasan-keterbatasan tadi, kendala lain yang dihadapi oleh nelayan dan pekerja di sektor kelautan adalah margin keuntungan yang dihasilkan sangat kecil. Sebagian besar keuntungan dinikmati oleh pedagang perantara dan dibawa keluar wilayah, terdapat kesulitan untuk melaksanakan pembangunan sehingga sulit menciptakan pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat di wilayah tersebut. Masyarakat nelayan tidak menikmati multiplier effect dari pemanfaatan produksi perikanan dan kelautan di wilayahnya.

Potensi sumberdaya perikanan dan kelautan selama ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah dan dunia usaha. Karena itu perlu disusun sistem pemanfaatan dan pengelolaan produksi perikanan dan sumberdaya kelautan yang orientasinya adalah keberhasilan usaha dan kelestarian lingkungan. Disinilah diperlukan konsep pengembangan kawasan basis pada sektor perikanan dan kelautan.

3. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah

( added value ) yang terjadi. Penghitungan pendapatan wilayah, pada awalnya dibuat dalam harga berlaku. Namun agar dapat melihat pertambahan dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya harus dinyatakan dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Pendapatan wilayah menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi) yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran suatu wilayah. Nilai tambah yang dimaksud menggambarkan tingkat kemampuan menghasilkan pendapatan pada wilayah tersebut. Pada umumnya yang termasuk dalam nilai tambah dalam suatu kegiatan produksi / jasa adalah berupa upah / gaji, laba, sewa tanah dan biaya uang yang dibayarkan (berupa bagian dari biaya), penyusutan dan pajak tidak langsung.

Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir keluar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah. Jika membicarakan tentang pertumbuhan ekonomi, maka secara langsung akan melibatkan masalah peningkatan luaran (output) yang terus menerus dalam jangka panjang. Peningkatan luaran (output) ini tergantung pada macam dan jumlah masukan (input) atau faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi.

(4)

sekitarnya membatasi kemungkinan usaha manusia untuk hidup dan mencapai sesuatu. Tetapi jumlah dan kualitas sumberdaya alam riil yang dipunyai oleh suatu negara atau suatu daerah itu lebih merupakan hasil daripada sebab perkembangan ekonomi. Dengan kata lain justru dengan berhasilnya suatu kebijakan pembangunan ekonomi akan semakin banyak sumberdaya alam yang dapat digali dan selanjutnya akan mendorong pembangunan lebih lanjut.

Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan betapa pengembangan kawasan basis sektor perikanan dan kelautan adalah suata upaya kebijakan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada suatu wilayah khususnya pada kawasan pesisir.

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN 1. Sumberdaya Milik Umum

Masalah yang sering timbul sehubungan dengan sumberdaya alam milik umum ialah adanya pendapatan masyarakat yang mengatakan bahwa “Milik semua orang itu berarti pula milik setiap orang”, karena itu anggapan itu diartikan bahwa sumberdaya alam itu selagi masih dalam keadaan baik harus dieksploitasi sebanyak mungkin dan kenapa harus dihemat penggunaannya sementara orang lain menghabiskannya.

Pernyataan diatas cenderung mengakibatkan penggunaan sumberdaya alam secara berlebihan, atau menghabiskan sumberdaya alam secara cepat, bahkan dapat menghancurkan sumberdaya alam baik yang dapat diperbaharui (renewable resources) apalagi yang tidak dapat diperbaruhui (unrenewable resources).

Dalam banyak kasus terjadi penggunaan sumberdaya alam milik umum yang tidak memperhatikan konsepsi keseimbangan antara penduduk dengan sumberdaya alam. Hal ini mengakibatkan banyak fenomena keseimbangan penduduk dan sumberdaya alam menjadi lamban bahkan tidak terjadi. Penyebab lambannya keseimbangan dan penyesuaian itu antara lain :

a. Masyarakat lebih mengenal adanya kepemilikan pribadi (private) dan mekanisme pasar, sehingga pengertian bahwa lingkungan sebagai barang

milik bersama dan dipelihara bersama masih sulit dimengerti.

