• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Keputusan Rekrutmen politik : Suatu Studi Terhadap Pembuatan Keputusan Rekrutmen Politik Partai Politik PDI Perjuangan Dalam Rangka Pilkada Kota Pematangsiantar 2005

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembuatan Keputusan Rekrutmen politik : Suatu Studi Terhadap Pembuatan Keputusan Rekrutmen Politik Partai Politik PDI Perjuangan Dalam Rangka Pilkada Kota Pematangsiantar 2005"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN KEPUTUSAN REKRUTMEN POLITIK:

SUATU STUDI TERHADAP PEMBUATAN KEPUTUSAN REKRUTMEN POLITIK PARTAI POLITIK PDI PERJUANGAN DALAM RANGKA

PILKADA KOTA PEMATANGSIANTAR 2005

SKRIPSI

DIAJUKAN GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Oleh

RAHMAWANA SARAGIH 030906009

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk diperbanyak oleh : Nama : Rahmawana Saragih

Nim : 030906009

Departemen : Ilmu Politik

Judul : Pembuatan Keputusan Rekrutmen politik : Suatu Studi Terhadap

Pembuatan Keputusan Rekrutmen Politik Partai Politik PDI Perjuangan Dalam Rangka Pilkada Kota Pematangsiantar

2005

Medan, 20 Februari 2008

Ketua Departemen

(Drs. Heri Kusmanto, M.A) Nip. 132215084

Pembimbing I Pembaca

(Drs. P. Anthonius, M.Si) (Drs.Zakharia Taher)

Nip. 131485245 Nip. 131568358

Dekan FISIP USU

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan panitia penguji skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara :

Dilaksanakan pada : Hari/Tanggal : Pukul : Tempat :

Tim Penguji

Ketua Penguji : ___________________ (_____________________) Nip.

Anggota : Drs. P. Anthonius, M.Si (_____________________) Nip. 131485245

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus atas kasih dan karunianya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Adapun yang menjadi judul skripsi ini adalah “PEMBUATAN KEPUTUSAN REKRUTMEN

POLITIK: SUATU STUDI TERHADAP PEMBUATAN KEPUTUSAN REKRUTMEN POLITIK PARTAI POLITIK PDI-P DALAM RANGKA PILKADA KOTA PEMATANGSIANTAR 2005” skripsi ini disusun

berdasarkan penelitian dengan bentuk diskripsi kwalitatif yaitu menggambarkan keadaan yang sebenarnya dengan sumber atau fakta yang berasal dari Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pematangsiantar dan KPUD Pematangsiantar.

Sejak tahun 2005 Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat hal ini merupakan perwujudan dari sebuah demokrasi di daerah dimana calon Kepala Daerah diusung oleh partai politik yang telah ditetapkan oleh UU No 32 tahun 2004 dan PP No.6 tahun 2005 sebagai satu-satunya jalan untuk dapat mencalonkan Kepala daerah. Dalam menentukan calon Kepala Daerah yang diusung tentunya setiap Partai Politik memiliki mekanisme pengambilan keputusan yang berbeda-beda. PDIP sebagai salah satu partai politik yang turut berperan dalam mencalonkan Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar tentunya juga memiliki mekanisme pengambilan keputusan.

Penulisan skripsi ini menyajikan tentang proses pembuatan keputusan dan rekrutmen politik yang dilakukan oleh PDIP dalam menentukan calon Walikota dan Wakil Walikota yang akan diusung dalam Pilkada Pematangsiantar tahun 2005. Adapun mekanisme pengambilan keputusan pada PDIP yang harus dilalui oleh pasangan bakal calon adalah penjaringan, verifikasi, penyaringan dan penetapan oleh DPP PDIP.

(5)

1. Drs. Anthonius Sitepu, Msi selaku Dosen Pembimbing Skripsi 2. Drs. Zakaria Taher selaku Dosen Pembaca

3. Drs. Heri Kusmanto,MA selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. DR. M. Arif Nasution, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Staf pengajar dan Pegawai di Departemen Ilmu Politik.

6. Ronsen Purba selaku Sekretaris DPC PDI P Pematangsiantar, Saidi Lubis selaku Wakil Sekretaris DPC PDI P Pematangsiantar, Imaran Simanjutak selaku Wakil Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi DPC PDI P Pematangsiantar, Sahat Simangunsong selaku Wakil Ketua Keanggotaan dan Organisasi DPC PDI P Pematangsiantar dan seluruh DPC PDI Perjuangan Pematangsiantar yang memberikan informasi dan data-data untuk penyelesaian skripsi ini.

7. KPU Kodya Pematangsiantar yang memberikan informasi dan data-data untuk penyelesaian skripsi ini.

8. Kedua orangtua yang sangat dikasihi penulis Henry Saragih dan Roselina Tondang serta Adek-adekku Wita, Ridho ‘n Dea yang selalu menyertai penulis dalam doa dan yang tak henti-hentinya memberikan nasehat dan motifasi you’re my life and spirit ……..

9. Kepada Sumbayak ‘n Tondang Family thank you for love and support 10.B’Mean Thanks atas masukan dan bantuannya dari awal hingga selesainya

penulisan skripsi ini.

11.Sarjani, Novita ‘n Ervi atas kebersamaannya selama ini yang bagi penulis sangat berarti Thanks for all……

12.Rekan-rekan saya di GMKI Komisariat FISIP Serthu, Sas 3, Nzus, dO2, Martin, Jhon, Heri, Nando, Lusi, Icha, b’Zidane(atas masukkan judulnya), b’Ganda, b’charles, k’eva, k’ronna, k’santi deelel yang tidak dapat dituliskan penulis satu persatu UT OMNES UNUM SINT Chaiooooo……..

13.Kepada Team R29 atas semangatnya.

(6)

Penulis sudah berusaha maksimal dalam penulisan skripsi ini, namun demikian penulis sadar masih banyak ketidak sempurnaan di dalamnya oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan kedepannya dan sebagai pertimbangan untuk penulisan ilmiah dimasa yang akan datang. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, 20 Februari 2008 Penulis

(7)

PEMBUATAN KEPUTUSAN REKRUTMEN POLITIK:

SUATU STUDI TERHADAP PEMBUATAN KEPUTUSAN REKRUTMEN POLITIK PARTAI POLITIK PDI PERJUANGAN DALAM RANGKA

PILKADA KOTA PEMATANGSIANTAR 2005

Nama : Rahmawana Saragih Nim : 030906009

ABSTRAKSI

Dengan ditetapkan dan dilaksanakannya UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan PP no 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan dan Pemberhentian Kepala Daerah, maka Kepala Derah dipilih secara langsung oleh rakyat hal ini menandai babak baru dalam sejarah politik di Indonesia. Dalam UU No.32 tahun 2004 dan PP no 6 tahun 2005 diatur tentang mekanisme pemilihan kepala daerah yang hanya mengenal satu jalur yakni pencalonan melalui atau oleh partai politik dan atau gabungan partai politik. Partai politik sangat berperan dalam pemilihan kepala daerah hal ini disebabkan bahwa partai politik berfungsi sebagai alat rekrutmen politik.

PDIP sebagai partai pemenang dalam Pemilu legislatif 2004 di kota Pematangsiantar ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan Pilkada tahun 2005. PDIP merupakan partai pemenang pada pemilu legislatif 2004 di Kota Pematangsiantar sehingga dalam Pilkada 2005 PDIP sudah representatif dalam mencalonkan calonnya tanpa melakukan koalisi dengan partai politik lain. Pada proses penetapan calonnya PDIP memiliki mekanisme yang sangat berdinamika, mekanisme keputusan tersebut diatur pada Surat Keputusan DPP PDIP No. 024/KPTS/DPP/VII/2005 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Calon Bupati Dan/Atau Wakil Bupati Dan/Atau Walikota Dan/Atau Wakil Walikota, proses mekanisme pengambilan keputusan tersebut terdiri dari tahapan penjaringan, penyaringan, dan penetapan bakal calon oleh DPP PDIP.

Penelitian ini mengkaji tentang mekanisme pengambilan keputusan dan pola rekrutmen bakal calon Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar melalui DPC PDIP Pematangsiantar. Bentuk penelitian yang digunakan adalah deskriptif kwalitatif yaitu dengan cara menggambarkan fakta sebagaimana adanya melalui data yang diperoleh dari DPC dan KPUD Pematangsiantar.

Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran bahwa aspirasi arus bawah atau grassroot yang diputuskan melalui Rakercab bukanlah menjadi patokan terhadap bakal calon yang akan ditetapkan. Kewenangan tersebut justru berada ditangan DPP PDIP untuk memutuskan nama bakal calon yang akan ditetapkan.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Abstraksi ... vi

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

I. BAB I: PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah ... 13

3. Tujuan Penelitian ... 13

4. Manfaat Penelitian ... 13

5. Kerangka Teori... 14

5.1. Pembuatan Keputusan ... 14

5.1.1. Pengertian Keputusan ... 14

5.1.2. Komponen Keputusan ... 16

5.1.3. Proses Pembuatan Keputusan ... 16

5.1.4. Teknik Pembuatan Keputusan... 20

5.1.5. Pendekatan Terhadap Pembuatan Keputusan ... 21

5.1.6. Penyempurnaan Petunjuk pelaksanaan Pemilihan Calon Bupati Dan/ Atau Wakil Bupati, Walikota Dan/Atau Wakil Walikota Dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ... 23

5.2. Partai Politik ... 25

5.2.1. Pengertian Partai Politik ... 25

5.2.2. Fungsi Partai politik ... 26

5.2.3. Sistem Kepartaian ... 33

5.2.4. Rekrutmen Pada Partai Politik ... 36

5.3. Pemilihan Kepala Daerah Langsung ... 40

5.3.1. Pilkada Langsung Ditinjau dari UU No.22 Tahun 1999 dan UU No. 32 tahun 2004 ... 41

(9)

5.3.3. Jenis Sistem Pencalonan ... 45

5.3.4. Rekrutmen Bakal Calon ... 46

6. Metodologi Penelitian ... 48

7. Sistematika Penulisan... 50

II. BAB II: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 1. Sejarah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ... 51

2. Struktur Organisasi PDI Perjuangan ... 71

3. Kewenangan DPC PDI Perjuangan ... 74

4. Pengambilan Keputusan Pada PDI Perjuangan ... 75

5. Gambaran Umum Pilkada Pematangsiantar... 79

5.1. Tinjauan Umum Kotamadya Pematangsiantar ... 79

5.2. Pelaksanaan Pilkada Pematangsiantar... 80

5.3. Hasil Pilkada Pematangsiantar ... 82

III. BAB III: PENYAJIAN DAN ANALISA DATA 1. Rekrutmen Bakal Calon ... 85

2. Penjaringan Bakal Calon Walikota/ Wakil Walikota ... 87

3. Verifikasi Bakal Calon Walikota/ Wakil Walikota ... 91

4. Penyaringan Bakal Calon Walikota/ Wakil Walikota ... 98

5. Penetapan Bakal Calon Walikota/ Wakil Walikota ... 101

6. Peta Kekuatan PDI P dalam Pilkada Pematangsiantar ... 104

7. Pemilihan Walikota/ Wakil Walikota Kota Pematangsiantar ... 105

IV. BAB IV: KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 111

2. Saran…… ... 112

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 ... 82

Tabel 2 ... 92

Tabel 3 ... 95

Tabel 4 ... 96

Tabel 5 ... 97

Tabel 6 ... 100

Tabel 7 ... 101

Tabel 8 ... 106

Tabel 9 ... 107

Tabel 10 ... 108

(11)

PEMBUATAN KEPUTUSAN REKRUTMEN POLITIK:

SUATU STUDI TERHADAP PEMBUATAN KEPUTUSAN REKRUTMEN POLITIK PARTAI POLITIK PDI PERJUANGAN DALAM RANGKA

PILKADA KOTA PEMATANGSIANTAR 2005

Nama : Rahmawana Saragih Nim : 030906009

ABSTRAKSI

Dengan ditetapkan dan dilaksanakannya UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan PP no 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan dan Pemberhentian Kepala Daerah, maka Kepala Derah dipilih secara langsung oleh rakyat hal ini menandai babak baru dalam sejarah politik di Indonesia. Dalam UU No.32 tahun 2004 dan PP no 6 tahun 2005 diatur tentang mekanisme pemilihan kepala daerah yang hanya mengenal satu jalur yakni pencalonan melalui atau oleh partai politik dan atau gabungan partai politik. Partai politik sangat berperan dalam pemilihan kepala daerah hal ini disebabkan bahwa partai politik berfungsi sebagai alat rekrutmen politik.

PDIP sebagai partai pemenang dalam Pemilu legislatif 2004 di kota Pematangsiantar ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan Pilkada tahun 2005. PDIP merupakan partai pemenang pada pemilu legislatif 2004 di Kota Pematangsiantar sehingga dalam Pilkada 2005 PDIP sudah representatif dalam mencalonkan calonnya tanpa melakukan koalisi dengan partai politik lain. Pada proses penetapan calonnya PDIP memiliki mekanisme yang sangat berdinamika, mekanisme keputusan tersebut diatur pada Surat Keputusan DPP PDIP No. 024/KPTS/DPP/VII/2005 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Calon Bupati Dan/Atau Wakil Bupati Dan/Atau Walikota Dan/Atau Wakil Walikota, proses mekanisme pengambilan keputusan tersebut terdiri dari tahapan penjaringan, penyaringan, dan penetapan bakal calon oleh DPP PDIP.

Penelitian ini mengkaji tentang mekanisme pengambilan keputusan dan pola rekrutmen bakal calon Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar melalui DPC PDIP Pematangsiantar. Bentuk penelitian yang digunakan adalah deskriptif kwalitatif yaitu dengan cara menggambarkan fakta sebagaimana adanya melalui data yang diperoleh dari DPC dan KPUD Pematangsiantar.

Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran bahwa aspirasi arus bawah atau grassroot yang diputuskan melalui Rakercab bukanlah menjadi patokan terhadap bakal calon yang akan ditetapkan. Kewenangan tersebut justru berada ditangan DPP PDIP untuk memutuskan nama bakal calon yang akan ditetapkan.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Setiap hari ataupun setiap menit manusia mengambil keputusan. Membuat

keputusan berarti memilih alternatif terbaik dari berbagai alternatif yang ada,

sedangkan alternatif itu tidak selalu semua mengandung akibat-akibat yang

positif. Dalam menentukan apakah suatu alternatif terbaik daripada alternatif lain

harus ada patokannya. Yang dapat menjadi patokan dalam pengambilan keputusan

politik misalnya ideologi dan konstitusi, undang-undang, tersedia anggaran dan

sumber daya manusia, efektifitas dan efisiensi, etika dan moral yang hidup dalam

masyarakat dan agama. Alternatif keputusan politik secara umum dibagi menjadi

dua, yaitu program-program perilaku untuk mencapai tujuan masyarakat negara

(kebijakan umum) dan orang-orang yang akan menyelenggarakan kebijakan

umum (pejabat pemerintah). Dengan demikian kebijakan umum merupakan

bagian dari keputusan politik.Ciri khas dari keputusan yang keluar dari proses

politik bersifat mengikat (otoritarif), dan dimaksudkan untuk kebaikan bersama

masyarakat umum. Dengan demikian keputusan politik ialah keputusan yang

mengikat, meyangkut dan mempengaruhi masyarakt umum. Hal-hal yang

menyangkut dan mempengaruhi masyarakt umum biasanya diurus dan

diselenggarakan dengan lembaga-lembaga pemerintahan1.

Pembuatan keputusan berada diantara perumusan kebijakan dan

implementasi kedua hal tersebut saling terkait satu sama lain. Keputusan

1

(13)

mempengaruhi implementasi dan implementasi tahap awal mempengaruhi

pembuatan keputusan selanjutnya yang pada gilirannya akan mempengaruhi

implememtasi selanjutnya. Pembuatan keputusan bukanlah merupakan proses

pasif, keputusan adalah proses dan keputusan awal seringkali hanya merupakan

penunjuk arah. Pendefenisian pembuatan keputusan sebagai proses penentuan

pilihan atau pemilihan opsi-opsi maka gagasan tentang keputusan akan

menyangkut satu poin atau serangkaian poin dalam ruang dan waktu ketika

pembuat kebijakkan mengalokasikan nilai-nilai. Pembuatan keputusan dalam

pengertian ini ada diseluruh siklus kebijakan: misalnya keputusan mengenai apa

yang bisa digolongkan sebagai problem, informasi apa yang harus dipilih,

pemilihan strategi untuk mempengaruhi agenda kebijakan, pemilihan cara

mengevaluasi kebijakan. Pada masing-masing poin tersebut terdapat proses

pembuatan keputusan. Beberapa keputusan melibatkan alokasi nilai dan distribusi

sumberdaya melalui perumusan kebijakan atau melalui pelaksanaan program2.

Semua organisasi formal dibentuk oleh kekuatan-kekuatan yang

menyimpang dari struktur dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Setiap

organisasi formal berusaha memobilisasi manusia dan sumberdaya teknis sebagai

alat untuk mencapai tujuannya (Selznick, 1957:251). Selznick menunjukkan

dengan jelas bahwa organisasi adalah alat yang netral dan rasional adalah gagasan

yang jauh dari kenyataan dimana tekanan informal dan linkungan lebih

berpengaruh terhadap pembuatan keputusan ketimbang struktur formalnya.

Keputusan seringkali dibuat lebih demi kepentingan organisasi dari pada mengejar

tujuan kebijakan formal. Beberapa organisasi membentuk dan beberapa lainya

2

(14)

dibentuk. Beberapa organisasi memiliki kapasitas atau sumberdaya untuk

menetukan agenda sendiri, membuat keputusan sendiri akan tetapi beberapa

organisasi lainya memiliki ketergantungan terhadap lingkungan sekitarnya3.

Partai politik merupakan ikon utama demokrasi. Partai politik merupakan

organisasi yang berkecimpung dalam proses politik. Partai politik memiliki tujuan

untuk menaklukkan kekuasaan atau menggambil bagian dalam pelancaran

kekuasaan. Pengisian setiap jabatan politik dilakukan oleh dan melalui partai

politik. Rekrutmen jabatan publik dilakukan melalui seleksi oleh anggota partai

politik yang berada di lembaga perwakilan. Adanya pelaksanaan Pilkadasung di

Indonesia yang pertama sekali diterapkan sejak bulan Juni 2005 memang menjadi

ujian bagi partai politik untuk lebih terbuka atau membuka diri terhadap dinamika

masyarakat. Pemberdayaan masyarakat sipil sebenarnya ditumbuh kembangkan

melalui kemampuan partai politik dalam menarik dukungan dan minat rakyat

untuk berpolitik, dalam arti menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan

secara langsung4.

Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Pilkadasung) merupakan sebuah

langkah besar proses demokratisasi yang memberikan ruang yang luas bagi

partisipasi masyarakat untuk menentukan Kepala Daerah sesuai dengan aspirasi

dan kebutuhan daerah masing-masing, sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan

dari pemerintah nantinya sesuai dengan harapan dan keinginan rakyat pada

umumnya atau dengan kata lain lebih mendekatkan pemerintah kepada rakyat.

Perubahan sistem pemilihan juga telah membawa perubahan hubungan

tata pemerintahan antar pusat dan daerah. pendelegasian kekuasaan dari pusat

3

Parsons., Ibid., hal 326-327. 4

(15)

kedaerah tidak lagi terbatas pada kewenangan yang bersifat administratif tapi

telah bergeser kearah yang lebih maju yaitu kewenangan politik. Pemimpin daerah

tidak lagi menjadi pemimpin yang bersifat administratif perwakilan pemerintah

pusat tapi juga menjadi pemimpin politik diderah karena dipilih dan mendapatkan

legitimasi politik yang kuat dari rakyat. Kenyataan ini sejalan dengan pengertian

bahwa desentralisasi adalah transfer kekuasaan politik tidak hanya terbatas pada

pendelegasian sebagai otoritas pusat kepada daerah secara adminstratif.

Pilkadasung menjadi isu sentral dalam diskursus politik nasional dan dipandang

sebagai bagian dari proses perwujudan otonomi daerah. Pelaksanaannya menjadi

momentum yang sangat penting bagi proses demokratisasi politik di tingkat lokal.

Rakyat dan lembaga daerah akan terlibat langsung dalam menggelola Pilkada

nantinya5.

Tujuan dari diselenggarakannya Pilkada adalah untuk menciptakan tertib

politik dan konsolidasi demokrasi ditingkat lokal. Konsolidasi demokrasi sering

diilustrasikan sebagai transisi politik yang diidentifikasi melalui berfungsinya

rezim politik baru hasil pemilu demokratis secara terlembaga. Konsolidasi diawali

pada saat lembaga-lembaga dan tata politik yang baru diorganisir menurut aturan

permainan. Dalam demokrasi yang terkonsolidasi para pemain politik, elit atau

masyarakat pada umumnya harus bermain dalam lingkaran demokrasi6. Selain itu

tujuan Pilkadasung juga adalah mewujudkan otonomi daerah. Carut-marutnya

pelaksanaan Otonomi Daerah sejak 1999 terutama dalam kaitanya dengan

pemilihan kepala daerah oleh DPRD seringkali menjerumuskan politik lokal

dalam kubangan politik uang di antara partai politik. Pilkadasung kemudiaan

5

Phenie Chalid(ed), Pilkada Langsung, Demokratisasi Daerah Dan Mitos Good

Governance, Jakarta, Partnership Kemitraan, 2005, hal. 2.

6

(16)

dianggap sebagai solusi untuk mengeleminir masalah tersebut. Dengan

memberikan hak pilih secara langsung kepada masyarakat, setidaknya beberapa

aspek demokratisasi politik lokal terpenuhi yaitu: meningkatnya partisipasi

politik rakyat, meningkatnya kompetisi politik, meningkatnya legitimasi politik

kepala daerah, serta meningkatnya akuntabilitas politik.

Implementasi otonomi daerah telah membawa kemajuan bagi

pekembangan demokrasi di tingkat lokal. Pelaksanaan Pilkada langsung secara

optimistik dapat dikatakan sebagai bentuk pengukuhan terhadap otonomi rakyat di

daerah dalam menentukan kepala pemerintahan. Idealnya pemerintahan yang

dipilih langsung dan memiliki legitimasi politik yang kuat akan melaksanakan

fungsi sesuai dengan aspirasi masyarakat, karena spirit dari Pilkada langsung

adalah mendekatkan pemerintah kepada rakyat7. Salah satu aspek yang

diharapkan dengan diselenggarakanya Pilkada secara langsung adalah

peningkatan kualitas good governance. Asumsinya adalah dengan Pilkada secara

langsung diharapkan akan terbangun eksekutif didaerah yang tidak saja

representative dan aspiratif tetapi juga akuntabel terhadap publik di daerah.

Dalam sejarah perundangan di Indonesia, paling tidak tercatat ada tiga

buah Undang-undang yang memiliki makna penting dalam otonomi daerah dan

Pilkada di Indonesia. Ketiga Undang-Undang tersebut yaitu:

Pertama: UU No.5 Tahun 1974 tentang pemerintahan daerah merupakan

aturan legal menjadi acuan dalam hubungan pusat-daerah selama pemerintahan

orde baru. Undang-undang itu membangun suatu defenisi penting mengenai

daerah otonom dan mungkin hanya itu keunggulan yang dimiliki olehnya.

7

(17)

Kerancuan mengenai apa yang dimaksud dengan pemerintahan daerah sudah

tampak dari defenisinya yang menempatkan DPRD sebagai bagian dari

pemerintah daerah. Logika seperti dikatakan rancu karena dalam pembagian

kekuasaan politik, tidak ada lembaga legislatif yang disatukan dengan lembaga

eksekutif dan memang itulah yang terjadi selama orde baru. Kuatnya peran

pemerintah terlihat dari peran yang dimiliki oleh Departemen Dalam Negeri yang

melakukan kontrol secara umum terhadap berjalannya pemerintahan daerah dan

Gubernur dari setiap provinsi yang diangkat secara langsung oleh presiden,

melaporkan segala sesuatunya melalui Menteri Dalam Negeri. Dalam pasal 22

dinyatakan bahwa Kepala Daerah sebagai pemimpin sebuah daerah otonom

menjalankan hak, wewenang dan kewajiban pemerintahan daerah dan menurut

hirarki bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. DPRD

sebagai lembaga legislatif yang seharusnya melakukan kontrol terhadap Kepala

Daerah, justru hanya diberikan keterangan pertanggungjawaban sekurangnya satu

tahun sekali oleh Kepala Daerah8.

Yang kedua UU No.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah ini lebih

memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan

daerahnya. Proses Pilkada menurut UU 22 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 35

yang menyebutkan bahwa: penyelenggara Pilkada adalah panita pemilihan yang

pada dasarnya memiliki tugas pokok yaitu: melakukan pemeriksaan berkas

identitas mengenai bakat calon berdasarkan persyaratan yang telah ditetapkan:

melakukan kegiatan teknis pemilihan calon; dan menjadi penanggung jawab

pemilihan. Bakal calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memenuhi

8

(18)

persyaratan sesuai dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh panitia

pemilihan, diajukan kepada DPRD untuk di tetapkan sebagai calon Kepala Daerah

dan Wakil Kepala Daerah9.

Yang ketiga: UU No32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan PP

No.6 tahun 2005 tentang tatacara pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan

pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ditetapkan dan

dilaksanakan dimana kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat hal ini

menandai babak baru dalam sejarah politik di Indonesia. Lahirnya mekanisme

pemilihan kepala daerah langsung merupakan salah satu wujud dari upaya untuk

membangun kembali prinsip-prinsip demokrasi. Melalui pilkada diharapkan

perubahan arus politik menuju kearah demokrasi yang sesungguhnya.

Syaiful Azhar10 Pilkada merupakan perwujudan kedaulatan rakyat dalam

memilih Kepala Daerah di Indonesia. Kota Medan merupakan salah satu daerah

yang menyelenggarakan Pilkadasung pada tahun 2005. Secara umum pelaksanaan

Pilkadasung berjalan lancar, meskipun partisipasi masyarakat untuk menggunakan

hak pilih mengalami penurunan. Terkait dengan hal diatas penelitian tentang

proses sosialisasi politik yang dilakukan oleh KPU Kota Medan sangat

dibutuhkan. Syaiful Azhar mencoba untuk mengaitkan antara sosialisasi kegiatan

Pilkadasung kepada masyarakat dengan mengharapkan meningkatnya partisipasi

masyarakat dalam pelaksanaan Pilkadasung. Sosialisasi politik ini bertujuan agar

seluruh penyelenggara memahami tugas dan fungsinya dalam mensukseskan

Pilkadasung dan mengharapkan meningkatnya partisipasi masyarakat.

9

Ahmad Nadir, Pilkada Langsung dan Masa Depan Demokrasi, Yogyakarta, Averroes Press, 2005, hal 112.

10

Syaiful Azhar, Sosialisasi Politik Komisi Pemilihan Umum Kota Medan dalam

Pemilihan Kepala Daerah Langsung Kota Medan Tahun 2005 (Skripsi diajukan untuk memenuhi

(19)

Yudi Arfan Harahap11 Pilkadasung yang mulai diterapkan pada Juni 2005

pada dasarnya merupakan perwujudan dari sebuah demokrasi ditingkat lokal.

