PEMBUATAN KEPUTUSAN REKRUTMEN POLITIK:
SUATU STUDI TERHADAP PEMBUATAN KEPUTUSAN REKRUTMEN POLITIK PARTAI POLITIK PDI PERJUANGAN DALAM RANGKA
PILKADA KOTA PEMATANGSIANTAR 2005
SKRIPSI
DIAJUKAN GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Oleh
RAHMAWANA SARAGIH 030906009
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk diperbanyak oleh : Nama : Rahmawana Saragih
Nim : 030906009
Departemen : Ilmu Politik
Judul : Pembuatan Keputusan Rekrutmen politik : Suatu Studi Terhadap
Pembuatan Keputusan Rekrutmen Politik Partai Politik PDI Perjuangan Dalam Rangka Pilkada Kota Pematangsiantar
2005
Medan, 20 Februari 2008
Ketua Departemen
(Drs. Heri Kusmanto, M.A) Nip. 132215084
Pembimbing I Pembaca
(Drs. P. Anthonius, M.Si) (Drs.Zakharia Taher)
Nip. 131485245 Nip. 131568358
Dekan FISIP USU
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan panitia penguji skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara :
Dilaksanakan pada : Hari/Tanggal : Pukul : Tempat :
Tim Penguji
Ketua Penguji : ___________________ (_____________________) Nip.
Anggota : Drs. P. Anthonius, M.Si (_____________________) Nip. 131485245
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus atas kasih dan karunianya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Adapun yang menjadi judul skripsi ini adalah “PEMBUATAN KEPUTUSAN REKRUTMEN
POLITIK: SUATU STUDI TERHADAP PEMBUATAN KEPUTUSAN REKRUTMEN POLITIK PARTAI POLITIK PDI-P DALAM RANGKA PILKADA KOTA PEMATANGSIANTAR 2005” skripsi ini disusun
berdasarkan penelitian dengan bentuk diskripsi kwalitatif yaitu menggambarkan keadaan yang sebenarnya dengan sumber atau fakta yang berasal dari Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pematangsiantar dan KPUD Pematangsiantar.
Sejak tahun 2005 Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat hal ini merupakan perwujudan dari sebuah demokrasi di daerah dimana calon Kepala Daerah diusung oleh partai politik yang telah ditetapkan oleh UU No 32 tahun 2004 dan PP No.6 tahun 2005 sebagai satu-satunya jalan untuk dapat mencalonkan Kepala daerah. Dalam menentukan calon Kepala Daerah yang diusung tentunya setiap Partai Politik memiliki mekanisme pengambilan keputusan yang berbeda-beda. PDIP sebagai salah satu partai politik yang turut berperan dalam mencalonkan Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar tentunya juga memiliki mekanisme pengambilan keputusan.
Penulisan skripsi ini menyajikan tentang proses pembuatan keputusan dan rekrutmen politik yang dilakukan oleh PDIP dalam menentukan calon Walikota dan Wakil Walikota yang akan diusung dalam Pilkada Pematangsiantar tahun 2005. Adapun mekanisme pengambilan keputusan pada PDIP yang harus dilalui oleh pasangan bakal calon adalah penjaringan, verifikasi, penyaringan dan penetapan oleh DPP PDIP.
1. Drs. Anthonius Sitepu, Msi selaku Dosen Pembimbing Skripsi 2. Drs. Zakaria Taher selaku Dosen Pembaca
3. Drs. Heri Kusmanto,MA selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
4. Prof. DR. M. Arif Nasution, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Staf pengajar dan Pegawai di Departemen Ilmu Politik.
6. Ronsen Purba selaku Sekretaris DPC PDI P Pematangsiantar, Saidi Lubis selaku Wakil Sekretaris DPC PDI P Pematangsiantar, Imaran Simanjutak selaku Wakil Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi DPC PDI P Pematangsiantar, Sahat Simangunsong selaku Wakil Ketua Keanggotaan dan Organisasi DPC PDI P Pematangsiantar dan seluruh DPC PDI Perjuangan Pematangsiantar yang memberikan informasi dan data-data untuk penyelesaian skripsi ini.
7. KPU Kodya Pematangsiantar yang memberikan informasi dan data-data untuk penyelesaian skripsi ini.
8. Kedua orangtua yang sangat dikasihi penulis Henry Saragih dan Roselina Tondang serta Adek-adekku Wita, Ridho ‘n Dea yang selalu menyertai penulis dalam doa dan yang tak henti-hentinya memberikan nasehat dan motifasi you’re my life and spirit ……..
9. Kepada Sumbayak ‘n Tondang Family thank you for love and support 10.B’Mean Thanks atas masukan dan bantuannya dari awal hingga selesainya
penulisan skripsi ini.
11.Sarjani, Novita ‘n Ervi atas kebersamaannya selama ini yang bagi penulis sangat berarti Thanks for all……
12.Rekan-rekan saya di GMKI Komisariat FISIP Serthu, Sas 3, Nzus, dO2, Martin, Jhon, Heri, Nando, Lusi, Icha, b’Zidane(atas masukkan judulnya), b’Ganda, b’charles, k’eva, k’ronna, k’santi deelel yang tidak dapat dituliskan penulis satu persatu UT OMNES UNUM SINT Chaiooooo……..
13.Kepada Team R29 atas semangatnya.
Penulis sudah berusaha maksimal dalam penulisan skripsi ini, namun demikian penulis sadar masih banyak ketidak sempurnaan di dalamnya oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan kedepannya dan sebagai pertimbangan untuk penulisan ilmiah dimasa yang akan datang. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.
Medan, 20 Februari 2008 Penulis
PEMBUATAN KEPUTUSAN REKRUTMEN POLITIK:
SUATU STUDI TERHADAP PEMBUATAN KEPUTUSAN REKRUTMEN POLITIK PARTAI POLITIK PDI PERJUANGAN DALAM RANGKA
PILKADA KOTA PEMATANGSIANTAR 2005
Nama : Rahmawana Saragih Nim : 030906009
ABSTRAKSI
Dengan ditetapkan dan dilaksanakannya UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan PP no 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan dan Pemberhentian Kepala Daerah, maka Kepala Derah dipilih secara langsung oleh rakyat hal ini menandai babak baru dalam sejarah politik di Indonesia. Dalam UU No.32 tahun 2004 dan PP no 6 tahun 2005 diatur tentang mekanisme pemilihan kepala daerah yang hanya mengenal satu jalur yakni pencalonan melalui atau oleh partai politik dan atau gabungan partai politik. Partai politik sangat berperan dalam pemilihan kepala daerah hal ini disebabkan bahwa partai politik berfungsi sebagai alat rekrutmen politik.
PDIP sebagai partai pemenang dalam Pemilu legislatif 2004 di kota Pematangsiantar ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan Pilkada tahun 2005. PDIP merupakan partai pemenang pada pemilu legislatif 2004 di Kota Pematangsiantar sehingga dalam Pilkada 2005 PDIP sudah representatif dalam mencalonkan calonnya tanpa melakukan koalisi dengan partai politik lain. Pada proses penetapan calonnya PDIP memiliki mekanisme yang sangat berdinamika, mekanisme keputusan tersebut diatur pada Surat Keputusan DPP PDIP No. 024/KPTS/DPP/VII/2005 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Calon Bupati Dan/Atau Wakil Bupati Dan/Atau Walikota Dan/Atau Wakil Walikota, proses mekanisme pengambilan keputusan tersebut terdiri dari tahapan penjaringan, penyaringan, dan penetapan bakal calon oleh DPP PDIP.
Penelitian ini mengkaji tentang mekanisme pengambilan keputusan dan pola rekrutmen bakal calon Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar melalui DPC PDIP Pematangsiantar. Bentuk penelitian yang digunakan adalah deskriptif kwalitatif yaitu dengan cara menggambarkan fakta sebagaimana adanya melalui data yang diperoleh dari DPC dan KPUD Pematangsiantar.
Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran bahwa aspirasi arus bawah atau grassroot yang diputuskan melalui Rakercab bukanlah menjadi patokan terhadap bakal calon yang akan ditetapkan. Kewenangan tersebut justru berada ditangan DPP PDIP untuk memutuskan nama bakal calon yang akan ditetapkan.