Contoh : Situasi ini dapat dilihat terutama pada sektor perikanan dan kelautan seperti pembuatan keramba ikan, budidaya rumput laut, budidaya terumbu karang, dll, dimana ada semacam pengkavlingan laut yang dilakukan oleh nelayan dan masyarakat (biasanya di wilayah pesisir).

b. Masyarakat tidak mengetahui secara pasti apa yang sesungguhnya diinginkannya, begitu pula tentang teknologi untuk menghasilkan apa yang diinginkannya tersebut.

Contoh : Terancam punahnya ikan iblis (bilih) di Danau Singkarak, Sumatera Barat karena adanya tanggul yang digunakan untuk pembangkit listrik bagi keperluan masyarakat di sekitar danau yang pada akhirnya memaksa pengembang untuk membendung Sungai Batang Ombili, yang merupakan satu-satunya sungai tempat keluar air Danau Singkarak. c. Karena adanya eksternalitas, maka

biaya produksi barang dan jasa menjadi tidak jelas, hal ini ditambah lagi tingginya mobilitas manusia.

Contoh : Pengerukan pasir laut di wilayah Kepulauan Riau telah mengalihkan kegiatan produksi nelayan pada wilayah tersebut menjadi pekerja di sektor pertambangan pasir.

(5)

2. Pengelolaan Sumberdaya Ikan

Perikanan merupakan subsektor yang sangat penting, yaitu sebagai sumber pendapatan dan kesempatan kerja serta menarik perhatian dalam hal efisiensi dan distribusi. Masalah efisiensi dikaitkan dengan jumlah persediaan ikan yang terus terancam punah dan masalah distribusi dikaitkan dengan siapa yang memperoleh manfaat. Namun demikian subsektor ini pada negara-negara berkembang belum mengalami perkembangan yang significant sehingga diperlukan campur tangan pemerintah dalam rangka meningkatkan pendapatan nelayan atau petani ikan, perbaikan gisi rakyat dan peningkatan ekspor khususnya memanfaatkan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) 200 mil dari garis pantai.

Ikan merupakan sumberdaya alam yang dapat pulih (renewable resource) yang memerlukan usaha-usaha pengelolaan yang baik agar dapat mempertahankan dan mengembangkan unit populasi yang ada. Dalam usaha pengelolaan tersebut diperlukan pengetahuan dan informasi tentang perikanan dalam rangka mempelajari perilaku kehidupan dan sifat-sifat dari unit populasi yang merupakan suatu komunitas dalam sumberdaya alam tersebut.

Dengan dicetuskannya wilayah perikanan dalam Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejauh 200 mil laut, maka hal ini mendorong negara-negara yang bersangkutan menyatakan batas-batas lepas pantai penangkapan yang diperluas untuk pengawasan eksklusif terhadap aktivitas-aktivitas ekonomi negra yang bersangkutan. Keberhasilan pembangunan perikanan tidak terlepas dari perencanaan yang mantap berdasarkan informasi tentang semua aspek yang mempengaruhi sumberdaya alam tersebut, terutama aspek sumber kehidupan dan penggunaannya.

Untuk mencapai tingkat keberhasilan tersebut faktor utama yang menentukan adalah “pengelolaan secara bertanggung jawab” artinya pengelolaan harus dilakukan secara bijaksana dalam melestarikan persediaan sumberdaya ikan tersebut yang sekaligus tidak saja dapat dinikmati secara optimal oleh generasi sekarang tetapi juga oleh generasi yang akan datang.

Kegiatan pokok dari usaha perikanan berawal dari usaha penggalian sumber hayati perikanan, yang selanjutnya menimbulkan berbagai usaha yang menunjang usaha-usaha lanjutan. Adapun akibat yang timbul tidak saja menyangkut aspek teknis biologis, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, hukum, keamanan, dan ketertiban masyarakat yang semuanya memerlukan pengendalian agar tercapai suatu keseimbangan dalam rangka mencapai tujuan pokok dari pembangunan perikanan tersebut.