Dengan adanya gagasan pemilihan langsung ini masyarakat bisa secara bebas

memilih Kepala Daerahnya sendiri tanpa ada intervensi dari pihak manapun.

Pilkadasung berdasarkan UU.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

mengacu pada PP No.6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan

dan pemberhantian Kepala Daerah ini bisa bersifat positif dan negatif. Yang

dimaksud positif disini bahwa masyarakat terlibat langsung dalam memilih

Kepala Daerahnya sendiri bukan lagi melalui DPRD yang pada akhirnya sering

terjadi praktik politik uang (money politics) sedangkan sifat negatifnya bahwa

Pilkadasung membuka untuk terjadinya konflik yang berkepanjangan.

Ada persamaan antara hasil penelitian di atas dengan penelitian yang akan

dilakukan oleh penulis yaitu bahwa Pilkadasung adalah perwujudan dari

kedaulatan rakyat dalam memilih sendiri kepala daerahnya dan perwujudan dari

demokratisasi di tingkat nasional penelitian diatas membahas tentang sosialisasi

politik KPU tentang Pilkadasung dan seringnya terjadi konflik kepentingan yang

dilakukan oleh calon Kepala Daerah maupun dari massa pendukungnya dalam

memperebutkan jabatan yang ada. Yang membedakan antara penelitian ini dengan

hasil penelitian yang terdahulu adalah bahwa dalam Pilkadasung ada rekrutmen

yang dilakukan oleh partai politik.

Dalam UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah juga

diungkapkan mengenai mekanisme pemilihan langsung terhadap Kepala Daerah

yaitu pada pasal 59ayat (1) yaitu:“ peserta pemilihan kepala daerah dan wakil

11

Yudi Arfan Harahap, “ Konflik ElitPolitik Lokal Dalam Pilkada: Studi

TerhadapPemilihan Bupati Langsung Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2005” (Skripsi diajukan

(20)

kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh oleh

partai politik”

Pasal 59 ayat (2) menggariskan bahwa: “partai politik atau gabungan

partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan

perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi di

DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam

pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan”.

Pasal 59 ayat (3) menyebutkan bahwa:” partai politik atau gabungan partai

politik wajib membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi bakal calon

perseorangan yang memenuhi syarat”.

Dengan ketentuan tersebut hanya partai politik atau gabungan partai

politik yang dapat mendaftarkan pasangan calon dan dalam pencalonan tentunya

tidak hanya mempersiapkan kadernya untuk duduk menjadi Kepala Daerah akan

tetapi juga harus membuka kesempatan kepada calon perseorangan yang

memenuhi syarat. Dalam hal ini partai politik harus menyeleleksi bakal calon

yang mendaftarkan diri kepartai.

Selanjutnya partai politik dan gabungan partai politik memproses bakal

calon melalui mekanisme yang demokratis dan transparan. Maka tentunya setiap

partai politik memiliki suatu mekanisme pengambilan keputusan tentang

pemilihan Kepala Daerah. Pelaksanaan Pilkada bermuara pada pemilihan Kepala

Daerah yang dapat menjalankan tugas sebagai Kepala Daerah dengan baik hingga

harapan terbentuknya good governace benar-benar terwujud. Partai politik sebagai

satu-satunya pintu bagi pencalonan tersebut tentunya memiliki peranan dan

(21)

proses perekrutan yang di lakukan partai politik tersebut sangat menentukan bagi

partai itu sendiri.

Seleksi partai politik sangatlah menentukan sosok calon Kepala Daerah

yang tampil dan akan dipilih oleh rakyat. Hal ini menjadikan kehendak partai

politik lebih dominan dan belum tentu sama dengan kehendak konstituen pada

umumnya. Selama ini proses internal partai politik cenderung tertutup dari

keterlibatan konstituen secara langsung. Persaingan elit partai lebih dominan

sehingga kerap kali mengabaikan proses rekrutmen yang terbuka dan memberi

kesempatan sosok potensial di luar partai untuk berpartisipasi.

Menurut Gabriel Almond, proses rekrutmen merupakan kesempatan rakyat

untuk menyeleksi kegiatan-kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui

penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan

diri untuk jabatan tertentu, pendidikan dan latihan. Jack C. Plano mengartikan

proses rekrutmen sebagai pemilihan orang-orang untuk mengisi peranan dalam

sistem sosial. Sedangkan rekrutmen politik menunjuk pada pengisian posisi-posisi

formal dan legal seperti pengisian jabatan presiden dan anggota DPRD, serta

peranan-peranan yang tidak formal adalah aktivis partai atau propaganda. Untuk

melakukan rekrutmen biasanya dilakukan oleh institusi-institusi atau agen-agen

tertentu. Untuk jabatan-jabatan politik salah satu yang melakukan rekrutmen

politik adalah partai. Sesuai dengan fungsi yang dimilikinya, partai politik

melakukan rekrutmen untuk mengisi jabatan-jabatan politik, anggota partai,

pemimpin partai dan jabatan politik lainnya. Sehubungan dengan itu Almond dan

Powel mengatakan bahwa partai politik melakukan seleksi terhadap orang-orang

(22)

kemudian memotivasi mereka untuk bekerja dalam kerangka kepentingan dan

tuntutan partai politik yang bersangkutan. Senada dengan itu Budiardjo

(1989)12mengatakan bahwa partai politik berfungsi untuk mencari dan mengajak

orang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik. Sedangkan Surbakti

mengatakan rekrutmen politik adalah seleksi atau pemilihan dan pengangkatan

seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan sejumlah peranan dalam

sistem politik pada umumnya dan pemerintah pada khususnya. Rekrutmen politik

merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan sistem politik, sebab tanpa

elite yang mampu melaksanakan peranannya, kelangsungan hidup sistem politik

akan terancam. Ada dua cara dalam pelaksanaan rekrutmen politik yaitu secara

terbuka dan tertutup. Rekrutmen terbuka artinya seluruh warganegara tanpa

kecuali mempunyai kesempatan yang sama untuk direkrut apabila yang

bersangkutan telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Sedangkan

rekrutmen tertutup adalah proses rekrutmen secara terbatas, yaitu hanya

individu-individu tertentu saja yang dapat direkrut untuk menduduki jabatan politik atau

jabatan pemerintahan. Dalam konteks rekrutmen politik secara tertutup ini, maka

individu-individu yang dekat dengan penguasa atau pemimpin politiklah yang

mempunyai kesempatan untuk masuk dalam partai politik atau menduduki jabatan

politik13.

Keinginan Partai Politik untuk dapat meraih suara terbanyak dalam

Pilkada mengharuskan partai yang dengan sendirinya membuat mekanisme

ataupun strategi untuk dapat memenangi Pilkada. Partai politik atau gabungan

12

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT. Gramedia, 1989, hal.164. 13

Syamsuddin Haris (ed), Pemilu Langsung di Tengah Oligarki Partai Proses Nominasi

dan Seleksi Calon Legislatif Pemilu 2004, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005, hal.

(23)

partai politik yang mencalonkan pasangan Kepala Daerah dalam Pilkada memiliki

rangkaian alur strategi untuk dapat meraih suara terbanyak dalam Pilkada partai

tersebut diperhadapkan dengan proses pembuatan keputusan dan pengrekrutan

bakal calon Kepala Daerah yang hendak diusung dalam proses Pilkada. Proses

pembuatan keputusan ini tentunya bukan hal yang mudah bagi Partai atau

gabungan partai. Setiap partai yang mencalonkan pasangan calon kepala daerah

tentunya menginginkan agar pasangan calon yang di usung oleh partai tersebut

dapat memenangi Pilkada.

PDI-P merupakan partai pemenang pemilu di Kotamadya Pematangsiantar

tentunya memiliki keinginan untuk tampil sebagai pemenang dalam Pilkada di

Pematangsiantar. Pembuatan keputusan politik partai dan bagaimana perekrutan

politik yang dilakukan oleh DPC PDI Perjuangan dalam setiap proses penjaringan

dan penyaringan bakal calon Walikota dan Wakil Walikota secara transparan, adil

dan demokratis adalah hal yang menarik untuk dikaji lebih luas lagi hal ini

disebabkan karena sisi lain yang perlu dicermati pada Pilkada adalah mekanisme

penjaringan bakal calon Kepala Daerah yang diusulkan oleh partai politik. Setiap

partai politik yang mengusung nama pasangan calon Kepala Daerah tentunya

tidak sembarangan dalam membuat keputusan untuk melakukan perekrutan,

penjaringan dan penyaringan bakal calon.

Dari uraian diatas penulis merasa tertarik untuk melakukan kajian terhadap

(24)

2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang maka rumusan

masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Pilkada dalam suatu sistem politik dan Pembuatan Keputusan

dan Rekrutmen Politik pada partai politik DPC PDI-P Pematangsiantar.

2. Bagaimana proses pembuatan keputusan pada partai politik PDI-P dalam

Pilkada kota Pematangsiantar 2005

3. Bagaimana sistem Rekrutmen Politik bakal calon Walikota dan Wakil

Walikota pada PDI-P dalam Pilkada Kota Pematangsiantar 2005.

3. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh Pilkada sebagai suatu sistem

politik terhadap pembuatan keputusan dan rekrutmen pada partai politik

DPC PDI-P Pematangsiantar

2. Untuk mengetahui mekanisme pembuatan keputusan pada partai politik

PDI-P dalam pilkada Pemtangsiantar 2005

3. Untuk mengetahui faktor apakah yang paling determinan dalam

mempengaruhi keputusan pada PDI-P

4. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi penulis penelitian ini berguna untuk meningkatkan serta

mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis dan sebagai media

(25)

2. Penelitian ini dapat memperkaya kajian ilmiah tentang mekanisme

pengambilan keputusan pada kajian ilmu politik.

3. Bagi partai-partai politik penelitian ini dapat menambah informasi tentang

mekanisme pengambilan keputusan pada partai politik.

5. KERANGKA TEORITIS 5.1. Pembuatan Keputusan

5.1.1. Pengertian Keputusan.

Pengertian keputusan (decision) dari pilihan (choice) yaitu pilihan

dari dua atau lebih kemungkinan. Namun ia hampir tidak merupakan

pilihan antara yang benar dan yang salah tetapi yang justru sering terjadi

adalah pilihan anatara yang hampir salah dan yang mungkin salah.

Mc Knazie14 melihat bahwa keputusan adalah pilihan nyata karena

pilihan diartikan sebagai pilihan tentang tujuan termasuk pilihan tentang

cara untuk mencapai tujuan itu apakah pada tingkatan perseorangan atau

pada tingkatan kolektif.

Mc Grew dan Wilson (1984)15 lebih melihat pada kaitannya

dengan prosesnya, yaitu pada bahwa suatu keputusan ialah keadaan akhir

dari suatu proses yang lebih dinamis, yang diberi label pengambilan

keputusan. Ia dipandang sebagai proses karena terdiri atas satu seri

14

Mc Knazie.” Decision Making”, dalam J.Salusu, Pengambilan Keputusan Strategik

Untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia,

1996, hal. 51. 15

(26)

aktivitas yang berkaitan dan tidak hanya dianggap sebagai tindakan

bijaksana.

Morgan dan Cerullo(1984)16 mendefenisikan keputusan sebagai

sebuah kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan, yang

terjadi setelah satu kemungkinan dipilih, sementara yang lain

dikesampingkan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan pertimbangan ialah

menganalisis beberapa kemungkinan atau alternatif, sesudah itu dipilih

satu diantaranya. Kalau begitu kapankan dikatakan tidak ada keputusan

atau bukan keputusan? Non-keputusan bisa terjadi apabila pengambilan

keputusan tidak menyadari atau tidak memahami situasi, atau dapat juga

menyadari tetapi pilihan itu tidak dilakukan. Seiring dalam situasi seperti

itu ada kekuatan lain yang campur tangan dalam proses pemilihan

alternatif tersebut. Situasi yang memperlihatkan campur tangan terjadi

hampir tidak mengenal batas waktu, yaitu situasi politik.

Menurut Ralph.C. Davis17 keputusan merupakan jawaban pasti

terhadap suatu pertanyaan. Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan:

tentang apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang dibicarakan dalam

hubungannya dengan perencanaan. Keputusan dapat meruapakan tindakan

terhadap pelaksanaan yang sangat menyimpang dari rencana semula

keputusan yang baik dapat digunakan untuk membuat perencanaan yang

baik pula.

16

Morgan, Robert G, dan Cerullo.” Decision Making, Management Science Techniques and the Corporate Controller”, dalam Salusu, Pengambilan Keputusan Strategik Untuk Organisasi

Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta, PT.Garmedia Widiasarana Indonesia, 1996, Loc.Cit.

17

Ralph C.Davis. ” The Fundamental of Top Management ”, dalam Ibnu Syamsi,

(27)

5.1.2. Komponen keputusan

Martin Starr18 menyebutkan unsur-unsur atau komponen-komponen

keputusan yang berlaku secara umum adalah sebagai berikut:

1. Tujuan harus ditegaskan dalam pengambilan keputusan

2. Identifikasi alternatif, untuk mencapai tujuan tersebut kiranmya perlu

dibuat beberapa altenatif, yang nantinya perlu dipilih salah satu yang

dianggap paling tepat.

3. Faktor yang tidak dapat diketahui sebelumnya faktor yang semacam ini

juga harus diperhitungkan (Uncontrollable events). Keberhasilan

pemilihan alternatif tersebut baru dapat diketahui setelah keputusan ini

dilaksanakan. Waktu yang akan datang tidak akan diketahui dengan

pasti. Inilah yang dikatakan dengan uncontrollable events.

4. Dibutuhkan sarana untuk mengukur hasil yang dicapai. Masing-masing

alternatif perlu di sertai akibat positif dan negatifnya, termasuk sudah

diperhitungkan didalamnya uncontrollable events-nya.

5.1.3. Proses Pembuatan Keputusan

Menurut Herbert A. Simon19 seperti yang dikutip oleh M.Iqbal Hasan

proses pembuatan keputusan terdiri atas tiga fase keputusan yaitu sebagai

berikut:

18

Martin K. Starr.” Mangement Science, An Introduction”, dalam Ibnu Syamsi,

Pengambilan Keputusan, Jakarta, Bina Aksara, 1989,hal 15-16.

19

(28)

1. Fase Intelegensia

Merupakan fase penelusuran informasi untuk keadaan yang

memungkinkan dalam rangka pengambilan keputusan. Jadi merupakan

pengamatan lingkungan dalam pengambilan keputusan. Data dan

informasi diperoleh, diproses dan diuji untuk mencari bukti-bukti yang

dapat diidentifikasikan, baik yang permasalahan pokok peluang untuk

memecahkannya.

2. Fase Desain

Merupakan fase pencarian atau penemuan, pengembangan serta

analisis kemungkinan-kemungkinan suatu tindakan. Jadi merupakan

kegiatan perancangan dalam pengambilan keputusan. Fase ini terdiri

atas sebagai berikut:

a) Identifikasi masalah

Merupakan langkah pencarian perbedaan antara situasi yang terjadi

dengan situasi yang ingin dicapai.

b) Formulasi masalah

Merupakan langkah dimana masalah di pertajam sehingga kegiatan

desain dan pengembangan sesuai dengan permasalah yang

sebenarnya. Cara yang dilakukan dalam formulasi permasalahan

sebagai berikut:

 Menentukan batasan-batasan permasalahan

 Menguji perubahan-perubahan yang dapat menyebabkan

permasalahan dapat dipecahkan.

(29)

3. Fase pemilihan

Merupakan fase seleksi alternatif atau tindakan yang dilakukan dari

alternatif-alternatif tersebut. Alternatif yang dipilih kemudian

diputuskan dan dilaksanakan. Jadi merupakan kegiatan memilih

tindakan atau alternatif-alternatif tertentu dari bermacam-macam

kemungkinan yang dapat ditempuh.

Pembuatan keputusan ialah proses memilih suatu alternatif cara

bertindak dengan metode yang efisien sesuai dengan situasi. Proses ini

untuk menemukan dan menyelesaikan masalah organisasi. Pernyataan ini

menegaskan bahwa mengambil keputusan memerlukan satu seri tindakan,

membutuhkan beberapa langkah. Dapat saja langkah-langkah itu terdapat

dalam pikiran seseorang yang sekaligus mengajaknya berpikir sistematis.

Dalam dunia manajemen atau dalam kehidupan organisasi, baik swasta

maupun pemerintah, proses atau seri tindakan itu lebih banyak tampak

dalam barbagai diskusi.

Suatu aturan kunci dalam pembuatan keputusan ialah “sekali kerangka

yang tepat sudah diselesaikan, keputusan harus dibuat” (Brinckloe,et

al.,1977)20. Dan sekali keputusan dibuat sesuatu mulai terjadi. Dengan

kata lain, keputusan mempercepat diambilnya tindakan, mendorong

lahirnya gerakan dan perubahan (Hill, et al.,1979)21. Jadi, aturan ini

menegaskan bahwa harus ada tindakan yang dibuat kalau sudah tiba

20

Brinckloe, William D., dan Coughlin, Mary T.”Managing Organization”, dalam Salusu,

Pengambilan Keputusan StrategikUntuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta,

PT.Gramedia Widiasarana Indonesia,1996, hal.48. 21

Percy, Hill.” Making Decisions”, dalam Salusu, Pengambilan Keputusan

StrategikUntuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta, PT.Gramedia Widiasarana

(30)

saatnya dan tindakan itu tidak dapat ditunda. Sekali keputusan dibuat,

harus diberlakukan dan kalau tidak, sebenarnya ia bukan keputusan, tetapi

lebih tepat dikatakan suatu hasrat, niat yang baik (Drucker, 1967:

Hoy,1978)22.

Untuk suksesnya pembuatan keputusan ini maka “sepuluh hukum”

hubungan kemanusiaan (Siagian,1988)23 hendaknya menjadi acuan dari

setiap pembuatan keputusan yaitu:

1. Harus ada sinkronisasi antara anggota organisasi tersebut.

2. Harus ada suasana dan iklim kerja yang menggembirakan

3. Interaksi antara atasan dan bawahan hendaknya memadu

informalitas dengan formalitas

4. Manusia tidak boleh diperlakukan seperti mesin

5. Kemampuan bawahan harus dikembangkan terus hingga titik yang

optimum.

6. Pekerjaan dalam organisasi hendaknya bersifat menantang.

7. Hendaknya ada pengakuan dan penghargaan terhadap mereka yang

berprestasi.