DAFTAR ISI
Halaman Persetujuan ... i
Halaman Pengesahan ... ii
Kata Pengantar ... iii
Abstraksi ... vi
Daftar Isi ... vii
Daftar Tabel ... ix
I. BAB I: PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1
2. Rumusan Masalah ... 13
3. Tujuan Penelitian ... 13
4. Manfaat Penelitian ... 13
5. Kerangka Teori... 14
5.1. Pembuatan Keputusan ... 14
5.1.1. Pengertian Keputusan ... 14
5.1.2. Komponen Keputusan ... 16
5.1.3. Proses Pembuatan Keputusan ... 16
5.1.4. Teknik Pembuatan Keputusan... 20
5.1.5. Pendekatan Terhadap Pembuatan Keputusan ... 21
5.1.6. Penyempurnaan Petunjuk pelaksanaan Pemilihan Calon Bupati Dan/ Atau Wakil Bupati, Walikota Dan/Atau Wakil Walikota Dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ... 23
5.2. Partai Politik ... 25
5.2.1. Pengertian Partai Politik ... 25
5.2.2. Fungsi Partai politik ... 26
5.2.3. Sistem Kepartaian ... 33
5.2.4. Rekrutmen Pada Partai Politik ... 36
5.3. Pemilihan Kepala Daerah Langsung ... 40
5.3.1. Pilkada Langsung Ditinjau dari UU No.22 Tahun 1999 dan UU No. 32 tahun 2004 ... 41
5.3.3. Jenis Sistem Pencalonan ... 45
5.3.4. Rekrutmen Bakal Calon ... 46
6. Metodologi Penelitian ... 48
7. Sistematika Penulisan... 50
II. BAB II: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 1. Sejarah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ... 51
2. Struktur Organisasi PDI Perjuangan ... 71
3. Kewenangan DPC PDI Perjuangan ... 74
4. Pengambilan Keputusan Pada PDI Perjuangan ... 75
5. Gambaran Umum Pilkada Pematangsiantar... 79
5.1. Tinjauan Umum Kotamadya Pematangsiantar ... 79
5.2. Pelaksanaan Pilkada Pematangsiantar... 80
5.3. Hasil Pilkada Pematangsiantar ... 82
III. BAB III: PENYAJIAN DAN ANALISA DATA 1. Rekrutmen Bakal Calon ... 85
2. Penjaringan Bakal Calon Walikota/ Wakil Walikota ... 87
3. Verifikasi Bakal Calon Walikota/ Wakil Walikota ... 91
4. Penyaringan Bakal Calon Walikota/ Wakil Walikota ... 98
5. Penetapan Bakal Calon Walikota/ Wakil Walikota ... 101
6. Peta Kekuatan PDI P dalam Pilkada Pematangsiantar ... 104
7. Pemilihan Walikota/ Wakil Walikota Kota Pematangsiantar ... 105
IV. BAB IV: KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 111
2. Saran…… ... 112
DAFTAR TABEL
Tabel 1 ... 82
Tabel 2 ... 92
Tabel 3 ... 95
Tabel 4 ... 96
Tabel 5 ... 97
Tabel 6 ... 100
Tabel 7 ... 101
Tabel 8 ... 106
Tabel 9 ... 107
Tabel 10 ... 108
PEMBUATAN KEPUTUSAN REKRUTMEN POLITIK:
SUATU STUDI TERHADAP PEMBUATAN KEPUTUSAN REKRUTMEN POLITIK PARTAI POLITIK PDI PERJUANGAN DALAM RANGKA
PILKADA KOTA PEMATANGSIANTAR 2005
Nama : Rahmawana Saragih Nim : 030906009
ABSTRAKSI
Dengan ditetapkan dan dilaksanakannya UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan PP no 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan dan Pemberhentian Kepala Daerah, maka Kepala Derah dipilih secara langsung oleh rakyat hal ini menandai babak baru dalam sejarah politik di Indonesia. Dalam UU No.32 tahun 2004 dan PP no 6 tahun 2005 diatur tentang mekanisme pemilihan kepala daerah yang hanya mengenal satu jalur yakni pencalonan melalui atau oleh partai politik dan atau gabungan partai politik. Partai politik sangat berperan dalam pemilihan kepala daerah hal ini disebabkan bahwa partai politik berfungsi sebagai alat rekrutmen politik.
PDIP sebagai partai pemenang dalam Pemilu legislatif 2004 di kota Pematangsiantar ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan Pilkada tahun 2005. PDIP merupakan partai pemenang pada pemilu legislatif 2004 di Kota Pematangsiantar sehingga dalam Pilkada 2005 PDIP sudah representatif dalam mencalonkan calonnya tanpa melakukan koalisi dengan partai politik lain. Pada proses penetapan calonnya PDIP memiliki mekanisme yang sangat berdinamika, mekanisme keputusan tersebut diatur pada Surat Keputusan DPP PDIP No. 024/KPTS/DPP/VII/2005 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Calon Bupati Dan/Atau Wakil Bupati Dan/Atau Walikota Dan/Atau Wakil Walikota, proses mekanisme pengambilan keputusan tersebut terdiri dari tahapan penjaringan, penyaringan, dan penetapan bakal calon oleh DPP PDIP.
Penelitian ini mengkaji tentang mekanisme pengambilan keputusan dan pola rekrutmen bakal calon Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar melalui DPC PDIP Pematangsiantar. Bentuk penelitian yang digunakan adalah deskriptif kwalitatif yaitu dengan cara menggambarkan fakta sebagaimana adanya melalui data yang diperoleh dari DPC dan KPUD Pematangsiantar.
Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran bahwa aspirasi arus bawah atau grassroot yang diputuskan melalui Rakercab bukanlah menjadi patokan terhadap bakal calon yang akan ditetapkan. Kewenangan tersebut justru berada ditangan DPP PDIP untuk memutuskan nama bakal calon yang akan ditetapkan.
BAB I PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Setiap hari ataupun setiap menit manusia mengambil keputusan. Membuat
keputusan berarti memilih alternatif terbaik dari berbagai alternatif yang ada,
sedangkan alternatif itu tidak selalu semua mengandung akibat-akibat yang
positif. Dalam menentukan apakah suatu alternatif terbaik daripada alternatif lain
harus ada patokannya. Yang dapat menjadi patokan dalam pengambilan keputusan
politik misalnya ideologi dan konstitusi, undang-undang, tersedia anggaran dan
sumber daya manusia, efektifitas dan efisiensi, etika dan moral yang hidup dalam
masyarakat dan agama. Alternatif keputusan politik secara umum dibagi menjadi
dua, yaitu program-program perilaku untuk mencapai tujuan masyarakat negara
(kebijakan umum) dan orang-orang yang akan menyelenggarakan kebijakan
umum (pejabat pemerintah). Dengan demikian kebijakan umum merupakan
bagian dari keputusan politik.Ciri khas dari keputusan yang keluar dari proses
politik bersifat mengikat (otoritarif), dan dimaksudkan untuk kebaikan bersama
masyarakat umum. Dengan demikian keputusan politik ialah keputusan yang
mengikat, meyangkut dan mempengaruhi masyarakt umum. Hal-hal yang
menyangkut dan mempengaruhi masyarakt umum biasanya diurus dan
diselenggarakan dengan lembaga-lembaga pemerintahan1.
Pembuatan keputusan berada diantara perumusan kebijakan dan
implementasi kedua hal tersebut saling terkait satu sama lain. Keputusan
1
mempengaruhi implementasi dan implementasi tahap awal mempengaruhi
pembuatan keputusan selanjutnya yang pada gilirannya akan mempengaruhi
implememtasi selanjutnya. Pembuatan keputusan bukanlah merupakan proses
pasif, keputusan adalah proses dan keputusan awal seringkali hanya merupakan
penunjuk arah. Pendefenisian pembuatan keputusan sebagai proses penentuan
pilihan atau pemilihan opsi-opsi maka gagasan tentang keputusan akan
menyangkut satu poin atau serangkaian poin dalam ruang dan waktu ketika
pembuat kebijakkan mengalokasikan nilai-nilai. Pembuatan keputusan dalam
pengertian ini ada diseluruh siklus kebijakan: misalnya keputusan mengenai apa
yang bisa digolongkan sebagai problem, informasi apa yang harus dipilih,
pemilihan strategi untuk mempengaruhi agenda kebijakan, pemilihan cara
mengevaluasi kebijakan. Pada masing-masing poin tersebut terdapat proses
pembuatan keputusan. Beberapa keputusan melibatkan alokasi nilai dan distribusi
sumberdaya melalui perumusan kebijakan atau melalui pelaksanaan program2.
Semua organisasi formal dibentuk oleh kekuatan-kekuatan yang
menyimpang dari struktur dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Setiap
organisasi formal berusaha memobilisasi manusia dan sumberdaya teknis sebagai
alat untuk mencapai tujuannya (Selznick, 1957:251). Selznick menunjukkan
dengan jelas bahwa organisasi adalah alat yang netral dan rasional adalah gagasan
yang jauh dari kenyataan dimana tekanan informal dan linkungan lebih
berpengaruh terhadap pembuatan keputusan ketimbang struktur formalnya.
Keputusan seringkali dibuat lebih demi kepentingan organisasi dari pada mengejar
tujuan kebijakan formal. Beberapa organisasi membentuk dan beberapa lainya
2
dibentuk. Beberapa organisasi memiliki kapasitas atau sumberdaya untuk
menetukan agenda sendiri, membuat keputusan sendiri akan tetapi beberapa
organisasi lainya memiliki ketergantungan terhadap lingkungan sekitarnya3.