Subsektor perikanan memberikan harapan untuk menjamin kelangsungan hidup manusia masa kini dan masa yang akan datang. Perikanan merupakan suatu bagian dari kegiatan ekonomi yang memberikan harapan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia melalui berbagai usaha yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nelayan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan hidup yang lebih baik.

Dewasa ini usaha perikanan di dunia telah mendapatkan banyak perhatian karena meningkatnya keprihatinan terhadap kerusakan permanen dari kelestarian sumberdaya ikan sebagai akibat proses pengambilan secara besar-besaran dan tidak terkendali.

Selanjutnya dalam rangka mencapai tujuan pokok pembangunan perikanan, dilakukan usaha sebagai berikut:

1. Peningkatan produksi dan

produktivitas.

2. Peningkatan kesejahteraan petani ikan (nelayan) melalui perbaikan pendapatan.

3. Penyediaan lapangan kerja.

4. Menjaga kelestarian sumberdaya hayati perikanan.

5. Pola manajemen dalam pengelolaan sumberdaya ikan.

Sebagaimana diketahui bahwa sumberdaya ikan merupakan sumberdaya alam milik bersama atau milik umum yang berperan dalam kehidupan manusia untuk pemenuhan kebutuhan hidup baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan lainnya seperti keindahan ikan sebagai hiburan.

(6)

didasari oleh sistem manajemen yang mantap. Dalam pengelolaan tersebut haruslah diusahakan sedemikian rupa sehingga sumberdaya ikan tersebut tidak habis dan bahkan dapat ditingkatkan populasinya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan sumberdaya ikan yang semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan semakin tingginya pendapatan.

Dalam memenuhi tingkat kebutuhan yang semakin tinggi, tidak dapat dihindari akan adanya proses pengambilan yang berlebihan dan tidak bertanggung jawab terhadap persediaan ikan yang ada. Hal ini mengandung resiko yang secara tidak langsung memberi beban sosial, yang dapat mempengaruhi proses kehidupan manusia khususnya dan masyarakat umumnya. Untuk itu dalam mengatasi permasalahan ini berbagai pihak termasuk pemerintahan melibatkan diri dalam penanggulangan pemulihan sumberdaya ikan tersebut. Oleh karena itu pelaksanaan pembangunan perikanan khususnya dan pembangunan yang bijaksana pada umumnya harus berwawasan lingkungan sebagai sarana untuk mencapai keseimbangan pemenuhan kebutuhan bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.

3. Pengelolaan Sumberdaya Laut

Seperti sektor perikanan, kelautan juga merupakan subsektor yang penting karena merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang menarik dalam hal efisiensi dan distribusi. Subsektor kelautan mencakup banyak bidang produksi termasuk pertambangan laut / lepas pantai. Tetapi dari sudut pandang sektor perikanan dan kelautan, subsektor kelautan hanya mengyangkut segala sesuatu yang berhubungan dengan biologis dasar termasuk terumbu karang.

Sektor kelautan ini juga telah cukup banyak mendapat perhatian karena meningkatnay kerusakan permanen akibat eksploitasi yang tidak memperhatikan faktor lingkungan dan pola produksi yang salah. Salah satu contoh perhatian yang dilakukan oleh pemerintah dan pelaku usaha adalah konservasi dan rehabilitasi terumbu karang. Terumbu karang sebagai bagian ekosistem laut yang berfungsi untuk tempat berlindung dan berkembangbiaknya ikan telah banyak

yang rusak akibat pengelolaan yang salah. Karena itu diperlukan upaya konservasi dan rehabilitasi terumbu karang yang meliputi : 1. Pengembangan kelembagaan pendidikan

atau pelatihan untuk transformasi pengetahuan dan keahlian akan terumbu karang.

2. Melakukan inovasi dalam rangka mengembangkan dan membumikan pengetahuan dan keahlian melalui penelusaran teori, riset, aksi dan konseptualiasi pengalaman lapangan.