8. Kemudahan-kemudahan dalam pekerjaan hendaknya diusahakan

untuk memungkinkan setiap orang melaksanakan tugasnya dengan

baik.

22

Peter, Drucker.” Eksekutif Yang Efektif”, dalam Salusu, Pengambilan Keputusan

StrategikUntuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta, PT.Gramedia Widiasarana

Indonesia,1996, Loc.Cit. 23

Sondang Siagian.” Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan”, dalam Salusu,

Pengambilan Keputusan StrategikUntuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta,

(31)

9. Sehubungan dengan penempatan, hendaknya di gunakan prinsip

the right man on the right place.

10.Tingkat kesejahteraan hendaknya juga diperhatikan antara lain

dengan pemberian balas jasa yang setimpal.

5.1.4. Teknik Pembuatan Keputusan

Pembuatan keputusan meliputi antara lain hal-hal yang berhubungan

dengan pengumpulan fakta. Berbagai teknik dapat digunakan untuk

mengumpulkan informasi mengenai suatu masalah, tetapi dapat juga

dengan menggantungkan diri para ahli atau konsultan. Cara apapun

dipakai tidak ada yang murni objektif, tetapi selalu mengandung unsur

bias pada pihak pembuat keputusan karena tergantung pada nilai

keputusan dan pada penerimaan informasi tertentu sebagai fakta.

Teknik pembuatan keputusan yang diperkenalkan didalam berbagai

literatur cukup bervariasi tetapi pada umumnya dapat dikelompokkan

kedalam dua jenis, yaitu teknik tradisional dan teknik modern. Untuk

setiap klasifikasi keputusan yang sudah dijelaskan terlebih dahulu, dapat

digunakan teknik – teknik yang berbeda sebagai mana yang di kemukakan

oleh McGrew sebagai berikut24:

1. Keputusan terprogram

Tradisional :

a) Kebiasaan

b) Pekerjaan rutin sehari – hari: Prosedur operasional yang baku

24

(32)

c) Struktur organisasi: ada harapan bersama melalui perumusan sub – sub

tujuan dengan menggunakan saluran informasi yang terumus dengan

jelas.

Modern :

a) Risert operasional, analisis metematik, model-model, simulasi

komputer

b) Proses data elektronik

2. Keputusan tidak terprogram.

Tradisional:

a) Heuristic yaitu mendorong seseorang untuk mencari dan menemukan

sendiri intuisi, kreativitas.

b) Rule of thumbs yaitu suatu prosedur praktis yang tidak menjamin

penyelesaian optimal.

c) Dengan seleksi dan latihan bagi para eksekutif.

Modern:

a) Menyelenggarakan pelatihan bagi para pengambil keputusan.

b) Dengan menciptakan program – program computer.

5.1.5. Pendekatan Terhadap Pembuatan Keputusan

Hingga saat ini berbagai model tentang pendekatan terhadap pembuatan

keputusan telah di perkenalkan oleh para ahli teori pengambilan

keputusan. Diantaranya model McGrew yang melihat ada tiga pedekatan

yaitu25 :

25

(33)

1. Pedekatan proses pengambilan keputusan rasional memberikan

perhatian utama pada hubungan antara keputusan dengan tujuan dan

sasaran dari pengambilan keputusan. Suatu keputusan dapat dikatakan

rasional bila ia dapat dijelaskan dan dibenarkan dengan berusaha

mengaitkannya dengan sasaran dari pengambilan keputusan. Dengan

kata lain, keputusan itu dibuat untuk memenuhi maksud dari

pengambilan keputusan. Individu sebagai pengambil keputusan akan

menyusun urut-urutan tujuan dan sasaran yang dikehendaki sebelum ia

membeberkan alternatif yang akan dipilih. Prinsip ini juga akan

berlaku dalam satu kelompok yang bertugas mengambil keputusan,

seperti sering terlihat dalam kalangan pemerintah. Kelompok

merupakan satu kesatuan kohesif yang bertugas merancang keputusan

untuk memaksimalkan kebahagiaan dari masyarakat terhadap tujuan

keputusan.

2. Model proses organisasional menangani masalah yang jelas tampak

perbedaannya antara pengambilan keputusan individu dan organasai.

Disini organisasi tidak dapat disamakan dengan individu bahkan tidak

dapat dianggap sebagai super-individu yang memiliki kemampuan

yang lebih besar dalam menangani informasi. Depertemen atau bagian

dalan satu organisasi tidak akan pernah menyusun peringkat yang sama

tentang tujuan dan sasaran bahkan mereka juga berbeda dalam

mempertimbangkan cara-cara untuk mencapai tujuan masing-masing.

(34)

ketidakpastian dapat dikurangi dan agar mereka yang bekerja dalam

organisasi itu dapat melaksanakan pekerjaan secara rutin.

3. Model tawar-menawar politik melihat kedua pendekatan itu

mengatakan bahwa pengambilan keputusan kolektif sesungguhnya

dilaksanakan melalui tawar-menawar. Memang dalam suatu kelompok,

tiap-tiap individu mungkin sudah memberi alasan-alasan atau

perhitungan rasional dan berbagai pedoman dan aturan organisasi

sudah ditampilkan. Namun patut diketahui bahwa hasil akhir dari

keputusan itu sesungguhnya tergantung pada proses “ memberi dan

menerima ” diantara individu dalam kelompok tersebut. Dengan

demikian, keputusan sebagai hasil akhir lebih merupakan keputusan

politik.

5.1.6. Penyempurnaan Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Calon Bupati Dan/Atau Wakil Bupati, Walikota Dan/Atau Wakil Walikota Dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Adapun yang menjadi petunjuk pelaksanaan Pemilihan Calon Bupati

Dan/Atau Wakil Bupati, Walikota Dan/Atau Wakil Walikota Dari Partai

Demokrasi Indonesia Perjuangan adalah keputusan DPP PDI-P Nomor.

024/KPTS/DPP/VII/2005 yaitu sebagai berikut:

1. Yang dimaksud dengan petunjuk pelaksanaan dalam surat keputusan

ini adalah aturan partai tentang tata cara penjaringan, verifikasi,

(35)

Walikota Dan/Atau Wakil Walikota Dari Partai Demokrasi Indonesia

Perjuangan.

2. Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota

adalah pemilihan Bupati dan wakil Bupati dan Walikota dan Wakil

Walikota sebagaimana yang dimaksud dengan UU 32 tahun 2004 dan

peraturan pelaksanaannya.

3. Penjaringan adalah penampungan aspirasi masyarakat yang dilakukan

oleh partai untuk menghimpun nama-nama bakal calon Bupati

Dan/Atau Wakil Bupati, Walikota Dan/Atau Wakil Walikota

berdasarkan kriteria peraturan perundangan dan peraturan partai yang

berlaku.

4. Verifikasi adalah penelitian terhadap seluruh kelengkapan persyaratan

bakal calon Bupati Dan/Atau Wakil Bupati, Walikota Dan/Atau Wakil

Walikota, berdasarkan ketentuan UU RI No. 32 tahun 2004 dan

peraturan partai dilakukan oleh tim verifikasi yang dibentuk oleh DPD

dan DPC partai sebelum pelaksanaan Rakercabsus.

5. Penyaringan adalah seleksi bakal calon Bupati Dan/Atau Wakil Bupati,

Walikota Dan/Atau Wakil Walikota melalui mekanisme rakercabsus

partai.

6. Rakercabsus adalah rapat kerja cabang yang khusus diselenggarakan

untuk menyaring bakal calon Bupati Dan/Atau Wakil Bupati, Walikota

(36)

7. Penetapan bakal calon Bupati Dan/Atau Wakil Bupati, Walikota

Dan/Atau Wakil Walikota ditetapkan oleh DPP partai melalui rapat

DPP partai.

8. Rapat DPC partai adalah rapat pengurus DPC partai yang dihadiri oleh

sekurang-kurangnya lebih dari setengah jumlah pengurus partai,

diselenggarakan khusus untuk membahas proses pencalonan bakal

calon Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota di

wilayahnya.

9. Rapat DPD partai adalah rapat pengurus DPD partai yang dihadiri oleh

sekurang-kurangnya lebih dari setengah jumlah pengurus partai,

diselenggarakan khusus untuk membahas proses pencalonan bakal

calon Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota di

wilayahnya.

10.Rekomendasi DPP adalah keputusan DPP partai tentang persetujuan

dan penetapan calon Bupati Dan/Atau Wakil Bupati, Walikota

Dan/Atau Wakil Walikota.

5.2. Partai Politik

5.2.1. Pengertian Partai Politik

Pengertian partai politik menurut Carl J. Friedrich adalah sekelompok

manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau

mempertahankan penguasaan terhadap pemerintah bagi pimpinan

partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota

(37)

Kemudian lebih lanjut R. H. Soltau mendefenisikan partai politik

adalah sekelompok warga Negara yang sedikit banyak terorganisir, yang

bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan

kekuasaannya untuk memilih bertujuan untuk menguasai pemerintahan

dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.

Defenisi partai politik juga dikemukakan oleh Sigmund Neuman.

Partai politik menurut Neuman adalah organisasi dari aktivis-aktivis

politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta

merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan

atau golobngan-golongan lainnya yang mempunyai pandangan berbeda26.