Partai politik merupakan ikon utama demokrasi. Partai politik merupakan
organisasi yang berkecimpung dalam proses politik. Partai politik memiliki tujuan
untuk menaklukkan kekuasaan atau menggambil bagian dalam pelancaran
kekuasaan. Pengisian setiap jabatan politik dilakukan oleh dan melalui partai
politik. Rekrutmen jabatan publik dilakukan melalui seleksi oleh anggota partai
politik yang berada di lembaga perwakilan. Adanya pelaksanaan Pilkadasung di
Indonesia yang pertama sekali diterapkan sejak bulan Juni 2005 memang menjadi
ujian bagi partai politik untuk lebih terbuka atau membuka diri terhadap dinamika
masyarakat. Pemberdayaan masyarakat sipil sebenarnya ditumbuh kembangkan
melalui kemampuan partai politik dalam menarik dukungan dan minat rakyat
untuk berpolitik, dalam arti menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan
secara langsung4.
Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Pilkadasung) merupakan sebuah
langkah besar proses demokratisasi yang memberikan ruang yang luas bagi
partisipasi masyarakat untuk menentukan Kepala Daerah sesuai dengan aspirasi
dan kebutuhan daerah masing-masing, sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan
dari pemerintah nantinya sesuai dengan harapan dan keinginan rakyat pada
umumnya atau dengan kata lain lebih mendekatkan pemerintah kepada rakyat.
Perubahan sistem pemilihan juga telah membawa perubahan hubungan
tata pemerintahan antar pusat dan daerah. pendelegasian kekuasaan dari pusat
3
Parsons., Ibid., hal 326-327. 4
kedaerah tidak lagi terbatas pada kewenangan yang bersifat administratif tapi
telah bergeser kearah yang lebih maju yaitu kewenangan politik. Pemimpin daerah
tidak lagi menjadi pemimpin yang bersifat administratif perwakilan pemerintah
pusat tapi juga menjadi pemimpin politik diderah karena dipilih dan mendapatkan
legitimasi politik yang kuat dari rakyat. Kenyataan ini sejalan dengan pengertian
bahwa desentralisasi adalah transfer kekuasaan politik tidak hanya terbatas pada
pendelegasian sebagai otoritas pusat kepada daerah secara adminstratif.
Pilkadasung menjadi isu sentral dalam diskursus politik nasional dan dipandang
sebagai bagian dari proses perwujudan otonomi daerah. Pelaksanaannya menjadi
momentum yang sangat penting bagi proses demokratisasi politik di tingkat lokal.
Rakyat dan lembaga daerah akan terlibat langsung dalam menggelola Pilkada
nantinya5.
Tujuan dari diselenggarakannya Pilkada adalah untuk menciptakan tertib
politik dan konsolidasi demokrasi ditingkat lokal. Konsolidasi demokrasi sering
diilustrasikan sebagai transisi politik yang diidentifikasi melalui berfungsinya
rezim politik baru hasil pemilu demokratis secara terlembaga. Konsolidasi diawali
pada saat lembaga-lembaga dan tata politik yang baru diorganisir menurut aturan
permainan. Dalam demokrasi yang terkonsolidasi para pemain politik, elit atau
masyarakat pada umumnya harus bermain dalam lingkaran demokrasi6. Selain itu
tujuan Pilkadasung juga adalah mewujudkan otonomi daerah. Carut-marutnya
pelaksanaan Otonomi Daerah sejak 1999 terutama dalam kaitanya dengan
pemilihan kepala daerah oleh DPRD seringkali menjerumuskan politik lokal
dalam kubangan politik uang di antara partai politik. Pilkadasung kemudiaan
5
Phenie Chalid(ed), Pilkada Langsung, Demokratisasi Daerah Dan Mitos Good
Governance, Jakarta, Partnership Kemitraan, 2005, hal. 2.
6
dianggap sebagai solusi untuk mengeleminir masalah tersebut. Dengan
memberikan hak pilih secara langsung kepada masyarakat, setidaknya beberapa
aspek demokratisasi politik lokal terpenuhi yaitu: meningkatnya partisipasi
politik rakyat, meningkatnya kompetisi politik, meningkatnya legitimasi politik
kepala daerah, serta meningkatnya akuntabilitas politik.
Implementasi otonomi daerah telah membawa kemajuan bagi
pekembangan demokrasi di tingkat lokal. Pelaksanaan Pilkada langsung secara
optimistik dapat dikatakan sebagai bentuk pengukuhan terhadap otonomi rakyat di
daerah dalam menentukan kepala pemerintahan. Idealnya pemerintahan yang
dipilih langsung dan memiliki legitimasi politik yang kuat akan melaksanakan
fungsi sesuai dengan aspirasi masyarakat, karena spirit dari Pilkada langsung
adalah mendekatkan pemerintah kepada rakyat7. Salah satu aspek yang
diharapkan dengan diselenggarakanya Pilkada secara langsung adalah
peningkatan kualitas good governance. Asumsinya adalah dengan Pilkada secara
langsung diharapkan akan terbangun eksekutif didaerah yang tidak saja
representative dan aspiratif tetapi juga akuntabel terhadap publik di daerah.
Dalam sejarah perundangan di Indonesia, paling tidak tercatat ada tiga
buah Undang-undang yang memiliki makna penting dalam otonomi daerah dan
Pilkada di Indonesia. Ketiga Undang-Undang tersebut yaitu:
Pertama: UU No.5 Tahun 1974 tentang pemerintahan daerah merupakan
aturan legal menjadi acuan dalam hubungan pusat-daerah selama pemerintahan
orde baru. Undang-undang itu membangun suatu defenisi penting mengenai
daerah otonom dan mungkin hanya itu keunggulan yang dimiliki olehnya.
7
Kerancuan mengenai apa yang dimaksud dengan pemerintahan daerah sudah
tampak dari defenisinya yang menempatkan DPRD sebagai bagian dari
pemerintah daerah. Logika seperti dikatakan rancu karena dalam pembagian
kekuasaan politik, tidak ada lembaga legislatif yang disatukan dengan lembaga
eksekutif dan memang itulah yang terjadi selama orde baru. Kuatnya peran
pemerintah terlihat dari peran yang dimiliki oleh Departemen Dalam Negeri yang
melakukan kontrol secara umum terhadap berjalannya pemerintahan daerah dan
Gubernur dari setiap provinsi yang diangkat secara langsung oleh presiden,
melaporkan segala sesuatunya melalui Menteri Dalam Negeri. Dalam pasal 22
dinyatakan bahwa Kepala Daerah sebagai pemimpin sebuah daerah otonom
menjalankan hak, wewenang dan kewajiban pemerintahan daerah dan menurut
hirarki bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. DPRD
sebagai lembaga legislatif yang seharusnya melakukan kontrol terhadap Kepala
Daerah, justru hanya diberikan keterangan pertanggungjawaban sekurangnya satu
tahun sekali oleh Kepala Daerah8.
Yang kedua UU No.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah ini lebih
memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan
daerahnya. Proses Pilkada menurut UU 22 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 35
yang menyebutkan bahwa: penyelenggara Pilkada adalah panita pemilihan yang
pada dasarnya memiliki tugas pokok yaitu: melakukan pemeriksaan berkas
identitas mengenai bakat calon berdasarkan persyaratan yang telah ditetapkan:
melakukan kegiatan teknis pemilihan calon; dan menjadi penanggung jawab
pemilihan. Bakal calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memenuhi
8
persyaratan sesuai dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh panitia
pemilihan, diajukan kepada DPRD untuk di tetapkan sebagai calon Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah9.
Yang ketiga: UU No32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan PP
No.6 tahun 2005 tentang tatacara pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan
pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ditetapkan dan
dilaksanakan dimana kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat hal ini
menandai babak baru dalam sejarah politik di Indonesia. Lahirnya mekanisme
pemilihan kepala daerah langsung merupakan salah satu wujud dari upaya untuk
membangun kembali prinsip-prinsip demokrasi. Melalui pilkada diharapkan
perubahan arus politik menuju kearah demokrasi yang sesungguhnya.
Syaiful Azhar10 Pilkada merupakan perwujudan kedaulatan rakyat dalam
memilih Kepala Daerah di Indonesia. Kota Medan merupakan salah satu daerah
yang menyelenggarakan Pilkadasung pada tahun 2005. Secara umum pelaksanaan
Pilkadasung berjalan lancar, meskipun partisipasi masyarakat untuk menggunakan
hak pilih mengalami penurunan. Terkait dengan hal diatas penelitian tentang
proses sosialisasi politik yang dilakukan oleh KPU Kota Medan sangat
dibutuhkan. Syaiful Azhar mencoba untuk mengaitkan antara sosialisasi kegiatan
Pilkadasung kepada masyarakat dengan mengharapkan meningkatnya partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan Pilkadasung. Sosialisasi politik ini bertujuan agar
seluruh penyelenggara memahami tugas dan fungsinya dalam mensukseskan
Pilkadasung dan mengharapkan meningkatnya partisipasi masyarakat.
9
Ahmad Nadir, Pilkada Langsung dan Masa Depan Demokrasi, Yogyakarta, Averroes Press, 2005, hal 112.
