• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN FAAL PARU DI KILANG PADI KECAMATAN PORSEA

TAHUN 2010

OLEH :

071000224 MANNA SIRAIT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

SKRIPSI

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN FAAL PARU DI KILANG PADI KECAMATAN PORSEA

TAHUN 2010

Diajukan Sebagai Salah satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

071000224 MANNA SIRAIT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judu l :

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN FAAL PARU DI KILANG PADI KECAMATAN PORSEA

TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM 071000224 MANNA SIRAIT

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 18 Februari 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji :

Ketua Penguji Penguji I

Ir. Kalsum, M.Kes Umi Salmah, SKM. M.Kes NIP. 19590813 199103 2 001 NIP. 19730523 200812 2 002

Penguji II Penguji III

Dra. Lina Tarigan. Apt, MS Dr. Mhd. Makmur Sinaga. MS NIP. 19590806 198811 2 001 NIP. 19571117 198702 1 002

Medan, Maret 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan

(4)

ABSTRAK

“Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Di Kilang Padi

Kecamatan Porsea Tahun 2010”

Viii + 54 Halaman + 9 Daftar Tabel + Lampiran

Kilang padi merupakan salah satu sektor informal yang memproduksi padi menjadi beras yang kemudian dipasarkan pada masyarakat sebagai bahan pangan pokok. Faal paru adalah fungsi paru yang dilihat dari keadaan normal dan terganggu. Faal paru normal bila pada pemeriksaan spirometri ditemukan nilai FVC predicted persen >80% dan nilai FEV1 >70%. Faal paru terganggu bila ada gangguan fungsi ventilasi paru-paru yang dilihat pada nilai FVC dan FEV1 yang dibagi atas restriktif, obstruktif dan campuran.

Penelitian yang dilakukan di kilang padi kecamatan Porsea bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik pekerja yaitu umur, masa kerja, pemakaian alat pelindung diri, riwayat merokok dan riwayat penyakit dengan faal paru di kilang padi kecamatan Porsea tahun 2010. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel 35 orang.

Berdasarkan uji chi square, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan faal paru dengan (p = 0.022), terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan faal paru dengan (p = 0.036), tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara pemakaian alat pelindung diri dengan faal paru dengan (p = 0.024), tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara riwayat merokok dengan faal paru dengan (p = 0.890), dan terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit dengan faal paru dengan (p = 0.017).

Disarankan kepada pekerja yang faal parunya terganggu untuk melakukan pemeriksaan lanjutan oleh dokter

(5)

ABSTRACT

The Relationship of Worker’s Characteristics with their Pulmonary Physiology in the Paddy Factory at Porsea district in year 2010

Viii + 54 pages +9 table list + Enclosures

Paddy factory is one of the informal sector which produces rice grain from plant resources which then will be marketed to the consumer. Pulmonary physiology is when the lung function are seen as normal or disturbed. Lung function is to be normal when the spirometry shows FVC > 80% and FEV1 > 70%. When there is disturbance in the lung function it will be either the lung ventilation function which can be seen in FVC value or the FEV1 value which will determine wheter it’s a restrictive, obstructive or both.

This research is done in the paddy factory at Porsea district and the purpose of this research is to know the relationship of the characteristic of the worker which will be based on their age, duration of time exposed, safety clothing and history of smoking with the pulmonary physiology disorder in paddy factory in Porsean in the year of 2010. This research is done using cross sectional design with total sample of 35 individuals.

Based on Chi Square test, result shows that the relationship was meaningful between the age of the workers and the plumonary physiology with p=0.022 and there is relationship between the duration of work or exposure to the pulmonary physiology with p=0.036, and there is relationship between the safety clothing to the pulmonary physiology with p=0.024, whilst there is no interaction exist with the history of smoking and the pulmonary physiology with p=0.890 and there is another interaction exist with the history of disease and pulmonary physiology by p=0.017.

Based on the outcome, the individuals with decreased lung function are to be examined further by medical practioner.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan

Faal Paru Di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010” yang merupakan salah satu

prasyarat untuk dapat meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik

moril maupun materi. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih

dan penghargaan yang tulus kepada :

1. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

2. Dra. Lina Tarigan, Apt, MS sebagai Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(K3) FKM dan sebagai dosen penguji II yang telah memberikan sumbangan pikiran

sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

3. Ir. Kalsum, M.Kes sebagai Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan

pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran, dan bimbingan kepada penulis sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Umi Salmah. SKM, M.Kes sebagai Dosen Penguji I yang telah meluangkan waktu dan

pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran, dan bimbingan kepada penulis sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS sebagai Dosen Penguji III yang telah memberikan

(7)

6. Bapak T. Tambunan dan Bapak O Sirait sebagai pemilik kilang padi yang telah menerima

dan mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian pada Kilang Padi tersebut.

7. Seluruh pekerja Kilang Padi tempat penelitian tersebut.

8. Teristimewa penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada Ayahanda St.O Sirait

dan Ibunda R Manurung. Tidak ada satu kata pun yang bisa mewakili rasa terima kasih

penulis. Terima kasih untuk doa, dukungan, cinta dan perhatian yang tiada henti demi

keberhasilan penulis. Serta keluarga besarku tersayang, kakak, abang dan adik.

9. Cinta kasih yang tulus, dan rasa sayang yang tidak pernah jemu pada Bang Josmar.S.

Terima kasih buat perhatian, dorongan, serta doa yang tiada henti demi keberhasilan penulis.

10.Teman-temanku khususnya Tetty Larisma, K’eva purba, K’evelina, Rosintan, K’fathul,

Lora, Siska, B’azhar, Momo, Artiti, Minda dan teman yang lain yang telah memberikan

dorongan semangat dan bantuan yang sangat berarti hingga selesainya penulisan skripsi ini.

11.Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang

ikut membantu demi terselesainya skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan dengan rendah

hati penulis mengharapkan kritik dan saran. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat

dan menambah pengetahuan bagi kita semua.

Medan, Februari 2010

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Manna Sirait

Tempat/Tanggal Lahir : Siraituruk/ 04 September 1983

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belun Kawin

Alamat Rumah : Jl. Mesjid Taufiq No. 63 Medan

Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1990 – 1996 : SD Negeri No. 173646 Siraituruk

2. Tahun 1996 – 1999 : SMP Negeri 2 Porsea

3. Tahun 1999 – 2002 : SMU Khatolik Budi Murni 1 Medan

4. Tahun 2002 – 2005 : Akademi Keperawatan Imelda Medan

(9)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan………... i

Abstrak……….. iia Abstract………. iib Kata Pengantar………. iii

Daftar Riwayat Hidup………….………. v

Daftar Isi……… vi

2.1.1. Pengertian Pernapasan ... 7

2.1.2. Anatomi Paru ... ... 8

2.1.3. Fungsi Pernapasan ... 10

2.1.4. Mekanisme Kerja Sistem pernapasan ... 10

2.2. Penyakit Paru Akibat Kerja ... 12

2.2.1. Tanda-Tanda dan Gejala Gangguan Pernapasan ... 12

2.2.2. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Timbulnya Gangguan Paru ... 14

2.3. Spirometri... ... 17

2.3.1. Kapasitas dan Volume Statis Paru ... 18

2.3.2. Test Fungsi Paru .. ... 19

2.4. Partikel Debu ... ... 20

2.4.1. Definisi Debu ... ... 20

2.4.2. Sifat-Sifat Debu ... ... 21

2.4.3. Jenis Debu ... ... 23

2.4.4. Pengaruh Partikel Debu Terhadap Pernapasan ... 24

2.4.5. Pengendalian Debu ... 25

2.4.6. Pencegahan dan Pengobatan ... 26

2.4.7. Nilai Ambang Batas (NAB) Untuk Debu ... 27

2.5. Padi... ... ... 28

2.5.1. Pengertian Padi .... ... 28

2.5.2. Hubungan Debu Padi Dengan Faal Paru ... 28

(10)

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1. Jenis Penelitian ... ... 31

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 31

3.2.2. Waktu Penelitian ... 31

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 31

3.3.1. Populasi Penelitian ... 31

3.3.2. Sampel Penelitian ... 32

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 32

3.4.1. Data Primer ... ... 32

3.4.2. Data Sekunder .... ... 32

3.5. Definisi Operasional ... ... 32

3.6. Aspek Pengukuran Kadar Debu Lingkungan Kerja ... 33

3.7. Teknik Analisa Data ... ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN . ………. 35

4.1. Gambaran Umum Kilang Padi ... 35

4.2. Karakteristik Pekerja ... ... 39

4.3. Hasil Pengukuran Spirometer... 41

4.4. Hasil Pengukuran Kadar Debu ... 41

4.5. Hasil Uji Analisa ... ... 42

BAB V PEMBAHASAN... ... 46

5.1. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Umur di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010 ... 46