3. Membangun, memfasilitasi dan mempercepat gagasan, modal atau praktek manajemen kolaborasi.

4. Membangun jaringan kerjasama khususnya antara Pemerintah dengan dunia usaha.

5. Menggalang dana untuk pengembangan dan percepatan transformasi pengetahuan dan keahlian kepada stakeholder utama.

Contoh lain pengelolaan sumberdaya laut adalah optimasi pemanfaatan mangrove (pohon bakau). Mangrove selain berfungsi sebagai zona penyangga bagi gelombang dan arus laut juga dapat berfungsi sebagai tempat berkembangbiaknya biota laut termasuk ikan. Teknik pengembangan silvo-fishery (wanamina) dapat digunakan untuk pengendalian gelombang pasang sekaligus pembuatan empang dengan perbandingan mangrove 80 % dan empang 20 % yang kemudian dikembangkan sampai sampai ke pengembangan silvo-fishery yang bersem-padanan dengan sungai (Gambar 1 – 3)

(7)

Keterangan : a1 = pintu air dari saluran air

menuju caren tempat budidaya ikan

a2 = pintu air dari caren tempat

budidaya ikan menuju hutan mangrove

c = hutan mangrove

d = caren tempat budidaya ikan

Gambar 2. Pola Wanamina Komplangan

Gambar 3. Pola-Pola Pengelolaan yang Mungkin Dikembangkan

Dari contoh-contoh diatas dapat disimpulkan bahwa bila sumberdaya laut dikelola secara baik bukan hanya berdampak positif bagi sektor perikanan dan kelautan tetapi juga sangat mendukung bagi pengembangan kawasan basis bagi sektor perikanan dan kelautan yang pada akhirnya dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi wilayah di masyarakat.

KAWASAN BASIS SEKTOR PERIKANAN DAN KELAUTAN

1. Studi Kasus Nelayan Kulon Progo,

D.I. Yogyakarta

Sampai tahun 1983 Pantai Sadeng, Kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta adalah kawasan yang tidak tersentuh nelayan kecuali sedikit nelayan dari Cilacap yang menjadikan kawasan ini sebagai tempat persinggahan. Nelayan Cilacap membuat gubuk kayu beratap daun kelapa dibibir tebing pantai. Kehadiran sekitar 20 nelayan Cilacap inilah yang menularkan kegairahan

melaut sehingga petani di sekitar kawasan yang dekat ke Pantai Sadeng mulai ikut melaut. Dinas Pertanian Provinsi D.I. Yogyakarta yang mendeteksi kehadiran nelayan di Pantai Sadeng meminta bantuan para nelayan untuk mengajari cara penangkapan ikan kepada masyarakat lokal.

Dimulai dari pelatihan bagi 60 petani di Sadeng, nelayan Cilacap lalu diminta bantuannya oleh pemerintah setempat untuk menjadi guru diseluruh kawasan pantai di Kabupaten Gunung Kidul, mulai dari Pantai Wendiombo, Siung, Sundak, Drini, Baron, Ngarenehan dan Gesing. Kemudian para nelayan Cilacap juga melanjutkan pengajaran tentang melaut di Kabupaten Bantul. Walaupun tanpa bayaran para nelayan Cilacap berkelana dari pantai ke pantai untuk mengajar ilmu melaut. Awalnya mereka mengaku hanya ingin mengajak petani berubah menjadi nelayan agar punya teman ketika melaut, karena pada saat itu tidak ada satupun warga Gunung Kidul yang berani melaut. Disamping karena faktor pengetahuan yang rendah, perairan pantai Gunung Kidul, masih penuh dengan batu karang yang tajam. Warga lokal biasanya hanya mencari ikan di tepi laut dengan menggunakan pancing.

Sekarang jumlah nelayan di Perairan Gunung Kidul telah mencapai 1.313 orang dimana 1.150 orang adalah nelayan lokal. Nelayan-nelayan ini telah dibekali keterampilan membaca tanda alam, musim ikan, merakit jaring dan mendapat bantuan mesin kapal tempel berkekuatan 15 PK berbahan bakar bensin yang bisa menjangkau hingga 90 mil perairan laut. Pantai Sadeng juga telah diubah menjadi pelabuhan perikanan Sadeng sehingga sektor perdagangan ikan juga menjadi mata pencaharian lain bagi masyarakat setempat dimana produksi tangkapan ikan telah memiliki pasar sampai ke Semarang, Jawa Tengah.