10
Syaiful Azhar, Sosialisasi Politik Komisi Pemilihan Umum Kota Medan dalam
Pemilihan Kepala Daerah Langsung Kota Medan Tahun 2005 (Skripsi diajukan untuk memenuhi
Yudi Arfan Harahap11 Pilkadasung yang mulai diterapkan pada Juni 2005
pada dasarnya merupakan perwujudan dari sebuah demokrasi ditingkat lokal.
Dengan adanya gagasan pemilihan langsung ini masyarakat bisa secara bebas
memilih Kepala Daerahnya sendiri tanpa ada intervensi dari pihak manapun.
Pilkadasung berdasarkan UU.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
mengacu pada PP No.6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan
dan pemberhantian Kepala Daerah ini bisa bersifat positif dan negatif. Yang
dimaksud positif disini bahwa masyarakat terlibat langsung dalam memilih
Kepala Daerahnya sendiri bukan lagi melalui DPRD yang pada akhirnya sering
terjadi praktik politik uang (money politics) sedangkan sifat negatifnya bahwa
Pilkadasung membuka untuk terjadinya konflik yang berkepanjangan.
Ada persamaan antara hasil penelitian di atas dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis yaitu bahwa Pilkadasung adalah perwujudan dari
kedaulatan rakyat dalam memilih sendiri kepala daerahnya dan perwujudan dari
demokratisasi di tingkat nasional penelitian diatas membahas tentang sosialisasi
politik KPU tentang Pilkadasung dan seringnya terjadi konflik kepentingan yang
dilakukan oleh calon Kepala Daerah maupun dari massa pendukungnya dalam
memperebutkan jabatan yang ada. Yang membedakan antara penelitian ini dengan
hasil penelitian yang terdahulu adalah bahwa dalam Pilkadasung ada rekrutmen
yang dilakukan oleh partai politik.
Dalam UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah juga
diungkapkan mengenai mekanisme pemilihan langsung terhadap Kepala Daerah
yaitu pada pasal 59ayat (1) yaitu:“ peserta pemilihan kepala daerah dan wakil
11
Yudi Arfan Harahap, “ Konflik ElitPolitik Lokal Dalam Pilkada: Studi
TerhadapPemilihan Bupati Langsung Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2005” (Skripsi diajukan
kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh oleh
partai politik”
Pasal 59 ayat (2) menggariskan bahwa: “partai politik atau gabungan
partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan
perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi di
DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam
pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan”.
Pasal 59 ayat (3) menyebutkan bahwa:” partai politik atau gabungan partai
politik wajib membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi bakal calon
perseorangan yang memenuhi syarat”.
Dengan ketentuan tersebut hanya partai politik atau gabungan partai
politik yang dapat mendaftarkan pasangan calon dan dalam pencalonan tentunya
tidak hanya mempersiapkan kadernya untuk duduk menjadi Kepala Daerah akan
tetapi juga harus membuka kesempatan kepada calon perseorangan yang
memenuhi syarat. Dalam hal ini partai politik harus menyeleleksi bakal calon
yang mendaftarkan diri kepartai.
Selanjutnya partai politik dan gabungan partai politik memproses bakal
calon melalui mekanisme yang demokratis dan transparan. Maka tentunya setiap
partai politik memiliki suatu mekanisme pengambilan keputusan tentang
pemilihan Kepala Daerah. Pelaksanaan Pilkada bermuara pada pemilihan Kepala
Daerah yang dapat menjalankan tugas sebagai Kepala Daerah dengan baik hingga
harapan terbentuknya good governace benar-benar terwujud. Partai politik sebagai
satu-satunya pintu bagi pencalonan tersebut tentunya memiliki peranan dan
proses perekrutan yang di lakukan partai politik tersebut sangat menentukan bagi
partai itu sendiri.
Seleksi partai politik sangatlah menentukan sosok calon Kepala Daerah
yang tampil dan akan dipilih oleh rakyat. Hal ini menjadikan kehendak partai
politik lebih dominan dan belum tentu sama dengan kehendak konstituen pada
umumnya. Selama ini proses internal partai politik cenderung tertutup dari
keterlibatan konstituen secara langsung. Persaingan elit partai lebih dominan
sehingga kerap kali mengabaikan proses rekrutmen yang terbuka dan memberi
kesempatan sosok potensial di luar partai untuk berpartisipasi.
Menurut Gabriel Almond, proses rekrutmen merupakan kesempatan rakyat
untuk menyeleksi kegiatan-kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui
penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan
diri untuk jabatan tertentu, pendidikan dan latihan. Jack C. Plano mengartikan
proses rekrutmen sebagai pemilihan orang-orang untuk mengisi peranan dalam
sistem sosial. Sedangkan rekrutmen politik menunjuk pada pengisian posisi-posisi
formal dan legal seperti pengisian jabatan presiden dan anggota DPRD, serta
peranan-peranan yang tidak formal adalah aktivis partai atau propaganda. Untuk
melakukan rekrutmen biasanya dilakukan oleh institusi-institusi atau agen-agen
tertentu. Untuk jabatan-jabatan politik salah satu yang melakukan rekrutmen
politik adalah partai. Sesuai dengan fungsi yang dimilikinya, partai politik
melakukan rekrutmen untuk mengisi jabatan-jabatan politik, anggota partai,
pemimpin partai dan jabatan politik lainnya. Sehubungan dengan itu Almond dan
Powel mengatakan bahwa partai politik melakukan seleksi terhadap orang-orang
kemudian memotivasi mereka untuk bekerja dalam kerangka kepentingan dan
tuntutan partai politik yang bersangkutan. Senada dengan itu Budiardjo
(1989)12mengatakan bahwa partai politik berfungsi untuk mencari dan mengajak
orang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik. Sedangkan Surbakti
mengatakan rekrutmen politik adalah seleksi atau pemilihan dan pengangkatan
seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan sejumlah peranan dalam
sistem politik pada umumnya dan pemerintah pada khususnya. Rekrutmen politik
merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan sistem politik, sebab tanpa
elite yang mampu melaksanakan peranannya, kelangsungan hidup sistem politik
akan terancam. Ada dua cara dalam pelaksanaan rekrutmen politik yaitu secara
terbuka dan tertutup. Rekrutmen terbuka artinya seluruh warganegara tanpa
kecuali mempunyai kesempatan yang sama untuk direkrut apabila yang
bersangkutan telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Sedangkan
rekrutmen tertutup adalah proses rekrutmen secara terbatas, yaitu hanya
individu-individu tertentu saja yang dapat direkrut untuk menduduki jabatan politik atau
jabatan pemerintahan. Dalam konteks rekrutmen politik secara tertutup ini, maka
individu-individu yang dekat dengan penguasa atau pemimpin politiklah yang
mempunyai kesempatan untuk masuk dalam partai politik atau menduduki jabatan
politik13.
Keinginan Partai Politik untuk dapat meraih suara terbanyak dalam
Pilkada mengharuskan partai yang dengan sendirinya membuat mekanisme
ataupun strategi untuk dapat memenangi Pilkada. Partai politik atau gabungan
12
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT. Gramedia, 1989, hal.164. 13
Syamsuddin Haris (ed), Pemilu Langsung di Tengah Oligarki Partai Proses Nominasi
dan Seleksi Calon Legislatif Pemilu 2004, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005, hal.
partai politik yang mencalonkan pasangan Kepala Daerah dalam Pilkada memiliki
rangkaian alur strategi untuk dapat meraih suara terbanyak dalam Pilkada partai
tersebut diperhadapkan dengan proses pembuatan keputusan dan pengrekrutan
bakal calon Kepala Daerah yang hendak diusung dalam proses Pilkada. Proses
pembuatan keputusan ini tentunya bukan hal yang mudah bagi Partai atau
gabungan partai. Setiap partai yang mencalonkan pasangan calon kepala daerah
tentunya menginginkan agar pasangan calon yang di usung oleh partai tersebut
dapat memenangi Pilkada.
PDI-P merupakan partai pemenang pemilu di Kotamadya Pematangsiantar
tentunya memiliki keinginan untuk tampil sebagai pemenang dalam Pilkada di
Pematangsiantar. Pembuatan keputusan politik partai dan bagaimana perekrutan
politik yang dilakukan oleh DPC PDI Perjuangan dalam setiap proses penjaringan
dan penyaringan bakal calon Walikota dan Wakil Walikota secara transparan, adil
dan demokratis adalah hal yang menarik untuk dikaji lebih luas lagi hal ini
disebabkan karena sisi lain yang perlu dicermati pada Pilkada adalah mekanisme
penjaringan bakal calon Kepala Daerah yang diusulkan oleh partai politik. Setiap
partai politik yang mengusung nama pasangan calon Kepala Daerah tentunya
tidak sembarangan dalam membuat keputusan untuk melakukan perekrutan,
penjaringan dan penyaringan bakal calon.