Huszar dan Stevenson mengemukakan bahwa partai politik adalah

sekelompok orang yang terorganisir serta berusaha untuk mengendalikan

pemerintahan agar supaya dapat melaksanakan program-programnya dan

menempatkan anggota-anggotanya dalam jabatan-jabatan pemerintahan27.

5.2.2. Fungsi Partai Politik

Setelah mengetahui defenisi partai politik menurut beberapa tokoh maka

dapat pula dirumuskan tentang fungsi-fungsi partai politik. Fungsi utama

partai politik ialah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna

mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi

tertentu. Cara yang digunakan oleh suatu partai politik dalam sistem

politik demiokratis untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan

ialah ikut serta dalam pemilihanan umum. Ketika melaksanakan fungsi itu

26

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal. 161-162.

27

(38)

partai politik dalam sistem politik demokrasi melakukan tiga kegiatan.

Adapun ketiga kegiatan itu meliputi seleksi calon-calon, kampanye dan

melaksanakan fungsi pemerintahan (legislative dan/atau eksekutif).

Apabila kekuasaan untuk memerintah telah diperoleh maka partai politik

itu berperan pula sebagai pembuat keputusan politik. Partai politi yang

tidak mencapai mayoritas di badan perwakilan rakyat akan berperan

sebagai pengontrol terhadap partai mayoritas. Berikut ini dikemukakan

sejumlah fungsi partai politik28 :

5.2.2.1. Fungsi Sosialisai Politik..

Yang dimaksud dengan sosialisasi politik ialah proses

pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat.

Melalui proses sosialisasi politik inilah para anggota masyarakat

memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang

berlangsung dalam masyarakat. Proses ini berlangsung seumur hidup

yang diperoleh secara sengaja melalui pendidikan formal, nonformal

dan informal. Dari segi metode penyampaian pesan, sosialisasi

politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik.

Pendidikan politik merupakan suatu proses dialog diantara penerima

dan pemberi pesan melalui proses para anggota masyarakat

mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma dan

symbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik

dan indoktrinasi politik ialah proses sepihak ketika penguasa

memobilisasi dan memanipulsi warga masyarakat untuk menerima

28

(39)

nilai, norma dan simbol yang dianggap pihak berkuasa sebagai ideal

dan baik.

5.2.2.2. Fungsi Rekrutmen Politik

Rekrutmen politik adalah seleksi dan pemilihan atau seleksi

dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk

melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya

dan pemerintah pada khususnya. Fungsi ini semakin besar porsinya

manakala partai politik itu merupakan partai tunggal seperti dalam

sistem politik totaliter, atau manakalapartai ini merupakan partai

mayoritas dalam badan perwakilan rakyat sehingga berwenang

membentuk pemerintahan dalam sistem politik demokrasi. Fungsi

rekrutmen merupakan kelanjutan dari fungsi mencari dan

mempertahankan kekuasaan. Selain itu, fungsi rekrutmen politik

sangat penting bagi kelangsungan sistem politik sebab tanpa elit

yang mampu melaksanakan peranannya kelangsungan hidup sistem

politik akan terancam.

5.2.2.3. Fungsi Partisipasi Politik

Partisipasi politi ialah kegiatan warga Negara biasa dalam

mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan

umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan. Dalam

hal ini, partai politik mempunyai fungsi untuk membuka

kesempatan, mebdorong dan mengajak para anggota dan anggota

masyarakat yang lain untuk menggunakan partai politik sebagai

(40)

merupakan wadah partisipasi politik. Fungsi ini lebih tinggi porsinya

dalam sistem politik demokrasi daripada dalam sistem politik

totaliter karena dalam sistem politik yang terakhir ini lebih

mengharapkan ketaatan dari para warga daripada aktifitas mandiri.

5.2.2.4. Fungsi Pemadu Kepentingan

Dalam masyarakat terdapat sejumlah kepentingan yang

berbeda bahkan acap kali bertentangan. Untuk menampung dan

memadukan berbagai kepentingan yang berbeda bahkan

bertentangan maka partai politik dibentuk. Kegiatan menampung,

menganaliasis dan memadukan berbagai kepentingan yang berbeda

bahkan bertentangan menjadi berbagai alternatif kebijakan umum,

kemudian diperjuangkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan

keputusan politik. Itulah yang dimaksud dengan fungsi pemadu

kepentingan. Sebagaimana dikemukakan diatas fungsi ini merupakan

salah satu fungsi utama partai politik sebelum mencari dan

mempertahankan kekuasaan. Fungsi ini sangat menonjol dalam

sistem politik demokrasi karena dalam sitem politik totaliter

kepentingan dianggap seragam maka partai politil dalam sistem ini

kurang melaksanakan fungsi pemadu kepentingan. Alternatif

kebijakan umum yang diperjuangkan oleh partai tunggal dalam

sistem politik totaliter lebih banyak merupakan tafsiran atas ideology

digunakan sebagai cara memandang permasalahn dan perumusan

(41)

5.2.2.5. Fungsi Komunikasi Politik

Komunikasi politik ialah proses penyampaian informasi

mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari

masyarakat kepada pemerintah. Dalam hal ini, partai politik

berfungsi sebagai komunikator politik yang tidak hanya

menyampaikan segala keputusan dan penjelasan pemerintah kepada

masyarakat sebagaimana diperankan oleh partai politik di negara

totaliter tetapijuga menyampaikan aspirasi dan kepentingan berbagai

kelompok masyarakat kepada pemerintah. Keduanya dilaksanakan

oleh partai politik dalam sistem politik demokrasi. Dalam

melaksanakan fungsi ini partai politik tidak menyapikan begtitu saja

segala informasi dari pemerintah kepada masyarakat atau dari

masyarakat kepada pemerintah, tetapi merumuskan sedemikian rupa

sehingga penerima informasi ( komunikan) dapat dengan mudah

memahami dan memanfaatkan. Dengan demikian, segala kebijakan

pemerintah yang biasanya dirumuskan dalam bahsa teknis dapat

diterjemahkan oleh partai politik ke dalam bahasa yang dapat

dipahami oleh pemerintah dan masyarakat. Jadi proses komunikasi

politik antara pemerintah dan masyarakat dapat berlangsung secara

efektif melalui partai politik.

5.2.2.6. Fungsi Pengendali Konflik

Konflik yang dimaksud disini dalam arti yang luas, mulai

dari perbedaan pendapat sampai pada pertikaian fisik antar individu

(42)

warga negara atau kelompok masyarakat berhak menyampaikan dan

memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya sehingga konflik

merupakan gejala yang sukar dielakkan. Akan tetapi suatu sistem

politik hanya akan mentoloerir konflik yang tidak menghancurkan

dirinya sehingga permasalahannya bukan menghilangkan konflik itu,

melainkan mengendalikan konflik melalui lembaga demokrasi untuk

mendapatkan penyelesaian dalam bentuk keputusan politik. Partai

politik sebagai salah satu lembaga demokrasi berfungsi untuk

mengendalikan konflik melalui cara berdialog dengan pihak-pihak

yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan

kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik dan membawa

permasalahan kedalam musyawarah badan perwakilan rakyat untuk

mendapatkan penyelesaian berupa keputusan politik. Untuk

mencapai penyelesaian berupa keputusan itu diperlukan kesediaan

berkompromi diantar para wakil rakyat, yang berasal dari

partai-partai politik. Apabila partai-partai-partai-partai politik keberatan untuk

mengadakan kompromi maka partai politik bukan hanya

mengendalikan konflik, melainkan menciptakan konflik dalam

masyarakat.

5.2.2.7. Fungsi Kontrol Politik

Kontrol politik ialah kegiatan untuk menunjukkan kesalahn,

kelemahan dan penyimpangan dalam isi suatu kebijakan atau

dalampelaksanaan kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh

(43)

harus ada tolak ukur yang jelas sehingga kegiatan itu berifat relatif

objektif. Tolak ukur suatu control politik berupa nilai-nilai politik

yang dianggap ideal dan baik yang dijabarkan dalam berbagai

kebijakan atau peraturan perundang-undangan. Tujuan kontrol

politik, yakni meluruskan kebijakan atau pelaksanaan kebijakan yang

menyimpang dan memperbaiki yang keliru sehingga kebijakan dan

pelaksanaannya sejalan dengan tolak ukur tersebut. Fungsi kontrol

ini merupakan salah satu mekanisme politik dalam sistem politik

demokrasi untuk memperbaiki dan memperbaharui dirinya secara

terus-menerus. Dalam melaksanakan fungsi kontrol politikl juga

harus menggunakan tolak ukur itu pada dasarnya merupakan hasil

kesepakatan bersama sehingga seharusnya menjadi pegangan

bersama. Dalam sistem cabinet parlementer, kontrol dilakukan oleh

partai politik oposisi terhadap kebijakan partai yang tidak percaya

mendapat dukungan mayoritas dari parlemen.