5.2. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Masa Kerja di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010 ... 47

5.3. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Pemakaian Alat Pelindung Diri di KilangPadi Kecamatan Porsea Tahun 2010 ... 48

5.4. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Riwayat Merokok di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010 ... 49

5.5. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Riwayat Penyakit di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010 ... 50

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

6.1. Kesimpulan ... ... 53

6.2. Saran… ... ... 53

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Gambaran Kilang Padi………38

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pekerja Kilang Padi di Kecamatan Porsea

Tahun 2010……… .39

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hasil Pengukuran Spirometer (Faal Paru)

Pada Pekerja Kilang Padi di Kecamatan Porsea Tahun2010……… .41

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hasil Pengukuran Kadar Debu Di Lingkungan

Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010………..41

Tabel 4.5. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Umur di Kilang

Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010………. .42

Tabel 4.6. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Masa

Kerja di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010………... .43

Tabel 4.7. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Pemakaian

Alat Pelindung Diri di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010………. .44

Tabel 4.8. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Riwayat

Merokok di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010………. .44

Tabel 4.9. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Riwayat

(12)

ABSTRAK

“Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Di Kilang Padi

Kecamatan Porsea Tahun 2010”

Viii + 54 Halaman + 9 Daftar Tabel + Lampiran

Kilang padi merupakan salah satu sektor informal yang memproduksi padi menjadi beras yang kemudian dipasarkan pada masyarakat sebagai bahan pangan pokok. Faal paru adalah fungsi paru yang dilihat dari keadaan normal dan terganggu. Faal paru normal bila pada pemeriksaan spirometri ditemukan nilai FVC predicted persen >80% dan nilai FEV1 >70%. Faal paru terganggu bila ada gangguan fungsi ventilasi paru-paru yang dilihat pada nilai FVC dan FEV1 yang dibagi atas restriktif, obstruktif dan campuran.

Penelitian yang dilakukan di kilang padi kecamatan Porsea bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik pekerja yaitu umur, masa kerja, pemakaian alat pelindung diri, riwayat merokok dan riwayat penyakit dengan faal paru di kilang padi kecamatan Porsea tahun 2010. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel 35 orang.

Berdasarkan uji chi square, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan faal paru dengan (p = 0.022), terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan faal paru dengan (p = 0.036), tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara pemakaian alat pelindung diri dengan faal paru dengan (p = 0.024), tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara riwayat merokok dengan faal paru dengan (p = 0.890), dan terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit dengan faal paru dengan (p = 0.017).

Disarankan kepada pekerja yang faal parunya terganggu untuk melakukan pemeriksaan lanjutan oleh dokter

(13)

ABSTRACT

The Relationship of Worker’s Characteristics with their Pulmonary Physiology in the Paddy Factory at Porsea district in year 2010

Viii + 54 pages +9 table list + Enclosures

Paddy factory is one of the informal sector which produces rice grain from plant resources which then will be marketed to the consumer. Pulmonary physiology is when the lung function are seen as normal or disturbed. Lung function is to be normal when the spirometry shows FVC > 80% and FEV1 > 70%. When there is disturbance in the lung function it will be either the lung ventilation function which can be seen in FVC value or the FEV1 value which will determine wheter it’s a restrictive, obstructive or both.

This research is done in the paddy factory at Porsea district and the purpose of this research is to know the relationship of the characteristic of the worker which will be based on their age, duration of time exposed, safety clothing and history of smoking with the pulmonary physiology disorder in paddy factory in Porsean in the year of 2010. This research is done using cross sectional design with total sample of 35 individuals.

Based on Chi Square test, result shows that the relationship was meaningful between the age of the workers and the plumonary physiology with p=0.022 and there is relationship between the duration of work or exposure to the pulmonary physiology with p=0.036, and there is relationship between the safety clothing to the pulmonary physiology with p=0.024, whilst there is no interaction exist with the history of smoking and the pulmonary physiology with p=0.890 and there is another interaction exist with the history of disease and pulmonary physiology by p=0.017.

Based on the outcome, the individuals with decreased lung function are to be examined further by medical practioner.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perubahan yang cepat dalam masyarakat Indonesia sebagai konsekuensi perkembangan

ekonomi, menyebabkan perubahan orientasi kesehatan dari infeksi ke golongan penyakit

degeneratif. Salah satu penyakit non-infeksi yang tergolong penyakit degeneratif yang

merupakan masalah masa kini dan diperkirakan terlebih lagi dimasa depan, adalah penyakit

akibat atau yang berhubungan dengan pernapasan, salah satu penyebab kematian akibat

pekerjaan menurut data ILO tahun 1999 yang terbesar adalah gangguan pernapasan. Saluran

pernapasan merupakan salah satu bagian yang paling mudah terpapar oleh bahan-bahan yang

merugikan yang terdapat di lingkungan.

Suma’mur (1998), menyatakan ada 5 faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi

keselamatan dan kesehatan pekerja, salah satunya adalah faktor kimia yaitu gas, uap, debu,

kabut, asap, awan, cairan dan benda padat. Penyakit paru akibat kerja adalah semua

kelainan/penyakit paru yang disebabkan oleh partikel, uap, gas, debu atau kabut berbahaya yang

dapat menyebabkan kerusakan paru jika terinhalasi selama bekerja adalah penyakit paru yang

disebabkan oleh penyakit paru akibat kerja (Buchari, 2007).

Debu adalah salah satu komponen yang menurunkan kualitas udara. Akibat terpapar

debu, kenikmatan kerja akan terganggu dan lambat laun dapat pula menimbulkan gangguan

fungsi paru. Gangguan pernapasan akibat inhalasi debu di pengaruhi beberapa faktor, antara lain

faktor debu itu sendiri, yaitu ukuran partikel, bentuk, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama

(15)

mengandung debu masuk ke dalam paru-paru. Tidak semua debu dapat menimbun di dalam

jaringan paru-paru, karena tergantung besar ukuran debu tersebut. Debu – debu yang berukuran

5-10 mikron akan ditahan oleh jalan napas bagian atas, sedangkan yang berukuran 3-5 mikron

ditahan dibagian tengah jalan napas. Partikel-partikel yang berukuran 1-3 mikron akan

ditempatkan langsung dipermukaan jaringan dalam paru-paru (Antaruddin, 2003).

Alsegaff (1992), menyatakan bahwa debu yang terhirup termasuk debu padi dalam

jumlah yang berlebihan oleh saluran pernapasan, menyebabkan gangguan pada sistem

pernapasan dan rasa tidak nyaman pada saat bekerja. Paparan yang tinggi dengan inhalasi dapat

mengakibatkan gangguan pada paru yang bersifat temporer disertai dengan batuk, perasaan tidak

nyaman, susah bernapas, napas pendek dan lama kelamaan dapat berakibat fatal.

Data dari Inggris, British Columbia dan Kanada menyebutkan bahwa 26% sampai 52%

pekerja mengalami penyakit paru akibat kerja timbul dalam bentuk asma. Di Amerika Serikat

terdapat 400.000 sampai 3 juta pekerja menderita penyakit paru akibat kerja. Di sebagian daerah

Jepang bahkan dilaporkan 15% kasus asma adalah asma kerja. Di Indonesia, penyakit atau

gangguan paru akibat kerja yang disebabkan oleh debu diperkirakan cukup banyak, meskipun

data yang ada masih kurang. Hasil pemeriksaan kapasitas paru yang dilakukan di Balai

HIPERKES dan Keselamatan Kerja Sulawesi Selatan pada tahun 1999 terhadap 200 tenaga

kerja di 8 perusahaan, diperoleh hasil sebesar 45% responden yang mengalami restrictive, 1%

responden yang mengalami obstructive, dan 1% responden yang mengalami combination. Debu

yang terhirup oleh tenaga kerja dapat menimbulkan kelainan fungsi atau kapasitas paru. Kelainan

tersebut terjadi akibat rusaknya jaringan paru-paru yang dapat berpengaruh terhadap

(16)

Ross dan kawan – kawan pada tahun 1994 (dikutip dari Antaruddin) di Inggris

mendapatkan dari kasus akibat kerja sebanyak 3267 kasus, urutan pertama adalah asma kerja

(1941). Sementara oleh Sallie dan kawan – kawan (dikutip dari Antaruddin) mendapat penyebab

utama dari asma akibat kerja, urutan ketiga adalah penggilingan biji- bijian termasuk kilang padi,

setelah cat semprot dan laboratorium – laboratorium binatang.

