SKRIPSI
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN FAAL PARU DI KILANG PADI KECAMATAN PORSEA
TAHUN 2010
OLEH :
071000224 MANNA SIRAIT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN FAAL PARU DI KILANG PADI KECAMATAN PORSEA
TAHUN 2010
Diajukan Sebagai Salah satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH :
071000224 MANNA SIRAIT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi Dengan Judu l :
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN FAAL PARU DI KILANG PADI KECAMATAN PORSEA
TAHUN 2010
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :
NIM 071000224 MANNA SIRAIT
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 18 Februari 2010 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji :
Ketua Penguji Penguji I
Ir. Kalsum, M.Kes Umi Salmah, SKM. M.Kes NIP. 19590813 199103 2 001 NIP. 19730523 200812 2 002
Penguji II Penguji III
Dra. Lina Tarigan. Apt, MS Dr. Mhd. Makmur Sinaga. MS NIP. 19590806 198811 2 001 NIP. 19571117 198702 1 002
Medan, Maret 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan
ABSTRAK
“Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Di Kilang Padi
Kecamatan Porsea Tahun 2010”
Viii + 54 Halaman + 9 Daftar Tabel + Lampiran
Kilang padi merupakan salah satu sektor informal yang memproduksi padi menjadi beras yang kemudian dipasarkan pada masyarakat sebagai bahan pangan pokok. Faal paru adalah fungsi paru yang dilihat dari keadaan normal dan terganggu. Faal paru normal bila pada pemeriksaan spirometri ditemukan nilai FVC predicted persen >80% dan nilai FEV1 >70%. Faal paru terganggu bila ada gangguan fungsi ventilasi paru-paru yang dilihat pada nilai FVC dan FEV1 yang dibagi atas restriktif, obstruktif dan campuran.
Penelitian yang dilakukan di kilang padi kecamatan Porsea bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik pekerja yaitu umur, masa kerja, pemakaian alat pelindung diri, riwayat merokok dan riwayat penyakit dengan faal paru di kilang padi kecamatan Porsea tahun 2010. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel 35 orang.
Berdasarkan uji chi square, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan faal paru dengan (p = 0.022), terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan faal paru dengan (p = 0.036), tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara pemakaian alat pelindung diri dengan faal paru dengan (p = 0.024), tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara riwayat merokok dengan faal paru dengan (p = 0.890), dan terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit dengan faal paru dengan (p = 0.017).
Disarankan kepada pekerja yang faal parunya terganggu untuk melakukan pemeriksaan lanjutan oleh dokter
ABSTRACT
The Relationship of Worker’s Characteristics with their Pulmonary Physiology in the Paddy Factory at Porsea district in year 2010
Viii + 54 pages +9 table list + Enclosures
Paddy factory is one of the informal sector which produces rice grain from plant resources which then will be marketed to the consumer. Pulmonary physiology is when the lung function are seen as normal or disturbed. Lung function is to be normal when the spirometry shows FVC > 80% and FEV1 > 70%. When there is disturbance in the lung function it will be either the lung ventilation function which can be seen in FVC value or the FEV1 value which will determine wheter it’s a restrictive, obstructive or both.
This research is done in the paddy factory at Porsea district and the purpose of this research is to know the relationship of the characteristic of the worker which will be based on their age, duration of time exposed, safety clothing and history of smoking with the pulmonary physiology disorder in paddy factory in Porsean in the year of 2010. This research is done using cross sectional design with total sample of 35 individuals.
Based on Chi Square test, result shows that the relationship was meaningful between the age of the workers and the plumonary physiology with p=0.022 and there is relationship between the duration of work or exposure to the pulmonary physiology with p=0.036, and there is relationship between the safety clothing to the pulmonary physiology with p=0.024, whilst there is no interaction exist with the history of smoking and the pulmonary physiology with p=0.890 and there is another interaction exist with the history of disease and pulmonary physiology by p=0.017.
Based on the outcome, the individuals with decreased lung function are to be examined further by medical practioner.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan
Faal Paru Di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010” yang merupakan salah satu
prasyarat untuk dapat meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik
moril maupun materi. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan yang tulus kepada :
1. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
2. Dra. Lina Tarigan, Apt, MS sebagai Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) FKM dan sebagai dosen penguji II yang telah memberikan sumbangan pikiran
sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
3. Ir. Kalsum, M.Kes sebagai Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan
pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran, dan bimbingan kepada penulis sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan.
4. Umi Salmah. SKM, M.Kes sebagai Dosen Penguji I yang telah meluangkan waktu dan
pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran, dan bimbingan kepada penulis sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan.
5. Dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS sebagai Dosen Penguji III yang telah memberikan
6. Bapak T. Tambunan dan Bapak O Sirait sebagai pemilik kilang padi yang telah menerima
dan mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian pada Kilang Padi tersebut.
7. Seluruh pekerja Kilang Padi tempat penelitian tersebut.
8. Teristimewa penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada Ayahanda St.O Sirait
dan Ibunda R Manurung. Tidak ada satu kata pun yang bisa mewakili rasa terima kasih
penulis. Terima kasih untuk doa, dukungan, cinta dan perhatian yang tiada henti demi
keberhasilan penulis. Serta keluarga besarku tersayang, kakak, abang dan adik.
9. Cinta kasih yang tulus, dan rasa sayang yang tidak pernah jemu pada Bang Josmar.S.
Terima kasih buat perhatian, dorongan, serta doa yang tiada henti demi keberhasilan penulis.
10.Teman-temanku khususnya Tetty Larisma, K’eva purba, K’evelina, Rosintan, K’fathul,
Lora, Siska, B’azhar, Momo, Artiti, Minda dan teman yang lain yang telah memberikan
dorongan semangat dan bantuan yang sangat berarti hingga selesainya penulisan skripsi ini.
11.Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang
ikut membantu demi terselesainya skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan dengan rendah
hati penulis mengharapkan kritik dan saran. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat
dan menambah pengetahuan bagi kita semua.