Dari uraian diatas penulis merasa tertarik untuk melakukan kajian terhadap
2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang maka rumusan
masalah penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Pilkada dalam suatu sistem politik dan Pembuatan Keputusan
dan Rekrutmen Politik pada partai politik DPC PDI-P Pematangsiantar.
2. Bagaimana proses pembuatan keputusan pada partai politik PDI-P dalam
Pilkada kota Pematangsiantar 2005
3. Bagaimana sistem Rekrutmen Politik bakal calon Walikota dan Wakil
Walikota pada PDI-P dalam Pilkada Kota Pematangsiantar 2005.
3. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh Pilkada sebagai suatu sistem
politik terhadap pembuatan keputusan dan rekrutmen pada partai politik
DPC PDI-P Pematangsiantar
2. Untuk mengetahui mekanisme pembuatan keputusan pada partai politik
PDI-P dalam pilkada Pemtangsiantar 2005
3. Untuk mengetahui faktor apakah yang paling determinan dalam
mempengaruhi keputusan pada PDI-P
4. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi penulis penelitian ini berguna untuk meningkatkan serta
mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis dan sebagai media
2. Penelitian ini dapat memperkaya kajian ilmiah tentang mekanisme
pengambilan keputusan pada kajian ilmu politik.
3. Bagi partai-partai politik penelitian ini dapat menambah informasi tentang
mekanisme pengambilan keputusan pada partai politik.
5. KERANGKA TEORITIS 5.1. Pembuatan Keputusan
5.1.1. Pengertian Keputusan.
Pengertian keputusan (decision) dari pilihan (choice) yaitu pilihan
dari dua atau lebih kemungkinan. Namun ia hampir tidak merupakan
pilihan antara yang benar dan yang salah tetapi yang justru sering terjadi
adalah pilihan anatara yang hampir salah dan yang mungkin salah.
Mc Knazie14 melihat bahwa keputusan adalah pilihan nyata karena
pilihan diartikan sebagai pilihan tentang tujuan termasuk pilihan tentang
cara untuk mencapai tujuan itu apakah pada tingkatan perseorangan atau
pada tingkatan kolektif.
Mc Grew dan Wilson (1984)15 lebih melihat pada kaitannya
dengan prosesnya, yaitu pada bahwa suatu keputusan ialah keadaan akhir
dari suatu proses yang lebih dinamis, yang diberi label pengambilan
keputusan. Ia dipandang sebagai proses karena terdiri atas satu seri
14
Mc Knazie.” Decision Making”, dalam J.Salusu, Pengambilan Keputusan Strategik
Untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia,
1996, hal. 51. 15
aktivitas yang berkaitan dan tidak hanya dianggap sebagai tindakan
bijaksana.
Morgan dan Cerullo(1984)16 mendefenisikan keputusan sebagai
sebuah kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan, yang
terjadi setelah satu kemungkinan dipilih, sementara yang lain
dikesampingkan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan pertimbangan ialah
menganalisis beberapa kemungkinan atau alternatif, sesudah itu dipilih
satu diantaranya. Kalau begitu kapankan dikatakan tidak ada keputusan
atau bukan keputusan? Non-keputusan bisa terjadi apabila pengambilan
keputusan tidak menyadari atau tidak memahami situasi, atau dapat juga
menyadari tetapi pilihan itu tidak dilakukan. Seiring dalam situasi seperti
itu ada kekuatan lain yang campur tangan dalam proses pemilihan
alternatif tersebut. Situasi yang memperlihatkan campur tangan terjadi
hampir tidak mengenal batas waktu, yaitu situasi politik.
Menurut Ralph.C. Davis17 keputusan merupakan jawaban pasti
terhadap suatu pertanyaan. Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan:
tentang apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang dibicarakan dalam
hubungannya dengan perencanaan. Keputusan dapat meruapakan tindakan
terhadap pelaksanaan yang sangat menyimpang dari rencana semula
keputusan yang baik dapat digunakan untuk membuat perencanaan yang
baik pula.
16
Morgan, Robert G, dan Cerullo.” Decision Making, Management Science Techniques and the Corporate Controller”, dalam Salusu, Pengambilan Keputusan Strategik Untuk Organisasi
Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta, PT.Garmedia Widiasarana Indonesia, 1996, Loc.Cit.
17
Ralph C.Davis. ” The Fundamental of Top Management ”, dalam Ibnu Syamsi,
5.1.2. Komponen keputusan
Martin Starr18 menyebutkan unsur-unsur atau komponen-komponen
keputusan yang berlaku secara umum adalah sebagai berikut:
1. Tujuan harus ditegaskan dalam pengambilan keputusan
2. Identifikasi alternatif, untuk mencapai tujuan tersebut kiranmya perlu
dibuat beberapa altenatif, yang nantinya perlu dipilih salah satu yang
dianggap paling tepat.
3. Faktor yang tidak dapat diketahui sebelumnya faktor yang semacam ini
juga harus diperhitungkan (Uncontrollable events). Keberhasilan
pemilihan alternatif tersebut baru dapat diketahui setelah keputusan ini
dilaksanakan. Waktu yang akan datang tidak akan diketahui dengan
pasti. Inilah yang dikatakan dengan uncontrollable events.
4. Dibutuhkan sarana untuk mengukur hasil yang dicapai. Masing-masing
alternatif perlu di sertai akibat positif dan negatifnya, termasuk sudah
diperhitungkan didalamnya uncontrollable events-nya.
5.1.3. Proses Pembuatan Keputusan
Menurut Herbert A. Simon19 seperti yang dikutip oleh M.Iqbal Hasan
proses pembuatan keputusan terdiri atas tiga fase keputusan yaitu sebagai
berikut:
18
Martin K. Starr.” Mangement Science, An Introduction”, dalam Ibnu Syamsi,
Pengambilan Keputusan, Jakarta, Bina Aksara, 1989,hal 15-16.
19
1. Fase Intelegensia
Merupakan fase penelusuran informasi untuk keadaan yang
memungkinkan dalam rangka pengambilan keputusan. Jadi merupakan
pengamatan lingkungan dalam pengambilan keputusan. Data dan
informasi diperoleh, diproses dan diuji untuk mencari bukti-bukti yang
dapat diidentifikasikan, baik yang permasalahan pokok peluang untuk
memecahkannya.
2. Fase Desain
Merupakan fase pencarian atau penemuan, pengembangan serta
analisis kemungkinan-kemungkinan suatu tindakan. Jadi merupakan
kegiatan perancangan dalam pengambilan keputusan. Fase ini terdiri
atas sebagai berikut:
a) Identifikasi masalah
Merupakan langkah pencarian perbedaan antara situasi yang terjadi
dengan situasi yang ingin dicapai.
b) Formulasi masalah
Merupakan langkah dimana masalah di pertajam sehingga kegiatan
desain dan pengembangan sesuai dengan permasalah yang
sebenarnya. Cara yang dilakukan dalam formulasi permasalahan
sebagai berikut:
Menentukan batasan-batasan permasalahan
Menguji perubahan-perubahan yang dapat menyebabkan
permasalahan dapat dipecahkan.
3. Fase pemilihan
Merupakan fase seleksi alternatif atau tindakan yang dilakukan dari
alternatif-alternatif tersebut. Alternatif yang dipilih kemudian
diputuskan dan dilaksanakan. Jadi merupakan kegiatan memilih
tindakan atau alternatif-alternatif tertentu dari bermacam-macam
kemungkinan yang dapat ditempuh.
Pembuatan keputusan ialah proses memilih suatu alternatif cara
bertindak dengan metode yang efisien sesuai dengan situasi. Proses ini
untuk menemukan dan menyelesaikan masalah organisasi. Pernyataan ini
menegaskan bahwa mengambil keputusan memerlukan satu seri tindakan,
membutuhkan beberapa langkah. Dapat saja langkah-langkah itu terdapat
dalam pikiran seseorang yang sekaligus mengajaknya berpikir sistematis.
Dalam dunia manajemen atau dalam kehidupan organisasi, baik swasta
maupun pemerintah, proses atau seri tindakan itu lebih banyak tampak
dalam barbagai diskusi.
Suatu aturan kunci dalam pembuatan keputusan ialah “sekali kerangka
yang tepat sudah diselesaikan, keputusan harus dibuat” (Brinckloe,et
al.,1977)20. Dan sekali keputusan dibuat sesuatu mulai terjadi. Dengan
kata lain, keputusan mempercepat diambilnya tindakan, mendorong
lahirnya gerakan dan perubahan (Hill, et al.,1979)21. Jadi, aturan ini
menegaskan bahwa harus ada tindakan yang dibuat kalau sudah tiba
20
Brinckloe, William D., dan Coughlin, Mary T.”Managing Organization”, dalam Salusu,
Pengambilan Keputusan StrategikUntuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta,
PT.Gramedia Widiasarana Indonesia,1996, hal.48. 21
Percy, Hill.” Making Decisions”, dalam Salusu, Pengambilan Keputusan
StrategikUntuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta, PT.Gramedia Widiasarana
saatnya dan tindakan itu tidak dapat ditunda. Sekali keputusan dibuat,
harus diberlakukan dan kalau tidak, sebenarnya ia bukan keputusan, tetapi
lebih tepat dikatakan suatu hasrat, niat yang baik (Drucker, 1967:
Hoy,1978)22.