2. Studi Kasus Terumbu Karang

Wakatobi, Sulawesi Tenggara

(8)

Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Kawasan seluas 1,39 juta hektare itu pada tahun 1996 ditetapkan sebagai taman nasional laut. Kawasan kepulauan yang merupakan firdaus khatuliswa ini kemudian diresmikan menjadi Kabupaten Wakatobi pada tanggal 18 Desember 2003.

Sejak menjadi kabupaten, Wakatobi terus berbenah mempercantik parasnya. Jaringan infrastuktur dibangun untuk menunjang pengembangan pariwisata bahari. Hingga kini, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Wakatobi mencapai 3.000 – 5.000 orang pertahun. Sebagian besar dtang dari Eropa, Australia, dan Amerika Serikat.

Ikon Wakatoni yang membuatnya terkenal ke seantero jagat adalah Karang Kaledupa, yakni terumbu karang terluas dengan atol tunggal terpanjang di dunia yang membentang 48 kilometer. Hamparan karangan ini memiliki topografi bawah laut yang kompleks, seperti bentuk slope, flat, drop-off, attol, dan underwater cave dengan biota laut beraneka ragam. Kajian ekologi The Nature Conservancy (TNC) dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada tahun 2003 menemukan 396 jenis karang batu penyusunan terumbu karang di kawasan itu. Sebanyak 590 jenis ikan hidup di sana.

Lembaga riset Operation Wallacea dari Inggris pada 1995 mencatat, Wakatobi memiliki 942 jenis ikan dan terumbu karang (soft and hard coral) sebanyak 750 dari total 850 species coral yang telah teridentifikasi di dunia. Jauh lebih kaya dibandingkan dengan Laut Caribia yang hanya memiliki 50 jenis terumbu karang dan Laut Merah yang hanya memiliki 300 jenis. Dari 1, 39 juta hektar, 118.000 hektar adalah terumbu karang. Wakatobi memiliki 142 pulau dengan hanya 7 pulau yang dihuni dengan total peduduk 100.563 jiwa. Sedangkan sisanya pulau-pulau berpasir putih tempat penyu bertelur dimana wisatawan bebas melihat penyu-penyu tersebut.

Karena itu, Wakatobi adalah surga bagi penggemar snorkelling dan diving. Wakatobi dijuluki sebagai tempat penyelaman terindah di dunia (Wakatobi is the finest diving site in the world). Wisatawan yang datang ke Wakatobi selalu berkesimpulan : The amazing Wakatobi. Pemerintah Daerah menyiapkan 100 titik lokasi penyelaman, dimana salah satu yang

paling diminati adalah Pantai Hoga yang memiliki kedalaman 10 – 20 m dengan tebing karang yang sangat indah dan dihuni beragam jenis ikan.

Untuk mendukung pengembangan kawasan kelautan ini, Pemerintah Daerah Wakatobi membangun sarana infrastruktur pendukung, seperti bandara di daerah Wangi-wangi dimana diperkirakan di bulan Mei 2009, Wakatobi dapat dicapai dari Kendari dengan menggunakan pesawat komersil dengan frekuensi penerbangan 2 kali dalam sehari. Sarana trasportasi antar pulau juga disiapkan dalam bentuk pengadaan kapal wisata. Selain itu untuk memikat turis mancanegara Pemerintah Daerah mengadakan lomba foto bawah laut internasional, dengan total hadiah US$ 40.000 yang pemenangnya diumumkan pada tanggal 18 Desember 2009 bersamaan dengan ulang tahun ke-6 Wakatobi.

Pada tanggal 26-30 Agustus 2009, Wakatobi menjadi salah satu jalur yang disinggahi Rally Yatch pada turnamen Sail Indonesia Sail Bunaken dimana pesertanya adalah 100 kapal yatch dan 19 kapal perang dari Amerika, Eropa dan Afrika.