Medan, Februari 2010
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Manna Sirait
Tempat/Tanggal Lahir : Siraituruk/ 04 September 1983
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Belun Kawin
Alamat Rumah : Jl. Mesjid Taufiq No. 63 Medan
Riwayat Pendidikan :
1. Tahun 1990 – 1996 : SD Negeri No. 173646 Siraituruk
2. Tahun 1996 – 1999 : SMP Negeri 2 Porsea
3. Tahun 1999 – 2002 : SMU Khatolik Budi Murni 1 Medan
4. Tahun 2002 – 2005 : Akademi Keperawatan Imelda Medan
DAFTAR ISI
Halaman Persetujuan………... i
Abstrak……….. iia Abstract………. iib Kata Pengantar………. iii
Daftar Riwayat Hidup………….………. v
Daftar Isi……… vi
2.1.1. Pengertian Pernapasan ... 7
2.1.2. Anatomi Paru ... ... 8
2.1.3. Fungsi Pernapasan ... 10
2.1.4. Mekanisme Kerja Sistem pernapasan ... 10
2.2. Penyakit Paru Akibat Kerja ... 12
2.2.1. Tanda-Tanda dan Gejala Gangguan Pernapasan ... 12
2.2.2. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Timbulnya Gangguan Paru ... 14
2.3. Spirometri... ... 17
2.3.1. Kapasitas dan Volume Statis Paru ... 18
2.3.2. Test Fungsi Paru .. ... 19
2.4. Partikel Debu ... ... 20
2.4.1. Definisi Debu ... ... 20
2.4.2. Sifat-Sifat Debu ... ... 21
2.4.3. Jenis Debu ... ... 23
2.4.4. Pengaruh Partikel Debu Terhadap Pernapasan ... 24
2.4.5. Pengendalian Debu ... 25
2.4.6. Pencegahan dan Pengobatan ... 26
2.4.7. Nilai Ambang Batas (NAB) Untuk Debu ... 27
2.5. Padi... ... ... 28
2.5.1. Pengertian Padi .... ... 28
2.5.2. Hubungan Debu Padi Dengan Faal Paru ... 28
BAB III METODE PENELITIAN ... 31
3.1. Jenis Penelitian ... ... 31
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 31
3.2.2. Waktu Penelitian ... 31
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 31
3.3.1. Populasi Penelitian ... 31
3.3.2. Sampel Penelitian ... 32
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 32
3.4.1. Data Primer ... ... 32
3.4.2. Data Sekunder .... ... 32
3.5. Definisi Operasional ... ... 32
3.6. Aspek Pengukuran Kadar Debu Lingkungan Kerja ... 33
3.7. Teknik Analisa Data ... ... 34
BAB IV HASIL PENELITIAN . ………. 35
4.1. Gambaran Umum Kilang Padi ... 35
4.2. Karakteristik Pekerja ... ... 39
4.3. Hasil Pengukuran Spirometer... 41
4.4. Hasil Pengukuran Kadar Debu ... 41
4.5. Hasil Uji Analisa ... ... 42
BAB V PEMBAHASAN... ... 46
5.1. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Umur di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010 ... 46
5.2. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Masa Kerja di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010 ... 47
5.3. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Pemakaian Alat Pelindung Diri di KilangPadi Kecamatan Porsea Tahun 2010 ... 48
5.4. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Riwayat Merokok di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010 ... 49
5.5. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Riwayat Penyakit di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010 ... 50
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 53
6.1. Kesimpulan ... ... 53
6.2. Saran… ... ... 53
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Gambaran Kilang Padi………38
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pekerja Kilang Padi di Kecamatan Porsea
Tahun 2010……… .39
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hasil Pengukuran Spirometer (Faal Paru)
Pada Pekerja Kilang Padi di Kecamatan Porsea Tahun2010……… .41
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hasil Pengukuran Kadar Debu Di Lingkungan
Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010………..41
Tabel 4.5. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Umur di Kilang
Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010………. .42
Tabel 4.6. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Masa
Kerja di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010………... .43
Tabel 4.7. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Pemakaian
Alat Pelindung Diri di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010………. .44
Tabel 4.8. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Riwayat
Merokok di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010………. .44
Tabel 4.9. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Riwayat
ABSTRAK
“Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Di Kilang Padi
Kecamatan Porsea Tahun 2010”
Viii + 54 Halaman + 9 Daftar Tabel + Lampiran
Kilang padi merupakan salah satu sektor informal yang memproduksi padi menjadi beras yang kemudian dipasarkan pada masyarakat sebagai bahan pangan pokok. Faal paru adalah fungsi paru yang dilihat dari keadaan normal dan terganggu. Faal paru normal bila pada pemeriksaan spirometri ditemukan nilai FVC predicted persen >80% dan nilai FEV1 >70%. Faal paru terganggu bila ada gangguan fungsi ventilasi paru-paru yang dilihat pada nilai FVC dan FEV1 yang dibagi atas restriktif, obstruktif dan campuran.
Penelitian yang dilakukan di kilang padi kecamatan Porsea bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik pekerja yaitu umur, masa kerja, pemakaian alat pelindung diri, riwayat merokok dan riwayat penyakit dengan faal paru di kilang padi kecamatan Porsea tahun 2010. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel 35 orang.
Berdasarkan uji chi square, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan faal paru dengan (p = 0.022), terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan faal paru dengan (p = 0.036), tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara pemakaian alat pelindung diri dengan faal paru dengan (p = 0.024), tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara riwayat merokok dengan faal paru dengan (p = 0.890), dan terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit dengan faal paru dengan (p = 0.017).
Disarankan kepada pekerja yang faal parunya terganggu untuk melakukan pemeriksaan lanjutan oleh dokter
ABSTRACT
The Relationship of Worker’s Characteristics with their Pulmonary Physiology in the Paddy Factory at Porsea district in year 2010
Viii + 54 pages +9 table list + Enclosures
Paddy factory is one of the informal sector which produces rice grain from plant resources which then will be marketed to the consumer. Pulmonary physiology is when the lung function are seen as normal or disturbed. Lung function is to be normal when the spirometry shows FVC > 80% and FEV1 > 70%. When there is disturbance in the lung function it will be either the lung ventilation function which can be seen in FVC value or the FEV1 value which will determine wheter it’s a restrictive, obstructive or both.
This research is done in the paddy factory at Porsea district and the purpose of this research is to know the relationship of the characteristic of the worker which will be based on their age, duration of time exposed, safety clothing and history of smoking with the pulmonary physiology disorder in paddy factory in Porsean in the year of 2010. This research is done using cross sectional design with total sample of 35 individuals.
Based on Chi Square test, result shows that the relationship was meaningful between the age of the workers and the plumonary physiology with p=0.022 and there is relationship between the duration of work or exposure to the pulmonary physiology with p=0.036, and there is relationship between the safety clothing to the pulmonary physiology with p=0.024, whilst there is no interaction exist with the history of smoking and the pulmonary physiology with p=0.890 and there is another interaction exist with the history of disease and pulmonary physiology by p=0.017.
Based on the outcome, the individuals with decreased lung function are to be examined further by medical practioner.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perubahan yang cepat dalam masyarakat Indonesia sebagai konsekuensi perkembangan
ekonomi, menyebabkan perubahan orientasi kesehatan dari infeksi ke golongan penyakit
degeneratif. Salah satu penyakit non-infeksi yang tergolong penyakit degeneratif yang
merupakan masalah masa kini dan diperkirakan terlebih lagi dimasa depan, adalah penyakit
akibat atau yang berhubungan dengan pernapasan, salah satu penyebab kematian akibat
pekerjaan menurut data ILO tahun 1999 yang terbesar adalah gangguan pernapasan. Saluran
pernapasan merupakan salah satu bagian yang paling mudah terpapar oleh bahan-bahan yang
merugikan yang terdapat di lingkungan.
Suma’mur (1998), menyatakan ada 5 faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi
keselamatan dan kesehatan pekerja, salah satunya adalah faktor kimia yaitu gas, uap, debu,
kabut, asap, awan, cairan dan benda padat. Penyakit paru akibat kerja adalah semua
kelainan/penyakit paru yang disebabkan oleh partikel, uap, gas, debu atau kabut berbahaya yang
dapat menyebabkan kerusakan paru jika terinhalasi selama bekerja adalah penyakit paru yang
disebabkan oleh penyakit paru akibat kerja (Buchari, 2007).
Debu adalah salah satu komponen yang menurunkan kualitas udara. Akibat terpapar
debu, kenikmatan kerja akan terganggu dan lambat laun dapat pula menimbulkan gangguan
fungsi paru. Gangguan pernapasan akibat inhalasi debu di pengaruhi beberapa faktor, antara lain
faktor debu itu sendiri, yaitu ukuran partikel, bentuk, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama
mengandung debu masuk ke dalam paru-paru. Tidak semua debu dapat menimbun di dalam
jaringan paru-paru, karena tergantung besar ukuran debu tersebut. Debu – debu yang berukuran
5-10 mikron akan ditahan oleh jalan napas bagian atas, sedangkan yang berukuran 3-5 mikron
ditahan dibagian tengah jalan napas. Partikel-partikel yang berukuran 1-3 mikron akan
ditempatkan langsung dipermukaan jaringan dalam paru-paru (Antaruddin, 2003).
Alsegaff (1992), menyatakan bahwa debu yang terhirup termasuk debu padi dalam
jumlah yang berlebihan oleh saluran pernapasan, menyebabkan gangguan pada sistem
pernapasan dan rasa tidak nyaman pada saat bekerja. Paparan yang tinggi dengan inhalasi dapat
mengakibatkan gangguan pada paru yang bersifat temporer disertai dengan batuk, perasaan tidak
nyaman, susah bernapas, napas pendek dan lama kelamaan dapat berakibat fatal.
Data dari Inggris, British Columbia dan Kanada menyebutkan bahwa 26% sampai 52%
pekerja mengalami penyakit paru akibat kerja timbul dalam bentuk asma. Di Amerika Serikat
terdapat 400.000 sampai 3 juta pekerja menderita penyakit paru akibat kerja. Di sebagian daerah
Jepang bahkan dilaporkan 15% kasus asma adalah asma kerja. Di Indonesia, penyakit atau
gangguan paru akibat kerja yang disebabkan oleh debu diperkirakan cukup banyak, meskipun
data yang ada masih kurang. Hasil pemeriksaan kapasitas paru yang dilakukan di Balai
HIPERKES dan Keselamatan Kerja Sulawesi Selatan pada tahun 1999 terhadap 200 tenaga
kerja di 8 perusahaan, diperoleh hasil sebesar 45% responden yang mengalami restrictive, 1%
responden yang mengalami obstructive, dan 1% responden yang mengalami combination. Debu
yang terhirup oleh tenaga kerja dapat menimbulkan kelainan fungsi atau kapasitas paru. Kelainan
tersebut terjadi akibat rusaknya jaringan paru-paru yang dapat berpengaruh terhadap
Ross dan kawan – kawan pada tahun 1994 (dikutip dari Antaruddin) di Inggris
mendapatkan dari kasus akibat kerja sebanyak 3267 kasus, urutan pertama adalah asma kerja
(1941). Sementara oleh Sallie dan kawan – kawan (dikutip dari Antaruddin) mendapat penyebab
utama dari asma akibat kerja, urutan ketiga adalah penggilingan biji- bijian termasuk kilang padi,
setelah cat semprot dan laboratorium – laboratorium binatang.