Gangguan faal paru tidak hanya disebabkan oleh kadar debu yang tinggi saja, melainkan

juga dipengaruhi oleh karakteristik yang terdapat pada individu pekerja seperti umur, masa kerja,

pemakaian alat pelindung diri, riwayat merokok dan riwayat penyakit.

Umur merupakan salah satu karakteristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap

gangguan faal paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana volume ekspirasi paksa 1

menit (VEP1) berada dalam besaran sistomatik yakni 1-1,5 L dan kualitas paru dapat memburuk

dengan cepat. Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah terpajan

dengan bahan kimia. Faridawati (1995) mengemukakan beberapa orang yang terpajan dengan

debu dalam waktu lama dan konsentrasi yang sama akan menunjukkan akibat yang berbeda, hal

ini disebabkan mekanisme pembersihan debu dan perbedaan cara bernapas bagi masing-masing

orang berbeda.

Kilang padi adalah suatu industri rumah tangga yang merubah padi menjadi beras dan

menghasilkan debu pada saat proses produksinya. Kilang padi merupakan suatu lingkungan kerja

yang berbahaya bagi tenaga kerja, karena pekerja bekerja 8 jam setiap harinya terpajan dengan

debu padi. Debu kilang padi dapat mencemari udara dalam kilang maupun daerah sekitarnya

yang kemungkinan besar menyebabkan gangguan pernapasan tidak hanya pada para pekerja

(17)

Pengamatan yang dilakukan oleh Antaruddin di daerah Aceh pada tahun 2003 terhadap pekerja

kilang padi menunjukkan bahwa ketika menjelang tua, mereka mengalami batuk-batuk kronis

seperti gejala-gejala penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).

Proses giling padi yang dimulai dari pembersihan, pemecahan kulit, penyosohan,

pemutihan dan pengayakan terakhir cukup banyak menghasilkan debu, terutama debu dari

bulu-bulu padi . Debu padi yang terhirup dan terisap oleh pekerja penggilingan padi dapat

mengakibatkan gangguan pada fungsi paru Forced Vital Capacity dan Forced Expiratory

Volume dalam satu detik (FVC dan FEV1). Pada stadium lanjut dapat menyebabkan fibrosis paru

yang menurunkan elastisitasnya sehingga mengurangi kapasitas/volume paru dalam menampung

udara (Abidin Achmad, 2001).

Pada penelitian Antaruddin, pengaruh debu padi pada faal paru pekerja kilang padi yang

merokok dan tidak merokok (2003), mendapatkan prevalensi kelainan paru pekerja kilang padi

kebanyakan adalah kelainan campuran sebanyak 56,67%, diikuti oleh obstruksi sebesar 13,33%,

dan restriksi sebesar 11,67%.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan penulis pada kilang padi di kecamatan Porsea,

terlihat bahwa lingkungan kerja pada kilang padi ini terutama pada ruang produksi banyak

terdapat debu, dan yang paling banyak terdapat debu yaitu pada kilang padi 2, karena tidak

memiliki ventilasi yang cukup, kilang padi 2 hanya memiliki satu buah ventilasi dengan ukuran

1m2 sedangkan kilang padi 1 memiliki dua buah ventilasi dengan ukuran 1,5 m2. Ruang

produksi tersebut juga dijadikan sebagai gudang penyimpanan sebagian dari gabah yang akan

digiling dan gabah yang telah selesai digiling. Debu yang ada pada ruang produksi penggilingan

(18)

padi dimulai dengan memasukkan gabah ke dalam mesin giling (elevator), kemudian masuk

kedalam mesin pengelupasan kulit selanjutnya masuk ke dalam mesin yang memisahkan gabah

dengan beras dan selanjutnya gabah akan di ayak dalam mesin ayakan padi, disinilah debu

semakin meningkat dan terakhir beras yang sudah di ayak masuk ke dalam mesin pembersihan

beras (nachi), selanjutnya beras akan keluar dari nachi dengan menggunakan pipa besar yang

telah di hubungkan dengan nachi tersebut.

Dari hasil wawancara pada survei pendahuluan dengan pekerja kilang padi di kecamatan

Porsea, sebagian dari mereka mengeluhkan sering mengalami batuk-batuk, bersin-bersin, dan

bila batuk terasa sesak dada/nafas. Waktu bekerja pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri

seperti masker dan mereka bekerja sambil merokok. Dari uraian di atas penulis tertarik untuk

melakukan penelitian tentang hubungan karakteristik pekerja dengan faal paru di kilang padi

kecamatan Porsea tahun 2009.

1.2. Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara karakteristik pekerja dengan faal paru di

kilang padi kecamatan Porsea tahun 2010

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan karakteristik pekerja dengan faal paru di kilang padi

(19)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan umur dengan faal paru di kilang padi kecamatan Porsea

tahun 2010.

2. Untuk mengetahui hubungan masa kerja dengan faal paru di kilang padi kecamatan

Porsea tahun 2010.

3. Untuk mengetahui hubungan pemakaian alat pelindung diri dengan faal paru di kilang

padi kecamatan Porsea tahun 2010.

4. Untuk mengetahui hubungan riwayat merokok dengan faal paru di kilang padi kecamatan

Porsea tahun 2010.

5. Untuk mengetahui hubungan riwayat penyakit dengan faal paru di kilang padi kecamatan

Porsea tahun 2010.

6. Untuk mengetahui kadar debu padi di kilang padi kecamatan Porsea tahun 2010.

7. Untuk mengetahui faal paru pekerja kilang padi di kecamatan Porsea tahun 2010.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pemilik kilang padi dalam upaya pemeliharaan kesehatan

tenaga kerja.

2. Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai sumbangan ilmiah yang bermanfaat bagi

pembaca atau penelitinya.

3. Bagi peneliti, merupakan pengalaman berharga dalam memperluas wawasan pengetahuan

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Pernapasan

2.1.1. Pengertian Pernapasan

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2

(oksigen) ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2

(karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan

menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifuddin, 1996).

Sistem pernapasan terdiri atas paru-paru dan sistem saluran yang menghubungkan

jaringan paru dengan lingkungan luar paru yang berfungsi untuk menyediakan oksigen untuk

darah dan membuang karbondioksida.

Sistem pernapasan secara umum terbagi atas :

1. Bagian Konduksi

Bagian konduksi terdiri atas rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, dan

bronkiolus. Bagian ini berfungsi untuk menyediakan saluran udara untuk mengalir ke dan

dari paru-paru untuk membersihkan, membasahi, dan menghangatkan udara yang

diinspirasi.

2. Bagian Respirasi

Bagian ini terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas antara

udara dan darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula struktur yang

(21)

yang masuk. Sistem pernafasan memiliki sistem pertahanan tersendiri dalam melawan

setiap bahan yang masuk yang dapat merusak (Alsagaff, 2002).

Terdapat tiga kelompok mekanisme pertahanan yaitu :

a. Arsitektur saluran nafas; bentuk, struktur, dan caliber saluran nafas yang berbeda-beda

merupakan saringan mekanik terhadap udara yang dihirup, mulai dari hidung, nasofaring,

laring, serta percabangan trakeobronkial. Iritasi mekanik atau kimiawi merangsang reseptor

disaluran nafas, sehingga terjadi bronkokonstriksi serta bersin atau batuk yang mampu

mengurangi penetrasi debu dan gas toksik kedalam saluran nafas (Tabrani Rab, 1996).

b. Lapisan cairan serta silia yang melapisi saluran nafas, yang mampu menangkap partikel debu

dan mengeluarkannya.

c. Mekanisme pertahanan spesifik, yaitu sistem imunitas di paru yang berperan terhadap

partikel-partikel biokimiawi yang tertumpuk di saluran nafas (Tabrani Rab, 1996).

2.1.2. Anatomi Paru

Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan

paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan

saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan external, oksigen

di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan

pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris.

Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah

oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke

jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru

(22)

karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari

kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui

hidung dan mulut.

SISTEM SALURAN PERNAFASAN

Gambar : Anatomi Paru

(23)

2.1.3. Fungsi Sistem Pernapasan

Pertukaran karbon dioksida dan oksigen antara darah dan udara berlangsung di alveolus

paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan dalamnya aliran udara timbale balik

(pernapasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah kapiler dinding

alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang dihirup. Paru-paru merupakan jalur

masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja (WHO, 1995).