Untuk suksesnya pembuatan keputusan ini maka “sepuluh hukum”
hubungan kemanusiaan (Siagian,1988)23 hendaknya menjadi acuan dari
setiap pembuatan keputusan yaitu:
1. Harus ada sinkronisasi antara anggota organisasi tersebut.
2. Harus ada suasana dan iklim kerja yang menggembirakan
3. Interaksi antara atasan dan bawahan hendaknya memadu
informalitas dengan formalitas
4. Manusia tidak boleh diperlakukan seperti mesin
5. Kemampuan bawahan harus dikembangkan terus hingga titik yang
optimum.
6. Pekerjaan dalam organisasi hendaknya bersifat menantang.
7. Hendaknya ada pengakuan dan penghargaan terhadap mereka yang
berprestasi.
8. Kemudahan-kemudahan dalam pekerjaan hendaknya diusahakan
untuk memungkinkan setiap orang melaksanakan tugasnya dengan
baik.
22
Peter, Drucker.” Eksekutif Yang Efektif”, dalam Salusu, Pengambilan Keputusan
StrategikUntuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta, PT.Gramedia Widiasarana
Indonesia,1996, Loc.Cit. 23
Sondang Siagian.” Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan”, dalam Salusu,
Pengambilan Keputusan StrategikUntuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta,
9. Sehubungan dengan penempatan, hendaknya di gunakan prinsip
the right man on the right place.
10.Tingkat kesejahteraan hendaknya juga diperhatikan antara lain
dengan pemberian balas jasa yang setimpal.
5.1.4. Teknik Pembuatan Keputusan
Pembuatan keputusan meliputi antara lain hal-hal yang berhubungan
dengan pengumpulan fakta. Berbagai teknik dapat digunakan untuk
mengumpulkan informasi mengenai suatu masalah, tetapi dapat juga
dengan menggantungkan diri para ahli atau konsultan. Cara apapun
dipakai tidak ada yang murni objektif, tetapi selalu mengandung unsur
bias pada pihak pembuat keputusan karena tergantung pada nilai
keputusan dan pada penerimaan informasi tertentu sebagai fakta.
Teknik pembuatan keputusan yang diperkenalkan didalam berbagai
literatur cukup bervariasi tetapi pada umumnya dapat dikelompokkan
kedalam dua jenis, yaitu teknik tradisional dan teknik modern. Untuk
setiap klasifikasi keputusan yang sudah dijelaskan terlebih dahulu, dapat
digunakan teknik – teknik yang berbeda sebagai mana yang di kemukakan
oleh McGrew sebagai berikut24:
1. Keputusan terprogram
Tradisional :
a) Kebiasaan
b) Pekerjaan rutin sehari – hari: Prosedur operasional yang baku
24
c) Struktur organisasi: ada harapan bersama melalui perumusan sub – sub
tujuan dengan menggunakan saluran informasi yang terumus dengan
jelas.
Modern :
a) Risert operasional, analisis metematik, model-model, simulasi
komputer
b) Proses data elektronik
2. Keputusan tidak terprogram.
Tradisional:
a) Heuristic yaitu mendorong seseorang untuk mencari dan menemukan
sendiri intuisi, kreativitas.
b) Rule of thumbs yaitu suatu prosedur praktis yang tidak menjamin
penyelesaian optimal.
c) Dengan seleksi dan latihan bagi para eksekutif.
Modern:
a) Menyelenggarakan pelatihan bagi para pengambil keputusan.
b) Dengan menciptakan program – program computer.
5.1.5. Pendekatan Terhadap Pembuatan Keputusan
Hingga saat ini berbagai model tentang pendekatan terhadap pembuatan
keputusan telah di perkenalkan oleh para ahli teori pengambilan
keputusan. Diantaranya model McGrew yang melihat ada tiga pedekatan
yaitu25 :
25
1. Pedekatan proses pengambilan keputusan rasional memberikan
perhatian utama pada hubungan antara keputusan dengan tujuan dan
sasaran dari pengambilan keputusan. Suatu keputusan dapat dikatakan
rasional bila ia dapat dijelaskan dan dibenarkan dengan berusaha
mengaitkannya dengan sasaran dari pengambilan keputusan. Dengan
kata lain, keputusan itu dibuat untuk memenuhi maksud dari
pengambilan keputusan. Individu sebagai pengambil keputusan akan
menyusun urut-urutan tujuan dan sasaran yang dikehendaki sebelum ia
membeberkan alternatif yang akan dipilih. Prinsip ini juga akan
berlaku dalam satu kelompok yang bertugas mengambil keputusan,
seperti sering terlihat dalam kalangan pemerintah. Kelompok
merupakan satu kesatuan kohesif yang bertugas merancang keputusan
untuk memaksimalkan kebahagiaan dari masyarakat terhadap tujuan
keputusan.
2. Model proses organisasional menangani masalah yang jelas tampak
perbedaannya antara pengambilan keputusan individu dan organasai.
Disini organisasi tidak dapat disamakan dengan individu bahkan tidak
dapat dianggap sebagai super-individu yang memiliki kemampuan
yang lebih besar dalam menangani informasi. Depertemen atau bagian
dalan satu organisasi tidak akan pernah menyusun peringkat yang sama
tentang tujuan dan sasaran bahkan mereka juga berbeda dalam
mempertimbangkan cara-cara untuk mencapai tujuan masing-masing.
ketidakpastian dapat dikurangi dan agar mereka yang bekerja dalam
organisasi itu dapat melaksanakan pekerjaan secara rutin.
3. Model tawar-menawar politik melihat kedua pendekatan itu
mengatakan bahwa pengambilan keputusan kolektif sesungguhnya
dilaksanakan melalui tawar-menawar. Memang dalam suatu kelompok,
tiap-tiap individu mungkin sudah memberi alasan-alasan atau
perhitungan rasional dan berbagai pedoman dan aturan organisasi
sudah ditampilkan. Namun patut diketahui bahwa hasil akhir dari
keputusan itu sesungguhnya tergantung pada proses “ memberi dan
menerima ” diantara individu dalam kelompok tersebut. Dengan
demikian, keputusan sebagai hasil akhir lebih merupakan keputusan
politik.
5.1.6. Penyempurnaan Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Calon Bupati Dan/Atau Wakil Bupati, Walikota Dan/Atau Wakil Walikota Dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Adapun yang menjadi petunjuk pelaksanaan Pemilihan Calon Bupati
Dan/Atau Wakil Bupati, Walikota Dan/Atau Wakil Walikota Dari Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan adalah keputusan DPP PDI-P Nomor.
024/KPTS/DPP/VII/2005 yaitu sebagai berikut:
1. Yang dimaksud dengan petunjuk pelaksanaan dalam surat keputusan
ini adalah aturan partai tentang tata cara penjaringan, verifikasi,
Walikota Dan/Atau Wakil Walikota Dari Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan.
2. Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota
adalah pemilihan Bupati dan wakil Bupati dan Walikota dan Wakil
Walikota sebagaimana yang dimaksud dengan UU 32 tahun 2004 dan
peraturan pelaksanaannya.
3. Penjaringan adalah penampungan aspirasi masyarakat yang dilakukan
oleh partai untuk menghimpun nama-nama bakal calon Bupati
Dan/Atau Wakil Bupati, Walikota Dan/Atau Wakil Walikota
berdasarkan kriteria peraturan perundangan dan peraturan partai yang
berlaku.
4. Verifikasi adalah penelitian terhadap seluruh kelengkapan persyaratan
bakal calon Bupati Dan/Atau Wakil Bupati, Walikota Dan/Atau Wakil
Walikota, berdasarkan ketentuan UU RI No. 32 tahun 2004 dan
peraturan partai dilakukan oleh tim verifikasi yang dibentuk oleh DPD
dan DPC partai sebelum pelaksanaan Rakercabsus.
5. Penyaringan adalah seleksi bakal calon Bupati Dan/Atau Wakil Bupati,
Walikota Dan/Atau Wakil Walikota melalui mekanisme rakercabsus
partai.
6. Rakercabsus adalah rapat kerja cabang yang khusus diselenggarakan
untuk menyaring bakal calon Bupati Dan/Atau Wakil Bupati, Walikota
7. Penetapan bakal calon Bupati Dan/Atau Wakil Bupati, Walikota
Dan/Atau Wakil Walikota ditetapkan oleh DPP partai melalui rapat
DPP partai.
8. Rapat DPC partai adalah rapat pengurus DPC partai yang dihadiri oleh
sekurang-kurangnya lebih dari setengah jumlah pengurus partai,
diselenggarakan khusus untuk membahas proses pencalonan bakal
calon Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota di
wilayahnya.