Gangguan faal paru tidak hanya disebabkan oleh kadar debu yang tinggi saja, melainkan
juga dipengaruhi oleh karakteristik yang terdapat pada individu pekerja seperti umur, masa kerja,
pemakaian alat pelindung diri, riwayat merokok dan riwayat penyakit.
Umur merupakan salah satu karakteristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap
gangguan faal paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana volume ekspirasi paksa 1
menit (VEP1) berada dalam besaran sistomatik yakni 1-1,5 L dan kualitas paru dapat memburuk
dengan cepat. Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah terpajan
dengan bahan kimia. Faridawati (1995) mengemukakan beberapa orang yang terpajan dengan
debu dalam waktu lama dan konsentrasi yang sama akan menunjukkan akibat yang berbeda, hal
ini disebabkan mekanisme pembersihan debu dan perbedaan cara bernapas bagi masing-masing
orang berbeda.
Kilang padi adalah suatu industri rumah tangga yang merubah padi menjadi beras dan
menghasilkan debu pada saat proses produksinya. Kilang padi merupakan suatu lingkungan kerja
yang berbahaya bagi tenaga kerja, karena pekerja bekerja 8 jam setiap harinya terpajan dengan
debu padi. Debu kilang padi dapat mencemari udara dalam kilang maupun daerah sekitarnya
yang kemungkinan besar menyebabkan gangguan pernapasan tidak hanya pada para pekerja
Pengamatan yang dilakukan oleh Antaruddin di daerah Aceh pada tahun 2003 terhadap pekerja
kilang padi menunjukkan bahwa ketika menjelang tua, mereka mengalami batuk-batuk kronis
seperti gejala-gejala penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).
Proses giling padi yang dimulai dari pembersihan, pemecahan kulit, penyosohan,
pemutihan dan pengayakan terakhir cukup banyak menghasilkan debu, terutama debu dari
bulu-bulu padi . Debu padi yang terhirup dan terisap oleh pekerja penggilingan padi dapat
mengakibatkan gangguan pada fungsi paru Forced Vital Capacity dan Forced Expiratory
Volume dalam satu detik (FVC dan FEV1). Pada stadium lanjut dapat menyebabkan fibrosis paru
yang menurunkan elastisitasnya sehingga mengurangi kapasitas/volume paru dalam menampung
udara (Abidin Achmad, 2001).
Pada penelitian Antaruddin, pengaruh debu padi pada faal paru pekerja kilang padi yang
merokok dan tidak merokok (2003), mendapatkan prevalensi kelainan paru pekerja kilang padi
kebanyakan adalah kelainan campuran sebanyak 56,67%, diikuti oleh obstruksi sebesar 13,33%,
dan restriksi sebesar 11,67%.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan penulis pada kilang padi di kecamatan Porsea,
terlihat bahwa lingkungan kerja pada kilang padi ini terutama pada ruang produksi banyak
terdapat debu, dan yang paling banyak terdapat debu yaitu pada kilang padi 2, karena tidak
memiliki ventilasi yang cukup, kilang padi 2 hanya memiliki satu buah ventilasi dengan ukuran
1m2 sedangkan kilang padi 1 memiliki dua buah ventilasi dengan ukuran 1,5 m2. Ruang
produksi tersebut juga dijadikan sebagai gudang penyimpanan sebagian dari gabah yang akan
digiling dan gabah yang telah selesai digiling. Debu yang ada pada ruang produksi penggilingan
padi dimulai dengan memasukkan gabah ke dalam mesin giling (elevator), kemudian masuk
kedalam mesin pengelupasan kulit selanjutnya masuk ke dalam mesin yang memisahkan gabah
dengan beras dan selanjutnya gabah akan di ayak dalam mesin ayakan padi, disinilah debu
semakin meningkat dan terakhir beras yang sudah di ayak masuk ke dalam mesin pembersihan
beras (nachi), selanjutnya beras akan keluar dari nachi dengan menggunakan pipa besar yang
telah di hubungkan dengan nachi tersebut.
Dari hasil wawancara pada survei pendahuluan dengan pekerja kilang padi di kecamatan
Porsea, sebagian dari mereka mengeluhkan sering mengalami batuk-batuk, bersin-bersin, dan
bila batuk terasa sesak dada/nafas. Waktu bekerja pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri
seperti masker dan mereka bekerja sambil merokok. Dari uraian di atas penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang hubungan karakteristik pekerja dengan faal paru di kilang padi
kecamatan Porsea tahun 2009.
1.2. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara karakteristik pekerja dengan faal paru di
kilang padi kecamatan Porsea tahun 2010
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan karakteristik pekerja dengan faal paru di kilang padi
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan umur dengan faal paru di kilang padi kecamatan Porsea
tahun 2010.
2. Untuk mengetahui hubungan masa kerja dengan faal paru di kilang padi kecamatan
Porsea tahun 2010.
3. Untuk mengetahui hubungan pemakaian alat pelindung diri dengan faal paru di kilang
padi kecamatan Porsea tahun 2010.
4. Untuk mengetahui hubungan riwayat merokok dengan faal paru di kilang padi kecamatan
Porsea tahun 2010.
5. Untuk mengetahui hubungan riwayat penyakit dengan faal paru di kilang padi kecamatan
Porsea tahun 2010.
6. Untuk mengetahui kadar debu padi di kilang padi kecamatan Porsea tahun 2010.
7. Untuk mengetahui faal paru pekerja kilang padi di kecamatan Porsea tahun 2010.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi pemilik kilang padi dalam upaya pemeliharaan kesehatan
tenaga kerja.
2. Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai sumbangan ilmiah yang bermanfaat bagi
pembaca atau penelitinya.
3. Bagi peneliti, merupakan pengalaman berharga dalam memperluas wawasan pengetahuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Pernapasan
2.1.1. Pengertian Pernapasan
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2
(oksigen) ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2
(karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan
menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifuddin, 1996).
Sistem pernapasan terdiri atas paru-paru dan sistem saluran yang menghubungkan
jaringan paru dengan lingkungan luar paru yang berfungsi untuk menyediakan oksigen untuk
darah dan membuang karbondioksida.
Sistem pernapasan secara umum terbagi atas :
1. Bagian Konduksi
Bagian konduksi terdiri atas rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, dan
bronkiolus. Bagian ini berfungsi untuk menyediakan saluran udara untuk mengalir ke dan
dari paru-paru untuk membersihkan, membasahi, dan menghangatkan udara yang
diinspirasi.
2. Bagian Respirasi
Bagian ini terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas antara
udara dan darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula struktur yang
yang masuk. Sistem pernafasan memiliki sistem pertahanan tersendiri dalam melawan
setiap bahan yang masuk yang dapat merusak (Alsagaff, 2002).
Terdapat tiga kelompok mekanisme pertahanan yaitu :
a. Arsitektur saluran nafas; bentuk, struktur, dan caliber saluran nafas yang berbeda-beda
merupakan saringan mekanik terhadap udara yang dihirup, mulai dari hidung, nasofaring,
laring, serta percabangan trakeobronkial. Iritasi mekanik atau kimiawi merangsang reseptor
disaluran nafas, sehingga terjadi bronkokonstriksi serta bersin atau batuk yang mampu
mengurangi penetrasi debu dan gas toksik kedalam saluran nafas (Tabrani Rab, 1996).
b. Lapisan cairan serta silia yang melapisi saluran nafas, yang mampu menangkap partikel debu
dan mengeluarkannya.
c. Mekanisme pertahanan spesifik, yaitu sistem imunitas di paru yang berperan terhadap
partikel-partikel biokimiawi yang tertumpuk di saluran nafas (Tabrani Rab, 1996).