S. Neumann mengemukakan fungsi-fungsi partai politik yang terdiri dari tiga tingkatan: first, at the level of the society as a whole, political parties are general mechanism by which conflicts are handled,…second, at the level of political system, parties are the institusions within which policies can be formulated…finaly, at the level of dailly political life, parties play a major part in recruitment of the “political class” ( pertama, pada tingkatan masyarakat secara keseluruhan, partai politik adalah sebuah mekanisme umum yang berupaya menagani konflik yang terjadi di dalam masyarakat,…kedua, pada tingkatan sistem politik, partai politik adalah institusi yang berfungsi menformulasikan kebijakan publik,…ketiga, pada tingkatan kehidupan politik, partai politik memainkan peran utama dalam rekrutmen politik bagi kandidat-kandidat terpilih agar menempati jabatan-jabatan publik )29.

29

(44)

5.2.3. Sistem Kepartaian

Sistem kepartai ada kaitannya dengan judul skripsi dimana dalam

judul tersebut dipaparkan pembuatan keputusan pada partai politik dalam

Pilkada. Dimana dalam hal ini partai politik merupakan kendaraan

politik yang mengusung calon Kepala Daerah.

Sistem kepartain adalah pola perilaku dan interaksi di antara

sejumlah partai politik dalam suatu sistem politik. Maurice Duverger30

menggolongkan sistem kepartaian menjadi tiga, yaitu sistem partai

tunggal, sistem dwi partai dan sistem banyak partai. Penggolongan

sistem kepartaian berdasarkan jumlah partai dapat dikemukakan seperti

berikut. Bentuk partai tunggal (totaliter,otoriter dan dominant), sistem

dua partai dominan dan bersaing dan sistem banyak partai. Dalam

Negara yang menerapkan bentuk partai tunggal totaliter terdapat satu

partai yang tak hanya memegang kendali atas militer dan pemerintahan,

tetapi juga mengguasai seluruh aspek kehidupan masyarakat. Partai

tunggal totaliter biasanya merupakan partai doktriner dan diterapkan di

negara-negara komunis dan fasis.

Bentuk partai tunggal otoriter ialah suatu sistem kepartaian yang

didalamnya terdapat lebih dari satu partai tetapi terdapat satu partai besar

yang digunakan oleh penguasa sebagai alat memobilasi masyarakat dan

mengesahkan kekuasaannya, sedangkan partai-partai lain kurang dapat

menampilkan diri karena ruang gerak dibatasi penguasa. Bentuk partai

tunggal otoriter biasanya diterapkan dinegara-negara berkembang yang

30

(45)

menghadapi masalah intergrasi nasional dan keterbelakangan ekonomi.

Partai tunggal yang otoriter digunakan sebagai wadah persatuan segala

lapisan dan golongan masyarakat, dan sebagai wadah persatuan segala

lapisan dan golongan masyarakat dan sebagai alat memobilisasi

masyarakat untuk mendukung kebijakan yang dibuat penguasa. Apabila

dalam bentuk partai tunggal otoriter, partailah yang menguasai partai.

Partai Uni Nasional Tanzania ( UNAT), Partai Aksi Rakyat Singapura

merupakan contoh partai totaliter.

Bentuk partai tunggal dominan tetapi demokratis ialah suatu sistem

kepartaian yang di dalamnya terdapat lebih dari satu partai, namun satu

partai saja yang dominan ( secara terus menerus mendapat dukungan

untuk berkuasa), sedangkan partai-partai lain tidak mampu menyaingi

partai yang dominan, walaupun terdapat kesempatan yang sama untuk

mendapatkan dukungan melalui pemilihan umum. Partai yang dominan

itu biasanya lebih dahulu muncul untuk membina bangsa dan

mengorganisasikan pembangunan ekonomi, dibandingkan dengan

partai-partai lain yang muncul beberapa dekade kemudian untuk megoreksi dan

menyaingi partai dominan. Ketika partai-partai oposisi muncul, partai

dominan sudah berakar dalam masyarakat dan organisasinya sudah

melembaga. Partai Liberal di Jepang merupakan contoh partai dominant

tetapi demokratik.

Sistem dua partai bersaing merupakan suatu sistem kepartaian yang

didalamnya terdapat dua partai yang bersaing untuk mendapatkan dan

(46)

sistem ini terdapat pembagian tugas yaitu partai yang memenangkan

pemilu memerintah dan partai yang kalah beroperan sebagai kekusaan

oposisi yang loyal sebagai control atas partai yang menag. Negara yang

menerapkan sistem dua partai bersaing adalah Amerika (Partai Republik

dan Partai Buruh) dan Australia ( Partai Liberal dan Partai Buruh).

Sistem banyak partai merupakan suatu sistem yang terdiri atas

lebih dari dua partai yang dominan. Sistem ini merupakan produk dari

masyarakat yang majemuk, baik cultural maupun social ekonimi.karena

bnayak partai yang bersaing dalam Pemilu maka yang sering terjadi

adalah pemerintahan koalisi dengan dua atau lebih partai secara

bersama-sama mencapai mayoritas di parlemen. Untuk mencapai

konsensus diantara partai yang berkoalisi itu memerlukan tawar

menawar dalam hal program dan kedudukan menteri.

Selain itu partai politik juga dapat diklasifikasikan menurut

komposisi anggotanya yaitu31:

a. Partai Massa

Partai massa mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan

jumlah anggota, oleh karena itu biasana terdiri dari

pendukung-pendukung dari berbagai aliran politik dalam masyarakat yang

memiliki ideology dan tujuan yang sama. Kelemahan darai partai

massa adalah bahwa masing-masing aliran atau kelompok yang

menjadi anggotanya cenderung untuk memaksakan kepentingan

masing-masing sehingga persatuan partai menjadi lemah atau

31

(47)

hilang sama sekali sehingga salah satu golongan memisahkan diri

dan mendirikan partai baru.

b. Partai Massa

Kekuatan partai ini adalah terletak pada keketatan organisasi

dan disiplin kerja dari anggota-anggotanya. Pimpinan partai

biasanya menjaga kemurnian doktrin politik yang dianut dengan

jalan mengadakan seleksi terhadap calon anggotanya dan memecat

anggota yang menyeleweng dari garis partai yang telah ditetapkan.

5.2.4. Rekrutmen Pada Partai politik

Rekrutmen politik merupakan proses dimana partai mencari

anggota baru dan mengajak orang yang berbakat untuk berpartisipasi

dalam proses politik melalui organisasi-organisasi massa yang

melibatkan golonggan-golonggan tertentu, seperti golonggan buruh,

petani, pemuda dan sebagainya. Hal ini seperti yang ditegaskan oleh

Mochtar Mas’oed bahwa rekrutmen politik merupakan fungsi penyeleksi

rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintah melalui penampilan

dalam media komunikasi, menjadi anggota oeganisasi, mencalonkan diri

untuk jabatan tertentu, pendidikan dan ujian32.

Sistem rekrutmen politik menurut Nazaruddin Syamsudin dibagi

menjadi dua cara33: pertama, rekrutmen terbuka yaitu dengan

menyediakan dan memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh

warga negara untuk ikut bersaing dalam proses penyeleksian. Dasar

32

Hesel Nogi Tangkilisan, Kebijakan Publik Yang Membumi, Yayasan Pembaruan Adminstrasi Publik Indonesia & Lukman Offset, 2003, hal. 188

33

(48)

penilaian dilaksanakan melalui proses dengan syarat-syarat yang telah

ditentukan, melalui pertimbangan-pertimbangan yang objektif rasional,

dimana setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi jabatan politik

yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam

melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan baik jabatan politik maupun

administrasi atau pemerintah. Kedua, rekrutmen tertutup, yaitu adanya

kesempatan untuk masuk dan dapat menduduki posisi politik tidaklah

sama bagi setiap warga negara, artinya hanya individu-individu tertentu

yang dapat direkrut untuk menempati posisi dalam politik maupun

pemerintah. Dalam cara yang

Gambar

Tabel 1 ................................................................................................................
Tabel 1. Hasil Penghitungan Suara Pilkadasung
Tabel 2. Daftar Nama Tim Verifikasi PDI P Kota Pematangsiantar
Tabel 3. Daftar Nama Bakal Calon Walikota/Wakil Walikota
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pemilukada di Lampung sejak 2005, kandidat kepala daerah yang menjadi pemenang nyaris selalu berasal dari kalangan eksternal partai politik, kendatipun

Keduanya adalah alur pragmatisme yang telah menjadi sebuah siklus yang uhrh: bersumber dari masyarakat yang plural dan pragmatis, lalu dikapitalisasi oleh

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah referensi mengenai praktek- praktek komunikasi pemasaran politik yang dilakukan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,

Berdasarkan hasil penyelenggaraan pilkada serentak, pasangan calon kepala daerah dari figur petahana yang diusung oleh koalisi partai yang mendominasi dukungan, hal ini

Secara umum studi tentang Rekrutmen Bakal Calon Walikota Oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Indonesia Perjuangan Pada Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020 merupakan

32/tahun 2004, yang antara lain mengatur tentang pemilihan kepala daerah secara langsung, dimana calon kontestannya adalah pasangan calon yang diusulkan oleh

Penulis mencoba mengangkat judul Skripsi tentang PELAKSANAAN REKRUTMEN CALON KEPALA DAERAH DALAM PARTAI POLITIK (Studi di DPD Partai Golkar Kota Tarakan)

Kajian Kritis Pendidikan Politik di Partai Politik yang Menyebabkan Terjadinya Calon Tunggal Penyebab Munculnya Calon Tunggal di Pilkada Dalam pemilihan kepala daerah atau