2.1.4 Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan

Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk-batuk atau spasme laring

(penghentian bernapas). Kalau zat-zat ini menembus kedalam paru-paru, dapat terjadi bronchitis

toksik, edema paru-paru atau pneumonitis. Para pekerja menjadi toleran terhadap paparan iritan

berkadar rendah dengan meningkatkan sekresi mucus, suatu mekanisme yang khas pada

bronkhitis dan terlihat pada perokok tembakau. Partikel-partikel debu dan aerosol yang

berdiameter lebih dari 15 µ m tersaring keluar pada saluran napas. Partikel 5-15 µ m tertangkap

pada mukosa saluran yang lebih rendah dan kembali disapu ke laring oleh kerja mukosiliar,

selanjutnya ditelan. Bila partikel ini mengatasi saluran nafas atau melepaskan zat-zat yang

merangsang respon imun dapat timbul penyakit pernafasan seperti bronchitis (WHO, 1995).

Partikel-partikel berukuran 0,5 dan 5 µ m (debu yang ikut dengan pernafasan) dapat

melewati sistem pembersihan mukosiliar dan masuk ke saluran nafas terminal serta alveoli. Dari

sana debu ini akan dikumpulkan oleh sel-sel scavenger (makrofag) dan dihantarkan pulang

kembali ke sistem mukosiliar atau ke sistem limfatik. Partikel berdiameter kurang dari 0,5 µ m

mungkin akan mengambang dalam udara dan tidak diretensi. Partikel-partikel panjang dan serat

(24)

namun tidak dibersihkan oleh makrofag ; akan tetapi partikel ini mungkin pula ditelan lebih dari

satu makrofag dan dibungkus dengan bahan protein kaya besi sehingga terbentuk badan-badan

besar “asbes” yang khas.

Sebab-sebab utama penyakit pernafasan adalah :

1. Mikroorganisme pathogen yang mampu bertahan terhadap fagositosis

2. Partikel-partikel mineral yang menyebabkan kerusakan atau kematian makrofag yang

menelannya, sehingga menghambat pembersihan dan merangsang reaksi jaringan.

3. Partikel-partikel organik yang merangsang respon imun.

4. Kelebihan beban sistem akibat paparan terus-menerus terhadap debu respirasi berkadar tinggi

yang menumpuk di sekitar saluran nafas terminal.

Stimulasi saluran nafas berulang (bahkan mungkin juga oleh partikel-partikel inert),

menyebabkan penebalan dinding bronki, meningkatkan sekresi mucus, merendahkan ambang

refleks penyempitan dan batuk, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi pernafasan dan

gejala-gejala asmatik. Daerah perifer paru-paru terutama dirusak oleh debu fibrogenik.

Umumnya partikel fibrogenik yang masuk paru-paru dibersihkan sebagian dan diendapkan pada

kelenjar-kelenjar limfe hilus. Di sana, partikel-partikel tersebut merangsang reaksi jaringan,

penebalan dan pembentukan jaringan parut pada kelenjar-kelenjar tersebut. Drainase limfatik

menjadi tersebut, sehingga partikel-partikel pada paparan lebih lanjut akan menumpuk di dekat

kelenjar-kelenjar yang berparut tersebut, dan secara progresif memperbesar daerah parut.

Pembentukan jaringan parut dengan berbagai cara ini mengakibatkan pengerutan paru-paru,

peregangan berlebihan pada jaringan paru-paru yang tersisa, ventilasi tidak merata dan tipe

(25)

2.2. Penyakit Paru Akibat Kerja

Berbagai penyakit dapat timbul dalam lingkungan pekerjaan yang mengandung debu

industri, terutama pada kadar yang cukup tinggi, antara lain pneumoconiosis, silikosis,

asbestosis, hemosiderosis, bisinosis, bronchitis, asma kerja, kanker paru, dll. Penyakit paru kerja

terbagi 3 bagian yaitu :

1. Akibat debu organik, misalnya debu kapas (Bissinosis), debu padi-padian (Grain worker’s

disease), debu kayu.

2. Akibat debu anorganik (pneumoconiosis), misalnya debu silica (Silikosis), debu asbes

(asbestosis), debu timah (Stannosis).

3. Penyakit paru kerja akibat gas iritan, 3 polutan yang paling banyak mempengaruhi kesehatan

paru adalah sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), dan ozon (O3).

Bila penyakit paru akibat kerja telah terjadi, umumnya tidak ada pengobatan yang

spesifik dan efektif untuk menyembuhkannya. Gejala biasanya timbul apabila penyakit sudah

lanjut (WHO, 1995)

2.2.1. Tanda-Tanda Dan Gejala Gangguan Pernafasan

Gangguan pada saluran pernafasan ditandai dengan gejala-gejala yaitu :

1. Gejala Lokal

a. Batuk

Batuk merupakan gejala yang paling umum akibat penyakit pernafasan. Batuk bisa

(26)

b. Sesak

Keadaan ini merupakan akibat kurang lancarnya pemasukan udara saat inspirasi ataupun

pengeluaran udara saat ekspirasi, yang disebabkan oleh adanya penyempitan ataupun

penyumbatan pada tingkat bronkeolus/bronkus/trakea/larings.

c. Pengeluaran Dahak

Dahak orang dewasa normal membentuk sputum sekitar 100 ml per hari dalam saluran

nafas, sedangkan dalam keadaan gangguan pernafasan sputum dihasilkan melebihi 100

ml per hari.

d. Batuk Darah

Adanya lesi saluran pernafasan dari hidung paru yang juga mengenai pembuluh darah.

e. Nyeri Dada

Nyeri dada terjadi dari berbagai penyebab, tetapi yang paling khas dari penyakit

paru-paru adalah akibat radang pleura.

2. Gejala Umum

Gejala-gejala yang disebut di atas bersifat setempat. Beberapa penyakit memberi juga

gejala umum, seperti suhu badan meninggi, pusing dan mabuk kepala, tidak suka makan, rasa

lesu/lemah, keringat dingin dan sebagainya (Danosantoso, 1998). Masalah pernafasan pada

pekerja di tempat pengolahan telah dikenal selama 2 dekade ini. Gejala-gejala dada akut seperti

batuk, sesak, dada terasa berat dan iritasi saluran nafas atas muncul pada saat kerja biasa

(27)

2.2.2. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Timbulnya Gangguan Paru

Gangguan saluran pernafasan akibat inhalasi debu dipengaruhi oleh berbagai faktor

antara lain

1 Faktor debu itu sendiri

yaitu ukuran partikelnya, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama perjalanan dan faktor

individu berupa mekanisme pertahanan selain itu faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya

gangguan paru dapat berupa jenis debu, ukuran partikel, konsentrasi partikel, lama pajanan, dan

kerentanan individu.Tingkat kelarutan debu pada air, kalau debu larut dalam air, bahan dalam

debu larut dan masuk pembuluh darah kapiler alveoli. Bila debu tidak mudah larut tetapi

ukurannya kecil maka partikel-partikel tersebut dapat masuk ke dinding alveoli. Konsentrasi

debu, makin tinggi konsentrasinya makin besar kemungkinan menimbulkan keracunan. Jenis

debu ada dua (2) macam yaitu debu organik ( debu padi/ kulit padi), dan debu anorganik (debu

yang berasal dari mesin penggilingan padi). (Faridawati, 1997).

2 Masa kerja

Masa kerja menunjukkan suatu masa berlangsungnya kegiatan seseorang dalam waktu

tertentu. Seseorang yang bekerja di lingkungan industri yang menghasilkan debu akan memiliki

resiko gangguan kesehatan. Makin lama seseorang bekerja pada tempat yang mengandung debu

akan makin tinggi resiko terkena gangguan kesehatan, terutama gangguan saluran pernafasan.

Debu yang terhirup dalam konsentrasi dan jangka waktu yang cukup lama akan membahayakan.

Akibat penghirupan debu, yang langsung akan kita rasakan adalah sesak, bersin, dan batuk

(28)

kadar yang rendah tetapi di atas batas limit paparan menunjukkan efek toksik yang jelas (Irga,

2009)

3 Umur

Umur merupakan salah satu karateristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap gangguan

paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana kualitas paru dapat memburuk dengan

cepat. Menurut penelitian Juli Soemirat dan kawan-kawan dalam Rosbinawati (2002),

mengungkapkan bahwa umur berpengaruh terhadap perkembangan paru-paru. Semakin

bertambahnya umur maka terjadi penurunan fungsi paru di dalam tubuh. Menurut hasil

penelitian Rosbinawati (2002) ada hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan

gejala pernapasan. Faktor umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan gangguan

kesehatan. Hal ini merupakan konsekuensi adanya hubungan faktor umur dengan : potensi

kemungkinan untuk terpapar terhadap suatu sumber infeksi, tingkat imunitas kekebalan tubuh,

aktivitas fisiologis berbagai jaringan yang mempengaruhi perjalanan penyakit seseorang.