2.1.2. Anatomi Paru
Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan
paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan
saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan external, oksigen
di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan
pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris.
Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah
oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke
jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru
karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari
kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui
hidung dan mulut.
SISTEM SALURAN PERNAFASAN
Gambar : Anatomi Paru
2.1.3. Fungsi Sistem Pernapasan
Pertukaran karbon dioksida dan oksigen antara darah dan udara berlangsung di alveolus
paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan dalamnya aliran udara timbale balik
(pernapasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah kapiler dinding
alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang dihirup. Paru-paru merupakan jalur
masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja (WHO, 1995).
2.1.4 Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan
Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk-batuk atau spasme laring
(penghentian bernapas). Kalau zat-zat ini menembus kedalam paru-paru, dapat terjadi bronchitis
toksik, edema paru-paru atau pneumonitis. Para pekerja menjadi toleran terhadap paparan iritan
berkadar rendah dengan meningkatkan sekresi mucus, suatu mekanisme yang khas pada
bronkhitis dan terlihat pada perokok tembakau. Partikel-partikel debu dan aerosol yang
berdiameter lebih dari 15 µ m tersaring keluar pada saluran napas. Partikel 5-15 µ m tertangkap
pada mukosa saluran yang lebih rendah dan kembali disapu ke laring oleh kerja mukosiliar,
selanjutnya ditelan. Bila partikel ini mengatasi saluran nafas atau melepaskan zat-zat yang
merangsang respon imun dapat timbul penyakit pernafasan seperti bronchitis (WHO, 1995).
Partikel-partikel berukuran 0,5 dan 5 µ m (debu yang ikut dengan pernafasan) dapat
melewati sistem pembersihan mukosiliar dan masuk ke saluran nafas terminal serta alveoli. Dari
sana debu ini akan dikumpulkan oleh sel-sel scavenger (makrofag) dan dihantarkan pulang
kembali ke sistem mukosiliar atau ke sistem limfatik. Partikel berdiameter kurang dari 0,5 µ m
mungkin akan mengambang dalam udara dan tidak diretensi. Partikel-partikel panjang dan serat
namun tidak dibersihkan oleh makrofag ; akan tetapi partikel ini mungkin pula ditelan lebih dari
satu makrofag dan dibungkus dengan bahan protein kaya besi sehingga terbentuk badan-badan
besar “asbes” yang khas.
Sebab-sebab utama penyakit pernafasan adalah :
1. Mikroorganisme pathogen yang mampu bertahan terhadap fagositosis
2. Partikel-partikel mineral yang menyebabkan kerusakan atau kematian makrofag yang
menelannya, sehingga menghambat pembersihan dan merangsang reaksi jaringan.
3. Partikel-partikel organik yang merangsang respon imun.
4. Kelebihan beban sistem akibat paparan terus-menerus terhadap debu respirasi berkadar tinggi
yang menumpuk di sekitar saluran nafas terminal.
Stimulasi saluran nafas berulang (bahkan mungkin juga oleh partikel-partikel inert),
menyebabkan penebalan dinding bronki, meningkatkan sekresi mucus, merendahkan ambang
refleks penyempitan dan batuk, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi pernafasan dan
gejala-gejala asmatik. Daerah perifer paru-paru terutama dirusak oleh debu fibrogenik.
Umumnya partikel fibrogenik yang masuk paru-paru dibersihkan sebagian dan diendapkan pada
kelenjar-kelenjar limfe hilus. Di sana, partikel-partikel tersebut merangsang reaksi jaringan,
penebalan dan pembentukan jaringan parut pada kelenjar-kelenjar tersebut. Drainase limfatik
menjadi tersebut, sehingga partikel-partikel pada paparan lebih lanjut akan menumpuk di dekat
kelenjar-kelenjar yang berparut tersebut, dan secara progresif memperbesar daerah parut.
Pembentukan jaringan parut dengan berbagai cara ini mengakibatkan pengerutan paru-paru,
peregangan berlebihan pada jaringan paru-paru yang tersisa, ventilasi tidak merata dan tipe
2.2. Penyakit Paru Akibat Kerja
Berbagai penyakit dapat timbul dalam lingkungan pekerjaan yang mengandung debu
industri, terutama pada kadar yang cukup tinggi, antara lain pneumoconiosis, silikosis,
asbestosis, hemosiderosis, bisinosis, bronchitis, asma kerja, kanker paru, dll. Penyakit paru kerja
terbagi 3 bagian yaitu :
1. Akibat debu organik, misalnya debu kapas (Bissinosis), debu padi-padian (Grain worker’s
disease), debu kayu.
2. Akibat debu anorganik (pneumoconiosis), misalnya debu silica (Silikosis), debu asbes
(asbestosis), debu timah (Stannosis).
3. Penyakit paru kerja akibat gas iritan, 3 polutan yang paling banyak mempengaruhi kesehatan
paru adalah sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), dan ozon (O3).
Bila penyakit paru akibat kerja telah terjadi, umumnya tidak ada pengobatan yang
spesifik dan efektif untuk menyembuhkannya. Gejala biasanya timbul apabila penyakit sudah
lanjut (WHO, 1995)
2.2.1. Tanda-Tanda Dan Gejala Gangguan Pernafasan
Gangguan pada saluran pernafasan ditandai dengan gejala-gejala yaitu :
1. Gejala Lokal
a. Batuk
Batuk merupakan gejala yang paling umum akibat penyakit pernafasan. Batuk bisa
b. Sesak
Keadaan ini merupakan akibat kurang lancarnya pemasukan udara saat inspirasi ataupun
pengeluaran udara saat ekspirasi, yang disebabkan oleh adanya penyempitan ataupun
penyumbatan pada tingkat bronkeolus/bronkus/trakea/larings.
c. Pengeluaran Dahak
Dahak orang dewasa normal membentuk sputum sekitar 100 ml per hari dalam saluran
nafas, sedangkan dalam keadaan gangguan pernafasan sputum dihasilkan melebihi 100
ml per hari.
d. Batuk Darah
Adanya lesi saluran pernafasan dari hidung paru yang juga mengenai pembuluh darah.
e. Nyeri Dada
Nyeri dada terjadi dari berbagai penyebab, tetapi yang paling khas dari penyakit
paru-paru adalah akibat radang pleura.
2. Gejala Umum
Gejala-gejala yang disebut di atas bersifat setempat. Beberapa penyakit memberi juga
gejala umum, seperti suhu badan meninggi, pusing dan mabuk kepala, tidak suka makan, rasa
lesu/lemah, keringat dingin dan sebagainya (Danosantoso, 1998). Masalah pernafasan pada
pekerja di tempat pengolahan telah dikenal selama 2 dekade ini. Gejala-gejala dada akut seperti
batuk, sesak, dada terasa berat dan iritasi saluran nafas atas muncul pada saat kerja biasa
2.2.2. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Timbulnya Gangguan Paru
Gangguan saluran pernafasan akibat inhalasi debu dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain
1 Faktor debu itu sendiri
yaitu ukuran partikelnya, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama perjalanan dan faktor
individu berupa mekanisme pertahanan selain itu faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
gangguan paru dapat berupa jenis debu, ukuran partikel, konsentrasi partikel, lama pajanan, dan
kerentanan individu.Tingkat kelarutan debu pada air, kalau debu larut dalam air, bahan dalam
debu larut dan masuk pembuluh darah kapiler alveoli. Bila debu tidak mudah larut tetapi
ukurannya kecil maka partikel-partikel tersebut dapat masuk ke dinding alveoli. Konsentrasi
debu, makin tinggi konsentrasinya makin besar kemungkinan menimbulkan keracunan. Jenis
debu ada dua (2) macam yaitu debu organik ( debu padi/ kulit padi), dan debu anorganik (debu
yang berasal dari mesin penggilingan padi). (Faridawati, 1997).
2 Masa kerja
Masa kerja menunjukkan suatu masa berlangsungnya kegiatan seseorang dalam waktu
tertentu. Seseorang yang bekerja di lingkungan industri yang menghasilkan debu akan memiliki
resiko gangguan kesehatan. Makin lama seseorang bekerja pada tempat yang mengandung debu
akan makin tinggi resiko terkena gangguan kesehatan, terutama gangguan saluran pernafasan.
Debu yang terhirup dalam konsentrasi dan jangka waktu yang cukup lama akan membahayakan.