9. Rapat DPD partai adalah rapat pengurus DPD partai yang dihadiri oleh
sekurang-kurangnya lebih dari setengah jumlah pengurus partai,
diselenggarakan khusus untuk membahas proses pencalonan bakal
calon Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota di
wilayahnya.
10.Rekomendasi DPP adalah keputusan DPP partai tentang persetujuan
dan penetapan calon Bupati Dan/Atau Wakil Bupati, Walikota
Dan/Atau Wakil Walikota.
5.2. Partai Politik
5.2.1. Pengertian Partai Politik
Pengertian partai politik menurut Carl J. Friedrich adalah sekelompok
manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau
mempertahankan penguasaan terhadap pemerintah bagi pimpinan
partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota
Kemudian lebih lanjut R. H. Soltau mendefenisikan partai politik
adalah sekelompok warga Negara yang sedikit banyak terorganisir, yang
bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan
kekuasaannya untuk memilih bertujuan untuk menguasai pemerintahan
dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.
Defenisi partai politik juga dikemukakan oleh Sigmund Neuman.
Partai politik menurut Neuman adalah organisasi dari aktivis-aktivis
politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta
merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan
atau golobngan-golongan lainnya yang mempunyai pandangan berbeda26.
Huszar dan Stevenson mengemukakan bahwa partai politik adalah
sekelompok orang yang terorganisir serta berusaha untuk mengendalikan
pemerintahan agar supaya dapat melaksanakan program-programnya dan
menempatkan anggota-anggotanya dalam jabatan-jabatan pemerintahan27.
5.2.2. Fungsi Partai Politik
Setelah mengetahui defenisi partai politik menurut beberapa tokoh maka
dapat pula dirumuskan tentang fungsi-fungsi partai politik. Fungsi utama
partai politik ialah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna
mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi
tertentu. Cara yang digunakan oleh suatu partai politik dalam sistem
politik demiokratis untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan
ialah ikut serta dalam pemilihanan umum. Ketika melaksanakan fungsi itu
26
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal. 161-162.
27
partai politik dalam sistem politik demokrasi melakukan tiga kegiatan.
Adapun ketiga kegiatan itu meliputi seleksi calon-calon, kampanye dan
melaksanakan fungsi pemerintahan (legislative dan/atau eksekutif).
Apabila kekuasaan untuk memerintah telah diperoleh maka partai politik
itu berperan pula sebagai pembuat keputusan politik. Partai politi yang
tidak mencapai mayoritas di badan perwakilan rakyat akan berperan
sebagai pengontrol terhadap partai mayoritas. Berikut ini dikemukakan
sejumlah fungsi partai politik28 :
5.2.2.1. Fungsi Sosialisai Politik..
Yang dimaksud dengan sosialisasi politik ialah proses
pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat.
Melalui proses sosialisasi politik inilah para anggota masyarakat
memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang
berlangsung dalam masyarakat. Proses ini berlangsung seumur hidup
yang diperoleh secara sengaja melalui pendidikan formal, nonformal
dan informal. Dari segi metode penyampaian pesan, sosialisasi
politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik.
Pendidikan politik merupakan suatu proses dialog diantara penerima
dan pemberi pesan melalui proses para anggota masyarakat
mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma dan
symbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik
dan indoktrinasi politik ialah proses sepihak ketika penguasa
memobilisasi dan memanipulsi warga masyarakat untuk menerima
28
nilai, norma dan simbol yang dianggap pihak berkuasa sebagai ideal
dan baik.
5.2.2.2. Fungsi Rekrutmen Politik
Rekrutmen politik adalah seleksi dan pemilihan atau seleksi
dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk
melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya
dan pemerintah pada khususnya. Fungsi ini semakin besar porsinya
manakala partai politik itu merupakan partai tunggal seperti dalam
sistem politik totaliter, atau manakalapartai ini merupakan partai
mayoritas dalam badan perwakilan rakyat sehingga berwenang
membentuk pemerintahan dalam sistem politik demokrasi. Fungsi
rekrutmen merupakan kelanjutan dari fungsi mencari dan
mempertahankan kekuasaan. Selain itu, fungsi rekrutmen politik
sangat penting bagi kelangsungan sistem politik sebab tanpa elit
yang mampu melaksanakan peranannya kelangsungan hidup sistem
politik akan terancam.
5.2.2.3. Fungsi Partisipasi Politik
Partisipasi politi ialah kegiatan warga Negara biasa dalam
mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan
umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan. Dalam
hal ini, partai politik mempunyai fungsi untuk membuka
kesempatan, mebdorong dan mengajak para anggota dan anggota
masyarakat yang lain untuk menggunakan partai politik sebagai
merupakan wadah partisipasi politik. Fungsi ini lebih tinggi porsinya
dalam sistem politik demokrasi daripada dalam sistem politik
totaliter karena dalam sistem politik yang terakhir ini lebih
mengharapkan ketaatan dari para warga daripada aktifitas mandiri.
5.2.2.4. Fungsi Pemadu Kepentingan
Dalam masyarakat terdapat sejumlah kepentingan yang
berbeda bahkan acap kali bertentangan. Untuk menampung dan
memadukan berbagai kepentingan yang berbeda bahkan
bertentangan maka partai politik dibentuk. Kegiatan menampung,
menganaliasis dan memadukan berbagai kepentingan yang berbeda
bahkan bertentangan menjadi berbagai alternatif kebijakan umum,
kemudian diperjuangkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan
keputusan politik. Itulah yang dimaksud dengan fungsi pemadu
kepentingan. Sebagaimana dikemukakan diatas fungsi ini merupakan
salah satu fungsi utama partai politik sebelum mencari dan
mempertahankan kekuasaan. Fungsi ini sangat menonjol dalam
sistem politik demokrasi karena dalam sitem politik totaliter
kepentingan dianggap seragam maka partai politil dalam sistem ini
kurang melaksanakan fungsi pemadu kepentingan. Alternatif
kebijakan umum yang diperjuangkan oleh partai tunggal dalam
sistem politik totaliter lebih banyak merupakan tafsiran atas ideology
digunakan sebagai cara memandang permasalahn dan perumusan
5.2.2.5. Fungsi Komunikasi Politik
Komunikasi politik ialah proses penyampaian informasi
mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari
masyarakat kepada pemerintah. Dalam hal ini, partai politik
berfungsi sebagai komunikator politik yang tidak hanya
menyampaikan segala keputusan dan penjelasan pemerintah kepada
masyarakat sebagaimana diperankan oleh partai politik di negara
totaliter tetapijuga menyampaikan aspirasi dan kepentingan berbagai
kelompok masyarakat kepada pemerintah. Keduanya dilaksanakan
oleh partai politik dalam sistem politik demokrasi. Dalam
melaksanakan fungsi ini partai politik tidak menyapikan begtitu saja
segala informasi dari pemerintah kepada masyarakat atau dari
masyarakat kepada pemerintah, tetapi merumuskan sedemikian rupa
sehingga penerima informasi ( komunikan) dapat dengan mudah
memahami dan memanfaatkan. Dengan demikian, segala kebijakan
pemerintah yang biasanya dirumuskan dalam bahsa teknis dapat
diterjemahkan oleh partai politik ke dalam bahasa yang dapat
dipahami oleh pemerintah dan masyarakat. Jadi proses komunikasi
politik antara pemerintah dan masyarakat dapat berlangsung secara
efektif melalui partai politik.
5.2.2.6. Fungsi Pengendali Konflik
Konflik yang dimaksud disini dalam arti yang luas, mulai
dari perbedaan pendapat sampai pada pertikaian fisik antar individu
warga negara atau kelompok masyarakat berhak menyampaikan dan
memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya sehingga konflik
merupakan gejala yang sukar dielakkan. Akan tetapi suatu sistem
politik hanya akan mentoloerir konflik yang tidak menghancurkan
dirinya sehingga permasalahannya bukan menghilangkan konflik itu,
melainkan mengendalikan konflik melalui lembaga demokrasi untuk
mendapatkan penyelesaian dalam bentuk keputusan politik. Partai
politik sebagai salah satu lembaga demokrasi berfungsi untuk
mengendalikan konflik melalui cara berdialog dengan pihak-pihak
yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan
kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik dan membawa
permasalahan kedalam musyawarah badan perwakilan rakyat untuk
mendapatkan penyelesaian berupa keputusan politik. Untuk
mencapai penyelesaian berupa keputusan itu diperlukan kesediaan
berkompromi diantar para wakil rakyat, yang berasal dari
partai-partai politik. Apabila partai-partai-partai-partai politik keberatan untuk
mengadakan kompromi maka partai politik bukan hanya
mengendalikan konflik, melainkan menciptakan konflik dalam
masyarakat.