Bermacam-macam perubahan biologis berlangsung seiring dengan bertambahnya usia dan ini

akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam bekerja.

4 Alat pelindung diri

Alat pelindung diri adalah perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja terhadap

bahaya yang dapat mengganggu kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Alat yang dipakai disini

untuk melindungi sistem pernapasan dari partikel-partikel berbahaya yang ada di udara yang

dapat membahayakan kesehatan. Perlindungan terhadap sistem pernapasan sangat diperlukan

terutama bila tercemar partikel-partikel berbahaya, baik yang berbentuk gas, aerosol, cairan,

ataupun kimiawi. Alat yang dipakai adalah masker, baik yang terbuat dari kain atau kertas wol

(29)

5 Riwayat merokok

Riwayat merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan pernapasan, karena asap

rokok yang terhisap dalam saluran nafas akan mengganggu lapisan mukosa saluran napas.

Dengan demikian akan menyebabkan munculnya gangguan dalam saluran napas. Merokok dapat

menyebabkan perubahan struktur jalan nafas. Perubahan struktur jalan nafas besar berupa

hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Sedangkan perubahan struktur jalan nafas kecil

bervariasi dari inflamasi ringan sampai penyempitan dan obstruksi jalan nafas karena proses

inflamasi, hiperplasia sel goblet dan penumpukan secret intraluminar. Perubahan struktur karena

merokok biasanya di hubungkan dengan perubahan/kerusakan fungsi. Perokok berat dikatakan

apabila menghabiskan rata-rata dua bungkus rokok sehari, memiliki resiko memperpendek usia

harapan hidupnya 0,9 tahun lebih cepat ketimbang perokok yang menghabiskan 20 batang

sigaret sehari (Antaruddin, 2003).

6 Riwayat penyakit

Riwayat penyakit merupakan faktor yang dianggap juga sebagai pencetus timbulnya

gangguan pernapasan, karena penyakit yang di derita seseorang akan mempengaruhi kondisi

kesehatan dalam lingkungan kerja. Apabila seseorang pernah atau sementara menderita penyakit

sistem pernafasan, maka akan meningkatkan resiko timbulnya penyakit sistem pernapasan jika

(30)

2.3. Spirometri

Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian terbesar

volume dan kapasitas paru- paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi

paksa dan kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa atau Forced Expiratory Volume (FEV)

adalah volume dari udara yg dihembuskan dari paru- paru setelah inspirasi maksimum dengan

usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur dalam 1 detik

(FEV1) . Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari udara

yg dihembuskan dari paru- paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa

minimum. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru

secara lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu

gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan

paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai FEV1 kurang

dari 75% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang dari

(31)

2.3.1. Kapasitas dan Volume Statis Paru

1. Volume statis paru-paru

- Volume tidal (VT) = jumlah udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernapas

pada saat istirahat. Volume tidal normalnya adalah 350-400 ml.

- Volume residu (RV) = jumlah gas yang tersisa di paru-paru setelah menghembuskan

napas secara maksimal atau ekspirasi paksa. Nilai normalnya adalah 1200 ml.

- Kapasitas vital (VC) = jumlah gas yang dapat di ekspirasi setelah inspirasi secara

maksimal. VC = VT + IRV + ERV (seharusnya 80% TLC) Besarnya adalah 4800 ml.

- Kapasitas total paru-paru (TLC) = yaitu jumlah total udara yang dapat dimasukkan ke

dalam paru-paru setelah inspirasi maksimal. TLC = VT + IRV + ERV + RV. Besarnya

adalah 6000 ml.

- Kapasitas residu fungsional (FRC) = jumlah gas yang tertinggal di paru-paru setelah

(32)

- Kapasitas inspirasi (IC) = jumlah udara maksimal yang dapat diinspirasi setelah ekspirasi

normal. IC = VT + IRV. Nilai normalnya sekitar 3600 ml.

- Volume cadangan inspirasi (IRV) = jumlah udara yang dapat diinspirasi secara paksa

sesudah inspirasi volume tidal normal.

- Volume cadangan ekspirasi (ERV) = jumlah udara yang dapat diekspirasi secara paksa

sesuda h ekspirasi volume tidal normal.

2. Volume dinamis paru-paru

FVC (Forced Vital Capacity) merupakan volume udara maksimum yang dapat

dihembuskan secara paksa/kapasitas vital paksa yang umumnya dicapai dalam 3 detik,

normalnya 4 liter dan FEV1 (Forced Expired Volume in one second) merupakan volume udara

yang dapat dihembuskan paksa pada satu detik pertama normalnya 3,2 liter adalah parameter

dalam menentukan fungsi paru (http://Lung function.pdf.2009).

2.3.2. Test Fungsi Paru

Dasar test fungsi paru terdiri dari :

1 Penyakit paru obstuktif

Tidak dapat menghembuskan udara (Unable to get air out). FEV1/FVC <75% Semakin

parah obstruksinya :

- FEV1 : 60-75% = mild

- FEV1 : 40-59% = moderate

- FEV1 : <40 = severe

Jalan napas yang menyempit akan mengurangi volume udara yang dapat dihembuskan pada

(33)

2 Penyakit paru restriktif

Tidak dapat menarik napas (unable to get air in)

- FVC rendah; FEV1/FVC normal atau meningkat

- TLC berkurang → sebagai Gold Standart

FEV1 dan FVC menurun, karena jalan napas tetap terbuka, ekspirasi bisa cepat dan selesai

dalam waktu 2-3 detik. Rasio FEV1/FVC tetap normal atau malah meningkat, tetapi volume

udara yang terhirup dan terhembus lebih kecil dibandingkan normal.

3 Mixed

Ekspirasi diperlama dengan peningkatan kurva perlahan mencapai plateau. Kapasitas vital

berkurang signifikan dibandingkan gangguan obstruktif. Pola campuran ini, jika tidak terlalu

parah, sulit dibedakan dengan pola obstruktif (http://Lung function.pdf.2009).

2.4. Partikel Debu

2.41. Definisi Debu

Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di

udara (Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500

mikron. Dalam kasus pencemaran udara baik dalam maupun di ruang gedung (Indoor and Out

Door Pollution) debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk

menunjukkan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap keselamatan dan

(34)

Debu industri yang terdapat di udara dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Deposit Particulate Matter

Deposit particulate matter yaitu partikel debu yang hanya sementara di udara. Partikel ini

akan segera mengendap karena daya tarik bumi.

2. Suspended Particulate Matter

Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah

mengendap. (Pudjiastuti, 2002)

Menurut Suma’mur (1998), debu adalah partikel-partikel zat padat yang ditimbulkan oleh

kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan,

pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan baik organik maupun

anorganik Secara fisik debu atau particulate dikategorikan sebagai pencemar yaitu dust udara

aerosol. Debu terdiri dari 2 golongan, yaitu padat dan cair.

Debu yang terdiri atas partikel-partikel padat dapat menjadi 3 macam :

a. Dust

Dust terdiri dari berbagai ukuran mulai dari yang submikroskopik sampai yang besar. Debu

yang berbahaya adalah ukuran yang bisa terhirup ke dalam sistem pernafasan, umumnya

lebih kecil dari 100 mikron dan bersifat dapat terhirup ke dalam paru-paru

b. Fumes

Fumes adalah partikel-partikel zat padat yang terjadi oleh karena kondensasi dari bentuk gas,

(35)

dengan oksidasi kimiawi sehingga terjadi zat-zat seperti logam (Cadmium) dan timbal (

Plumbum).

c. Smoke

Smoke atau asap adalah produk dari pembakaran bahan organik yang tidak sempurna dan

berukuran sekitar 0,5 mikron

2.4.2. Sifat-sifat Debu

Sifat-sifat debu tidak berflokulasi, kecuali oleh gaya tarikan elektris, tidak berdifusi, dan

turun karena tarikan gaya tarik bumi. Debu di atmosfer lingkungan kerja biasanya berasal dari

bahan baku atau hasil produksi (Depkes RI, 1990)

Sifat-sifat debu adalah sebagai berikut :

1. Sifat Pengendapan

Yaitu debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi bumi. Debu yang

mengendap dapat mengandung proporsi partikel yang lebih besar dari debu yang terdapat di

udara.