Akibat penghirupan debu, yang langsung akan kita rasakan adalah sesak, bersin, dan batuk
kadar yang rendah tetapi di atas batas limit paparan menunjukkan efek toksik yang jelas (Irga,
2009)
3 Umur
Umur merupakan salah satu karateristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap gangguan
paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana kualitas paru dapat memburuk dengan
cepat. Menurut penelitian Juli Soemirat dan kawan-kawan dalam Rosbinawati (2002),
mengungkapkan bahwa umur berpengaruh terhadap perkembangan paru-paru. Semakin
bertambahnya umur maka terjadi penurunan fungsi paru di dalam tubuh. Menurut hasil
penelitian Rosbinawati (2002) ada hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan
gejala pernapasan. Faktor umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan gangguan
kesehatan. Hal ini merupakan konsekuensi adanya hubungan faktor umur dengan : potensi
kemungkinan untuk terpapar terhadap suatu sumber infeksi, tingkat imunitas kekebalan tubuh,
aktivitas fisiologis berbagai jaringan yang mempengaruhi perjalanan penyakit seseorang.
Bermacam-macam perubahan biologis berlangsung seiring dengan bertambahnya usia dan ini
akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam bekerja.
4 Alat pelindung diri
Alat pelindung diri adalah perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja terhadap
bahaya yang dapat mengganggu kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Alat yang dipakai disini
untuk melindungi sistem pernapasan dari partikel-partikel berbahaya yang ada di udara yang
dapat membahayakan kesehatan. Perlindungan terhadap sistem pernapasan sangat diperlukan
terutama bila tercemar partikel-partikel berbahaya, baik yang berbentuk gas, aerosol, cairan,
ataupun kimiawi. Alat yang dipakai adalah masker, baik yang terbuat dari kain atau kertas wol
5 Riwayat merokok
Riwayat merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan pernapasan, karena asap
rokok yang terhisap dalam saluran nafas akan mengganggu lapisan mukosa saluran napas.
Dengan demikian akan menyebabkan munculnya gangguan dalam saluran napas. Merokok dapat
menyebabkan perubahan struktur jalan nafas. Perubahan struktur jalan nafas besar berupa
hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Sedangkan perubahan struktur jalan nafas kecil
bervariasi dari inflamasi ringan sampai penyempitan dan obstruksi jalan nafas karena proses
inflamasi, hiperplasia sel goblet dan penumpukan secret intraluminar. Perubahan struktur karena
merokok biasanya di hubungkan dengan perubahan/kerusakan fungsi. Perokok berat dikatakan
apabila menghabiskan rata-rata dua bungkus rokok sehari, memiliki resiko memperpendek usia
harapan hidupnya 0,9 tahun lebih cepat ketimbang perokok yang menghabiskan 20 batang
sigaret sehari (Antaruddin, 2003).
6 Riwayat penyakit
Riwayat penyakit merupakan faktor yang dianggap juga sebagai pencetus timbulnya
gangguan pernapasan, karena penyakit yang di derita seseorang akan mempengaruhi kondisi
kesehatan dalam lingkungan kerja. Apabila seseorang pernah atau sementara menderita penyakit
sistem pernafasan, maka akan meningkatkan resiko timbulnya penyakit sistem pernapasan jika
2.3. Spirometri
Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian terbesar
volume dan kapasitas paru- paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi
paksa dan kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa atau Forced Expiratory Volume (FEV)
adalah volume dari udara yg dihembuskan dari paru- paru setelah inspirasi maksimum dengan
usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur dalam 1 detik
(FEV1) . Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari udara
yg dihembuskan dari paru- paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa
minimum. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru
secara lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu
gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan
paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai FEV1 kurang
dari 75% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang dari
2.3.1. Kapasitas dan Volume Statis Paru
1. Volume statis paru-paru
- Volume tidal (VT) = jumlah udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernapas
pada saat istirahat. Volume tidal normalnya adalah 350-400 ml.
- Volume residu (RV) = jumlah gas yang tersisa di paru-paru setelah menghembuskan
napas secara maksimal atau ekspirasi paksa. Nilai normalnya adalah 1200 ml.
- Kapasitas vital (VC) = jumlah gas yang dapat di ekspirasi setelah inspirasi secara
maksimal. VC = VT + IRV + ERV (seharusnya 80% TLC) Besarnya adalah 4800 ml.
- Kapasitas total paru-paru (TLC) = yaitu jumlah total udara yang dapat dimasukkan ke
dalam paru-paru setelah inspirasi maksimal. TLC = VT + IRV + ERV + RV. Besarnya
adalah 6000 ml.
- Kapasitas residu fungsional (FRC) = jumlah gas yang tertinggal di paru-paru setelah
- Kapasitas inspirasi (IC) = jumlah udara maksimal yang dapat diinspirasi setelah ekspirasi
normal. IC = VT + IRV. Nilai normalnya sekitar 3600 ml.
- Volume cadangan inspirasi (IRV) = jumlah udara yang dapat diinspirasi secara paksa
sesudah inspirasi volume tidal normal.
- Volume cadangan ekspirasi (ERV) = jumlah udara yang dapat diekspirasi secara paksa
sesuda h ekspirasi volume tidal normal.
2. Volume dinamis paru-paru
FVC (Forced Vital Capacity) merupakan volume udara maksimum yang dapat
dihembuskan secara paksa/kapasitas vital paksa yang umumnya dicapai dalam 3 detik,
normalnya 4 liter dan FEV1 (Forced Expired Volume in one second) merupakan volume udara
yang dapat dihembuskan paksa pada satu detik pertama normalnya 3,2 liter adalah parameter
dalam menentukan fungsi paru (http://Lung function.pdf.2009).
2.3.2. Test Fungsi Paru
Dasar test fungsi paru terdiri dari :
1 Penyakit paru obstuktif
Tidak dapat menghembuskan udara (Unable to get air out). FEV1/FVC <75% Semakin
parah obstruksinya :
- FEV1 : 60-75% = mild
- FEV1 : 40-59% = moderate
- FEV1 : <40 = severe
Jalan napas yang menyempit akan mengurangi volume udara yang dapat dihembuskan pada
2 Penyakit paru restriktif
Tidak dapat menarik napas (unable to get air in)
- FVC rendah; FEV1/FVC normal atau meningkat
- TLC berkurang → sebagai Gold Standart
FEV1 dan FVC menurun, karena jalan napas tetap terbuka, ekspirasi bisa cepat dan selesai
dalam waktu 2-3 detik. Rasio FEV1/FVC tetap normal atau malah meningkat, tetapi volume
udara yang terhirup dan terhembus lebih kecil dibandingkan normal.
3 Mixed
Ekspirasi diperlama dengan peningkatan kurva perlahan mencapai plateau. Kapasitas vital
berkurang signifikan dibandingkan gangguan obstruktif. Pola campuran ini, jika tidak terlalu
parah, sulit dibedakan dengan pola obstruktif (http://Lung function.pdf.2009).
2.4. Partikel Debu
2.41. Definisi Debu
Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di
udara (Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500
mikron. Dalam kasus pencemaran udara baik dalam maupun di ruang gedung (Indoor and Out
Door Pollution) debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk
menunjukkan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap keselamatan dan
Debu industri yang terdapat di udara dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Deposit Particulate Matter
Deposit particulate matter yaitu partikel debu yang hanya sementara di udara. Partikel ini
akan segera mengendap karena daya tarik bumi.
2. Suspended Particulate Matter
Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah
mengendap. (Pudjiastuti, 2002)
Menurut Suma’mur (1998), debu adalah partikel-partikel zat padat yang ditimbulkan oleh
kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan,
pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan baik organik maupun
anorganik Secara fisik debu atau particulate dikategorikan sebagai pencemar yaitu dust udara
aerosol. Debu terdiri dari 2 golongan, yaitu padat dan cair.