5.2.2.7. Fungsi Kontrol Politik
Kontrol politik ialah kegiatan untuk menunjukkan kesalahn,
kelemahan dan penyimpangan dalam isi suatu kebijakan atau
dalampelaksanaan kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh
harus ada tolak ukur yang jelas sehingga kegiatan itu berifat relatif
objektif. Tolak ukur suatu control politik berupa nilai-nilai politik
yang dianggap ideal dan baik yang dijabarkan dalam berbagai
kebijakan atau peraturan perundang-undangan. Tujuan kontrol
politik, yakni meluruskan kebijakan atau pelaksanaan kebijakan yang
menyimpang dan memperbaiki yang keliru sehingga kebijakan dan
pelaksanaannya sejalan dengan tolak ukur tersebut. Fungsi kontrol
ini merupakan salah satu mekanisme politik dalam sistem politik
demokrasi untuk memperbaiki dan memperbaharui dirinya secara
terus-menerus. Dalam melaksanakan fungsi kontrol politikl juga
harus menggunakan tolak ukur itu pada dasarnya merupakan hasil
kesepakatan bersama sehingga seharusnya menjadi pegangan
bersama. Dalam sistem cabinet parlementer, kontrol dilakukan oleh
partai politik oposisi terhadap kebijakan partai yang tidak percaya
mendapat dukungan mayoritas dari parlemen.
S. Neumann mengemukakan fungsi-fungsi partai politik yang terdiri dari tiga tingkatan: first, at the level of the society as a whole, political parties are general mechanism by which conflicts are handled,…second, at the level of political system, parties are the institusions within which policies can be formulated…finaly, at the level of dailly political life, parties play a major part in recruitment of the “political class” ( pertama, pada tingkatan masyarakat secara keseluruhan, partai politik adalah sebuah mekanisme umum yang berupaya menagani konflik yang terjadi di dalam masyarakat,…kedua, pada tingkatan sistem politik, partai politik adalah institusi yang berfungsi menformulasikan kebijakan publik,…ketiga, pada tingkatan kehidupan politik, partai politik memainkan peran utama dalam rekrutmen politik bagi kandidat-kandidat terpilih agar menempati jabatan-jabatan publik )29.
29
5.2.3. Sistem Kepartaian
Sistem kepartai ada kaitannya dengan judul skripsi dimana dalam
judul tersebut dipaparkan pembuatan keputusan pada partai politik dalam
Pilkada. Dimana dalam hal ini partai politik merupakan kendaraan
politik yang mengusung calon Kepala Daerah.
Sistem kepartain adalah pola perilaku dan interaksi di antara
sejumlah partai politik dalam suatu sistem politik. Maurice Duverger30
menggolongkan sistem kepartaian menjadi tiga, yaitu sistem partai
tunggal, sistem dwi partai dan sistem banyak partai. Penggolongan
sistem kepartaian berdasarkan jumlah partai dapat dikemukakan seperti
berikut. Bentuk partai tunggal (totaliter,otoriter dan dominant), sistem
dua partai dominan dan bersaing dan sistem banyak partai. Dalam
Negara yang menerapkan bentuk partai tunggal totaliter terdapat satu
partai yang tak hanya memegang kendali atas militer dan pemerintahan,
tetapi juga mengguasai seluruh aspek kehidupan masyarakat. Partai
tunggal totaliter biasanya merupakan partai doktriner dan diterapkan di
negara-negara komunis dan fasis.
Bentuk partai tunggal otoriter ialah suatu sistem kepartaian yang
didalamnya terdapat lebih dari satu partai tetapi terdapat satu partai besar
yang digunakan oleh penguasa sebagai alat memobilasi masyarakat dan
mengesahkan kekuasaannya, sedangkan partai-partai lain kurang dapat
menampilkan diri karena ruang gerak dibatasi penguasa. Bentuk partai
tunggal otoriter biasanya diterapkan dinegara-negara berkembang yang
30
menghadapi masalah intergrasi nasional dan keterbelakangan ekonomi.
Partai tunggal yang otoriter digunakan sebagai wadah persatuan segala
lapisan dan golongan masyarakat, dan sebagai wadah persatuan segala
lapisan dan golongan masyarakat dan sebagai alat memobilisasi
masyarakat untuk mendukung kebijakan yang dibuat penguasa. Apabila
dalam bentuk partai tunggal otoriter, partailah yang menguasai partai.
Partai Uni Nasional Tanzania ( UNAT), Partai Aksi Rakyat Singapura
merupakan contoh partai totaliter.
Bentuk partai tunggal dominan tetapi demokratis ialah suatu sistem
kepartaian yang di dalamnya terdapat lebih dari satu partai, namun satu
partai saja yang dominan ( secara terus menerus mendapat dukungan
untuk berkuasa), sedangkan partai-partai lain tidak mampu menyaingi
partai yang dominan, walaupun terdapat kesempatan yang sama untuk
mendapatkan dukungan melalui pemilihan umum. Partai yang dominan
itu biasanya lebih dahulu muncul untuk membina bangsa dan
mengorganisasikan pembangunan ekonomi, dibandingkan dengan
partai-partai lain yang muncul beberapa dekade kemudian untuk megoreksi dan
menyaingi partai dominan. Ketika partai-partai oposisi muncul, partai
dominan sudah berakar dalam masyarakat dan organisasinya sudah
melembaga. Partai Liberal di Jepang merupakan contoh partai dominant
tetapi demokratik.
Sistem dua partai bersaing merupakan suatu sistem kepartaian yang
didalamnya terdapat dua partai yang bersaing untuk mendapatkan dan
sistem ini terdapat pembagian tugas yaitu partai yang memenangkan
pemilu memerintah dan partai yang kalah beroperan sebagai kekusaan
oposisi yang loyal sebagai control atas partai yang menag. Negara yang
menerapkan sistem dua partai bersaing adalah Amerika (Partai Republik
dan Partai Buruh) dan Australia ( Partai Liberal dan Partai Buruh).
Sistem banyak partai merupakan suatu sistem yang terdiri atas
lebih dari dua partai yang dominan. Sistem ini merupakan produk dari
masyarakat yang majemuk, baik cultural maupun social ekonimi.karena
bnayak partai yang bersaing dalam Pemilu maka yang sering terjadi
adalah pemerintahan koalisi dengan dua atau lebih partai secara
bersama-sama mencapai mayoritas di parlemen. Untuk mencapai
konsensus diantara partai yang berkoalisi itu memerlukan tawar
menawar dalam hal program dan kedudukan menteri.
Selain itu partai politik juga dapat diklasifikasikan menurut
komposisi anggotanya yaitu31:
a. Partai Massa
Partai massa mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan
jumlah anggota, oleh karena itu biasana terdiri dari
pendukung-pendukung dari berbagai aliran politik dalam masyarakat yang
memiliki ideology dan tujuan yang sama. Kelemahan darai partai
massa adalah bahwa masing-masing aliran atau kelompok yang
menjadi anggotanya cenderung untuk memaksakan kepentingan
masing-masing sehingga persatuan partai menjadi lemah atau
31
hilang sama sekali sehingga salah satu golongan memisahkan diri
dan mendirikan partai baru.
b. Partai Massa
Kekuatan partai ini adalah terletak pada keketatan organisasi
dan disiplin kerja dari anggota-anggotanya. Pimpinan partai
biasanya menjaga kemurnian doktrin politik yang dianut dengan
jalan mengadakan seleksi terhadap calon anggotanya dan memecat
anggota yang menyeleweng dari garis partai yang telah ditetapkan.
5.2.4. Rekrutmen Pada Partai politik
Rekrutmen politik merupakan proses dimana partai mencari
anggota baru dan mengajak orang yang berbakat untuk berpartisipasi
dalam proses politik melalui organisasi-organisasi massa yang
melibatkan golonggan-golonggan tertentu, seperti golonggan buruh,
petani, pemuda dan sebagainya. Hal ini seperti yang ditegaskan oleh
Mochtar Mas’oed bahwa rekrutmen politik merupakan fungsi penyeleksi
rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintah melalui penampilan
dalam media komunikasi, menjadi anggota oeganisasi, mencalonkan diri
untuk jabatan tertentu, pendidikan dan ujian32.
Sistem rekrutmen politik menurut Nazaruddin Syamsudin dibagi
menjadi dua cara33: pertama, rekrutmen terbuka yaitu dengan
menyediakan dan memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh
warga negara untuk ikut bersaing dalam proses penyeleksian. Dasar
32
Hesel Nogi Tangkilisan, Kebijakan Publik Yang Membumi, Yayasan Pembaruan Adminstrasi Publik Indonesia & Lukman Offset, 2003, hal. 188
33
penilaian dilaksanakan melalui proses dengan syarat-syarat yang telah
ditentukan, melalui pertimbangan-pertimbangan yang objektif rasional,
dimana setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi jabatan politik
yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam
melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan baik jabatan politik maupun
administrasi atau pemerintah. Kedua, rekrutmen tertutup, yaitu adanya
kesempatan untuk masuk dan dapat menduduki posisi politik tidaklah
sama bagi setiap warga negara, artinya hanya individu-individu tertentu
yang dapat direkrut untuk menempati posisi dalam politik maupun
pemerintah. Dalam cara yang