2. Permukaan cenderung selalu bersih

Permukaan debu yang cenderung selalu bersih disebabkan karena permukaannya selalu

dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini menjadi penting sebagai upaya

(36)

3. Sifat Penggumpalan

Debu bersifat menggumpal karena permukaan debu yang selalu basah maka debu satu

dengan yang lainnya cenderung menempel membentuk gumpalan. Tingkat kelembaban di

atas titik saturasi dan adanya turbelensi di udara mempermudah debu membentuk gumpalan.

4. Debu Listrik Statik

Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang berlawanan dengan

demikian partikel dalam larutan debu mempercepat terjadinya penggumpalan.

5. Sifat Opsis

Opsis adalah partikel yang basah/lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang dapat

terlihat dalam kamar gelap.

Partikel debu melayang (Suspended Particulated Metter) adalah suatu kumpulan senyawa

dan bentuk padatan maupun cair yang tersebar di udara dengan diameter yang sangat kecil,

kurang dari 1 mikron sampai maksimal 500 mikron. Ukuran partikel debu yang membahayakan

kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai 10 mikron. Partikel debu tersebut akan

berada di udara dalam waktu yang relative lama dalam keadaan melayang-layang dan dapat

masuk melalui saluran pernafasan. Konsentrasi debu dengan ukuran 5 mikron akan dikeluarkan

seluruhnya bila jumlah yang masuk ke saluran nafas kurang dari 10 partikel, sedangkan

seluruhnya bila yang masuk 1.000 partikel maka 10% dari jumlah tersebut akan ditimbun di

dalam jaringan paru (WHO, 1990).

Debu yang berukuran antara 5 – 10 mikron bila terhisap akan tertahan dan tertimbun pada

saluran nafas bagian atas; yang berukuran antara 3 – 5 mikron tertahan dan tertimbun pada

(37)

merupakan yang paling berbahaya karena tertahan dan tertimbun mulai dari bronkhiolus

terminalis sampai alveoli. Debu yang ukurannya kurang dari 1 mikron tidak mudah mengendap

di alveoli, debu yang ukurannya antara 0,1 – 0,5 mikron berdifusi dengan gerak Brown keluar

masuk alveoli; bila membentur alveoli ia dapat tertimbun disitu. Meskipun batas debu respirabel

adalah 5 mikron, tetapi debu dengan ukuran 5 – 10 mikron dengan kadar berbeda dapat masuk ke

dalam alveoli. Debu yang berukuran lebih dari 5 mikron akan dikeluarkan semuanya bila

jumlahnya kurang dari 10 partikel per milimeter kubik udara. Bila jumlahnya 1.000 partikel per

milimeter kubik udara, maka 10% dari jumlah itu akan ditimbun dalam paru (WHO, 1990).

2.4.3. Jenis debu

Menurut macamnya, debu diklasifikasikan atas 3 jenis yaitu :

1 Debu organik adalah debu yang berasal dari makhluk hidup (debu kapas, debu

daun-daunan, tembakau dan sebagainya).

2 Debu metal adalah debu yang di dalamnya terkandung unsur-unsur logam (Pb, Hg, Cd, dan

Arsen)

3 Debu mineral ialah debu yang di dalamnya terkandung senyawa kompleks ( SiO2, SiO3,

dll).

Debu memiliki karakter atau sifat yang berbeda-beda, antara lain debu fisik (debu tanah, batu,

dan mineral), debu kimia (debu organik dan anorganik), dan debu biologis (virus, bakteri, kista),

debu eksplosif atau debu yang mudah terbakar (batu bara, Pb), debu radioaktif (uranium,

(38)

2.4.4. Pengaruh Partikel Debu Terhadap Pernapasan

Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernafasan. Dari

hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut :

1. Partikel diameter > 5,0 mikron terkumpul di hidung dan tenggorokan., ini dapat

menimbulkan efek berupa iritasi yang ditandai dengan gejala faringitis.

2. Partikel diameter 0,5 – 5,0 mikron terkumpul di paru – paru hingga alveoli, ini dapat

menimbulkan efek berupa bronchitis, alergi, atau asma

3. Partikel diameter < 0,5 mikron terkumpul di alveoli dan dapat terabsorbsi ke dalam darah.

Keterangan :

* = Partikel debu > 5,0 * = Partikel debu < 0,5 * = Partikel debu 0,5 – 5,0

Gambar 2 : Pengaruh Partikel Debu Terhadap Manusia

(39)

2.4.5. Pengendalian Debu

Pengendalian debu di lingkungan kerja dapat dilakukan terhadap 3 hal yaitu pencegahan

terhadap sumbernya, media pengantar (transmisi) dan terhadap manusia yang terkena dampak.

1 Pencegahan Terhadap Sumbernya

Pengontrolan debu di ruang kerja terhadap sumbernya antara lain :

Isolasi sumber agar tidak mengeluarkan debu di ruang kerja dengan ‘Local Exhauster’ atau

dengan melengkapi water sprayer pada cerobong asap.

2 Pencegahan Terhadap Transmisi

a. Memakai metode basah yaitu,penyiraman lantai dan pengeboran basah (Wet Drilling).

b. Dengan alat berupa Scrubber,Elektropresipitator,dan Ventilasi Umum.

3. Pencegahan terhadap Tenaga Kerja

Antara lain dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker, sarung tangan.

2.4.6. Pencegahan Dan Pengobatan

Tindakan pencegahan merupakan tindakan yang paling penting pada penetalaksanaan

penyakit paru akibat debu industri. Berbagai tindakan pencegahan perlu dilakukan untuk

mencegah timbulnya penyakit atau mengurangi laju penyakit. Perlu diketahui apakah pada suatu

industri atau tempat kerja ada zat-zat yang dapat menimbulkan gangguan pernafasan. Kadar debu

pada tempat kerja diturunkan serendah mungkin dengan memperbaiki tehnik pengolahan bahan,

misalnya pemakaian air untuk mengurangi debu yang beterbangan. Bila kadar debu tetap tinggi

pekerja diharuskan memaki alat pelindung. Bila seseorang telah menderita penyakit,

(40)

Perokok hendaklah berhenti merokok terutama bila bekerja pada tempat-tempat yang

mempunyai risiko terjadi penyakit bronkitis industri dan kanker paru, karena asap rokok cepat

meninggikan risiko timbulnya penyakit. Penderita yang atopik idealnya dianjurkan menghindari

tempat yang jelas tepat mencetuskan serangan asma, seperti produksi sutra, deterjen, dan

pekerjaan yang mempunyai paparan garam platinum. Industri dan tempat kerja yang mempunyai

risiko tinggi menimbulkan serangan asma hendaklah tidak menerima pegawai yang atopik.

Pekerja yang menderita asma kerja hendaklah dihindari dan paparan zat di tempat kerja. Tidak

ada pengobatan spesifik dan efektif pada penyakit paru yang disebabkan oleh debu industri.

Penyakit biasanya memberikan gejala bila kelainan telah lanjut. Pada silikosis dan asbestosis bila

diagnosis telah ditegakkan penyakit dapat terus berlanjut menjadi fibrosis masif meskipun

paparan dihilangkan ( Irga, 2009).

2.4.7. Nilai Ambang Batas (NAB) Untuk Debu

Suma’mur (1998) menyatakan Nilai Ambang Batas (NAB adalah kadar yang pekerja

sanggup menghadapinya dengan tidak menunjukkan penyakit atau kelainan dalam pekerjaan

mereka sehari-hari untuk waktu 8 jam sehari dan 40 jam seminggunya. Debu-debu yang hanya

mengganggu kenikmatan kerja (nuisance dust) adalah debu-debu yang tidak berakibat fibrosis

kepada paru-paru, melainkan bereffek sangat sedikit atau tidak sama sekali pada penghirupan

normal. Dahulu debu-debu demikian disebut debu inert (lamban), tetapi ternyata tidak ada debu

yang sama sekali tanpa reaksi selluler, sehingga istilah inert tidak dipakai lagi.

Reaksi jaringan paru-paru terhadap penghirupan debu-debu yang demikian adalah :

a. Susunan saluran udara tetap utuh.

(41)

c. Reaksi jaringan potensil dapat pulih kembali.

Untuk mencegah terjadinya pencemaran udara di lingkungan kerja perlu dilakukan upaya

pengendalian pencemaran udara dengan penetapan nilai ambang batas yaitu menurut Surat

Edaran Menteri Tenaga Kerja tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Lingkungan Kerja

yaitu sebesar 3 mg/m3, dengan Surat Edaran No.SE.01/MEN/1997, bahwa NAB kadar debu di

udara tidak boleh melebihi 3,0 mg/m³. NAB dari debu-debu yang hanya mengganggu

kenikmatan kerja adalah 10 mg/m³ atau 30 dalam juta partikel perkaki kubik / 30 jppkk.