Debu yang terdiri atas partikel-partikel padat dapat menjadi 3 macam :
a. Dust
Dust terdiri dari berbagai ukuran mulai dari yang submikroskopik sampai yang besar. Debu
yang berbahaya adalah ukuran yang bisa terhirup ke dalam sistem pernafasan, umumnya
lebih kecil dari 100 mikron dan bersifat dapat terhirup ke dalam paru-paru
b. Fumes
Fumes adalah partikel-partikel zat padat yang terjadi oleh karena kondensasi dari bentuk gas,
dengan oksidasi kimiawi sehingga terjadi zat-zat seperti logam (Cadmium) dan timbal (
Plumbum).
c. Smoke
Smoke atau asap adalah produk dari pembakaran bahan organik yang tidak sempurna dan
berukuran sekitar 0,5 mikron
2.4.2. Sifat-sifat Debu
Sifat-sifat debu tidak berflokulasi, kecuali oleh gaya tarikan elektris, tidak berdifusi, dan
turun karena tarikan gaya tarik bumi. Debu di atmosfer lingkungan kerja biasanya berasal dari
bahan baku atau hasil produksi (Depkes RI, 1990)
Sifat-sifat debu adalah sebagai berikut :
1. Sifat Pengendapan
Yaitu debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi bumi. Debu yang
mengendap dapat mengandung proporsi partikel yang lebih besar dari debu yang terdapat di
udara.
2. Permukaan cenderung selalu bersih
Permukaan debu yang cenderung selalu bersih disebabkan karena permukaannya selalu
dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini menjadi penting sebagai upaya
3. Sifat Penggumpalan
Debu bersifat menggumpal karena permukaan debu yang selalu basah maka debu satu
dengan yang lainnya cenderung menempel membentuk gumpalan. Tingkat kelembaban di
atas titik saturasi dan adanya turbelensi di udara mempermudah debu membentuk gumpalan.
4. Debu Listrik Statik
Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang berlawanan dengan
demikian partikel dalam larutan debu mempercepat terjadinya penggumpalan.
5. Sifat Opsis
Opsis adalah partikel yang basah/lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang dapat
terlihat dalam kamar gelap.
Partikel debu melayang (Suspended Particulated Metter) adalah suatu kumpulan senyawa
dan bentuk padatan maupun cair yang tersebar di udara dengan diameter yang sangat kecil,
kurang dari 1 mikron sampai maksimal 500 mikron. Ukuran partikel debu yang membahayakan
kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai 10 mikron. Partikel debu tersebut akan
berada di udara dalam waktu yang relative lama dalam keadaan melayang-layang dan dapat
masuk melalui saluran pernafasan. Konsentrasi debu dengan ukuran 5 mikron akan dikeluarkan
seluruhnya bila jumlah yang masuk ke saluran nafas kurang dari 10 partikel, sedangkan
seluruhnya bila yang masuk 1.000 partikel maka 10% dari jumlah tersebut akan ditimbun di
dalam jaringan paru (WHO, 1990).
Debu yang berukuran antara 5 – 10 mikron bila terhisap akan tertahan dan tertimbun pada
saluran nafas bagian atas; yang berukuran antara 3 – 5 mikron tertahan dan tertimbun pada
merupakan yang paling berbahaya karena tertahan dan tertimbun mulai dari bronkhiolus
terminalis sampai alveoli. Debu yang ukurannya kurang dari 1 mikron tidak mudah mengendap
di alveoli, debu yang ukurannya antara 0,1 – 0,5 mikron berdifusi dengan gerak Brown keluar
masuk alveoli; bila membentur alveoli ia dapat tertimbun disitu. Meskipun batas debu respirabel
adalah 5 mikron, tetapi debu dengan ukuran 5 – 10 mikron dengan kadar berbeda dapat masuk ke
dalam alveoli. Debu yang berukuran lebih dari 5 mikron akan dikeluarkan semuanya bila
jumlahnya kurang dari 10 partikel per milimeter kubik udara. Bila jumlahnya 1.000 partikel per
milimeter kubik udara, maka 10% dari jumlah itu akan ditimbun dalam paru (WHO, 1990).
2.4.3. Jenis debu
Menurut macamnya, debu diklasifikasikan atas 3 jenis yaitu :
1 Debu organik adalah debu yang berasal dari makhluk hidup (debu kapas, debu
daun-daunan, tembakau dan sebagainya).
2 Debu metal adalah debu yang di dalamnya terkandung unsur-unsur logam (Pb, Hg, Cd, dan
Arsen)
3 Debu mineral ialah debu yang di dalamnya terkandung senyawa kompleks ( SiO2, SiO3,
dll).
Debu memiliki karakter atau sifat yang berbeda-beda, antara lain debu fisik (debu tanah, batu,
dan mineral), debu kimia (debu organik dan anorganik), dan debu biologis (virus, bakteri, kista),
debu eksplosif atau debu yang mudah terbakar (batu bara, Pb), debu radioaktif (uranium,
2.4.4. Pengaruh Partikel Debu Terhadap Pernapasan
Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernafasan. Dari
hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut :
1. Partikel diameter > 5,0 mikron terkumpul di hidung dan tenggorokan., ini dapat
menimbulkan efek berupa iritasi yang ditandai dengan gejala faringitis.
2. Partikel diameter 0,5 – 5,0 mikron terkumpul di paru – paru hingga alveoli, ini dapat
menimbulkan efek berupa bronchitis, alergi, atau asma
3. Partikel diameter < 0,5 mikron terkumpul di alveoli dan dapat terabsorbsi ke dalam darah.
Keterangan :
* = Partikel debu > 5,0 * = Partikel debu < 0,5 * = Partikel debu 0,5 – 5,0
Gambar 2 : Pengaruh Partikel Debu Terhadap Manusia
2.4.5. Pengendalian Debu
Pengendalian debu di lingkungan kerja dapat dilakukan terhadap 3 hal yaitu pencegahan
terhadap sumbernya, media pengantar (transmisi) dan terhadap manusia yang terkena dampak.
1 Pencegahan Terhadap Sumbernya
Pengontrolan debu di ruang kerja terhadap sumbernya antara lain :
Isolasi sumber agar tidak mengeluarkan debu di ruang kerja dengan ‘Local Exhauster’ atau
dengan melengkapi water sprayer pada cerobong asap.
2 Pencegahan Terhadap Transmisi
a. Memakai metode basah yaitu,penyiraman lantai dan pengeboran basah (Wet Drilling).
b. Dengan alat berupa Scrubber,Elektropresipitator,dan Ventilasi Umum.
3. Pencegahan terhadap Tenaga Kerja
Antara lain dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker, sarung tangan.
2.4.6. Pencegahan Dan Pengobatan
Tindakan pencegahan merupakan tindakan yang paling penting pada penetalaksanaan
penyakit paru akibat debu industri. Berbagai tindakan pencegahan perlu dilakukan untuk
mencegah timbulnya penyakit atau mengurangi laju penyakit. Perlu diketahui apakah pada suatu
industri atau tempat kerja ada zat-zat yang dapat menimbulkan gangguan pernafasan. Kadar debu
pada tempat kerja diturunkan serendah mungkin dengan memperbaiki tehnik pengolahan bahan,
misalnya pemakaian air untuk mengurangi debu yang beterbangan. Bila kadar debu tetap tinggi
pekerja diharuskan memaki alat pelindung. Bila seseorang telah menderita penyakit,
Perokok hendaklah berhenti merokok terutama bila bekerja pada tempat-tempat yang
mempunyai risiko terjadi penyakit bronkitis industri dan kanker paru, karena asap rokok cepat
meninggikan risiko timbulnya penyakit. Penderita yang atopik idealnya dianjurkan menghindari
tempat yang jelas tepat mencetuskan serangan asma, seperti produksi sutra, deterjen, dan
pekerjaan yang mempunyai paparan garam platinum. Industri dan tempat kerja yang mempunyai
risiko tinggi menimbulkan serangan asma hendaklah tidak menerima pegawai yang atopik.
Pekerja yang menderita asma kerja hendaklah dihindari dan paparan zat di tempat kerja. Tidak
ada pengobatan spesifik dan efektif pada penyakit paru yang disebabkan oleh debu industri.
Penyakit biasanya memberikan gejala bila kelainan telah lanjut. Pada silikosis dan asbestosis bila
diagnosis telah ditegakkan penyakit dapat terus berlanjut menjadi fibrosis masif meskipun
paparan dihilangkan ( Irga, 2009).
2.4.7. Nilai Ambang Batas (NAB) Untuk Debu
Suma’mur (1998) menyatakan Nilai Ambang Batas (NAB adalah kadar yang pekerja
sanggup menghadapinya dengan tidak menunjukkan penyakit atau kelainan dalam pekerjaan
mereka sehari-hari untuk waktu 8 jam sehari dan 40 jam seminggunya. Debu-debu yang hanya
mengganggu kenikmatan kerja (nuisance dust) adalah debu-debu yang tidak berakibat fibrosis
kepada paru-paru, melainkan bereffek sangat sedikit atau tidak sama sekali pada penghirupan
normal. Dahulu debu-debu demikian disebut debu inert (lamban), tetapi ternyata tidak ada debu
yang sama sekali tanpa reaksi selluler, sehingga istilah inert tidak dipakai lagi.