3. World Ocean Conference 2009

(9)

perubahan iklim global. Juga meningkatkan komitmen dari badan-badan dunia serta organisasi antar pemerintah dalam melindungi dan melestarikan sumberdaya perikanan khususnya dalam hal keamanan sumber bahan makanan. Serta, upaya menekan bencana yang mungkin terjadi yang disebabkan perubahan iklim. Dapat dilihat bahwa pertumbuhan kawasan basis sektor perikanan dan kelautan menjadi bagian yang sangat penting dibanyak negara sehingga diperlukan suatu komitmen bersama yang diwujudkan dalam WOC dan melibatkan 153 negara (hampir seluruh negara di dunia).

KESIMPULAN

Di era Otonomi Daerah saat ini, pemerintah daerah sudah seharusnya melihat dan memaksimalkan komoditas unggulan yang bersifat ekspor yaitu komoditas sektor basis yang jika dieksploitasi secara maksimal akan dapat mendorong pertumbuhan sektor lainnya di suatu wilayah.

Contoh yang ditunjukkan oleh nelayan di Kulon Progo, D.I. Yogyakarta dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara adalah bukti nyata bahwa sektor perikanan dan keluatan yang dikelola secara baik akan menjadi sektor unggulan, bersifat basis dan sangat potensial mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.

Berkembangnya kesadaran mengenai dimensi lingkungan dalam kehidupan manusia serta peranannya dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan juga merupakan hal yang perlu diikut sertakan dalam pengembangan kawasan basis sektor perikanan dan kelautan sehingga optimalisasi sektor ini tetap memperhatikan konsep akan kelestarian lingkungan.

SARAN

Pada akhirnya perlu direfleksikan ungkapan yang mengatakan bahwa “Permasalahan dalam kehidupan akan menjadi sangat kompleks jika dibawa ke ruang dan wilayah non akademik, tetapi jika dibawa ke ruang dan wilayah akademik maka masalah tersebut akan lebih cepat terselesaikan.”

DAFTAR RUJUKAN

Adisasmita, Raharjo. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta: BPFE.

Boediono. 1985. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE.

Purwoko, Agus. 2009. Bahan Kuliah Ekonomi Sumberdaya Alam. Medan. SPs Universitas Sumatera Utara.

Suparmoko, Mohd. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Yogyakarta: BPFE.

Tarigan, Robinson. 2007. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Tarigan, Robinson. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Bumi Aksara.

Gambar

Gambar 1. Pengembangan Silvo – fishery
Gambar 2. Pola Wanamina Komplangan

Referensi

Dokumen terkait

Tesis ini mengambil judul "Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen Dan Struktur Modal Perusahaan Dengan Kepemilikan Manajerial Sebagai Variabel

kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Diantara kedua variabel tersebut, motivasi memiliki pengaruh lebih dominan terhadap

Analisis sensitivitas terhadap penurunan harga jual kayu sengon menggunakan asumsi terjadinya penurunan harga sebesar 17,24 persen, kemungkinan ini terjadi akibat

menimbulkan terjadinya PaCO2 arteri kurang dari 35 mmHg, ph lebih dari dari 7,45. keadaan ini dapat disebabkan oleh karna adanya hiperventilasi, kecemasan, emboli paru-paru ,

Kita harus memperhatikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, memilih metode assessment yang sesuai dengan domain tujuan pembelajaran yang diharapkan, valid,

Dengan demikian, layanan bimbingan kelompok teknik diskusi kelompok telah meningkatkan secara signifikan konsep diri positif siswa kelas XII IPA SMA Kristen 2 Salatiga

Dengan adanya pembelajaran yang lebih bervariatif dengan pemanfaatan sumber belajar berbasis teknologi seperti buku digital berbasis RME diharapkan sebagai suatu

Maka dari itu penulis mempunyai ketertarikan tersendiri untuk mengupas lebih mendalam mengenai “Peran Pendidikan Islam dalam menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN)”