2.5. Padi

2.5.1. Pengertian Padi

Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman yang tumbuh baik di daerah tropis maupun

sub-tropis. Padi tumbuh subur pada kondisi lahan 15º garis lintang utara dan 10º garis selatan

katulistiwa. Untuk padi di sawah, ketersediaan air yang mampu menggenangi lahan tempat

penanaman sangat penting. Oleh karena air menggenang terus-menerus maka tanah sawah harus

memiliki kemampuan menahan air yang tinggi, seperti tanah lempung. Untuk kebutuhan air

tersebut, diperlukan sumber mata air yang besar, kemudian ditampung dalam bentuk waduk

(danau). Dari waduk inilah sewaktu-waktu air dapat dialirkan selama periode pertumbuhan padi

sawah. Pada dasarnya padi adalah tanaman yang agak toleran (moderately tolerant) terhadap

keasinan. Sifat toleran tanaman padi bervariasi selama periode tumbuh. Tanaman padi lebih

dapat bertahan pada tingkat keasinan (salinitas) tertentu selama musim hujan dari pada musim

(42)

2.5.2. Hubungan Debu Padi Dengan Faal Paru

Debu kilang padi menurut asalnya terdiri dari 2 macam yaitu debu yang berasal dari biji

padi dan debu yang berasal dari biji beras. Debu yang berasal dari biji padi sudah terdapat di

udara sebelum di sentuh oleh mesin sewaktu dituang kedalam corong penggilingan. Debu yang

berasal dari biji beras partikel-partikelnya terbentuk dari proses penggilingan, lalu menyebar di

udara sewaktu pindah tempat (http://kompas.com.2006).

Debu padi bersifat respirable dimana mempunyai ukuran yang dapat terhirup dan masuk

ke dalam saluran pernapasan. Lambat laun debu yang masuk ke dalam saluran pernapasan

tersebut akan mengganggu kesehatan karena dapat tertahan pada saluran pernapasan itu sendiri.

Debu tersebut juga akan tertimbun mulai dari bronkhiolus terminalis atau saluran napas kecil

paling ujung sampai ke alveoli atau gelumbung-gelembung udara yang merupakan akhir dari

saluran pernapasan (Suzaina, 2006).

Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pertanian salah satu pertama yang dikenal

dengan resiko gangguan (bahaya kerja) adalah penyakit akibat kerja. Mula-mula tahun 1555 oleh

Olaus Magnus yang mengingatkan tentang bahaya menghirup debu biji-bijian salah satunya biji

padi. Pada tahun 1569 Paracelcus menulis buku “Von der Bergsucht und Anderen

Bergkrankheiten”yang menggambarkan pekerjaan dalam tambang,cara mengolah bijih dan

tentang penyakit-penyakit yang diderita para oleh pekerja.sedangkan Bernardine

Ramazzini(1633-1714)menulis buku “De Morbis Artificum Diatriba”yang menguraikan tentang

berbagai penyakit dengan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja dapat menimbulkan

(43)

Meskipun bahaya kesehatan paru pekerja disebabkan oleh debu biji-bijian dari hasil

pertanian yaitu padi telah dikenal secara dini, tetapi penanggulangannya tidak diperhatikan

secara baik. Pemeriksaan terhadap bahaya-bahaya kesehatan paru pada pertanian telah jauh

ketinggalan dibanding bahaya-bahaya industri baja dan industri-industri lainnya. Masalah klinis

pada pekerja-pekerja pertanian saat ini adalah masalah penyakit saluran pernapasan.

(Antaruddin, 2003)

2.6. Kerangka Konsep

Karakteristik pekerja kilang padi :

1. Umur 2. Masa Kerja

3. Alat Pelindung Diri (APD) 4. Riwayat Merokok

5. Riwayat Penyakit

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan desain cross sectional.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi

Lokasi penelitian ini dilakukan di kilang padi kecamatan Porsea dengan alasan sebagai

berikut :

1. Adanya kemudahan dalam memperoleh izin dan dukungan dari pihak pemilik kilang

untuk melakukan penelitian ini.

2. Belum pernah dilakukannya penelitian mengenai gangguan fungsi paru di kilang padi

tersebut.

3. kilang padi 1 dan kilang padi 2 proses produksinya lebih banyak di banding dengan

kilang padi yang lain.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Februari 2010.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah dari sepuluh kilang padi di kecamatan Porsea,

(45)

3.3.2. Sampel

Sampel adalah dari sepuluh kilang padi penulis hanya meneliti dua kilang padi saja

sehubungan dengan keterbatasan waktu dan biaya, serta dilihat dari hasil produksinya bahwa

kedua kilang padi tersebut hasil produksinya lebih banyak dibanding yang lain.

Jumlah tenaga kerja kilang padi I : 22 orang

Jumlah tenaga kerja kilang padi II : 13 orang

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 35 orang

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara :

1. Wawancara untuk mengetahui karateristik pekerja

2. Pengukuran kadar debu dengan alat Low Volume Air Sampler. Model SL-15p.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari pemilik kilang padi mengenai jumlah tenaga kerja dan

gambaran umum kilang padi, serta data hasil pengukuran faal paru.

3.5. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Debu padi adalah partikel-partikel zat padat yang ditimbulkan oleh hasil kegiatan kerja

(46)

2. Umur adalah ulang tahun terakhir pekerja sampai saat penelitian dilakukan.

3. Masa kerja adalah waktu mulainya pekerja bekerja sampai saat penelitian dihitung dalam

tahun.

4. Pemakaian alat pelindung diri adalah pemakaian alat pelindung (masker) selama pekerja

bekerja, yang memenuhi persyaratan yaitu ringan, efisien dan yaman dipakai, tidak

mengganggu gerakan yang diperlukan.

5. Riwayat merokok adalah kebiasaan pekerja merokok sehari-hari.

6. Riwayat penyakit adalah penyakit yang pernah di derita oleh pekerja.

7. Faal paru pekerja adalah fungsi paru pekerja yang dilihat dari keadaan normal dan

terganggu

3.6. Aspek Pengukuran Kadar debu lingkungan kerja

Untuk mengetahui kadar debu di udara pada ruang produksi penggilingan padi dilakukan

dengan alat pengukur kadar debu yaitu Low Volume Air Sampler, Model SL-15p (SIBATA).

Dengan proses kerjanya sebagai berikut :

a. Alat terdiri atas komponen suction pump yang di hubungkan dengan pipa menuju rumah

filter (corong) tempat dimana wadah filter berada. Pada suction pump terdapat display

(tampilan layar) yang akan menunjukkan berapa besar kadar debu di udara, switch on/off,

flio meter untuk memeriksa aliran udara.

b. Filter dipasang pada wadah (corong), filter yang akan dipasang telah ditimbang terlebih

dahulu dan filter akan ditimbang lagi setelah pengukuran selesai dilakukan.

c. Wadah filter tersebut dilengkapi dengan penyangga yang diletakkan berdekatan dengan

(47)

d. Filter akan menangkap semua debu melayang yang dapat mengganggu kenyamanan pekerja

dan debu yang dapat mengganggu sistem pernafasan.

Kadar debu total di udara di hitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

C = (W 2 – W1) – (B2 – B1)

V

(mg/l)

atau :

C = (W 2 – W1) – (B2 – B1)

V

x 103 (mg/m3)

dengan :

C adalah kadar debu total (mg/l) atau (mg/m3);

W2 adalah berat filter contoh setelah pengambilan contoh (mg);

W1 adalah berat filter contoh sebelum pengambilan contoh (mg);

B2 adalah berat filter blanko setelah pengambilan contoh (mg);

B1 adalah berat filter blanko sebelum pengambilan contoh (mg);

V adalah volume udara pada waktu pengambilan contoh (l).

3.7. Tehnik Analisa Data

Data yang sudah terkumpul dianalisa dan diolah dengan menggunakan computer program

SPSS, untuk melihat ada tidaknya hubungan karakteristik pekerja dengan faal paru dengan

(48)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Kilang Padi

Sektor informal merupakan suatu terminologi ekonomi yang mempunyai kegiatan

ekonomi marginal, dimana usaha ini mempunyai ciri-ciri antara lain : sederhana (perorangan)

dengan modal usaha kecil-kecilan, pada umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang

permanen dan terpisah dengan tempat tinggal, tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan

khusus, tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang lebih besar, tidak mempunyai izin

usaha, usaha dapat dibentuk dalam lingkungan rumah tangga, tidak tunduk pada undang-undang

dan mempunyai tenaga kerja yang umumnya anggota keluarga (Sukidjo Notoadmojo, 1989).