Reaksi jaringan paru-paru terhadap penghirupan debu-debu yang demikian adalah :
a. Susunan saluran udara tetap utuh.
c. Reaksi jaringan potensil dapat pulih kembali.
Untuk mencegah terjadinya pencemaran udara di lingkungan kerja perlu dilakukan upaya
pengendalian pencemaran udara dengan penetapan nilai ambang batas yaitu menurut Surat
Edaran Menteri Tenaga Kerja tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Lingkungan Kerja
yaitu sebesar 3 mg/m3, dengan Surat Edaran No.SE.01/MEN/1997, bahwa NAB kadar debu di
udara tidak boleh melebihi 3,0 mg/m³. NAB dari debu-debu yang hanya mengganggu
kenikmatan kerja adalah 10 mg/m³ atau 30 dalam juta partikel perkaki kubik / 30 jppkk.
2.5. Padi
2.5.1. Pengertian Padi
Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman yang tumbuh baik di daerah tropis maupun
sub-tropis. Padi tumbuh subur pada kondisi lahan 15º garis lintang utara dan 10º garis selatan
katulistiwa. Untuk padi di sawah, ketersediaan air yang mampu menggenangi lahan tempat
penanaman sangat penting. Oleh karena air menggenang terus-menerus maka tanah sawah harus
memiliki kemampuan menahan air yang tinggi, seperti tanah lempung. Untuk kebutuhan air
tersebut, diperlukan sumber mata air yang besar, kemudian ditampung dalam bentuk waduk
(danau). Dari waduk inilah sewaktu-waktu air dapat dialirkan selama periode pertumbuhan padi
sawah. Pada dasarnya padi adalah tanaman yang agak toleran (moderately tolerant) terhadap
keasinan. Sifat toleran tanaman padi bervariasi selama periode tumbuh. Tanaman padi lebih
dapat bertahan pada tingkat keasinan (salinitas) tertentu selama musim hujan dari pada musim
2.5.2. Hubungan Debu Padi Dengan Faal Paru
Debu kilang padi menurut asalnya terdiri dari 2 macam yaitu debu yang berasal dari biji
padi dan debu yang berasal dari biji beras. Debu yang berasal dari biji padi sudah terdapat di
udara sebelum di sentuh oleh mesin sewaktu dituang kedalam corong penggilingan. Debu yang
berasal dari biji beras partikel-partikelnya terbentuk dari proses penggilingan, lalu menyebar di
udara sewaktu pindah tempat (http://kompas.com.2006).
Debu padi bersifat respirable dimana mempunyai ukuran yang dapat terhirup dan masuk
ke dalam saluran pernapasan. Lambat laun debu yang masuk ke dalam saluran pernapasan
tersebut akan mengganggu kesehatan karena dapat tertahan pada saluran pernapasan itu sendiri.
Debu tersebut juga akan tertimbun mulai dari bronkhiolus terminalis atau saluran napas kecil
paling ujung sampai ke alveoli atau gelumbung-gelembung udara yang merupakan akhir dari
saluran pernapasan (Suzaina, 2006).
Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pertanian salah satu pertama yang dikenal
dengan resiko gangguan (bahaya kerja) adalah penyakit akibat kerja. Mula-mula tahun 1555 oleh
Olaus Magnus yang mengingatkan tentang bahaya menghirup debu biji-bijian salah satunya biji
padi. Pada tahun 1569 Paracelcus menulis buku “Von der Bergsucht und Anderen
Bergkrankheiten”yang menggambarkan pekerjaan dalam tambang,cara mengolah bijih dan
tentang penyakit-penyakit yang diderita para oleh pekerja.sedangkan Bernardine
Ramazzini(1633-1714)menulis buku “De Morbis Artificum Diatriba”yang menguraikan tentang
berbagai penyakit dengan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja dapat menimbulkan
Meskipun bahaya kesehatan paru pekerja disebabkan oleh debu biji-bijian dari hasil
pertanian yaitu padi telah dikenal secara dini, tetapi penanggulangannya tidak diperhatikan
secara baik. Pemeriksaan terhadap bahaya-bahaya kesehatan paru pada pertanian telah jauh
ketinggalan dibanding bahaya-bahaya industri baja dan industri-industri lainnya. Masalah klinis
pada pekerja-pekerja pertanian saat ini adalah masalah penyakit saluran pernapasan.
(Antaruddin, 2003)
2.6. Kerangka Konsep
Karakteristik pekerja kilang padi :
1. Umur 2. Masa Kerja
3. Alat Pelindung Diri (APD) 4. Riwayat Merokok
5. Riwayat Penyakit
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan desain cross sectional.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi
Lokasi penelitian ini dilakukan di kilang padi kecamatan Porsea dengan alasan sebagai
berikut :
1. Adanya kemudahan dalam memperoleh izin dan dukungan dari pihak pemilik kilang
untuk melakukan penelitian ini.
2. Belum pernah dilakukannya penelitian mengenai gangguan fungsi paru di kilang padi
tersebut.
3. kilang padi 1 dan kilang padi 2 proses produksinya lebih banyak di banding dengan
kilang padi yang lain.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Februari 2010.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah dari sepuluh kilang padi di kecamatan Porsea,
3.3.2. Sampel
Sampel adalah dari sepuluh kilang padi penulis hanya meneliti dua kilang padi saja
sehubungan dengan keterbatasan waktu dan biaya, serta dilihat dari hasil produksinya bahwa
kedua kilang padi tersebut hasil produksinya lebih banyak dibanding yang lain.
Jumlah tenaga kerja kilang padi I : 22 orang
Jumlah tenaga kerja kilang padi II : 13 orang
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 35 orang
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Data primer diperoleh dengan cara :
1. Wawancara untuk mengetahui karateristik pekerja
2. Pengukuran kadar debu dengan alat Low Volume Air Sampler. Model SL-15p.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari pemilik kilang padi mengenai jumlah tenaga kerja dan
gambaran umum kilang padi, serta data hasil pengukuran faal paru.
3.5. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :
1. Debu padi adalah partikel-partikel zat padat yang ditimbulkan oleh hasil kegiatan kerja
2. Umur adalah ulang tahun terakhir pekerja sampai saat penelitian dilakukan.
3. Masa kerja adalah waktu mulainya pekerja bekerja sampai saat penelitian dihitung dalam
tahun.
4. Pemakaian alat pelindung diri adalah pemakaian alat pelindung (masker) selama pekerja
bekerja, yang memenuhi persyaratan yaitu ringan, efisien dan yaman dipakai, tidak
mengganggu gerakan yang diperlukan.
5. Riwayat merokok adalah kebiasaan pekerja merokok sehari-hari.
6. Riwayat penyakit adalah penyakit yang pernah di derita oleh pekerja.
7. Faal paru pekerja adalah fungsi paru pekerja yang dilihat dari keadaan normal dan
terganggu
3.6. Aspek Pengukuran Kadar debu lingkungan kerja
Untuk mengetahui kadar debu di udara pada ruang produksi penggilingan padi dilakukan
dengan alat pengukur kadar debu yaitu Low Volume Air Sampler, Model SL-15p (SIBATA).
Dengan proses kerjanya sebagai berikut :
a. Alat terdiri atas komponen suction pump yang di hubungkan dengan pipa menuju rumah
filter (corong) tempat dimana wadah filter berada. Pada suction pump terdapat display
(tampilan layar) yang akan menunjukkan berapa besar kadar debu di udara, switch on/off,
flio meter untuk memeriksa aliran udara.
b. Filter dipasang pada wadah (corong), filter yang akan dipasang telah ditimbang terlebih
dahulu dan filter akan ditimbang lagi setelah pengukuran selesai dilakukan.
c. Wadah filter tersebut dilengkapi dengan penyangga yang diletakkan berdekatan dengan
d. Filter akan menangkap semua debu melayang yang dapat mengganggu kenyamanan pekerja
dan debu yang dapat mengganggu sistem pernafasan.
Kadar debu total di udara di hitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
C = (W 2 – W1) – (B2 – B1)
V
(mg/l)
atau :
C = (W 2 – W1) – (B2 – B1)
V
x 103 (mg/m3)
dengan :
C adalah kadar debu total (mg/l) atau (mg/m3);
W2 adalah berat filter contoh setelah pengambilan contoh (mg);
W1 adalah berat filter contoh sebelum pengambilan contoh (mg);
B2 adalah berat filter blanko setelah pengambilan contoh (mg);
B1 adalah berat filter blanko sebelum pengambilan contoh (mg);
V adalah volume udara pada waktu pengambilan contoh (l).
3.7. Tehnik Analisa Data
Data yang sudah terkumpul dianalisa dan diolah dengan menggunakan computer program
SPSS, untuk melihat ada tidaknya hubungan karakteristik pekerja dengan faal paru dengan
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Kilang Padi
Sektor informal merupakan suatu terminologi ekonomi yang mempunyai kegiatan
ekonomi marginal, dimana usaha ini mempunyai ciri-ciri antara lain : sederhana (perorangan)
dengan modal usaha kecil-kecilan, pada umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang
permanen dan terpisah dengan tempat tinggal, tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan
khusus, tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang lebih besar, tidak mempunyai izin
usaha, usaha dapat dibentuk dalam lingkungan rumah tangga, tidak tunduk pada undang-undang
dan mempunyai tenaga kerja yang umumnya anggota keluarga (Sukidjo Notoadmojo, 1989).
Kilang padi merupakan salah satu usaha sektor informal yang memproses padi menjadi
beras yang kemudian dipasarkan pada masyarakat sebagai bahan pokok. Dari beberapa kilang
padi yang ada di kecamatan Porsea, penulis hanya memilih 2 kilang padi saja, karena dilihat dari
hasil produksinya ke 2 kilang padi ini lebih banyak hasil produksinya dibanding kilang yang lain.
Ke 2 kilang padi tersebut adalah : Kilang padi Mampe Tua berdiri pada tahun1992 oleh bapak
M. Butar-butar, yang pada saat itu tidak ada kilang padi berdiri di daerah tersebut sehingga
banyak petani yang menggiling padi hasil panennya ke daerah lain, karena hal tersebut Bapak
M.Butar-butar berpikir untuk membangun kilang padi yang di berikan nama ”Mampe Tua”.
Kilang padi ini memiliki luas 25 x 80 meter kemudian penambahan kilang dengan jumlah 18 x
78 meter, mesin giling satu buah, mempunyai tenaga kerja sebanyak 22 orang, dalam bekerja
setiap harinya sekitar 17 ton perhari, di distribusi ke daerah Sibolga, Pematang Siantar dan di
sekitar daerah kilang padi tersebut.
Pada tahun 1994, Bapak O.Sirait melihat bahwa kilang padi Mampe Tua begitu ramai
sehingga beliau berniat untuk membangun kilang padi yang diberi nama ” Gomari” berdiri pada
tahun1994, memiliki luas kilang padi 22 x 98 meter, mempunyai tenaga kerja sebanyak 13
orang, dalam bekerja pekerja tidak dikhususkan dibagian proses mana pekerjanya harus bekerja
orang, dan hasil produksi setiap harinya sekitar 10 ton per hari, di distribusi ke daerah Sibolga,
Tarutung, Pematang Siantar dan daerah disekitar kilang padi tersebut.
Kilang ini dibangun selain untuk usaha keluarga, mencari uang juga untuk memenuhi
kebutuhan petani untuk menggiling hasil panennya. Kedua kilang ini masing-masing memiliki 4
unit kerja yaitu unit produksi, unit distribusi, unit penjemuran dan unit pemyimpanan.
Unit-unit yang berada dalam kilang padi tersebut memiliki masing-masing fungsi yaitu
unit penjemuran berfungsi untuk menjemur padi yang akan digiling menjadi beras, padi tersebut
di jemur selama 2 hari untuk menghasilkan padi yang benar-benar kering dan siap untuk digiling,
unit produksi berfungsi untuk menggiling (memproduksi) padi menjadi beras, unit distribusi dan
pengangkutan berfungsi untuk mengadakan transaksi jual beli kepada konsumen dan penyaluran
beras keseluruh daerah yang ada di Porsea, unit penyimpanan berfungsi untuk menyimpan padi
yang akan digiling dan padi yang telah selesai digiling dalam bentuk beras yang telah
dimasukkan ke dalam goni.
Proses kerja kilang padi ini di mulai dari proses penjemuran padi-padi yang telah
diperoleh/dibeli dari hasil panen petani selama 2 hari, setelah kering padi-padi tersebut di
beras. Dari hasil proses penggilingan, beras tersebut dimasukkan ke dalam goni. Beras tersebut
sebagian disimpan di dalam unit penyimpanan dan sebagian lagi dimasukkan kedalam unit
distribusi untuk dijual kepada masyarakat sekitar dan juga kepada konsumen
Aktifitas kerja yang dilakukan oleh pekerja kilang padi ini setiap harinya berawal dari
pukul 08.00 WIB - 17.00 WIB dengan waktu istirahat satu jam yaitu pada pukul 12.00 WIB -
13.00 WIB. Setiap pekerja bekerja selama 6 hari. Kadang mereka bekerja juga pada hari Minggu
Secara matriks perbedaan antara kilang padi 1 dan kilang padi 2 dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 4.1. Gambaran Kilang Padi
No Kilang Padi 1 Kilang Padi 2
1. Berdiri pada tahun 1992 oleh Bapak M.
Butar-butar, dimana kilang padi tersebut
diberi nama sesuai dengan nama anaknya
”Mampe Tua”
Berdiri pada tahun 1994 oleh Bapak
O. Sirait, dimana kilang padi tersebut
diberi nama sesuai dengan nama
anak-anaknya disingkat dengan ”Gomari”
2. Luas kilang padi ini adalah 25 x 80 meter
kemudian penambahan kilang dengan
jumlah 18 x 78 meter.
Luas kilang padi ini adalah 22 x 98
meter.
3. Mempunyai pekerja sebanyak 22 orang.
Dalam bekerja pekerjanya tidak
dikhususkan dibagian proses mana
pekerjanya harus bekerja.
Mempunyai pekerja sebanyak 13
orang. Dalam bekerja pekerjanya
tidak dikhususkan dibagian proses
mana pekerjanya harus bekerja.
4. Hasil produksi setiap harinya sekitar 17 ton
per hari, dan didistibusi ke daerah Sibolga,
Tarutung, Pematang Siantar dan disekitar
daerah kilang padi tersebut.
Hasil produksi setiap harinya sekitar
10 ton per hari, dan didistibusi ke
daerah Sibolga, Tarutung, Pematang
Siantar dan disekitar daerah kilang
padi tersebut.
5. Memiliki 1 buah mesin penggilingan padi,
2 buah ventilasi, 2 unit penjemuran, 1 unit
produksi, 2 unit distribusi dan
pengangkutan, dan 2 unit penyimpanan
Memiliki 1 buah mesin penggilingan
padi, 1 buah ventilasi, 1 unit
penjemuran, 1 unit produksi, 1 unit
distribusi dan pengangkutan, dan 1
unit penyimpanan
6. Hasil Pengukuran debu yang dilakukan
diperoleh hasil: 3,04 mg/m3 (melebihi Nilai
Ambang Batas yaitu 3,0 mg/m3)
Hasil Pengukuran debu yang
dilakukan diperoleh hasil : 3,04
yaitu 3,0 mg/m3)
7. Dari hasil pengukuran spirometri yang
dilakukan diperoleh hasil : dari 22 pekerja
yang faal parunya terganggu ada sekitar 6
orang.
Dari hasil pengukuran spirometri yang
dilakukan diperoleh hasil : dari 13
pekerja yang faal parunya terganggu
ada sebanyak 11 orang
4.2. Karakteristik Pekerja
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pekerja Kilang Padi Di Kecamatan Porsea Tahun 2010.
Dari tabel 4.2 diatas karakteristik pekerja kilang padi di kecamatan Porsea tahun 2010
berdasarkan umur pekerja kilang padi yang terbanyak berumur <20-39 tahun sebanyak 23 orang
No Karakteristik Pekerja Jumlah (Orang) Persen (%)
1. Umur (Tahun) 3. Alat Pelindung Diri
Memakai APD 5. Riwayat Penyakit
Ada Riwayat Penyakit Terdahulu Tidak Ada Riwayat Penyakit Terdahulu
7 28