Kilang padi merupakan salah satu usaha sektor informal yang memproses padi menjadi

beras yang kemudian dipasarkan pada masyarakat sebagai bahan pokok. Dari beberapa kilang

padi yang ada di kecamatan Porsea, penulis hanya memilih 2 kilang padi saja, karena dilihat dari

hasil produksinya ke 2 kilang padi ini lebih banyak hasil produksinya dibanding kilang yang lain.

Ke 2 kilang padi tersebut adalah : Kilang padi Mampe Tua berdiri pada tahun1992 oleh bapak

M. Butar-butar, yang pada saat itu tidak ada kilang padi berdiri di daerah tersebut sehingga

banyak petani yang menggiling padi hasil panennya ke daerah lain, karena hal tersebut Bapak

M.Butar-butar berpikir untuk membangun kilang padi yang di berikan nama ”Mampe Tua”.

Kilang padi ini memiliki luas 25 x 80 meter kemudian penambahan kilang dengan jumlah 18 x

78 meter, mesin giling satu buah, mempunyai tenaga kerja sebanyak 22 orang, dalam bekerja

(49)

setiap harinya sekitar 17 ton perhari, di distribusi ke daerah Sibolga, Pematang Siantar dan di

sekitar daerah kilang padi tersebut.

Pada tahun 1994, Bapak O.Sirait melihat bahwa kilang padi Mampe Tua begitu ramai

sehingga beliau berniat untuk membangun kilang padi yang diberi nama ” Gomari” berdiri pada

tahun1994, memiliki luas kilang padi 22 x 98 meter, mempunyai tenaga kerja sebanyak 13

orang, dalam bekerja pekerja tidak dikhususkan dibagian proses mana pekerjanya harus bekerja

orang, dan hasil produksi setiap harinya sekitar 10 ton per hari, di distribusi ke daerah Sibolga,

Tarutung, Pematang Siantar dan daerah disekitar kilang padi tersebut.

Kilang ini dibangun selain untuk usaha keluarga, mencari uang juga untuk memenuhi

kebutuhan petani untuk menggiling hasil panennya. Kedua kilang ini masing-masing memiliki 4

unit kerja yaitu unit produksi, unit distribusi, unit penjemuran dan unit pemyimpanan.

Unit-unit yang berada dalam kilang padi tersebut memiliki masing-masing fungsi yaitu

unit penjemuran berfungsi untuk menjemur padi yang akan digiling menjadi beras, padi tersebut

di jemur selama 2 hari untuk menghasilkan padi yang benar-benar kering dan siap untuk digiling,

unit produksi berfungsi untuk menggiling (memproduksi) padi menjadi beras, unit distribusi dan

pengangkutan berfungsi untuk mengadakan transaksi jual beli kepada konsumen dan penyaluran

beras keseluruh daerah yang ada di Porsea, unit penyimpanan berfungsi untuk menyimpan padi

yang akan digiling dan padi yang telah selesai digiling dalam bentuk beras yang telah

dimasukkan ke dalam goni.

Proses kerja kilang padi ini di mulai dari proses penjemuran padi-padi yang telah

diperoleh/dibeli dari hasil panen petani selama 2 hari, setelah kering padi-padi tersebut di

(50)

beras. Dari hasil proses penggilingan, beras tersebut dimasukkan ke dalam goni. Beras tersebut

sebagian disimpan di dalam unit penyimpanan dan sebagian lagi dimasukkan kedalam unit

distribusi untuk dijual kepada masyarakat sekitar dan juga kepada konsumen

Aktifitas kerja yang dilakukan oleh pekerja kilang padi ini setiap harinya berawal dari

pukul 08.00 WIB - 17.00 WIB dengan waktu istirahat satu jam yaitu pada pukul 12.00 WIB -

13.00 WIB. Setiap pekerja bekerja selama 6 hari. Kadang mereka bekerja juga pada hari Minggu

(51)

Secara matriks perbedaan antara kilang padi 1 dan kilang padi 2 dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

Tabel 4.1. Gambaran Kilang Padi

No Kilang Padi 1 Kilang Padi 2

1. Berdiri pada tahun 1992 oleh Bapak M.

Butar-butar, dimana kilang padi tersebut

diberi nama sesuai dengan nama anaknya

”Mampe Tua”

Berdiri pada tahun 1994 oleh Bapak

O. Sirait, dimana kilang padi tersebut

diberi nama sesuai dengan nama

anak-anaknya disingkat dengan ”Gomari”

2. Luas kilang padi ini adalah 25 x 80 meter

kemudian penambahan kilang dengan

jumlah 18 x 78 meter.

Luas kilang padi ini adalah 22 x 98

meter.

3. Mempunyai pekerja sebanyak 22 orang.

Dalam bekerja pekerjanya tidak

dikhususkan dibagian proses mana

pekerjanya harus bekerja.

Mempunyai pekerja sebanyak 13

orang. Dalam bekerja pekerjanya

tidak dikhususkan dibagian proses

mana pekerjanya harus bekerja.

4. Hasil produksi setiap harinya sekitar 17 ton

per hari, dan didistibusi ke daerah Sibolga,

Tarutung, Pematang Siantar dan disekitar

daerah kilang padi tersebut.

Hasil produksi setiap harinya sekitar

10 ton per hari, dan didistibusi ke

daerah Sibolga, Tarutung, Pematang

Siantar dan disekitar daerah kilang

padi tersebut.

5. Memiliki 1 buah mesin penggilingan padi,

2 buah ventilasi, 2 unit penjemuran, 1 unit

produksi, 2 unit distribusi dan

pengangkutan, dan 2 unit penyimpanan

Memiliki 1 buah mesin penggilingan

padi, 1 buah ventilasi, 1 unit

penjemuran, 1 unit produksi, 1 unit

distribusi dan pengangkutan, dan 1

unit penyimpanan

6. Hasil Pengukuran debu yang dilakukan

diperoleh hasil: 3,04 mg/m3 (melebihi Nilai

Ambang Batas yaitu 3,0 mg/m3)

Hasil Pengukuran debu yang

dilakukan diperoleh hasil : 3,04

(52)

yaitu 3,0 mg/m3)

7. Dari hasil pengukuran spirometri yang

dilakukan diperoleh hasil : dari 22 pekerja

yang faal parunya terganggu ada sekitar 6

orang.

Dari hasil pengukuran spirometri yang

dilakukan diperoleh hasil : dari 13

pekerja yang faal parunya terganggu

ada sebanyak 11 orang

4.2. Karakteristik Pekerja

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pekerja Kilang Padi Di Kecamatan Porsea Tahun 2010.

Dari tabel 4.2 diatas karakteristik pekerja kilang padi di kecamatan Porsea tahun 2010

berdasarkan umur pekerja kilang padi yang terbanyak berumur <20-39 tahun sebanyak 23 orang

No Karakteristik Pekerja Jumlah (Orang) Persen (%)

1. Umur (Tahun) 3. Alat Pelindung Diri

Memakai APD 5. Riwayat Penyakit

Ada Riwayat Penyakit Terdahulu Tidak Ada Riwayat Penyakit Terdahulu

7 28

Gambar

Gambar : Anatomi Paru
Gambar 2  :   Pengaruh Partikel Debu Terhadap Manusia
Tabel  4.1. Gambaran Kilang Padi
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pekerja Kilang Padi Di Kecamatan Porsea
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi dengan judul ”Jedor Sebagai Media Penyebaran Agama Islam Di Tulungagung” yang ditulis oleh Anita Widyasari, NIM. Rizqon Khamami, MA

Dari temuan analisis sensitivitas ini dapat dikatakan memang indikasi yang mengarah pada window dressing pada temuan analisis utama (statistik deskriptif dan inferensial) semakin

Ilmu atau lebih tepatnya disebut penge- tahuan dalam teks SSBM diinisiasi secara sepihak oleh si penulis naskah sebagai ilmu warisan dari Nabi Kilir (baca: Khidhr as).

[r]

T{ant}a&gt;wi&gt; melihat teks ayat ini, tidak seperti al-’Asma&gt;wi&gt; yang ‘meng abaikan’ penafsiran teks sebelum dan sesudahnya, sejatinya ter fokus ( mah all al-sha } &gt;

So, kalo ada orang bisa jatuh cinta pada saat ketemuan pertama kali, sebenarnya bukan sedang jatuh cinta tuh, tapi sedang tertarik satu sama lain dengan ketertarikan yang amat

Nama Lengkap : Jenis Kelamin : Alamat Rumah : Tampat/Tanggal Lahir : Alamat : No.

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5/W2, 2013 XXIV International CIPA Symposium, 2 – 6 September 2013,